Trinity's Blog, page 9
January 31, 2019
Salim sama Luis Figo, si gajah Sumatera
Ada yang ikut berpartisipasi dalam lomba lari Pertamina Eco Run 2018? Hasil penjualan tiket dari Anda (kalau ikut) dan ribuan pelari lainnya itu dimanfaatkan untuk pelestarian satwa Elang Bondol dan Gajah Sumatera lho! Donasi yang terkumpul lebih dari Rp 1 Miliar itu dibagi dua peruntukkannya: setengah untuk pelestarian Elang Bondol, setengah lagi untuk Gajah Sumatera. Pada 24 Januari 2019, Pertamina pun menyerahkan donasi untuk konservasi Gajah Sumatera kepada Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli. Dan saya beruntung jadi salah satu yang diundang untuk melihat konservasi gajah tersebut!
Rasanya baru saja saya kelar melihat harimau India, langsung dilanjut melihat gajah Sumatera. Sebagai pencinta satwa tentu saya senang sekali! Apalagi kunjungan ini bersama teman sendiri @MarischkaPrue yang udah lama nggak jalan bareng. Pagi itu kami pun terbang ke Medan, lalu berkendara menuju TBBM (Terminal Bahan Bakar Minyak) Pertamina di Pematang Siantar. Alasan Pertamina membantu konservasi gajah yang di Aek Nauli adalah karena letaknya dekat dengan TBBM ini sehingga turut memberdayakan masyarakat dan alam sekitarnya.
Saya dan Prue di TBBM SiantarKonservasi gajah yang dinamai
Aek Nauli
Elephant Conservation Camp (ANECC) ini letaknya
hampir sejam berkendara dari kota Pematang Siantar ke arah Parapat. Di kanan jalan raya terdapat bangunan bercat putih yang
berisi Galeri informasi tentang gajah-gajah ANECC berserta foto-fotonya. Rupanya
gajah-gajah di sini memang sudah didomestikasi atau yang sudah dijinakkan di berbagai
Pusat Pelatihan Gajah di seluruh Indonesia.
Karena gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus) statusnya satwa kritis terancam punah (critically endangered species), maka program domestikasi bermanfaat
sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengawetan sumber genetik,
peningkatan populasi, dan ekowisata gajah. Saat ini ada sekitar 500 ekor gajah
jinak di Pusat Konservasi Gajah di Sumatera, Jawa, dan Bali dari sekitar 1800
ekor populasi gajah di Indonesia.
View this post on Instagram
A post shared by Trinity #TNT8 (@trinitytraveler) on Jan 24, 2019 at 8:33pm PST
ANECC merupakan lembaga yang
ditunjuk sebagai pemangku Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dimana di
dalamnya terdapat konservasi gajah sumatera. Mereka bekerja sama dengan Balai
Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, dan Veterinary Society
for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic). Jadi memang konservasi gajah
resmi pemerintah.
Di seberang Galeri, barulah
tempat gajahnya tinggal. Dari gerbangnya kami harus berjalan kaki agak menanjak
sekitar 700 meter untuk sampai ke pusat gajah. Di sepanjang jalan setapak yang
dikelilingi hutan ini terdapat beberapa plang informasi edukatif mengenai gajah,
seperti perbedaan gajah Afrika dan gajah Asia, dan Klasifikasi dan Morfologi
Gajah Sumatera.
Lalu kami dipersilakan duduk sambil diperkenalkan kepada para gajah. Datanglah empat ekor gajah bersama para mahout (pawang gajah) masing-masing. Lucunya gajah-gajah itu bernama Luis Figo (berusia 12 tahun), Vini Alvionita (30), Esther Juwita (36), dan Siti (37). Kami pun mendengarkan kuliah tentang gajah dari Pak Ilham, mahout senior. Contohnya kuping gajah yang berisi banyak urat itu berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh gajah makanya sering dikibas-kibas supaya badannya dingin bak AC. Makanya juga kuping gajah Afrika lebih besar daripada gajah Asia karena di Afrika suhunya panas. Saya juga baru tahu bahwa gajah itu giginya hanya ada 4 gigi geraham saja, meski ukuran gerahamnya super besar tapi gajah adalah vegetarian. Sambil menerangkan, satu per satu gajah yang dipanggil “sayang” oleh Pak Ilham itu maju mengibaskan kupingnya atau membuka mulut untuk memperlihatkan giginya.
Gajah jinak ini memang sangat pintar dan menggemaskan. Mereka bisa disuruh berpose ala model, bermain bola, bahkan berhitung. Saya mengetes dengan memberi soal, “Delapan kurang dua sama dengan?” Eh si Esther datang dengan membawa papan bertuliskan angka enam! Saya juga sempat dikalungkan bunga oleh Luis Figo dan diajak salim. Wow, pinternya!
Saya lalu diajak berkeliling
konservasi. Sore itu gajahnya sedang mandi. Sayang saya tidak bawa baju ganti
karena rasanya pengen ikut nyebur aja mandi sama gajah. Setelah mandi, gajah
dikasih makan. Makanannya sebak mobil! Maklum gajah itu sehari makan sebanyak
10% dari berat tubuhnya. Jadi kalau si Siti beratnya 2700 kg, maka dia butuh
makan sebanyak 270 kg per hari! Minumnya aja perlu 30-40 liter per hari. Jadi
siapa bilang jadi vegetarian itu bisa kurus? #eaaa
Tingkah polah empat gajah
pintar tersebut tak lepas dari peran 10 mahout
yang sehari-hari mendidik mereka dengan kasih sayang. Mahout bertugas merawat gajah, termasuk menjaga kenyamanan kandang,
menjaga kesehatan gajah, dan memonitor reproduksi gajah. Jadi jangan harap Anda
datang ke sini untuk menunggangi gajah keliling hutan karena gajah di sini
bukan untuk wisata konvensional dan bertujuan komersil.
Dengan donasi Pertamina melalui program CSR
Keanekaragaman Hayati ini membantu
kekurangan biaya pemeliharan gajah seperti kebutuhan pakan gajah, suplemen
gajah, obat-obatan, monitoring, galeri, dan lain lain. Semoga semua ini dapat menciptakan
ekosistem alami untuk Gajah Sumatera berkembang biak dan dapat menjadi sarana
edukasi.
April 1, 2018
Diving sama hiu di Maldives
Trip “Maldives with Trinity” pada 23-26 Maret 2018 by @MaldivesHemat akhirnya “terjaring” 20 orang. Itinerary masih sama dengan yang saya tulis di sini. Bedanya, ya orang-orangnya. Banyak yang datang sendiri sebagai solo traveler, bahkan sebagian baru pertama kali. Modal nekad katanya. Tapi akhirnya everybody’s happy karena bertemu dengan teman-teman baru – yang sampai sekarang masih rame di grup WhatsApp karena pada susah move on. ?
Yang perlu saya highlight adalah island hopping naik private boat mewah bak horang kayah. Kali ini lokasi snorkeling dan sandbank-nya beda. Sandbank (pasir timbul) yang ini bentuknya panjang banget jadi gampang cari spot kosong untuk foto-foto. @MaldivesHemat pun kemajuan udah punya drone, jadilah angle foto-foto makin menggila. Trus, pas acara free time, hampir semuanya kompak milih day trip ke satu resor jadilah seharian kami main bareng, tanding polo air melawan bule-bule, belajar berenang gratis by Coach Trinity, sampai belajar signature pose saya yang gaya kaki di atas. Malam terakhir pun kami dugem di atas kapal di tengah laut karena di darat alkohol dilarang.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Mar 25, 2018 at 6:29am PDT
Setelah rombongan cabut, saya pun extend untuk menikmati Maldives dengan cara lain karena udah dua kali ke Maafushi. Selain jalan-jalan keliling Maafushi, tujuan utamanya adalah diving. Bagusnya @MaldivesHemat baru bikin paket diving bekerja sama dengan Arena Dive Club yang terletak di hotel yang sama tempat rombongan biasa menginap. Saya salut dengan bagaimana Rudi dan Pajay, pemilik @MaldivesHemat, menangani open trip. Semua paket sudah dicoba dulu berkali-kali untuk memastikan pelayanannya, bahkan mereka sampai ambil license diving dulu di sana!
