Rhein Fathia's Blog, page 12
October 28, 2014
Kelas Inspirasi & Hari Sumpah Pemuda
Kemarin, tanggal 27 Oktober katanya Hari Blogger Nasional. Sebagai blogger yang baik, mungkin seharusnya Rhein posting gitu supaya update. Namun apa ada Rhein sukanya ngasih alasan macam-macam. Nah, mumpung sekarang Hari Sumpah Pemuda, Rhein posting di hari ini aja yaaa... Hohoho..
Sesuai judul postingan, semua pemuda profesional kece se-Indonesia Raya pasti tahu program besutan pak Anies Baswedan yang sekarang menjadi Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah ini. Kelas Inspirasi, yang muncul setelah program Indonesia Mengajar, memfasilitasi para profesional yang ingin ikut merasakan bagaimana berbagi ilmu dengan anak-anak sekolah dasar, tetapi belum ada kesempatan untuk mendekam di pelosok negeri ini dalam jangka waktu lama.
Maka, setelah melalui pendaftaran dan seleksi melalui website Kelas Inspirasi, para profesional ini diberi kesempatan untuk menginspirasi siswa-siswi Sekolah Dasar tentang profesi masing-masing. Ini tentang cita-cita, tentang bagaimana kehidupan profesional setelah keluar dari pendidikan akademis, tentang kerja keras, tentang informasi bahwa pekerjaan impian tidaklah hanya dokter, pilot, dan insinyur.
Rhein pernah ikut program ini 2 kali. Pertama Kelas Inspirasi Jakarta #3 Kelompok 29 yang terdiri dari:
Caesaria EngineerGina Dwi Astuti Analisa Kredit/AORhein Fathia Penulis NovelAbbas Supardi PuRel & MarketingAnna Alfiyanti Area ManagerReza Ass. Tea Procurement ManagerAgus Kasub Bag Pengadaan & Distribusi Christie PuRel & MarketingGemala Hanafiah SurferAry Dwiaji FotograferPenny FotograferNana FotograferRizal Videografer
Kami mengajar di SDN Kenari 10 Jakarta di daerah Menteng. Sebelumnya Rhein pernah jadi guru freelance untuk anak SMA, namun ternyata mempersiapkan bahan ajar untuk anak-anak SD memberikan dag-dig-dug tersendiri. Apalagi kali ini harus berbagi tentang profesi: PENULIS NOVEL. Bagaimana menginspirasi siswa-siswi SD tentang betapa menyenangkan menjadi penulis?
Setelah sharing & diskusi dengan teman-teman 1 kelompok di grup WhatsApp, akhirnya Rhein memutuskan untuk memberi 2 materi berbeda. Untuk siswa kelas 1,2,3, akan Rhein ajak bermain boneka sambil mendongeng karena mereka tentu masih belum paham bagaimana membuat plot sebuah novel 200an halaman, toh? Untuk kelas 4,5,6 sudah dianggap cukup dewasa untuk memahami bagaimana proses sebuah novel dari mulai ide tercetus sampai novel terpajang di toko buku. Rhein juga mengajak mereka bermain merangkai cerita secara spontan dari sebuah ide yang tercetus untuk mengasah kemampuan berkhayal mereka. Seru? Pastinya!!
Kemudian kali kedua ikut Kelas Inspirasi Depok #2 di kelompok 15 yang tediri dari:
Dahlia Dosen
Silvi Jr. Analyst Tonnage Management
Sampor Ali Pemimpin KLN
Indah IT Business Analyst
Rhein Penulis Novel
Nisa QHSE Superintendent
Andri Developer Program
Arya Dokter Olahraga
Ambar HR Supervisor
Vania Fotografer
Kami mendapat kesempatan mengajar di SDN Mekarjaya 16 Depok. Materi yang Rhein berikan masih sama seperti di SD sebelumnya. Kemudian Rhein belajar bahwa ada perbedaan antara siswa SDN di Jakarta dan Depok dari segi kefasihan mereka menggunakan gadget, sikap percaya diri, dan keterbukaan terhadap orang asing.
Hal menyenangkan dari ikut Kelas Inspirasi ini adalah bisa mengenal teman-teman baru dengan profesi kece yang beragam. Meski event Kelas Inspirasi sudah berlalu, kami masih sering chit-chat di grup WhatsApp.
Kesan-kesan selama mengajar anak SD seharian? Sumpah! Rhein pengen langsung ketemu guru-guru SD untuk minta maaf... Hahaha.. Bocah-bocah aktif yang nggak ada capeknya, tanya ini itu, celetuk itu ini, belum yang berantem, nangis, saling dorong, tonjok, giginya kepentok meja. Sagala rupa weh lah.. Namun di atas betapa riweuh mengajar mereka, sungguh.. ada satu hal yang Rhein sadari:
Selamat Hari Sumpah Pemuda!
Video Kelas Inspirasi
Love is real, real is love. -John Lennon-
Sesuai judul postingan, semua pemuda profesional kece se-Indonesia Raya pasti tahu program besutan pak Anies Baswedan yang sekarang menjadi Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah ini. Kelas Inspirasi, yang muncul setelah program Indonesia Mengajar, memfasilitasi para profesional yang ingin ikut merasakan bagaimana berbagi ilmu dengan anak-anak sekolah dasar, tetapi belum ada kesempatan untuk mendekam di pelosok negeri ini dalam jangka waktu lama.
Maka, setelah melalui pendaftaran dan seleksi melalui website Kelas Inspirasi, para profesional ini diberi kesempatan untuk menginspirasi siswa-siswi Sekolah Dasar tentang profesi masing-masing. Ini tentang cita-cita, tentang bagaimana kehidupan profesional setelah keluar dari pendidikan akademis, tentang kerja keras, tentang informasi bahwa pekerjaan impian tidaklah hanya dokter, pilot, dan insinyur.
Rhein pernah ikut program ini 2 kali. Pertama Kelas Inspirasi Jakarta #3 Kelompok 29 yang terdiri dari:
Caesaria EngineerGina Dwi Astuti Analisa Kredit/AORhein Fathia Penulis NovelAbbas Supardi PuRel & MarketingAnna Alfiyanti Area ManagerReza Ass. Tea Procurement ManagerAgus Kasub Bag Pengadaan & Distribusi Christie PuRel & MarketingGemala Hanafiah SurferAry Dwiaji FotograferPenny FotograferNana FotograferRizal Videografer

Kami mengajar di SDN Kenari 10 Jakarta di daerah Menteng. Sebelumnya Rhein pernah jadi guru freelance untuk anak SMA, namun ternyata mempersiapkan bahan ajar untuk anak-anak SD memberikan dag-dig-dug tersendiri. Apalagi kali ini harus berbagi tentang profesi: PENULIS NOVEL. Bagaimana menginspirasi siswa-siswi SD tentang betapa menyenangkan menjadi penulis?

Setelah sharing & diskusi dengan teman-teman 1 kelompok di grup WhatsApp, akhirnya Rhein memutuskan untuk memberi 2 materi berbeda. Untuk siswa kelas 1,2,3, akan Rhein ajak bermain boneka sambil mendongeng karena mereka tentu masih belum paham bagaimana membuat plot sebuah novel 200an halaman, toh? Untuk kelas 4,5,6 sudah dianggap cukup dewasa untuk memahami bagaimana proses sebuah novel dari mulai ide tercetus sampai novel terpajang di toko buku. Rhein juga mengajak mereka bermain merangkai cerita secara spontan dari sebuah ide yang tercetus untuk mengasah kemampuan berkhayal mereka. Seru? Pastinya!!


Kemudian kali kedua ikut Kelas Inspirasi Depok #2 di kelompok 15 yang tediri dari:
Dahlia Dosen
Silvi Jr. Analyst Tonnage Management
Sampor Ali Pemimpin KLN
Indah IT Business Analyst
Rhein Penulis Novel
Nisa QHSE Superintendent
Andri Developer Program
Arya Dokter Olahraga
Ambar HR Supervisor
Vania Fotografer
Kami mendapat kesempatan mengajar di SDN Mekarjaya 16 Depok. Materi yang Rhein berikan masih sama seperti di SD sebelumnya. Kemudian Rhein belajar bahwa ada perbedaan antara siswa SDN di Jakarta dan Depok dari segi kefasihan mereka menggunakan gadget, sikap percaya diri, dan keterbukaan terhadap orang asing.



Hal menyenangkan dari ikut Kelas Inspirasi ini adalah bisa mengenal teman-teman baru dengan profesi kece yang beragam. Meski event Kelas Inspirasi sudah berlalu, kami masih sering chit-chat di grup WhatsApp.
Kesan-kesan selama mengajar anak SD seharian? Sumpah! Rhein pengen langsung ketemu guru-guru SD untuk minta maaf... Hahaha.. Bocah-bocah aktif yang nggak ada capeknya, tanya ini itu, celetuk itu ini, belum yang berantem, nangis, saling dorong, tonjok, giginya kepentok meja. Sagala rupa weh lah.. Namun di atas betapa riweuh mengajar mereka, sungguh.. ada satu hal yang Rhein sadari:
Mereka adalah harapan bangsa, para pemuda penerus perjuangan. Ibarat mereka adalah kertas putih polos, tulislah hal-hal baik, bermanfaat, dan menginspirasi di sana..Terima kasih pak Anies Baswedan atas program hebat ini. Semoga bisa menjadi ujung tombak pergerakan pemuda di masa kini dan mendatang untuk terus bekerja, berkarya, dan menginspirasi.
Selamat Hari Sumpah Pemuda!
Video Kelas Inspirasi
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on October 28, 2014 00:15
September 29, 2014
Jadian 6 Bulan Film yang Tertunda
Nulis postingan hari ini bukan dalam rangka memperingati Gerakan 30 September. Hanya saja setelah ditilik-tilik ternyata bulan ini Rhein belum nulis blog sama sekali. Kenapa oh kenapa? Mari mengakui saja kalau emang lagi malas. Hahaha.. Tapi nggak boleh gitu, dari dulu udah janji kalau weblog ini harus diisi minimal 1 bulan 1 tulisan. Maka, di akhir bulan ini, Rhein mau mengisinya dengan curhat sajaaaahhh..
