Trinity's Blog, page 10

October 30, 2017

Bukan honeymoon di Halimun

Adakah tempat yang Anda merasa cinta sekaligus benci? Jakarta? Pasti! Tapi selain Jakarta, bagi saya adalah Halimun, nama kependekan dari Taman Nasional Gunung Halimun – Salak (TNGHS) di Jawa Barat.


Dulu waktu saya SMA, di sana lah saya mengikuti pendidikan dasar kelompok Pencinta Alam. Saat itu 40 orang angkatan saya habis-habisan “dididik”. Saya menggunakan tanda kutip karena masa itu orang belum sadar akan pelanggaran hak asasi, bullying, dan lain lain. Saya dibesarkan di zaman guru yang santai memukul murid. Kalau Anda segenerasi dengan saya pasti pernah merasakan pukulan penggaris kayu panjang saat kita dianggap salah atau tidak tertib.


Tak heran pada masa itu Ospek atau semacam “pendidikan” merajalela. Anak baru benar-benar dikerjain nggak karuan. Tambah parahnya lagi pake main fisik, seperti ditendang dan digampar. Di luar Ospek, sering juga ada yang “menggencet”, terutama cewek senior ke cewek junior. Setelah naik kelas, tak heran senior jadi balas dendam ke para junior. Begitu seterusnya. Nggak ada tuh orang tua murid yang protes. Lha, pada masa itu orang tua juga santai main tangan ke anak-anaknya.


Kembali ke cerita Halimun, saya baru menyadari betapa indah alamnya setelah menjadi senior – di mana senior nggak ada kerjaan selain ngerjain junior saat pendidikan. Namanya juga cagar alam, segalanya masih asri. Lansekap yang bergunung-gunung, perkebunan teh yang luas, hutan hujan tropis, sungai berair jernih, udara yang sejuk, dan kabut yang pekat memang lebih cocok sebagai tempat honeymoon daripada Kawah Candradimuka alias “pendidikan”. Setelah dua kali saya jadi senior ngerjain junior, saya tidak pernah lagi menginjakkan kaki ke sana.


Setelah lulus SMA, kuliah, dan bekerja, 12 orang seangkatan Pencinta Alam saya kembali ke Halimun untuk napak tilas pada Januari 2016. Kalau dulu kami ke sana naik truk, sekarang bawa mobil pribadi (bukan punya saya sih). Dulu masuk ke Halimun lewat Parung Kuda, namun karena jalan ke arah Sukabumi yang semakin macet tidak terkendali, kami lewat Leuwiliang. Saya takjub karena sepanjang jalan sudah banyak toko, restoran, apalagi jaringan minimarket terkenal itu.



Memasuki gapura Halimun, ada beberapa plang bertanda “Tempat Latihan Brimob”. Buset, Brimob aja pendidikannya di sini. Apalagi dulu kami anak bau kencur! Kami pun terdiam sambil menengok kiri-kanan jendela mobil. Lalu satu per satu berteriak;


“Anjir, dulu kita disuruh jalan kaki hujan-hujanan bawa ransel berat sejauh ini!”


“Oh, ini kan pos yang dulu kita digamparin senior!”


“Wah ini sungai yang dulu kita diceburin lama banget sampe menggigil!”


“Nah ini lapangan yang dulu kita disuruh gampar-gamparan satu sama lain!”


“Ih, ini kan pendopo waktu kita disuruh push up berapa seri tuh!”


“Lha ini hutan yang kita lagi enak-enak tidur ditendang-tendangin senior!”


Dan semua kenangan buruk pun keluar! Betapa kami menderita fisik dan mental ikut pendidikan. Pulang-pulang berat badan kami turun sampai 3 kg dan tidur berhari-hari kemudian saking capeknya. Tapi kami tidak ada yang berani mengeluh, apalagi mengadu ke orang tua. Kelar pendidikan dasar, masih ada pendidikan-pendidikan lain ke jenjang yang lebih tinggi. Artinya, kami masih dihajar lagi sama senior.


Kenangan buruk itu berakhir ketika kami tiba di Halimun. Setelah sekian lama, ternyata Halimun yang terpelosok itu ada perubahannya juga. Sekarang sudah ada home stay yang bisa kami sewa untuk menginap, jadi tidak usah pasang tenda lagi. Sekarang sudah bisa pesan makanan komplit, jadi tidak usah memasak lagi pake kompor parafin. Sekarang sudah ada perkampungan, sinyal hape, listrik, TV, bahkan parabola.


Malam itu kami mengobrol panjang sampai pagi. Mulai dari kisah penderitaan saat Pendidikan Dasar sampai akhirnya kami saling mencela satu sama lain. Siangnya kami sungguh menikmati segarnya alam. Perkebunan teh beserta kabutnya masih sama indahnya, meski dinginnya berkurang. Sungai masih berair segar dan jernih. Hutan tampak tidak seseram dulu, bahkan sekarang sudah ada wisata canopy (yang sudah tutup karena rusak). Sedihnya, sampah banyak bertebaran di mana-mana.


Seharian kami napak tilas ke tempat-tempat “pembantaian”, namun kali ini kami hanya mentertawakan saja sambil foto-foto. 12 orang itu lah yang kami sebut brotherhood. Lebih dari teman, bagaikan saudara sedarah. Geng ceweknya aja masih traveling bareng saya sampai sekarang.


Jadi pertanyaannya, kenapa juga kami mau ikut kelompok Pencinta Alam? Ya pada masa itu jadi anak Pencinta Alam sangatlah keren; pakai jaket seragam petantang-petenteng di sekolah, merasa hebat karena telah menaklukkan gunung-gunung Indonesia. Sekarang siapa sih anak zaman sekarang yang mau bersusah payah pendidikan, kotor-kotoran masuk hutan, dan ngos-ngosan naik gunung? Zamannya sudah beda. Di sekolah saya itu aja paling cuman ada beberapa orang yang ikut organisasi Pencinta Alam, itu pun dengan syarat kalau ada pendidikan tidak boleh di luar Jakarta dan tidak ada kekerasan fisik. Sayangnya ada beberapa sekolah yang bahkan sudah menghapus organisasi Pencinta Alam dengan alasan tidak safety.


Bagi saya pribadi, jadi anak Pencinta Alam tetap membanggakan. Karena itu lah saya merasa pede traveling ke mana pun, terutama dalam hal survivor skill. Soal mentalitas, yang jelas lebih kuat. Setelah menempuh semua “pendidikan” yang penuh perjuangan itu, apa sih yang ditakutkan lagi?


1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 30, 2017 03:00

October 12, 2017

My most favorite travel songs

Kita suka sebuah lagu sebenarnya karena ada kenangan yang menempel padanya. Setuju? Nah, saat traveling kita punya “lagu kebangsaan” yang terus berputar. Pas lagi traveling-nya sih nggak berasa, tapi saat balik muncul lah film flashback tentang kejadian apa saat mendengar lagu itu. Ada juga lagu yang bikin kita terinspirasi atau bahkan bikin depresi karena lirik atau suaranya.


Saya sendiri termasuk orang yang tidak pakai headphone dengerin lagu di mana pun. Sebagai penulis, saya membiarkan semua panca indera terbuka jadi tidak mau mengisolasi diri dengan mendengarkan musik. Namun, di setiap perjalanan mau tidak mau pasti mendengar musik yang diputar di ruang publik. Nah, berikut ada 10 lagu favorit saya saat traveling beserta alasannya, serta video musiknya:



Waiting in Vain by Bob Marley

Saya suka semua lagu Bob Marley sampai sulit memilih hanya satu. Genre reggae emang pas  diputar di pantai, apalagi lagunya Marley. Karena dialah saya sampai pergi ke rumahnya di Jamaika (baca di buku “The Naked Traveler: 1 Year Round-the-World Trip”). Mendengar kocokan awal lagu ini langsung bisa membawa saya ke pantai tropis, pasir putih, nyiur melambai, matahari terbanam di cakrawala, pria hot bertelanjang dada, sambil chill nyimeng minum bir! #eaaa



It Aint Over til Its Over by Lenny Kravitz

Semua lagu Kravitz juga keren-keren. Gantengnya juga sama kayak Marley. Khusus lagu ini otomatis kepala dan badan saya pasti goyang-goyang saking beat-nya enak banget. Kalau lagi enak-enaknya traveling, kenalan sama orang yang menyenangkan, lalu terjadi kekhawatiran terhadap sesuatu, saya selalu bilang sambil nyanyi, “‘Cause baby it ain’t over ’til it’s over!”. Jadi nikmatin dulu aja apa yang ada. #modus



Ants Marching by Dave Matthews Band

Dua mantan gebetan saya fans berat Dave Matthews Band, bahkan mereka bisa main gitar dan bernyanyi persis lagu ini. Sialnya saya jadi kebawa-bawa doyan lagu ini. Eh tapi liriknya bagus sih, bikin saya pengin keluar dari rutinitas karena bak semut baris mengerjakan hal yang sama setiap hari. Lagu yang menginspirasi untuk traveling!



