Rhein Fathia's Blog, page 11
April 1, 2015
Membaca ala Penulis
Suatu hari saat memberikan talkshow di salah satu acara kepenulisan, salah seorang peserta mengajukan pertanyaan kira-kira seperti ini, “Apa sih tips membuat jalinan cerita dan kalimat yang enak dibaca saat menulis novel? Tolong jangan memberikan tips ‘banyak membaca’ karena saya sudah cukup bosan mendengar tips tersebut.”
Maka dalam tulisan kali ini, Rhein ingin sedikit berbagi tentang apa sih maksudnya harus ‘banyak membaca’ bagi siapa pun yang ingin belajar menulis?
Siapa pun yang ingin menjadi penulis, harus memiliki kemampuan khusus dalam membaca. Ada perbedaan besar antara membaca karena dia hobi dan karena dia ingin belajar menulis (dari pengalaman pribadi). Sebagai penulis, kita harus jeli bagaimana mengulik sebuah tulisan atau buku. Simpelnya gini. Ambil sebuah buku yang sangat kita suka dan tidak bosan saat membacanya, lalu selidiki, APA SIH yang membuat buku tersebut begitu memikat?
Kemudian, satu buku tersebut kita pretelin sampai jadi remah-remah. Apa yang menarik dari buku tersebut? Misal: tokoh-tokohnya? Baca ulang bagaimana si penulis menciptakan tokoh-tokoh rekaannya tersebut. BACA SATU PER SATU bagaimana setiap tokoh dideskripsikan oleh si penulis. BACA bagaimana si penulis membuat setiap tokoh bergerak, melirik, tertawa, merengut, mengibas rambut, sehingga setiap tokoh memiliki ke’khas’an gesture dan ‘suara’ sendiri. BACA tiap detil kalimat dan kata yang dirangkai si penulis dalam membuat masing-masing tokoh.
Selanjutnya, misal di buku tersebut setting cerita sangat terasa. BACA JUGA bagaimana si penulis merangkai kata-per-kata dalam membuat kalimat untuk sebuah deskripsi stasiun. Hingga pembaca bisa merasakan hiruk-pikuknya, kesemrawutannya, kesibukannya. Apa? Pilihan kata apa yang dipilih penulis sehingga membuat kita sebagai pembaca bisa memunculkan imajinasi bahwa, oke-ini-stasiun.
Atau salah satu hal krusial dalam sebuah novel adalah 5-10 halaman pertama. BACA BERULANG-ULANG apa yang membuat kita tertarik untuk membalik setiap halaman berikutnya dari sebuah buku? Apa yang membuat kita penasaran? Bagaimana dan di mana si penulis menempatkan titik-titik percikan konflik sehingga kita ingin lagi dan lagi mengetahui kisah selanjutnya? Kata-per-kata apa yang digunakan si penulis.
Iya, semuanya cukup BACA AJA terus sampai negara api menyerang dan menjatuhkan meteor cokelat ke ladang gandum hingga jadilah koko krunch.
Beberapa hal yang saya lakukan dalam hal membaca untuk sebuah riset menulis contohnya saat proses menulis Gloomy Gift. Saya mencari genre yang setipe antara lain serial Millennium by. Stieg Larsson, serial in Death by. J.D Robb, dan tak lupa Negeri Para Bedebah by. Tere Liye agar mendapat cita rasa Indonesia. Kesemua buku-buku tersebut saya telaah satu per satu, per kalimat, per adegan, bertanya berkali-kali mengapa saya suka tokoh ini, mengapa saya suka suasana di situ, mengapa saya ingin menagis pada adegan di halaman sekian dan memaki-maki di adegan lain karena saking kesalnya pada penulis yang bikin perasaan campur aduk. NAH!! Saat kita membaca dan mendapat perasaan campur aduk itulah. STOP! Berhenti di situ. BACA ULANG, apa yang membuat adegan tersebut membuat perasaan jungkir balik? Kalimat atau kata apa yang membuat kita, si pembaca sensitif ini, begitu terbawa perasaan?
Begitulah kira-kira share pengalaman saya tentang membaca ala penulis. Ketika kita memutuskan ingin menjadi penulis, maka ubah mindset cara ‘latihan membaca’ sesuai yang dibutuhkan. Sama seperti ketika seseorang memutuskan menjadi atlet lari, tentu dia memiliki trik khusus untuk ‘latihan lari’, meski mau kayak apa juga memang intinya adalah LARI aja terus sampai negara api... #bungkamRhein.
Semoga bisa dipahami ya, terutama untuk teman-teman yang baru belajar menulis (kalau yang udah penulis jam terbang tinggi sih pasti udah tau). Dan yang terpenting, tekun & sabar... :)
Memberi tanda post-it untuk setiap unsur-unsur menarik (deskripsi, narasi, informasi, dll) menjadi kebiasaan saya dalam membaca sebuah buku.
Mencatat setiap kosakata baru untuk memperkaya diksi. Saya menyebutnya 'bank data'.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Maka dalam tulisan kali ini, Rhein ingin sedikit berbagi tentang apa sih maksudnya harus ‘banyak membaca’ bagi siapa pun yang ingin belajar menulis?
Siapa pun yang ingin menjadi penulis, harus memiliki kemampuan khusus dalam membaca. Ada perbedaan besar antara membaca karena dia hobi dan karena dia ingin belajar menulis (dari pengalaman pribadi). Sebagai penulis, kita harus jeli bagaimana mengulik sebuah tulisan atau buku. Simpelnya gini. Ambil sebuah buku yang sangat kita suka dan tidak bosan saat membacanya, lalu selidiki, APA SIH yang membuat buku tersebut begitu memikat?
Kemudian, satu buku tersebut kita pretelin sampai jadi remah-remah. Apa yang menarik dari buku tersebut? Misal: tokoh-tokohnya? Baca ulang bagaimana si penulis menciptakan tokoh-tokoh rekaannya tersebut. BACA SATU PER SATU bagaimana setiap tokoh dideskripsikan oleh si penulis. BACA bagaimana si penulis membuat setiap tokoh bergerak, melirik, tertawa, merengut, mengibas rambut, sehingga setiap tokoh memiliki ke’khas’an gesture dan ‘suara’ sendiri. BACA tiap detil kalimat dan kata yang dirangkai si penulis dalam membuat masing-masing tokoh.
Selanjutnya, misal di buku tersebut setting cerita sangat terasa. BACA JUGA bagaimana si penulis merangkai kata-per-kata dalam membuat kalimat untuk sebuah deskripsi stasiun. Hingga pembaca bisa merasakan hiruk-pikuknya, kesemrawutannya, kesibukannya. Apa? Pilihan kata apa yang dipilih penulis sehingga membuat kita sebagai pembaca bisa memunculkan imajinasi bahwa, oke-ini-stasiun.
Atau salah satu hal krusial dalam sebuah novel adalah 5-10 halaman pertama. BACA BERULANG-ULANG apa yang membuat kita tertarik untuk membalik setiap halaman berikutnya dari sebuah buku? Apa yang membuat kita penasaran? Bagaimana dan di mana si penulis menempatkan titik-titik percikan konflik sehingga kita ingin lagi dan lagi mengetahui kisah selanjutnya? Kata-per-kata apa yang digunakan si penulis.
Iya, semuanya cukup BACA AJA terus sampai negara api menyerang dan menjatuhkan meteor cokelat ke ladang gandum hingga jadilah koko krunch.
Beberapa hal yang saya lakukan dalam hal membaca untuk sebuah riset menulis contohnya saat proses menulis Gloomy Gift. Saya mencari genre yang setipe antara lain serial Millennium by. Stieg Larsson, serial in Death by. J.D Robb, dan tak lupa Negeri Para Bedebah by. Tere Liye agar mendapat cita rasa Indonesia. Kesemua buku-buku tersebut saya telaah satu per satu, per kalimat, per adegan, bertanya berkali-kali mengapa saya suka tokoh ini, mengapa saya suka suasana di situ, mengapa saya ingin menagis pada adegan di halaman sekian dan memaki-maki di adegan lain karena saking kesalnya pada penulis yang bikin perasaan campur aduk. NAH!! Saat kita membaca dan mendapat perasaan campur aduk itulah. STOP! Berhenti di situ. BACA ULANG, apa yang membuat adegan tersebut membuat perasaan jungkir balik? Kalimat atau kata apa yang membuat kita, si pembaca sensitif ini, begitu terbawa perasaan?
Begitulah kira-kira share pengalaman saya tentang membaca ala penulis. Ketika kita memutuskan ingin menjadi penulis, maka ubah mindset cara ‘latihan membaca’ sesuai yang dibutuhkan. Sama seperti ketika seseorang memutuskan menjadi atlet lari, tentu dia memiliki trik khusus untuk ‘latihan lari’, meski mau kayak apa juga memang intinya adalah LARI aja terus sampai negara api... #bungkamRhein.
Semoga bisa dipahami ya, terutama untuk teman-teman yang baru belajar menulis (kalau yang udah penulis jam terbang tinggi sih pasti udah tau). Dan yang terpenting, tekun & sabar... :)


Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on April 01, 2015 02:39
March 24, 2015
Kompetisi Review Gloomy Gift
Cihuy! Masih dalam euforia terbitnya GLOOMY GIFT, yang alhamdulillah dapat respon positif dari pembaca dan bintang-bintang lucuk di goodreads yang bisa dilihat di sini. Maka, Rhein dan Bentang Pustaka mengadakan Kompetisi Review Gloomy Gift atau dengan hastag #KompetisiReviewGG bagi para pembaca Gloomy Gift. Caranya gampang banget, kok. Berikut keterangannya:
Kompetisi diadakan mulai 23 Maret-11 April 2015.Setiap peserta wajib memiliki buku Gloomy Gift & wajib menyertakan foto buku selfie bersama Gloomy Gift dalam postingan web (blogspot, wordpress, kompasiana, dll).Peserta membuat review Gloomy Gift sebanyak 500-1,000 kata.Peserta menyertakan data diri lengkap (nama, alamat, no. hp) dan alasan menyukai buku Gloomy Gift di badan email.Tulis review kamu di blog pribadi.Share link review di twitter, mention @rheinfathia & @bentangpustaka dengan menyertakan tagar #KompetisiReviewGG atau share di Facebook, lalu tag ke Bentang Pustaka.Kirim email link blog kamu ke: contactme@rheinfathia.com dan kuisbentang@gmail.com dengan subjek #KompetisiReviewGGSetiap peserta sudah follow twitter @rheinfathia & @bentangpustaka ya.Pengumuman pemenang hari Sabtu, 18 April 2015.
Hadiahnya?? Seru abis dong pasti...
Pemenang 1:Paket buku Bentang Pustaka senilai 150,000Notebook bag Akkarena by. GET Daily Gear
Pemenang 2:Paket buku Bentang Pustaka senilai 100,000Tablet bag Bunaken by. GET Daily Gear
Ditunggu yaaaaahhh.. Ayo pada ikutaaaaannn... :D
Love is real, real is love. -John Lennon-
Kompetisi diadakan mulai 23 Maret-11 April 2015.Setiap peserta wajib memiliki buku Gloomy Gift & wajib menyertakan foto buku selfie bersama Gloomy Gift dalam postingan web (blogspot, wordpress, kompasiana, dll).Peserta membuat review Gloomy Gift sebanyak 500-1,000 kata.Peserta menyertakan data diri lengkap (nama, alamat, no. hp) dan alasan menyukai buku Gloomy Gift di badan email.Tulis review kamu di blog pribadi.Share link review di twitter, mention @rheinfathia & @bentangpustaka dengan menyertakan tagar #KompetisiReviewGG atau share di Facebook, lalu tag ke Bentang Pustaka.Kirim email link blog kamu ke: contactme@rheinfathia.com dan kuisbentang@gmail.com dengan subjek #KompetisiReviewGGSetiap peserta sudah follow twitter @rheinfathia & @bentangpustaka ya.Pengumuman pemenang hari Sabtu, 18 April 2015.
Hadiahnya?? Seru abis dong pasti...
Pemenang 1:Paket buku Bentang Pustaka senilai 150,000Notebook bag Akkarena by. GET Daily Gear
Pemenang 2:Paket buku Bentang Pustaka senilai 100,000Tablet bag Bunaken by. GET Daily Gear
Ditunggu yaaaaahhh.. Ayo pada ikutaaaaannn... :D


Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on March 24, 2015 22:32
March 6, 2015
GLOOMY GIFT Officially Published

Bagi follower di twitter atau facebook saya mungkin sudah tahu tentang novel ini dari jauh-jauh hari berkat rasa excited hingga saya tak henti promosi. Hehe.. Di sini, saya ingin bercerita sekilas di balik layar tentang GLOOMY GIFT.
Merunut dari novel-novel yang sebelumnya sudah diterbitkan, semua karya saya mengambil tema cinta. GLOOMY GIFT juga masih sama. Lho, lalu apa bedanya? Apa uniknya? Pertengahan 2013 setelah CoupL(ov)e dan Seven Days terbit, disusul re-package Jadian 6 Bulan dan Jalan Menuju Cinta-Mu, jujur saya merasa bosan menulis novel cinta dengan konflik yang itu-itu saja. Pun tidak dipungkiri, novel bertema cinta yang beredar di pasaran tidak jauh-jauh dari konflik rindu, cemburu, dan harapan palsu. Konflik tersebut tidak akan pernah basi, tidak akan pernah karena setiap manusia akan mengalami fase-fase itu.
Namun sebagai penulis, saya bosan. Ada titik jenuh sebagai penulis romansa harus menggarap konflik yang serupa meski eksekusinya berbeda. Kemudian, saya teringat obsesi saya sejak awal sekali ingin menulis novel: Saya suka cerita romansa berbalut ketegangan yang memacu adrenalin. Maka, tercetus ide menggabungkan love vs fear. Bukankah takut juga salah satu perasaan manusia paling dasar selain cinta?

Riset utama saya lakukan selama kurang lebih 4 bulan. Browsing, interview narasumber, ngubek berita, mensinkronisasi data-data, sambil baca-baca paper literasi tentang bagaimana menulis cerita action. Karena sungguh, menyajikan deskripsi-narasi para tokoh dalam adegan hajar-hajaran melalui media tulisan tidak semudah menonton aksi kakang ganteng Iko Uwais di film The Raid.
Usai riset dan membuat plot, saya mulai proses menulis, edit, revisi ini itu sana sini, selama setahun. Syukurlah, Bentang Pustaka mau menerima dan menerbitkan cerita baru yang saya buat ini. Pun para editor mba Noni dan mba Dila yang memberi banyak masukan yang sangat berarti. Terima kasih banyak sudah mau mewujudkan mimpi saya menulis cerita romansa seperti GLOOMY GIFT.
Tidak ada karya yang sempurna, termasuk GLOOMY GIFT ini, dan jujur saja saya masih ingin mengasah kemampuan menulis dengan tema yang sama. Sehingga, dengan sok saya berencana menjadikannya trilogi agar bisa membuat cerita yang lebih baik lagi. OHOK!
Maka tahun 2015 ini, saya ingin memperkenalkan Kara Arkana dan Zeno Ramawijaya sebagai sepasang kekasih yang saling mencintai dan terhalang oleh diri mereka sendiri: rasa takut.
Please welcome, GLOOMY GIFT. Semoga bisa menghibur para pembaca :)

Dapatkan novel GLOOMY GIFT di toko buku atau toko buku online favorit kalian. Untuk cuplikan dan sinopsis cerita, silakan menonton book-trailer berikut.

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on March 06, 2015 06:12
February 18, 2015
Pre-Order GLOOMY GIFT
Huurraayy... GLOOMY GIFT terbit. Yeeaayy!! :D
Pre-Order: 16-27 February 2015
Setelah terakhir kali menerbitkan novel tahun 2013, kini Rhein akhirnya diberi kesempatan untuk melahirkan karya lagi. Alhamdulillah… Cerita latar belakang novel ini sudah pernah diceritakan di sini dan ternyata hampir setahun proses hingga terbit. Maklum, revisi dari editor harus Rhein kerjakan di sela-sela mengerjakan thesis juga. Hihihi.
Baiklah, saat ini Rhein akan memberi informasi terpenting se-alam semesta bagi Absurd Astronaut, bahwa PRE-ORDER GLOOMY GIFT sudah dibuka. Jeng! Jeng!
Pre-Order kali ini diadakan di beberapa toko buku online (tbo) yang bisa kalian pilih. Berikut link tbo yang mengadakan pre-order Gloomy Gift.
BukaBukuPengenBukuTemanBuku KutukutuBuku Mizanstore BukuKita BukuBukuLarisParcelBuku
Apa saja keuntungan melakukan pre-order? Pastinya bisa membeli novel GLOOMY GIFT dengan harga diskon dan bertanda tangan penulis (iya, saya.. xD). Kemudian, sesuai dengan judul novel yang mengandung kata 'gift', pastinya pembaca yang melakukan pre-order di tbo yang sudah disebutkan di atas akan mendapatkan gift khusus plus voucher. Eits, tapi gift & voucher ini terbatas ya.. Siapa cepat dia dapat.
Kali ini Rhein menggandeng 3 brand yang akan memberikan voucher diskon.
gift & voucher for pre-order
Salah satu brand fashion yang memiliki outlet di Bandung dan tidak hanya outlet, tetapi juga studio fashion dengan konsep Platform 9 3/4 ala Harry Potter! Penasaran? Kalian bisa intip kontak kru mereka di: Instagram Edgmor.
Untuk yang suka fashion cute, cek www.myrubylicious.com deh... susah banget kalau nggak tergoda. Hihihi.. Atau cek juga Instagram dan Twitter mereka.
Brand VictivLabs harus dimiliki sama tipe pekerja kreatif! Apalagi yang suka gambar dan nulis. Notebook mereka keren-keren dan berguna banget untuk menampung semua ide kreatif kalian. Pssstt.. saya bikin plot cerita Gloomy Gift juga di notebook merek, lho.. Hihi.. Intip aja deh di Instagram VictivLabs atau Facebook VictivLabs. Voucher VictivLabs ini khusus pre-order Gloomy Gift di KutukutuBuku ya.. Limited!
They're not Gloomy Gift... They're really sweet gift if you pre-order Gloomy Gift.. ^.^
Love is real, real is love. -John Lennon-


Setelah terakhir kali menerbitkan novel tahun 2013, kini Rhein akhirnya diberi kesempatan untuk melahirkan karya lagi. Alhamdulillah… Cerita latar belakang novel ini sudah pernah diceritakan di sini dan ternyata hampir setahun proses hingga terbit. Maklum, revisi dari editor harus Rhein kerjakan di sela-sela mengerjakan thesis juga. Hihihi.
Baiklah, saat ini Rhein akan memberi informasi terpenting se-alam semesta bagi Absurd Astronaut, bahwa PRE-ORDER GLOOMY GIFT sudah dibuka. Jeng! Jeng!
Pre-Order kali ini diadakan di beberapa toko buku online (tbo) yang bisa kalian pilih. Berikut link tbo yang mengadakan pre-order Gloomy Gift.
BukaBukuPengenBukuTemanBuku KutukutuBuku Mizanstore BukuKita BukuBukuLarisParcelBuku
Apa saja keuntungan melakukan pre-order? Pastinya bisa membeli novel GLOOMY GIFT dengan harga diskon dan bertanda tangan penulis (iya, saya.. xD). Kemudian, sesuai dengan judul novel yang mengandung kata 'gift', pastinya pembaca yang melakukan pre-order di tbo yang sudah disebutkan di atas akan mendapatkan gift khusus plus voucher. Eits, tapi gift & voucher ini terbatas ya.. Siapa cepat dia dapat.
Kali ini Rhein menggandeng 3 brand yang akan memberikan voucher diskon.




They're not Gloomy Gift... They're really sweet gift if you pre-order Gloomy Gift.. ^.^
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on February 18, 2015 22:40
February 11, 2015
10 Tahun "Jadian 6 Bulan"
Tanpa terasa, 10 tahun sudah sejak awal karier saya sebagai penulis dimulai. Masih segar dalam ingatan, saat itu saya masih duduk di kelas 3 SMA (XII, bahasa anak gaul sekarang). Februari 2005, setelah mendapat kiriman cover novel Jadian 6 Bulan yang akan terbit, saya print gambar tersebut, pamer keliling sekolah, dan dengan bahagia mengabarkan kalau novel buatan saya akan segera terbit. Tak lupa menunjukkan nama saya tercantum di cover buku pastinya. Saya tidak tahu se-norak apa saya dulu saat pamer ke sana kemari, tetapi saya masih ingat salah seorang kakak kelas nyletuk sambil senyum,
Mundur ke belakang, setahun sebelumnya saat masih dalam proses penulisan novel tersebut. Di antara tren novel-novel Islami saat itu yang booming dengan jihad, pernikahan dalam Islam, konflik Palestina, atau sekedar bacaan ringan tentang cinta remaja tanpa pacaran, saya malah mengusung tema ‘anak rohis pacaran’. Hahaha... Sebagai anak rohis juga di sekolah, saya menulis naskah Jadian 6 Bulan tanpa cerita ke teman-teman mana pun. Sempat ada pergolakan hati, really? Should I write this story? Ini anak rohis kok malah pacaran? Keputusan nulis naskah ini sampai bikin saya solat istikharah! xD
Meski sebenarnya saya menyelipkan tema utama yang lebih ‘berat’, mungkin? Bahwa sejatinya, sebagai muslim, cinta kita kepada Allah haruslah berada di atas segalanya.
Proses penulisan membuat saya menjadi pengkhayal ulung. Baik dari isi cerita maupun mimpi kali yeeeee ketika saya curhat ini itu sama adik-adik bilang bakal bagi-bagi duit royalti untuk mereka. Ibu saya sampai tertawa dengan khayalan saya tentang duit itu. Muhaha... Tapi benar, yang menjadi pembaca pertama Jadian 6 Bulan adalah adik-adik saya sendiri, mereka masih SMP dan SD, tapi bisa memberi komentar ini itu tentang penulisan saya.
Bagaimana pun, sebagai penulis pemula, saya punya rasa malu dan minder kalau harus meminta orang lain membaca naskah tersebut. Takut ditertawakan, takut dianggap jelek. Siapa sih penulis pemula yang nggak merasa begitu? :). Apalagi saya tidak berada di lingkungan penulis. Lupakan mentor menulis, workshop literasi, atau riset via google, belum familier di zaman itu (tua banget sih lu, Rhein). Saya rajin baca koran dan majalah untuk riset saat itu (Plis lah, mana saya tahu Kobe Bryant pemain basket?).
Karena rasa minder, print out naskah Jadian 6 Bulan sempat mengendap selama tiga bulan tanpa saya apa-apakan. Saat itu tidak ada perasaan takut ditolak, hanya merasa malu dengan tulisan sendiri. Sampai akhirnya Bapak yang meminta draft tersebut dan berjanji akan mengirimkan melalui pos. Setelah itu, lupa deh... Sampai tiga bulan kemudian, yang saya ingat betul karena saat itu baru bangun tidur siang, tiba-tiba ada telepon yang mengabarkan kalau novel Jadian 6 Bulan akan diterbitkan, dan membuat saya berpikir, “Ini bukan mimpi di tidur siang, kan?” Hahaha..
Selanjutnya adalah hari-hari bahagia. Saya main ke kantor Mizan, belajar bagaimana dunia penerbitan, juga sedikit banyak tentang dunia literasi.
Bagaimana rasanya 10 tahun menjadi penulis?
Senang, tentu. Terlebih karya saya ternyata banyak yang suka, bahkan kata editor saya termasuk best-seller, sampai cetakan ke 4 dalam waktu 2 tahun kalau nggak salah. Padahal kata editor saya, Jadian 6 Bulan bukan termasuk buku yang dipromosikan banget oleh penerbit dan apalah saya saat itu masih anak SMA culun mana tahu tentang marketing. Yang saya tahu, saat itu banyak email-email dari pembaca, banyak yang nge-add friendster (FRIENDSTER??), dan tak lupa bertanya, “Itu kisah pribadi kamu??”. Oh plis lah, mana berani saya curhat kisah cinta sendiri...
Tak lupa, saya masuk koran lokal, diwawancara majalah Horison (Iya, majalah sastra itu, lho), sampai ada yang menelepon saya untuk membuat Jadian 6 Bulan sebagai bahan skripsi. Duh, saya terharuuu~~~. Komentar buruk? Ada juga lah... Jadian 6 Bulan telah mengajarkan saya bagaimana rasanya memiliki karya yang dinikmati banyak orang, yang mengajarkan saya bagaimana me-manage perasaan agar tetap rendah hati ketika mendapat pujian, juga mengajarkan bagaimana me-manage emosi ketika mendapat kritik dan cercaan.
Karena apalah bahagianya sosok manusia, selain ketika ia bisa menyampaikan sedikit kebaikan dan kebahagiaan pada sesama.. :)
Love is real, real is love. -John Lennon-
“Kamu terlihat bahagia sekali, ya.”Dan, saya tertawa.

