Rhein Fathia's Blog, page 3

August 26, 2020

Persiapan Kuliah ke Eropa

Kali ini mau nulis agak berfaedah meski tetap dari pengalaman pribadi dan masih ada bumbu curhat. Setelah setahun kuliah di Praha, baru niat nulis serius tentang persiapan kuliah ke sini. Hahaha. Gampang atau susah persiapan kuliah ke Eropa? Hmm.. Persiapannya lebih gampang daripada kuliah benerannya kok. Ini beberapa tips sederhana untuk persiapan.



Cari Jurusan dan Kampus

Eropa punya banyak kampus dan jurusan yang bisa dipilih. Dari jurusan umum seperti manajemen sampai spesifik seperti tourism. Pertama-tama kita perlu bertanya ke diri sendiri, mau belajar apa nih supaya punya skill yang bermanfaat untuk masa depan? Mahasiswa Indonesia di luar nagreg ada 2 tipe; a) yang cari jurusan berdasarkan beasiswa yang tersedia, b) yang cari jurusan sesuai minat. Karena nggak semua jurusan bisa difasilitasi beasiswa. Kalau nemu yang sesuai minat dan ada beasiswa, ya Alhamdulillah. 


Setelah dapet ilham pengen kuliah di jurusan apa, mulai deh cari kampusnya. Ubek-ubek aja di google semua kampus di Eropa yang menyediakan jurusan tersebut karena seringkali tiap kampus punya jurusan dengan spesifikasi berbeda apalagi untuk jenjang master dan PhD. Contohnya di Praha ada Charles University yang punya jurusan Master in Economics and Finance, padahal saya nggak terlalu minat di ekonomi. Saya cuma pengen tau spesifik urusan duit. Maka saya pilih University of Economic Prague yang punya jurusan Master in Finance and Accounting. Ngelotok deh mulai dari belajar debit-kredit sampai forex. Tiap jurusan di sebuah kampus biasanya ada program pertukaran pelajar dengan kampus di negara lain. Jadi udah mah kuliah di luar negeri, bisa dapet kesempatan kuliah di luar negeri yang lain lagi. Hahaha...


Selain cek jurusan dan kampus, cari info juga apa mereka punya kelas bahasa Inggris atau hanya bahasa lokal. Saya sendiri ambil kelas internasional karena belajar bahasa Ceko sungguh tidak mudah. Kalau kamu mau ambil kelas bahasa lokal dan belajar bahasa dulu di tahun pertama, tentu memungkinkan. Kalau udah bikin daftar jurusan dan kampus yang jadi incaran, kita ke tahap berikutnya.


Cari Beasiswa

Saya nggak punya banyak info tentang beasiswa. Hehehe... Informasi beasiswa itu bertebaran dan kalian bisa cari. Ada beasiswa dari Indonesia, negara tujuan, kampus tujuan, atau foundation independen. Kenapa saya nggak pakai beasiswa? Karena saya nggak suka bersaing dengan banyak pelamar. Bersaing di tes masuk kuliah saja udah menguras energi. Hahaha...


Cari Back-Up Finansial

Kalau bapak kamu bukan sultan dan nggak pakai beasiswa, terus gimana bayar kuliahnya? Tentu saja dengan kerja keras bagai kuda dan menabung, wahai sodara. Apply beasiswa itu hasilnya 2: dapat atau tidak. Kalau kerja dan nabung itu hasilnya 1: pasti dapat. Selain menabung, saya juga cari informasi tentang peluang kerja di negara-negara Eropa. Sektor apa yang banyak lowongan, berapa batasan jam kerja untuk pelajar, gaji, tingkat pengangguran di negara tersebut, kira-kira sejalan dengan jurusan kuliah atau tidak (ini bagus untuk di CV kalau ada niat berkarir di Eropa), cek juga apa ada lowongan asisten di kampus. Jangan lupa perhitungkan biaya hidup dan asuransi. 


Di sini saya kuliah jurusan finance accounting dan kerja sebagai asisten akuntan. Salah satu keuntungan nggak pakai beasiswa adalah ngga ada 'utang' timbal balik, lebih bebas menentukan langkah karir selanjutnya. Meski untuk dapat kerjaan tetep perlu bersaing juga sih. 


Cari Negara dan Kota

Udah ada daftar jurusan dan kampus, punya daftar beasiswa incaran atau cukup tabungan, tentunya pilihan jadi lebih mengerucut. Selanjutnya kita pilih negara dan kota deh. Cek biaya hidup, tipikal kota ramai atau sepi, bahasa sehari-hari (meski bisa bahasa Inggris, European masih menggunakan bahasa lokal untuk sehari-hari), suhu di tiap musim, kondisi transportasi umum, kriminalitas, berita rasisme, tempat rekreasi, akses belanja online, hmm.. apalagi ya. Sebelum kuliah di Praha, setahun sebelumnya saya sempat keliling Eropa hampir 2 bulan. Jadi punya kesempatan cek banyak lokasi secara langsung sambil mikir, "Kira-kira bakal betah nggak ya tinggal di sini bertahun-tahun? Sanggup adaptasi nggak, ya?" 


Cek Persyaratan

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk persiapan kuliah ke Eropa? Setidaknya setahun. Mirip seperti di Indonesia, rata-rata perkuliahan dimulai sekitar bulan September (di sini disebutnya Winter/Fall Semester). Kampus biasanya mulai buka informasi pendaftaran sekitar Desember, pengumuman kalian diterima/tidak sekitar Mei-Juni. Kalau ada kampus yang buka penerimaan mahasiswa baru tiap semester, tentu jadwalnya beda lagi. 


