Rhein Fathia's Blog, page 5
March 28, 2018
Review Tablet Amazon Fire HD 8
Gadget baru! Sebagai manusia yang bukan gadgetholic, saya biasa membeli gadget untuk mendukung hobi utama: membaca dan menulis. Sebelumnya pernah menulis review Macbook Air dan Kobo Glo e-reader yang sudah saya miliki hampir 4 tahun dan keduanya masih berfungsi dengan maksimal.
Kali ini saya berkenalan dengan Amazon Fire HD 8 yang saya beli dengan alasan: banyak fungsi dan murah! Pembelian di Singapura seharga 140 SGD (lebih murah dikit dari Kobo Glo yang saya beli di Jepang 110 USD). Setelah memiliki selama kurang lebih dua minggu, mari kita jabarkan review ala-ala gadget ini.
Developer Amazon mengeluarkan tablet seri ini dengan apps bawaan yang nggak terlalu mendukung kebutuhan saya dan kebanyakan apps musti bayar (akulah sahabat miskinmu). Namun tidak perlu khawatir, dengan install PlayStore, semua yang gratisan di sana bisa diunduh layaknya di OS Android biasa.
Untuk kebutuhan menulis, Evernote selalu menjadi andalan karena tersinkronisasi dan bisa diakses dari beragam gadget. Untuk kebutuhan membaca, nah ini yang seru. Di tengah derasnya informasi, saya sadar bahwa bahan bacaan harus berkembang tidak hanya melalui buku, majalah (iya, saya masih baca majalah cetak), dan ebook. Saya perlu lebih dari sekadar Kobo Glo. Maka Amazon Fire HD 8 ini bisa memfasilitasi saya untuk membaca ebook (format PDF, epub, mobi, dll). Lalu saya bisa mendapat berita-berita terbaru melalui Newstand dan NYTimes. Baca komik perlu dong... Standar lah dengan Webtoon. Karena sekarang saya punya hobi baru (nonton TED), tablet ini punya resolusi layar yang oke banget. Urusan musik pun terfasilitasi karena saya bisa rekaman ukulele atau dengar lagu dengan speaker yang menghasilkan suara kece (Dolby, coy!).
click for detail
Dih Rhein, kalau cuma untuk gitu doang mah, di HP juga bisa, kelleus... Mohon maklum, sobat miskin, saya cuma punya sebiji hp cina seri jadul yang bahkan kamera utamanya udah ga berfungsi. Belum lagi kalau baca atau nulis di hp pasti terganggu denting chat, sms jual obat kuat, sama telepon tawaran kartu kredit/KTA. Soalnya kalau udah baca, saya nggak suka diganggu dan sering lupa waktu sampai tiba-tiba baterainya udah mau habis. Ngomong-ngomong batre, dengan pemakaian standar (kadang baca, nonton, nulis) tablet ini bisa bertahan 2x24 jam (kayak laporan pak RT #krik). Untuk ngecas dari 5%-100% perlu sekitar 4-5 jam (iya, lumayan lama) dan penghematan baterai bisa dengan cara matiin wifi. Tapi cukup okelah, lagipula saya belum nemu hp di bawah 1.5 juta yang bisa memfasilitasi kebutuhan di atas tanpa nge-lag. Tablet ini punya 4GB RAM dan memori internal 16GB (bisa pakai microSD juga).
Apalagi yang perlu dibahas ya? Kamera depan belakang jelek (pas saya selfie ngga jadi secantik Ariana Grande). Koneksi via wifi dan bluetooth. Ada fitur blueshade untuk mengurangi cahaya layar agar nyaman saat membaca, meski bagi saya tetap tidak bisa mengalahkan e-ink.
Okay! So far saya puas sama tablet ini. Lumayan nggak perlu bawa laptop kalau untuk traveling 1-2 minggu. Saya nggak tahu tablet ini udah masuk Indonesia atau belum karena produk-produk Amazon emang agak sulit didapat di sini.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Kali ini saya berkenalan dengan Amazon Fire HD 8 yang saya beli dengan alasan: banyak fungsi dan murah! Pembelian di Singapura seharga 140 SGD (lebih murah dikit dari Kobo Glo yang saya beli di Jepang 110 USD). Setelah memiliki selama kurang lebih dua minggu, mari kita jabarkan review ala-ala gadget ini.

Developer Amazon mengeluarkan tablet seri ini dengan apps bawaan yang nggak terlalu mendukung kebutuhan saya dan kebanyakan apps musti bayar (akulah sahabat miskinmu). Namun tidak perlu khawatir, dengan install PlayStore, semua yang gratisan di sana bisa diunduh layaknya di OS Android biasa.
Untuk kebutuhan menulis, Evernote selalu menjadi andalan karena tersinkronisasi dan bisa diakses dari beragam gadget. Untuk kebutuhan membaca, nah ini yang seru. Di tengah derasnya informasi, saya sadar bahwa bahan bacaan harus berkembang tidak hanya melalui buku, majalah (iya, saya masih baca majalah cetak), dan ebook. Saya perlu lebih dari sekadar Kobo Glo. Maka Amazon Fire HD 8 ini bisa memfasilitasi saya untuk membaca ebook (format PDF, epub, mobi, dll). Lalu saya bisa mendapat berita-berita terbaru melalui Newstand dan NYTimes. Baca komik perlu dong... Standar lah dengan Webtoon. Karena sekarang saya punya hobi baru (nonton TED), tablet ini punya resolusi layar yang oke banget. Urusan musik pun terfasilitasi karena saya bisa rekaman ukulele atau dengar lagu dengan speaker yang menghasilkan suara kece (Dolby, coy!).

Dih Rhein, kalau cuma untuk gitu doang mah, di HP juga bisa, kelleus... Mohon maklum, sobat miskin, saya cuma punya sebiji hp cina seri jadul yang bahkan kamera utamanya udah ga berfungsi. Belum lagi kalau baca atau nulis di hp pasti terganggu denting chat, sms jual obat kuat, sama telepon tawaran kartu kredit/KTA. Soalnya kalau udah baca, saya nggak suka diganggu dan sering lupa waktu sampai tiba-tiba baterainya udah mau habis. Ngomong-ngomong batre, dengan pemakaian standar (kadang baca, nonton, nulis) tablet ini bisa bertahan 2x24 jam (kayak laporan pak RT #krik). Untuk ngecas dari 5%-100% perlu sekitar 4-5 jam (iya, lumayan lama) dan penghematan baterai bisa dengan cara matiin wifi. Tapi cukup okelah, lagipula saya belum nemu hp di bawah 1.5 juta yang bisa memfasilitasi kebutuhan di atas tanpa nge-lag. Tablet ini punya 4GB RAM dan memori internal 16GB (bisa pakai microSD juga).
Apalagi yang perlu dibahas ya? Kamera depan belakang jelek (pas saya selfie ngga jadi secantik Ariana Grande). Koneksi via wifi dan bluetooth. Ada fitur blueshade untuk mengurangi cahaya layar agar nyaman saat membaca, meski bagi saya tetap tidak bisa mengalahkan e-ink.
Okay! So far saya puas sama tablet ini. Lumayan nggak perlu bawa laptop kalau untuk traveling 1-2 minggu. Saya nggak tahu tablet ini udah masuk Indonesia atau belum karena produk-produk Amazon emang agak sulit didapat di sini.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on March 28, 2018 05:14
March 9, 2018
Open Water Diving Course - Surat Izin Menyelam
Sebenarnya saya lebih suka luar angkasa, tapi sering terpesona oleh makhluk-makhluk indah di dalam laut dan samudera. Saat pertama kali snorkling bertahun lalu melihat cantiknya terumbu karang dan ikan-ikan seperti menonton Discovery Channel secara siaran langsung, saya bertekad untuk bisa menyelam lebih dalam. Sayangnya saya ini penakut. Hahaha.. Melihat gelapnya laut dalam saja membuat saya sering berpikir aneh-aneh. Bagaimana kalau tiba-tiba muncul makhluk seram dan bahaya? Bagaimana kalau saya tersedot ke kegelapan dan tidak bisa menyelamatkan diri? Bagaimana kalau ini dan itu?
Sejak awal tahun saya berencana untuk mempelajari banyak skill baru. Kemudian terpikirlah untuk merealisasikan keinginan belajar menyelam yang sejak lama tenggelam. Kebetulanada rencana traveling ke Bali dan seorang teman merekomendasikan sekolah selam yang, menurut pengalamannya, oke banget. Setelah kontak-kontakan, disepakati saya akan ambil kelas selam (Open Water Diving Course) selama 3 hari. Hari pertama teori dan adaptasi di kolam. Hari kedua menyelam di Padang Bai. Hari ketiga menyelam di Tulamben. Saya akan cerita sedikit tentang proses mendapatkan SIM (Surat Izin Menyelam) dari PADI Open Water ini.
Hari 1 (12 Februari).Jam 7 pagi waktu Denpasar, saya sudah dijemput dari hostel tempat menginap oleh pihak Scuba Duba Doo (lucu ya namanya) dan berangkat menuju markas mereka. Di sana bertemu pak Tunas yang akan menjadi guru sekaligus instruktur selama proses kursus menyelam ini. Empat jam pertama nonton video yang berisi teori open water mulai dari memilih alat, menyiapkan, menggunakan, sampai bagaimana perawatan. Melalui video ini juga dijelaskan dengan detail tahap-tahap melakukan penyelaman yang sesuai standar keamanan demi keselamatan penyelam sendiri karena kondisi di darat dan laut sudah pasti sangat berbeda. Selesai menonton video dan penjelasan, ada tes teori. Nggak susah, kalau mendengarkan penjelasan pasti bisa.
Usai makan siang, saya dan Pak Tunas menuju salah satu kolam renang di Sanur. Di sini langsung praktik apa-apa yang sudah saya tonton sebelumnya. Bagaimana rasanya? Saya takuuuuuutttttttt!!
Saya bisa renang, tapi menyelam beda perkara. Ada napas yang harus diatur, ada tabung oksigen dan beragam selang yang punya fungsi sendiri-sendiri, ada pemberat tubuh yang perlu dipasang-lepas, ada metode pertolongan pertama saat menyelam, tambahan lagi saya tipe panikan, duh pokokna raripuh weh. Tapi meski dalam keadaan begitu, Pak Tunas mengajarkan dengan telaten secara bertahap sampai saya paham karena demi keselamatan diri sendiri dan buddy di laut.
Malamnya saya merenung, di kolam aja udah takut, gimana nanti di laut? Untungnya semua teman penyelam yang saya hubungi memberi semangat dan bilang akan baik-baik saja.
Hari 2 (13 Februari)Kali ini akan mulai menyelam di laut, tepatnya di Blue Lagoon Padang Bai. Untuk mencapai lokasi penyelaman pakai perahu nelayan. Di sini sekalian praktik bagaimana lompat ke dalam laut. Blue Lagoon ini emang lautnya bikin ngiler ya. Biru jernih banget! Liatnya ada udah bikin semangat nyemplung.
Dan ternyata benar, menyelam di dalam laut tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Isi laut itu indah dan warna warni banget! Ikan-ikan lucu, penyu, terumbu karang warna warni, bahkan pasirnya putih bersih. Saya kayak anak kecil liat mainan baru karena excited. Sayangnya saya nggak punya kamera underwater untuk pamer. Hahaha..
Selain liat-liat kedalaman laut, saya juga mempraktikan apa-apa yang sudah diajarkan dalam teori penyelaman. Bagaimana membuka masker di dalam laut, bagaimana memberi selang oksigen kalau partner selam kita kenapa-kenapa, bagaimana mengatur napas lewat telinga saat ada perbedaan tekanan, bagaimana mengatur gerak tubuh (bouyancy) supaya ala-ala putri duyung (waek :p). Intinya adalah, napas!
Hari 3 (14 Februari)Pagi hari saat Valentine dan Bali diguyur hujan. Saya dibawa ke lokasi penyelaman di Tulamben yang memakan waktu hampir 3 jam perjalanan dari Kuta. Sampai Tulamben, pikiran saya udah jelek aja karena melihat langit gelap, angin kencang, hujan deras, laut lepas, dan ombak ganas. Apalagi kali ini prakteknya menyelam langsung dari pantai yang artinya saya harus menggendong tabung oksigen 12 kilo, pakai pemberat tubuh, dan jalan di pantai berbatu menuju laut lepas. Hasilnya: kelabakan plus panik karena saya diterjang ombak terus. Huhuhu... T_T
Namun setelah berhasil masuk ke dalam laut... WOW.. indaaaahhh... Hahahaha... Ternyata apa pun yang terjadi di darat tidak terlalu berpengaruh di dalam laut. Sempat terdengar suara sssszzzz gitu saat masih dekat permukaan, yang saya kira tabung oksigen kenapa-kenapa, ternyata itu suara hujan deras. Saat menyelam makin dalam, arus tenang, ada taman terumbu karang yang indah banget sumpah! Ikan-ikan lebih variatif dari segi ukuran dan bentuk.
Yang istimewa dari Tulamben adalah adanya kapal US Liberty yang rusak dan akhirnya tenggelam sejak berpuluh tahun lalu. Kapal ini gedeeee banget! Dan indah. Menyelam berkeliling di kapal ini seru dan bikin tekagum-kagum. Sahabat saya mengumpamakan seperti berpetualang di istana laut. Saya melihat gurita yang ngesot-ngesot di dinding kapal, tumbuhan yang warna warni, ikan-ikan cantik yang beragam ukuran (bahkan ada yang besarnya setengah badan saya!). Ada juga ular laut, cacing laut yang kalau liat di TV keluar masuk ke dalam tanah. Macem-macem deh. Ternyata keberadaan kapal karam ini justru menjadi ekosistem baru bagi beragam makhluk laut. Jadi bagi kamu yang merasa hatinya sudah patah berkeping-keping, tenang aja, hati kamu masih bisa jadi rumah yang nyaman dan indah bagi orang lain... #lhakokcurcol
Dengan ini saya resmi dapet SIM (Surat Izin Menyelam) Open Water. Yeay! Untuk penjelasan Open Water, googling ajalah ya karena ada banyak spesifikasi untuk penyelam.
Tiga hari ikut kelas menyelam, ternyata apa-apa yang saya takutkan di awal tidak kejadian sama sekali. Nggak ada makhluk seram (yang ada malah takjub berkali-kali). Nggak ada pusaran kegelapan yang menyedot (hahaha). Yang harus diingat adalah: tenang dan napas layaknya kita napas di darat. Olahraga selam ini juga aman untuk yang pakai jilbab, tinggal pakai penutup kepala. Ditambah lagi gigi saya berkawat alias pakai behel dan awalnya khawatir kenapa-kenapa karena selama di laut harus menggigit regulator. Lalu saya konsultasi dengan dokter gigi. Kebetulan beliau emang dokter gigi TNI AL yang biasa menangani penyelam juga, kata beliau nggak masalah. Usai menyelam nggak lupa laporan sama dokter gigi juga untuk dicek.
Senangkah? Senang bangeeett!! Ambil kelas selam di Scuba Duba Doo asyik karena dari awal saya kontak, dikasih penjelasan detail melalui WhatsApp, diantar jemput dari penginapan, diajarin dengan sabar sampai saya paham dan bisa. Kalau ada yang minat bisa googling Scuba Duba Doo. Atau kontak langsung ke Pak Yadi (0818556275). Beliau ini lumayan sibuk karena sering keluar negeri, tapi tiap kali online pasti WA langsung dibalas.
Oiya, satu hal lagi. Selama kursus selam, yang saya liat penyelam lain orang luar negeri. Bahkan murid kursus yang orang Indonesia hanya saya sendiri. Sayang banget padahal laut Indonesia itu indah luar biasa dan patut dijaga. Semoga dengan sering menyelam, saya bisa ikut menyebarkan awareness tentang menjaga habitat laut Indonesia. :)
Love is real, real is love. -John Lennon-
Sejak awal tahun saya berencana untuk mempelajari banyak skill baru. Kemudian terpikirlah untuk merealisasikan keinginan belajar menyelam yang sejak lama tenggelam. Kebetulanada rencana traveling ke Bali dan seorang teman merekomendasikan sekolah selam yang, menurut pengalamannya, oke banget. Setelah kontak-kontakan, disepakati saya akan ambil kelas selam (Open Water Diving Course) selama 3 hari. Hari pertama teori dan adaptasi di kolam. Hari kedua menyelam di Padang Bai. Hari ketiga menyelam di Tulamben. Saya akan cerita sedikit tentang proses mendapatkan SIM (Surat Izin Menyelam) dari PADI Open Water ini.
Hari 1 (12 Februari).Jam 7 pagi waktu Denpasar, saya sudah dijemput dari hostel tempat menginap oleh pihak Scuba Duba Doo (lucu ya namanya) dan berangkat menuju markas mereka. Di sana bertemu pak Tunas yang akan menjadi guru sekaligus instruktur selama proses kursus menyelam ini. Empat jam pertama nonton video yang berisi teori open water mulai dari memilih alat, menyiapkan, menggunakan, sampai bagaimana perawatan. Melalui video ini juga dijelaskan dengan detail tahap-tahap melakukan penyelaman yang sesuai standar keamanan demi keselamatan penyelam sendiri karena kondisi di darat dan laut sudah pasti sangat berbeda. Selesai menonton video dan penjelasan, ada tes teori. Nggak susah, kalau mendengarkan penjelasan pasti bisa.

