Error Pop-Up - Close Button Must be signed in and friends with that member to view that page.

Trinity's Blog, page 13

March 27, 2016

Adrenaline Activities in New Zealand

Saya suka New Zealand! Selain alamnya yang luar biasa indah, negara itu cocok untuk saya yang adrenaline junkie alias doyan nyari aktivitas yang bikin jantung mau copot. 13 tahun yang lalu saya ke New Zealand dengan tekad pengen nyobain bungy jump di negara penciptanya. Dulu pusat aktivitas beradrenalin adanya di South Island, tapi saat ini di North Island juga banyak, terutama di Auckland dan Rotorua (3 jam naik bus dari Auckland). New Zealand memang pusat aktivitas beradrenalin. Safety-nya sudah tidak diragukan lagi. Pemerintahnya pun secara reguler mengkaji.


Berikut sebagian aktivitas berdasarkan tingkat deg-degan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi;


Luge Riding di Skyline Rotorua

Operator: Luge Skyline


Luge adalah semacam papan beroda yang meluncur dari ketinggian. Luge komersial pertama di dunia diciptakan di sini lho! Ada 3 track yang bisa dipilih, saya meluncur downhill di Scenic Track sepanjang 2 km sambil balapan sama @marischkaprue. Yang bikin seru adalah belokan-belokannya dan turunan yang curam. Kita sendiri yang mengontrol kecepatan. Kalau banyak rem ya berarti makin lambat. Jadi saya tancap aja, dan menang balapan deh!


4WD Buggy Riding dan Clay Bird Shooting di Rotorua

Operator: Adventure Playground Rotorua


4WD Buggy Car

4WD Buggy Car


Naik mobil SUV yang 4-wheel drive mungkin sudah biasa, tapi ini naik 4WD buggy car terbuka dengan tingkat kemiringan yang tajam! Saya dibawa off road ke dalam hutan, belok-belok, naik bukit terjal berbatu-batu, meluncur turun sampe pemandangan menghadap bawah! Teriakan saya akhirnya berakhir di puncak Mount Ngongotaha pada ketinggian 2.000 kaki di atas permukaan laut. Pemandangannya spektakuler abis, menghadap Lake Rotorua, Mokoia Island, dan kota Rotorua.


Belum selesai sampai situ, saya dibawa sebuah bukit untuk Clay Bird Shooting. Saya diajarin menembak sasaran berupa clay (tanah liat) terbang dengan menggunakan senjata semi otomatis berlaras panjang! Begitu “jeder” aja bahu saya terpantul getaran tembakan dan suaranya sangat menggelegar! Duh, serem! Adrenalin saya benar-benar terpacu! Setelah percobaan ke-3, saya baru bisa menembak tepat sasaran.


Bridge Climbing di Auckland Harbour Bridge

Operator: AJ Hackett


Manjat jembatan? Iya, itu juga pertanyaan saya awalnya. Tapi jangan membayangkan jembatannya kecil, ini Auckland Harbour Bridge yang terbuat dari baja dengan panjang 1,02 km dan dibangun tahun 1954. Mulanya agak deg-degan sih karena berjalan di jembatan terbuka yang lantainya bolong-bolong di ketinggian 43,27 meter di atas permukaan air. Guide-nya menerangkan sejarah dan teknis jembatan, termasuk menunjukkan lokasi di mana 3 pekerja bangunannya tewas! Saya makin ndredeg ketika berjalan di atas puncak lengkungan tempat tiang bendera  – atau 64 meter (setinggi bangunan 21 lantai) di atas permukaan laut! Udah tinggi, lebar lantai cuma seukuran dua tapak kaki, kanan-kiri-atas kosong, angin kencang menerpa sehingga jembatan terasa agak bergoyang! Arrrggh!


Parasailing dan Jetboating di Lake Rotorua

Operator: Kawarau Jet


Apa bedanya dengan parasailing di Bali? Yang ini jauh lebih bikin jantung mau copot! Tingginya aja sampe 121 meter atau setinggi gedung 40 lantai! Aw, nyer-nyeran abis! Canggihnya lagi, kapal yang nariknya bukan speed boat biasa, tapi ini lebih besar dan lebih cepat karena kita naik dan turun dari deck kapal, jadi nggak basah kena air sama sekali. Tali yang menghubungkan parasut dan kapal sistemnya katrol otomatis, jadi tinggal dikerek aja kayak bendera. Ditambah lagi pemandangannya yang spektakuler, melihat danau, pegunungan dan kota. Foto di udara ada di paling atas tuh.


Jetboat pertama kali didesain di New Zealand. Kapal bermesin jet ini kecepatannya mencapai 80 km/jam dan mudah bermanuver. Di atas air, saya dibawa ngebut sampe ajrut-ajrutan, tiba-tiba berhenti, tau-tau berputar kencang 360° sampe miring-miring! Seru banget!


Ziplining di Pulau Waikehe dan Rotorua

Operator: EcoZip Adventure dan Canopy Tours Rotorua


Di Indonesia disebut flying fox, tapi istilah itu ternyata untuk jarak pendek dan rendah alias untuk konsumsi anak-anak. Ziplining jaraknya panjang dan di atas ketinggian. Di Waiheke, zipline-nya ada tiga, masing-masing berkabel ganda yang berjarak 200 meter. Karena serba terbuka dan tidak begitu curam, jadi tidak begitu deg-degan tapi pasti teriak.



Yang lebih serem zipline di Rotorua. Ini kombinasi dengan canopy tour, jadi trekking di hutan perawan sambil diterangin soal konservasi alam, naik jembatan antar pohon, melewati jembatan gantung sempit bergoyang-goyang, dan meluncur di 6 zipline berjarak 40-220 meter dengan ketinggian sampai 22 meter! Meluncur nyempil di antara pepohonan supertinggi berusia ratusan tahun di hutan lebat emang bikin jantung mau copot! Saya nggak punya videonya, karena megang kamera aja susah bener karena lemez.


Skyswing di Skyline Rotorua

Operator: Skyswing


Ini semacam ayunan raksasa, tingginya saja 50 meter. Awalnya saya dan teman duduk di kursi terbuka. Pelan-pelan kursi dikerek ke atas sampai 90°. Nah, ini sih serem banget karena lama-lama badan saya yang tadinya posisi duduk tegak jadi menghadap ke bawah. Gilanya, kita sendiri harus menarik tali agar terlepas, lalu kursi jatuh dan berayun dengan kecepatan sampai 150 km/jam! *pegangin jantung*



Skyjump di Sky Tower Auckland

Operator: Skyjump


Sky Tower adalah bangunan tertinggi se-New Zealand, tingginya 328 meter. Di observation deck setinggi 192 meter terdapat patform untuk terjun! Duh, ngebayangin terjun dari gedung setinggi 64 lantai aja udah bikin sakit perut. Berbeda dengan bungy jump yang diikat kakinya, skyjump dikaitkan tali di punggung jadi jatuhnya dalam keadaan tengkurap – makanya disebut juga wired base jump. Delapan tahun yang lalu saya pernah bungy dari Macau Tower setinggi 233 meter, tapi tetep aja yang ini rasanya mau mati ketika berdiri di ujung platform! Pada percobaan ketiga, akhirnya, “AAAAAAAAAK…!!!” Saya teriak kenceng 11 detik sampai mendarat! *mungut jantung di lantai*



Masih ada lagi sih yang belum saya coba, seperti zorbing dan sky dive. Tapi itu adalah alasan saya agar bisa kembali lagi ke New Zealand. Nah, Anda pilih yang mana? Selamat mencoba deg-degan di Middle Earth!


—-

Tips


Saya terbang ke Auckland naik Singapore Airlines di Premium Economy Class. Ternyata nyaman banget; kursi dan jarak kaki lebih lebar, ada calf-rest, reclining seat lebih mundur, TV HD ukuran 13,3 inci, headset canggih, dan yang penting… makanan lebih banyak!

Nah, untuk mendapatkan tiket harga spesial ke New Zealand, saya dan @SingaporeAirID telah menciptakan kode unik untuk Anda. Caranya gampang! Ketik kode 4362047795 pada kolom promo code di awal tahap pemesanan tiket online melalui situs www.singaporeair.com.


