Santhy Agatha's Blog, page 19

December 16, 2012

Verna dan Hujan - The Epilog

Created on, Bandung December 17, 2012 Disclaimer : Bandung dengan hujannya yang ( hampir ) setiap hari melahirkan cerita ini. Mau tak mau membuat saya merenungkan hujan dari dua sisi, Hujan yang mendatangkan kebahagiaan bagi manusia yang mencintainya sepenuh hati, dan hujan yang mendatangkan kesedihan bagi manusia yang belum bisa melepaskan masa lalunya.            Anak kecil berambut ikal lebat itu berjalan menelusuri teras, dan menatap halaman yang sangat hijau dengan taman yang tertata indah itu dengan bahagia. Hujan turun rintik-rintik, dan suara kodok yang bersahut-sahutan menembus hujan sangat menarik perhatiannya. Langkahnya terhenti ketika menemukan sesosok lelaki yang selalu dipanggilnya 'Om' sedang duduk di teras sambil mengamati hujan. "Om sedang apa?", tanyanya dibalik senyum ceria anak-anak Bayu menoleh dan membalas senyuman Rio, yang baru berusia empat tahun, "Om sedang menatap hujan sayang, sini duduk di sebelah om." Rio duduk di sebelah Bayu dan bertopang dagu menatap hujan, lalu setelah lama dalam keheningan, dia merasa bosan. "Bosan om." , gumanya sambil cemberut.
Bayu tergelak mendengar gumaman Rio, dielusnya kepala Rio dengan tangan palsunya. "Rio kenapa ke sini? bukannya main sama Sasha dan lain-lain?" "Oh iya, Rio disuruh mama manggil om Bayu, makanannya sudah siap katanya.", Bocah itu menatap tangan Bayu yang sedang mengelus kepalanya, "Om.... tangan om kok keras?" Bayu tersenyum lembut sambil menatap tangan palsunya yang berwarna lebih pucat dari tangan aslinya, "Ini tangan palsu sayang, Om kan tangannya yang asli tidak bisa dipakai lagi, jadi sama pak dokter diganti dengan tangan palsu, supaya om bisa tetap beraktivitas seperti biasa." Sejenak Bayu menatap cemas kepada Rio, khawatir anak itu akan menjadi ketakutan atau jijik karena dia bertangan palsu. Bayu sudah biasa menerima pandangan aneh dari orang-orang disekitarnya, mereka semua bereaksi dengan reaksi yang berbeda-beda ketika melihat Bayu bertangan palsu, ada yang menerimanya dengan baik, tetapi tak jarang ada pula yang tidak bisa menyembunyikan tatapan kasihan atau sengaja menjauh.  Rio memandang terpesona pada tangan Bayu itu. "Waaaahhh om kayak robot yah, kereeeennn." serunya gembira Jawaban Rio itu membuat Bayu terkekeh, disela tawanya dia menunjukkan tangannya pada Rio. "Lihat ini, bisa digerak-gerakkan lho." Bayu menggerak-gerakkan jemari tangan palsunya dan disambut dengan tepuk tangan kagum Rio. "Rio, kenapa lama sekali manggil om Bayunya?" Tanza muncul di teras itu, Dan Rio begitu mendengar suara Tanza langsung berlari menghampirinya, dengan segera Tanza menggendong Rio dan mengecup dahinya, "Papa, om Bayu ternyata punya tangan robot." Tanza melirik Bayu meminta maaf, "Maafkan Rio Bayu, dia memang begitu, sangat ingin tahu." Bayu terkekeh dan mengangkat bahu, "Tak apa, aku malah senang, dia bilang tanganku keren." Mereka lalu tertawa bersama, ini adalah reuni kedua mereka setelah hampir tiga tahun tidak berjumpa. Tanza pindah dari kota itu setahun setelah menikah dengan Sarah, karena menerima pekerjaan setelah lulus kuliah, dan mereka tetap menjalin persahabatan lewat email dan telepon. Sekarang, Tanza dipindah kembali ke kota mereka oleh kantornya, dia dan isterinya serta Rio anak semata wayangnya ahkirnya pindahan kembali ke sebuah rumah mungil hanya berselisih tiga blok dari rumah Bayu dan Verna, dan sekarang sambil merayakan pindahan, mereka bereuni di rumah baru Tanza. "Masuk yuk, isteriku sudah teriak-teriak dari tadi nyuruh kita makan." Tanza tersenyum geli membayangkan Sarah yang begitu bahagianya bisa kembali ke kota kelahirannya, dan sangat bersemangat bisa satu kota dengan Verna. Verna dan Sarah bersahabat sejak sebelum Verna menikah dengan Bayu, dan Sarah juga yang dulu selalu menemani Verna di kala kehamilan pertamanya. Ketika Tanza mengajak Sarah pindah rumah, kelihatan sekali kalau Sarah sangat sedih kehilangan persahabatannya dengan Verna. "Terimakasih Tanza, kami jadi merepotkan sepertinya, apalagi Sarah sampai memasak masakan yang begitu banyak dan enak buat menyambut kedatangan kita." Tanza mengecup Rio lagi yang harum bedak dan minyak kayu putih,  "Tidak apa-apa Bayu, Sarah senang memasak apalagi memasak untuk kalian, dia sudah dari pagi bangun dan mengolah bahan-bahan makanan dengan bersemangat." Mereka berjalan bersisian memasuki rumah, Verna menyambut mereka di ruang tamu, wajahnya merona merah karena bersemangat dan terlihat montok karena sedang mengandung anak kedua mereka di usia kehamilannya yang ke-enam bulan, dua langsung menggenggam tangan Bayu, "Melihat hujan lagi sayang?" Bayu mengangguk, "Pemandangan tamannya begitu hijau dan indah, dengan disiram air hujan jadi semakin membahagiakan, aku tidak mau melewatkan pemandangan itu.", dengan lembut Bayu menyentuh pipi Verna, "Pipimu memerah dan berkeringat." Verna tergelak, "Aku membantu Sarah mengeluarkan kue cokelat dari oven." dengan lembut Verna mengelus perutnya dan menatap Bayu dengan sayang, "Aku sehat-sehat saja sayang." Tanza berdehem untuk memecah kemesraan itu, Verna dan Bayu langsung tersenyum malu-malu, "Aku senang melihat kalian." Tanza mengangkat alisnya menggoda, "Syukurlah kalian berbahagia ya." Dengan lembut Verna mengangguk, "Dan syukurlah kau juga berbahagia Tanza." Saat itu Sarah keluar dari ruang tengah, dan menatap semuanya, "Kenapa kalian semua termenung di sini? ayo kita makan, masakannya sudah siap." ajaknya dengan nada ceria. Mereka memasuki ruang tengah rumah itu, dimana seluruh hidangan sudah ditata dengan rapi di atas meja. Sarah memang pandai memasak, dan dia senang memasak untuk sahabat-sahabatnya. Bayu mengambil sup jamur yang dibuat Sarah di meja, di sebuah mangkuk kecil dan mencicipinya, lalu dia memutar bola matanya, "Wow. Pantas kau sepertinya tambah berisi Tanza, masakan isterimu luar biasa." Tanza tertawa dan melirik Verna, "Kau sendiri juga sepertinya bertambah berisi, apakah itu karena Verna sudah belajar memasak? setahuku dulu dia cuma bisa bikin mie instant, itupun diragukan." "Aku sudah bisa memasak." Verna melirik kesal kepada Tanza lalu terkekeh, "Setelah kursus yang melelahkan dengan ibunya Bayu, rasanya malu sekali waktu itu ketika semua masakan yang kumasak hasilnya hancur...." "Sekarang masakanmu sudah lumayan kok sayang." Bayu menghibur dan memeluk pundak Verna. Verna tergelak lagi, "Dan karena sekarang Sarah sudah di sini, aku bisa belajar memasak dengannya." Kali ini giliran Sarah yang tertawa, "Hei, tidak bisa gratis, kau harus menggantinya dengan menemaniku jalan-jalan bersama Rio dan Sasha." Verna mengangguk, lalu mengernyit, "Dimana Sasha?", matanya mencari-cari anak perempuannya itu. Tadi Sasha ikut membantunya menyiapkan kue dengan gembira, "Tidur.", gumam Sarah mengedipkan matanya, "Dia terlalu bersemangat membantu kita memasak tadi dan kelelahan, jadi ketiduran di sofa depan televisi." Verna melirik ke sofa yang terletak di ruangan sebelah, ruangan khusus televisi dan melihat anak perempuannya yang mengenakan gaun putih berpita itu dan tampak sangat menggemaskan ketika tertidur pulas di sofa.  Tanza memindahkan Rio ke gendongan Sarah yang kemudian mengambilkan makanan untuk disuapkan kepada anaknya. Mereka makan dalam kebahagiaan diiringi alunan suara gemericik hujan di luar. "Oh ya, Nadia akan pulang tahun depan." Tiba-tiba Verna teringat kabar gembira yang diterimanya tadi pagi ketika Nadia menelepon. "Oh ya? dia akan datang bersama suami barunya?" Tanza tersenyum, "Aku cuma melihat wajah suami barunya lewat email yang dikirim Nadia, menyesal sekali aku tahun kemarin tidak bisa berangkat ke Jepang, menghadiri pernikahannya." Verna tersenyum, "Iya, dia ingin memperkenalkan suami barunya kepada tempat kelahirannya, dan kepada kita semua." Tanza merenung, "Apakah Nadia bahagia Verna?"  Sejak Nadia berangkat ke Jepang memang Tanza sangat jarang bertemu dengan Nadia, karena kesibukan kuliah Nadia dan kemudian pekerjaannya di Jepang,  Nadia sangat jarang pulang. Dia hanya pulang satu tahun sekali, dan itupun tepat kebetulan Tanza tidak bisa datang berkunjung. Verna menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Tanza, dia mengingat senyum cerah Nadia di hari pernikahannya di jepang, dia tampak sangat mencintai calon suaminya waktu itu dan matanya benar-benar berbinar seperti perempuan yang jatuh cinta. Pada saat itu, Verna dan Bayu sangat bersyukur karena ahkirnya Nadia menemukan lelaki yang benar-benar dicintainya, "Dia sangat bahagia Tanza, dan katanya dia saat ini sedang hamil tiga bulan." "Wah." Tanza menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya sekaligus senang, "Aku sungguh tak menyangka kita semua akan berada di titik ini, berdiri bersama dan mengenang masa lalu dengan berbahagia, Tuhan memang maha baik, memberikan skenario yang begitu indah untuk kita." "Ya." Verna mengangguk lagi, "Tuhan memang Maha baik.". diliriknya Bayu yang sedang mendekati puterinya dan membangunkannya untuk di ajak makan, diliriknya Sarah yang sedang menyuapi Rio dengan penuh kasih sayang, dielusnya perutnya yang sedang mengandung calon buah hatinya dan Bayu, dibayangkannya suara Nadia yang penuh kebahagiaan di teleponnya tadi pagi, lalu ditatapnya Tanza yang sepertinya berpikiran sama dengannya, "Aku mensyukuri semua yang terjadi di masa lalu, hingga menempatkan kita pada keadaan yang sekarang. Tanza tersenyum setuju, "Semuanya tidak bisa lebih baik lagi dari sekarang kan?" Pertanyaan itu tidak perlu di jawab lagi. Tuhan sudah menyiapkan skenario sendiri-sendiri untuk umatnya, kadangkala skenario itu berliku-liku dan penuh bebatuan yang terjal, tetapi ketika manusia mampu melewati segala ujian itu, bisa saling memaafkan, saling berterima kasih dan saling mensyukuri, biasanya Tuhan akan memberikan akhir yang indah untuk semuanya. Seperti kisah Verna, dan hujannya, dan orang-orang yang ada di dalam hatinya.... :)  End of Epilog  Baca Part 1 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/10/verna-dan-hujan-part-1.html 