Usai makan siang, saya dan Pak Tunas menuju salah satu kolam renang di Sanur. Di sini langsung praktik apa-apa yang sudah saya tonton sebelumnya. Bagaimana rasanya? Saya takuuuuuutttttttt!!
Saya bisa renang, tapi menyelam beda perkara. Ada napas yang harus diatur, ada tabung oksigen dan beragam selang yang punya fungsi sendiri-sendiri, ada pemberat tubuh yang perlu dipasang-lepas, ada metode pertolongan pertama saat menyelam, tambahan lagi saya tipe panikan, duh pokokna raripuh weh. Tapi meski dalam keadaan begitu, Pak Tunas mengajarkan dengan telaten secara bertahap sampai saya paham karena demi keselamatan diri sendiri dan buddy di laut.
Malamnya saya merenung, di kolam aja udah takut, gimana nanti di laut? Untungnya semua teman penyelam yang saya hubungi memberi semangat dan bilang akan baik-baik saja.
Hari 2 (13 Februari)Kali ini akan mulai menyelam di laut, tepatnya di Blue Lagoon Padang Bai. Untuk mencapai lokasi penyelaman pakai perahu nelayan. Di sini sekalian praktik bagaimana lompat ke dalam laut. Blue Lagoon ini emang lautnya bikin ngiler ya. Biru jernih banget! Liatnya ada udah bikin semangat nyemplung.

Dan ternyata benar, menyelam di dalam laut tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Isi laut itu indah dan warna warni banget! Ikan-ikan lucu, penyu, terumbu karang warna warni, bahkan pasirnya putih bersih. Saya kayak anak kecil liat mainan baru karena excited. Sayangnya saya nggak punya kamera underwater untuk pamer. Hahaha..
Selain liat-liat kedalaman laut, saya juga mempraktikan apa-apa yang sudah diajarkan dalam teori penyelaman. Bagaimana membuka masker di dalam laut, bagaimana memberi selang oksigen kalau partner selam kita kenapa-kenapa, bagaimana mengatur napas lewat telinga saat ada perbedaan tekanan, bagaimana mengatur gerak tubuh (bouyancy) supaya ala-ala putri duyung (waek :p). Intinya adalah, napas!

Hari 3 (14 Februari)Pagi hari saat Valentine dan Bali diguyur hujan. Saya dibawa ke lokasi penyelaman di Tulamben yang memakan waktu hampir 3 jam perjalanan dari Kuta. Sampai Tulamben, pikiran saya udah jelek aja karena melihat langit gelap, angin kencang, hujan deras, laut lepas, dan ombak ganas. Apalagi kali ini prakteknya menyelam langsung dari pantai yang artinya saya harus menggendong tabung oksigen 12 kilo, pakai pemberat tubuh, dan jalan di pantai berbatu menuju laut lepas. Hasilnya: kelabakan plus panik karena saya diterjang ombak terus. Huhuhu... T_T

Namun setelah berhasil masuk ke dalam laut... WOW.. indaaaahhh... Hahahaha... Ternyata apa pun yang terjadi di darat tidak terlalu berpengaruh di dalam laut. Sempat terdengar suara sssszzzz gitu saat masih dekat permukaan, yang saya kira tabung oksigen kenapa-kenapa, ternyata itu suara hujan deras. Saat menyelam makin dalam, arus tenang, ada taman terumbu karang yang indah banget sumpah! Ikan-ikan lebih variatif dari segi ukuran dan bentuk.
Yang istimewa dari Tulamben adalah adanya kapal US Liberty yang rusak dan akhirnya tenggelam sejak berpuluh tahun lalu. Kapal ini gedeeee banget! Dan indah. Menyelam berkeliling di kapal ini seru dan bikin tekagum-kagum. Sahabat saya mengumpamakan seperti berpetualang di istana laut. Saya melihat gurita yang ngesot-ngesot di dinding kapal, tumbuhan yang warna warni, ikan-ikan cantik yang beragam ukuran (bahkan ada yang besarnya setengah badan saya!). Ada juga ular laut, cacing laut yang kalau liat di TV keluar masuk ke dalam tanah. Macem-macem deh. Ternyata keberadaan kapal karam ini justru menjadi ekosistem baru bagi beragam makhluk laut. Jadi bagi kamu yang merasa hatinya sudah patah berkeping-keping, tenang aja, hati kamu masih bisa jadi rumah yang nyaman dan indah bagi orang lain... #lhakokcurcol

Dengan ini saya resmi dapet SIM (Surat Izin Menyelam) Open Water. Yeay! Untuk penjelasan Open Water, googling ajalah ya karena ada banyak spesifikasi untuk penyelam.
Tiga hari ikut kelas menyelam, ternyata apa-apa yang saya takutkan di awal tidak kejadian sama sekali. Nggak ada makhluk seram (yang ada malah takjub berkali-kali). Nggak ada pusaran kegelapan yang menyedot (hahaha). Yang harus diingat adalah: tenang dan napas layaknya kita napas di darat. Olahraga selam ini juga aman untuk yang pakai jilbab, tinggal pakai penutup kepala. Ditambah lagi gigi saya berkawat alias pakai behel dan awalnya khawatir kenapa-kenapa karena selama di laut harus menggigit regulator. Lalu saya konsultasi dengan dokter gigi. Kebetulan beliau emang dokter gigi TNI AL yang biasa menangani penyelam juga, kata beliau nggak masalah. Usai menyelam nggak lupa laporan sama dokter gigi juga untuk dicek.
Senangkah? Senang bangeeett!! Ambil kelas selam di Scuba Duba Doo asyik karena dari awal saya kontak, dikasih penjelasan detail melalui WhatsApp, diantar jemput dari penginapan, diajarin dengan sabar sampai saya paham dan bisa. Kalau ada yang minat bisa googling Scuba Duba Doo. Atau kontak langsung ke Pak Yadi (0818556275). Beliau ini lumayan sibuk karena sering keluar negeri, tapi tiap kali online pasti WA langsung dibalas.
Oiya, satu hal lagi. Selama kursus selam, yang saya liat penyelam lain orang luar negeri. Bahkan murid kursus yang orang Indonesia hanya saya sendiri. Sayang banget padahal laut Indonesia itu indah luar biasa dan patut dijaga. Semoga dengan sering menyelam, saya bisa ikut menyebarkan awareness tentang menjaga habitat laut Indonesia. :)
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on March 09, 2018 21:43
February 20, 2018
Antara Senyum, Zona Nyaman, dan Menulis

