Skylashtar Maryam's Blog: Mimpi dan Ilusi, page 8
November 3, 2015
Sebab Uang Tidak Tumbuh di Pohon
Saya yakin setiap orang ingin hidup mapan, berkecukupan, memiliki banyak aset simpanan, dan hidup pas-pasan. Pas ingin membeli rumah, ada. Pas ingin membeli mobil, ada. Pas ingin jalan-jalan ke Eropa, bisa. Tapi, tidak semua orang memiliki kelapangan rezeki seperti itu. Juga tidak semua orang mampu mengelola keuangan dengan bijaksana.
Ini bukan perkara pilihan profesi, bukan perkara seberapa besar gaji, bukan juga tentang besaran harta warisan yang kita miliki. Sebab menurut Safir Senduk, Pakar Pengelola Keuangan, orang yang paling kaya bukanlah karyawan, pengusaha, atau profesional. Orang yang paling kaya adalah mereka yang memiliki investasi untuk masa depan. Dengan kata lain, orang yang memiliki kans untuk jadi orang kaya adalah mereka yang -lagi-lagi- bijak mengelola keuangannya.
Tidak penting apakah gaji Anda sampai Rp500 juta per bulan, kalau pengeluaran Anda masih Rp500 juta per bulan, itu artinya Anda masih termasuk orang miskin.
Sejak mengikuti Jumpa Blogger Sun life dengan tema "Bijak Mengelola Keuangan untuk Profesi Blogger" tanggal 3 Oktober 2015 lalu, saya kok merasa berkali-kali ditampar oleh materi yang disampaikan Bung Safir Senduk. Sejak saat itu pula saya terobsesi kepada perencanaan masa depan dan berusaha meningkatkan penghasilan agar bisa menjadi "orang kaya".
*
KIAT MENGELOLA KEUANGAN VERSI SAFIR SENDUKDibutuhkan langkah-langkah revolusioner agar dapat mengelola keuangan dengan bijak dan proporsional. Berikut adalah kiat mengelola keuangan yang disampaikan oleh Bung Safir Senduk.
*PENGELOLAAN KEUANGAN VERSI LANGIT AMARAVATISudah jelas bahwa saya tidak akan bisa mengelola sesuatu yang tidak ada. Jadi kalau pendapatan saya nol, uang apa yang harus saya kelola? Meskipun setiap orang memiliki impian untuk memiliki hidup mapan yang sama, tapi saya kira mengelola keuangan sangat tergantung kepada masing-masing individu. Semacam fit and proper test. Karena skala prioritas dan aset yang dimilik setiap orang juga berbeda.
Sesuai dengan profesi saya sebagai penata letak lepas, penulis, blogger, dan pemilik online shop, saya memiliki dua pos pemasukan: pemasukan rutin tidak tetap dan pemasukan tidak tetap. Untuk pengeluaran, saya punya 3 pos: pengeluaran rutin tetap, pengeluaran rutin tidak tetap, dan pengeluaran tidak rutin.
Perencanaan masa depan dan analisis kesehatan keuangan sudah saya tulis dalam Nyala Matahari untuk Kedua Matahari , kali ini saya ingin berbagi tentang langkah-langkah apa saja yang saya lakukan untuk mencapai target pencapaian tersebut.
PR besar saya dalam mengelola keuangan adalah dengan meningkatkan pendapatan dan menekan pengeluaran. Mainstream? Wacananya sih iya, tapi praktiknya tetap saja berdarah-darah.
*
OPTIMASI PENDAPATANFreelancer bukan karyawan yang menerima gaji setiap bulan. Kami hanya dibayar jika pekerjaan kami selesai. Sejak menjadi freelancer saya belajar menghargai setiap sumber daya yang saya keluarkan: pikiran, keahlian, tenaga, dan waktu. Kalau kata mantan atasan saya mah, I'll do my efforts, you'll do your efforts. Karena jujur saja, orang lain tidak akan menghargai keahlian yang kita miliki jika kita juga tidak melakukan hal yang sama.
Ini yang saya lakukan untuk mengoptimasi pendapatan:1. Menetapkan TargetPendapatan rutin tidak tetap saya berasal dari layout buku. Sudah 4 bulan ini saya tersaruk-saruk agar bisa menyelesaikan paling sedikit 2 order layout-an. Targetnya sih 5, tapi itu akan membuat saya jadi zombie, jadi saya menurunkan target menjadi 3 layout-an per bulan.
Target yang sama juga saya pasang untuk online shop yang saya miliki. Targetnya sih seminggu minimal 3 closing. Lumayan untuk bantu-bantu beli susu. 2. Menetapkan Tarif yang PantasTarif desain ini kadang menjadi paradoks, bahkan bagi saya sendiri. Di satu sisi, saya membutuhkan perkerjaan, di sisi lain saya tidak ingin tenaga saya disepelekan. Untungnya, tarif saya di Grasindo bisa dibilang ramah freelancer, editornya baik sih. Itu sebabnya saya selalu mempersembahkan yang terbaik, juga tidak menerima order dari penerbit major yang lain. Loyalitas dan profesionalitas adalah rambu-rambu yang tidak bisa saya langgar.
Yang menjadi masalah adalah ketika menetapkan tarif di luar itu. Ada teman-teman yang memiliki penerbitan indie tapi tidak punya tenaga penata letak dan meng-hire saya. Ada juga teman-teman yang meminta tolong desain atas nama pribadi.
Ini beberapa pertimbangan ketika menetapkan tarif untuk klien penerbit indie dan perorangan:
Jenis jasa
Tapi saya tidak pernah lagi menjadi tutor penulisan privat, apalagi kalau gratis. Tugas saya membimbing adik-adik penulis pemula sudah selesai. Saya punya tanggung jawab yang lebih besar terhadap anak-anak saya.4. Take It or Leave itBanyak sekali teman-teman yang bertanya tentang tarif desain, web content, dan co-writing. Tapi tidak semuanya cocok dengan ratecard yang saya berikan. Mungkin menganggap kemahalan atau entah bagaimana. Saya tidak pernah menurunkan tarif hanya karena ini. Saya pekerja kreatif, bukan pekerja sosial. 5. Memperhitungkan BenefitIni berhubungan dengan event-event yang saya hadiri. Karena jadwal kesibukan yang begitu padat, saya tidak pernah datang ke sebuah acara jika tidak ada keuntungan yang bisa saya ambil. Tolong jangan dulu mencibir, seperti yang sudah saya singgung di atas, saya punya tanggung jawab besar sebagai ibu sekaligus bapak. Waktu yang saya habiskan di luar rumah akan berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup kedua anak saya.
Jika datang ke sebuah acara, itu artinya saya sudah mempertimbangkan beberapa hal berikut:
Ilmu
Ada beberapa hal yang saya jadikan pertimbangan ketika mengikuti lomba:
Nurani
Saya sendiri mengfungsikan media sosial untuk 3 hal: personal branding, networking, dan menangkap peluang-peluang. Salah satu langkah untuk menangkap peluang adalah dengan cara ikut give away atau GA. Banyak sekali GA yang bertebaran di facebook, twitter, dan instagram. Effort yang diperlukan juga tidak terlalu besar, biasanya hanya berupa regram, upload foto dengan tema tertentu disertai caption, atau menjawab pertanyaan kuis. Hadiahnya beragam, ada yang berupa hampers, voucher, pulsa, macam-macam.
MANAJEMEN PENGELUARANBijak mengoptimasi pendapatan tentu harus diimbangi dengan bijak mengelola pengeluaran. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Perempuan maupun laki-laki memiliki kadar impulsif yang sama ketika berbelanja. Jadi keborosan seseorang tidak tergantung gender ya, Mas, Mbak.
Setiap orang memiliki kebijakan tersendiri untuk mengelola keuangannya. Saya membagi kebijakan itu ke dalam beberapa poin utama.
1. Menetapkan Skala PrioritasSaya membaginya ke dalam beberapa tingkatan:
2. Melakukan Pencatatan & Evaluasi Saya punya laporan keuangan setiap bulannya. Mengevaluasi dan menetapkan kembali skala prioritas pengeluaran. Memakai neraca rugi laba dan buku kas? Oh tidak, saya memakai aplikasi Expenses Manager agar lebih mudah mengkonversinya ke dalam laporan bulanan.
Selain itu, saya memperlakukan uang berapa pun nominalnya dengan rasa menghargai yang sama. Uang logam seratus rupiah pun tidak saya sia-siakan. Saya mengumpulkannya ke dalam satu kaleng dan membawanya beberapa di dompet. Ini berguna jika sedang berbelanja di minimarket. Saya tidak mau jika uang kembalian dikonversi menjadi permen yang tidak ingin saya makan. Kok ya pelit? Bukan, ini bukan masalah pelit atau tidak. Ini tentang bagaimana saya menghargai tenaga yang saya keluarkan. Untuk mendapatkan uang seratus rupiah juga diperlukan keringat, bukan? Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk menyia-nyiakannya. 3. Melakukan Penghematan Besar-BesaranAnda tentu sudah pernah membaca ratusan artikel tentang bagaimana menghemat uang dari mulai cara yang paling mainstream sampai cara yang paling ekstrem. Beberapa cara yang saya lakukan barangkali juga Anda lakukan.
Ketahui Harga Pasar
Bijak Memilih Kemasan
Kalau poin ini saya yakin Anda sudah sering mendengar. Sebelum belanja, catat dulu apa saja yang akan dibeli. Karena jika tanpa catatan, biasanya keranjang belanja kita akan berisi barang-barang random. Selain itu, catatan berfungsi agar tidak lupa membeli barang-barang yang betul-betul kita butuhkan.
5. Menetapkan Bujet
Penyakit kronis yang sering saya derita adalah uang habis sehari setelah menerima honor layout-an. Ini juga agak sulit disembuhkan karena setelah belanja yang kebablasan biasanya saya akan sibuk membuat pembenaran bahwa barang-barang yang sudah saya beli benar-benar dibutuhkan, padahal tidak. Jadi sebelum belanja, selain membuat catatan, saya juga menetapkan bujet.
Daftar belanja saya setiap bulan kan itu-itu saja, sebetulnya. Tapi kok bisa sampai kebablasan? Entahlah, saya sendiri sedang melakukan evaluasi menyeluruh tentang ini.
*
Seperti yang sering dinasihatkan oleh Ibu, cara menyikapi uang adalah dengan pola pikir "Biar sedikit asalkan cukup, kalaupun banyak harus ada sisa". Saya sendiri lebih suka banyak dan bersisa, sebetulnya. Tapi ya itu tadi, tidak setiap orang diberikan kelapangan rezeki. Maka yang bisa saya lakukan adalah mengelola rezeki yang saya miliki sebijak mungkin. Dengan cara menghargai setiap sen yang saya hasilkan, menghargai setiap tetes keringat yang saya keluarkan, dan memperhitungkan setiap sen yang saya keluarkan.
Sebab uang tidak tumbuh di pohon. Sebab uang juga bukan amuba yang bisa beranak pinak begitu saja.
Salam,
~eL
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis "Jumpa Blogger Sun Life Bandung 2015"
Ini bukan perkara pilihan profesi, bukan perkara seberapa besar gaji, bukan juga tentang besaran harta warisan yang kita miliki. Sebab menurut Safir Senduk, Pakar Pengelola Keuangan, orang yang paling kaya bukanlah karyawan, pengusaha, atau profesional. Orang yang paling kaya adalah mereka yang memiliki investasi untuk masa depan. Dengan kata lain, orang yang memiliki kans untuk jadi orang kaya adalah mereka yang -lagi-lagi- bijak mengelola keuangannya.
Tidak penting apakah gaji Anda sampai Rp500 juta per bulan, kalau pengeluaran Anda masih Rp500 juta per bulan, itu artinya Anda masih termasuk orang miskin.
Sejak mengikuti Jumpa Blogger Sun life dengan tema "Bijak Mengelola Keuangan untuk Profesi Blogger" tanggal 3 Oktober 2015 lalu, saya kok merasa berkali-kali ditampar oleh materi yang disampaikan Bung Safir Senduk. Sejak saat itu pula saya terobsesi kepada perencanaan masa depan dan berusaha meningkatkan penghasilan agar bisa menjadi "orang kaya".
*
KIAT MENGELOLA KEUANGAN VERSI SAFIR SENDUKDibutuhkan langkah-langkah revolusioner agar dapat mengelola keuangan dengan bijak dan proporsional. Berikut adalah kiat mengelola keuangan yang disampaikan oleh Bung Safir Senduk.
*PENGELOLAAN KEUANGAN VERSI LANGIT AMARAVATISudah jelas bahwa saya tidak akan bisa mengelola sesuatu yang tidak ada. Jadi kalau pendapatan saya nol, uang apa yang harus saya kelola? Meskipun setiap orang memiliki impian untuk memiliki hidup mapan yang sama, tapi saya kira mengelola keuangan sangat tergantung kepada masing-masing individu. Semacam fit and proper test. Karena skala prioritas dan aset yang dimilik setiap orang juga berbeda.
Sesuai dengan profesi saya sebagai penata letak lepas, penulis, blogger, dan pemilik online shop, saya memiliki dua pos pemasukan: pemasukan rutin tidak tetap dan pemasukan tidak tetap. Untuk pengeluaran, saya punya 3 pos: pengeluaran rutin tetap, pengeluaran rutin tidak tetap, dan pengeluaran tidak rutin.
Perencanaan masa depan dan analisis kesehatan keuangan sudah saya tulis dalam Nyala Matahari untuk Kedua Matahari , kali ini saya ingin berbagi tentang langkah-langkah apa saja yang saya lakukan untuk mencapai target pencapaian tersebut.
PR besar saya dalam mengelola keuangan adalah dengan meningkatkan pendapatan dan menekan pengeluaran. Mainstream? Wacananya sih iya, tapi praktiknya tetap saja berdarah-darah.
*
OPTIMASI PENDAPATANFreelancer bukan karyawan yang menerima gaji setiap bulan. Kami hanya dibayar jika pekerjaan kami selesai. Sejak menjadi freelancer saya belajar menghargai setiap sumber daya yang saya keluarkan: pikiran, keahlian, tenaga, dan waktu. Kalau kata mantan atasan saya mah, I'll do my efforts, you'll do your efforts. Karena jujur saja, orang lain tidak akan menghargai keahlian yang kita miliki jika kita juga tidak melakukan hal yang sama. Ini yang saya lakukan untuk mengoptimasi pendapatan:1. Menetapkan TargetPendapatan rutin tidak tetap saya berasal dari layout buku. Sudah 4 bulan ini saya tersaruk-saruk agar bisa menyelesaikan paling sedikit 2 order layout-an. Targetnya sih 5, tapi itu akan membuat saya jadi zombie, jadi saya menurunkan target menjadi 3 layout-an per bulan.
Target yang sama juga saya pasang untuk online shop yang saya miliki. Targetnya sih seminggu minimal 3 closing. Lumayan untuk bantu-bantu beli susu. 2. Menetapkan Tarif yang PantasTarif desain ini kadang menjadi paradoks, bahkan bagi saya sendiri. Di satu sisi, saya membutuhkan perkerjaan, di sisi lain saya tidak ingin tenaga saya disepelekan. Untungnya, tarif saya di Grasindo bisa dibilang ramah freelancer, editornya baik sih. Itu sebabnya saya selalu mempersembahkan yang terbaik, juga tidak menerima order dari penerbit major yang lain. Loyalitas dan profesionalitas adalah rambu-rambu yang tidak bisa saya langgar.