Untuk siapa pun yang kenal dekat sama Rhein, jadi follower twitter, berteman di FB atau Path (sok tenar kamu, Rhein!), pasti pernah mendengar isu-isu kalau novel Jadian 6 Bulan akan diangkat menjadi film. Terus, kok sampai sekarang nggak ada kabarnya, sih? Progresnya udah sampai mana? Kok PHP? Pembohongan publik ya?
Ceritanya, karena banyak pembaca novel Jadian 6 Bulan memberikan respon positif setelah membaca buku tersebut, banyak dari mereka yang berkomentar "Kalau dijadikan film pasti bagus, kak." atau "Kok nggak dibuat film sekalian, kak" atau "Pesan dalam bukunya bagus, jadikan film sekalian, kak" dan komentar-komentar serupa. Karena dukungan pembaca itulah Rhein memberanikan diri menawarkan novel ini ke salah satu PH yang biasa membuat film-film Indonesia berkualitas bagus dan beberapa kali mengangkat cerita novel menjadi film. Penawaran Rhein kirim sekitar Ramadhan 2013 dan di bulan September 2013 datanglah kabar baik itu. Jeng! Jeng!
Oh sungguh hatiku gembira penuh sukacita karena cerita yang Rhein buat dan selama ini hanya bisa dinikmati dalam bentuk bacaan akan bisa dinikmati dalam jangkauan lebih luas dalam bentuk visual. Saat itu Rhein belum woro-woro ke socmed mengenai kabar ini, hanya ke keluarga & teman dekat.
Kemudian, dimulailah proses diskusi dari pihak Rhein dan PH mengenai calon film tersebut. Mau digimanain, sih? Kami banyak diskusi via email (karena Rhein di Bandung dan PH di Jakarta), lalu Rhein sempatkan datang ke kantor PH untuk diskusi lebih lanjut mengenai perjanjian dan proses ke depannya, dll. Sampai akhirnya berujung pada kesimpulan-kesimpulan yang disepakati kedua belah pihak. Draft surat perjanjian kerjasama akan dikirim via email. Saya sempat melayangkan pertanyaan,
Kemudian, surat itu tidak pernah datang. Lamaaaaa sekali. Sejak email terakhir di awal Januari tidak ada kejelasan lagi. Iya, di-PHP sodara-sodara. Rhein kirim email sekali, tidak ada tanggapan, kirim email lagi, tetap tidak ada tanggapan, kirim WhatsApp ke sekretaris perusahaan, dianya masih cuti melahirkan. Ditambah lagi pertanyaan pembaca yang terus masuk "Kapan Jadian 6 Bulan movie ada di bioskop, kak Rhein??". Kirim email bertubi-tubi ke email kantor PH, sekpro, bahkan ke produsernya langsung, ngga ada tanggapan. Dan, Rhein mulai berhenti berharap (pasang lagu Sheila on 7, Berhenti Berharap).
Tapiiii... kejelasan harus tetap Rhein dapatkan! Hey, Rhein kan membela karya hasil jerih payah sendiri, hak cipta intelektual pula. Kemudian setelah didesak, muncullah jawaban itu.
Iya, ditunda, entah sampai kapan. Bahasa halus untuk: "Novel lo nggak jadi kita buat film, deh". Kecewa? Tentu. Kecewa karena novelnya nggak dibuat film, itu jelas. Kedua, kecewa karena pihak PH seperti tidak menghargai Rhein sebagai pemilik karya itu, digantungin berbulan-bulan (6 bulan! Pas banget sama kayak judul novelnya, haha), tanpa ada itikad baik membalas email jawaban tentang proses/kendala setelah kesepakatan dibuat. Hellooww, sikap saling menghargai (komunikasi) apalagi dalam kerjasama itu penting, lho. Ketiga, kecewa karena Rhein juga nge-gantung-in pembaca, orang-orang yang pernah tahu kalau Rhein woro-woro novel ini mau dibuat film. Well, seems like this case make me did what we call it, pembohongan publik?
Novel jadi Film yang TERTUNDAKemudian, ya sudahlah. Mungkin di masa lampau Rhein pernah mengecewakan banyak orang jadi ini salah satu karma. Rhein juga sempat berkontemplasi bahwa, hey.. Aku kan dari dulu memang berkarya lewat tulisan, jadi lanjutkanlah di tulisan. Kalau ada yang mau mengapresiasi dalam bentuk lain, itu urusan nanti, jangan terlalu diambil hati.
Jadi para pembaca novel Jadian 6 Bulan yang pernah dengar kalau cerita ini mau dibuat film, nunggu-nunggu penasaran, berharap (sok ye, emang ada?) muncul di bioskop, Rhein mohon maaf karena mimpi itu belum bisa terealisasi dalam waktu dekat. Rhein tidak bermaksud melakukan pembohongan publik karena kronologis cerita di atas.
So, mending tunggu novel Rhein selanjutnya aja ya! InsyAllah ini nggak PHP, udah tanda tangan perjanjian soalnya. Hahaha.. Sekitar Februari atau Maret mudah-mudahan udah beredar.
Jangan biarkan kecewa dan sedih membuatmu berhenti berkarya!
Have a nice day... :D
Love is real, real is love. -John Lennon-
Untuk siapa pun yang kenal dekat sama Rhein, jadi follower twitter, berteman di FB atau Path (sok tenar kamu, Rhein!), pasti pernah mendengar isu-isu kalau novel Jadian 6 Bulan akan diangkat menjadi film. Terus, kok sampai sekarang nggak ada kabarnya, sih? Progresnya udah sampai mana? Kok PHP? Pembohongan publik ya?
Ceritanya, karena banyak pembaca novel Jadian 6 Bulan memberikan respon positif setelah membaca buku tersebut, banyak dari mereka yang berkomentar "Kalau dijadikan film pasti bagus, kak." atau "Kok nggak dibuat film sekalian, kak" atau "Pesan dalam bukunya bagus, jadikan film sekalian, kak" dan komentar-komentar serupa. Karena dukungan pembaca itulah Rhein memberanikan diri menawarkan novel ini ke salah satu PH yang biasa membuat film-film Indonesia berkualitas bagus dan beberapa kali mengangkat cerita novel menjadi film. Penawaran Rhein kirim sekitar Ramadhan 2013 dan di bulan September 2013 datanglah kabar baik itu. Jeng! Jeng!

Oh sungguh hatiku gembira penuh sukacita karena cerita yang Rhein buat dan selama ini hanya bisa dinikmati dalam bentuk bacaan akan bisa dinikmati dalam jangkauan lebih luas dalam bentuk visual. Saat itu Rhein belum woro-woro ke socmed mengenai kabar ini, hanya ke keluarga & teman dekat.
Kemudian, dimulailah proses diskusi dari pihak Rhein dan PH mengenai calon film tersebut. Mau digimanain, sih? Kami banyak diskusi via email (karena Rhein di Bandung dan PH di Jakarta), lalu Rhein sempatkan datang ke kantor PH untuk diskusi lebih lanjut mengenai perjanjian dan proses ke depannya, dll. Sampai akhirnya berujung pada kesimpulan-kesimpulan yang disepakati kedua belah pihak. Draft surat perjanjian kerjasama akan dikirim via email. Saya sempat melayangkan pertanyaan,
Rhein: Aku udah boleh mulai promo kalau novel ini mau dibuat film?Begitulah. Rhein pun mulai comel, cerewet promo kesana kemari. Pembaca pun senang dan terus bertanya kapan filmnya muncul, baik via FB, twitter, atau pesan WhatsApp langsung. Mereka menunggu-nunggu proses baik itu. Mereka penasaran siapa yang pantas menjadi sosok Tiara yang menjadi heroine di novel itu. Rhein senang, pembaca senang. Dan kesepakatan surat perjanjian dengan PH pun sudah didapatkan. Mereka akan mengirim print-out surat tersebut ke Rhein untuk ditanda-tangani, katanya. Proses pembuatan film akan dilakukan secepatnya.
Pihak PH: Oh ya, tentu boleh silakan. Kami malah seneng banget kalau penulis ikut aktif promosi untuk woro-woro.

Tapiiii... kejelasan harus tetap Rhein dapatkan! Hey, Rhein kan membela karya hasil jerih payah sendiri, hak cipta intelektual pula. Kemudian setelah didesak, muncullah jawaban itu.

Iya, ditunda, entah sampai kapan. Bahasa halus untuk: "Novel lo nggak jadi kita buat film, deh". Kecewa? Tentu. Kecewa karena novelnya nggak dibuat film, itu jelas. Kedua, kecewa karena pihak PH seperti tidak menghargai Rhein sebagai pemilik karya itu, digantungin berbulan-bulan (6 bulan! Pas banget sama kayak judul novelnya, haha), tanpa ada itikad baik membalas email jawaban tentang proses/kendala setelah kesepakatan dibuat. Hellooww, sikap saling menghargai (komunikasi) apalagi dalam kerjasama itu penting, lho. Ketiga, kecewa karena Rhein juga nge-gantung-in pembaca, orang-orang yang pernah tahu kalau Rhein woro-woro novel ini mau dibuat film. Well, seems like this case make me did what we call it, pembohongan publik?

Jadi para pembaca novel Jadian 6 Bulan yang pernah dengar kalau cerita ini mau dibuat film, nunggu-nunggu penasaran, berharap (sok ye, emang ada?) muncul di bioskop, Rhein mohon maaf karena mimpi itu belum bisa terealisasi dalam waktu dekat. Rhein tidak bermaksud melakukan pembohongan publik karena kronologis cerita di atas.
So, mending tunggu novel Rhein selanjutnya aja ya! InsyAllah ini nggak PHP, udah tanda tangan perjanjian soalnya. Hahaha.. Sekitar Februari atau Maret mudah-mudahan udah beredar.
Jangan biarkan kecewa dan sedih membuatmu berhenti berkarya!
Have a nice day... :D
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on September 29, 2014 19:11
August 26, 2014
Backpacker Thailand Trip (part 4): Grand Palace - Asiatique
Rhein itu kebiasaan deh, kalau posting tentang backpacking pasti ngga beres dari berangkat sampai pulang. Seringnya kepotong setengah-setengah karena alasan yang entah apa. Mungkin ini mengidentifikasi kalau Rhein tipe orang yang cepet move on yah.. Hehehe..