Hal-hal yang perlu diperhatikan: 

a) Baca website jurusan dan kampus dengan detail. Kalau ada yang nggak paham, kontak email international student representative mereka. Tanya hal spesifik karena kalau tanya hal umum yang udah ada di website, mereka akan kasih link untuk dibaca.

b) Persiapkan dokumen yang diperlukan. Kalau diminta kirim dokumen dari Indonesia (ijazah, transkrip, dll) kirim yang fotokopi legalisir (JANGAN YANG ASLI! *iya, saya masih nemu case gini*).

c) Perhatikan timeline deadline. Kapan harus pendaftaran, kapan kirim dokumen, kapan tes masuk (kalau ada, nggak semua kampus ada tes masuk), kalau keterima kapan harus apply visa, kapan bayar semesteran, dll.

d) Belajar. Yang perlu GMAT, GRE, iBT, IELTS, TOEFL, atau tes spesifik dari kampusnya, jangan lupa belajar. Saingan kita dari banyak negara. 


Jangan Malas

Gini ya teman-teman, sekarang zaman praktis, tapi plis jangan jadi kaum rebahan. Bahkan kalau bapak kamu sultan yang bisa bayar kuliah di mana pun, tetap banyak persiapan yang harus kita lakukan secara mandiri. Jujur, ilfil banget kalau udah ada yang nanya 'bisa bantuin proses daftarnya, nggak?'. Nggak bisa. Kalian harus rajin. Rajin cari info, tanya-tanya, cek-ricek, dll. Banyak informasi di website kampus yang bisa digali atau ke teman-teman PPI. Jadi kaum rebahannya dijadwal aja seminggu sekali.


Konon kalau mau buka bisnis, kata kuncinya adalah lokasi-lokasi-lokasi. Nah kalau mau kuliah ke luar negeri, kata kuncinya adalah informasi-informasi-informasi. Tips di atas nggak harus berurutan kok. Kalian bisa cari negara dulu, beasiswa dulu, baru jurusan, atau dari tahapan mana aja karena yang terpenting adalah: Langkah pertama. ;)


Love is real, real is love. -John Lennon-
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 26, 2020 11:37

July 11, 2020

Menjadi Pendengar yang Baik

Beberapa hari belakangan, saya lagi gloomy. Kombinasi PMS, banyak kerjaan, diserbu rekan kerja karena saya dikenal pekerja cepat untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka (yes, I'm bragging). Kemudian bos bikin acara dinner bareng tim dan tentu saya pulang dengan kondisi terlalu banyak minum. Keesokan harinya, teman se-tim tepar dan saya harus back-up kerjaan mereka. Sebenarnya ngga semua harus dikerjakan, tapi saya gampang iritasi kalau ada yang ngga selesai.
Lalu tamu bulanan datang tak lupa menggandeng pusing, kram, dan perasaan melankolis. Kalau sudah begini, pikiran jadi kemana-mana. The best time to be vulnerable and overthinking that would bring worry and anxiety. Karena sudah pernah mengalami kondisi ini berkali-kali, setidaknya saya tahu 'pertolongan pertama untuk diri sendiri'. Mudah saja, cukup menjadi pendengar yang baik bagi diri sendiri. Berbekal pengalaman menjadi pendengar yang baik bagi banyak orang, biasanya saya membuat percakapan absurd dan jujur.


"Are you okay?""No, I'm not okay.""Would you tell me what makes you not okay or what do you want?""I want someone ask me 'how was your day?'""Okay. How was your day?""Capek, kesel, pusing, overwhelmed, ..." (lanjut kukulutus ke diri sendiri)."Hmm.. I know, I understand. Terus selanjutnya kamu mau gimana lagi?""I want to complain about my life.""Sure, I'll listen."Then, I'll complain about lot of things. "I can't go home, I feel lonely, I miss my family and friends, why am I always shopping while I stressed that made me broke and give more stress? Why I don't have romance life like other uwu couple? I always tried to be good listener when other has problem or angry or tired, tapi kenapa pas aku gloomy gini ga terjadi sebaliknya? Am I that annoyying when I become clingy? Why this people work so slow? etc.. etc... etc..."Kemudian setelah capek komplain, saya akan bertanya lagi, "What makes you happy and blessed in your life?"Tentu jawabannya lebih banyak dari komplain saya tadi.
"Gimana perasaan kamu sekarang?"
"I still want to cry without reason."
"Of course you're allowed to."
Lalu saya akan berurai air mata dengan pikiran berkecamuk, perasaan insecure, mengasihani masa lalu, mengkhawatirkan masa depan."There... there... what can I do to make you feel better?"Karena yang bertanya saya sendiri, tentu harus dijawab dan dilakukan oleh diri sendiri juga. Hahaha... Kadang saya bilang pengen luluran, baca buku, jalan-jalan ke taman, atau nulis random kayak gini.
Apa bedanya dengan introspeksi? Entahlah, saya merasa kata tersebut terlalu judgmental. Bayangkan ketika perasaan sedang kalut, lelah, banyak masalah, lalu ada yang bilang, "Kamu sebaiknya introspeksi." -_- Sebisa mungkin saya menghindari kata tersebut saat mendengarkan orang lain, pun ke diri sendiri. 
Sambil mendengar semua uneg-uneg dan kalau tidak ada tanggung jawab yang urgent, saya akan membiarkan diri sendiri bergelung di balik selimut dalam 1-2 hari. Being honest and vulnerable usually give me clear view about lot of thing. Hal-hal yang biasanya hanya ada dalam harapan, asumsi atau imajinasi. Sometimes it bring more worry, but it much better if I understand something real. 
It's important to be a good listener to yourself. Sometimes you listen to something you didn't want to know. Most of the time it didn't solve your problem. But you will embrace yourself, it will make you feel better because there's someone accept who you are. And it should be yourself first. 
Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 11, 2020 02:54

