Santhy Agatha's Blog, page 15

February 25, 2013

Sweet Enemy Part 13 END


Lama setelah mereka menumpahkan perasaan, Keyna mendongakkan kepalanya dan menatap Jason, matanya penuh airmata, tetapi kemudian Jason mengusapnya dengan jemarinya, dengan penuh rasa sayang.
“Apakah Sophia itu adalah ibu kandung kita?” Keyna teringat perempuan cantik yang selalu berdandan dan pergi ke pesta-pesta, tidak pernah ada di rumah dan meninggalkan Keyna dan Jason kecil di tangan para pembantu.  Dia tahu bahwa ibunya dulu tidak mempedulikan mereka, tetapi dia tidak menyangka kalau ibunya setega itu menculiknya hanya demi harta.
“Dia memang bukan ibu yang punya hati.” Jason mengernyit sedih. “Kau tahu kenapa aku membenci perempuan? Karena aku membencinya. Dia menjualku hanya semi uang untuk bersenang-senang di luar negeri. Aku harap setelah ini kita tidak akan perlu berurusan dengannya lagi.”
Davin yang sejak tadi hanya diam dan mengamati pun mengernyit ketika mendengar kisah itu lagi. Ibu macam apa yang tega menjual anaknya demi uang? Ibu macam apa yang tega menyandera anaknya sendiri demi tebusan? Well Davin memang belum pernah menemui hal semcam ini, tetapi dia menemukannya dalam kasus Keyna dan Jason. Tiba-tiba saja dia merasa beruntung, meskipun ibunya selalu sibuk dan jarang punya waktu, setidaknya ibunya selalu menjaganya.
Davin berpikir mungkin ini waktu yang tepat untuk menyela,
“Aku tidak mau mengganggu reuni kalian.” Davin memilih menatap Jason, masih tidak berani menghadapi kenyataan di mata Keyna, dia tidak siap kalau perempuan itu ternyata menatapnya penuh kebencian. “Apakah kau datang kemari untuk menjemput Keyna?”
Jason mengangguk, dan meskipun sudah melepaskan pelukannya, dia tetap merangkul Keyna dengan posesif,
“Aku sudah berbicara dengan orang tuaku. Orang tua angkatku.” Gumamnya mengoreksi dengan senyum miris, “Mereka tidak keberatan aku membawa Keyna tinggal di rumahku, mereka malah senang karena selama ini tidak ada anak perempuan di rumah. Dan aku pikir, aku adalah satu-satunya keluarga Keyna yang tersisa, kami harus tinggal bersama.”
Davin menghela napas panjang, “Aku tidak berhak melarang sebuah keluarga untuk bersatu.” Gumamnya pedih, “Maafkan aku atas semua kejadian di masa lalu yang memporakporandakan keluarga kalian.”
Jason menatap Davin lama, lalu tersenyum kecut, “Tidak apa-apa Davin, tanpa adanya kejadian itu, keluargaku mungkin tetap akan porak poranda, ibuku adalah manusia jahat, entah bagaimana caranya dialah yang menjadi penyebab utama hancurnya keluarga kami, bukan kau.”
Sebuah maaf. Davin memejamkan matanya, lega mendengarkan jawaban Jason itu. Lalu kemudian dia melirik ke arah Keyna, perempuan itu menunduk dan tidak menatap matanya, membuat Davin kecewa.
“Kurasa kau mungkin ingin mengemasi pakaianmu.” Jason menyentuh siku Keyna lembut, membuat Keyna mengangguk dan melangkah pergi dari ruangan itu.
Lama kemudian Jason dan Davin saling bertatapan,
“Dia membenciku. Aku menceritakan semuanya tadi pagi, dan dia membenciku.” Gumam Davin pedih, menatap ke arah pintu dimana tubuh Keyna menghilang.
“Pada awalnya pasti begitu.” Jason bergumam memaklumi, “Aku juga begitu pada awalnya, tetapi kemudian aku memahami bahwa semua itu bukan karena salahmu, seperti yang kukatakan tadi, dengan atau tanpa adanya dirimu, keluarga kami pasti akan hancur.” Jason tersenyum tenang dan mengulurkan tangannya, “Kuharap setelah ini kita bisa berdamai dan bersahabat seperti semula.”
Davin membalas uluran tangan itu, “Pasti Jason.”
Lalu mereka melangkah duduk di sofa, dan Jason mengamati kegelisahan Davin.
“Kau memikirkan Keyna?”
“Dia bahkan tidak mau menatapku.” Davin merenung.
Jason terkekeh, “Sepertinya kau jatuh cinta kepada adikku.”
Davin tidak menjawab, tetapi tidak juga membantah, dia menatap Jason dengan tatapan menantang, “Apakah kau akan menghalanginya?”
“Tergantung.”
“Tergantung apa?” sela Davin penasaran
‘Tergantung seberapa besar niatmu untuk membahagiakannya.”
“Sangat.” Davin menjawab dengan tulus, “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya dengan perempuan manapun.”
“Dan aku tidak pernah melihatmu seperti ini dengan wanita manapun.” Jason tersenyum, menyadari ketulusan Davin. “Kalau begitu semua tergantung Keyna.”
Jason dan Davin tidak menyadari, bahwa Keyna masih berdiri di balik pintu. Mendengarkan percakapan mereka dengan jantung berdegup kencang.
Apakah maksud dari percakapan ini? Apakah Davin mencintainya? Pemikiran itu membuat dadanya membuncah oleh perasaan hangat.
***    Setelah tas Keyna siap, pelayan memasukkannya ke mobil Jason. Nyonya Jonathan sedang ada urusan bisnis sehingga Keyna berpamitan dan mengucap terimakasih melalui telepon, berjanji akan berkunjung segera setelah urusan bisnis Nyonya Jonathan selesai.
    Jason berdiri di depan Davin di pintu, mengamati betapa kikuknya Davin dan Keyna, lalu mengangkat bahunya geli.
    “Well, aku akan menunggu di mobil kalau kalian ingin berpamitan.” Gumamnya pelan sambil tersenyum dan melangkah menuju mobil hitamnya di parkiran.
    Sementara itu Davin menatap Keyna dalam-dalam,
    “Hati-hati, ya.” Gumamnya pelan, sepenuh perasaannya, ada yang hilang di dalam hatinya ketika mengetahui bahwa Keyna tidak akan tinggal di rumahnya lagi, tidak akan pulang ke rumahnya lagi.
    “Iya.” Keyna menjawab kaku, “Selamat tinggal.” Gumamnya cepat-cepat, lalu membalikkan tubuhnya dan setengah berlari ke mobil, meninggalkan Davin.
    Davin sendiri hanya terperangah ditinggalkan begitu saja, dia menatap Keyna dengan pedih, lalu membalikkan tubuhnya hendak memasuki rumah, tidak tahan melihat punggung Keyna yang makin menjauh.
Sementara Keyna setelah beberapa langkah merasa ragu. Dia membalikkan tubuh, dan melihat punggung Davin yang sudah berbalik hendak memasuki rumah,
“Davin!” serunya, lalu sebelum Davin sempat membalikkan tubuhnya, Keyna berlari ke arah Davin dan menubruk tubuhnya dari belakang, memeluknya erat-erat, membuat Davin terpana.
“Terimakasih sudah menjagaku selama ini.” Bisik Keyna pelan, membuat jantung Davin berdegup liar. Lelaki itu langsung membalikkan tubuhnya, dan memeluk Keyna erat-erat.
“Kau memaafkanku? Kau tidak menyalahkanku karena semuanya?” Davin berbisik di atas puncak kepala Keyna, jemarinya lalu mendongakkan kepala Keyna supaya menghadapnya, Keyna sedang tersenyum, menatapnya dengan malu-malu,
“Semula aku memang terkejut.” Keyna tersenyum ragu, “Tetapi kemudian aku sadar bahwa itu semua bukan salahmu.”
Davin memejamkan matanya lega, “Syukurlah.” Dengan lembut di sentuhnya dagu Keyna dengan jemarinya, “Tahukah kau bahwa setiap waktu yang kuhabiskan bersamamu, membuatku semakin mencintaimu?”
Keyna menggelengkan kepalanya, pipinya merona merah, “Aku tidak tahu... bagaimana mungkin seorang kau bisa jatuh cinta kepadaku?”
Davin memutar bola matanya, “Seorang aku?” gumamnya geli, “Kau seolah menganggap aku ini alien atau apa. Aku semula bertekad menjadi kakakmu, yang  bisa menjagamu dengan baik. Tetapi kemudian aku menyadari ada sesuatu yang lebih.” Pelukan Davin makin erat, “Apakah kau juga merasakan hal yang sama untukku?”
Apakah dia merasakan hal yang sama? Keyna terpaku. Ya. Dia selalu merona kalau membayangkan Davin. Bukankah itu artinya dia memiliki perasaan yang lebih kepada lelaki ini?
“Aku tidak tahu... tetapi sepertinya aku menyukaimu.”
“Menyukaiku?” Davin mengernyit menggoda, “Aku mengatakan bahwa aku mencintai dan tergila-gila kepadamu, tetapi kau mengatakan bahwa kau hanya menyukaiku?”
“Eh... aku tidak tahu.” Keyna mengalihkan tatapannya, tidak tahan dengan pandangan tajam yang dilemparkan Davin. Sikap itu membuat Davin merasa gemas, dia lalu mengecup dahi Keyna, turun ke hidungnya, lalu ke bibirnya,
“Mungkin ini bisa membuatmu memutuskan.” Davin menundukkan kepalanya, lalu melumat bibir Keyna dengan penuh cinta. Keyna otomatis merangkulkan lengannya di leher Davin , membalas ciumannya.
Mereka berciuman dengan penuh perasaan di teras rumah itu, lupa akan sekeliling mereka, dan baru terpisah ketika klakson mobil Jason berbunyi,
“Apakah kalian akan terus-menerus berciuman dan membuatku menunggu di sini?” teriak Jason jengkel dari jendela mobilnya.
Davin dan Keyna tertawa, masih berdekatan dengan bibir terasa panas bekas ciuman mereka. Davin mengecup dahi Keyna lagi dengan lembut, lalu melirik ke arah mobil Jason.
“Sebaiknya dia tidak usah pindah dari sini.”
Jason langsung mengeluarkan kepalanya dari jendela, “Dengan kau yang mencintainya? Tidak, aku tidak akan membahayakan kesucian Keyna dengan membiarkannya tinggal di sini, siapa yang tahu kalau kau memutuskan akan menyerangnya malam-malam?”
Davin merengut mendengar perkataan Keyna, “Aku tidak akan melakukan hal serendah itu.” Nada tersinggung dalam suaranya membuat Keyna tertawa.
Tetapi rupanya Jason sudah bertekad bulat, “Kau boleh mengajak Keyna tinggal bersamamu setelah kau menikahinya. Sebelum itu dia tinggal bersamaku, dan kau hanya bisa mengunjunginya dengan sopan di ruang tamu.” Jawab Jason keras kepala.
Keyna tertawa, menatap Jason dalam senyuman, “Sebaiknya aku pergi.”
Davin menganggukkan kepalanya, mengecup jemari Keyna sebelum melepaskannya, “Aku akan datang berkunjung. Setiap hari.” Bisiknya mesra sambil menatap Keyna penuh tekad, membuat pipi Keyna memerah. Ketika Keyna meninggalkan rumah itu, hatinya sungguh berbunga-bunga.*** 
“Davin menyatakan cinta kepadamu dan sekarang kalian berpacaran?” suara Sefrina agak meninggi di seberang sana dan membuat Keyna mengernyit. Dia tadi segera menelepon Sefrina untuk mengabarkan bahwa dia sudah pindah ke rumah Jason, kemudian karena perasaannya begitu bahagia, dia menceritakan semuanya kepada Sefrina, ingin berbagi kepada sahabatnya.