Beberapa hari lalu seorang teman menelepon dan kami bercerita banyak hal. Saya mengenal dan mengagumi dia sebagai sosok yang punya banyak rencana, cita-cita, dan ambisi. Beberapa bulan terakhir kami sering ngobrol dan saya suka mendengar bagaimana dia punya banyak hal yang ingin dilakukan dalam hidupnya di masa depan. Saya suka melihat orang yang bersemangat memiliki mimpi-mimpi. Meski kadang saya merasa iritasi kalau dia menyentil yang intinya kira-kira: hidup saya tampak gini-gini aja dibanding rencana hidupnya.
Kemudian di percakapan kami yang terakhir, saya cukup merasa tersinggung karena beberapa hal. Pertama, dia bilang saya ini hidupnya terlalu senang-senang dan senyum-senyum aja. Awalnya saya menanggapi hanya dengan tawa karena mengira dia bercanda. Ayolah, apa yang salah dengan murah senyum? Namun ternyata dia serius, katanya saya ini keliatan ketawa-ketawa aja. Hidup itu harus lebih serius. Saya menimpali, "Terus gue harus gimana? Nangis?" Jawabannya tetap sama, hidup saya terlalu banyak diisi dengan senang-senang dan senyum-senyum saja.
Saya sering kesal dengan orang yang mudah sekali menghakimi hidup orang lain dari luarnya saja. Tahukah kamu banyak komedian yang hidupnya selalu senyum dan tertawa, ternyata mati bunuh diri? Apa saya perlu bercerita ke seluruh semesta ketika saya depresi atau bikin vlog ala awkarin saat menangis? Apa saya perlu buat video wawancara dengan karyawan tentang betapa galak dan tegasnya saya di kantor atau saat saya berdebat sengit dengan klien corporation yang mangkir dari kewajiban? Saya menjalani kewajiban dengan serius. Saya tersenyum dan tertawa karena itu membuat saya dan orang lain bahagia.
Kedua, dia mengatakan bahwa saya sedang dalam situasi di zona nyaman. Hidup saya enak, financial cukup, punya kebebasan bisa melakukan apa yang diinginkan. Menurutnya, saya seharusnya bisa mengembangkan potensi diri dan lebih dari yang ada sekarang. Untuk hal ini, saya setuju. Namun ketika dia mengibaratkan saya ini sama saja seperti PNS pemalas yang berangkat pagi pulang sore dan di kantor kerjanya gitu-gitu aja, duh...
Keluarga saya bisnisnya mungkin kecil-kecilan. Tapi yang kami lakukan sudah jauh lebih oke daripada standar hidup manusia Indonesia. Kami membuka lapangan pekerjaan. Menerima pegawai dari daerah pelosok yang paling hanya lulusan SD atau SMP, mendidik mereka, memberi mereka pekerjaan, tempat tinggal, makan, menjamin pendidikan anak-anak mereka, bahkan beberapa pegawai menjadi tulang punggung keluarga di kampung. Kemudian kalau hidup pebisnis itu sering dibilang tampak enak bisa punya banyak waktu luang dan jalan-jalan sesukanya, cobalah ikutan saya begadang sampai pagi dengan was-was kalau event tidak berjalan dengan baik, kalau klien minta tambahan pesanan ini itu saat injury time, kalau hp berdering tak henti saat waktunya istirahat dan serbasalah antara memilih memberikan yang terbaik untuk klien atau waktu istirahat untuk badan sendiri. Begitu itu saya disamakan dengan PNS pemalas? Tanggung jawab kami bukan lagi pada 'atasan', tapi pada perut, kesehatan, dan pendidikan keluarga karyawan.
Ketiga, saat dia bertanya apa passion saya dalam hidup. Kontribusi apa yang ingin saya lakukan di masa depan untuk diri sendiri, negara, bahkan dunia. Saya ini di masa depan ingin melakukan apa sih yang sekiranya berefek gigantis? Mungkin kira-kira begitu maksudnya. Jawaban saya singkat dan sederhana, menulis. Lalu responnya, "Nulis? Doang?" Di sini saya menghela napas. "Iya, doang."
Prinsip saya dalam menulis (terutama buku) selama ini: informatif dan mengajak pada kebaikan. Buku-buku karangan saya emang nggak best-seller amat tapi setidaknya per buku terjual sampai 5,000 eksemplar bahkan beberapa buku bisa belasan ribu eksemplar. Itu tandanya ada puluhan ribu masyarakat Indonesia yang membeli buku saya, membaca buku saya, menyerap informasi dan ajakan kebaikan dari tulisan saya. Itu lebih dari jumlah mahasiswa di kampus gajah, lho. Betul sekali jumlah itu ibarat butiran micin. Namun saya yakin, ada yang tergerak dan terbuka wawasannya karena tulisan-tulisan saya. Dan kontribusi sederhana ini tidak perlu menunggu masa depan karena saya sudah melakukannya sejak di bangku SMA.
Tentu saja saya pun ingin punya ambisi dan rencana hidup yang gigantis manfaatnya bagi semesta. Dan memulainya dengan berbuat hal yang sederhana, real, serta bermanfaat mekipun di lingkaran kecil. Tak perlu menunggu berubah menjadi elang ketika menjadi lebah pun masih bisa bermanfaat.
Lalu kenapa kamu nggak menjelaskan semua ini ke dia saat di telepon, Rhein? Simpel,
"Most people do not listen with the intent to understand; they listen with the intent to reply." ~Stephen R. Covey.
Karena ujung-ujungnya paling saya dibilang, "Ah, lebay lu."
Not all people want to listen to our story, even someone we expected to listen. That's why I prefer to write a lot. Because people who read our writings, they're the real listener.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on February 20, 2018 07:36
February 6, 2018
Trip to Vietnam: Hanoi-Ha Long Bay
Sebenarnya perjalanan ini saya lakukan Oktober 2017 lalu, namun apa daya baru sempat ditulis sekarang. Kemudian kali ini juga kunjungan saya ke Vietnam yang kedua, yang pertama tahun 2015 dan malah tidak saya tulis di blog. Semua karena apa? Tentu karena malas. Hahaha..
Berbekal izin libur dari kantor dan tiket yang nggak murah-murah amat, saya dan adik bertolak ke Vietnam, sempat transit dan bermalam di KLIA2 untuk flight pagi menuju Hanoi. Berhubung kali ini merupakan perjalanan singkat (maklum buruh), otomatis saya nggak bisa go-show ujug-ujug menclok di suatu negara baru dan berpikir mau ngapain aja seperti biasanya. Saya sudah booking hostel dorm (hanya $5! I love Vietnam! Cheap!) dan tujuan saya kali ini jelas: Bermalam di kapal pesiar di Ha Long Bay. Duh, buruh satu ini emang loba gaya pisan.
Hari ke 1
Dari bandara Hanoi kami naik bis umum dengan waktu perjalanan kurang lebih 30 menit ke daerah Old Quarter atau Hoan Kiem District. Sebenarnya di bandara banyak yang menawarkan taksi atau travel gitu tapi kami backpacker murahan jadi pasti pilih transportasi yang enteng di dompet (karena bayar kapal pesiar udah mahal huhu). Sampai di Old Quarter langsung cari kantor The Sinh Tourist, travel agent tempat saya booking wisata pesiar di Ha Long Bay. Saat di Ho Chi Minh 2015 lalu, saya menggunakan jasa travel agent ini untuk tour Delta Mekong hingga ke Mui Ne dan pelayanan mereka memuaskan. Jadi, saya sudah kontak mereka lagi saat masih di Indonesia. Selesai urusan konfirmasi ini itu jemput dimana dll dengan The Sinh Tourist, kami lanjut ke hostel.
Karena memang tidak ada rencana khusus di Hanoi, sore hari di kami lalui dengan jalan-jalan santai di sekitaran Old Quarter, mengunjungi beberapa kuil, wisata kuliner di pinggir jalan, keluar masuk toko souvenir, dan ini yang paling kami suka: mencicipi kopi telur! Enaaakkk bangeeett dan semua pelayannya ramah.
Percayalah, tidak ada kopi beracun di sini
Pemandangan Hoan Kiem Lake di malam hariHari ke 2
Pagi-pagi pihak Sinh Tourist menjemput ke hostel dan sudah ada wisatawan lain (dari Korea, Belgia, dan Myanmar). Perjalanan menggunakan mini bus menuju Ha Long Bay serasa jalan-jalan di pelosok Indonesia tahun 90an, belum banyak pembangunan yang berarti. Mini bus sempat mampir di tempat peristirahatan agar kami bisa beli camilan sekaligus melihat-lihat tempat kerajinan tangan khas Vietnam yang diproduksi oleh para penyandang disabilitas. Layaknya negara Sosialis-Komunis, meski masih termasuk negara miskin tapi segala lapisan masyarakat dijamin oleh negara (CMIIW).
Okeh, siang hari kami sampai di pelabuhan dan langsung cuss ke kapal. Yeeaaayy.. Namanya emang pesiar tapi nggak mewah seperti Titanic dong yes. Dengan harga kurang lebih 1,5 juta rupiah per orang untuk Ha Long Bay Cruise Tour 2D1N ini, kami dapat kamar di kapal dengan twin bed, pemandangan indah ke laut lepas dari jendela, kamar mandi di dalam komplit dengan segala keperluan toiletris, shower, WC duduk, bersih, ada air hangat, makan dan air mineral selama di kapal (tapi tidak termasuk minum tambahan seperti bir, jus, dll). Terus apalagi ya? Oh, sudah termasuk tiket2 tour selama 2 hari 1 malam ke lokasi-lokasi di Ha Long Bay. Konon menurut tour guide, harga ini selalu naik setiap tahun karena wisatawan yang datang semakin banyak apalagi setelah adanya film King Kong.
Aye Aye, Captain!
Pemandangan dari dalam kamarKapal melaju dan meliuk-liuk di antara pulau-pulau kecil ke tujuan pertama yaitu Sung Sot Cave yang artinya Surprise Cave. Mengapa dinamakan seperti itu? Zaman dulu sekali saat Vietnam belum seterkenal sekarang, ada 2 perempuan Prancis yang berpetualang dan menemukan gua ini. Karena isi gua yang sangat luas dan menakjubkan, mereka pun merasa surprise. Jadilah dinamakan Surprise Cave. Agak garing sih ceritanya tapi ya emang gitu. Hahaha...
Hal yang saya perhatikan dan rasakan setiap kali backpacking ke Vietnam (Ho Chi Minh City dan Hanoi) adalah bagaimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola pariwisata negara ini. Mereka sadar bahwa negara mereka baru saja 'membuka diri' pada dunia. Dengan potensi alam yang indah, mereka tahu bagaimana membuat para turis nyaman dengan mengelola alam agar mudah dijelajahi dan dinikmati tanpa merusak kondisi aslinya.
Usai keliling gua, kapal meluncur lagi meliuk-liuk di antara pulau-pulau kecil Ha Long Bay. Sepanjang perjalanan, saya nggak melihat ada yang berenang di laut, sih. Menurut kabar seorang teman yang pernah diving di Vietnam pun isi lautnya nggak bagus. Berbeda dengan karakter pulau di Indonesia maupun Thailand yang memiliki pantai, sebagian besar pulau di Teluk Ha Long ini termasuk jenis pulau kapur yang menjulang dari dalam laut.
Selang beberapa menit di kapal, eh ternyata kami sampai di sebuah pulau yang ada pantainya! Nama pulau diambil dari seorang kosmonot Soviet, Gherman Stepanovich Titov, yang pernah berkunjung ke pulau ini. Namun sepertinya masyarakat Ha Long ini ada keturunan Sunda karena akhirnya pulau ini bernama Ti Top Island. Mungkin begini kira-kira ceritanya,
Usep: Maneh nyaho teu, aya jelema nu pernah ka luar angkasa rek ulin ka dieu. Asep: Saha? Manusia luar angkasa?Usep: Lain. Ieu bujang ti Sopiet, rek ulin ka pulau-pulau. Lalu datanglah rombongan Gherman Titov menyusuri Ha Long Bay nan indah dan mendarat di sebuah pulau. Berita kedatangan kosmonot ini menyebar ke seluruh penjuru Vietnam dan disiarkan di segala gelombang radio serta menjadi perbincangan para lambe. Meski rombongan Titov sudah kembali ke negeri asalnya, ceritanya masih menarik untuk disimak. Hingga akhirnya.Usep: Urang rek ulin ah.Asep: Kamana?Usep: Eta, ka pulauna si Ti Top.
Di pulau ini, kita bisa berenang tapi dibatasi hanya seuprit. Paling hanya kecipak-kecipak main air di bibir pantai. Lalu ada pilihan juga untuk mendaki ke puncak pulau yang terdiri dari 300 anak tangga, dari tanah, curam, tempat pegangan hanya seutas tali atau ranting-ranting pohon yang menjuntai, selama naik mikirnya "Gusti ini kapan sampe kok kayak mendaki Korin Tower di Dragon Ball." Pokoknya pas sampai puncak hayati lelah plus ngos-ngosan pisan deh.
Tapi... Tapi... Tapi.... Kalau kalian pernah lihat foto-foto super indah yang menyatakan bahwa Ha Long Bay adalah salah satu UNESCO World Heritage, di sinilah tempatnya. Nggak perlu jadi potograper profesional untuk bisa dapat gambar ini. Taraaaaaa
Udah iri belum?Awalnya saya pikir karena mendaki pulau ini melelahkan, bakal sedikit yang niat banget sampai ke puncak. Eh ternyata penuh! Susah banget mau ambil foto juga. Untunglah saya berbadan mungil jadi bisa nyelip di antara ketek para bule untuk ambil foto di atas. Oh, pas di sini kami ketemu pasangan dari Afrika. Usia keduanya sekitar 40an tahun dan sempat minta tolong adik saya untuk ambil foto mereka berdua. Ternyata yah.. hapenya Nokia jaduuuuuuullll pisan yang kamera masih VGA gitu. Dan hanya itu satu-satunya gadget yang mereka bawa. Kami agak sedih pengen menawarkan memfotokan pakai kamera kami dan dikirim melalui email tapi sayangnya mereka nggak ngerti bahasa Inggris. Namun mereka tetap senyum-senyum dan berbinar bahagia. Yah, sejatinya selama saling bersyukur bersama orang terkasih, kondisi apa pun bisa bikin bahagia kan.
Makan malam di kapal menyenangkan. Kami sudah request makanan halal selama di kapal. Semua seafood dimasak dan disajikan dalam keadaan masih segar karena sebagian mancing langsung selama perjalanan. Usai makan malam, saatnya santai-santai di dek kapal menikmati langit berbintang sembari terombang-ambing di laut tenang. Sebenarnya banyak tour keliling Ha Long Bay yang menawarkan perjalanan sehari tanpa menginap. Tapi saya selalu suka sensasi terasing, jauh dari hingar bingar, tanpa sinyal di hp, tenang di bawah langit malam.
Hari ke 3
Subuh-subuh kami sudah bangun dan langsung menuju dek kapal. Ngapain? Ngincer pemandangan ini.
rise and shine!Saya sempat bikin cover lagu ala-ala yang bisa diliat di instagram @rheinfathia hehehe. Selesai sarapan, kami dibawa ke tempat budidaya mutiara yang hasilnya cantik-cantik bangeeeettt! Dijelaskan juga jenis-jenis kerang dan gimana proses 'kelahiran' mutiara yang memakan waktu cukup lama. Harganya? Mahal!
Puas melihat mutiara (tanpa membeli karena kutakpunyawang), saatnya kayaking! Ini seru-seru deg-degan. Seru karena alamnya bagus banget untuk dieksplorasi. Deg-degan karena takut kecebur. Kami dikasih kesempatan berkeliling ke pulau-pulau selama kurang lebih 1 jam. Suasana laut tenang, cuaca adem, laut jernih, pulau-pulau yang belum terjamah manusia, menimbulkan kesan magis tersendiri. Pastinya di sini aman, nggak ada King Kong atau makhluk buas lainnya.
Kayaking menjadi aktivitas penutup selama di Ha Long Bay. Kami kembali ke kapal, beres-beres, makan siang, dan kembali ke Hanoi. Mau lagi nggak ke sini? MAU DONG!
Keesokan paginya kami cuss kembali ke Jakarta. Berapa biaya seluruh trip ini? Saya nggak hitung detail sih, tapi kurang lebih 4,5 juta rupiah sudah termasuk tiket PP, tour Ha Long Bay, penginapan di Hanoi, makan, dan jajan-jajan.
Sampai jumpa di cerita traveling berikutnya. *dadah..dadah..*
Love is real, real is love. -John Lennon-