Seperti biasa sebelum diving, saya ke kantornya untuk sewa alat dan ukur-ukur peralatan. Arena Dive Club ini baru aja buka Juli 2017, jadi peralatannya serba baru dengan merk ngetop. Roberto, bos dive center ini asal Italia yang sudah pernah punya bisnis dive operator di Sharm El Sheikh, Mesir. Dive Guide dan instrukturnya multinasional; ada Veronica asal Rusia, Jean asal Taiwan, Ahmed asal Mesir, dan Isa asal Maldives. Yang saya senang lagi, karena udah kurusan, sekarang saya muat sewa wetsuit ukuran orang normal! Ih, bangganya! Hehehe!
Hebatnya lagi – dan ini yang bikin kita kalah adalah kalau mau diving nggak perlu nunggu minimal jumlah orang. Mau sendiri juga tetap berangkat dengan harga per orang sama. Kapal mereka juga gede banget! Kapal dengan bentuk kapal tradisional Maldives ini bisa muat 20an orang bersama tangki-tangkinya yang dikali dua tanpa bersesakkan. Di depan dan atapnya ada deck untuk duduk-duduk atau berjemur, ada shower air tawar untuk bilas, ada toilet. Stafnya pun baik-baik banget, sampai megangin tangan pas jalan ke pinggir kapal untuk nyebur gaya giant step.
Tiga hari saya diving, dua kali di pagi hari mulai jam 8.00 dan satu kali di sore hari jam 14.30. Karena base-nya di Pulau Maafushi, maka lokasi diving di sekitar Kaafu Atol yang naik kapal maksimum 20 menit aja. Spot yang dekat bisa liat terumbu karang dan ikan-ikan karang, ada gua, ada shipwreck. Entah kenapa biota laut di sana ukurannya kok lebih gede gitu. Nudi branch segede tikus, surgeonfish dan anglefish aja lebih gede dari telapak tangan, mooray eel super gemuk dan berenang (bukan ngumpet), bahkan puffer fish ampe segede kepala!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Mar 30, 2018 at 10:06pm PDT
Spot yang jauh, terutama area antar pulau di Guraidoo Corner dan Kandooma Thila, ini yang bikin sedap. Diving di kedalaman sampai 35 meter, arusnya super kenceng, di situ lah ikan pelagis berada! Hiunya banyak banget (di pantai Maafushi aja banyak baby sharks, rupanya di sinilah ortu-ortunya berasal), ada grey reef shark, black tip shark, white tip shark. Saking arus kenceng, di satu spot kami terpaksa harus mengaitkan hook ke karang dan membiarkan gerombolan hiu lewat. Selain itu ada banyak penyu, barakuda, bumphead fish, dogtooth tuna, giant trevally, eagle ray, stingray. Ahh, gilaaaa mantapnyaa!! Satu lagi temuan, setelah kurusan ternyata napas saya jadi irit. Setiap kelar diving, masih ada sisa 100 bar oksigen! Sampai rombongan diver bule komen, “Are you a fish?” #bangga
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Mar 31, 2018 at 11:17pm PDT
Saya masih punya seharian untuk dihabiskan sebelum terbang pulang jam 9 malam. @MaldivesHemat menyarankan untuk ikut excursion snorkeling trip ke Shark Bay atau liat whaleshark. Karena pernah liat whaleshark, saya memutuskan untuk ke Shark Bay. Mereka pernah ikutan dan katanya banyak banget nurse sharks. Tapi namanya juga alam, sialnya saya nggak ketemu satupun hiu. Yang ada adalah gerombolan ikan giant trevally segede bayi! Serius! Ntar deh kalau videonya jadi, saya share di YouTube TheNakedTraveler. Abis itu kami lunch di Pulau Fulidhoo yang bagusnya kebangetan sampai mau nangis. Lalu berenang bersama lumba-lumba di lagoon – yang ternyata susah bener mendekat. Meski saya jago berenang, tetep kalah. #yaiyalah

Fulidhoo Island
Sorenya kami ke Male. Diajak ke toko suvenir termurah se-Male, namanya My Friends. Ternyata sebagian peserta ada yang nitip beliin oleh-oleh lagi. Lalu diajak keliling kota, ke alun-alun, ke Friday Mosque, minaret Munnaaru, ke rumah presiden Maldives yang masih gedean rumah di Pondok Indah, ke pasar, dan terakhir ke pelabuhan untuk melihat stingray banyak banget!
Seminggu di Maldives lewat begitu aja. Ya begitulah kalo kita sangat menikmati liburan. Kalau Anda mau ikut paket liburan hemat di Maldives atau mau diving, kontak aja maldives-hemat.com ya? Very recommended!
March 11, 2018
5 situs diving favorit di Indonesia
Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau adalah surga bagi pecinta pantai dan menyelam. Lokasi Indonesia yang termasuk ke dalam “Coral Triangle” merupakan pusat keanekaragaman hayati (biodiversity) laut dunia. Artinya, jumlah terbanyak dari segala macam spesies laut sedunia berada.
Namun bagi saya, menyelami alam bawah laut akan lebih menyenangkan jika aktivitasnya tidak hanya menyelam saja. Alam daratannya dengan pemandangan yang bagus merupakan nilai tambah, juga sejarah, akses, bahkan kulinernya. Berdasarkan itu, saya punya 5 situs menyelam di Indonesia yang merupakan favorit saya:
Kepulauan Raja Ampat
Tidak ada yang menyangsikan lagi keindahan Raja Ampat yang merupakan sebuah kabupaten yang terletak di propinsi Papua Barat. Luasnya yang nyaris sebesar propinsi Jawa Timur ini memiliki 600 pulau. Sebagian besar wisatawan hanya menjelajahi bagian utara terutama sekitar bukit Wayag yang seperti sering kita lihat fotonya, padahal bagian selatannya di sekitar Misool jauh lebih bagus meski susah payah mencapainya. Letaknya yang terpencil dan jarang penduduk membuat alamnya masih alami. Perbukitan karst, gua laut, air terjun, hutan lebat, pantai pasir putih, menawarkan pemandangan spektakuler. Bagi penggemar bird watching, burung cendrawasih beraneka jenis terdapat di sana.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jan 17, 2015 at 11:28am PST
Sedangkan alam bawah lautnya pun tak kalah hebat. Ia memiliki keanekaragaman spesies terbanyak di dunia dengan 1.508 spesies ikan, 537 spesies karang dan 699 spesies moluska. Ikan khas Raja Ampat adalah wobbegong atau ikan hiu karpet dan ikan barakuda jenis yellowtail. Namun aneka hiu lainnya, manta ray, penyu, stingray pun sering terlihat. Arusnya yang kencang dan tingkat visibility yang cenderung rendah memang merupakan pusat hewan laut pelagic.
2. Taman Nasional Komodo
Meski lebih terkenal karena hewan komodo yang merupakan biawak raksasa yang hanya ada di Indonesia, namun kepulauan Komodo memiliki alam bawah laut yang luar biasa. Terletak di propinsi Nusa Tenggara Timur, TN Komodo dicapai dengan menggunakan kapal dari kota Labuan Bajo. Terdiri dari 3 pulau besar yaitu Komodo, Rinca dan Padar, serta 26 pulau kecil, topografi daratannya berupa perbukitan yang sebagian besar berupa padang rumput dan hutan savana. Pulau-pulaunya berpasir putih dengan air laut yang tenang. Bahkan Pink Beach yang memiliki pasir berwarna jambon adalah salah satu pantai tercantik di dunia yang pernah saya kunjungi.
Dengan akses yang lebih mudah daripada Raja Ampat, bisa saya katakan menyelam di TN Komodo pun tidak kalah bagusnya. Selain terumbu karangnya yang variatif, di TN Komodo banyak terdapat hewan besar seperti aneka hiu, manta ray, eagle ray, penyu, dan bumphead parrotfish. Bahkan kalau beruntung bisa lihat ikan lumba-lumba dan dugong. Hewan kecil seperti nudibranch, kuda laut pygmy, dan pipefish juga sering terlihat. Ikan teri saja bisa membuat klaustrofobik saking banyaknya sampai menghalangi pandangan.