1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 27, 2016 22:00

March 18, 2016

Malta: You’ll never be alone in traveling

Ceritanya saya janjian traveling bareng seorang teman asal Italia yang dulu saya kenal di Seychelles. Kami berencana untuk pergi ke Republik Malta, sebuah negara yang terletak di selatan Italia dan utara Libya. Ia adalah salah satu negara kepulauan yang terkecil di dunia. Penduduknya aja cuma 400.000 orang. Karena letaknya di Eropa selatan maka cuacanya lebih hangat, lumayan banget setelah seminggu saya kedinginan di Jerman.


Dua minggu sebelum berangkat ke Malta, eh teman saya itu tiba-tiba membatalkan janji karena mendadak ada kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan! Dem, bete banget gue di-PHP-in gini! Bayangan indah dan seru jalan bareng dia jadi bubar. But the show must go on. Gengsi banget membatalkan perjalanan hanya gara-gara dia nggak jadi. Emangnya dia pikir dia siapa? Huh!


Saya pun memilih untuk tinggal di hostel  supaya nggak sendirian. Dari sedikit pilihan yang ada, saya pilih di daerah Sliema agar akses mudah ke mana-mana. Di Malta ada apa saya nggak tahu karena nggak sempat browsing. Maka pada hari pertama sampai, saya langsung ke reception dan bertanya kepada ibu kos sebaiknya ke mana. Dia lah yang membuat itinerary berdasarkan keyword saya: pantai dan sightseeing. Beres!


Saya langsung mengikuti sarannya untuk membeli tiket bus terusan Tallinja Card seharga 15 Euro untuk 12 kali naik bus ke mana aja senegara. Melihat plang informasi, saya syok dengan bahasa Malta yang kebanyakan huruf konsonan. Bahasa Malta berasal dari bahasa Arab, tapi intonasinya seperti pengucapan bahasa Italia. Untung penduduk Malta lumayan bisa berbahasa Inggris, jadi gampang nanya-nanya.


Valetta

Valetta


Saya pun jalan kaki keliling-keliling di ibu kotanya, Valletta. Kota yang termasuk ke dalam UNESCO  Word Heritage Site ini bangunan dan jalannya bergaya Baroque yang berdiri sejak abad 16. Kendaraan tidak boleh lewat di pusat kota, jadi enak banget jalan kaki. Saya sempatkan ke Saint John Co-Cathedral yang ternyata merupakan salah satu gereja yang interiornya paling bagus yang pernah saya kunjungi di dunia. Menjelang sunset, saya nonton tradisi lokal yang sudah berjalan ratusan tahun, yaitu tembak meriam.


Karena kangen makan nasi, malamnya saya makan di sebuah restoran India. Di meja sebelah duduk seorang bapak-bapak asal Inggris yang juga makan sendiri. Ia kelihatannya ramah. Dengan santainya saya bilang, “I hate to eat alone. Do you wanna join my table?”  Kami pun makan semeja dan ngobrol seru semalaman. Pemilik restoran yang orang India asli pun akhirnya ikut gabung ngobrol, bahkan ia mentraktir alkohol dan dessert gratis. Saat bon ditagih, eh saya malah dibayarin sama si bapak Inggris! Wah, saya untung sampe dobel gini!


Hostel saya kecil, hanya ada empat kamar dorm masing-masing terdiri dari 6 bed. Bagusnya yang menginap bukan ABG dan kebanyakan solo traveler. Setiap malam kami nongkrong bareng di teras. Rupanya banyak penghuni hostel yang tinggal sudah lama sehingga mereka ngegeng. Saya pun jadi ngegeng dengan sesama “anak baru”; Carlos dari Spanyol dan Vanessa dari Inggris – keduanya berprofesi sebagai dokter! Lucunya, Carlos juga korban PHP, tadinya ia janjian jalan bareng temannya ke Malta tapi dibatalin juga.


Hari-hari selanjutnya saya jalan bareng sama geng baru ini. Kami berenang di Blue Lagoon dengan pemandangkan khas Mediterania yang berair turquoise, berjemur di Golden Sands yang pasirnya keemasan, keliling kota medival Mdina yang cantik tempat syuting Game of Thrones, nongkrong di atas tebing tempat syuting film Troy di Blue Grotto, ke makam bawah tanah zaman Romawi di Rabat, menanti sunset di Dingi Cliffs yang merupakan titik tertinggi se-Malta, dan lain-lain. Seru banget ada temen ngobrol dan ada yang motretin!


Blue Lagoon

Blue Lagoon


Sialnya, selama di Eropa saya lagi sakit acid reflux – penyakit asam lambung yang naik ke tenggorokan sampai batuk-batuk kering terutama malam hari. Bener-bener saya jadi nggak enak sama teman-teman sekamar karena saya berisik. Namun teman-teman sehostel sangat perhatian. Dua teman dokter itu meresepkan obat khusus untuk dibeli di apotek. Cowok Libya bikinin minuman jahe. Cewek Korea masakin makanan. Cowok Brasil bagian nepok-nepok. Aih, saya sungguh terharu!


Memang benar bahwa you’ll never be alone in traveling. Jadi, nggak usah takut solo traveling!


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 18, 2016 22:00

February 25, 2016

El Nido dulu dan sekarang

Sebagai delegasi ASEAN Tourism Forum 2016, kami diberi kesempatan untuk ikut post-tour ke salah satu dari 10 destinasi wisata di Filipina dengan hanya membayar USD 150 all in untuk paket 4 hari 3 malam. Lucunya, saya sudah pernah ke 10 destinasi tersebut saking doyannya traveling di Filipina. Maka saya pun memilih untuk ke El Nido karena grupnya kecil, hanya 15 orang khusus media – di destinasi lain grupnya 40-60 orang dan bercampur dengan para buyers dan sellers. Selain itu, itinerary-nya “gue banget”, hanya island hopping dan berenang. Yang jelas kalau paketnya dihitung, value El Nido paling mahal dibanding ke-9 destinasi lainnya.


Pertama kali saya ke El Nido pada 2004 bekpekingan bareng si Nina dan Jade. Kami menginap di losmen busuk di El Nido Town dan patungan nyewa kapal untuk island hopping bareng Christian asal Australia. Nggak nyangka 12 tahun kemudian saya kembali dengan gaya luxury bersama para jurnalis internasional!


Saya baru tahu bahwa sekarang sudah ada direct flight langsung dari Manila yang hanya sejam, jadi nggak usah terbang ke Puerto Princesa dan naik jeepney 6 jam lagi. Mendarat di El Nido Airport pun sudah tidak ada becak (tricycle) lagi yang berbagi runway dengan pesawat, sekarang berganti dengan jeepney. Bangunan bandara sekarang sudah bukan garasi lagi, tapi 2 rumah besar meski tetap terbuat dari kayu dan non-AC, sayangnya hammock sudah tidak ada karena berganti dengan bangku permanen.


Kami menginap di Lagen Island Resort yang terletak di ujung Pulau Lagen yang dipenuhi hutan lebat dan diapit tebing limestone, sekitar 45 menit naik kapal dari El Nido yang terletak di mainland Pulau Palawan bagian utara. Hotel ini sangat eco friendly. Begitu nyampe kami langsung di-briefing tentang pelestarian alam. Kami diberi brosur berisi aneka satwa yang dapat ditemui di sekitar El Nido. Setiap tamu wajib mengisi dan memberi tanda satwa apa yang ditemui, tanggal dan lokasinya, agar satwa tersebut tetap terpantau. Kami juga diberi kantong khusus untuk tempat sampah, baik sampah sendiri maupun sampah orang lain. Di kamar dikasih minum air putih cuman sebotol, sisanya harus refill sendiri untuk meminimalisasi sampah plastik. Karena letaknya yang nyempil, saya bertanya apakah ada sumur air tawar. Ternyata mereka menyuling air dari laut. Pembuangannya pun telah melalui proses waste management yang baik.


Almost sunset in Lagen Island

Almost sunset in Lagen Island


Setiap hari kalo nggak leyeh-leyeh di resort, kami island hopping ke sebagian pulau dari 45 pulau yang ada di Bacuit Bay dipandu oleh guide bernama Marlon. Kami kayaking di Small Lagoon dan Big Lagoon di labyrinth tebing-tebing limestone, snorkeling di Bayog Beach dan Miniloc Island bersama schooling ikan giant trevally, caving di Codognon Cave, hiking di Snake Island, serta makan siang dan berenang di Entalula Island dan Dibuluan Island. Kepulauan El Nido memang mirip dengan Raja Ampat dengan skala yang lebih kecil, maka tak heran ia disebut sebagai “the best beach and island destination in the Philippines”.


