Rhein Fathia's Blog, page 9
January 15, 2016
Finally, Granted!

Postingan pertama di tahun 2016, cuma mau curhat tentang berkah di hari Jum'at. Baru saja dapat email dari embassy kalau aplikasi visa saya disetujui. Yeeaayy! Akhirnya, mimpi & obsesi untuk bisa tinggal, belajar, bekerja, & mencari pengalaman di luar negeri tinggal selangkah lagi. Tinggal cari duit buat awal-awal tinggal di sana gitu.. Biaya hidup di luar benua Asia kan ya lumayan menguras rekening.
Mau ngapain emangnya, Rhein? Yaaa.. yang pengen go Internasional bukan hanya Agnes Monica, penulis kelas 'butiran remeh chiki' kayak saya juga mau dong go internasyenel.. Rencana berangkat masih agak lama, soalnya masih harus cari sekretaris Direktur Tenda Destarata yang bisa gantiin kerjaan saya. Mudah-mudahan semua rencana dilancarkan.
Yeeeaayyy.. mau main saljuuuu... \^o^/
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on January 15, 2016 00:04
December 30, 2015
Teleskop 2015

Kok teleskop?Begini ya... Sebagai mantan astronom, saya pernah menggunakan teleskop sebagai alat optik untuk melihat benda-benda langit terutama bintang (zaman penelitian tugas akhir dulu). Cara kerja teleskop yang menggunakan cermin atau lensa adalah dengan menampung cahaya bintang dan sampailah ke mata (ini saya malas jelasin prosesnya secara saintifik dan kalian juga pasti malas baca). Karena jarak yang sangat jauh hingga ribuan tahun cahaya, justru cahaya bintang yang sampai ke mata saya itu merupakan cahaya yang terpancar ribuan tahun lalu. Mungkin saat ini bintang tersebut malah sudah meledak, meredup, dan menjadi bintang katai putih atau black hole.
Maka sejatinya, mengintip teleskop adalah menilik masa lalu. Seperti postingan kali ini tentang apa-apa yang terlewati dalam hidup saya setahun lalu.
Januari: Sidang thesis.Februari: Novel Gloomy Gift terbit.Maret: Wisuda.April: Agak lupa, tapi lagi sering pergi-pergi jumpa pembaca dalam rangka tour promosi novel baru gitu deh..Mei: Novel Dansa Masa Lalu terbit online gratis.Juni: Tes IELTS yang hasilnya bikin sedih yagitudeh, tapi lumayan masih bisa buat daftar kuliah ke Yu-Rop mah.Juli: Nggak datang ke semua acara buka puasa bersama karena sayang kalau ketinggalan tarawih di masjid.Agustus: Jadi pegawai tenda Destarata yang baik.September: Jadi pegawai tenda Destarata yang baik.Oktober: Keliling ASEAN.November: Prestasi nagih utang ke beberapa corporate rekanan tenda Destarata dengan nilai lumayan. Padahal ni corporate, Gustiii… ngaleuyeud pisan. Karena kata ortu saya, syarat jadi pebisnis itu bukan hanya bisa dagang, tapi juga harus bisa nagih utang. Seems like I was born to be an author and a debt collector.Desember: Daftar haji.
Itu yang seneng-senengnya. Yang bikin sedih tahun ini juga ada.
1. Daftar kuliah, course, beasiswa ke 8 kampus & institusi di Europe. 7 dari 8 hasilnya gagal. Satu lagi belum ada pengumuman. Waktu pertama kali datang amplop berlogo sebuah institusi dan tertulis “We’re sorry….” Sungguh saya langsung mewek. Amplop-amplop selanjutnya, ahyasyudahlah...
2. Belum kesampaian beli rumah. Selain karena duitnya belum ada juga bingung mau beli rumah di mana.
3. Ngga kurban. Lagi-lagi saat itu rezeki finansial belum terpenuhi.
4. Target penjualan Gloomy Gift tidak sesuai keinginan. Penyebabnya ya macam-macam lah, seperti karena kebijakan kalau ni novel hanya dijual di Pulau Jawa dan sedihnya tiap kali ada pembaca di luar Jawa yang pengen baca tapi nggak pernah nemu di toko buku di kota mereka.
5. Solat masih suka telat-telat dan ngaji nggak khatam sekalipun. Perlu digetok saya ini emang. Baca novel dalam setahun 50 biji aja mampu, masa ngaji nggak selesai.
Overall, tahun 2015 ini seimbang tawa dan tangis, apa yang dicapai dan apa yang belum digapai, yang pasti sangat sangat bahagia dan bersyukur dengan kondisi sekarang. Terus, apa sudah bikin resolusi untuk 2016? Udah dong... Kali ini mimpinya lebih besar dengan risiko besar pula. Bismillah...
HAPPY NEW YEAR!
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on December 30, 2015 18:46
December 17, 2015
Pendaftaran Haji
Dua hari lalu, saya dan adik-adik daftar untuk jadi calon jemaah haji. Kenapa? Simpel aja sih, selain memenuhi panggilan Allah, kami juga dari dulu punya cita-cita ingin haji saat masih muda agar stamina masih kuat. Mengingat sekarang antrian haji semakin lama bahkan sampai belasan tahun, itungannya nanti pas haji udah tua juga.
Saya mau share pengalaman daftar haji di KOTA BOGOR yang alhamdulillah bisa dilakukan dalam satu hari, tapi… ya gitu deh kayaknya kalau ngga ada bumbu birokrasi nan rempong ala Indonesia ibarat nongkrong di kafe tapi nggak dapet wifi.
Persyaratan daftar haji ini cukup simpang siur dan nggak update, menurut saya. Saya googling dari website resmi kemenag pun nggak ketemu (atau saya nggak mahir cari), informasi banyak dari para blogger & isinya tidak seragam. Wahai KEMENAG, tolong dong perbaiki perihal persyaratan pendaftaran haji ini agar informatif dan seragam seluruh Indonesia. Berdasarkan pengalaman ortu, katanya cukup ke bank dulu bawa KTP & Kartu Keluarga. Okelah. Menurut info melalui gambar di bawah ini dan tanya ke bank yang bisa membuka tabungan haji, saya melalui proses berikut.
1. Datang ke bank (kami pilih BNI Syariah) dengan membawa KTP, Kartu Keluarga, dan duit pastinya. Bilang ke teteh CS mau buka tabungan haji, isi form, tabung uang, dapat buku tabungan. Kemudian buku tabungan ini difotokopi & dilegalisir oleh pihak bank untuk dibawa ke departemen agama kota Bogor. Catatan: Setor untuk tabungan haji ini minimal 100,000 kemudian bisa nabung berlanjut alias nyicil tapi uang tidak bisa diambil, tidak ada ATM. Kalau saldo sudah mencapai 25 juta, baru bisa ke depag untuk daftar haji.
2. Untuk ke depag, kata pihak bank butuh akte kelahiran ATAU ijazah terakhir DAN surat nikah (bagi yang sudah menikah). Heleh, kenapa nggak ada infonya sih. Jadilah adik saya pulang dulu ambil akte kelahiran. Lanjut ke depag bawa KTP, KK, akte kelahiran, buku tabungan asli, fotokopi legalisir buku tabungan. Saat di depag Bogor, kami ke ruangan layanan haji & umroh yang ada ibu-ibu petugas sedang melayani orang lain, disuruh ke ruangan Siskohat. Ke ruangan siskohat, ada bapak-bapak petugas ngerokok (hey, pak! Aturan pemda kan nggak boleh ngerokok di kantor. Mana kantor pemerintahan pula) dan malah nyuruh kami balik ke ruangan si ibu-ibu tadi. Mulai ada pingpong birokrasi, nih. Oleh petugas siskohat ini kami disodorkan syarat-syarat daftar haji, cuma berupa selembar kertas kecil fotokopian. Di sana diminta surat keterangan domisili & surat kesehatan, yang kami nggak bawa. Kami komplain kenapa syarat-syarat ini nggak ada informasinya sama sekali di media. Semua informasi simpang siur. Kata petugas karena tiap daerah beda-beda (Wahai Kemenag, tolong perbaiki dong. Kok bisa beda-beda syaratnya tiap daerah?? Ini membuka peluang bagi oknum untuk meng-ada-ada dokumen yang seharusnya tidak perlu). Kata petugas lagi, surat keterangan sehat tidak perlu, tapi surat keterangan domisili perlu, alias perlu ada keterangan dari RT, RW, Lurah, Camat. Heleeehhh.. Kami komplain aturan tambahan ini munculnya dari mana, padahal menurut aturan resmi Kemenag di sini , tidak ada syarat surat domisili tersebut, kan sudah ada KTP & KK. Akhirnya kami dialihkan ke ibu-ibu di ruangan sebelumnya, kemudian dijelaskan bahwa surat itu perlu karena banyak pendaftar dengan KTP & KK palsu. Hadeuh, itu surat domisili kan bisa aja dibuat palsu kalau niat. Setelah negosiasi, kami diperbolehkan menyerahkan surat domisili tersebut dengan menyusul. Kemudian proses daftar di depag: isi formulir, masing-masing berkas difotokopi 3 rangkap per orang: KTP, KK, akte lahir. Terus, foto! Ternyata perlu pas foto latar belakang putih dengan 80% wajah. Kebetulan ada studio foto dekat kantor depag, jadi foto di sana. Yang dibutuhkan: ukuran 3x4 10 lembar, 4x6 5 lembar. Selesai foto balik lagi ke kantor depag, foto lagi di sana untuk berkas data Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH). Nah, SPPH ini ada 3 lumbar untuk calon jamaah, pihak depag, & pihak bank. Cek baik-baik data SPPH ini, ya.. Karena data ini diinput online yang age-link langsung ke kemenag & bank.
3. Dapet SPPH dari depag, kami balik lagi ke bank. Laporan ke teteh CS tadi, menyerahkan kembali buku tabungan dan SPPH. Lalu, diproseslah pendebetan uang muka haji sebesar 25 juta untuk mendapatkan nomor porsi yang menentukan kapan kami bisa berangkat haji. Proses-proses-proses dapat berlembar-lembar kertas juga yang dibagi untuk calon jamaah, pihak bank, dan depag.
4. Selesai dari bank, kami meluncur ke keluharan untuk mendapatkan surat keterangan domisili. Karena Bapa kami RW, jadi ya udahlah nggak perlu ngurus surat RT RW, pihak kelurahan pun sudah kenal dan dengan senang hati membantu membuatkan surat tersebut serta di tanda tangani oleh lurah & camat.