Kepulauan Wakatobi
Wakatobi singkatan dari nama pulau terbesarnya, yaitu Wangi-Wangi, Kadelupa, Tomia, dan Binongko. Terletak di Sulawesi Tenggara, ia terdiri dari 143 pulau yang juga dinamai Kepulauan Tukang Besi. Bapak selam dunia, Jacques Cousteau, mengklaim Wakatobi sebagai “underwater nirvana”. Ikan karangnya yang luar biasa banyaknya dan sekelompok barakuda terlihat berseliweran. Fakta yang hebat, alam bawah laut Wakatobi memiliki 750 spesies karang dari 850 spesies yang ada di dunia. Tingkat visibility-nya mencapai 30-80 meter. Semuanya membuat penyelaman yang sangat memanjakan mata. Tak heran Operation Wallacea, sebuah LSM asal Inggris yang fokus pada penelitian terumbu karang dan perikanan, setiap Juli-Agustus mendatangkan 600 peneliti.
Wakatobi yang memiliki moto “surga di atas, surga di bawah” memang tak hanya cantik alam bawah lautnya, tapi juga daratannya. Pulau-pulaunya berpasir putih dengan air laut bergradasi biru muda ke biru tua. Ia juga memiliki atol, bahkan Karang Kaledupa merupakan sebuah atol terpanjang di dunia sepanjang 48 km. Selain nikmat berenang, kita juga bisa mengunjungi perkampungan suku Bajau yang perumahannya dibangun di atas laut.
Kepulauan Banda
Banyak yang menyangka Banda itu ada di Aceh, padahal ia adalah sebuah kepulauan di Maluku, tepatnya di selatan Pulau Seram. Kepulauan Banda yang terdiri dari 10 pulau, sampai abad ke-19 merupakan satu-satunya tempat tumbuhnya pala di dunia sehingga jadi rebutan para penjajah asing. Hebatnya, pada abad ke-17 Pulau Run pernah ditukar dengan Manhattan di New York. Ibu kota kecamatannya bernama Banda Neira menyimpan peninggalan sejarah yang sangat kaya, mulai dari benteng-benteng Belanda sampai rumah tempat pembuangan sejumlah tokoh besar Indonesia, yaitu Tjipto Mangunkusumo, Iwa Kusuma Sumantri, Sutan Syahrir, dan Mohammad Hatta. Karena merupakan kepulauan vulkanis, tanah di Banda sangat subur.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jun 10, 2015 at 7:52pm PDT
Menyelami alam bawah lautnya terasa seperti berada di hutan lebat saking rapatnya tumbuhan dan karangnya. Di setiap situs, kita selalu bertemu gerombolan ikan fusiliers and redtooth tirggerfish. Sea fan terbesar di dunia yang pernah saya lihat dan lobster terbanyak yang pernah saya temui ada di Banda. Bagi penyelam yang sudah mahir, di kedalaman 40 meter dapat bertemu sekawanan ikan hiu martil. Tanpa harus bersusah payah, di pinggir dermaga Banda Naira pun kita dapat menonton mandarin fish yang berwarna menyolok menari-nari.
Taman Nasional Bunaken
Bunaken yang terletak di Sulawesi Utara ini sepertinya telah ditinggalkan setelah situs-situs diving lainnya di Indonesia “lahir”. Pertama kali saya diving di sana pada tahun 1997, setelah berkali-kali dan terakhir pada 2015, saya masih menganggap Bunaken tetap cantik. Topografi alam bawah laut Bunaken sebagian besar berupa wall dalam dengan terumbu karang yang rapat dan bervariasi. Hiu, penyu, dan geromobolan ikan karang berwarna-warni merupakan pemandangan biasa. Airnya yang bening dan arus yang tidak terlalu kencang membuat penyelaman di Bunaken sangat menyenangkan.
Dengan hanya setengah jam naik speed boat dari kota Manado, akses ke Bunaken sangat mudah. Manado sendiri dapat ditempuh dengan banyak penerbangan dari Jakarta, Bali, dan Makassar sehingga tidak perlu susah payah mencapai situs diving kelas dunia dengan harga yang terjangkau. Tidak perlu ganti-ganti pesawat, pindah-pindah alat transportasi atau berjam-jam naik kapal – begitu mendarat bisa langsung nyebur. Nilai lebihnya lagi, kuliner Manado terkenal enaknya. Kalau ada trip diving yang makanannya paling enak, Bunaken lah tempatnya.
—
Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di DestinAsian Indonesia, Juli 2015
February 25, 2018
[Adv] 5 Reasons Why You Should Stay in Club Med
Club Med adalah jaringan resor global yang berpusat di Prancis sejak 1950 dan sampai saat ini sudah ada 71 resor di seluruh dunia. Konsep Club Med adalah premium all-inclusive holiday alias liburan yang sudah termasuk semuanya. Uniknya, Club Med punya istilah khusus. Setiap satu resor di Club Med disebut “village”. Kalau di hotel pimpinan tertinggi disebut GM (General Manager), maka di Club Med ia disebut “Chef de Village”. Kita sebagai tamu disebut sebagai GM atau “Gentil Member” (kind guest). Sementara stafnya disebut GO atau “Gentil Organisateur” (kind organizer).
Pertama kali saya tinggal di Club Med Bali pas zaman kuliah dulu, sebelum ada ponsel dan internet. Waktu itu almarhumah ibu sedang ada conference, jadi saya diajak nginep bareng. Ibu kerja, saya main. Pengalaman pertama itu berkesan banget! Sebagai orang yang senang berolah raga dan kompetitif, saya sampe dapet medali lomba antar GM dalam berbagai cabang olah raga. Hehehe! Sampai saat ini saya telah menginap di 3 Club Med, yaitu Club Med Bali, Club Med Kani Maldives (tempat lokasi syuting film “Trinity, The Nekad Traveler”), dan terakhir Club Med Bintan Island. Masing-masing oke banget!
Ini 5 alasan kenapa Anda wajib menginap di Club Med dan yang membedakan Club Med dengan hotel/resor lainnya:
Friendly GOs
Konsep GO ini lah yang cuman ada di Club Med. Para GO kerjanya nemenin tamu main, makan, minum, ngobrol. Sebagian GO ada yang merupakan instruktur cabang olah raga tertentu, atau guru di Mini Club, atau stage performer, dan lain-lain. Dalam satu village, GO berasal dari puluhan negara sehingga bisa berbagai macam bahasa. Mereka orangnya asik-asik banget, cowok-cowoknya juga luthu-luthu. Saya sih seneng jadi selalu punya teman baru, mulai orang lokal sampai orang Rusia, South Afrika, dan Mauritius segala. Bener-bener “desa internasional”! Pulang-pulang jadi sedih karena berasa ninggalin keluarga sendiri.

The multicultural GOs @ Club Med Bintan
All- Inclusive Holidays
Sistem di Club Med ini enaknya adalah all inclusive. Artinya, harga menginap termasuk kamar, makan sepuasnya 3 kali sehari, snack di antaranya, minum apapun termasuk free flow alkohol. Penggunaan segala macam fasilitas, seperti gym, tennis, squash, bahkan termasuk laundry. Juga termasuk ikutan aktivitas apapun, mulai dari olah raga, permainan, dan menonton pertunjukan. Tenang aja, setiap GM akan diberikan gelang berwarna yang membedakan dewasa dan anak-anak karena urusannya sama pesan alkohol. Harga yang tidak termasuk paling untuk beli baju di butik atau spa, itu pun disediakan kartu khusus jadi nggak perlu bawa dompet dan pegang uang tunai.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Feb 9, 2018 at 10:03pm PST
Perfect Location
Lokasinya pasti kece dan eksklusif, di sebuah destinasi liburan yang terkenal bagusnya. Bisa di pantai, atau di pegunungan bersalju. Resornya sendiri pasti luas dan pasti ada tempat menyendiri kok, misalnya di Club Med Bali ada kolam renang khusus dewasa, di Club Med Bintan ada bukit zen yang sepi. Lingkungan sekitarnya pun kece untuk dijelajahi, kayak di Club Med Kani yang sepulau bisa dikelilingi untuk pindah-pindah berenang dan foto-foto.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Feb 8, 2017 at 11:16pm PST
Delicious Food & Unlimited Drink
Setiap makan sistemnya adalah prasmanan (buffet). Hebatnya, kualitas makanannya juara kelas! Ini bukan kayak prasmanan pesta kawinan, tapi restoran yang super luas ini terdiri dari konter-konter makanan yang ditata per piring, misalnya aneka salad dan roti, Indonesian food, Indian food, Chinese food, Italian food, Japanese, Korean, healthy food, sampai dessert. Tampilan dan rasanya enak-enak banget! Pokoknya tiap makan pasti bingung milihnya dan nggak bisa diet! Minumannya juga dikasih bir, wine, infuse water, aneka juice, teh, kopi. Eits, belum selesai. Di antara makan besar sampai supper, disediakan snack juga, seperti sandwich, samosa, donat, sate, mie, dan lain-lain. Mau minum segala macam cocktail, mocktail, alkohol juga ada! Puasnya kebangetan!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jan 19, 2017 at 4:21am PST
Fun Activities
Setiap hari ada jadwal aktivitas yang dibuat per jam. Misalnya pagi hari ada kelas yoga, taichi, power walk, lalu siang-sore ada aquarobic, kelas memanah, belajar trapeze, belajar sailing, lomba voli pantai, snorkeling. Setiap malam pun ada stage performance oleh para GO dan disko bareng. Fitur khas Club Med yang terkenal adalah Mini Club, yaitu aktivitas seharian khusus untuk anak-anak, mulai dari olah raga sampai kesenian, yang dipimpin oleh para GO. Jadi para orang tua selalu punya “me time” sementara anak-anaknya punya kesibukan sendiri. Kalau saya punya anak, pasti saya ajak liburan ke Club Med deh biar nggak rempong! Hehe!