    Tetapi tanggapan Sefrina sama sekali tidak diduganya, dia mengira Sefrina akan tertawa dan menggodanya, alih-alih yang didengarnya adalah nada tinggi seperti... Kemarahan?
    “Apakah... Kau tidak setuju, Sefrina?” tanya Keyna hati-hati.
Sejenak suasana di seberang sana terdengar hening, lalu kemudian Sefrina tertawa, “Aku cuma kaget Keyna, aku sangat bahagia mendengarnya. Selamat ya,” gumamnya dalam gelak tawa, membuat Keyna merasa lega.***     Dilain pihak, ketika Sefrina menutup percakapan dengan Keyna, dia sudah tidak bisa menahan diri lagi, matanya nyalang membakar dan hidungnya kembang kempis terengah-engah. Dia berteriak keras-keras memenuhi seluruh rumah. Dengan marah dibantingnya seluruh barang di kamarnya, membuat suara gaduh yang menakutkan, apalagi diiringi dengan jeritan dan teriakan-teriakan yang mengerikan.
“Aku akan membunuhmuuuuu...!!!”***
Davin sedang menyelesaikan pekerjaannya di depan komputer ketika salah seorang pelayan mengetuk pintunya, dia mengernyit.
“Ada tamu untuk anda Tuan, Nona Sefrina ingin bertemu anda di ruang tamu.”
Kerutan di dahi Davin semakin dalam. Sefrina? Ingin menemuinya? Mungkin pelayannya salah dengar, mungkin yang ingin ditemui oleh Sefrina adalah Keyna, apakah Sefrina belum tahu bahwa Keyna sudah pindah dari mansion ini?
Benak Davin langsung menghangat ketika membayangkan Keyna. Dia sudah merindukan Keyna padahal baru setengah hari mereka berpisah. Tetapi tidak apa-apa, beginilah pasangan yang sehat seharusnya. Saling merindukan.
Davin tiba-tiba teringat tentang Sefrina dan memutuskan untuk menemui perempuan itu.
Sesampainya di ruang tamu, dia melihat Sefrina sudah duduk di sana. Sefrina tampak sangat cantik dengan pakaian yang sangat rapi dan dandanan yang sempurna, penampilannya tenang dan anggun, tetapi sayang, dia bukan tipe Davin, hati Davin sudah terpikat pada Keyna dan dia bersyukur ayahnya dulu membatalkan pertunangannya dengan Sefrina.
“Hai Sefrina.” Davin duduk di depan Sefrina, menatap perempuan itu dengan ramah, “Pelayanku bilang kau ingin menemuiku, mungkin dia salah dengar? Kalau kau mencari Keyna dia sekarang tinggal di rumah Jason, kau pasti tahu kalau Keyna adalah adik kandung Jason bukan?”
“Aku tahu.” Sefrina tersenyum samar, “Keyna pasti bercerita kepadaku, dia selalu berbagi semua denganku. Aku kesini untuk menemuimu Davin.”
“Menemuiku? Tentang apa?”
“Kau pasti tahu bahwa kita sudah ditunangkan sejak kecil.” Sefrina tersenyum lembut, “Lalu pertunangan itu dibatalkan secara sepihak oleh ayahmu. Aku bukannya ingin menyalahkan ayahmu atau apa, lagipula aku tidak merasakan pengaruhnya ada atau tidak ada pertunangan itu. Bahkan ketika aku kembali ke negara ini aku sama sekali tidak peduli dan tidak memikirkanmu, sampai kemudian aku bertemu dengan Keyna dan baru tahu bahwa dia tinggal bersamamu, tetapi itupun tidak masalah untukku, kuharap kau jangan merasa tidak enak.”
Davin tersenyum hangat, “Aku senang kau membahasnya Sefrina, pembatalan pertunangan itu memang terasa mengganjal di antara kita, apalagi kau adalah sahabat Keyna...  Dengan begini mungkin kita bisa meluruskan semuanya dan menghilangkan rasa tidak enak.”
Sefrina menganggukkan kepalany, “Oke. Tapi masih ada satu hal lagi, aku pikir kau pasti tidak tahu kenapa ayahmu membatalkan pertunangan itu secara sepihak.”
“Kenapa?” Davin mengernyitkan keningnya, merasa ingin tahu.
Tiba-tiba senyum Sefrina tampak mengerikan, perempuan itu mengeluarkan benda berkilau dari tas tangannya yang ternyata adalah sebuah pisau daging ukuran kecil yang tampak sangat tajam.
“Karena aku gila.” Sefrina menyeringai sambil mengacungkan pisau itu. “Aku didiagnosa menderita kegilaan turunan, seperti ibuku yang mati bunuh diri karena gila, ibuku bukan mati karena kecelakaan, dia mati karena kegilaannya mendorongnya melompat di tangga. Aku tidak sakit, selama ini papa mengurungku ke luar negeri karena malu kepadaku. Tetapi aku pandai berakting dan bersikap baik, sehingga akhirnya papa luluh dan membiarkanku pulang ke negara ini dan bersekolah di sekolah umum.” mata Sefrina menyala, “Lalu aku melihat Keyna dan jatuh cinta pada pandangan pertama, aku mendekatinya dan yakin bahwa dia juga mencintaiku. Dia mencintaiku!!!” Sefrina mulai menjerit, “Tapi kau lalu datang mengganggu. Kalian semua laki-laki hanya pengganggu, aku akan membunuhmuuuuu...!!” Sefrina berteriak keras seperti auman hewan liar, lalu berdiri dan mengacungkan pisaunya ke arah Davin yang masih duduk terperanjat.*** Keyna sedang berusaha menyesuaikan diri di rumah Jason. Kedua orangtua Jason sangat baik dan menyempatkan diri menyambut Keyna, tetapi mereka juga orangtua yang sibuk, sama seperti papa dan mama Davin. Jason mengantarkannya ke sekeliling rumah supaya dia terbiasa, dan ternyata sudah menyiapkan kamarnya, kamar yang cantik dan feminin yang sangat Keyna sukai.
“Kuharap kau kerasan tinggal di sini.” Jason tersenyum lembut sambil menyiapkan biolanya. Dia selalu berlatih setiap hari. Bedanya dulu dia berlatih dalam kesendirian, sekarang ada Keyna yang menungguinya.
Tiba-tiba telepon di rumah mereka berbunyi. Jason yang mengangkatnya, dia tampak bercakap-cakap, lalu mendadak wajahnya berubah serius, ketika menutup telepon, dia langsung mengajak Keyna.
“Keyna kita harus ke rumah Davin segera, ada hal serius di sana.”***Jason tidak mengatakan apa-apa tentang Davin, membuat Keyna panik setengah mati, benaknya panik memikirkan segala kemungkinan. Apakah ada kebakaran? Ada perampokan? Ada kejahatan? Apakah Davin sakit?
Akhirnya mereka sampai di rumah Davin, di sana tampak ramai banyak mobil diparkir, salah satunya ambulans dan mobil polisi, Keyna dan Jason langsung berlari menghambur ke mansion itu segera setelah mereka turun dari mobil.
“Keyna! Sayangku!” teriakan yang sangat dikenal Keyna membuatnya terpaku bingung. Itu Sefrina, tetapi bukan Sefrina yang biasanya. Perempuan itu dipegangi oleh dua orang paramedis yang setengah berusaha menyeretnya keluar, Sefrina yang ini tampak berantakan, rambutnya acak-acakan dan matanya nanar, dia menatap Keyna seperti orang mabuk, “Aku sudah membunuh Davin, dia penghalang cinta kita, sekarang kita bisa saling mencintai... Sekarang kita bebaaass...” paramedis itu berhasil menyeret Sefrina keluar dibantu rekannya, sementara Sefrina masih terus mengoceh tidak karuan.
Keyna merasa ngeri atas pemandangan di depannya. Kenapa Sefrina seperti itu? Dan dia bilang dia sudah membunuh Davin? Jantung Keyna berdebar kencang tidak karuan,  dengan langkah tergesa dia menuju ke dalam mansion.
Napasnya langsung lega melihat Davin duduk di sofa, sedang dirawat oleh paramedis, sementara Jason ada di sampingnya. Lengannya tampak terluka oleh bekas sayatan dan sedang di perban.
“Davin!” Keyna bergumam cemas, berjongkok di depan Davin, “Kau tidak apa-apa? Dan kenapa Sefrina seperti itu? Diakah pelaku semua ini?”
Davin terkekeh, “Ternyata dia gila, dia gila dan dia berhasil menyembunyikannya dengan baik.” Davin menatap Keyna lembut, “Sebenarnya aku sudah curiga sejak lama ketika mengetahui bahwa Sefrina mendekatimu.” Dia berdehem pelan, “ Sefrina eh... adalah mantan tunanganku di masa kecil...”
“Tunangan?” Keyna dan Jason bergumam bersamaan, merasa bingung.
“Ya.. tetapi entah karena alasan apa, papaku membatalkan pertunangan itu... kurasa dari kata-kata Sefrina tadi, sepertinya papaku membatalkan pertunangan itu karena tahu tentang penyakit Sefrina.” Mata Davin tampak sedih, “Dia bilang dia gila... karena itulah dia diasingkan di luar negeri oleh papanya.”
Karena itulah Sefrina tidak suka membicarakan penyakitnya. Keyna langsung terkenang ke percakapan mereka waktu itu.
“Apakah dia kembali karena ingin menemuimu? Bekas tunangannya?” Keyna langsung menarik kesimpulan, “Aku.. karena merasa Sefrina sahabatku langsung meneleponnya dan menceritakan hubungan kita.” Pipinya kali ini benar-benar merah padam. “Mungkinkah Sefrina cemburu dan memutuskan untuk menyerangmu?”
Davin tampak geli sendiri, “Sefrina memang cemburu, tetapi tidak seperti yang kau pikirkan. Dia bilang dia bahkan tidak memikirkan pertunangan kami di masa kecil, Sefrina jatuh cinta kepadamu Keyna. Dan dia merasa aku ini penghalang, jadi dia berusaha menyerangku. Beruntung aku dibekali ilmu bela diri yang cukup, hasil usaha papaku untuk menghindarkanku dari percobaan penculikan, dan ternyata kemampuan itu terpakai juga.” Davin menatap menyesal ke arah luka di lengannya, “Tetapi memang susah menghadapi perempuan gila yang nekad.
“Sefrina jatuh cinta pada Keyna?” Kali ini Jason yang berseru, lelaki itu tampak begidik, “Pantas aku selalu merasa ada yang aneh tentangnya, aku tidak pernah menyukainya meskipun dia selalu berusaha tampil manis di luarnya. Ada sesuatu di dalam dirinya yang membuatku merinding. Apalagi ketika dia meminta tidur di kamar Keyna malam itu. Aku merasakan sesuatu yang ganjil.”
“Aku juga, tetapi aku melupakannya begitu saja, aku pikir dia benar-benar mencemaskan Keyna.” Davin menghela napas panjang,
Keyna masih tertegun, shock atas semua yang terjadi. Sefrina... dia tidak menyangka kalau Sefrina seperti itu. Oh Astaga. Sefrina mencintainya? Sefrina sebenarnya gila? Dia bahkan tidak punya firasat sedikitpun tentang hal itu.
“Lain kali hati-hati kalau memilih teman.” Goda Davin lembut ketika melihat Keyna masih merenung karena shock, hal itu membuat Jason yang mendengarnya ikut terkekeh.
Keyna tersenyum malu, “Aku pikir... aku terlalu senang sehingga tidak waspada, karena hanya Sefrina yang mau berteman denganku. Lagipula selama persahabatan kami dia benar-benar baik... aku tidak menyangka bahwa dia ternyata seperti ini.” Gumam Keyna dengan nada menyesal.
“Aku tahu.” Davin mengulurkan tangannya dan memberi isyarat supaya Keyna mendekat, Keyna langsung melakukannya. “Mungkin memang pada awalnya Sefrina ingin berteman denganmu, tetapi kemudian semuanya berubah menjadi kegilaan yang mengerikan, menurutku dia memang labil dan harus dirawat.”
“Semoga dia baik-baik saja.” Keyna mendesah, bayangan Sefrina yang ditarik petugas paramedis ke dalam mobil membuatnya merasa kasihan. Sefrina begitu cantik, begitu sempurna penampilan luarnya, kenapa dia harus berakhir seperti itu?
 “Tenang saja, mamaku sudah menelepon papa Sefrina, dia akan menjemput Sefrina di rumah sakit. Aku rasa papa Sefrina akan membawanya kembali ke luar negeri.”
“Mungkin itu yang terbaik.” Jason menggumam, “Menurutku dia belum sepenuhnya sembuh, sangat berbahaya kalau dia berinteraksi dengan orang-orang dan kemudian tidak dapat menahan emosinya seperti kejadian barusan.” Jason melirik luka di lengan Davin, “Untung saja kau tidak apa-apa.”
“Aku akan meminta mama untuk mendesak papa Sefrina agar membawanya kembali ke luar negeri,” Davin menyetujui, “Kalau tidak bisa berbahaya bagi Keyna.” Davin menatap Keyna dengan lembut. Pipi Keyna memerah menerima tatapan itu, tatapan penuh cinta yang intens dan tidak disembunyikan lagi, dulu dia bahkan tidak bisa menebak apa yang ada di dalam benak Davin , lelaki itu selalu memasang tampang datar dan tidak terbacam tetapi kemudian, ketika memutuskan untuk membuka hatinya, Davin tidak tanggung-tanggung, lelaki itu dengan terang-terangan menatap Keyna penuh cinta, hingga membuat Keyna salah tingkah.
“Jangan menatapnya seperti itu.” Jason yang bergumam, ‘Kau akan membuatnya makin memerah seperti kepiting rebus.”
Davin tertawa, tetapi Keyna benar-benar memerah seperti kepiting rebus. Lalu lelaki itu memeluk Keyna dengan sebelah tangannya yang tidak terluka, tidak mempedulikan Jason yang cemberut melihatnya,
“Aku tidak melihatmu baru sebentar dan sudah merindukanmu.”
Keyna menatap Davin sambil tersenyum, “Aku juga, Davin.”
“Aku tidak merindukanmu sama sekali Davin.” Jason menyela, berusaha mengganggu pasangan itu, membuat Davin meliriknya dengan mencela
“Apakah kau tidak punya kegiatan lain selain mengganggu kami?” gumam Davin ketus.
“Tidak.” Jason mendongakkan dagunya, menantang,
Davin mendengus, lalu dia memutuskan mengabaikan Jason dengan memeluk Keyna erat-erat.
“Semoga setelah semua musuh dikalahkan, tidak ada lagi yang menghalangi kita.”
Jason mengeluarkan suara mencibir yang sengaja dikeraskan, membuat Keyna tersenyum geli.
Berapa bahagianya dirinya, memang banyak musuh yang mengintai diam-diam, dia juga hampir celaka dan sedih memikirkan bahwa pelakunya adalah ibunya sendiri. Tetapi setidaknya semua kejadian itu membawanya kepada ujung yang membahagiakan, Keyna bisa bertemu kakak kandungnya yang tak bisa dibantah lagi amat sangat menyayanginya, dan dia bisa menemukan Davin, lelaki yang sangat dicintai dan mencintainya.
Dia punya Davin, dia punya Jason, Rasanya hidupnya begitu lengkap, dan dia tidak ingin apa-apa lagi.
END
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 25, 2013 11:36

February 24, 2013

Visualisasi Tokoh Novel Passionate of Love


Hmmm ada yang nanya, gimana sih visualisasi tokoh2 Passionate Of Love ( Arsas, SWTD,UH,FTDS) versiku? aku sendiri juga bingung hehehehe
tp kmudian banyak yang bantu dan ngasih usulan wajah2 tampan yang memberi inspirasi hihihi
Jadi ini dia visualisasi tokoh2 novel menurutku :))

Kalau all readers pasti punya visualisasi versi sendiri2 yah, bisa aja lebih ganteng dan lebih keren dari yang kubayangkan hihihihi :D

A Romantic Story About Serena



Sleep With The Devil



Unforgiven Hero


From The Darkest Side


2 likes ·   •  2 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 24, 2013 23:04

February 23, 2013

Sweet Enemy Part 12




“Ikut denganmu?” Keyna menatap bingung pada Jason yang memasang tampang keras kepala. Davin sendiri tampak tersentak dengan kata-kata Jason.
“Jangan main-main Jason, Keyna tinggal di rumahku dan akan kembali ke sana seperti semula.” Davin merenggut tangan Keyna dan setengah menyeretnya meninggalkan Jason.
“Keyna.” Jason tidak mengejar, hanya memanggil pelan. “Aku kakakmu. Tidakkah kau ingin mendengar kenangan masa kecil kita? Seluruh kenangan yang kau lupakan karena trauma mendalammu? Aku bisa membuatmu mengingat semuanya.”
Keyna tertegun. Membuat Davin berhenti menariknya. Mata Davin membara melihat keraguan Keyna. “Jangan mimpi.” Davin memberi isyarat kepada supir keluarga yang langsung mendekatkan mobilnya, dengan cepat di dorongnya Keyna masuk ke dalam mobil, “Kau tetap pulang denganku.”
Mobil itupun melaju, meninggalkan Jason berdiri sendirian di sana.♠♠♠   
    “Keyna.” Dengan lembut Nyonya Jonathan memeluk Keyna, “Polisi mengabarkan bahwa semuanya sudah selesai, syukurlah semuanya baik-baik saja.”
    Sefrina ikut berdiri dan menghampiri Keyna lalu memeluknya erat-erat dengan cemas,  “Keyna syukurlah... aku cemas sekali.” Wajah Sefrina pucat pasi, dia tampak benar-benar senang karena Keyna pulang dengan selamat. “Mereka tidak memperbolehkanku ikut, jadi aku menunggu di sini.”
“Terimakasih Sefrina.” Keyna tersenyum lembut. Dia ingin berterimakasih kepada semua orang yang mencemaskannya, tetapi saat ini dia sangat lelah, amat sangat lelah.
Davin sepertinya mengetahui bahwa Keyna harus beristirahat, dihelanya tubuh Keyna,“Aku akan mengantarkan Keyna ke kamar untuk beristirahat dulu.”
“Biarkan aku saja....” Sefrina mencoba mengambil tangan Keyna, tetapi Davin menepiskannya.
“Tidak Sefrina, terimakasih sudah ikut memberikan dukungan di sini. Mungkin kau juga lelah dan ingin beristirahat, ada kamar tamu yang tersedia untukmu. Aku yang akan mengantar Keyna beristirahat.”
Keyna sudah terlalu lelah untuk berkata apapun, dia hanya menurut saja ketika Davin menggandengnya ke kamarnya. Tidak disadarinya tatapan Sefrina yang membara, menatap punggung mereka berdua dengan marah.♠♠♠
Davin mendudukkan Keyna ke tepi ranjang dan mengambil kursi untuk duduk di hadapannya, diraihnya jemari Keyna dengan lembut, dahinya mengernyit ketika melihatnya.
“Ini pasti terasa sakit.” Gumamnya setengah marah. Keyna hanya tersenyum lemah menanggapinya, dan dia menguap.
Davin terkekeh melihatnya, “Tunggu ya, jangan tidur dulu, biarkan kuobati dulu lukamu.” Dia mengambil kapas dan antiseptik yang sudah disiapkan oleh pelayan, lalu mengoleskannya dengan lembut di pergelangan tangan Keyna yang memerah, “Sakit ya?” bisiknya lembut ketika melihat Keyna mengernyit, “Tapi ini akan sembuh dengan cepat.”
“Terimakasih Davin.” Keyna mencoba tersenyum. Lalu dia merenung, “Perempuan yang menculikku itu, apakah dia benar-benar ibuku?”
“Jangan pikirkan itu dulu.”
“Dan Jason... benarkah dia kakak kandungku?”
Mata Davin langsung bersinar cemburu ketika Keyna menyebut nama Jason. Dia terdiam dan menunggu.
Sementara itu Keyna tetap bergumam, tidak menyadari api yang menyala di mata Davin.
“Kakak kandungku... kenapa aku bisa melupakan bahwa aku mempunyai kakak lelaki? Kenapa kami dulu terpisah?” Keyna mengangkat bahunya dengan malu kepada Davin, “Bahkan kaupun mungkin tidak akan menyangka kalau orang seperti aku bisa mempunyai kakak setampan Jason....”
Davin langsung menarik Keyna, tangannya yang masih menggenggam pergelangan tangan Keyna menariknya supaya menempel di tubuhnya, dan tanpa peringatan, Davin mencium Keyna. Lelaki itu mengecup bibirnya dengan lembut, dan ketika Keyna masih terperangah kaget, Davin melumat bibirnya dengan sepenuh perasaan, menikmati manis dan lembutnya bibir Keyna. 
Lama setelahnya, Davin melepaskan ciumannya. Matanya bersinar lembut ketika menatap mata Keyna yang melebar dan ternganga bingung. Jemarinya menyentuh bibir Keyna yang memerah karena ciumannya yang bergairah,
“Kau cantik. Jason pasti bangga memiliki adik secantik dirimu.” Davin bergumam serak, lalu mengecup dahi Keyna dengan lembut. Lelaki itu lalu menghela tubuh Keyna supaya berbaring di ranjang dan menyelimutinya.
“Tidurlah sayang, lupakan semua kejadian kemarin, mulai sekarang aku akan menjagamu.” Bisik Davin pelan, mengantarkan Keyna ke dalam tidurnya.
Tidak mereka sadari bahwa semua kejadian itu dilihat oleh Sefrina yang mengintip di pintu. Matanya menyala penuh kebencian. Dia tadi datang pura-pura membawakan teh hangat untuk Keyna, tetapi pemandangan inilah yang didapatnya.
Kurang ajar! Batinnya penuh kemarahan. Ini tidak boleh terjadi, ini semua melenceng jauh dari rencananya. Dia harus bisa memisahkan Davin dari Keyna!♠♠♠
Pagi harinya Keyna terbangun dengan kebingungan dan ingatan yang bercampur aduk. Semua kenangan kembali kepadanya secara serentak, penyelamatannya dari penculikan, Teriakan Sophia yang mengatakan bahwa dia adalah ibu kandung Keyna, kenyataan bahwa Jason adalah kakak kandungnya. Semuanya berpadu menjadi satu..... lalu.... ciuman Davin. Apakah itu benar-benar terjadi atau jangan-jangan itu hanyalah khayalannya saja?
Tetapi kenapa Davin menciumnya? Keyna menyentuh bibirnya dan pipinya terasa panas. Bibir Davin sudah menyentuh bibirnya.... melumatnya...
Tanpa diduga pintu kamarnya terbuka, dan lelaki yang sedang dibayangkannya sudah berdiri di sana.
“Hai.” Davin tersenyum lembut.
“Hai.” Keyna tersenyum, tiba-tiba dia teringat akan Sefrina yang menyambutnya kemarin tetapi Keyna sudah terlalu lelah untuk menanggapinya, dia merasa menyesal karena sudah tidak sopan kepada Sefrina,
“Apakah.. apakah Sefrina masih menginap di sini?”
“Semalam dia berpamitan pulang....” Davin mengernyit dan memandang ke sekeliling, “Ketika kami masih menanti kabar tentangmu Sefrina menginap di rumah ini... tetapi meskipun ada banyak kamar tamu di mansion ini, Sefrina memilih tidur di kamarmu.”
“Di kamar ini? Kenapa?”
“Aku tidak tahu. Davin mengangkat bahunya tiba-tiba baru menyadari akan keanehan perilaku Sefrina itu, “Dia bilang dia akan lebih tenang mendoakanmu kalau tidur di sini.”
Sefrina tidur di kamar ini? Keyna mengerutkan dahi dan merasa sedikit aneh. Tetapi kemudian dia berpikir bahwa apa yang dikatakan Sefrina mungkin ada benarnya, sahabatnya itu pastilah amat sangat mencemaskannya.
“Kau merasa lebih baik?” tanya Davin kemudian.
Keyna berusaha menyembunyikan pipinya yang merona, dia menganggukkan kepalanya, “Aku sudah merasa lebih baik.” Jawabnya pelan.
“Bagus.” Davin melangkah duduk di kursi yang didudukinya kemarin, membuat ingatan akan ciuman itu menyerbut benak Keyna, membuatnya semakin salah tingkah. Lelaki itu duduk dalam posisi yang sama, dihadapan Keyna yang sedang duduk di ranjang.
“Aku tahu ini terlalu pagi. Tetapi Jason tadi menelepon dan mengatakan bahwa dia akan kemari untuk menjemputmu.” Mata Davin bersinar sedih, “Dan aku tidak berhak melarangnya, semalaman aku berpikir keras, dan aku menyadari bahwa aku tidak boleh memisahkan kakak beradik yang sudah terpisah sekian lama, kalian pasti ingin bersama.” Davin menghela napas panjang, “Tetapi sebelumnya ada yang ingin kukatakan kepadamu, kenyataan yang mungkin akan membuatmu menyalahkanku. Aku pikir aku harus mengungkapkannya kepadamu sebelum Jason yang melakukannya.”
Keyna memandang Davin dengan bingung, “Kenyataan tentang apa? Dia menyuarakan pertanyaan di dalam benaknya.
“Tentang masa laluku, tentang masa lalu kita.” Davin menatap mata Keyna dalam-dalam. “Aku pernah mengatakan padamu bukan bahwa aku pernah mengalami percobaan penculikan di waktu kecil? Dan kemudian ada seorang lelaki yang menyelamatkanmu? Lalu aku mengatakan bahwa lelaki itu sudah meninggal?”
Davin memang pernah mengatakannya, tetapi apa hubungan itu semua dengan...
“Orang yang menyelamatkanku adalah ayahmu.” Davin mengatakan dengan jantung berdetak kencang, “Ayahmu dulu adalah seorang pemain biola terkenal dan jenius, kau lihat bahwa bakatnya menurun kepada Jason.... sedang ayahku sangat tertarik dengan bidang musik klasik, mereka bersahabat... sampai kemudian seorang penculik berpisau mencoba membawaku dan ayahmu menyelamatkanku.”
Ayahnya seorang pemain biola terkenal? Keyna mencoba memahami informasi itu, berusaha menyatukan semua bayangannya dengan kenangannya tentang ayahnya, seorang buruh bangunan kasar dengan tangan penuh luka dan kapalan. Mana mungkin ayahnya pemain biola terkenal?
“Usaha menyelamatkan diriku telah merenggut bakat ayahmu.” Davin seolah tahu apa yang ada di benak Keyna, “Pisau penculik itu mengenai sarafnya sehingga dia tidak bisa bermain biola lagi......” Davin menghela napas panjang. “Dan ayahmu kehilangan masa depannya. Dia kehilangan keluarganya... semuanya berawal dari diriku.”
Selesailah sudah. Davin mengernyitkan keningnya, mengamati wakah Keyna yang pucat pasi. Apakah Keyna akan membencinya? Apakah Keyna akan menuduhnya sebagai penghancur keluarganya? Bisakah Keyna memaafkannya?
Berbagai pikiran berkecamuk di benak Davin, membuatnya merasa ngeri. Perasaannya kepada Keyna telah bertumbuh menjadi sesuatu yang asing dan takut untuk dia akui. Tetapi setelah ciuman semalam itu dia tidak bisa menyangkalnya lagi. Davin mencintai Keyna, dan dia takut kehilangannya, dia tidak akan tahan kalau Keyna membencinya.
“Keyna?” Davin akhirnya bertanya ketika Keyna hanya diam dan terpaku. “Apakah kau membenciku?”
Kenapa Keyna tidak mengatakan sesuatu kepadanya? Jantung Davin makin berdebar, menanti apapun reaksi dari Keyna. Apapun reaksi itu dia akan menerimanya, dia sudah siap menerima cacian, tamparan bahkan mungkin ditinggalkan, tetapi sikap diam Keyna ini bukanlah apa yang diharapkannya.
Kemudian seorang pelayan mengetuk pintu dengan hati-hati, membuat Davin menoleh dengan kening berkerut,
“Ada apa?”
“Tuan Jason menunggu di bawah.” Gumam pelayan itu memberitahu.
Davin langsung beranjak, menatap Keyna yang masih terdiam, dengan sedih dia menyentuhkan jemarinya di pipi Keyna, “Kau boleh marah padaku kalau kau mau.” Gumamnya lembut, “Aku tunggu di bawah ya.”
Lalu Davin melangkah pergi, meninggalkan Keyna yang masih termenung dalam kebingungannya.
Semua kenangan itu tiba-tiba menyeruak kembali di dalam benaknya, kejadian di malam hujan dan badai itu ternyata bukan mimpi. Semua itu nyata. Teriakan-teriakan di tengah hujan itu adalah teriakan ibunya yang mencaci maki ayahnya, mengancam akan meninggalkannya. Dan lalu... anak lelaki kecil itu.. itu Jason kakaknya, yang kemudian direnggut paksa oleh ibunya. Keyna berteriak-teriak memanggil kakaknya, tetapi dia didorong oleh ibunya sampai terjatuh dan ditolong ayahnya. Jason menjerit-jerit memanggil Keyna dalam gendongan ibunya, tetapi sang ibu tetap tidak menghiraukan teriakan mereka. Jason dan Keyna dipisahkan dengan paksa.
Kenangan akan masa itu begitu traumatis sehingga Keyna kecil menenggelamkan semua ingatannya dalam-dalam, menyimpannya jauh di dalam memorinya dan menganggapnya tidak pernah terjadi. Ayahnya mengetahui itu dan membiarkannya, berpikir bahwa lebih baik Keyna lupa semuanya sehingga bisa melangkah ke kehidupan baru tanpa kenangan masa lalu yang menyakitkan. 
Lalu semua kenangan itu kembali secara samar ketika Keyna bertemu dengan Jason untuk pertama kalinya, mendengarkan permainan biola lelaki itu. Sekarang setelah ingat semuanya, Keyna tahu kakaknya sangat berbakat bermain biola, menuruni bakat ayahnya. Keyna kecil selalu menunggui Jason ketika kakaknya itu berlatih biola, Jason selalu memainkan lagu apapun yang diminta Keyna setelahnya. Hidup mereka dulu terasa begitu bahagia, bisa berdua. 
Sampai kemudian pertengkaran itu terjadi dan ibunya memutuskan bahwa ayahnya tak pantas lagi untuknya.Dan pemicu pertengkaran itu pastilah kecelakaan yang mematikan saraf jemari ayahnya, yang membuatnya tidak bisa bermain biola lagi dan kehilangan masa depannya yang cerah.
Dan semua itu terjadi karena ayahnya menyelamatkan Davin.... Keyna merenung, mencoba menelaah semua kenyataan itu di dalam benaknya. Lalu setelah menghela napas panjang, Keyna melangkah turun menuju ke arah Davin dan Jason.♠♠♠
Ketika Keyna masuk, Davin dan Jason langsung menoleh bersamaan, kedua lelaki itu tampak sedang berbincang-bincang dengan serius.
“Keyna?” Jason bertanya lembut, menatap adiknya dengan penuh kasih sayang, “Kau sudah merasa baik?”
Keyna menatap wajah Jason, untuk pertama kalinya menyadari bahwa lelaki ini adalah kakaknya, untuk pertama kalinya dia menatap wajah Jason sebagai wajah kakaknya, wajah yang sama, hanya versi dewasa dari kakak kecilnya dulu yang sangat menyayanginya. Mata Keyna berkaca-kaca.
“Jason.....Kakak...” suara Keyna terdengar serak
Seketika itu juga Jason menyadari bahwa Keyna sudah ingat, bahwa seluruh kenangan mereka di waktu kecil sudah bisa Keyna ingat, Jason langsung melangkah tergesa, sejenak berdiri ragu di hadapan Keyna, lalu menarik Keyna ke dalam pelukannya,
“Keyna...adikku.” Dipeluknya Keyna erat-erat seolah akan meremukkannya. Oh ya Tuhan. Setelah sekian lama, setelah mencari dan putus asa, akhirnya Jason bisa memeluk Keyna lagi dalam rengkuhan lengannya. Matanya terasa panas, dan kemudian ikut larut dalam air mata haru yang ditumpahkan Keyna di dadanya.
Semua kenangan menyakitkan tentang perpisahan mereka yang dipaksakan itu musnah sudah, digantikan oleh kebahagiaan karena pertemuan indah itu, pertemuan kakak dan adik yang sudah lama terpisah.
Sementara itu Davin menatap Jason dan Keyna yang sedang berpelukan itu dengan perasaan campur aduk. 
                                                       ♠♠♠
Bersambung ke Part 12
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 23, 2013 10:09

