Skylashtar Maryam's Blog: Mimpi dan Ilusi, page 11
July 13, 2015
REVOLUSI PUBLIC SERVICE, MEMANUSIAKAN MANUSIA
Korporasi besar, apalagi bank, bagi orang awam selalu mendatangkan rasa segan. Gedung yang tinggi, tata ruang yang rapi, para petugas bank bersetelan necis dan wangi. Intimidatif. Kalau saja bukan karena transaksi keuangan yang mengharuskan seseorang memiliki rekening di bank, ingin rasanya saya menabung di celengan saja. Atau kalau bisa, semua transaksi dilakukan melalui pos wesel agar saya bisa datang ke kantor pos sambil melihat-lihat koleksi perangko terbaru sekaligus bernostalgia tentang surat-surat yang sering dikirimkan pada zaman sahabat pena. Tapi percepatan kemajuan zaman telah menggerus apa saja, mereka yang tidak ikut arus akan tenggelam. Pilihan saya hanya dua: bertahan jadi orang konvensional dan mengalami berbagai kesulitan atau berdamai dengan rasa nyaman dan ikut arus peradaban. Saya memilih yang kedua. *
TABUNGAN PERTAMA Saya memiliki tabungan pertama di usia 15 tahun, kelas 3 SMP. Menabung di salah satu bank swasta karena letaknya bersebelahan dengan sekolah saya. Dananya tentu saja “titipan” dari Ibu karena beliau segan datang ke bank apalagi jika harus membubuhkan berbagai macam tanda tangan. Saat itu belum ada revolusi public service di dunia perbankan. Sebagai anak yang dibesarkan di tengah lingkungan masyarakat kelas bawah, menabung di bank adalah sebuah kemewahan. Setiap kali datang ke bank untuk menyetor atau melakukan penarikan, saya harus bertarung dengan perasaan takut salah mengisi formulir, takut salah teller, lebih takut lagi kalau harus duduk di depan meja customer service. Mungkin bagi Anda ketakutan saya dulu tidaklah beralasan, tapi bagi gadis berusia 15 tahun yang uang sakunya hanya 500 rupiah per hari, bank adalah simbol kemakmuran, simbol kekayaan, simbol ke-wah-an. Anda tidak akan mengerti betapa ngerinya saya waktu itu ketika melihat berbagai macam mobil di tempat parkir, atau ketika melihat para nasabah lain, orang dewasa berpenampilan seperti orang penting. Sementara saya hanya gadis berseragam putih biru yang berusaha keras menghafal warna-warna formulir. Tabungan pertama saya itu ditutup setelah satu tahun karena Ibu memutuskan untuk menyimpan uang di tempat selain bank. Saya pun berhenti datang, berhenti menghafal berbagai warna formulir.
TABUNGAN KEDUA, KETIGA, KEEMPAT Saya memiliki tabungan kedua pada tahun 2005, waktu itu hanya untuk kepentingan transaksi gaji sehingga semua urusan pembukaan tabungan dilakukan perusahaan. Saya tinggal datang, tanda tangan, menerima kartu ATM, sudah. Begitu juga dengan tabungan ketiga dan keempat. Interaksi saya dengan bank hanya sampai di mesin ATM, lainnya tidak. Bahkan untuk mencetak buku tabungan pun saya segan.
* Tahun 2012, ketika saya terjun bebas ke dunia penulisan, keberadaan rekening bank semakin memiliki urgensi yang tinggi. Semua rekening saya sudah ditutup kecuali satu, sisa dari tempat kerja saya yang terakhir. Mula-mula hal ini tidak menjadi masalah karena toh penerbit dan media masih bisa mengirimkan honor melalui rekening tersebut. Tapi bank saya ini memiliki cabang dan mesin ATM yang jumlahnya terbatas. Untuk mengambil uang sejumlah 50 ribu saja saya harus naik angkot dua kali, belum lagi sering terjadi keterlambatan transfer karena beda bank dengan media. Saya menyerah. Sudah waktunya membuat rekening baru.
MENGAPA MEMILIH BNI? Bagi seorang penulis musafir, memilih bank lebih seperti ketika memilih tempat makan: dekat, murah, kenyang. Enak di lidah atau menu yang beragam adalah pertimbangan kesekian, bahkan nyaris di luar pemikiran. Tidak ada pertimbangan tingkat suku bunga bersaing atau hal-hal seperti itu. Jadi yang menjadi pertimbangan saya ketika memutuskan untuk memercayakan transaksi keuangan saya kepada BNI lebih kepada hal-hal sederhana. Pertama, jumlah setoran awal. Tahun 2012, jumlah setoran pertama di BNI itu 250.000 rupiah, cukup terjangkau. Berbeda dengan bank lain yang berkisar antara 500 ribu – 1 juta. Ada sih bank lain yang setoran pertamanya 100 ribu, tapi tidak memenuhi syarat lainnya. Bahkan untuk melakukan riset kecil ini pun saya enggan datang ke bank, saya melakukannya dengan berkunjung ke website-website bank yang bersangkutan. Kedua, kemudahan akses. Keberadaan cabang dan mesin ATM dalam radius minimal 300 meter dari tempat tinggal saya. Juga keberadaan mesin ATM di tempat-tempat umum. Saya tidak tahu ada berapa ratus ATM BNI di seluruh Bandung, yang jelas hilang sudah ketakutan naik angkot dua kali hanya untuk mengambil uang 50 ribu. Hahahaha. Ketiga, fasilitas internet dan SMS banking. Era Internet mengecilkan dunia sekaligus memudahkan langkah. Saya ingin internet banking yang user friendly. Kalau untuk cek saldo saja diperlukan waktu lebih dari 10 detik, apa bedanya dengan “ngesot” ke ATM terdekat? Untuk riset yang ini, saya bertanya kepada teman-teman yang memiliki rekening dari berbagai bank. Melakukan komparasi berdasarkan testimoni. Keempat, kuantitas pemilik rekening yang sama. Nyaris semua penerbit dan media memiliki rekening BNI. Jadi tidak ada lagi cerita “Maaf Mbak, honor belum ditransfer karena beda bank”. Juga karena mantan suami saya hanya punya rekening BNI jadi setiap kali dia mau transfer uang sekolah untuk anak kami, saya tidak perlu mendengar gerutuan susah transfer karena beda banklah, tidak bisa transfer via SMS bankinglah, dan alasan-alasan lain yang tidak bisa saya ceritakan di sini. Iya, saya juga curiga bahwa pertimbangan utama adalah alasan yang keempat. Hahahah.