Yang menjadi masalah adalah ketika menetapkan tarif di luar itu. Ada teman-teman yang memiliki penerbitan indie tapi tidak punya tenaga penata letak dan meng-hire saya. Ada juga teman-teman yang meminta tolong desain atas nama pribadi.
Ini beberapa pertimbangan ketika menetapkan tarif untuk klien penerbit indie dan perorangan:
Jenis jasa
Ini tergantung jenis pelayanan seperti apa yang diinginkan. Untuk desain, jasa yang saya sediakan antara lain tata letak, kover buku, poster, kartu nama, undangan pernikahan, dan touch up blog. Untuk penulisan antara lain editing, job review, web content, dan co & ghost writing. Jadi jika ada teman yang meminta edit dan kritisi tulisan meski itu hanya cerpen berdurasi 5 halaman, saya tidak pernah mau kalau tidak dibayar. Jahat? Memang. Mata duitan? Biarin. Toh tutorial penulisan cerpen dan desain sudah saya tulis di blog, kalau masih ada yang meminta pelayanan lebih, maaf-maaf saja.Tarif minimal
Setahu saya tarif minimal tata letak berkisar Rp3500-n/ halaman jadi. Saya tidak pernah memasang tarif lebih rendah dari itu. Menikung harga pasar hanya untuk memenangkan persaingan bukanlah langkah bijaksana.Tingkat kesulitan
Tata letak tanpa ilustrasi tentu berbeda tarifnya dengan tata letak yang disertai ilustrasi. Jadi tarif jasa saya sangat bervariasi.3. Personal Social Responsibilty (PSR)Ya, saya juga melakukan pekerjaan-pekerjaan non profit sebagai tanggung jawab sosial. Meski memang tidak banyak dan tidak sering. Biasanya untuk komunitas yang saya ikuti, membantu mendesain poster atau banner, menjadi tutor penulisan, atau membantu apa saja deh yang saya bisa.
Tapi saya tidak pernah lagi menjadi tutor penulisan privat, apalagi kalau gratis. Tugas saya membimbing adik-adik penulis pemula sudah selesai. Saya punya tanggung jawab yang lebih besar terhadap anak-anak saya.4. Take It or Leave itBanyak sekali teman-teman yang bertanya tentang tarif desain, web content, dan co-writing. Tapi tidak semuanya cocok dengan ratecard yang saya berikan. Mungkin menganggap kemahalan atau entah bagaimana. Saya tidak pernah menurunkan tarif hanya karena ini. Saya pekerja kreatif, bukan pekerja sosial. 5. Memperhitungkan BenefitIni berhubungan dengan event-event yang saya hadiri. Karena jadwal kesibukan yang begitu padat, saya tidak pernah datang ke sebuah acara jika tidak ada keuntungan yang bisa saya ambil. Tolong jangan dulu mencibir, seperti yang sudah saya singgung di atas, saya punya tanggung jawab besar sebagai ibu sekaligus bapak. Waktu yang saya habiskan di luar rumah akan berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup kedua anak saya.
Jika datang ke sebuah acara, itu artinya saya sudah mempertimbangkan beberapa hal berikut:
Ilmu
Saya harus memastikan akan ada ilmu baru yang bisa saya dapat.Networking
Bertemu dan berkenalan dengan teman-teman baru atau dengan teman lama yang sudah lama tidak berjumpa adalah hal yang tidak bisa dinilai dengan uang. Bukankah semua acara memiliki kans yang sama untuk membangun networking? Memang, itu sebabnya saya memakai poin pertimbangan lainnya juga.Materi
Datang ke sebuah acara yang menjanjikan doorprize atau lomba penulisan berhadiah jutaan jelas lebih dipertimbangkan daripada acara yang hanya "buang-buang ongkos".Ketersediaan waktu
Jika sedang dikejar deadline layout-an, saya tidak pernah berani keluar kandang.6. Membuka Pintu BaruBanyak sekali peluang di dunia penulisan, salah satunya dengan ikut lomba. Kalau lomba menulis cerpen sih sudah saya lakukan sejak beberapa tahun lalu, sekarang sedang membuka pintu baru dengan ikut lomba blog. Seperti halnya mengelola keuangan, ikut lomba blog ini juga harus disikapi dengan bijaksana. Ada puluhan lomba blog setiap bulannya, tapi tidak semua saya ikuti. Saya harus mengukur kekuatan saya sendiri agar hasil yang saya terima pun maksimal.
Ada beberapa hal yang saya jadikan pertimbangan ketika mengikuti lomba:
Nurani
Ini berkaitan dengan idealisme. Misalnya, ada lomba yang diadakan oleh salah satu perusahaan minyak sawit. Jujur, saya tergoda dengan hadiahnya. Tapi pada saat bersamaan perusahaan perkebunan sawit menjadi pelaku pembakaran hutan. Kalau saya ikut lombanya, sama halnya dengan -maaf- melacurkan diri.Tema
Saya tidak akan ikut lomba blog dengan tema yang tidak saya kuasai atau tidak menarik minat saya. Kenapa ini penting? Karena penguasaan tema akan berpengaruh terhadap nyawa sebuah tulisan. Untuk apa ikut lomba yang hanya membuat saya terbebani? Menulis adalah terapi, bukan untuk membuat depresi.Penyelenggara
Ada beberapa penyelenggara yang sudah masuk ke dalam daftar hitam. Biasanya dikarenakan oleh pengumuman lomba yang terus diundur-undur, penyerahan hadiah yang memakan waktu seabad, atau kredibilitas penyelenggara itu sendiri.Hadiah
Ini bukan tentang nominal. Ini tentang keseimbangan reward dan usaha yang harus dikeluarkan. Misalnya, ada lomba yang persyaratannya rempong sekali, tapi hadiahnya hanya voucher pulsa sebesar Rp100 ribu. Ada juga lomba yang hadiahnya perjalanan ke luar negeri. Yang ini saya tidak akan ikut karena saya tidak punya paspor. *senyum mirisKriteria Penilaian
Dari dulu saya tidak pernah ikut lomba penulisan yang kriteria penilaiannya berdasarkan like terbanyak, share terbanyak, view terbanyak, atau hal-hal semacam itu. Sudah menjadi kebijakan bahwa saya hanya akan bertarung di kualitas tulisan, bukan di ranah keberuntungan.7. Manfaatkan Peluang-Peluang KecilAkun media sosial apa saja yang Anda miliki? Dipergunakan untuk apa? Mengunggah foto selfie dan pamer anak? Atau hanya dipakai untuk memberi informasi semacam sedang apa di mana dengan siapa tanpa tujuan jelas? Silakan saja sih, itu kan akun Anda.
Saya sendiri mengfungsikan media sosial untuk 3 hal: personal branding, networking, dan menangkap peluang-peluang. Salah satu langkah untuk menangkap peluang adalah dengan cara ikut give away atau GA. Banyak sekali GA yang bertebaran di facebook, twitter, dan instagram. Effort yang diperlukan juga tidak terlalu besar, biasanya hanya berupa regram, upload foto dengan tema tertentu disertai caption, atau menjawab pertanyaan kuis. Hadiahnya beragam, ada yang berupa hampers, voucher, pulsa, macam-macam.
Itulah hal-hal yang saya lakukan untuk mengoptimasi pendapatan. Bagaimana dengan Anda?*
MANAJEMEN PENGELUARANBijak mengoptimasi pendapatan tentu harus diimbangi dengan bijak mengelola pengeluaran. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Perempuan maupun laki-laki memiliki kadar impulsif yang sama ketika berbelanja. Jadi keborosan seseorang tidak tergantung gender ya, Mas, Mbak. Setiap orang memiliki kebijakan tersendiri untuk mengelola keuangannya. Saya membagi kebijakan itu ke dalam beberapa poin utama.
1. Menetapkan Skala PrioritasSaya membaginya ke dalam beberapa tingkatan:
2. Melakukan Pencatatan & Evaluasi Saya punya laporan keuangan setiap bulannya. Mengevaluasi dan menetapkan kembali skala prioritas pengeluaran. Memakai neraca rugi laba dan buku kas? Oh tidak, saya memakai aplikasi Expenses Manager agar lebih mudah mengkonversinya ke dalam laporan bulanan.
Selain itu, saya memperlakukan uang berapa pun nominalnya dengan rasa menghargai yang sama. Uang logam seratus rupiah pun tidak saya sia-siakan. Saya mengumpulkannya ke dalam satu kaleng dan membawanya beberapa di dompet. Ini berguna jika sedang berbelanja di minimarket. Saya tidak mau jika uang kembalian dikonversi menjadi permen yang tidak ingin saya makan. Kok ya pelit? Bukan, ini bukan masalah pelit atau tidak. Ini tentang bagaimana saya menghargai tenaga yang saya keluarkan. Untuk mendapatkan uang seratus rupiah juga diperlukan keringat, bukan? Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk menyia-nyiakannya. 3. Melakukan Penghematan Besar-BesaranAnda tentu sudah pernah membaca ratusan artikel tentang bagaimana menghemat uang dari mulai cara yang paling mainstream sampai cara yang paling ekstrem. Beberapa cara yang saya lakukan barangkali juga Anda lakukan.
Ketahui Harga Pasar
Saya hafal harga sekotak susu 400 gram di berbagai minimarket dan pasar swalayan. Selisih 500 rupiah pun akan tetap saya pertimbangkan. Tentu saja saya membeli di tempat yang paling murah setelah ditambahkan dengan biaya operasional.
Memperhitungkan biaya operasional ini penting bagi saya. Misalnya, di minimarket A harga susu Rp39.000 tapi harus naik angkot dengan biaya Rp4.000. Di minimarket B harga susu RP41.000, tapi untuk membelinya hanya cukup berjalan kaki 7 menit. Di mana saya membeli susu? Tentu saja di minimarket B karena itu artinya saya menghemat Rp2.000.Miliki Member Card
Hal ini juga saya terapkan kepada produk-produk lain yang sering saya beli. Saya punya daftar pasar swalayan atau warung-warung yang diurutkan berdasarkan harga dan jarak tempuh.
Untuk niat mulia ini, sepertinya saya punya sekitar 10 member card yang dikeluarkan berbagai tempat perbelanjaan. Hal ini berguna untuk mendapatkan benefit berupa diskon member. Memang tidak terlalu besar, hanya berkisar 10-35%. Tapi lumayan daripada tidak mendapat diskon sama sekali.Waspadai Diskon
Member card ini ada yang bisa dimiliki dengan cara gratis atau berbayar. Biasanya saya mempertimbangkan intensitas belanja di tempat tersebut. Kalau berbayar tapi saya sering belanja di situ dan dalam jumlah besar, saya akan mendaftar. Kalau tidak sering dan berbayar pula, tidak perlu. Kalau gratis? Sering atau tidak, saya akan tetap mendaftar. Demikian.
Ini penyakit para perempuan yang sukar sekali disembuhkan, termasuk saya. Memang sukar menahan godaan plang besar-besar bertuliskan diskon 25%, diskon 50%, atau diskon 70%. Efek psikologis dari plang diskon adalah yang tadinya tidak butuh tiba-tiba menjadi butuh. Yang tadinya mau berhemat malah boros.
Saya memang bukan pakar keuangan dan masih sering khilaf, tapi sudah khatam dan belajar banyak dari novel Shopaholic. Kok novel? Karena novel lebih mudah dicerna, sedangkan artikel keuangan malah membuat pening kepala.
Agar tetap istiqomah dan tidak khilaf terhadap godaan diskon, saya melakukan langkah-langkah seperti ini:
Bijak Memilih Kemasan
Untuk barang-barang yang sering dipakai, biasanya saya akan membeli dalam kemasan besar karena harganya lebih murah. Membeli dalam kemasan pouch juga lebih murah daripada membeli yang kemasan botol. Deterjen cair, misalnya. Saran saya sih, hindari membeli sachet-an, selain harganya lebih mahal juga tidak ramah lingkungan karena sampah plastiknya tentu jauh lebih banyak.Pilih Produk Bundling & Promo
Produk-produk bundling bisa berupa hadiah atau beli dua gratis 1. Kan sering ada tuh yang deterjen berhadiah piring, atau biskuit bayi berhadiah lunch box. Karena saya sudah tahu harga regulernya, jadi bisa memastikan bahwa harga yang tertera tidak dinaikkan terlebih dahulu. Sebagai mamah muda pujaan bangsa dan tidak fanatik terhadap merek tertentu kecuali susu dan diapers, kadang merek deterjen atau sabun mandi cair saya sering berubah-ubah setiap bulannya. Tergantung produk mana yang sedang ada promo.4. Melakukan Perencanaan Sebelum Belanja
Kalau poin ini saya yakin Anda sudah sering mendengar. Sebelum belanja, catat dulu apa saja yang akan dibeli. Karena jika tanpa catatan, biasanya keranjang belanja kita akan berisi barang-barang random. Selain itu, catatan berfungsi agar tidak lupa membeli barang-barang yang betul-betul kita butuhkan.
5. Menetapkan Bujet
Penyakit kronis yang sering saya derita adalah uang habis sehari setelah menerima honor layout-an. Ini juga agak sulit disembuhkan karena setelah belanja yang kebablasan biasanya saya akan sibuk membuat pembenaran bahwa barang-barang yang sudah saya beli benar-benar dibutuhkan, padahal tidak. Jadi sebelum belanja, selain membuat catatan, saya juga menetapkan bujet.
Daftar belanja saya setiap bulan kan itu-itu saja, sebetulnya. Tapi kok bisa sampai kebablasan? Entahlah, saya sendiri sedang melakukan evaluasi menyeluruh tentang ini.
*
Seperti yang sering dinasihatkan oleh Ibu, cara menyikapi uang adalah dengan pola pikir "Biar sedikit asalkan cukup, kalaupun banyak harus ada sisa". Saya sendiri lebih suka banyak dan bersisa, sebetulnya. Tapi ya itu tadi, tidak setiap orang diberikan kelapangan rezeki. Maka yang bisa saya lakukan adalah mengelola rezeki yang saya miliki sebijak mungkin. Dengan cara menghargai setiap sen yang saya hasilkan, menghargai setiap tetes keringat yang saya keluarkan, dan memperhitungkan setiap sen yang saya keluarkan.
Sebab uang tidak tumbuh di pohon. Sebab uang juga bukan amuba yang bisa beranak pinak begitu saja.
Salam,
~eL
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis "Jumpa Blogger Sun Life Bandung 2015"
Published on November 03, 2015 23:00
November 1, 2015
Silly Sally at Jakarta Fashion Week 2016
Sumber: @the_sillysallyJakarta Fashion Week merupakan perhelatan mode tahunan terbesar di Indonesia, jadi tidak heran jika acara kece ini diisi oleh para desainer kawakan dan rancangan mereka yang kelak akan menjadi acuan fesyen di Indonesia dan Asia Tenggara.
Tahun ini JFW 2016 digelar di Senayan City, Jakarta, sejak tanggal 24-30 Oktober 2015. Merupakan suatu kehormatan bagi saya diberi kesempatan hadir dalam pagelaran busana HijUp pada hari Jumat, 30 Oktober 2015. Pagelaran yang bertajuk "SIMULACRUM" ini adalah kolaborasi 14 desainer Indonesia, salah satunya adalah The Silly Sally.