Sweet Enemy Part 11




Nyonya Jonathan datang menjelang pagi, dan mereka berkumpul bersama di ruang keluarga dengan tegang. Sefrina tampaknya belum bangun, lagipula ini masih jam empat pagi.
                “Ibumu?” tatapan nyonya Jonathan melembut kepada Jason, selama ini dia hanya tahu Jason adalah anak rekan bisnisnya, dia tidak pernah tahu bahwa Jason adalah anak angkat, dan kejutan terbesarnya adalah bahwa Jason adalah kakak kandung Keyna. “Sebelumnya aku ingin minta maaf kepadamu Jason...sedikit banyak semua hal yang terjadi ini, yang membuat kau terpisah dengan keluargamu adalah karena Robert ayahmu menyelamatkan Davin dari usaha penculikan.”
                Jason memalingkan muka, tampak murung.

            “Kalau boleh saya tidak ingin membahas hal itu sekarang.” Gumamnya tenang. “Tentang ibu kandung saya. Dia adalah perempuan yang tamak, sangat menyukai uang dan akan melakukan segalanya demi mendapatkan uang. Saya pikir dia pasti mendapat kabar bahwa Keyna diangkat sebagai anak dari keluarga Jonathan. Sehingga dia pikir dia bisa mengambil keuntungan darinya. Saya yakin bahwa dialah dalang dari penculikan ini.”
                Para polisi sudah bertugas berdasarkan informasi Jason ini untuk melacak keberadaan ibu kandung Jason, sehingga mansion keluarga Jonathan tampak lengang. Hanya ada beberapa polisi yang berjaga, menanti kalau-kalau lelaki misterius yang barusan menelepon Jason memutuskan untuk menelepon lagi.
                “Apakah ibumu sama sekali tidak pernah mencoba menemuimu?” tanya Nyonya Jonathan hati-hati.
                Jason tersenyum samar, “Menghubungi? Dia menjual saya demi uang, yang dia pakai untuk bersenang-senang di luar negeri. Waktu itu saya masih kecil dan tidak berdaya, tetapi setidaknya saya bersyukur karena keluarga angkat saya sangat baik.” Suara Jason hilang, ada kesedihan yang pekat di matanya.
                Sementara itu Davin menatap Jason dan menyadari. Karena itulah Jason sangat membenci perempuan. Lelaki itu selalu bersikap lembut dan tenang, tetapi dia selalu menghancurkan hati perempuan manapun yang dipacarinya, semuanya pada awalnya selalu dibuai dengan kebaikan dan kelembutannya sehingga akhirnya tergila-gila, lalu kemudian Jason menghancurkannya hingga hati para perempuan itu patah berkeping-keping. Davin bisa memahami perasaan Jason, memiliki ibu kandung sekejam itu memang menyakitkan, Davin tidak bisa membayangkan kalau dialah yang dijual oleh ibunya sendiri.
                Dan ternyata Jason adalah kakak kandung Keyna, seperti yang dikatakannya tadi. Informasi itu sudah diterimanya sejak tadi tetapi baru bisa dicernanya sekarang. Diliriknya Jason, dan menyadari ada kemiripan yang tak kentara diantara Jason dan Keyna, tiba-tiba hati Davin terasa sakit. Selama ini dia yang memposisikan diri sebagai kakak Keyna dan menikmatinya. Sekarang seolah-olah posisi itu direnggut oleh orang yang benar-benar berhak dan dia kemudian dilempar begitu saja.
                Rasa mencengkeram yang menyesakkan dada ini... Apakah dia cemburu?
♠♠♠
Petugas polisi kembali dengan membawa kabar gembira, mereka telah berhasil melacak sebuah rumah yang disewa atas naam Sophia, ibu kandung Jason. Mereka sudah mengirimkan tim pengintai untuk mengawasi aktivitas rumah itu. Rumah itu adalah rumah sederhana yang terletak di ujung jalan, jauh dari tetangga, saat ini kondiri rumah itu sepi, dan sepertinya tidak ada kegiatan yang mencurigakan. Orang-orang nampaknya berada di dalam rumah. Dari hasil pengintaian, seorang lelaki tampak keluar masuk di pintu untuk merokok. Dan Sophia dipastikan ada di dalam rumah itu, dia terlihat dari jendela sedang menikmati sarapan yang sedang dihidangkan oleh pegawainya. Sepertinya hanya ada tiga orang di dalam rumah itu.
Jason mengernyitkan kening ketika mendengar semua informasi itu, “Anda harus menyergap ke dalam rumah itu, saya yakin Keyna ada di sana.”
Petugas polisi itu menatap Jason dengan pandangan ragu, dia tentu saja tidak mau menyerbu dengan gegabah dan pada akhirnya menyerang orang yang tidak bersalah,  “Bagaimana anda bisa yakin?” tanyanya.
    Jason tersenyum sinis ketika membayangkan ibunya, “Ibuku bukanlah orang yang mau tinggal di sebuah rumah sederhana, dengan hanya satu dua pelayan.” Meskipun lama tidak bertemu ibunya, Jason cukup yakin watak lama ibunya tidak akan berubah, sebenarnya dia merencanakan pembalasan, dia pernah mengirim detektif swasta untuk melacak ibunya. Dan detektif itu melaporkan bahwa ibunya terdampar di Las Vegas, hidup berfoya-foya meskipun hampir bangkrut. Setelah itu Jason kehilangan jejak ibunya. Ternyata ibunya sudah ada di negara ini. “Kalau dia tinggal di rumah sederhana seperti itu, hanya ada satu kemungkinan, dia sedang bangkrut dan kalau dia bangkrut dia akan memikirkan segala cara untuk mendapatkan uang, Keyna adalah jalan termudah baginya.” Dengan tak sabar Jason bangkit dari kursinya, “Aku akan mengunjungi rumah itu kalau kalian tidak segera melakukannya.”
“Aku ikut.” Davin segera berdiri dari kursinya.
Petugas polisi itu menatap kedua lelaki di depannya berganti-ganti lalu menghela napas, “Saya akan mengatur strategi dulu dengan team kami untuk berjaga-jaga. Kalau memang nona Keyna diculik dan disekap di sana, ada kemungkinan kalau penculik itu bersenjata. Dan anda berdua boleh ikut ke sana kalau anda berdua berjanji akan tinggal di dalam mobil demi keselamatan kalian.”
***
“Kau harus makan. Kalau kau mati kami tidak akan mendapatkan uang.” Felish meletakkan mangkok makanan itu dengan kasar di meja dekat ranjang, lalu melirik tangan Keyna yang tidak diborgol, “Makanlah.”
Keyna memajukan dagunya keras kepala, “Tidak.” Dia tidak mau menerima makanan dari para penjahat ini, siapa yang tahu kalau makanannya mungkin sudah diracun atau yang lain? Kemarin saja dia dibius untuk dibawa kemari, siapa yang tahu apa yang akan dilakukan perempuan itu kepadanya? Lagipula Keyna harus tetap waspada, dia merinding memikirlah lelaki berwajah mesum yang meraba-raba kakinya kemarin.
Felish menatap Keyna dengan marah, “Huh, dasar kau menyusahkan!” dengan marah dia membanting pintu kamar itu dan meninggalkan Keyna sendirian di dalam.
Tak lama kemudian Keyna mendengar suara gaduh yang membuatnya bingung, suara itu seperti barang beradu dan juga teriakan-teriakan yang bercampur aduk. Jantung Keyna berdegup kencang.
Ada apa di luar?
Lalu kenop pintunya diputar. Keyna memandang pintu itu dengan waspada, melirik ketakutan ke arah pergelangan tangannya yang diborgol. Dia tidak akan bisa melarikan diri ke mana-mana...
Lalu pintu terbuka dan seorang lelaki berpakaian polisi masuk, membuat Keyna lega luar biasa.
“Nona Keyna?”
Keyna langsung mengangguk dengan bersemangat, hampir saja dia berdiri dan hendak menubruk polisi itu saking leganya, tetapi kemudian mengaduh ketika pergelangan tanggannya tertahan oleh borgolnya.
Polisi itu mengerutkan keningnya ketika melihat tangan Keyna diborgol, dia lalu membungkuk di sana dan mencoba membuka borgol itu dengan sebuah kawat kecil yang tersimpan di sakunya,
“Keadaan sudah terkendali, para penculik sudah berhasil diringkus, anda sudah aman.” Polisi itu sudah berhasil melepaskan borgol Keyna, “Anda bisa berjalan sendiri?”
Keyna mengangguk, lalu dengan sempoyongan, dibantu oleh polisi itu mereka berjalan menuju ke bagian depan rumah.
Bagian depan itu sudah ramai, dengan beberapa mobil polisi di sana. Lelaki berwajah mesum itu, Felish dan Charles sudah ditangkap dan diletakkan di belakang mobil polisi. Sementara perempuan cantik bernama Sophia itu masih berdiri diborgol di dekat mobil polisi, sedang dimintai keterangan. Keyna menatap mereka semua dengan ketakutan, tetapi para penculik itu tampaknya sudah tidak bisa melukainya lagi.
“Keyna!”
Itu suara Davin yang memanggilnya, Keyna menoleh dan mendapati Davin dengan tergesa keluar dari mobil, dengan disusul oleh Jason di belakangnya.
“Davin!” Keyna lega luar biasa, setelah disekap dan ketakutan, melihat orang yang dikenalnya terasa sangat menyenangkan.
Davin setengah berlari menghampirinya, dan setelah didekatnya lelaki itu berdiri ragu, menatap seluruh diri Keyna seolah ingin menyerapnya.
“Kau tidak apa-apa?”
Keyna menganggukkan kepalanya, dan sedetik kemudian, bahkan sebelum Keyna menyadarinya, dia sudah dipeluk erat-erat oleh Davin. Aroma maskulin parfum Davin memenuhinya, dadanya yang hangat melingkupinya, sejenak Keyna membeku dipeluk seerat itu oleh Davin.
“Oh Astaga aku mencemaskanmu.” Davin bergumam lirih, lalu sejenak dia menjauhkan Keyna dari tubuhnya, “Kau tidak apa-apa kan? Kau benar-benar tidak apa-apa?”
Keyna menyelipkan rambutnya ke balik telinganya, masih merasa bingung akan pelukan dan kelembutan Davin, “Aku tidak apa-apa....”
“Tanganmu.” Jason yang tiba-tiba saja sudah ada di sebelah Davin dan Keyna bergumam, tatapan matanya menajam menatap tangan Keyna, dia meraih pergelangan tangan Keyna dan menelitinya, “Pergelangan tanganmu merah dan luka.”
Davin ikut melihat ke arah pergelangan tangan Keyna dan matanya bersinar marah, “Apa yang mereka lakukan kepadamu, Keyna?”
“Mereka memborgolku di ranjang.” Keyna meringis, “Laki-laki yang disana itu sempat meraba-raba kakiku, tetapi selebihnya mereka tidak berbuat apa-apa kepadaku.”
“Apa?” Davin dan Jason berseru bersamaan dengan marah, kedua lelaki itu bertatapan lalu melirik Charles yang sudah siap di bawa ke kantor polisi,
“Aku akan membunuhnya.” Davin mendesis tajam, membuat Jason mengangguk tanda setuju.“Kita bunuh dia nanti bersama-sama.”
Keyna menatap Davin dan Jason berganti-ganti. Kenapa kedua lelaki ini mendadak jadi begitu perhatian kepadanya? Ada apa sebenarnya?”
“Keyna! Jason!” suara perempuan cantik itu berteriak memanggil, dia diborgol dan berusaha meronta dari pegangan polisi dan mencoba mendekati mereka, “Mama merindukan kalian sayang! Tidakkah kalian merindukan mama? Tegakah kalian melihat mama diperlakukan kejam seperti ini?” Sophia berusaha berteriak-teriak menarik perhatian mereka.
Ekspresi wajah Jason berubah dingin luar biasa ketika mengalihkan tatapannya kepada Sophia. Tetapi perempuan itu tampaknya tidak peduli,
“Jason? Kau ingat mama nak? Kau berhutang budi kepada mama, mamalah yang membuatmu bisa menikmati hidup berkecukupan seperti sekarang, sekaranglah saatnya kau membalas budi kepada mama.”
Jason hanya menatap Sophia dengan pandangan merendahkan dan tidak peduli, lelaki itu mengalihkan tatapannya begitu saja membuat Sophia panik dan sadar bahwa dia tidak akan bisa menarik perhatian Jason, karena itu Sophia mengalihkan pandangannya kepada Keyna,
“Keyna, sayang, ingat mama nak. Ini mama. Kakakmu Jason memang tidak tahu terimakasih, tetapi kau tidak mungkin berbuat begitu kepada mama kan? Ini mama sayang, mama kandungmu!”
                Keyna terpaku mendengarkan kata-kata Sophia. Mama kandungnya? Apa maksud Sophia bahwa Jason adalah kakak kandungnya? Dia menatap Jason dan Davin berganti-ganti, berusaha mencari jawaban. Tetapi Jason tetap memasang wajah dingin dan seolah menulikan telinganya dari teriakan-teriakan Sophia, sementara Davin tampak diam dan tak tahu harus berkata apa.
                Sophia lalu dimasukkan paksa ke mobil polisi, perempuan cantik itu masih meronta-ronta dan berteriak mencoba menarik perhatian mereka, tetapi polisi tetap memasukkannya. Setelah itu mobil polisi itupun pergi membawa Sophia.
                Keyna menatap ke arah Davin dan Jason, memberanikan diri untuk bertanya,
                “Apa maksudnya tadi itu?”
                Jason menghela napas, berusaha menyingkirkan kebencian di matanya ketika membayangkan Sophia, “Apa yang dikatakan perempuan tadi benar.” Jason bahkan menolak menyebut nama Sophia, “Dia adalah ibu kandung kita, dan kau adalah adik kandungku.” Tatapannya menajam, “Dan sebagai kakakmu, aku berhak menentukan yang terbaik untukmu.”
                Jason lalu menatap Davin dengan tatapan menantang, “Keyna akan pulang ke rumahku.”
***
 Bersambung ke Part 12