5. Balik lagi ke Depag untuk menyerahkan surat keterangan domisili (fotokopi dulu ya) dan berkas bukti debet dana dari bank.
SELESAI! Yeeaayy.. Semua proses dilakukan mulai jam 8 pagi dan selesai jam 4 sore. TANPA CALO. TIDAK DIKENAKAN BIAYA APA PUN kecuali biaya fotokopi, pas foto, dan bayar haji itu sendiri. Jadi, wahai warga KOTA BOGOR yang ingin mendaftar haji, saya bisa rangkum dokumen-dokumen yang diperlukan supaya nggak rempong mengurus dokumen tambahan.
1. KTP (fotokopi 3)2. Kartu Keluarga (fotokopi 3)3. Surat Keterangan Domisili (fotokopi 3)4. Akte kelahiran atau Ijazah (fotokopi 3)5. Buku nikah (bagi yang sudah menikah, fotokopi 3)6. Pas foto latar belakang putih 80% wajah ukuran 3x4 (10 lembar) dan 4x6 (5 lembar). Simpan soft copy foto ini, karena saat akan berangkat haji, harus menggunakan foto yang sama. (Sebenarnya ini agak nggak masuk logika saya, sih.. 15 tahun penantian bisa mengubah wajah seseorang).7. Uang 25 juta.
Hari ini, kami cek di website Kemenag dengan memasukkan nomor porsi, dapat perkiraan keberangkatan tahun 2031. Bismillah, labaik allahuma labaik..
Love is real, real is love. -John Lennon-
Saya mau share pengalaman daftar haji di KOTA BOGOR yang alhamdulillah bisa dilakukan dalam satu hari, tapi… ya gitu deh kayaknya kalau ngga ada bumbu birokrasi nan rempong ala Indonesia ibarat nongkrong di kafe tapi nggak dapet wifi.
Persyaratan daftar haji ini cukup simpang siur dan nggak update, menurut saya. Saya googling dari website resmi kemenag pun nggak ketemu (atau saya nggak mahir cari), informasi banyak dari para blogger & isinya tidak seragam. Wahai KEMENAG, tolong dong perbaiki perihal persyaratan pendaftaran haji ini agar informatif dan seragam seluruh Indonesia. Berdasarkan pengalaman ortu, katanya cukup ke bank dulu bawa KTP & Kartu Keluarga. Okelah. Menurut info melalui gambar di bawah ini dan tanya ke bank yang bisa membuka tabungan haji, saya melalui proses berikut.

1. Datang ke bank (kami pilih BNI Syariah) dengan membawa KTP, Kartu Keluarga, dan duit pastinya. Bilang ke teteh CS mau buka tabungan haji, isi form, tabung uang, dapat buku tabungan. Kemudian buku tabungan ini difotokopi & dilegalisir oleh pihak bank untuk dibawa ke departemen agama kota Bogor. Catatan: Setor untuk tabungan haji ini minimal 100,000 kemudian bisa nabung berlanjut alias nyicil tapi uang tidak bisa diambil, tidak ada ATM. Kalau saldo sudah mencapai 25 juta, baru bisa ke depag untuk daftar haji.
2. Untuk ke depag, kata pihak bank butuh akte kelahiran ATAU ijazah terakhir DAN surat nikah (bagi yang sudah menikah). Heleh, kenapa nggak ada infonya sih. Jadilah adik saya pulang dulu ambil akte kelahiran. Lanjut ke depag bawa KTP, KK, akte kelahiran, buku tabungan asli, fotokopi legalisir buku tabungan. Saat di depag Bogor, kami ke ruangan layanan haji & umroh yang ada ibu-ibu petugas sedang melayani orang lain, disuruh ke ruangan Siskohat. Ke ruangan siskohat, ada bapak-bapak petugas ngerokok (hey, pak! Aturan pemda kan nggak boleh ngerokok di kantor. Mana kantor pemerintahan pula) dan malah nyuruh kami balik ke ruangan si ibu-ibu tadi. Mulai ada pingpong birokrasi, nih. Oleh petugas siskohat ini kami disodorkan syarat-syarat daftar haji, cuma berupa selembar kertas kecil fotokopian. Di sana diminta surat keterangan domisili & surat kesehatan, yang kami nggak bawa. Kami komplain kenapa syarat-syarat ini nggak ada informasinya sama sekali di media. Semua informasi simpang siur. Kata petugas karena tiap daerah beda-beda (Wahai Kemenag, tolong perbaiki dong. Kok bisa beda-beda syaratnya tiap daerah?? Ini membuka peluang bagi oknum untuk meng-ada-ada dokumen yang seharusnya tidak perlu). Kata petugas lagi, surat keterangan sehat tidak perlu, tapi surat keterangan domisili perlu, alias perlu ada keterangan dari RT, RW, Lurah, Camat. Heleeehhh.. Kami komplain aturan tambahan ini munculnya dari mana, padahal menurut aturan resmi Kemenag di sini , tidak ada syarat surat domisili tersebut, kan sudah ada KTP & KK. Akhirnya kami dialihkan ke ibu-ibu di ruangan sebelumnya, kemudian dijelaskan bahwa surat itu perlu karena banyak pendaftar dengan KTP & KK palsu. Hadeuh, itu surat domisili kan bisa aja dibuat palsu kalau niat. Setelah negosiasi, kami diperbolehkan menyerahkan surat domisili tersebut dengan menyusul. Kemudian proses daftar di depag: isi formulir, masing-masing berkas difotokopi 3 rangkap per orang: KTP, KK, akte lahir. Terus, foto! Ternyata perlu pas foto latar belakang putih dengan 80% wajah. Kebetulan ada studio foto dekat kantor depag, jadi foto di sana. Yang dibutuhkan: ukuran 3x4 10 lembar, 4x6 5 lembar. Selesai foto balik lagi ke kantor depag, foto lagi di sana untuk berkas data Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH). Nah, SPPH ini ada 3 lumbar untuk calon jamaah, pihak depag, & pihak bank. Cek baik-baik data SPPH ini, ya.. Karena data ini diinput online yang age-link langsung ke kemenag & bank.
3. Dapet SPPH dari depag, kami balik lagi ke bank. Laporan ke teteh CS tadi, menyerahkan kembali buku tabungan dan SPPH. Lalu, diproseslah pendebetan uang muka haji sebesar 25 juta untuk mendapatkan nomor porsi yang menentukan kapan kami bisa berangkat haji. Proses-proses-proses dapat berlembar-lembar kertas juga yang dibagi untuk calon jamaah, pihak bank, dan depag.
4. Selesai dari bank, kami meluncur ke keluharan untuk mendapatkan surat keterangan domisili. Karena Bapa kami RW, jadi ya udahlah nggak perlu ngurus surat RT RW, pihak kelurahan pun sudah kenal dan dengan senang hati membantu membuatkan surat tersebut serta di tanda tangani oleh lurah & camat.
5. Balik lagi ke Depag untuk menyerahkan surat keterangan domisili (fotokopi dulu ya) dan berkas bukti debet dana dari bank.
SELESAI! Yeeaayy.. Semua proses dilakukan mulai jam 8 pagi dan selesai jam 4 sore. TANPA CALO. TIDAK DIKENAKAN BIAYA APA PUN kecuali biaya fotokopi, pas foto, dan bayar haji itu sendiri. Jadi, wahai warga KOTA BOGOR yang ingin mendaftar haji, saya bisa rangkum dokumen-dokumen yang diperlukan supaya nggak rempong mengurus dokumen tambahan.
1. KTP (fotokopi 3)2. Kartu Keluarga (fotokopi 3)3. Surat Keterangan Domisili (fotokopi 3)4. Akte kelahiran atau Ijazah (fotokopi 3)5. Buku nikah (bagi yang sudah menikah, fotokopi 3)6. Pas foto latar belakang putih 80% wajah ukuran 3x4 (10 lembar) dan 4x6 (5 lembar). Simpan soft copy foto ini, karena saat akan berangkat haji, harus menggunakan foto yang sama. (Sebenarnya ini agak nggak masuk logika saya, sih.. 15 tahun penantian bisa mengubah wajah seseorang).7. Uang 25 juta.
Hari ini, kami cek di website Kemenag dengan memasukkan nomor porsi, dapat perkiraan keberangkatan tahun 2031. Bismillah, labaik allahuma labaik..
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on December 17, 2015 04:52
December 8, 2015
ASEAN Trip (3): Backpacking Delta Mekong, Vietnam
Sore hari tanggal 21 Oktober 2015, pesawat yang saya tumpangi mendarat di bandara Tan Son Nhat, Ho Chi Minh City, Vietnam. Proses imigrasi cepat & lancar, keluar dari bandara langsung cari ATM ambil duit, kemudian naik bis nomor 152 menuju wilayah Bui Vien tempat saya menginap. Bis ini semacam bis damri gitu, murah, tampilan mirip-mirip kopaja, tapi jangan salah… bersih dan ber-AC!
Ho Chi Minh baru saja diguyur hujan, adem. Selama perjalanan di bis, saya agak kaget dengan bendera palu-arit di sepanjang jalan utama (di mana-mana, lebih tepatnya), bersamaan dengan bendera negara (bintang). Sebagai generasi90an yang terkontaminasi Orde Baru dan doktrin akan paham komunis serta cerita muram PKI, rasanya agak gimana gitu sih. Tapi ya sudahlah, akhirnya saya sampai di hostel yang menjadi hostel paling kece selama perjalanan Asean Trip ini. Dapat dorm di lantai 6, saya baru sadar kalau bangunan di kota ini tinggi-tinggi, tapi lebarnya kecil. Mungkin luas tanah mahal kali ye..
Hostel nyaman bikin mager ternyata. Baru agak malam saya keluar untuk cari makan dan urus bookingan tour selama di Vietnam, antara lain Delta Mekong tour & Mui Ne tour. How’s night life in Ho Chi Minh City? Gustiiiiiii…… Saya kira Jakarta & Depok adalah neraka berisi sepeda motor yang membuat pejalan kaki selalu terdzolimi. Ternyata, kota ini lebih parah! Super parah. Ibarat main video game itu level kesemrautan motor di Jakarta level 3, di Ho Chi Minh City level 10. Tidak baik bagi pengidap penyakit jantung.
maafkan wajah saya yang sudah tak terawat
Delta Mekong: Crocodile? We never know…Pagi hari sebelum pukul 7 tanggal 22 Oktober, saya sudah nongkrong di tempat travel agent yang lokasinya tidak jauh Bui Vien (lokasi hostel). Yang mau jalan-jalan nggak hanya saya (ya iyalah), di sepanjang jalan Pham Ngu Lao ini sudah banyak bis parkir & wisatawan menunggu. Ternyata bis tour yang saya ikuti banyak juga pesertanya, hampir 30 orang. Guide bis (ganteng, lho #plak) memperkenalkan diri namanya Jack, kepanjangan dari Jackie Chan. Dia menggunakan nama itu karena kebanyakan turis sulit menyebut nama orang-orang Vietnam. Kemampuan bahasanya keren, karena di sepanjang perjalanan dia menjelaskan banyak hal bergantian dari bahasa Inggris, Cina, & Vietnam. Orangnya juga lucu, informatif, interaktif, pinter banget memeriahkan suasana.