Mundur ke belakang, setahun sebelumnya saat masih dalam proses penulisan novel tersebut. Di antara tren novel-novel Islami saat itu yang booming dengan jihad, pernikahan dalam Islam, konflik Palestina, atau sekedar bacaan ringan tentang cinta remaja tanpa pacaran, saya malah mengusung tema ‘anak rohis pacaran’. Hahaha... Sebagai anak rohis juga di sekolah, saya menulis naskah Jadian 6 Bulan tanpa cerita ke teman-teman mana pun. Sempat ada pergolakan hati, really? Should I write this story? Ini anak rohis kok malah pacaran? Keputusan nulis naskah ini sampai bikin saya solat istikharah! xD
Meski sebenarnya saya menyelipkan tema utama yang lebih ‘berat’, mungkin? Bahwa sejatinya, sebagai muslim, cinta kita kepada Allah haruslah berada di atas segalanya.
Proses penulisan membuat saya menjadi pengkhayal ulung. Baik dari isi cerita maupun mimpi kali yeeeee ketika saya curhat ini itu sama adik-adik bilang bakal bagi-bagi duit royalti untuk mereka. Ibu saya sampai tertawa dengan khayalan saya tentang duit itu. Muhaha... Tapi benar, yang menjadi pembaca pertama Jadian 6 Bulan adalah adik-adik saya sendiri, mereka masih SMP dan SD, tapi bisa memberi komentar ini itu tentang penulisan saya.
Bagaimana pun, sebagai penulis pemula, saya punya rasa malu dan minder kalau harus meminta orang lain membaca naskah tersebut. Takut ditertawakan, takut dianggap jelek. Siapa sih penulis pemula yang nggak merasa begitu? :). Apalagi saya tidak berada di lingkungan penulis. Lupakan mentor menulis, workshop literasi, atau riset via google, belum familier di zaman itu (tua banget sih lu, Rhein). Saya rajin baca koran dan majalah untuk riset saat itu (Plis lah, mana saya tahu Kobe Bryant pemain basket?).
Karena rasa minder, print out naskah Jadian 6 Bulan sempat mengendap selama tiga bulan tanpa saya apa-apakan. Saat itu tidak ada perasaan takut ditolak, hanya merasa malu dengan tulisan sendiri. Sampai akhirnya Bapak yang meminta draft tersebut dan berjanji akan mengirimkan melalui pos. Setelah itu, lupa deh... Sampai tiga bulan kemudian, yang saya ingat betul karena saat itu baru bangun tidur siang, tiba-tiba ada telepon yang mengabarkan kalau novel Jadian 6 Bulan akan diterbitkan, dan membuat saya berpikir, “Ini bukan mimpi di tidur siang, kan?” Hahaha..
Selanjutnya adalah hari-hari bahagia. Saya main ke kantor Mizan, belajar bagaimana dunia penerbitan, juga sedikit banyak tentang dunia literasi.
Bagaimana rasanya 10 tahun menjadi penulis?
Senang, tentu. Terlebih karya saya ternyata banyak yang suka, bahkan kata editor saya termasuk best-seller, sampai cetakan ke 4 dalam waktu 2 tahun kalau nggak salah. Padahal kata editor saya, Jadian 6 Bulan bukan termasuk buku yang dipromosikan banget oleh penerbit dan apalah saya saat itu masih anak SMA culun mana tahu tentang marketing. Yang saya tahu, saat itu banyak email-email dari pembaca, banyak yang nge-add friendster (FRIENDSTER??), dan tak lupa bertanya, “Itu kisah pribadi kamu??”. Oh plis lah, mana berani saya curhat kisah cinta sendiri...
Tak lupa, saya masuk koran lokal, diwawancara majalah Horison (Iya, majalah sastra itu, lho), sampai ada yang menelepon saya untuk membuat Jadian 6 Bulan sebagai bahan skripsi. Duh, saya terharuuu~~~. Komentar buruk? Ada juga lah... Jadian 6 Bulan telah mengajarkan saya bagaimana rasanya memiliki karya yang dinikmati banyak orang, yang mengajarkan saya bagaimana me-manage perasaan agar tetap rendah hati ketika mendapat pujian, juga mengajarkan bagaimana me-manage emosi ketika mendapat kritik dan cercaan.
See, sebuah buku tidak hanya memberi efek pada para pembacanya. Justru efek terbesar adalah untuk penulisnya sendiri.Sepuluh tahun sudah, dan alhamdulillah saya masih bisa berkarya. Namun, tetap bagi saya Jadian 6 Bulan adalah masterpiece. Kata Ibu, karya itu adalah cerminan hati saya yang masih bersih dan polos, (Iya, sekarang hatinya udah tercemar.. huhuhu). Saya senang meski sudah 10 tahun, Jadian 6 Bulan masih bisa dinikmati pembaca.
Karena apalah bahagianya sosok manusia, selain ketika ia bisa menyampaikan sedikit kebaikan dan kebahagiaan pada sesama.. :)

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on February 11, 2015 19:36
January 29, 2015
How's Your Life?
How’s your life?
Sekitar enam bulan lalu, salah satu sahabat saya pergi ke luar negeri, akan berpetualang dan merantau katanya, ingin melihat semua hal dalam perspektif baru di lingkungan baru katanya. Keinginan itu bukan hanya miliknya, tetapi juga milik saya sejak lama. Menjajal tinggal di luar negeri. Kemudian waktu berlalu, kami masih berkomunikasi melalui messenger karena via telepon bisa jebol pulsa. Semakin hari mendengar ceritanya, saya semakin iri.
Awal Desember tahun lalu, sahabat saya yang lain pulang dari Amerika, mau memperpanjang visa pelajar yang sudah habis. Iya, sudah lima tahun dia tinggal di negeri Paman Sam untuk mencari ilmu. Entah kenapa, ada yang terasa mencubit hati saya saat itu. “Apa yang sudah kamu lakukan selama ini, Rhein? Sahabat-sahabatmu sudah melanglang buana ke negeri orang, mencari pengalaman di sana. Lalu, kamu masih di sini dan begini-begini saja, Rhein?”
Pertanyaan nurani itu seolah memecut saya yang setahun kemarin malas-malasan. Jadilah, Sejak November lalu saya mulai membenahi diri. Mulai mempercepat mengerjakan tugas akhir yang memang sudah seharusnya segera diakhiri, mencari beasiswa apa pun untuk belajar di luar negeri, dan mengurusi novel baru tentunya. Sungguh, tiga bulan terakhir ini rasanya seperti ngebut. Namun ada perasaan menyenangkan di sana. Menyenangkan karena saya sadar bahwa saya sedang mengejar mimpi-mimpi.
How’s your life there?
Pertanyaan singkat dari sahabat saya itu selalu memacu ingatan bahwa, “Ayo Rhein, susul mereka! Bergerak!” . Sebagai anak yang nggak mau kalah, saya tentu ingin mengabarkan kegiatan-kegiatan positif yang saya lakukan. Iya, saya ngebut bikin tugas akhir, saya mulai mengumpulkan persyaratan beasiswa, saya memaksa diri menyelesaikan novel online, dan banyak membaca buku.
Kemudian di akhir Januari ini, saya menengok ke belakang dan bisa tersenyum. Hey, tugas akhir saya selesai, saya sudah sidang, saya sudah melamar 3 beasiswa, novel Dansa Masa Lalu akhirnya tamat, dan novel Gloomy Gift insyAllah akan segera terbit. Tentu tugas akhir itu masih ada revisi, tentu beasiswa itu entah akan saya dapatkan atau tidak, tentu saya tidak tahu apakah Gloomy Gift akan disenangi pembaca atau tidak. Semua memang belum ada jawaban pasti. Namun begitulah kehidupan, bukan? Keep moving, keep chase your dream, whatever happen at least you try and do your best.
in action sidang thesisLife’s great. Busy, but happy. Many great things to start the year.
Terima kasih ya.. Mungkin tanpa mereka sadari, foto-foto yang ditunjukkan sahabat-sahabat saya selalu membuat iri luar biasa dan bangkit lagi ketika ngedrop malas bikin tugas akhir. Terima kasih juga karena tidak pergi ketika saya berkali-kali merasa, “I’m nothing”.
He sent me this pic and say, "Lu pasti lebih seneng nulis kalau di sini."Saya selalu menganggap hidup ini seperti novel. Asumsikan usia kita akan mencapai 100 tahun, maka akan ada 100 halaman novel tentang hidup kita. Tanpa terasa, saya bersahabat dengan mereka 10 tahun dengan komunikasi yang lancar. Tentu 10 halaman dari 27 halaman kehidupan saya, merupakan suatu hal yang berpengaruh pada mayoritas cerita. Saya percaya, masih akan ada torehan cerita tentang mereka di halaman-halaman selanjutnya.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Sekitar enam bulan lalu, salah satu sahabat saya pergi ke luar negeri, akan berpetualang dan merantau katanya, ingin melihat semua hal dalam perspektif baru di lingkungan baru katanya. Keinginan itu bukan hanya miliknya, tetapi juga milik saya sejak lama. Menjajal tinggal di luar negeri. Kemudian waktu berlalu, kami masih berkomunikasi melalui messenger karena via telepon bisa jebol pulsa. Semakin hari mendengar ceritanya, saya semakin iri.
Awal Desember tahun lalu, sahabat saya yang lain pulang dari Amerika, mau memperpanjang visa pelajar yang sudah habis. Iya, sudah lima tahun dia tinggal di negeri Paman Sam untuk mencari ilmu. Entah kenapa, ada yang terasa mencubit hati saya saat itu. “Apa yang sudah kamu lakukan selama ini, Rhein? Sahabat-sahabatmu sudah melanglang buana ke negeri orang, mencari pengalaman di sana. Lalu, kamu masih di sini dan begini-begini saja, Rhein?”
Pertanyaan nurani itu seolah memecut saya yang setahun kemarin malas-malasan. Jadilah, Sejak November lalu saya mulai membenahi diri. Mulai mempercepat mengerjakan tugas akhir yang memang sudah seharusnya segera diakhiri, mencari beasiswa apa pun untuk belajar di luar negeri, dan mengurusi novel baru tentunya. Sungguh, tiga bulan terakhir ini rasanya seperti ngebut. Namun ada perasaan menyenangkan di sana. Menyenangkan karena saya sadar bahwa saya sedang mengejar mimpi-mimpi.
How’s your life there?
Pertanyaan singkat dari sahabat saya itu selalu memacu ingatan bahwa, “Ayo Rhein, susul mereka! Bergerak!” . Sebagai anak yang nggak mau kalah, saya tentu ingin mengabarkan kegiatan-kegiatan positif yang saya lakukan. Iya, saya ngebut bikin tugas akhir, saya mulai mengumpulkan persyaratan beasiswa, saya memaksa diri menyelesaikan novel online, dan banyak membaca buku.
Kemudian di akhir Januari ini, saya menengok ke belakang dan bisa tersenyum. Hey, tugas akhir saya selesai, saya sudah sidang, saya sudah melamar 3 beasiswa, novel Dansa Masa Lalu akhirnya tamat, dan novel Gloomy Gift insyAllah akan segera terbit. Tentu tugas akhir itu masih ada revisi, tentu beasiswa itu entah akan saya dapatkan atau tidak, tentu saya tidak tahu apakah Gloomy Gift akan disenangi pembaca atau tidak. Semua memang belum ada jawaban pasti. Namun begitulah kehidupan, bukan? Keep moving, keep chase your dream, whatever happen at least you try and do your best.