Baca Part 2 :http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/11/verna-dan-hujan-part-2_5.htmlBaca Part 3 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-3_5787.html#more

Baca Part 4 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-4.html
Baca Part 5 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-5.html 
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 16, 2012 20:12

December 15, 2012

Verna dan Hujan Part 5

Created on December 15, 2012 - Bandung

Disclaimer : Bandung dengan hujannya yang ( hampir ) setiap hari melahirkan cerita ini. Mau tak mau membuat saya merenungkan hujan dari dua sisi, Hujan yang mendatangkan kebahagiaan bagi manusia yang mencintainya sepenuh hati, dan hujan yang mendatangkan kesedihan bagi manusia yang belum bisa melepaskan masa lalunya.
      Ponsel itu jatuh dari tangan Verna, meluncur ke lantai.Tanza langsung berdiri dengan cemas, membungkuk dan meletakkan ponsel itu ke genggaman tangan Verna yang terpaku."Kenapa Ver?"Dengan susah payah Verna menelan ludah, lalu berusaha bersuara,"Nadia....""Nadia? Tadi Nadia yang menelepon? Ada apa?""Bayu...""Kenapa Nadia dan Bayu?" Nada suara Tanza tampak frustrasi karena jawaban Verna yang terpatah-patah.Air mata mengalir di pipi Verna tanpa dapat ditahan, tiba-tiba ketakutan melandanya. Bayu kritis, oh Tuhan, bagaimana mungkin dia hidup tanpa keadaran bahwa Bayu jug hidup? Sadar dan bahagia bahwa mereka masih menghirup udara yang sama, menginjak bumi yang sama.... meskipun tidak bisa saling memiliki...."Verna?" suara Tanza makin meninggi, meminta perhatian sekalugus cemas melihat air mata yang mengalir deras di pipi Verna."Nadia... Nadia menelepon, katanya..... Bayu... Bayu kecelakaan, Tanza. Kondisinya kritis..."***