*
REVOLUSI PUBLIC SERVICE, MEMANUSIAKAN MANUSIA Jika ketika saya remaja datang ke bank adalah sebuah “siksaan”, maka ketika dewasa hal itu berubah menjadi sebuah tantangan. Saya sudah kenyang diberi pandangan mencemooh oleh para SPG yang mengedarkan pamflet mobil atau apartemen hanya karena penampilan saya yang sederhana. Saya sudah kenyang diberi pelayanan seadanya hanya karena saya tidak menenteng kunci mobil. Saya sudah kenyang diberi penjelasan dengan nada jengkel oleh para petugas di tempat pelayanan publik instansi pemerintah hanya karena saya banyak bertanya. Saya tidak butuh satu lagi perlakuan yang merendahkan. Pada bulan Agustus tahun 2012, datanglah saya ke BNI KCP Maranatha di Jalan Suria Sumantri. Tadinya saya ingin berdandan agak pantas supaya merasa lebih percaya diri, kalau perlu memakai sepatu hak tinggi, tapi saya urungkan. Karena setelah dipikir-pikir kembali, dengan berpenampilan seperti itu, artinya saya membenarkan rasa segan dan takut saya terhadap korporasi besar yang barangkali saja tidak beralasan. Maka saya datang dengan kostum penulis: jeans robek, sandal jepit, dan kaos hitam bertuliskan “Tuhan bersama para penyair”. Tak lupa saya membawa buku untuk berjaga-jaga kalau-kalau bank penuh dan saya harus menunggu. Kalau ada orang yang dilarang masuk ke bank karena ia memakai sandal jepit, saya akan memaksa semua media untuk mengirimkan honor saya via pos wesel. Di pintu masuk bank, saya disambut oleh sekuriti perempuan yang berpenampilan seperti polwan di televisi. Dia membukakan pintu, tersenyum, dan bertanya, “Mau ke loket apa, Mbak?”. “Saya mau membuka tabungan,” jawab saya. Mata saya melirik sandal jepit yang saya kenakan, merasa salah tingkah. Perempuan di depan saya memijit mesin di sampingnya, lalu menyerahkan secarik nomor antrean. “Customer service-nya sedang melayani nasabah lain, ini nomor antreannya. Silakan tunggu di sebelah sana,” katanya. Saya mengenggam nomor antrean itu, duduk di kursi tunggu, dan mulai menggerak-gerakkan kaki, masih gelisah. Oke, so far saya belum diusir atau diberi tatapan mencemooh. Buku di tangan saya tidak jadi dibuka karena saya sibuk mengamati ruangan bank beserta orang-orang di dalamnya. Ruangan berpendingin udara, bersih, dan wangi. Teller dan petugas CS berpakaian rapi yang tak henti-hentinya tersenyum, sekuriti di belakang yang sedang melakukan ritual yang sama dengan ketika saya datang pertama kali, serta para nasabah lain dengan penampilan beragam. Efek intimidatifnya masih sama dengan bertahun-tahun lalu, meski sedikit berkurang. Ketika tiba giliran saya, seorang perempuan berjilbab di meja customer service mengulurkan tangan dari balik meja, memperkenalkan namanya, lalu mempersilakan saya duduk. Saya mengutarakan niat saya datang ke bank dan dia mulai menyiapkan berbagai dokumen untuk keperluan pembukaan rekening. Saya memerhatikan gerak-gerik dan mimik wajahnya, mencari-cari raut mencemooh atau apa. Tidak ada. Yang saya temukan hanyalah senyuman dan raut wajah petugas yang ramah. Jika ada, mungkin saya akan angkat kaki saat itu juga. “Penulis ya?” tanyanya ketika membaca aplikasi saya. “Oh? Hmmm … iya,” jawab saya gugup. Tidak siap diberi pertanyaan seperti itu. “Wuih, hebat. Dari dulu saya selalu ingin menjadi penulis tapi malah jadi pegawai bank,” dia memasang tampang menyesali diri sementara tangannya sibuk bekerja. Saya tertawa. Tidak tahu reaksi seperti apa yang harus saya berikan. “Nulis apa?” tanyanya lagi. “Cerpen dan puisi, sekarang sedang berusaha menulis novel,” jawaban yang terlalu panjang. Biasanya, kalau lawan bicara diberi jawaban seperti ini, mereka akan berhenti bertanya. Petugas CS di depan saya tidak. Sambil bolak-balik meminta tanda tangan, dia mulai bercerita tentang buku-buku yang dia baca, tentang para penulis favoritnya. Dia bahkan bisa membedakan cerpen dengan novel, sesuatu yang tidak semua nonpenulis tahu. Saya terkesan. Karena ingin menguji sejauh mana keramahan perempuan di depan saya, banyak sekali pertanyaan yang saya ajukan. Dari mulai tetek bengek internet banking sampai remeh-temeh soal SMS banking. Saya bisa membacanya di kertas yang dia sodorkan sebetulnya, tapi saya ingin bertanya, ingin mendengar penjelasan, ingin menguji kesabaran. Petugas di depan saya lolos ujian. Saya semakin terkesan.
Ketika urusan saya sudah selesai, dia bertanya apakah karya saya sudah dipublikasikan atau belum, saya menyebutkan judul buku dan beberapa nama koran. “Bisa juga dibaca di blog saya,” saya menambahkan. “Oh ya? Boleh minta alamat blog-nya?” dia mengambil secarik kertas, siap mencatat. Saya menyebutkan alamat blog, dia mencatatnya dengan sungguh-sungguh kemudian memasukkan carikan kertas itu ke saku blazer. Saya tidak tahu apakah dia benar-benar berkunjung ke blog saya dan membaca atau tidak, yang jelas saya pulang dengan kesan yang berbeda. Begitu keluar dari Gedung UKM setelah sebelumnya diantar ucapan terima kasih sekuriti perempuan, saya menoleh ke belakang, lalu melangkah ke jalan ditemani senyuman. Ketakutan dan rasa segan saya hilang. Bank yang tadinya memiliki efek intimidatif berubah menjadi tempat menyenangkan. Ini bukan hanya masalah keramahan pelayanan, melainkan juga bagaimana cara para petugas di sana memperlakukan nasabah bukan hanya sebagai nasabah, tapi juga melakukan personal touch. Mungkin mbak-mbak CS di KCP Maranatha itu hanya berbasa-basi, mungkin hanya improvisasi, mungkin juga itu adalah hasil coaching, tapi saya tidak peduli. Saya hanya peduli bahwa bidang pelayanan publik sudah mengalami banyak sekali revolusi. Saya hanya peduli bahwa dengan penampilan gembel pun, perlakuan yang saya terima tetap sama.
