Rhein Fathia's Blog, page 13
May 17, 2014
Backpacker Thailand Trip (part 2): Pattaya & Koh Larn Island
7 May 2014
Subuh di Bangkok, jujur Rhein nggak tahu arah kiblat ke mana. Pas di Indo nyarinya jadwal solat doang, lupa cari arah kiblat. Tapi yasud, kalau nggak tahu, solat mah niatnya yang penting ke kiblat, yes. Malam sebelumnya udah pesen ke resepsionis kalau beres subuh minta diantar ke terminal bus Ekkamai. Katanya mereka bisa nganter pake ojeg. Namun apa daya jam 5 pagi itu resepsionis masih gelap, nggak ada orang, ngga ada bel untuk manggil, mau nelepon ke contact person ya nomor hape Rhein masih nomor Indo kena roaming ngga bisa dipake. Akhirnya memutuskan untuk check out, simpan kunci, dan keluar hostel cari taksi ke terminal Ekkamai. Soalnya ngejar kapal ferry ke Koh Larn Island di Pattaya nanti yang cuma ada di jam-jam tertentu.
Supir taksi, petugas terminal, dan orang-orang yang Rhein temui sepagi itu ramah-ramah. Mungkin kelihatan banget, cewek bawa backpack gede laha-loho nggak tahu arah, jadi mereka murah hati ngasih informasi. Perjalanan 2 jam dari Bangkok ke Pattaya Rhein lewati dengan sarapan roti dan biskuit bekal dari Indo #hematbebeb, liat pemandangan (mayoritas pemandangan Bangkok mirip sekitaran kota tua Jakarta, kalah mentereng dengan kawasan Sudirman), dan akhirnya tidur. Oh, sempat ngobrol sama sekelompok backpacker 4 cowok dari Filipina. Mereka bisa ngomong pake bahasa Indonesia meski sedikit-sedikit.
Touch down Pattaya!! xD Sampai di terminal bus Pattaya, bingung gimana supaya bisa ke Bali Hai Pier. Langsung dong ada supir tuktuk (di Pattaya disebutnya taksi, kalau mobil sedan namanya taksimeter) yang menawarkan dan mematok harga mahal, 50 baht. Padahal dari informasi yang Rhein dapet, harganya 10-20 baht dan kalau naik ojeg 30baht. Pas tanya mau naik ojeg, diminta 150 baht. Anjiiirrr.. Akhirnya balik ke supir tuktuk dan bilang oke 50 baht tapi harus anterin gw sedekat mungkin dengan kapal fery. Deal. Oiya, tuktuk ini gamau berangkat kalau belum penuh penumpang, jadilah harus nunggu sampai ada 10 orang. Lamaaa~~~
Pagi hari di Pattaya cukup sepi. Toko-toko masih pada tutup, padahal udah menjelang jam 9, jalanan sepi, panas, dan setelah perjalanan sana-sini antar para penumpang, sampailah gw di Bali Hai Pier, pelabuhan menuju Koh Larn Island (Coral Island, nama tenarnya). Jadwal kapal fery jam 9.30 dan gw harus setengah lari-lari di sepanjang dermaga karena udah mepet waktu. Kapal berangkat sangat tepat waktu.
Perjalanan sekitar 30 menit dan kalau dibandingkan dengan perjalanan Jakarta-Kepulauan Seribu, atau Lombok-Gili Trawangan, apalagi Gili Trawangan-Bali, ombak di selat (apa ya namanya) ini termasuk tenang. Nggak ada seru-seru cipratan ombak, entah karena kapal, nahkoda, atau apa.. Tapi ini pertama kalinya Rhein naik kapal dan ombaknya tenang. Sampai di Koh larn (Naban Port), seperti biasa banyak yang menawarkan ojeg & tuktuk. Tapi, Rhein jalan-jalan dulu sebentar ke kios-kios oleh-oleh, beli postcard, sekalian tanya-tanya gimana ke Tawean Beach. Ternyata naik tuktuk juga tapi jalan sedikit (satu menit lah) ke pangkalan dan kena tarif biasa (bukan tarif calo).
Tawean beach kereeeeeenn!! xD Bersih, air biru jernih, pasir putih, pemandangan bukit, cerah, ombak kecil, dan banyak orang renang. Menggoda banget deh untuk langsung nyebur. Apa daya Rhein sendirian dan nggak ada yang jagain ransel, huhuhu... T_T Jadilah cuma bisa main-main nyebur nggak terlalu jauh. Padahal dari info yang Rhein dapet, Tawean beach ini termasuk laut dangkal sampai beberapa puluh meter ke lautan (CMIIW ya). Emang iya, sih.. Bahkan banyak anak-anak kecil pada berenang ke tengah. Aaaaahh~~~ pantai indah memang selalu berhasil bikin senyum dan bergairah :D.
Tawean Beach | Backpack by GET Daily Gear "Let's Go Get Lost!"Beres cebar-cebur, foto narsis sana-sini, Rhein beli es kelapa muda dan chicken kebab doner (yang ada label halal di konter penjualnya). Maaaakkk, porsi kebabnya banyak bangeeeett.. Enak dan sumpah bikin kenyang sampe malam. Hahaha... Menjelang jam 12 balik lagi ke pelabuhan. Ternyata banyak banget yang mau balik ke Pattaya pake fery jam 12, sampai ada 2 kapal. Daaann.. karena antrian panjang tapi udah keburu jam 12, kapal tetap berangkat sangat tepat waktu. Banyak penumpang yang antrian di belakang harus pakai kapal di jam selanjutnya. So, datanglah setengah jam sebelum kapal berangkat. Oiya, sebenarnya dari Pattaya bisa langsung ke Tawean Beach, tapi jadwal kapalnya lebih sedikit. Ini dia info jadwal:
Naman hostelnya Asia Backpackers, dapet kamar backpacker dormitory khusus cewek, bersih, kamar mandi nyaman, wifi kenceng, kasur & bantal empuk, staff ramah dan informatif, dan murah pastinya... *ye eyalah.. hostel backpacker*. Pattaya panas.. panas bangeeeettt... Beres mandi siang, istirahat sebentar sambil chat ngabarin Ibu, dan nunggu panas agak reda, Rhein pergi ke Ripley's Believe it or Not yang sebenarnya ada di mall Royal Garden Plaza. Meski udah tanya ke staf hotel, tetep weh nyasar dan again nanya ke penduduk pada nggak tahu, nanya ke supir tuktuk dipatok mahal. -_-!!. Untungnya di hostel sempet cari pake google map, jadi nyasarnya ngga jauh dan akhirnya sampai.
Ripley's museum, ya seperti yang sudah tenar, isinya emang aneh-aneh dan amazing! Beberapa mengerikan bikin ngilu, beberapa bikin berdecak kagum, banyak juga yang bikin bingung. Tapi teknologinya emang keren sih. Rhein termasuk pecinta wisata museum, jadi seru banget di sini ditambah tempat yang luas cukup menghabiskan waktu sampai sekitar maghrib baru pulang ke hostel.
Next destination adalah nonton Alcazar Cabaret Show! Udah pada tahu dong Thailand terkenal dengan Lady Boy-nya yang konon kecantikannya melebihi para wanita sekaliber artis dan model sekalipun. Nah, Rhein penasaran dan pengen nonton atraksi mereka. Setelah tanya-tanya lagi ke staf hostel, akhirnya Rhein paham rute tuktuk dan ternyata murah sekali naik cuma 10baht! Hih.. #libassupirpenipu. Rhein naik tuktuk ke gedung Alcazar, beli tiket pertunjukan jam 8 malam, dan nonton.
You know what?? OMAYGAD!! Selama nonton aktraksi cabaret, sumpah Rhein ngga percaya kalau yang tampil itu para cowooookk.. Cantik-cantik abiiisss *malu sendiri, kalah cantik!*. Atraksi mereka juga keren, pertunjukan selama 1,5 jam bener-bener nggak membosankan. Tatanan panggung, cerita, musikal, lagu, para Lady Boy yang tampil, bener-bener amazing dan keren bangeeeettt... Bikin tercengang-cengang. Kecantikan mereka udah sampai level kalau VS-Angel boleh bukan perempuan tulen, yakin deh para Lady Boy ini mumpuni untuk jadi VS-Angel.
Malam di Pattaya ditutup dengan obrolan seru dengan gadis Russia yang jadi teman sekamar di dorm (cuma ada kami berdua malam itu). Usia kami sama, cewek ceria yang juga backpacking sendirian, lalu kami saling curhat banyak hal, tentang kuliah, pekerjaan, hobi, tukeran email dan facebook, sampai gosipin urusan cowok! Hihihi.. Cewek ya, mau dari belantara mana pun sama aja di mana-mana. Bedanya, Rhein mau istirahat jam 12 malam (Cinderella banget), kalau gadis Russia ini jam 12 malam baru keluar hostel dan mau menikmati malam. :D
Having new friend again.. So fun!
Ketemu Bumblebee & Optimus Prime di Ripley's Museum
Perhitungan biaya:
Taksi to Terminal Bus Ekkamai 40 baht
Bus to Pattaya 124 baht
Tuktuk from bus terminal 50 baht
Fery Pattaya-Koh Larn PP 60 baht
Tuktuk Nabban Port-Tawaen Beach PP 40 baht
Makan siang (kelapa muda+kebab) 100 baht
Ojeg ke hostel 40 baht
Hostel Asia Backpackers 330 baht
Minum 25 baht
Ripley's Museum 590 baht
Jajan & makan malam 30 baht
Tuktuk Hostel-Alcazar PP 20 baht
Alcazar Show 600 baht
==================================================
Total 2,049 baht * 355 (kurs IDR) = 727, 395
Love is real, real is love. -John Lennon-
Supir taksi, petugas terminal, dan orang-orang yang Rhein temui sepagi itu ramah-ramah. Mungkin kelihatan banget, cewek bawa backpack gede laha-loho nggak tahu arah, jadi mereka murah hati ngasih informasi. Perjalanan 2 jam dari Bangkok ke Pattaya Rhein lewati dengan sarapan roti dan biskuit bekal dari Indo #hematbebeb, liat pemandangan (mayoritas pemandangan Bangkok mirip sekitaran kota tua Jakarta, kalah mentereng dengan kawasan Sudirman), dan akhirnya tidur. Oh, sempat ngobrol sama sekelompok backpacker 4 cowok dari Filipina. Mereka bisa ngomong pake bahasa Indonesia meski sedikit-sedikit.
