Tuhan Quotes

Quotes tagged as "tuhan" Showing 1-30 of 132
Goenawan Mohamad
“Kegagalan kita untuk memaafkan, kesediaan kita untuk mengakui dendam, adalah penerimaan tentang batas. Setelah itu adalah doa. Pada akhirnya kita akan tahu bahwa kita bukan hakim yang terakhir... Di ujung sana, Tuhan lebih tahu.”
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 1

Goenawan Mohamad
“Jangan-jangan Tuhan menyisipkan harapan bukan pada nasib dan masa depan, melainkan pada momen-momen kini dalam hidup—yang sebentar, tapi menggugah, mungkin indah.”
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 7

Dian Nafi
“Sebab Tuhan selalu punya cara yang indah untuk membuat hambaNya selalu tersenyum meski dalam tangis sekalipun. Bukankah kopi itu akan terasa pahit jika tak berkolaborasi dengan gula. Gula juga tak akan terasa nikmat jika tak bercampur dengan kopi. Maka pahit dan manis itu adalah karya alam yang sangat”
Dian Nafi - Endang S, Lelaki: Kutunggu Lelakumu

Farida Susanty
“Tuhan percaya kamu. Dia ngga mengejar kamu dengan kematian. Dia ngga seegois manusia. Dia bukan pendendam.”
Farida Susanty, Dan Hujan Pun Berhenti

Goenawan Mohamad
“Tuhan, kata Bunda Teresa, bersahabat dengan diam. Kembang tumbuh tanpa kata dan bulan bergerak tanpa berisik.”
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 5

“Anak-anak muda jaman sekarang itu lucu dan agak susah dimengerti. Mereka cukup bersemangat membuat berbagai macam proposal untuk kegiatan organisasi yang mereka ikuti. Tapi proposal hidup yang berisi visi dan strateginya meraih mimpi, justru lupa mereka buat sendiri.”
Lenang Manggala, Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia

Goenawan Mohamad
“Tuhan, kenapa kita bisa bahagia?”
Goenawan Mohamad, Asmaradana: Pilihan Sajak, 1961-1991

Remy Sylado
“Kata Lintjens, "Meis, jangan memarahi Tuhan dalam kesusahanmu. Kau toh tidak bertanya di mana Tuhan ketika kau merasa senang".”
Remy Sylado

“Nilai akhir dari proses pendidikan, sejatinya terrekapitulasi dari keberhasilannya menciptakan perubahan pada dirinya dan lingkungan. Itulah fungsi daripada pendidikan yang sesungguhnya.”
Lenang Manggala, Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia

Titon Rahmawan
“Seperti kau tahu Nak, langit akan menjatuhkan banyak sekali kejadian dan peristiwa, sebagian untuk diingat dan sebagian lagi untuk dilupakan. Ada yang baik dan ada pula yang tak baik. Ada yang menyenangkan ada pula yang tidak menyenangkan.

Bisa jadi, mereka akan menyapamu dengan tawa dan kegembiraan. Persis seperti setumpukan lego yang engkau mainkan waktu engkau masih kecil dulu. Setiap sentuhanmu akan mengubah potongan kardus dan balok balok kecil itu menjadi istana, menjadi benteng, menjadi menara, menjadi masjid dan juga gereja. Bukankah tidak ada kegembiraan yang melebihi kegembiraan serupa itu, Nak?

Tapi tak setiap sentuhan akan menghasilkan keajaiban keajaiban kecil serupa itu. Ada berapa banyak jejak yang sudah lama kau tinggalkan di halaman rumah? Berbulan bulan Bunda mesti menunggu langkah pertamamu. Ada kecemasan dan kekhawatiran saat mengusap dahimu yang berkeringat. Seperti doa yang belum didengar Tuhan meski Bunda tahu, Ia hanya ingin Bunda belajar bersabar.