1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 23, 2013 04:23

February 20, 2013

Harga Colorful Of Love




Dear readers :)Colorful Of Love sudah keluar harga pastinya
Buku akan terbit pada tanggal 1 Maret 2013 Naik cetak tanggal 1 Maret 2013, Proses produksi memerlukan waktu 10 hari kerja maksimal jadi kemungkinan jika tidak ada kendala apapun tanggal 10 as 15 Maret buku sudah sampai ke alamat dear masing2 
Untuk PO, dear bisa langsung PO ke Online Book Store di FB langganan kalian yang sudah buka Po yaah 
Untuk yang kesulitan pesan di nulsbuku,com langsung, bisa juga dibantu untuk PO ke aku lewat emailku di  demondevile@gmail.com

Untuk Pesan lewat nulisbuku belum ada, karena pemesanan di nulisbuku.com baru dilayani setelah buku terbit di sana / tidak melayani PO di muka :)


Format PO yang dilayani lewat email demondevile@gmail.com (tidak bisa lewat blog ini yah heeeee ... ) adalah sebagai berikut :

Cantumkan 
Nama  : .....
Alamat Lengkap : .....
No HP : .....
Pesanan : ........
[nanti pemesan akan diupdate ongkos kirim dan nomor untuk transfernya via email]

oh ya  Colorful Of Love ini Sweet and Soft Romance yah jd beda sama Arsas,SWTD, UH dan FTDS :))
Berikut harga dari Colorful Of Love Series :
Harga per buku ( eceran per satuan) = masing2  @Rp. 33.000 1. Perjanjian Hati / PH = 33.0002. Sweet Enemy / SE = 33.0003. You've Got Me From Hello / YGM = 33.0004. Pembunuh Cahaya/ PC = 33.000
Harga untuk kemasan BOX SET Limited Edition  ( isi 4 buku + box black trapesium )   Rp. 140.000 diskon 10% jadi = Rp. 126.000 ongkir 1kg/boxset
*untuk diskon syarat dan ketentuan berlaku
Untuk Informasi lebih lanjut bisa langsung email aku di demondevile@gmail.com yah :)
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 20, 2013 23:51

Menghitung Hujan Part 7






semua nyawa mengharap asa yang sama
saat dua hati mulai terbelenggu romansa
menjulang doa ke langit Tuhan
berucap syukur karna cinta







ah dahulu memang cinta sangat bermurah hati padamu, kemudian padakucinta...dahulu pernah merangkai jalanmu kepadaku.hingga sekarangpun.....aku masih tertinggal di masa itumasih meratap punggungmu berlalu dari ujung matakudari hidupku yang entah mengapa....selalu butuh sapamu saat pagi membuka hari.dan senyummu temaram saat petang merangkul malamkau dan cinta para dewamu.....terlalu mewah untukku menghamba


"Diandra? sudah lama menunggunya?"

Diandra menoleh mendengar panggilan itu, Lalu tersenyum ketika menyadari siapa yang menjempunya.

"Halo Axel." dengan cepat dia menghampiri sepupunya itu, meninggalkan tas nya di lantai dan memeluknya.

Axel membalas pelukannya dengan sayang, Diandra akan selalu menjadi adik kesayangannya, Axel adalah anak tunggal, dia tidak punya saudara dan satu-satunya orang yang bisa dekat dengannya adalah Diandra.

Diambilnya tas Diandra lalu mengerutkan keningnya, "Mana Reno?"

Pertanyaan Axel itu membuat mimik wajah Diandra berubah, meskipun dia berusaha menyembunyikannya di balik senyumnya yang pahit. Ya... keluarga besar mereka memang belum tahu tentang pembatalan pertunanagan sepihak yang dilakukan oleh Reno. Hanya ayah ibunya yang tahu dan Diandra melarangnya untuk memberitahukan kepada keluarganya yang lain. Itu semua karena Diandra masih berharap bahwa Reno akan kembali kepadanya, bagaimanapun caranya.

"Reno sedang sibuk." Diandra mengarang dengan cepat, "Lagipula aku kemari karena merindukan nenek."

Axel tertawa, "Dan nenek juga merindukanmu. Dari kemarin beliau sibuk menyiapkan kamarmu, dan menyuruh kami menyiapkan cemilan kesukaanmu, bahkan sekarang beliau sedang memasak makanan kesukaanmu." Axel mengedipkan sebelah matanya, "Kedatanganmu kemari benar-benar membuat nenek bersemangat...." Wajah Axel kemudian terlihat sedih, "Biarpun begitu kami tetap bisa mengerti kenapa bertahun-tahun kemarin kau tidak bisa mampir ke Bandung, apalagi mengingat kondisi Reno waktu itu yang begitu sakit, kami mengerti betapa kau mencintainya dan ingin tetap berada di sampingnya kalau-kalau yang terburuk terjadi."

Diandra merenung dengan sedih. Ya, demi Reno dulu, dia telah mengorbankan seluruh waktunya, keluarganya, hari-harinya dihabiskan untuk mendampingi Reno dan merawatnya.

Axel memperhatikan ekspresi sedih Diandra lalu menepuk punggungnya, memberikan semangat, "Hei.... kenapa kau murung? Sekarang keadaan sudah lebih baik bukan? Transplatasi jantung Reno yang sukses tentunya telah merubah hidup kalian, seperti sekarang, kau bisa main ke Bandung dan menengok kami lagi."

Ketika Axel berjalan sedikit di depannya, Diandra meringis, makin pedih. Transplatasi jantung itu memang telah merubah kehidupan mereka. Tetapi bukan ke arah yang Diandra inginkan....

*** 

"Bagaimana penampilanku?" Nana menatap ke arah cermin, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Nirina dengan cemas. Sementara Nirina sendiri tampak tersenyum geli melihat polah tingkah Nana.

"Nana... kau itu cantik memakai baju apapun dan berpenampilan apapun. Lagipula Reno mencintaimu, jadi kau memakai kertas koran sebagai bajupun dia akan bilang kalau kau cantik." gumam Nirina, tidak mampu menyembunyikan kegeliannya.

Pipi Nana memerah dia lalu duduk di tepi ranjang, menatap Nirina dengan malu, "Mungkin memang aku sedang gugup." Nana mengangkat bahunya, "Kau tahu ini adalah kencan pertamaku... sejak... sejak..."

"Sejak dengan Rangga?" Nirina melanjutkan dengan penuh pengertian. "Aku mengerti Nana. Tetapi bagaimanapun juga, kau masih muda, kau harus melanjutkan hidup. Aku yakin Rangga di sana pasti akan tersenyum bahagia melihat keadaanmu sekarang."

Nana mengangguk, tersenyum sayang ketika membayangkan Rangga. Rangganya pasti akan tersenyum karena Nana sudah bangkit dari kesedihannya, berani melangkah, memasuki cinta yang baru. 

"Kau tidak apa-apa kutinggal di sini?" Nana melirik ke arah Nirina yang sekarang sudah selonjoran di ranjangnya sambil membaca koleksi novel milik Nana.

"Aku kemari kan bukan buat menemuimu, tetapi mau mengicipi masakan mamamu yang enak." Nirina mengangkat alisnya dan tertawa, "Jangan pikirkan aku, aku akan bersenang-senang di rumahmu."

Nirina memang selalu kesepian di rumah, ibunya sudah meninggal dan dia tinggal bersama ayahnya yang selalu sibuk, bahkan di hari minggu. Karena itu Nirinya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Nana, dia sudah dianggap seperti anak sendiri di sini.

Ketukan di pintu membuat Nana terlonjak kaget. Nirina tersenyum geli dan menepuk pundak Nana dengan novel di tangannya, "Taruhan itu pasti mama yang bilang kalo Reno sudah datang."

mamanya memang yang ada di balik pintu itu dan mengatakan kalau Reno sudah menunggu di ruang tamu.

Nana menoleh gugup ke arah Nirina, "Aku... aku pergi dulu ya."

Nirina mengedipkan matanya, "Bersenang-senanglah."

*** 

Mama Nana menyapa Reno dengan ramah, sepertinya mamanya itu cukup senang dengan kedatangan Reno, selain karena Reno cukup santun dan baik, mama Reno juga menyadari bahwa Reno adalah lelaki pertama yang diajak Nana ke rumah setelah Rangga, hal itu berarti anak perempuannya ini sudah mampu bangkit dari keterpurukannya karena ditinggal Rangga.

Setelah berbasa-basi sejenak, mama Nana meninggalkan dua muda-mudi itu duduk berdua di ruang tamu.

"Mama menyukaimu." Nana berbisik pelan sambil menatap kepergian mamanya, lalu tersenyum malu-malu, "Terimakasih sudah mau datang menjemputku kemari."

"Aku senang melakukannya." Reno tersenyum tulus, "Aku juga berterimakasih karena kau mau mengundangku datang ke rumah, berkenalan dengan mamamu."

Nana tersenyum, tetapi kemudian ganjalan di hatinya itu muncul, kemarin dia masih ragu menanyakannya karena dia terlalu bahagia ketika menyadari besarnya perasaannya kepada Reno, dan takut merusak suasana.

Tetapi sekarang dia harus menanyakannya, karena semua hal harus diluruskan sebelum mereka melangkah maju.

"Reno." Ekspresi Nana berubah serius, "Ada yang ingin aku tanyakan..."

"Tentang apa?" Reno terlihat tenang, tetapi matanya bersinar waspada.

"Aku menerima telepon pada suatu malam...." Nana menatap Reno dalam-dalam, "Katanya dari mamamu, dan kalau dia memang benar-benr mamamu, dia bilang aku harus membujukmu agar mau pulang menemui tunanganmu yang sakit.." Nana menghembuskan napas panjang, "Katanya semua akan dijelaskan... tetapi kemudian aku datang ke resroran yang telah disepakati, menunggu sampai dua jam dan tidak ada siapapun yang datang." Nana menatap Reno penuh pertanyaan, 'Kau bisa menjelaskan tentang itu semua?"

Reno menghela napas panjang. Dia tahu pertanyaan ini akan datang juga dari Nana, telepon mamanya memang tidak mungkin bisa diabaikan begitu saja. Haruskah Reno menjelaskan semuanya kepada Nana? Tetapi dia masih merasa belum waktunya. Ikatan perasaan antara dia dan Nana harus lebih diperdalam sebelum pada akhirnya dia membuka  seluruh rahasianya kepada Nana.

"Itu memang mamaku." Reno akhirnya berkata, "Tetapi yang dia bicarakan adalah mantan tunanganku."

"Mantan tunanganmu?" Nana mengeryitkan keningnya kaget.

"Ya... aku sudah memutuskan hubunganku dengannya karena aku sampai pada suatu titik kesadaran bahwa aku tidak mencintainya lagi." Reno menatap Nana dengan sedih, "Kemarin dia sakit jadi mamaku yang merasa ikut bersalah memutuskan menghubungimu, dia tahu bahwa aku mencintaimu dan berpikir bahwa kau mungkin bisa mengetuk nuraniku untuk menjenguk mantan tunanganku itu. Mama mungkin membatalkan niatnya untuk menemuimu karena aku saat itu sudah pulang untuk menjenguk mantan tunanganku."

Nana menelan ludahnya, "Apakah kau memutuskan pertunanganmu karena aku?" Rasa bersalah menyergap perasaannya, kalau Reno sampai memutuskan pertunangannya karena jatuh cinta kepadanya, dia tidak akan sanggup menahan rasa bersalahnya. Bayangan dirinya bersenang-senang di atas penderitaan perempuan lain sungguh tidak tertahankan.

Reno menggelengkan kepalanya, "Tidak Nana, aku memutuskan pertunangan itu bahkan sebelum aku pergi ke Bandung, sebelum aku bertemu denganmu, dan sebelum aku jatuh cinta kepadamu." Reno tidak bohong dalam hal ini, dia memang memutuskan Diandra sebelum dia bertemu Nana. "Aku memutuskan pertunangan itu karena menyadari bahwa sudah tidak ada cinta untuknya, jantungku tidak berdebar karena bersamanya, dan aku rasa tidak baik mempertahankan sesuatu yang hambar, apalagi sampai dibawa ke jenjang pernikahan."

Nana tercenung memikirkan penjelasan Reno, dia memang tidak bisa menyalahkan Reno kalau itu memang yang menjadi alasan keputusan Reno.... sedikit banyak dia lega karena Reno memutuskan tunangannya bukan karena dirinya. Ditatapnya Reno dengan hati-hati, "Apakah mantan tunanganmu itu baik-baik saja sekarang?"

Reno menganggukkan kepalanya, "Kemarin aku pulang untuk menemuinya, dia perempuan yang kuat, aku yakin dia akan bangkit dan bisa menemukan seorang laki-laki yang bisa mencintainya dan dicintainya dengan sepenuh hati." Reno lalu beranjak, mencoba mengalihkan percakapan dari suasana yang membuat murung itu,

"Yuk kita jalan. Jangan dibahas lagi ya, itu masa lalu dan sekarang aku sudah melangkah maju." Reno mengulurkan tangannya kepada Nana, "Bersamamu."

Sejenak Nana ragu, lalu dia membalas uluran tangan Reno.

***

"Jadi setelah ini kita kemana?" Mereka hendak keluar dari gedung itu, setelah menonton film pilihan mereka. Ternyata hujan sedang turun dengan derasnya di luar, membuat benteng segaris air yang kelabu menutup pemandangan saking derasnya. Langit gelap bahkan di jam sorepun sudah tampak seperti tengah malam yang pekat.

Akhirnya Reno mengajak Nana kembali masuk ke gedung itu, mereka duduk di Cafe di lantai empat yang berdinding kaca bening, sehingga pemandangan hujan yang menghantam-hantam kaca tampak begitu jelas. Nana dan Reno memilih tempat yang langsung berdekatan dengan dinding kaca itu.

Seharusnya Nana tidak menyukai suasana ini, seperti kebanyakan orang yang menggerutu karena hujan telah merusak hari mereka.  Tetapi tidak, dia malahan merasa senang, karena hujan baginya telah menciptakan aura yang membungkusnya, aura melankolis yang membuatnya semakin yakin bahwa dia telah jatuh cinta.

Nana tersenyum kepada Reno, "Kita di sini saja dulu, menghitung hujan."

"Menghitung hujan?" Reno mengernyitkan keningnya, "Bagaimana bisa?"

"Aku selalu melakukannya kalau sedang sedih.....Kau lihat itu?" Nana menunjuk ke arah kaca di sebelahnya.

"Lihat apa?" Reno mendekatkan tubuhnya dengan tertarik ke arah yang ditunjuk Nana 

"Buliran-buliran air hujan yang menempel di kaca. Ketika aku melamun aku selalu menghitungnya, mengamatinya sampai buliran itu meleleh dan hilang... lalu mengitung lagi dan lagi." Nana menatap Reno yang melihatnya sambil mengangkat alis, lalu menundukkan kepalanya malu, "Maafkan aku, aku aneh ya."

Reno tergelak, mengulurkan jemarinya untuk mengacak rambut Nana, "Ya kau memang aneh, tapi kau orang aneh yang kucintai." 

Mereka bertatapan, saling bertukar pandang, penuh cinta. Hati mereka diliputi oleh kebagagiaan yang luar biasa, jantung Reno berdegup ringan, merasa bahagia. Tetapi bukan hanya jantungnya saja yang berbahagia, Sekujur tubuh Reno seolah bernyanyi, mengucap syukur atas kebahagiaan yang telah lama diimpikannya ini. Kebahagiaan karena bisa ada di dekat Nana, kebahagiaan karena bisa memiliki hati Nana.

"Aku dulu juga suka menghitung hujan tanpa sadar." Reno bertopang dagu, menatap ke arah kaca itu, "Dulu aku sempat sakit dan dirawat di rumah sakit lama."

"Kau sakit apa?" sela Nana dengan cemas.

Reno tersenyum samar, "Bukan sakit yang penting." Elaknya, "Dan aku sering merasa hujan di rumah sakit. Saat paling menyenangkan buatku adalah ketika hujan turun, lalu aku akan menatap tetesan demi tetesannya yang berjatuhan dari jendelaku yang terbuka." Dia tersenyum menatap Nana, "Sepertinya kita sama ya."

Nana terkekeh lalu membiarkan jemarinya direngkuh ke dalam genggaman tangan Reno, "Kita bisa duduk dan menghabiskan waktu diam berdua tanpa bosan, sambil menghitung hujan."

"Ide yang bagus." Reno mengangkat alisnya, "Mari kita lakukan."

Dan demikianlah Reno dan Nana. Duduk berdua, bergenggaman tangan, menghitung hujan bersama-sama.