*
Bukan saya namanya kalau bisa mengingat password dalam waktu lama. Dua bulan kemudian saya datang ke bank yang sama karena internet banking saya diblokir, alasannya tentu saja karena saya lupa password. Saya diterima dengan keramahan yang sama, dilayani oleh petugas yang sama, dia bahkan mengingat wajah saya dan bertanya apakah sudah ada tulisan baru atau belum. Setelah pindah ke Cibabat, Cimahi, akses ke BNI lebih mudah lagi. Cabang BNI terdekat terletak tepat di pinggir gang tempat kos saya. Anda tahu? Saya melakukan “uji coba” yang sama terhadap BNI Cabang Cibabat ini, datang dengan kostum penulis. Tentu saja kali ini urusannya berbeda, bukan lagi membuka tabungan, melainkan lupa (lagi) password internet banking. Sesekali saya datang hanya untuk mencetak buku tabungan. Kali lain hanya untuk bertanya soal Tapenas atau Taplus Anak. Di lain kesempatan sok-sokan bertanya soal aplikasi kartu kredit. Tidak ada keramahan yang berubah, rasa tidak nyaman bertahun-tahun lalu itu hilang sudah. *** Cerita saya barangkali hanya seremah kisah di tengah hiruk-pikuknya dunia perbankan. Tidak sebanding dengan fluktuasi kurs dollar, deposito milyaran rupiah, tingkat suku bunga, atau ingar-bingar hadiah mobil bernilai puluhan jutaan rupiah. Tapi hal-hal renik seperti inilah yang kadang dilupakan oleh korporasi-korporasi besar. Nasabah tidak hanya perlu rasa aman ketika memercayakan uangnya kepada suatu bank, kami juga perlu rasa nyaman yang diinduksikan melalui relasi antarmanusia.
Seperti yang dikatakan Dee dalam Supernova KPBJ, tidak ada jalan lain untuk percaya selain merasa percaya. Dan saya percaya.
~eL
(Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blogging #69TahunBNI)
Published on July 13, 2015 00:26
June 9, 2015
Menyiasati Masa Depan
Saya single parent dengan dua orang anak. Yang sulung, Salwa, tahun ini naik ke kelas 6 SD. Yang bungsu, Aksa, baru berusia 8 bulan. Sebagai pekerja lepas dan aktivis online shop, saya tidak memiliki pos pemasukan rutin. Sebaliknya, ada pos-pos pengeluaran rutin yang harus dipenuhi setiap bulannya. Bayar kos, bayar pengasuh, susu, diapers, pulsa, uang saku Salwa, dan lain-lain. Dengan situasi finansial seperti ini, memiliki tabungan rasanya nyaris mustahil. Tapi, masa depan anak-anak adalah sesuatu yang harus diperjuangkan, bukan?
Hemat saja tidak cukup, dibutuhkan langkah-langkah revolusioner agar petuah-petuah financial solution seperti di cermati.com bisa diaplikasikan.
---
MEMBUAT RENCANA MASA DEPAN
Setiap orang harus punya goal, bukan? Semacam hal-hal yang ingin dicapai dalam rentang waktu tertentu. Dengan begini, saya, juga Anda bisa tahu apa dan berapa target yang ingin dicapai. Berkenaan dengan finansial, goal saya adalah:
1. DP RUMAH
Ingin punya rumah supaya bisa mengajak Salwa tinggal bersama (sekarang Salwa tinggal bersama Ibu). Setelah dikalkulasi, menabung untuk membeli rumah akan menghabiskan seluruh usia saya, jadi saya memutuskan untuk kredit.
Tahun ini, DP rumah tipe 40 di daerah Bandung pasisian itu sekitar 15-20 juta. Tiga tahun lagi mungkin akan naik sampai kisaran 30 juta. Jadi target saya adalah mengumpulkan 40 juta selama 3 tahun.
Ilustrasi DP Rumah2. BIAYA PENDIDIKAN SALWA
Salwa ingin masuk fakultas kedokteran. Artinya adalah uang kuliah yang mahal. Hahahah. Biaya masuk SMP memang tidak dipersiapkan secara khusus karena waktunya tidak cukup, yang dipersiapkan hanya tabungan untuk masuk SMU dan PT.
Memang sih, katanya biaya masuk SMU di Jabar itu gratis, tapi mempersiapkan biaya sejak dini tidak ada salahnya. Kan masih harus membeli baju seragam, buku, sepatu, dan lain-lain.
Untuk SMU , saya mengalokasikan dana sebesar 25 juta rupiah. Untuk biaya kuliah, saya memakai tabulasi UKT (Uang Kuliah Tunggal) Fakultas Kedokteran UNPAD. Tahun 2015, biaya UKT kelompok 5 FK UNPAD = 13 juta/semester. Dengan perkiraan naik 10% tiap tahun, 6 tahun dari sekarang biaya UKT jadi 13+6.8=20.8 juta/semester.
Estimasi Biaya Pendidikan Salwa3. BIAYA PENDIDIKAN AKSA
Untuk pendidikan Aksa, saya memakai tabulasi tabungan pendidikan salah satu bank. Seperti di bawah ini:
Estimasi Biaya Pendidikan Aksa---
Jadi berapa tuh dana yang harus dipersiapkan untuk rencana masa depan?