Pure Shores by All Saints

Gara-gara film The Beach-nya Leonardo di Caprio yang saya suka banget, saya sampai bela-belain ke Pulau Phi Phi di Thailand pada 2003. Nah, soundtrack film itu adalah lagu ini! Saat saya liburan ke pantai sama sahabat-sahabat cewek saya, lagu ini pun diputar sambil berlagak bikin video klip ala All Saints. Hehe!



Hey Ya! By OutKast

Mendengar lagu ini pasti bikin saya langsung joget. Ini lagu kenangan saat road trip di New Zealand bersama sahabat-sahabat saya Sri dan Jade. Tiap kami dugem dan merajai lantai dansa dengan “Goyang Bor” ala pedangdut Inul tapi pake lagu Hey Ya! Sudah dipastikan kami dikelilingi orang-orang yang bertepuk tangan. Rasanya jadi orang paling seksi sedunia!



Guajira by Yerba Buena

Saat saya keliling dunia 1 tahun yang kebanyakan di negara Amerika Selatan, mau nggak mau jadi terekspos dengan Bahasa Spanyol beserta lagu-lagunya. Sebenarnya saat itu yang lagi ngetop adalah lagu-lagu dangdut disko Latin, namun yang nancep adalah lagu ini saat pemilik penginapan di Havana, Kuba, sering memutarnya. Dia akhirnya mengkopi lagu ini ke USB dan menjadi “lagu kebangsaan” saya dan Yasmin.



Rocketeer by Far East Movement Ryan Tedder

Entah kenapa, lagu ini pas banget didengerin saat saya mau packing! Lagu yang pernah dipakai iklan salah satu maskapai penerbangan ini emang bikin saya segera terbang ke destinasi impian. Jadi semangat bongkar lemari!



Closer by The Chainsmokers

Lagu sejuta umat ini nempel di kepala saat saya trip ke Eropa pada 2016 selama 1,5 bulan sendiri, saking selalu diputar di mana-mana. Rasanya bikin saya jadi cool dan pede mau kayak apapun sulitnya  ngegebet perjalanan.



Home by Daughtry

Lagu ini berputar di kepala saat trip berakhir, biasanya pas di jalan mau ke bandara dengan perasaan penuh kemenangan berhasil menaklukkan suatu tempat. Sialnya harus pulang… untuk ngurus visa lagi. #hiks



Chasing Pavements by Adele

Ini lagu bikin saya termehek-mehek banget! Saya selalu bernyanyi lagu ini di kepala kalo punya gebetan pas traveling sampai akhirnya kami berpisah ke destinasi masing-masing. Trus, mikir ini mau dibawa ke mana? Should I just keep chasin’ pavements, even if it leads nowhere? Anjirrr! #hakjleb


Nah, lagu favorit kalian pas traveling apa dan kenapa? Share dong di comment! ?


 •  1 comment  •  flag
Share on Twitter
Published on October 12, 2017 03:05

September 21, 2017

Iceland indah?

Pertama kali mendengar nama negara Iceland (dalam bahasa Indonesia disebut “Islandia”) ini ketika backpacking di Eropa saat masih kuliah. Saat winter, saya sedang duduk menggigil kedinginan di bandara. Pengumuman melalui pengeras suara di bandara menunjukkan kota-kota tujuan penerbangan. Tinggal saya dan seorang lelaki duduk di dekat situ. “Where are you going?” tanya saya sambil gemetaran dingin. “Iceland,” jawabnya yang membuat saya tiba-tiba merasa tambah kedinginan. “Apa tadi? I I Ice land? Ice in the land? Land of the ice?” BRRRR!!!


Dulu Iceland adalah negeri yang tidak pernah saya bayangkan bisa didatangi saking jauh dan mahalnya. Namun sejak krisis ekonomi yang melanda Iceland pada 2008, pariwisatanya mulai digalakkan. Hotel-hotel mulai dibangun, pesawat berbiaya rendah mulai diterbangkan. Alhasil yang tadinya turis asing berjumlah 80 ribu naik menjadi 4 jutaan per tahun – bandingkan dengan jumlah penduduk Iceland yang hanya 300 ribu. Lama-lama mereka pun sebel dengan turis yang kebanyakan.


Anyway, saya tidak menyangka 30 kg kemudian akhirnya sampai juga di Iceland pada Oktober 2016 bareng @RiniRaharjanti, berkat nemu budget airlines yang kami naiki dari Paris seharga 85 Euro. Kami berdua memang malas ‘belajar’ dulu tentang tempat yang akan didatangi – maksudnya biar terbuka mata dan pikiran gitu. Tapi gara-gara ini lah ‘bencana’ berdatangan.


Oktober bukan high season di Iceand, jadi kami pede aja booking hostel hanya untuk 2 malam pertama. Harganya cukup mahal untuk tinggal di dorm rame-rame, sekitar Rp 550 ribu per malam per orang per bed. Itu pun sudah dapat yang agak murah karena tidak terletak di pusat kota. Begitu masuk dan sudah terbukti kamarnya nyaman, kami langsung extend.. eh kamarnya sudah fully booked! Panik browsing ke sana ke mari nggak nemu, akhirnya kami extend di hostel yang sama dengan kamar private untuk berdua yang tentu harganya lebih mahal lagi. Sial.


Makan pertama kami cari yang murah. Si resepsionis bilang yang terdekat ada KFC. Tadaaa! Ternyata makan berdua yang paket combo standar habis sekitar Rp 350 ribu! Emang sih udah dibilangin kalo Iceland mahal, tapi nggak nyangka sampe segitu harganya. Kami langsung belanja di supermarket untuk masak sendiri supaya hemat. Tapi kalau siang lagi jalan-jalan ke mana gitu tidak sempat pulang, jadi harus cari makan siang. So far nemu makan termurah berupa nasi bungkus porsi kecil dari warung India, itu pun harganya sekitar Rp 130 ribu. Alamak!


Dengan waktu hanya seminggu di Iceland kami mengunjungi destinasi wajib turis. Di Reykjavik, kami ikut free walking tour untuk mengetahui lebih dalam tentang Iceland yang ternyata sebagian besar nenek moyangnya berasal dari Norwegia. By the way, tour guide-nya cakep lho! Orang Icelander itu emang rata-rata cakep sih, baik cowok maupun ceweknya. Bodi mereka tinggi besar. Untungnya cukup ramah. Budaya mereka sangat bebas dan tidak ada tabu untuk hal apapun, tak heran mereka kreatif. Negara sekecil itu aja menghasilkan musikus dunia macam Björk dan Sigur Rós. Instalasi seni dan mural bertebaran di penjuru kota. Negaranya pun sangat aman, kantor Perdana Menteri aja tidak berpagar dan tidak ada satpam. Fakta yang menarik, Iceland sebenarnya tidak sedingin es, suhu rata-ratanya hanya -10 sampai 10 derajat Celcius saja.