Sebelum ke daerah Mekong, bis sempat mampir dulu ke kuil yang memiliki 3 patung Budha denga pose tidur, berdiri, dan duduk. Konon menurut Mr. Jack, 3 patung Budha tersebut merepresentasikan kehidupan manusia. Budha tidur adalah masa lalu saat tidak bisa apa-apa, Budha berdiri adalah masa kini saat manusia berjuang dalam hidup, Budha duduk dengan perut buncit dan tertawa adalah masa depan impian.
Sampai di pelabuhan (eh, kalau pangkalan sungai namanya apa sih?), saya & wisatawan lain naik kapal nelayan ukuran sedang. Kami akan menyusuri sebagian kecil sungai Mekong yang menjadi salah satu sungai terpanjang di dunia, berawal dari Tibet, mengalir melewati China, Laos, Kamboja, Thailand, dan Vietnam. Kalah deh, choki-choki. Perjalanan menyusuri sungai menyenangkan. Mr. Jack menjelaskan banyak hal seperti sekelumit sejarah Delta Mekong, bagaimana kehidupan petani di daerah sana yang relatif miskin sehingga para orang tua menginginkan anak-anak mereka pergi ke kota untuk belajar dan bekerja demi taraf hidup lebih baik, hasilnya adalah wilayah delta mekong (dan desa-desa lain di Vietnam) kini sepi penduduk. Well, problematika negara berkembang ngga beda jauh sama Ibu Pertiwi.
Konon, Delta Mekong ini dulunya banyak buaya. Emang sih, sungainya meski luas bingits tetap berwarna cokelat tanpa kelihatan apa-apa. Di sepanjang perjalanan menyusuri sungai, wisatawan dilarang mencelupkan tangannya ke air.. Because, we never know.. Hiiiii… Apalagi tambahan cerita kalau petani-petani di wilayah Delta masih melingkari mata mereka dengan tinta hitam. Sebuah kepercayaan bahwa jika buaya melihatnya, akan dianggap monster dan buaya-buaya tersebut pergi menjauh. Kami diajak berkeliling ke 4 pulau besar: Phoenix, Turtle, Dragon, & Unicorn. Lucu-lucu ya nama pulaunya..
Di pulau Turtle kami turun untuk makan siang. Karena yang muslim hanya saya dan travelmate, kami sudah pesan menu vegetarian. Tips: bawalah abon. Karena sungguh makanan di Vietnam (dan semua negara ASEAN yang saya kunjungi) rasanya hambar. Saya sungguh ngidam MSG. Selesai makan, kami pergi lagi ke pulau lain dan disuguhi pembuatan beragam jenis barang & makanan dari kelapa. Ada permen, parfum, lipbalm, sabun, body lotion, centong sayur, mainan, sampai obat kuat untuk lelaki agar tahan seharian… untuk bekerja. Tips untuk perempuan: belilah lipbalm-nya yang berwarna. Sungguh saya menyesal cuma beli 1. Karena baguuussss banget. Bibir jadi lembab-segar, warna pink alami, nggak lengket, dan tahan lama. Pas saya cari di Ho Chi Minh, ngga ada yang jual. Hiks.. Kalau ada yang mau ikutan tour Delta Mekong, kabari saya ya.. Mau nitip lipbalm!
Selanjutnya kami menyusuri ke anak-anak sungai yang lebih kecil dan sepiiiii… itu loh, yang pakai perahu kecil dan caping. Agak-agak spooky karena di kanan kiri sungai cuma ilalang tinggi-tinggi. Pokoknya kalau tiba-tiba muncul harimau dari balik semak dan buaya mangap dari sungai, hanya Tuhan yang tau nasibmu, Nak.
Saya suka waktu tour sampai ke pulau yang ada pertanian lebah dan kami disuguhi kesenian khas Vietnam. Mr. Jack menjelaskan tentang bagaimana lebah-lebah menghasilkan madu dan propolis serta manfaatnya terutama untuk kesehatan dan kecantikan. Dijual juga krim-krim kecantikan, mana yang mempromosikan benar-benar cantik banget pula. Duh, tapi emang bener sih gadis-gadis Vietnam ini cantik luar biasa & badannya itu loohh.. Selama di Vietnam, saya belum nemu perempuan lokal yang gendut! Bahkan yang udah tua sekalipun. Ramping, wajah putih mulus, bibir merah ranum. Sepertinya efek diet mayo, krim propolis, dan lip balm kelapa.
Menjelang akhir tour, sembari menikmati teh-madu asli, kebetulan saya duduk satu meja bersama 2 pemuda asal China & Italia (ganteng, again #plak). Dari obrol-obrol seru tentang pengalaman backpacking masing-masing, sampai celetukan dari pemuda China ke pemuda Italia, “Hey dude, if you want to have 4 wives, just being a moslem like them,” ujarnya menunjuk saya & travelmate (karena kami berjilbab). Pemuda Italia hanya menggeleng dan tidak menjawab apa pun, mungkin dia menghormati saya yang muslim akan merasa tersinggung. Saya malah menanggapi dengan tertawa karena paham maksud pemuda China bercanda, sembari menjelaskan bahwa bukan seperti yang-dimaksud-khalayak-umum tentang Islam untuk memiliki 4 istri. Pemuda China pun mengoreksi bahwa ia pun paham sangat sulit untuk memiliki istri 4 dalam Islam, perihal tanggung jawab dan keadilan. Bahwa tanggung jawab dan bersikap adil tidak hanya tentang materi, atau persetujuan istri, tapi juga anak-anak, pendidikan mereka, perasaan mereka, kebutuhan kasih sayang mereka akan seorang ayah. “Whoaaa, no, could not have 4 wives!”, tegasnya di akhir penjelasan.
Ada perasaan miris ketika persepsi non-muslim tentang Islam terkesan negatif urusan 4 istri ini. Juga perasaan miris mengapa pemahaman non-muslim tentang tanggung jawab & keadilan jauh lebih mendalam dibanding muslim yang merasa paham Islam sehingga merasa pantas memiliki istri lagi.
Di akhir tour, kami menyaksikan pertunjukan kesenian sembari menyantap buah-buahan. Para artist ini menyanyi (yang saya ngga ngerti bahasanya), menari, diiringi alat musik khas, yang konon merepresentasikan kehidupan sendu rakyat Vietnam.
click for detailLove is real, real is love. -John Lennon-
Ho Chi Minh baru saja diguyur hujan, adem. Selama perjalanan di bis, saya agak kaget dengan bendera palu-arit di sepanjang jalan utama (di mana-mana, lebih tepatnya), bersamaan dengan bendera negara (bintang). Sebagai generasi90an yang terkontaminasi Orde Baru dan doktrin akan paham komunis serta cerita muram PKI, rasanya agak gimana gitu sih. Tapi ya sudahlah, akhirnya saya sampai di hostel yang menjadi hostel paling kece selama perjalanan Asean Trip ini. Dapat dorm di lantai 6, saya baru sadar kalau bangunan di kota ini tinggi-tinggi, tapi lebarnya kecil. Mungkin luas tanah mahal kali ye..
Hostel nyaman bikin mager ternyata. Baru agak malam saya keluar untuk cari makan dan urus bookingan tour selama di Vietnam, antara lain Delta Mekong tour & Mui Ne tour. How’s night life in Ho Chi Minh City? Gustiiiiiii…… Saya kira Jakarta & Depok adalah neraka berisi sepeda motor yang membuat pejalan kaki selalu terdzolimi. Ternyata, kota ini lebih parah! Super parah. Ibarat main video game itu level kesemrautan motor di Jakarta level 3, di Ho Chi Minh City level 10. Tidak baik bagi pengidap penyakit jantung.

Delta Mekong: Crocodile? We never know…Pagi hari sebelum pukul 7 tanggal 22 Oktober, saya sudah nongkrong di tempat travel agent yang lokasinya tidak jauh Bui Vien (lokasi hostel). Yang mau jalan-jalan nggak hanya saya (ya iyalah), di sepanjang jalan Pham Ngu Lao ini sudah banyak bis parkir & wisatawan menunggu. Ternyata bis tour yang saya ikuti banyak juga pesertanya, hampir 30 orang. Guide bis (ganteng, lho #plak) memperkenalkan diri namanya Jack, kepanjangan dari Jackie Chan. Dia menggunakan nama itu karena kebanyakan turis sulit menyebut nama orang-orang Vietnam. Kemampuan bahasanya keren, karena di sepanjang perjalanan dia menjelaskan banyak hal bergantian dari bahasa Inggris, Cina, & Vietnam. Orangnya juga lucu, informatif, interaktif, pinter banget memeriahkan suasana.
Sebelum ke daerah Mekong, bis sempat mampir dulu ke kuil yang memiliki 3 patung Budha denga pose tidur, berdiri, dan duduk. Konon menurut Mr. Jack, 3 patung Budha tersebut merepresentasikan kehidupan manusia. Budha tidur adalah masa lalu saat tidak bisa apa-apa, Budha berdiri adalah masa kini saat manusia berjuang dalam hidup, Budha duduk dengan perut buncit dan tertawa adalah masa depan impian.
Sampai di pelabuhan (eh, kalau pangkalan sungai namanya apa sih?), saya & wisatawan lain naik kapal nelayan ukuran sedang. Kami akan menyusuri sebagian kecil sungai Mekong yang menjadi salah satu sungai terpanjang di dunia, berawal dari Tibet, mengalir melewati China, Laos, Kamboja, Thailand, dan Vietnam. Kalah deh, choki-choki. Perjalanan menyusuri sungai menyenangkan. Mr. Jack menjelaskan banyak hal seperti sekelumit sejarah Delta Mekong, bagaimana kehidupan petani di daerah sana yang relatif miskin sehingga para orang tua menginginkan anak-anak mereka pergi ke kota untuk belajar dan bekerja demi taraf hidup lebih baik, hasilnya adalah wilayah delta mekong (dan desa-desa lain di Vietnam) kini sepi penduduk. Well, problematika negara berkembang ngga beda jauh sama Ibu Pertiwi.