Total Tabungan Per BulanSebentar, 5.9 juta per bulan? Apa ga sebaiknya saya cari sumber penghasilan lain dari sekarang ya? Suami, misalnya. *aduh, tolong sandalnya jangan dilempar dulu*
---
MENYIASATI MASA DEPAN
Berbeda dengan para pekerja tetap, kondisi finansial pekerja lepas itu tidak ditentukan oleh tanggal gajian. Kalau perkejaan selesai ya dibayar, kalau tidak ya tidak ada pemasukan. Seseorang pernah mengatakan, jika ingin merasakan sebenar-benar kehidupan, keluarlah dari zona nyaman. Nah, punya pekerjaan tetap dan setiap bulan gajian bagi saya adalah zona nyaman. Sedikit membosankan, kurang deg-degan. :D
Sejak menjadi penata letak lepas di salah satu penerbit bulan Agustus tahun 2014 silam, setiap bulannya tidak pernah membosankan. Selalu penuh debar. Hidup saya dimulai dari deadline yang satu dan berakhir di deadline yang lain. Tidak ada waktu untuk bosan, I enjoy it.
Agar setiap bulannya bisa settle dan bisa menabung juga, berikut siasat yang saya gunakan:
1. TARGET PEMASUKAN
Tantangan yang harus saya hadapi adalah bagaimana caranya supaya pos-pos pengeluaran rutin bulanan tetap bisa terpenuhi, juga bisa menabung. Caranya adalah dengan memasang target. Setiap bulan biasanya saya bisa menyelesaikan paling banyak tiga tata letak buku. Fee yang didapat cukuplah untuk meng-cover yang 5.9 juta itu. Lha, terus gimana bayar kos, makan, beli susu, beli diapers? Maka dari itu, Saudara-saudara. Mulai bulan ini target saya naikkan jadi 5 buku per bulan. Nggak ada lagi nongkrong-nongkrong ga jelas, nggak ada lagi waktu yang terbuang percuma.
Ini juga salah satu motivasi utama mengapa saya membuka OS, supaya ada pos pemasukan lain. Targetnya adalah closing minimal 3 item/hari.
2. KATEGORI PEMASUKAN VS PENGELUARAN
Saya punya 2 pos pemasukan dan 3 pos pengeluaran.
1. Tata letak ==> Tabungan & pengeluaran tetap (bayar kos, bayar pengasuh)
2. OS ==> Biaya hidup sehari-hari (makan, uang jajan Salwa, biaya kebutuhan Aksa)
3. MENGENDALIKAN PENGELUARAN
Nah ini nih yang nauzubillah susahnya. Emak-emak kan selalu punya alasan untuk belanja. Saya punya masalah pengendalian diri ketika mengunjungi toko buku, ketika melihat baju bayi, dan barang-barang nggak penting asalkan ada diskon atau hadiahnya.
Saya curiga bahwa ada gen-gen belanja dalam setiap perempuan. Ini harus dilawan, harus! Kibarkan bendera revolusi! *apasih*
4. MEMILIH JENIS TABUNGAN
Agar bisa menjadi penabung yang kaffah, saya menggunakan langkah-langkah berikut ini:
1. CELENGAN
Jangan pernah meremehkan uang receh. Kumpulkan di dalam satu kaleng, bisa digunakan untuk ongkos atau belanja di warung, atau ketika belanja di minimarket yang kasirnya selalu mengeluarkan sabda “Uang kembaliannya mau disumbangkan, Mbak?”
2. TABUNGAN JANGKA PENDEK
Saya punya dua rekening di dua bank berbeda. Bank A untuk pemasukan dan transaksi dari penerbit, dari kustomer, dan ke supplier. Bank B untuk tabungan jangka pendek & jangka panjang.
Pilihlah bank yang banyak digunakan, kemudahan akses, kemudahan penggunaan SMS & internet banking.
3. TABUNGAN JANGKA PANJANG
Untuk rencana masa depan yang wow tadi, saya memilih tabungan berjangka. Semacam simpan dan lupakan. Dengan memilih tabungan berjangka, nangis darah sebanyak apa pun tidak akan bisa diambil sebelum tenggat waktu yang ditentukan.
Untuk tabungan jangka panjang, saya menggunakan Bank B dengan sistem auto debit. Jadi setiap bulan saya menarik dana dari Bank A dan disetorkan ke Bank B. Kenapa tidak satu bank saja? Karena pucing pala Neneng kalau gitu mah.
---
Bagi saya, hidup adalah pertarungan. Hal-hal di atas hanyalah satu dari sekian “senjata” agar bisa menjadi pemenang. Sebagai ibu sekaligus bapak dari dua orang anak, saya tidak ingin menyisakan satu pun celah untuk kalah.
Semoga bermanfaat.
Salam,~eL
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Share Tips Menabungmu bersama Blog Emak Gaoel dan Cermati"
Published on June 09, 2015 02:39
May 28, 2015
Lelaki yang Kembali
Tadi malam, seseorang mengetuk kaca jendela kamar kos saya. Tentu saja saya terkejut karena merasa tidak sedang menunggu tamu, lagi pula orang yang ingin bertemu haruslah membuat janji terlebih dahulu. Mereka yang datang tiba-tiba biasanya akan disuguhi raut wajah berperisa cuka.
Saya melangkah ke ambang pintu dengan raut wajah cuka tadi, tapi ketika seseorang itu menoleh dan tersenyum, raut wajah saya berganti seketika. Ia, lelaki yang namanya dilafalkan dalam setiap doa, lelaki yang wajah dan sosoknya bercokol di dalam kepala. Selama berbulan-bulan, selama satu setengah tahun yang tikam.
Beberapa bulan ini saya kerap berkhayal, mereka-reka sebuah pertemuan. Merencanakan reaksi seperti apa yang akan saya berikan. Pilihan-pilihan yang ada adalah berpura-pura tidak kenal, menyalaminya dengan jabat erat seolah-olah kami teman biasa, menampar pipinya berkali-kali, dan pilihan-pilihan lain yang tak jauh dari ekspresi sakit hati sekaligus memertahankan harga diri.
Tapi yang saya lakukan tadi malam sama sekali berlainan.
Saya justru berlari ke dalam tangannya yang terentang. Kami justru berdiri di ambang pintu, saling memandang, berpelukan, tertawa gugup seperti dua orang remaja. Tak ada kata cacian, tak ada uar kebencian, tak ada rasa marah yang sanggup saya kobarkan.