Tempat favorit saya di Reykjavik ada dua. Pertama adalah Harpa, gedung konser dan konferensi yang strukturnya terdiri dari kerangka baja yang dilapisi dengan panel kaca berbentuk geometris berwarna-warni. Desainnya keren banget dan di manapun sangat Instragamable. Kedua adalah The Icelandic Phallological Museum alias Museum Penis. Iya, segala macam penis, kebanyakan hewan, dipamerkan. Ternyata yang terkecil adalah anunya hamster dan terbesar adalah anunya blue whale. Jadi jangan berkecil hati ya, gaes!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 21, 2017 10:59

September 4, 2017

Disabled Traveler

Tak pernah menduga saya bisa menulis tentang pengalaman pribadi menjadi seorang yang disabled alias penyandang cacat. Istilah sopannya zaman sekarang disebut “difabel” yang berarti kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Nggak, saya nggak gila, tapi saya pernah cacat fisik selama lebih dari sebulan. Nggak parah, tapi lumayan mengganggu.


Pada Juni 2017, lutut kiri saya terasa ngilu luar biasa, terutama saat berjalan. Berhubung akan trip ke Kazakhstan, maka saya pergi ke dokter speasialis ortopedi. Setelah diperiksa, cek MRI dan X-Ray, hasilnya sungguh tidak menggembirakan: meniskus (bantalan antara sendi lutut) robek, terdapat cairan sehingga lutut bengkak, tulang memar, dan osteoartritis (pengapuran). Karena apa? Kombinasi antara cedera olah raga, overuse (kebanyakan dipake) dan obesitas! Dokter cuman kasih obat anti nyeri sementara. Cara penyembuhannya adalah istirahat, mengurangi pergerakan, dan menurunkan berat badan. Lha, gimana? Profesi saya kan tukang jalan-jalan! Saya pun disuruh berjalan pake tongkat agar mengurangi beban pada lutut kiri. Anjir, gue kayak nenek-nenek jompo!


Singkat cerita, berangkatlah saya ke Kazakhstan dengan muka meringis karena menahan ngilu. Saya baru sadar bahwa kecepatan jalan kaki saya dengan menggunakan tongkat melambat 50%. Saya frustasi sendiri karena saya yang biasanya aktif bet-bet-bet jadi selow banget. Pekerjaan saya literally and figuratively modal dengkul, namun dengkul saya menyerah. Aaaarrgh!


Kazakhstan ternyata bukan negara yang disabled friendly. Di Almaty, hampir semua hotel pasti bertangga untuk naik ke lobi. Saya memang sengaja bawa koper beroda supaya tidak tambah beban, tapi gimana bawanya kalau naik/turun tangga? Naik tangga adalah siksaan, tapi ternyata turun tangga lebih ngilu lagi. Di Metro (kereta bawah tanah) ada tangga jalan, tapi masuk ke dalam stasiun tetap ada tangga dan tidak ada ada lift. Jalan-jalan di kota masih mending, tapi begitu di alam fasilitas difabel tidak ada. Parahnya lagi, toilet umum di luar kota harus jongkok! Wadawww!



Saya extend ke Astana yang merupakan ibu kota modern, tapi tidak lebih baik. Saya meminta tolong teman orang Kazakh untuk menelepon hostel agar saya tidur pada lower bunk bed (ranjang bawah) jadi nggak harus manjat. Eh nggak taunya hostel terletak di lantai dua tanpa lift! Saya terpaksa hanya keluar hostel sekali, dari pagi pulang malam dan nggak keluar lagi.


Yang saya senang di Kazakhstan adalah malnya karena lift yang tersedia khusus untuk difabel. Kalau orang normal masuk, akan dipelototi orang. Namun di bandara saya dicurigai. Tongkat harus masuk X-Ray terpisah dan saya pun disuruh body check di dalam ruangan khusus. Untuk memastikan bahwa saya memang sakit kakinya, eh saya disuruh buka celana! Si mbak petugas malah mencet-mencet lutut saya. Aduh, mbak!


Pulang ke Jakarta, lutut saya belum sembuh jadi ke mana-mana masih pake tongkat. Saya baru memperhatikan bahwa permukaan jalan di Jakarta banyak yang tidak rata, bahkan di dalam rumah sekalipun. Ada anak tangga ada di hampir semua gedung, baik mal, kantor, restoran. Yang paling bahaya adalah ketika berada di keramaian. Jalan di tempat ramai, orang asyik aja mepet sampai tongkat saya jatuh. Lift mal dipenuhi oleh orang normal, padahal selalu ada escalator. Ketika saya naik bus umum, orang tidak memberikan tempat duduk. Keluar bus, ada gap besar antara lantai bus dan halte. Dan yang paling sulit adalah menyebrang jalan! Baru juga beberapa langkah, mobil dan motor tidak ada yang memperlambat kecepatan! Was-wus aja sampe saya stuck di tengah jalan dan ditolong tukang parkir.


Seminggu kemudian, saya diundang ke Inggris. Ada 10 orang media dari 10 negara yang ikut, dengan tema adventure yang membutuhkan banyak aktivitas fisik. Waktu saya konfimasi, saya pikir saya bakal normal kembali. Ternyata tidak. Saya merasa gagal merepresentasikan Indonesia! But the show must go on. Saya pun ke dokter gizi untuk konsultasi menurunkan berat badan dan ke dokter rehabilitasi medik untuk diajarkan cara berjalan agar mengurangi rasa sakit. Dengan tongkat keparat saya tetap berangkat. Untunglah saya masih dikasihani Tuhan. Dalam rombongan itu ternyata ada 4 orang tua, dan salah satunya juga sakit lutut! Jadilah itinerary dibuat 2 versi; aktivitas fisik untuk anak muda dan jalan-jalan untuk orang tua, contohnya yang muda surfing, yang tua ke kastil.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Aug 8, 2017 at 5:16am PDT





Inggris sebagai negara maju hampir selalu menyediakan fasilitas untuk difabel. Warganya pun sudah biasa memprioritaskan difabel, ada aja orang yang menolong saya. Setiap ada anak tangga, ada pilihan permukaan rata. Hotel kecil di pelosok sekalipun ada lift, tersedia kamar khusus difabel dengan kamar mandi yang banyak pegangan dan tidak harus memanjat bathtub. Hanya sekali saya naik-turun tangga, yaitu ketika saya extend ke Belfast dan naik pesawat berbiaya rendah. Dasar murah, tidak ada belalai dari pintu bandara ke pintu pesawat – ya, nasib!


Eh, ada satu hal lagi yang bikin down dengan ‘kecacatan’ saya. Ternyata saya jadi nggak pede gebet laki! *tutup muka*


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 04, 2017 03:00

August 22, 2017

Wales, the Epic Land! (2)

Ini adalah bagian kedua tentang jalan-jalan di Wales, setelah sebelumnya dibahas di sini.



Epic Town


Caernarfon – kota kecil yang menawan karena dikelilingi oleh tembok kuno yang dibangun pada abad ke-13 dengan kastil yang dibangun oleh Raja Edward I yang besar menjulang. Kota dan kastil Caernarfon termasuk ke dalam situ warisan UNESCO karena masih terpelihara dengan baik seperti aslinya. Nongkrong sambil minum bir di pub samping Selat Menai sambil dengerin Welsh folk music serasa kembali ke zaman Robin Hood!


Portmeirion – terkenal karena merupakan tempat syuting film seri The Prisoner pada 1960an. Arsiteknya adalah Sir Clough Williams-Ellis, seorang yang cukup ‘gila’ untuk membuat desa bergaya Italia selama kurun waktu 50 tahun (1925-1975). Jadi ada kastil, berbagai bangunan Mediterania bercat pastel warna-warni, patung dan air mancur, sampai gereja berkubah. Terletak di pinggir Sungai Dwyryd dengan latar belakangan pegunungan Snowdonia, Portmeirion ini sebenarnya bukan desa karena tidak ada penduduknya, namun telah diubah menjadi resort bintang lima. Selebritas yang pernah tinggal di sana antara lain Ingrid Bergman dan Paul McCartney.