Konon, Delta Mekong ini dulunya banyak buaya. Emang sih, sungainya meski luas bingits tetap berwarna cokelat tanpa kelihatan apa-apa. Di sepanjang perjalanan menyusuri sungai, wisatawan dilarang mencelupkan tangannya ke air.. Because, we never know.. Hiiiii… Apalagi tambahan cerita kalau petani-petani di wilayah Delta masih melingkari mata mereka dengan tinta hitam. Sebuah kepercayaan bahwa jika buaya melihatnya, akan dianggap monster dan buaya-buaya tersebut pergi menjauh. Kami diajak berkeliling ke 4 pulau besar: Phoenix, Turtle, Dragon, & Unicorn. Lucu-lucu ya nama pulaunya..
Di pulau Turtle kami turun untuk makan siang. Karena yang muslim hanya saya dan travelmate, kami sudah pesan menu vegetarian. Tips: bawalah abon. Karena sungguh makanan di Vietnam (dan semua negara ASEAN yang saya kunjungi) rasanya hambar. Saya sungguh ngidam MSG. Selesai makan, kami pergi lagi ke pulau lain dan disuguhi pembuatan beragam jenis barang & makanan dari kelapa. Ada permen, parfum, lipbalm, sabun, body lotion, centong sayur, mainan, sampai obat kuat untuk lelaki agar tahan seharian… untuk bekerja. Tips untuk perempuan: belilah lipbalm-nya yang berwarna. Sungguh saya menyesal cuma beli 1. Karena baguuussss banget. Bibir jadi lembab-segar, warna pink alami, nggak lengket, dan tahan lama. Pas saya cari di Ho Chi Minh, ngga ada yang jual. Hiks.. Kalau ada yang mau ikutan tour Delta Mekong, kabari saya ya.. Mau nitip lipbalm!
Selanjutnya kami menyusuri ke anak-anak sungai yang lebih kecil dan sepiiiii… itu loh, yang pakai perahu kecil dan caping. Agak-agak spooky karena di kanan kiri sungai cuma ilalang tinggi-tinggi. Pokoknya kalau tiba-tiba muncul harimau dari balik semak dan buaya mangap dari sungai, hanya Tuhan yang tau nasibmu, Nak.
Saya suka waktu tour sampai ke pulau yang ada pertanian lebah dan kami disuguhi kesenian khas Vietnam. Mr. Jack menjelaskan tentang bagaimana lebah-lebah menghasilkan madu dan propolis serta manfaatnya terutama untuk kesehatan dan kecantikan. Dijual juga krim-krim kecantikan, mana yang mempromosikan benar-benar cantik banget pula. Duh, tapi emang bener sih gadis-gadis Vietnam ini cantik luar biasa & badannya itu loohh.. Selama di Vietnam, saya belum nemu perempuan lokal yang gendut! Bahkan yang udah tua sekalipun. Ramping, wajah putih mulus, bibir merah ranum. Sepertinya efek diet mayo, krim propolis, dan lip balm kelapa.
Menjelang akhir tour, sembari menikmati teh-madu asli, kebetulan saya duduk satu meja bersama 2 pemuda asal China & Italia (ganteng, again #plak). Dari obrol-obrol seru tentang pengalaman backpacking masing-masing, sampai celetukan dari pemuda China ke pemuda Italia, “Hey dude, if you want to have 4 wives, just being a moslem like them,” ujarnya menunjuk saya & travelmate (karena kami berjilbab). Pemuda Italia hanya menggeleng dan tidak menjawab apa pun, mungkin dia menghormati saya yang muslim akan merasa tersinggung. Saya malah menanggapi dengan tertawa karena paham maksud pemuda China bercanda, sembari menjelaskan bahwa bukan seperti yang-dimaksud-khalayak-umum tentang Islam untuk memiliki 4 istri. Pemuda China pun mengoreksi bahwa ia pun paham sangat sulit untuk memiliki istri 4 dalam Islam, perihal tanggung jawab dan keadilan. Bahwa tanggung jawab dan bersikap adil tidak hanya tentang materi, atau persetujuan istri, tapi juga anak-anak, pendidikan mereka, perasaan mereka, kebutuhan kasih sayang mereka akan seorang ayah. “Whoaaa, no, could not have 4 wives!”, tegasnya di akhir penjelasan.
Ada perasaan miris ketika persepsi non-muslim tentang Islam terkesan negatif urusan 4 istri ini. Juga perasaan miris mengapa pemahaman non-muslim tentang tanggung jawab & keadilan jauh lebih mendalam dibanding muslim yang merasa paham Islam sehingga merasa pantas memiliki istri lagi.
Di akhir tour, kami menyaksikan pertunjukan kesenian sembari menyantap buah-buahan. Para artist ini menyanyi (yang saya ngga ngerti bahasanya), menari, diiringi alat musik khas, yang konon merepresentasikan kehidupan sendu rakyat Vietnam.

Published on December 08, 2015 02:39
November 17, 2015
ASEAN Trip (2): Backpacking Phuket-Patong
Phi-phi Island Tour
Malam sebelumnya saya udah keliling sekitaran Bangla Road untuk cari tour Phi phi, harganya rata-rata 1600 baht, paling mentok 1,400 baht, dan akhirnya dapat 1,350 baht. Senin 19 Oktober pagi, sudah ada van yang menjemput ke penginapan, on time. Salah satu hal yang saya suka dari Thailand adalah kedisiplinan mereka akan janji & waktu. Tahun lalu saat ke Bangkok & Pattaya pun, segala macam aktivitas selalu tepat jadwal. Bukan hanya yang berhubungan dengan fasilitas umum, tapi memang attitude masyarakatnya aja.
Sampai di pantai (saya lupa namanya), saya dan penumpang van lain diberi benang wol warna kuning untuk dijadikan gelang. Tiap penumpang speed boat memakai warna gelang berbeda. Sebelum berangkat, guide kapal (Mr. Ring) menjelaskan banyak hal dengan bahasa Inggris aksen Thailand (pokoknya ya gitulah kedengerannya, kadang nangkep maksudnya lebih seringnya saya bingung), mengenai rute, waktu di tiap lokasi, fasilitas, bahkan memberi kami antimo. Sekitar jam 10 pagi, cuusss kami pun naik speed boat.
Perjalanan di laut menyenangkan. Cuaca cerah, angin sepoi, ombak bersahabat, dan para guide speed boat yang ceria. Sebelumnya Mr. Ring mewanti-wanti kalau ombak akan ajrut-ajrutan (bahasa apa ini), tapi karena saya pernah mengalami ombak yang lebih buruk di Indonesia, jadi ga terlalu berasa apa-apa. Sampailah kami di Maya Bay, itu loooohhh… tempat syuting Kang Leo di The Beach.. Pemandangannya indah bangeeeettt… Pasirnya bersiiihhh… Lautnya biruuuuu…. Pokoknya menggoda banget untuk langsung nyebur.
Selesai foto-foto di pantai (buat syarat doang, karena saya lebih suka enjoy moment), langsung nyemplung lah ke laut. Sayangnya lupa bawa kacamata renang, kan lumayan yah mata kena air garam. Ga apa-apa, yang penting berenang. Untungnya, karena saya datang bukan saat weekend, suasana tidak terlalu ramai. Tetap ramai sih, tapi nggak kayak cendol dan masih bisa renang kesana-kemari tanpa tubrukan sama orang lain atau foto di sana sini tanpa sering dilewatin orang. Suka banget sama suasana di sini. Touristy, bersih, rapi, aman terkendali.
Puas di Maya Bay, perjalanan berlanjut ke lokasi selanjutnya, pantai kecil yang banyak monyet liar di antara pulau-pulau tebing. Di sini nggak berhenti, hanya lewat saja karena emang sempit banget. Banyak turis kapal yang foto-fotoin monyet. Yah, di Indonesia banyak… Kapal berlanjut ke lokasi yang saya tunggu-tunggu. Snorkling! Yeeeaaayyy… Pakai perlengkapan, cek-cek snorkle, life vest, fin, cebuuuurrr… Kyaaaa… Dikasih waktu untuk snorkling lumayan lama (meski nggak selama waktu saya ke Kep. Seribu, sih). Bocoran nih, kekayaan lautnya tidak seindah yang pernah saya alami waktu snorkling di Kep. Seribu & Tiga Gili. Setidaknya, saya puas berenang di laut biru bersih dan melihat ke kedalaman laut yang masih banyak ikan warna-warni dengan bentuk-bentuk unik.
Capek snorkelling, balk ke speed boat dan disuguhi coca-cola. Saya baru merasakan kalau minuman bersoda bisa menetralisir air asin setelah berenang di laut. Selanjutnya cuss makan siang di salah satu pulau (lupa namanya). Makanannya enak, bentuknya prasmanan, menu beragam, dan halal (yang masak dan menyajikan Ibu-ibu muslim berkerudung). Selesai makan lanjut ke pulau lain lagi dan boleh lanjut berenang. Hanya saja karena cuaca sore mulai mendung, jadi saya hanya foto-foto dan beli eskrim. Enya..enyak.. Pihak kapal juga menyediakan minuman & buah segar di pulau terakhir ini. Puas banget sama tour phi phi ini deh. Fasilitas bagus, kapal bersih, tour guide lucu & ramah, makanan enak. Pukul 6 sore, kami sudah diantar kembali ke hostel.
Patong: Life Start at 9 p.mPatong pagi hari sangatlah sepi. Kalau saya cari persamaan, daerah wisata seperti Patong, Khaosan Road, Pattaya, bahkan Legian Bali memiliki daya tarik di kehidupan malam. Jadi kalau pagi sampai siang, ya sepi-sepi aja makanya banyak cafe dan restoran memberikan diskon bir #eh.
Menjelang siang saya memutuskan untuk jalan-jalan ke Phuket Town saja. Awalnya mau ikut paket tour Phuket Town gitu, tapi mahal (dasar kere). Tambahan lagi wisata yang ditawarkan ya temple-temple dan patung-patung Buddha yang saya pikir tidak beda jauh dengan di Bangkok. Lokasi menarik lain paling melihat gajah dan monyet. Sebagai penduduk Bogor yang dekat dengan Taman Safari, jujur saya tidak terlalu tertarik. Jadi ya sudahlah, tetap ke Phuket Town dengan modal murah yaitu naik bis yang lewat di sepanjang pantai Patong. Bisnya besar, warna biru (seingat saya), duduknya kayak di bemo (ini masih ada ga ya di Indonesia?), bentuknya terbuka, dan perjalanan menuju Phuket meliuk-liuk naik turun seperti perjalanan ke Puncak. Ngeri-ngeri sedap lah.