Terima kasih ya.. Mungkin tanpa mereka sadari, foto-foto yang ditunjukkan sahabat-sahabat saya selalu membuat iri luar biasa dan bangkit lagi ketika ngedrop malas bikin tugas akhir. Terima kasih juga karena tidak pergi ketika saya berkali-kali merasa, “I’m nothing”.

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on January 29, 2015 21:01
January 13, 2015
Review Kobo Glo Ebook Reader
Apa yang lebih menyenangkan bagi seorang kutubuku selain sebuah perpustakaan pribadi dalam genggaman tangan?
If there’s no orange, then choose hot pinkSetelah sering mendapat protes karena jumlah koleksi buku bertambah sedangkan rak buku semakin sempit, maka Rhein mulai melirik ebook. Thanks to apple (I use macbook air) yang menyediakan banyak ebook gratis di iBook. Awalnya menyenangkan baca di iBook karena ada fitur ‘night mode’ sehingga mata tidak terlalu lelah jika lama membaca. Sayangnya, nggak praktis juga kalau semisal sedang menunggu antrian atau di perjalanan Rhein harus membuka laptop untuk membaca. Bawa buku cetak dong, Rhein! Sudah... Dan dari pengalaman, satu novel cetak biasanya habis Rhein baca dalam sekali duduk di pesawat atau kereta. Mau bawa buku banyak? Berat dong, Ciiinn...
Jadilah Rhein (dari sekitar 2 tahun lalu) mulai cari-cari informasi mengenai ebook reader. Have you ever heard about Kindle? Yes, Rhein mencari info tersebut dan setelah ditelusuri ternyata masih agak sulit mendapatkannya di Indonesia. Belum lagi pembelian ebook melalui amazon harus menggunakan kartu kredit dan Rhein nggak punya. Alhamdulillah sekitar pertengahan tahun lalu nemu grup yang membahas tentang ebook reader di sini. Silakan dibaca karena cukup informatif mengenai beragam brand ereader dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kemudian tiba-tiba langsung ‘klik’ saat mendengar brand KOBO. Ih, lucu.. jadi inget Kobo-Chan #abaikan. Awal Desember lalu sahabat saya datang dari Florida dan menunjukkan Kindle miliknya... Saya pun jatuh cinta (sama ebook reader-nya) karena e-ink ternyata sungguh nyaman untuk dibaca (belum pernah liat ebook reader langsung sebelumnya, norak). Pengoperasian ebook reader juga mudah. Dan saya pun makin mantap membeli ebook reader.
Beberapa kebutuhan saya akan ebook reader:e-inkBisa memuat banyak ebookBisa beli ebook tanpa kartu kreditBaterai tahan lamaHarga tidak lebih dari 2 jutaBisa menyala dalam gelapPengoperasian mudahBisa membaca ebook format (terutama) epub dan pdf (ngaku deh tukang download ebook kebanyakan pasti formatnya ini. Tambahan lagi koleksi di iBook juga semuanya epub).Browsing sana-sini, pilihan saya jatuh pada Kobo Glo dan di Indonesia ada yang jual tapi mahal sekali. Alternatif pembelian melalui ebay. Tapi...tapi... khawatir rempong sama urusan bea cuka (pembelian barang dari luar negeri lebih dari $50 aturannya dikenai bea cukai). Namun ya Bismillah ajalah. Saya pun beli Kobo Glo dari ebay di salah satu seller di Jepang dengan harga $110 sudah termasuk ongkir Air Mail. Perkiraan sampai ke Indonesia 2 minggu.
Alhamdulillah, ngga sampai 2 minggu, jeng...jeng... Gadget baru itu datang. Tanpa kena bea cukai. Entah kenapa. Tapi ya alhamdulillah. :D :D Maka.. berikut adalah review pemakaian Kobo Glo ebook reader selama kurang lebih dua minggu ini.
Buka bungkus, joss!E-InkAlias tinta elektronik. Kelebihan inilah yang membuat ebook reader lebih nyaman dibaca dibanding hape atau tablet. Enggak mudah lelah dan rasanya bener-bener mirip baca buku cetak, tanpa lembar halaman dan bau kertas yang khas, tentunya.
Memuat banyak ebookKobo Glo memiliki memori internal 2GB, yang bisa memuat sekitar 1,000 ebook, plus bisa ditambah memori eksternal hingga 32GB. Menurut info yang Rhein dapat, belum ada Kindle yang bisa ditambah memori eksternal.
Beli ebook tanpa kartu kreditYup! Beli ebook di website Kobo bisa menggunakan paypal. I prefer paypal then CC.
Baterai tahan lamaYes. Setelah ngecas saat pertama kali digunakan, baterai bertahan tanpa cas lebih dari 2 minggu. Rhein membaca ebook reader ini tiap hari, sekitar 30 menit-2 jam per hari. Wifi dimatikan dan nyala hanya sesekali untuk download ebook baru.
Harga tidak lebih dari 2 juta.$110 dengan kurs rupiah saat beli harganya jadi 1,4 juta.
Bisa menyala dalam gelap.Oh yes... Ketahuilah kalau sebelum masa Kobo Rhein harus menghentikan kebiasaan baca buku sebelum tidur untuk mematikan lampu baru bisa tidur. Maka setelah masa Kobo meski lampu kamar sudah mati, masih tetap membaca ebook. More and more insomnia. Cahaya dari Kobo ini sistem backlight, ngga bikin silau mata seperti gadget lain (apa sih istilahnya?). Kayak di foto ini.
So you think you can sleep after turn off the light? Hohoho.. Not anymore, darling... More and more insomniaPengoperasian mudahKobo Glo sudah touch screen, hanya ada tombol on/off dan untuk menyalakan backlight di bagian atas. Tapi jangan bayangkan touchscreennya kayak iPhone ya. Kapasitasnya emang hanya mencukupi untuk kebutuhan membaca ebook. Saat pertama menyalakan Kobo, nanti ada pilihan apakah mau setting melalui PC atau Wifi. Sebaiknya saat setting awal ini ada koneksi internet, karena Kobo ereader tersinkronisasi dengan website Kobo. Jadi kalau sudah punya akun di sana (direkomendasikan bikin karena banyak ebook gratis yang bisa didownload, bisa dibaca di iBook juga), tinggal masukin email dan password, nanti akan otomatis semua data dan ebook koleksi kita di akun masuk ke dalam Kobo Glo. Udah deh.. tinggal baca.
Format epub dan pdfBisa banget. Paling capable menggunakan epub karena beberapa hal seperti: Bisa ganti ukuran dan jenis font, bisa highlight kalimat atau kata (bagi Rhein yang punya kebiasaan menandai kalimat menarik, ini penting), ada kamus otomatis.Untuk pdf, hanya bisa di zoom untuk memperbesar halaman, tidak bisa highlight, tapi ada mode bookmark kalau ada halaman menarik.Disarankan jangan memasukan ebook format mobi (formatnya Kindle), karena Rhein pernah mencoba buka mobi di Kobo, terus HANG! Ngga bisa disentuh, tombol on/off dan backlight ngga berfungsi. Emang sih, di spec-nya juga Kobo emang ngga bisa baca mobi. Kalau hang jangan panik, cukup colok lubang kecil di bagian bawa Kobo menggunakan jarum, nanti otomatis reset dan Kobo kembali seperti semula (data-data ngga akan hilang).
click for detailLain-LainWifiDid you hear wifi in this Kobo Glo? So I can connect with internet? Yes! Tapi Rhein ngga menggunakan wifi untuk browsing karena faktor e-ink menyebabkan seluruh layar abu-abu, bisa dibayangkan membuka Facebook dan semua warnanya abu-abu. Haha.. Wifi hanya untuk beli ebook atau sinkronisasi dengan website untuk update.
GamesAda catur dan sudoku. Yeah..yeah.. such a bookworm favorite games.
ChargeHanya ada kabel data dari paket pembelian Kobo Glo. Disarankan ngecas colok ke PC atau laptop. Kabel data juga berfungsi untuk transfer koleksi ebook di PC ke Kobo ereader. Kalau mau beli adapter supaya bisa ngecas langsung ke listrik, sebaiknya gunakan yang 5 V.
fitur-fiturTips-tipsEreader ini tidak ada garansi di Indonesia, jadi sebaiknya dirawat baik-baik. Kasih bungkusan supaya layar ereader nggak langsung kena benda-benda tajam, apalagi kalau masuk tas. Konon layar ereader ini sensitif, bisa cek contoh kerusakan di sini.Cas sesuai dengan ketentuan buku manual.Buku manual tentang pemakaian, pemeliharaan, dll bisa download di sini.
Puaskah dengan Kobo Glo ini? PUAS BANGET! Bisa baca buku di mana & kapan aja, belajar bahasa Inggris, ringan banget dibawa-bawa, untuk bookworm, ini gadget mengerikan dan berbahaya karena bisa bikin lupa apa-apa.
Love is real, real is love. -John Lennon-

Jadilah Rhein (dari sekitar 2 tahun lalu) mulai cari-cari informasi mengenai ebook reader. Have you ever heard about Kindle? Yes, Rhein mencari info tersebut dan setelah ditelusuri ternyata masih agak sulit mendapatkannya di Indonesia. Belum lagi pembelian ebook melalui amazon harus menggunakan kartu kredit dan Rhein nggak punya. Alhamdulillah sekitar pertengahan tahun lalu nemu grup yang membahas tentang ebook reader di sini. Silakan dibaca karena cukup informatif mengenai beragam brand ereader dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kemudian tiba-tiba langsung ‘klik’ saat mendengar brand KOBO. Ih, lucu.. jadi inget Kobo-Chan #abaikan. Awal Desember lalu sahabat saya datang dari Florida dan menunjukkan Kindle miliknya... Saya pun jatuh cinta (sama ebook reader-nya) karena e-ink ternyata sungguh nyaman untuk dibaca (belum pernah liat ebook reader langsung sebelumnya, norak). Pengoperasian ebook reader juga mudah. Dan saya pun makin mantap membeli ebook reader.
Beberapa kebutuhan saya akan ebook reader:e-inkBisa memuat banyak ebookBisa beli ebook tanpa kartu kreditBaterai tahan lamaHarga tidak lebih dari 2 jutaBisa menyala dalam gelapPengoperasian mudahBisa membaca ebook format (terutama) epub dan pdf (ngaku deh tukang download ebook kebanyakan pasti formatnya ini. Tambahan lagi koleksi di iBook juga semuanya epub).Browsing sana-sini, pilihan saya jatuh pada Kobo Glo dan di Indonesia ada yang jual tapi mahal sekali. Alternatif pembelian melalui ebay. Tapi...tapi... khawatir rempong sama urusan bea cuka (pembelian barang dari luar negeri lebih dari $50 aturannya dikenai bea cukai). Namun ya Bismillah ajalah. Saya pun beli Kobo Glo dari ebay di salah satu seller di Jepang dengan harga $110 sudah termasuk ongkir Air Mail. Perkiraan sampai ke Indonesia 2 minggu.
Alhamdulillah, ngga sampai 2 minggu, jeng...jeng... Gadget baru itu datang. Tanpa kena bea cukai. Entah kenapa. Tapi ya alhamdulillah. :D :D Maka.. berikut adalah review pemakaian Kobo Glo ebook reader selama kurang lebih dua minggu ini.