Touch down Pattaya!! xD Sampai di terminal bus Pattaya, bingung gimana supaya bisa ke Bali Hai Pier. Langsung dong ada supir tuktuk (di Pattaya disebutnya taksi, kalau mobil sedan namanya taksimeter) yang menawarkan dan mematok harga mahal, 50 baht. Padahal dari informasi yang Rhein dapet, harganya 10-20 baht dan kalau naik ojeg 30baht. Pas tanya mau naik ojeg, diminta 150 baht. Anjiiirrr.. Akhirnya balik ke supir tuktuk dan bilang oke 50 baht tapi harus anterin gw sedekat mungkin dengan kapal fery. Deal. Oiya, tuktuk ini gamau berangkat kalau belum penuh penumpang, jadilah harus nunggu sampai ada 10 orang. Lamaaa~~~
Pagi hari di Pattaya cukup sepi. Toko-toko masih pada tutup, padahal udah menjelang jam 9, jalanan sepi, panas, dan setelah perjalanan sana-sini antar para penumpang, sampailah gw di Bali Hai Pier, pelabuhan menuju Koh Larn Island (Coral Island, nama tenarnya). Jadwal kapal fery jam 9.30 dan gw harus setengah lari-lari di sepanjang dermaga karena udah mepet waktu. Kapal berangkat sangat tepat waktu.
Perjalanan sekitar 30 menit dan kalau dibandingkan dengan perjalanan Jakarta-Kepulauan Seribu, atau Lombok-Gili Trawangan, apalagi Gili Trawangan-Bali, ombak di selat (apa ya namanya) ini termasuk tenang. Nggak ada seru-seru cipratan ombak, entah karena kapal, nahkoda, atau apa.. Tapi ini pertama kalinya Rhein naik kapal dan ombaknya tenang. Sampai di Koh larn (Naban Port), seperti biasa banyak yang menawarkan ojeg & tuktuk. Tapi, Rhein jalan-jalan dulu sebentar ke kios-kios oleh-oleh, beli postcard, sekalian tanya-tanya gimana ke Tawean Beach. Ternyata naik tuktuk juga tapi jalan sedikit (satu menit lah) ke pangkalan dan kena tarif biasa (bukan tarif calo).
Tawean beach kereeeeeenn!! xD Bersih, air biru jernih, pasir putih, pemandangan bukit, cerah, ombak kecil, dan banyak orang renang. Menggoda banget deh untuk langsung nyebur. Apa daya Rhein sendirian dan nggak ada yang jagain ransel, huhuhu... T_T Jadilah cuma bisa main-main nyebur nggak terlalu jauh. Padahal dari info yang Rhein dapet, Tawean beach ini termasuk laut dangkal sampai beberapa puluh meter ke lautan (CMIIW ya). Emang iya, sih.. Bahkan banyak anak-anak kecil pada berenang ke tengah. Aaaaahh~~~ pantai indah memang selalu berhasil bikin senyum dan bergairah :D.

Pattaya ke Koh Larn (Nabann-Port): 07:00, 09.30, 10:00, 12:00, 14:00, 15:30, 17:00, 18:30Sampai Pattaya lagi, Rhein dibuat kesal. Mau ke penginapan, tanya ke orang, nggak ada yang tahu. Tanya ke supir tuktuk apa rutenya lewat alamat hostel tersebut, dipatok 200 baht, dong!! Gw sampe melongo "two hundred? It's expensive!" Dan para supir tuktuk cuma geleng-geleng nggak mau nganter. Akhirnya jalanlah Rhein luntang lantung sampai nyasar ke Walking Street (yang konon jadi salah satu daya tarik Pattaya, tapi masih sepi). Nggak tahu arah ke hostel, jalanan di Pattaya banyak gang-gang kecil rada nggak jelas, hujan pula (sebentar sih), nyasar, dan karena hp nggak ganti ke nomor Thailand jadinya nggak bisa browsing untuk lihat google map... T_T. Mau naik ojeg, again dipatok mahal (padahal menurut info dan feeling, setelah jalan kaki lumayan jauh itu, seharusnya hostel nggak jauh). Akhirnya setelah jalan sana-sini, ada ojeg yang mau dibayar 40baht. Okelah.. Bener kan.. ternyata deket! Hih..
Koh Larn (Nabann-Port) ke Pattaya: 06:30, 07:30, 09:30, 12:00, 14:00, 17:00, 18:00
Pattaya ke Koh Larn (Tawean Beach): 08:00, 09:00, 11:00, 13:00;
Ko Laan (Tawean Beach) ke Pattaya: 13:00, 14:00, 15:00, 16:00.
Naman hostelnya Asia Backpackers, dapet kamar backpacker dormitory khusus cewek, bersih, kamar mandi nyaman, wifi kenceng, kasur & bantal empuk, staff ramah dan informatif, dan murah pastinya... *ye eyalah.. hostel backpacker*. Pattaya panas.. panas bangeeeettt... Beres mandi siang, istirahat sebentar sambil chat ngabarin Ibu, dan nunggu panas agak reda, Rhein pergi ke Ripley's Believe it or Not yang sebenarnya ada di mall Royal Garden Plaza. Meski udah tanya ke staf hotel, tetep weh nyasar dan again nanya ke penduduk pada nggak tahu, nanya ke supir tuktuk dipatok mahal. -_-!!. Untungnya di hostel sempet cari pake google map, jadi nyasarnya ngga jauh dan akhirnya sampai.
Ripley's museum, ya seperti yang sudah tenar, isinya emang aneh-aneh dan amazing! Beberapa mengerikan bikin ngilu, beberapa bikin berdecak kagum, banyak juga yang bikin bingung. Tapi teknologinya emang keren sih. Rhein termasuk pecinta wisata museum, jadi seru banget di sini ditambah tempat yang luas cukup menghabiskan waktu sampai sekitar maghrib baru pulang ke hostel.
Next destination adalah nonton Alcazar Cabaret Show! Udah pada tahu dong Thailand terkenal dengan Lady Boy-nya yang konon kecantikannya melebihi para wanita sekaliber artis dan model sekalipun. Nah, Rhein penasaran dan pengen nonton atraksi mereka. Setelah tanya-tanya lagi ke staf hostel, akhirnya Rhein paham rute tuktuk dan ternyata murah sekali naik cuma 10baht! Hih.. #libassupirpenipu. Rhein naik tuktuk ke gedung Alcazar, beli tiket pertunjukan jam 8 malam, dan nonton.
You know what?? OMAYGAD!! Selama nonton aktraksi cabaret, sumpah Rhein ngga percaya kalau yang tampil itu para cowooookk.. Cantik-cantik abiiisss *malu sendiri, kalah cantik!*. Atraksi mereka juga keren, pertunjukan selama 1,5 jam bener-bener nggak membosankan. Tatanan panggung, cerita, musikal, lagu, para Lady Boy yang tampil, bener-bener amazing dan keren bangeeeettt... Bikin tercengang-cengang. Kecantikan mereka udah sampai level kalau VS-Angel boleh bukan perempuan tulen, yakin deh para Lady Boy ini mumpuni untuk jadi VS-Angel.
Malam di Pattaya ditutup dengan obrolan seru dengan gadis Russia yang jadi teman sekamar di dorm (cuma ada kami berdua malam itu). Usia kami sama, cewek ceria yang juga backpacking sendirian, lalu kami saling curhat banyak hal, tentang kuliah, pekerjaan, hobi, tukeran email dan facebook, sampai gosipin urusan cowok! Hihihi.. Cewek ya, mau dari belantara mana pun sama aja di mana-mana. Bedanya, Rhein mau istirahat jam 12 malam (Cinderella banget), kalau gadis Russia ini jam 12 malam baru keluar hostel dan mau menikmati malam. :D
Having new friend again.. So fun!


Perhitungan biaya:
Taksi to Terminal Bus Ekkamai 40 baht
Bus to Pattaya 124 baht
Tuktuk from bus terminal 50 baht
Fery Pattaya-Koh Larn PP 60 baht
Tuktuk Nabban Port-Tawaen Beach PP 40 baht
Makan siang (kelapa muda+kebab) 100 baht
Ojeg ke hostel 40 baht
Hostel Asia Backpackers 330 baht
Minum 25 baht
Ripley's Museum 590 baht
Jajan & makan malam 30 baht
Tuktuk Hostel-Alcazar PP 20 baht
Alcazar Show 600 baht
==================================================
Total 2,049 baht * 355 (kurs IDR) = 727, 395
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on May 17, 2014 01:02
May 16, 2014
Backpacker Thailand Trip (part 1): Jakarta-Bangkok
Sawaddi Kha...
Ayey! Rhein baru pulang dari Thailand dengan hati senang.. :D Hmm.. cerita mulai dari mana dulu ya? Persiapan dulu kali ya. Oke deh.
Persiapan Backpacker murah meriah. Selain sama keluarga atau dapat fasilitas dari instansi tertentu, Rhein selalu jalan-jalan ala backpacker. Why? Selain murah juga karena males geret-geret koper. Hahaha... Rencana backpacking ke Thailand ini berawal dari adanya tiket promo Air Asia & Lion Air sekitar 5 bulan lalu yang membuat Rhein berhasil mendapat tiket Jakarta-Bangkok PP seharga 700 ribu rupiah sajah! Yes, murah!
Menjelang sekitar 1-2 minggu keberangkatan, baru deh mulai cari info detail tentang segala hal menarik di Thailand. Dari worskhop Seasoned Traveler waktu di UWRF, dikasih tahu kalau persiapan sebelum traveling (apalagi bagi penulis) itu sangat penting supaya nggak blank banget saat di lokasi. Sehingga saat sampai di tujuan, kita nggak lagi bingung mau ngapain atau ke mana, tapi bisa lebih fokus menerima hal-hal detail yang disajikan oleh tempat baru tersebut. Jadilah Rhein cari banyak informasi dari forum-forum backpacker tentang Thailand, tempat-tempat yang wajib dikunjungi, gimana bikin itinerary & alokasi waktu plus biaya, sampai ngeprint peta detail. Jangan lupa booking penginapan. Selama ini Rhein suka pakai bookingdotcom untuk cari penginapan murah, tanpa DP, bisa bayar on the spot pas hari H, dan tanpa credit card (ga punya soalnya). Cari penginapan dengan harga murah dan rating lumayan untuk backpacker. Terus, tuker duit rupiah ke baht. Budget Rhein hanya membawa 2,5 juta (6500 baht) sajah untuk 6 hari 5 malam keliling Thailand. Hohoho... #bakcpakcermiskin
Oiya, jalan-jalan kali ini Rhein sendirian (lagi). Solo backpacker in action again. Here we go!