Untuk Backpacking Thailand ini udah diniatkan harus ditulis sampai tamat! Soalnya ini backpacking berprestasi yang mengeluarkan budget murah, ke luar negeri pula. Baiklah, mari kita lanjutkan cerita-cerita backpackingnya dengan membongkar ingatan. Yang belum baca part sebelumnya ada di sini, di sini, dan di sini, ya.
Hari keempat di Thailand dan kembali ke Bangkok lagi. Pagi-pagi sekitar jam 8 Rhein udah siap mandi, dandan cantik, dan siap untuk wisata kebudayaan. Saat turun ke lobi, Rhein dikasih tahu sama penjaga penginapan bagaimana rute ke Grand Palace yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dari Khaosan Road dan jangan tertipu sama orang-orang yang menawarkan tuktuk atau mengatakan bahwa Grand Palace tutup. Ih sumpah pemilik & penjaga penginapan di Rest Inn Dormotory ini baik-baik bangeeett! Penjaga ini bilang Rhein bisa menikmati keliling Grand Palace+Wat Arun+Wat Pho dalam waktu sekitar 3-4 jam. Heh? Sempat mikir sih, lama banget gue keliling pagoda sama patung-patung doang sampe 4 jam?
Bangkok pagi hari nggak terlalu ramai, dalam arti lalu lintasnya nggak seheboh Jakarta atau Bandung. Udaranya bersih segar, kendaraan yang lalu lalang nggak terlalu banyak. Tambahan lagi masih banyak pohon rimbun di sisi jalan dan membuat pejalan kaki nyaman untuk melangkah di trotoar. Sebenarnya, Rhein termasuk buruk dalam mengingat rute atau membaca peta karena setelah menemui jalan besar, hilang sudah ingatan bagaimana mencapai Grand Palace. Akhirnya, ketika melihat segerombolan bule dengan ransel, Rhein membuat asumsi mereka akan ke Grand Palace juga. Because hey, ke mana lagi mereka akan pergi, kan?
Dan ternyata benar mereka mau ke Grand Palace. Hahaha… Jalan kaki membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari Khaosan Road ke Grand Palace, suasana di lokasi wisata udah ramai padahal masih pagi. Wisatawan tumplek di sekeliling Grand Palace. Oiya, Grand Palace ini punya buaaannyaaakk banget pintu. Tapi, hanya ada 1 pintu masuk yang dibuka, di sebrangnya banyak yang jualan dan ada 7eleven gitu. Nah, di pintu-pintu lain yang tutup, wisatawan akan melihat banyak orang berjaga-jaga. Mereka adalah para calo yang -kalau kita mendekat- akan bilang bahwa Grand Palace tutup dan mereka bisa membantu untuk mengajak kita masuk dengan membayar cukup mahal (diluar tiket). Padahal, Grand Palace buka tiap hari! Maka, tips kalau mau ke sana, carilah pintu terbuka yang ramai oleh wisatawan dengan speaker kencang mengumumkan, “GRAND PALACE OPEN EVERY DAY”.
Awalnya, Rhein sangsi akan menghabiskan waktu lama di tempat ini sampai ketika masuk ke dalam Grand Palace, oh my god sumpah luas bangeeeett!! Saat beli tiket (jangan dibuang tiketnya karena bisa masuk gratis ke Vimanmek Mansion dan berlaku selama 7 hari) wisatawan akan dikasih beberapa lembar kertas yang masuk ke museum-museum kecil beserta peta Grand Palace dan keterangan bangunan. Pertama Rhein masuk ke museum yang menyimpan barang-barang & sejarah kerajaan. Perhiasan untuk ratu bagus-bagus, cyyynn! *dasar cewek yah*. Lanjut keliling Grand Palace, luas, bagus, bersih, ramai wisatawan, lukisan-lukisan dinding yang keren, dan oh Bangkok panas sekali. Ternyata benar yang dikatakan penjaga penginapan kalau untuk keliling bisa menghabiskan waktu 3-4 jam, jalan kaki pula, capeknya semacam kalau lagi umroh lah. Oiya, di Grand Palace ini juga ada tentara kerajaan bak patung kayak di Eropa gitu. Pengen foto bareng tapi apa daya single backpacker cuma bisa bengong menatap si penjaga. Pengen godain sih, tapi sayang penjaganya nggak ganteng.
Keluar dari Grand Palace, Bangkok panas & silau sampai akhirnya Rhein beli topi berpinggiran lebar. Selanjutnya jalan kaki ke Wat Pho. Nah, di sini mulai banyak yang menawarkan tuktuk yang akan mengantar wisatawan. Jangan mau! Jalan kaki deket kok. Teknik penipuan atau scam di Bangkok menggunakan tuktuk ini adalah, kalau kita naik tuktuk mereka (dari cerita sobat yang pengalaman hampir ketipu), si supir malah bakal nganter ke tempat-tempat wisata yang bayarannya mahal, atau ngajak ke travel agent yang bayaran mahal, dan ujung-ujungnya ke tempat belanja dan kita dipaksa beli barang. Oh sobat Rhein yang sebelumnya ke Bangkok ini pernah ketipu dia beli liontin hijau yang konon bisa menyembuhkan beragam penyakit gitu padahal bohong. Si sobat lapor ke polisi dan akhirnya duitnya balik, 6 juta rupiah. Dia sempat lapor ke polisi karena tinggal di Bangkok cukup lama. Ada beberapa bule yang lapor ke polisi tapi nggak sempat memproses karena sudah harus balik ke negaranya. Ternyata penipu tuktuk ini mengincar orang-orang yang ‘hari ini bisa ditipu karena besok harus pulang’. JADI, tiap kali ada yang menawarkan tuktuk ke Rhein dan dengan ramahnya ngajak ngobrol -sumpah ramah banget, bahkan dia tahu seluk beluk Jakarta-, Rhein selalu menjawab, “I stay in Bangkok until next week”. Maka si penipu akan menyerah.
Wat Pho! Subhanallah… Itu patung Budha gede amaaaatt… Selain patung Budha, Wat Pho juga punya kompleks lain yang bisa dikelilingi dan cukup luas, meski nggak seluas Grand Palace. Isinya patung Budha di mana-mana. Ada juga kuil untuk ibadah yang cukup luas. Rhein masuk ke dalam kuil, tentu bukan untuk ibadah tapi mau ngadem *fiuuhh panas*. Haha.. Di dalam kuil ini sejuk banget suasananya. Banyak juga kok orang masuk untuk istirahat sejenak, asal nggak boleh berisik ganggu yang ibadah. Oiya, pas ke Wat Pho lagi ada promo entah provider apa gitu, jadi dapat voucher internet wifi gratis di kompleks Wat Pho. Hore! Update status… Hahaha. Selain itu dapat sebotol air mineral juga gratis.
Beres di Wat Pho, lanjut ke Wat Arun. Menuju lokasi selanjutnya harus naik perahu menyebrangi sungai Chao Phraya. Sebentar doang kok jalan ke tempat perahu untuk nyebrang. Wat Arun relatif sepi, nggak terlalu luas, dan entah karena pas Rhein ke sana lagi direnovasi beberapa bagian, jadinya nggak bisa terlalu banyak eksplor. Sebenarnya di Wat Arun wisawatan bisa naik sampai tinggi banget macam kita naik ke Borobudur. Namun apa daya Rhein phobia ketinggian dan jalan sendiri jadi nggak bisa pegangan ke siapa-siapa, cukup foto-foto di bawah.
Satu hal yang Rhein kagumi usai berkeliling adalah Bangkok sangat memperhatikan destinasi wisata museum/peninggalan sejarahnya. Para petugas ramah, tersebar di beberapa titik untuk membantu wisatawan setengah bingung seperti Rhein. Semua gedung, jalan setapak, toilet, BERSIH. Bahkan Rhein tidak melihat setitik debu pun di dinding bangunan. Kinclong. Perawatan yang dilakukan benar-benar patut diacungi jempol.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang ketika Rhein selesai keliling ke 3 destinasi wajib Bangkok itu. Iyah, benar sodara-sodara, Rhein menghabiskan waktu 5 jam! Lebih lama daripada yang dibilang penjaga penginapan. Kalau tadi pas berangkat Rhein cukup membuntuti bule karena mereka pasti akan menuju Grand Palace, pas pulang tentu nggak bisa seperti itu karena nggak semua bule mau ke Khaosan Road. Akhirnya, Rhein memilih pulang naik taksi. Hahaha.. Sampai penginapan terus solat, mandi -keringetan parah, dan bobo ciang sebentar.
Jam setengah 5 sore, Rhein udah jalan lagi mau ke Asiatique The Riverfront. Dari Khaosan Road ke Asiatique bisa naik perahu Chao Phraya Express. Lokasi dermaga perahu juga deket dari penginapan tinggal jalan kaki. Menikmati sore hari sambil menyusuri sungai Chao Phraya sungguh menyenangkan. Sungainya besar, luas, BERSIH, banyak perahu lewat, bahkan ada perahu khusus untuk membersihkan sungai. Naik perahu klasik di sungai dan memandang gedung-gedung tinggi nan modern di Bangkok, ditambah beberapa kali melewati kolong rel kereta BTS yang canggih, sungguh menimbulkan kekaguman karena kota ini bisa memadukan teknologi modern dan tetap mempertahankan apa-apa yang klasik dan menjadi kebudayaan negerinya.
Asiatique ini memang benar-benar tempat plesiran dengan ciri khas permainan bianglala besaaarr banget. Night life! Banyak restoran, kafe, butik, kios belanja barang-barang unik, dan kerlip lampu meriah di berbagai tempat. Rhein sukaaaaaa keliling-keliling di sini. Menikmati makan malam yang enyaaaaakkk buanget di salah satu resto yang menyajikan menu halal. Jajan camilan yang enak-enak, dan terakhir sebelum pulang lagi naik perahu, Rhein menyempatkan beli eskrim. Huummm.. Menyusuri sungai Chao Phraya malam hari dengan titik-titik lampu kehidupan di kanan kiri sungai, kerlip lampu dari gedung-gedung tinggi, semilir angin malam lembut, sambil makan eskrim, nikmat sekali! xD. Oh, pas perjalanan pulang ini banyak kapal-kapal besar yang berlayar dan menyajikan makan malam di atas kapal cruise yang mewah gitu. Sebenarnya mau sih, tapi kalau sendirian yang apa enaknyaa.. Hahaha.