Saya yang dua tahun lalu barangkali akan mengusirnya keluar. Saya yang dua tahun lalu mungkin melontarkan cacian paling kasar, menampar, mencakar, atau entah apa lagi. Tapi saya berubah, menjadi perempuan yang lebih pandai menjaga mulut dan tangan. Merasa lega sekaligus lemah. Ke mana larinya Maryam si perempuan bermulut pedang? Ke mana hilangnya Langit Amaravati yang sinis dan bengis?
Rasa nyeri akibat menunggu selama enam bulan menguap oleh dua jam pertemuan. Ia menghampiri Aksa yang sedang tidur, saya memandanginya seolah-olah sosok itu bahkan tidak nyata.
"Tak banyak yang berubah di sini," katanya.
Saya mengangguk. "Kamu pergi lama sekali," bisik saya.
Ia mengalihkan pandangan, memeriksa setiap sudut ruangan. "Tak ada yang berubah," gumamnya lagi.
Ketika Aksa terbangun, dengan sigap ia memangkunya, menimang-nimang seperti yang biasa ia lakukan berbulan silam. "Sudah besar ya," katanya dengan senyum dikulum.
"Matanya mirip matamu," kata saya. Suara saya bergetar, menahan beban isak yang sebentar lagi keluar.
"Sudah bisa apa?" bisiknya seraya menidurkan Aksa kembali.
"Belajar merangkak," cekat dalam suara saya belum lagi hilang. "Kamu pergi lama sekali."
Telunjuknya menjawil hidung saya, seperti dulu, seperti berbulan lalu. "Aku mau pinjam buku, di Sukabumi tidak banyak bahan bacaan," ia beranjak ke rak sementara mata saya lekat kepada punggungnya. Tak ada yang berubah dari dia kecuali kulitnya yang agak legam. Senyumnya masih sama, aroma tubuhnya masih serupa. Persis seperti yang saya ingat.
"Mau kopi?" pertanyaan favorit. Usaha saya agar menahannya lebih lama.
Ia mengangguk. Satu cangkir kopi untuk berdua, seperti biasa.
"Aku tak bisa lama, sebentar lagi harus segera berangkat. Subuh ada acara," katanya seraya duduk di teras. Mengeluarkan sebatang rokok.
Saya hanya mengangguk.
"Sebelum puasa aku ke sini lagi," ia mengucapkan janji. Janji yang entah akan ditepati.
Percakapan dengan durasi secabik itu hanya berpusar di perkara kegiatan masing-masing. Sekali dua kali dia menyinggung soal keheranan lingkungan barunya kenapa di usia 33 dia belum lagi menikah. Lalu saya dengan bergumam mengatakan akan terus menunggunya, gumaman yang dijawab dengan anggukan dan senyuman. Anggukan dan senyuman yang entah kenapa menjantera harapan.
Ketika secangkir kopi sudah tandas, kami harus bersiap kembali saling melepas. Bahkan cara berpamitannya tetap sama: sekerat pelukan, beberapa tepukan di punggung, satu ciuman di kening, satu jawilan di hidung. Tak lupa mantra "berkabar ya" yang selalu keluar dari mulutnya.
Dengan dada bergemuruh, saya memandangi punggungnya. Merapal doa, semoga ia selamat di tujuan agar suatu saat bisa kembali. Masih dengan dada bergemuruh, saya menutup pintu setelah memastikan suara deru motornya hilang ditelan lengang.
"Tuhan, persatukan kami melalui jalan yang Engkau restui. Ingatkan ia jalan kembali. Tolong jangan biarkan ia pergi lagi."
Doa itu saya gumamkan sepanjang malam. Hingga saat ini.
Published on May 28, 2015 21:33
April 18, 2015
Anak-Anak Bukan Untuk Disiksa
Berita-berita yang beredar di Internet tentang penganiayaan anak oleh ibunya sendiri sungguh membuat miris. Ada bayi yang disiksa, ada yang disuapi sambil dipaksa. Macam-macam deh. Sebagai orang luar, paling komentar Anda hanya "Ya ampun, gila kali ibunya," atau "Kok bisa sih?". Tapi coba kalau Anda seorang ibu yang memang menghadapi tekanan luar biasa, Anda pasti tahu bagaimana rasanya harus menyediakan berkarung-karung stok sabar dan sadar.
Sebagai single parent yang tidak memiliki pekerjaan tetap alias freelancer, ngekos, dan hanya tinggal berdua dengan Aksa, saya memiliki tekanan yang luar biasa. Dari mulai ekonomi sampai psikologi. Tidak mudah memang mengontrol emosi kalau kebetulan Aksa sedang rewel. Juga tidak mudah bertarung dengan ngemong bayi dan deraan deadline yang nyaris tiada ampun. Tidak ada jalan tengah bagi saya, kalau tidak bekerja keras artinya kami tidak bisa makan. Kalau tidak bisa membagi waktu artinya kami tidak dapat tempat tinggal.
Tapi namanya hidup harus disiasati, bukan? Saya harus dijaga agar tetap waras dan anak saya harus tetap dijaga tumbuh kembangnya, baik fisik maupun psikologis. Seorang ibu itu harus dijaga tetap bahagia agar berpengaruh baik terhadap anak-anaknya. Agar insiden-insiden mengerikan seperti postingan di Internet itu tidak terjadi pada saya, pada Anda.
Ada beberapa penyebab (katakanlah) baby blues yang mendera seorang ibu sehingga tega menyiksa anak-anaknya. Mari saya sharing beberapa di antaranya:
1. EKONOMI
Ini menjadi poin pertama meski bukan yang utama. Kata orang-orang uang bisa membeli kebahagiaan. Kata saya, uang hanya sugesti untuk membeli rasa tenang. Logikanya begini, seorang ibu yang sedang memikirkan beras habis, gas habis, uang kontrakan belum dibayar, listrik habis, dan lain-lain jelas lebih rentan emosinya. Bukan tidak mungkin keresahan itu akan dilampiaskan kepada anak-anaknya.
Secure secara finansial bukan berarti harus kaya raya karena -sekali lagi- nilai uang tergantung pola pikir. Itu sebabnya saya selalu bilang bahwa perempuan harus mandiri secara ekonomi.