Dare to fly trapeze @ Club Med Bintan?
Meskipun aktivitas padat, tapi tidak harus ikut semua kok. Awalnya saya pikir ngapain 3 malam ngendon di hotel mulu, tapi selalu berakhir dengan tidak ke mana-mana, bahkan merasa selalu kekurangan waktu!
Tips:
Bawa pakaian olah raga, seperti baju yoga, sepatu lari, baju renang, yang disesuaikan dengan aktivitas yang ingin Anda ikuti.
Saat makan kenakan pakaian karena dilarang pake baju renang di dalam restoran.
Kenakan sunscreen karena akan banyak aktivitas luar ruangan.
Untuk info lebih lanjut atau mau booking, silakan langsung ke clubmed.co.id
Selamat berlibur!
February 6, 2018
Anambas kece banget!
Terus terang nama Anambas baru terdengar di telinga saya pada 2012 saat CNN menyebut Anambas sebagai salah satu dari Asia’s top five tropical island paradises. Saya jadi malu, masa orang bule lebih tahu daripada saya yang (tukang jalan-jalan) orang Indonesia! Anyway, Kepulauan Anambas ada di propinsi Kepulauan Riau yang terletak di tengah laut antara Sumatera dan Kalimantan.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jan 31, 2018 at 9:12pm PST
Akhir Januari 2018 baru lah saya berkesempatan pergi karena nebeng teman yang ada urusan bisnis di sana. Rombongan ke Anambas ini lucu banget ceritanya, ntar deh diceritain di tulisan terpisah. Singkat cerita, instead pergi ke ibukota Kabupaten Anambas di Tarempa, kami malah “kabur” ke Letung.
Jadi Kepulauan Anambas itu terdiri dari 256 pulau tapi cuman 26 pulau yang berpenghuni. Tiga pulau terbesarnya adalah Jemaja (pelabuhannya bernama Letung), Siantan (tempat pusat pemerintahan di Tarempa), dan Matak (pusat perusahaan pengeboran minyak asing). Transportasi umum ke Anambas menggunakan feri dari Tanjung Pinang ke Letung atau Tarempa yang memakan waktu 8-10 jam, itu pun hanya ada 3 kali seminggu dan tergantung cuaca. Jangan membayangkan feri besar seperti dari Banten ke Lampung, tapi ini semacam kapal cepat dengan 125 kursi kayak di bus, plus hantaman ombak yang bikin sebagian besar penumpang muntah! Hadeuh!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Jan 27, 2018 at 9:21am PST
Sebenarnya di Matak ada bandara tapi pesawatnya charter milik perusahaan minyak. Ada juga pesawat berupa seaplane dari Batam ke Pulau Bawah, tapi hanya diperuntukkan bagi tamu resor mewah yang dimiliki orang asing. Kami memilih turun di Letung karena di Pulau Jemaja lah yang pariwisatanya akan dikembangkan karena telah dibangun bandara untuk pesawat komersial.
Sampai di Jemaja, feri merapat di Pelabuhan Berhala. Dinamai demikian bukan karena penuh dosa, tapi karena terletak di Pulau Berhala. Melihat hamparan laut berwarna turquoise rasanya penderitaan disiksa feri langsung terbalas. Kami naik ojek ke penginapan bernama Miranti di Letung yang terletak di pinggir laut. Dengan harga per kamar per malam Rp 180.000 – Rp 220.000, saya surprise dengan fasilitasnya. Bayangin di tempat terpencil gini kamarnya bagus, ada kamar mandi dalam dengan WC duduk, ada TV layar datar, dan ada AC – bahkan di kamar bawah ada shower air panas segala!

Letung dari Pelabuhan Berhala
Setiap hari kami nongkrong di deck Miranti dengan pemandangan spektakuler dan air laut yang jernih sampai keliatan penyunya berenang. Jalan-jalan di Letung menarik karena rumah-rumah penduduknya berbentuk panggung di atas air. Warung, toko, restoran, pasar ada. Mau dugem juga ada di Juliani Bar & Karaoke. Meski ada botol-botol miras, tapi cuman dipajang doang di bar – minum sih tetep kopi dan teh. Hehehe! Maklum sebagian besar penduduknya Islam dan alkohol dilarang sepulau. Untungnya mereka nggak rese kalau liat saya pake bikini di pantai. #penting
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Feb 6, 2018 at 2:10am PST
Perlu diketahui, penduduk Anambas ini sukunya Melayu, jadi mereka berbahasa Melayu gitu kayak di buku-buku jadul dengan pantun-pantun. Mereka ramah dan suka ngobrol. By the way, cowok-cowoknya ganteng-ganteng lho… dengan rahang kuat, hidung bangir, alis mata tebal, dan bodi tinggi. Tradisi khas orang Riau, kalau sore cowok-cowoknya bukannya main sepak bola, tapi main sepak takraw. Aww, seksinya! Soal kuliner terpengaruh Sumatera semacam kuah asam pedas dan kari. Cocok lah di lidah. Bosan makan ikan dan seafood, ayam juga banyak.
Kalau mau keliling pulau, harus sewa motor. Pantai terdekat yang sering jadi tempat berenang dan nongkrong orang lokal ada di Padang Merlang. Pemandangan sepulau serba hijau dan berbukit-bukit dengan jalan kecil berliku-liku. Tiap melewati pantai, saya langsung nyanyi lagu Coldplay: para para paradise… para para paradise! Apalagi pas ke Air Terjun Neraja yang menurut saya salah satu yang paling kece di Indonesia karena bentuknya berundak-undak dan ada kolamnya di tiap undakan, jadi puas berenang! Ke arah timurnya lagi ada Kuala Maras yang lautnya tenang bak danau luas dan dikelilingi perbukitan hijau. Sedangkan untuk sunset, paling kece nonton dari pantai deket bandara – kalau tidak mendung.

Kolam Neraja tingkat dua
Untuk island hopping, kami sewa kapal pompong. Arahnya ke mana hasil tanya-tanya penduduk lokal. Di Barat ada Pulau Ayam, Pulau Ayam Darat, Pantai Nguan. Di Utara ada Pantai Kusik, Pulau Impol Kecil, Pulau Impol Besar. Semuanya kece-kece banget! Airnya jernih, dalamnya pas untuk berenang, tidak berombak, karang dan ikannya banyak, pasirnya putih kayak bedak, latar belakangnya bukit-bukit hijau, dan sepi pi pi! Warna laut bervariasi dari biru muda, turquoise, sampai emerald green. Di pesisir Jemaja bertumpuk batu-batu raksasa, kadang ada air terjun langsung dari gunung ke pantai jadi bisa bilas air tawar abis berenang di laut! Wah, saya sampe mau nangis saking kagumnya sama keindahan Indonesia!

Kecenya!