Sampai Phuket Town, sepi juga. Hanya ramai oleh calo-calo yang menawarkan wisata ini itu dan dari informasi yang saya dapat sebelum berangkat bisa menjurus ke scam. Saya cukup puas jalan kaki keliling Phuket Town, melihat kota yang rapi, bersih, bangungan-bangunan khas seperti wilayah Kota Tua Jakarta, mampir ke toko buku tua, dan makan eskrim. Menjelang sore, saya baru menemukan food street yang dekat pangkalan bis untuk kembali ke Patong. Yaaahh… Pas udah mau pulang malah nemu tempat seru! Karena hujan, ya sudah pulang aja.
Sore hari di Patong ya nunggu sunset di pantai dong.. Pantainya bersih, nggak terlalu ramai, nyaman banget buat jalan sore apalagi sama pacar #nasibsingle. Malamnya, karena ini malam terakhir di Phuket, saya keluar penginapan sekitar jam 9 malam. Geliat kehidupan sudah ramai, gadis-gadis (???) seksi mulai keluar, lampu warna-warni dari setiap penjuru kafe menghidupkan suasana, banyak atraksi seru yang ditawarkan (bayar, jadi saya ngga cobain), dan semakin malam saya keasikan menatap etalase yang menampilkan para wanita menari striptis.
Yang lucu, saat saya asik nonton para gadis (entah gadis asli atau KW) ada serombongan Aki-Aki buncit ubanan sedikit botak menghampiri. Mereka tanya apa saya reporter (kayaknya karena bawa kamera), saya jawab bukan. Kami sempat ngobrol dan mereka berasal dari Palestina. Berkali-kali para Aki ini bilang, “This is crazy! This place is so crazy!”. Saya hanya tertawa, ya kali di Palestina bisa nonton penari striptis di pinggir jalan.
Setiap kali saya singgah di lokasi wisata ‘macam begini’, kadang ada perasaan miris. Di lokasi-lokasi seperti ini saya merasa aman. Orang-orang seperti sadar diri untuk tidak saling mengganggu. Tidak ada preman, copet, atau perasaan tersisih karena saya muslimah berjilbab. Oiya, saya nggak lihat wisatawan berjilbab di sini selain si travelmate. Orang-orang tetap menyapa saya ramah, penjual menawarkan dagangan dengan senyum, beberapa wisatawan menyapa dan mengajak ngobrol begitu friendly.
Perbedaan bukan alasan untuk mengganggu perdamaian. Kita hanya perlu menerima dan memahami.
Next: Delta Mekong, Vietnam
Love is real, real is love. -John Lennon-
Malam sebelumnya saya udah keliling sekitaran Bangla Road untuk cari tour Phi phi, harganya rata-rata 1600 baht, paling mentok 1,400 baht, dan akhirnya dapat 1,350 baht. Senin 19 Oktober pagi, sudah ada van yang menjemput ke penginapan, on time. Salah satu hal yang saya suka dari Thailand adalah kedisiplinan mereka akan janji & waktu. Tahun lalu saat ke Bangkok & Pattaya pun, segala macam aktivitas selalu tepat jadwal. Bukan hanya yang berhubungan dengan fasilitas umum, tapi memang attitude masyarakatnya aja.
Sampai di pantai (saya lupa namanya), saya dan penumpang van lain diberi benang wol warna kuning untuk dijadikan gelang. Tiap penumpang speed boat memakai warna gelang berbeda. Sebelum berangkat, guide kapal (Mr. Ring) menjelaskan banyak hal dengan bahasa Inggris aksen Thailand (pokoknya ya gitulah kedengerannya, kadang nangkep maksudnya lebih seringnya saya bingung), mengenai rute, waktu di tiap lokasi, fasilitas, bahkan memberi kami antimo. Sekitar jam 10 pagi, cuusss kami pun naik speed boat.
Perjalanan di laut menyenangkan. Cuaca cerah, angin sepoi, ombak bersahabat, dan para guide speed boat yang ceria. Sebelumnya Mr. Ring mewanti-wanti kalau ombak akan ajrut-ajrutan (bahasa apa ini), tapi karena saya pernah mengalami ombak yang lebih buruk di Indonesia, jadi ga terlalu berasa apa-apa. Sampailah kami di Maya Bay, itu loooohhh… tempat syuting Kang Leo di The Beach.. Pemandangannya indah bangeeeettt… Pasirnya bersiiihhh… Lautnya biruuuuu…. Pokoknya menggoda banget untuk langsung nyebur.
Selesai foto-foto di pantai (buat syarat doang, karena saya lebih suka enjoy moment), langsung nyemplung lah ke laut. Sayangnya lupa bawa kacamata renang, kan lumayan yah mata kena air garam. Ga apa-apa, yang penting berenang. Untungnya, karena saya datang bukan saat weekend, suasana tidak terlalu ramai. Tetap ramai sih, tapi nggak kayak cendol dan masih bisa renang kesana-kemari tanpa tubrukan sama orang lain atau foto di sana sini tanpa sering dilewatin orang. Suka banget sama suasana di sini. Touristy, bersih, rapi, aman terkendali.
Puas di Maya Bay, perjalanan berlanjut ke lokasi selanjutnya, pantai kecil yang banyak monyet liar di antara pulau-pulau tebing. Di sini nggak berhenti, hanya lewat saja karena emang sempit banget. Banyak turis kapal yang foto-fotoin monyet. Yah, di Indonesia banyak… Kapal berlanjut ke lokasi yang saya tunggu-tunggu. Snorkling! Yeeeaaayyy… Pakai perlengkapan, cek-cek snorkle, life vest, fin, cebuuuurrr… Kyaaaa… Dikasih waktu untuk snorkling lumayan lama (meski nggak selama waktu saya ke Kep. Seribu, sih). Bocoran nih, kekayaan lautnya tidak seindah yang pernah saya alami waktu snorkling di Kep. Seribu & Tiga Gili. Setidaknya, saya puas berenang di laut biru bersih dan melihat ke kedalaman laut yang masih banyak ikan warna-warni dengan bentuk-bentuk unik.
Capek snorkelling, balk ke speed boat dan disuguhi coca-cola. Saya baru merasakan kalau minuman bersoda bisa menetralisir air asin setelah berenang di laut. Selanjutnya cuss makan siang di salah satu pulau (lupa namanya). Makanannya enak, bentuknya prasmanan, menu beragam, dan halal (yang masak dan menyajikan Ibu-ibu muslim berkerudung). Selesai makan lanjut ke pulau lain lagi dan boleh lanjut berenang. Hanya saja karena cuaca sore mulai mendung, jadi saya hanya foto-foto dan beli eskrim. Enya..enyak.. Pihak kapal juga menyediakan minuman & buah segar di pulau terakhir ini. Puas banget sama tour phi phi ini deh. Fasilitas bagus, kapal bersih, tour guide lucu & ramah, makanan enak. Pukul 6 sore, kami sudah diantar kembali ke hostel.

Patong: Life Start at 9 p.mPatong pagi hari sangatlah sepi. Kalau saya cari persamaan, daerah wisata seperti Patong, Khaosan Road, Pattaya, bahkan Legian Bali memiliki daya tarik di kehidupan malam. Jadi kalau pagi sampai siang, ya sepi-sepi aja makanya banyak cafe dan restoran memberikan diskon bir #eh.
Menjelang siang saya memutuskan untuk jalan-jalan ke Phuket Town saja. Awalnya mau ikut paket tour Phuket Town gitu, tapi mahal (dasar kere). Tambahan lagi wisata yang ditawarkan ya temple-temple dan patung-patung Buddha yang saya pikir tidak beda jauh dengan di Bangkok. Lokasi menarik lain paling melihat gajah dan monyet. Sebagai penduduk Bogor yang dekat dengan Taman Safari, jujur saya tidak terlalu tertarik. Jadi ya sudahlah, tetap ke Phuket Town dengan modal murah yaitu naik bis yang lewat di sepanjang pantai Patong. Bisnya besar, warna biru (seingat saya), duduknya kayak di bemo (ini masih ada ga ya di Indonesia?), bentuknya terbuka, dan perjalanan menuju Phuket meliuk-liuk naik turun seperti perjalanan ke Puncak. Ngeri-ngeri sedap lah.
Sampai Phuket Town, sepi juga. Hanya ramai oleh calo-calo yang menawarkan wisata ini itu dan dari informasi yang saya dapat sebelum berangkat bisa menjurus ke scam. Saya cukup puas jalan kaki keliling Phuket Town, melihat kota yang rapi, bersih, bangungan-bangunan khas seperti wilayah Kota Tua Jakarta, mampir ke toko buku tua, dan makan eskrim. Menjelang sore, saya baru menemukan food street yang dekat pangkalan bis untuk kembali ke Patong. Yaaahh… Pas udah mau pulang malah nemu tempat seru! Karena hujan, ya sudah pulang aja.
Sore hari di Patong ya nunggu sunset di pantai dong.. Pantainya bersih, nggak terlalu ramai, nyaman banget buat jalan sore apalagi sama pacar #nasibsingle. Malamnya, karena ini malam terakhir di Phuket, saya keluar penginapan sekitar jam 9 malam. Geliat kehidupan sudah ramai, gadis-gadis (???) seksi mulai keluar, lampu warna-warni dari setiap penjuru kafe menghidupkan suasana, banyak atraksi seru yang ditawarkan (bayar, jadi saya ngga cobain), dan semakin malam saya keasikan menatap etalase yang menampilkan para wanita menari striptis.
Yang lucu, saat saya asik nonton para gadis (entah gadis asli atau KW) ada serombongan Aki-Aki buncit ubanan sedikit botak menghampiri. Mereka tanya apa saya reporter (kayaknya karena bawa kamera), saya jawab bukan. Kami sempat ngobrol dan mereka berasal dari Palestina. Berkali-kali para Aki ini bilang, “This is crazy! This place is so crazy!”. Saya hanya tertawa, ya kali di Palestina bisa nonton penari striptis di pinggir jalan.