Berbekal izin libur dari kantor dan tiket yang nggak murah-murah amat, saya dan adik bertolak ke Vietnam, sempat transit dan bermalam di KLIA2 untuk flight pagi menuju Hanoi. Berhubung kali ini merupakan perjalanan singkat (maklum buruh), otomatis saya nggak bisa go-show ujug-ujug menclok di suatu negara baru dan berpikir mau ngapain aja seperti biasanya. Saya sudah booking hostel dorm (hanya $5! I love Vietnam! Cheap!) dan tujuan saya kali ini jelas: Bermalam di kapal pesiar di Ha Long Bay. Duh, buruh satu ini emang loba gaya pisan.
Hari ke 1
Dari bandara Hanoi kami naik bis umum dengan waktu perjalanan kurang lebih 30 menit ke daerah Old Quarter atau Hoan Kiem District. Sebenarnya di bandara banyak yang menawarkan taksi atau travel gitu tapi kami backpacker murahan jadi pasti pilih transportasi yang enteng di dompet (karena bayar kapal pesiar udah mahal huhu). Sampai di Old Quarter langsung cari kantor The Sinh Tourist, travel agent tempat saya booking wisata pesiar di Ha Long Bay. Saat di Ho Chi Minh 2015 lalu, saya menggunakan jasa travel agent ini untuk tour Delta Mekong hingga ke Mui Ne dan pelayanan mereka memuaskan. Jadi, saya sudah kontak mereka lagi saat masih di Indonesia. Selesai urusan konfirmasi ini itu jemput dimana dll dengan The Sinh Tourist, kami lanjut ke hostel.
Karena memang tidak ada rencana khusus di Hanoi, sore hari di kami lalui dengan jalan-jalan santai di sekitaran Old Quarter, mengunjungi beberapa kuil, wisata kuliner di pinggir jalan, keluar masuk toko souvenir, dan ini yang paling kami suka: mencicipi kopi telur! Enaaakkk bangeeett dan semua pelayannya ramah.


Pagi-pagi pihak Sinh Tourist menjemput ke hostel dan sudah ada wisatawan lain (dari Korea, Belgia, dan Myanmar). Perjalanan menggunakan mini bus menuju Ha Long Bay serasa jalan-jalan di pelosok Indonesia tahun 90an, belum banyak pembangunan yang berarti. Mini bus sempat mampir di tempat peristirahatan agar kami bisa beli camilan sekaligus melihat-lihat tempat kerajinan tangan khas Vietnam yang diproduksi oleh para penyandang disabilitas. Layaknya negara Sosialis-Komunis, meski masih termasuk negara miskin tapi segala lapisan masyarakat dijamin oleh negara (CMIIW).

Okeh, siang hari kami sampai di pelabuhan dan langsung cuss ke kapal. Yeeaaayy.. Namanya emang pesiar tapi nggak mewah seperti Titanic dong yes. Dengan harga kurang lebih 1,5 juta rupiah per orang untuk Ha Long Bay Cruise Tour 2D1N ini, kami dapat kamar di kapal dengan twin bed, pemandangan indah ke laut lepas dari jendela, kamar mandi di dalam komplit dengan segala keperluan toiletris, shower, WC duduk, bersih, ada air hangat, makan dan air mineral selama di kapal (tapi tidak termasuk minum tambahan seperti bir, jus, dll). Terus apalagi ya? Oh, sudah termasuk tiket2 tour selama 2 hari 1 malam ke lokasi-lokasi di Ha Long Bay. Konon menurut tour guide, harga ini selalu naik setiap tahun karena wisatawan yang datang semakin banyak apalagi setelah adanya film King Kong.


Hal yang saya perhatikan dan rasakan setiap kali backpacking ke Vietnam (Ho Chi Minh City dan Hanoi) adalah bagaimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola pariwisata negara ini. Mereka sadar bahwa negara mereka baru saja 'membuka diri' pada dunia. Dengan potensi alam yang indah, mereka tahu bagaimana membuat para turis nyaman dengan mengelola alam agar mudah dijelajahi dan dinikmati tanpa merusak kondisi aslinya.


Usai keliling gua, kapal meluncur lagi meliuk-liuk di antara pulau-pulau kecil Ha Long Bay. Sepanjang perjalanan, saya nggak melihat ada yang berenang di laut, sih. Menurut kabar seorang teman yang pernah diving di Vietnam pun isi lautnya nggak bagus. Berbeda dengan karakter pulau di Indonesia maupun Thailand yang memiliki pantai, sebagian besar pulau di Teluk Ha Long ini termasuk jenis pulau kapur yang menjulang dari dalam laut.
Selang beberapa menit di kapal, eh ternyata kami sampai di sebuah pulau yang ada pantainya! Nama pulau diambil dari seorang kosmonot Soviet, Gherman Stepanovich Titov, yang pernah berkunjung ke pulau ini. Namun sepertinya masyarakat Ha Long ini ada keturunan Sunda karena akhirnya pulau ini bernama Ti Top Island. Mungkin begini kira-kira ceritanya,
Usep: Maneh nyaho teu, aya jelema nu pernah ka luar angkasa rek ulin ka dieu. Asep: Saha? Manusia luar angkasa?Usep: Lain. Ieu bujang ti Sopiet, rek ulin ka pulau-pulau. Lalu datanglah rombongan Gherman Titov menyusuri Ha Long Bay nan indah dan mendarat di sebuah pulau. Berita kedatangan kosmonot ini menyebar ke seluruh penjuru Vietnam dan disiarkan di segala gelombang radio serta menjadi perbincangan para lambe. Meski rombongan Titov sudah kembali ke negeri asalnya, ceritanya masih menarik untuk disimak. Hingga akhirnya.Usep: Urang rek ulin ah.Asep: Kamana?Usep: Eta, ka pulauna si Ti Top.
Di pulau ini, kita bisa berenang tapi dibatasi hanya seuprit. Paling hanya kecipak-kecipak main air di bibir pantai. Lalu ada pilihan juga untuk mendaki ke puncak pulau yang terdiri dari 300 anak tangga, dari tanah, curam, tempat pegangan hanya seutas tali atau ranting-ranting pohon yang menjuntai, selama naik mikirnya "Gusti ini kapan sampe kok kayak mendaki Korin Tower di Dragon Ball." Pokoknya pas sampai puncak hayati lelah plus ngos-ngosan pisan deh.
Tapi... Tapi... Tapi.... Kalau kalian pernah lihat foto-foto super indah yang menyatakan bahwa Ha Long Bay adalah salah satu UNESCO World Heritage, di sinilah tempatnya. Nggak perlu jadi potograper profesional untuk bisa dapat gambar ini. Taraaaaaa

Makan malam di kapal menyenangkan. Kami sudah request makanan halal selama di kapal. Semua seafood dimasak dan disajikan dalam keadaan masih segar karena sebagian mancing langsung selama perjalanan. Usai makan malam, saatnya santai-santai di dek kapal menikmati langit berbintang sembari terombang-ambing di laut tenang. Sebenarnya banyak tour keliling Ha Long Bay yang menawarkan perjalanan sehari tanpa menginap. Tapi saya selalu suka sensasi terasing, jauh dari hingar bingar, tanpa sinyal di hp, tenang di bawah langit malam.
Hari ke 3
Subuh-subuh kami sudah bangun dan langsung menuju dek kapal. Ngapain? Ngincer pemandangan ini.