 


Llandudno – karena kota ini terletak di pinggir pantai, Llandudno jadi kota favorit saya. Tapi yang bikin bagus sih arsitektur bangunannya yang bergaya Victoria (abad ke-19) sehingga tampak elegan. Tak heran Llandudno terpilih sebagai the third best tourism destination in the UK by TripAdvisor, setelah London and Edinburgh. Kerennya lagi, kita bisa mengikuti jejak Alice in Wonderland di mana Alice aslinya (Alice Liddell) pernah tinggal di Llandudno pada 1860-an.


Epic Landscape


Menai Strait – selat ini memisahkan antara Pulau Anglesey dan Pulau Wales. Dengan naik speed boat keliling-keliling selat ini, kita disuguhkan pemandangan tebing-tebing Anglesey, desa-desa cantik, jembatan-jembatan berusia ratusan tahun, dan gereja tua. Pemandangan di daratnya pun indah; serba hijau dengan sapi-sapi gemuk makan rumput.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 16, 2017 at 5:47am PDT





Snowdonia – daerah pegunungan ini dinamai demikian mengikuti nama gunung tertinggi di Wales, Mount Snowdon, dengan ketinggian 1.085 mdpl. Saking cantiknya, Snowdonia adalah lokasi syuting film King Arthur: Legend of the Sword! Biasanya orang ke sana untuk hiking, tapi ada cara yang jauh lebih gampang dan nggak pake ngos-ngosan, yaitu naik kereta Ffestiniog dari Porthmadog ke Caernarfon. Ffestiniog adalah perusahaan rel kereta tertua di dunia yang berdiri sejak 1832. Uniknya lagi, kereta ini adalah kereta uap tua, jadi melintasi pegunungan hijau di sana jadi berasa pergi ke Hogwarts!





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 20, 2017 at 2:05am PDT






Epic Language


Di Wales, bahasa resminya ada dua, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Welsh. Jadi rambu lalu lintas, menu, dan informasi apapun dalam dua bahasa. Orang Welsh yang berbahasa Welsh kebanyakan di utara Wales. Bahasa Welsh beda banget dengan bahasa Inggris! Misalnya, “Good afternoon! How are you? Good bye!” bahasa Welsh-nya adalah “Prynhawn da! Sut ydych chi? Hwyl fawr! Bila Anda merasa bahasa Welsh kebanyakan huruf konsonan daripada vokal, itu karena huruf ‘w’ dan ‘y’ dianggap huruf vokal.


Epic-nya adalah saya mengunjungi sebuah kota bernama Llanfairpwllgwyngyllgogerychwyrndrobwllllantysiliogogogoch. Buset! Nama satu kata dengan 58 huruf ini merupakan nama tempat terpanjang kedua di dunia (yang pertama ada di Selandia Baru dengan 92 huruf dalam bahasa Maori). Artinya dalam bahasa Inggris adalah, “Saint Mary’s Church in the Hollow of the White Hazel near a Rapid Whirlpool and the Church of St. Tysilio near the Red Cave“. Begitu memasuki kotanya, ada sebuah toko dealer mobil mewah, eh sepanjang tembok bangunannya adalah nama kota itu. Supaya gampang foto-foto selfie, saya ke stasiun keretanya. Eh bener lho, namanya sepanjang bangunan! Buset, ngabis-ngabisin dana percetakan ya? Hehe! Ada fakta menarik lagi, aktris Naomi Watts masa kecilnya pernah tinggal di sana.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 15, 2017 at 8:50pm PDT





Also Epic


Smallest house in Britain – terletak di kota Conwy, rumah terkecil se-Inggris ini ukuran lantainya 3,05 x 1,8 meter dengan dua lantai, yang bawah untuk ruang tamu dan perapian, yang atas untuk tempat tidur. Dibangun pada abad ke-16, rumah ini dihuni oleh seorang nelayan dengan 6 orang anggota keluarga. Pada abad ke-19, pemerintah setempat menutup rumah ini karena dianggap tidak manusiawi untuk dihuni sehingga akhirnya dijadikan destinasi wisata. Eng, bukannya banyak ya rumah kecil di Indonesia? *tutup muka*


World’s Best Beach Bar – namanya Ty Coch Inn, letaknya di desa Porthdinllaen di pantai pasir putih yang cantik. Bar ini terpilih menjadi salah satu dari 10 beach bar terbaik di dunia berdasarkan survei. Apa dong istimewanya? Ia terletak di pantai yang tidak bisa dilalui kendaraan, jadi pengunjung harus parkir di atas tebing lalu jalan kaki sekitar 20 menit untuk sampai ke bar yang hanya ada satu-satunya di pantai itu. Minumannya adalah bir Welsh Ale. Ah, segar!





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 19, 2017 at 4:22pm PDT





Epic Tips



Untuk traveling di utara Wales, paling efektif terbang dari Jakarta (CGK) ke Manchester (MAN) via Dubai (DXB). Dari Manchester ke Llandudno di Wales hanya ditempuh sekitar 1,5 jam berkendara.
Visa UK bikinnya di VFS. Syaratnya gampang, cuman ikutin 3 langkah ini. Jangan khawatir, paspor Indonesia itu termasuk tinggi tingkat keberhasilan dapat visa UK lho!

Karena waktu itu butuh buru-buru, saya ambil jasa Priority Visa yang ternyata 2 hari kerja udah kelar. Saya juga ambil jasa VIP Premium Lounge di VFS Kuningan City biar nggak pake ngantri, bisa nunggu sambil ngopi, dan ada yang bantuin, termasuk jasa SMS untuk mengetahui status.

VIP Premium Lounge di VFS Kuningan City



Informasi lengkap tentang wisata di Wales bisa ke visitwales.com, dan destinasi lainnya di Inggris bisa ke www.visitbritain.com

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 22, 2017 03:11

August 8, 2017

Wales, the Epic Land!

Bulan lalu saya keliling Wales bagian utara. Lumayan untuk menamatkan jejak kaki saya di empat ‘negara’ dalam United Kingdom yang terdiri dari England, Scotland, Wales, dan Northern Ireland. Dibanding keempatnya, Wales memang tidak terlalu populer. Namun menurut saya, Wales justru yang terunik dan terindah! Epic banget deh!


Whispering Sand Beach


Wales yang menempati area hampir seluas propinsi Bengkulu ini terletak di barat Britania Raya yang berbatasan dengan Laut Irlandia. Penduduknya 3 juta orang (sekitar 5% dari total penduduk United Kingdom) dengan 9 juta domba. Iya, serius! 78% wilayah Wales diperuntukan untuk agrikultur jadi memang serbahijau dan cocok untuk beternak. Lansekapnya pun didominasi oleh pegunungan, terutama di utaranya sehingga lebih dramatis.


Epic-nya Wales saya bagi ke dalam beberapa kategori begini;


Epic Castles


Terdapat 641 castle (istana) di Wales atau paling banyak per mil persegi di dunia. Ada di gunung, di pantai, ada yang dijadikan museum atau hotel, ada yang katanya berhantu, ada juga yang kosong begitu saja. Saya masuk ke tiga di antaranya;


Conwy Castle – Termasuk ke dalam UNESCO World Heritage Site, istana yang dibangun oleh Raja Edward I pada abad ke-13 ini disebut sebagai arsitektur militer terbaik di Eropa. Berbentuk persegi panjang, istana ini terbagi dua yaitu bangsal luar dan bangsal dalam, dengan delapan menara pengintai. Selain berfungsi sebagai benteng pertahanan, di dalamnya juga terdapat tempat tinggal keluarga raja dan stafnya.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 15, 2017 at 6:05am PDT





Criccieth Castle – istana ini dibangun oleh Llywelyn the Great pada abad ke-13 yang dimodifikasi oleh Raja Edward I. Pada abad ke-15, istana ini direbut kembali dari Kerajaan Inggris yang merupakan pemberontakan terakhir bangsa Welsh. Terletak di atas bukit di antara dua pantai Gwynedd dan Tremadog Bay membuat istana ini tempat keren untuk nongkrong sambil memandang kota Criccieth dari ketinggian.