Setiap kali saya singgah di lokasi wisata ‘macam begini’, kadang ada perasaan miris. Di lokasi-lokasi seperti ini saya merasa aman. Orang-orang seperti sadar diri untuk tidak saling mengganggu. Tidak ada preman, copet, atau perasaan tersisih karena saya muslimah berjilbab. Oiya, saya nggak lihat wisatawan berjilbab di sini selain si travelmate. Orang-orang tetap menyapa saya ramah, penjual menawarkan dagangan dengan senyum, beberapa wisatawan menyapa dan mengajak ngobrol begitu friendly.
Perbedaan bukan alasan untuk mengganggu perdamaian. Kita hanya perlu menerima dan memahami.

Next: Delta Mekong, Vietnam
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on November 17, 2015 21:46
November 11, 2015
ASEAN Trip (1): Backpacking Jakarta-Singapura-Phuket
Singapore (Changi): Heaven of Duty FreeMinggu pagi 18 Oktober 2015, saya bertolak dari Soekarno Hatta menggunakan maskapai Harimau Udara menuju Phuket dengan rute transit di Singapura selama kurang lebih 5 jam. Tidak perlu diceritakan lah ya bagaimana oh-so-wow nya Changi, sudah tenar kredibilitas bandara di negara mungil ini memanjakan para traveler. Bahkan saat saya tiba, masih banyak manusia bergelimpangan di sudut-sudut bandara alias mereka yang menginap untuk penerbangan selanjutnya.
Awalnya saya ingin ikut free tour Singapore yang disediakan pihak Changi, namun apadaya untuk jadwal yang diincar sudah habis. Hiks.. Jadilah, selama transit cukup puas mengelilingi taman-taman indah, mewarnai gambar (sebenarnya ini fasilitas untuk anak-anak, tapi ya sudahlah tampang saya masih baby face) dan pastinya belanja make up di Duty Free #uhuk. Ya gimana dong, gerai Duty Free itu banyak banget dan menggoda iman. Hihihi.. Saat akan boarding, pengecekan cukup rempong sampai saya harus membongkar tas hanya karena petugas bandara curiga sama… Energen! “What’s this?”, tanya petugas. “Cereal,” jawab saya, dan lolos #DOH. Pesawat sempat delay, hanya 30 menit.
Penulis NarsisPhuket: Touristy CitySampai di Phuket sudah malam dan proses imigrasi mengular panjang. Hebat pariwisata Phuket ini, bahkan saat low season pun tetap ramai oleh wisatawan. Hampir pukul 21.00 selesai sudah urusan imigrasi dan saya keluar bandara mencari bis Airport-Patong (semacam Damri Soetta gitu), sayangnya sudah tidak beroperasi. Daripada menggelandang, ya sudah naik mini van yang memang banyak di depan bandara. Saya agak kesal sama alat transportasi ini. Perjalanan bandara-Patong memakan waktu cukup lama (sekitar 1,5 jam, belum ditambah mini van ngetem), kondisi malam hari (pukul 22.00 lebih) , penumpang terlihat sudah pada capek. EH, ujug-ujug supir berhenti di komplek ruko dan menyuruh kita semua turun dengan alasan “Passport check!”. HAH?
Ternyata oh ternyata, kami disuruh masuk ke travel agent yang mimiliki banyak pegawai, menyebar menyambut masing-masing turis dengan ramah basa-basi menawarkan segala macam paket tour dan harus booking saat itu juga. Zzzz… Dengan tampang zombie karena ngantuk, (setelah pegawai travel berbusa-busa ngoceh) saya hanya menjawab singkat, “No, thank you. We’ve already booked the whole tour package from our hostel.” (Padahal mah bo’ong). Pegawai travel pun mingkem dan saya kembali ke van. Travelmate saya sampai bilang, “Kamu nolaknya singkat & tegas banget.” Bodo, saya ngantuk!
Sampai Patong udah nyaris jam 11 malam, tapi emang dasarnya ni kota hidupnya malam-malam, ya ramenya kayak pasar Indonesia pagi hari. Saking rame, saya jadi nggak ngantuk lagi. Hahaha… Tambahan lagi lokasi penginapan tinggal ngesot ke pantai dan Bangla Walking Street, jadi makin ajib lah itu ramenya. Menginap di hostel dorm campur, di kamar sudah ada bule-ganteng-perut-six-pack yang terbangun saat saya datang. Bukannya lanjut tidur, Kang Bule malah mandi dan keluar penginapan. Mau tahajud di masjid ya, Kang? Mau dooonnggg jadi makmum… #dihajarladyboy
============================Rincian Biaya 18 Oktober
Makan siang di Changi: $SGD 7Mini van ke Paton: THB 180Hostel 3 malam: THB 750Minum: THB 14
TOTAL: Rp 428,000
Love is real, real is love. -John Lennon-
Awalnya saya ingin ikut free tour Singapore yang disediakan pihak Changi, namun apadaya untuk jadwal yang diincar sudah habis. Hiks.. Jadilah, selama transit cukup puas mengelilingi taman-taman indah, mewarnai gambar (sebenarnya ini fasilitas untuk anak-anak, tapi ya sudahlah tampang saya masih baby face) dan pastinya belanja make up di Duty Free #uhuk. Ya gimana dong, gerai Duty Free itu banyak banget dan menggoda iman. Hihihi.. Saat akan boarding, pengecekan cukup rempong sampai saya harus membongkar tas hanya karena petugas bandara curiga sama… Energen! “What’s this?”, tanya petugas. “Cereal,” jawab saya, dan lolos #DOH. Pesawat sempat delay, hanya 30 menit.

Ternyata oh ternyata, kami disuruh masuk ke travel agent yang mimiliki banyak pegawai, menyebar menyambut masing-masing turis dengan ramah basa-basi menawarkan segala macam paket tour dan harus booking saat itu juga. Zzzz… Dengan tampang zombie karena ngantuk, (setelah pegawai travel berbusa-busa ngoceh) saya hanya menjawab singkat, “No, thank you. We’ve already booked the whole tour package from our hostel.” (Padahal mah bo’ong). Pegawai travel pun mingkem dan saya kembali ke van. Travelmate saya sampai bilang, “Kamu nolaknya singkat & tegas banget.” Bodo, saya ngantuk!
Sampai Patong udah nyaris jam 11 malam, tapi emang dasarnya ni kota hidupnya malam-malam, ya ramenya kayak pasar Indonesia pagi hari. Saking rame, saya jadi nggak ngantuk lagi. Hahaha… Tambahan lagi lokasi penginapan tinggal ngesot ke pantai dan Bangla Walking Street, jadi makin ajib lah itu ramenya. Menginap di hostel dorm campur, di kamar sudah ada bule-ganteng-perut-six-pack yang terbangun saat saya datang. Bukannya lanjut tidur, Kang Bule malah mandi dan keluar penginapan. Mau tahajud di masjid ya, Kang? Mau dooonnggg jadi makmum… #dihajarladyboy
============================Rincian Biaya 18 Oktober
Makan siang di Changi: $SGD 7Mini van ke Paton: THB 180Hostel 3 malam: THB 750Minum: THB 14
TOTAL: Rp 428,000
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on November 11, 2015 20:56
November 4, 2015
Why ASEAN? (Intro)
Awalnya, saya hanya berencana menyambangi Ubud Writers & Readers Festival bulan Oktober lalu, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Ubud merupakan salah satu kota yang bisa membuat saya rileks, tenang, dan cocok untuk menjernihkan pikiran. Apalagi kalau pergi sendiri. Kontradiksinya, beberapa bulan lalu saya justru sedang suntuk dengan urusan tulis-menulis dan para sahabatnya. Kalau saya ingin ‘semedi’ tapi datang ke acara yang berhubungan dengan apa yang membuat saya suntuk, ga jadi dong refreshingnya.
Akui saja, bahkan aktivitas menyenangkan yang kita sukai saja bisa menjadi menyebalkan dan kita perlu menjaga jarak sejenak. Ibarat sebuah hubungan, kadang perlu jarak agar ada rindu, agar cinta tetap tumbuh seiring waktu. (Kemudian baper karena jomblo).
Di sisi lain, saya sebenarnya punya rencana backpacking ke Eropa. Tapi karena paspor baru perpanjangan, kok jadi kosong gitu.. Sedih paspor sepi cap dan agak gengsi kalau mau apply schengen tapi isi paspor bersih. Lalu melihat ada promo maskapai yang ASEANPass, kok jadi tertarik. Maka dimulailah saya cari info tentang tempat-tempat menarik di ASEAN sebanyak-banyaknya (tapi belum beli PASS-nya). Destinasi-destinasi sudah didapat, dilanjut mencari info tentang sistem ASEANPass. Melalui perhitungan njelimet ala anak bisnis yang cenderung pelit binti kopet, ternyata tiket PASS itu agak-agak merugikan bagi backpacker kere dan memiliki waktu sempit seperti saya (jadwal audisi banyak soalnya #plak).
Akhirnya, saya pun memutuskan menantang diri untuk backpacking ke beberapa negara ASEAN dengan moda darat, laut, dan udara (berasa iklan antimo). Selain kalau backpacking itu saya suka sok sibuk berinteraksi sama lingkungan baru dan membuat saya istirahat dari menulis, saya juga bisa mendapatkan cap paspor cukup ‘ramai’ hanya dengan sekali jalan.
Motivasinya emang ngga penting banget. Namun saya percaya, traveling selalu memberi pengalaman lahir batin yang memperkaya dan menenangkan pikiran. Entah karena cerita di sepanjang perjalanan atau esensi pelukan keluarga ketika saya kembali pulang.
Saya akan menulis cerita backpacking ASEAN ini secara bertahap. Tidak hanya mengenai rute, lokasi wisata, atau budget, melainkan apa-apa yang saya rasa selama backpacking melintasi Singapore, Thailand, Vietnam, Cambodia, dan Malaysia.
Hanya satu yang sering saya simpulkan tiap kali pulang: Indonesia sangatlah indah.
Backpacker nasionalis
Love is real, real is love. -John Lennon-
Akui saja, bahkan aktivitas menyenangkan yang kita sukai saja bisa menjadi menyebalkan dan kita perlu menjaga jarak sejenak. Ibarat sebuah hubungan, kadang perlu jarak agar ada rindu, agar cinta tetap tumbuh seiring waktu. (Kemudian baper karena jomblo).