July 4, 2020

Bekal, Feminisme, dan Gengsi

Anak twitter pasti tau beberapa waktu lalu sempat ada 'keributan' akibat seseorang membuat thread dengan judul "bekal untuk suami". Saat twit tersebut muncul, langsung saya bookmark tanpa pikir panjang karena ide menu buat bekal atau makanan sehari-hari itu penting. Buat diri sendiri tentunya karena saya belum punya suami. Selang beberapa jam buka twitter lagi, lah kok jadi muncul keributan. Ada yang pro dengan alasan mirip-mirip saya dan ada yang kontra dengan alasan kesetaraan gender (yang menurut saya, maksa banget). 
Pihak kontra, yang selanjutnya mengusung alasan feminisme, berpendapat bahwa tidak seharusnya seorang istri membuat bekal untuk suami. Harus ada kesetaraan pekerjaan, harusnya bikin bekal itu dibayar, cooking considered as work, yang membuat saya cengo. Dan ketawa. 
Saya bukan penggemar isu feminisme apalagi mendalami topik gender equality. Karena bagi saya dalam sebuah hubungan ya common sense aja, dude. Kalau seseorang punya satu potensi, misalnya ibu saya jago ngatur duit, kemudian bapak saya jago desain interior. Ya Ibu ngatur semua budgeting dan pengeluaran keluarga. Lalu kalau urusan beli atau dekor rumah, Bapak yang akan handle dan membuat rumah senyaman mungkin. Masing-masing tentu boleh memberi saran, tapi tetap ada satu orang yang bertanggung jawab. Ibu jaraaang banget masak. Plus saya juga ga terlalu suka kalau Ibu masak karena suka jadi cerewet dan nyuruh ini itu, hahaha. Tapi toh Bapak juga ngga menuntut hal tersebut. Minta tolong aja ke bibi. So, in relationship context, I prefer to use common sense. 
Urusan umum seperti tanggung jawab pekerjaan rumah, pendidikan, mandiri, support yourself, saya dan adik-adik (cewe cowo) juga punya hak dan kewajiban setara. Dan seperti Bapak Ibu, masing-masing dari kami punya potensi yang bisa saling melengkapi. For me, it's not about gender equality, but human equity. Relationship need fairness, not sameness. Memangnya kalau nanti kita tua, sakit-sakitan, bau tanah, lalu pasangan atau keluarga akan merawat, nyuapin, nyebokin, lalu kita harus berfikir those things considered as work and should be paid. Iya kalau kita tajir melintir. Kalau jadi jelata miskin gimana?
Beberapa orang pernah menyangka saya pendukung feminisme (yang mana saya ga paham dan ga mencari tau juga) hanya karena saya sekolah, bekerja, mandiri, belum nikah, berani speak up, dan membuat keputusan hidup tanpa direcoki oleh Bapak (yang dalam konsep patriarki dianggap sebagai penanggung jawab dan pengendali hidup anak perempuan). Saya paham, nggak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia, masih banyak ketidakadilan untuk perempuan. Namun bukan berarti sebagai perempuan harus membenci laki-laki atau relationship.
Tentu, sebagai perempuan kita wajib mandiri, pintar, tangguh, punya kendali atas hidup. Kemudian kalau kita berkoar "Cari lelaki yang nggak gengsi ketika wanitanya lebih sukses", bukankah akan sangat manis ketika kita pun bisa jadi perempuan sukses yang nggak gengsi untuk bersikap supportif dan peduli pada pria yang kita sayang? Bahkan, kisah cinta paling romantis menjadi pembuka menyebarnya Islam. Ketika Khadijah ra memeluk Rasulullah Saw yang gemetaran setelah bertemu Jibril, kemudian menjadi pemeluk Islam pertama dan mendukung  perjuangan Rasulullah Saw. Kurang sukses apa coba Khadiah ra ini? 
Beberapa problem yang menimpa perempuan, memang perlu diperjuangkan. Namun kalau urusan bekal, apalagi yang dibuat dengan senang hati, sepertinya terlalu sepele untuk dipandang sebagai alasan perjuangan feminisnme. 
ceritanya saya bikin bekal
Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 04, 2020 13:35

June 23, 2020

Triple The Trouble

Angka cantik, 33. Saya lupa ada kisah menarik apa saat usia 11 tahun, yang pasti saya masih tinggal di Semarang. Saat 22 tahun, masih kuliah di UI dan (sok) sibuk dengan skripsi, bolak balik Depok-Bogor-Bandung. Tahun ini usia 33, sedang di Praha. Selain karena study, juga nggak bisa pulang kampung karena korona. Hahaha..

Bicara tentang usia, saya dan teman sempat membahas tentang angka saat kami melakukan perjalanan ulang tahun minggu lalu. Terkait dengan stigma wanita usia kepala 3 yang menurut kultur asia sudah seharusnya mencapai ini dan itu atau dianggap tua. Dia bilang, "Every age is good. And if I can choose in which age I can live for long time, I will choose this age. I don't wanna go back to my twenties. I like myself more now." Saya setuju. Hidup saya sampai akhir usia 29 masih terlalu complicated. Seru, penuh resiko, banyak petualangan, pelajaran, random, dan saya labil. Bagian labil ini yang saya nggak mau ulangi, capek. Kan udah tua. :))
What's so special with on my 33? A lot! Saya makin mengenal diri sendiri. Ternyata saya bisa masak (akhirnya). Ternyata saya punya kemampuan mencintai dengan tulus pada banyak hal (termasuk diri sendiri). Ternyata saya tangguh (meski tampilan tetep kayak bocah manja). Kemudian, saya lebih taktis dan terencana dalam hidup. Dari semua hal random yang terjadi, ada banyak investasi tak kasat mata pada diri sendiri yang bisa menjadi backup untuk survive. Saya juga makin sering mencoba banyak hal baru yang kadang beresiko dengan alasan, "Let's try this. I don't care, I'm old." Yang spesial dan paling saya syukuri tentunya keberadaan support system.
Mau ngapain di rentang usia 33 sampai 44? Banyak lah. Judul blog sepertinya sudah mewakili dalam arti saya excited untuk mencoba lebih banyak hal baru yang menantang. Plus, semoga keinginan pas usia 44 udah punya anak nggak meleset. Hahaha... 
Tahun ini merayakan ulang tahun dengan jalan-jalan ke kota sebelah; Karlovy Vary. Memilih kuliah di Rep. Ceko ini bisa dibilang salah satu keputusan hidup paling menyenangkan. Selain kualitas pendidikan, juga karena negaranya indah. Nggak hanya Praha, kota-kota lain juga cantik! Impian saya supaya bisa berpetualang antar kastil layaknya Princess terpenuhi (receh banget emang cita-cita saya ini). Saya mau pamer foto-foto dulu ya. 