Perhitungan Biaya
Roti sarapan 29 bahtTiket Grand Palace 500 bahtTiket Wat Pho 100 bahtTiket Wat Arun 50 bahtJajan Mangga 20 bahtTopi 100 bahtMinum milo 20 bahtTaksi pulang ke hostel 47 bahtChao Phraya Express Boat PP 80 bahtMakan malam+minum 113 baht=================================
Total 1,059 baht x 355 (kurs IDR) = 375,945
Love is real, real is love. -John Lennon-
Untuk Backpacking Thailand ini udah diniatkan harus ditulis sampai tamat! Soalnya ini backpacking berprestasi yang mengeluarkan budget murah, ke luar negeri pula. Baiklah, mari kita lanjutkan cerita-cerita backpackingnya dengan membongkar ingatan. Yang belum baca part sebelumnya ada di sini, di sini, dan di sini, ya.
Hari keempat di Thailand dan kembali ke Bangkok lagi. Pagi-pagi sekitar jam 8 Rhein udah siap mandi, dandan cantik, dan siap untuk wisata kebudayaan. Saat turun ke lobi, Rhein dikasih tahu sama penjaga penginapan bagaimana rute ke Grand Palace yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dari Khaosan Road dan jangan tertipu sama orang-orang yang menawarkan tuktuk atau mengatakan bahwa Grand Palace tutup. Ih sumpah pemilik & penjaga penginapan di Rest Inn Dormotory ini baik-baik bangeeett! Penjaga ini bilang Rhein bisa menikmati keliling Grand Palace+Wat Arun+Wat Pho dalam waktu sekitar 3-4 jam. Heh? Sempat mikir sih, lama banget gue keliling pagoda sama patung-patung doang sampe 4 jam?
Bangkok pagi hari nggak terlalu ramai, dalam arti lalu lintasnya nggak seheboh Jakarta atau Bandung. Udaranya bersih segar, kendaraan yang lalu lalang nggak terlalu banyak. Tambahan lagi masih banyak pohon rimbun di sisi jalan dan membuat pejalan kaki nyaman untuk melangkah di trotoar. Sebenarnya, Rhein termasuk buruk dalam mengingat rute atau membaca peta karena setelah menemui jalan besar, hilang sudah ingatan bagaimana mencapai Grand Palace. Akhirnya, ketika melihat segerombolan bule dengan ransel, Rhein membuat asumsi mereka akan ke Grand Palace juga. Because hey, ke mana lagi mereka akan pergi, kan?
Dan ternyata benar mereka mau ke Grand Palace. Hahaha… Jalan kaki membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari Khaosan Road ke Grand Palace, suasana di lokasi wisata udah ramai padahal masih pagi. Wisatawan tumplek di sekeliling Grand Palace. Oiya, Grand Palace ini punya buaaannyaaakk banget pintu. Tapi, hanya ada 1 pintu masuk yang dibuka, di sebrangnya banyak yang jualan dan ada 7eleven gitu. Nah, di pintu-pintu lain yang tutup, wisatawan akan melihat banyak orang berjaga-jaga. Mereka adalah para calo yang -kalau kita mendekat- akan bilang bahwa Grand Palace tutup dan mereka bisa membantu untuk mengajak kita masuk dengan membayar cukup mahal (diluar tiket). Padahal, Grand Palace buka tiap hari! Maka, tips kalau mau ke sana, carilah pintu terbuka yang ramai oleh wisatawan dengan speaker kencang mengumumkan, “GRAND PALACE OPEN EVERY DAY”.
Awalnya, Rhein sangsi akan menghabiskan waktu lama di tempat ini sampai ketika masuk ke dalam Grand Palace, oh my god sumpah luas bangeeeett!! Saat beli tiket (jangan dibuang tiketnya karena bisa masuk gratis ke Vimanmek Mansion dan berlaku selama 7 hari) wisatawan akan dikasih beberapa lembar kertas yang masuk ke museum-museum kecil beserta peta Grand Palace dan keterangan bangunan. Pertama Rhein masuk ke museum yang menyimpan barang-barang & sejarah kerajaan. Perhiasan untuk ratu bagus-bagus, cyyynn! *dasar cewek yah*. Lanjut keliling Grand Palace, luas, bagus, bersih, ramai wisatawan, lukisan-lukisan dinding yang keren, dan oh Bangkok panas sekali. Ternyata benar yang dikatakan penjaga penginapan kalau untuk keliling bisa menghabiskan waktu 3-4 jam, jalan kaki pula, capeknya semacam kalau lagi umroh lah. Oiya, di Grand Palace ini juga ada tentara kerajaan bak patung kayak di Eropa gitu. Pengen foto bareng tapi apa daya single backpacker cuma bisa bengong menatap si penjaga. Pengen godain sih, tapi sayang penjaganya nggak ganteng.
Keluar dari Grand Palace, Bangkok panas & silau sampai akhirnya Rhein beli topi berpinggiran lebar. Selanjutnya jalan kaki ke Wat Pho. Nah, di sini mulai banyak yang menawarkan tuktuk yang akan mengantar wisatawan. Jangan mau! Jalan kaki deket kok. Teknik penipuan atau scam di Bangkok menggunakan tuktuk ini adalah, kalau kita naik tuktuk mereka (dari cerita sobat yang pengalaman hampir ketipu), si supir malah bakal nganter ke tempat-tempat wisata yang bayarannya mahal, atau ngajak ke travel agent yang bayaran mahal, dan ujung-ujungnya ke tempat belanja dan kita dipaksa beli barang. Oh sobat Rhein yang sebelumnya ke Bangkok ini pernah ketipu dia beli liontin hijau yang konon bisa menyembuhkan beragam penyakit gitu padahal bohong. Si sobat lapor ke polisi dan akhirnya duitnya balik, 6 juta rupiah. Dia sempat lapor ke polisi karena tinggal di Bangkok cukup lama. Ada beberapa bule yang lapor ke polisi tapi nggak sempat memproses karena sudah harus balik ke negaranya. Ternyata penipu tuktuk ini mengincar orang-orang yang ‘hari ini bisa ditipu karena besok harus pulang’. JADI, tiap kali ada yang menawarkan tuktuk ke Rhein dan dengan ramahnya ngajak ngobrol -sumpah ramah banget, bahkan dia tahu seluk beluk Jakarta-, Rhein selalu menjawab, “I stay in Bangkok until next week”. Maka si penipu akan menyerah.
Wat Pho! Subhanallah… Itu patung Budha gede amaaaatt… Selain patung Budha, Wat Pho juga punya kompleks lain yang bisa dikelilingi dan cukup luas, meski nggak seluas Grand Palace. Isinya patung Budha di mana-mana. Ada juga kuil untuk ibadah yang cukup luas. Rhein masuk ke dalam kuil, tentu bukan untuk ibadah tapi mau ngadem *fiuuhh panas*. Haha.. Di dalam kuil ini sejuk banget suasananya. Banyak juga kok orang masuk untuk istirahat sejenak, asal nggak boleh berisik ganggu yang ibadah. Oiya, pas ke Wat Pho lagi ada promo entah provider apa gitu, jadi dapat voucher internet wifi gratis di kompleks Wat Pho. Hore! Update status… Hahaha. Selain itu dapat sebotol air mineral juga gratis.
Beres di Wat Pho, lanjut ke Wat Arun. Menuju lokasi selanjutnya harus naik perahu menyebrangi sungai Chao Phraya. Sebentar doang kok jalan ke tempat perahu untuk nyebrang. Wat Arun relatif sepi, nggak terlalu luas, dan entah karena pas Rhein ke sana lagi direnovasi beberapa bagian, jadinya nggak bisa terlalu banyak eksplor. Sebenarnya di Wat Arun wisawatan bisa naik sampai tinggi banget macam kita naik ke Borobudur. Namun apa daya Rhein phobia ketinggian dan jalan sendiri jadi nggak bisa pegangan ke siapa-siapa, cukup foto-foto di bawah.
Satu hal yang Rhein kagumi usai berkeliling adalah Bangkok sangat memperhatikan destinasi wisata museum/peninggalan sejarahnya. Para petugas ramah, tersebar di beberapa titik untuk membantu wisatawan setengah bingung seperti Rhein. Semua gedung, jalan setapak, toilet, BERSIH. Bahkan Rhein tidak melihat setitik debu pun di dinding bangunan. Kinclong. Perawatan yang dilakukan benar-benar patut diacungi jempol.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang ketika Rhein selesai keliling ke 3 destinasi wajib Bangkok itu. Iyah, benar sodara-sodara, Rhein menghabiskan waktu 5 jam! Lebih lama daripada yang dibilang penjaga penginapan. Kalau tadi pas berangkat Rhein cukup membuntuti bule karena mereka pasti akan menuju Grand Palace, pas pulang tentu nggak bisa seperti itu karena nggak semua bule mau ke Khaosan Road. Akhirnya, Rhein memilih pulang naik taksi. Hahaha.. Sampai penginapan terus solat, mandi -keringetan parah, dan bobo ciang sebentar.
Jam setengah 5 sore, Rhein udah jalan lagi mau ke Asiatique The Riverfront. Dari Khaosan Road ke Asiatique bisa naik perahu Chao Phraya Express. Lokasi dermaga perahu juga deket dari penginapan tinggal jalan kaki. Menikmati sore hari sambil menyusuri sungai Chao Phraya sungguh menyenangkan. Sungainya besar, luas, BERSIH, banyak perahu lewat, bahkan ada perahu khusus untuk membersihkan sungai. Naik perahu klasik di sungai dan memandang gedung-gedung tinggi nan modern di Bangkok, ditambah beberapa kali melewati kolong rel kereta BTS yang canggih, sungguh menimbulkan kekaguman karena kota ini bisa memadukan teknologi modern dan tetap mempertahankan apa-apa yang klasik dan menjadi kebudayaan negerinya.