Mirip dengan sebuah kisah dari Rusia tentang seorang pria yang terpenjara, seorang penunggang nasib celaka yang menunggu waktu kapan ia hendak dibebaskan. Mungkin kesabaran memang harus diuji dengan cara serupa itu, meski sebenarnya ia tidak bersalah. Keajaiban tidak selalu terjadi dalam waktu satu atau dua hari, tapi mungkin butuh waktu bertahun tahun lamanya. Jadi demikianlah Nak, Ia sungguh Maha Tahu tapi Ia sengaja menunggu waktu yang tepat.

Banyak orang akan berlalu lalang di hadapanmu, membiarkan diri mereka tenggelam dalam kesibukan. Lupa, bahwa ada yang lebih berharga dari kesibukan itu sendiri. Kamu mungkin akan demikian juga. Bergegas setiap pagi menjemput waktu. Berkeras memaknai kata kerja. Tak punya waktu lagi untuk kesibukan lain seperti mencuci, memasak  mie instan atau sekedar minum teh.

Tak terbayangkan betapa sibuknya Tuhan saat ini, Ia mesti melihat, mendengar dan melakukan apa saja. Namun bukankah Ia masih menyempatkan diri untuk mencintai dan melakukan hal hal yang sederhana. Seperti bermain dengan burung burung di taman, atau menemani rumput rumput yang tidur rebahan di pinggir sungai. Ia masih suka mendengar orang menyanyikan lagu pujian di gereja atau menyimak santri santri yang sedang mengaji di musala. Ia tetap membiarkan dirinya sibuk, tapi tak pernah melupakan kegembiraan. Ia selalu menambahkan makna baru pada kata sifat dan juga kata kerja. Rutinitas mungkin hanya sebuah kebiasaan, ia menjebak kita dengan sebuah pola yang sama. Jadilah seperti apa yang engkau mau, tapi jangan pernah lupa untuk membuat dirimu sendiri bahagia.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kesedihan telah memaksaku berdiri di ambang kehancuran. Seperti jurang menganga yang setiap hari menelan kemarahanku. Namun aku tidak sedang mengetuk pintu rumah orang hanya untuk meminta belas kasihan. Seperti ibu, aku telah jadi sebatang pohon yang keras kepala. Aku merasa memiliki batang yang kuat dan akar yang kokoh.

Walau terkadang, aku masih tergiur untuk menjadi sesuatu yang lain; seperti menara gereja, atau mungkin gapura di pinggir jalan. Ini bukan analogi dari apa yang orang lihat. Karena, tak semua orang bisa memahami kesendirian dan kesedihan orang lain. Walau mungkin orang bisa saja merasakan kehadiran Tuhan saat mereka melihat menara gereja.

Dalam sebuah gapura aku melihat gerbang menuju pintu rumah ibu. Ia adalah kerinduan yang tak henti hentinya mengalir. Seperti tetesan hujan yang menitik dari atap yang bocor. Tidak ada satu hal pun yang berubah, kecuali barangkali diriku sendiri.

Demikianlah, aku masih berkutat dengan keresahanku sendiri. Memimpikan laki laki perkasa itu terbang ke bulan, menunggangi seekor kuda yang tak lain adalah egonya sendiri. Aku tahu, kesedihan hanya akan memaksaku menjadi orang yang akan aku sesali. Hidup tidak selalu menawarkan kemewahan atau kebahagiaan. Aku hanya ditakdirkan untuk memilih. Dan semoga Tuhan hadir dalam diriku, walau cuma serupa sebatang lilin, dengan kerdip cahaya yang lemah.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Aku adalah airmata yang terlahir dari rahim ibuku. Aku bukanlah kebahagiaan yang terucap dari kehendak Tuhan. Kehendak yang tidak pernah aku ketahui atau sadari keberadaannya. Aku tak pernah menjelma menjadi sungai, danau atau bahkan laut.

Aku bukanlah bianglala yang terlukis dari tangan keindahan. Bukan pula keajaiban matahari yang terbit di pagi hari. Aku adalah burung bulbul yang mati mengenaskan di atas pohon kesedihan.