Memuat banyak ebookKobo Glo memiliki memori internal 2GB, yang bisa memuat sekitar 1,000 ebook, plus bisa ditambah memori eksternal hingga 32GB. Menurut info yang Rhein dapat, belum ada Kindle yang bisa ditambah memori eksternal.
Beli ebook tanpa kartu kreditYup! Beli ebook di website Kobo bisa menggunakan paypal. I prefer paypal then CC.
Baterai tahan lamaYes. Setelah ngecas saat pertama kali digunakan, baterai bertahan tanpa cas lebih dari 2 minggu. Rhein membaca ebook reader ini tiap hari, sekitar 30 menit-2 jam per hari. Wifi dimatikan dan nyala hanya sesekali untuk download ebook baru.
Harga tidak lebih dari 2 juta.$110 dengan kurs rupiah saat beli harganya jadi 1,4 juta.
Bisa menyala dalam gelap.Oh yes... Ketahuilah kalau sebelum masa Kobo Rhein harus menghentikan kebiasaan baca buku sebelum tidur untuk mematikan lampu baru bisa tidur. Maka setelah masa Kobo meski lampu kamar sudah mati, masih tetap membaca ebook. More and more insomnia. Cahaya dari Kobo ini sistem backlight, ngga bikin silau mata seperti gadget lain (apa sih istilahnya?). Kayak di foto ini.

Format epub dan pdfBisa banget. Paling capable menggunakan epub karena beberapa hal seperti: Bisa ganti ukuran dan jenis font, bisa highlight kalimat atau kata (bagi Rhein yang punya kebiasaan menandai kalimat menarik, ini penting), ada kamus otomatis.Untuk pdf, hanya bisa di zoom untuk memperbesar halaman, tidak bisa highlight, tapi ada mode bookmark kalau ada halaman menarik.Disarankan jangan memasukan ebook format mobi (formatnya Kindle), karena Rhein pernah mencoba buka mobi di Kobo, terus HANG! Ngga bisa disentuh, tombol on/off dan backlight ngga berfungsi. Emang sih, di spec-nya juga Kobo emang ngga bisa baca mobi. Kalau hang jangan panik, cukup colok lubang kecil di bagian bawa Kobo menggunakan jarum, nanti otomatis reset dan Kobo kembali seperti semula (data-data ngga akan hilang).

GamesAda catur dan sudoku. Yeah..yeah.. such a bookworm favorite games.
ChargeHanya ada kabel data dari paket pembelian Kobo Glo. Disarankan ngecas colok ke PC atau laptop. Kabel data juga berfungsi untuk transfer koleksi ebook di PC ke Kobo ereader. Kalau mau beli adapter supaya bisa ngecas langsung ke listrik, sebaiknya gunakan yang 5 V.

Puaskah dengan Kobo Glo ini? PUAS BANGET! Bisa baca buku di mana & kapan aja, belajar bahasa Inggris, ringan banget dibawa-bawa, untuk bookworm, ini gadget mengerikan dan berbahaya karena bisa bikin lupa apa-apa.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on January 13, 2015 23:30
December 5, 2014
Review Macbook Air 11 Inch
Rhein nggak biasa nulls postingan review di blog, lebih sering curhat. Maka, kali ini pun Rhein hanya ingin curhat tentang review Macbook Air 11" yang telah menemani hari-hari baik suka mau pun duka sebagai penulis.
Senjata penulis itu apa sih? Dulu sih pena, sekarang juga masih. Tapi ibarat penembak yang senjatanya pistol, pasti ada pendamping 'senjata' yang bisa mendukung dan memaksimalkan kekuatan senjata utama. Aduh Rhein, nggak usah muter-muter, deh, buruan reviewnya.
Berawal dari Rele, laptop lama yang mulai kena penyakit mati tiba-tiba. Toshiba itu entah kenapa sering mati tiba-tiba dan kalau dinyalain lamaaaa~~ banget! Sampai bisa ditinggal mandi. Kesal? Pastinya lah. Jangan ditanya urusan baterai karena udah drop sejak lama, harus pakai kabel charger., start power lama, suka mati tiba-tiba (padahal Rhein lagi ngerjain thesis dan novel), dan udah coba benerin ke tempat service (bahkan outlet resmi Toshiba) pun ngga bisa. Hih! Sudahlah, daripada stress mending beli baru. Padahal usia Toshiba ini baru 3 tahunan, Toshiba sebelumnya aja kuat sampai 5 tahun (batre drop aja permasalahnya).
Spec yang Rhein inginkan untuk beli laptop antara lain:Ukuran laptop ngga besar, pilihannya antara 10"-11" supaya bisa masuk ke tas cangklong cewek yang biasa Rhein bawa sehari-hari.Ringan. Rhein suka nulis dimana-mana, jadi ni laptop pasti daily use yang dibawa kemana-mana.Pengin yang pas laptop dibuka, bisa langsung dipakai ngetik dengan loading sesebentar mungkin, nggak pake lama (apalagi sampai harus ditinggal mandi). Maksimum loading 1 menit lah. Gimana pun juga, kecepatan ide datang sebanding dengan kecepatan lupanya.Tuts keyboard bisa nyala. Rhein ini kalau tidur sukanya dalam keadaan gelap, tapi udah di tempat tidur pun masih suka ngetik-ngetik. Iya, ini alasan pemalas yang matiin saklar lampu aja malas jalan. Jadi laptop ini harus bisa digunakan untuk ngetik di tempat gelap.Baterai tahan lama. Laptop Rhein sebelumnya cuma tahan 2-3 jam tanpa charge, nggak puas. Gimana pun, kabel charger itu menambah beban & muatan dalam tas cewek. Apalagi kalau lagi butuh ngetik dan nggak ada colokan.Budget maksimum 6 juta.
Pencarian pun dimulai, search sana sini, ngumpulin brosur dari BEC, googling review ke mana-mana. Pas nemu yang ukuran kecil & ringan, spec ngga mumpuni. Spec mumpuni, ukuran dan berat nggak sesuai keinginan. Pusying lah. Cari laptop aja ribet apalagi cari suami. Hih! Naksir awal ke Asus, tapi dari segi harga dan spec kok masih ada merek lain yang lebih murah.
Kemudian, Rhein membaca buku biografi Steve Jobs dan terkena efek Distorsi Realitas Lapangan pencetus Apple tersebut. Jadilah, Rhein pengin punya Macbook. HAHAHA. Beruntung di ITB ada appstore yang bisa Rhein sambangi tinggal ngesot. Jadilah beberapa kali Rhein ke sana untuk nyoba-nyoba, nanya spec, ketahanan baterai, garansi, software-software (kan beda sama Windows yang biasa dipake), nyobain pake dari macbook yang dipajang, rempong banget lah baru nanya-nanya doang sampe si abang-abangnya hapal. Dan Juni lalu, sebagai hadiah untuk diri sendiri, Rhein memboyong senjata baru ini. Kasian ya, harus ngasih hadiah ke diri sendiri, nggak ada yang mau ngasih sih.
Dari ke-enam syarat di atas, hanya syarat ke 6 yang tidak terpenuhi. MAHAL! Harga pasaran saat itu 12juta, karena pakai kartu mahasiswa dan beli di appstore ITB, dapet diskon jadinya 11,2 juta. Lumayan.
Setelah 6 bulan pakai, begini kesan-kesan yang Rhein rasakan.Ukuran tipis dan ringan. Ini laptop hampir selalu Rhein bawa kalau keluar rumah. Selain untuk ngetik, Rhein juga biasa baca di iBooks kalau harus melalui waktu senggang di perjalanan. Jadi bawa-bawa ini kemana-mana no problem. Pakai tas cangklong cewek pun nggak kelihatan lagi bawa laptop.Sekali buka langsung bisa dipakai. BISA BANGET! Bahkan pernah ngitung kecepatan loading dari power start sampai bisa ngetik, cukup 15 detik sajah sodara-sodara. Baterai tahan lama. IYA. Untuk pemakaian hanya ngetik dan browsing menggunakan wifi pernah mampu sampai 9 jam nonstop. Malah pernah hanya ngetik doang tanpa internetan bisa sampai 10 jam. Rhein ngecas tiap pagi, nggak terlalu lama sekitar 1 jam-an udah penuh, sekalian siap-siap ngampus. Pas pergi nggak perlu bawa charger dan bisa dipakai seharian. Malah kalau lagi jarang buka laptop, ngecas bisa 2 hari sekali. Tuts nyala dalam gelap dan bisa diatur brightness tutsnya. Ini lumayan banget kalau dalam perjalanan di bis malam-malam dan musti ngerjain tugas. Software-software. Banyak yang khawatir kalau pakai produk apple nggak compatible sama Windows yang biasa dipakai orang-orang, susah transfer data, dll. Sampai saat ini belum menemukan problem ini. Microsoft masih bisa digunakan dengan baik, terbukti dari komunikasi dengan editor yang pakai Windows lancar-lancar aja. Malah MS versi macbook ini banyak tambahan template-template yang mempermudah pengguna. Beli software di appstore mahal-mahal. Iya sih, kayak Adobe Photoshop yang harganya nyaris 1 juta dan di Windows banyak bajakannya. Padahal hari gini siapa sih yang nggak butuh photoshop buat ngedit muka? *Mbak...mbak.. muka itu dirawat, bukan diedit*. Tapi banyak juga kok software pengganti yang bisa didownload gratis di appstore. Emang performa nggak sebagus yang beli, tapi lumayan kalau untuk muka agak lebih cerah mah. Pastinya, software-software yang biasa free di Windows, banyak juga yang free untuk Mac, dan kompatible digunakan di keduanya. Selain itu, cara install dan uninstall software di Mac ini mudah banget (cocok untuk yang gaptek kayak saya).
apps yang Rhein pakai. Susah bajakan? Kata siapaaaa.. Ha..Ha..Ha..
Storage dikit. Macbook Air 11" yang Rhein beli ini storage alias hardisk internalnya hanya 128 giga byte, beda jauh sama Toshiba sebelumnya yang 500gb. Iya sih, jadi musti rajin menghapus file nggak penting dan nggak bisa simpen banyak film. Tapi nggak masalah sih, ada hardisk eksternal dan fungsi utama laptop untuk kerja masih sangat mumpuni. Selain itu, Rhein juga jadi lebih selektif kalau mau install software, dulu di Windows kan segala apa aja diinstall padahal jarang dipake. Sekarang kalau nggak dipake tinggal drag ke trash (iya, gitu doang cara uninstallnya), kalau butuh ya download & install lagi aja.Kameranya bagus. Hihihi.. Setelah dibandingkan sama kamera laptop Toshiba lama, laptop adek (MSI, Asus, & ChromeBook Acer), kamera Macbook ini paling bagus baik untuk foto, video, maupun video call.
Contoh foto dan videoBacaan. Banyak ebook gratis yang bisa didownload di iTunes dan dibaca di iBooks. Surga banget ini mah buat Rhein. Baca di laptop capek mata? Iya sih, tapi iBook bisa meminimalisir cahaya dengan setting seperti di bawah:
iBookApalagi ya? Oh, mesin. Cepet panas kah? Untuk penggunaan hanya internetan dan ngetik, nggak panas, nggak ada suara apa pun dari mesin. Mesin mulai agak panas kalau Rhein pakai software iMovie (untuk bikin book-trailer) sambil internetan. Puas? Sampai saat ini Rhein puas banget dengan keberadaan Macbook Air ini. Memenuhi semua kebutuhan sehari-hari baik dari segi kerjaan dan senang-senang. Satu-satunya yang bikin kesel cuma masalah autocorrect yang pas ngetik sering berubah sendiri dan Rhein masih gaptek gimana cara non-aktifkannya. Rhein berharap usianya tahan lama, minimal 5 tahun atau sampai menghasilkan 10 novel supaya balik modal dan untung. Mahal banget soalnya bagi kantong mahasiswa dan penulis dengan royalti tak seberapa. Hahaha.
Sekian review curhatnya.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Senjata penulis itu apa sih? Dulu sih pena, sekarang juga masih. Tapi ibarat penembak yang senjatanya pistol, pasti ada pendamping 'senjata' yang bisa mendukung dan memaksimalkan kekuatan senjata utama. Aduh Rhein, nggak usah muter-muter, deh, buruan reviewnya.
Berawal dari Rele, laptop lama yang mulai kena penyakit mati tiba-tiba. Toshiba itu entah kenapa sering mati tiba-tiba dan kalau dinyalain lamaaaa~~ banget! Sampai bisa ditinggal mandi. Kesal? Pastinya lah. Jangan ditanya urusan baterai karena udah drop sejak lama, harus pakai kabel charger., start power lama, suka mati tiba-tiba (padahal Rhein lagi ngerjain thesis dan novel), dan udah coba benerin ke tempat service (bahkan outlet resmi Toshiba) pun ngga bisa. Hih! Sudahlah, daripada stress mending beli baru. Padahal usia Toshiba ini baru 3 tahunan, Toshiba sebelumnya aja kuat sampai 5 tahun (batre drop aja permasalahnya).
Spec yang Rhein inginkan untuk beli laptop antara lain:Ukuran laptop ngga besar, pilihannya antara 10"-11" supaya bisa masuk ke tas cangklong cewek yang biasa Rhein bawa sehari-hari.Ringan. Rhein suka nulis dimana-mana, jadi ni laptop pasti daily use yang dibawa kemana-mana.Pengin yang pas laptop dibuka, bisa langsung dipakai ngetik dengan loading sesebentar mungkin, nggak pake lama (apalagi sampai harus ditinggal mandi). Maksimum loading 1 menit lah. Gimana pun juga, kecepatan ide datang sebanding dengan kecepatan lupanya.Tuts keyboard bisa nyala. Rhein ini kalau tidur sukanya dalam keadaan gelap, tapi udah di tempat tidur pun masih suka ngetik-ngetik. Iya, ini alasan pemalas yang matiin saklar lampu aja malas jalan. Jadi laptop ini harus bisa digunakan untuk ngetik di tempat gelap.Baterai tahan lama. Laptop Rhein sebelumnya cuma tahan 2-3 jam tanpa charge, nggak puas. Gimana pun, kabel charger itu menambah beban & muatan dalam tas cewek. Apalagi kalau lagi butuh ngetik dan nggak ada colokan.Budget maksimum 6 juta.
Pencarian pun dimulai, search sana sini, ngumpulin brosur dari BEC, googling review ke mana-mana. Pas nemu yang ukuran kecil & ringan, spec ngga mumpuni. Spec mumpuni, ukuran dan berat nggak sesuai keinginan. Pusying lah. Cari laptop aja ribet apalagi cari suami. Hih! Naksir awal ke Asus, tapi dari segi harga dan spec kok masih ada merek lain yang lebih murah.
Kemudian, Rhein membaca buku biografi Steve Jobs dan terkena efek Distorsi Realitas Lapangan pencetus Apple tersebut. Jadilah, Rhein pengin punya Macbook. HAHAHA. Beruntung di ITB ada appstore yang bisa Rhein sambangi tinggal ngesot. Jadilah beberapa kali Rhein ke sana untuk nyoba-nyoba, nanya spec, ketahanan baterai, garansi, software-software (kan beda sama Windows yang biasa dipake), nyobain pake dari macbook yang dipajang, rempong banget lah baru nanya-nanya doang sampe si abang-abangnya hapal. Dan Juni lalu, sebagai hadiah untuk diri sendiri, Rhein memboyong senjata baru ini. Kasian ya, harus ngasih hadiah ke diri sendiri, nggak ada yang mau ngasih sih.