6 May 2014Salah satu hal menyenangkan menjadi solo backpacker adalah bisa berinteraksi dengan orang baru dan hal itu dimulai dari dalam pesawat. Rhein bertemu dengan seorang mbak-mbak yang akan ke Bangkok untuk urusan pekerjaan. Meski baru bertemu, kami ngobrol banyaaaakkk sekali. Mulai dari pekerjaan dia, hobi backpackeran Rhein, karena dia udah sering keliling sekitaran Asia Pasifik untuk pekerjaan juga berbagi tips-tips saat berkunjung ke negara-negara tersebut, cerita jalan-jalan, sharing tentang pemahaman agama (karena agama kami berbeda), hobi menulis, de-el-el. It was fun!
Ayolah, kita semua pasti pernah menjadi sosok menyebalkan yang lebih suka terfokus pada gadget dan mengabaikan orang sekitar (bahkan teman sendiri) serta tidak ingin membuka percakapan dengan sosok nyata. Lalu, kali ini di sepanjang 3,5 jam perjalanan Jakarta-Bangkok (tanpa tidur), kami ngobrol banyak hal. Secara hape nggak boleh nyala, yes. Well yeah, ngobrol dengan kenalan baru selalu menyenangkan, membuat hati hangat dan terasa humanis.
Sampai di bandara Dong Muang sekitar jam 20.00, kami berpisah karena dia dijemput rekan kantor menuju kota lain, sedangkan Rhein langsung menuju bagian informasi bandara, tanya-tanya, ngambil peta, celingak-celinguk cari bis. Oiya, sempat ada tour agent yang menawarkan perjalanan ini itu, tapi Rhein tolak karena harus bayar saat itu juga dan biayanya jauh lebih mahal dari perencanaan yang sudah Rhein buat.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, Rhein berencana esok hari akan ke Pattaya pagi-pagi sekali. Jadi, Rhein sudah booking hostel di wilayah Sukhumvit-Ekkamai, dekat dengan terminal bis Ekkamai yang menyediakan bis menuju Pattaya sejak pukul 5. Dari bandara naik bis A1 dan turun di halte yang dekat dengan BTS Mochit. Nah, di halte itu juga dekat dengan stasiun MRT, jadi rada-rada bingung sempet salah mau naik BTS malah masuk ke stasiun MRT. Dari BTS Mochit turun di BTS Ekkamai. Di sinilah petualangan dimulai. Karena udah nyaris jam 10 malam, bingung gimana ke hostel karena cuma berbekal print out alamat & peta dari bookingdotcom.
Awalnya mau naik ojeg, ternyata tukang ojegnya nggak ngerti bahasa Inggris dan nggak mau ngangkut gw T_T. Setelah tanya-tanya karyawan yang baru pulang kerja dan lumayan bisa bahasa Inggris, gw disuruh jalan. Luntang lantung jalan, akhirnya ketemu bule yang lewat dan gw ditunjukin arah jalan, disuruh naik taksi karena lumayan gempor kalau jalan kaki apalagi udah malem. Mungkin dia juga kasian liat cewek mungil polos nan lugu bawa-bawa backpack malam-malam sendirian.
Voila, sampailah gw di hostel Nine Place Sukhumvit 40. Hostel ini tempatnya bersih, nyaman, ada air panas, wifi, TV, kulkas, kamar mandi enak, dapat minum, tisu, sabun, shampo, kasur & bantal empuk. Huaaaahhh... setelah ngabarin Ibu, mandi, tidur nyenyaaaakkk..
Perhitungan biaya:Bis A1 30 bahtBTS Mochit-Ekkamai 42 bahtTaksi 40 bahtHostel Nine Place 590 baht================================Total 720 baht x 355 (kurs IDR) = 255,600
Next: Pattaya & Koh Larn Island!
Love is real, real is love. -John Lennon-
Ayey! Rhein baru pulang dari Thailand dengan hati senang.. :D Hmm.. cerita mulai dari mana dulu ya? Persiapan dulu kali ya. Oke deh.
Persiapan Backpacker murah meriah. Selain sama keluarga atau dapat fasilitas dari instansi tertentu, Rhein selalu jalan-jalan ala backpacker. Why? Selain murah juga karena males geret-geret koper. Hahaha... Rencana backpacking ke Thailand ini berawal dari adanya tiket promo Air Asia & Lion Air sekitar 5 bulan lalu yang membuat Rhein berhasil mendapat tiket Jakarta-Bangkok PP seharga 700 ribu rupiah sajah! Yes, murah!
Menjelang sekitar 1-2 minggu keberangkatan, baru deh mulai cari info detail tentang segala hal menarik di Thailand. Dari worskhop Seasoned Traveler waktu di UWRF, dikasih tahu kalau persiapan sebelum traveling (apalagi bagi penulis) itu sangat penting supaya nggak blank banget saat di lokasi. Sehingga saat sampai di tujuan, kita nggak lagi bingung mau ngapain atau ke mana, tapi bisa lebih fokus menerima hal-hal detail yang disajikan oleh tempat baru tersebut. Jadilah Rhein cari banyak informasi dari forum-forum backpacker tentang Thailand, tempat-tempat yang wajib dikunjungi, gimana bikin itinerary & alokasi waktu plus biaya, sampai ngeprint peta detail. Jangan lupa booking penginapan. Selama ini Rhein suka pakai bookingdotcom untuk cari penginapan murah, tanpa DP, bisa bayar on the spot pas hari H, dan tanpa credit card (ga punya soalnya). Cari penginapan dengan harga murah dan rating lumayan untuk backpacker. Terus, tuker duit rupiah ke baht. Budget Rhein hanya membawa 2,5 juta (6500 baht) sajah untuk 6 hari 5 malam keliling Thailand. Hohoho... #bakcpakcermiskin
Oiya, jalan-jalan kali ini Rhein sendirian (lagi). Solo backpacker in action again. Here we go!
6 May 2014Salah satu hal menyenangkan menjadi solo backpacker adalah bisa berinteraksi dengan orang baru dan hal itu dimulai dari dalam pesawat. Rhein bertemu dengan seorang mbak-mbak yang akan ke Bangkok untuk urusan pekerjaan. Meski baru bertemu, kami ngobrol banyaaaakkk sekali. Mulai dari pekerjaan dia, hobi backpackeran Rhein, karena dia udah sering keliling sekitaran Asia Pasifik untuk pekerjaan juga berbagi tips-tips saat berkunjung ke negara-negara tersebut, cerita jalan-jalan, sharing tentang pemahaman agama (karena agama kami berbeda), hobi menulis, de-el-el. It was fun!
Ayolah, kita semua pasti pernah menjadi sosok menyebalkan yang lebih suka terfokus pada gadget dan mengabaikan orang sekitar (bahkan teman sendiri) serta tidak ingin membuka percakapan dengan sosok nyata. Lalu, kali ini di sepanjang 3,5 jam perjalanan Jakarta-Bangkok (tanpa tidur), kami ngobrol banyak hal. Secara hape nggak boleh nyala, yes. Well yeah, ngobrol dengan kenalan baru selalu menyenangkan, membuat hati hangat dan terasa humanis.
Sampai di bandara Dong Muang sekitar jam 20.00, kami berpisah karena dia dijemput rekan kantor menuju kota lain, sedangkan Rhein langsung menuju bagian informasi bandara, tanya-tanya, ngambil peta, celingak-celinguk cari bis. Oiya, sempat ada tour agent yang menawarkan perjalanan ini itu, tapi Rhein tolak karena harus bayar saat itu juga dan biayanya jauh lebih mahal dari perencanaan yang sudah Rhein buat.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, Rhein berencana esok hari akan ke Pattaya pagi-pagi sekali. Jadi, Rhein sudah booking hostel di wilayah Sukhumvit-Ekkamai, dekat dengan terminal bis Ekkamai yang menyediakan bis menuju Pattaya sejak pukul 5. Dari bandara naik bis A1 dan turun di halte yang dekat dengan BTS Mochit. Nah, di halte itu juga dekat dengan stasiun MRT, jadi rada-rada bingung sempet salah mau naik BTS malah masuk ke stasiun MRT. Dari BTS Mochit turun di BTS Ekkamai. Di sinilah petualangan dimulai. Karena udah nyaris jam 10 malam, bingung gimana ke hostel karena cuma berbekal print out alamat & peta dari bookingdotcom.
Awalnya mau naik ojeg, ternyata tukang ojegnya nggak ngerti bahasa Inggris dan nggak mau ngangkut gw T_T. Setelah tanya-tanya karyawan yang baru pulang kerja dan lumayan bisa bahasa Inggris, gw disuruh jalan. Luntang lantung jalan, akhirnya ketemu bule yang lewat dan gw ditunjukin arah jalan, disuruh naik taksi karena lumayan gempor kalau jalan kaki apalagi udah malem. Mungkin dia juga kasian liat cewek mungil polos nan lugu bawa-bawa backpack malam-malam sendirian.
Voila, sampailah gw di hostel Nine Place Sukhumvit 40. Hostel ini tempatnya bersih, nyaman, ada air panas, wifi, TV, kulkas, kamar mandi enak, dapat minum, tisu, sabun, shampo, kasur & bantal empuk. Huaaaahhh... setelah ngabarin Ibu, mandi, tidur nyenyaaaakkk..
Perhitungan biaya:Bis A1 30 bahtBTS Mochit-Ekkamai 42 bahtTaksi 40 bahtHostel Nine Place 590 baht================================Total 720 baht x 355 (kurs IDR) = 255,600
Next: Pattaya & Koh Larn Island!
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on May 16, 2014 08:31
April 19, 2014
#AskRhein: Malas, Buntu, & Diksi
Tulisan tips menulis lanjutan dari #AskRhein kali ini berasal dari:
Untuk yang belum baca tulisan #AskRhein sebelumnya, silakan klik di sini ya..
First, selamat udah jarang kena writer's block. Ada yang bilang justru writer's block itu sebenarnya bukan 'penyakit' penulis, sih.. Karena yang udah jadi penulis pasti bisa mengolah ide sesederhana apa pun jadi tulisan. Tapi kalau malas... Nah, ini sih emang penyakit semua profesi. Hahaha.. Apakah Rhein pernah malas dalam menulis? Sering lah.. Alasan pembenarannya sih sibuk sama kuliah dan tugas-tugas, tapi yah, alasssyyyaaaann...