Happy Birthday to me. I wish I can always feel grateful in life. Meski saat ini jauh dari keluarga dan sahabat, saya bersyukur mereka selalu ada. 


Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 23, 2020 08:00

May 30, 2020

Hari Ini Tenang Sekali

Hari ini rasanya tenang sekali. Weekend pertama setelah tahun ajaran 2019/2020 usai, semua ujian dan tugas selesai. Lulus semua pastinya, jangan tanya nilai karena lulus saja sudah bikin saya bahagia. Hari ini saya bangun siang, masak singkat, dan menikmati brunch sambil memperhatikan dua burung yang juga sedang makan buah-buahan di ranting pohon depan kamar. Cuaca cerah meski seringkali tidak stabil (mendung-cerah-berangin-cerah-mendung). Hari ini rasanya damai, melegakan. 
Summer holiday sudah dimulai sampai 3 bulan ke depan. Pulang ke Indonesia bukan pilihan dengan situasi yang belum membaik dan penerbangan di Eropa masih sangat terbatas. Setidaknya di sini saya punya pekerjaan full-time jadi tidak akan terlalu bosan atau kesepian. Kerjaan saya banyak, tapi mudah dan tidak memberatkan pikiran. Mungkin sesekali saya akan ke luar kota dan semoga bulan depan sudah bisa ke negara tetangga tanpa perlu melibatkan banyak aturan. Kan ribet aja kalau ke Jerman atau Austria hanya 2-4 jam perjalanan tapi harus bawa segala macam dokumen dan syarat karantina segala. 
Kalau dipikir-pikir, nggak nyangka juga dua semester sudah terlewati. Situasinya tidak sesuai bayangan saya tentang kuliah di Eropa yang akan diisi dengan banyak jalan-jalan schyantik dan instagram penuh postingan ala luar negeri. Untuk yang mau kuliah ke Eropa, ketahuilah bahwasanya sussyyyaaahhh. Tugasnya banyak, mikirnya susah, jangan dipikir bikin makalah bisa copy-paste dari internet karena sudah pasti nggak akan lulus (beberapa teman sekelas sudah mengalami ini), ujian lisan dengan topik random yang bikin nervous, ujian tulis yang soal-soalnya twist banget dari soal latihan, ditambah sambil kerja. Sungguh, beberapa kali saya pengen pulang. Sempat kepikiran, untuk apa juga kuliah toh saya nggak cari gelar, ini S2 yang kedua, saya nggak cari karier karena ujung-ujungnya akan mengurus bisnis, saya juga nggak punya beban beasiswa atau duit orangtua karena semua biaya saya tanggung sendiri. Ini kenapa saya memilih jalur hidup yang menyulitkan diri sendiri??
Tapi di balik kerempongan itu semua, tentu banyak yang dipelajari. Tentang bagaimana menyelesaikan masalah, membuat strategi dengan teman, bernegosiasi dengan bos agar saya tetap bisa kuliah meski kerja (di tim, saya satu-satunya pelajar yang dapat kerja full-time, pelajar lain hanya boleh part-time), mengatur waktu yang terbatas untuk mengerjakan tugas (tetap kurang tidur meski weekend). Tentunya saya nggak bisa bertahan tanpa support system. Bapak-Ibu nggak pernah menuntut nilai bagus, yang penting saya hepi di sini. Geng Trio miliarder tempat share keluhan dan meme receh. Terutama Ramayadi, yang berhasil membuat saya lulus semua mata kuliah dan selalu menenangkan kalau saya panik menghadapi ujian. He surely a genius bestie. :D
Masih belum tahu apa yang akan saya lakukan untuk mengisi kekosongan waktu selama 3 bulan ke depan. Pastinya saya akan baca buku (perpustakaan di sini sungguh surga!), saya akan coba mengunjungi semua museum di Praha, mungkin saya akan mencoba menulis lagi, atau ikut beberapa kursus untuk upgrade skill. Iya, saya bukan kaum rebahan karena nggak bisa diam. 
Praha, 30 Mei 2020
Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 30, 2020 06:09