Kota Criccieth


Penrhyn Castle – aslinya rumah seorang bangsawan kaya bernama Ednyfed Fychan di Llandygai pada abad ke-13 yang telah direnovasi berkali-kali sampai terakhir pada abad ke-19 oleh arsitektur Thomas Hopper. Di dalamnya masih tersimpan dengan baik barang perabotannya beserta koleksi lukisan berharga. Di sisi lain terdapat taman dan museum kereta api. Terletak di atas bukit, istana ini menghadap pegunungan Snowdonia, jadi bangunan dan pemandangannya sama-sama spektakuler!





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 21, 2017 at 6:07am PDT





Epic Coastline


Dengan garis pesisir sepanjang 2.700 km, Wales diberkahi dengan pantai-pantai yang kece. Pada musim panas, Wales jadi tempat berlibur orang Inggris karena cuacanya lebih hangat dan kering. Tak hanya untuk berenang, tapi pesisirnya bisa untuk hiking dan bersepeda. Ini beberapa di antaranya;


South Stack – terkenal dengan mercu suarnya yang cantik dan merupakan sebagian dari walking trail di pesisir Pulau Anglesey. Emang nyaman banget berjalan kaki di jalur khusus pejalan kaki dengan pemandangan indah begini! Selain bisa berkunjung ke mercu suar setinggi 41 meter dengan ratusan anak tangga, di tebingnya kita bisa bird watching melihat ribuan burung liar, seperti Puffin, Razorbill dan Guillemot.


Newborough Beach – untuk mencapai pantainya, saya berjalan kaki dulu di antara hutan pinus selama 50 menit. Bila di negara tropis pantainya berisi pohon kelapa, di sini pohon pinus! Dari pantai berair tenang ini, lanjut berjalan kaki ke Pulau Llanddwyn, rumah Saint Dwynwen. Bila di dunia merayakan Hari Valentine, di Wales orang merayakan Hari Dwynwen. Legenda mengatakan karena cinta dilarang oleh orang tua, Dwynwen bersumpah untuk tidak menikah.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 18, 2017 at 5:02am PDT





Aberdaron – adalah desa nelayan di ujung Llyn Peninsula sehingga disebut “Land’s End of Wales”. Desa cantik di pinggir pantai ini dikelilingi perbukitan yang langsung ‘jatuh’ ke laut, pantai-pantai berpasir warna emas, dan menghadap pegunungan Snowdonia. Favorit saya adalah Whispering Sand, pantai yang pasirnya menimbulkan suara siulan, dan sunset di Pantai Aberdaron dengan langit yang berwarna pink!





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 19, 2017 at 4:42am PDT





Epic Adventure


Kalau Anda penggemar aktivitas pemicu adrenalin, Wales adalah pusatnya. Mau coba?


Surf Snowdonia Adventure Parc – surfing di Wales? Bisa! Surf Snowdonia adalah danau tempat surfing di pertama di dunia. Danau sepanjang 300 meter ini terdapat ombak buatan sehingga pengunjung bisa surfing sepanjang tahun. Ada kelas surfing untuk pemula sampai level 2, termasuk wet suit dan papan. Yang nggak mau surfing bisa ikut permainan kayak seri di TV, Wipe Out.


Coasteering – pelopor coasteering di dunia adalah di Wales. Coasteering dari kata coast (pesisir) merupakan aktivitas air campuran antara rock-hopping, shore-scrambling, swell-riding, cave-exploring dan cliff-jumping. Peserta dipinjami wet suit dan helm, dan dipandu oleh instruktur. Karena kondisi lutut, saya nggak bisa ikutan. Tapi katanya sih seru banget!


Llandudno Ski and Snowboard Centre – tempat main ski dan snowboard setiap hari sepanjang tahun. Dengan teknologi khusus, pengunjung dapat meluncur di ski slope. Tersedia kursus ski mulai dari kelas Taster sampai Level 7. Yang nggak doyan main ski, bisa main toboggan (semacam papan seluncur yang diduduki dan meluncur sepanjang 750 meter dari ketinggian – jalur terpanjang di Inggris!) atau main sno-tubing (meluncur di atas ban besar).


Zip World Velocityzip line tercepat di dunia dan terpanjang di Eropa! Ini highlight trip saya di Wales. Ternyata kita nggak meluncur dalam posisi duduk tapi posisi tengkurap dengan badan dan kaki terkait ke wire. Turun pun dua kali, pertama di wire yang pendek untuk penyesuaian, lalu kedua dibawa naik truk ke atas bukit setinggi 1.500 meter dan turun dari sana. Mulai dari situ deg-degan karena terasa ketinggiannya. Begitu meluncur, rasanya kayak terbang aja karena kecepatannya mencapai 160 km/jam! Whoaaa!!





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 21, 2017 at 4:00pm PDT







(Bersambung)

Masih banyak hal epic lainnya di Wales yang saya kunjungi, termasuk ke kota bernama Llanfairpwllgwyngyllgogerychwyrndrobwllllantysiliogogogoch (saya nggak salah ketik!) dan naik kereta uap ke Hogwarts. Atau, pengin tau juga gimana gampangnya bikin visa? Tunggu di blog post selanjutnya!


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 08, 2017 04:58

July 21, 2017

Gimana caranya ke Kazakhstan?

Di postingan sebelumnya, saya sudah menulis tentang destinasi-destinasi menarik di sekitar Almaty. Kali ini saya mau menjelaskan informasi yang dibutuhkan untuk pergi ke Kazakhstan.


Visa


Bagi pemegang paspor Indonesia, visa bisa apply di Kedutaan Besar Kazakhstan, Jl. Denpasar Raya, Blok A/12, Kav.1, Mega Kuningan, Jakarta 12950, Telepon: (021) 29440388, 29440386, E-mail: jakarta.kazemb@yahoo.com. Submit visa hanya dilakukan setiap hari kerja kecuali Rabu pada jam 09.00-11.00. Kalau dokumen sudah lengkap, proses visa memakan waktu minimal 5 hari kerja. Ambil visa setiap hari kerja kecuali Rabu pada jam 13.00-15.00.


Sistem visa mirip dengan cara Rusia. Syaratnya: paspor asli, isi formulir dalam huruf besar, letter of invitation (bisa dari pengundang atau travel agent di Kazakhstan) yang menyebut Visa Support No. yang diperoleh dari Department of Consular Service, Ministry of Foreign Affairs Republic of Kazakhstan di kota Astana atau Almaty, surat keterangan kerja, dan pas foto berwarna ukuran 3,5 x 4,5 cm. Meskipun akhirnya tidak diminta, tapi siapkan juga bank statement, kartu keluarga, paspor lama. Biayanya USD 60 ditransfer ke Bank Mandiri.


Bila Anda tinggal di Kazakhstan lebih dari 5 hari, maka wajib lapor ke kantor imigrasi setempat di Kazakhstan. Kalau tidak, Anda akan ditahan oleh imigrasi bandara. Tapi kalau tidak mau repot, bisa minta tolong travel agent/hotel untuk menguruskannya dengan biaya.


Begitu Anda mendarat, pihak imigrasi akan memberikan Migration Card berwarna putih. Isi lah, simpan dan jangan sampai hilang, karena akan diminta kembali saat Anda keluar dari Kazakhstan.


Transportation


Get in: Rute paling efektif ke Kazakhkstan adalah terbang dari Kuala Lumpur (KUL) atau Bangkok (BKK) direct ke Almaty (ALA) menggunakan maskapai Air Astana. Pesawatnya baru, servisnya oke, makanannya enak kok.


Get around: antarkota di Kazakhstan bisa naik bus, kereta, atau pesawat terbang. Harap diingat bahwa Kazakhstan adalah negara yang sangat luas, jadi Almaty ke Astana aja bisa memakan waktu 20 jam naik kereta. Alternatif maskapai domestik selain Air Astana adalah Scat atau Bek Air. Sedangkan transportasi umum di dalam kota, bisa naik bus atau Metro (hanya ada di Almaty) dengan harga tiket yang murah; bus 90 Tenge dan Metro 80 Tenge.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jun 30, 2017 at 8:49pm PDT





Yang unik adalah taksi. Sebenarnya ada Uber, tapi masalahnya dia akan telepon ke nomor kita yang terdaftar (international roaming), lalu masalah bahasa pun muncul. Jadi mending pake taksi ilegal. Caranya: berdiri aja di pinggir jalan sambil melambai-lambaikan tangan, maka siapapun dengan mobil apapun akan berhenti. Kasih alamat (yang sudah ditulis dengan aksara Rusia/Kazakh), tawar-tawaran harga (pake bahasa Tarzan), lalu naik. Beres, nggak usah pake ngomong, nyampe di depan pintu. Awalnya saya agak takut, tapi terbukti aman dan efektif. Tarif tergantung jauh-dekatnya, tapi berkisar di antara 500-1000 Tenge.