Entalula Island

Entalula Island


Apa perbedaannya kawasan itu sekarang dan 12 tahun yang lalu? Bisa dikatakan tidak ada. Semuanya tetap tampak sama. Pemandangannya tetap spektakuler, terumbu karangnya tetap sehat, ikannya tetap banyak, pantai-pantainya tetap bersih tanpa sampah. Yang berbeda adalah pantai favorit saya di Entalula Island. Dulu hanyalah pulau tak berpenghuni, sekarang sudah ada satu restoran – itu pun dibuat eco friendly jadi tidak mengganggu pemandangan dan kebersihan. Peraturan keselamatan transportasi laut Filipina pun tetap ditegakkan – setiap penumpang kapal, sebusuk apapun kapalnya, tetap wajib mengenakan life jacket. Ah, sangat salut!


Yang paling berbeda hanyalah El Nido Town. Meski pemandangan ke arah laut tetap kece, namun sekarang jauh lebih rame, sudah banyak mobil, toko, hotel , restoran, bar. Saya masih ingat dulu di sana hanyalah desa nelayan kecil, penginapan kebanyakan model losmen atau homestay yang menyatu dengan rumah pemilik, restoran cuman ada beberapa – itupun kami sering dipelototin pemuda desa karena kami disangka cewek Pinay asal Manila yang sombong karena hanya ngomong bahasa Inggris. Saking kecilnya, semua kenal semua orang, terutama sesama turis. Tiap malam karena tidak ada hiburan dan sinyal telepon, sesama turis saling jemput dan nongkrong di suatu tempat untuk berpesta.


Dari trip ini, ada cerita menarik. Rombongan jurnalis terdiri dari 3 orang Rusia, 3 orang Turki, 2 orang Polandia, 1 orang Portugal, 1 Belgia, 1 Tiongkok, saya sendirian orang Indonesia, dan 2 orang panitia Filipina dari travel agent Intas dan Tourism Promotions Board. Saking parnonya pemerintah Filipina, rombongan kami dikawal oleh 2 orang polisi! Terus terang rombongan ini adalah rombongan media yang paling aneh. Semuanya takut matahari, termasuk bule-bule. Parahnya, semua saling ngegeng sehingga jarang terjadi percakapan di antara kami kecuali basa-basi, mungkin karena bahasa Inggris mereka yang kacau. Padahal kami makan selalu semeja, tapi mereka memisahkan diri aja gitu.


Jadilah saya ngegeng dengan kakek-kakek Portugal berusia 70 tahun bernama Salvador. Di antara rombongan, dia jurnalis paling profesional – selalu merekam dengan camcorder, memotret, dan mencatat. Meski paling tua, si kakek sangat asik diajak ngobrol, pintar, berbahasa Inggris dan Spanyol lancar, doyan berjemur dan berenang kayak saya. Badannya masih sangat fit, ingatannya masih tajam. Keren aja gitu saat dia bercerita, “50 tahun yang lalu saya ikut perang di Angola”, atau “40 tahun yang lalu saya ke Beijing, orang masih naik sepeda”. Lucunya, memori jangka pendek malah terganggu. Bisa-bisanya lagi posting foto di Facebook, dia bertanya, “Sekarang ini kita lagi di negara apa?” Hehehe!


Malam terakhir saya dan kakek menonton video hasil buatannya di camcorder-nya yang juga berfungsi sebagai projector. Angle-nya menarik, kualitas bagus, bak film dokumenter perjalanan di TV. Saya pun bertanya, “Elo setua gini emang nggak capek ya traveling mulu, apalagi terbang jauh di economy class?” Si kakek menjawab, “If I don’t travel, I’d die.”


1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 25, 2016 02:00

February 10, 2016

Mengintip program pariwisata negara tetangga

Baru pertama kali saya ikut ASEAN Tourism Forum (ATF) yang pada tahun 2016 ini diadakan di SMX Conference Center di Manila. Acara ini utamanya adalah trading B2B (business to business) antar buyers dan sellers pelaku industri pariwisata internasional, jadi bukan ajang promo tour dan tiket murah yang diantre orang. Karena saya diundang sebagai media, maka setiap hari saya dan sekitar 100an jurnalis dunia berkumpul di sebuah ruangan untuk mendengarkan konferensi pers dari 10 anggota ASEAN yang mempresentasikan update pariwisata negara masing-masing. Herannya, hanya saya satu-satunya media dari Indonesia.


Berikut laporannya yang saya urutkan berdasarkan jumlah turis asing yang masuk ke negara yang bersangkutan;


Thailand


Jumlah turis asing yang masuk ke Thailand adalah yang terbanyak dibandingkan seluruh negara ASEAN, yaitu sebanyak 29,8 juta orang selama tahun 2015. Pariwisata menyumbang pemasukan negara terbesar dengan USD 42 milyar pada 2015 dan mentargetkan USD 66 milyar pada 2016. Amazing Thailand juga meluncurkan logo pariwisata dan TVC terbaru dengan tagline “Where life rules everything”.


Fokus pariwisata Thailand 2016 adalah luxury tourist, antara lain dengan cara meningkatkan pariwisata di bidang cruise ship (mencapai 10.000 orang turis asing/tahun), golf, medical tourism, health & wellness. Juga mengembangkan community based tourism di daerah terpencil dan female travelers. Selain itu, Thailand ingin meningkatkan turis domestik dengan memberikan insentif khusus.


Malaysia


Mereka bikin Malaysia Tourism Transformation Plan di mana tahun 2020 ditargetkan 36 juta turis asing masuk dengan pemasukan negara sebesar 168 milyar Ringgit. Malaysia menawarkan pariwisata yang value-for-money dan well-developed infrastructure. Salah satu presentasinya adalah tentang pembangunan high-speed railway antara Kuala Lumpur dan Singapura. Fokus promosinya menggunakan media digital, maka tak heran situs pariwisatanya memenangkan Best Tourism Website di ajang penghargaan dunia.


Program pariwisatanya antara lain adalah mengadakan festival seni dan kuliner, mulai dari mask art, street food, halal food, sampai durian festival. Meningkatkan sport tourism seperti F1, Ironman, Malaysia Open. Yang lebih hebatnya lagi, Malaysia sudah mempunyai 17 theme park termasuk yang akan segera buka, yaitu Dreamworks, Nickelodeon, dan 20th Century Fox! Progam lain yang menarik adalah “Malaysia My Second Home” di mana para pensiunan dari negara asing manapun dapat tinggal di Malaysia dengan syarat memiliki aset minimal 350.000 Ringgit.


Singapura


Jumlah turis asing ke Singapura sebanyak 15 juta dengan pemasukan SGD 24 milyar. Turis asing terbanyak yang masuk terbanyak berasal dari Indonesia dengan 2,4 juta orang/tahun (sementara turis Singapura yang masuk ke Indonesia 1,5 juta orang/tahun). Hanya Singapura yang diwakili oleh satu orang saja (negara lain serombongan), namun program pariwisatanya menurut saya paling hebat.


Program promosi pariwisata mereka dibuat segmented berdasarkan target market negaranya, misalnya untuk market Filipina mereka menampilkan video musik band terkenal Filipina yang syuting di Singapura, dan untuk market Tiongkok mereka membuat apps digital dalam bahasa lokal. Mereka juga bikin pameran contemporary art di Beijing, London, New York untuk memperkenalkan negaranya. Tourism board Singapura menjalankan kerja sama promosi dengan bandara Changi sebesar SGD 35 milyar dan maskapai penerbangannya sebesar SGD 20 milyar. Mereka berkerja sama dengan TripAdvisor dengan membuat microsite khusus “Live like a local”. Hebatnya lagi, mereka memperbaiki museum-museum dan memamerkan koleksi baru, juga membuat event kuliner/musik/olah raga yang berskala internasional seperti MasterChef Asia dan Asia’s Got Talent.


Indonesia


Dari 10 negara, cuma Indonesia yang diwakili oleh Menteri Pariwisatanya langsung. Baru kali ini juga saya lihat press release yang ada foto muka, yaitu mukanya Pak Menteri! Tapi Pak Menteri tidak mempresentasikan slide-nya namun langsung ke tanya-jawab yang diserbu oleh para jurnalis. Pertanyaannya tentang perkembangan bom Sarinah dan kabut asap.