December 30, 2019

Dekade

Jadi udah ngapain aja selama 1 dekade ini? 
source: colorclaim.tumblr.comBaru lulus dari UI dan dapat kerja sebelum wisuda. Pengalaman jadi kuli di Jakarta dengan segala drama macet dan penuhnya kereta. Resign dari kantor pertama (Jakarta sungguh kejam) dan dapat kerjaan baru di Depok. Lebih dekat ke rumah dan suka sama kerjaan karena berhubungan dengan buku. Resign (lagi) karena rencana akan lanjut kuliah dan fokus nulis novel. Berhasil nulis 2 naskah novel bahkan salah satunya menang juara 1 lomba. Lanjut kuliah ke ITB. Kelas baru, temen baru, dan semua seru-seru. Novel terbit 2 biji sekaligus (Seven Days dan CoupL(ov)e) bahkan 2 novel sebelumnya (Jadian 6 Bulan dan Jalan Menuju Cinta-Mu) diterbitkan ulang. Umroh sama keluarga, jadi perjalanan keluarga paling jauh dan komplit ikut semua. Oiya, putus sama pacar. Ya ampun baru inget lagi, udah lama juga ya. Nulis novel lagi. Nulis tesis juga. Nulis aja pokoknya. Terbit novel (Gloomy Gift) dan terbit tesis (lupa judulnya). Hahaha. Lulus kuliah dan mulai daftar-daftar kuliah lagi ke luar negeri. Ini kenapa saya hobi belajar? Oiya mulai magang di Tenda Destarata, gajinya 1 juta. Kalo dipikir-pikir lulusan S2 gaji 1 juta kok saya mau aja. Hahaha.Berangkat ke Australia dengan Work & Holiday Visa. Negara baru, teman baru, lingkungan baru. Kerja part-time dan ikut kelas malam. I learn how to live life to the fullest. Merapal mantra: "I wish you never happy forever in your life."Pull myself together. Fokus sama keluarga, sahabat, dan Tenda Destarata. Kali ini minta gaji agak gede. Hahaha. Tentunya tanggung jawab juga lebih gede. Perjalanan trans-Siberia lanjut ke Eropa yang amazing. Lalu persiapan lanjut kuliah (tuh kan, lagi). LOL. Banyak belajar buat tes ujian masuk kuliah. Banyak jalan-jalan bareng keluarga dan teman. Banyak hal ribet urusan birokrasi visa. Keterima kuliah di Praha yang diimpikan sejak lama. Banyak waktu di perpus buat belajar karena ternyata kuliahnya susah. LOL. Banyak ngirim CV untuk cari kerja. Harap maklum, bukan anak beasiswa jadi butuh banyak biaya. Akhirnya keterima di salah satu perusahaan Amerika cabang Eropa. Banyak nangis juga karena kucing kesayangan pergi untuk selamanya. 
Wah, ternyata hidup saya lumayan seru ya. Secara angka; 3 novel, 4 kampus, 1 skripsi, 1 tesis, 6 kantor, 1 pacar (beneran), dan banyak negara (males ngitung). Kalau pas dijalani sih banyak cengengnya. Ngga apa-apa lah, namanya juga wanita. Kalau lagi cengeng drama, dikasih eskrim juga nanti ketawa. 
"Life is unpredictable. Not everything is in our control. As long as you're with the right people, you can handle anything." ~Brooklyn Nine-Nine.
Love is real, real is love. -John Lennon-
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 30, 2019 02:00

November 23, 2019

You'll be Missed, Mele

It brokes my heart so bad when my Mom called and told me that he was gone forever. Then, I cried for hours.
He came to our house years ago and made us fell in love effortlessly. He was an active cat and love to play, so we never really made him stay at home. He always came at day, played with us, asked for food, and when we're going to sleep, he will just went out. Maybe played with other cats in neighborhood or tried to catch mice. He hated being trapped. Sometimes he gave us his hunting prey as gift; mice, lizard, or cockroach.
Some said that cat is smart animal and they saw human as other creature at the same level with them. So yeah, as he became our family member, sometimes we had hard time. When he was in badmood because Mom accidentally stepped on his tail, or when he was angry and scratched me because I postponed his lunch (he need diet, he was too fat back then), or when he was just go away from home because we're all too busy with work and didn't pay attention to him. But mostly, we had good times and sweet memories. He loved surrounded by family, so he will joined us watch TV or just took a nap together. He was smart and sneaky especially for food. First, he will lured my sis to gave him food. After he succeed getting food from her, he will lured my bro to gave him food. Then he will lured me, Mom, and Dad, so he could get lot of food. That's why he became fat. He was so clingy and loved to hug, kiss, or just lay on my lap while I was working. He was cute and warm, so I don't mind. As he also became cat in our office, he loved to meet clients or just follow wherever Mom moved while talking on the phone. And he never missed any chance if we had employee meeting. He'll acted as the boss, of course.  Unlike other 'kucing kampung', Mele was quite tall and big. Every people who saw him always commented, "Is it a cat?" LOL. Most of them felt intimidated because he had sharp eyes and ready-to-pounce gesture. But surely he was a sweetheart. He was just a big kitten. 
I loved to talked to him, about anything. I know we communicate in different way, but I felt he could understand while I sad or stressed. Just hugged him made me feel less-stress. My family feel the same way about him too. He was a neutral zone while other family member were having problems. 
Cat has nine life, they said. Well, we know he survived from many nearly-dead moment. But not today. He was gone forever. Rest in peace, Buddy. Sleep well, Sweetheart. Thank you for all the memories, thank you for being with us for years, thank you for survived so many times so we can spend more time, thank you for teach us to have a soft heart, thank you for teach us to love in different perspective. 
We love you, Mele.
22.11.19

Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 23, 2019 03:14

November 14, 2019

Ada Sedih Ada Senang


Beberapa hal tidak berjalan sesuai keinginan.
Nilai UTS tidak terlalu memuaskan. Kuliah di jurusan yang banting setir dari studi sebelumnya membuat saya menyadari harus belajar lebih ekstra (kalau belajar fisika lagi ya nggak mau juga sih). Persiapan UTS sudah dari jauh-jauh hari, ke perpustakaan untuk belajar bahkan saat long weekend, mengerjakan latihan soal, tanya jawab dengan teman, begadang itu sudah pasti, dll. Hasilnya masih tidak sesuai harapan. Ada banyak excuses berbisik di telinga; teman yang lain juga nilainya ga bagus-bagus amat, mungkin kamu nervous karena menghadapi ujian dunia akademis lagi setelah sekian tahun, waktu 30 menit kadang bikin otak blank, dsb dsb. But no, I could do better. I should study harder and do better next time.
Saya masih belum dapat kerja part-time. Untuk hal ini, saya agak nekad karena hanya fokus mencari karir di bidang bisnis atau finance & accounting, dimana saya minim pengalaman. Alasannya tentu agar bisa mengaplikasikan langsung apa yang dipelajari di kampus di dunia kerja. Saya sudah menyambangi jobfair, mengirim lamaran entah ke berapa perusahaan, sempat dapat respon dan lolos sekian tahap wawancara, tapi di akhir masih gagal juga. Sedih? Tentu. Apalagi saya perlu sepatu baru (LOL). Etapi beneran, winter hujan terus dan bakal ada salju, sepatu keds yang udah licin sol-nya bakal bikin susah kalau saya harus lari-lari ngejar tram tiap pagi berangkat ke kampus (kebiasaan injury time).  Ngomong-ngomong winter, badan tropis ini akhirnya tumbang juga setelah dihantam suhu minus dan nol derajat berhari-hari. Demam, batuk, pilek, dingin, dan nggak ada Ibu. Kombinasi yang tidak bagus untuk anak manja seperti saya.  Ada yang bikin sedih, tapi banyak yang membuat saya bersyukur.  Kondisi belajar di sini sangat sangat kondusif. Teman sekelas nggak pernah ragu untuk berbagi saran, jawaban latihan soal, diskusi, saling koreksi. Beneran baru kali ini saya punya grup WhatsApp temen sekolah yang porsi diskusi belajarnya lebih banyak dari ghibah (LOL). Kalau jokes sih tetep banyak. Tugas dan proyek presentasi kelompok berjalan lancar dengan nilai bagus. Suka banget deh sama kultur belajar di sini. Kalau ada yang nggak paham, ya belajar bareng. Nggak nemu yang namanya tugas kelompok dan ada anggota mangkir. Dosen-dosen juga supportif dan baik banget. Karena nilai UTS jelek, saya sempat beberapa kali konsultasi dan meminta saran untuk memperbaiki ke depannya, terutama karena saya nggak punya basic finance accounting. Saran dari para dosen ini tentu nggak mudah, tetapi logis dan taktis; buku mana yang perlu saya baca, latihan soal seperti apa yang perlu saya asah, topik apa yang harus jadi fokus. Mereka sangat terbuka untuk siswa mana pun untuk bertanya apapun, bahkan hal sepele.  Selain pelajaran, aktivitas mahasiswa di sini juga menyenangkan. Ada pertandingan bowling antar jurusan di fakultas (tim saya menang, hore!). Sebuah acara untuk memperkompak hubungan mahasiswa yang menurut saya berhasil (no ospek-ospek). Ini pertama kalinya saya main bowling dan ternyata seru banget. Kemudian, saya sempat ikut acara volunteer mengajak jalan anjing-anjing di animal shelter. Sebagai manusia dengan cynophobia, ternyata perlahan saya berhasil untuk berdekat-dekatan dengan anjing tanpa mengalami panic attack. Di lain waktu saya ikut acara menyiapkan makanan dan snack untuk para tunawisma dan membagikannya di beberapa taman kota yang biasa menjadi tempat di mana para homeless berada. Sedih banget melihat mereka harus tidur di bangku taman apalagi saat winter.   Support system yang saya miliki memang yang terbaik. Keluarga selalu ada tiap kali saya ingin video call. Meski bapak ibu sibuk di kantor atau perbedaan lokasi dan zona waktu dengan adik-adik (Praha, Bogor, Singapura). Angie dan Bisma nggak pernah gagal untuk bikin saya ketawa dan merasa bebas release emotion. Ngobrol dengan Chelsea bisa berjam-jam dan nggak pernah ada puasnya. Kelas memasak online bareng Rama benar-benar upgrade skill masak saya yang awalnya ada di level 'masak telur rebus aja gagal' (LOL). Sekarang saya udah bisa masak rendang! Nggak kurang jago apa coba gurunya? Selain kelas memasak, dia juga selalu bisa saya andalkan untuk nanya PR (ga berubah dari zaman SMA, hahaha) atau sekadar curcol geje. Mereka, support system dengan jarak hingga belasan ribu kilometer dan perbedaan zona waktu hingga 9 jam, orang-orang paling berharga.  Kalau dipikir-pikir, baru dua bulan di Praha saya lumayan sibuk juga ya. Masih banyak kegiatan lain yang saya ikuti seperti nonton pertandingan hockey timnas Indonesia, hang out bareng teman-teman PPI, ikut program berkunjung ke museum bareng anak kampus lain, bahkan ikut seminarnya ESA (European Space Agency) yang salah satunya membahas misi ke Mars tahun 2020. Oh sungguh random sekali. Hahaha..  It's a cliche, but life will always give what you need. Sometimes we're distracted with deep sadness because we didn't get what we want. We just need to try harder and never give up. :) Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 14, 2019 14:41