Di sana, di lorong itu, tampak mama dan papa Verna, kedua orangtua Bayu, dan.... Nadia.Nadia menoleh begitu melihat Verna, wajahnya pucat pasi dan matanya sembab memerah, seperti sudah menangis begitu lama. Verna hanya terpaku di sana, tidak berani mendekat, dengan Tanza di sebelahnya.Nadialah yang pertama kali berdiri dan mendekat. Mereka berdiri berhadap-hadapan."Bayu..... kondisinya masih kritis, limpanya pecah karena benturan... dan dokter masih berusaha menyelamatkan tangan kanannya, tangan kanannya luka parah... kalau... kalu tidak bisa diselamatkan, kemungkinan... akan diamputasi....", Tangis Nadia pecah berhamburanSecara spontan, Verna memeluk saudara kembarnya, menyiapkan diri untuk didorong ataupun ditolak mentah-mentah oleh Nadia.Tetapi itu tidak terjadi, Nadia sepenuhnya luluh dalam pelukannya, sama seperti masa-masa dulu, ketika Nadya menjadikan Verna tempatnya bersandar. Nadia menangis, keras-keras dalam pelukan Verna, dan Verna memeluknya erat-erat turut menangis bersamanya. Mereka berpelukan, sama-sama menangisi Bayu. Lelaki yang sama-sama mereka cintai dengan sepenuh hati.Saat ini semua permusuhan terasa tidak penting lagi. Tidak penting lagi, karena lelaki yang sama-sama mereka cintai itu sekarang sedang memperjuangkan hidupnya di meja operasi.Orang tua mereka dan orang tua Bayu memilih terdiam dan memberi ruang kepada dua saudara kembar yang saling menumpahkan kepedihan itu, Tanza juga berdiri sedikit menjauh.Lama kemudian Nadia mengangkat kepalanya dan mengusap air matanya, lalu menatap Verna lemah,"Maafin gue."Permintaan maaf itu sudah mewakili segalanya. Hanya sebuah kata yang singkat tetapi Verna sudah mengerti arti terdalam dari ucapan Nadia. Dia sungguh mengerti.Dengan lembut Verna mengangguk. Tak perlu ada kata-kata. Nadia sudah mengerti bahwa mereka sudah saling memaafkan. Mereka berdua lalu menghampiri mama dan papa mereka, yang langsung memeluk kedua puteri kembarnya dengan penuh rasa sayang. Verna juga menyalami kedua orang tua Bayu, mama Bayu langsung memeluknya dengan penuh air mata. Tentu saja, mereka sama-sama cemas, menanti kepastian kondisi Bayu di dalam sana.Setelah itu mereka duduk di sofa paling ujung, di ruang tunggu operasi. Sementara itu Tanza memilih duduk di paling ujung, menjauh. Tetapi Verna melihat, Nadia bahkan tidak melirik Tanza, perhatiannya terlalu terpusat pada pintu kamar operasi itu.Dengan senyuman pedih Nadia bergumam, cukup pelan hingga hanya bisa di dengar mereka berdua."Gue... gue tiba pertama kali di sini.... Bayu tadinya masih sadar.... dia penuh darah, kata polisi, saksi mata bilang Bayu menyetir lurus seperti kosong pikirannya, dia nembus lampu merah begitu saja dan ditabrak mobil dari arah samping.....", Nadia meringis sedih, "Gue pikir kalau sampai Bayu mencoba bunuh diri, itu pasti gara-gara gue yang terlalu memaksa dia.""Nadia, Bayu nggak mungkin bunuh diri. Dia nggak mungkin melakukan itu.""Verna.", suara Nadia dipenuhi kesakitan, "Gue mendesaknya ahkir-ahkir ini. Gue jengkel dia selalu menghindar kalau gue minta bantuannya ngurus masalah pernikahan. Gue paksa dia dengan ancaman, dengan semua cara. Padahal jauh di lubuk hati gue, gue tahu Bayu setengah hati ngejalanin ini semua.... dia mikirin lo..""Nadia....""Lo ga usah jaga perasaan gue Ver, sebenarnya kebenaran itu udah gue ketahui sejak dulu. Cinta Bayu cuma di lo... gue aja yang terus memaksa dan memaksakan semuanya, karena gue egois, karena gue mau dapat yang gue mau, dan ahkirnya Bayu yang jadi korban, lo yang jadi korban....""Gue yang salah Nadia, gue... gue gak bisa nahan diri gue, perasaan gue....""Mungkin dari sejak awal perasaan Bayu ke gue bukan cinta." Nadia tersenyum lembut, dan menggenggam tangan Verna, "Mungkin dia ngerasain cinta yang sebenar-benarnya sama lo.... gue sadar itu Ver, cuma gue mengusir kesadaran itu jauh dari pikiran gue. Gue malahan jadi ketakutan sendiri, bertingkah posesif sama Bayu, mengawasinya, memata-matainya.... sampe jadi paranoid karena takut kalo Bayu nemuin lo.... hidup gue sendiri jadi nggak tenang, penuh ketakutan....""Lo nggak salah Nadia, Bayu... Bayu pacar lo, dan cinta nggak pernah salah...'"Cinta memang nggak pernah salah.", Nadia menghela napas, "Tetapi akan jadi salah kalau seseorang memaksakan cintanya. Cinta lo sama Bayu juga nggak pernah salah.. gue percaya lo nggak bermaksud Ver. Gue percaya. Selama ini gue diliputi kecemburuan dan perasaan dikhianati.... yang gue pikirkan cuma gimana nyakitin lo, gimana gue bisa bikin lo ngerasain kesakitan yang sama kayak gue... tetapi makin gue nyakitin lo, bukan kepuasan yang gue dapat... perasaan ini hampa... puncaknya ketika tadi gue menggenggam tangan Bayu yang masih kritis bersimbah darah di UGD.", Air mata Nadia mengalir lagi, deras dan diliputi kesakitan yang dalam."Bayu menatap mata gue, matanya berkabut, gue genggam tangan dia, nyoba ngasih semangat ke dia, bilang dengan sungguh-sungguh kalau gue ada di sampingnya buat ngasih dia kekuatan, teriakin ke dia supaya dia berjuang..... tapi hanya satu kata yang diucapkannya sebelum tak sadar...", Nadia mengusap air matanya, "Dia manggil nama lo Ver, dia bilang dengan jelas, Verna.... dan gue bagaikan di sambar petir dengernya... " Verna memeluk Nadia lagi di sofa itu, dan Nadia balas memeluk Verna, kemudian setelah isakannya mereda, Nadia mengangkat kepalanya dan menatap Verna. "Hanya lo yang diingatnya di saat-saat kritisnya. Detik itu juga gue sadar, betapa cintanya Bayu ama lo, betapa kejamnya gue yang telah misahin dua orang yang saling mencintai, apalagi memaksakan sebuah pernikahan yang pada ahkirnya akan menyakiti diri gue sendiri....", Nadia menggenggam tangan Verna, "Kalau setelah ini, Bayu selamat. gue berjanji, gue nggak akan menghalangi cinta kalian." Wajah Verna memucat, "Nadia... lo nggak bisa begitu saja..." "Gue bisa.", suara Nadia mantap."Gue memang cinta sama Bayu, seperti halnya lo, kita berdua pasti bisa nerima Bayu apa adanya, bagaimanapun kondisi Bayu setelah ini... ", Napas Nadia terdengar sesak, "Tetapi yang dipilih Bayu adalah lo, dan gue... saat ini gue pikir lebih baik gue biarkan orang yang gue cintai bahagia, daripada gue memaksakan dia cinta sama gue, yang sulit terjadi...", senyum Nadia tampak tulus. "Kalau nanti Bayu selamat, tolong jaga dia baik-baik buat gue." Verna terpaku tak bisa berkata-kata, matanya berkaca-kaca demi kemudian sebutir air mata meluncur turun dari matanya, deras dan kemudian susul menyusul butir demi butir menjatuhi pipinya. "Gue gak bisa bahagia di atas penderitaan lo." "Gue memang sakit, tapi gue akan sembuh. Mungkin akan lebih sakit kalo gue memaksakan pernikahan dengan Bayu, lalu hidup dengan kesadaran bahwa Bayu nggak cinta sama gue, belum lagi detik demi detik dipenuhi ketakutan dan kecemburuan nggak penting karena gue cemas Bayu akan mencari lo lagi." Nadia berusaha meyakinkan Verna. "Percayalah Verna, gue lebih lega dalam kondisi begini."Verna mengusap air mata di pipinya, kemudian menatap pintu kamar operasi yang masih tertutup rapat,"Gue nggak tahu harus bilang apa Nadia...""Gue mau minta maaf untuk satu hal lagi."Verna menoleh menatap Nadia,"Untuk apa?""Untuk Tanza." dengan pelan Nadia mengedikkan bahunya ke arah Tanza yang duduk di bangku paling ujung dan merenung, "Lo pasti kaget, kalo gue bilang gue udah kenal Tanza sejak lama."Verna sama sekali nggak kaget, tetapi dia terdiam dan memutuskan akan lebih baik kalau Nadia berpikir Verna tidak tahu apa-apa sama sekali. Kalau Nadia sampai tahu bahwa Tanza sudah menceritakan semua sama dia, Nadia mungkin akan merasa malu sekali. Saat ini saja, permintaan maaf Nadia akan Tanza pasti membutuhkan perjuangan berat untuk mengakui kesalahannya."Gue... gue yang nyuruh Tanza ngedeketin lo. Biar... biar lo nggak cinta lagi sama Bayu."Verna hanya melirik Tanza sebentar, lalu mengangguk,"Lo nggak marah sama gue?" Verna tersenyum dan meremas tangan Nadia, "Gue nggak akan marah Nadia, lo berhak melakukan itu.""Gue kekanak-kanakan....", Nadia menghela napas lagi, "Tapi... tapi Tanza cowok yang baik, dia mungkin bersahabat denganmu dengan sungguh-sungguh, bukan palsu."Sekali lagi Verna mengangguk dan tersenyum lembut, "Iya Nadia, gue ngerti kok. Gue nggak nyalahin lo, gue nggak nyalahin Tanza. Gue bener-bener maklum kenapa lo ngelakuin ini semua..." Hening Dua saudara kembar itu terdiam setelah mencurahkan perasaannya. Kini hanya doa yang tercurah dari hati mereka. Doa untuk Bayu. Kekasih yang sama-sama mereka cintai. *** Dokter itu keluar dari kamar operasi lima jam kemudian.Nadia dan Verna yang lebih dulu menyerbu dokter itu, disusul oleh seluruh keluarga mereka dan Tanza."Operasi limpanya berhasil, pasien akan baik-baik saja setelah melalui proses penyembuhan intensif.... tetapi..", dokter itu menelan ludah sejenak sambil menatap mata-mata cemas di hadapannya, "Mohon maaf kami tidak bisa menyelamatkan lengan sebelah kanannya, pasien harus diamputasi."*** Kesakitan itu membungkusnya. Dia seakan disekap dalam selubung nyeri yang begitu kuat, sampai tak tertahankan lagi. Dengan seluruh kekuatannya dia berusaha menembus selubung itu, berusaha merobeknya. Tetapi dia lemah, dan kemudian menyerah. Berlutut dan kalah membiarkan selubung itu makin menekannya, berusaha melenyapkannya.Tetapi kemudian suara itu terdengar, suara yang sangat dirindukannya. memanggil namanya.Verna...?Dia kembali berdiri, lalu berusaha merobek selubung tebal itu, tidak mampu pertamanya, tetapi dia berjuang keras, ingin mendengar suara Verna yang memanggilnya samar-samar di kejauhan itu. Butuh mendengar suara Verna, Vernanya....Dan selubung itu kemudian tersobek, memancarkan cahaya putih menyilaukan menembus lubang-lubang sobekannya, dia memejamkan mata dan merasakan tubuhnya tersedot keluar ke arah cahaya itu.***Matanya terbuka dan mengernyit ketika menyadari dirinya berada di dalam ruangan bercat putih keseluruhannya. Lidahnya terasa pahit dan kering. Dan keadarannya terasa sangat berat untuk dikembalikan.Sesaat Bayu kebingungan, dia ada dimana? kenapa? apa yang terjadi?Lalu tanpa sadar Bayu menggerakkan lengannya yang terasa berat karena infus, menyentuh perutnya, dan rasa sakit tiba-tiba menusuknya.Perutnya terasa nyeri! Kenapa?Lalu ingatan itu berhamburan memasuki kesadarannya. Bayu ingat dia sedang mengemudiakan mobil siang itu, menembus jalan yang lengang, pikirannya melayang ke tanggal pernikahannya yang semakin dekat. Ke perasaan tersiksanya karena merasa sama seperti sapi yang akan di bawa ke ladang pembantaian, tidak bisa menolak untuk terus berjalan ke sana, meski tahu akan mati kemudian.Dan setelah itu Bayu tidak ingat apa-apa lagi, hanya suara hantaman yang keras yang kemudian mengantarnya dalam kegelapan, nyeri itu masih terasa, pun kemudian ketika kesadarannya kembali akibat rasa sakit yang amat sangat.Bayu ingat dia melihat wajah Verna kala itu, sedang cemas menatapnya dengan air mata. Verna... atau Nadia? tiba-tiba kepala Bayu terasa sakit, dia mencoba menggerakkan lengannya, untuk memijit kepalanya. Lalu tertegun.Dia tidak bisa merasakan lengan kanannya....Dengan gugup Bayu berusaha mengangkat kepalanya, menengok ke arah lengan kanannya. Dan melihat, bahwa tangan kanannya sudah tidak ada, hanya berupa gumpalan perban pendek yang membalut begitu tebal di sikunya..... lengan sampai jemarinya sudah tidak ada.Jeritan Bayu yang terdengar sampai keluar ruangan kemudian membuat seluruh perawat berhamburan.*** "Hai, apa kabar." Verna duduk di sebelah ranjang Bayu dan tersenyum, menatap lelaki itu yang begitu muram dan pucat.Bayu begitu histeris dan shock mengetahui lengannya diamputasi hingga meronta-ronta dan berteriak-teriak di ranjang rumah sakit, membuat dokter harus menyuntiknya dengan obat penenang.Sekarang lima jam kemudian, Verna diizinkan untuk masuk dan menengok Bayu."Gue seneng Lo selamat.", gumam Verna kemudian, karena Bayu sama sekali tidak berkata-kata.Lelaki itu berbaring muram dan memalingkan kepala, tak mau menatap wajah Verna.Hening.Hening yang lama dan menyiksa."Bayu?" Ahkirnya Verna bertanya lagi, cemas dengan kediaman Bayu,"Kenapa lo kesini?" suara Bayu tampak tersiksa, penuh kesakitan, "Lo nggak perlu kesini.""Gue, gue denger dari Nadia kalo lo kecelakaan, Nadia minta gue kesini."Kali ini kata-kata Verna menarik perhatian Bayu, Karena sepengetahuan Bayu, hal terahkir yang akan dilakukan Nadia adalah menghubungi Verna."Iya Bayu, Nadia yang minta gue datang kesini... Nadia sudah berubah Bayu, dia... dia nggak akan memaksakan pernikahan itu lagi, dia nyuruh gue jagain lo.""Gue ga butuh rasa kasihan lo." gumam Bayu pahit"Apa?""Lo nggak ngeliat kondisi gue sekarang?" Bayu menatap Verna marah, "Gue.. gue nggak punya tangan, gue sudah bukan laki-laki sempurna lagi, gue cuma orang cacat!""Bayu!", suara Verna meninggi, "Gue nggak nyangka lo tega mandang diri lo selemah itu, itu bukan Bayu yang gue kenal!""Bayu yang lo kenal mungkin udah nggak ada lagi..""Nggak! gue yakin lo masih Bayu yang gue kenal, Bayu yang gue cintai sepenuh hati."Ekspresi Bayu berubah mendengar kata-kata Verna, pernyataan cinta Verna mau nggak mau membuat hatinya hangat, tapi apa gunanya? Bayu sekarang udah nggak pantas buat Verna."Bayu, denger gue." Verna berseru lembut, mencoba menarik perhatian Bayu, "Gue cinta lo karena diri lo, karena pribadi lo, karena dulu ketika gue habisin waktu gue sama lo, gue ngerasa hangat, nyaman dan bahagia. Gue nggak peduli lo kehilangan satu lengan, toh lo masih beruntung, operasi limpa lo berhasil, lo masih punya satu lengan lagi, dan bagi gue lo masih Bayu gue.'"Gue nggak pantes buat lo lagi Ver...""Jangan ngomong gitu Bayu, itu sama aja lo ngerendahin cinta gue ke lo." air mata frustrasi mulai menetes di mata Verna, "Gue harus bagaimana biar lo yakin ama cinta gue?"Bayu menatap Verna dalam-dalam dan matanya ikut berkaca-kaca. Ah, ini memang Verna yang sama, belahan jiwanya, cinta sejatinya."Gue takut kondisi gue ini ngeberatin lo nantinya...""Bayu, gue akan dampingi lo sampai lo terbiasa dengan kondisi baru lo, rumah sakit juga akan ngebantu lo, lo bisa pake tangan palsu, dan gue akan bantu lo, gue akan bantu lo Bayu." Verna mengulang-ulang kata-katanya dengan penuh semangat, hingga Bayu tersenyum."Gue mungkin akan bikin lo kesulitan di saat-saat awal."'Gue siap Bayu, Lo harus tahu, ketika lo selamat dari operasi gue sangat bersyukur, gue nggak minta apa-apa lagi sama Tuhan, asalkan lo selamat, gue akan sekuat tenaga jadi pasangan yang bisa nguatin lo di saat apapun.Setetes air mata mengalir di sudut mata Bayu, dan Verna berdiri, lalu mengecup dahi Bayu."Kita berjuang bersama-sama ya"*** Verna melangkah keluar dari kamar Bayu yang sudah tertidur, dan bertatapan dengan Tanza yang duduk di sofa luar, menunggunya,Entah sudah berapa lama Verna tadi melupakan kehadiran Tanza, tiba-tiba saja Verna merasa bersalah,"Nadia sedang turun makan di kantin bareng sama orang tua lo dan orang tua Bayu, gue bilang gue akan nungguin lo keluar dulu, lo juga harus makan Ver."Verna mengangguk dan sengatan rasa bersalah itu semakin dalam. Tanza begitu baik, dan mencintainya. Tetapi Verna sudah memilih. Dia harus bersama Bayu dan merawatnya."Gimana kondisi Bayu?" Tanza bertanya ahkirnya ketika mereka berjalan bersisian menuju kantin."Bayu... sudah sedikit lebih tenang."Tanza menghela napas panjang, "Nadia tadi sudah menjelaskan seluruh kondisinya kepada orang tua kalian, ketika lo lagi di kamar nungguin Bayu, dia bilang dia nyerahin Bayu ke lo."Verna menelan ludahnya."Maafin gue Tanza."Tanza merengkuh pundak Verna dalam rangkulannya,"Jangan pikirin gue, lo bahagia kan dengan kondisi ini?"Oh Ya. Verna amat sangat bahagia. Ahkirnya dia dan Bayu bisa saling mencintai. Tanpa dihantui perasaan bersalah, tanpa ketakutan akan penghakiman dan tuduhan-tuduhan dari orang lain. Verna tidak mungkin bisa lebih bahagia daripada ini."Gue bahagia Tanza, ini bagaikan sebuah impian yang menjadi kenyataan.", dengan sedih Verna menatap mata Tanza, "Gue... gue gak tahu gimana harus minta maap sama lo.""Gue udah bilang jangan pikirin gue... dan mungkin kalo informasi ini bisa mengurangi rasa bersalah lo...", Tanza menunduk dan menatap Verna, "Perasaan gue ke lo mungkin bukan cinta antara pasangan, perasaan sayang gue ke lo lebih seperti kasih sayang antara kakak dan adik. Sebelumnya gue nggak sadar dan mengira kalo gue cinta sama lo. Tetapi kejadian di kost lo barusan, waktu lo nyoba gaun itu.... ketika gue mau cium bibir lo, tapi gue nggak bisa dan nyium dahi lo...", Tanza mengangkat bahu, "Mungkin karena gue menganggap lo seperti adek gue sendiri, dan mencium lo dengan romansa terasa salah."Verna menganggukkan kepalanya,"Gue seneng dengernya Tanza."Tanza tersenyum lembut."Jadi seperti gue bilang, ga usah terlalu mikirin perasaan gue lagi ya."Ada setitik kepahitan di mata Tanza, tetapi dia cepat-cepat memalingkan matanya supaya Verna tidak melihatnya. Tak bisa dipungkiri, meskipun mungkin Tanza memang hanya menganggap Verna sebagai adik. Tetapi rasa cinta itu pernah ada, dan mematahkan hatinya. Tanza patah hati. Tetapi dia berusaha supaya Verna tidak menyadarinya.Biarkan Verna menikmati bahagianya ini sepenuhnya*** "Bagaimana rasanya?" Verna menatap ingin tahu ke arah Bayu yang sedang duduk di ranjang, mencoba tangan palsu yang dibuatkan khusus untuknya, untuk pertama kalinya."Aneh", gumam Bayu sambil mengerutkan keningnya, Rasanya aneh ada sesuatu yang diikatkan di lenganmu dan terasa begitu kaku, tidak selentur tangan aslinya.Tetapi mungkin ini lebih baik, Bayu akan belajar menggunakan tangan palsunya sebaik mungkin. Pada awalnya dia memang kerepotan dan frustrasi karena tangan kanannya benar-benar bagian tubuh paling krusial baginya, kadang dia kesulitan ketika akan menggaruk bagian-bagian tubuhnya yang terbiasa menggunakan tangan kanan, ataupun harus belajar menulis dengan tangan kiri, tetapi syukurlah ada Verna di sampingnya yang salalu memberikan kekuatannya hingga Bayu terdorong untuk sembuh sebaik mungkin supaya bisa membahagiakan Verna."Nantinya akan terbiasa." Kali ini Nadia yang bergumam dalam senyum, "Mungkin kau hanya akan membutuhkan bantuan ketika mengancingkan baju atau hal-hal kecil lainnya, tapi untuk hal-hal sederhana, tangan palsu itu akan sangat membantumu."Bayu tersenyum dan menatap Nadia lembut,"Terimakasih Nadia."Nadia membalas senyuman Bayu dengan sama tulusnya,"Oh ya, karena kita semua sudah berkumpul di sini, gue pingin menyampaikan kabar gembira."Verna dan Bayu menoleh bersamaan mendengar nada serius di suara Nadia."Gue dapat beasiswa buat ngelanjutin magister di Jepang, mungkin dalam dua bulan ke depan aku akan berangkat, masa kuliah memang belum dimulai, tetapi gue akan tinggal di sana dulu untuk adaptasi.""Nadia?" Wajah Verna berubah sedih, "Apakah lo... apakah lo sengaja pergi gara-gara gue? karena mungkin lo ga sanggup ngelihat gue sama Bayu?"Nadia menggeleng,"Gue sungguh bahagia buat kalian berdua, sungguh.", Senyum Nadia tampak meminta pengertian, "Tapi gue ingin menyembuhkan hati gue, supaya nanti ketika gue pulang, gue bener-bener bisa nerima semuanya dengan lapang dada.""Tapi Nadia...'Nadia mendekat lalu memeluk Verna dengan sayang,"Tolong jangan merasa bersalah Ver, gue sayang sama lo, jadi jangan pernah merasa bersalah. Gue cuma pingin ngejar kebahagiaan gue sendiri, doain gue ya?""Gue pasti doain lo Nadia... gue pasti.""Makasih Verna", Nadia tersenyum dan menatap Bayu, "Lo juga harus cepat sehat Bayu, jaga Verna baik-baik."Bayu mengangguk sepenuh hati,"Pasti, gue janji Nadia...."Nadia mendekat dan memeluk Bayu, "Makasih Bayu...", suara Nadia terasa sesak menahan tangis.Bayu memeluk Nadia dengan sebelah tangannya, "Gue juga makasih banyak Nadia, makasih banget...."*** Verna dan Bayu duduk di teras rumah menatap hujan. Kondisi Bayu sudah membaik, dan sudah boleh pulang dari rumah sakit.Sekarang mereka duduk menatap hujan deras yang turun membasahi bumi dengan suara gemericik yang menyenangkan. Ya, hujan kali ini tidak terasa menyesakkan lagi pagi Verna, karena ada Bayu di sebelahnya, menemaninya."Gue bahagia banget." bisik Bayu ditelan gemericik hujan."Gue juga....""Lo... lo nggak nyesel? berahkir sama gue dengan kondisi seperti ini, cowo itu, Tanza, tampak berkali-kali lebih sempurna daripada gue."Verna tersenyum berusaha meredakan keraguan  Bayu,"Bayu, gue dan Tanza itu lebih seperti kakak adik, lo jangan pikirin ya.... gue saat ini bener-bener bahagia.""Lo nggak malu gue pake tangan palsu kayak gini?" kalo kita jalan pasti banyak yang noleh ngeliatin gue.'"Gue rasa itu keren." Verna tersenyum jahil, "Kayak bajak laut... gue kepikiran gimana kalau kita pasang pengait di tangan palsu lo biar kayak kapten hook yang terkenal itu.""Verna!", Bayu melirik jengkel karena Verna bercanda, tetapi kemudian dia tertawa bersama Verna, "Makasih ya Ver, yang perlu lo tau, biarpun gue banyak kekurangan, gue mensyukuri kesempatan yang di kasih Tuhan ini, kesempatan yang pada ahkirnya ngebawa gue bisa bersama lo, mencintai lo sebebas-bebasnya, gue berjanji, gue akan berusaha sekuat tenaga buat bahagiain lo.""Gue yakin itu Bayu, gue juga janji akan sedapat mungkin bahagiain lo.""Gue cinta lo Verna.""Gue juga Bayu."Dan suara pernyataan cinta itu bersahutan dengan hujan yang makin mengalir deras. Seperti melodi pengiring hati yang terlah sekian lama saling merindukan. Sekarang Verna akan bersahabat dengan hujan, dan tersenyum mengenang semua saat romantis, yang dia nikmati bersama Bayu, kekasihnya.THE END 
Baca Part 1 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/10/verna-dan-hujan-part-1.htmlBaca Part 2 :http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/11/verna-dan-hujan-part-2_5.htmlBaca Part 3 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-3_5787.html#more