Seperti yang saya katakan di atas, saya single parent dan tidak punya pekerjaan tetap. Itu sebabnya setiap tenaga yang saya keluarkan baik itu layout buku ataupun pekerjaan lainnya tidak pernah saya berikan gratis. Hal ini agar saya secure, karena percayalah, nunggak bayar kosan dua bulan akan membuat emosi Anda tidak stabil. :D
2. PASANGAN
Bagi Anda yang memiliki pasangan, konflik-konflik internal bisa memicu ketidakstabilan emosi. Beberapa perempuan yang sedang kesal terhadap pasangan biasanya melampiaskan kekesalannya terhadap anak. Ya, itu memang tidak adil. But, it happens all the time.
Pasangan yang tidak kooperatif juga bisa menjadi penyebab. Misal, Anda sudah mah repot beres-beres rumah, sudah repot bekerja, eh ketika anak menangis, suami Anda asyik-asyik nonton televisi. Apa nggak ingin melemparkan piring? Hahahah.
Karena Aksa tidak punya ayah yang sibuk nonton televisi ketika dia menangis, maka saya tidak mengalami hal-hal di atas. Tapi konflik tetap ada. Hal yang saya lakukan adalah dengan menjaga agar otak dan hati tetap berada di tempatnya. Konflik saya dengan pasangan adalah urusan saya dengannya, tidak ada hubungannya dengan Aksa. Lagi pula kok rasanya tidak tega mau menyakiti bayi tertampan sedunia itu. :D
Bagi Anda yang mengalami konflik-konflik dengan pasangan, coba komunikasikan dengan baik. Ya kali buat anaknya bareng-bareng, masa ngurusnya hanya sendirian?
3. WAKTU
Seorang ibu itu membutuhkan me time agar emosinya tidak berada di titik kritis terus-menerus. Coba bayangkan, seorang ibu harus bisa makan dalam lima kali suapan, harus bisa mandi dalam waktu 3 menit, harus bisa membereskan rumah dengan tangan gurita. Baru bisa tidur kalau si kecil sudah tidur. Bobo ciang? Jangan harap.
Luangkan waktu setidaknya 3 jam setiap minggu untuk me time. Titipkan anak Anda ke orang tua atau suami atau pengasuh. Lakukan hal-hal yang Anda sukai dalam waktu 3 jam itu. Pergilah ke salon kalau sedang ada uang. Facial, creambath, meni pedi, atau pijat refleksi. Pergilah ke toko buku sendirian. Pergilah ke taman, menikmati sore nan cerah sendirian, jajan es krim, dan nikmati waktu yang Anda punya sendiri.
Saya? Aksa disekolahkan dari jam 8 sampai jam 5 sore. Di rentang waktu itu saya menata letak buku, belanja ke supplier kalau ada pesanan sepatu, janji temu dengan klien *sok-sokan*, beres-beres rumah, dll. Dari jam 5 sore saya berhenti melakukan kegiatan, hanya fokus ke Aksa. Setelah dia tidur, saya melanjutkan layoutan atau mengunggah katalog sepatu ke pages. Tidur jam 1 atau 2 pagi, bangun subuh, mandi, lalu menyiapkan Aksa untuk berangkat sekolah.
Sejak punya bayi saya jarang sekali bahkan tidak pernah bepergian di malam hari di siang hari pun hanya pergi untuk hal-hal penting. Waktu yang saya miliki sangat berharga. Untuk tetap waras saya harus bisa membagi-baginya secara proporsional.
4. KESIAPAN PSIKOLOGIS
Anda yang tadinya ke mana-mana sendiri, bebas melakukan segalanya sendiri, mau makan dengan gaya apa pun bisa, mau mandi seberapa lama pun bisa, tiba-tiba semua gerak bebas Anda itu "dijerat" oleh kehadiran bayi yang hidup dan matinya tergantung kepada Anda. Irama hidup Anda berubah seketika. Sekarang, kadang makan harus sambil memangku bayi. Mandi harus secepat kilat, itu pun menunggu bayi Anda tidur atau dijagai.
Siap atau tidak, Anda harus siap. You are a mother, act like a mother, not a monster.
5. PERKARA-PERKARA DI LUAR ITU
Ini insidental, tidak setiap perempuan mengalami nasib "sial" yang sama. Saya tahu, ada ribuan perempuan lain yang mengalami nasib seperti saya: hamil lalu ditinggal pergi. Dibandingkan dengan single parent biasa, single parent seperti saya mendapatkan tekanan yang berbeda. Terutama di faktor psikologis.
Jujur, rasa marah terhadap ayahnya Aksa sering kali bercokol di dalam kepala. Tapi itu tidak lantas menjadikan Aksa sebagai pelampiasan amarah. He is such an adorable baby. Nggak banyak tingkah, tampan, dan menggemaskan. Sayangable banget lah pokoknya mah :). Mana tega saya jahat terhadap Aksa.
----
Menjadi seorang ibu adalah sebuah keajaiban. Sebuah kebahagiaan yang tidak dapat ditakar dengan apa pun. Saya ibu yang berbahagia. Semoga begitu juga dengan Anda.
Regards,
~eL
Published on April 18, 2015 01:23
April 17, 2015
[OOTD] LIMA BENDA YANG WAJIB ADA DI LEMARI KAMU
Cantik itu pemberian Tuhan, tapi modis adalah sesuatu yang bisa diusahakan. Sadar atau tidak, selera berpakaian dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis, lingkungan, dan yang jelas: wawasan. Body bagus bak gitar Spanyol adalah satu hal, memilih pakaian yang sesuai dengan momen dan kepribadian adalah lain hal.Tidak perlu pakaian mahal dan bermerk mentereng untuk bisa tampil modis. Yang dibutuhkan adalah kemampuan kamu melakukan padu padan. But anyway, di luar semua pakaian yang bisa membuat kamu terlihat mengagumkan *halah*, ada lima benda yang wajib ada di lemari kamu. Saya katakan wajib karena lima benda ini adalah penyelamat di saat keadaan kepepet. Misal, ketika dress yang kamu pakai terlihat flat dan membosankan atau ketika kamu bahkan tidak tahu apa yang harus dipakai.