September 24, 2019

Sudah Sampai di Praha

Pagi hari dua minggu lalu, pukul tujuh. Saya berjalan di trotar sembari menggeret koper besar menuju sebuah bangungan yang kelak akan menjadi tempat tinggal selama dua tahun ke depan. Asrama mahasiswa. Saya kembali ke kampus, kali ini di negeri kastil, Praha. 
Setelah hampir setahun penuh drama dan persiapan di Indonesia, kali ini berlanjut dengan segala urusan di Ceko. Hari pertama mengurus segala birokrasi kampus, urusan kartu mahasiswa, kartu transportasi, kartu sim hp, dan segala macam jenis kartu lain agar mempermudah akses selama tinggal di sini. Masih efek jetleg, saya sudah tidur lelap meski hari masih sore. Keesokan harinya kembali mengurus birokrasi imigrasi yang mana saya hanya bengong karena para petugasnya berbahasa Ceko (lol), tapi untungnya beres juga. Hari selanjutnya hingga sisa minggu adalah orientasi kampus yang sangat berfaedah. Mulai dari pengenalan sistem online kampus, perkenalan budaya Ceko, sampai seminar hak-kewajiban para pelajar Internasional yang sangat membantu bagi mahasiswa sering-hilang-arah-dan-gaptek seperti saya. Lucunya sih karena saya satu-satunya siswa berjilbab, sering jadi incaran fotografer yang bertugas sebagai dokumentator acara kampus. Saya jadi malu #plak
Dua minggu ini banyak hal terjadi dan menyenangkan. Saya akan coba cerita beberapa hal. Pertama tentu perkuliahan, yang bagi saya tetap sulit tapi menyenangkan. Semua dosen di sini selalu memberikan materi yang akan diajarkan paling tidak 3 hari sebelum jadwal kuliah sehingga siswa punya waktu untuk belajar, mengerjakan soal-soal latihan, jadi saat di kelas lebih efisien untuk diskusi dan membahas hal-hal sulit. Kalau dibilang apakah sulit dan berat kuliah di luar negeri atau di Indonesia, muatan materinya sebenarnya nggak beda jauh (buku-buku acuan toh kebanyakan sama). Tugas-tugasnya juga sama banyak seperti perkuliahan di Indonesia; pe-er individu, tugas kelompok, presentasi. Namun pendalaman materinya di sini lebih baik dan up-to-date dengan kenyataan. Entah mengapa di sini saya lebih semangat belajar. Semoga bukan karena baru awal-awal. Hehe..
Teman sekelas oke-oke. Kerasa banget mereka emang kuliah untuk belajar, kompetitif, rajin baca, kalau diskusi kelas atau pas ngerjain tugas pada aktif, nggak pelit ilmu mau ngajarin atau share informasi. Kan saya jadi kebawa rajin ya. "Hey, there's no class tomorrow. Let's book study room and discuss homework." atau  "I'm going to library to study. You want to join?"  << Kalimat-kalimat kayak gini udah nggak asing dan untuk manusia lemot kayak saya, bagaikan angin segar diajakin belajar jadi bisa lebih paham sama pelajaran. Maklum nih, saya kuliah di jurusan yang beda dengan background sebelumnya dan bukan bahasa Indonesia pula. LOL. 
Asrama kampus ya ampun fasilitasnya oke deh. Kamar saya nyaman, cukup luas untuk 2 orang, bersih, dapur oke, ada ruang cuci, gym, kantin, ruang belajar, sampai bar buat nongkrong juga ada. Belum nemu hal nggak nyaman sih selama di sini. Roommate juga baik dan kami bisa saling toleransi. Oh ya, wifi kenceng, ini penting.
Cukup cerita tentang hal akademis. Tinggal di Praha apalagi Ceko kayaknya nggak afdol kalau nggak jalan-jalan, yekan? Padatnya kuliah membuat saya mengatur waktu, setidaknya perlu 1 hari full untuk traveling dalam seminggu. Maka baru 2 minggu di Praha, saya sudah mengunjungi 2 kota lain yang ternyata nggak kalah indah; Liberec dan Cesky Krumlov. Mumpung belum winter dan masih ada matahari jadi bagus untuk foto-foto. Selain itu, saya juga sempat menemani pasangan Indonesia yang sedang berkunjung ke Praha untuk jalan-jalan. Ala-ala tour guide gitulah. Akhirnya ada yang bisa diajak ngobrol bahasa Indonesia. Hahaha... Terakhir adalah cerita MASAK! Kayaknya semua orang terdekat saya tahu kalau masak adalah skill yang paling saya nggak kuasai. Waktu tinggal di Australia, saya terselamatkan karena kerja di restoran jadi sering dapat jatah makan gratis. Karena di sini belum dapat pekerjaan (dan ngga berniat jadi waitress lagi, sih), mau nggak mau saya harus masak sendiri supaya hemat. Untungnya saya nggak terlalu rewel urusan makanan karena menganut prinsip prioritas: murah, kenyang, bergizi, enak. Hasil masakan tentu nggak seenak abang-abang penjual makanan di pinggir jalan di Indonesia, tapi setidaknya masih selalu bisa saya habiskan. Malah Ibu bilang saya tampak gendutan. Sepertinya karena kalau masak, saya nggak jago urusan takaran jadi selalu kebanyakan (dan selalu saya habiskan). LOL.
Dua minggu ini menyenangkan. Negara baru, rumah baru, sekolah baru, teman-teman baru. Banyak orang baik yang saya temui dan selalu bersedia membantu. Semesta memang baik dan semoga saya pun bisa selalu membalasnya dengan menjadi orang baik. :)
Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 24, 2019 12:41