Tidak semua destinasi wisata, terutama di luar kota, yang ada transportasi umum. Kalau malas ribet dan mau pake paket tur, rekomendasi saya adalah City Tour KZ dengan guide berbahasa Inggris bagus, profesional, dan baik hati.


Accommodation


Penginapan sangat variatif, mulai dari hostel dengan harga USD 10/bed/malam sampai hotel berbintang lima jaringan internasional seharga USD 250/kamar/malam.


Meals


Orang Kazakhstan adalah carnivora sejati. Daging sapi, domba, dan kuda (iya, kuda!) adalah santapannya sehari-hari. Biasanya dipanggang dengan minim bumbu dan dimakan dengan roti. Jangan kuatir soal halal, mayoritas penduduknya penganut Islam jadi mereka bukan lah pemakan babi (cuman minum vodka. Hehe!). Jangan lupa coba Kumis, minuman yang terbuat dari susu kuda yang difermentasi.


Di sana nggak ada warung atau kaki lima, jadi makan kudu ke restoran. Pilihan yang paling aman adalah di food court mal, sekali makan sekitar 750-1300 Tenge udah kenyang. Makan di restoran biasanya habis sekitar 3000 Tenge.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 7, 2017 at 11:12pm PDT





Tips



SIM Card Kazakhstan belinya gampang dan murah, internetnya juga cepat. Untuk mengaktifkannya harus mengirim SMS yang instruksinya ada di kartu dalam Bahasa Rusia.
Orang Kazakhstan berbahasa Kazakhstan dan/atau Rusia, mereka umumnya tidak bisa berbahasa Inggris. Minta lah alamat hotel yang ditulis dalam kedua bahasa tersebut. Saya survive dengan punya mobile apps penerjemah bahasa Rusia.
Kalau mau beli oleh-oleh, saran saya beli lah coklat Kazakhstan yang ternyata enak dan murah – 1 bar coklat harganya 300 Tenge aja. Yang enak dan murah juga adalah vodka Kazakhstan. Ada bebeberapa macam merk, hanya saja saya juga nggak ngerti bacanya. Pergi aja ke Supermarket dan tanya orang lokal yang mana yang buatan Kazakhstan, harganya cuman sekitar 1000 Tenge sebotol.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 21, 2017 10:46

July 10, 2017

What to see and do in Almaty, Kazakhstan?

Kazakhstan? Hah? Di mana tuh? Ketemu Borat nggak? Ya, begitulah reaksi orang ketika saya bilang mau ke Kazakhstan. Negara yang merdeka dari Uni Soviet pada 1991 ini terletak di Asia Tengah, berbatasan dengan Rusia, Tiongkok, Kyrgyzstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Ia merupakan negara nomor sembilan terluas sedunia, sekitar 1,4 kali lebih luas daripada daratan Indonesia. Sedangkan Borat adalah film fiksi banget yang syutingnya pun bukan di Kazakhstan.


Untuk menikmatinya, mulai lah dari Almaty yang merupakan kota terbesar di Kazakhstan. Almaty pernah menjadi ibu kota negara sampai 1997 yang akhirnya pindah ke Astana. Sebagai pusat bisnis dan budaya, pariwisata Almaty paling siap. International flights pun sebagian besar mendarat di Almaty. Tapi tahukah apa arti kata “Almaty”? Kota apel! Ya, karena banyaknya pohon apel dan menurut penelitian apel telah tumbuh di sana sejak 1000 tahun yang lalu.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jun 28, 2017 at 11:38pm PDT





Karena destinasi ini masih awam, maka saya akan menulis dengan gaya travel guide karena saya yakin pasti berguna karena jarang ada informasi yang mumpuni. Dimulai dari info: ke mana dan ngapain aja di Almaty?


City


Almaty adalah kota yang maju, mirip kota di Eropa. Dijuluki sebagai “garden city” karena seluruh kota dipenuhi oleh pepohonan rindang. Kerennnya lagi, kota ini terletak di kaki pegunungan Trans-Ili Alatau yang memiliki salju abadi di puncaknya. Wajib datang ke tempat berikut;


Republic Square adalah alun-alun pusat yang merupakan landmark Almaty. Terdapat monumen Golden Warrior setinggi 28 meter, air mancur, dinding diorama sejarah Kazakhstan. Di seberangnya terdapat gedung walikota yang dulunya bekas istana presiden.


Panfilov Park of 28 Guardsmen adalah taman paru-paru kota seluas 18 hektar yang rimbun, tempat favorit penduduk lokal untuk jalan-jalan dan pacaran. Terdapat 28 monumen untuk memperingati jasa 28 orang pahlawan yang mati dalam perang melawan Nazi Jerman. Panfilov sendiri adalah nama jenderal yang memimpinnya.


Saint Ascension Cathedral merupakan gereja Rusia Orthodox yang disebut juga dengan nama arsiteknya, Zenkov. Terletak di tengah Panfilov Park, gereja cantik yang dibangun pada 1906 ini bercat warna-warni kayak permen.


 





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 1, 2017 at 8:30pm PDT





First President’s Park adalah taman urban yang menghadap pegunungan bersalju. Presidennya menanam sendiri pohon oak di situ.


Museum


Untuk mengenal lebih dekat budaya dan sejarah suatu negara dalam waktu singkat, silakan ke museum berikut;


Central State Museum of Almaty adalah museum terbesar di Almaty yang berisi artefak sejarah, arkeologi, budaya, dan politik Kazakhstan.


Almaty Museum mengkhususkan diri dengan sejarah kota Almaty mulai dari zaman pra sejarah, Uni Soviet, sampai modern.


Museum in French House gampang dikenali karena di luar gedungnya terdapat miniatur menara Eiffel. Lebih dikenal sebagai toko parfum dan kosmetik, tapi di lantai bawahnya terdapat koleksi benda seni bersejarah milik pribadi, mulai dari pelana kuda sampai emas kuno.


Activities


Selain sightseeing, kita bisa melakukan aktivitas seru lainnya di tempat berikut;


Medeu adalah outdoor ice skating ring tertinggi di dunia pada ketinggian 1.691 mdpl. Dibangun pada 1949, stadion es yang berkapasitas 8500 orang ini sering dijadikan tempat lomba speed skating seperti 2011 Winter Asian Games.


Kok-Tobe artinya Blue Hill adalah titik tertinggi kota Almaty yaitu pada ketinggian 1.100 mdl. Di sana terdapat amusement park, ferris wheel, roller coaster, kebun binatang, dan TV Tower setinggi 372 meter. Kota Almaty terlihat jelas dari atas sana. Kita bisa naik cable car juga.


Sunkar Falcon Center adalah peternakan burung predator yang endemik di Kazakhstan, kebanyakan spesies falcon dan elang. Yang keren, setiap hari ada pertunjukan keahlian para burung raksasa yang terlatih oleh pawangnya.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jul 2, 2017 at 5:25am PDT





Shopping


Belanja apa di Almaty? Apa aja ada! Beli aja di tempat berikut;


Mall ada banyak di Almaty, semuanya besar, modern, dan bagus. Segala macam brand global ada di mall, termasuk restoran fast food dan kafe franchise Amerika. Rekomendasi saya ke Dostyk Plaza, Mega Mall dan Esentai Mall.


Arbat adalah sebuah jalan tanpa kendaraan tempat para seniman menjual kerajinan dan benda seni khas lokal, juga ada kafe-kafe gaul. Di situ juga ada TSUM, department store era Uni Soviet yang mirip kayak ITC.