*** 

Nana sedang mengunjungi toko buku kecil langganannya di lokasi dekat kampus, Nirina tidak ada bersamanya karena sahabatnya itu sedang kuliah  tambahan. Dengan asyik Nana menelusuri barisan buku-buku yang tertata rapi di bagian fiksi, mencari kisah romantis baru untuk di bawa pulang.

Ketika tidak menemukan apa yang dicarinya, Nana berbalik, hendak menuju bagian new release di sudut lain toko itu, ketika kemudian dia menabrak seseorang yang sedang membawa tumpukan buku-buku hingga yang dibawanya itu jatuh berserakan di lantai.

"Oh maaf." Nana dan orang yang dtabraknya itu sama-sama berjongkok untuk mengambil buku itu, Nana mendongak dan menatap orang yang ditatapnya, seorang perempuan .... sangat cantik. Dengan cekatan Nana mengambil buku-buku yang berserakan itu lalu berdiri diikuti perempuan itu, dan menyodorkan buku-buku itu kepada perempuan itu. 'Maafkan saya ceroboh, saya tidak tahu ada orang di belakang."

Perempuan cantik itu menerima buku-buku dari Nana dan memeluknya di tangannya, "Tidak apa-apa, aku juga tadi berjalan lurus saja, tidak melihat ke kanan dan ke kiri."

"Itu Jane Eyre." Nana tidak bisa menahan diri ketika melihat sampul salah satu buku yang berada di bagian depan di pelukan perempuan itu, "Aku juga punya satu di rumah."

"Oh ya?" perempuan itu melirik ke arah bukunya dan tersenyum malu-malu, "Aku sedang berlibur di Bandung, dan sengaja membeli buku-buku yang banyak sebagai teman kebosananku. Dari sinopsisnya di bagaian belakang buku, sepertinya ini buku yang menarik."

"Sangat menarik. Ini adalah buku romance dari tulisan sastra lama inggris, diterbitkan pertama kali tahun 1847 dan kisah cintanya masih bertahan sampai sekarang." Nana memutar bola matanya, "Ketika Charlotte Brontte menerbitkannya pada tahun itu, buku ini menuai banyak kontroversi."

"Kenapa?" Perempuan itu tampak tertarik.

"Karena kisah cintanya yang tidak biasa. Jane Eyre adalah perempuan mandiri dari keluarga kaya, ketika ayahnya meninggal dia terusir begitu saja dengan hartanya dikuasai oleh ibu dan adik tirinya, mirip kisah cinderella yah." Nana terkekeh, "Tetapi kemudian dia menjadi guru untuk mengajar seorang anak kecil, anak dari bangsawan kaya yang sudah menjadi duda, dia harus tinggal di sebuah kastil gelap, dimana kabarnya kastil itu berhantu dan sang pemilik adalah bangsawan yang sangat menakutkan, tetapi tidak pernah ada di rumah karena begitu sibuknya dengan bisnisnya. Dia mengajar anak bangsawan itu, seorang gadis kecil yang sangat mencuri hatinya sehingga Jane sangat menyayanginya. Tetapi kemudian bangsawan itu pulang ke kastilnya, dan Jane melihat bahwa bangsawan itu sangat tampan meskipun sikapnya misterius dan menakutkan." Nana mengedipkan sebelah matanya, "Ada begitu banyak misteri di kastil itu dibalut kisah romance yang sangat menarik antara sang guru pribadi dengan sang bangsawan, ..... kisha misterinya digambarkan dengan baik, bahkan aku sampai merinding membacanya, tetapi begitu membacanya kau tidak akan bisa berhenti, karena kau pasti sangat ingin tahu rahasia gelap dan mengerikan apa yang tersembunyi di kastil itu....aku tidak akan menjelaskan lebih lanjut kepadamu karena nanti akan merusak kejutannya."

Perempuan itu terkekeh, "Kau membuatku ingin cepat-cepat pulang dan membacanya untuk mengetahui rahasia gelap apa yang ada di sana." Lalu perempuan itu mengulurkan tangannya, "Kita sampai lupa berkenalan... namaku Diand.....", perempuan itu berdehem, "..... panggil aku Dian."

Nana tersenyum ramah dan membalas uluran tangan itu, menjabatnya dengan hangat, "Dan aku Nana."

*** 
Bersambung ke Part 8

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 20, 2013 19:47

February 18, 2013

Sweet Enemy Part 10



Keyna menatap perempuan itu yang sedang berdiri sambil tersenyum aneh kepadanya. Perempuan itu sangat cantik, tentu saja, meskipun sudah setengah baya. Pakaiannya berwarna merah mencolok dan dandanannya lumayan berani dengan warna-warna tak kalah terang.
Saat ini pengawal perempuan itu sudah memborgol tangannya di ranjang hingga Keyna tidak bisa bergerak. Dia hanya diam tak berdaya di bawah tatapan perempuan itu.
"Kau tumbuh menjadi perempuan mungil yang cantik, Keyna." Perempuan itu tersenyum manis sambil mengawasi seluruh penampilan Keyna. 
Sementara itu Keyna mengernyitkan matanya, kenapa perempuan itu mengetahui namanya? dan dari kata-katanya yang mengatakan bahwa Keyna tumbuh menjadi perempuan yang cantuk... seolah-olah dia tahu tentang masa kecil Keyna. 
Tetapi siapa dia? Keyna bahkan tidak punya ingatan sama sekali tentang perempuan ini. Kalau benar perempuan ini mengenal Keyna di masa kecilnya, mungkin saja memang Keyna tidak ingat. Keyna melupakan semua kenangan tentang masa kecilnya, entah kenapa. Ayahnya juga tidak pernah menanyakan tentang itu, seolah ada tembok pembatas yang menutup antara Keyna kecil dengan Keyna yang sekarang, ingatan pertamanya di masa kecilnya adalah ketika ayahnya membawanya ke rumah mereka yang sederhana. Sejak saat itu, di dunia ini hanya ada Keyna dan ayahnya. Ayahnya bilang mereka hanya tinggal berdua karena ibunya telah meninggal.
"Apakah kau mengenalku di masa kecilku?" Keyna menatap perempuan itu dengan berani, "Kata-katamu seolah tahu bagaimana aku di waktu kecil."
Apa maksud perempuan ini? Keyna mengerutkan keningnya bingung, Tetapi rupanya perempuan itu tidak ingin membantu menjelaskan kebingungannya, dia malah berdiri, masih dengan senyum manisnya,
"Mungkin lebih baik kalau kau tidak ingat siapa aku, aku jadi lebih leluasa." dikedipkannya sebelah matanya, "Sementara kau bisa memanggilku Sophia sampai kau ingat."
Lalu Sophia pergi, meninggalkan Keyna di kamar itu terkurung dan terborgol, tak bisa kemana-mana.
*** 
Setelah menerima telepon dari orang yang meminta tebusan itu, Davin menatap Jason yang duduk di depannya dengan tajam, polisi sedang berkumpul di sisi yang lain mencoba melacak telepon itu dan juga suara peneleponnya, sementara Sefrina tadi meminta izin untuk ke kamar mandi. Sementara itu Erland ada di bandara untuk menjemput mama Davin yang sebentar lagi mendarat.
"Apa maksud kata-katamu tadi?"
Jason hanya melirik ke arah Davin, lalu memalingkan mukanya, "Bukan apa-apa."
"Kau bilang kalau Keyna adalah adikmu."
Mata Jason menatap dengan tajam, "Dia memang adikku."
"Bagaimana bisa?" Davin memajukan tubuhnya, "Kau  berasal dari keluarga kaya, dan Keyna...."
"Aku adalah anak angkat." Jason menjelaskan dengan dingin. "Keyna adalah adik kandungku. Ya, kalau kau bertanya, Robert adalah ayahku, dari dialah aku menuruni bakat bermain biola. Kami dulu satu keluarga yang utuh, ayahku, ibuku, aku dan Keyna." Tatapan Jason berubah penuh kebencian. "Sampai kemudian ayah menyelamatkan seorang anak kecil dan kariernya hancur... dia tidak bisa bermain biola lagi, dan semua rencana masa depan keluarga kami musnah..... ibuku meninggalkan ayahku dan membawaku pergi, memisahkan aku dari Keyna yang dibawa oleh ayahku."
"Apa?" wajah Davin memucat mendengar penjelasan Jason, matanya masih bersinar tidak percaya, "Oh.. Astaga..."
"Kau terkejut Davin?" Jason tersenyum sinis, "Apalagi aku. Sejak awal aku sudah curiga Keyna adalah adikku, dan aku mencari tahu. Semuanya jelas ketika kau menjelaskan bahwa kau berhutang budi kepada Keyna karena ayah kami menyelamatkanmu." Jason menyipitkan matanya, "Secara tidak langsung, kaulah yang memecahkan keluarga kami menjadi tercerai berai."
Davin meremas rambutnya dengan frustrasi, informasi ini sama sekali tidak disangka-sangkanya, Bagaikan hantaman yang mengejutkan. 
"Dan aku bersumpah, Davin. Kau tidak akan bisa membuat kami terpisah lagi. Keyna adalah adikku, dan sudah saatnya aku mengklaim hak-ku sebagai kakaknya. Akulah yang berhak melindungi dan menjaganya, bukan kau. Dan kalau Keyna kembali nanti, aku akan menjauhkan Keyna darimu."
Davin masih tidak mampu berkata-kata. Tetapi bayangan Jason akan menjauhkan Keyna darinya membuat jantungnya terasa diremas. Tidak! dia tidak akan mau dijauhkan dari Keyna. Tetapi... bagaimana kalau Keyna yang pada akhirnya menjauhinya? Bagaimana kalau sama seperti Jason sekarang, setelah mengetahui bahwa dialah yang menyebabkan mimpi dan karier Robert hancur hingga meninggal dalam kemiskinan, Keyna akan membencinya dan menyalahkannya?
Davin belum sempat bersuara ketika polisi mendatanginya untuk memberikan informasi,
"Kami sudah mencoba melacak telepon itu, tetapi belum berhasil karena penculik menggunakan telepon sekali pakai, yang sekarang sudah tidak aktif lagi.... sementara itu dari analisis suara, penculik mengubah suaranya tetapi kami bisa pastikan bahwa suara itu adalah suara seorang perempuan."
Davin dan Jason sama-sama tertegun. Perempuan?
*** 
Sefrina berjalan pelan-pelan menelusuri lorong di lantai dua. Semua orang tampaknya sibuk di lantai bawah, sehingga lantai dua mansion ini tampak lengang. Dia membuka handel pintu dan mengintip, dari tadi dia belum menemukan kamar yang dicarinya.
Di pintu ketiga inilah dia menemukan kamar yang  dicarinya, seringainya melebar dan setelah menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya, Sefrina melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya dengan hati-hati.
Di pandangnya seluruh area kamar itu dengan haus, lalu dia mengeluarkan kamera untuk memotret setiap sudutnya, siapa tahu pada malam-malam sepinya dia ingin melihat-lihat gambar kamar-kamar ini dan membayangkan pemiliknya.
Matanya mengarah ke arah lemari pakaian, dengan bersemangat dibukanya lemari pakaian itu, baju-baju tertumpuk rapi di sana. Sefrina menyentuhkan jemarinya ke seluruh pakaian itu, kemudian matanya melirik jaket yang tersampir di kursi. Diraihnya jaket itu dan dipeluknya, dihirupnya aroma itu dengan sepenuh kenikmatannya. 
Lalu dia duduk di kursi itu dan menemukan parfum sang pemilik kamar. Dengan penuh gairah, diambilnya parfum itu dan dioleskannya ke leher, dan di antara buah dadanya.
Sekarang aroma mereka akan sama. Sefrina mencatat nama parfum itu dalam hati, berjanji akan membelinya nanti
Setelah itu dia melangkah keluar dari kamar dengan seringai puas, karena telah berhasil memasuki area paling pribadi orang yang sangat sangat diinginkannya...
*** 
Charles datang beberapa saat kemudian menemui Sophia. Charles adalah pemuda dengan usia 15 tahun di bawah Sophia, dia bekerja sebagai bartender di klub tempat Sophia sering datang dan mereka akhirnya menjadi sepasang kekasih yang sangat cocok dalam memuaskan gairah masing-masing. Charles jugalah yang memberinya ide untuk menculik Keyna dan kemudian mereka akan membagi hasilnya bersama, 
"Kau bisa pergi Felish." Sophia mengayunkan tangannya menyuruh pengawal perempuannya pergi. Dia mendapatkan Felish dari rekomendasi Charles juga, meskipun perempuan, Felish sangat ahli bela diri dan sangat mahir melakukan pekerjaan kotor lainnya seperti penculikan itu misalnya. Felish bersedia bekerjasama kalau dia dibayar gajinya senilai 20% dari hasil penculikan itu, dan tentu saja Sophia menyetujuinya, karena kalau dikurangi 20% pun, hasil penculikan itu masih cukup banyak kalau dibagi antara dia dan Charles.
Setelah Felish pergi, Sophia menyilangkan kakinya dnegan menggoda, membuat Charles meliriknya dengan bergairah, yah meskipun jauh lebih tua, tubuh Sophia masih menggiurkan bagi setiap laki-laki yang melihatnya.
"Jadi kau sudah meminta uang seperti yang kita bicarakan kemarin?" mata Charles masih melirik ke arah paha Sophia, membuat Sophia tersenyum puas,
"Aku memintanya dan mereka menyetujuinya tanpa protes, kita akan mendapatkan uang itu lusa."
Charles terkekeh, "Jadi benar kalau Davin Jonathan sangat tergila-gila kepada anakmu ya?" matanya mengedip genit, "Tidak heran. Kau ibunya, juga selalu bisa membuat para lelaki tergila-gila, mungkin bakat itu menurun darimu."
Sophia tertawa genit, "Mungkin juga. Tetapi aku jelas lebih cantik dari anak itu." Sophia menyulut rokoknya dan duduk dengan santai, "Semua berjalan lancar, dan kita akan kaya sebentar lagi."
"Ya..." Charles memajukan  tubuhnya, "Tidakkah terpikir olehmu kalau kau bisa mendapatkan uang lebih?" matanya bersinar licik.
"Uang lebih?" Sophia tampak tertarik, apapun yang berhubungan dengan uang dan kekayaan selalu menarik baginya, "Bagaimana caranya?"
"Jason." gumam Charles penuh arti, "Katamu dia sekarang jadi anak kaya dan pewaris tunggal ... tentu saja dia menginginkan adiknya kembali bukan?"
Sophia mengerutkan keningnya, "Jason memang selalu ada bersama Keyna, itu dari pengintaianku.. tetapi sepertinya mereka tidak menyadari kalau mereka adalah kakak beradik."
"Kau bisa meneleponnya diam-diam, atau aku yang akan melakukannya supaya dia tidak curiga bahwa kaulah dalang di balik semua ini." Charles menatap dengan membujuk, "Aku akan memberikan informasi kepadanya bahwa Keyna adalah adiknya, dan melarangnya memberitahu Davin kalau aku menelepon, kemudian aku akan meminta sejumlah besar uang darinya untuk informasi keberadaan Keyna, tentu saja aku akan mengatur agar dia mengetahuinya sama dengan Davin, jadi dengan begitu kita mendapatkan pemasukan ganda dari dua lelaki ini." Charles terkekeh, "Ideku cukup bagus bukan?"
Sophia mengernyitkan keningnya dan tercenung, dihisapnya rokoknya dalam-dalam, lalui dia membunuh rokok itu di asbak, dahinya mengernyit tidak setuju. "Tidak Charles, aku tidak akan melakukannya, itu sama saja bunuh diri, Jason akan menyadari bahwa dalangnya adalah aku dan rencana kita akan gagal."
Charles menghela napas panjang dan mengangkat bahu, "Oke, aku tidak akan melakukannya kalau kau tidak setuju, sayang, aku cuma usul kok."
Sophie menatap Charles mesra, "Terimakasih sayang, lagipula uang tebusan kita sudah cukup banyak untuk kita bersenang-senang." matanya berubah sensual, "Kita bisa menyewa tempat pribadi dan bercinta seharian di sana."
Charles balas tersenyum dengan sensual, tetapi benaknya berkecamuk. 
Tidak. Uang itu tidak cukup, Charles masih harus membaginya dengan Sophia dan si pengawal itu. Dia harus mendapatkan uang lebih itu. Dan jikalau Sophia tidak mau bekerjasama dengannya, dia akan bertindak sendiri, dia akan menghubungi Jason dan meminta uang sebanyak mungkin, meskipun itu harus mengorbankan Sophia....
*** 
"Kalian harus makan." Sefrina memarahi Davin dan Jason yang menolak untuk makan, padahal koki mansion telah menyiapkan sejumlah makanan besar untuk menjamu mereka dan team polisi yang masih bertugas di rumah itu, menanti telepon selanjutnya. "Dalam kondisi seperti ini kalian harus kuat, kalau kalian tidak makan, kalian akan lemah dan mungkiin jatuh sakit."
Jason tetap tak bergeming, hanya melemparkan tatapan dingin kepada Sefrina  tetapi Davin tersenyum dan menatap Sefrin dengan berterimakasih, 
"Terimakasih Sefrina, aku akan makan nanti." 
Sefrina menganggukkan kepalanya dengan manis, "Kau tidak keberatan kan kalau kau menginap di sini? aku ingin mengetahui perkembangan kabar tentang Keyna secepat mungkin."
Davin menganggukkan kepalanya, "Tentu saja tidak, Sefrina, kau tinggal bilang kepada kepala pelayan dan mereka akan menyiapkan kamarmu."
"Aku tidak mau merepotkan.." suara Sefrina tampak ragu, "Bolehkah aku tidur di kamar Keyna saja?"
Jason langsung menegakkan tubuh dan menatap Sefrina curiga, tetapi tidak berkata apa-apa. Sementara itu Davin menatap Sefrina sambil mengerutkan alisnya, "Kenapa kau memilih tidur di kamar Keyna?"
Mata Sefrina tampak sedih, "Aku merindukan Keyna, dan aku mencemaskannya, mungkin dengan berada di kamarnya aku bisa lebih tenang, dan berdoa untuknya."
Davin masih menatap Sefrina bingung, tetapi kemudian dia menemukan ketulusan di mata perempuan itu, dia mengangkat bahunya, "Terserah kamu Sefrina, yang penting kau merasa nyaman."
"Terimakasih Davin." Mata Sefrina melebar dan berbinar, hal itu tak luput dari perhatian Jason yang menatap curiga. Tetapi pikirannya terlalu kalut sehingga dia kemudian hanya memalingkan matanya ke arah lain dan menunggu.
*** 
Penculik itu menelepon beberapa jam setelahnya, menginformasikan cara pemberian uang itu. Uang itu harus tunai, dengan nomor seri acak dan dimasukkan ke dalam ransel warna hitam bermerk khusus, merk yang sangat terkenal di kalangan anak muda akhir-akhir ini.
Davin sendiri yang harus membawa ransel berisi uang itu, dan meletakkannya di sudut taman kota, dekat area olahraga, di sebuah tong sampah yang ada di sana. 
Penyerahan uang itu lusa, tepat pukul sembilan pagi, dan tidak boleh ada polisi. Kalau penculik tahu ada polisi, maka Keyna akan dibunuh,
Davin menyetujui semua itu, sehingga ketika polisi hendak mengiringinya untuk menyergap penculik itu, Davin menolak,
"Uang ini tidak masalah bagiku, yang penting Keyna kembali."
"Tapi bagaimana kalau anda menyerahkan uang itu, ternyata penculik mengubah pikirannya dan tidak melepaskan nona Keyna? sampai sekarang kita juga tidak tahu kondisi nona Keyna bagaimana....apakah dia masih hidup, apakah kondisinya baik... setidaknya izinkan saya memasang pelacak di ransel itu."
Davin mengerutkan keningnya, bayangan Keyna dilukai atau bahkan meninggal membuatnya ketakutan, "Lakukan apapun yang menurut anda perlu, tetapi berjanjilah anda tidak akan membahayakan keadaan Keyna."
***
Gadis itu sedang tertidur pulas, Charles mengintip dari pintu yang rupanya lupa dikunci, tadi pelayan mengirimkan makanan ke kamar ini, dan yang pasti lupa menguncinya, karena kuncinya masih tergantung di luar pintu, menggoda Charles untuk membukanya. Lagipula pintu ini tidak perlu dikunci, kata Sophia toh Keyna sudah di borgol di ranjang sehingga kemungkinannya melarikan diri kecil.. Hari sudah menjelang malam dan ruangan ini sedikit temaram, tetapi mata Charles masih bisa melihat kecantikan di wajah Keyna yang sedang tertidur kelelahan karena seharian ini mencoba melepaskan diri dari borgol dan berteriak-teriak minta dilepaskan, tetapi sia-sia.
Dengan hati-hati dia melangkah masuk dan makin dekat di sisi ranjang. Wow... Keyna memang cantik, dan masih ranum dan tubuhnya sangat muda dan segar.
Pikiran mesum langsung melintas di otaknya, Dia sangat ingin mencicipi tubuh ranum ini sebelum dikembalikan, rasanya pasti nikmat...
Dengan penuh nafsu Charles duduk dipinggir ranjang, tangannya mengelus betis Keyna.
Keyna yang sedang tertidur langsung terjaga dan waspada. Matanya membelalak ketakutan ketika melihat lelaki yang tidak dikenalnya sedang duduk di tepi ranjangnya dan menyeringai mesum, dan jemari lelaki itu menggerayangi betisnya.
"Apa yang kau lakukan??" Keyna berteriak panik, membuat lelaki itu ikut panik, dia berusaha membekap mulut Keyna tetapi Keyna meronta-ronta dan mencoba berteriak sekeras mungking, membuat lelaki itu kewalahan,
"Ada apa ini?" Sophia muncul di depan pintu menatap curiga ke arah Charles dan Keyna, dia memakai jubh tidurnya dan tampaknya terbangun dari tidurnya.
Charles tersenyum kepada Sophia, "Aku hanya ingin melihatnya Sophia... dan perempuan bodoh ini meronta-ronta entah kenapa...."
"Kau menggerayangi kakiku!!" Berteriak keras membuat Sophia menatap Charles yang pucat dengan tatapan menuduh.
"Keluar dari kamar ini Charles!" serunya marah, dan langsung dituruti Charles yang segera keluar dari kamar itu.
Setelah itu Sophia berkacak pinggang dan menatap Keyna dengan cemburu, "Kau memang lebih muda dariku. tapi kau tidak lebih cantik dariku, akulah yang paling cantik, jadi jangan seperti perempuan murahan yang menggoda kekasihku, mengerti?" Sophia berteriak marah sebelum melangkah keluar dan membanting pintu itu dengan suara berdebum.
Ketika mengunci pintu itu dari luar, dia menatap Charles yang menunggu di sana dengan tatapan bersalah.
"Kuharap kau tidak marah sayang, aku hanya ingin menggodanya." jemari Charles terulur dan menelusuri pipi Sophia dengan lembut.
Sophia langsung mengibaskan tangan Charles dengan marah, "Kau keterlaluan Charles, menggoda anak itu hanya karena dia lebih muda." matanya menyala-nyala. "Kalau kau tidak bisa menjaga tanganmu, aku akan mengeluarkanmu dari rencana ini, aku akan menendangmu dan kau akan pergi tanpa sepeser uangpun!"
Lalu dengan langkah berderap, Sophia pergi dan meninggalkan Charles yang termenung dan menatap sampai sosok Sophia hilang di belokan lorong.
Tidak mendapatkan sepeserpun? Charles menyeringai jahat, melirik ke arah kamar Keyna yang sekarang terkunci rapat. Sophia sangat bodoh berani-beraninya mengancamnya. Dia semakin berbulat tekad untuk mengambil jalannya sendiri. 
Charles lebih cerdik dan licik daripada Sophia. Dia akan mengorbankan Sophia dan yang pasti dia akan mendapatkan banyak uang.
*** 
Tengah malam ketika ponsel Jason berbunyi. Dia dan Davin yang rupanya tertidur di ruang tamu tergeragap bersamaan.
Nomor itu tidak dikenal, Jason mengernyit sementara Davin memperhatikannya dengan tegang.Jason lalu mengangkatnya,
"Halo Jason." suara di sana terdengar licik dan menyebalkan, suara seorang laki-laki, "Kau mungkin kaget kalau mendapatkan informasi ini, tetapi Keyna adalah adik kandungmu."
"Siapa ini?" Jason langsung menyambar marah, membuat Davin memperhatikannya dengan seksama.
Suara di seberang sana terkekeh, "Kau tidak perlu tahu tentang aku....kalau kau ingin menyelamatkan adikmu, aku punya informasi yang berguna untukmu, tetapi tentu saja kau harus membayarnya di muka."
"Apa maksudmu?"
"Aku minta uang." Suara diseberang sana masih penuh senyuman, "Dan akan kuberitahukan dimana lokasi adikmu diculik. Aku akan mengubungimu lagi nanti."
Lalu telepon itu ditutup.
Jason termangu, tetapi Davin menyadarkannya dengan pertanyaannya.
"Siapa?"
Jason mengernyit. "Penelepon misterius, dia berkata akan memberitahukan posisi Keyna asal aku memberinya uang."
Davin langsung menegakkan tubuhnya. "Apa?"
"Ya..." Jason tercenung, "Dan anehnya dia memberiku info bahwa Keyna adalah adikku.. tidak pernah ada orang yang tahu tentang hubungan kami ini, orangtua kami tidak punya saudara, bahkan tidak ada yang bisa melacak keberadaanku setelah aku diambil sebagai anak angkat, namakupun berubah... tidak ada yang bisa melacakku sebagai kakak Keyna, kecuali......" Matanya menajam menatap Davin sungguh-sungguh, "Kurasa Davin... penculikan ini ada hubungannya dengan.... ibuku."
*** Bersambung ke Part 11