August 6, 2019

Ibu Negara

"Thi, mau seburuk apa pun masalah yang lu hadapi atau perasaan lu lagi kacau, ketika lu keluar rumah dan menghadapi dunia, lu harus bersikap layaknya Ibu Negara."
Itu pesan sahabat saya, Angie (ibu 2 anak), yang saya tanggapi dengan canda, "Ibu negara apaan? Negara api?"
Sebelumnya, saya tidak pernah menganggap sosok Ibu Negara sebagai seseorang yang memiliki peranan penting secara lingkup nasional. Mengingat semua ibu negara yang pernah ada di negeri ini tidak lebih dari perempuan produk patriarki (enggak saya banget). Saya justru lebih mengagumi perempuan yang menjadi direktur BUMN atau menteri karena terlihat nyata bagaimana mereka berkontribusi. 
Waktu SD saya pernah membaca buku punya ortu yang judulnya "100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia" karangan Michael Hart (ini buku legend yang sampe sekarang juga masih ada). Satu sosok yang berkesan adalah Ratu Isabella dengan segala cerita saat dia mengelola Spanyol. Namun apalah kisah ratu tahun 1400an kayaknya nggak ngefek-ngefek amat ke anak SD. Setelahnya, nggak banyak cerita tentang perempuan yang berkesan bagi saya. Sampai sekitar tahun lalu saya mulai kepo dengan Michelle Obama (justru setelah Obama lengser). 
Dari youtube, saya suka dengan speech-speech yang dia berikan, bagaimana dia berinteraksi dengan masyarakat, ceramah dan pidato yang dia sampaikan, kontribusi yang dia kerjakan, dsb dsb. Namun tentu saya masih nggak terlalu terkesan karena (sorry to say) it's youtube and media always overrated about almost everything. 
Awal tahun ini saya membeli buku Becoming karangan Michelle Obama dan membacanya. And yes... dia adalah sosok Ibu Negara yang paling memenuhi ekspektasi saya. Buku ini merupakan biografi yang dia tulis dan tentang kisah hidupnya dari kecil hingga selesainya masa jabatan Barrack Obama sebagai presiden AS. 
Sebagai penulis, saya bisa menerka karakter seseorang dari hasil tulisan mereka (saya yakin semua penulis punya sense ini). Dari teknik tulisan buku Becoming, saya amaze dengan sosok Michelle Obama. Dia menulis dengan runut, jelas, sederhana, good story-telling, dan mudah dimengerti. Saya bisa membayangkan bagaimana kondisi White House, interaksi keluarga Obama di sana, atau ikut merasakan kegalauan ketika Obama harus meninggalkan rapat penting karena anak sakit, juga ikut menangis saat membaca bagian ayah Michelle meninggal. The way she wrote this book told us about her character. 
Michelle Obama adalah emak-emak pada umumnya. Dia yang cemas saat menunggu kelahiran anak pertama, yang protektif banget sama anak-anaknya, yang mengalami fase kegalauan antara ibu bekerja atau ibu di rumah, yang kadang masih merasa "I feel I'm the only one who fight for this family", yang kalau suaminya pulang kerja masih pengen curhat dan berkeluh kesah tentang apa-apa yang menjadi kekhawatirannya. 
Michelle menjalani fase hidup layaknya perempuan dan masyarakat kelas-pekerja pada umumnya. Dia bukan dari keluarga kaya, punya hutang student loan bahkan masih mencicil setelah lama lulus kuliah, mengalami rasa minder dan diskriminasi sebagai perempuan dan kulit hitam, pernah dibully di sekolah, suka manja dan menye-menye sama kakak laki-lakinya, dan mengalami love-life yang naik turun. 
Buku ini menjabarkan bahwa Michelle Obama adalah manusia biasa yang sangat related dengan masyarakat kebanyakan di AS bahkan di dunia. So, what's made her worth to be a First Lady? 
Yang bisa saya simpulkan dari buku ini, the way she responded to every problems she faces, which made her worthy to become an inspirational First Lady. Dia rajin dan hobi belajar, bahkan saya suka banget dengan motto "Books before Boys" yang dia kampanyekan untuk para perempuan muda. Di salah satu pidatonya, dia sangat ambisius untuk mendapat nilai straight A's untuk setiap mata pelajaran. Dia sangat peduli akan pendidikan dan kesehatan, dia paham bagaimana mengelola disiplin keluarga (bahkan aturan untuk Barrack Obama), dia pintar dalam mengelola sumber daya yang dia miliki, dia tahu waktu dan situasi yang tepat untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. 
Jadi First Lady itu nggak digaji. Selain fasilitas rumah dinas, segala urusan rumah tangga mereka bayar sendiri. Namun Michelle Obama yang sejak awal sangat peduli terhadap pendidikan dan kesehatan, tidak tinggal diam dengan statusnya sebagai Ibu Negara. Dia menggalakkan berkebun di halaman rumah (white house) untuk menghasilkan makanan sehat, tampil di acara sesame street untuk mengajarkan anak-anak pentingnya sarapan, mewujudkan adanya Obama Care agar masyarakat bisa mendapat akses kesehatan gratis, berkunjung ke sekolah-sekolah dan memotivasi siswa betapa pentingnya pendidikan, berdiskusi dengan istri-istri tentara tentang masalah yang mereka hadapi dan mencari solusi bareng-bareng, dia juga selalu mengenakan pakaian dari desainer muda dan lokal yang sedang bertumbuh. Dia melakukan semua itu tanpa dibayar. Tentu, dia mendapat fasilitas layaknya First Family dan dia paham cara mengelola fasilitas yang ia miliki sebagai Ibu Negara untuk aktif dalam hal-hal positif yang bisa memberi dampak bermanfaat bagi masyarakat luas. 
What she choose, how she decide and use her power, what decision she made, the way she speak up and show her empathy, all of them made her a memorable First Lady. She's a woman who knows how show her full self. She knows how to stand out without overshadowing others and how to blend in but not fade away.
Hal lain yang saya pelajari dari buku Becoming ini adalah makna cinta. Michelle sangat sangat sangat mencintai keluarganya. Dia rela kecapekan hanya supaya bisa pulang ke rumah tepat waktu dan bisa makan malam dengan anak-anaknya, dia rela melepaskan pekerjaannya demi mendukung kampanye Barrack Obama, dia rela menjadi Ibu Negara yang sibuk kesana kemari demi berguna bagi masyarakat, dia menjadi pendengar yang baik bagi suaminya yang menanggung segala problem kenegaraan yang harus dihadapi. Namun dia juga paling tahu cara mencintai dirinya sendiri dan membuat prioritas untuk kebahagiannya tanpa perlu bergantung pada orang lain. 
Melalui buku ini, Michelle Obama menginspirasi saya untuk menjadi Ibu Negara Api sosok perempuan tangguh dan lembut, berani dan penuh empati, cerdas dan rendah hati. 
Love is real, real is love. -John Lennon-
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 06, 2019 08:00