Urusan malas ini ngga ada jawaban atau tips pasti, tiap penulis punya cara sendiri-sendiri dalam mengatasi. Ada yang stop nulis total dan pergi jalan-jalan, ada yang cukup tidur atau denger musik kesukaan untuk mengembalikan mood, ada yang baca-baca buku setipe dengan tulisannya untuk cari referensi. Kalau Rhein sendiri ada beberapa hal yang dilakukan: Jalan-jalan ke toko buku dan liat buku-buku temen penulis lain yang udah terbit. Pasti muncul perasaan, duh kapan buku gw terpampang lagi di sini? Beneran deh, sekali pernah nerbitin buku, ada rasa rindu atau candu untuk bisa liat karya kita nampang lagi di toko buku.Baca buku referensi yang sejenis sama tulisan yang lagi digarap. Misal lagi nulis romance, ya banyak-banyak baca buku romance. Lama-lama suka muncul keinginan untuk cepet-cepet beresin naskah yang lagi dikerjakan.Upload sebagian naskah di blog atau wattpad dan sebarin ke socmed supaya banyak yang yang baca. Bagi Rhein, komentar pembaca itu supporter paling kuat untuk menghilangkan malas. Apalagi kalau yang nagih-nagih pengen baca lanjutannya xDUntuk yang pernah nerbitin buku dan punya editor, sesungguhnya tagihan editor ibarat dementor yang menyerap kemalasan. Hahaha..
Second, untuk masalah kehabisan ide ini mungkin maksudnya pas nulis sampe tengah jalan ya? Tips yang Rhein kasih sejak dulu selalu sama, BUAT AKHIR ceritanya dulu, perjelas konflik dan plot. Ibarat jalan-jalan, kita tahu tujuan mau ke mana. Jadi, mau naik becak, pesawat, kereta, tetap ada tujuan pasti. Ide mentok di tengah jalan ini bisa disiasati dengan banyak membaca karena ide sesederhana apa pun bisa dieksekusi menjadi tulisan yang menarik! Untuk problematika ini, buku terutama buku-buku non-fiksi. Yes, tidak ada penulis berkualitas yang malas membaca. Informasi dari buku-buku non-fiksi ini bisa kita masuk-masukan sebagai side-story hingga tulisan jadi lebih fresh. Asupan ilmu sangat penting bagi penulis, salah satunya adalah membaca tulisan non-fiksi. Luaskan wasasan.
Third, bagaimana dengan kata-kata yang pas? Bahasa kerennya: diksi. Sini Rhein kasih sesuatu.
buku bank kataYep, buatlah bank data! Sebagai penulis, tentu memiliki cara membaca yang berbeda dengan pembaca biasa. Kalau lagi baca buku, Rhein selalu siapkan post-it, pensil, dan buku bank data. Kalau ada cara penyampaian deskripsi, dialog, atau istilah yang menarik di buku yang lagi di baca, Rhein tempel post-it di paragraf tersebut. Kalau ada kosakata baru atau yang jarang Rhein gunakan dalam bahasa sehari-hari, ditulis di buku bank kata. Dengan cara seperti ini, referensi diksi dan cara penyampaian dalam tulisan akan lebih kaya dan nggak monoton. Buka-buka lagi buku bank data itu saat kita menulis, aplikasikan dalam tulisan kita.
Sekian tulisan #AskRhein dalam writing tips kali ini... Tunggu episode selanjutnya... ;) #wink
Love is real, real is love. -John Lennon-
@JennyThaliaF @rheinfathia menghindari rasa malas :" untung sih skrg udh jarang kena writer's block :3 cuma ya malesnya itu...
@Dika_Annisa1 @rheinfathia kehabisan ide karena mungkin sebelumnya kurang dipikirkan dengan matang. Bgmn menemukan kata-kata yang pas
Untuk yang belum baca tulisan #AskRhein sebelumnya, silakan klik di sini ya..
First, selamat udah jarang kena writer's block. Ada yang bilang justru writer's block itu sebenarnya bukan 'penyakit' penulis, sih.. Karena yang udah jadi penulis pasti bisa mengolah ide sesederhana apa pun jadi tulisan. Tapi kalau malas... Nah, ini sih emang penyakit semua profesi. Hahaha.. Apakah Rhein pernah malas dalam menulis? Sering lah.. Alasan pembenarannya sih sibuk sama kuliah dan tugas-tugas, tapi yah, alasssyyyaaaann...
Urusan malas ini ngga ada jawaban atau tips pasti, tiap penulis punya cara sendiri-sendiri dalam mengatasi. Ada yang stop nulis total dan pergi jalan-jalan, ada yang cukup tidur atau denger musik kesukaan untuk mengembalikan mood, ada yang baca-baca buku setipe dengan tulisannya untuk cari referensi. Kalau Rhein sendiri ada beberapa hal yang dilakukan: Jalan-jalan ke toko buku dan liat buku-buku temen penulis lain yang udah terbit. Pasti muncul perasaan, duh kapan buku gw terpampang lagi di sini? Beneran deh, sekali pernah nerbitin buku, ada rasa rindu atau candu untuk bisa liat karya kita nampang lagi di toko buku.Baca buku referensi yang sejenis sama tulisan yang lagi digarap. Misal lagi nulis romance, ya banyak-banyak baca buku romance. Lama-lama suka muncul keinginan untuk cepet-cepet beresin naskah yang lagi dikerjakan.Upload sebagian naskah di blog atau wattpad dan sebarin ke socmed supaya banyak yang yang baca. Bagi Rhein, komentar pembaca itu supporter paling kuat untuk menghilangkan malas. Apalagi kalau yang nagih-nagih pengen baca lanjutannya xDUntuk yang pernah nerbitin buku dan punya editor, sesungguhnya tagihan editor ibarat dementor yang menyerap kemalasan. Hahaha..
Second, untuk masalah kehabisan ide ini mungkin maksudnya pas nulis sampe tengah jalan ya? Tips yang Rhein kasih sejak dulu selalu sama, BUAT AKHIR ceritanya dulu, perjelas konflik dan plot. Ibarat jalan-jalan, kita tahu tujuan mau ke mana. Jadi, mau naik becak, pesawat, kereta, tetap ada tujuan pasti. Ide mentok di tengah jalan ini bisa disiasati dengan banyak membaca karena ide sesederhana apa pun bisa dieksekusi menjadi tulisan yang menarik! Untuk problematika ini, buku terutama buku-buku non-fiksi. Yes, tidak ada penulis berkualitas yang malas membaca. Informasi dari buku-buku non-fiksi ini bisa kita masuk-masukan sebagai side-story hingga tulisan jadi lebih fresh. Asupan ilmu sangat penting bagi penulis, salah satunya adalah membaca tulisan non-fiksi. Luaskan wasasan.
Third, bagaimana dengan kata-kata yang pas? Bahasa kerennya: diksi. Sini Rhein kasih sesuatu.

Sekian tulisan #AskRhein dalam writing tips kali ini... Tunggu episode selanjutnya... ;) #wink
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on April 19, 2014 06:32
April 12, 2014
#AskRhein: Awal & Akhir Cerita
Beberapa hari (oke, minggu) lalu, Rhein iseng tanya di twitter dengan #AskRhein tentang apa sih kesulitan yang biasa dialami penulis pemula? Tujuan utama Rhein sih supaya ada bahan nulis blog yang bermanfaat selain curhat (hohoho) dan bisa berbagi pengalaman tentang menulis bagi yang membutuhkan. Jawaban #AskRhein ini ada banyak dan Rhein mau bahas satu per satu ya supaya lebih fokus. Ini dia kesulitan awal penulis pemula bagian pertama:
So, bagaimana memulai sebuah cerita dan bagaimana agar awal cerita tersebut menarik, ini tantangan! Tips jitu adalah HOOK THE READER. Ibarat mancing dan pembaca adalah para ikan, kita harus punya umpan lezat dan kail yang kuat supaya ikan cepet ketangkap. Umpan atau awal cerita yang lezat itu seperti apa? Tentunya yang menarik. Yang menarik kayak gimana? Rumus singkat awal cerita menarik:
Kemudian, di adegan awal cerita jangan menulis narasi penjelasan tentang semuanya. Sembunyikan dong supaya pembaca penasaran. Hohoho... Untuk contoh awal cerita, kalian bisa baca tulisanku di sini:
Sekarang tentang bagaimana menulis ending yang menarik? Ingat ya, your ending sells your next book. Kalau Rhein pribadi, menakar novel yang Rhein tulis itu menarik atau nggak adalah saat ada pembaca yang bertanya, "Novelmu yang itu ada lanjutannya?" Nah, itu adalah tanda-tanda pembaca ketagihan. Hihihi... xD
Untuk penjelasan ending Rhein coba tunjukkan dengan gambar.
gambar dan tulisannya jelek, tapi penulisnya tetep cantikIni didapat waktu ikut workshop di Ubud Writers Readers Festival. Ibarat sebuah grafik, cerita yang kita tulis pasti dimulai dari perkenalan (A), ketemu problem, konflik-konflik kecil muncul, tensi semakin naik, klimaks, lalu turun perlahan. Nah, menulis kata TAMAT ini jangan setelah klimaks dengan lanjutan penjelasan 'kemudian kehidupan mereka bahagia selamanya, si A menikah dengan B, punya anak bernama C yang lucu imut. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dan rumah sederhana. Di depan rumah mereka ada tukang sayur yang dan di sampingnya tinggal tukang daging. Mereka..bla..bla..' boring, ngga penting, terlalu turun moodnya.
Jadi, bubuhkan kata TAMAT beberapa saat setelah klimaks berlangsung. Tentu setelah berbagai pertanyaan atau konflik cerita terjawab ya. Sisakan sedikit rasa penasaran pada pembaca tentang apa sih yang akan terjadi pada kehidupan tokoh-tokoh cerita kita selanjutnya.
Nah, begitulah kira-kira sedikit penjelasan bagaimana membuat awal dan akhir cerita yang menarik. Semoga bisa dipahami ya... Lagi-lagi, semua teori ini tidak ada artinya tanpa kita terus berlatih menulis. Sampai jumpa di tulisan tentang #AskRhein lainnya.
KEEP WRITING! :D
Love is real, real is love. -John Lennon-
@HeruSolo memulainyaAda quote dari Lawrence Block yang menyatakan "Your beginning sells your current book. Your ending sells your next book". Yes, awal dan akhir cerita menentukan penjualan atau bagaimana pembaca akan tertarik pada tulisan kita. Kalau awal cerita udah bikin boring, bahaya banget si pembaca malas lanjutin baca dan kalau ngga sampai tamat, ya gimana nasib buku selanjutnya? Padahal, FYI ya, kebanyakan pembaca di Indonesia itu (imho) pemalas. Suka skip-skip kalau cerita kepanjangan, ngga seru, buku terlalu tebel, dan ujung-ujungnya pesan tersirat yang pengen kita sampaikan ngga bisa mereka tangkap.