Puas melihat mutiara (tanpa membeli karena kutakpunyawang), saatnya kayaking! Ini seru-seru deg-degan. Seru karena alamnya bagus banget untuk dieksplorasi. Deg-degan karena takut kecebur. Kami dikasih kesempatan berkeliling ke pulau-pulau selama kurang lebih 1 jam. Suasana laut tenang, cuaca adem, laut jernih, pulau-pulau yang belum terjamah manusia, menimbulkan kesan magis tersendiri. Pastinya di sini aman, nggak ada King Kong atau makhluk buas lainnya.


Kayaking menjadi aktivitas penutup selama di Ha Long Bay. Kami kembali ke kapal, beres-beres, makan siang, dan kembali ke Hanoi. Mau lagi nggak ke sini? MAU DONG!
Keesokan paginya kami cuss kembali ke Jakarta. Berapa biaya seluruh trip ini? Saya nggak hitung detail sih, tapi kurang lebih 4,5 juta rupiah sudah termasuk tiket PP, tour Ha Long Bay, penginapan di Hanoi, makan, dan jajan-jajan.
Sampai jumpa di cerita traveling berikutnya. *dadah..dadah..*
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on February 06, 2018 00:33
February 2, 2018
Family Gathering Tenda Destarata
Minggu lalu, Tenda Destarata kembali mengadakan Family Gathering, sebuah event tahunan yang intinya piknik seluruh karyawan dan keluarganya. Berdasarkan beragam usulan akhirnya disepakati kami main ke DUFAN. Kok Dufan? Ya gimana dong, mau ke tempat wisata alam macam di puncak nginep di villa, udah pada bosen lha wong kami biasa banyak orderan pasang tenda dan dekorasi di sana. Mau yang agak jauh macam ke Sukabumi, Pelabuhan Ratu, Sawarna, dll, lha kebanyakan karyawan justru berasal dari sana jadi bagi mereka udah nggak seru. Hahaha... Mereka justru belum banyak tahu Jakarta dan wisata modern. Yasudah, cuss!
Persiapan untuk liburan perusahaan UKM ini ternyata nggak terlalu sulit. Saya hanya pesan bis (Big Bird, yang rekomended banget karena pelayanan memuaskan), pesan tiket Dufan (karena banyak orang jadi harga lebih murah), dan pesan makan katering (di salah satu restoran di Dufan supaya gampang dan murah).
Alhamdulillah acara berjalan lancar, perjalanan nggak macet sama sekali, cuaca sempat hujan sedikit tapi selanjutnya cerah relatif adem karena hujan tadi. Karyawan dan keluarga mereka juga tampak senang coba sana-sini beragam wahana termasuk makan siang bersama. Kebetulan kebanyakan karyawan masih berusia muda jadi fisiknya kuat. Selama perjalanan pulang pergi di bis juga nggak pernah sepi. Saya dan orang tua sudah merancang doorprize bagi yang berani nyanyi karaoke atau bisa menjawab pertanyaan. Di akhir piknik saat pulang, kami sempat bertanya kesan-kesan karyawan atas piknik dan menampung usulan lokasi untuk Family Gathering tahun depan. Mereka bilang puas banget atas piknik hari itu.
karena tak hanya bosnya yang hobi nyanyi dan partyTernyata, di balik segala cerita traveling saya ke beragam negara, melihat para karyawan bahagia hanya dengan main ke Dufan, rasanya bikin hati meleleh terharu dan senang. Bahagia bisa sesederhana itu.
Love is real, real is love. -John Lennon-

Persiapan untuk liburan perusahaan UKM ini ternyata nggak terlalu sulit. Saya hanya pesan bis (Big Bird, yang rekomended banget karena pelayanan memuaskan), pesan tiket Dufan (karena banyak orang jadi harga lebih murah), dan pesan makan katering (di salah satu restoran di Dufan supaya gampang dan murah).

Alhamdulillah acara berjalan lancar, perjalanan nggak macet sama sekali, cuaca sempat hujan sedikit tapi selanjutnya cerah relatif adem karena hujan tadi. Karyawan dan keluarga mereka juga tampak senang coba sana-sini beragam wahana termasuk makan siang bersama. Kebetulan kebanyakan karyawan masih berusia muda jadi fisiknya kuat. Selama perjalanan pulang pergi di bis juga nggak pernah sepi. Saya dan orang tua sudah merancang doorprize bagi yang berani nyanyi karaoke atau bisa menjawab pertanyaan. Di akhir piknik saat pulang, kami sempat bertanya kesan-kesan karyawan atas piknik dan menampung usulan lokasi untuk Family Gathering tahun depan. Mereka bilang puas banget atas piknik hari itu.

Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on February 02, 2018 22:45
January 7, 2018
Belajar Skill Baru: Leatherwork
Sabtu lalu saya ikutan workshop membuat tas dari bahan kulit (leather). Sebenarnya dari dulu saya suka dengan barang-barang fashion yang terbuat dari bahan kulit karena menampilkan kesan simple, classic, elegant. Tapi kan tak dapat dipungkiri harganya mahal yeee (maklum anak kismin). Pas waktu kuliah di Bandung, pernah berniat untuk mencoba DIY bikin pouch berbahan leather supaya bisa lebih murah. Udah beli bahan-bahan bareng Angie, download beragam pattern dari pinterest. Hasilnya? Jelek (ya menurut looo). Mulai dari potongan salah, hasil jahit mesin yang ngga rapi, pokoknya itu pouch ngga kepake.
Kemudian akhir tahun kemarin saya lihat di instagram @indoestri mereka membuka kelas leatherwork untuk membuat drawstring bag. Kebetulan salah satu resolusi saya tahun ini adalah menambah hard-skill. Terus, testimoni seorang teman yang pernah ikutan workshop di @indoestri ternyata kelasnya bagus. Setelah saya ikutan workshop juga merasa terpuaskan karena:1. Kita tinggal bawa diri, semua bahan disiapkan oleh pihak @indoestri.2. Semua pengetahuan dan teknik diajarkan dari dasar secara bertahap sehingga yang nggak tahu apa-apa mudah memahami dan bisa mengikuti kelas dengan baik.3. Pengajar friendly dan helpful banget. Kalau nggak ngerti pasti dibantuin.4. Bisa bawa hasil karya kita langsung saat kelas selesai. Ini penting banget! Karena saya yang awalnya zero experience tentang leather dapet banyak input dan outputnya jelas keliatan ada tas yang saya buat sendiri.
Informasi lengkap tentang @indoestri bisa kepoin instagramya aja. Mereka biasa membuka kelas workshop tiap weekend dan beragam jenisnya.
Nah, pembuatan leather drawstring bag ini sebenarnya nggak terlalu sulit meski nggak gampang-gampang amat juga. Meski akhirnya saya menyadari kenapa barang fashion dari bahan kulit apalagi yang handmade harganya mahal (melelahkan, cuy).
Pertama-tama kita dikasih silabus yang salah satunya berupa pola tas dan peralatan (tools) apa saja yang diperlukan. Untuk tools juga nggak terlalu ribet dan bisa didapatkan dengan mudah (kebetulan Bapak saya kan profesinya tukang, jadi cukup familiar dan senang karena asik bisa latihan tanpa perlu beli alat lagi). Tahap selanjutnya diajarkan bagaimana membuat pola yang presisi, bagaimana teknik memotong bahan kulit agar rapi, bagaimana teknik melipat sebelum dijahit supaya si kulit nggak geser-geser.
Selesai tahap dasar, mulai diajarkan bagaimana teknik membuat lubang bagi yang perlu dibuat lubang. Pas bagian ini berasa banget jadi tukang karena harus pakai palu. Jadi sekelas berisik banget sama suara jdak-jdok. Apalagi karena pembuatan tas kali ini tanpa mesin jahit, untuk bagian yang perlu dijahit perlu dibuat lubangnya dulu di sepanjang jalur jahitan. Karena kalau nggak begitu, susah banget nusuk pakai jarumnya.
Tahap paling lama tentu saat menjahit apalagi dengan teknik 2 jarum keluar masuk lubang dan harus sama persis jarum mana bagian atas dan jarum mana bagian bawah. Lumayan tricky dan menguji kesabaran meski saya pribadi lebih suka teknik jahit tangan gini daripada mesin (karena beli mesin kan mahal, yes).
Setelah 7 (iya, TUJUH) jam berlalu, finally tasnya jadiiiii! Yeay... Hayati lelah tapi bahagia. Hahahaha... Ukuran tasnya muat untuk keperluan hangout (isi: hp, dompet, e-reader, notes, make up pouch, kacamata). Sesuai banget sama tas ideal versi saya: simpel, klasik, bahan bagus, fungsional. Next time kalau saya lagi niat bikin-bikin DIY untuk latihan, mungkin akan posting di sini. Kalau mood.
my first DIY leather bag. Taarrraaaa
Kemudian akhir tahun kemarin saya lihat di instagram @indoestri mereka membuka kelas leatherwork untuk membuat drawstring bag. Kebetulan salah satu resolusi saya tahun ini adalah menambah hard-skill. Terus, testimoni seorang teman yang pernah ikutan workshop di @indoestri ternyata kelasnya bagus. Setelah saya ikutan workshop juga merasa terpuaskan karena:1. Kita tinggal bawa diri, semua bahan disiapkan oleh pihak @indoestri.2. Semua pengetahuan dan teknik diajarkan dari dasar secara bertahap sehingga yang nggak tahu apa-apa mudah memahami dan bisa mengikuti kelas dengan baik.3. Pengajar friendly dan helpful banget. Kalau nggak ngerti pasti dibantuin.4. Bisa bawa hasil karya kita langsung saat kelas selesai. Ini penting banget! Karena saya yang awalnya zero experience tentang leather dapet banyak input dan outputnya jelas keliatan ada tas yang saya buat sendiri.
Informasi lengkap tentang @indoestri bisa kepoin instagramya aja. Mereka biasa membuka kelas workshop tiap weekend dan beragam jenisnya.
Nah, pembuatan leather drawstring bag ini sebenarnya nggak terlalu sulit meski nggak gampang-gampang amat juga. Meski akhirnya saya menyadari kenapa barang fashion dari bahan kulit apalagi yang handmade harganya mahal (melelahkan, cuy).