Herewith the list:
1. KARDIGAN
Saya yakin semua perempuan punya satu atau dua kardigan. Selain penyelamat di kala cuaca mulai tidak bersahabat, kardigan berbahan wol juga penyelamat ketika blus atau kaos yang kamu pakai terlihat membosankan. Pilih yang modelnya kasual, dengan kancing biasa dan bentuk lengan pipa.
Pilih warna-warna netral seperti putih, hitam, atau abu-abu. Ini akan matching dengan warna baju apa pun. Atau kalau ingin lebih chic, pilih warna merah. Bahan? Yang berbahan wol lebih saya anjurkan karena tidak mudah kusut.
2. LEGGING Dress kamu kependekan, pakailah legging. Dress kamu menerawang, pakailah legging. Boots kamu susah dipadankan dengan celana model apa pun, pakailah legging. Celana jeans kamu belum dicuci, ya cuci aja dulu sih.
Pilih warna hitam SAJA. Say no to legging animal print yang sempat happening setahun dua tahun lalu. Say no to legging bunga-bunga yang masih in sampai sekarang. Ya, legging dengan berbagai motif itu boleh banget kamu pakai, tapi jelas tidak bisa dijadikan pertolongan pertama pada penampilan.
3. TANK TOP Ya kali belahan dada harus dilindungi dari mata-mata lelaki di luar sana. Kan ada tuh blus yang belahan dadanya mengkhawatirkan sehingga payudara kamu pamer kemampuan. Tank top juga bisa dipakai kalau blus atau kaos atau kemeja kamu transparan. Bo, transparansi bra enggak banget kelihatannya. Ya mending kalau bra-nya hitam berenda dan enak dilihat meski sangat tidak dianjurkan diperlihatkan di luar kamar. :D
Oh ya, tank top warna hitam adalah pilihan aman. Meski boleh-boleh saja sih memakai tank top yang warnaya disesuaikan dengan blus yang kamu pakai. And one more, please jangan pakai tank top bergambar di bawah blus kamu yang agak transparan. Please, jangan.
4. JEANSSiapa sih yang nggak punya celana jeans? Skinny atau standar? Boleh-boleh aja sih. Pilih yang jangan terlalu banyak aksen. Ya, jeans dengan banyak blink-blink sempat trend. Ya jeans dengan banyak saku seperti pegawai tambang minyak juga sempat trend. Tapi jeans dengan model kasual adalah pilihan terbaik.
5. SYALSyal atau phasmina atau scarf bisa menyulap penampilan kamu dari grade 4 ke grade 8. Nggak percaya? Coba saja. Pilihlah warna bebas sih. Motif? Hindari memakai syal bermotif jika pakaian kamu sudah bermotif. Sebaliknya, pilihlah syal bermotif untuk menyulap pakaian kamu yang polos.
---
Well, dengan berpenampilan baik berarti kamu menghargai tubuh kamu sendiri. Seperti kata Diva dalam Supernova, tubuh adalah kendaraan dalam menjalani hidup. Jangan mau mengendarai kendaraan rombeng dan tidak terurus.
Cheers,~eL
Published on April 17, 2015 23:22
[TIPS] MERAPIKAN KRESEK BEKAS PAKAI
Plastik membutuhkan waktu beribu tahun untuk diurai tanah. Menyumbang jumlah sampah rumah tangga yang cukup besar. Itu sebabnya saya sayaaanggg banget membuang plastik atau kresek-kresek bekas belanja. Biasanya setiap bepergian saya membawa beberapa kresek di dalam tas. Untuk tempat sampah, untuk tempat payung, atau untuk digunakan kembali apabila belanja di minimarket. Dan sebagai aktivis OL shop, biasanya kresek-kresek bekas itu (yang bersih dan layak lho ya), dijadikan pembungkus paket.
Sayangnya, kresek bekas pakai ini tidak enak dipandang mata kalau jumlahnya sudah puluhan. Dilipat begitu saja bisa sih, tapi lipatannya mudah terlepas dan kresek kembali berantakan. Saya punya tips melipat kresek dari mantan ibu mertua (mantannya di-skip dulu napa, Chan? :D).
Ini dia caranya:
Bentangkan kresek hingga rapi, jangan lupa lipat tepi-tepinya. Lipat memanjang menjadi tiga bagian seperti gambar 2 & 3 di atas. Lipat ujung bawah kresek membentuk segitiga seperti di gambar 4. Lipat terus hingga ke ujung atasnya. Nah, sisa lipatan di ujungnya masukkan ke celah lipatan seperti di gambar 7.Voila! Rapi deh. Bentuknya segitiga dan karena lipatannya "terkunci" jadi tidak mudah lepas. Lipat semua kresek dan masukkan ke dalam satu kantung, simpan di tempat yang "tersembunyi" supaya tidak merusak pemandangan atau gantungkan di dinding dapur.
Selain lebih rapi, melipat dan menyimpan kresek seperti ini juga akan menghemat ruang. Selamat mencoba, Mom. Semoga bermanfaat.
Published on April 17, 2015 21:06
[TIPS] REUSE BOTOL BEKAS MINUMAN
Membeli deterjen cair, cairan pencuci piring, atau pembersih lantai botolan jauh lebih mahal daripada membeli yang dalam kemasan pouch. Tapi jelas lebih aman ketika disimpan karena tidak takut tumpah. Membeli sachet-an? Selain renced, membeli sachet-an juga kurang ekonomis, Mom. Gimana dong biar tetep hemat tapi aman? Punya botol bekas minuman kemasan? Bisa banget tuh dimanfaatkan untuk tempat bahan-bahan pembersih.
Bahan-bahan yang diperlukan:
Botol bekas minuman. Ukuran silakan pilih sesuka kamu :)Kertas label. Bisa dibeli di tempat fotokopi. Kalau tidak ada, gunakan kertas bekasGuntingMarkerSelotip
Caranya:Cuci bersih botol bekas minuman. Lubangi tutupnya dengan pisau atau paku agar tidak usah tutup buka botol.Isi botol, simpan sisa cairan pembersih. Sebelumnya, hekter atau ikat dulu dengan karet supaya tidak tumpah.Tulis isi jenis cairan di dalamnya supaya tidak tertukar. Kan nggak lucu nanti kalau cuci piring memakai cairan pembersih lantai. Honestly, saya pernah melakukannya >.<Tempelkan label di botol. Pasangkan selotip agar label tidak mudah terlepas. Simpan di tempat aman dan jauhkan dari jangkauan anak-anak.