Aku adalah cacing yang dipatuk ayam dipekarangan. Aku adalah luka yang tergores di kulit pohon di halaman kelas lima. Aku adalah kesendirian yang duduk di aula sekolah di sore hari. Bola basket yang memantul ke lantai dan tidak pernah masuk ke dalam keranjang. Sapu ijuk yang tiba tiba beruban karena usia.

Aku adalah serangkaian kata tanya yang tak pernah menemukan jawaban. Aku adalah laki laki yang terpenjara oleh ilusi dan pikiran pikiran liarnya sendiri. Aku adalah 0, angka yang terasingkan dari seluruh bilangan cacah.

Ia adalah id yang menolak rasa sakit dan menjadikan dirinya kuda binal yang ditunggangi oleh nafsunya sendiri. Ia tak bisa memikirkan hal lain selain rasa lapar yang terpancar dari puting ibunya. Akan tetapi, ia juga adalah seorang serdadu yang kalah perang dan tak tahu arah jalan pulang.

Ia adalah aku, air mata yang terlahir dari rahim ibuku.”
Titon Rahmawan

Mira W.
“Tuhanku, jika aku berdosa kepada-Mu, mengapa hukumannya Kaulimpahkan kepada anak-anakku?”
Mira W., Jangan Pergi, Lara

Mochtar Lubis
“Tuhan ada, anak-anak, percayalah. Tapi jangan paksakan Tuhanmu pada orang lain; seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain. Manusia perlu manusia lain ... manusia harus belajar hidup dengan kesalahan dan kekurangan manusia lain.”
Mochtar Lubis, Harimau! Harimau!

Goenawan Mohamad
“Tapi ia hanya menggantikan Tuhan dengan regulasi.”
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 7
tags: tuhan

Goenawan Mohamad
“Seseorang yang menafikan dunia seharusnya seorang yang membiarkan dunia dalam cacatnya. Bumi, "dunia ini", telah diabaikan. Maka ganjil bila orang itu pada saat yang sama juga ingin meluluhlantahkan apa yang buruk sekarang, seakan yakin bahwa dunia layak diperbaiki. Ganjil pula bila ia percaya kepada Tuhan yang mengatakan bahwa membunuh seseorang sama artinya dengan membinasakan seluruh umat manusia, sebab Tuhan itu adalah Tuhan yang tak menyesali apa yang ia ciptakan sendiri.”
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 6

Yann Martel
“Cinta sulit dipercaya, tanyakan pada siapapun yang sedang jatuh cinta.
Kehidupan ini juga sulit dipercaya, tanyakan pada ilmuwan manapun.
Tuhan juga sulit dipercaya, tanyakan pada siapapun yang memercayainya.
Kenapa Anda tidak menerima hal-hal yang sulit dipercaya?”
Yann Martel, Life of Pi

Goenawan Mohamad
“Artinya kita selalu berada di tengah jembatan, bukan di ujung tujuan. Ilham kita bukan Tuhan yang segagah dalam lukisan Micheangelo, tapi tubuh yang terbungkuk kena dera yang pada saat yang genting ditinggalkan Bapanya, tanpa sebab, tanpa jawab. Tapi kita tahu, ia tak sendiri, kita tak sendiri.”
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 7

Calvin Michel Sidjaja
“Sewaktu tertidur, aku bermimpi bahwa aku tuhan. Lalu aku menjadi lupa, apa aku tuhan yang sedang tertidur dan bermimpi menjadi manusia, atau manusia yang sedang tidur dan bermimpi jadi tuhan.”
Calvin Michel Sidjaja

Hanum Salsabiela Rais
“Kata orang, keterbatasan membuat orang kreatif. Keterbatasan membuat orang terpecut melakukan apa pun yang dijalani dengan maksimal. Keterbatasan tak ubahnya situasi yang dibuat Tuhan untuk membuat kita lebih berjuang. Jika berhasil melewati keterbatasan itu, buah perjuangan yang kita dapatkan akan lebih berkesan. (110)”
Hanum Salsabiela Rais, Bulan Terbelah di Langit Amerika