Menurut saya, Kepulauan Anambas adalah tempat yang paling kece di barat Indonesia. Pantai kece memang banyak di Indonesia timur, tapi terbangnya jauh dari Jakarta. Anambas ini dekat pula dari Singapura dan Malaysia, jadi potensi industri pariwisatanya besar. Denger-denger sebagian pulau sudah dibeli asing dan para konglomerat Indonesia, namun belum dibangun. Dan karena terletak di barat Indonesia, harga-harga masih masuk akal dan supply bahan gampang tersedia. Soal sinyal ponsel, cuman lancar pake provider monopoli itu, tapi internet cuman nyala 2 menit dalam 24 jam, itu pun ngacir baru jam 3 pagi.
Katanya tak lama lagi pesawat komersial akan terbang ke Jemaja dari Tanjung Pinang. Di sini lah dilema melanda. Kita semua tahu bahwa jika akses makin sulit, tempat makin kece. Sementara bila akses makin gampang, tempat lama-lama bisa hancur saking ramenya (karena oknum yang tidak bertanggung jawab) tapi perekonomian lokal kan harus berkembang. Sebelum rasa khawatir saya berkepanjangan, ada baiknya saya bersyukur pernah ke Anambas sebelum populer.
January 14, 2018
Kencan Online di Eropa
Warning: Untuk 17 tahun ke atas
Sebagai jomblo akut, saya disarankan oleh seorang teman cewek untuk menggunakan aplikasi online dating (bahasa Indonesianya “kencan daring”). Saya langsung antipati karena dulu pernah menggunakan dan hasilnya gagal total. Kata teman saya, zaman now itu berbeda. “Orang seumuran kita itu sekarang susah dapet jodoh. Semuanya sibuk, hidup cuman rumah-kantor-rumah, mau keluar malas karena udah capek macet dan sebagainya. Gimana mau ketemu orang baru?” jelasnya. Bukannya isinya cuman cari teman tidur? “Ih, dicoba aja dulu. Buktinya gue berhasil punya pacar. Malah ada beberapa temen gue yang merit gara-gara online dating lho!” tambahnya lagi.
Ya udah sih. Nothing to lose. Saya pun diajarin cara-caranya dan disuruh registrasi. Tentu saya memalsukan nama dan umur, serta pasang foto yang tidak jelas. Malu, bo!
Sampe rumah, saya coba… eh kok cowok-cowoknya bikin ill feel! Bisa-bisanya foto profil bareng anak-istrinya, atau bionya ditulis “ada dech!” (pake ejaan d-e-c-h). Ewww! Dan yang bikin panik, saya ketemu profil familiar: sepupu sendiri, temen yang udah nikah dan saya kenal istrinya, dan mantan bos! Waduh! Saya pun memutuskan untuk menggunakan aplikasi kencan ini pas saya traveling di Eropa selama dua bulan pada 2016.
FYI, aplikasi kencan ini cara kerjanya adalah kita menggeser profil ke kanan bila suka dan menggeser ke kiri bila tidak suka. Kalau match, berarti kedua belah pihak sama-sama geser kanan alias sama-sama suka, baru bisa saling berhubungan via in-app chat. Dalam eksperimen ini saya menggunakan istilah “success rate” yang berarti persentase kesuksesan match dari total yang saya geser kanan.
Pertama saya coba di beberapa kota di Portugal. Wih, cowok-cowok sana emang banyak yang tipe saya. Ganteng-ganteng amat! Success rate: 50%. Begitu match, sebagian besar langsung kirim pesan ke saya di chat. Tapi akhirnya saya tidak menemui satu orang pun, karena ternyata saya malah dapat kencan di kehidupan nyata sama seorang cowok di Porto. Ehm!
Di Prancis saya cuma tinggal di Paris selama 3 malam. Cowok-cowoknya paling kece, tapi zero success rate alias nggak ada satupun laki yang geser kanan ke profil saya. Sialan!
Berbanding terbalik, di Iceland success rate-nya 100%! Semua yang saya geser kanan menggeser kanan juga, artinya semua match! Semua pick up line-nya sopan dan menyenangkan. Semua mengajak kencan. Bahkan ada yang tinggal di luar kota pun bela-belain mau terbang untuk menemui saya! Saya jadi bingung karena begitu banyak yang mengajak kencan, tapi saya takut! Udah sepi, gelap, transportasi umum jarang, ntar kalau dibunuh dan mayat saya nggak ditemukan gimana? Belakangan saya baru tahu bahwa di Iceland memang “kering” soal perjodohan. Karena penduduknya sedikit, kebanyakan mereka saling berhubungan saudara. Bahkan konon mereka punya aplikasi sendiri yang bisa mengetes apakah mereka sedarah!
Sampai di Belanda, saya rajin main aplikasi kencan daring ini. Ternyata di Belanda success rate hanya 25%. Cuma 3 cowok yang mengirim chat: 1 cowok yang dengan jelas langsung mengajak tidur, 1 cowok yang ribet masalah ketemuan di mana, dan 1 cowok lagi yang tetap sopan.
Yang sopan ini bertampang dan bernama Indonesia. Kali aja expat Indonesia yang kerja di Amsterdam, pikir saya. Setelah bolak-balik chat, akhirnya kami akan berkencan dengan makan siang di sebuah restoran dekat kantornya. Wah, ini kencan daring pertama saya! Cowok itu ternyata pemalu dan kikuk. Kami mengobrol dalam bahasa Inggris, tapi begitu sesekali saya ngobrol dalam bahasa Indonesia kok dia terbata-bata. Ternyata… dia orang Suriname! Maka selanjutnya kami pun ngobrol dalam bahasa Jawa ngoko. Hahaha! Anyway, kencan cuman sampai situ aja sih. Abis makan, pulang, dan nggak ada kelanjutannya lagi. The chemistry was not there.
Pindah ke Belgia, saya tinggal di Leuven, sebuah kota kecil yang 80% isinya mahasiswa. Agak malas main aplikasi kencan itu karena isinya dedek-dedek, malasnya lagi kalau ternyata dia kenal sama sepupu saya. Jadilah selama hampir seminggu saya non aktif. Sampai saya berkenalan dengan mahasiswi Indonesia yang juga pengguna aplikasi kencan yang sama. Katanya cowok-cowok di Leuven justru buas-buas! Lha, bukannya dedek-dedek isinya? “Cari yang anak kantoran karena cukup banyak orang yang tinggal di Leuven dan bekerja di Brussels karena Leuven lebih murah biaya hidupnya,” katanya. Maka malam terakhir saya buka aplikasi dan mulai geser-geser kanan. Success rate-nya 25%. Bener aja, semua langsung mengajak tidur, kecuali seorang cowok ganteng dan sopan yang saya lanjutkan.
Karena malam itu nggak ada yang buka di Leuven, si cowok ngajak nongkrong di apartemennya yang berjarak 1 km dari apartemen sepupu saya. Bisa benerrr! Eh tapi males banget malem-malem jalan kaki sendiri! Lalu dia berinisiatif menjemput pake mobilnya. Ya udah lah, saya pasrah aja, penasaran juga akan jadi gimana. Di mobil dia lagi denger siaran pertandingan sepak bola antara klub Leuven vs Porto. Sampai di apartemennya, kami melanjutkan nonton pertandingan di TV. Saya tentu membela Porto karena kipernya Iker Casillas. Si cowok sampe heran dengan pengetahuan saya tentang persepakbolaan dunia. Singkat cerita, Leuven kalah. Dia bete banget dan berkata, “Maaf, gue kesel banget. Nothing personal, but I’d better drop you home”. Lha? That’s it! Saya pulang nggak diapa-apain. Hahaha!
Di Swiss tak banyak yang saya geser kanan karena muka cowok-cowoknya kok pucat dan kurang bergairah. Success rate hanya 5%. Cuman ada 1 cowok yang chat, itu pun pemalas gitu, jadi saya juga cuek aja. Belakangan saya juga baru tahu bahwa cowok Swis memang pasif dan tidak hangat. Pantes nggak match!