Green Market (Zelyony) adalah salah satu pasar terbesar di Almaty dan paling tourist-friendly. Saya pikir disebut hijau karena bangunannya bercat hijau, tapi maksudnya hijau sayuran alias ‘pasar basah’ kalau di kita. Pasar dua lantai ini menjual segala macam khas lokal, mulai dari keju, sayur, daging (termasuk daging kuda), sampai kain dan perabotan. Kalau mau foto, wajib untuk minta izin dulu.


Horse meat in Green Market


Nature


Menurut saya, highlight dari Almaty adalah justru day trip ke luar kotanya untuk melihat keindahan alam yang spektakuler. Sayangnya begitu ke luar kota, toilet umumnya sangat buruk. Meski bangunannya bagus, tapi dalamnya hanya berupa bolongan doang (bukan WC) tanpa air apalagi tisu, jadi kotoran dan baunya numplek! Namun worth it dengan pemandangan kece berikut;


Shymbulak adalah ski resort yang buka sepanjang tahun, terutama untuk main ski pada musim winter November – April. Hebatnya, pada musim summer pun tetap ada salju! Untuk mencapai Talgar Pass di ketinggian 3.200 mdpl, kita bisa naik cable car dari Medeu. Pemandangannya memang spektakuler dengan pegunungan berlapis-lapis dengan salju abadi.


Big Almaty Lake terletak di ketinggian 2.511 mdpl. Danau yang sangat cantik berair warna turquois ini berlatar belakang pegunungan Tien Shan yang memiliki salju abadi dengan tiga puncaknya sekitar 4000an mdpl. Melihatnya saja bawaannya pengin berenang, tapi ternyata dilarang karena danau ini merupakan reservoir alami yang merupakan sumber air minum penduduk Almaty.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jun 28, 2017 at 6:45am PDT





Sharyn Canyon disebut sebagai “adiknya Grand Canyon di Amerika” karena memang mirip tapi skalanya lebih kecil. Berjarak 200 km dari Almaty dengan jalan off road, kita disuguhi pemandangan savana luas dengan langit tak berbatas. Dengan kedalaman ngarai 100 meter, kita bisa menuruni dan berjalan di antara Valley of Castles dengan formasi bebatuan yang unik.





A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jun 27, 2017 at 5:08am PDT







(Bersambung) Bagaimana mengurus visa Kazakhstan? Mahal nggak di sana? Aman nggak? Baca tulisan saya selanjutnya.


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 10, 2017 09:17

June 24, 2017

Traveling zaman dulu yang mungkin nggak kebayang di zaman sekarang

Saya sudah terbiasa traveling sejak kecil. Tidak ada yang hebat, saya merasa biasa-biasa saja. Saya justru merasa ‘aneh’ ketika traveling di zaman sekarang, lebih tepatnya sejak era ponsel dan internet. Segalanya jadi sangat mudah, tinggal ketak-ketik sebentar langsung jadi.


Untuk generasi milenial, berikut beberapa perbedaannya yang mencolok saat traveling zaman dulu yang mungkin tidak bisa kalian bayangkan kalau terjadi di zaman sekarang;


Pesawat boleh merokok


Ini perbedaan yang paling mencolok antara dulu dan sekarang. Bayangin dulu penumpang boleh merokok di dalam pesawat terbang! Smoking area di dalam pesawat ada di kursi-kursi bagian paling belakang. Tidak ada pemisah kaca seperti di ruangan merokok di bandara, jadi asap membumbung sampai ke langit-langit, bahkan sampai terasa di kursi depan pesawat . Saya malah pernah mengalami merokok bareng pramugara dan pramugari di galley belakang, bahkan konon dulu pilot juga merokok. Sekarang membayangkannya aja jadi ngeri! Kok bisa ya cuek banget zaman dulu? Udah sepesawat bau asap, lalu gimana kalau pesawat kebakaran akibat bara api puntung rokok? Hiyy!


Tiket pesawat segepok


Sekarang tiket pesawat bisa tinggal tunjukin ponsel, bahkan QR Code-nya bisa langsung jadi boarding pass. Dulu beli tiket harus datang ke kantor maskapai penerbangan atau travel agent. Setelah membayar, tiket diberikan dalam bentuk buku kecil panjang yang bentuknya kayak kwitansi. Di tiket tertera nama, destinasi, tanggal dan jam keberangkatan yang ditulis pake tangan. Meski yang terpenting adalah halaman itu doang, tapi tiket itu segepok banyaknya. Yang lain isinya adalah terms & conditions. Bayangin berapa banyak kertas yang terbuang zaman dulu?


Pasrah menginap


Dulu travel agent itu berkuasa banget karena mereka lah yang bisa booking pesawat dan hotel. Masalahnya mereka hanya bekerja sama dengan hotel-hotel berbintang, jadi sebagai backpacker sulit untuk mencari penginapan murah semacam hostel. Zaman belum ada internet, booking dilakukan via telepon – di telepon umum koin pula. Bentuk hostel kayak apa nggak kebayang kecuali ada gambarnya di brosur yang tersedia di bandara atau stasiun kereta utama, itu pun sangat jarang. Diperparah lagi dengan tidak adanya testimoni dari tamu yang pernah menginap, jadi lah sering ketipu. Makanya dulu saya sering go show. Sampai di suatu kota, berjalan kaki sambil cari-cari penginapan, keluar-masuk kamarnya untuk ngecek kondisi, baru diputuskan belakangan. Seringnya kalau udah capek, pilih yang mana duluan kosong jadi pasrah terima aja apapun kondisinya.


Peta besar


Dulu traveling itu gampang banget nyasar. Bayangkan hidup di zaman nggak ada GPS, bagaimana cara cari alamat? Pakai peta terbuat dari kertas yang besar dan bisa dilipat. Bahkan ada peta versi buku kuning. Ada sih yang sehalaman, biasanya disediakan oleh penginapan setempat. Pokoknya nyasar jadi makanan sehari-hari, apalagi kalau nggak bisa bertanya karena kendala bahasa. Jadi istilah “let’s get lost” itu sebenarnya lebih cocok diterapkan di zaman dulu.


Bawa weker


Iya, serius. Dulu zaman belum ada ponsel, saya masih bawa weker. Eh, pada tau kan jam weker? Itu jam meja yang harus diputer dulu jarum jamnya supaya berbunyi pada waktu yang diinginkan. Butuh weker bukan sekedar untuk bangun pagi mengejar pesawat, tapi dulu saya pasang weker untuk pengingat kapan turun di stasiun kereta Eropa saking tepat waktunya.


Bawa Walkman/CD Player


Kalau suka denger musik, hal ini yang paling berat dilakukan saat traveling. Berat dalam arti hafiah. Walkman itu semacam tape portable yang berisi kaset. Nah, apakah kalian tahu bentuk kaset? Gugling sendiri deh ya. Kaset begitu kalau cuma bawa satu sih nggak apa-apa, tapi kan bosen denger lagu sealbum doang. Jadilah bawa kaset banyak sehingga berat dan bulky. Kalau niat, sebelum pergi bikin album kompilasi sendiri dulu dalam satu kaset. Sama halnya dengan CD (Compact Disk) player. Bedanya, kaset yang tebel itu diganti dengan piringan CD tipis. Koleksi CD dimasukin ke dalam semacam dompet panjang. Masih berat dan bulky, bukan? Bedakan dengan zaman sekarang denger musik tinggal pake alat sekecil jempol bisa denger ribuan lagu.


Kamera pake film rol


Dulu semua kamera masih menggunakan film rol, baik kamera saku maupun SLR. Masangnya aja ribet. Sekali salah pasang, film “terbakar” dan foto terhapus. Satu rol isi 24 atau 36 frame. Untuk menghemat, hanya objek yang menarik aja yang difoto. Per trip saya biasanya bawa 5 rol. Ribet selanjutnya setelah pulang trip adalah harus pergi ke toko film untuk mencetak foto. Lalu setiap foto dimasukkan ke dalam album foto, sehingga lemari isinya penuh dengan banyak album dan rol film negatif.