Pertama-tama kita dikasih silabus yang salah satunya berupa pola tas dan peralatan (tools) apa saja yang diperlukan. Untuk tools juga nggak terlalu ribet dan bisa didapatkan dengan mudah (kebetulan Bapak saya kan profesinya tukang, jadi cukup familiar dan senang karena asik bisa latihan tanpa perlu beli alat lagi). Tahap selanjutnya diajarkan bagaimana membuat pola yang presisi, bagaimana teknik memotong bahan kulit agar rapi, bagaimana teknik melipat sebelum dijahit supaya si kulit nggak geser-geser.
Selesai tahap dasar, mulai diajarkan bagaimana teknik membuat lubang bagi yang perlu dibuat lubang. Pas bagian ini berasa banget jadi tukang karena harus pakai palu. Jadi sekelas berisik banget sama suara jdak-jdok. Apalagi karena pembuatan tas kali ini tanpa mesin jahit, untuk bagian yang perlu dijahit perlu dibuat lubangnya dulu di sepanjang jalur jahitan. Karena kalau nggak begitu, susah banget nusuk pakai jarumnya.


Tahap paling lama tentu saat menjahit apalagi dengan teknik 2 jarum keluar masuk lubang dan harus sama persis jarum mana bagian atas dan jarum mana bagian bawah. Lumayan tricky dan menguji kesabaran meski saya pribadi lebih suka teknik jahit tangan gini daripada mesin (karena beli mesin kan mahal, yes).
Setelah 7 (iya, TUJUH) jam berlalu, finally tasnya jadiiiii! Yeay... Hayati lelah tapi bahagia. Hahahaha... Ukuran tasnya muat untuk keperluan hangout (isi: hp, dompet, e-reader, notes, make up pouch, kacamata). Sesuai banget sama tas ideal versi saya: simpel, klasik, bahan bagus, fungsional. Next time kalau saya lagi niat bikin-bikin DIY untuk latihan, mungkin akan posting di sini. Kalau mood.

Published on January 07, 2018 08:24
December 26, 2017
2017 Wrapped - Remember Me
Tanggal 1 Januari 2017 pukul 05.30 a.m waktu bagian Western Australia, kaki saya melangkah setengah berlari menuju restoran di kawasan wisata kota Fremantle. Kala itu musim panas, liburan sekolah, masih suasana Natal dan tahun baru, serta menyambut Australian Day. Otomatis restoran tempat saya bekerja tidak pernah sepi pengunjung. Sibuknya bulan januari sampai membuat kaki saya kram tiap bangun pagi.
Badai pasti berlaluSaya mengawali tahun ini dengan anxiety dan depresi.
Hidup berpindah di 4 kota (Fremantle, Sydney, Melbourne, dan pulang ke Bogor), berkunjung ke entah berapa lokasi wisata, singgah di entah berapa hostel. Tampak menyenangkan karena jalan-jalan terus? Di balik itu semua, kondisi saya tidak seindah apa-apa yang saya posting di instagram. :)
Awal tahun bukan waktu yang menyenangkan bagi saya. Ada emosi tak terkendali, ada derai air mata, ada jam kerja panjang untuk pengalih stress, ada dentam musik di club tiap akhir minggu, ada bercangkir-cangkir kopi yang saya harap bisa meredakan cemas, ada botol-botol alkohol yang membantu agar saya bisa tertidur lelap, ada aplikasi berbayar yang harus saya beli demi membantu pikiran rileks, ada senyum dan tawa lebar yang tak pernah lepas untuk menutupi semuanya. Satu hal yang paling saya syukuri, masih ada para sahabat yang mau mendengar dan menerima saat saya sekacau itu.
Problem apa yang saya alami hingga mengalami fase hidup seperti itu tidak terlalu menarik dibahas. Yang saya suka adalah saya banyak belajar selama setahun ini.
Pertama, saya belajar bahwa bahagia harus dipaksakan. Ketahuilah, hidup tanpa mimpi dan obsesi itu ternyata menyeramkan sekali. Dalam keadaan "My brain can't work well, so I don't know what to do in my life anymore.", saya merasa seperti merangkak untuk melanjutkan hidup. Saya yang penulis dan sejak dulu menjadikan menulis sebagai terapi untuk apa pun, ternyata tidak mempan lagi. Saya berkonsultasi dengan teman psikolog. Otak saya memerintahkan; jangan manja dan me-menye-menye diri sendiri, harus bahagia! Pilihannya: bahagia atau mati rasa.
Ketika quote-quote inspiratif tidak lagi bisa menghibur dan puluhan sujud tidak lagi menenangkan pikiran, saatnya science beraksi. Olahraga! Saya jogging minimal 30 menit tiap pagi. Endorfin, dopamin, serotonin, you named it. Perlahan, saya merasa hidup mulai nggak suram-suram amat. Otak kembali bekerja dan menyadari bahwa saya tipikal manusia pembelajar yang selalu perlu dirangsang rasa ingin tahunya akan hal baru. Saya belajar main musik.
Kedua, saya belajar bahwa saya tidak memiliki apa pun di dunia ini. Not even my breath. Maka ketika tahun ini saya mengalami perpisahan berulang kali yang tak lepas dari linangan air mata (iya, saya melankolis sekali), ketika saya ingin memeluk erat apa yang pernah saya miliki tapi harus saya lepaskan, ketika saya ingin ini itu dan tak peduli sekuat apa pun saya berusaha ternyata tidak bisa saya dapatkan. Saya harus bagaimana? Saya pernah meminta, "Tuhan, tolong udahan." namun akhirnya berganti doa, "Tuhan beri saya kesabaran."
Mengurangi "perasaan memiliki" ternyata bagus juga untuk psikis saya. Termasuk mengurangi ekspektasi yang ternyata salah satu racun dunia. Apalagi berekspektasi orang lain akan begini dan begitu pada kita atau perjalanan hidup akan seindah story selebgram. Berulang kali saya mencoba untuk menenangkan diri, menarik napas panjang, menutup mata, mengikhlaskan apa yang memang akan pergi atau lepas dari hidup saya. Sampai ketika membuka mata, saya bisa melihat lebih jelas apa-apa atau siapa saja yang memang ada untuk saya. Atau saya untuk mereka. I learn to appreciate them wisely.
Ketiga, saya belajar menertawakan diri sendiri. Tahun ini bertepatan dengan ulang tahun saya yang ketiga puluh. Saya masih suka mencoba hal baru. Bedanya, kalau dulu saya lebih suka coba-coba sendiri dan baru berekspresi ketika saya sudah bisa, kali ini saya tidak terlalu peduli terlihat bodoh atau tidak mampu. Ayolah, saya sudah cukup tua untuk memikirkan gengsi. Saya belajar masak, eh ternyata hancur total sampai-sampai masakan saya malah dibuang sama chef. Saya belajar musik dan nyanyi meski suara sumbang serta ngga peduli untuk upload di sosmed atau tampil di depan umum. Saya belajar gambar ada yang komentar kalau gambar anak SD lebih bagus. Saya belajar motret meski masih sering dipoles efek dari aplikasi. Saya belajar mencintai meski pada akhirnya tidak dihargai sama sekali.
Yang menyenangkan, saya masih punya sahabat yang bisa saya ceritakan semua hal bodoh tersebut dan kami menertawakan itu semua.
Keempat, saya belajar untuk melihat lebih jelas siapa orang-orang di sekeliling. Ada teman-teman yang bergegas datang hanya karena saya berkata, "I need someone to talk to.". Ada yang rela hati mendengar semua ocehan saya meski ia sedang dirundung masalah. Ada yang dengan tulus bertanya "How're you feeling today?" atau berkata, "You can tell me everything.". Kemudian di sisi lain, saya pun bisa melihat lebih jelas siapa-siapa yang 'take me for granted', siapa yang menganggap saya hanya seonggok sampah, siapa yang hanya memanfaatkan kebaikan saya, siapa yang tidak menginginkan saya dalam hidupnya. Saya belajar bagaimana bersikap menghadapi semuanya.
Kelima, saya belajar mengatakan "tidak apa-apa" pada diri sendiri. I don't want to push myself too hard. Tidak apa-apa kalau saya ingin menangis sekencang dan selama mungkin. Tidak apa-apa kalau saya ingin murung dan kesal seharian. Tidak apa-apa mengaku saya tidak baik-baik saja. Tidak apa-apa bertingkah bodoh selama tidak merugikan orang lain. Tidak apa-apa merasa gagal dan hidup terpuruk meski orang lain mencibir "kamu baik-baik saja, masih ada orang lain yang nasibnya lebih buruk dari kamu". Tidak apa-apa mengasihani diri sendiri. Tidak apa-apa menarik diri dari dunia dan sembunyi. Tidak apa-apa mengakui saya depresi. Tidak apa-apa saya tertatih bergerak perlahan. It's okay for being so drama. Tiap orang akan mengalami fase hidup seperti itu dan bagi saya tidak perlu malu untuk mengakuinya. It's normal phase of life.
Oh, hello good people! :)The last, I learn the art of smile bright even when life was so hard, my heart break apart, and my brain stuck. Karena selama saya bisa bertahan hidup, pada akhirnya semua akan baik-baik saja.
Saya tidak terlalu produktif menghasilkan suatu hal atau karya mencengangkan di tahun 2017 ini. But, I'm still happy and proud of myself have passed through this year quite well.
Saya mengakhiri tahun ini dengan bersyukur dan bahagia. :)
Oiya, ini ada bonus saya nyanyi Remember Me dan sudah upload di youtube. Tolong di-like dan ditonton berulang-ulang supaya dapet banyak view ya. Hahaha...
Selamat Tahun Baru.
Love is real, real is love. -John Lennon-