Baca Part 4 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-4.html

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 15, 2012 05:28

December 12, 2012

POSTINGAN BARU 4 NOVEL KARYA SANTHY AGATHA

PS : ALL POSTINGAN UNTUK REVISI 4 NOVEL KARYA SANTHY AGATHA AKU BUATKAN POSTINGAN BARU DI HALAMAN DEPAN YAH, MENGINGAT POSTINGAN YANG LAMA, KARENA BANYAKNYA YANG BERAPRESIASI JUMLAH KOMENTAR YANG ADA DI POSTINGAN LAMA SUDAH MEMENUHI MAKSIMAL QUOTA ( 200 KOMENTAR ) HEHEHEHE *JADI MALU* JADI KALAU ADA YG MAU NANYA2 TENTANG 4 NOVEL INI, KOMENTNYA DI POSTINGAN YANG BARU INI YAH DEAR, JANGAN DI YANG LAMA, KARENA TAKUTNYA NGGAK BISA MUNCUL HEEEE
*PELUK SAYANG SEMUANYA*

A Romantic Story about Serena
Genre : Roman, novel

Dalam hidupnya, Impian Serena hanyalah ingin menjadi perempuan yang biasa-biasa saja. Dia ingin menikah dengan Rafi kekasihnya, membentuk keluarga kecil yang bahagia, lalu seperti akhir kisah klise lainnya: bergandengan tangan di usia senja, melangkah menuju matahari terbenam.
Tetapi ternyata apa yang dia inginkan meskipun sederhana, tidak semudah itu menjadi kenyataan. Kecelakaan itu telah merenggut semua yang diimpikannya, orang tuanya, merenggut rencana pernikahannya dengan Rafi yang kemudian tak berdaya dan membuatnya harus berjuang sendirian, dan menghancurkan semua
mimpi-mimpinya yang sebelumnya terbungkus dalam rencana masa depan yang telah tersusun rapi. Semuanya hancur. Dalam perjuangannya untuk bangkit itulah dia harus berhubungan dengan Damian, seorang taipan kaya yang sombong, arogan, suka memaksakan kehendak, dan...punya obsesi seksual terpendam terhadap dirinya. Serena membutuhkan Damian lebih demi menyelamatkan Rafi, sedangkan Damian membutuhkan Serena untuk memuaskan hasrat obsesif yang terus menerus menyiksanya terhadap Serena.
Dua manusia yang seharusnya tidak pernah bersilang jalan inipun dipertemukan oleh keadaan. Dua manusia yang saling membenci satu sama lain tetapi dikalahkan oleh hasrat dan kebutuhan. Hubungan mereka panas membara, luar biasa sampai mereka bisa terbakar habis di dalamnya. Mereka menjalin hubungan karena keterpaksaan, yang lama kelamaan menjadi hubungan saling membutuhkan, saling merindukan dan saling memuaskan dan….. akhirnya menyerah untuk saling mencintai.