Pada slide tertulis jumlah turis asing pada 2015 adalah 10 juta, dan target 2019 adalah 20 juta orang, dengan top 3 market dari Singapura, Malaysia dan Australia. Program pariwisata Indonesia adalah pembebasan visa bagi 90 negara di dunia, meningkatkan budget promosi sebesar 300% dan mengembangkan 10 destinasi prioritas. Hmm, “ngambang” banget ya?


Vietnam


Jumlah turis asing yang masuk ke Vietnam sebanyak 7,9 juta/tahun dengan top market-nya berasal dari Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang. Vietnam mencanangkan Visit Vietnam 2016 dengan fokus destinasinya di Phu Quoc Island – Mekong Delta. Lalu presentasi diganti dengan iklan maskapai penerbangannya yang baru saja privatisasi pada 2015, iklan tentang kota Danang, dan iklan tentang travel mart yang akan diadakan di Ho Chi Minh City.


Filipina


Filipina kedatangan turis asing sebanyak 5 juta/tahun yang kebanyakan berasal dari Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jepang. Rupanya orang Korea banyak yang datang karena ingin belajar bahasa Inggris lebih murah.


Program mereka lebih banyak berbenah diri, antara lain membuat sistem akreditasi baru untuk akomodasi, meningkatkan accessibility melalui jalur udara dan laut, pelatihan pariwisata, serta mengembangkan niche market yaitu scuba diving dan medical tourism.


Kamboja, Myanmar, Laos


Saya jadikan satu karena ketiga negara ini presentasinya sama-sama membosankan dengan bahasa Inggris yang sulit dimengerti. Rata-rata turis asing yang masuk ke masing-masing negara sebanyak 3 – 4 jutaan orang/tahun. Isi presentasi malah foto-foto destinasi yang generik. Fakta menarik yang saya ingat, jumlah turis Korea Selatan meningkat 91% ke Laos karena ada artis Korea yang syuting di sana.


Brunei


Sebagai negara terkecil di ASEAN, Brunei tak banyak memberikan update tentang pariwisatanya. Setengah dari jurnalis pun keluar dari ruangan karena menganggap tidak penting, bahkan ada yang karena sentimen terhadap hukum syariah Brunei. Yang bawain presentasi juga songong sih, bisa-bisanya dia bilang bahwa dia nggak suka Filipina. Anyway, isi presentasinya tentang pembangunan jembatan dengan menayangkan berita TV tentang anak Sultan meletakkan batu pertama. Salah satu program yang diajukan adalah Ramadhan Festive di mana semua orang dapat ke istana untuk berjabat tangan dengan Sultan!


ASEAN for ASEAN


Pada ATF 2016 ini 10 negara anggota ASEAN sepakat untuk saling mempromosikan kunjungan pariwisata di dalam ASEAN dan meningkatkan awareness terhadap brand pariwisata ASEAN. Masing-masing negara diberi tema promosi, seperti Indonesia untuk ASEAN spa and wellness, Singapura untuk cruise tourism, dan Malaysia untuk adventure travel.


Anehnya, dari perwakilan negara ASEAN di panggung hanya Thailand, Malaysia, dan Singapura yang ngomong. Yang lain meneng bae, termasuk Indonesia. Inisiatif promosi ASEAN pun kebanyakan datang dari Malaysia dengan program GoASEAN dan Singapura dengan program trade show khusus cruise tourism.


Nah, menurut Anda, program pariwisata negara mana yang keren?


2 likes ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 10, 2016 02:00

January 13, 2016

ASEAN Tourism Forum 2016

Sebuah e-mail mengundang saya untuk hadir dalam acara ASEAN Tourism Forum (ATF) di Manila, Filipina, yang akan diadakan pada 18-25 Januari 2016. Saya langsung berbunga-bunga membacanya, karena; Pertama, saya akan “pulang kampung” ke Filipina. Kalau belum tahu, Filipina adalah negara favorit saya setelah Indonesia. Berkali-kali saya traveling ke sana, bahkan pernah tinggal di Manila untuk sekolah S2. Kedua, sebagai travel writer, saya sangat tertarik dengan industri pariwisata dunia. Dengan hadir di acara ini, saya akan tahu peta kekuatan pariwisata di ASEAN, apalagi kita sudah memasuki MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Semoga saya bisa menyumbang sesuatu bagi dunia pariwisata Indonesia dari hasil liputan saya. Ketiga, dengan undangan ini, saya bangga saya diakui secara regional meski pemerintah Indonesia aja nggak pernah ngundang saya di ATF :)


logo atfATF adalah upaya regional untuk mempromosikan wilayah ASEAN sebagai tujuan wisata. Acara tahunan ini melibatkan semua sektor industri pariwisata dari 10 negara anggota ASEAN, yaitu: Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Setiap tahun, setiap negara anggota bergantian menjadi tuan rumah. ATF 2016 menandai ulang tahunnya yang ke-35 sejak pertama kali diadakan di Malaysia pada 1981.


ATF bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai tujuan wisata tunggal yang menarik, meningkatkan kesadaran ASEAN sebagai tujuan wisata yang sangat kompetitif di Asia Pasifik, menarik lebih banyak wisatawan ke negara anggota ASEAN, mempromosikan wisata ASEAN, dan memperkuat kerjasama antarsektor industri pariwisata ASEAN. Sebagai konvensi tahunan industri pariwisata ASEAN, ATF mempromosikan pertukaran ide, mengulas perkembangan industri, merumuskan rekomendasi bersama untuk lebih mempercepat pertumbuhan pariwisata ASEAN.


Selain itu, ATF juga menyediakan tempat untuk menjual dan membeli produk pariwisata regional dan individu negara anggota ASEAN melalui TRAVEX (Travel Exhibition) selama 3 hari. Para penyedia produk pariwisata ASEAN dan para pembeli internasional dapat langsung melakukan bisnis pada acara tersebut. Setiap tahun ATF TRAVEX dihadiri oleh 1.600 delegasi yang terdiri lebih dari 450 international buyers and 150 media internasional.


ATF kali ini bertema One Community for Sustainability. Keindahan Asia Tenggara terletak pada orangnya yang hangat dan ramah, budaya, bahasa, agama, arsitektur, kuliner, dan geografi. ASEAN adalah destinasi bagi para pencari petualangan, backpackers, pengusaha, keluarga, penggemar fotografi, pecinta laut dan gunung, dan masih banyak lagi. Asia Tenggara akan meningkatkan kepuasan wisata, memastikan pengalaman yang baik bagi para wisatawan, meningkatkan kesadaran dan mempromosikan praktik pariwisata berkelanjutan.


Wah, penting banget kan acara ini? Nah, bagi Anda pelaku bisnis atau pemerhati pariwisata dan ingin menjadi bagian dari ATF 2016, silakan ke http://www.atfphilippines.com


Liputannya menyusul ya? *siap-siap packing*


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 13, 2016 01:00

January 5, 2016

Liburan Nebeng di Maluku Utara

Bermula dari undangan Bank Indonesia Ternate untuk menjadi pembicara North Maluku Tourism Summit 2015, saya langsung setuju. Alasannya karena saya belum pernah menjelajah propinsi Maluku Utara yang termasuk baru ini. Apalagi salah satu penawarannya adalah “akan diajak jalan-jalan keliling Ternate yang ditemani guide berstandar internasional”.


Salah satu fasilitas yang diberikan adalah hotel 2 malam 2 kamar untuk saya dan manager. Rupanya saya ini disamain sama artis. Maklum saya bakal sepanggung dengan artis pembicara lain dari Jakarta yaitu Putri Indonesia Zivanna Letisha, Miss Scuba Yovita Liwanuru, dan MC-nya Farhan. Jadilah saya minta izin untuk mengganti menjadi 1 kamar 4 malam sehingga bisa extend 2 malam gratis. Yah, daripada nyape-nyapein bodi cuma sebentar, mending sekalian explore Ternate lebih banyak. Dari rencana awal 1-2 Desember, saya pun extend sampai 4 Desember. Mau ngapain nantinya, liat aja nanti.