@shelviach kesulitan saat memulai cerita dan mengakhirinya
So, bagaimana memulai sebuah cerita dan bagaimana agar awal cerita tersebut menarik, ini tantangan! Tips jitu adalah HOOK THE READER. Ibarat mancing dan pembaca adalah para ikan, kita harus punya umpan lezat dan kail yang kuat supaya ikan cepet ketangkap. Umpan atau awal cerita yang lezat itu seperti apa? Tentunya yang menarik. Yang menarik kayak gimana? Rumus singkat awal cerita menarik:
Seseorang (atau beberapa orang)-melakukan sesuatu-di suatu tempat-di suatu waktu.Dari buku yang pernah Rhein baca (lupa judulnya), awal cerita menarik hampir selalu tentang 'tokoh yang bergerak' karena dari sana pembaca akan ikut langsung merasakan seolah-olah menjadi si tokoh. Contoh: Si tokoh berlari di jalan raya saat tengah malam karena dikejar perampok. Dengan menangkap pembaca seolah-olah mereka adalah si tokoh yang bergerak, pembaca akan tanpa sadar membuka lembar demi lembar halaman buku kalian. Why? Karena mereka penasaran 'habis ini gw (padahal si tokoh novel) ngapain lagi?'
Kemudian, di adegan awal cerita jangan menulis narasi penjelasan tentang semuanya. Sembunyikan dong supaya pembaca penasaran. Hohoho... Untuk contoh awal cerita, kalian bisa baca tulisanku di sini:
http://www.wattpad.com/44345107-the-gloomy-gift-prologLalu, kecuali kalian penulis luar biasa canggih, JANGAN menulis tentang sejarah atau latar belakang tokoh, situasi, konflik, di awal cerita. Ingat, kalian nulis cerita fiksi, bukan SKRIPSI, jadi ngga perlu nulis latar belakang di halaman awal.
Sekarang tentang bagaimana menulis ending yang menarik? Ingat ya, your ending sells your next book. Kalau Rhein pribadi, menakar novel yang Rhein tulis itu menarik atau nggak adalah saat ada pembaca yang bertanya, "Novelmu yang itu ada lanjutannya?" Nah, itu adalah tanda-tanda pembaca ketagihan. Hihihi... xD
Untuk penjelasan ending Rhein coba tunjukkan dengan gambar.

Jadi, bubuhkan kata TAMAT beberapa saat setelah klimaks berlangsung. Tentu setelah berbagai pertanyaan atau konflik cerita terjawab ya. Sisakan sedikit rasa penasaran pada pembaca tentang apa sih yang akan terjadi pada kehidupan tokoh-tokoh cerita kita selanjutnya.
Nah, begitulah kira-kira sedikit penjelasan bagaimana membuat awal dan akhir cerita yang menarik. Semoga bisa dipahami ya... Lagi-lagi, semua teori ini tidak ada artinya tanpa kita terus berlatih menulis. Sampai jumpa di tulisan tentang #AskRhein lainnya.
KEEP WRITING! :D
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on April 12, 2014 08:23
March 7, 2014
Cafe Management, Class Field Trip, & Business Woman
Posting cepat sajalah ya ini. Laptop masih rusak dan entah kenapa modem tidak bisa dipakai. Kesulitan akses dunia maya padahal banyak yang pengen ditulis di blog.
Dua hari kemarin menyenangkan! :D Hari Rabu, Rhein dan beberapa teman latihan mengelola sebuah kafe milik pebisnis yang menjadi mentor kami di kampus (namanya Ibu Cilik Ari). Ceritanya dari sekelompok anak ini ada yang jadi manajer kafe, bagian dapur, kasir, waitress, dll. Yang datang ke kafe buaaannyaaaakk.. Kebetulan ada acara ulang tahun, latihan dansa, dan nyanyi. Rhein kebagian jadi waitress dan kasir. Ternyata ya... ngelola kafe yang cuma sehari doang itu, ngga gampang!
Contohnya adalah alur:
Tapi seru.. :D
MBA CCE 48 ITB at Chilli Kafe
=================================================================
Cerita kedua
Kamis, 6 Maret 2014, kelas CCE 48 mengadakan field trip ke lokasi bisnis milik para mentor kami. Ada dua lokasi yang dikunjungi yaitu J&C cookies dan Shafira. Dua bisnis ini sudah dikelola secara profesional dan kece badai!
J&C berawal dari Ibu Diah yang hobi membuat kue di rumah, sambil santai dan nonton TV. Tapi, lima belas tahun kemudian..... J&C masih memproduksi kue-kue untuk cemilan terutama saat Lebaran dan semuanya handmade. Iya, macam ibu-ibu kita di rumah aja kalau mau bikin kue lebaran. Kerennya, produksi 6 bulan sebelum Idul Fitri bahkan memerlukan pegawai lebih dari 1,000 orang! Men, gimana coba mengelola orang sebanyak itu?? Salutnya lagi, semua pegawai J&C ini berasal dari masyarakat sekitar Bojongkoneng, tempat dimana keluarga Ibu Diah tinggal. Mereka membuka lapangan kerja, memberdayakan, dan memberi penghidupan untuk masyarakat. Terharu...
Waktu Rhein tanya ke Ibu pemilik J&C ini kenapa nggak pakai industri mesin karena dari segi operasional bisa lebih cepat, bentuk kue ada standarisasi kualitas, low cost, dll. Kemudian si Ibu yang cantik dari hati (beneran!) ini menjawab lembut,
selain keliling pabrik juga dapat kue-kue gratis untuk icip-icip. Icip doang tapi sampai kenyang! :))
Selanjutnya adalah jalan-jalan ke Shafira Coorporation. Yang muslimah pasti udah tau sama brand busana muslim satu ini. Dan ternyata..ternyata..ternyata... ah, speechless lah! Bisnis yang hanya berawal dari Ibu Fenny Mustafa yang jualan baju di pameran tahun 1989 ini udah berkembang jadi tren fashion muslimah yang mendunia. Kami sekelas keliling melihat proses dari bagaimana desain, buat pola, pilih kain, gunting pola, jahit, tempel payet atau bordir, bikin dummy, jahit massal, quality kontrol (kotor, salah jahit, salah ukuran, dsb), sampai bagaimana diversifikasi bisnis dan pemilihan segmen pasar sesuai desain dan kualitas baju.
Shafira ini udah masuk skala industri besar dan dikelola saaaannggaaattt profesional dengan peralatan mesin teknologi tinggi. Bahkan Shafira ini yang menjadi sponsor utama saat Indonesia Fashion Week 2014 lalu. Ah keren lah pokoknya...
pulang dari Shafira semua dapet goodie bag. Acik..acik..Ikut semua aktivitas kelas ini bener-bener menginspirasi. Semua berawal dari bisnis kecil-kecilan, sabar, tekun, daya tahan fisik-mental yang ngga main-main, cerdas melihat peluang, sampai akhirnya dikelola menggunakan tenaga profesional. Yang salut lagi, semua pebisnis yang kami kunjungi ini ibu-ibu. Beliau-beliau ini cantik, lembut, santun, rendah hati, dan sama seperti naluri semua ibu, sangat "memberi", terutama ilmu dan pengalaman mereka pada kami.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Dua hari kemarin menyenangkan! :D Hari Rabu, Rhein dan beberapa teman latihan mengelola sebuah kafe milik pebisnis yang menjadi mentor kami di kampus (namanya Ibu Cilik Ari). Ceritanya dari sekelompok anak ini ada yang jadi manajer kafe, bagian dapur, kasir, waitress, dll. Yang datang ke kafe buaaannyaaaakk.. Kebetulan ada acara ulang tahun, latihan dansa, dan nyanyi. Rhein kebagian jadi waitress dan kasir. Ternyata ya... ngelola kafe yang cuma sehari doang itu, ngga gampang!
Contohnya adalah alur:
Pengunjung panggil Rhein > pesan menu > Rhein menjelaskan detail menu kalau ada yang bertanya > pesanan lengkap > serahkan ke kepala bagian dapur > makanan diracik > makanan keluar diantar waitress (pegawai kafe asli karena takut tumpah kalau Rhein yang anter) > waitress tanya ke Rhein siapa yang pesan menu ini dan itu, ada di meja mana > Rhein LUPA!!Sumpah, itu lupa bukan disengaja. Karena pengunjung banyaaaaakkk.... dan mereka nggak cuma pesan satu menu per orang, belum lagi kalau nambah, apalagi karena ada yang ulang tahun, para pengunjung saling kenal dan sering pindah-pindah meja untuk ngobrol sama teman-temannya. Terus harus itung total harga menu, bikin bill, de-el-el... #JRENG!
Tapi seru.. :D



=================================================================
Cerita kedua
Kamis, 6 Maret 2014, kelas CCE 48 mengadakan field trip ke lokasi bisnis milik para mentor kami. Ada dua lokasi yang dikunjungi yaitu J&C cookies dan Shafira. Dua bisnis ini sudah dikelola secara profesional dan kece badai!
J&C berawal dari Ibu Diah yang hobi membuat kue di rumah, sambil santai dan nonton TV. Tapi, lima belas tahun kemudian..... J&C masih memproduksi kue-kue untuk cemilan terutama saat Lebaran dan semuanya handmade. Iya, macam ibu-ibu kita di rumah aja kalau mau bikin kue lebaran. Kerennya, produksi 6 bulan sebelum Idul Fitri bahkan memerlukan pegawai lebih dari 1,000 orang! Men, gimana coba mengelola orang sebanyak itu?? Salutnya lagi, semua pegawai J&C ini berasal dari masyarakat sekitar Bojongkoneng, tempat dimana keluarga Ibu Diah tinggal. Mereka membuka lapangan kerja, memberdayakan, dan memberi penghidupan untuk masyarakat. Terharu...
Waktu Rhein tanya ke Ibu pemilik J&C ini kenapa nggak pakai industri mesin karena dari segi operasional bisa lebih cepat, bentuk kue ada standarisasi kualitas, low cost, dll. Kemudian si Ibu yang cantik dari hati (beneran!) ini menjawab lembut,
"Kalau mesin mah benda mati, Neng. Kalau banyak pegawai banyak yang doain."#MAKSLEP



Selanjutnya adalah jalan-jalan ke Shafira Coorporation. Yang muslimah pasti udah tau sama brand busana muslim satu ini. Dan ternyata..ternyata..ternyata... ah, speechless lah! Bisnis yang hanya berawal dari Ibu Fenny Mustafa yang jualan baju di pameran tahun 1989 ini udah berkembang jadi tren fashion muslimah yang mendunia. Kami sekelas keliling melihat proses dari bagaimana desain, buat pola, pilih kain, gunting pola, jahit, tempel payet atau bordir, bikin dummy, jahit massal, quality kontrol (kotor, salah jahit, salah ukuran, dsb), sampai bagaimana diversifikasi bisnis dan pemilihan segmen pasar sesuai desain dan kualitas baju.