Sampai kemudian tiba saatnya Serena harus memilih antara Hasratnya pada Damian, lelaki arogan yang terus menerus menyakitinya tetapi berhasil merenggut hatinya, atau cintanya kepada Rafi, lelaki yang baik, yang pernah meninggalkannya untuk berjuang sendirian, tetapi tetap menjaga janjinya dalam sebentuk cincin pertunangan di jari manisnya."




From The Darkest Side
Genre : Roman, novel, Thriller
Hidup Sharin semula biasa-biasa saja. Dia adalah anak yang tidak diakui ibunya sendiri, seorang artis ternama yang memilih merahasiakan keberadaannya di depan umum dan membiarkannya dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Sampai kemudian Cathy, ibunya memintanya berkenalan dengan calon ayah tirinya, seorang lelaki muda yang begitu berkuasa. Darren Leonidas, milyader kaya keturunan Yunani yang tampaknya menyimpan rahasia kelam yang berhubungan dengan masa lalu Sharin.

Begitu memasuki rumah calon ayah tirinya itu, ada nuansa gelap yang melingkupi Sharin, seolah-olah ada sepasang mata yang selalu mengawasinya sepanjang waktu, berusaha menunggu saat dia lengah untuk menyakitinya. Dan sikap calon ayah tirinya, yang entah kenapa begitu tampan, muda, kaya, berkuasa dan misterius itupun tampaknya sama sekali tidak membantu Sharin untuk memecahkan misteri yang melingkupinya, karena Darren – sang calon ayah tirinya – tampaknya merahasiakan sesuatu. Sesuatu yang cukup gelap dan menakutkan, sesuatu menyangkut Sharin dan masa lalunya. Sesuatu yang bisa dengan kejam melukai orang lain demi mencapai tujuan jahatnya. Kisah ini adalah kisah thriller romance yang diilhami oleh ide yang hampir sama di semua kisah romance di dunia : Cinta segitiga. Tetapi cinta segitiga disini sangat unik, karena hanya melibatkan dua orang J. Kalian akan disuguhi suasana mencekam, darah, kekejaman sekaligus pelampiasan hasrat dan petualangan seksual yang luar biasa panas antara tokoh2 di dalamnya.
Unforgiven Hero
Genre : Roman, novel
Rafael Alexander adalah seorang pengusaha sukses keturunan dari keluarga kaya yang berpengaruh. tetapi sebenarnya Rafael menyimpan rasa bersalah yang menyiksa seumur hidupnya. Di masa mudanya, Rafael pernah menyebabkan kecelakaan parah yang membunuh seorang sopir taxi tua yang ternyata meninggalkan seorang anak perempuan bernama Elena menjadi sebatang kara.

Dengan kekuasaan dan kekayaannya, Rafael berusaha menebus kesalahannya itu. Bagaikan malaikat pelindung, dia diam-diam mengatur segala aspek kehidupan Elena hingga menjadi mudah. Bahkan dengan kekuasaannya pula, dia memaksa Elena untuk terikat dengannya, ketika kemudian Elena mengetahui bahwa Rafael adalah orang yang menyebabkan kematian ayahnya, kebencian meledak di antara mereka, Elena tidak bisa memaafkan Rafael. Tapi karena terbiasa mendapatkan apa yang dia mau, Rafael ahkirnya menggunakan cara paksaan untuk memiliki Elena, dia menculik Elena ke tempat terpencil, jauh dari siapapun, berada sepenuhnya di bawah kuasanya, hanyut di dalam ledakan gairah Rafael, dan hanya bergantung kepadanya. Konflik terjadi ketika ada perasaan yang mulai terlibat dari hubungan yang semula hanyalah penebusan dosa dan pamer kekuasaan ini. Ketika perasaan itu semakin dalam, akankah Elena bisa memaafkan laki-laki yang telah merenggut nyawa ayahnya dalam kecelakaan itu?



Sleep With The Devil Genre : Roman, Novel, Thriller

Ketika bisnis orang tuanya jatuh, Lana terpaksa melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana orang-orang yang dicintainya satu persatu hancur. Ibunya terpuruk dalam rasa malu dan kecewa lalu meninggal karena digerogoti penyakit yang sumber utamanya adalah dari hatinya yang hancur, ayahnya ahkirnya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang diindikasikan bunuh diri dengan sengaja karena tidak kuat menghadapi beban hidup, meninggalkan Lana Sendirian.Sebatang kara di dunia ini, Lana menyadari bahwa penghancur hidup keluarganya, yang menjadi pembunuh tak langsung kedua orang tuanya adalah Mikail Raveno, Pria berdarah italia, penguasa bisnis yang punya hobby menghancurkan dan menguasai perusahaan-perusahaan kecil yang dia incar, termasuk perusahaan orang tua Lana. Mikail Raveno berdarah dingin, dan ditakuti karena tidak punya belas kasihan.Dengan nekad, Lana menyamar menjadi pelayan bar favourite Mikail. Dan Lana mencoba mencari cara untuk membalaskan dendamnya kepada lelaki kejam itu, ingin mencari kepuasan dengan melukai Mikail, meskipun hanya sedikit. Tetapi sayangnya, penjagaan keamanan di sekeliling Mikail tidak tertembus. Lana malahan berahkir dalam cengkeraman Mikail, dirinya di beli diluar kehendaknya, diculik paksa dan dipenjara di rumah Mikail.
Kenapa Mikail menyekapnya? Apakah Mikail mengetahu niat Lana untuk membalaskan dendam kematian kedua orangtuanya? Dan kenapa semakin lama, Mikail semakin tidak ingin melepaskan Lana?Novel ini begitu panas, oleh gejolak dan percikan gairah dua manusia yang saling bermusuhan, yang sama-sama bertemperamen keras, Lana seorang perempuan mandiri yang meledak-ledak harus berhadapan dengan Mikail, lelaki arogan yang terbiasa mendapatkan apa yang dia mau.