Dari ke-enam syarat di atas, hanya syarat ke 6 yang tidak terpenuhi. MAHAL! Harga pasaran saat itu 12juta, karena pakai kartu mahasiswa dan beli di appstore ITB, dapet diskon jadinya 11,2 juta. Lumayan.
Setelah 6 bulan pakai, begini kesan-kesan yang Rhein rasakan.Ukuran tipis dan ringan. Ini laptop hampir selalu Rhein bawa kalau keluar rumah. Selain untuk ngetik, Rhein juga biasa baca di iBooks kalau harus melalui waktu senggang di perjalanan. Jadi bawa-bawa ini kemana-mana no problem. Pakai tas cangklong cewek pun nggak kelihatan lagi bawa laptop.Sekali buka langsung bisa dipakai. BISA BANGET! Bahkan pernah ngitung kecepatan loading dari power start sampai bisa ngetik, cukup 15 detik sajah sodara-sodara. Baterai tahan lama. IYA. Untuk pemakaian hanya ngetik dan browsing menggunakan wifi pernah mampu sampai 9 jam nonstop. Malah pernah hanya ngetik doang tanpa internetan bisa sampai 10 jam. Rhein ngecas tiap pagi, nggak terlalu lama sekitar 1 jam-an udah penuh, sekalian siap-siap ngampus. Pas pergi nggak perlu bawa charger dan bisa dipakai seharian. Malah kalau lagi jarang buka laptop, ngecas bisa 2 hari sekali. Tuts nyala dalam gelap dan bisa diatur brightness tutsnya. Ini lumayan banget kalau dalam perjalanan di bis malam-malam dan musti ngerjain tugas. Software-software. Banyak yang khawatir kalau pakai produk apple nggak compatible sama Windows yang biasa dipakai orang-orang, susah transfer data, dll. Sampai saat ini belum menemukan problem ini. Microsoft masih bisa digunakan dengan baik, terbukti dari komunikasi dengan editor yang pakai Windows lancar-lancar aja. Malah MS versi macbook ini banyak tambahan template-template yang mempermudah pengguna. Beli software di appstore mahal-mahal. Iya sih, kayak Adobe Photoshop yang harganya nyaris 1 juta dan di Windows banyak bajakannya. Padahal hari gini siapa sih yang nggak butuh photoshop buat ngedit muka? *Mbak...mbak.. muka itu dirawat, bukan diedit*. Tapi banyak juga kok software pengganti yang bisa didownload gratis di appstore. Emang performa nggak sebagus yang beli, tapi lumayan kalau untuk muka agak lebih cerah mah. Pastinya, software-software yang biasa free di Windows, banyak juga yang free untuk Mac, dan kompatible digunakan di keduanya. Selain itu, cara install dan uninstall software di Mac ini mudah banget (cocok untuk yang gaptek kayak saya).