Ternate City

Ternate City


Setelah semalaman di pesawat, kami mendarat di Ternate pagi hari dan langsung diajak jalan-jalan keliling Ternate pake mobil berplat merah. Guide kami @ilhamarch tahu banget spot yang oke. Mulai dari bukit di atas Danau Ngade yang menghadap Pulau Tidore dan Maitara, Pantai Fitu yang merupakan lokasi pada gambar uang kertas Rp 1.000, Benteng Kastela yang pada reliefnya ada pasukan Portugis ber-“anu” bowling, Batu Angus yang berisi bebatuan aneh berasal dari muntahan lahar Gunung Gamalama, Danau Tolire yang spektakuler bagusnya, sampai diakhiri dengan snorkeling di Pantai Sulamadaha. Meski kulit gosong, hati dan mata senang!


Keesokan harinya seharian kami mengisi acara seminar. Saat sesi pertama saya sepanggung dengan Kang Idris, pemilik dive operator Nasijaha. Sekilas kami pun berkenalan, eh dia mengundang saya diving keesokan paginya. Pucuk dicinta ulam tiba! Keberuntungan lain datang saat seminar itu juga, saya berkenalan dengan seorang peserta yang pembaca buku-buku The Naked Traveler garis keras bernama Itje. Ia seorang karyawati sebuah bank di Ternate yang menawarkan diri untuk mengajak jalan-jalan pake mobilnya.


Pagi-pagi kami naik kapal ke Pulau Hiri untuk diving dua kali. Meski tidak ada pelagic (ikan besar), namun terumbu karangnya cantik, visibility oke, arus pun nyaris tidak ada. Terakhir kami makan siang di Pantai Jikomalamo yang kece banget sampai semua orang sibuk selfie. Lalu Kang Idris melontarkan ide untuk ikut dia trip diving ke Jailolo pada 4 Desember bersama Pak Bupati. Waah, racun abis! Tanpa ba-bi-bu, saya pun langsung ke kantor penerbangan untuk ganti tanggal pulang ke 6 Desember.


Jikomalamo Beach


Hari ketiga, naik mobik Itje kami mengunjungi Istana Kesultanan Ternate yang berkesan mistis itu, ke Benteng Tolukko, dan Benteng Kalamata. Lalu dengan naik speed boat reguler, kami menyebrang ke Pulau Tidore. Di sana kami dijemput mobil SUV mewah milik pejabat setempat kliennya Itje. Kami pun ke “negeri di atas awan” yaitu desa Gura Bunga yang terletak di atas gunung untuk menemui Sohi atau pemimpin adat yang ditahbiskan secara gaib. Tak lupa kami ke Istana Kesultanan Tidore yang dulu kekuasaannya sampai ke Papua, serta naik ratusan tangga ke Benteng Tahula.


Hari keempat jam 7 pagi saya sudah sampai di pelabuhan. Sungguh saya nggak tau akan naik apa, sama siapa, gimana alat diving-nya, dan di mana menginapnya. Rupanya trip ke Jailolo ini bersama KPL (Komunitas Pecinta Laut) Sulawesi Utara dan Maluku Utara yang isinya belasan orang… om-om semua! Peralatan sudah disiapkan, saya bahkan dikasih dive guide eksklusif bernama Reza yang niat bawa tongsis 3 meter. Kami pun diving di Pulau Pastufiri, lalu di Pulau Babua bersama Bupati Jailolo, Pak Namto. Alam bawah lautnya juga cantik!


Babua Island

Babua Island


Sore hari sampai di Jailolo, Kang Idris dan kru balik ke Ternate karena ada kerjaan. Lha, saya ditinggal sendiri sama om-om yang baru modal kenal senyam-senyum doang! Tahu-tahu, saya ditawarkan menginap di Villa Gaba oleh Ketua KPL Malut, Pak Syahril. Sore hari mobilnya siap sedia mengantar jalan-jalan di Jailolo, saya pun menikmati sunset Jailolo yang indah banget. Malamnya ada acara sarasehan KPL dengan para pemuda Karan Taruna (iya, emang begitu tulisannya) – saya “terjebak” untuk ikut jadi pembicara. Ya nggak apa-apa lah, that’s the only thing I can contribute karena saya dilarang bayar.


Hari kelima, kami semua naik kapal ke Desa Guaeria di Pulau Halmahera untuk memberikan penghargaan kepada pemuda desa atas prestasi mereka menjaga kebersihan dan memberdayakan pariwisata. Desa di pantai ini memang bersih, tidak ada sampah, dan hebatnya, tanpa asap rokok. Lagi-lagi saya didaulat untuk jadi pembicara. Kembali ke Ternate, baru mau booking hotel eh malah diajak menginap di rumah Itje. Malam itu kami nongkrong di pinggir pantai dan farewel party makan martabak di rumahnya. Besoknya pun pake diantar ke bandara gratis!


Wah, kebangetan beruntungnya saya! Judulnya ini liburan nggak sengaja di Maluku Utara, atau lebih tepatnya liburan nebeng sana-sini. Dari seharusnya pulang tanggal 2 Desember, pindah ke 4 Desember, dan akhirnya jadi 6 Desember 2015. Modal liburan saya kali ini hanya sekian ratus ribu, itu pun sebagian besar karena bayar penalti tiket pesawat. Meski tidak ada rencana dan tidak ada ekspektasi, tapi saya dapat pengalaman yang luar biasa dan dipertemukan dengan orang-orang yang sangat baik hati. Terima kasih!


2 likes ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 05, 2016 02:00

December 17, 2015

Habiskan makananmu

Saya sangat menikmati sarapan di hotel, terutama di hotel-hotel di Indonesia – karena makananya makanan Indonesia yang tidak ada yang ngalahin enaknya! Tapi… saya selalu dibuat sebal dengan tingkah para tamu.


Pagi itu, saya memperhatikan seorang lelaki setengah baya yang duduk di meja sebelah. Ia datang dengan piring berisi nasi goreng menggunung dan lauk pauk yang menumpuk sampai menutupi nasinya. Belum juga disentuh makanan tersebut, dia sudah beranjak lagi ke egg corner untuk memesan omelette. Sambil menunggu telur matang, dia bergeser ke meja sebelahnya dan mengambil dua lapis roti yang diolesi selai stroberi. Saya yang doyan makan banyak pun salut dengan porsi makan si bapak. Rupanya dia duduk bersama keluarganya yang semuanya mengambil makanan berlimpah sampai mejanya penuh. Dalam lima menit mereka berhenti makan, lalu mengobrol. Saya pun terhenyak. Masih banyak sisa makanan di piring dan di meja mereka! Saya pikir makannya akan diteruskan, nggak tahunya nasi dan lauk pauk hanya diaduk-aduk dan roti lapis yang bekas dua gigitan ditumpuk di atas nasi.


Ah, pemandangan yang “jamak” di hotel di Indonesia saat sarapan ala prasmanan di restorannya. Entah ini budaya dari mana asalnya, tapi saya sering sekali melihat pemandangan seperti ini. Orang mengambil makanan berlimpah, tapi tidak dihabiskan. Hal yang sama terjadi juga pada saat pesta resepsi pernikahan. Masih mending kalau sisa makanannya hanya sedikit, ini seringnya lebih dari setengah. Apakah mereka tidak bisa mengukur kapasitas makan diri sendiri? Apakah ini terjadi karena sistemnya makan prasmanan saja?


Sebagaian yang makanannya tidak dihabiskan beralasan karena “tidak enak”. Duh, kalau begitu jangan diambil sekaligus banyak dong! Meskipun gratis dan prasmanan, bukankah sebaiknya makanan diambil sedikit-sedikit? Alasan lain, “Nanti takut keburu habis diambil orang lain”! Loh, emangnya kalian segitu kekurangan makanan? Yang lebih aneh lagi alasan, “Daripada diambil sama catering-nya”. Loh?


Anyway, ada tiga pengalaman pribadi yang membuat saya sangat sebal dengan orang yang mengambil banyak makanan tapi tidak dimakan. Pertama, saya selalu ingat almarhum ayah saya yang selalu mengingatkan bahwa makanan itu harus dihabiskan. Alasannya, “Kamu sudah diberi makan aja tidak dihabiskan. Bayangkan orang-orang di Ethiopia yang kelaparan tidak bisa makan!” Sahih.


Kedua, saya pernah kerja di dua restoran siap saji selama lima tahun. Saya tahu banget bagaimana susahnya mengelola restoran, terutama mempersiapkan makanan. Semua staf harus menjalani pelatihan berbulan-bulan untuk membuat makanan dengan rasa dan tampilan yang konsisten. Staf bagian dapur berpeluh seharian untuk memasak, bahkan tak jarang tangan mereka terluka kena letupan minyak panas. Bayangkan bila perjuangan mereka jadi sia-sia kalau makanan dibuang begitu saja!