Asiatique ini memang benar-benar tempat plesiran dengan ciri khas permainan bianglala besaaarr banget. Night life! Banyak restoran, kafe, butik, kios belanja barang-barang unik, dan kerlip lampu meriah di berbagai tempat. Rhein sukaaaaaa keliling-keliling di sini. Menikmati makan malam yang enyaaaaakkk buanget di salah satu resto yang menyajikan menu halal. Jajan camilan yang enak-enak, dan terakhir sebelum pulang lagi naik perahu, Rhein menyempatkan beli eskrim. Huummm.. Menyusuri sungai Chao Phraya malam hari dengan titik-titik lampu kehidupan di kanan kiri sungai, kerlip lampu dari gedung-gedung tinggi, semilir angin malam lembut, sambil makan eskrim, nikmat sekali! xD. Oh, pas perjalanan pulang ini banyak kapal-kapal besar yang berlayar dan menyajikan makan malam di atas kapal cruise yang mewah gitu. Sebenarnya mau sih, tapi kalau sendirian yang apa enaknyaa.. Hahaha.


Perhitungan Biaya
Roti sarapan 29 bahtTiket Grand Palace 500 bahtTiket Wat Pho 100 bahtTiket Wat Arun 50 bahtJajan Mangga 20 bahtTopi 100 bahtMinum milo 20 bahtTaksi pulang ke hostel 47 bahtChao Phraya Express Boat PP 80 bahtMakan malam+minum 113 baht=================================
Total 1,059 baht x 355 (kurs IDR) = 375,945
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on August 26, 2014 22:14
August 17, 2014
Selaksa Kerlip Bintang
Jadi setelah beres menulis The Gloomy Gift dan mengirim ke penerbit dan sudah diedit plus revisi tahap satu kemudian sudah dikasih ke saya lagi untuk revisi tahap dua atas permintaan sendiri, kali ini sedang menulis cerita tentang kehidupan sehari-hari.
Sebut saja judulnya Selaksa Kerlip Bintang. Mengambil setting di Bandung tahun sekarang dengan tokoh utama mahasiswa menjelang lulus. Masih tentang romance dengan konsep yang sangat sederhana, kehidupan sehari-hari. Bisa dibilang cerita ini setipe dengan Jadian 6 Bulan dengan konflik-konflik kecil menyangkut pemahaman Islam tentang kehidupan, tanpa sebar ayat dan hadist tentunya karena saya masih merasa belum mumpuni untuk menjelaskan.
Sebenarnya, setelah menulis thriller-crime-romance, kemudian banting stir menulis tema ala keluarga cemara dengan alur lebih lambat, rasanya agak kagok. Apa ya sebutannya? Author hangover? Bagaimana pun menurunkan tempo dari yang super cepat di The Gloomy Gift, lalu harus menekan rem kuat-kuat di Selaksa Kerlip Bintang cukup bikin otak saya berkali-kali bilang, "No, you should keep calm. Re-read this scene, you need to put detail here and here, you need to put the warm soul here and here.". Kira-kira begitu.
Kabar baiknya, saya bahagia menulis cerita ini. Progres 68 halaman dalam 17 hari tentu termasuk cepat mengingat tugas akhir saya yang mentok di 30 halaman hampir 2 bulan ini. Sampai saat ini, plot cerita sudah ada dari awal sampai akhir dengan berbagai ide adegan berloncatan begitu riang. Friksi-friksi dalam cerita ini juga sudah terkonsep dan terdata dengan asyik. Kemudian, karena menulis dalam keadaan mengalir, saya kadang bertanya-tanya juga "Oke, jadi apa konflik utamanya?", karena toh hey, apa sebenarnya konflik utama manusia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya? Sama seperti saya yang menulis cerita ini dalam mode: bebas mengalir begitu saja, urusan terbit pun biarkan bebas mengalir bagaimana nanti saja. Jadi, jangan bertanya kapan terbit, ya. Hehe..
Selain cerita cinta di antara tokoh-tokohnya, saya juga mengambil karakter yang mungkin agak berbeda dengan novel yang banyak beredar saat ini. Lupakan adegan nongkrong cantik di kafe, tokoh high class dengan barang branded, kehidupan metropolitan Jakarta, hangout mall-to-mall, dan apalagi ya? Nope. Kali ini, dengan ketenangan hati saat menulis (sebenarnya menulis ini untuk menenangkan hati yang kacau balau mengerjakan TA), saya mengedepankan tokoh-tokoh dengan otak lebih berisi dan kesederhanaan dalam bersikap.
Belum ada target kapan selesai atau terbit atau diterbitkan oleh penerbit mana. Sama seperti Jadian 6 Bulan, saya ingin melihat nasib mengalir dari cerita Selaksa Kerlip Bintang ini. Doakan saja lancar ya... ☺❤
Love is real, real is love. -John Lennon-
Sebut saja judulnya Selaksa Kerlip Bintang. Mengambil setting di Bandung tahun sekarang dengan tokoh utama mahasiswa menjelang lulus. Masih tentang romance dengan konsep yang sangat sederhana, kehidupan sehari-hari. Bisa dibilang cerita ini setipe dengan Jadian 6 Bulan dengan konflik-konflik kecil menyangkut pemahaman Islam tentang kehidupan, tanpa sebar ayat dan hadist tentunya karena saya masih merasa belum mumpuni untuk menjelaskan.
Sebenarnya, setelah menulis thriller-crime-romance, kemudian banting stir menulis tema ala keluarga cemara dengan alur lebih lambat, rasanya agak kagok. Apa ya sebutannya? Author hangover? Bagaimana pun menurunkan tempo dari yang super cepat di The Gloomy Gift, lalu harus menekan rem kuat-kuat di Selaksa Kerlip Bintang cukup bikin otak saya berkali-kali bilang, "No, you should keep calm. Re-read this scene, you need to put detail here and here, you need to put the warm soul here and here.". Kira-kira begitu.
Kabar baiknya, saya bahagia menulis cerita ini. Progres 68 halaman dalam 17 hari tentu termasuk cepat mengingat tugas akhir saya yang mentok di 30 halaman hampir 2 bulan ini. Sampai saat ini, plot cerita sudah ada dari awal sampai akhir dengan berbagai ide adegan berloncatan begitu riang. Friksi-friksi dalam cerita ini juga sudah terkonsep dan terdata dengan asyik. Kemudian, karena menulis dalam keadaan mengalir, saya kadang bertanya-tanya juga "Oke, jadi apa konflik utamanya?", karena toh hey, apa sebenarnya konflik utama manusia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya? Sama seperti saya yang menulis cerita ini dalam mode: bebas mengalir begitu saja, urusan terbit pun biarkan bebas mengalir bagaimana nanti saja. Jadi, jangan bertanya kapan terbit, ya. Hehe..
Selain cerita cinta di antara tokoh-tokohnya, saya juga mengambil karakter yang mungkin agak berbeda dengan novel yang banyak beredar saat ini. Lupakan adegan nongkrong cantik di kafe, tokoh high class dengan barang branded, kehidupan metropolitan Jakarta, hangout mall-to-mall, dan apalagi ya? Nope. Kali ini, dengan ketenangan hati saat menulis (sebenarnya menulis ini untuk menenangkan hati yang kacau balau mengerjakan TA), saya mengedepankan tokoh-tokoh dengan otak lebih berisi dan kesederhanaan dalam bersikap.
Belum ada target kapan selesai atau terbit atau diterbitkan oleh penerbit mana. Sama seperti Jadian 6 Bulan, saya ingin melihat nasib mengalir dari cerita Selaksa Kerlip Bintang ini. Doakan saja lancar ya... ☺❤

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on August 17, 2014 07:31
August 3, 2014
Selamat Idul Fitri
Hai! Welcome monday after holiday... :D
Gimana mudiknya, teman-teman? Lebaran kali ini Rhein alhamdulillah masih diberi usia untuk berkumpul dengan keluarga besar dan jalan-jalan. Nggak jauh-jauh amat sih karena pasti macet dimana-mana. Hanya pergi ke rumah Nenek di Purwakarta lalu piknik ke Cirata naik perahu, kemudian lanjut nginap di villa puncak. Happy..Happy..
Dengan ini, saya Rhein Fathia beserta keluarga mengucapkan,
Selamat Idul Fitri 1435 HMohon Maaf Lahir & Batin
Love is real, real is love. -John Lennon-
Gimana mudiknya, teman-teman? Lebaran kali ini Rhein alhamdulillah masih diberi usia untuk berkumpul dengan keluarga besar dan jalan-jalan. Nggak jauh-jauh amat sih karena pasti macet dimana-mana. Hanya pergi ke rumah Nenek di Purwakarta lalu piknik ke Cirata naik perahu, kemudian lanjut nginap di villa puncak. Happy..Happy..




Dengan ini, saya Rhein Fathia beserta keluarga mengucapkan,
Selamat Idul Fitri 1435 HMohon Maaf Lahir & Batin
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on August 03, 2014 22:45
July 18, 2014
Kalau
Published on July 18, 2014 22:40
June 27, 2014
Ulang Tahun dan Apel Warna Oranye
Juni selalu menjadi bulan yang spesial bagi Rhein selain karena identik dengan suasana liburan juga karena ulang tahun. Sebenarnya ultah Rhein sudah lewat, 2 minggu lalu saat Jum'at ke 13, dan biasanya ngga pernah lupa bikin postingan. Apa daya kemarin-kemarin itu sedang hectic berat antara thesis-deadline novel-kerjaan, dan yang paling menyedihkan bagi seorang penulis adalah laptop mati total. Hiks.. Sebenarnya sudah lama itu laptop bermasalah, tapi baru kali itu nggak bisa nyala. Sebenarnya sudah lama juga pengen beli laptop baru, tapi masih mikir-mikir sayang sama tabungan.