Sekian review curhatnya.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on December 05, 2014 03:48
November 29, 2014
Wanita Cantik dan Siapa yang Ada di Baliknya
Hari ini Rhein mengantar Ibu ke reuni SMP beliau. Iyah, reuni SMP N 1 Plered setelah Ibu dan teman-temannya lulus 33 tahun lalu. Ini juga bukan untuk pertama kalinya karena setelah lebaran lalu Rhein mengantar ibu ke reuni dengan teman-teman ITB-nya. Lagi happening banget lah urusan reuni ini di pergaulan Ibu. Kemudian setiap datang ke acara tersebut, Rhein selalu mendengar komentar yang sama tentang Ibu dari teman-temannya.
Bagaimana Ibu bisa menjadi seperti itu? Dari segala macam curhat beliau tentang hidupnya, Rhein bisa mengambil beberapa poin. Satu, tentunya karena kemampuan survival Ibu yang tangguh (Ibu anak pertama, ayahnya meninggal saat kelas 2 SMA dan beliau langsung menjadi tulang punggung keluarga dengan 6 orang adik).
Dua, Bapa datang meminang Ibu, menerima sosok perempuan yang gendut, bulet, dari keluarga miskin, dengan tanggungan ibunya (nenek) dan 6 adik yang kecil-kecil. Kemudian, Bapa dengan baik hatinya memuliakan Ibu. Apakah Bapa memberikan banyak uang untuk Ibu dan keluarganya serta jatah ke salon supaya Ibu jadi cantik? NO.
Sejak mereka nikah, Bapa memberikan seluruh gajinya ke Ibu untuk dikelola. Pesan Bapa hanya satu, "Terserah Ibu mau ngasih uang berapa ke keluarga & adik-adik, kelola uang yang ada, yang penting kita cukup. Tanpa hutang." Gaji Bapa besar? Ayolah, berapa sih gaji pegawai BUMN rendahan (masih muda kan ceritanya)?
Ibu juga dulu sempat kerja kantoran, perusahaan minyak luar negeri cabang Indonesia. Setelah melahirkan Rhein, Bapa menyuruh Ibu berhenti kerja. Ibu sempat terpuruk. Ayolah, beliau lulusan ITB, butuh biaya untuk keluarga, dan diminta berhenti kerja hanya bergantung pada gaji suami? But hey, cukup ternyata. Tanpa hutang.
Rhein tahu seberapa besar keinginan Ibu untuk berkarier lagi, bukan hanya sebagai Ibu rumah tangga dengan 3 anak bandel yang susah makan. Rhein tahu diam-diam Ibu sering mengirim surat lamaran, curi-curi waktu untuk interview, diterima pula. Atau saat Rhein tidak sengaja membaca surat Ibu untuk sahabatnya yang melanjutkan kuliah di Inggris dan berkata, "Saya seperti berada di tempat sampah. Ibu rumah tangga, repot dengan anak-anak, rumah tidak pernah rapi, dan penampilan daster butut tiap hari". Namun, Bapa tetap pada pendirian Ibu tidak boleh bekerja selain mendidik anak-anaknya sendiri.
Baru saat adik Rhein yang bungsu sekolah SD kelas 1, Bapa membolehkan Ibu untuk membuka usaha jahitan di rumah. Ngga main-main, dibangun toko sendiri, lengkap dengan mesin jahit, obras, wolzom, dan lubang kancing. Rhein saat itu kelas 1 SMP dan tiap sore sepulang sekolah naik sepeda keliling kecamatan untuk sebar brosur usaha jahit Ibu yang baru buka (kecil-kecil bakat marketing, yes).
Beranjak dari usaha jahit, Ibu mulai kulakan baju, seprai, bedcover, dan segala macam perlengkapan rumah. Tukang kredit, bahasa Zimbabwe-nya. Modal? Dari Bapa tentu, menyisihkan gaji, pinjam ke koperasi kantor, dll. Rhein tahu, Bapa selalu dengan bangga bilang ke teman-temannya, "Istri saya pebisnis". Terakhir dari Tukang Kredit ini, Ibu juga jualan hape, laptop, dan segala macam yang Rhein juga nggak hapal.
Kemudian, Bapa meminta Ibu berhenti jadi Tukang Kredit dan mengusulkan untuk membuat perusahaan sendiri. Bergerak di bidang jasa sebagai vendor untuk menyediakan peralatan & perlengkapan acara atau pesta. Saat itu Bapa masih kerja di BUMN dan pembuatan perusahaan ini dalam rangka persiapan beliau sebelum pensiun. Jadi sebelum Bapa pensiun, perusahaan sebagian besar dikelola Ibu, Bapa hanya mengajarkan beragam strategi untuk mengembangkan. Setelah Bapa pensiun, mereka sama-sama mengelola perusahaan menjadi semakin besar, merambah bisnis lain yang masih berhubungan dengan urusan acara dan pesta.
Alhamdulillah... Hey, Ibu dan Bapa tidak hanya membesarkan keluarga sendiri saja. Keluarga Ibu pun, nenek dengan 6 adiknya, bisa dikembangkan potensinya hingga bisa kuliah dan sekarang bisa hidup mapan tanpa sokongan. Bapa juga yang ikut mendidik adik-adik Ibu dengan menyarankan untuk melanjutkan sekolah/kuliah jurusan apa, prospek kerja seperti apa, dll.
Dan begitulah cerita Ibu yang cantik. Ada sosok Bapa yang tahu potensi Ibu, yang mendidik Ibu dan mengajarkan banyak hal, yang tahu waktu yang tepat kapan Ibu bisa mengembangkan potensinya (setelah dirasa cukup memberi pendidikan dasar pada anak-anak, tentunya), yang membebaskan Ibu untuk berkreasi apa saja, menjalin relasi dengan siapa pun, yang tidak gengsi ketika penghasilan bisnis Ibu lebih besar daripada gaji pegawai BUMN, yang tidak hanya memberi rasa nyaman untuk Ibu sendiri tapi juga keluarganya, dan pastinya... yang selalu ada ketika Ibu merasa jatuh.
Bahagia. Tentu Ibu bahagia. Bukankah bahagia membuat seorang wanita semakin terlihat kecantikannya?
Ibu yang jadi kurus karena stress ngurus anak pertamanya (iya, Rhein)
Cantik-cantik? Jelas lah! Siapa dulu suami & Bapanya.
Maka kalau ada yang bertanya, "Rhein kapan nikah?" Maka jawaban singkatnya, "Cari yang kayak Bapa susah."
Love is real, real is love. -John Lennon-
Neng Tuti yang dulu gendut sekarang langsing, awet muda, cantik, sukses.Kemudian, Ibu akan tertawa bahagia dan memperkenalkan keluarganya (Iya, setiap ada acara pasti sekeluarga mengantar, kata Ibu mau pamer). Ibu masih cantik, tentu, anak-anaknya aja kalah cantik jauuuhhh. Sukses. Apa sih takaran sukses? Menurut versi Ibu, sukses baginya adalah punya anak-anak baik, sehat, pintar, berprestasi, menjadi wirausahawan dengan karyawan makmur, dan tentunya memiliki suami yang... tidak dijelaskan dalam kata-kata.
Bagaimana Ibu bisa menjadi seperti itu? Dari segala macam curhat beliau tentang hidupnya, Rhein bisa mengambil beberapa poin. Satu, tentunya karena kemampuan survival Ibu yang tangguh (Ibu anak pertama, ayahnya meninggal saat kelas 2 SMA dan beliau langsung menjadi tulang punggung keluarga dengan 6 orang adik).
Dua, Bapa datang meminang Ibu, menerima sosok perempuan yang gendut, bulet, dari keluarga miskin, dengan tanggungan ibunya (nenek) dan 6 adik yang kecil-kecil. Kemudian, Bapa dengan baik hatinya memuliakan Ibu. Apakah Bapa memberikan banyak uang untuk Ibu dan keluarganya serta jatah ke salon supaya Ibu jadi cantik? NO.
Sejak mereka nikah, Bapa memberikan seluruh gajinya ke Ibu untuk dikelola. Pesan Bapa hanya satu, "Terserah Ibu mau ngasih uang berapa ke keluarga & adik-adik, kelola uang yang ada, yang penting kita cukup. Tanpa hutang." Gaji Bapa besar? Ayolah, berapa sih gaji pegawai BUMN rendahan (masih muda kan ceritanya)?
Ibu juga dulu sempat kerja kantoran, perusahaan minyak luar negeri cabang Indonesia. Setelah melahirkan Rhein, Bapa menyuruh Ibu berhenti kerja. Ibu sempat terpuruk. Ayolah, beliau lulusan ITB, butuh biaya untuk keluarga, dan diminta berhenti kerja hanya bergantung pada gaji suami? But hey, cukup ternyata. Tanpa hutang.
Rhein tahu seberapa besar keinginan Ibu untuk berkarier lagi, bukan hanya sebagai Ibu rumah tangga dengan 3 anak bandel yang susah makan. Rhein tahu diam-diam Ibu sering mengirim surat lamaran, curi-curi waktu untuk interview, diterima pula. Atau saat Rhein tidak sengaja membaca surat Ibu untuk sahabatnya yang melanjutkan kuliah di Inggris dan berkata, "Saya seperti berada di tempat sampah. Ibu rumah tangga, repot dengan anak-anak, rumah tidak pernah rapi, dan penampilan daster butut tiap hari". Namun, Bapa tetap pada pendirian Ibu tidak boleh bekerja selain mendidik anak-anaknya sendiri.
Baru saat adik Rhein yang bungsu sekolah SD kelas 1, Bapa membolehkan Ibu untuk membuka usaha jahitan di rumah. Ngga main-main, dibangun toko sendiri, lengkap dengan mesin jahit, obras, wolzom, dan lubang kancing. Rhein saat itu kelas 1 SMP dan tiap sore sepulang sekolah naik sepeda keliling kecamatan untuk sebar brosur usaha jahit Ibu yang baru buka (kecil-kecil bakat marketing, yes).
Beranjak dari usaha jahit, Ibu mulai kulakan baju, seprai, bedcover, dan segala macam perlengkapan rumah. Tukang kredit, bahasa Zimbabwe-nya. Modal? Dari Bapa tentu, menyisihkan gaji, pinjam ke koperasi kantor, dll. Rhein tahu, Bapa selalu dengan bangga bilang ke teman-temannya, "Istri saya pebisnis". Terakhir dari Tukang Kredit ini, Ibu juga jualan hape, laptop, dan segala macam yang Rhein juga nggak hapal.
Kemudian, Bapa meminta Ibu berhenti jadi Tukang Kredit dan mengusulkan untuk membuat perusahaan sendiri. Bergerak di bidang jasa sebagai vendor untuk menyediakan peralatan & perlengkapan acara atau pesta. Saat itu Bapa masih kerja di BUMN dan pembuatan perusahaan ini dalam rangka persiapan beliau sebelum pensiun. Jadi sebelum Bapa pensiun, perusahaan sebagian besar dikelola Ibu, Bapa hanya mengajarkan beragam strategi untuk mengembangkan. Setelah Bapa pensiun, mereka sama-sama mengelola perusahaan menjadi semakin besar, merambah bisnis lain yang masih berhubungan dengan urusan acara dan pesta.
Alhamdulillah... Hey, Ibu dan Bapa tidak hanya membesarkan keluarga sendiri saja. Keluarga Ibu pun, nenek dengan 6 adiknya, bisa dikembangkan potensinya hingga bisa kuliah dan sekarang bisa hidup mapan tanpa sokongan. Bapa juga yang ikut mendidik adik-adik Ibu dengan menyarankan untuk melanjutkan sekolah/kuliah jurusan apa, prospek kerja seperti apa, dll.
Dan begitulah cerita Ibu yang cantik. Ada sosok Bapa yang tahu potensi Ibu, yang mendidik Ibu dan mengajarkan banyak hal, yang tahu waktu yang tepat kapan Ibu bisa mengembangkan potensinya (setelah dirasa cukup memberi pendidikan dasar pada anak-anak, tentunya), yang membebaskan Ibu untuk berkreasi apa saja, menjalin relasi dengan siapa pun, yang tidak gengsi ketika penghasilan bisnis Ibu lebih besar daripada gaji pegawai BUMN, yang tidak hanya memberi rasa nyaman untuk Ibu sendiri tapi juga keluarganya, dan pastinya... yang selalu ada ketika Ibu merasa jatuh.
Bahagia. Tentu Ibu bahagia. Bukankah bahagia membuat seorang wanita semakin terlihat kecantikannya?