That's it. Hemat beberapa ribu rupiah kan lumayan, Mom. Eniwei, saya tidak menyarankan mengisi ulang botol bekas minuman untuk air minum karena botol-botol jenis ini memang dibuat untuk sekali pakai.
Bahan-bahan yang diperlukan:
Botol bekas minuman. Ukuran silakan pilih sesuka kamu :)Kertas label. Bisa dibeli di tempat fotokopi. Kalau tidak ada, gunakan kertas bekasGuntingMarkerSelotip
Caranya:Cuci bersih botol bekas minuman. Lubangi tutupnya dengan pisau atau paku agar tidak usah tutup buka botol.Isi botol, simpan sisa cairan pembersih. Sebelumnya, hekter atau ikat dulu dengan karet supaya tidak tumpah.Tulis isi jenis cairan di dalamnya supaya tidak tertukar. Kan nggak lucu nanti kalau cuci piring memakai cairan pembersih lantai. Honestly, saya pernah melakukannya >.<Tempelkan label di botol. Pasangkan selotip agar label tidak mudah terlepas. Simpan di tempat aman dan jauhkan dari jangkauan anak-anak.
That's it. Hemat beberapa ribu rupiah kan lumayan, Mom. Eniwei, saya tidak menyarankan mengisi ulang botol bekas minuman untuk air minum karena botol-botol jenis ini memang dibuat untuk sekali pakai.
Published on April 17, 2015 20:11
[TIPS] MEMANFAATKAN SENDOK TAKAR BEKAS SUFOR
Selamat pagi, selamat hari Sabtu,
Kali ini saya mau cuti dulu menulis catatan berdarah-darah yang membuat emak-emak kejang-kejang atau perempuan-perempuan lajang jadi membatalkan rencana pernikahan mereka. Hahahah. Menulis hal-hal "kecil" dan sederhana memang agak sulit bagi saya yang terbiasa menulis cerpen bertema (again) air mata. Well, cukup sekian dan terima transfer pembukaannya.
Mom, kamu punya banyak bekas sendok takar (peres) sufor di rumah? Jangan dulu dihibahkan ke tempat sampah. Sendok takar nan imut itu bisa banget dimanfaatkan untuk hal lain.
Caranya? Cuci bersih dan keringkan, lalu pakai untuk sendok bahan-bahan makanan di dapur, seperti dalam gambar di bawah ini.
Saya sih memakainya untuk sendok tepung beras bahan MPASI-nya Aksa, gula pasir, garam, dan kopi. FYI, 1 sendok takar = 5gr. Setara dengan 1/3 sendok makan. Jadi kalau di buku resep disebutkan 1 sdm tepung beras, berarti 3 sendok takar. Nggak perlu ribet nyari sendok, nggak perlu ribet mikir apakah takaran sendok makannya pas atau tidak. Hemat waktu, hemat pikiran, dan sendok takar yang warna-warni itu membuat dapur jadi agak semarak. Lucu aja sih lihat dapur warna-warni (oke, yang ini boleh diabaikan). :D
Dan, ini yang lebih penting lagi, sendok takar susu jelas dibuat aman untuk makanan, jadi tidak perlu khawatir soal bahan-bahan plastik yang berbahaya. Udah sih gitu aja. Selamat mencoba, semoga bermanfaat.
~eL
Kali ini saya mau cuti dulu menulis catatan berdarah-darah yang membuat emak-emak kejang-kejang atau perempuan-perempuan lajang jadi membatalkan rencana pernikahan mereka. Hahahah. Menulis hal-hal "kecil" dan sederhana memang agak sulit bagi saya yang terbiasa menulis cerpen bertema (again) air mata. Well, cukup sekian dan terima transfer pembukaannya.
Mom, kamu punya banyak bekas sendok takar (peres) sufor di rumah? Jangan dulu dihibahkan ke tempat sampah. Sendok takar nan imut itu bisa banget dimanfaatkan untuk hal lain.
Caranya? Cuci bersih dan keringkan, lalu pakai untuk sendok bahan-bahan makanan di dapur, seperti dalam gambar di bawah ini.
Saya sih memakainya untuk sendok tepung beras bahan MPASI-nya Aksa, gula pasir, garam, dan kopi. FYI, 1 sendok takar = 5gr. Setara dengan 1/3 sendok makan. Jadi kalau di buku resep disebutkan 1 sdm tepung beras, berarti 3 sendok takar. Nggak perlu ribet nyari sendok, nggak perlu ribet mikir apakah takaran sendok makannya pas atau tidak. Hemat waktu, hemat pikiran, dan sendok takar yang warna-warni itu membuat dapur jadi agak semarak. Lucu aja sih lihat dapur warna-warni (oke, yang ini boleh diabaikan). :D
Dan, ini yang lebih penting lagi, sendok takar susu jelas dibuat aman untuk makanan, jadi tidak perlu khawatir soal bahan-bahan plastik yang berbahaya. Udah sih gitu aja. Selamat mencoba, semoga bermanfaat.
~eL
Published on April 17, 2015 19:26
February 23, 2015
[Layout] 100 Cara Mengenali Karakter Dia_Numerologi
Judul: 100 Cara Mengenali Karakter Dia Berdasarkan Bulan Lahir, Hari Lahir, Numerologi, Weton, Urutan Lahir, & Abjad Awalan Nama
Penulis: Sienta Sasika Novel
Penerbit: Grasindo, 2014
Published on February 23, 2015 08:15
February 22, 2015
[Layout] 100 CARA MENGENALI KARAKTER DIA_Zodiak
Judul: 100 Cara Mengenali Karakter Dia Berdasarkan Shio, Zodiak, dan Simbol Lahir (nonfiksi psikologi)
Penulis: Sienta Sasika Novel
Penerbit: Grasindo, 2014
Published on February 22, 2015 07:10
Mimpi dan Ilusi
- Skylashtar Maryam's profile
- 8 followers
Skylashtar Maryam isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.