Kemudian, setelah berpikir masak-masak (halah), ketika semua pekerjaan & tugas butuh laptop, tentu tidak masalah membeli 'senjata' untuk kelangsungan hidup serta tanggung jawab toh. Bertepatan dengan hari ulang tahun, Rhein membeli kado untuk diri sendiri (ngga ada yang mau beliin kado ini soalnya). Please welcome, my new gun:
The Orange-AppleKok warnanya oranye? Oh, adik yang baik hati membelikan cover case-nya karena Rhein pecinta warna oranye. Laptop aslinya sih silver-silver elegan gitu... Sukses membuat tabungan terkuraaaasss.. Namun, rasanya puaaasss banget! Karena sejak setahun lalu Rhein ngincer Macbook Air 11" ini. Kecil, ringan, mudah dibawa-bawa, batre awet sampai 9 jam! Untuk yang sering lupa tempat & waktu kalau lagi ngetik, ih ini laptop bermanfaat banget. Ngetik di kafe, kampus, rumah, airport, sampai di bis sekalipun kalau lagi ada ide nulis bisa langsung dikerjakan. Udah gitu, ngga perlu lama proses menyalakan ni laptop karena sekali buka, ngga sampai 5 detik udah bisa ngetik. Kecanggihan keyboard yang menyala di laptop ini juga membuat Rhein bisa nulis bahkan saat gelap. Cihuy! :D
Awalnya Rhein kira bakal kesulitan menggunakan OS Macbook karena beda dengan Windows. Ternyata oh ternyata, Macbook sangat gaptek-user-friendly. Mudah banget digunakan & dipahami. Senang.. senang... Semoga laptop ini membawa berkah dan bisa menemani Rhein dalam menghasilkan banyak tulisan yang berkualitas.
Nah, bagi yang masih berminat untuk ngasih Rhein kado, boleh tiket pesawat PP Indonesia-Eropa. Tiketnya doang, kok, di sananya Rhein bisa backpacking hemat...
Love is real, real is love. -John Lennon-
Kemudian, setelah berpikir masak-masak (halah), ketika semua pekerjaan & tugas butuh laptop, tentu tidak masalah membeli 'senjata' untuk kelangsungan hidup serta tanggung jawab toh. Bertepatan dengan hari ulang tahun, Rhein membeli kado untuk diri sendiri (ngga ada yang mau beliin kado ini soalnya). Please welcome, my new gun:

Awalnya Rhein kira bakal kesulitan menggunakan OS Macbook karena beda dengan Windows. Ternyata oh ternyata, Macbook sangat gaptek-user-friendly. Mudah banget digunakan & dipahami. Senang.. senang... Semoga laptop ini membawa berkah dan bisa menemani Rhein dalam menghasilkan banyak tulisan yang berkualitas.

Nah, bagi yang masih berminat untuk ngasih Rhein kado, boleh tiket pesawat PP Indonesia-Eropa. Tiketnya doang, kok, di sananya Rhein bisa backpacking hemat...
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on June 27, 2014 06:56
June 25, 2014
Kompetisi
Seberapa sering kamu ikut lomba? Seberapa besar ambisimu untuk menang?
Sejak dulu, entah mengapa setiap kali Rhein ikutan macam test psikologi, potensi, kemampuan diri, atau kepribadian, nilai yang paling rendah pasti dalam hal kompetisi. Katanya Rhein rendah dalam hal kemampuan untuk bersaing dengan orang lain, tidak punya ambisi. Sempat bingung juga sih, karena orang-orang terdekat selalu bilang bahwa Rhein termasuk pribadi yang ambisius. Terus apa test-test itu salah? Tapi kok hasilnya selalu sama?
Setelah Rhein pikir-pikir, mungkin tolak ukur pertanyaan-pertanyaan dari test itu membandingkan kompetisi atau persaingan antar pribadi dengan orang lain. Lalu bagaimana dengan Rhein yang selalu berpikir bahwa kompetitor terbaik adalah diri sendiri? Maksudnya?
Kita buat lebih simpel. Kompetisi identik dengan lomba. Sejak dulu, Rhein sangat jarang ikut lomba (kecuali zaman SD lomba 17an di RT). Termasuk dalam lingkup hobi menulis, Rhein ngga pernah ikut lomba cerpen, lomba blog, lomba puisi, seumur-umur cuma sekali doang ikut lomba nulis novel karena ngincer hadiah jalan-jalan. Loh, itu akhirnya Rhein mau berkompetisi?
Ada beberapa faktor untuk penjelasan ini. Pertama, Rhein tipikal orang yang penuh perhitungan & persiapan. Ketika akan melakukan sesuatu, termasuk dalam hal kompetisi, segala hal akan diperhitungkan & dipersiapkan sebaik mungkin. Lomba hampir mirip dengan gambling, judi, kita nggak tahu banyak tentang pesaing, penilaian (subjektif) juri, dan standar-standar yang mereka lakukan. Dan ibarat penjudi, Rhein tipical penghitung seperti seorang statistikawan yang memperhitungkan banyak hal. Ketika kompetisi yang akan Rhein hadapi tidak banyak memberikan informasi atau data sehingga Rhein tidak bisa membuat strategi jitu untuk memenangkan ajang perjudian tersebut, Rhein memilih untuk tidak mengikuti kompetisi tersebut.
Untuk (satu-satunya) lomba nulis novel yang Rhein ikuti, itu pakai perhitungan banget. Rhein pantengin terus grup penyelenggara lomba yang ramai oleh obrolan peserta (Rhein sih ngga komen apa-apa), mengamati siapa lawan-lawan yang akan dihadapi, berapa peserta yang ikut, seberapa besar peluang untuk memenangkan kompetisi tersebut. Waktu itu hasil perhitungannya Rhein yakin pasti lolos 10 besar naskah terbaik. Kenyataannya? Dapet juara 1, sih. Muehehehehe… sombong! :))
Hal yang sama juga Rhein perhitungkan waktu mau tes SPMB dulu. Pasti lolos SPMB masuk PTN tapi ngga tahu ITB apa UI. Dan perhitungannya bener lagi. Juga waktu ngirim novel pertama kali yang langsung lolos penerbit, itu juga penuh perhitungan. Termasuk dengan novel-novel berikutnya. Pernah novelnya ditolak terbit, Rhein? Jangan sampai atuhlah yaaa.. :D
Penjelasan kedua adalah tentang siapa yang dilihat sebagai kompetitor? Rhein selalu berpikir bahwa musuh terbesar adalah diri sendiri. Jadi kompetitor terbaik bagi Rhein adalah diri sendiri. Tentu Rhein punya target-target, rencana, mimpi, dan keinginan dalam hidup. Semua Rhein buat dan rencanakan bagaimana agar perjalanan step-by-step meraih mimpi itu selalu menggali dan meningkatkan potensi sesuai standar yang dibuat untuk Rhein pribadi. Seberapa tinggi standar itu? Oh, ngga perlu muluk-muluk, selama jadi manusia yang lebih baik dari hari kemarin tentunya.
Jadi, ketika bisa melewati standar yang dibuat, bagi Rhein itu sudah prestasi, sudah menyenangkan. I don’t care about other people standard. Untungnya (dan kalau melihat perhitungan yang Rhein lakukan) biasanya standar yang Rhein buat selalu lebih tinggi dari orang kebanyakan.
Begitulah, menurut Rhein pernyataan hasil test potensi diri tentang kompetisi yang rendah itu bukan berarti ngga mau bersaing dengan orang lain, namun pada siapa diri kita melihat kompetitor yang dituju. Menurut Rhein juga kalau mengikuti sebuah kompetisi tanpa perhitungan itu bukan kompetisi namanya tapi ‘uji hoki’.
Pernah gagal dan salah dalam melakukan perhitungan, Rhein? Sering! Dalam hal percintaan.
Sekian.
Sejak dulu, entah mengapa setiap kali Rhein ikutan macam test psikologi, potensi, kemampuan diri, atau kepribadian, nilai yang paling rendah pasti dalam hal kompetisi. Katanya Rhein rendah dalam hal kemampuan untuk bersaing dengan orang lain, tidak punya ambisi. Sempat bingung juga sih, karena orang-orang terdekat selalu bilang bahwa Rhein termasuk pribadi yang ambisius. Terus apa test-test itu salah? Tapi kok hasilnya selalu sama?
Setelah Rhein pikir-pikir, mungkin tolak ukur pertanyaan-pertanyaan dari test itu membandingkan kompetisi atau persaingan antar pribadi dengan orang lain. Lalu bagaimana dengan Rhein yang selalu berpikir bahwa kompetitor terbaik adalah diri sendiri? Maksudnya?
Kita buat lebih simpel. Kompetisi identik dengan lomba. Sejak dulu, Rhein sangat jarang ikut lomba (kecuali zaman SD lomba 17an di RT). Termasuk dalam lingkup hobi menulis, Rhein ngga pernah ikut lomba cerpen, lomba blog, lomba puisi, seumur-umur cuma sekali doang ikut lomba nulis novel karena ngincer hadiah jalan-jalan. Loh, itu akhirnya Rhein mau berkompetisi?
Ada beberapa faktor untuk penjelasan ini. Pertama, Rhein tipikal orang yang penuh perhitungan & persiapan. Ketika akan melakukan sesuatu, termasuk dalam hal kompetisi, segala hal akan diperhitungkan & dipersiapkan sebaik mungkin. Lomba hampir mirip dengan gambling, judi, kita nggak tahu banyak tentang pesaing, penilaian (subjektif) juri, dan standar-standar yang mereka lakukan. Dan ibarat penjudi, Rhein tipical penghitung seperti seorang statistikawan yang memperhitungkan banyak hal. Ketika kompetisi yang akan Rhein hadapi tidak banyak memberikan informasi atau data sehingga Rhein tidak bisa membuat strategi jitu untuk memenangkan ajang perjudian tersebut, Rhein memilih untuk tidak mengikuti kompetisi tersebut.
Untuk (satu-satunya) lomba nulis novel yang Rhein ikuti, itu pakai perhitungan banget. Rhein pantengin terus grup penyelenggara lomba yang ramai oleh obrolan peserta (Rhein sih ngga komen apa-apa), mengamati siapa lawan-lawan yang akan dihadapi, berapa peserta yang ikut, seberapa besar peluang untuk memenangkan kompetisi tersebut. Waktu itu hasil perhitungannya Rhein yakin pasti lolos 10 besar naskah terbaik. Kenyataannya? Dapet juara 1, sih. Muehehehehe… sombong! :))
Hal yang sama juga Rhein perhitungkan waktu mau tes SPMB dulu. Pasti lolos SPMB masuk PTN tapi ngga tahu ITB apa UI. Dan perhitungannya bener lagi. Juga waktu ngirim novel pertama kali yang langsung lolos penerbit, itu juga penuh perhitungan. Termasuk dengan novel-novel berikutnya. Pernah novelnya ditolak terbit, Rhein? Jangan sampai atuhlah yaaa.. :D
Penjelasan kedua adalah tentang siapa yang dilihat sebagai kompetitor? Rhein selalu berpikir bahwa musuh terbesar adalah diri sendiri. Jadi kompetitor terbaik bagi Rhein adalah diri sendiri. Tentu Rhein punya target-target, rencana, mimpi, dan keinginan dalam hidup. Semua Rhein buat dan rencanakan bagaimana agar perjalanan step-by-step meraih mimpi itu selalu menggali dan meningkatkan potensi sesuai standar yang dibuat untuk Rhein pribadi. Seberapa tinggi standar itu? Oh, ngga perlu muluk-muluk, selama jadi manusia yang lebih baik dari hari kemarin tentunya.