Negara terakhir trip Eropa saya adalah Italia, gudangnya cowok ganteng. Gayung bersambut, success rate: 75%! Hampir semuanya pun langsung kirim chat duluan. Sayangnya sebagian chat terpaksa berhenti saat mereka nggak bisa bahasa Inggris! Di utara Italia tidak ada yang saya temui karena saya nemu kencan di kehidupan nyata. Di selatan Italia, tepatnya di Napoli, dalam sejam aja langsung dapet banyak, padahal saya tiba di hotel sekitar jam 11 malam. Oke, ini negara terakhir saya akan menggunakan kencan daring. Apapun yang terjadi, terjadi lah.
Sebagian besar yang chat langsung menuju ke arah “situ” sampai saya jadi ngeri sendiri. Kecuali 1 cowok yang bahasa Inggrisnya lumayan dan bahasanya sopan. Udah kayak iming-iming ala sales, dia bilang, “Gue samperin ya? Kita ngobrol aja dulu, ntar kalo cocok baru lanjut.” Saya iyain aja. Tak lama kemudian dia bilang, “Kamu keluar balkon deh. Mobil saya yang hitam.” Saya nongol keluar dan si cowok itu melambaikan tangan. Udah ganteng, mobilnya mewah pula! Saya pun menemuinya dan kami ngobrol di dalam mobilnya. “Aduh, di pinggir jalan gini nggak boleh parkir lama-lama. Gimana kalau gue parkir di tempat lain, trus kita lanjut ngobrol di kamar hotel lo?” Eisyeileeh, bisa bener! Kami pun pindah parkir dan berjalan kaki ke hotel saya. Sampai di resepsion, si cowok itu diminta kartu identitas diri. Seketika mukanya bete, ternyata nggak bawa kartu. Dia pun minta maaf dan pulang. Lha? Again!? Saya ngakak nggak berhenti karena lagi-lagi nggak terjadi apa-apa! 
January 11, 2018
Kado Ulang Tahun
Sudah lebih dari 80 negara yang saya kunjungi, semua kisahnya tertuang dalam 13 buku yang telah saya terbitkan. Berkat dukungan Anda, saya bisa terus menulis untuk berbagi cerita dari setiap sudut dunia.
Saya senang bisa berbagi pengalaman dengan banyak orang melalui tulisan. Tulisan saya semoga bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca. Saya pun mendapatkan banyak inspirasi dari puluhan tempat yang saya kunjungi dan ratusan tulisan yang saya baca. Kedua hal ini merupakan keistimewaan dalam hidup.
Bertepatan dengan hari ulang tahun saya yang jatuh pada 11 Januari, saya ingin berbagi keistimewaan dengan anak-anak di NTT (Nusa Tenggara Timur) yang selama ini kesulitan memperoleh buku bacaan. Saya mengajak Anda, para pembaca, untuk bisa membantu mereka agar juga bisa pandai membaca dengan cara mendirikan Pos Baca.
Pos Baca ini akan menjadi ruang bagi anak agar mereka bisa sepuasnya membaca dan membuka cakrawala dunia. Sehingga tidak ada lagi anak-anak NTT yang tidak bisa membaca buku bahkan buta aksara.
Ayo, berikan kado, bukan untuk saya, tapi untuk mereka!
Donasikan bantuan Anda melalui https://kitabisa.com/bukudaritrinity
Donasi ditutup sampai sebelum 31 Januari 2018.
Terima kasih.
December 28, 2017
Hidup Dangdut!
Tulisan ini bermula di Banda Naira. Suatu malam di kota kecil itu ada acara pesta pernikahan dengan dangdutan. Saya yang doyan ikutan acara-acara penduduk lokal tentu menyambut gembira dan ikutan joget. Tapi salah seorang teman saya yang anak Jakarta ternyata tidak bisa joget dangdut sama sekali! Maka saya pun memberikan kursus kilat kepadanya. Dia yang biasa joget di club dengan trance music ternyata mengalami kesulitan joget lebih slow, padahal dangdut kan cuma maju-mundur doang.
Saya jadi berusaha mengingat kembali, kapan pertama kali saya berjoget dangdut dan pada acara apa. Sebagai seorang yang bisa joget dan pede joget di tempat umum, rasanya saya nggak pake belajar joget dangdut. Rasanya tinggal ngikutin ketukannya aja. Pertama kali saya dangdutan (di depan umum) mungkin pas SD di acara pesta adat yang kadang disempili acara joget dangdut dan saya disempilin duit di jari. Selanjutnya joget di kawinan tetangga, acara kampus, pas KKN, dan sebagainya. Jadi joget dangdut udah kayak alamiah aja gitu. Yah mungkin karena saya ndeso.
Kembali ke Banda, pesta dangdut di kawinan itu dihadiri banyak orang. Pria dan wanita duduk terpisah. Begitu lagu mulai, otomatis mereka joget membentuk satu jejer – pria menghadap wanita. Lagu habis, orang duduk lagi. Begitu seterusnya. Pernah sampai lama duduk karena laptop DJ hang! Hehe! Suasananya kayak dangdutan di kawinan Wakatobi yang pernah saya datangi, hanya di sana lebih tertib; joget lebih beraturan, muka lebih lempeng, maju-mundur bareng di dalam satu jejer. Yang joget hanya ketika pria mengajak wanita, jadi pasti berpasangan.
Di Jakarta, pesta kawin rumahan sering ada pesta dangdut. Mungkin karena dulu saya tinggal di daerah pinggiran. Saat ini pun tinggal di (sebelah) kompleks kuburan Tanah Kusir, dangdutan masih eksis – bahkan dengan cueknya orang joget-joget di kuburan! Bahkan sejak kuburan telah dirombak jadi ruang umum, pesta dangdut semakin merajalela – dengan alasan kampanye politik sampai kawinan. Ya ampyun, saya sampe nggak bisa tidur karena berisik!
Terakhir pesta dangdutan ketika tetangga bikin pesta sunatan anaknya. Panggung dipasang di samping kuburan. Semalaman orkes dangdut dan beberapa penyanyi cewek menghibur warga. Saya jadi jengah karena para penyanyi yang pake baju ketat, belahan dada rendah, dan rok mini itu berjoget vulgar, sementara si anak yang disunat baru berusia 10 tahun bersama teman-teman sebayanya menonton! Gilanya lagi, sebagian bapak-bapak ‘nyawer’ (menyelipkan uang) kepada penyanyi di atas panggung sambil berjoget pake ngelaba ke penyanyinya! Ewww!
Lama-lama botol miras beredar di sekitar saya dan saya ditawari juga. Ih! Saya bertanya kepada pembokat saya, “Ini kapan gue joget dong?” Jawabnya, “Kalo mau joget ya harus naik panggung dan nyawer.” Lha, padahal hanya para pria yang nyawer yang bisa berjoget. Saya dan penonton di bawah hanya bisa cengo nonton – apanya yang menghibur coba? Nggak seru nggak bisa ikutan joget! Belakangan terjadilah adegan klasik: seorang bapak mabuk sedang berjoget mesra dengan penyanyi bahenol, tiba-tiba ada seorang ibu naik panggung dan menjewer si bapak nyuruh pulang! Jiaaah, tercyduk sama istrinya!
Saya jadi ingat dangdutan ala Peru di Iquitos. Malam minggu ada panggung di alun-alun kota yang genre musiknya disebut Cumbia. Mirip lah sama dangdut, jadi saya pun gampang aja ngikutinnya pas joget sama ratusan orang lokal. Pemain musik dan penyanyi mayoritas pria yang pake seragam baju jas putih. Gilanya, penyanyinya didampingi para penari latar yang berjoget memakai… bikini! Iya, cuman pake beha dan celana dalam berpayet-payet. Buset! Beberapa kota lainnya di Peru pun sering mengadakan pesta Cumbia gratis, jadi lumayan lah bagi saya ada hiburan dan olah raga dikit. Dua bulan di Peru saya memang sering mendengarkan lagu Cumbia diputar di mana-mana. Orang yang ngikutin juga sama kayak denger dangdut; mata merem-melek, kepala goyang-goyang, bibir digigit, jari jempol terangkat.