Shafira ini udah masuk skala industri besar dan dikelola saaaannggaaattt profesional dengan peralatan mesin teknologi tinggi. Bahkan Shafira ini yang menjadi sponsor utama saat Indonesia Fashion Week 2014 lalu. Ah keren lah pokoknya...

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on March 07, 2014 00:33
February 1, 2014
Tentang Menjadi Istri, Ibu, Ini, dan Itu
Teman-teman Rhein udah banyak yang jadi Ibu. Mahmud Abas istilahnya, Mamah muda anak baru satu. Melongok diri sendiri, Rhein sering merasa siklus hidup sedang berhenti di usia 20 tahun. Menikmati masa kuliah, senang-senang, tugas-tugas, kongkow dengan teman, backpacking murah, nonton film di laptop, download-download, begadang, bangun siang, minus pacaran. Obrolan keluarga tentu sering nyentil ke urusan kapan cari pacar, nikah, dsb. Dulu-dulu sih risih, sekarang udah sampai tahap ahyasyudahlah.
Rhein termasuk anak yang lebih suka fokus untuk hal-hal yang disukai dulu. Nikmati hidup, hepi, udah ada yang ngatur urusan jodoh, rezeki, dan mati. Sampai seorang teman sering curhat dia pengen nikah tapi belum kesampaian padahal udah punya pacar. Awalnya sering nanya ke diri sendiri, kenapa dia pengen nikah cepet? (dan gw udah tau jawabannya). Lalu ganti bertanya, kenapa gw juga belum punya pacar dan nikah seperti temen-temen seumuran? Kenapa ya?
Mikir-mikir-mikir, pertanyaan Rhein ganti. Apa yang bikin gw belum pantas untuk nikah?
Kemudian gw akan teringat seorang klien waktu masih jadi editor dulu. Namanya Ibu Sufi, beliau penulis buku kuliner yang bukunya udah dimana-mana, seorang wanita usia 60an yang masih sehat dan aktif di urusan kuliner. Waktu sering kerjasama dengan beliau di rumahnya, pemotretan menu, penulisan resep, liat cara memasak, mau nggak mau pasti berinteraksi juga dengan keluarga Ibu Sufi. Suaminya, asistennya, saudaranya, anaknya, sampai cucu-cucunya. Seringkali saat proses pembuatan masakan atau pemotretan menu, kami diinterupsi karena Ibu Sufi harus menyiapkan makan untuk suaminya, menjemput cucu-cucunya sekolah, mempersiapkan hal-hal kecil kalau suaminya akan pergi, telepon sana-sini kalau anak atau saudaranya butuh sesuatu. Sampai suatu hari, Ibu Sufi pernah bilang sama Rhein,
Waktu kerja ngacak-ngacak rumah Bu SufiKemudian Rhein akan melongok ke keluarga sendiri, melihat Ibu, sosok ibu rumah tangga merangkap businesswoman. Ibu masih selalu bangun pagi, menggedor pintu kamar anak-anaknya untuk membangunkan solat subuh, menyiapkan kopi dan cemilan untuk Bapak, serta memberikan intruksi menu ke asisten untuk masak seharian. Oh, bukan hanya menu masakan untuk keluarga, tapi juga belasan karyawan kantor Tenda Destarata. Kemudian Ibu akan mengecek & mengatur jadwal jobdesk masing-masing karyawan, ketemu klien, belum lagi kalau Rhein merengek minta cemilan (duh).
Setelah melihat dua wanita di atas, sampailah pada kesimpulan: Oke, gw emang belum pantas sih jadi istri dan ibu. Sekarang masih saatnya belajar sedikit demi sedikit untuk mandiri dan sebisa mungkin bermanfaat untuk orang lain.
Mungkin bukan hanya untuk masalah pencapaian status. Termasuk tentang menggapai mimpi dan keinginan, pertanyaannya bukan "Kenapa aku belum begini dan begitu?" tapi diganti "Apa yang membuatku belum pantas mendapatkan/menjadi ini dan itu?"
Love is real, real is love. -John Lennon-
Rhein termasuk anak yang lebih suka fokus untuk hal-hal yang disukai dulu. Nikmati hidup, hepi, udah ada yang ngatur urusan jodoh, rezeki, dan mati. Sampai seorang teman sering curhat dia pengen nikah tapi belum kesampaian padahal udah punya pacar. Awalnya sering nanya ke diri sendiri, kenapa dia pengen nikah cepet? (dan gw udah tau jawabannya). Lalu ganti bertanya, kenapa gw juga belum punya pacar dan nikah seperti temen-temen seumuran? Kenapa ya?
Mikir-mikir-mikir, pertanyaan Rhein ganti. Apa yang bikin gw belum pantas untuk nikah?
Kemudian gw akan teringat seorang klien waktu masih jadi editor dulu. Namanya Ibu Sufi, beliau penulis buku kuliner yang bukunya udah dimana-mana, seorang wanita usia 60an yang masih sehat dan aktif di urusan kuliner. Waktu sering kerjasama dengan beliau di rumahnya, pemotretan menu, penulisan resep, liat cara memasak, mau nggak mau pasti berinteraksi juga dengan keluarga Ibu Sufi. Suaminya, asistennya, saudaranya, anaknya, sampai cucu-cucunya. Seringkali saat proses pembuatan masakan atau pemotretan menu, kami diinterupsi karena Ibu Sufi harus menyiapkan makan untuk suaminya, menjemput cucu-cucunya sekolah, mempersiapkan hal-hal kecil kalau suaminya akan pergi, telepon sana-sini kalau anak atau saudaranya butuh sesuatu. Sampai suatu hari, Ibu Sufi pernah bilang sama Rhein,
"Tuh, kamu nanti kalau sudah jadi istri dan ibu, harus bisa mengerjakan banyak hal printilan kayak gini dalam satu waktu. Sanggup, nggak?"Dan gw cuma nyengir.

Setelah melihat dua wanita di atas, sampailah pada kesimpulan: Oke, gw emang belum pantas sih jadi istri dan ibu. Sekarang masih saatnya belajar sedikit demi sedikit untuk mandiri dan sebisa mungkin bermanfaat untuk orang lain.
Mungkin bukan hanya untuk masalah pencapaian status. Termasuk tentang menggapai mimpi dan keinginan, pertanyaannya bukan "Kenapa aku belum begini dan begitu?" tapi diganti "Apa yang membuatku belum pantas mendapatkan/menjadi ini dan itu?"
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on February 01, 2014 00:09
January 10, 2014
Riset dalam Menulis Novel
Sebagai penulis moody, Rhein mau cerita sedikit tentang gimana sih cara riset ketika kita sedang menulis sebuah novel? Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa menulis membutuhkan riset agar hasilnya lebih realistis, 'bergizi', bahkan bisa membuat pembaca merasa bahwa cerita yang kita tulis itu "gue banget". Proses riset itu gampang atau susah? Ibarat belajar fisika, awalnya memang susah dan lama kelamaan makin susah, apalagi kalau calon tulisan kita isinya lebih kompleks. Hehehe.. :D
Sebagai contoh, Rhein akan bercerita bagaimana saat melakukan riset untuk novel Seven Days . Pssstt.. bocoran nih yah, alasan kenapa novel ini dipilih sebagai pemenang lomba Qanita Romance adalah karena temanya: Traveling. Sejak tahun lalu (bahkan tahun ini pun), traveling begitu hits, menjadi lifestyle, banyak buku travel guide, dan kayaknya ngga kece gitu kalau ngga angkat ransel untuk jalan-jalan. Nah, sayangnya masih sangat jarang novel fiksi yang berlatar belakang traveling. Kalaupun ada, mungkin naskah tersebut ngga ikut lomba. Hihihi.. Maka dari itu, beberapa pembaca Seven Days selalu berkomentar tentang deksripsi lokasi-lokasi di novel ini tergambar dengan detail dan indah. Bahkan, ada pembaca yang membawa novel ini sebagai buku travel guide saat dia jalan-jalan ke Bali. :D
So, here the research process of Seven Days. Novel ini bercerita tentang Bali karena kebetulan saat melihat pengumuman lomba, Rhein baru pulang dari sana. Tapi, tidak semua lokasi yang muncul di Seven Days sudah Rhein kunjungi saat ke Bali. Nope, hanya sebagian saja dan sisanya adalah riset.
1. AstronomiAda yang bilang novel Seven Days banyak bintang. Hahaha... Semua hal astronomi di novel ini, mulai dari pilihan nama Shen & Alnilam yang identik dengan rasi Orion, kondisi di Observatorium Bosscha, letak rasi bintang, dsb, hampir tidak membutuhkan riset saat proses penulisan. Why? Karena Rhein sudah hapal hampir di luar kepala. Hahaha... Yeah, para pembaca setia (ceilah) buku-buku Rhein pasti tahu kalau penulisnya penggila langit & astronomi. Jadi ya gitu. Kita bisa menggunakan pengalaman atau hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya sebagai amunisi isi tulisan. Tinggal di-search saja apakah masih relevan dengan zaman sekarang atau tidak.
2. Pekerjaan Karakter: Arsitek & Desainer (Pelukis)Rhein ngga bisa gambar sama sekali. Jangankan pegang kuas lukis, kuas cat air Faber Castel aja belepotan. Shen sebagai arsitek cerminan dari Bapak, tidak terlalu sulit mendeskripsikan pekerjaannya karena Rhein melihat bagaimana beliau bekerja & sifat-sifatnya seumur hidup. Perfeksionis, teratur, disiplin, sibuk di kantor seperti apa, dll. Nilam sebagai pelukis, ini yang cukup memantang. Rhein harus riset bagaimana proses melukis dari awal sampai akhir (ternyata kebanyakan pakai pensil dulu), alat-alat apa saja yang dibutuhkan (kanvas, kuas, easel, cat minyak, dll), ada berapa jenis kuas yang dibutuhkan (ternyata ada banyak ukuran), jenis-jenis cat minyak seperti apa yang tahan lama serta cepat kering atau tidak (macam-macam, lho), bagaimana dengan ukuran kanvas standar (banyak bingits), berapa lama proses melukis itu berlangsung sesuai pilihan cat, dan bagaimana proses jika ingin membawa lukisan ke pesawat. Semua proses ini ada yang Rhein baca di internet, tanya ke pelukis (sok-sok kenalan di Facebook), dan datang sendiri untuk tanya-tanya ke penjual peralatan lukis. Rempong? Well, that's research and you got new experience :)
3. TimingIni penting sekali dalam penulisan novel dan membutuhkan riset yang teliti. Semua rute lokasi perjalanan Shen & Nilam bisa dilakukan oleh siapa pun. Meski tidak mengunjungi keseluruhan lokasi, Rhein googling dari berbagai macam forum backpacker dan bagaimana mereka melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain serta berapa lama waktu yang dibutuhkan. Baca juga brosur-brosur travel agent dan bagaimana mereka menawarkan perjalanan. Google map sangat membantu untuk mencari rute efektif dalam membuat rencana perjalanan. Selain itu, perhatikan hal-hal detail seperti: nggak mungkin menikmati sunrise di pantai Kuta karena letaknya menghadap ke barat. Ingat detail! Riset timing dan hal detail sangat penting diperhatikan.