Ketiga, saya juga pernah bekerja di perkebunan sayur-mayur. Saya baru sadar betapa sulitnya menumbuhkan sayuran! Mulai dari membeli bibit, menanam, mengairi, memberi pupuk, sampai beberapa bulan kemudian dipetik. Saya ingat klien saya, salah satu jaringan restoran terbesar di Indonesia, setiap hari memesan sayur caysim sebanyak 1,5 ton. Terbayang seberapa besar lahan yang diperlukan untuk menanam caysim, berapa banyak sumber daya dikerahkan. Sedihnya, caysim adalah sayuran yang paling sering tidak dimakan, padahal telah susah payah ditumbuhkan.


Kembali ke pemandangan awal, saya memperhatikan lagi meja di depan saya. Sepasang orang asing yang diam-diam memasukkan roti yang dibungkus tissue ke dalam tasnya. Yah, paling tidak makanan di restoran ini dibutuhkan dan akan dihabiskan – daripada diambil, diaduk-aduk dan tidak dimakan.


Saya rasa, hidup tumbuhan dan hewan akan lebih berarti di dunia ini jika mereka “mati” tidak sia-sia, namun bermanfaat untuk kebaikan manusia. Jadi, tolong habiskan makananmu, minimal di piringmu sendiri ya?


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 17, 2015 03:00

December 7, 2015

Jadi delegasi Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015

Momen paling membanggakan sebagai penulis selama tahun 2015 adalah ketika saya diundang pemerintah Indonesia untuk hadir dalam Frankfurt Book Fair pada 13-18 Oktober. Acara tahunan tersebut adalah pameran trading buku terbesar di dunia dari jumlah penerbit dan pengunjung yang hadir, juga yang tertua di dunia karena tradisi itu sudah ada sejak 500 tahun yang lalu. Tahun 2015 ini Indonesia menjadi Guest of Honour. Artinya, tema pameran adalah tentang Indonesia, acara berfokus pada Indonesia, dan Indonesia mendapat jatah stand terbesar. Tema yang diusung Indonesia tahun ini adalah 17,000 Islands of Imagination.


Menjadi Guest of Honour adalah hal yang penting bagi suatu negara, namun seperti sudah diduga persiapannya serba mendadak padahal sudah tahu beberapa tahun sebelumnya. Pemilihan penulis yang dikirim konon berdasarkan rapat IKAPI yang mensyaratkan penulis yang sudah terkenal, menerbitkan banyak buku, diutamakan yang bukunya berciri Indonesia, dan sudah diterbitkan ke dalam bahasa Inggris. Denger info, saya sempat tidak jadi diberangkatkan karena ada catatan merah bahwa “Trinity suka menjelekkan orang dalam presentasi” – entah apa artinya dan dari siapa informasi ngaco itu berasal. Saya sih pasrah aja, tapi untunglah 2 bulan sebelum keberangkatan saya dikabari akhirnya ikut dikirim. Hore!


Soal penulis yang diberangkatkan dan tidak rupanya sempat memanas di social media, bahkan ada penulis yang sampai mengundurkan diri karena protes. Saya memilih untuk menyimpan rapat kabar tentang keikutsertaan saya karena malas terlibat drama berkepanjangan. Saya pun tidak membalas komen negatif di social media yang menyerang saya karena saya berangkat. Sebagai penulis ber-genre travel, udah untung banget dikirim. Apalagi disejajarkan dengan Taufik Ismail, Andrea Hirata, Leila S. Chudori dan Dee Lestari – yah, apalah saya ini bukan?


Ada kah penulis idolamu?

Yang mana penulis idolamu?


Meeting antar panitia dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pun diadakan. Terjadilah kehebohan berikutnya karena ketidakjelasan informasi. Contohnya, informasi mengenai extend atas biaya sendiri yang tadinya boleh tiba-tiba jadi tidak boleh, yang tadinya boleh cari hotel sendiri eh tiba-tiba harus di hotel yang disediakan panita. Tentu saya melancarkan protes, yang didukung oleh sebagian penulis lain. Kami pun bersatu di grup Whatsapp agar saling berbagi informasi. Ada sekitar 75 orang penulis dan chef yang dikirim, namun total rombongan ada 400-an orang.


Visa Schengen saya urus sendiri karena saya sudah punya travel insurance setahun. Saya memesan penginapan di hostel dekat Hauptbahnhof, terpisah dari rombongan yang hotelnya jauh dari pusat kota. Beberapa hari sebelum berangkat tiket pesawat baru dikirim, asam lambung saya sampai naik karena stres serba nggak jelas gini. Saya naik pesawatnya pun terpisah dari rombongan utama. Lebih stres lagi soal duit. Sistemnya setiap penulis akan di-transfer uang per diem yang akan dipakai untuk biaya hidup kami sehari-hari di Frankfurt, termasuk akomodasi, transportasi, dan makan. Namun sampai beberapa hari kami tiba di Frankfurt, duit tersebut belum juga di-transfer!


Singkat cerita, tempat pameran bernama Messe Frankurt itu gede banget! Luasnya 578.000 m² terdiri dari 4 lantai dengan 10 exhibition hall. Antar hall aja disediakan travelator (semacam escalator datar kayak di bandara). Frankfurt Book Fair adalah pertemuan antar penerbit buku dunia untuk membeli dan menjual rights, jadi bukanlah literary festival yang mempertemukan penulis dan pembaca atau book fair yang sering diadakan di GBK Jakarta yang isinya jualan buku diskonan. Selama tiga hari pertama, pameran ini hanya dibuka untuk lebih dari 7.000 exhibitor dari 100 negara, sedangkan publik baru boleh masuk pada hari keempat. Itu pun jumlah pengunjungnya selama pameran mencapai lebih dari 275.000 orang. Suasana di Messe yang selalu rame dan berdesakan membuat saya semakin optimis bahwa industri buku masih terus berkembang dan saya sudah di jalur yang tepat jadi penulis.


Stand utama Indonesia ada di Pavilion yang terdapat juga teater untuk pertunjukkan budaya. Stand buku dan tempat bertransaksi ada di National Stand se-hall dengan negara-negara Asia lainnya. Stand Indonesia yang kecil-kecilnya ada di hall komik, buku anak, dan buku kuliner. Indonesia juga membuka restoran masakan Indonesia yang digawangi William Wongso. Untung lah interior stand Indonesia bagus dan nggak malu-maluin. Memang tidak terlihat grande, tapi itu karena konsepnya minimalis dengan banyak unsur kayu dan warna monokrom.


Selama seminggu acara, setiap hari kami wajib hadir ke Messe. Saya dan teman saya, penulis novel Ika Natassa, selalu jalan bareng keliling hall yang berkilo-kilo meter jauhnya untuk memberi support kepada sesama penulis dan pengisi acara. Setiap sore kami menanti-nantikan acara Happy Hour di mana disediakan makanan Indonesia gratis. Tak ketinggalan kami sibuk foto bareng para penulis Indonesia yang terkenal. Tapi saking capeknya, saya sama sekali nggak jalan-jalan keliling Frankfurt. Hanya saja dua hari terakhir saya diundang oleh Forum Masyarakat Indonesia untuk bedah buku di kota Dresden.


diskusi panel #FBF2015


Yang bikin bangga, delapan judul buku saya dipajang di rak National Stand, juga kutipan gambar komik Duo Hippo Dinamis oleh ilustrator Sheila Rooswitha di Pavilion. Saya pun jadi pembicara di diskusi panel tentang travel writing bersama Agustinus Wibowo dengan moderator Elizabeth Pisani di National Stand. Beberapa wartawan mewawancarai saya dan liputannya masuk media, termasuk di rubrik Nama & Peristiwa koran Kompas. Beberapa pembaca buku saya juga ada yang minta tanda tangan dan foto bareng, termasuk fans dari Malaysia. Yang membanggakan lagi, genre buku travel sudah bisa disejajarkan dengan buku sastra dan genre lainnya. Bukan hanya di Indonesia, tapi di Frankfurt Book Fair pun hall khusus buku travel ada dan besar.