Mozaik by Silly SallySumber: +HijUpCom
Bagi yang belum familiar, Silly Sally adalah brand sepatu asal Bandung yang didirikan pada bulan September 2013. Dalam SIMULACRUM, Silly Sally memamerkan koleksi sepatu dengan desain tumpuk pola dan lipatan yang unik. Ada beragam pilihan model dari mulai flat shoes, high heels, dan yang sedang nge-hits platform.
SIMULACRUM sendiri menampilkan koleksi busana muslim yang kekinian atau sering kali kita sebut hijabers. Ada 3 warna busana yang ditampilkan: off white, creme, dan blue hydrangea.
Yang seru dari JFW 2016 tentu bukan itu saja. Kita (terutama saya) juga bisa cuci mata melihat berbagai gaya tamu yang datang dari mulai pakaian, makeup, sampai sepatu. Bisa juga ketemu artis, tapi sayang kemarin tidak sempat foto-foto bareng. Soalnya agak intimidatif kalau berfoto dengan Shireen dan Zaskia Sungkar.
Another tips, kalau datang ke acara pagelaran busana seperti ini, datanglah minimal setengah jam sebelumnya. Karena kalau acara sudah digelar, Anda tidak akan diperbolehkan masuk.
Anda pasti penasaran koleksi busana muslim seperti apa sih yang akan nge-hits tahun depan? Silakan cuci mata dulu.
Sumber: @hijupAnda yang juga penasaran dengan koleksi sepatu The Silly Sally, boleh ngintip foto-foto di bawah ini.
Vanilla IceSumber: The Silly Sally
LatteSumber: The Silly Sally
Koleksi sepatu lebih lengkap, bisa diintip di:
Instagram: @the_sillysallyFanpage Fb: Silly Sally ShoesWebsite: www.thesillysally.com
Published on November 01, 2015 23:51
Secabik Surat Cinta untuk Calon Suamiku, Lelaki yang Entah Ada Entah Tidak
Sumber foto: Foto Wedding BandungDear Akang,
Neng sering mengatakan bahwa penyair adalah ia yang jatuh cinta dan patah hati pada saat bersamaan, berkali-kali. Barangkali itu sebabnya Neng tak pernah berhenti menulis surat cinta seperti ini sejak Neng remaja, surat yang hanya sampai kepada udara atau hanya menjadi gema di jagat maya.
Kang, setelah bertahun-tahun kenyang dikelantang perpisahan, tidak banyak yang Neng harapkan terhadap pasangan ataupun pernikahan. Sebab Neng sadar, Neng bukan perempuan yang diinginkan setiap lelaki. Sebab Neng tahu, masa lalu Neng yang terjal akan selamanya menjadi album foto buram yang membuat lelaki mana pun berpikir ulang.
Tahukah Akang bahwa sejak beberapa bulan lalu Neng kerap memandangi orang-orang yang berlalu lalang ketika berada di keramaian? Berharap bahwa salah satunya adalah Akang. Berkhayal bahwa Tuhan sedang memiliki selera humor tinggi lalu kita dipertemukan dengan cara paling ajaib. Meski ketika Neng pulang ke rumah, harapan itu terasa mengada-ada. Sebab yang setiap hari Neng temui adalah dunia yang sunyi. Dunia penuh gema langkah kaki orang-orang yang pergi.
Tapi harapan tentang pernikahan yang bahagia akan tetap bara. Akan tetap ada.
Suami ImpianAkang yang baik ...
Jika suatu saat kita dipertemukan, semoga Akang adalah lelaki paling tepat. Bukan lagi lelaki yang sebentar datang kemudian hengkang. Bukan lagi lelaki yang meninggalkan Neng dalam keadaan patah hati.
Seperti perempuan lainnya, Neng tentu punya kriteria suami impian. Ih, Akang jangan baper dulu atuh, Neng mah nggak akan minta hafalan 30 juz, kok. Selow aja. *emot senyum
Neng memimpikan suami yang berkenan menjadi teman seperjalanan, bukan suami yang hanya mengambil peran sebagai imam atau tuan. Suami yang mengajak Neng berjalan bersisian, bukan yang menyisihkan Neng ke belakang. Sebab pernikahan sejatinya lautan berarus deras. Terlalu banyak pertentangan akan membuat kita berdua tenggelam diamuk hantam gelombang.
Sudah itu saja. Itu saja? Hmmm ... sebetulnya ada beberapa kekurangan yang ingin Neng ceritakan. Semoga Akang berlapang dada dan bersedia menerima.
Kang, Neng tidak pandai memasak. Tapi Neng berjanji, akan ada secangkir kopi setiap pagi, akan ada bekal makan siang dan sajian makan malam yang Neng masak sepenuh hati. Konon, masakan yang dibuat dengan cinta akan bertambah kadar kelezatannya. Kalau suatu saat Akang sudah tidak tahan, silakan lambaikan tangan ke kamera dan kita bisa pergi ke warung masakan Padang.
Neng juga tidak cantik. Tidak bisa dipamerkan di hadapan teman-teman atau keluarga. Tolong jangan merasa malu, karena Neng berjanji akan selalu berpenampilan baik. Akang tidak akan mendapatkan istri yang masih dasteran dan wajah berminyak ketika pulang kerja. Neng juga berjanji akan selalu menjadi wajah yang menjantera semangat di pagi hari.
Kang, mohon maaf jika Neng tidak memiliki pendidikan tinggi, hanya perempuan lulusan SMK jurusan Administrasi Perkantoran. Akang mungkin tidak bisa mengajak Neng berdiskusi tentang toeri filsafat atau politik atau situasi ekonomi global atau disiplin ilmu lain yang tidak Neng pahami. Tapi Neng berjanji akan terus menuntut ilmu sebagai bekal mendidik anak-anak kita kelak. Sebab ibu adalah sekolah pertama.
Kadang-kadang Neng juga menyebalkan, pemarah, dan emosional. Tapi Neng berjanji, akan selalu ada 10 kali ciuman dan pelukan setiap hari. Neng berjanji akan menjadi perempuan yang senantiasa menyulut api agar Akang terus menyala. Sebab kesuksesan seorang suami adalah tanggung jawab seorang istri.
Kang, Neng bukan berasal dari keluarga kaya. Menikahi Neng tidak akan membuat Akang menerima harta warisan atau aset ratusan juta. Satu-satunya kekayaan yang Neng miliki adalah dua tangan dan kaki. Tangan dan kaki yang selalu siap mendampingi Akang dalam berusaha.
Keluarga Neng juga bukan keluarga yang berpengaruh. Menikahi Neng tidak akan mendatangkan prestise apa-apa. Tapi tenang saja, Ibu punya obsesi besar untuk memanjakan perut para menantunya. Bapak adalah partner mancing dan bermain sepak bola, setidaknya Akang akan punya alasan untuk pelesiran ke Cirata dengan dalih menemani mertua.
Oh iya, Kang. Neng juga tidak memiliki prestasi apa-apa di bidang pekerjaan. Bukan notaris yang sudah punya kantor sendiri. Bukan pegawai bank. Bukan founder organisasi kemanusiaan. Satu-satunya yang bisa Akang banggakan dari Neng barangkali hanya kegigihan untuk terus belajar dan mengasah keahlian. Semoga Akang tidak keberatan.
Pesta Pernikahan ImpianKang ...
Impian Neng tentang pesta pernikahan juga tidak muluk-muluk. Neng tidak ingin pesta meriah yang menghabiskan dana puluhan juta. Tidak ingin ada makanan dan dana yang dihabiskan dengan sia-sia. Neng hanya memiliki keinginan yang semoga saja sederhana.
Mahar
Tidak, Neng tidak akan minta hafalan 30 juz, cukup buatkan seribu candi atau bangunkan Taj Mahal. Sebentar, Akang tahu kan bahwa Neng sedang bercanda? Nggak kok, Kang. Neng tidak akan minta hal seheroik itu. Cukup cincin 2 atau 3 gram dan box set Harry Potter edisi bahasa Indonesia.
Ijab Kabul
Sejak remaja Neng selalu memimpikan menikah di Masjid Al-Ukhuwah seberang Balai Kota Bandung. Kalau memungkinkan, bisakah kita menikah di sana?
Foto
Meski sudah beberapa kali menikah, tapi Neng tidak pernah punya foto pernikahan. Tidak ada yang bisa dijadikan kenang-kenangan atau album yang bisa disimpan di ruang tamu. Neng ingin sekali punya foto prewedding berbagai tema seperti orang-orang. Coba lihat contoh foto prewedding-nya Foto Wedding Bandung, Kang. Bagus, ya? Nggak, Neng nggak mau difoto di Braga atau di Jalan Asia Afrika. Bagaimana kalau di perpustakaan? Toko buku? Nggg ... atau di Palasari? Ah iya, maaf kalau agak membosankan.
Foto preweddingSumber: Foto Wedding Bandung
Pesta
Neng tidak pernah memimpikian pesta besar dengan seribu undangan dan puluhan stand makanan. Neng cuma ingin kumpul-kumpul keluarga, ngopi, berbincang, mensyukuri dan berbagi rasa bagaia dengan cara sederhana.
Souvenir
Buku atuh, apa lagi? Buku berisi surat cinta yang Neng tulis sejak remaja. Surat cinta buat Akang.
*
Kang ...
Dari semua mimpi-mimpi tidak esensial tentang pesta dan calon suami, yang betul-betul Neng mimpikan sebetulnya hanya ingin memiliki kawan untuk menghabiskan hari tua bersama-sama. Duduk di beranda sambil minum teh, berbincang dan tertawa, bertengkar tentang siapa yang paling disayangi oleh cucu-cucu kita.
Jika Akang membaca surat ini, siapa pun Akang, semoga kelak kita dipertemukan dengan cara paling baik. Dipersatukan dengan cara paling baik pula. Untuk saat ini, sebelum Akang datang, Neng akan menjaga diri, berusaha menjadi perempuan yang pantas dijadikan istri, secara bersamaan terus menanam kata semoga.
Sebab yang abadi dari cinta hanyalah doa.
Regards,
~eL
Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway Pernikahan dan Souvenir
Published on November 01, 2015 17:28
October 30, 2015
[Aksa] Mamah Muda dan Drama-Dramanya
Kalau Anda berpikir label "Aksa" di dalam postingan blog saya akan berisi resep MPASI, how to bla bla bla, atau tips-tips parenting lainnya, Anda salah besar. Saya ulangi, SALAH BESAR. Maaf membuat Anda kecewa, tapi demi kemaslahatan umat dan keberlangsungan hidup buah hati Anda, saya memang tidak akan memberikan tips apa pun. Ya bagaimana mau memberikan tips kalau membuat bubur susu saja gosong?
Setiap ibu baik yang bekerja, fulltime mommy, atau yang freelancer seperti saya pasti memiliki drama tersendiri berkaitan dengan si buah hati. Barangkali itu sebabnya grup-grup keibuan di facebook maupun forum-forum di berbagai website selalu ramai. Para ibu butuh teman sependeritaan seperjuangan agar bisa saling menguatkan, saling menjaga kewarasan. Begitupun dengan saya.
Anda yang baru mengenal saya dan belum begitu familiar dengan Aksa mungkin akan bertanya-tanya tentang keputusan yang saya ambil dalam pengasuhannya. Supaya tidak tersesat dalam pertanyaan, mari saya perkenalkan diri saya dan Aksa terlebih dahulu.
Langit Amaravati
Langit Amaravati, 32 tahun, mamah muda penuh dramaNama saya Langit Amaravati (bukan nama sebenarnya), kelahiran tahun 1983, jadi tahun ini usia saya baru 32 tahun. Masih muda dan masih kinyis-kinyis. Saya asli Bandung, tapi sejak Maret 2014 saya ngekos di Cibabat, Cimahi, Jawa Barat. Saya orang tua tunggal dengan dua anak. Yang pertama Salwa (12 tahun). Yang kedua Aksa (14 bulan). Anak pertama saya memang sudah gadis, jadi Anda bisa membayangkan jika kami jalan berdua, Salwa sering disangka adik atau keponakan. Itulah enaknya nikah muda, ibu-ibu.
Profesi saya adalah pengangguran terselubung karena sejak akhir tahun 2011 saya sudah tidak mau lagi dibebat meja kantor lalu memutuskan untuk meniti jalan pedang kepenulisan. Kegiatan saya saat ini adalah penata letak paruh waktu di Grasindo, cerpenis, blogger, dan aktivis online shop.
Salwa
Salwa, 12 tahun, another drama queenSalwa adalah anak pertama dari pernikahan pertama saya. Pernikahan pertama? Udah nggak usah dibahas, panjang ceritanya. Hahaha. Saat ini Salwa masih duduk di bangku kelas 6 SD dan tinggal bersama ibu saya di Bandung. Kenapa tidak tinggal bersama? Pertama karena Salwa tidak bisa pindah sekolah, kedua karena saya belum sanggup membawa dua orang anak.
Saya dan si Kungkang (ayahnya Salwa) berpisah ketika Salwa masih berusia 5 bulan. Hal ini sedikit banyak menjadi penyebab kondisi psikologis dan emosi Salwa. Dia itu kokolot begog, kritis, drama, dan senang sekali mendiskreditkan emaknya di hadapan publik. Tentu dalam arti positif. Cerita-cerita tentang Salwa saya tuangkan ke dalam buku Single Mother Double Fighter , Gradien Mediatama, 2012.
Aksa
Aksa, 14 bulan, si pemanjat dispenserSebetulnya Aksa adalah anak keempat. Anak kedua saya, Najwa Ishtary Maryam, meninggal 5 jam setelah dilahirkan karena kelainan anencephalous. Najwa adalah anak dari pernikahan saya yang kedua, cerita tentang Najwa ada di sini. Anak dari hasil pernikahan saya yang ketiga, Ziarre Amaravati, tidak bisa bertahan dalam tubuh saya dan pergi dengan cara paling menyakitkan ketika ia masih 3 bulan dalam kandungan. Cerita sedihnya ada di sini.
Aksa ... adalah anak di luar nikah. I know, ini akan mendegradasi penilaian Anda terhadap saya. And I know, tidak banyak orang yang bersedia menerima dan memaklumi dosa-dosa orang lain dengan lapang dada. But I want you to know, saya sudah melalui tahun-tahun paling berat dalam hidup saya. Bertarung dengan diri sendiri, dikucilkan oleh keluarga, bertarung dengan masyarakat, dan yang paling utama: mempertaruhkan kepercayaan saya terhadap Tuhan.
Aksa adalah jawaban dari doa-doa yang kerap kali dipanjatkan pasca kehilangan Ziarre. Meski kadang, selera humor Tuhan agak kebabablasan. Keputusan saya untuk memertahankan Aksa bahkan ketika ayah biologisnya mengingkari ia mati-matian adalah sebuah prestasi, setidaknya bagi saya sendiri. Honestly, saya tidak butuh lagi stigma masyarakat atau berdebat tentang siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya hanya ingin membesarkan kedua anak saya sekuat yang saya bisa, setangguh yang mampu saya usahakan.
*
Sejak usianya 4 bulan, Aksa sudah "disekolahkan". Dititipkan kepada pengasuh dari pukul 8 pagi - 5 sore, Senin-Sabtu. Beberapa orang sempat bertanya mengapa saya melakukan ini padahal saya freelancer yang HANYA bekerja di depan komputer. Jika selera humor saya sedang bagus, biasanya saya akan menjawab bahwa pola pengasuhan Aksa mengikuti anak para raja dan nabi-nabi. Jika saya sedang PMS, maka saya akan menjawab, "Lu cobain deh tinggal sama gue sehari apa dua hari. Atau lu cobain jadi gue dan kerja sambil momong anak. Kalau lu masih bisa waras, gue acungin jempol."