4. Karakter tambahanPasangan Andrea-James, Made si surfer macho asli Bali, pemilik penginapan di Ubud, penduduk ramah di Ubud, sampai monyet-monyet di Monkey Forest & Uluwatu, Rhein ambil dari hasil pengalaman interaksi waktu jalan-jalan di Bali. Yep! Sebagai penulis, kemana pun kita pergi, selalu buka sensitivitas panca indera dan rekam baik-baik. Ingat apa yang mereka lakukan, karakternya, apa yang mereka bicarakan, dsb. Adakalanya riset itu terjadi begitu saja dan cukup kita menyerapnya dengan panca indera, tidak perlu sedikit-sedikit dicatat. Interaksi dengan sekitar, resapi, simpan di otak dan hati.
5. Lokasi: BaliNah, ini inti utama cerita. Bagi yang sudah baca Seven Days, kalian bisa menebak mana saja lokasi mana saja yang sudah Rhein kunjungi atau belum? :D. Nih bocorannya: Saat penulisan Seven Days, Rhein belum pernah ke Pura Besakih, Kintamani, Denpasar, hmm.. mana lagi ya *cek novelnya dulu*, oh tidak ke Danau Batur, Pantai Sanur, bahkan tidak melihat sendratari. Ih, kok banyak nggaknya sih? Lha, makanya pakai riset.
Kebanyakan riset adalah googling dan baca forum backpacker. Sempat ada pengubahan cerita, tadinya Rhein mau menulis adegan romantis Shen & Nilam melakukan lomba membuat coretan sketsa artistik pura Besakih, nanti yang menang boleh *titik-titik* yang kalah... ehmm.. kasih tau ngga ya ngapain? *uhukuhuk. Etapi pas riset tentang Pura Besakih, ternyata tempat itu tidak nyaman bagi wisatawan karena penduduknya kurang ramah. Semua forum backpacker baik dari dalam dan luar negeri berpendapat sama. Bahkan Pura Besakih sempat dicap sebagai destinasi wisata yang di-blacklist oleh forum backpacker sedunia. Yaaahh.. Nggak jadi deh bikin adegan romantis di sana.
Kintamani, Danau & Gunung Batur, juga Rhein lakukan riset melalui cara yang sama: Forum backpacker, lihat foto-foto indahnya, dan membayangkan diri sendiri berada di sana saat menulisnya. Cerita tentang nonton sendratari, oh itu Rhein nonton belasan pertunjukan sendratari di Bali dari Youtube! Hahaha.. Sedangkan makna filosofi dan cerita Rama-Shinta, kebetulan Rhein pernah ambil mata kuliah Wayang di kampus, jadi ya tahu sedikit lah tentang pewayangan.
Juga untuk cerita mitos pura-pura yang selalu terletak di tempat-tempat sulit (gunung, hutan, tebing curam), tentang dewa-dewa kepercayaan masyarakat Bali, wilayah yang mayoritas muslim, de-el-el, semuanya menggunakan riset. Googling, baca artikel, buku-buku travel guide, atau blogger dengan kisah unik masing-masing. Dan jangan lupa, perpindahan waktu antar lokasi ini juga perlu diperhitungkan.
Begitulah, sedikit-banyak cerita pengalaman riset dalam proses membuat novel. Seven Days sengaja dibuat menjadi cerita romance yang mudah ditebak endingnya karena Rhein lebih ingin memunculkan eksotisme traveling di Bali. Karena percaya deh, datanglah ke Bali dengan pasangan dan dijamin semua hal yang disajikan di sana akan memunculkan efek magis romantisme sendiri secara lembut dan perlahan. *pengalaman ya, Rhein? #uhuk*.
Bagi Rhein, menulis novel adalah proses pembelajaran. Menulis novel dengan tema traveling dan melakukan risetnya menjadi tantangan tersendiri dan masih jauh dari sempurna. So, keep writing and learning! :D
Yang hobi riset. Pantai Pandawa, Bali, 2014.Love is real, real is love. -John Lennon-
Sebagai contoh, Rhein akan bercerita bagaimana saat melakukan riset untuk novel Seven Days . Pssstt.. bocoran nih yah, alasan kenapa novel ini dipilih sebagai pemenang lomba Qanita Romance adalah karena temanya: Traveling. Sejak tahun lalu (bahkan tahun ini pun), traveling begitu hits, menjadi lifestyle, banyak buku travel guide, dan kayaknya ngga kece gitu kalau ngga angkat ransel untuk jalan-jalan. Nah, sayangnya masih sangat jarang novel fiksi yang berlatar belakang traveling. Kalaupun ada, mungkin naskah tersebut ngga ikut lomba. Hihihi.. Maka dari itu, beberapa pembaca Seven Days selalu berkomentar tentang deksripsi lokasi-lokasi di novel ini tergambar dengan detail dan indah. Bahkan, ada pembaca yang membawa novel ini sebagai buku travel guide saat dia jalan-jalan ke Bali. :D
So, here the research process of Seven Days. Novel ini bercerita tentang Bali karena kebetulan saat melihat pengumuman lomba, Rhein baru pulang dari sana. Tapi, tidak semua lokasi yang muncul di Seven Days sudah Rhein kunjungi saat ke Bali. Nope, hanya sebagian saja dan sisanya adalah riset.
1. AstronomiAda yang bilang novel Seven Days banyak bintang. Hahaha... Semua hal astronomi di novel ini, mulai dari pilihan nama Shen & Alnilam yang identik dengan rasi Orion, kondisi di Observatorium Bosscha, letak rasi bintang, dsb, hampir tidak membutuhkan riset saat proses penulisan. Why? Karena Rhein sudah hapal hampir di luar kepala. Hahaha... Yeah, para pembaca setia (ceilah) buku-buku Rhein pasti tahu kalau penulisnya penggila langit & astronomi. Jadi ya gitu. Kita bisa menggunakan pengalaman atau hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya sebagai amunisi isi tulisan. Tinggal di-search saja apakah masih relevan dengan zaman sekarang atau tidak.
2. Pekerjaan Karakter: Arsitek & Desainer (Pelukis)Rhein ngga bisa gambar sama sekali. Jangankan pegang kuas lukis, kuas cat air Faber Castel aja belepotan. Shen sebagai arsitek cerminan dari Bapak, tidak terlalu sulit mendeskripsikan pekerjaannya karena Rhein melihat bagaimana beliau bekerja & sifat-sifatnya seumur hidup. Perfeksionis, teratur, disiplin, sibuk di kantor seperti apa, dll. Nilam sebagai pelukis, ini yang cukup memantang. Rhein harus riset bagaimana proses melukis dari awal sampai akhir (ternyata kebanyakan pakai pensil dulu), alat-alat apa saja yang dibutuhkan (kanvas, kuas, easel, cat minyak, dll), ada berapa jenis kuas yang dibutuhkan (ternyata ada banyak ukuran), jenis-jenis cat minyak seperti apa yang tahan lama serta cepat kering atau tidak (macam-macam, lho), bagaimana dengan ukuran kanvas standar (banyak bingits), berapa lama proses melukis itu berlangsung sesuai pilihan cat, dan bagaimana proses jika ingin membawa lukisan ke pesawat. Semua proses ini ada yang Rhein baca di internet, tanya ke pelukis (sok-sok kenalan di Facebook), dan datang sendiri untuk tanya-tanya ke penjual peralatan lukis. Rempong? Well, that's research and you got new experience :)
3. TimingIni penting sekali dalam penulisan novel dan membutuhkan riset yang teliti. Semua rute lokasi perjalanan Shen & Nilam bisa dilakukan oleh siapa pun. Meski tidak mengunjungi keseluruhan lokasi, Rhein googling dari berbagai macam forum backpacker dan bagaimana mereka melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain serta berapa lama waktu yang dibutuhkan. Baca juga brosur-brosur travel agent dan bagaimana mereka menawarkan perjalanan. Google map sangat membantu untuk mencari rute efektif dalam membuat rencana perjalanan. Selain itu, perhatikan hal-hal detail seperti: nggak mungkin menikmati sunrise di pantai Kuta karena letaknya menghadap ke barat. Ingat detail! Riset timing dan hal detail sangat penting diperhatikan.
4. Karakter tambahanPasangan Andrea-James, Made si surfer macho asli Bali, pemilik penginapan di Ubud, penduduk ramah di Ubud, sampai monyet-monyet di Monkey Forest & Uluwatu, Rhein ambil dari hasil pengalaman interaksi waktu jalan-jalan di Bali. Yep! Sebagai penulis, kemana pun kita pergi, selalu buka sensitivitas panca indera dan rekam baik-baik. Ingat apa yang mereka lakukan, karakternya, apa yang mereka bicarakan, dsb. Adakalanya riset itu terjadi begitu saja dan cukup kita menyerapnya dengan panca indera, tidak perlu sedikit-sedikit dicatat. Interaksi dengan sekitar, resapi, simpan di otak dan hati.
5. Lokasi: BaliNah, ini inti utama cerita. Bagi yang sudah baca Seven Days, kalian bisa menebak mana saja lokasi mana saja yang sudah Rhein kunjungi atau belum? :D. Nih bocorannya: Saat penulisan Seven Days, Rhein belum pernah ke Pura Besakih, Kintamani, Denpasar, hmm.. mana lagi ya *cek novelnya dulu*, oh tidak ke Danau Batur, Pantai Sanur, bahkan tidak melihat sendratari. Ih, kok banyak nggaknya sih? Lha, makanya pakai riset.