Seperti lagu Project Pop yang berjudul “Dangdut is the Music of my Country”, harusnya kita bangga dengan dangdut. Masih banyak dari kita gengsi joget atau bahkan hanya mendengar dangdut karena jaim takut dianggap seleranya kelas bawah. Padahal kalau kita bisa mengelevasi dangdut menjadi musik khas Indonesia, bisa jadi daya tarik bagi dunia luar. Siapa tahu bisa sekelas Salsa atau Tango yang dipelajari banyak orang di seluruh dunia di luar negara asalnya. Oke, itu lebay. Mungkin bisa jadi sekelas Cumbia yang jadi folk dance di negara-negara Amerika Latin, tanpa harus nyawer atau hanya bisa menonton doang.
Hidup dangdut!
Baidewei, lagu dangdut apa favoritmu? Sekarang sih saya lagi seneng denger “Sayang”-nya Via Vallen. 
December 6, 2017
It’s Time for Taiwan!
Setelah traveling seminggu di Taiwan pada April 2017, saya balik lagi November 2017! Di tulisan terdahulu saya bilang mau balik, eh kesampaian. Meski Taiwan luasnya hanya sekitar propinsi Jawa Tengah, namun banyak tempat menarik untuk dikunjungi. Mantapnya, rata-rata kota di Taiwan berpantai dengan latar belakang pegunungan jadi kece. Cuacanya pun tropis, jadi tetap hangat meski saat musim winter. Dan yang terpenting, makanan enak-enak dan harga terjangkau! Saya suka Taiwan karena alasan ini.
Kunjungan saya kali ini temanya lebih ke budaya dan tidak mengulang kunjungan sebelumnya. Saya tinggal di ibukotanya, Taipei, dan day trip aja ke daerah Yingge, Jiufen dan Yilan. Akses transportasi publiknya pun mudah, bisa naik MRT, kereta, maupun bus. Jadi ini rekomendasinya;
Taipei
Longshan Temple – Salah satu kuil terbesar dan tertua di Taiwan ini dibangun pada 1738 oleh bangsa Cina yang pindah ke Taiwan. Kuil ini sangat populer karena konon kalau berdoa di sana, maka kemungkinan terkabulnya tinggi. Yang menarik, paling rame orang di “Dewa Cinta” (cupid god) karena banyak anak muda berdoa minta jodoh!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Dec 2, 2017 at 9:05pm PST
Ximending – Ini daerah shopping outdoor keren dengan lampu-lampu mentereng. Disebut sebagai “Harajuku-nya Taipei”, di sepanjang jalan pedestrian terdapat toko brand internasional maupun lokal, juga yang bertema Jepang. Ditambah lagi mal, restoran, dan kafe. Favorit saya adalah butik desainer lokal bernama “Mana” yang pakaiannya serba asimetris.
Christmasland – Setiap tahun tanggal 24 November sampai 1 Januari, halaman New Taipei City Hall berubah menjadi winter wonderland dengan pohon natal tertinggi se-Taiwan, lampu-lampu Natal dililit di seluruh area, pertunjukan musik dan animasi yang ditembak proyektor ke gedung-gedung, komidi putar dan Christmast Market. Meski penganut Nasrani hanya 4% dari total populasi Taiwan, tapi Natal memang perayaan global!
Yingge
Yingge adalah pusat produksi keramik di Taiwan. Di Yinggle Old Street saja terdapat lebih dari 800 toko keramik. Kalau penggemar keramik/porselen/tembikar, Anda bisa nggak pulang-pulang deh! Toko favorit saya adalah “Shu’s Pottery” karena desainnya bagus-bagus, dan di sana bisa sekalian belajar bikin tembikar dari tanah liat dengan alat yang diputar-putar gitu.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Dec 3, 2017 at 4:06am PST
Jiufen
Jiufen Old Street – Jiufen dulunya hanya sebuah desa yang terisolasi karena nyempil di atas pegunungan menghadap Samudra Pasifik sampai ditemukannya emas oleh bangsa Jepang. Di sini lah terdapat jalan kecil terbuat dari cobblestone yang turun-naik. Di kanan-kirinya penuh dengan toko makanan, restoran, kafe, rumah teh, dan toko suvenir. Dari ujung ke ujung saya nyobain makanannya, favorit saya adalah (terjemahannya) fried taro balls, meatballs, dan peanut roll ice cream. O ya, Jiufen jadi sangat terkenal sama turis Jepang sejak film Studio Ghibli berjudul Spirited Away.
Gold Museum – Museum ini bukan khusus memamerkan hiasan emas, namun dulunya merupakan tempat penambangan emas pada zaman penjajahan Jepang tahun 1940an. Gilanya, di sana dijadikan camp kerja paksa bagi para tawanan perang yang banyak mati karena disiksa! Di museum ini terdapat diorama dan display fakta-faktanya. Namun nggak usah ngeri karena museum ini open-air, artinya serba terbuka dengan pemandangan dahsyat dikelilingi pegunungan, salah satunya Mount Keelung. Display paling menarik adalah emas batangan terbesar di dunia seberat 220 kg dan kita bisa menyentuhnya!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Dec 1, 2017 at 11:08pm PST
Port of Keelung – Dari Jiufen, mending langsung turun ke Keelung. Keelung adalah tempat mendaratnya ekspedisi Spanyol ke Formosa pada abad ke-17. Meski kota di tepi pelabuhan, namun bersih sampai ke airnya. Night market-nya terkenal karena lebih tradisional daripada di Taipei. Yang jelas, Anda harus makan seafood-nya. Saya makan di Restoran Seafood di Chenggongyi Road yang terkenal dengan sashimi tersegar se-Taiwan. Sepiring aneka sashimi cuman sekitar Rp 90 ribu saja!
Yilan
Pinglin Tea Museum – Pinglin adalah daerah penghasil teh Pouchong. Di sana terdapat museum tentang sejarah dan budaya teh di Taiwan, mulai dari daun teh, mesin, perusahaan produksi, sampai peta ekspor. Favorit saya adalah koleksi di bagian packaging, karena ada sebagian teh tradisional Indonesia dipajang! Bangga deh!
Lanyang Museum – Museum dengan gedung miring ini didesain oleh arsitek terkenal Taiwan, Kris Yao, yang terisnpirasi dari tebing-tebing yang di sekitar Pantai Biguan. Isinya adalah segala macam tentang sejarah dan kekayaan alam daerah Yilan yang terbagi empat lantai, mulai dari “Ocean Level” sampai “Mountain Level”. Sungguh, arsitektur, desain interior dan display-nya bagus!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Dec 4, 2017 at 9:04pm PST
Waiao Beach – Pantai berpasir luas dan berombak cukup besar ini adalah tempat surfing populer di Taiwan yang biasanya dipenuhi expat bertelanjang dada. Sayangnya pas di sana, pas hujan deras jadi sepi. Jadilah saya nongkrong di kafe hits bernama “No. 9 Café at the Beach” sambil memandang Turtle Island dari kejauhan. Pantas dinamakan turtle, karena emang bentuknya mirip kura-kura.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Dec 5, 2017 at 9:55pm PST
Tangweigo Hot Spring Park – Di sini terletak pusat hot spring (sumber air panas alami) yang mengalir di taman yang asri. Hebatnya, disediakan kolam-kolam kecil untuk siapapun merendam kaki dan gratis! Kalau mau berendam seluruh badan ya harus ke tempat permandian hot spring khusus di dalam gedung berkayu. Tiketnya murah kok, cuman sekitar Rp 36 ribu saja. Saya tentu nyobain, dan ternyata modelnya kayak onsen di Jepang yang kudu telanjang bulat! Nggak ada pilihan mix gender sih, tapi saya cukup syok karena ternyata cewek-cewek Taiwan gondrong-gondrong! #eaaa
Nah, tunggu apa lagi? It’s #TimeForTaiwan!
November 27, 2017
Wisata dan makan enak di Madrid
Saya sudah pernah ke Spanyol, tapi entah kenapa saya melewatkan Madrid. Maka undangan dari Dwidaya Tour bekerja sama dengan Turismo Madrid dan Turkish Airlines untuk menjelajah Madrid pada 31 Oktober-5 November 2017 langsung saya konfirmasi. Asyiknya lagi, bareng pasangan seleb @DionWiyoko dan @FionaAnthony, serta selebgram @kadekarini.
Saat kami berkumpul di sebuah restoran di bandara Soekarno-Hatta, tau-tau koper saya udah nggak ada! Lupa kalau jalan bareng Dwidaya Tour semuanya diurusin jadi nggak usah pake mikir – koper kami tau-tau sudah dikasih bag tag, diangkat ke dalam, dan di-checkin-in! Abis itu kami dikasih SIM Card Eropa. Very well-prepared!