Well, ada beberapa pertimbangan mengapa saya menitipkan Aksa kepada pengasuh:
MENJAGA KEWARASAN. Kalau Anda mengira freelancer hanya duduk-duduk asyik di depan komputer sambil mendengarkan musik dan karenanya masih bisa momong anak, saya ragu apakah Anda benar-benar pernah menjadi seorang ibu. Orang lain mungkin bisa, tapi saya tidak. Seperti yang saya ceritakan di atas, saya single parent, artinya saya adalah pencari nafkah utama. Bekerja bukan hanya untuk mengaktualisasikan diri, melainkan agar kami masih bisa makan dan punya tempat tinggal. EFEKTIVITAS & EFISIENSI WAKTU. Ngemong anak di siang hari dan bekerja di malam hari? Sounds great, isn't it? Khayalan setiap ibu. Tapi tidak, saya tidak bisa melakukan itu. Dengan anak yang punya hobi membuat simulasi gempa bumi, saya akan kehabisan tenaga. Saya pernah mencobanya, hasilnya adalah hanya bertahan satu jam di depan komputer lalu jatuh tertidur. Jadi saya membuat pengaturan waktu sendiri. Pagi saya fokus kepada Aksa dan memersiapkan dia untuk berangkat sekolah. Pukul 8 pagi - 5 sore mengerjakan tata letak. Pukul 5 sore - Aksa tidur diisi dengan quality time. Malam sampai sekitar pukul 2 pagi menulis, ngeblog, upload katalog sepatu, dan lain-lain. PROFESIONALITAS. Ini berkaitan dengan efektivitas waktu. Menata letak buku tidak bisa dilakukan di malam hari karena membutuhkan konsentrasi tinggi. Saya ingin mempersembahkan hasil terbaik kepada penerbit maupun kepada para pembaca buku yang sedang saya kerjakan. Iya, saya memang pekerja paruh waktu, tapi itu bukan berarti hasil desain saya juga separuh-separuh. ENGAGEMENT. Ketika sedang bersama Aksa, saya jarang sekali bahkan tidak pernah membuka komputer, juga jarang menyentuh smartphone. Selain karena masalah keamanan peralatan, juga agar anak saya tidak merasa diabaikan. Anak-anak seumuran Aksa biasanya akan ikut nimbrung dengan apa pun yang kita pegang. Oh iya, jika saya duduk di depan komputer dia akan seseleket untuk duduk di pangkuan saya dan berusaha meraih mouse atau mengetik di keyboard. Jika saya memegang smartphone dia akan berusaha merebutnya, berpura-pura menelepon, lalu menggunakannya untuk lempar lembing ketika dia mulai bosan. It's very dangerous. Jadi bagi Anda yang berusaha menghubungi saya di pagi hari sebelum pukul 8 atau antara pukul 5 sore - 8 malam, mohon maaf jika Anda diabaikan. Itu waktu-waktu ketika saya sedang menjadi ibu, bukan penata letak, bukan penulis, bukan blogger, juga bukan aktivis online shop.
*
Saya tahu, setiap ibu pasti punya drama masing-masing. Pasti punya cerita-cerita heroik berkaitan dengan buah hatinya. Dan pasti punya cara berbagi yang berbeda-beda. Ibu lain mungkin akan membuat tips-tips mengatasi ruam popok atau mengatasi GTM. Ibu lain mungkin akan membuat cerita-cerita tentang permainan edukatif atau cara untuk mengasah kemampuan motorik. Sayangnya itu bukan kapasitas saya. Saya tidak ingin ada bayi orang lain yang keracunan jika saya berbagi resep MPASI.
Jadi yang bisa saya bagikan hanyalah cerita-cerita drama heroik versi saya sendiri. Anggap saja sebagai penanda buku harian kehidupan. Ada yang lucu, sedih, bahagia, macam-macam. Anda tante-tante atau mamah muda penggemar Aksa silakan subscribe postingan-postingan blog saya agar tidak ketinggalan cerita. Bisa follow by email, subscribe, join this site, atau bookmark blog saya di toolbars Anda. *promo blog terselubung
Have a nice day. Selamat menikmati akhir pekan.
Salam,
~eL
(Mamah muda penuh drama)
Setiap ibu baik yang bekerja, fulltime mommy, atau yang freelancer seperti saya pasti memiliki drama tersendiri berkaitan dengan si buah hati. Barangkali itu sebabnya grup-grup keibuan di facebook maupun forum-forum di berbagai website selalu ramai. Para ibu butuh teman sependeritaan seperjuangan agar bisa saling menguatkan, saling menjaga kewarasan. Begitupun dengan saya.
Anda yang baru mengenal saya dan belum begitu familiar dengan Aksa mungkin akan bertanya-tanya tentang keputusan yang saya ambil dalam pengasuhannya. Supaya tidak tersesat dalam pertanyaan, mari saya perkenalkan diri saya dan Aksa terlebih dahulu.
Langit Amaravati
Langit Amaravati, 32 tahun, mamah muda penuh dramaNama saya Langit Amaravati (bukan nama sebenarnya), kelahiran tahun 1983, jadi tahun ini usia saya baru 32 tahun. Masih muda dan masih kinyis-kinyis. Saya asli Bandung, tapi sejak Maret 2014 saya ngekos di Cibabat, Cimahi, Jawa Barat. Saya orang tua tunggal dengan dua anak. Yang pertama Salwa (12 tahun). Yang kedua Aksa (14 bulan). Anak pertama saya memang sudah gadis, jadi Anda bisa membayangkan jika kami jalan berdua, Salwa sering disangka adik atau keponakan. Itulah enaknya nikah muda, ibu-ibu. Profesi saya adalah pengangguran terselubung karena sejak akhir tahun 2011 saya sudah tidak mau lagi dibebat meja kantor lalu memutuskan untuk meniti jalan pedang kepenulisan. Kegiatan saya saat ini adalah penata letak paruh waktu di Grasindo, cerpenis, blogger, dan aktivis online shop.
Salwa
Salwa, 12 tahun, another drama queenSalwa adalah anak pertama dari pernikahan pertama saya. Pernikahan pertama? Udah nggak usah dibahas, panjang ceritanya. Hahaha. Saat ini Salwa masih duduk di bangku kelas 6 SD dan tinggal bersama ibu saya di Bandung. Kenapa tidak tinggal bersama? Pertama karena Salwa tidak bisa pindah sekolah, kedua karena saya belum sanggup membawa dua orang anak. Saya dan si Kungkang (ayahnya Salwa) berpisah ketika Salwa masih berusia 5 bulan. Hal ini sedikit banyak menjadi penyebab kondisi psikologis dan emosi Salwa. Dia itu kokolot begog, kritis, drama, dan senang sekali mendiskreditkan emaknya di hadapan publik. Tentu dalam arti positif. Cerita-cerita tentang Salwa saya tuangkan ke dalam buku Single Mother Double Fighter , Gradien Mediatama, 2012.
Aksa
Aksa, 14 bulan, si pemanjat dispenserSebetulnya Aksa adalah anak keempat. Anak kedua saya, Najwa Ishtary Maryam, meninggal 5 jam setelah dilahirkan karena kelainan anencephalous. Najwa adalah anak dari pernikahan saya yang kedua, cerita tentang Najwa ada di sini. Anak dari hasil pernikahan saya yang ketiga, Ziarre Amaravati, tidak bisa bertahan dalam tubuh saya dan pergi dengan cara paling menyakitkan ketika ia masih 3 bulan dalam kandungan. Cerita sedihnya ada di sini. Aksa ... adalah anak di luar nikah. I know, ini akan mendegradasi penilaian Anda terhadap saya. And I know, tidak banyak orang yang bersedia menerima dan memaklumi dosa-dosa orang lain dengan lapang dada. But I want you to know, saya sudah melalui tahun-tahun paling berat dalam hidup saya. Bertarung dengan diri sendiri, dikucilkan oleh keluarga, bertarung dengan masyarakat, dan yang paling utama: mempertaruhkan kepercayaan saya terhadap Tuhan.
Aksa adalah jawaban dari doa-doa yang kerap kali dipanjatkan pasca kehilangan Ziarre. Meski kadang, selera humor Tuhan agak kebabablasan. Keputusan saya untuk memertahankan Aksa bahkan ketika ayah biologisnya mengingkari ia mati-matian adalah sebuah prestasi, setidaknya bagi saya sendiri. Honestly, saya tidak butuh lagi stigma masyarakat atau berdebat tentang siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya hanya ingin membesarkan kedua anak saya sekuat yang saya bisa, setangguh yang mampu saya usahakan.
*
Sejak usianya 4 bulan, Aksa sudah "disekolahkan". Dititipkan kepada pengasuh dari pukul 8 pagi - 5 sore, Senin-Sabtu. Beberapa orang sempat bertanya mengapa saya melakukan ini padahal saya freelancer yang HANYA bekerja di depan komputer. Jika selera humor saya sedang bagus, biasanya saya akan menjawab bahwa pola pengasuhan Aksa mengikuti anak para raja dan nabi-nabi. Jika saya sedang PMS, maka saya akan menjawab, "Lu cobain deh tinggal sama gue sehari apa dua hari. Atau lu cobain jadi gue dan kerja sambil momong anak. Kalau lu masih bisa waras, gue acungin jempol."
Well, ada beberapa pertimbangan mengapa saya menitipkan Aksa kepada pengasuh:
MENJAGA KEWARASAN. Kalau Anda mengira freelancer hanya duduk-duduk asyik di depan komputer sambil mendengarkan musik dan karenanya masih bisa momong anak, saya ragu apakah Anda benar-benar pernah menjadi seorang ibu. Orang lain mungkin bisa, tapi saya tidak. Seperti yang saya ceritakan di atas, saya single parent, artinya saya adalah pencari nafkah utama. Bekerja bukan hanya untuk mengaktualisasikan diri, melainkan agar kami masih bisa makan dan punya tempat tinggal. EFEKTIVITAS & EFISIENSI WAKTU. Ngemong anak di siang hari dan bekerja di malam hari? Sounds great, isn't it? Khayalan setiap ibu. Tapi tidak, saya tidak bisa melakukan itu. Dengan anak yang punya hobi membuat simulasi gempa bumi, saya akan kehabisan tenaga. Saya pernah mencobanya, hasilnya adalah hanya bertahan satu jam di depan komputer lalu jatuh tertidur. Jadi saya membuat pengaturan waktu sendiri. Pagi saya fokus kepada Aksa dan memersiapkan dia untuk berangkat sekolah. Pukul 8 pagi - 5 sore mengerjakan tata letak. Pukul 5 sore - Aksa tidur diisi dengan quality time. Malam sampai sekitar pukul 2 pagi menulis, ngeblog, upload katalog sepatu, dan lain-lain. PROFESIONALITAS. Ini berkaitan dengan efektivitas waktu. Menata letak buku tidak bisa dilakukan di malam hari karena membutuhkan konsentrasi tinggi. Saya ingin mempersembahkan hasil terbaik kepada penerbit maupun kepada para pembaca buku yang sedang saya kerjakan. Iya, saya memang pekerja paruh waktu, tapi itu bukan berarti hasil desain saya juga separuh-separuh. ENGAGEMENT. Ketika sedang bersama Aksa, saya jarang sekali bahkan tidak pernah membuka komputer, juga jarang menyentuh smartphone. Selain karena masalah keamanan peralatan, juga agar anak saya tidak merasa diabaikan. Anak-anak seumuran Aksa biasanya akan ikut nimbrung dengan apa pun yang kita pegang. Oh iya, jika saya duduk di depan komputer dia akan seseleket untuk duduk di pangkuan saya dan berusaha meraih mouse atau mengetik di keyboard. Jika saya memegang smartphone dia akan berusaha merebutnya, berpura-pura menelepon, lalu menggunakannya untuk lempar lembing ketika dia mulai bosan. It's very dangerous. Jadi bagi Anda yang berusaha menghubungi saya di pagi hari sebelum pukul 8 atau antara pukul 5 sore - 8 malam, mohon maaf jika Anda diabaikan. Itu waktu-waktu ketika saya sedang menjadi ibu, bukan penata letak, bukan penulis, bukan blogger, juga bukan aktivis online shop.
*
Saya tahu, setiap ibu pasti punya drama masing-masing. Pasti punya cerita-cerita heroik berkaitan dengan buah hatinya. Dan pasti punya cara berbagi yang berbeda-beda. Ibu lain mungkin akan membuat tips-tips mengatasi ruam popok atau mengatasi GTM. Ibu lain mungkin akan membuat cerita-cerita tentang permainan edukatif atau cara untuk mengasah kemampuan motorik. Sayangnya itu bukan kapasitas saya. Saya tidak ingin ada bayi orang lain yang keracunan jika saya berbagi resep MPASI.
Jadi yang bisa saya bagikan hanyalah cerita-cerita drama heroik versi saya sendiri. Anggap saja sebagai penanda buku harian kehidupan. Ada yang lucu, sedih, bahagia, macam-macam. Anda tante-tante atau mamah muda penggemar Aksa silakan subscribe postingan-postingan blog saya agar tidak ketinggalan cerita. Bisa follow by email, subscribe, join this site, atau bookmark blog saya di toolbars Anda. *promo blog terselubung
Have a nice day. Selamat menikmati akhir pekan.
Salam,
~eL
(Mamah muda penuh drama)
Published on October 30, 2015 20:32
October 25, 2015
Nyala Matahari untuk Kedua Matahari
Yang paling saya khawatirkan dari kematian bukan hanya kehidupan setelahnya, melainkan juga kehidupan yang saya tinggalkan di belakang: kehidupan kedua matahari saya, Salwa dan Aksa. Kerap pula membayangkan bagaimana jika saya sakit parah, bagaimana jika saya mengalami kecelakaan seperti beberapa tahun silam, bagaimana jika .... Sebagai orang tua tunggal, wajar jika kadang-kadang saya dipenuhi kecemasan. Rasa takut dan cemas itulah yang membuat saya waspada ketika mengambil berbagai keputusan sekaligus alert agar saya mempersiapkan pemecahan untuk masalah yang bisa saja datang kemudian.
Tahun ini usia saya 32 tahun, masih produktif dan bisa mengerahkan tenaga kuda untuk menambah penghasilan. Tapi 10 tahun dari sekarang barangkali saya tidak akan lagi bisa mendedah tenaga seperti hari ini, 20 tahun lagi mungkin saya harus sudah pensiun. Kembali ke masalah kecemasan di atas, tapi bagaimana jika usia saya bahkan tidak sampai kepada angka 50? Siapa yang akan menjamin masa depan anak-anak saya? Keluarga saya? Ayah mereka? Sorry to say, tapi itu bukan lagi spekulasi, itu namanya berjudi. Dan saya tidak suka berjudi dengan masa depan anak-anak saya sebagai taruhan.
“Tapi hidup harus optimis. Tidak boleh lho mengharapkan hal-hal yang buruk terjadi.”
Barangkali begitulah yang akan dikatakan orang-orang. Sayangnya, menyimpan rasa optimis saja tidak akan cukup untuk melindungi diri dan anak-anak saya. Lagi pula, saya ini freelancer yang artinya tidak punya asuransi kesehatan, tidak punya jaminan hari tua, bahkan tidak punya slip gaji. Tidak akan ada yang bisa menjamin dan melindungi masa depan kami kecuali saya sendiri.