Pencapaian penulis Indonesia di Frankfurt Book Fair adalah ketika buku-bukunya dibeli rights-nya oleh penerbit luar negeri untuk diterjemahkan dan diterbitkan di negara lain. Sampai saat ini sih belum ada penerbit luar yang membeli rights buku saya, namun punya buku yang dipajang dan jadi pembicara di Jerman dalam acara berskala internasional cukup membuat saya senyum sumringah karena bangga – biar kayak Agnes Monica yang go international gitu! :)


Sungguh nggak nyangka, bermula dari ngeblog 10 tahun yang lalu, hidup saya bisa jadi begini! Semoga membuat almarhumah ibu saya bangga.


2 likes ·   •  1 comment  •  flag
Share on Twitter
Published on December 07, 2015 09:19

November 20, 2015

Kiat Berpakaian di Musim Dingin

Sebulan belakangan ini saya lagi traveling di Jerman dan Canada. Sebenarnya November masih masuk musim gugur, tapi cuacanya sudah dingin… untuk ukuran orang Indonesia. Bagi saya, suhu udara satu digit itu hitungannya dingin. Suhu di bawah 0°C adalah dingin banget. Saya aja heran kok orang betah tinggal di cuaca yang lebih dingin daripada freezer-nya kulkas.


Saya pun sering ditanya bagaimana caranya survive di cuaca dingin, apalagi di musim salju. Kuncinya sih satu: berpakaian lah yang benar. Caranya gimana?


Perhatikan ramalan cuaca setempat


Sebelum sampai di tujuan, perhatikan cuaca setempat – dari situlah ditentukan jenis pakaian apa yang dibawa. Di apps smartphone tentang Weather sudah ada informasi suhu udara, bahkan dapat diketahui jauh hari sebelumnya. Ada suhu rata-rata, ada suhu maksimum dan minimum. Tertera juga apakah hari itu cuaca sunny (ada matahari), cloudy (mendung), hujan air, atau hujan salju. Perhatikan faktor “wind” (kecepatan angin dalam km/jam) dan yang indikator “feels like” karena seringnya suhu “feels like” lebih rendah daripada yang suhu yang tertera. Sebelum keluar rumah, terus pantau kondisi cuaca. Kadang diramalkan disertai hujan (air) sehingga harus membawa payung, atau turun hujan salju sehingga baju/jaket harus ada hood/penutup kepala.


Konsep layering


Supaya tubuh tetap berasa hangat di cuaca dingin, pakai lah baju berlapis-lapis (layering). Tujuannya untuk “menjebak” panas tubuh supaya tidak “keluar”.


Layering atasan terdiri dari;



Base/inner layerlong john atau baju thermal berlengan panjang, bertujuan agar tubuh tetap kering.
Middle layer – pilih salah satu atau dua; kaos lengan panjang, baju flanel, sweater wol, atau jaket fleece, bertujuan agar tubuh tetap hangat.
Outer layerdown jacket yang tahan air dan tahan angin, bertujuan untuk melindungi tubuh.

Layering bawahan terdiri dari;



Base layerlong john atau celana panjang thermal .
Celana panjang.

Itu semua tergantung tingkat ketahanan tubuh Anda terhadap dingin. Intinya, kalau masih kedinginan berarti tambah lapisan, kalau kepanasan berarti kurangi lapisan. Tapi jangan sampai keringetan, karena keringat bikin basah, sedangkan basah bikin kedinginan. Ribet yak?


Bahan pakaian yang menghangatkan


Setelah layering, yang terpenting adalah memilih bahan pakaian. Yang harus diperhatikan adalah baca label putih yang tertera pada baju, biasanya ada di bagian dalam bawah baju. Harusnya ada informasi bahan pakaian (berapa persen bahan A, berapa persen bahan B, dsb), cara mencuci, dan buatan negara mana.


Lupakan baju yang biasa kita pakai sehari-hari yang kebanyakan terbuat dari katun. Di musim dingin, bahan katun sama sekali tidak membuat hangat karena katun justru menarik panas tubuh dan menyerap keringat. Bahan pakaian musim dingin yang terbaik adalah yang terbuat dari wol karena berbahan alami dan breathable. Semakin banyak persentasi kandungan wol, maka akan semakin hangat. Sayangnya wol itu berat, maka biasanya dicampur dengan bahan lain, seperti  cashmere. Tak heran baju thermal atau sweater yang terbuat dari wol tidak mungkin harganya murah. Pilihan yang lebih terjangkau adalah pakaian yang berbahan fleece.


Untuk outer layer, saya pake down jacket, yaitu jaket yang berisi bulu angsa, bahan terbaik untuk menjaga tubuh tetap hangat. Bulu angsa di dalam jaket terbagi dua, yaitu feather dan duck/goose down. Semakin banyak kandungan duck/goose down dibandingkan feather, maka akan semakin hangat dan umumnya semakin tebal dan mahal. Jaket saya kandungannya 80% down dan 20% feather. Bahan luar jaket pastikan harus tahan air dan tahan angin. Pilih lah jaket yang ada hood/penutup kepala karena kalau turun hujan salju orang nggak ada yang pake payung. Kadang penutup kepala ada bulu-bulu di pinggirannya. Maksudnya bukan untuk gaya, tapi untuk menahan serpihan salju masuk ke mata. Kalau tidak suka pakai down jacket, bisa pakai jaket berbahan sintetis – tapi plis pakai lah merk yang memang khusus memproduksi pakaian aktivitas outdoor/gunung karena teknologi mereka sudah terbukti.


Celana panjang jeans itu terbuat dari katun jadi sebenarnya sama sekali tidak membuat hangat, kecuali di dalamnya pake base layer. Lebih hangat pake celana berbahan corduroy. Untuk cewek, bisa pake legging berlapis. Saya sih lebih suka pake celana panjang hiking yang berbahan nylon karena meski ringan tapi hangat dan tahan air. Kalau di salju, lupakan jeans. Bayangkan jeans basah.. males kan?


Syal, topi, sarung tangan                  


Membuat tubuh hangat berarti sebisa mungkin menutup kulit, termasuk leher, kepala, dan tangan. Syal bukan hanya untuk menutupi leher, tapi juga menjaga agar panas tubuh tidak “bocor” dari jaket. Kepala, terutama kuping, sekali dingin langsung seluruh tubuh berasa dingin, makanya perlu pake topi ‘kupluk’ atau topi bundar yang menempel di kepala.


Sarung tangan tidak terlalu perlu kalau masih kuat, karena toh kita akan jalan sambil memasukkan kedua tangan ke saku. Tapi di suhu minus, sarung tangan sangat bermanfaat untuk menghangatkan. Kalau suhu di bawah -10°C, sarung tangan yang hanya berupa dua kantong jari (jempol dan keempat jari) paling efektif karena keempat jari yang dikantongi bersamaan sama-sama saling membantu menghangatkan daripada jari-jari yang terpisah satu sama lain.


Sekali lagi, untuk ketiga aksesoris ini paling baik yang terbuat dari wol dengan bahan dalamnya fleece supaya lembut. Sekali lagi perhatikan label, karena banyak syal yang mirip wol padahal terbuat dari acrylic.


Sepatu dan kaos kaki


Sepatu di musim dingin idealnya adalah sepatu boot yang waterproof dan tapaknya terbuat dari karet “bergigi” supaya nggak kepleset. Jadi bukan boot gaya yang berhak ya? Udah sering saya lihat orang akhirnya nyeker karena pake boot yang nggak nyaman. Padahal udah tau mau traveling di negara dingin yang banyak jalan kaki, masih juga sok gaya ampe kaki sakit. :)


Saya sih pakenya sepatu trekking yang tahan air karena saya lebih sering berada di cuaca tropis jadi sepatu boot bakal nggak kepake. Untuk kaos kaki, di musim dingin saya pake yang khusus trekking atau yang berbahan wol. Intinya, usahakan kaki jangan sampe basah.