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 18, 2013 04:21

February 15, 2013

Menghitung Hujan Part 6


Aku dan kamu....Memaafkan keraguan, 
berdansa dengan kepercayaan.
Mengertikan kemelut hati yang tersesat, 
tuk mencari tahu jalan pulang.
Memilih hidup yang hanya satu
Hanya satu, dan selalu begitu
Tak ada ragu
Selalu kembali kepadamu...


Reno menyuapi Diandra dengan bubur dari rumah sakit. Diandra memang belum boleh menyantap makanan yang keras karena perutnya masih belum bisa mencernanya, tetapi dia sudah bisa makan bubur sehingga tidak tergantung lagi pada infusnya.
Mereka tidak pernah membahas lagi tentang perpisahan. Reno menahan dirinya, mencoba bertahan untuk berada di samping Diandra dan merawatnya ketika perempuan itu sakit.
Semua orang benar, Reno menyimpan hutang budi yang luar biasa kepada Diandra, dia baru menyadarinya sekarang, bahwa merawat orang sakit ternyata melelahkan. Dan Diandra telah melakukan bertahun-tahun untuknya, merawatnya ketika dia lemah tak berdaya.
Mungkin jauh di dasar hatinya Reno berharap apa yang dilakukannya ini bisa menebus hutang budinya kepada Diandra. Meskipun ia yakin bahwa itu tidak mungkin. Hutang budinya terlalu besar, dan hanya bisa dibayar kalau dia melanjutkan pertunangannya dengan Diandra menuju jenjang pernikahan.
Raganya hidup tapi jiwanya mati....
*** 
"Reno?" bisikan Diandra lirih, membangunkan Reno dari lamunannya. Lelaki itu tergeragap dan mengalihkan matanya ke arah Diandra.
"Apa Diandra?"
Diandra mengamatinya dalam-dalam, lalu menatap ke arah mangkuk yang dibawa Reno, "Buburnya sudah habis."
Reno menunduk dan mengamati mangkuk di tangannya. Mangkuk itu sudah habis isinya, dia bahkan tidak ingat sudah menyuapi Diandra sampai habis. Ditatapnya Diandra dengan malu, "Maaf."
Diandra tersenyum lembut, "Tidak apa-apa Reno."
Reno kemudian berdiri dan meletakkan mangkuk itu ke nampan piring kotor, setelah itu dia menoleh ke arah Diandra, "Bagaimana keadaanmu?"
Diandra meringis, "Masih sakit."
Hal itu membuat Reno menghela napas, kondisi Diandra sudah membaik, itu pasti. Rona mukanya sudah cerah, bahkan dokterpun mengatakan bahwa Diandra sudah boleh pulang asal beristirahat di rumah dengan intens. Tetapi Diandra selalu mengatakan bahwa dia masih sakit dan tidak mau meninggalkan rumah sakit, dia selalu mengeluh perutnya sakit dan kepalanya pusing. Semula Reno bingung, tetapi kemudian Reno menyadari, bahwa Diandra selalu mengatakan bahwa dirinya sakit karena ketakutan, dia takut ditinggalkan Reno lagi kalau ternyata dia sudah sehat.
Apa yang dilakukan Diandra itu membuat Reno sedih. Oh ya ampun, kenapa perempuan ini begitu mencintainya? Kenapa dia tidak bisa melepaskan Reno dengan mudah? Kenapa dia begitu menginginkan Reno bersamanya? 
Pemikiran itu membuat Reno merasa frustrasi, tetapi dia menahannya. Diandra pernah berakhir dalam kondisi buruk ketika Reno bersikap tegas dan menolaknya. Reno tidak mau Diandra berakhir di rumah sakit lagi atau menanggung resiko fatal kalau dia meninggalkannya lagi kali ini. Kalau dia meninggalkan Diandra, dia ingin perempuan itu sudah melepasnya dengan besar hati, tidak meratapinya lagi.
Reno duduk di kursi di tepi ranjang dan menatap Diandra lurus-lurus,
"Aku harus kembali kuliah. Aku sudah bolos hampir dua minggu."
Wajah Diandra langsung berubah sedih dan tersiksa, "Kau akan meninggalkanku?" tiba-tiba bening mengalir di pipinya, "Kau akan kembali kepada perempuan itu?"
Reno menghela napas pahit, "Bagaimanapun juga aku harus kembali ke sana Diandra, kuliahku sudah terbengkalai, padahal aku baru memulainya."
"Kau bisa memulai kuliahmu kapanpun." Diandra menatap keras kepala, "Dulu ketika sakit kau menunda kuliah maguistermu dan kau baik-baik saja. Kenapa sekarang kau tidak bisa melakukan hal yang sama?"
"Diandra.." Reno bergumam frustrasi, "Tidak semudah itu, aku tidak bisa berhenti begitu saja, aku harus mengajukan cuti, mengikuti prosedur dan lainnya. Kalau tidak kuliahku selama ini akan hangus sia-sia."
"Biarkan saja." Diandra tersenyum pahit, "Toh kau mengambil kuliah itu bukan murni untuk kuliah, itu hanya salah satu alasanmu supaya bisa ke kota itu dan menemui perempuan itu."
"Diandra." suara Reno agak keras, mengingatkan. Membuat Diandra terdiam dan mengusap air matanya yang meleleh semakin deras.
"Aku tidak bisa lama di sini, aku harus kembali."
"Demi perempuan itu? Kau tega melakukannya kepadaku, Reno?"
"Ini bukan masalah tega atau tidak.." Reno mengerang, seperti kesakitan, "Aku harus kembali, Diandra."
Diandra membeku, dengan air mata masih mengalir, ketika dia menatap Reno kemudian, tatapannya penuh dengan kesakitan dan kepedihan.
"Aku membenci perempuan itu." Akunya dengan getir, "Aku tidak pernah bertemu perempuan itu, tetapi aku sudah membencinya. Dia merenggutmu dari sisiku, hanya karena jantung kekasihnya ada di dadamu. Padahal seharusnya kisah cintanya sudah berakhir, kekasihnya sudah mati. Dia seharusnya tidaj punya kisah cinta lagi. Tapi... perempuan itu ternyata memilih merebut kisah cintaku, merebut kau."
"Nana tidak pernah merebutku Diandra, ingat. Dia bahkan tidak mengetahui tentang transplatasi jantung ini. Aku yang mengejarnya."
Diandra seolah tidak mendengarkan perkataan Reno, matanya menerawang menatap langit biru di jendela luar, "Seorang perempuan yang berbahagia padahal dia telah merenggut kebahagiaan perempuan lainnya, adalah perempuan paling hina di dunia."
Reno bagaikan tertampar mendengar perkataan Diandra. Perempuan itu seolah menutup diri, mencoba menipu diri bahwa bukan Reno yang meninggalkannya melainkan Nana yang merebut Reno. Diandra seolah membangun tembok kokoh yang dia percaya, menolak untuk menerima bahwa Reno tidak mencintainya lagi.
Apa yang harus kulakukan? Reno berbisik putus asa ke dalam jiwanya. Suaranya bergaung tak tentu arah, tak menemukan jawabannya.
*** 
"Kalian sudah begitu cocok bersama." Mama Reno menatap sedih ketika Reno mengepak pakaiannya di kamar. "Sebegitu tegakah kau menyakiti Diandra lagi?"
"Aku harus kembali, mama."
"Jangan." Mamanya bergumam sedih, "Jangan Reno, mama mohon. Seandarinya kau tahu betapa kalutnya perasaan mama. Mama malu dengan orang tua Diandra, mereka telah menerimamu dengan baik waktu itu, tahu bahwa kau sakit, tahu bahwa puterinya menghabiskan waktunya merawatmu meskipun tidak jelas apakah kau akan bertahan hidup atau tidak. Mereka tetap menerimamu dengan lapang dada dan menganggap kau sebagai anak kandung mereka. Begitupun mama, menganggap Diandra sudah seperti anak mama sendiri...." Mata mamanya mulai berkaca-kaca, "Perasaan mereka, mama tahu persis. Merasakan anak mereka dicampakkan begitu saja karena alasan yang tidak logis... mama juga merasakan sakit karena sudah menganggap Diandra anak mama sendiri, dan mama tambah sakit karena anak kandung mamalah yang bersikap kejam seperti ini."
"Mama." Reno mengernyit, "Jangan berkata seperti itu."
"Apakah hatimu tidak terketuk sedikitpun melihat kondisi Diandra seperti itu? dia sampai jatuh sakit karena meratapimu." Sang mama mulai terisak, "Jantung itu benar-benar mengubahmu menjadi orang yang berbeda,"
"Semua orang menyalahkan jantung ini." Reno menggertakkan giginya, "Mungkin kalian semua berharap bahwa lebih baik aku mati saja dengan jantung yang rusak daripada hidup dengan jantung ini lalu mengikuti debarannya sesuai kata hatiku."
"Reno! bukan begitu maksud mama."
"Ya! Maksud mama begitu." Reno mendesis, mencoba menahan emosinya, "Mama tidak bisa menerima kondisi Reno yang sekarang, mama menginginkan Reno yang dulu dengan jantungnya yang rusak. Itu sama saja mama menginginkan Reno lebih baik mati saja daripada mendapatkan jantung ini."
"Bukan begitu, Reno." sang mama berurai air mata, kehabisan kata-kata.
"Reno sudah merasa bersalah ma, dan dengan kejamnya mama membebani Reno dengan rasa bersalah lagi, lagi dan lagi seolah tak pernah puas. Apa yang mama inginkan? Agar Reno mengorbankan hati dan kebahagiaan Reno demi persahabatan mama, demi moral, demi semua norma sosial dan perihal balas budi? Kalau mama melakukannya, sama saja mama sudah membunuh Reno." Mata Reno menyala, "Reno tidak mencintai Diandra, kalau mama memaksa Reno menerima Diandra dan menikah dengannya, sama saja mama sudah membunuh Reno dengan tangan mama sendiri!"
Sang mama tertegun kaget menerima kemarahan anaknya. Dia tidak menyangka Reno begitu serius seperti ini. Dia berpikir bahwa mungkin Reno cuma terbawa perasaan setelah operasi sehingga mengejar perempuan bernama Nana itu. Tetapi sepertinya Reno sungguh-sungguh dengan perasaannya, walaupun tidak dapat dikelaskan dengan logika, Reno benar-benar sungguh-sungguh.
Dia masih membeku ketika Reno melewatinya sambil membawa tas berisi pakaian yang sudah di packingnya, sambil mengucapkan selamat tinggal dengan kaku.
*** 
Sebelum pergi, Reno menemui Diandra, bertekad untuk memberikan ketegasan kepada perempuan itu. Dia sudah mencoba membalas budi, dia sudah mencoba melembutkan hati ketika merawat Diandra dua minggu lamanya, tetapi perasaannya tidak berubah. Hatinya tetap memanggil-manggil dan merindukan Nana. 
Debaran jantungnya hanya untuk Nana.... begitupun cintanya yang sekarang bertumbuh makin dalam kepada perempuan itu.
Ketika dia memasuki kamar Diandra, perempuan itu sedang duduk dan melamun, kesedihan langsung muncul di matanya ketika Reno  masuk dan membawa tas pakaiannya.
"Kau tetap pergi?" Diandra tampak seperti hampir menangis, tetapi Reno menguatkan hati.
"Kau setega itu?" Diandra menatapnya tak percaya, tampak rapuh lagi dengan baju rumah sakit dan infus yang ada di tangannya.
Reno menghela napas panjang, "Kau tahu aku tidak bisa di sini terus."
"Kau bisa... kenapa kau tidak mencoba?" Diandra mulai menangis lagi.
Reno memalingkan mukanya, "Kau tahu aku sudah mencoba."
"Waktunya terlalu singkat... mungkin kita bisa mencoba lebih lama, mengunjungi tempat-tempat kenangan kita, mencoba menelusuri masa lalu kita yang indah...."
Reno menggeleng, wajahnya mengeras, berusaha menegarkan hati menghadapi kesedihan Diandra, 
"Selamat tinggal Diandra."
"Tidak! Reno! Reno! Jangan pergi Reno....Reno!"
Diandra berteriak berusaha mencegah Reno. Tetapi keputusan Reno sudah bulat, dia membalikkan badannya, meninggalkan kamar itu, menulikan telinganya dari teriakan-teriakan Diandra yang memilukan, memanggil-manggil namanya dengan putus asa.
*** 
Kuliah siang sudah selesai, Nana keluar bersama Nirina yang mengamatinya hati-hati. Hujan kembali turun deras di luar, mereka menyusuri lorong kampus sambil menyiapkan payung.
"Beberapa hari ini kau tampak murung Nana, kenapa?"
Nana menghela napas, "Aku sudah cerita tentang telepon aneh yang mengaku sebagai mama Reno bukan?" Nana menatap Nirina dan melihat Nirina mengangguk, "Dan sampai sekarang Reno menghilang, tidak bisa dihubungi."
"Kau berpikir bahwa informasi di telepon itu benar? bahwa Reno pulang untuk menemui tunangannya yang sakit?"
Jantung Nana terasa diremas, menyakitkan. "Aku.. entahlah... mungkin informasi itu memang benar. Buktinya kebetulan sekali setelah telepon itu dia menghilang."
Nirina mengamati Nana dengan seksama, "Apakah kau pada akhirnya mencintai Reno, Nana?"
Nana merenung lama, lalu menghela napas panjang, "Kurasa.... aku memang mencintainya." gumamnya pelan.
"Dan kau tidak menganggapnya sebagai pengganti Rangga? kau tahu dulu kau pernah bercerita bahwa kau nmerasakan Reno mirip seperti Rangga, meskipun bukan secara fisik....."
"Bukan." Nana menggeleng, "Rangga selalu punya tempat di dalam hatiku.... jauh tersimpan di dalam sini." Nana menyentuh jantungnya lembut. "Tetapi Reno berbeda, dia tidak berusaha mengusir Rangga dan menggantikan tempatnya, Reno datang dan berusaha menemukan tempatnya sendiri di hatiku...dan ketika aku menyadarinya, dia sudah ada di dalam sana."
Nirina menghela napas panjang. "Kalau begitu Nana, begitu kau bisa menemui Reno, kau harus memastikan tentang informasi itu. Apakah Reno memang sudah bertunangan atau belum.... apakah memang mamanya yang meneleponmu waktu itu...." Nirina menatap Nana hati-hati, "Kau tidak mau melangkah di awal yang salah kan?"
Nana mengangguk. "Aku akan menanyakannya kepada Reno."
Itu kalau dia bisa menemui Reno.... sekarang dia bahkan tidak tahu di mana Reno berada...
*** 
Nana sampai di dekat gerbang kampus dan mengembangkan payungnya. Nirina berjalan di sebelahnya dan menawarkan,
"Kau yakin tidak mau ikut aku pulang naik motorku?"
Nana menggeleng, "Tidak.. aku mau ke kedai kopi itu." Dan terus berharap Reno akan datang, seperti ketika dia menunggu dan menunggu di hari-hari sebelumnya sampai kedai tutup, pulang dengan kecewa karena Reno tidak muncul.
Ketika Nana melangkah keluar dari gerbang kampusnya, hujan deras menerpanya, angin kencang langsung menghembusnya sehingga dia harus memegang payungnya erat-erat. Dia baru berjalan selangkah menembus hujan dan terpana. 
Reno ada di sana, memarkir mobil orange cerahnya di depan kampus dan berdiri di dekat mobilnya. Lelaki itu berteduh di bawah pohon besar yang membuatnya sedikit terlindungi, meskipun percikan air yang kencang masih membasahi rambut dan pakaiannya.  Senyumnya langsung mengembang ketika melihat Nana,
Nirina yang berada di samping Nana langsung tersenyum penuh arti, "Well sepertinya itu tandanya aku harus pergi. Ingat kata-kataku Nana, tanyakan dulu kepadanya sebelum kau memutuskan melangkah maju."
Nana menganggukkan kepalanya, melambai ke arah Nirinya yang bergegas pergi ke arah parkiran motor di luar gerbang kampus.
Kemudian Nana menatap Reno lagi. Senyum Reno mengembang lebar dan lelaki itu membuka kedua tangannya.
Di dorong oleh perasaannya, Nana menghambur ke dalam pelukan Reno yang langsung menangkapnya. Payungnya jatuh mengembang berguling di tanah, tetapi dia tidak peduli.
Reno memeluknya kuat-kuat setengah mengangkatnya, menenggelamkan tubuh Nana dekat kepadanya, menghirup aroma wangi yang sangat dirindukannya, meresapi kenikmatan ketika jantungnya berdebar penuh cinta karena bisa memeluk perempuan yang dikasihinya.
Lama mereka berpelukan di bawah hujan, dan hampir basah kuyup namun mereka tidak peduli, 
Reno tersenyum, senang dengan sikap impulsif Nana yang menghambur ke pelukannya, Nana selalu menahan diri di dekatnya, inilah saat ketika dia tampak lepas di depan Reno. Mungkin perpisahan selama dua minggu itu ada manfaatnya juga.
"Sepertinya kau sangat merindukanku." Reno tersenyum menggoda, menatap Nana dengan sayang.
Pipi Nana merona, tetapi dia tidak mundur, "Aku sangat merindukanmu, Reno." Perasaannya meluap-luap, penantiannya selama dua minggu ini tanpa kepastian membuatnya menyadari berapa dia  membutuhkan Reno ada di sampingany. Dan sekarang dia ada di dalam pelukan Reno, semuanya jadi terlupakan. Segala kesakitannya, keraguannya, kebingungannya, semuanya musnah. Yang ada di benaknya kini hanya Reno.. Reno dan Reno...
Reno mengusap air yang membasahi rambut Nana ke mukanya,"Kita basah kuyup, sebaiknya kita segera masuk ke mobil sebelum masuk angin." Lelaki itu tertawa, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
*** 
Diandra merapikan pakaiannya. Dia sudah boleh pulang dari rumah sakit hari ini dan bergegas merapikan baju-bajunya.
"Kau yakin nak?" mamanya duduk di pinggiran ranjang, menatapnya dengan hati-hati.
"Yakin mama."
"Tetapi kau belum sembuh benar, dan mama mencemaskanmu di sana."
Diandra tersenyum lembut, "Mama, aku kan tinggal di rumah nenek di sana, nenek pasti akan mengurusku. Mama jangan cemas ya, aku bisa menjaga diri.:"
Sang mama terdiam, masih menatap anaknya dengan kecemasan yang tidak bisa disembunyikannya, tetapi tidak punya daya upaya untuk mencegah niat bulat Diandra.
Sementara itu Diandra sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia akan menyusul ke Bandung, dia akan berkenalan dengan Nana, tentu saja tanpa sepengetahuan Reno, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya dilihat Reno dari Nana yang tidak dia miliki.
Nana.... Diandra merapal nama itu dalam hati. Well, nana harus tahu, kalau Diandra tidak akan menyerahkan Reno semudah itu. Dia akan memperjuangkan cintanya sekuat tenaga....
*** 
Bersambung ke Part 7
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 15, 2013 22:34