Hidup berpindah di 4 kota (Fremantle, Sydney, Melbourne, dan pulang ke Bogor), berkunjung ke entah berapa lokasi wisata, singgah di entah berapa hostel. Tampak menyenangkan karena jalan-jalan terus? Di balik itu semua, kondisi saya tidak seindah apa-apa yang saya posting di instagram. :)
Awal tahun bukan waktu yang menyenangkan bagi saya. Ada emosi tak terkendali, ada derai air mata, ada jam kerja panjang untuk pengalih stress, ada dentam musik di club tiap akhir minggu, ada bercangkir-cangkir kopi yang saya harap bisa meredakan cemas, ada botol-botol alkohol yang membantu agar saya bisa tertidur lelap, ada aplikasi berbayar yang harus saya beli demi membantu pikiran rileks, ada senyum dan tawa lebar yang tak pernah lepas untuk menutupi semuanya. Satu hal yang paling saya syukuri, masih ada para sahabat yang mau mendengar dan menerima saat saya sekacau itu.
Problem apa yang saya alami hingga mengalami fase hidup seperti itu tidak terlalu menarik dibahas. Yang saya suka adalah saya banyak belajar selama setahun ini.
Pertama, saya belajar bahwa bahagia harus dipaksakan. Ketahuilah, hidup tanpa mimpi dan obsesi itu ternyata menyeramkan sekali. Dalam keadaan "My brain can't work well, so I don't know what to do in my life anymore.", saya merasa seperti merangkak untuk melanjutkan hidup. Saya yang penulis dan sejak dulu menjadikan menulis sebagai terapi untuk apa pun, ternyata tidak mempan lagi. Saya berkonsultasi dengan teman psikolog. Otak saya memerintahkan; jangan manja dan me-menye-menye diri sendiri, harus bahagia! Pilihannya: bahagia atau mati rasa.
Ketika quote-quote inspiratif tidak lagi bisa menghibur dan puluhan sujud tidak lagi menenangkan pikiran, saatnya science beraksi. Olahraga! Saya jogging minimal 30 menit tiap pagi. Endorfin, dopamin, serotonin, you named it. Perlahan, saya merasa hidup mulai nggak suram-suram amat. Otak kembali bekerja dan menyadari bahwa saya tipikal manusia pembelajar yang selalu perlu dirangsang rasa ingin tahunya akan hal baru. Saya belajar main musik.
Kedua, saya belajar bahwa saya tidak memiliki apa pun di dunia ini. Not even my breath. Maka ketika tahun ini saya mengalami perpisahan berulang kali yang tak lepas dari linangan air mata (iya, saya melankolis sekali), ketika saya ingin memeluk erat apa yang pernah saya miliki tapi harus saya lepaskan, ketika saya ingin ini itu dan tak peduli sekuat apa pun saya berusaha ternyata tidak bisa saya dapatkan. Saya harus bagaimana? Saya pernah meminta, "Tuhan, tolong udahan." namun akhirnya berganti doa, "Tuhan beri saya kesabaran."
Mengurangi "perasaan memiliki" ternyata bagus juga untuk psikis saya. Termasuk mengurangi ekspektasi yang ternyata salah satu racun dunia. Apalagi berekspektasi orang lain akan begini dan begitu pada kita atau perjalanan hidup akan seindah story selebgram. Berulang kali saya mencoba untuk menenangkan diri, menarik napas panjang, menutup mata, mengikhlaskan apa yang memang akan pergi atau lepas dari hidup saya. Sampai ketika membuka mata, saya bisa melihat lebih jelas apa-apa atau siapa saja yang memang ada untuk saya. Atau saya untuk mereka. I learn to appreciate them wisely.
Ketiga, saya belajar menertawakan diri sendiri. Tahun ini bertepatan dengan ulang tahun saya yang ketiga puluh. Saya masih suka mencoba hal baru. Bedanya, kalau dulu saya lebih suka coba-coba sendiri dan baru berekspresi ketika saya sudah bisa, kali ini saya tidak terlalu peduli terlihat bodoh atau tidak mampu. Ayolah, saya sudah cukup tua untuk memikirkan gengsi. Saya belajar masak, eh ternyata hancur total sampai-sampai masakan saya malah dibuang sama chef. Saya belajar musik dan nyanyi meski suara sumbang serta ngga peduli untuk upload di sosmed atau tampil di depan umum. Saya belajar gambar ada yang komentar kalau gambar anak SD lebih bagus. Saya belajar motret meski masih sering dipoles efek dari aplikasi. Saya belajar mencintai meski pada akhirnya tidak dihargai sama sekali.
Yang menyenangkan, saya masih punya sahabat yang bisa saya ceritakan semua hal bodoh tersebut dan kami menertawakan itu semua.
Keempat, saya belajar untuk melihat lebih jelas siapa orang-orang di sekeliling. Ada teman-teman yang bergegas datang hanya karena saya berkata, "I need someone to talk to.". Ada yang rela hati mendengar semua ocehan saya meski ia sedang dirundung masalah. Ada yang dengan tulus bertanya "How're you feeling today?" atau berkata, "You can tell me everything.". Kemudian di sisi lain, saya pun bisa melihat lebih jelas siapa-siapa yang 'take me for granted', siapa yang menganggap saya hanya seonggok sampah, siapa yang hanya memanfaatkan kebaikan saya, siapa yang tidak menginginkan saya dalam hidupnya. Saya belajar bagaimana bersikap menghadapi semuanya.
Kelima, saya belajar mengatakan "tidak apa-apa" pada diri sendiri. I don't want to push myself too hard. Tidak apa-apa kalau saya ingin menangis sekencang dan selama mungkin. Tidak apa-apa kalau saya ingin murung dan kesal seharian. Tidak apa-apa mengaku saya tidak baik-baik saja. Tidak apa-apa bertingkah bodoh selama tidak merugikan orang lain. Tidak apa-apa merasa gagal dan hidup terpuruk meski orang lain mencibir "kamu baik-baik saja, masih ada orang lain yang nasibnya lebih buruk dari kamu". Tidak apa-apa mengasihani diri sendiri. Tidak apa-apa menarik diri dari dunia dan sembunyi. Tidak apa-apa mengakui saya depresi. Tidak apa-apa saya tertatih bergerak perlahan. It's okay for being so drama. Tiap orang akan mengalami fase hidup seperti itu dan bagi saya tidak perlu malu untuk mengakuinya. It's normal phase of life.

Saya tidak terlalu produktif menghasilkan suatu hal atau karya mencengangkan di tahun 2017 ini. But, I'm still happy and proud of myself have passed through this year quite well.
Saya mengakhiri tahun ini dengan bersyukur dan bahagia. :)
Oiya, ini ada bonus saya nyanyi Remember Me dan sudah upload di youtube. Tolong di-like dan ditonton berulang-ulang supaya dapet banyak view ya. Hahaha...
Selamat Tahun Baru.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on December 26, 2017 19:52
November 21, 2017
Pensiunan
"Teh, ada cerita sedih. Kemarin ibu ke kondangan anaknya teman Bapak. Terus ketemu temen-teman Bapak yang lain. Ada 1 orang, teman di kantor dulu, lulusan S3, udah pensiun, dan sekarang ga punya rumah sama sekali sampai harus tinggal di masjid. Udah ditinggalin istri dan anaknya. Kata Bapak ada 11 orang teman Bapak yang ditinggal istrinya karena kesulitan materi."
Camilan sore yang terhidang di meja seketika tidak lagi menggugah selera. Saya hanya termangu.
Sebagai anak perempuan yang belum menikah, hari-hari saya selain bekerja dan menjalankan hobi, tentu menemani orang tua yang sudah berusia pensiunan. Menghabiskan waktu dengan Ibu di salon atau menemani Bapak melihat pameran lukisan dan wisata kuliner (pokoknya kalau sama Bapak, jajan teruuusss).
Sejak Bapak pensiun beberapa tahun lalu, keluarga kami sudah melalui beragam problematika (post-power syndrome, finansial, bersitegang, Ibu pulang ke rumah Nenek, etc). Seorang ayah/suami yang awalnya menjadi tulang punggung dan tumpuan keluarga, ada saatnya untuk kembali ke rumah. Sebuah perubahan yang ternyata memiliki pengaruh besar. Saya pikir semua keluarga akan mengalami fase tersebut. Bagaimana tiap keluarga menghadapi fase tersebut, itu lain cerita.
"Kok tega ya, para istri itu? Cewek matre semua," lanjut cerita Ibu.
Istilah; ada uang abang disayang, ngga punya uang abang ditendang, yang saya pikir hanya lelucon, ternyata berdasarkan sebuah realita.
Saya melihat sendiri bagaimana tidak mudah bagi Bapak untuk menjadi seorang pensiunan. Beliau kehilangan 'tahta' di kantor, sumber 'harta' hanya uang pensiun yang tak seberapa, jarang bertemu teman sejawat untuk berbagi cerita, berkurangnya aktivitas yang menstimulus potensi diri, juga rasa rendah diri. Percayalah, ada yang lebih rapuh daripada hati perempuan, yaitu ego lelaki.
Belajar dari Bapak, ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan sebagai bekal kehidupan.
1. Teman dan aktivitas positif itu perlu.Dalam hal ini teman yang bisa bertatap muka secara langsung. Sejak Ramadhan lalu, Bapak menyediakan meja pingpong di halaman rumah yang menjadi ajang olahraga bapak-bapak komplek perumahan. Hampir tiap pagi dan sore mereka datang untuk tepak-tepok. Banyak dari mereka pensiunan. Ada yang udah kena stroke, parkinson, alzheimer, jangan ditanya perkara kolesterol tinggi atau diabetes. Mereka tidak lagi muda, tidak lagi penuh dengan stamina. Dan pertemanan yang difasilitasi kegiatan positif seperti olahraga ternyata menjadi hal sederhana yang bisa mempertahankan gairah hidup mereka. (Bapak-bapak ini membuat perjanjian tidak ada perbincangan politik).
2. Memiliki dan mengasah skill yang semakin tajam seiring waktu.Saat tinggal di Australia, saya sering ketemu dengan pria tua yang mempunyai bengkel, restoran, atau tempat reparasi jam. Selain menjadi pemilik, tentu mereka terjun langsung di pekerjaan tersebut. Saya pikir, setiap orang perlu memilih skill tertentu yang bisa dimanfaatkan kapan pun kita mau. Bekerja kantoran memiliki masa waktu, persaingan dengan tenaga muda, serta batas waktu pensiun. Bagaimana kita bisa survive hidup setelah pensiun dari kantor? Itu PR yang perlu dipikirkan selagi kita muda. Perbengkelan, masak, dan elektronik adalah beberapa contoh skill yang semakin tajam bila diasah dan masih memungkinkan untuk dilakukan saat usia pensiun. Oiya, di Australia, pekerjaan dengan skill khusus seperti ini dibayar lebih mahal daripada pekerjaan kantoran (beda dengan di Indonesia).
3. Perempuan perlu punya penghasilan sendiri.Saya percaya spesies cewek matre itu ada. Sama seperti saya percaya adanya spesies cowok yang melarang istrinya memiliki penghasilan sendiri bahkan mematikan potensinya karena ingin merasa superior. Perempuan dan laki-laki sama-sama manusia, memiliki potensi dan fase hidup yang seperti roda. Bagi saya, perempuan perlu memiliki penghasilan halal sendiri. Saat lajang, perempuan bisa mensupport diri sendiri. Saat berkeluarga, ia juga bisa menjadi partner suami dalam kondisi apa pun bahkan urusan finansial. Marriage is about give and give. Suami dan istri harus bisa saling memberi. Dan (lagi-lagi) mumpung masih muda apalagi lajang, belajarlah agar tidak menjadi dua spesies manusia yang saya sebut sebelumnya.
4. Anak-anak adalah aset, sayangi dan didik agar mereka berbakti.Saya nggak bilang kalau saya ini anak yang super berbakti sama orang tua ya. Sering kok saya ngeyel dan nggak nurut. Namun bagi kami (saya dan adik-adik), parents come first. Kesehatan dan kebahagiaan orang tua adalah yang utama. Saya akan dengan tegas melarang Bapak pergi-pergi jauh nyetir sendiri karena nggak mau beliau kecapekan. Adik saya akan akan mensupport Bapak Ibu agar mereka sering traveling dan hepi-hepi. Tiap kami pergi, tidak pernah lupa telepon ortu untuk tanya, "Mau dibawain apa?"
Kembali ke status pensiunan, kami (anggota keluarga) selalu saling mengingatkan, "Bapak itu udah kerja lebih dari 30 tahun. Setia sama satu perusahaan. Pulang pergi kantor macet demi gaji bulanan. Bayar kebutuhan rumah, pendidikan, cari pinjaman kalau ada yang sakit, mengalami fase jatuh bangun lelah dll. Puluhan tahun cukup menjadi bukti tanggung jawab Bapak sebagai kepala keluarga. Sekarang Bapak pensiun, beliau berhak untuk menjalani hari-hari bahagia. Yang penting Bapak sehat dan senang."
ps: tulisan kali ini berlaku untuk pensiunan baik perempuan atau laki-laki. Jika terasa hanya memfokuskan laki-laki, karena dalam kasus saya, hanya Bapak yang bekerja karena ibu saya seorang ibu rumah tangga.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Camilan sore yang terhidang di meja seketika tidak lagi menggugah selera. Saya hanya termangu.
Sebagai anak perempuan yang belum menikah, hari-hari saya selain bekerja dan menjalankan hobi, tentu menemani orang tua yang sudah berusia pensiunan. Menghabiskan waktu dengan Ibu di salon atau menemani Bapak melihat pameran lukisan dan wisata kuliner (pokoknya kalau sama Bapak, jajan teruuusss).
Sejak Bapak pensiun beberapa tahun lalu, keluarga kami sudah melalui beragam problematika (post-power syndrome, finansial, bersitegang, Ibu pulang ke rumah Nenek, etc). Seorang ayah/suami yang awalnya menjadi tulang punggung dan tumpuan keluarga, ada saatnya untuk kembali ke rumah. Sebuah perubahan yang ternyata memiliki pengaruh besar. Saya pikir semua keluarga akan mengalami fase tersebut. Bagaimana tiap keluarga menghadapi fase tersebut, itu lain cerita.
"Kok tega ya, para istri itu? Cewek matre semua," lanjut cerita Ibu.
Istilah; ada uang abang disayang, ngga punya uang abang ditendang, yang saya pikir hanya lelucon, ternyata berdasarkan sebuah realita.
Saya melihat sendiri bagaimana tidak mudah bagi Bapak untuk menjadi seorang pensiunan. Beliau kehilangan 'tahta' di kantor, sumber 'harta' hanya uang pensiun yang tak seberapa, jarang bertemu teman sejawat untuk berbagi cerita, berkurangnya aktivitas yang menstimulus potensi diri, juga rasa rendah diri. Percayalah, ada yang lebih rapuh daripada hati perempuan, yaitu ego lelaki.
Belajar dari Bapak, ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan sebagai bekal kehidupan.
1. Teman dan aktivitas positif itu perlu.Dalam hal ini teman yang bisa bertatap muka secara langsung. Sejak Ramadhan lalu, Bapak menyediakan meja pingpong di halaman rumah yang menjadi ajang olahraga bapak-bapak komplek perumahan. Hampir tiap pagi dan sore mereka datang untuk tepak-tepok. Banyak dari mereka pensiunan. Ada yang udah kena stroke, parkinson, alzheimer, jangan ditanya perkara kolesterol tinggi atau diabetes. Mereka tidak lagi muda, tidak lagi penuh dengan stamina. Dan pertemanan yang difasilitasi kegiatan positif seperti olahraga ternyata menjadi hal sederhana yang bisa mempertahankan gairah hidup mereka. (Bapak-bapak ini membuat perjanjian tidak ada perbincangan politik).
2. Memiliki dan mengasah skill yang semakin tajam seiring waktu.Saat tinggal di Australia, saya sering ketemu dengan pria tua yang mempunyai bengkel, restoran, atau tempat reparasi jam. Selain menjadi pemilik, tentu mereka terjun langsung di pekerjaan tersebut. Saya pikir, setiap orang perlu memilih skill tertentu yang bisa dimanfaatkan kapan pun kita mau. Bekerja kantoran memiliki masa waktu, persaingan dengan tenaga muda, serta batas waktu pensiun. Bagaimana kita bisa survive hidup setelah pensiun dari kantor? Itu PR yang perlu dipikirkan selagi kita muda. Perbengkelan, masak, dan elektronik adalah beberapa contoh skill yang semakin tajam bila diasah dan masih memungkinkan untuk dilakukan saat usia pensiun. Oiya, di Australia, pekerjaan dengan skill khusus seperti ini dibayar lebih mahal daripada pekerjaan kantoran (beda dengan di Indonesia).
3. Perempuan perlu punya penghasilan sendiri.Saya percaya spesies cewek matre itu ada. Sama seperti saya percaya adanya spesies cowok yang melarang istrinya memiliki penghasilan sendiri bahkan mematikan potensinya karena ingin merasa superior. Perempuan dan laki-laki sama-sama manusia, memiliki potensi dan fase hidup yang seperti roda. Bagi saya, perempuan perlu memiliki penghasilan halal sendiri. Saat lajang, perempuan bisa mensupport diri sendiri. Saat berkeluarga, ia juga bisa menjadi partner suami dalam kondisi apa pun bahkan urusan finansial. Marriage is about give and give. Suami dan istri harus bisa saling memberi. Dan (lagi-lagi) mumpung masih muda apalagi lajang, belajarlah agar tidak menjadi dua spesies manusia yang saya sebut sebelumnya.
4. Anak-anak adalah aset, sayangi dan didik agar mereka berbakti.Saya nggak bilang kalau saya ini anak yang super berbakti sama orang tua ya. Sering kok saya ngeyel dan nggak nurut. Namun bagi kami (saya dan adik-adik), parents come first. Kesehatan dan kebahagiaan orang tua adalah yang utama. Saya akan dengan tegas melarang Bapak pergi-pergi jauh nyetir sendiri karena nggak mau beliau kecapekan. Adik saya akan akan mensupport Bapak Ibu agar mereka sering traveling dan hepi-hepi. Tiap kami pergi, tidak pernah lupa telepon ortu untuk tanya, "Mau dibawain apa?"