Di sisi lain, saya sebenarnya punya rencana backpacking ke Eropa. Tapi karena paspor baru perpanjangan, kok jadi kosong gitu.. Sedih paspor sepi cap dan agak gengsi kalau mau apply schengen tapi isi paspor bersih. Lalu melihat ada promo maskapai yang ASEANPass, kok jadi tertarik. Maka dimulailah saya cari info tentang tempat-tempat menarik di ASEAN sebanyak-banyaknya (tapi belum beli PASS-nya). Destinasi-destinasi sudah didapat, dilanjut mencari info tentang sistem ASEANPass. Melalui perhitungan njelimet ala anak bisnis yang cenderung pelit binti kopet, ternyata tiket PASS itu agak-agak merugikan bagi backpacker kere dan memiliki waktu sempit seperti saya (jadwal audisi banyak soalnya #plak).
Akhirnya, saya pun memutuskan menantang diri untuk backpacking ke beberapa negara ASEAN dengan moda darat, laut, dan udara (berasa iklan antimo). Selain kalau backpacking itu saya suka sok sibuk berinteraksi sama lingkungan baru dan membuat saya istirahat dari menulis, saya juga bisa mendapatkan cap paspor cukup ‘ramai’ hanya dengan sekali jalan.
Motivasinya emang ngga penting banget. Namun saya percaya, traveling selalu memberi pengalaman lahir batin yang memperkaya dan menenangkan pikiran. Entah karena cerita di sepanjang perjalanan atau esensi pelukan keluarga ketika saya kembali pulang.
Saya akan menulis cerita backpacking ASEAN ini secara bertahap. Tidak hanya mengenai rute, lokasi wisata, atau budget, melainkan apa-apa yang saya rasa selama backpacking melintasi Singapore, Thailand, Vietnam, Cambodia, dan Malaysia.
Hanya satu yang sering saya simpulkan tiap kali pulang: Indonesia sangatlah indah.

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on November 04, 2015 01:07
November 3, 2015
I'm Home
What I love the most from traveling is be a stranger and meet strangers. Setelah 16 hari berkelana menapaki seuprit bagian Bumi di ASEAN dengan jalur darat, laut, dan udara, akhirnya saya pulang dengan selamat sehat wal afiat. Ini perjalanan terlama meninggalkan rumah dan menjadi pengalaman istimewa. Banyak hal seru, lucu, senang, dan mengkhawatirkan yang terjadi. Dari kota modern yang setiap sudutnya ada wifi gratis sampai menembus hutan malam-malam yang membuat saya bahagia hanya karena melihat sepijar lampu. Ada banyak cerita yang saya ingin bagi di blog ini, nantiiiii.. karena sekarang masih harus kembali mengurusi Tenda Destarata. Pastinya, saya senang menjadi backpacker karena berkesempatan bertemu backpacker lain.
Love is real, real is love. -John Lennon-

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on November 03, 2015 00:23
October 10, 2015
Cuti

Intinya, saya sedang ingin cuti menulis novel. Writer's block? Oh bukan, otak saya semacam mesin yang tidak pernah berhenti memunculkan ide-ide. Bahkan ada kebiasaan absurd seperti " saya lagi tidur-mimpi-dapet ide dari mimpi-bangun setengah nyawa-ngetik ide di hp-dan saat pagi bangun saya bahkan tidak sadar pernah menuliskan ide itu" . Sayangnya, saya lagi malas menulis. Malaaaaaassssss sekali.
Mungkin penyebabnya karena rasa kecewa, pada beberapa hal, beberapa pihak, diri sendiri. Kecewa yang berujung pada muram durja dan menyibukkan diri pada hal lain alias mengurusi bisnis. Entahlah, cari uang dengan bisnis seperti menjadi healing tersendiri selain menulis. Soalnya setelah punya uang jadi bisa jalan-jalan.
Ah, mungkin saya hanya sedang butuh piknik. Minggu depan mau piknik keliling ASEAN. Semoga bisa menghilangkan sindrom malas menulis ini. Meski sepertinya kalaupun ada tulisan atau novel yang dihasilkan, saya sedang memilih untuk tidak menerbitkannya dulu.
ps: yang nungguin Gloomy Gift part 2 (kalau ada) sabar yaaaaaa
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on October 10, 2015 04:08
September 19, 2015
[TIPS] Mengatur Uang a la Rhein
Di postingan tentang backpacking, ada yang minta tips mengatur keuangan versi saya padahal profesinya penulis merangkap pengangguran dan pebisnis ala-ala. Hahaha... Baiklah, akan coba saya share menurut pengalaman ya..
Kamu kapan turun, sih?????Sebenarnya, saya sama seperti orang-orang terutama cewek-cewek pada umumnya sih: suka belanja padahal belum tentung barangnya guna. Muahahaha... Oke, ini dia kebiasaan-kebiasaan saya kalau urusan duit.
1. Nggak bisa pegang uang cash & semi cash (tabungan yang bisa diambil mudah seperti ATM, m-banking, gesek debit).2. Suka belanja karena laper mata.3. Punya kemampuan pencatatan keuangan yang cukup baik. Ya kalau ngga punya, gimana bisa ngurus keuangan perusahaan keluarga, yes? Walaupun Tenda Destarata masih level UKM (Usaha Kecil Miliaran #plak, tapi AAMIIINN).4. Anti-HUTANG
Dengan tiga kebiasaan di atas, saya membagi managemen keuangan pribadi menjadi dua hal:
FINANCE ATTITUDE Di bagian ini saya mau cerita gimana sih perlakuan saya terhadap uang dalam keseharian.
1. Pegang sediikiiiiiittt uang cash. Hahaha.. Ini beneran. Punya uang cash dalam dompet bikin suka belanja hanya karena laper mata. Solusinya adalah saya jarang bawa uang lebih dari 50,000 di dompet. Dompetnya pun dompet receh bukan yang panjang bagus-bagus merk LV gitu.. :)). Kalau ada keperluan mendadak gimana? Ah, banyak ATM, kan saya ngga tinggal di hutan. Justru jadi diingatkan kalau niat belanja karena laper mata, harus effort dulu ke ATM kan capek.
2. Saving before shopping. Setahu saya, kebanyakan orang memperlakukan uang mereka dengan menyisihkan sebagian untuk tabungan. Misalnya untuk bayar ini itu, beli itu ini, dan pos-pos keuangan lain, kalau ada sisa baru ditabung. Atau hanya menetapkan porsi untuk tabungan tidak sampai 50% pendapatan. Kalau saya sebaliknya, tabung dulu baru sisanya untuk keperluan. Contoh kasus saat saya fresh graduate dan kerja kantoran, gaji 3 juta. Kemudian, 2 juta saya tabung, yang 1 juta untuk keperluan sebulan: ongkos, pulsa, jajan, biaya laper mata. Emang cukup? Cukup-cukupin lah.. Banyak kok yang bisa dilakukan untuk hemat. Kalau saya biasa puasa Senin-Kamis dan bawa bekal makan siang dari rumah. Temen-temen kantor lama saya pasti hapal kebiasaan ini.. Hahaha...
3. Kalau mau beli sesuatu, tahan diri & tunda untuk cari uang dulu. Dari kecil saya udah terbiasa cari uang dengan cara halal apa pun. Ceritanya pernah saya share di sini. Jadi ketika suatu hari saya laper mata ingin beli sesuatu, saya bikin prinsip "tunggu 2 minggu, kalau masih pengen, baru beli". Nah, selama dua minggu itu, saya cari uang. Biasanya sih jual-jualin barang yang masih layak pakai, cari order nulis freelance, atau bantuin ortu jadi debt collector ke klien yang susah bayar (lumayan dapet fee sekian persen kalau berhasil). Nah, kalau uang udah mencukupi, apakah barang laper mata itu masih ingin dibeli? Kalau iya, cuss beli. Kalau enggak, asik dapet tabungan lagi. So, jatah tabungan di poin 2 ngga diganggu gugat.
4. Cari manfaat, bukan gengsi sesaat. Ketika ingin beli barang (yang tidak termasuk benda laper mata), saya selalu mikir: Apa manfaatnya? Penting kah? Perlu kah? Apa saya nyaman pakainya? Seberapa lama durability barang ini? Kalau beli hp seharga 1,5 juta bisa dipake 2 tahun berarti setahun 750 ribu, sehari biaya hape ini sekitar 2,000. Apa saya bisa cari uang minimal 2,000 sehari? Kalau saya beli macbook seharga belasan juta yang fungsi utama untuk menulis novel dalam jangka waktu 5 tahun, apa royalti novel saya bisa lebih dari harga macbook tadi? Iya, saya sedetail itu. Hahaha... Saya bukan pecinta barang branded dan kalau ternyata barang branded itu bermanfaat ya oke-oke aja. Hp cukup yang bisa sms, telepon, WA, LINE, yang penting pulsa & kuota internet ada. Beli apa pun kriteria saya adalah sesuai kebutuhan, nyaman, cari paling murah.
5. Beli, jual lagi. Seperti yang saya bilang di atas, tentang hobi belanja karena laper mata. Meski begitu, saya juga mikir apa barang ini bisa dijual lagi nantinya? Hahaha.. Saya hobi belanja barang-barang lucu tapi ngga penting di ebay. Entah kenapa saya addicted sama sistem bidding ebay & kalau dapet barang murah hepi banget. Setelah barang dateng, biasanya saya jualin lagi karena ngga perlu-perlu amat.
6. Kecuali lupa bawa dompet saat jalan bareng temen-temen, saya nggak pernah ngutang. Utang ini menjerat banget, apalagi kalau udah kebiasaan, super bahaya. Ortu saya mengajarkan bahwa berapa pun uang yang kita punya, harus cukup, gimana pun caranya, tanpa ngutang. Kecuali ada kejadian berbahaya mengancam nyawa (jangan sampe kejadian), cari utangan ini sumber duit nomor terakhir.
INVESTMENT
Katanya ngga bisa pegang uang cash & semi cash, terus disimpen di mana? Investasi dong yah. Bisa dibilang saya hampir nggak pernah ada uang di rekening tabungan lebih dari 5 juta dalam seminggu. Pernah dengar istilah 'jangan simpan telur dalam box yang sama'? Dalam investasi juga begitu, dibagi-bagi ke beberapa pos. Oiya, jangan dipikir investasi itu harus duitnya banyak macam beli tanah atau rumah. Kurang dari 1,000,000 pun bisa kok.
1. Kursi. Apah? Kursi? Kan ceritanya Tenda Destarata suka sewa-sewain barang untuk event apa pun, kursi selalu memegang peranan penting. Emang pernah datang ke nikahan orang ga ada kursi? Pasti ada kan.. Nah, saya mengalokasikan sebagian tabungan untuk beli kursi, lalu kursi tersebut disewakan, uang 'berbentuk' kursi ini diputer untuk menghasilkan keuntungan. Kalau mengendap di tabungan, nggak bisa kan? Jadi, saya punya barang (pilih kursi berkualitas bagus yang harganya masih tinggi untuk dijual lagi) dan saya dapat uang.