Jadi, ketika bisa melewati standar yang dibuat, bagi Rhein itu sudah prestasi, sudah menyenangkan. I don’t care about other people standard. Untungnya (dan kalau melihat perhitungan yang Rhein lakukan) biasanya standar yang Rhein buat selalu lebih tinggi dari orang kebanyakan.
Begitulah, menurut Rhein pernyataan hasil test potensi diri tentang kompetisi yang rendah itu bukan berarti ngga mau bersaing dengan orang lain, namun pada siapa diri kita melihat kompetitor yang dituju. Menurut Rhein juga kalau mengikuti sebuah kompetisi tanpa perhitungan itu bukan kompetisi namanya tapi ‘uji hoki’.
Pernah gagal dan salah dalam melakukan perhitungan, Rhein? Sering! Dalam hal percintaan.
Sekian.
Published on June 25, 2014 08:45
May 24, 2014
Backpacker Thailand Trip (part 3): Madame Tussauds & Khaosan Road
8 May 2014
Pagi hari kedua di Pattaya, Rhein ngga berencana pergi ke mana-mana, sih. Setelah cebar-cebur di pantai, jalan kaki nyasar-nyasar, dan nonton Lady Boy sampai malam, rasanya ingin istirahat sebentar. Baru siap-siap packing jam 9, check out, naik tuktuk ke terminal bis (sempet nyasar), dan beli tiket bis ke Bangkok yang jam 11 siang. Sampai Bangkok ke Ekkamai lagi, niatnya sih mau ke Planetarium Bangkok yang ada di sekitaran situ (pas malam hari pertama kali sampe Bangkok, sempat lihat), tapi entah kenapa sepertinya karena Bangkok siang hari rame banget, banyak orang lalu lalang, kendaraan, pedagang kaki lima yang berjejer di sepanjang jalan, eh nggak ketemu dong Planetariumnya! Hahaha..
Karena lapar, akhirnya naik BTS ke Ratchadewi dengan tujuan Platinum Plaza, bisa jalan kaki tapi kalau di tengah hari panasnya lumayan juga. Sempat mau salah masuk karena ternyata di samping Platinum Plaza ada apartemen yang namanya Platinum dan di depannya banyak gerai-gerai jualan baju (secara mall ini terkenal sama fashionnya), jadilah gw sempat panik salah naik lift ke apartemen yang harus pakai keycard. Untungnya ada penghuni baik hati yang nganterin gw keluar lagi. Hihihi.. Udik.. :p
Sampai ke Platinum Plaza, cari makaaaann…!! Cari di foodcourt-nya ternyata banyak juga menu pork. Setelah muterin foodcourt, nuker duit pake kartu (di sini bayar makannya pake kartu gitu), akhirnya nemu juga penjual makanan dengan label halal dan pesan menu chicken set. Enaknya di foodcourt ini hampir semua menu makanan ada gambar atau dummy-nya. Jadi meski nggak bisa komunikasi karena kendala bahasa, tinggal tunjuk gambar atau dummy. Makanannya, enyaaaaaakkkk… =9. Gw lupa nama menunya apa, tapi ayamnya enak, nasinya pulen dan ada bumbunya gitu, soup-nya enak, dan porsi bikin kenyang. Senaaanngg… :D
Selesai makan, sempet keliling-keliling mall dulu. Emang beneran lho, mall ini fashionable abiizzz, bajunya kece2 dengan harga lebih murah daripada di Indonesia. Apalagi buat cewek-cewe yang suka baju-baju ala girl band atau gaun-gaun lucu, Rhein bisa bilang di sini adalah surganya. Murah, kualitas bagus, dan ternyata banyak ketemu orang Indonesia bawa-bawa koper sambil belanja. Pasti buat dijual lagi. Rhein sendiri beli 1 baju kaos lengan panjang seharga 50bath (18,000 sajah) dan kemeja jeans dengan motif minion 200baht (72,000) tanpa nawar. Ih, nyesel nggak nawar deh.. Hahaha.. Sengaja beli baju karena dari rumah emang ngga bawa banyak baju. Lumayan buat ganti. Hohoho… Oiya, karena di sini nggak ada mushola, Rhein solat di fitting room. Hihihi.. Tapi nggak masalah kok, ngga ada yang antri dan protes.
Cuci mata selesai dan lanjut perjalanan ke Madame Tussauds yang ada di mall Siam Discovery. Udah pada tahu dong, di museum ini kita bisa ketemu banyak artis bahkan petinggi negara bahkan yang udah meninggal sekali pun. Ketemu patung lilin-nya sih, tapi seruuuuu…!! Sebenarnya harga tiket masuk museum ini 800 baht, tapi karena saat itu Rhein lagi bawa-bawa peta, petugasnya lihat ada kupon diskon 25% Madame Tussauds di sana. Dapet diskon, deh! Padahal Rhein lupa ambil peta gratisan itu di mana.. Hahaha.. Dan kerugian backpacking sendirian adalah saat ke lokasi ini, karena Rhein susah poto-poto sama para patung itu. Alhasil, TONGSIS adalah senjata plus beberapa kali minta petugas museum untuk fotoin di beberapa patung yang keren (macam di kantor White House). Hahaha…
Puas foto-foto dan ketemu Bung Karno, saatnya pulang. Penginapan Rhein selanjutnya di Bangkok adalah di kampung backpacker Khaosan Road. Persoalannya, gimana caranya ke sana? Meski udah baca peta berkali-kali (udah macam Dora deh selama bakcpacking di Thailand ini), tetep aja bingung karena nggak ada MRT atau BTS terdekat, harus naik bis umum. Setelah tanya sana-sini ke penduduk sekitar, akhirnya dikasih tahu nomor bis menuju dekat Khaosan Road dan tinggal jalan kaki. Naiklah bis itu, rada deg-degan karena itu bis penuh macam mikrolet Jakarta pas jam pulang kantor (emang pas jam pulang kantor juga sih saat itu). Pas dapet duduk, tanya ke ibu sebelah tentang Khaosan Road, dia ga bisa bahasa Inggris. Rhein tunjukin peta, sepertinya dia paham, tapi nggak bisa menyampaikan ke gw juga karena ga bisa bahasa Inggris (doh).
Untungnya yang duduk di depan adalah sepasang bule backpacker juga yang mau ke Khaosan Road, tapi… mereka juga nggak tahu harus turun di mana. Hahaha… Akhirnya setelah perjalanan hampir satu jam (Bangkok macet, cyyynn), pas sampai di halte yang banyak orang turun, tiba-tiba Rhein ditepuk penumpang belakang, dia penduduk asli yang alhamdulillah bisa bahasa Inggris dan ngasih tahu di halte selanjutnya gw harus turun dan jalan sedikit ke Khaosan Road. Yeeeyy!!
Khaosan Road malam hari mirip sekitaran Legian di Bali, tanpa pantai pastinya. Jalannya ngga terlalu panjang, tapi ramai, terang benderang, seru, banyak penginapan, banyak yang jualan di pinggir jalan, terutama makanan enak-enak dan menu-nya beda dari di Indonesia. Banyak turis lalu-lalang juga. Seperti biasa, bermodalkan peta dan informasi dari bookingdotcom, saatnya mencari penginapan yang sudah dipesan. Setelah tanya sana-sini, akhirnya ketemu juga.
Kali ini Rhein nginep di hostel dormitory backpacker lagi, namanya Rest Inn Dormitory Guesthouse. Satu kamar ada 4 tempat tidur tingkat jadi total 8 kasur, campur cewek-cowok. Eits, tapi nggak perlu khawatir, backpacker dorm ini nyamaaaaannn banget! Tiap tempat tidur punya lampu dan colokan listrik sendiri, lalu ada tirai yang bisa kita tutup kalau butuh privasi. Kasurnya juga nyaman dengan bantal empuk & selimut hangat, ada AC & kipas angin. Rhein suka banget nginep di sini. Karyawannya ramah-ramah bangeeett, kamar mandi ada beberapa (barengan pastinya), bersih, ada air hangat, dapet handuk. Selain itu, murah bingits! Kalau dikurs ke rupiah hanya 82,000 per malam. Sepertinya hostel ini udah terkenal di antara backpacker, soalnya selalu penuh. Rhein sekamar dengan backpakcer dari Jerman, Inggris, China, Kazakhstan, dan kami semua baru saling kenal. Hahaha.. Seru sesekali ngobrol habis jalan dari mana, ada cerita apa, dan berencana jalan ke mana lagi. :D
GO! GO SELFIE! Tongsis oye! :))
Perhitungan biaya Sarapan 17 bahtTuktuk ke terminal bis (nyasar dikit) 40 bahtBis Pattaya-Ekkamai 124 bahtMakan siang+minum 56 bahtBis Platinum-Siam Discovery (nomor 113) 7 bahtMadame Tussauds 600 bahtBis ke Khaosan Road (gratis, cihuy) 0Hostel Rest Inn Dormitory (3 hari) 690 bahtMakan malam 59 bahtAir mineral 13 baht===================================Total 1,606 baht x 355 (kurs IDR) = 570,130Love is real, real is love. -John Lennon-
Karena lapar, akhirnya naik BTS ke Ratchadewi dengan tujuan Platinum Plaza, bisa jalan kaki tapi kalau di tengah hari panasnya lumayan juga. Sempat mau salah masuk karena ternyata di samping Platinum Plaza ada apartemen yang namanya Platinum dan di depannya banyak gerai-gerai jualan baju (secara mall ini terkenal sama fashionnya), jadilah gw sempat panik salah naik lift ke apartemen yang harus pakai keycard. Untungnya ada penghuni baik hati yang nganterin gw keluar lagi. Hihihi.. Udik.. :p
Sampai ke Platinum Plaza, cari makaaaann…!! Cari di foodcourt-nya ternyata banyak juga menu pork. Setelah muterin foodcourt, nuker duit pake kartu (di sini bayar makannya pake kartu gitu), akhirnya nemu juga penjual makanan dengan label halal dan pesan menu chicken set. Enaknya di foodcourt ini hampir semua menu makanan ada gambar atau dummy-nya. Jadi meski nggak bisa komunikasi karena kendala bahasa, tinggal tunjuk gambar atau dummy. Makanannya, enyaaaaaakkkk… =9. Gw lupa nama menunya apa, tapi ayamnya enak, nasinya pulen dan ada bumbunya gitu, soup-nya enak, dan porsi bikin kenyang. Senaaanngg… :D
Selesai makan, sempet keliling-keliling mall dulu. Emang beneran lho, mall ini fashionable abiizzz, bajunya kece2 dengan harga lebih murah daripada di Indonesia. Apalagi buat cewek-cewe yang suka baju-baju ala girl band atau gaun-gaun lucu, Rhein bisa bilang di sini adalah surganya. Murah, kualitas bagus, dan ternyata banyak ketemu orang Indonesia bawa-bawa koper sambil belanja. Pasti buat dijual lagi. Rhein sendiri beli 1 baju kaos lengan panjang seharga 50bath (18,000 sajah) dan kemeja jeans dengan motif minion 200baht (72,000) tanpa nawar. Ih, nyesel nggak nawar deh.. Hahaha.. Sengaja beli baju karena dari rumah emang ngga bawa banyak baju. Lumayan buat ganti. Hohoho… Oiya, karena di sini nggak ada mushola, Rhein solat di fitting room. Hihihi.. Tapi nggak masalah kok, ngga ada yang antri dan protes.