February 14, 2013

Sweet Enemy Part 9



"Bagaimana mungkin kita bisa kehilangannya? dia ada di depan kita?" Davin mengacak rambutnya dengan frustrasi. Polisi sudah dihubungi dan mereka sudah memberikan keterangan. Davin juga sudah mengerahkan seluruh pegawainya untuk membantu pencarian. Mereka sudah melakukan pelacakan kepada semua teman Keyna dan tidak ada titik terang. Lagipula Keyna tidak punya teman, dia hanya dekat sengan Sefrina dan saat ini Sefrina masih belum bisa dihubungi. 
Semua sudah dilakukan, tetapi Keyna benar-benar tidak terlacak. Dia seperti lenyap di telan bumi tanpa sengaja.
Bagaimana kalau ada yang melukai Keyna? Davin tiba-tiba merasakan ketakutan yang sangat dalam dari hatinya. Tidak! dia tidak bisa kehilangan Keyna..... entah kenapa di saat seperti ini, Davin baru menyadari bahwa dia..... dia mungkin memiliki perasaan lebih kepada Keyna.
Dan sekarang dia tidak tahu nasib Keyna seperti apa dan dimana. Apa yang dilakukan penculik itu terhadapnya? Apakah mereka menginginkan uang? Kalau memang menginginkan uang, Davin pasti akan memberikannya, berapapun itu, demi Keyna. 
Dengan cemas dia menatap ke arah pesawat telepon. Polisi tampak lalu lalang di mansion itu, menunggu. Ya mereka menunggu telepon yang meminta tebusan. Biasanya kasus-kasus seperti ini akan disusul dengan telepon yang meminta tebusan. Tetapi mereka sudah menunggu beberapa jam. Dan telepon itu tak kunjung tiba.
Davin meringis, menahan nyeri yang tiba-tiba menyerang kepalanya. Seluruh pikiran buruk berkecamuk di benaknya. Bagaimana.... bagaimana kalau ternyata para penculik itu tidak meminta uang tebusan? Bagaimana kalau yang diinginkan oleh penculik itu hanyalah mencelakai Keyna?Davin tersentak ketika ada yang menepuk bahunya, dia menoleh dan mendapati Jason disana, lelaki itu tampak pucat pasi dan frustrasi seperti dirinya. Kenapa Jason juga tampak begitu cemas? Apakah apakah Jason juga mempunyai perasaan lebih kepada Keyna?
"Sefrina sudah bisa dihubungi."
Kata-kata Jason itu membuat Davin lupa dengan kecurigaannya kepada Jason, dia langsung berdiri, mendekati Jason yang memasang loudspeaker pada ponselnya.
"Halo?" suara Sefrina tampak menyahut di seberang sana
"Sefrina ini Jason. Apakah mungkin Keyna datang padamu atau menghubungimu?"
Suara Sefrina tampak bingung, "Tidak. Kami tidak bertemu hari ini. Bukankah Keyna sedang pergi ke taman hiburan bersama Davin?"
"Dia hilang Sefrina, sepertinya dia diculik."
'Apa?" Sefrina tampak terperanjat, "Bagaimana mungkin? Kenapa itu bisa terjadi?" Sefrina hampir berteriak, "Tadi pagi aku baru saja bercakap-cakap dengannya di telepon!"
"Dia diculik di kamar mandi, kami lengah dan sepertinya penculik itu menyergapnya di kamar mandi." Jason menjelaskan dengan gelisah, "Saat ini kami semua sedang berkumpul di rumah Davin, bersama para polisi, kami menantikan kalau-kalau ada telepon meminta tebusan."
"Oh Astaga. Aku akan bergegas kesana." Sefrina berseru dengan nada panik, lalu menutup teleponnya.
***
Sefrina datang dengan segera. Perempuan itu tampak panik. Davin yang pertama kali melihatnya dan mengdikkan bahunya kepada Jason.
"Kenapa dia ada di sini?"
Jason melirik dari jendela ke arah Sefrina yang baru turun dari mobil dan melangkah menaiki tangga mansion, "Tadi aku meneleponnya untuk mengetahui dimana Keyna berada... dia tidak tahu dan mencemaskan kondisi Keyna, jadi dia ke sini untuk ikut menunggu perkembangan dari kepolisian."
Davin menatap Sefrina yang baru memasuki ruangan. Hujan rintik-rintik di luar dan membuat rambutnya yang berkilauan basah oleh air bagaikan berlian-berlian yang menghiasinya. Sefrina tampak cantik, dan dia juga baik kepada Keyna.
Sebelumnya Davin sempat berprasangka buruk kepada Sefrina, mengira perempuan itu mempunyai rahasia terselubung dengan mendekati Keyna apalagi mengingat sejarah masa lalu dia dan Sefrina dan segala hal tentang pembatalan perjodohan itu. Tetapi semakin lama Sefrina tampak semakin akrab dengan Keyna dan mereka tampak baik-baik saja. Hingga Davin berkesimpulan bahwa mungkin Sefrina bahkan tidak tahu bahwa dia sempat dijodohkan dengan Davin dan kemudian dibatalkan oleh papa Davin. Mungkin Sefrina memang benar-benar tulus berteman dengan Keyna.
Sefrina mendekati Davin, tampak panik. "Bagaimana ? apakah sudah ada kabar?"
Davin menggelengkan kepalanya, lalu mempersilahkan Sefrina duduk, 'Belum ada kabar... kami semua menunggu kalau-kalau ada telepon dari penculik itu meminta uang tebusan." Davin tersenyum pada Sefrina, "Terimakasih sudah datang, Sefrina."
Sefrina tersenyum lembut kepada Davin, "Keyna adalah temanku, aku sangat mencemaskannya.'
Suasana kemudian penuh kegelisahan. Polisi sudah menelusuri kepada para saksi mata di taman hiburan. Tetapi penculik ini sepertinya profesional dan berhasil untuk tidak meninggalkan jejak apapun. Tidak ada sidik jari, tidak ada saksi mata, semuanya nihil
Davin sudah menelepon mamanya yang sedang berada di luar negeri, dan sang mama mengatakan akan segera pulang. Keyna adalah anggota keluarga, dan keluarga Jonathan akan berusaha sebaik mungkin demi Keyna.
Dada Davin terasa sesak dan pedih. Rasanya waktu seperti berjalan begitu lambat dan menyiksanya. Hanya duduk di sini menanti dan tak berdaya rasanya sungguh-sungguh menyakitkan. Keyna mungkin saja sudah terluka di luar sana.
Kenapa penculik itu tidak menelepon?
Davin mengacak rambutnya frustrasi, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Saat itulah ada tangan lembut yang meremas pundaknya, membuat Davin menoleh. Sefrina sudah pindah ke sofa di sebelahnya, meremas pundaknya lembut dengan senyum penuh dukungan,
"Aku tahu kita semua cemas. Tetapi kita harus kuat dan percaya bahwa Keyna akan baik-baik saja. Jangan memikirkan hal-hal yang buruk dulu yah....kita berdoa sambil menunggu." bisiknya penuh pengertian.
Davin tersenyum muram dan menganggukkan kepalanya. "Terimakasih Sefrina..."
*** 
Jason memilih menyendiri di sudut yang lain. dia luar biasa panik, tetapi berhasil menyembunyikannya di balik sikap tenang dan topeng datarnya.
Keyna, adiknya dia baru menemukannya dan sekarang penculik kurang ajar itu malahan merenggut Keyna dari sisinya. Jason bersumpah, kalau dia bisa menemukan penculik itu dia akan menghajarnya habis-habisan.
Tetapi dimana? Jason mengernyitkan dahinya. Sebenarnya dia sudah mempunyai firasat. Ketika dulu dia diam-diam mengamati Keyna, dia selalu melihat ada mobil yang mengawasi dari kejauhan, semula dia berpikir bahwa itu adalah pengawal dari keluarga Jonathan yang mengawasi diam-diam. Tetapi lama kelamaan dia curiga. Karena itulah waktu itu dia selalu mengawal Keyna sepulang dari kuliah dan menjaganya. Sayangnya ketika dia berusaha mengawasi dan melacak mobil misterius itu, dia kehilangan jejak. Lalu Keyna sudah diantar jemput oleh supir pribadi keluarga Jonathan sehingga Jason lengah.
Dan dia kehilangan Keyna....
Jason menghela napas panjang, dia tidak bisa berdiam diri terus di sini. Dia bisa gila. Dia harus melakukan sesuatu. Paling tidak dia tidak hanya duduk seperti orang bodoh dan menyerah kepada nasib.
***Sefrina tersenyum dalam hatinya sambil mengamati Davin yang ada di dekatnya. Dia bisa memasuki mansion keluarga Jonathan, dan Devin telah menerimanya dengan baik. Dulu dia selalu merasakan kecurigaan Davin kepadanya, tetapi sepertinya sekarang kecurigaan itu sudah pudar, dan Sefrina akan lebih leluasa tanpa pengawasan dari Davin. Sefrina menahan seringai mengerikan yang muncul di mulutnya. Sekarang rencananya akan berjalan mulus.....
Tetapi dia dulu harus mengatasi masalah ini. Hilangnya Keyna harus diselesaikan dulu. Kalau tidak semuanya akan hancur dan rencanya yang disusunnya rapi akan berantakan.....
*** 
Keyna membuka matanya. Kepalanya terasa pusing dan berat, dan matanya terasa silau ketika langsung menatap cahaya lampu yang menerpa matanya, di atas ranjang.
Dia ada dimana...?
Keyna berusaha menormalkan pandangannya yang remang-remang, Dan juga berusaha mengumpulkan kembali ingatannya. Kepalanya terasa berat sehingga pada awalnya dia agak kesulitan tetapi kemudian samar-samar dia menemukan gambaran itu di kepalanya.
Taman hiburan.... kamar mandi.... perempuan dengan baju yang terlalu rapi... lalu....Oh Astaga!
Keyna terperanjat dan langsung duduk. Dia berada di kamar yang tidak dikenalinya.... dimana dia? Matanya berputar dan langsung bertatapan dengan mata perempuan itu, yang duduk di kursi tak jauh dari ranjang. Perempuan itu masih memakai pakaian rapi yang sama, Keyna baru sadar kalau pakaiannya mirip jas laki-laki, perempuan itu berdandan seperti pengawal pribadi atau bodyguard,
"Well... akhirnya kau bangun juga." Seringai yang tidak menyenangkan muncul di bibir perempuan itu. "Saatnya untuk reuni."
Lalu tanpa berkata-kata perempuan itu melangkah berdiri meninggalkan Keyna. Ketika dia datang lagi, dia tidak sendrian tetapi bersama seseorang.
Keyna menatap orang itu dengan tatapan bingung dan ketakutan. Menyadari bahwa dia disekap di sebuah ruangan asing oleh orang-orang yang tak dikenalnya. Menyadari bahwa dia mengalami apa yang dibicarakan semuanya, dia diculik!
Orang yang masuk bersama perempuan berbaju pengawal itu menatap Keyna dan tersenyum manis, mengamati Keyna dari atas ke bawah,
"Hallo Keyna." bisiknya lembut, "Sudah lama aku menunggu pertemuan ini."
*** 
Jason akhirnya berdiri dengan kesal dari kursi itu, dia sudah tidak tahan lagi. Dia harus berbuat sesuatu atau detik demi detik itu akan menghancurkan kewarasannya dan membuatnya menjadi benar-benar gila.
Ketika dia berjalan dengan langkah cepat ke pintu, Davin sudah berdiri di belakangnya, menahan langkahnya, "Mau kemana Jason?"
Davin sudah merasakan hal yang aneh dari tingkah laku Jason, lelaki itu tampak kalut luar biasa, seakan hilangnya Keyna sangat memperngaruhinya, tetapi kenapa? bukankah Jason dan Keyna tidak dekat? 
Kecurigaan Davin muncul lagi, curiga bahwa Jason jangan-jangan menyimpan perasaan lebih kepada Keyna. 
"Mau kemana?" Davin menyipitkan matanya, mengamati Jason dengan seksama.
Jason tampak gelisah, "Aku butuh berjalan-jalan sebentar."
Davin masih mengamati Jason dengan dingin. "Kalau aku yang mencemaskan Keyna itu wajar, karena dia sudah bagaikan anggota keluarga kami. Tetapi kau? Kau tampak begitu kalut Jason, Apakah kau.... menyimpan perasaan lebih kepada Keyna?"
"Seharusnya kita tidak perlu membahas itu/" Jason mendesis. Membuat Davin semakin yakin, rasa cemburu merayapinya. Berani-beraninya Jason menyimpan perasaan kepada Keyna? Setelah Davin memperingatkan Jason agar menjauhinya? Jason adalah penghancur hati perempuan, dan Davin tidak mau Keyna menjadi korbannya.
"Kalau aku berhasil menemui Keyna nanti, aku tidak akan mengizinkan kau mendekatinya lagi."
Detik itu juga sebuah tinju melayang ke rahang Davin, tidak terduga  hingga Davin tersentak mundur beberapa langkah. Dia menatap Jason dengan matah, hendak menyerang, tetapi Sefrina berlari dengan panik dan memegangi Davin, mencegah Davin balas memukul.
"Sudah kalian hentikan! Aku tahu kalian panik dan bingung tetapi kalian harus bisa menjaga emosi kalian!" Sefrina berteriak, memegangi Davin kuat-kuat.
Davin bisa saja menyingkirkan Sefrina dan menyerang Jason, tetapi kemudian dia mengurungkan niatnya. Dia memang marah Jason memukulnya tanpa sebab, tetapi Sefrina benar, dia harus tenang karena saat ini mereka harus memprioritaskan Keyna.
"Aku tidak tahu kenapa kau memukulku." Davin bergumam dingin. "Tetapi bagiku itu adalah pernyataan darimu. Mulai sekarang kau keluar dari kehidupan aku dan Keyna.Kita tidak berteman lagi."
Jason malah terkekeh, membuat Davin mengernyitkan keningnya, "Menjauh dari Keyna katamu? Siapa kamu sehingga berhak membuat keputusan itu? Kau bukan kakaknya." Nafas Jason sedikit terengah ketika mengungkapkan kebenaran itu. "Aku kakak Keyna. Kakak kandungnya. Dulu gara-gara kau keluarga kami tercerai berai. Dan sekarang hampir terjadi lagi... Aku bersumpah, Davin. Kalau Keyna kembali, kau yang keluar dari kehidupan kami."
Davin terperangah, terkejut atas info yang sama sekali tidak disangkanya itu. Dia menatap Jason dengan terkejut, berusaha mencari kebenaran di mata itu, dan menemukan sinar tegas di sana.
Davin baru akan bersuara ketika langkah-langkah panik mendekatinya, dia menoleh dan mendapati polisi yang menunggu di telepon mendatanginya,
"Tuan Davin! Penculik nona Keyna menelepon, dia ingin berbicara langsung dengan anda!"
*** 
Perempuan cantik itu menutup telepon dan tersenyum dengan licik kepada pengawal perempuannya. Dia memang benar. Keyna akan menjadi ladang yang subur untuk menghasilkan panen kekayaan baginya.
Dia minta dua milyar, dan tuan muda sombong di seberang sana langsung menyetujuinya tanpa membantah. Mungkin Keyna memang mempunyai bakat menarik lelaki-lelaki kaya, sehingga Davin yang terkenal sangat sombong itu begitu panik dan seakan bersedia melakukan apa saja agar Keyna dikembalikan. Hal itu mengingatkan dirinya pada masa-masa jayanya dulu, di waktu mudanya dimana semua lelaki kaya bertekuk lutur dikakinya, bersedia memberikan segalanya untuknya.
Dua milyar mungkin tidak berarti bagi keluarga Jonathan yang kaya raya itu...... Pikiran tamaknya mengembara. Mungkin dia bisa menahan Keyna sementara, demi untuk mendapatkan penawaran yang lebih tinggi. 
Senyumnya makin melebar ketika menatap Keyna yang sekarang sebelah lengannya diborgol di ranjang. Anak ini benar-benar akan menjadi ladang emasnya. Dia akan amat sangat kaya dan mendapatkan harta yang banyak.
Selama ini dia melupakan anak ini, anak kurus yang dibawa pergi suaminya ketika mereka berpisah. Dia menjalani kehidupan di luar negeri, berfoya-foya dengan kekayaannya hasil menjual Jason dan melewatkan hidupnya dengan bersenang-senang, mengeruk harta dari lelaki-lelaki kaya yang berlomba-lomba untuk menjadi kekasihnya. Tetapi lama kelamaan, gaya hidupnya membuat bisnis yang dibangunnya di sana bangkrut usianya semakin menua sehingga tidak mampu lagi menarik hati lelaki, dan dia terpaksa kembali ke negara ini dalam kondisi pailit. 
Lalu secara tidak sengaja dia menemukan halaman artikel tentang Keyna, yang langsung dikenalinya. Keyna sudah begitu beruntung sudah menjadi bagian dari keluarga Jonathan yang sangat kaya. Apalagi dari pengawasannya hubungan Keyna dengan keluarga Jonathan, terutama dengan Davin, anak tunggal keluarga Jonathan, sangat baik. Otaknya langsung berpikir cepat. Keyna bisa membantunya mendapatkan kekayaan kembali. Dia menjalankan rencananya dengan hati-hati, meski pada awalnya sempat terhalang oleh Jason, anak lelakinya yang ternyata diam-diam menjaga Keyna.
Jason menjadi nalternatif keduanya setelah Keyna, kalau dia tidak berhasil dengan Keyna dia sudah berniat menghubungi Jason dan meminta uang, toh Jason diadopsi keluarga kaya dan bisa hidup mapan juga berkat jasa-jasanya. Jason seharusnya rela memberinya uang untuk membalas budi.
Dan ternyata rencananya berhasil. Davin akan memberinya uang. Uang yang banyak, cukup untuk berfoya-foya sebelum dia meminta lagi dan lagi.
Well......Tidak percuma dia dulu melahirkan Keyna ternyata...
*** Bersmabung ke Part 10
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 14, 2013 05:26