“Bertemu dengan orang yang satu visi denganmu adalah sebuah kesempatan yang diberikan Tuhan untuk mempermudah perjalananmu menggapai mimpi”
Arief Subagja

Hanum Salsabiela Rais
“Terkadang kita memang tak adil pada hidup kita sendiri. Taktala tiada pilihan, kita menggerutu. Padahal Tuhan tak memberi pilihan lain karena telah menunjukkan itulah satu-satunya pilihan terbaik bagi hidup kita. (184)”
Hanum Salsabiela Rais, Bulan Terbelah di Langit Amerika

“Takdir Allah itu selalu yang terbaik, bila terasa belum baik, berarti takdirnya belum selesai”
alfialghazi, Maaf Tuhan Aku Hampir Menyerah

“Milikilah sifat lemah lembut dalam menasihati, karena bunga tumbuh sebab tetesan air bukan gelegarnya petir”
alfialghazi, Maaf Tuhan Aku Hampir Menyerah

“Kebaikan akan mendatangkan ketenangan sedangkan kejelekan (dosa) akan mendatangkan kegelisahan”
alfialghazi, Maaf Tuhan Aku Hampir Menyerah

Titon Rahmawan
“Ketika tidak ada orang yang mau mendengarkan keluh kesahmu, maka cobalah untuk berbicara dengan dirimu sendiri. Namun sekiranya itu tidak berhasil mengatasi masalahmu, maka bicaralah kepada Tuhan.

Bagi orang yang percaya, doa itu bukan semata tentang apa yang kita minta. Tuhan tahu, bahkan sebelum kita mengucapkan permohonan. Doa itu sendiri adalah sebuah jawaban. Ia akan menghapus kekhawatiran, kesesakan, keraguan, kesedihan, kekecewaan dan rasa takut. Itulah kekuatan yang sesungguhnya dari doa orang yang percaya.”
Titon Rahmawan

Eric    Weiner
“Tuhan bukanlah kunci mobil yang hilang atau pintu keluar di New Jersey Turnpike. Dia bukanlah tujuan. Dia lebih dekat daripada urat leher kita, seperti dikatakan Muslim. Dalam pengertian tersebut, semua pencarian spiritual bisa dikatakan perjalanan pulang-pergi. Kita berpergian untuk menyadari bahwa sebenarnya tidak ada tempat yang dituju. Kita berputar, seperti darwis, untuk kembali ke titik awal. Titiknya tetap sama, namun diri kita telah berubah. Tujuan berputar--begitu pula berdoa, bermeditasi, berpuasa, merenung, dan setiap teknik spiritual lain yang ada--adalah menghasilkan perubahan kecil dalam orientasi kita.”
Eric Weiner, Man Seeks God: My Flirtations with the Divine
tags: tuhan

Joko Pinurbo
“Tuhan memelukku dan berkata,
"Pergilah dan wartakanlah pelukanKu.
Agama sedang kedinginan dan kesepian.
Dia merindukan pelukanmu”
Joko Pinurbo, Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi

“Tuhan itu laksana benang, dan manusia adalah simpulnya”
Tolep Coy

Seno Gumira Ajidarma
“Semenjak buku-buku dibakar dan guru-guru dibunuh, banyak orang berlagak jadi nabi padahal hanya mau mencari makan dengan membual. Ada saja orang bodoh yang percaya, dan bencana itu membuat kita semua tambah bodoh, hanya hidup dengan naluri bertahan. Di dunia ini bertebaran para penipu, mereka menjual Tuhan-Tuhan baru hanya untuk kepentingan diri sendiri, ada yang sampai istrinya dua puluh lima orang.”
Seno Gumira Ajidarma, Kitab Omong Kosong

« previous 1 3 4 5