ps: tulisan kali ini berlaku untuk pensiunan baik perempuan atau laki-laki. Jika terasa hanya memfokuskan laki-laki, karena dalam kasus saya, hanya Bapak yang bekerja karena ibu saya seorang ibu rumah tangga.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on November 21, 2017 00:23
September 5, 2017
Seru-Seruan Main Ukulele
Hubungan saya dan alat musik ibarat pencarian jodoh alias susah nemu yang pas. Padahal saya suka nyanyi sejak kecil. Pernah belajar gitar, berhenti karena jari luka-luka. Belajar keyboard, jari kanan-kiri sering nggak sinkron. Belajar biola, aduh leher saya pegel. Belajar piano, saya pusing liat not balok (dan jari-jari tetep nggak sinkron). Paling mentok saya agak mahir main suling dan pianika di sekolah. Tapi gimana saya bisa nyanyi?
Saat di Australia, saya semakin menyadari bahwa menyanyi dan main alat musik menjadi salah satu cara paling cepat kalau kepepet butuh duit sebagai backpacker. Tinggal ngamen di pinggir jalan dan banyak doa supaya orang-orang lewat terhibur lalu mau ngasih uang. Pulang ke Indonesia, saya membuat resolusi tahun ini harus bisa main alat musik (karena resolusi bisa masak sudah terlalu mainstream meski gagal tiap tahun). Pilihan saya akan alat musik cukup sederhana: gampang dibawa-bawa, bisa mengiringi saya nyanyi, nggak bikin sakit anggota tubuh, harga murah. Tadinya Angie menyarankan saya main kecrekan, tapi kok semacam kurang tantangan untuk belajarnya (waaeeek). Daaaann pilihan saya jatuh pada ukulele!
Saya nggak punya sense of nada. Jadi untuk setting atau tuning nada dasar menggunakan versi digital dengan apps Ukulele Tuner Free. Tinggal petik satu senar bisa ketahuan nada sudah pas atau belum. Mempelajari chord-chord dasar ukulele bagi saya nggak terlalu sulit. Lagu pertama yang saya pelajari adalah City of Stars nya La La Land karena emang suka banget sama lagu ini. Selanjutnya (selain googling) saya menggunakan apps Tabs untuk kumpulan lagu serta chord ukulele.
Ukulele tuner free apps androidDua bulan main ukulele, rasanya ternyata menyenangkan! Saya biasa latihan malam-malam sebelum tidur dan sesekali upload di story instagram. Saya juga pernah ikut workshop dasar ukulele bareng @ukuiki. Kalau lagi iseng kadang upload cover lagu-lagu sederhana di instagram (@rheinfathia). Selain itu, sekarang kalau traveling pasti nggak lupa bawa ni ukulele. Nggak sampai harus ngamen di negeri orang sih, tapi at least saya bisa nyanyi-nyanyi geje kalau di hotel atau saat menunggu sesuatu. Cara lain menghibur diri saat sepi selain membaca buku.
Ngamen berapa lama ya supaya bisa dinner chyantik di kapal atas gedung itu?Untuk yang ingin belajar alat musik tapi masih sangat amatir kayak saya, ukulele ini patut dicoba. Terus, udah bisa main City of Stars, Rhein? Yaaa... meski sering out of tune, tapi lumayan.
Love is real, real is love. -John Lennon-
Saat di Australia, saya semakin menyadari bahwa menyanyi dan main alat musik menjadi salah satu cara paling cepat kalau kepepet butuh duit sebagai backpacker. Tinggal ngamen di pinggir jalan dan banyak doa supaya orang-orang lewat terhibur lalu mau ngasih uang. Pulang ke Indonesia, saya membuat resolusi tahun ini harus bisa main alat musik (karena resolusi bisa masak sudah terlalu mainstream meski gagal tiap tahun). Pilihan saya akan alat musik cukup sederhana: gampang dibawa-bawa, bisa mengiringi saya nyanyi, nggak bikin sakit anggota tubuh, harga murah. Tadinya Angie menyarankan saya main kecrekan, tapi kok semacam kurang tantangan untuk belajarnya (waaeeek). Daaaann pilihan saya jatuh pada ukulele!

Saya nggak punya sense of nada. Jadi untuk setting atau tuning nada dasar menggunakan versi digital dengan apps Ukulele Tuner Free. Tinggal petik satu senar bisa ketahuan nada sudah pas atau belum. Mempelajari chord-chord dasar ukulele bagi saya nggak terlalu sulit. Lagu pertama yang saya pelajari adalah City of Stars nya La La Land karena emang suka banget sama lagu ini. Selanjutnya (selain googling) saya menggunakan apps Tabs untuk kumpulan lagu serta chord ukulele.


Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on September 05, 2017 06:46
August 1, 2017
Perempuan dan Cerita Pengantar Tidur

Saat membaca buku ini, saya teringat Bayik.
Saya membayangkan pada suatu hari nanti diberi kesempatan untuk bertemu Bayik lagi saat dia sudah paham berkomunikasi, kembali menemaninya sebelum terlelap tidur, lalu kami bersama-sama membaca cerita-cerita dalam buku ini.
Buku ini berkisah tentang 100 perempuan hebat di dunia. Kisah nyata, bukan fiksi, tentang bagaimana perempuan-perempuan menghadapi problematika sesuai realita yang ada. Dari perempuan yang lahir sebelum zaman masehi sampai generasi milenial. Mereka yang terlahir di kalangan rakyat biasa sampai seorang ratu. Ada yang berasal dari keluarga kaya, ada pula yang ditempa dengan kehidupan sehari-hari di antara desing peluru.
Melalui buku ini, saya ingin bercerita pada Bayik bahwa dilahirkan sebagai perempuan memiliki tantangan hidup tersendiri. Dengan keterbatasan fisik yang lebih lemah dibanding pria, penilaian masyarakat yang terkadang membuat perempuan sulit berekspresi atau menggali potensi, aturan ini-itu yang membatasi gerak dengan alasan norma dan agama yang sudah dimanipulasi.

Saya ingin Bayik memahami bahwa satu benang merah dari seluruh cerita dalam buku ini adalah mereka semua pemberani. Berani beropini, berani belajar, berani mengungkapkan pikiran dan perasaan, berani berekspresi, berani berpetualang, berani berbeda, berani bereksperimen, berani mengalahkan ketakukan sendiri, berani melintasi lautan ganas demi bertahan hidup. Kisah-kisah dalam buku ini menunjukkan bahwa perempuan bisa dan perlu menjadi sosok yang cerdas, memiliki cita-cita, lembut hati, mandiri, berambisi, mau menggali potensi, percaya diri, lihai bernegosiasi.

Saya ingin Bayik belajar bahwa hidup juga tentang menjadi apa pun yang dia ingin, serta bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. Saya ingin Bayik paham bahwa dalam perjalanan menggapai cita-cita, dia akan bertemu orang-orang yang akan melumpuhkan semangat, sesama kaum perempuan yang merayu “ngapain kerja di terik panas, kalau bisa merengek syantik ‘halalkan aku, mas...'”. Saya ingin Bayik yakin bahwa dia dilahirkan di dunia untuk sebuah tujuan mulia.
Buku ini cocok dibaca untuk anak-anak perempuan, gadis remaja, perempuan dewasa, bahkan para pria dan waria.

"Reserve your right to think, for even to think wrongly is better than not to think at all." ~Hypatia.Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on August 01, 2017 01:54