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 12, 2012 22:37

Sweet Enemy - Special One Shoot By Request

Prolog :
Kemarin, seorang sahabat meminta tolong kepadaku untuk membuat sebuah oneshoot fanfiction :) aku mempostingnya di sini juga tetapi tentu saja dengan nama cast yang sudah kusesuaikan.Ceritanya sederhanya, karena dimaksudkan hanya sebagai oneshoot saja, Tidak menutup kemungkinan cerita ini dikembangkan sendiri oleh masing-masing yang terinspirasi, silahkan mari berkreasi sebebas-bebasnya  :) Ahkirnya, Semoga bisa menjadi hiburan yah *peluk erat semuanya*     “Itu dia orangnya baru datang”,  Erland menunjuk dari jendela di lantai paling atas mansion itu , “Dia anak miskin itu, yang dipungut oleh mama Devin ” “Mana?” Jason ikut-ikutan mengintip di jendela dan mengernyit, “Sepertinya dia biasa-biasa saja? Apa yang membuat mama Devin  memungutnya?” “Karena dia anak kesayangan di sekolah yang didirikan oleh mama Devin, nilai-nilai pelajarannya paling sempurna, dan otaknya jenius, meskipun dia datang dari keluarga miskin, dengar-dengar ayahnya baru meninggal karena kecelakaan di tempat kerja, dan dia tidak punya siapa-siapa lagi, karena itulah Nyonya Jonathan memutuskan menjadi penyandang dananya” Jason melirik ke arah Devin yang tampak tidak tertarik, sedang menenggelamkan diri dalam buku bacaanya. Lelaki itu tampak begitu dingin, muram dan tidak tersentuh, hanya beberapa orang yang bisa berdekatan dengannya, Jonathan Devin putera dari konglomerat nomor satu di negara ini, Jason dan Erland adalah sebagian yang beruntung. Mereka dekat bukan karena Devin membuka diri, tetapi karena kedua orangtua mereka memang bersahabat dan mereka sudah berkenalan sejak kecil. Devin bukanlah orang yang dekat dengan kedua orangtuanya. Papanya tidak pernah ada di mansion, sibuk dengan bisnisnya, dan Mamanya lebih senang berkeliaran di luar dengan kegiatan amal dan kebaikan hatinya, merasa bahagia karena dipuja orang sebagai pribadi yang darmawan. Meskipun Devin sangat menghormati kedua orang tuanya itu Dan Keyna, orang yang mereka bicarakan itu tentunya menjadi subjek  terbaru mamanya untuk menuai pujian dari semua orang. Devin mengernyit kesal. Mamanya selalu membuatnya repot, dan sekarang, dia menampung anak gelandangan itu di sini, di mansionnya. Devin harus selalu berinteraksi dengan anak gelandangan dari keluarga miskin itu. “Tapi dia cantik”, Jason bergumam lagi, kali ini mengamati dengan lebih intens, “Devin, kau benar-benar tidak ingin melihatnya?” “Tidak.”, Devin mengangkat kepalanya dari buku, merasa terganggu karena kedua temannya itu mengganggu konsentrasinya membaca, “Toh aku akan bertemu dengannya nanti, dia akan tinggal di mansion ini.” Erland mengernyit, “Mamamu memutuskan supaya dia tinggal di mansion keluarga Jonathan? Aku pikir dia hanya akan menanggung biaya hidup dan pendidikannya.” “Keyna tidak punya rumah, karena ayahnya begitu miskin dan tidak mampu membayar hutang, rumah mereka disita oleh Bank, karena itu mama memutuskan menempatkannya di sini”, Devin mencibir, membayangkan betapa senangnya Keyna mendengar keputusan mamanya. Anak gelandangan itu pasti tidak akan melepaskan kesempatan sekalipun supaya bisa tinggal di mansion mewah, mansion keluarga Jonathan. Tinggal tunggu waktu saja sebelum anak gelandangan itu mencoba menggerogoti harta namanya. Semua orang sama, semuanya mengincar harta keluarga Jonathan. Begitupun anak gelandangan itu, Devin sangat yakin Keyna punya rencana buruk untuk menggerogoti kekayaan keluarganya. “Kau tidak menyukainya ya?” Jason menangkap sorot kebencian di mata Devin. Dengan acuh Devin mengangkat bahunya, “Aku tidak suka semua gelandangan miskin pengincar harta.” Jason dan Erland saling melemparkan pandangan tahu sama tahu, akan gawat bagi Keyna, kalau Devin tidak menyukainya. Karena Devin terkenal kejam dan tak berbelas kasihan kepada orang-orang yang tidak dia suka. ***
Dia sudah berusaha menolak ketika Nyonya Jonathan memintanya tinggal di Mansion keluarga Jonathan yang terkenal itu, setelah Keyna tinggal sebatang kara karena kematian ayahnya. Tetapi Nyonya Jonathan bersikeras, dan Keyna tidak bisa menolaknya, Nyonya Jonathan sudah membiayai sekolahnya, Keyna sangat berhutang budi kepadanya. Saat ini, sebatang kara di dunia ini Keyna sepenuhnya tergantung kepada kebaikan hati Nyonya Jonathan. Dia masih ingin sekolah, dan menyelesaikan pendidikannya. Itulah impian ayahnya, supaya Keyna menjadi anak pintar dan berpendidikan, sehingga bisa hidup lebih baik daripada ayahnya yang tidak mengenal bangku sekolahan. Digenggamnya kalung perak di lehernya, kalung itu sederhana, dengan liontin bulat yang bisa dibuka, di dalamnya ada foto Keyna bersama ayahnya. Kalung perak itu adalah benda miliknya yang paling berharga, satu-satunya peninggalan ayahnya, hadiah ulang tahunnya yang ke tujuh belas, dan dibeli ayahnya dari seluruh uang tabungannya selama bekerja sebagai buruh bangunan. Seorang pelayan menjemputnya ke depan pintu dan membungkukkan tubuhnya dengan formal, “Selamat datang, Nyonya Jonathan sudah menginformasikan kedatangan anda, silahkan masuk, kamar anda sudah disiapkan.” Keyna menatap pelayan itu dengan gugup, “Eh… apakah Nyonya Jonathan ada di mansion?” Pelayan itu menggeleng, “Beliau tidak ada di mansion jam-jam segini, biasanya di malam hari beliau baru ada, itupun kalau tidak ada undangan-undangan jamuan makan malam penting, tetapi saat ini Tuan Muda ada di mansion. Mari saya antar anda ke kamar anda.” Keyna mengangguk gugup, membiarkan pelayan itu mengambil kopernya, sejenak Keyna merasa malu karena koper bututnya tampak tidak pantas berada di dalam mansion semewah ini. Tetapi pelayan laki-laki itu tampaknya tidak memperhatikannya. Dengan ragu Keyna mengikuti pelayan itu melangkah menaiki tangga lingkar dengan pegangan keemasan yang berkilau menuju lantai dua. “Ini kamar anda, semoga anda betah di sini.”, Pelayan itu membukakan sebuah pintu besar dan mempersilahkan Keyna masuk. Keyna masuk, lalu terpesona. Astaga. Luas kamar ini munkin sama dengan luar mansion kecil yang dia tinggali bersama ayahnya dulu, bahkan mungkin lebih besar. Interiornya mewah, bergaya eropa dengan nuansa keemasan. Karpet yang melingkupi seluruh lantainya juga begitu tebal, sampai-sampai Keyna merasa malu karena sepatu jeleknya tampak tidak pantas untuk menginjak karpet kamar itu. “Silahkan anda beristirahat dulu, kalau anda butuh sesuatu tinggal tekan intercom di samping ranjang, kami akan menyediakannya. Oh ya, nanti malam silahkan turun ke bawah untuk makan malam, Nyoya Jonathan ingin bercakap-cakap dengan anda nanti.” Keyna mengangguk, dan pelayan itu melangkah pergi setelah meletakkan koper Keyna di kamar, meninggalkan Keyna sendirian, berdiri ditengah ranjang dan terpana, seolah-olah sedang berada di negeri dongeng. Suara pintu terbuka mengagetkan Keyna dari lamunannya, dia menoleh ke pintu dan terpana. Sosok yang berdiri di depannya adalah sosok yang paling tampan yang pernah Keyna lihat. Lelaki itu bersandar di pintu kamarnya yang sudah ditutup dan menatap Keyna dengan pandangan penuh penghinaan, “Kuharap kau nyaman di kamar ini”, suara yang keluar begitu dingin, dan tanpa sadar Keyna memundurlan langkah menjauh. “Kau.. kau siapa? Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa permisi?” Devin mengangkat alisnya jengkel, “Kenapa aku harus meminta permisi kepadamu? Ini mansionku.” Keyna tertegun, jadi inilah dia, Devin Jonathan, pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarga Jonathan yang terkenal itu. Keyna sering mendengar namanya disebut-sebut di berita atau di tabloid-tabloid. Jonathan Devin putera mahkota kerajaan bisnis Jonathan yang berkepribadian buruk dan sering bertengkar dengan wartawan. Keyna dulunya tidak pernah tertarik dengan berita-berita itu, dia terlalu sibuk belajar di pagi hari dan kerja sambilan di malam harinya, tetapi satu yang pasti. Jonathan Devin yang asli jelas lebih tampan dari apa yang ditayangkan di televisi atau di tabloid-tabloid. “Aku kesini untuk memperingatkanmu.”, Devin melemparkan pandangan mencemooh kepada Keyna, “Kau pasti merasa beruntung sekali karena mamaku mengizinkanmu tinggal di mansion kami. Tapi kau jangan terlalu berbesar hati, aku akan menendangmu langsung dari mansion ini segera setelah kau lulus sekolah nanti, karena tempat yang pantas untukmu bukanlah di mansion ini, tetapi di tempat kumuh, bersama para gelandangan sejenismu!”, Devin mengernyit menatap Keyna, lalu membalikkan tubuh dan melangkah pergi meninggalkan kamar Keyna, dengan pintu berdebam di belakangnya. *** “Sepertinya kalian sangat rukun”, Jason tertawa geli ketika dia dan Devin berpapasan dengan Keyna di lorong mansion, lalu Keyna hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas menjauh, sementara Devin hanya menatap dengan pandangan dingin. Devin melemparkan pandangan marah kepada Jason, “Jangan bercanda, aku benar-benar terganggu dengan kehadirannya di mansion ini.” “Tapi kau tidak berbuat apa-apa untuk mengusirnya dari sini.” “Hmmm…”, Devin tampak berpikir, “Jangan salah, aku sedang membuat sebuah rencana.” “Rencana apa?”, Jason menatap Devin dengan pandangan tertarik “Rencana yang bisa membuat mama mengusirnya dari mansion ini.” *** Mansion itu heboh, ketika di pagi harinya Nyonya Jonathan berteriak malah karena salah satu kalung rubi favoritnya hilang. Kalung itu adalah benda yang berharga, selain karena harganya yang tak ternilai, kalung itu adalah kalung warisan yang diturunkan secara turun temurun kepada pengantin keluarga Jonathan. Seluruh isi mansion begitu heboh, seluruh pelayan ribut mencari kalung itu, dan ketika tak juga ditemukan, mereka mulai saling menuduh. “Dulu tidak pernah ada barang yang hilang di mansion ini.” “Iya dulu mansion ini sangat aman” “Atau jangan-jangan karena anak itu? Kau pernah lihat kan? Anak angkat nyonya Jonathan yang ditempatkan di lantai dua itu, kemarin dia datang dan kalung Nyonya hilang, sungguh suatu kebetulan.” “Betul juga, sebelum kedatangan anak itu, mansion ini tidak pernah terdengar ada kejadian pencurian apapun.” Devin kebetulan lewat dan mendengar percakapan para pelayan yang saling berbisik-bisik itu. Dia tersenyum. Bagus. Bara sudah dinyalakan, tinggal menunggu angin menghembus supaya apinya membakar Keyna. Dengan langkah tenang Devin melangkah memasuki ruang kerja mamanya yang kebetulan sedang ada di rumah, “Aku dengar kalung mama hilang.” Devin langsung menyapa dan duduk di kursi, di seberang meja kerja mamanya. Nyonya Jonathan mengangkat kepalanya dari berkas dihadapannya dan mengerutkan alisnya, “Benar-benar kecerobohan luar biasa, kalung itu warisan turun temurun keluarga Jonathan, kalau para pelayan itu tidak bisa menemukannya, mama akan memecat mereka semua.” “Mama sudah lapor polisi?” “Belum”, Nyonya Jonathan bersedekap, “Mama ingin para pelayan mencarinya dulu, kalau sampai malam mereka tidak bisa menemukannya, mama akan menghubungi polisi.” Devin mengangkat bahunya, “Bukankah ini suatu kebetulan?” “Kebetulan apa?” “Bahwa kalung mama hilang setelah anak gelandangan itu masuk ke rumah ini.” “Devin Jonathan! Jaga bicaramu.”, suara Nyonya Jonathan meninggi, “Kau tidak tahu apa yang kau tuduhkan. Keyna adalah anak baik di sekolah, dan dia jenius dengan nilai tertinggi, bagaimana  mungkin kau mencurigainya mengambil kalung itu?” “Aku tidak mencurigainya, aku hanya berpikir bahwa itu suatu kebetulan.”, Devin menatap mamanya dengan penuh perhitungan, “Kalung itu tidak ketemu sampai sekarang, dan kamar anak gelandangan itu adalah satu-satunya tempat yang belum diperiksa pelayan, tidak ada ruginya kan mama memeriksa kamar anak itu?” Nyonya Jonathan termenung mendengar perkataan anak tunggalnya itu. Benar juga, tidak ada ruginya kan kalau dia memerintahkan pelayannya memeriksa kamar Keyna? *** Keyna sedang belajar dan mencoba memecahkan soal aritmetika yang rumit ketika pintu kamarnya terbuka dan beberapa pelayan masuk, diikuti Nyonya Jonathan sendiri dan Devin yang menatapnya dengan sinar kebencian yang aneh di belakangnya. “Nyonya Jonathan?”, Keyna langsung berdiri dari kursi belajarnya. Nyonya Jonathan hanya menatapnya datar, “Kau tidak keluar ya seharian ini?” “Iya Nyonya Jonathan, sepulang sekolah saya langsung belajar di kamar.” Keyna menatap wajah-wajah yang menatapnya itu dengan bingung. Ada apa? Kenapa semua orang menatapnya dengan aneh. Nyonya Jonathan berdehem sebentar dan menggumam, “Kalau begitu kau mungkin belum dengar, kalung rubiku hilang entah kemana pagi tadi, dan seluruh penjuru rumah sudah dicari, tinggal kamar ini yang belum.” Tiba-tiba pandangan Nyonya Jonathan tampak malu, “Maafkan aku Keyna, mungkin kami terpaksa memeriksa kamarmu, aku harap kami tidak akan menemukan kalung itu disini.” Wajah Keyna pucat pasi antara perasaan terhina dan sedih. Kalung Nyonya Jonathan hilang, dan dia sebagai pendatang yang datang dari kelas miskin, harus menghadapi penghinaan karena dicurigai. Dengan pedih Keyna mengangkat dagunya, “Silahkan periksa kamar ini.” Ketika para pelayan bergerak memeriksa seluruh bagian kamar, Keyna sungguh yakin bahwa mereka tidak akan menemukan apapapun di kamar ini. Keyna sungguh tidak mengambil kalung rubi itu, bahkan dia tidak terpikirkan sama sekali akan bentuk kalung rubi itu. Tetapi kemudian, seorang pelayan membuka laci pakaian Keyna dan terkesiap. Semua menoleh ke arah suara itu dan tertegun. Di laci baju itu, dibawah pakaian-pakaian Keyna, ada kalung rubi itu tergeletak di sana. Wajah Nyonya Jonathan berubah-ubah antara kekecewaan dan kemarahan, “Aku sudah berbuat baik kepadamu, aku tidak menyangka kau melakukan perbuatan yang begitu tidak terpuji.” Keyna pucat pasi, sungguh tidak menyangka kenapa kalung itu ada di sana, dia sungguh tidak tahu. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin? Kemudian dia menangkap sinar kemenangan dan seringai menghina sekilas dari Devin dan dia sadar. Lelaki itu pernah mengancam akan mendepaknya keluar dari mansion ini. Keyna sangat yakin ini adalah pekerjaan Devin untuk memfitnahnya. “Nyonya… saya sungguh-sungguh tidak mengambil kalung itu.” Suara Keyna bergetar karena semua pelayan dan Nyonya Jonathan menatapnya dengan menuduh, “Saya tidak tahu bagaimana bisa kalung itu berada di sana.” “Apa kau pikir kalung itu bisa jalan sendiri?”, gumam Devin dengan pandangan menghina. Nyonya Jonathan menghela nafas panjang. “Kita bicarakan ini nanti, Keyna, kau ikut ke ruanganku, aku harus mengevalusi kebijakanku memberikan bantuan kepadamu, kau sungguh-sungguh mengecewakanku!”, dengan marah Nyonya Jonathan membalikkan badannya dan pergi, para pelayan langsung mengikutinya. Sementara itu Devin tetap tinggal di sana, bersedekap dan menatap Keyna dengan santai, “Well sepertinya kau akan lebih cepat didepak dari sini, tidak perlu menunggu sampai kau lulus sekolah.” Gumamnya mengejek. Mata Keyna berkaca-kaca antara perasaan malu dan marah luar biasa, “Kau sungguh jahat!”, desisnya penuh emosi. Tanpa perasaan Devin terkekeh dan kemudian matanya berubah kejam ketika melangkah mendekati Keyna, membuat Keyna memundurkan langkahnya setengah takut, Devin terus mendekat sampai Keyna terjebak di tembok, “Tempatmu bukan di sini, tempatmu di sana di tempat kumuh bersama para gelandangan, aku sudah pernah bilang kan? Jadi jangan bermimpi kau bisa tinggal dan menikmati kemewahan di mansion ini.”, Tatapan Devin tiba-tiba tertarik ke kilatan cahaya dari dada Keyna, matanya beralih dan menemukan kalung perak yang sangat bagus di sana. “Kalung apa itu?”, tangannya meraih kalung itu dan Keyna dengan defensif berusaha melindungi kalung peninggalan ayahnya, tetapi Devin memaksa sehingga rantai kalung itu lepas, dan Devin merenggut kalung itu dalam genggaman tangannya, “Jangan!!”, Keyna berusaha berteriak dan meraih kalung itu, tetapi tubuh Devin terlalu tinggi. Devin menatap kalung itu, lalu dengan jahat mengantonginya, “Sepertinya kalung itu sangat berharga ya? Aku akan mengambilnya, sebagai hukuman karena kau mencuri kalung ibuku.” “Aku tidak mencuri kalung itu, aku tahu kau yang memfitnahku!!”, Keyna berteriak, berusaha mengejar Devin, “Kembalikan kalungku!” “Tidak, aku memutuskan akan memilikinya.”, dengan kejam Devin membalikkan langkah dan meninggalkan Keyna yang menangis di belakangnya. *** Sore sudah beranjak malam ketika Keyna turun dari bis. Dia diusir dari mansion itu karena di tuduh mencuri, dan Nyonya Jonathan mengatakan akan mencabut semua bantuannya kepada Keyna, serta Keyna harus berterimakasih kepadanya karena Nyonya Jonathan memutuskan tidak akan melaporkan Keyna kepada polisi, karena kalau tidak, Keyna akan dipenjara. Sekarang Keyna berdiri di dekat kompleks rumah kumuh, rumahnya yang dulu. Dan bingung harus berbuat apa. Dia tidak punya rumah karena rumahnya bersama ayahnya dulu sudah disita, dan dia tidak punya siapa-siapa. Dan… perutnya lapar, tapi dia juga tidak punya uang, yang dia bawa ketika keluar dari mansion Nyonya Jonathan hanyalah pakaian-pakaiannya. Sambil menekan perutnya yang mulai terasa perih, Keyna melangkah ke emperan sebuah toko yang sudah tutup. Dan duduk di sana. Seperti melengkapi kepedihannya, hujan turun dengan derasnya, meniupkan hawa dingin dan cipratan air yang mulai membasahinya, emperan toko itu ternyata tidak cukup melindunginya. Lapar dan sakit hati, Keyna teringat akan ayahnya dan menangis. Diingatnya ketika ayahnya pulang sambil membawa jatah makan siang di proyek bangunannya untuk Keyna, ayahnya berpuasa tidak makan siang supaya bisa membagi jatah makan siangnya dengan Keyna, mereka lalu makan sepiring berdua, meskipun hanya makanan sederhana, tetapi karena dimakan dengan penuh rasa syukur dan bahagia, terasa begitu nikmat. Ayahnya adalah sosok malaikat dalam hidup Keyna, meskipun mereka tidak beruntung dalam hal keuangan, tetapi mereka berbahagia dalam kesederhanaan, bisa memiliki satu sama lain.  Keyna selalu mengingat pesan ayahnya supaya dia selalu menjaga hatinya, “Kita ini orang miskin Keyna, tetapi jangan sampai kita juga miskin hati. Isilah hatimu dengan kebaikan, maka kau akan menjadi orang kaya di hadapan Tuhan.” Dan sekarang ayahnya sudah tiada. Kecelakaan di tempat kerja, ayahnya tertimpa batu ketika sedang mengopernya ke atas, ayahnya berkerja sebagai buruh bangunan di sebuah proyek pembangunan apartement, dan ayahnya meninggal seketika.  Di tengah hujan deras ini, hati Keyna hancur mengingat ayahnya, dan kalung Liontin kenangan ayahnya sudah direnggut oleh Devin yang jahat itu. Air mata Keyna mengalir deras. Rasanya lebih baik dia mati saja. *** “Mama masih kecewa dengan Keyna, mama tidak menyangka dia akan berbuat seperti itu.”. Nyonya Jonathan mendesah sedih sambil menatap makan malamnya, hujan deras turun di luar, dan dia hanya berdua dengan Devin di meja makan yang besar itu. Tuan Jonathan sedang dalam perjalanan bisnisnya di luar negeri. Devin mendengus kesal, “Yah, mama seharusnya tahu, orang miskin biasanya memang tergoda menjadi pencuri ketika mereka dihadapkan pada barang-barang berharga.” Nyonya Jonathan menggelengkan kepalanya, “Dulunya mama berpikir Keyna akan berbeda.”, Nyonya Jonathan mendesah, “Kau tahu, kita berhutang budi kepadanya.” Hutang Budi? Devin mengernyit Nyonya Jonathan menatap Devin dan tersenyum lembut, “Kau masih kecil waktu itu, mungkin kau lupa.”, Nyonya Jonathan mulai bercerita, “Dulu ada seorang pemain biola terkenal, namanya Robert, dia  berasal dari keluarga miskin, tidak mengenal sekolah, tetapi sangat berbakat, dia sahabat papamu.” Devin tidak mengingatnya, tetapi entah kenapa ada dorongan samar-samar ingatan di benaknya. “Suatu hari, ada penculik, kau waktu itu sedang berumur 5 tahun, kau bermain-main sendirian di lorong kantor papamu, di saat yang sama, Robert sedang mengunjungi papamu untuk persiapan kunjungannya ke austria, dia menerima kontrak kerja untuk tampil di konser-konser besar di seluruh dunia, masa depannya sangat cerah.” Tatapan Mata nyonya Jonathan menerawang, mengenang masa lalu, “Dan dia menemukan penculik itu sedang berusaha menculikmu, penculik itu sudah menyekap dan membawamu, tetapi Robert mencegahnya…”, Nyonya Jonathan menghela nafas panjang, “Penculik itu membawa pisau… dan melukai Robert… tetapi dia berhasil menyelamatkanmu, petugas keamanan datang dan penculik itu ditangkap, kau selamat, kembali dalam pelukan kami.” “Dimana Robert sekarang ma?”, Devin mengernyit, dia tidak pernah mendengar pemain biola terkenal bernama Robert sampai sekarang. Kalau dia memang berbakat dan bermasa depan saat itu, pasti sekarang dia sudah di elu-elukan dan terkenal sampai penjuru dunia. Nyonya Jonathan menyusut air matanya, “Robert….. penculik itu mencabik tangan kirinya dengan pisau, dan mengenai urat yang paling penting, luka itu membuat Robert tidak akan pernah bisa bermain biola seumur hidupnya, karirnya hancur dan seluruh masa depannya hancur, papamu sebenarnya berusaha menolongnya, tetapi dia menolak semua bantuan dari papamu, dia menghilang.”, Nyonya Jonathan menatap Devin sendu, “dua puluh tahun kemudian, tanpa sengaja aku bertemu dengan Keyna dan melihat kemiripannya dengan Robert…..” “Apakah maksud mama…?”, wajah Devin memucat ketika berhasil menarik kesimpulan. “Ya Devin, Keyna adalah anak perempuan Robert, dan kita punya hutang budi yang begitu besar kepada keluarga mereka, karena menyelamatkanmulah Robert kehilangan masa depannya, membuatnya dan anak perempuannya hidup miskin selama ini.”, tiba-tiba tatapan mata Nyonya Jonathan berubah tajam, “Mama tahu bukan Keyna yang mencuri kalung mama.” Wajah Devin yang sudah pucat mendengar informasi itu semakin memucat, “Apa?” “Kau yang melakukannya.”, Nyonya Jonathan menatap tajam, “Mama tahu Keyna tidak akan berbuat begitu, dia terlalu jujur dan polos untuk mencuri.” “Kalau begitu kenapa mama mengusirnya dari mansion ini?” suara Devin berubah cemas. Dia telah salah paham selama ini, dia telah membuat Keyna terusir dari rumah ini,  karena pandangan jahatnya pada kemiskinan Keyna. Padahal semua penderitaan yang  menimpa Keyna, semuanya berakar kepadanya! Karena ayah Keyna berusaha menyelamatkannya! “Mama ingin kau belajar dari kesalahanmu, supaya kau tidak gegabah bertindak, dan menilai orang dari kaya dan miskinnya… Devin, mau kemana kau.” Devin bahkan tidak menoleh ketika tergesa meninggalkan ruangan, “Aku akan mencari Keyna!” Dan Nyonya Jonathan duduk di ruang makan itu, melap bibirnya dengan elegan dan tersenyum, Devin rupanya telah belajar menjadi dewasa. *** Devin mengumpat-umpat sepanjang perjalanan, hujan deras ini menghalangi perjalanannya mencari Keyna ke daerah perumahan kumuh, tempat rumah Keyna dulu berada, Devin tahu alamat ini dari mamanya. Ketika sampai, Devin makinfrustrasi, karena lokasi perumahan kumuh itu sangat jelek, dan penuh dengan gang sempit yang saling berdesak-desakan, dan tidak bisa dimasuki mobil. Dengan marah Devin keluar dari mobilnya, membiarkan tubuhnya diterpa hujan, lalu berdiri mengitarkan pandangan ke sekeliling. Bagaimana dia bisa menemukan Keyna di sini? Bagaimana dia bisa menemukan alamat lama rumah Keyna? Devin yakin Keyna pasti kembali ke sini, dia tidak punya siapa-siapa, bekas rumahnya bersama ayahnya dulu pasti menjadi tujuan utamanya. Sejenak rasa cemas dan bersalah menyesaki dadanya. Tuhan, kalau sampai Keyna kenapa-kenapa, maka Devin akan menanggung rasa bersalah seumur hidupnya. Matanya menyipit ketika menemukan sesuatu yang bergerak-gerak di emperan toko di sudut sana, dengan penuh harapan, Devin berlari menembus hujan ke sana. Di temukannya Keyna sedang duduk meringkuk kedinginan di emperan toko itu, bekas-bekas air mata ada di pipinya. Semula Keyna tidak mengenali lelaki yang tiba-tiba berdiri menjulang di depannya, seolah muncul begitu saja dari tirai hujan, tetapi begitu mengenali bahwa lelaki itu adalah Devin, tatapannya berubah waspada, “Kenapa kau kemari?” Devin langsung berlutut sampai kepala mereka hampir sejajar, “Maafkan aku.” Keyna mengernyit, “Apa?” “Aku sungguh menyesal, maafkan aku, kuharap kau mau pulang kembali ke mansion bersamaku.” Pulang ke mansion? Untuk kemudian disiksa oleh Devin kembali dengan kebenciannya? Tidak! “Tidak! Aku tidak mau!”, wajah Keyna berubah keras kepala, “Aku bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang-orang kaya seperti kalian, aku akan mencari pekerjaan sambilan dan rumah sementara besok, kau… kau tidak akan pernah bisa menyakiti dan menghina orang-orang miskin seperti aku lagi!” Hati Devin terasa dirobek oleh perkataan Keyna yang penuh kepedihan itu, “Keyna, aku minta maaf.” Bisiknya lembut, “Aku telah salah paham selama ini, Mama sudah menjelaskan semuanya kepadaku, dan aku menyesal, ini…”, Devin mengeluarkan Liontin Keyna dari tangannya, “Ini liontinmu, aku lihat ada foto ayahmu di sana, ini pasti sangat berharga untukmu, kukembalikan kepadamu.”, dengan tak kalah lembut Devin menggenggamkan Liontin itu di jemari Keyna. Keyna langsung menerima kalung itu dan menggenggamnya erat-erat. Oh Terimakasih Tuhan! Kalung itu ahkirnya kembali kepadanya. Tetapi dia tetap menatap Devin dengan waspada, “Ke.. kenapa kau berubah pikiran secepat itu?”, pikiran buruk berkecamuk di benak Keyna, apakah Devin punya rencana jahat yang lain untuknya. “Keyna, percayalah, aku sungguh menyesal, kumohon kau ikut aku pulang kembali ke mansion, akan aku ceritakan semuanya, aku bersumpah akan memperlakukanmu dengan baik sekarang.” Devin mulai frustrasi, berusaha meyakinkan Keyna. Kemudian cerita itu mengalir dari bibirnya, cerita tentang bagaimana Robert ayah Keyna menyelamatkan Devin, dan betapa seluruh keluarga Jonathan, terutama Devin berhutang budi kepada ayah Keyna Setelah mendengar cerita itu, Keyna tertegun. Benarkah ini semua? Tetapi Devin tidak mungkin berbohong, lelaki itu tampak benar-benar tulus kepadanya. “Kalau begitu…kau tidak akan berbuat jahat kepadaku lagi?” “Aku berjanji, kau bisa pegang kata-kataku.” Keyna menghela nafas panjang, “Aku… aku bisa hidup sendiri tanpa bantuan keluarga kalian.” “Aku tidak akan mengizinkanmu melakukannya!”, suara Devin meninggi, “Kumohon Keyna, apakah kau ingin menyiksaku dalam penyesalan?, kumohon ikutlah pulang ke mansion bersamaku, izinkan aku membalas budi dan menebus kesalahanku.” Keyna termenung. “Kumohon Keyna.” Nada frustrasi mulai mewarnai suara Devin, lelaki itu tampak benar-benar tersiksa. Ahkirnya Keyna menganggukkan kepalanya yang langsung disambut dengan desahan lega Devin, Lelaki itu melepaskan jaketnya dan memakaikannya di kepala Keyna, “Tapi kau akan basah…” “Tidak apa-apa, aku lebih kuat daripada kau.”, dengan lembut Devin menghela Keyna dan mereka berlari menembus hujan masuk ke mobil. Aku akan memperlakukanmu dengan baik Keyna, kau akan di sayangi sepenuh hati. Akan aku tebus masa-masa penuh penderitaanmu, karena kemiskinan, akan kubuat kau bahagia sepenuhnya. Mungkin aku tidak bisa mengucapkan terimakasih secara langsung kepada ayahmu, tetapi Ayahmu akan tenang di sana, karena kau ada dalam penjagaanku. Janji Devin dalam hati, sambil tersenyum lembut menatap Keyna, lalu melajukan mobilnya, menembus hujan, kembali ke arah mansion. TAMAT  
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 12, 2012 12:30