Maka satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah mempersiapkan “matahari” untuk Salwa dan Aksa agar kelak jika sesuatu terjadi pada saya, mereka tidak perlu terlunta-lunta.
*Analisis PendapatanSetiap profesi baik itu karyawan, profesional, maupun pengusaha pastilah memiliki risiko masing-masing. Jika merujuk kepada tiga profesi tersebut, saya termasuk profesional meski skalanya jelas tidak bisa disamakan dengan profesional lainnya, dokter atau pengacara misalnya. Sebagai penata letak lepas, saya memiliki risiko fluktuasi penghasilan. Artinya penghasilan yang tidak tetap setiap bulannya, tergantung kepada jumlah order layout-an yang datang dan yang bisa saya selesaikan. Sesuai artikel yang saya baca di Brighter Life tentang merencanakan keuangan, saya mengelompokkan pendapatan ke dalam dua kelompok dan membuat grafik agar bisa menganalisis fluktuasi pendapatan setiap bulannya. Selain itu, hal ini juga berfungsi agar saya bisa mengetahui apakah keuangan saya cukup sehat selama 6 bulan terakhir.
Saya mengelempokkan pendapatan ke dalam 2 pos:
1. Pemasukan rutin tidak tetap
Honor layout2. Pemasukan tidak tetap
Honor menulisHadiah lombaOnline shopDan lain-lain
Analisis Pendapatan Periode Mei-Oktober 2015Dilihat dari grafik di atas, pendapatan saya berada di kisaran 3-6 juta per bulan. Juga bisa dilihat bahwa pemasukan rutin tidak tetap 4 bulan terakhir agak menurun, itu karena saya hanya bisa menyelesaikan 1 order layout per bulan. Grafik seperti ini juga memudahkan saya untuk melakukan evaluasi. Mengapa dalam waktu 4 bulan saya hanya bisa menyelesaikan 1 layout? Ini beberapa evaluasi hambatan dan solusi yang saya lakukan:
1. Hambatan teknis
PC rusak: service, pinjam netbook adik untuk sementara.Internet: ganti modem dengan jaringan fiber optik.Software: re-instal software.2. Hambatan non teknis
Revisi: berkali-kali revisi akan menambah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan 1 layout-an, solusinya adalah memberikan konsep beberapa halaman kepada editor sebelum membuat layout keseluruhan isi buku. Aksa: dalam 4 bulan terakhir Aksa agak sering sakit, jika itu terjadi biasanya saya tidak memberikannya kepada pengasuh, itu artinya siang hari saya tidak bisa bekerja. Solusinya, jaga imunitas Aksa dengan memberikan makanan bergizi, menjaga kebersihan lingkungan, dan memerhatikan terus tumbuh kembangnya.Acara lain: kurangi datang ke acara-acara penulisan yang tidak memiliki urgensi tinggi.Ide: perbanyak membaca buku, browsing ide, dan membaca tutorial untuk meningkatkan keahlian.
Persentase Pendapatan Periode Mei-Oktober 2015Jika dibuat persentase selama kurun waktu 6 bulan, akan didapatkan angka 77% pendapatan dari pemasukan rutin tidak tetap dan 23% dari pemasukan tidak tetap. Lalu bagaimana mengelola pendapatan yang fluktuatif seperti ini? Goal saya adalah pengeluaran rutin tetap ter-cover sekaligus masih bisa menyediakan perlindungan bagi saya dan anak-anak saya.
*Analisis KebutuhanSebelum merencanakan pengelolaan keuangan masa depan, saya tentu harus menganalisis kebutuhan terlebih dahulu. Mengapa demikian? Agar saya bisa menemukan jenis perencanaan dan perlindungan paling tepat untuk saya dan keluarga. Berikut kebutuhan saya:
1. Dana kesehatan untuk saya dan keluarga
2. Asuransi jiwa untuk saya dan keluarga
3. Dana pendidikan anak-anak
4. Tabungan
5. Dana pensiun
Dengan pendapatan berkisar 3-6 juta, apakah saya mampu memenuhi 5 poin di atas? Agak sulit memang, itu sebabnya saya harus menganalisis pengeluaran terlebih dahulu agar bisa menemukan angka yang realistis. Kan tidak lucu kalau saya langsung mengalokasikan sejumlah dana sementara pengeluaran-pengeluaran rutin belum ter-cover.
*Analisis PengeluaranSaya membagi pengeluaran ke dalam 3 pos:
1. Rutin tetap
Kos : Rp500.000 Pengasuh : Rp600.000 2. Rutin tidak tetap
Biaya hidup : Susu dan diapers Aksa, MPASI, biaya makan, biaya sekolah Salwa, dan lain-lain. Pulsa : Karena 6 bulan terakhir masih memakai modem, jadi biaya yang dikeluarkan berubah-ubah, tergantung kuota yang saya habiskan. Utang : 10% dari total penghasilan. 3. Tidak rutin
Buku Baju Aksa Biaya hiburan
Analisis Pengeluaran Periode Mei-Oktober 2015Jadi selama 6 bulan bekerja keras, uang yang berhasil saya sisihkan hanya Rp352.800. Jika mengacu kepada yang dikatakan Safir Senduk, saya termasuk golongan agak-agak miskin. Jika terus-menerus seperti ini, paling banyak saya hanya bisa menyisihkan Rp58.800 per bulan untuk rencana masa depan. Cukup? Jelas tidak.
*Rencana Masa Depan Masih mengacu kepada artikel yang saya baca di Brighter Life, saya akan memakai rumusan yang direkomendasikan oleh Elizabeth Warren, profesor dari Harvard: 50-30-20.
50% : pengeluaran rutin tetap + pengeluaran rutin tidak tetap 30% : pengeluaran tidak rutin 20% : tabunganJika dirata-ratakan, penghasilan per bulan saya adalah Rp4.565.333. Maka dana yang bisa dialokasikan untuk rencana masa depan adalah Rp4.565.333 x 20% = Rp913.067. Dengan keterbatasan dana seperti ini, saya harus memilih apakah akan menggunakan asuransi, tabungan, atau sekaligus investasi?
Sulit mengelola keuangan yang minim seperti ini, padahal saya ingin mempersiapkan perlindungan menyeluruh bagi kedua anak saya. Solusi yang saya ambil adalah menetapkan skala prioritas. Yang pertama, perlindungan kesehatan bagi kami bertiga. Kedua, asuransi jiwa bagi saya yang menjamin dana pendidikan bagi Salwa (11 tahun) dan Aksa (15 bulan). Ketiga, tabungan dan atau dana pensiun.
1. Perlindungan kesehatan
Sepertinya saya harus memilih asuransi kesehatan dari pemerintah yang preminya cukup terjangkau, Rp127.500 atau 14% dari total alokasi dana.
2. Asuransi jiwa + dana pendidikan
Saya mengalokasikan dana sebesar Rp700.000 atau 77% untuk asuransi jiwa sekaligus dana pendidikan untuk Salwa dan Aksa. Mengingat biaya pendidikan yang akan terus mengalami inflasi, sebetulnya ini belum cukup, tapi baru sampai inilah kemampuan saya.
3. Tabungan dan atau dana pensiun
Sisa dana hanya Rp85.657. Ini tidak saya masukkan ke dalam tabungan jangka panjang karena saya masih harus menyediakan dana cadangan jika sewaktu-waktu ada keperluan mendadak. Kecil memang, tapi namanya juga menabung, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit.
Alokasi Rencana Masa DepanMengapa pada akhirnya saya lebih memilih asuransi jiwa, bukan murni tabungan pendidikan bagi anak-anak saya? Karena saya memperhitungkan risiko-risiko kematian di awal tadi, juga memperhitungkan benefit yang akan saya dapat. Dengan kata lain, satu kali mendayung dua tiga pulau terlampaui.
*
Merencanakan masa depan dan mengelola keuangan memang bukan hal yang mudah bagi orang awam seperti saya, apalagi dengan pendapatan minim dan tidak menentu. Tapi, inilah hal terbaik yang bisa saya lakukan untuk kedua matahari saya Salwa dan Aksa: mempersiapkan nyala matahari agar kelak jika sesuatu terjadi dan saya harus pergi, tak ada harapan yang harus padam. Setidaknya, saya sudah mempersiapkan perlindungan agar mereka terus menyala, melanjutkan hidup, dengan atau tanpa saya.~
Salam,~eL
Tulisan ini diikutsertakan dalam SUN ANUGERAH CARAKA KOMPETISI MENULIS BLOG 2015
Published on October 25, 2015 09:26
October 20, 2015
6 Mitos Seputar Alexa Traffic Rank
Alexa Traffic Rank merupakan hal yang krusial bagi para blogger serius. Sebab rank ini bukan hanya untuk mengukur peringkat sebuah website di antara jutaan website yang ada di dunia, tapi juga berpengaruh terhadap *ehem* job. Menurut para blogger yang sudah senior sih gitu, Alexa rank menjadi salah satu faktor yang dijadikan pertimbangan oleh brand ketika akan memberikan job kepada blogger.
Sejak diperkenalkan pada tahun 1998, Alexa Traffic Rank ini sudah menuai banyak sekali mitos. Hasil spekulasi para netizen yang beredar dari postingan ke postingan. Tapi apakah semua mitos itu benar? Coba kita lihat.
Artikel ini saya terjemahkan secara membabi buta bebas dari artikel "Top 6 Myth About The Alexa Traffic Rank" yang ditulis langsung oleh Greg Orelind, Senior Product Manager-nya Alexa. Semoga bermanfaat.
#1. Alexa hanya menghitung traffic dari website yang sudah menginstal Alexa toolbarTidak benar. Alexa rank dihitung berdasarkan spesifikasi yang sangat luas, juga berdasarkan ekstensi browser dan plug-in yang berbeda-beda. Alexa toolbar hanya salah satu dari sekian banyak ekstensi browser yang memuat data Alexa. Dan, bagi website yang sudah menginstal Alexa Certify Code, Alexa akan langsung menghitung traffic seluruh pengunjung website baik itu yang memiliki Alexa toolbar maupun tidak.
#2. Alexa hanya menghitung para Internet Marketing dan pemilik websiteIni berhubungan dengan mitos pertama, juga tidak benar. Sistem penghitungan Alexa berdasarkan jutaan pengguna Internet yang menggunakan lebih dari 25,000 ekstensi browser, sebuah perbandingan yang sangat luas.#3. Mengklaim website akan meningkatkan rank AlexaMengklaim website yang Anda gunakan tidak akan berpengaruh terhadap rank, Anda bahkan tidak harus melakukan klaim hanya agar website Anda dihitung oleh Alexa. Mengklaim website (yang notabene gratis) dan mengisi data-data serta informasi kontak yang valid berfungsi agar Anda tidak kehilangan kesempatan bisnis dari jutaan orang yang mengunjungi Alexa setiap bulannya.#4. Menginstal Alexa widget akan meningkatkan rankNope. Alexa widget berfungsi agar Anda bisa mempromosikan rank Alexa kepada pengunjung website Anda. Widget tidak dipergunakan untuk menghitung traffic. #5. Jika traffic website meningkat selama beberapa hari, rank akan otomatis meningkatTidak juga. Global Alexa Rank memang update setiap hari, tapi ini berdasarkan jumlah pengunjung website Anda dalam kurun waktu 3 bulan. Jadi, traffic hari ini adalah 1/90 dari traffic yang akan berpengaruh pada rank website Anda. Lagi pula, rank sebuah website sangat tergantung kepada website lainnya. Jadi, perubahan traffic website lain akan berpengaruh kepada rank Alexa Anda.#6. Jika menggunakan Alexa berbayar, rank Alexa akan lebih baikSama sekali tidak. Memang, produk yang berbayar dapat membantu Anda mendapatkan lebih banyak traffic yang barangkali saja bisa meningkatkan rank Anda. Itu karena dengan menggunakan Alexa Certify Code, traffic website Anda akan dihitung secara pasti alih-alih hanya estimasi. Penghitungan jadi lebih akurat, tapi lebih akurat bukan berarti rank yang lebih baik. *
Well, cara paling baik untuk meningkatkan rank menurut para pakar Alexa adalah dengan membuat konten yang berkualitas dan kontinu untuk mendongkrak traffic dan engagement dengan pembaca blog Anda. Tolong diingat, urutannya adalah kualitas konten dulu lho ya, jangan traffic dulu karena mesin pencari Google sekarang mah sudah cerdas.
Demikian. Selamat siang.
~eL
(Blogger setengah serius)
Published on October 20, 2015 22:47
Brand Lokal Bandung, yang Muda dan Berbahaya #SmescoNV
Tolong katakan, apa merek baju favorit Anda? Sepatu merek apa yang sering Anda pakai? Tas merek apa yang membuat Anda bangga ketika memakainya? Di mana Anda nongkrong ketika akhir pekan? Sayur dan buah-buahan dari negara mana yang biasa Anda beli?
Apakah itu tas merek mentereng seharga puluhan juta yang Anda beli di Singapura? Ataukah baju-baju merek luar yang dengan bangga Anda beli di mal padahal Anda tidak tahu bahwa baju-baju itu dibuat di Bintan sana? Bisa jadi Anda lebih senang memakai sepatu merek terkenal hanya karena prestise sampai-sampai rela membeli barang-barang KW. Ataukah Anda adalah salah satu netizen yang sering mengunggah foto gelas kopi berlogo perempuan bermahkota lengkap dengan keterangan check in supaya orang-orang tahu bahwa Anda adalah masyarakat urban kekinian?
Jika itu yang terjadi, selamat! Anda sudah berkontribusi kepada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Tidak, saya tidak ingin mengatakan bahwa yang Anda lakukan adalah salah. Itu uang Anda, gaya hidup Anda. Silakan lakukan dan habiskan dengan cara Anda sendiri. Tapi, lain kali kalau rupiah merosot lagi, tidak usah memaki-maki pemerintah di media sosial karena toh Anda tidak memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian Indonesia.
*
KENAPA HARUS PRODUK LOKAL?
Pada tahun 2005-2010, saya pernah bekerja sebagai production coordinator dan shipping officer di beberapa pabrik di Bintan, Batam, dan Cimahi. Pekerjaan saya berurusan dengan impor dan ekspor. Pabrik-pabrik tempat saya bekerja memproduksi barang-barang dengan merek yang sering membuat kita orang Indonesia merasa bangga. Bukan karena kualitasnya, tapi karena prestisenya.
Batam, sebagai salah satu Kawasan Free Trade Zone (FTZ) menjadi salah satu pintu masuk barang-barang impor. Dari mulai cangkir plastik sampai kedelai, dari mulai mesin cuci sampai besi dan baja. Ratusan kontainer masuk setiap harinya di Pelabuhan Batu Ampar, memasok Indonesia dengan barang-barang yang sebetulnya bisa kita produksi sendiri. Sayangnya, saya menjadi bagian dari euforia FTZ itu. Menjadi petugas yang membuat dokumen-dokumen impor, memasukkan berkontainer-kontainer komoditas non migas, membanjiri pasar Indonesia dengan produk-produk yang sebetulnya bisa dibuat oleh anak negeri sendiri. Dari situ saya mulai merasa sedikit "muak". Sejak saat itu pula saya berhenti menggunakan produk impor kecuali untuk produk-produk yang memang tidak bisa dibuat oleh orang Indonesia.