Cuci mata selesai dan lanjut perjalanan ke Madame Tussauds yang ada di mall Siam Discovery. Udah pada tahu dong, di museum ini kita bisa ketemu banyak artis bahkan petinggi negara bahkan yang udah meninggal sekali pun. Ketemu patung lilin-nya sih, tapi seruuuuu…!! Sebenarnya harga tiket masuk museum ini 800 baht, tapi karena saat itu Rhein lagi bawa-bawa peta, petugasnya lihat ada kupon diskon 25% Madame Tussauds di sana. Dapet diskon, deh! Padahal Rhein lupa ambil peta gratisan itu di mana.. Hahaha.. Dan kerugian backpacking sendirian adalah saat ke lokasi ini, karena Rhein susah poto-poto sama para patung itu. Alhasil, TONGSIS adalah senjata plus beberapa kali minta petugas museum untuk fotoin di beberapa patung yang keren (macam di kantor White House). Hahaha…
Puas foto-foto dan ketemu Bung Karno, saatnya pulang. Penginapan Rhein selanjutnya di Bangkok adalah di kampung backpacker Khaosan Road. Persoalannya, gimana caranya ke sana? Meski udah baca peta berkali-kali (udah macam Dora deh selama bakcpacking di Thailand ini), tetep aja bingung karena nggak ada MRT atau BTS terdekat, harus naik bis umum. Setelah tanya sana-sini ke penduduk sekitar, akhirnya dikasih tahu nomor bis menuju dekat Khaosan Road dan tinggal jalan kaki. Naiklah bis itu, rada deg-degan karena itu bis penuh macam mikrolet Jakarta pas jam pulang kantor (emang pas jam pulang kantor juga sih saat itu). Pas dapet duduk, tanya ke ibu sebelah tentang Khaosan Road, dia ga bisa bahasa Inggris. Rhein tunjukin peta, sepertinya dia paham, tapi nggak bisa menyampaikan ke gw juga karena ga bisa bahasa Inggris (doh).
Untungnya yang duduk di depan adalah sepasang bule backpacker juga yang mau ke Khaosan Road, tapi… mereka juga nggak tahu harus turun di mana. Hahaha… Akhirnya setelah perjalanan hampir satu jam (Bangkok macet, cyyynn), pas sampai di halte yang banyak orang turun, tiba-tiba Rhein ditepuk penumpang belakang, dia penduduk asli yang alhamdulillah bisa bahasa Inggris dan ngasih tahu di halte selanjutnya gw harus turun dan jalan sedikit ke Khaosan Road. Yeeeyy!!
Khaosan Road malam hari mirip sekitaran Legian di Bali, tanpa pantai pastinya. Jalannya ngga terlalu panjang, tapi ramai, terang benderang, seru, banyak penginapan, banyak yang jualan di pinggir jalan, terutama makanan enak-enak dan menu-nya beda dari di Indonesia. Banyak turis lalu-lalang juga. Seperti biasa, bermodalkan peta dan informasi dari bookingdotcom, saatnya mencari penginapan yang sudah dipesan. Setelah tanya sana-sini, akhirnya ketemu juga.
Kali ini Rhein nginep di hostel dormitory backpacker lagi, namanya Rest Inn Dormitory Guesthouse. Satu kamar ada 4 tempat tidur tingkat jadi total 8 kasur, campur cewek-cowok. Eits, tapi nggak perlu khawatir, backpacker dorm ini nyamaaaaannn banget! Tiap tempat tidur punya lampu dan colokan listrik sendiri, lalu ada tirai yang bisa kita tutup kalau butuh privasi. Kasurnya juga nyaman dengan bantal empuk & selimut hangat, ada AC & kipas angin. Rhein suka banget nginep di sini. Karyawannya ramah-ramah bangeeett, kamar mandi ada beberapa (barengan pastinya), bersih, ada air hangat, dapet handuk. Selain itu, murah bingits! Kalau dikurs ke rupiah hanya 82,000 per malam. Sepertinya hostel ini udah terkenal di antara backpacker, soalnya selalu penuh. Rhein sekamar dengan backpakcer dari Jerman, Inggris, China, Kazakhstan, dan kami semua baru saling kenal. Hahaha.. Seru sesekali ngobrol habis jalan dari mana, ada cerita apa, dan berencana jalan ke mana lagi. :D


Perhitungan biaya Sarapan 17 bahtTuktuk ke terminal bis (nyasar dikit) 40 bahtBis Pattaya-Ekkamai 124 bahtMakan siang+minum 56 bahtBis Platinum-Siam Discovery (nomor 113) 7 bahtMadame Tussauds 600 bahtBis ke Khaosan Road (gratis, cihuy) 0Hostel Rest Inn Dormitory (3 hari) 690 bahtMakan malam 59 bahtAir mineral 13 baht===================================Total 1,606 baht x 355 (kurs IDR) = 570,130Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on May 24, 2014 01:06
May 20, 2014
Catatan Novel: Zeno & Kara
Baru saja merampungkan sebuah novel, masih romance pastinya. We can’t live without love. Setelah novel Jadian 6 Bulan dengan tema remaja islami, Jalan Menuju Cinta-Mu dengan tema keluarga, Seven Days dengan tema perjalanan, dan CoupL(ov)e dengan tema rumah tangga pengantin baru, kali ini Rhein memilih tema yang berbeda. Bagi Rhein, menulis adalah tentang pengembangan skill, harus ada tantangan baru yang tidak hanya untuk pembaca, tapi juga agar penulis itu sendiri tidak bosan. Pilihan tema kali ini: crime & action.
Awal mula dapat ide hampir setahun lalu. Lupa karena kesambet atau tergoda oleh apa, tokoh-tokoh ini bermunculan dengan riuh di dunia khayal yang sudah tercipta.
Mari berkenalan dengan dua tokoh utama: Zeno Ramawijaya dan Kara Arkana. Sepasang kekasih yang berbahagia di hari pertunangan dan sedang berdebar-debar tak sabar menyambut hari pernikahan. Hidup mereka terasa sempurna, materi cukup, cantik dan tampan, teman yang banyak, dan keluarga yang hangat. But,
Hanya dalam sekejap, hidup mereka takkan lagi sama. Trauma yang mencair, perburuan, organisasi rahasia, pengkhianatan, sniper yang mengincar, desing peluru, dendam, dan uang.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Awal mula dapat ide hampir setahun lalu. Lupa karena kesambet atau tergoda oleh apa, tokoh-tokoh ini bermunculan dengan riuh di dunia khayal yang sudah tercipta.
Sometimes, love is about facing your biggest fearSemua orang pasti pernah merasa takut. Takut binatang buas, takut gagal, takut mati, takut terlambat, takut merasa sakit tak terperi, takut menghadapi sidang skripsi, dan segala macam takut lain. Namun ada kalanya, menghadapi rasa takut adalah suatu bentuk cinta.
Mari berkenalan dengan dua tokoh utama: Zeno Ramawijaya dan Kara Arkana. Sepasang kekasih yang berbahagia di hari pertunangan dan sedang berdebar-debar tak sabar menyambut hari pernikahan. Hidup mereka terasa sempurna, materi cukup, cantik dan tampan, teman yang banyak, dan keluarga yang hangat. But,
Every single person has at least one secret that would break your heartSeseorang yang pernah Kara kenal menghubunginya, mengatakan dengan serius dan penuh peringatan, bahwa identitas asli kekasihnya, Zeno yang paling dicintainya, ternyata seorang pembunuh.
Hanya dalam sekejap, hidup mereka takkan lagi sama. Trauma yang mencair, perburuan, organisasi rahasia, pengkhianatan, sniper yang mengincar, desing peluru, dendam, dan uang.
Most people always fear about losing someone they love
Kadang kala selembar foto bisa menjadi sebuah benda mengerikan, hanya karena kemampuannya menghadirkan sosok yang tiada menjadi adaWell, naskahnya sudah Rhein kirim ke salah satu penerbit, semoga semuanya berjalan lancar dan bisa cepat terbit. Doakan yaa! :D Sebagian awal cerita sudah pernah Rhein upload di Wattpad dan bisa dibaca secara gratis. Tentu kalau novelnya sudah terbit nanti, file di wattpad tersebut akan dihapus. Judul di Wattpad “The Gloomy Gift”, tapi ini bukan judul fix yang akan jadi judul buku karena pastinya akan ada proses di penerbit. Selamat menikmati!
Some people are just born with tragedy in their blood.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on May 20, 2014 21:16