Kebanyakan riset adalah googling dan baca forum backpacker. Sempat ada pengubahan cerita, tadinya Rhein mau menulis adegan romantis Shen & Nilam melakukan lomba membuat coretan sketsa artistik pura Besakih, nanti yang menang boleh *titik-titik* yang kalah... ehmm.. kasih tau ngga ya ngapain? *uhukuhuk. Etapi pas riset tentang Pura Besakih, ternyata tempat itu tidak nyaman bagi wisatawan karena penduduknya kurang ramah. Semua forum backpacker baik dari dalam dan luar negeri berpendapat sama. Bahkan Pura Besakih sempat dicap sebagai destinasi wisata yang di-blacklist oleh forum backpacker sedunia. Yaaahh.. Nggak jadi deh bikin adegan romantis di sana.
Kintamani, Danau & Gunung Batur, juga Rhein lakukan riset melalui cara yang sama: Forum backpacker, lihat foto-foto indahnya, dan membayangkan diri sendiri berada di sana saat menulisnya. Cerita tentang nonton sendratari, oh itu Rhein nonton belasan pertunjukan sendratari di Bali dari Youtube! Hahaha.. Sedangkan makna filosofi dan cerita Rama-Shinta, kebetulan Rhein pernah ambil mata kuliah Wayang di kampus, jadi ya tahu sedikit lah tentang pewayangan.
Juga untuk cerita mitos pura-pura yang selalu terletak di tempat-tempat sulit (gunung, hutan, tebing curam), tentang dewa-dewa kepercayaan masyarakat Bali, wilayah yang mayoritas muslim, de-el-el, semuanya menggunakan riset. Googling, baca artikel, buku-buku travel guide, atau blogger dengan kisah unik masing-masing. Dan jangan lupa, perpindahan waktu antar lokasi ini juga perlu diperhitungkan.
Begitulah, sedikit-banyak cerita pengalaman riset dalam proses membuat novel. Seven Days sengaja dibuat menjadi cerita romance yang mudah ditebak endingnya karena Rhein lebih ingin memunculkan eksotisme traveling di Bali. Karena percaya deh, datanglah ke Bali dengan pasangan dan dijamin semua hal yang disajikan di sana akan memunculkan efek magis romantisme sendiri secara lembut dan perlahan. *pengalaman ya, Rhein? #uhuk*.
Bagi Rhein, menulis novel adalah proses pembelajaran. Menulis novel dengan tema traveling dan melakukan risetnya menjadi tantangan tersendiri dan masih jauh dari sempurna. So, keep writing and learning! :D

Published on January 10, 2014 05:44
January 4, 2014
I'll Figure It Out
I always depressed while writing but feel happy in the same time. I don't know why.Keunikan menulis fiksi adalah sumber informasi utama berada di dalam otak si penulis itu sendiri. Tidak seperti tugas karya ilmiah atau laporan kuliah yang sumbernya bisa dicari di google lalu kita menambahkan sana-sini sesuai analisis pemikiran sendiri. Kemudian, pembaca akan manggut-manggut mendapat informasi dan pemahaman baru. Tidak.
Sumber informasi utama fiksi ada di dalam otak si penulis, lalu dia googling untuk riset, baru tambah sana-sini agar tidak jauh beda dengan realita. Atau membawa pembaca masuk ke dalam universe yang penulis ciptakan dan membuat mereka percaya bahwa itulah realita yang ada.
Dari pengalaman pribadi, dalam keadaan kepepet, Rhein sama seperti mahasiswa lain yang memiliki kemampuan super kilat membuat laporan kuliah dengan kecepatan mendapat informasi dan analisis yang bisa diargumentasikan. Argumen dengan siapa? Dosen atau teman-teman diskusi pastinya.
Sedangkan dalam menulis fiksi, gue nggak bisa seperti itu. Apalagi mengerjakan dalam semalam. Menguras isi imajinasi dan menyalurkannya dalam bentuk tulisan berkualitas yang mudah dipahami pembaca itu, butuh analisis dan argumentasi juga. Argumen dengan siapa? Well, seringkali gw kesal sendiri, "Damn you, characters! I must make my readers understand what you do, what you want, and your effort!". Atau terkadang gw berdebat karena mereka berlari terlalu cepat sedangkan kapastitas jemari untuk menulis nggak secepat imajinasi memutar kehidupan mereka.
Then, I'm depressed. Until I saw this pic.

Yeah, come on... I've felt depressed while writing four novels before. Just keep writing...
ps: please be patient, my dear editor..
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on January 04, 2014 06:20
December 29, 2013
Thank You So Much! :)
Dear readers, terima kasih untuk yg udah ikutan #ReviewAkhirTahun atau pun event-event lain yang saya adakan tahun ini.
Terima kasih atas kesediaan kalian untuk memberi kesempatan pada buku-buku saya menjadi bacaan kalian. Pembaca adalah sahabat penulis. Tanpa kalian, karya saya tidak akan berarti. Terima kasih atas apresiasinya dan semoga karya yang saya tulis bisa menghibur serta bermanfaat.
2013 adalah tahun yang menyenangkan karena saya diberi kesempatan untuk bertemu teman-teman baru, kalian para pembaca. Semoga tahun depan kita bisa lebih kece lagi!
Doakan karya saya selanjutnya cepat selesai ya.. :)
Terima kasih atas kesediaan kalian untuk memberi kesempatan pada buku-buku saya menjadi bacaan kalian. Pembaca adalah sahabat penulis. Tanpa kalian, karya saya tidak akan berarti. Terima kasih atas apresiasinya dan semoga karya yang saya tulis bisa menghibur serta bermanfaat.
2013 adalah tahun yang menyenangkan karena saya diberi kesempatan untuk bertemu teman-teman baru, kalian para pembaca. Semoga tahun depan kita bisa lebih kece lagi!
Doakan karya saya selanjutnya cepat selesai ya.. :)
Published on December 29, 2013 02:32
December 25, 2013
Kaleidoskop 2013
Biar dianggap blogger gaul, mau bikin kaleidoskop ah setahun ini udah mengalami apa aja. Banyak seru, banyak temen baru, banyak rezeki, pokoknya alahamdulillah banget tahun ini. Meski jujur aktivitas yang dijalani bikin capek dan mikir luar biasa, tapi menyenangkan. Super duper menyenangkan. Makasih Allah yang udah memberikan semua kebahagiaan ini. Semoga aku tidak lupa untuk berbagi kebahagiaan pada orang lain.
Januari:Mulai masuk kuliah, pindah dan kembali ngekos di Bandung, ketemu temen-temen baru yang super duper kece, hebat, plus menyenangkan.
Februari:Novel CoupL(ov)e terbit. Yeeaayy! Setelah 2 tahun proses yang butuh kesabaran.Minta cuti pacaran (bisaaaa ya pacaran cuti??)
Maret:Berangkat umrah sama keluarga. Jujur, Rhein bukan anak yang solehah banget dan perjalanan spiritual ini memberikan feedback pengen balik lagi karena merasa ibadah nggak maksimal.Novel Jadian 6 Bulan diterbitkan ulang setelah 8 tahun lalu terbit dan masih banyak yang nyari
April:Launching novel baru lagi, Seven Days yang jadi pemenang lomba novel romance Qanita yang diadakan Penerbit MizanHape ilang dicopet di angkotResmi putus sama pacar (oksyip bye!)
Mei:Jalan-jalan ke Yogyakarta untuk isi acara Bentang Street Festival. Event literasi yang diadakan Bentang Pustaka dan ketemu banyak teman penulis & pembaca
Juni:Ulang Tahun... Horeee.. Ulang tahuuunnnJuli:
Novel Jalan Menuju Cinta-Mu diterbitkan kembali setelah terbit tahun 2008 lalu. Re-publish, re-package, re-cover
Agustus:Lebaraaaannn...
September:Hectic hectic kuliah
Oktober:Ikutan Ubud Writers Readers Festival di Bali.Ngisi materi creative writing dalam rangka Tulis Nusantara bareng Nilisbuku di Aceh dan SoloIdul Adha, punya kambing.. Hihi..
November:Hectic hectic kuliah
Desember:Omaygaaaaddd.. it's holidaaaayyy...
Apa lagi ya? Segini dulu aja, mungkin nanti bisa di-update sama foto-foto supaya lebih meriah. Nah, kalau RESOLUSI 2014??
Tiap tahun resolusi Rhein selalu sama dan ngga pernah tercapai: Selalu shalat tepat waktu dan ngaji rutin tiap hari.
Semoga tahun depan bisa lebih memperbaiki diri dan makin bermanfaat bagi siapa atau apa pun yang Rhein temui. Aamiin.. :)
Love is real, real is love. -John Lennon-
Januari:Mulai masuk kuliah, pindah dan kembali ngekos di Bandung, ketemu temen-temen baru yang super duper kece, hebat, plus menyenangkan.
Februari:Novel CoupL(ov)e terbit. Yeeaayy! Setelah 2 tahun proses yang butuh kesabaran.Minta cuti pacaran (bisaaaa ya pacaran cuti??)
Maret:Berangkat umrah sama keluarga. Jujur, Rhein bukan anak yang solehah banget dan perjalanan spiritual ini memberikan feedback pengen balik lagi karena merasa ibadah nggak maksimal.Novel Jadian 6 Bulan diterbitkan ulang setelah 8 tahun lalu terbit dan masih banyak yang nyari
April:Launching novel baru lagi, Seven Days yang jadi pemenang lomba novel romance Qanita yang diadakan Penerbit MizanHape ilang dicopet di angkotResmi putus sama pacar (oksyip bye!)
Mei:Jalan-jalan ke Yogyakarta untuk isi acara Bentang Street Festival. Event literasi yang diadakan Bentang Pustaka dan ketemu banyak teman penulis & pembaca
Juni:Ulang Tahun... Horeee.. Ulang tahuuunnnJuli:
Novel Jalan Menuju Cinta-Mu diterbitkan kembali setelah terbit tahun 2008 lalu. Re-publish, re-package, re-cover
Agustus:Lebaraaaannn...
September:Hectic hectic kuliah
Oktober:Ikutan Ubud Writers Readers Festival di Bali.Ngisi materi creative writing dalam rangka Tulis Nusantara bareng Nilisbuku di Aceh dan SoloIdul Adha, punya kambing.. Hihi..
November:Hectic hectic kuliah
Desember:Omaygaaaaddd.. it's holidaaaayyy...
Apa lagi ya? Segini dulu aja, mungkin nanti bisa di-update sama foto-foto supaya lebih meriah. Nah, kalau RESOLUSI 2014??
Tiap tahun resolusi Rhein selalu sama dan ngga pernah tercapai: Selalu shalat tepat waktu dan ngaji rutin tiap hari.
Semoga tahun depan bisa lebih memperbaiki diri dan makin bermanfaat bagi siapa atau apa pun yang Rhein temui. Aamiin.. :)
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on December 25, 2013 03:23