Jadi kenapa harus produk lokal? Ya, kenapa tidak? Toh baju-baju dengan logo mentereng itu dibuatnya di Pulau Bintan. Toh sepatu yang sering menjadi ikon anak muda itu dibuatnya di Soreang dan Karawang. Toh tas-tas yang sering dipamerkan oleh ibu-ibu pejabat itu justru lebih banyak dipalsukan karena harganya yang tidak terjangkau.
Jika Anda masih butuh diyakinkan mengapa harus menggunakan produk lokal, ini keuntungan menggunakan produk lokal daripada produk luar:
Keuntungan Menggunakan Produk Lokal
Sumber: Langit Amaravati
*
FOOTSTEP FOOTWEARNgomong-ngomong tentang produk lokal, Anda tentu ingat bahwa pasca krisis moneter pada tahun 1998, Bandung yang tadinya Kota Kembang bertambah julukannya menjadi Kota Factory Outlet (FO) dan Kota Distribution Outlet Clothing (DISTRO). Hal ini mungkin tidak menjadi istimewa jika outlet-outlet itu dibangun oleh para pengusaha yang sudah terbiasa berkecimpung di dunia bisnis. Hal ini menjadi istimewa justru karena para pengusaha FO dan DISTRO ini adalah anak-anak muda yang biasanya jangankan membuat usaha, move on dari mantan saja susah. Tapi tolong, jangan pernah ragukan kreativitas anak-anak Bandung, kami memang muda, tapi berbahaya. :)
Bisnis clothing line yang tadinya hanya berupa direct sales kemudian berkembang menjadi bisnis online. Ketika masyarakat semakin familiar dengan Internet, menginginkan kemudahan dalam segala hal termasuk belanja, bisnis clothing line online ini jelas menjawab tantangan pasar. Brand lokal dengan sistem pemasaran global. Isn't it great?
Tim Footstep Footwear
Sumber: Footstep
Dari sekian ratus clothing line baik offline maupun online yang digawangi para pemuda di Bandung, saya ingin memperkenalkan Footstep Footwear. Brand lokal ini mulai berdiri pada Oktober tahun 2012. Di awal berdiri, Footstep hanya memproduksi sepatu, lalu tahun 2015 mulai merambah ke tas.
Menurut hasil wawancara saya dengan Kang M. Randy Oktaviano, founder-nya Footstep, lelaki kelahiran tahun 1987 ini pada mulanya gemar mengoleksi sneakers, lalu mulai berpikir untuk menjadikan hobinya ini sebagai bisnis. Alasan sederhana memang, tapi ketika ditangani dengan kegigihan dan profesionalitas, alasan sederhana ini ternyata menuai hasil yang "tidak sederhana".
"Born to Make a History", begitulah moto Footstep Footwear. Saya kira moto itu tidak berlebihan karena setiap langkah besar tentu dimulai dari langkah-langkah kecil. Dengan kualitas produk yang mereka miliki, bukan tidak mungkin kalau cita-cita mereka untuk meramaikan dunia fashion internasional akan segera tercapai.
*PRODUK FOOTSTEP
Detail sepatu Footstep
Sumber: FootstepSiapa bilang bahwa produk-produk brand lokal tidak sanggup bersaing dengan produk global? Kalau berbicara tentang kualitas, produk yang ditawarkan Footstep justru sangat bisa bersaing di kancah internasional. Sebelum memerkenalkan produk-produknya, saya ingin memberikan semacam testimoni dan sedikit alasan kenapa Footstep saya katakan sebagai produk lokal yang sanggup bersaing di kancah internasional:
Desain. Dari sisi desain, produk Footstep akan memangkas kekhawatiran Anda tentang fashion. Oh iya, Anda tidak usah takut menggunakan model yang kehilangan zaman. Bahkan, jika dibandingkan dengan clothing line sejenis, model produk Footstep memiliki unique value. Kualitas. Rapi sekali. Saya tidak tahu bagaimana cara menggambarkannya dengan kata-kata, Anda bisa melihat kualitas pengerjaannya di foto yang saya sertakan di atas. Handmade. Dibuat oleh para perajin sepatu di Ciganitri, Bandung. Itu sebabnya mengapa setiap produk detail sekali. Saya sendiri mulai menggandrugi produk-produk handmade karena sensasi human touch-nya berbeda dengan produk pabrikan. Bahan. Menggunakan bahan-bahan dari kualitas terbaik mulai dari upper, lining, sampai sol. Harga. Ketika menggunakan produk-produk lokal, kadang kita agak takut dengan harga. Maklum, karena beban biaya produksi yang cukup tinggi. Tapi izinkan saya mengatakan bahwa ketakutan Anda tidak beralasan. Produk Footstep berada di kisaran Rp170 ribu-Rp250 ribu. Untuk sepatu yang bisa mendongkrak kegantengan Anda hingga 200%, it's worth it.
Bengkel sepatu Footstep
Sumber: Footstep
Footstep membagi produknya ke dalam 3 kategori:
1. Casual
Cosmo Darkbrown
Sumber: FootstepJenis sepatu yang bisa Anda gunakan ke kantor atau bertemu calon mertua.
BravoBrunoCosmoPedro Polar Derby
2. Sneakers
Wazza Brown
Sumber: FootstepYang ini bisa dipakai untuk jalan-jalan asyik atau whatever suits you. :)
BasicDeconFastoWazzaArenaEarth RebornTrainer
3. Bags
Obelix Black
Sumber: FootstepEazyMonzaObelixRiver*LOCAL ISSUE, GLOBAL SOLUTIONKetika berbicara produk lokal, yang sering muncul di benak kita adalah kekhawatiran tentang daya saing. Sebagai pengguna produk lokal sekaligus sering mengamati bagaimana mereka menjalankan bisnisnya, saya juga memiliki kekhawatiran yang sama. Namun sejak memutuskan terjun ke bisnis online akhir tahun 2014 lalu, kekhawatiran saya sepertinya agak tidak beralasan. Ya, selain end user, saya juga reseller khusus sepatu-sepatu handmade Bandung. Cek IG kita ya, Sist! Hahaha. Well, anggaplah ini sebagai bentuk kontribusi nyata saya kepada produk-produk lokal. Idealisme dan bisnis ternyata bisa berjalan seiringan.
Nah, selama berinteraksi dengan para supplier, khususnya Footstep, saya kok merasa berbesar hati. Ada beberapa yang saya amati:
Manajemen. Footstep hanya digawangi oleh 4 orang tim inti, tapi jangan tanya profesionalitas mereka. Dengan manajemen yang baik seperti ini, saya yakin bisnis produk lokal akan terus berkembang.Marketing. Menggunakan berbagai media online dan offline, mudah sekali diakses. Saya juga mengamati berbagai media online mereka dari mulai website sampai twitter. Gaya marketingnya elegan, nyaris tidak pernah membuat kesal pelanggan. Komunikasi. Semua komunikasi ditangani dengan baik, tidak ada slow respons maupun supplier yang tanpa kabar. Anda yang sering berbelanja online pasti tahu bagaimana ngerinya ketika menunggu nomor resi. Tidak begitu dengan Footstep, nomor resi di-BC satu atau dua hari setelah pengiriman. Omzet. Ini rahasia, tapi diam-diam saya menghitung berapa jumlah nomor resi yang mereka kirimkan setiap harinya, rata-rata 40. Untuk skala UKM, ini jumlah yang cukup menenangkan.
Stand Footstep di Urbrand Market
Sumber: Footstep
UKM Gallery
Sumber: SMESCO
Lalu bagaimana dengan sosialisasi produk-produk lokal? Oh ada, dan banyak. Anda yang berada di Bandung dan sekitarnya tentu sudah hafal tentang pameran-pameran produk lokal yang sering diadakan. Salah satunya adalah Urbrand Market tanggal 21-27 September 2015 kemarin. Sempat berkunjung ke stand Footstep?
Atau kalau Anda sedang berjalan-jalan ke Jakarta, cobalah mampir SMESCO INDONESIA. Di sana ada UKM Gallery, tempat produk-produk lokal terbaik Indonesia dipamerkan.
Jadi ketika bisnis produk lokal dikatakan banyak sekali mengalami hambatan baik teknis maupun non teknis, barangkali kita harus mulai memecahkan masalah-masalah lokal itu dengan solusi global.
*CARA MENDUKUNG BRAND LOKAL
Cara Mendukung Brand Lokal
Sumber: Langit Amaravati
Lalu bagaimana sih cara mendukung brand-brand lokal agar go global? Tidak sulit, kok. Anda tak harus menanamkan modal atau melakukan hal-hal besar seperti itu. Cukup dengan 4 langkah kecil tapi memiliki hasil yang signifikan.
1. Subsitusi
Lebih memilih produk lokal daripada produk impor. Misalnya, ketika Anda ingin membeli apel di pasar atau supermarket, pilihlah apel lokal. Toh harga, gizi, dan rasa apel lokal sebanding bahkan jauh lebih baik dari apel impor. Begitu juga dengan barang-barang lain, kalau masih ada produk lokal, mengapa harus menggunakan produk impor? Sesederhana itu.
2. Kontribusi
Kalau Anda memiliki ide bisnis produk lokal, silakan berkontribusi. Ini juga untuk meningkatkan geliat ekonomi di Indonesia.
3. Kritisi
Untuk mendukung produk lokal, tidak cukup hanya dengan komparasi antara produk impor dengan produk lokal kalau akhirnya Anda lebih memilih produk impor dengan alasan kualitas. Silakan beri kritisi yang membangun agar terjadi peningkatan kualitas produk lokal. Kalau produk lokal kita sanggup "bertarung" di kancah dunia, siapa lagi yang bangga kalau bukan kita?
4. Berbagi
Berikan testimoni dan bagikan kepada keluarga dan teman-teman Anda. Yakinkan orang-orang di sekitar Anda bahwa menggunakan produk lokal memiliki banyak keuntungan. Testimoni dari mulut ke mulut lebih memiliki dampak signifikan daripada iklan yang dipasang di tepi jalan.
Atau kalau Anda adalah netizen yang aktif media sosial, bisa lho dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman menggunakan produk lokal. Mbok ya check in di kafe-kafe atau restoran cepat saji luar negeri itu agak dikurangi, ganti dengan kedai-kedai kopi atau rumah makan lokal.
*
Sejauh ini, mungkin Anda menganggap bahwa produk lokal hanyalah kerajinan-kerajinan tangan seperti batik, kriya, atau produk-produk etnik saja. Tentu saja itu kurang tepat. Footstep yang saya ceritakan di atas hanyalah satu di antara ribuan produk lokal yang tersebar di Indonesia. Produk lokal yang berusaha menjawab tantangan pasar global.
Tapi, kontribusi paling nyata untuk mendukung produk lokal bukan hanya dengan cara membeli, tapi dengan meneguhkan hati: dengan merasa bangga. Support your local brand and be proud of it.
Salam,
~eL
Apakah itu tas merek mentereng seharga puluhan juta yang Anda beli di Singapura? Ataukah baju-baju merek luar yang dengan bangga Anda beli di mal padahal Anda tidak tahu bahwa baju-baju itu dibuat di Bintan sana? Bisa jadi Anda lebih senang memakai sepatu merek terkenal hanya karena prestise sampai-sampai rela membeli barang-barang KW. Ataukah Anda adalah salah satu netizen yang sering mengunggah foto gelas kopi berlogo perempuan bermahkota lengkap dengan keterangan check in supaya orang-orang tahu bahwa Anda adalah masyarakat urban kekinian?
Jika itu yang terjadi, selamat! Anda sudah berkontribusi kepada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Tidak, saya tidak ingin mengatakan bahwa yang Anda lakukan adalah salah. Itu uang Anda, gaya hidup Anda. Silakan lakukan dan habiskan dengan cara Anda sendiri. Tapi, lain kali kalau rupiah merosot lagi, tidak usah memaki-maki pemerintah di media sosial karena toh Anda tidak memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian Indonesia.
*
KENAPA HARUS PRODUK LOKAL?
Pada tahun 2005-2010, saya pernah bekerja sebagai production coordinator dan shipping officer di beberapa pabrik di Bintan, Batam, dan Cimahi. Pekerjaan saya berurusan dengan impor dan ekspor. Pabrik-pabrik tempat saya bekerja memproduksi barang-barang dengan merek yang sering membuat kita orang Indonesia merasa bangga. Bukan karena kualitasnya, tapi karena prestisenya.
Batam, sebagai salah satu Kawasan Free Trade Zone (FTZ) menjadi salah satu pintu masuk barang-barang impor. Dari mulai cangkir plastik sampai kedelai, dari mulai mesin cuci sampai besi dan baja. Ratusan kontainer masuk setiap harinya di Pelabuhan Batu Ampar, memasok Indonesia dengan barang-barang yang sebetulnya bisa kita produksi sendiri. Sayangnya, saya menjadi bagian dari euforia FTZ itu. Menjadi petugas yang membuat dokumen-dokumen impor, memasukkan berkontainer-kontainer komoditas non migas, membanjiri pasar Indonesia dengan produk-produk yang sebetulnya bisa dibuat oleh anak negeri sendiri. Dari situ saya mulai merasa sedikit "muak". Sejak saat itu pula saya berhenti menggunakan produk impor kecuali untuk produk-produk yang memang tidak bisa dibuat oleh orang Indonesia.
Jadi kenapa harus produk lokal? Ya, kenapa tidak? Toh baju-baju dengan logo mentereng itu dibuatnya di Pulau Bintan. Toh sepatu yang sering menjadi ikon anak muda itu dibuatnya di Soreang dan Karawang. Toh tas-tas yang sering dipamerkan oleh ibu-ibu pejabat itu justru lebih banyak dipalsukan karena harganya yang tidak terjangkau.
Jika Anda masih butuh diyakinkan mengapa harus menggunakan produk lokal, ini keuntungan menggunakan produk lokal daripada produk luar:
Keuntungan Menggunakan Produk LokalSumber: Langit Amaravati
*
FOOTSTEP FOOTWEARNgomong-ngomong tentang produk lokal, Anda tentu ingat bahwa pasca krisis moneter pada tahun 1998, Bandung yang tadinya Kota Kembang bertambah julukannya menjadi Kota Factory Outlet (FO) dan Kota Distribution Outlet Clothing (DISTRO). Hal ini mungkin tidak menjadi istimewa jika outlet-outlet itu dibangun oleh para pengusaha yang sudah terbiasa berkecimpung di dunia bisnis. Hal ini menjadi istimewa justru karena para pengusaha FO dan DISTRO ini adalah anak-anak muda yang biasanya jangankan membuat usaha, move on dari mantan saja susah. Tapi tolong, jangan pernah ragukan kreativitas anak-anak Bandung, kami memang muda, tapi berbahaya. :)
Bisnis clothing line yang tadinya hanya berupa direct sales kemudian berkembang menjadi bisnis online. Ketika masyarakat semakin familiar dengan Internet, menginginkan kemudahan dalam segala hal termasuk belanja, bisnis clothing line online ini jelas menjawab tantangan pasar. Brand lokal dengan sistem pemasaran global. Isn't it great?
Tim Footstep FootwearSumber: Footstep
Dari sekian ratus clothing line baik offline maupun online yang digawangi para pemuda di Bandung, saya ingin memperkenalkan Footstep Footwear. Brand lokal ini mulai berdiri pada Oktober tahun 2012. Di awal berdiri, Footstep hanya memproduksi sepatu, lalu tahun 2015 mulai merambah ke tas.