Penerbangan ke Madrid kami naik Turkish Airlines. Sering ke Eropa saya naik Turkish, tapi baru kali ini naik Business Class. Di Soekarno-Hatta, kami menunggu di lounge khusus dan lewat imigrasi khusus yang nggak pake antre. Kursi di business class beneran bisa jadi tempat tidur rata (flat bed) jadi bisa tidur gaya andalan: tengkurep. Makanannya enak dan berlimpah. Transit di Istanbul Ataturk Airport dapat lounge yang luas dan banyak pilihan makanan. Sekarang saya baru sadar bahwa saya nggak masalah terbang belasan bahkan puluhan jam, asal di business class! Hehe!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Oct 31, 2017 at 9:21pm PDT
Siang hari kami tiba di Adolfo Suarez Madrid-Barajas, dijemput van dengan supir ganteng, langsung check in di hotel Eurostar Suites Mirasierra yang terletak di business district hanya 20 menit berkendara dari bandara. Namanya juga Suites, kamarnya gede – ada dapur, ruang makan dan ruang duduk segala.
Lagi lapar-laparnya kami makan siang khas Spanyol ala prasmanan di restoran Topolino, mulai dari paella, steak sampai dan tres de leche. Seorang guide lokal memandu kami jalan-jalan keliling pusat kota Madrid, mulai dari Puerta Del Sol, Plaza Mayor, Plaza de Espana, Cervantes Monument, sampai ke Cibeles Fountain yang dipakai untuk merayakan kemenangan klub sepak bola Real Madrid. Hari itu pas hari libur Dia de los Muertos, jadi penuh dengan orang lagi hangout atau menikmati musik jalanan. Orang Spanyol yang berkulit lebih kecoklatan dan rambut hitam memang sedap dipandang!
Saya paling suka ke Plaza de Toros de Las Ventas. Stadion bullfighting berkapasitas 25.000 kursi ini cakep banget karena berasitektur khas Moorish dengan dominasi warna tanah dan dilapisi keramik. Sangat Instagramable! Hari itu diakhiri dengan makan malam di restoran hits bernama Prada A Tope yang masuk Michelin Guide. Saya pesan pork chop dan bir lokal yang nikmat.
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Nov 1, 2017 at 11:39pm PDT
Keesokan harinya kami ke Royal Palace of Madrid. Istana keluarga kerajaan Spanyol ini merupakan yang terluas dari seluruh istana di Eropa, ruangannya aja ada 3.418! Furnitur, perabotan, alat makan, lukisan istana memang bikin menganga, mana tiap ruangan berdekorasi warna senada pula. Istana yang sangat cantik! Untungnya lagi, hari itu di lapangan sedang ada latihan pasukan kerajaan demi menyambut Perdana Menteri Israel jadi kami bisa menonton gratis baris-berbaris dan drum band.
Kami lanjut ke Buen Retiro Park untuk foto-foto karena Dwidaya menyediakan servis fotografer profesional dari @SweetEscape. Jadilah kami bergaya ala-ala di antara pepohonan berdaun kuning saat musim gugur! Di taman asri yang berdanau ini juga terdapat Palacio de Cristal, istana kristal dengan struktur kaca dan logam. Makan siang kami kali ini di Thaidy dengan makanan Thailand. Perut pengen makan nasi putih mengepul dan lauk berbumbu pedas ini pun terpuaskan!

Photo by @SweetEscape
Sorenya kami ke Santiago Bernabéu – stadion sepak bola markas tim sepak bola Real Madrid! Selalu senang akhirnya bisa mengunjungi tempat yang tadinya cuma liat di TV. Stadion berkapasitas 81.044 kursi ini emang gede banget, kami masuk dari jejeran kursi paling atas sehingga tampak ngeri melihat ke bawah. Kami juga ke tempat duduk para pemain sampai ke locker dan kamar mandinya! Aww, saya “sedekat” itu dengan Cristiano Ronaldo! Museum Real Madrid juga keren, berisi memorabilia para pemain dan sejarah kemenangan mereka di aneka kejuaraan dunia. Hala Madrid!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Nov 4, 2017 at 12:17am PDT
Karena masih ada waktu sebelum makan malam, saya mengusulkan untuk ke Primark – toko pakaian murah meriah, bahkan lebih murah daripada di Indonesia. Gilanya lagi, di Madrid toko ini gede banget sampai lima lantai! Setelah agak kalap belanja, kami pun makan malam gaul di Hard Rock Café Madrid sampe blenger karena apapun porsinya XXXL – pork ribs setengah kilo, es krim fudge seember!
Pagi-pagi pas sarapan di hotel eh kami ketemu José Mourinho, manager-nya Manchester United! Kadek langsung nyamperin minta foto bareng, dan beliau menjawab dengan muka jutek sambil mengacungkan jari telunjuknya ke kanan ke kiri. Saya dan Dion pun melipir kabur! Atuuuuut! Tapi jadi mikir, ngapain doi sendirian di Madrid ya? Apa mau balik lagi ke Real Madrid? ?
Kami lalu mengunjungi San Lorenzo de El Escorial yang berjarak sekitar setengah jam dari Madrid. Kota kecil ini masuk ke dalam UNESCO Heritage Site karena dulunya merupakan tempat tinggal Raja Spanyol yang telah menjadi biara yang masih berfungsi – sayangnya interior tidak bisa difoto. Rupanya zaman dulu Raja dan Ratu tinggal terpisah meski di satu istana. Masing-masing punya sejumlah pelayan yang membantu mereka mulai dari membersihkan kotoran sampai mengangkat mereka saat berjalan – pantes aja mereka pada gemuk karena tidak bergerak! El Escorial juga merupakan makam Raja-Raja Spanyol sejak lima abad yang lalu. Makam mereka berada di bawah tanah, di dalam peti di dalam dinding! Hiyyy!!
A post shared by Trinity (@trinitytraveler) on Nov 3, 2017 at 6:20am PDT
Makan siang khas lokal di La Cueva Meson Taberna, restoran tertua di kota itu yang sudah beroperasi selama 50 tahun. Menu yang saya pilih: Candeal bread, Sopa Castellana, Chuletón de Ávila, dan Custard of the Inn. Para waiter-nya hanya bisa berbahasa Spanyol dan saya bangga jadi satu-satunya yang bisa berkomunikasi dengan mereka untuk order makanan. Ternyata #TNTrtw di Amerika Selatan ada hasilnya!
Lalu ke Las Rozas Village, salah satu Luxury Factory Outlet terbesar di Eropa dengan diskon sampai 60% dan bebas pajak. Brand-nya mulai dari Armani, Bulgari, Coach, Gucci, Furla, Michael Kors, Versace, sampai yang “sederhana” macam Timberland, Columbia, dan Camper (brand asal Spanyol, dibacanya “kamper” dengan e pepet). Keluar masuk toko doang aja saya menghabiskan 2 jam lebih!
Kembali ke pusat kota Madrid, kami ke Mercado de San Miguel. Namanya pasar, tapi bukan pasar basah tradisional, melainkan bangunan berkaca berisi sekitar 30 kios penjual aneka makanan, dari tapas, zaitun, ham, bir, wine, roti, dan sebagainya. Budaya makan tapa ini muncul karena jam makan orang Spanyol yang dimulai sekitar jam 2 siang untuk lunch dan jam 9 malam untuk dinner, jadi di antaranya mereka makan camilan berupa aneka tapa sambil mimi alkohol.
Wisata Madrid diakhiri dengan menikmati pertunjukan tarian yang terkenal di Spanyol, Flamenco, sambil bersantap malam di Las Carboneras. Paella seafood-nya juara, ditambah lagi minuman khas Sangria tidak membuat kami mengantuk menonton Flamenco. Tarian yang merupakan kombinasi antara tarian dengan banyak hentakan kaki, nyanyian, permainan gitar, tepuk tangan, jentikan jemari ini memang luar biasa dinamis. Saya juga baru pertama kali menonton penari Flamenco pria yang tak kalah kerennya.

The paella tastes better than my picture tho 
Trinity's Blog
- Trinity's profile
- 235 followers