Kiat penting lainnya



Percayalah, salju itu hanya bagus dilihat. Kalau udah berada (lama) di sana, ng.. nggak deh!
Umumnya pakaian yang kelihatan “gaya” malah tidak hangat! Semakin kita tampak “tolol” karena kebanyakan baju dan aksesoris, malah semakin hangat. Jadi pilih: gaya tapi kedinginan, atau tolol tapi hangat? :)
Nggak ada gunanya bawa beberapa jaket, yang penting bawa banyak layer. Terima lah difoto pake baju itu-itu aja karena yang kelihatan ya cuma outer layer.
Setiap habis keramas, selalu keringkan rambut dengan hair dryer. Rambut di musim dingin nggak bisa kering gitu aja kayak di cuaca tropis. Malah kalau dinginnya parah, rambut basah bisa mengkristal jadi es!
Selalu pake body lotion dan body wash yang creamy. Kulit manusia tropis sering menjadi sangat kering, alergi, bahkan jadi borokan, karena udara dingin. Untuk muka, perlu juga pake sunblock, terutama bila beraktivitas outdoor di pegunungan.
Pake lipbalm. Percayalah, bibir akan cepat kering, bahkan terkelupas karena udara dingin. Lipbalm pake juga sampe lubang hidung karena di udara dingin, ingus otomatis keluar gitu aja, jadi kering.
Makan yang benar karena lapar bikin kedinginan.
Jangan lupa minum air putih yang banyak. Karena udara dingin seringkali kita tidak merasa haus, padahal tubuh juga perlu air putih supaya tidak dehidrasi.
Beli pakaian musim dingin di Indonesia paling terjangkau di FO (Factory Outlet).



Model: @RiniRaharjanti with down jacket


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 20, 2015 22:58

October 8, 2015

Hepi-hepi di Yangon

Setahun yang lalu saya gagal ke Myanmar. Baru sadar ternyata saya masih punya tiket pesawat Jakarta-Yangon-Jakarta yang berlaku satu tahun dan akan habis Oktober 2015. Lihat kalender, saya hanya ada waktu 4 hari karena jadwal lagi full. Banyak yang menyarangkan agar saya sekalian ke Bagan atau Mandalay, tapi saya memutuskan untuk tinggal aja di Yangon aja. Saya penganut slow travel, rasanya malas liburan harus kejar-kejaran.


Lagi-lagi karena kesibukan ini-itu, saya tak sempat browsing. Saya hanya book hostel karena hostelnya baru, lokasinya strategis, dan ada sekamar sendiri yang hanya beda USD 2 daripada dorm isi 4 orang. Beberapa jam sebelum berangkat saya pun baru packing dan browsing gimana caranya dari bandara ke hostel.


Mendarat di bandara Yangon, dengan pedenya saya antri di imigrasi. Petugasnya seorang wanita muda, pada plang nama di dadanya tertulis ia bernama Thit Thit. Saya sampe senyum-senyum sendiri. Tau-tau ia tanya, “No visa?” Lha? Saya jawab, “Yes. Indonesian passport free visa right?” Lalu ia mencap sambil bilang, “I know!” Lha? Ngetes rupanya!


Keluar bandara, saya tuker uang USD 100 dan pergi ke konter taksi membayar 8.000 Kyats (ternyata dibaca: chets). Perjalanan ke pusat kota bikin saya kagum. Ternyata Yangon (dibaca: Yang-gon) kotanya rapi dan hijau. Jalan rayanya lebar, banyak pohon, meski bangunannya jadul. Penduduknya sebagian besar memakai longyi (dibaca: long-ji) atau sarung – motif kotak-kotak untuk cowok, motif kembang untuk cewek. Sebagian mulutnya merah-merah karena mengunyah sirih. Jadul abis! Lucunya lagi, mobil-mobil di sana yang sebagian besar bercat putih setirnya kanan tapi jalannya di kanan.


Saya diturunkan di seberang hostel yang plangnya kelihatan berada di lantai tiga. Masalahnya, di bawah bangunan itu adalah pasar seperti di Tanah Abang yang hiruk pikuk sampai nggak tau gimana caranya naik ke atas. Saya tanya orang-orang di situ, nggak ada yang bisa bahasa Inggris tapi hanya menunjuk-nunjuk. Hampir sejam saya ngiter-ngiter sampai akhirnya saya minta tolong seorang cowok muda untuk pinjem hapenya menelepon hostel. Resepsionis hostel pun nongol di balkon dan berteriak untuk masuk melalui gudang belakang toko baju! Jiaaah, ampe mati juga saya nggak bakal nemu kalo nggak dikasih tau!


Pas check in di siang hari, hostel kosong. Saya tanya apakah saya satu-satunya tamu di situ. Katanya ada seorang pria asal Jakarta yang sedang menginap juga tapi ia sedang keluar. Wow, ini kali pertama seumur hidup saya tinggal di hostel bareng orang Indonesia! Saya titip salam aja dan minta dikenalin – kali aja bisa jalan bareng.


Saya pun tanya di mana makan yang enak. Staf hotel memberi tahu sebuah restoran masakan Myanmar yang hanya berjarak 3 blok. Saya duduk dan bengong karena nggak ngerti order apa karena tidak ada menu, orang tidak berbahasa Inggris, tulisannya pun huruf keriting. Ah, ini lah traveling sesungguhnya – perasaan lost yang bikin kangen!


Kembali ke hostel, saya matikan lampu dan nyalain AC untuk tidur! Bangun-bangun udah jam 7 malam. Saya makan malam, jalan-jalan ke Sule Pagoda (iya, namanya pelawak gitu). Balik ke hostel, saya dikenalin sama orang Jakarta itu. Ternyata dia seorang bapak-bapak asal India yang sudah 25 tahun tinggal di Indonesia. Dia ke Yangon untuk bisnis biji sirih! Malamnya saya ajak dia ngebir. Eh dia malah ngajak saya dugem tiap malam (ceritanya di blogpost selanjutnya)!


Siang hari saya keliling-keling aja jalan kaki sendiri. Di sekitar Sule Pagoda sampai ke Pelabuhan itu adalah kawasan kota tua yang menarik dengan bangunan kolonialnya. Lagi duduk-duduk di taman Maha Bandula, saya kenalan sama cowok lokal ganteng pake sarung! Uh, kurang seksi apa coba? Nggak taunya dia guide di Shwedagon Pagoda. Ting! Langsung saya punya ide. Saya tawarkan untuk jadi private guide saya mengantar keliling Yangon. Bosan juga 2 hari jalan-jalan sendiri dan nggak ada yang bisa bahasa Inggris. Dia mentraktir saya minum teh susu di sebuah tea shop seperti kebiasaan orang lokal. Saya lanjut ke pasar Bogyoke Aung San dan sengaja makan di KFC karena merupakan restoran franchise Amerika yang baru buka pertama kali di negara Myanmar jadi hebohnya nggak karuan, seperti ketika McDonald’s buka di Jakarta tahun 1989.


Aung

Aung


Besoknya saya diajak Aung naik bus lokal ke National Races Village. Semacam Taman Mini Indonesia Indah tapi ini isinya 8 kampung tradisional berdasarkan ras utama di Myanmar. Dari situ ke Pagoda Chauk Htat Gyi tempat patung Buddha tidur berukuran 65 x 16 meter dan Pagoda Ngya Htat Gyi tempat patung Buddha duduk setinggi 16 meter. Sorenya ke Shwedagon, pagoda emas terbesar dan terindah di Myanmar. Karena Aung adalah seorang mantan biksu, saya jadi belajar banyak. Menjelang malam saya diajak ke Danau Kandawgyi yang terdapat jembatan kayu super panjang mengelilingi danau. Surprise juga, danaunya bersih dan pemandangannya indah. Di ujung danau dekat Karaweik Hall, kami minum-minum di outdoor café.


Reclining Buddha

Reclining Buddha


Balik ke hostel untuk ganti baju, hostel penuh dengan bunga ucapan selamat atas pembukaan hostel. Saya diberi pemilik hostel sekotak kue dan roti manis sebagai perayaan. Ah, so sweet! Saya dan Aung pun pergi makan di rooftop sebuah pasar tradisional beberapa blok dari hostel. Kami makan aneka daging barbeque dan minum 6 botol besar Myanmar Beer habisnya kalo dikurskan cuma Rp 100.000-an!


Berasa jadi ‘lurah’ di hostel, hari terakhir saya santai-santai aja ngobrol sama tamu-tamu bule yang baru datang. Terakhir saya menyantap makanan Myanmar dekat hostel. Perlu diketahui, makanan Myanmar itu enak-enak banget dan murah, cocok sama lidah Indonesia. Surprise selanjutnya datang dari pemilik hostel. Dia mengantar saya naik mobil pribadinya ke bandara!


Memang benar bahwa good thing happens when you least expect it. Empat hari di Yangon doang, saya justru hepi banget karena nggak punya ekspektasi apa-apa sebelumnya. Mungkin bisa diterapkan juga dalam hal mencari jodoh. #eaaa #curcol


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 08, 2015 04:30

Trinity's Blog

Trinity
Trinity isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Trinity's blog with rss.