Menurut hasil wawancara saya dengan Kang M. Randy Oktaviano, founder-nya Footstep, lelaki kelahiran tahun 1987 ini pada mulanya gemar mengoleksi sneakers, lalu mulai berpikir untuk menjadikan hobinya ini sebagai bisnis. Alasan sederhana memang, tapi ketika ditangani dengan kegigihan dan profesionalitas, alasan sederhana ini ternyata menuai hasil yang "tidak sederhana".
"Born to Make a History", begitulah moto Footstep Footwear. Saya kira moto itu tidak berlebihan karena setiap langkah besar tentu dimulai dari langkah-langkah kecil. Dengan kualitas produk yang mereka miliki, bukan tidak mungkin kalau cita-cita mereka untuk meramaikan dunia fashion internasional akan segera tercapai.
*PRODUK FOOTSTEP
Detail sepatu FootstepSumber: FootstepSiapa bilang bahwa produk-produk brand lokal tidak sanggup bersaing dengan produk global? Kalau berbicara tentang kualitas, produk yang ditawarkan Footstep justru sangat bisa bersaing di kancah internasional. Sebelum memerkenalkan produk-produknya, saya ingin memberikan semacam testimoni dan sedikit alasan kenapa Footstep saya katakan sebagai produk lokal yang sanggup bersaing di kancah internasional:
Desain. Dari sisi desain, produk Footstep akan memangkas kekhawatiran Anda tentang fashion. Oh iya, Anda tidak usah takut menggunakan model yang kehilangan zaman. Bahkan, jika dibandingkan dengan clothing line sejenis, model produk Footstep memiliki unique value. Kualitas. Rapi sekali. Saya tidak tahu bagaimana cara menggambarkannya dengan kata-kata, Anda bisa melihat kualitas pengerjaannya di foto yang saya sertakan di atas. Handmade. Dibuat oleh para perajin sepatu di Ciganitri, Bandung. Itu sebabnya mengapa setiap produk detail sekali. Saya sendiri mulai menggandrugi produk-produk handmade karena sensasi human touch-nya berbeda dengan produk pabrikan. Bahan. Menggunakan bahan-bahan dari kualitas terbaik mulai dari upper, lining, sampai sol. Harga. Ketika menggunakan produk-produk lokal, kadang kita agak takut dengan harga. Maklum, karena beban biaya produksi yang cukup tinggi. Tapi izinkan saya mengatakan bahwa ketakutan Anda tidak beralasan. Produk Footstep berada di kisaran Rp170 ribu-Rp250 ribu. Untuk sepatu yang bisa mendongkrak kegantengan Anda hingga 200%, it's worth it.
Bengkel sepatu FootstepSumber: Footstep
Footstep membagi produknya ke dalam 3 kategori:
1. Casual
Cosmo DarkbrownSumber: FootstepJenis sepatu yang bisa Anda gunakan ke kantor atau bertemu calon mertua.
BravoBrunoCosmoPedro Polar Derby
2. Sneakers
Wazza BrownSumber: FootstepYang ini bisa dipakai untuk jalan-jalan asyik atau whatever suits you. :)
BasicDeconFastoWazzaArenaEarth RebornTrainer
3. Bags
Obelix BlackSumber: FootstepEazyMonzaObelixRiver*LOCAL ISSUE, GLOBAL SOLUTIONKetika berbicara produk lokal, yang sering muncul di benak kita adalah kekhawatiran tentang daya saing. Sebagai pengguna produk lokal sekaligus sering mengamati bagaimana mereka menjalankan bisnisnya, saya juga memiliki kekhawatiran yang sama. Namun sejak memutuskan terjun ke bisnis online akhir tahun 2014 lalu, kekhawatiran saya sepertinya agak tidak beralasan. Ya, selain end user, saya juga reseller khusus sepatu-sepatu handmade Bandung. Cek IG kita ya, Sist! Hahaha. Well, anggaplah ini sebagai bentuk kontribusi nyata saya kepada produk-produk lokal. Idealisme dan bisnis ternyata bisa berjalan seiringan.
Nah, selama berinteraksi dengan para supplier, khususnya Footstep, saya kok merasa berbesar hati. Ada beberapa yang saya amati:
Manajemen. Footstep hanya digawangi oleh 4 orang tim inti, tapi jangan tanya profesionalitas mereka. Dengan manajemen yang baik seperti ini, saya yakin bisnis produk lokal akan terus berkembang.Marketing. Menggunakan berbagai media online dan offline, mudah sekali diakses. Saya juga mengamati berbagai media online mereka dari mulai website sampai twitter. Gaya marketingnya elegan, nyaris tidak pernah membuat kesal pelanggan. Komunikasi. Semua komunikasi ditangani dengan baik, tidak ada slow respons maupun supplier yang tanpa kabar. Anda yang sering berbelanja online pasti tahu bagaimana ngerinya ketika menunggu nomor resi. Tidak begitu dengan Footstep, nomor resi di-BC satu atau dua hari setelah pengiriman. Omzet. Ini rahasia, tapi diam-diam saya menghitung berapa jumlah nomor resi yang mereka kirimkan setiap harinya, rata-rata 40. Untuk skala UKM, ini jumlah yang cukup menenangkan.
Stand Footstep di Urbrand MarketSumber: Footstep
UKM GallerySumber: SMESCO
Lalu bagaimana dengan sosialisasi produk-produk lokal? Oh ada, dan banyak. Anda yang berada di Bandung dan sekitarnya tentu sudah hafal tentang pameran-pameran produk lokal yang sering diadakan. Salah satunya adalah Urbrand Market tanggal 21-27 September 2015 kemarin. Sempat berkunjung ke stand Footstep?
Atau kalau Anda sedang berjalan-jalan ke Jakarta, cobalah mampir SMESCO INDONESIA. Di sana ada UKM Gallery, tempat produk-produk lokal terbaik Indonesia dipamerkan.
Jadi ketika bisnis produk lokal dikatakan banyak sekali mengalami hambatan baik teknis maupun non teknis, barangkali kita harus mulai memecahkan masalah-masalah lokal itu dengan solusi global.
*CARA MENDUKUNG BRAND LOKAL
Cara Mendukung Brand LokalSumber: Langit Amaravati
Lalu bagaimana sih cara mendukung brand-brand lokal agar go global? Tidak sulit, kok. Anda tak harus menanamkan modal atau melakukan hal-hal besar seperti itu. Cukup dengan 4 langkah kecil tapi memiliki hasil yang signifikan.
1. Subsitusi
Lebih memilih produk lokal daripada produk impor. Misalnya, ketika Anda ingin membeli apel di pasar atau supermarket, pilihlah apel lokal. Toh harga, gizi, dan rasa apel lokal sebanding bahkan jauh lebih baik dari apel impor. Begitu juga dengan barang-barang lain, kalau masih ada produk lokal, mengapa harus menggunakan produk impor? Sesederhana itu.
2. Kontribusi
Kalau Anda memiliki ide bisnis produk lokal, silakan berkontribusi. Ini juga untuk meningkatkan geliat ekonomi di Indonesia.
3. Kritisi
Untuk mendukung produk lokal, tidak cukup hanya dengan komparasi antara produk impor dengan produk lokal kalau akhirnya Anda lebih memilih produk impor dengan alasan kualitas. Silakan beri kritisi yang membangun agar terjadi peningkatan kualitas produk lokal. Kalau produk lokal kita sanggup "bertarung" di kancah dunia, siapa lagi yang bangga kalau bukan kita?
4. Berbagi
Berikan testimoni dan bagikan kepada keluarga dan teman-teman Anda. Yakinkan orang-orang di sekitar Anda bahwa menggunakan produk lokal memiliki banyak keuntungan. Testimoni dari mulut ke mulut lebih memiliki dampak signifikan daripada iklan yang dipasang di tepi jalan.
Atau kalau Anda adalah netizen yang aktif media sosial, bisa lho dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman menggunakan produk lokal. Mbok ya check in di kafe-kafe atau restoran cepat saji luar negeri itu agak dikurangi, ganti dengan kedai-kedai kopi atau rumah makan lokal.
*
Sejauh ini, mungkin Anda menganggap bahwa produk lokal hanyalah kerajinan-kerajinan tangan seperti batik, kriya, atau produk-produk etnik saja. Tentu saja itu kurang tepat. Footstep yang saya ceritakan di atas hanyalah satu di antara ribuan produk lokal yang tersebar di Indonesia. Produk lokal yang berusaha menjawab tantangan pasar global.
Tapi, kontribusi paling nyata untuk mendukung produk lokal bukan hanya dengan cara membeli, tapi dengan meneguhkan hati: dengan merasa bangga. Support your local brand and be proud of it.
Salam,
~eL
Published on October 20, 2015 01:23
October 18, 2015
Punggung-Punggung yang Berjalan di Depan
:Haya Aliya Zaki, Shinta Ries, & Ani Berta
Tahukah kalian bahwa selama beberapa tahun terakhir saya sudah berhenti percaya kepada orang-orang? Saya berhenti menggantungkan harapan maupun mimpi kepada bahu dan rengkuhan tangan orang lain. Sebab tak ada seorang pun yang sanggup tinggal terlalu lama. Sebab di ujung setiap kisah, sayalah yang pada akhirnya menjadi perempuan yang ditinggalkan di ambang pintu, memandang punggung-punggung yang terus berlalu. Punggung yang tengah melaju pergi. Punggung yang tak pernah kembali.
Tapi ketika bertemu kalian bertiga, saya kembali diajarkan menjadi padi, menjadi api. Saya belajar bahwa hidup dan proses berkarya bukan hanya tentang diri saya sendiri, melainkan juga tentang bagaimana kita masih sanggup berbagi dan tetap rendah hati. Saya belajar bahwa menulis bukan hanya tentang kemampuan teknis, riset, dan mengolah ide-ide unik, tapi jauh lebih dalam daripada itu: menulis dengan hati.
Tahukah kalian bahwa selama beberapa tahun terakhir saya sudah bertekad untuk berdiri di atas kaki saya sendiri? Saya sudah bertekad untuk tidak lagi bergabung dengan berbagai macam komunitas jika pada akhirnya saya hanya dikhianati. Saya lelah ketika kehidupan pribadi saya menjadi cibiran, menjadi alasan bagi teman-teman di komunitas untuk menjatuhkan saya. Saya lelah ketika prestasi kepenulisan saya dijadikan alasan bagi mereka untuk merasa berjasa. Padahal, tak ada satu orang pun yang benar-benar membantu kecuali menikam-nikam punggung saya di belakang.
Saya lelah ...
Namun, setiap orang akan selalu bertemu dengan titik baliknya. Barangkali Sabtu, 5 September 2015 itu adalah titik balik saya. Saya mulai percaya bahwa berkomunitas bukan hanya bergerombol dalam kelompok tanpa melakukan sesuatu yang produktif. Saya mulai percaya bahwa dalam berkarya, kita membutuhkan teman-teman yang memiliki semangat serupa agar dapat meraih mimpi bersama-sama. Saya mulai percaya bahwa prestasi di bidang kepenulisan tak bisa saya usahakan sendiri, melainkan membutuhkan letupan-letupan api.
Maka kalian bertiga menjadi punggung-punggung yang tengah berjalan di depan. Punggung-punggung yang saya jadikan panduan.
Rasanya memang dibutuhkan jutaan langkah agar saya bisa sampai kepada titik kalian hari ini. Tapi jangan khawatir, kegigihan saya sudah terasah oleh waktu dan pengalaman. :)
*
Kerahkan segala daya dan upaya, insya Allah bisa.
Dikau udah punya modal (keterampilan) banyak buat terus maju. Jangan sia siakan.
-Haya Aliya Zaki
Mbak, Mbak tahu proses saya berkarya sejak dulu. Tahu bagaimana saya berkutat dengan berbagai macam lomba untuk memancangkan nama saya di hiruk pikuknya dunia penulisan. Saya juga tahu prestasi macam apa yang telah Mbak ukirkan. Mbak menjadi punggung yang memandu saya untuk terus menulis dengan hati, untuk terus berbagi tanpa henti.
Terima kasih karena selalu memberikan semangat. Terima kasih karena percaya dengan kemampuan yang saya miliki. Ketika banyak para penulis dan blogger senior menganggap saya bukan apa-apa, bahkan beberapa menganggap saya sebagai "ancaman", Mbak justru menepuk bahu dan mendorong saya melaju.
*
Saya selalu iri kepada perempuan-perempuan seperti Teh Shinta. Tidak banyak perempuan Indonesia yang sanggup bergelut di bidang web desain. Bertemu dengan Teteh membuat saya terlecut, punggung Tetehlah yang menjadi panduan bagi saya untuk terus belajar tentang seluk beluk web desain sekaligus sadar diri bahwa saya masih bukan apa-apa.
Saya tahu, mungkin dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi saya untuk bisa sampai membangun dan mengembangkan web sendiri. Tapi ada punggung Teteh yang akan terus saya jadikan patokan. Bagaimana saya bisa bosan atau menyerah jika punggung di depan saya terus berjalan?
*
Teh Ani ingat komentar-komentar kita di postingan Teteh tempo hari? Saya ingat dan serius ketika mengatakan saya akan mengikuti jejak kemenangan di lomba-lomba blog itu. Teteh menjadi punggung yang memandu saya untuk terus berprestasi, menjadi punggung yang mengingatkan saya bahwa saya bisa hidup dari hasil menulis.
Saya akan mempersembahkan setiap kemenangan di berbagai lomba blog yang saya ikuti untuk Teteh. Semoga kelak, jika saya sudah menjadi penulis dan blogger berprestasi, Teteh bisa menepuk dada dan berkata dengan bangga, "Sayalah salah satu penyulut tungku api perempuan penulis satu ini."
I'll make you proud. I promise.
*
Bagi saya, Fun Blogging bukan hanya sebuah komunitas, tapi juga rumah seperti yang dikatakan Kartika Putri M. Selamat ulang tahun, semoga terus menjadi api yang meletupkan semangat teman-teman blogger yang lain. Semoga terus menjadi tempat yang nyaman untuk berkumpul, berbagi, dan berpresatasi.
Jika saya diminta untuk memberikan pesan dan kesan tentang Fun Blogging, saya hanya punya satu kata: terima kasih.
~eL
Published on October 18, 2015 02:08
October 17, 2015
Lebih Baik Tidak Punya Pacar Daripada Tidak Punya Pulsa
Kalau diharuskan memilih, saya akan lebih memilih tidak punya pacar daripada tidak punya pulsa. Karena pacar belum tentu mau mengisikan pulsa, sedangkan pulsa bisa dipakai untuk mencari pacar. *eh gimana?
Well, di era teknologi informasi yang semakin maju seperti hari ini, pulsa baik fisik maupun pulsa elektrik, sudah bergeser dari yang hanya kebutuhan sekunder bahkan tersier menjadi kebutuhan primer. Bagi seorang freelancer dan pemilik online shop yang seluruh pekerjaannya berhubungan dengan Internet seperti saya, pulsa merupakan kebutuhan utama. Nyaris seluruh komunikasi dan alur pekerjaan memerlukan fasilitas Internet dari mulai mengunduh vektor, menerima dan mengirim surel, komunikasi dengan editor, mengunggah katalog sepatu ke media sosial, dan tentu saja menerima orderan.