Maka kalau ada yang bertanya, "Rhein kapan nikah?" Maka jawaban singkatnya, "Cari yang kayak Bapa susah."
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on November 29, 2014 23:09
October 28, 2014
Backpacker Thailand Trip (part-5): Chatuchak Market, Belanja, & Kuliner
Baiklah...Baiklah.. Karena banyak yang request (dan protes) kenapa cerita backpacking ke Thailand ngga selesai-selesai, kali ini Rhein lanjutkan ceritanya. Bagi yang belum tahu kisah dari awal, bisa baca mulai dari persiapan dan jalan-jalan murah di sini, sini, sini, dan sini.
Weekend di Bangkok, harus ngapain? Ya ke Chatuchak Market, dooonngg!! Tips bagi yang mau ke Thailand terutama Bangkok dan sekitarnya, buat jadwal perjalanan kalian ke mana pun itu selain weekend karena hanya di hari Sabtu & Minggu Chatuchak Market dibuka. Konon katanya hari lain juga ada yang buka, tapi sedikit.
Pasar yang luas buaaannggeeett ini buka jam 9 pagi. Jam 8 pagi Rhein sudah mandi-wangi-rapi-jali siap untuk belanja barang murah. Hahaha... Setelah tanya ke resepsionis yang baik hatinya bagaimana menuju Chatuchak, Rhein pun jalan ke halte bis dekat hostel. Di sana sudah ada beberapa bule yang juga menunggu bis. Awalnya Rhein disuruh naik bis nomor sekian (lupa), tapi nggak dateng-dateng (para bule pun resah menunggu). Akhirnya dikasih tahu penduduk sekitar kalau ada bis lain dengan ongkos lebih mahal (bis yang direkomendasikan seharga 9 baht, kalau ga salah). Emang bis mahal berapa tarifnya? 15 baht. Yelaaahh.. Cuma 5 rebuan.
Rhein dan para bule pun naik bis 'lebih mahal' yang sebenarnya sudah lewat beberapa kali sejak kami menunggu. Lalala.. Yeyeye.. Untuk para backpacker yang nginep di daerah Khaosan Road & weekend mau ke Chatuchak, ngga perlu takut nyasar salah turun halte bis karena banyak juga turis lain dengan tujuan sama. Jadi kalau ada bule-bule banyak turun, ikutilah mereka. Hahaha.
Chatuchak Market ini mungkin sejenis Pasar Seni di Sukawati, Bali, tapi versi raksasa. Lebih banyak yang jualan, lebih beragam jenis dagangannya, dan lebih luas. Luaaaaassssss buaaanggeeet level: Kalau kesengsem sama satu barang di satu counter, langsung beli aja karena belum tentu kalian bisa balik lagi ke tempat semula setelah muter-muter cari tempat lain yang murah. Rhein sempat menyesal saat ada penjual kabel-kabel data warna warni yang kalau di BEC harganya mahal, di pinggiran jalan itu harganya murah. Eh, setelah keliling pasar ngga bisa balik lagi ke sana karena nyasar. Iya, rawan nyasar bagi yang rabun peta.
Yang menyenangkan dari Chatuchak Market ini selain luas, juga bersih dan tertata rapi (untuk level pasar tradisional). Barang yang dijual kebanyakan barang khas Thailand yang bisa dijadikan oleh-oleh, baju khas Thailand, hiasan-hiasan rumah, camilan, sepatu, pokoknya banyak, deh. Selain itu, kalau belanja pun dengan harga murah, masih bisa ditawar. Harus ditawar sih malahan. Hahaha.. Apa? Nggak jago bahasa Inggris apalagi bahasa Thai jadinya takut nawar? Oh, ketahuilah bahwa Matematika adalah bahasa universal yang bisa dipahami oleh seluruh umat manusia (kecuali para bayi). Maka, berikut contoh percakapan tawar menawar.
Beres mamam eskrim, tujuan selanjutnya adalah pasar buah Or Tor Kor (Otokor/Otokar) Market. Dari Chatuchak bisa ditempuh dengan jalan kaki (tapi tergantung dari wilayah mana sih, kan luas ya. Kebetulan aja Rhein dapet yang deket). Di Otokor ini, segala macam buah segar dan sayuran dijual dengan murah. Tempatnya pun bersih, luas, terang, macam tempat jualan buah di mall tapi isinya buah semua. Ngapain Rhein ke pasar buah? Pesta duren, dong! Huwaaahh.. bagi pecinta duren, tempat ini bisa disebut surga. Duren monthong, gede, daging tebal, biji kecil, manis, lembut, murah! Oh sungguh andai bisa kubawa pulang ke Indonesia untuk keluarga yang juga pecinta duren. Sayang sekali ngga boleh bawa duren di MRT & BTS plus ga boleh bawa masuk ke hostel juga. Gimana coba.. huhu.. Semoga suatu hari nanti bisa pesta duren sama keluarga di sini. Soalnya, gara-gara pesta duren sendirian, nggak lama setelah duren habis, langsung sakit peyuuuuttt.. Hahaha. Kelimpungan cari toilet di pasar, untungnya ada dan bersih pula.
Puas keliling pasar, selanjutnya naik MRT (ini pertama kalinya naik kereta bawah tanah) ke Racthadewi dan menuju Platinum Mall. Tujuan utama sih nyari foodcourt halal untuk makan siang. Meski ujung-ujungnya belanja baju juga. Hahaha.. Kantong jebol lah seharian ini.
Sore pulang ke penginapan, mandi sore, istirahat sebentar sambil pamer foto duren ke ortu, dan malam hari saatnya menikmati Khaosan Road untuk terakhir kali. Besok pulang, cin! Pokoknya malam itu Rhein nikmati dengan icip jajanan macam-macam (kecuali kalajengking yang terkenal itu). Mango sticky rice (sumpah enyak banget!!), Padthai (banyak yang suka, tp menurut standar Rhein terlalu berminyak jadi ga terlalu suka), segala macam buah, eskrim, macam-macam lah.
Ngomong-ngomong besok pulang, Rhein pun berencana untuk menggunakan jasa travel untuk mengantar dari penginapan ke bandara besok. Di sepanjang jalan daerah Khaosan road banyak jasa travel seperti ini. Kemudian saat Rhein mengunjungi salah satunya, terjadi percakapan berikut.
Perhitungan Biaya (kali ini nggak terlalu detail karena kecolongan banyak belanja, haha):
Sarapan 29 bahtBis ke Chatuchak 15 bahtCoconut Ice Cream 35 bahtDuren 120 bahtMRT, Ojeg, BTS, perahu 115 baht (kurang lebih, catatan mulai lupa)Mango Sticky Rice 45 bahtPadthai 35 bahtBiaya oleh-oleh pribadi tidak termasuk karena tergantung ke-kalap-an tiap orang berbeda-beda.============================
Total: 394 baht x 355 (kurs IDR) = 139,870
Love is real, real is love. -John Lennon-
Weekend di Bangkok, harus ngapain? Ya ke Chatuchak Market, dooonngg!! Tips bagi yang mau ke Thailand terutama Bangkok dan sekitarnya, buat jadwal perjalanan kalian ke mana pun itu selain weekend karena hanya di hari Sabtu & Minggu Chatuchak Market dibuka. Konon katanya hari lain juga ada yang buka, tapi sedikit.
Pasar yang luas buaaannggeeett ini buka jam 9 pagi. Jam 8 pagi Rhein sudah mandi-wangi-rapi-jali siap untuk belanja barang murah. Hahaha... Setelah tanya ke resepsionis yang baik hatinya bagaimana menuju Chatuchak, Rhein pun jalan ke halte bis dekat hostel. Di sana sudah ada beberapa bule yang juga menunggu bis. Awalnya Rhein disuruh naik bis nomor sekian (lupa), tapi nggak dateng-dateng (para bule pun resah menunggu). Akhirnya dikasih tahu penduduk sekitar kalau ada bis lain dengan ongkos lebih mahal (bis yang direkomendasikan seharga 9 baht, kalau ga salah). Emang bis mahal berapa tarifnya? 15 baht. Yelaaahh.. Cuma 5 rebuan.
Rhein dan para bule pun naik bis 'lebih mahal' yang sebenarnya sudah lewat beberapa kali sejak kami menunggu. Lalala.. Yeyeye.. Untuk para backpacker yang nginep di daerah Khaosan Road & weekend mau ke Chatuchak, ngga perlu takut nyasar salah turun halte bis karena banyak juga turis lain dengan tujuan sama. Jadi kalau ada bule-bule banyak turun, ikutilah mereka. Hahaha.
Chatuchak Market ini mungkin sejenis Pasar Seni di Sukawati, Bali, tapi versi raksasa. Lebih banyak yang jualan, lebih beragam jenis dagangannya, dan lebih luas. Luaaaaassssss buaaanggeeet level: Kalau kesengsem sama satu barang di satu counter, langsung beli aja karena belum tentu kalian bisa balik lagi ke tempat semula setelah muter-muter cari tempat lain yang murah. Rhein sempat menyesal saat ada penjual kabel-kabel data warna warni yang kalau di BEC harganya mahal, di pinggiran jalan itu harganya murah. Eh, setelah keliling pasar ngga bisa balik lagi ke sana karena nyasar. Iya, rawan nyasar bagi yang rabun peta.
Yang menyenangkan dari Chatuchak Market ini selain luas, juga bersih dan tertata rapi (untuk level pasar tradisional). Barang yang dijual kebanyakan barang khas Thailand yang bisa dijadikan oleh-oleh, baju khas Thailand, hiasan-hiasan rumah, camilan, sepatu, pokoknya banyak, deh. Selain itu, kalau belanja pun dengan harga murah, masih bisa ditawar. Harus ditawar sih malahan. Hahaha.. Apa? Nggak jago bahasa Inggris apalagi bahasa Thai jadinya takut nawar? Oh, ketahuilah bahwa Matematika adalah bahasa universal yang bisa dipahami oleh seluruh umat manusia (kecuali para bayi). Maka, berikut contoh percakapan tawar menawar.
Rhein: *menunjuk barang yang akan dibeli*Tips kalo mau ke Chatuchak adalah datang pagi. Karena menjelang siang oh sungguh Subhanallah Bangkok panas sekali... Nggak asik dong keliling pasar dalam keadaan panas. Sedangkan kalau mau belanja sore, ni pasar cuma buka sampai jam 4 atau 5 sore gitu, nggak puas keliling. Puas belanja oleh-oleh untuk teman dan keluarga, Rhein menemukan penjual eskrim kelapa yang rame banget! Harus coba dong.. Setelah antrian mengular (yang untungnya ga lama karena pelayannya banyak), Rhein menikmati coconut ice cream dengan toping nata de coco dan jagung manis (pilihan toping lain masih banyak). Rasanya? Uuuuggghhhh... ENYAK BINGITS!
Penjual: 50 baht.
Rhein: 25.
Penjual: 45.
Rhein: 25.
Penjual: 40
Rhein: 30
Penjual: 35
Deal! Bayar.
Beres mamam eskrim, tujuan selanjutnya adalah pasar buah Or Tor Kor (Otokor/Otokar) Market. Dari Chatuchak bisa ditempuh dengan jalan kaki (tapi tergantung dari wilayah mana sih, kan luas ya. Kebetulan aja Rhein dapet yang deket). Di Otokor ini, segala macam buah segar dan sayuran dijual dengan murah. Tempatnya pun bersih, luas, terang, macam tempat jualan buah di mall tapi isinya buah semua. Ngapain Rhein ke pasar buah? Pesta duren, dong! Huwaaahh.. bagi pecinta duren, tempat ini bisa disebut surga. Duren monthong, gede, daging tebal, biji kecil, manis, lembut, murah! Oh sungguh andai bisa kubawa pulang ke Indonesia untuk keluarga yang juga pecinta duren. Sayang sekali ngga boleh bawa duren di MRT & BTS plus ga boleh bawa masuk ke hostel juga. Gimana coba.. huhu.. Semoga suatu hari nanti bisa pesta duren sama keluarga di sini. Soalnya, gara-gara pesta duren sendirian, nggak lama setelah duren habis, langsung sakit peyuuuuttt.. Hahaha. Kelimpungan cari toilet di pasar, untungnya ada dan bersih pula.
Puas keliling pasar, selanjutnya naik MRT (ini pertama kalinya naik kereta bawah tanah) ke Racthadewi dan menuju Platinum Mall. Tujuan utama sih nyari foodcourt halal untuk makan siang. Meski ujung-ujungnya belanja baju juga. Hahaha.. Kantong jebol lah seharian ini.
Sore pulang ke penginapan, mandi sore, istirahat sebentar sambil pamer foto duren ke ortu, dan malam hari saatnya menikmati Khaosan Road untuk terakhir kali. Besok pulang, cin! Pokoknya malam itu Rhein nikmati dengan icip jajanan macam-macam (kecuali kalajengking yang terkenal itu). Mango sticky rice (sumpah enyak banget!!), Padthai (banyak yang suka, tp menurut standar Rhein terlalu berminyak jadi ga terlalu suka), segala macam buah, eskrim, macam-macam lah.
Ngomong-ngomong besok pulang, Rhein pun berencana untuk menggunakan jasa travel untuk mengantar dari penginapan ke bandara besok. Di sepanjang jalan daerah Khaosan road banyak jasa travel seperti ini. Kemudian saat Rhein mengunjungi salah satunya, terjadi percakapan berikut.
Penjual Jasa Travel: Besok pesawatmu jam berapa?Rhein buru-buru balik ke hostel dan pas banget si resepsionis lagi nonton TV tentang demonstrasi yang tiba-tiba muncul, jalanan ditutup, para demonstran turun ke jalan. Rhein pun mencari info di twitter dan banyak foto turis-turis lari-larian kebingungan di jalan tol menuju bandara bahkan ketinggalan pesawat. Oh my God! Gimana gue pulang besok??
Rhein: 19.30, tapi saya mau ada di bandara jam 4 sore.
Penal Jasa Travel: Tidak bisa. Hari ini ada demonstrasi, jalanan menuju bandara ditutup para demonstran. Bahkan hari ini pun para turis tidak bisa sampai ke bandara dan mereka jalan kaki dari jalan tol. Kalau mau menggunakan travel, kamu harus berangkat sebelum pukul sepuluh pagi.
Rhein: APAA???!!


Sarapan 29 bahtBis ke Chatuchak 15 bahtCoconut Ice Cream 35 bahtDuren 120 bahtMRT, Ojeg, BTS, perahu 115 baht (kurang lebih, catatan mulai lupa)Mango Sticky Rice 45 bahtPadthai 35 bahtBiaya oleh-oleh pribadi tidak termasuk karena tergantung ke-kalap-an tiap orang berbeda-beda.============================
Total: 394 baht x 355 (kurs IDR) = 139,870
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on October 28, 2014 21:45