February 13, 2013

Menghitung Hujan Part 05


Apakah cinta sejati hanya bisa diartikan dengan debaran pasti?
Apakah cinta sejati bahkan pernah ada?
Jika hati terpaut melintas masa
Dan kata-kata takkan pernah cukup
untuk melepas ragu berpadu rindu
Hadirmu dalam genggam hangat jemari
Sesederhana itu aku mencinta
pun sesulit itu kau menjadi nyata



Ketika ponselnya berbunyi, Reno mendesah melihat nama yang tertera di layar, dia mendesah. Tiba-tiba merasa lelah. Mamanya pasti akan membujuknya untuk pulang menengok Diandra.

Dengan enggan diangkatnya ponsel itu, "Iya mama?"

"Mama sudah menelepon Nana."
Suara di seberang telepon itu membuat Reno tertegun, "Apa?"
"Mama sudah menelepon Nana. Mama bilang ingin bertemu perihal Diandra dan kamu."
Jemari Reno yang memegang ponsel bergetar, "Mama tega melakukan itu pada Reno?"
"Apakah mama tidak kasihan kepadaku? melakukan kekejaman ini kepadaku? Kepada Nana? dia tidak tahu apa-apa!" Reno menggeram, mulai marah.
"Maafkan mama Reno... mama putus asa." sang mama menghela napas lagi, "Mama hanya ingin kau menemui Diandra."
"Baiklah." Reno bergumam tajam. "Reno akan menemui Diandra. Selamat, mama dan diandra mendapatkan apa yang kalian mau. Tapi Reno minta mama tidak menemui Nana. Jangan pernah menemui Nana dan menyakitinya." Reno memutuskan sambil memejamkan matanya dengan sedih.
Hening..
Lalu sang mama bergumam dengan hati-hati, "Hanya karena Nana kau berubah seperti ini, Reno...kau marah kepada mama, kau meninggalkan Diandra, semuanya kau lakukan hanya karena Nana?"
"Bukan 'hanya'..." Reno menyela. "Mama harus tahu, Nana adalah segalanya untukku. Dan dengan melakukan apa yang mama lakukan itu, mama telah menghancurkan hatiku, anakmu sendiri."
Dan Renopun menutup telepon dengan hati kalut.
*** 
Nana datang ke restoran yang dimaksud sore itu dengan jantung berdegup kencang. Oh betapa inginnya dia menelepon Reno dan menanyakan semuanya, tetapi hatinya melawan.... dia ingin mendengar penjelasan dari sisi orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah mama Reno.
Benarkah Reno meninggalkan tunangannya yang sedang sakit di kota asalnya? Dan kenapa mama Reno menganggap bahwa ini semua ada hubungannya dengannya?
Apakah....apakah Reno meninggalkan tunangannya karena Nana? Reno mengatakan bahwa dia mencintai Nana... 
Perasaan bersalah langsung menggayuti hatinya, membuatnya berat. Seberat mendung hitam yang tampak tertatih-tatih membawa muatan uap air yang semakin menggelayut di langit.

Sebentar lagi hujan. Nana menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan menghirup udara dengan nikmat. Hembusan udara sebelum hujan turun terasa menyenangkan, menyejukkan dan menguatkan. Nana butuh merasa kuat untuk menghadapi apa yang akan didengarnya nanti, penjelasan dari mama Reno.
Dia berdiri di ambang pintu restoran itu dan memutar mata. Tidak ada yang dikenalinya di sana. Mama Reno ditelepon mengatakan bahwa dia akan menunggu Nana di restoran itu jam empat sore. Dan bodohnya Nana lupa menanyakan nomor mama Reno yang bisa dia hubungi. Sekarang dia beridiri bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
"Kursi untuk berapa orang?" Seorang pelayan menyapanya sopan, membuat Nana sedikit kaget, dihentakkan dari lamunannya.
"Eh.. untuk dua orang."
"Mari ikuti saya."
Dengan pasrah Nana mengikuti pelayan itu, diantarkan ke kursi di sudut untuk dua orang. Untunglah posisinya cukup bagus, sehingga Nana bisa mengamati siapa yang masuk dan keluar dengan leluasa. Dia menajamkan pandangannya, mengamati setiap orang.
Tetapi tampaknya tidak ada yang menunggunya atau mengenalinya di sini. Nana duduk dengan bingung. Memesan secangkir minuman hangat untuk menemaninya, dan kemudian dia menunggu.
Dan menunggu
Dan terus menunggu ..
Hampir dua jam berlalu, dan tidak ada yang datang menghampirinya ataupun menghubunginya. Nana menghela napas, menatap hujan yang makin deras di luar. 
Sepertinya orang yang mengaku mama Reno tidak akan datang. Nana sudah menyerah untuk menunggu, mungkin itu hanya orang iseng? ataukah mungkin mama Reno mengurungkan niatnya?
Nana meraih dompetnya, membayar dan kemudian melangkah pergi dari restoran itu. 
***
"Dia ada di sana." Sang mama menunjuk ke kamar rumah sakit yang ada di lorong. Reno hanya menatap mamanya datar. Tidak menjawab, dia masih merasa kesal atas pemaksaan yang dilakukan mamanya untuk membawanya ke sini. Yah... setidaknya mamanya menepati janjinya untuk tidak mencoba menemui ataupun mengganggu Nana lagi.
Reno lalu berlalu hendak menuju kamar Diandra. Tiba-tiba sang mama memanggil namanya pelan, membuat Reno menghentikan langkahnya dan menoleh,
"Ada apa mama?"
Wajah mamanya tampak pedih, menghadapi sikap marah anaknya. "Mama minta maaf melakukan ini semua, memaksamu datang demi Diandra.... ini semua demi yang terbaik untukmu nak, mama yakin Diandra yang terbaik untukmu begitu juga sebaliknya... bukan perempuan entah darimana yang tiba-tiba muncul dan membuat keadaan kacau balau."
"Mama tidak berhak menyalahkan Nana. Kalau ada yang ingin mama salahkan, itu Reno." Reno menatap mamanya dengan pedih, "Dan mama tidak tahu apa yang membuatku bahagia." Reno bergumam pelan, dan membalikkan tubuhnya, meninggalkan sang mama yang tertegun.
*** 
Reno membuka pintu kamar perawatan Diandra dengan hati-hati. Kamar itu sepi, papa dan mama Diandra rupanya memilih menunggu di Cafe. Mereka terlalu marah kepada Reno sekarang untuk bertemu dan menyapa Reno, tetapi demi Diandra mereka mengalah dan memberi kesempatan Diandra untuk bertemu dengan Reno.
Diandra sedang tidur. Dan hati Reno mencelos ketika menyadari betapa kurusnya Diandra. Tubuhnya tampak ringkih dan lemah, dan bahkan pergelangan tangannya yang terhubung dengan jarum infus tampak begitu rapuh.
Seolah-olah Reno akan mematahkannya kalau dia bertindak sedikit kasar kepadanya.
Hati Reno terasa tersayat-sayat menatap Diandra, dia duduk di kursi di sebelah Diandra yang terbaring tidur, mendesah dalam hati. Kenapa kau begitu mencintaiku Diandra? kenapa kau tidak dengan mudah melepaskanku? melupakanku dan meraih kebahagiaanmu? Toh aku sudah begitu kejam kepadamu....kenapa kau tidak membenciku dan berpaling saja?
Seakan merasakan kehadiran Reno, pelan-pelan mata Diandra terbuka, buku mata yang tebal memayungi matanya ketika dia berusaha memfokuskan pandangannya.
"Reno..?" Diandra bergumam pelan, tampak terkejut, rupanya orangtuanya tidak memberitahukan kepadanya tentang kedatangan Reno.
"Hai." Reno tersenyum, "Aku dengar kau sakit."
Diandra memalingkan mukanya, tampak malu. "Aku tidak apa-apa kok."
Reno menghela napas panjang, meraih jemari rapuh Diandra dan menggenggamnya, "Maafkan aku Diandra."
Wajah Diandra tanpak menyimpan kepedihan yang amat sangat, "Kau selalu meminta maaf kepadaku dan aku akan selalu menolaknya Reno...." ada air mata yang mengalir di situ, membuat mata Diandra mengerjap, "Tidak ada gunanya permintaan maaf itu, pada akhirnya kau tetap dengan tegas melukaiku dan meninggalkanku."
"Aku tidak pernah dengan sengaja ingin menyakitimu, Diandra." Reno menghela napas panjang, "Tetapi karena jantung ini... aku harap kau mengerti..."
Diandra mengusap air mata yang berjatuhan di pipinya. "Karena jantung itu..." perempuan itu tersenyum pahit, "Aku sudah mencoba memahami, Reno... aku mencoba. Setiap malam aku berbaring di kegelapan, menelaah alasan yang kau paparkan kepadaku... tetapi aku tetap tidak bisa menerima. Bagaimana mungkin sebuah jantung bisa mengubah perasaanmu sedemikian cepat?" Wajah Diandra tampak kesakitan, "Perasaan  yang sudah kita bangun sekian lama, yang kita pupuk dari kecil sampai sekarang.... tahukah kau..." Suara Diandra tertelan oleh isak tangisnya, "Sejak dulu aku hidup dengan kesadaran bahwa aku akan menjadi isterimu..... dan kau... kau menghancurkannya begitu saja."
Reno tertegun menatap Diandra yang menangis terisak-isak. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Semua orang tidak ada yang bisa menerima penjelasannya. Mungkin tidak masuk akal jika ditelaah secara logika... tetapi Reno yang paling tahu, Reno yang merasakannya. Dan perasaan itu nyata.... saat ini dia tidak bisa mengucapkan maaf kepada Diandra, karena perempuan itu tidak akan menerimanya. 
"Lalu kau ingin aku berbuat apa, Diandra?" gumam Reno putus asa, lelah atas penghakiman yang terus menerus ditimpakan kepadanya..

Diandra menatap Reno lurus-lurus. "Aku tidak pernah berlku egois sebelumnya, Reno. Kau tahu selama ini aku selalu mencoba mengutamakan kebahagiaanmu lebih dulu, bahkan pada saat aku memutuskan pertunangan itu dengan kejam, aku melepaskanmu." Air mata Diandra mengalir makin deras, tetapi perempuan itu tetap menatap Reno dengan tajam, "Aku ingin bersikap egois sekarang. Sekali saja dalam hidupku aku ingin memenangkan kebahagiaanku sendiri." 

Diandra menghela napas, dan Reno menunggu,

"Jangan kembali kepada perempuan itu. Aku mohon." Diandra tampak begitu sedih, "Aku buang harga diriku untuk memohon padamu. Tinggalah di sini, kita lanjutkan hidup kita yang sudah tertata hingga masa depan. Aku...aku akan membuatmu mencintaiku kembali, aku tahu rasa cinta itu masih ada...." Suara Diandra terendam oleh isak tangisnya. "Aku sudah mencoba Reno, tetapi aku tidak bisa tanpaku... kalau kau meninggalkanku lagi.... kali ini aku... aku akan mati."

Reno membeku mendengar perkataan Diandra itu.

*** 

Reno tidak datang lagi. Nana duduk dengan gelisah di kursi itu, kursi biasanya dia duduk berdua dengan Reno. Sudah hampir seminggu Nana duduk di kedai kopi itu setiap sore, tetapi Reno tidak ada. Dia mencoba menghubungi nomor ponsel Reno, tetapi selalu tidak aktif.

Hati Nana gelisah. Apakah ini ada hubungannya dengan telepon yang mengaku sebagai mama Reno waktu itu? Apakah...  jika informasi waktu itu benar... Reno pulang menemui tunangannya dan tak kembali? 

Tiba-tiba jantung Nana terasa berdenyut. Ketika Reno tidak ada, dia baru menyadari bahwa dia merindukan kehadiran laki-laki itu di hari-harinya, merindukan tawanya, merindukan kedekatan mereka bersama, saling berbagi cerita,

Tanpa sadar, Nana mungkin sudah jatuh cinta kepada Reno....

*** 
Bersambung ke Part 6


Baca Part 1 http://anakcantikspot.blogspot.com/2013/01/menghitung-hujan-part-1.htmlBaca Part 2 http://anakcantikspot.blogspot.com/2013/01/menghitung-hujan-part-2.htmBaca Part 3 http://anakcantikspot.blogspot.com/20... Part 4 http://anakcantikspot.blogspot.com/20...
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 13, 2013 05:08

Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.