Anda yang masih bisa hidup tanpa Internet barangkali akan mengatakan, "Halah, lebay kamu, Chan." Tapi bagi saya yang hidupnya berpusar di dalam jaringan, Internet dan pulsa adalah sebuah pintu agar saya bisa mengakses dunia. Saya online maka saya ada. :D
*
SAYA ONLINE MAKA SAYA ADAAnda mungkin bertanya-tanya mengapa pulsa Internet menjadi kebutuhan primer bagi saya. Seperti yang sudah saya singgung di atas, selain penulis saya juga desainer lepas di salah satu penerbit buku, lalu lintas pekerjaan saya tergantung sepenuhnya kepada jaringan Internet. Pulsa, terutama pulsa murah adalah kebutuhan utama agar honor saya tidak habis hanya untuk biaya operasional. Mari saya jabarkan peranan Internet bagi kehidupan saya sebagai pribadi dan profesi yang tengah saya jalani:
1. Media KomunikasiTetap terhubung dengan orang-orang adalah salah satu cara untuk menangani kesepian memperpanjang silaturahmi. Konon, banyak teman banyak rezeki. Karena nyaris setiap hari saya berkutat di depan komputer dan jarang keluar kosan kecuali untuk membeli makan, komunikasi dengan oran lain dilakukan melalui berbagai aplikasi chatting.
Jika dulu satu gebetan satu provider, sekarang saya hanya menggunakan satu smartphone besisi dua nomor telepon, tentu saja dengan lebih dari lima aplikasi chatting untuk menghindari salah kirim pesan yang bisa berakibat fatal. Agar lebih terorganisasi, saya mengelompokkan jenis komunikasi ke dalam beberapa opsi:
Telepon. Urgent matter only. Hemat pulsa. Hahahah.SMS. Ini untuk Ibu, Bapak, dan anak sulung saya Salwa.BBM. Khusus untuk online shop, komunikasi dengan supplier dan kustomer. WA. Biasa digunakan untuk berkomunikasi dengan teman dan beberapa kustomer yang tidak memiliki BBM.Facebook Messenger. Untuk komunikasi dengan editor, kustomer, dan teman-teman di facebook.Line. Khusus untuk online shop.Hangout. Saya hanya menggunakan hangout untuk berkomunikasi dengan satu orang. Jadi kalau Anda melihat hangout saya online, itu artinya saya sedang pacaran. *ecieee ... ecieee ...Selain tujuh aplikasi di atas, ada juga DM dan IG messenger. Hari ini, dengan berbagai macam media komunikasi, susah bersembunyi dari dunia. Tapi itu risiko yang harus saya ambil.
2. Lalu Lintas Pekerjaan & Komunikasi FormalLalu lintas pekerjaan ini memakan bandwidth yang cukup besar. Kenapa ini penting? Karena selain Bali Post, nyaris semua redaktur koran atau majalah hanya menerima kiriman tulisan melalui email. Juga karena saya freelancer yang berdomisili di Cimahi sedangkan penerbit saya ada di Jakarta, tidak mungkin atuh order layoutan dikirim melalui jasa ekspedisi.
File tulisan biasanya jarang bermasalah karena file-nya tidak terlalu besar. File desain ini yang sering membuat sakit kepala. Besar file-nya dari mulai 5 MB-850 MB.
Saya memakai tiga media untuk menerima dan mengirimkan pekerjaan:Surel atau email. Untuk mengirimkan tulisan kepada media, menerima dan mengirimkan orderan desain dari dan ke editor, dan media komunikasi untuk urusan-urusan formal.Google Drive. Untuk menerima dan mengirimkan file yang lebih dari 25 MB. Wetransfer. Alternatif lain ketika harus menerima dan mengirimkan file yang lebih dari 25 MB. Kapasitasnya sampai 2GB dalam satu kali pengiriman, sayangnya file yang dikirimkan akan terhapus dari server dalam waktu seminggu. 3. Media PenyimpananKehilangan data pekerjaan adalah bencana maha besar, itu sebabnya semua data pekerjaan saya unggah ke Google Drive. Sepanjang saya tidak terkena amnesia attack dan lupa password, data-data saya aman di dalam jaringan.
4. Media PenulisanMedia penulisan ya blog inilah. Tempat saya mengunggah curhatan hasil pemikiran agar suara saya tidak padam ditelan waktu, seperti kata Pram. Selain blog pribadi, saya juga menjadi kontributor tidak tetap di beberapa website. Kadang, produktivitas bekarya saya tergantung kepada kecepatan Internet. Agak menyedihkan memang. 5. ResourcesInternet juga berfungsi sebagai ensiklopedia. Berbagai macam informasi dan sumber daya bisa saya temukan di sini. Dari Internetlah saya mencari rujukan untuk bahan tulisan, info lomba, atau tutorial dan inspirasi desain. Selain itu, banyak sumber daya yang bisa saya dapatkan baik yang berbayar maupun yang gratisan. Biasanya saya mengunduh software, image, vektor, atau bahan ilustrasi dari berbagai website.
6. Media Sosial & Media PromosiBagi saya, media sosial bukan hanya tempat haha hihi atau ngeksis nggak jelas. Melalui media sosial karier kepenulisan saya terus-menerus digaungkan, menjadi media personal branding sekaligus interaksi dengan sesama penulis, redaktur, dan tentu saja pembaca.
Saya juga memakai media sosial sebagai tempat promosi sepatu jualan saya. Katalog saya unggah di facebook page dan IG.
See? So, tell me, bagaimana saya bisa hidup tanpa Internet? Katakan, bagaimana saya bisa hidup tanpa Internet? *fade in fade out
*
HABIS PULSA DAN BENCANA SETELAHNYAKalau dengan gebetan, habis pulsa bisa dijadikan modus, kalau dengan editor atau kustomer? Yang ada juga kita akan dicap tidak profesional. Kehabisan pulsa bagi seorang freelancer dan aktivis online shop adalah bencana. Sampai sebegitunya? Iya, sampai sebegitunya. Banyak pengalaman memalukan mengharukan ketika kehabisan pulsa. Pengalaman yang seharusnya saya jadikan pelajaran agar tidak lupa top up.
1. Heroik Moment
Pukul 11 malam, pulsa Internet habis, konter pulsa elektrik sudah tutup, tetangga kosan sudah pada bobo ganteng, teman yang biasa dimintai tolong mengisikan pulsa no respons, sedangkan file desain harus dikirim saat itu juga karena akan masuk proses cetak. Saat itu saya sedang hamil 8 bulan dan tinggal sendirian. Adakah situasi yang lebih kritis daripada itu?
Dalam bekerja, saya selalu berusaha seprofesional mungkin. Saya tidak ingin hambatan-hambatan teknis seperti ini mengganggu performa saya di depan penerbit. Tadinya mau mengisi pulsa via ATM tapi dibatalkan karena pernah punya pengalaman mengecewakan, saldo habis, pulsa tidak sampai. Saat itu saya belum tahu kalau ada Pulsa Elektrik Jakarta yang bisa diakses selama 24 jam, jadi pergilah saya ke warnet sendirian.
Mencari warnet 24 jam di daerah Cimahi adalah perkara lain lagi. Karena saya pendatang baru dan tidak begitu hafal daerah jajahan, akhirnya saya naik angkot ke Bandung. Untungnya bisa menemukan warnet di daerah Rajawali. Saya pulang lewat tengah malam, naik angkot. Ketika duduk di angkot beberapa orang memandangi saya, mungkin mereka kira saya akan melahirkan dan sedang mencari pertolongan atau seorang istri yang minggat dari suaminya. Heroik moment-lah.
2. Miss. Nyasar
Sebagai Miss. Nyasar, saya mengandalkan GPS sebagai petunjuk arah jika bepergian ke hati baru tempat baru. Iya, sesekali bertanya juga kepada orang-orang yang saya temui di jalan atau kepada sopir angkot. Tapi ya itu, kadang over believe kepada teknologi membuat kita lengah. Pernah suatu hari mau pergi ke Brigif yang jaraknya hanya 7 KM dari kosan saya di Cibabat, tapi tidak pernah sampai. Alasannya? Karena di tengah jalan masa aktif paket data saya habis dan Google Maps mati tanpa saya ketahui. Bukannya sampai ke Brigif, saya malah sampai ke Padalarang. Poor me. Hey, jangan tertawa.
3. Slowres
Aktivis online shop itu tidak boleh kehabisan pulsa. Kustomer tidak akan mau mendengar alasan-alasan tidak esensial semacam, "Maaf slowres, kemarin pulsa saya habis." Ini bisnis, saudara-saudara. Kepuasan pelanggan di atas segala-galanya. Ya, saya pernah kehilangan beberapa kustomer gara-gara paket data saya habis.
4. Kehilangan Kesempatan
Dari semua insiden mengharukan akibat kehabisan pulsa, insiden inilah yang paling menyesakkan dada. Kejadiannya kurang dari tiga bulan yang lalu. Waktu itu saya sedang di jalan, ada teman yang mengirimkan BBM, menawarkan pekerjaan untuk jadi tim riset di luar kota. Ketika mau saya balas, BBM saya pending terus karena masa aktif paket data habis beberapa menit sebelumya. Tadinya saya kira masih ada kesempatan, jadi dengan santai saya membalas BBM itu beberapa jam kemudian.
Karena saya no respons sedangkan teman saya itu membutuhkan tim riset dengan segera, ternyata kesempatan itu sudah diberikan kepada orang lain. Mau tahu berapa honornya? Tolong jangan pingsan, 6.000 dollar untuk riset selama 2 bulan. Nyesek, kan? Sakit hati Neng, Kang. Sakiiittt ...!
*
Saudara-saudara sekalian, demikianlah bencana-bencana yang pernah saya hadapi ketika kehabisan pulsa. Sebagai masyarakat urban kekinian, sudah sepantasnya saya meminimalisasi hambatan-hambatan teknis seperti di atas, bukan? Kok jadi pidato?
Well, sejak insiden-insiden tersebut, saya tidak pernah lagi mengabaikan SMS pemberitahuan dari operator. Jika ada SMS yang mengabarkan bahwa paket data saya sudah hampir habis, cepat-cepat saya isi. Begitu juga dengan modem, saya selalu memastikan agar kuotanya masih terisi agar tidak menghambat pekerjaan.
Biasanya saya membeli pulsa di konter depan kosan atau ngutang membeli di Ceu Ayu, teman sesama penulis. Tapi, dengan kebutuhan pulsa yang kontinu dan mendesak, sepertinya saya harus menambah alternatif pengisian pulsa lainnya. Pulsa Murah Jakarta sepertinya asyik dijadikan "partner" bagi si pelupa ini. Aksesnya mudah, 24 jam, dan harganya bersaing. Ya netizen mana sih yang tidak ngiler ketika tahu ada pulsa murah? Tambahan lagi nih, sepertinya server pulsa yang satu ini cocok untuk juga untuk bisnis. Lumayan untuk nambah-nambah DP kredit beli rumah.
Saya cukupkan sekian penderitaan pengalaman saya ketika kehabisan pulsa ini. Anda punya pengalaman serupa atau bahkan lebih mengenaskan? Please feel free to share.
Have a nice day,
~eL
Published on October 17, 2015 22:46
October 16, 2015
Tak Ada Mimpi yang Tak Sanggup Saya "Beli"
Saya percaya bahwa setiap mimpi akan selalu memiliki jalan untuk diwujudkan. Saya percaya bahwa harapan yang terus-menerus dilapalkan suatu saat akan direspons oleh semesta. Saya percaya bahwa Tuhan akan senantiasa berbaik hati kepada manusia yang bersungguh-sungguh berdoa dan berusaha. Saya percaya ....
Ketika membuat blog di awal tahun 2009, satu-satunya yang saya harapkan adalah agar tulisan-tulisan saya dibaca orang, tak lebih. Isinya kebanyakan puisi-puisi dan curhatan terselubung mengenai KDRT yang saya alami. Hidup di perantauan bersama suami tukang siksa dan jauh dari keluarga membuat saya kesepian. Satu-satunya pelarian yang saya tahu adalah menulis. Karena saya tidak punya komputer, nyaris setiap hari saya menulis dalam sebuah buku lalu mengetik dan mempostingnya di kantor. Teman-teman kantor saya tahu bahwa saya penulis, pun dengan atasan saya. Tak ada yang protes jika saya ngeblog asalkan pekerjaan kantor sudah selesai.
Menulis bagi saya bukan hanya pilihan profesi, melainkan takdir yang harus selalu digenapi. Takdir yang membawa saya ke stasi-stasi yang tak pernah saya kira sebelumnya. Bersamaan dengan bergulirnya waktu, ketika cerpen-cerpen saya mulai dimuat di media massa, ketika blog saya mulai sering dikunjungi pembaca, dan ketika saya terjun bebas menjadi fulltime writer, target pencapaian saya pun mulai bertambah.
Banyak sekali mimpi yang ingin saya wujudkan dari menulis blog, materi maupun non materi. Seperti yang pernah dikatakan Mak Winda Krisnadefa a.k.a Emak Gaoel dalam salah satu blogpost-nya, banyak peluang yang bisa didapat dari ngeblog. Selama tujuh tahun si Mak ini membangun brand dari mulai nobody sampai bisa menjadi seleb blog dan mampu menggaet brand-brand besar. Dari orang-orang seperti inilah saya belajar, jika ada mimpi yang harus dikejar, then Go For It. Kejarlah mimpi sampai ke titik paling tinggi.
*
Ada hal-hal yang tidak bisa dinilai dengan uang. Ada harapan-harapan yang hanya bisa diwujudkan dengan ketulusan, dengan semangat berbagi kebaikan.
*
Munafik kalau saya mengatakan tak mengharapkan apa-apa dari blog saya. Toh mimpi membutuhkan jalan untuk menuju kenyataan. Itu sebabnya saya tidak pernah main-main ketika mengerjakan sesuatu, termasuk menulis.
*
Ketika ngeblog, banyak sumber daya yang saya gunakan dari mulai aplikasi online sampai sofware offline. Saya menggunakan Adobe Indesign untuk membuat ilustrasi dan infografis yang Anda lihat dalam postingan ini. Selain itu, ada beberapa aplikasi yang sering saya gunakan. "Untuk mempermudah hidup," begitu saya menyebut aplikasi-aplikasi ini. Di antaranya:
*
Berbekal rasa percaya itulah, saya mengerahkan seluruh sumber daya yang saya miliki untuk mengejar mimpi. Dulu, saya menganggap bahwa hidup adalah jalan-jalan curam sehingga mustahil bagi saya untuk mewujudkan apa pun yang saya inginkan. Hari ini, hidup adalah sebuah petualangan, tempat mimpi-mimpi ada, tempat harapan demi harapan digaungkan kepada semesta. Hari ini, tidak ada mimpi yang tidak sanggup saya "beli".
Ketika tangan dan kaki saya sudah bekerja hingga ke titik keringat penghabisan, giliran doa yang menggenapkan usaha.
“Tuhan, terima kasih atau berbagai kesempatan dan kemudahan yang Kau berikan. Terima kasih karena sudah menetapkan jalan yang harus aku tapaki. Kelak, jika aku tiada, semoga tulisan-tulisanku tetap bergaung dan berjejak di benak orang-orang.”
~eL
*
Tulisan ini diikutsertakan dalam "Blog Competition, Go For It with Blog Emak Gaoel"
Published on October 16, 2015 02:26
Mimpi dan Ilusi
- Skylashtar Maryam's profile
- 8 followers
Skylashtar Maryam isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.