2. Logam Mulia. Kalau nggak punya lahan untuk muter duit gimana? Emas (dalam bentuk keping, bukan perhiasan) ini bentuk paling mudah untuk investasi. Dengan modal 500an ribu, udah bisa beli emas 1 gr. Kenapa LM? Karena harganya relatif mengikuti inflasi. Uang 500 ribu di bank, 10 tahun lagi akan tetap segitu (bahkan berkurang), tapi kalau dibelikan emas, harganya akan naik seiring zaman. LM termasuk investasi aman untuk jangka panjang. Beli sedikit-sedikit, simpan baik-baik, 10 tahun lagi mungkin bisa dijual untuk biaya pendidikan anak.
3. Saham. Ini kalau dijelaskan bisa panjang lebar luar biasa. Pastinya, kalau bisa sedikit analisis ala-ala, beli saham bisa dapat keuntungan % per tahun lebih besar daripada bunga tabungan bank.
4. Nulis novel. Iya, nulls novel itu investasi banget. Usaha keras sekali (investasi waktu, tenaga, pikiran, uang), lalu royalti mengalir.
Sampai saat ini saya cukup nyaman dengan metode di atas. Jadi kalau ada yang tanya kok bisa ujug-ujug beli tiket murah atau pergi backpacking, ya karena saya selalu menabung meski tanpa alasan. Kalau ada tiket promo & pengen jalan-jalan, tinggal cusss cairkan dana. Kalau butuh uang kepepet gimana? Hmmm.. pinjem uang Tenda Destarata, sih. Hahahaha.. Mencairkan saham & jual emas paling butuh 2-3 hari.
Beberapa poin yang perlu diingat: * Mengatur keuangan adalah tentang KEBIASAAN yang berkolerasi dengan perilaku dan gaya hidup. * Yang menyebabkan keuangan seseorang sehat adalah seberapa besar pengeluaran, BUKAN seberapa besar pendapatan. * Status saya single tanpa tanggungan, tanpa cicilan. * Jangan lupa zakat.
Love is real, real is love. -John Lennon-

1. Nggak bisa pegang uang cash & semi cash (tabungan yang bisa diambil mudah seperti ATM, m-banking, gesek debit).2. Suka belanja karena laper mata.3. Punya kemampuan pencatatan keuangan yang cukup baik. Ya kalau ngga punya, gimana bisa ngurus keuangan perusahaan keluarga, yes? Walaupun Tenda Destarata masih level UKM (Usaha Kecil Miliaran #plak, tapi AAMIIINN).4. Anti-HUTANG
Dengan tiga kebiasaan di atas, saya membagi managemen keuangan pribadi menjadi dua hal:
FINANCE ATTITUDE Di bagian ini saya mau cerita gimana sih perlakuan saya terhadap uang dalam keseharian.
1. Pegang sediikiiiiiittt uang cash. Hahaha.. Ini beneran. Punya uang cash dalam dompet bikin suka belanja hanya karena laper mata. Solusinya adalah saya jarang bawa uang lebih dari 50,000 di dompet. Dompetnya pun dompet receh bukan yang panjang bagus-bagus merk LV gitu.. :)). Kalau ada keperluan mendadak gimana? Ah, banyak ATM, kan saya ngga tinggal di hutan. Justru jadi diingatkan kalau niat belanja karena laper mata, harus effort dulu ke ATM kan capek.
2. Saving before shopping. Setahu saya, kebanyakan orang memperlakukan uang mereka dengan menyisihkan sebagian untuk tabungan. Misalnya untuk bayar ini itu, beli itu ini, dan pos-pos keuangan lain, kalau ada sisa baru ditabung. Atau hanya menetapkan porsi untuk tabungan tidak sampai 50% pendapatan. Kalau saya sebaliknya, tabung dulu baru sisanya untuk keperluan. Contoh kasus saat saya fresh graduate dan kerja kantoran, gaji 3 juta. Kemudian, 2 juta saya tabung, yang 1 juta untuk keperluan sebulan: ongkos, pulsa, jajan, biaya laper mata. Emang cukup? Cukup-cukupin lah.. Banyak kok yang bisa dilakukan untuk hemat. Kalau saya biasa puasa Senin-Kamis dan bawa bekal makan siang dari rumah. Temen-temen kantor lama saya pasti hapal kebiasaan ini.. Hahaha...
3. Kalau mau beli sesuatu, tahan diri & tunda untuk cari uang dulu. Dari kecil saya udah terbiasa cari uang dengan cara halal apa pun. Ceritanya pernah saya share di sini. Jadi ketika suatu hari saya laper mata ingin beli sesuatu, saya bikin prinsip "tunggu 2 minggu, kalau masih pengen, baru beli". Nah, selama dua minggu itu, saya cari uang. Biasanya sih jual-jualin barang yang masih layak pakai, cari order nulis freelance, atau bantuin ortu jadi debt collector ke klien yang susah bayar (lumayan dapet fee sekian persen kalau berhasil). Nah, kalau uang udah mencukupi, apakah barang laper mata itu masih ingin dibeli? Kalau iya, cuss beli. Kalau enggak, asik dapet tabungan lagi. So, jatah tabungan di poin 2 ngga diganggu gugat.
4. Cari manfaat, bukan gengsi sesaat. Ketika ingin beli barang (yang tidak termasuk benda laper mata), saya selalu mikir: Apa manfaatnya? Penting kah? Perlu kah? Apa saya nyaman pakainya? Seberapa lama durability barang ini? Kalau beli hp seharga 1,5 juta bisa dipake 2 tahun berarti setahun 750 ribu, sehari biaya hape ini sekitar 2,000. Apa saya bisa cari uang minimal 2,000 sehari? Kalau saya beli macbook seharga belasan juta yang fungsi utama untuk menulis novel dalam jangka waktu 5 tahun, apa royalti novel saya bisa lebih dari harga macbook tadi? Iya, saya sedetail itu. Hahaha... Saya bukan pecinta barang branded dan kalau ternyata barang branded itu bermanfaat ya oke-oke aja. Hp cukup yang bisa sms, telepon, WA, LINE, yang penting pulsa & kuota internet ada. Beli apa pun kriteria saya adalah sesuai kebutuhan, nyaman, cari paling murah.
5. Beli, jual lagi. Seperti yang saya bilang di atas, tentang hobi belanja karena laper mata. Meski begitu, saya juga mikir apa barang ini bisa dijual lagi nantinya? Hahaha.. Saya hobi belanja barang-barang lucu tapi ngga penting di ebay. Entah kenapa saya addicted sama sistem bidding ebay & kalau dapet barang murah hepi banget. Setelah barang dateng, biasanya saya jualin lagi karena ngga perlu-perlu amat.
6. Kecuali lupa bawa dompet saat jalan bareng temen-temen, saya nggak pernah ngutang. Utang ini menjerat banget, apalagi kalau udah kebiasaan, super bahaya. Ortu saya mengajarkan bahwa berapa pun uang yang kita punya, harus cukup, gimana pun caranya, tanpa ngutang. Kecuali ada kejadian berbahaya mengancam nyawa (jangan sampe kejadian), cari utangan ini sumber duit nomor terakhir.
INVESTMENT
Katanya ngga bisa pegang uang cash & semi cash, terus disimpen di mana? Investasi dong yah. Bisa dibilang saya hampir nggak pernah ada uang di rekening tabungan lebih dari 5 juta dalam seminggu. Pernah dengar istilah 'jangan simpan telur dalam box yang sama'? Dalam investasi juga begitu, dibagi-bagi ke beberapa pos. Oiya, jangan dipikir investasi itu harus duitnya banyak macam beli tanah atau rumah. Kurang dari 1,000,000 pun bisa kok.
1. Kursi. Apah? Kursi? Kan ceritanya Tenda Destarata suka sewa-sewain barang untuk event apa pun, kursi selalu memegang peranan penting. Emang pernah datang ke nikahan orang ga ada kursi? Pasti ada kan.. Nah, saya mengalokasikan sebagian tabungan untuk beli kursi, lalu kursi tersebut disewakan, uang 'berbentuk' kursi ini diputer untuk menghasilkan keuntungan. Kalau mengendap di tabungan, nggak bisa kan? Jadi, saya punya barang (pilih kursi berkualitas bagus yang harganya masih tinggi untuk dijual lagi) dan saya dapat uang.
2. Logam Mulia. Kalau nggak punya lahan untuk muter duit gimana? Emas (dalam bentuk keping, bukan perhiasan) ini bentuk paling mudah untuk investasi. Dengan modal 500an ribu, udah bisa beli emas 1 gr. Kenapa LM? Karena harganya relatif mengikuti inflasi. Uang 500 ribu di bank, 10 tahun lagi akan tetap segitu (bahkan berkurang), tapi kalau dibelikan emas, harganya akan naik seiring zaman. LM termasuk investasi aman untuk jangka panjang. Beli sedikit-sedikit, simpan baik-baik, 10 tahun lagi mungkin bisa dijual untuk biaya pendidikan anak.
3. Saham. Ini kalau dijelaskan bisa panjang lebar luar biasa. Pastinya, kalau bisa sedikit analisis ala-ala, beli saham bisa dapat keuntungan % per tahun lebih besar daripada bunga tabungan bank.
4. Nulis novel. Iya, nulls novel itu investasi banget. Usaha keras sekali (investasi waktu, tenaga, pikiran, uang), lalu royalti mengalir.
Sampai saat ini saya cukup nyaman dengan metode di atas. Jadi kalau ada yang tanya kok bisa ujug-ujug beli tiket murah atau pergi backpacking, ya karena saya selalu menabung meski tanpa alasan. Kalau ada tiket promo & pengen jalan-jalan, tinggal cusss cairkan dana. Kalau butuh uang kepepet gimana? Hmmm.. pinjem uang Tenda Destarata, sih. Hahahaha.. Mencairkan saham & jual emas paling butuh 2-3 hari.
Beberapa poin yang perlu diingat: * Mengatur keuangan adalah tentang KEBIASAAN yang berkolerasi dengan perilaku dan gaya hidup. * Yang menyebabkan keuangan seseorang sehat adalah seberapa besar pengeluaran, BUKAN seberapa besar pendapatan. * Status saya single tanpa tanggungan, tanpa cicilan. * Jangan lupa zakat.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on September 19, 2015 20:18