Sejak adanya kamera digital dan memory card bergiga-giga memang sangat memudahkan orang. Mau moto berapa kali aja hayuk, bahkan sekali selfie aja pake burst sehingga dari 10 frame tinggal pilih 1. Pantes aja dulu orang nggak doyan selfie!


Susah Berhubungan


Dulu kalau lagi traveling, bener-bener “terlepas”. Karena nggak ada ponsel dan internet sehingga susah dihubungi, susah menghubungi, tidak tahu apa yang sedang terjadi di dunia, dan tidak merasa penting juga untuk tahu apa yang terjadi.

Dulu kalau janjian sama orang, harus ditepati bertemu di mana dan jam berapa – kalau nggak, nggak bakal ketemu selamanya. Nggak ada tuh yang nanya dulu “Udah di mana?” atau pemberitahuan “Telat nih karena macet!”.

Pas traveling domestik dan mau mengabari ke rumah, kudu ke Wartel (Warung Telekomunikasi) yang ada kotak digital menghitung detik sehingga ngomong harus efektif dan efisien. Kalau bokek, minta tagihan dibayar di penerima (rumah), itu pun harus dari wartel Telkom. Kalau traveling ke luar negeri, ya dianggap “hilang” aja karena mahal banget telepon antarnegara. Makanya dulu LDR itu susah banget! Kalau dapet gebetan teman pas traveling, kami saling mencatat alamat rumah, lalu kirim-kiriman surat yang nyampenya berbulan-bulan kemudian, dan akhirnya putus hubungan.

Sangat berbeda dengan zaman sekarang yang informasi serba cepat tersebar, orang-orang dengan senang hati membagi informasi di media sosial, orang-orang yang kepo, sehingga tak heran timbul sindrom FoMO (Fear of Missing Out) atau takut ketinggalan hal-hal menarik di luar sana dan/atau takut tidak eksis.


Moral of the story:


Pertama, karena dulu saya terbiasa traveling the hard way alias apa-apa harus manual, sekarang jadi terasa mudah luar biasa. Makanya saya sangat heran dengan anak zaman sekarang yang masih nanya, “Kalo ke Singapura nginepnya di mana ya, mbak?” Lha wong punya smartphone yang tinggal digugling! Plis deh.

Kedua, tuwir banget gue!


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 24, 2017 02:37

May 31, 2017

Kiat #Staycation

Apakah itu staycation? Sebagian orang Indonesia menganggap artinya “menginap di hotel”. Padahal istilah staycation dalam bahasa Inggris itu sebenarnya berarti “liburan dengan tinggal di rumah sendiri dan hanya bepergian/beraktivitas di sekitarnya aja”. Namun sejak adanya medsos, istilah ini justru berarti menginap di hotel (di kotanya sendiri). Saya menuduh ini karena para buzzer yang hotelnya disponsorin itu harus membuat sesuatu sehingga terlihat keren tanpa mau ketauan disponsorin maka dibuatlah hashtag #staycation. Hehe! Nggak percaya? Meski caption berupa quote yang ‘dalem’, tapi kalau si buzzer mention dan tag akun medsos hotelnya beserta hashtag tertentu, kemungkinan besar disponsorin lah.


Staycation semakin lama semakin marak. Maksud saya dalam artian masa kini: menginap di hotel. Kalau istilah itu sudah ada zaman dulu berarti waktu masih kecil saya sering staycation saat orang tua saya ada meeting atau conference di hotel. Udah gede saya staycation karena mengajak keponakan-keponakan nginep di hotel supaya mereka bisa berenang dan makan enak. Kadang saya staycation bareng geng sahabat untuk party semalaman. Belakangan ada alasan lain untuk staycation, yaitu mengisi feed medsos.


Beberapa hari yang lalu saya staycation di sebuah hotel berbintang lima di Mega Kuningan. Jika Anda tertarik untuk staycation juga – apapun alasannya, berikut kiat-kiatnya:



Tentukan bintang dan lokasi

Kalau staycation sih saya pilih hotel bintang lima sekalian. Ngapain pindah menginap di hotel di kota sendiri kalau hotelnya ecek-ecek yang tidak lebih nyaman daripada kamar sendiri di rumah? Soal lokasi, pilih lah yang menjauh dari rumah sendiri atau yang punya pemandangan berbeda dari yang biasa kita lihat di rumah. Saya sih pilih persis di tengah kota yang dikelilingi gedung-gedung bertingkat karena saya suka city lights. Lokasi juga dipilih berdasarkan kedekatan jarak dengan berjalan kaki ke restoran atau mal, jadi bisa makan atau belanja di luar tanpa keluar ongkos lagi.


Ajak teman/keluarga

Staycation enaknya memang nggak sendirian. Jadi bawalah teman atau saudara, lumayan ada yang diajak ngobrol, bisa berenang bareng, ada yang motretin, bahkan kalau beruntung bisa patungan bayar hotel. Kemarin ini saya mengajak sepupu merangkap PA saya, si Zara, sekalian traktir dia yang udah capek ngurusin kerjaan saya. Bener aja, di kamar kami malah ngomongin kerjaan sambil bikin file excel di laptop. 


Booking yang efektif

Nah, ini yang tricky! Saat ini ada banyak situs booking hotel. Setelah saya tahu bahwa saya akan menginap di hotel bintang lima dan tahu batas bujetnya, saya pun browsing ke sekian banyak situs. Perlu diketahui, harga weekday dan weekend itu sering berbeda. Hotel bisnis di tengah kota biasanya lebih murah di weekend. Kalau tanggal menginap bebas, cobalah beberapa tanggal.

Setelah memutuskan di satu hotel, bandingkanlah harga ke beberapa situs terpercaya, termasuk situs resmi hotel yang dimaksud. Kadang ada situs yang menampilkan harga termurah, namun ternyata kamarnya tidak termasuk sarapan. Padahal saya paling doyan sarapan all you can eat di hotel – apalagi di hotel bintang lima. Oleh karena itu, klik terus sampai laman pembayaran karena ternyata ada tambahan pajak dan lain-lain sehingga harga awal yang terpampang dan harga akhir berbeda jauh.

Kesimpulannya, cara termudah dengan harga termurah ada di Traveloka. Situs itu paling “jujur” karena di depan sudah ditampilkan harga all-in dan apakah termasuk sarapan atau tidak. Untungnya lagi, pas ada promo hotel domestik sehingga saya dapat potongan Rp 150.000,-. Lumayan banget kan?


Maksimalkan fasilitas

Supaya nggak rugi, datang lah tepat saat check-in diperbolehkan. Rata-rata hotel memperbolehkan check-in antara pukul 13.00 – 15.00. Sebelum jadi berantakan, foto-foto dulu kamarnya deh. Kalau nggak mau langsung leyeh-leyeh, manfaatkan fasilitas yang tersedia, seperti kolam renang, gym, atau spa (dengan biaya tambahan). Kalau ambil kamar yang kelas atas, biasanya ada fasilitas “Club Lounge yang memperbolehkan tamu untuk makan camilan dan minum sepuasnya di ruangan khusus. Selain tempat tidur hotel yang nyaman, saya juga suka berlama-lama mandi, apalagi kalau ada bathtub yang langsung menghadap jendela sambil memandang kota. Sisanya, nikmati saja kamar yang mewah!


Catatan nggak penting: Tengah malam di hotel saya menyikat gigi di kamar mandi. Pas buka kran di wastafel… lho kok nggak ada air? Buka kran di bathtub eh nggak ada air juga! Gila, udah mahal-mahal bayar hotel bintang lima kok airnya bisa mati? Zara nyamber, “Lha ini dikasih kertas pengumuman minta maaf air mati hari ini jam 23.00 – 06.00.” Hah? Kenapa sekarang? Kenapa pas saya lagi nginep?! Lalu pecah lah tawa kami. Dasar Trinity! Ceritanya sial mulu! Hahaha!


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 31, 2017 09:34

Trinity's Blog

Trinity
Trinity isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Trinity's blog with rss.