Dear Kamu .... RE: For U Dearest



-----Original Message-----
From: anak cantik [mailto:anakcantik3@gmail.com]
Sent: Tuesday, February 28, 2012 1:20 PM
To: Suamiku tercinta [mailto:xxxxxx@xxxxxxx.co.id]
Subject: Dear Kamu .... RE: For U Dearest


Dear Kamu


Pernah ada (mungkin masih) bimbang itu menggayuti hati saya
Pernah ada (mungkin masih)ragu itu tak tertepis di kalbu saya
Kenangan saat itu saat saya hanya bisa menahan pilu menatapmu,
Menatapmu yang sedang menatapnya lalu kau bilang : entahlah
Saat itu saya meyakinkan hati bahwa yang penting ada kamu, saya mau
Dan bahkan tetap ada rindu tanpa ampun, menyelip tak tahu malu
Menghantam semua bimbang dan ragu, bikin lidah saya kelu




Saya percaya pada kekuatan cinta kamu dan saya
Pun saya yakin Allah punya maksud baik mempertemukan kamu dan saya di hari itu, hari yang tak akan pernah saya lupakan InsyaAllah,
Sejak hari itu, sudah saya relakan kemana takdir kan membawa saya, 
Yang penting saya tak pernah menyerah, mencintai kamu, memperjuangkan kamu
Lalu ketika takdir itu membawa saya berahkir dipelukmu, 
Saya pasrah, biarkan kamu menjaga hati saya, menjaga hati kita


Ya, kamu benar. saya dan kamu pernah hancur lebur
Saya pernah gugur, luluh lantak tercerai berai di tanah, sampai tak ada niatan bangkit lagi 
Saya yakin kamu pun demikian adanya, berjuang menyembuhkan hatimu yang saya tahu, luka parah, tercabik-cabik 
Biarkan air mata ini, pelukan ini, dan kedua tangan yang pernah merengkuhmu ini, jadi saksinya 
Saya letakkan semua itu di masa lalu, perih untuk diingat, terlalu berarti untuk dilupakan


Sekarang saya hanya punya kamu
Seluruh diri ini, cinta saya, jiwa saya, doa saya, pengharapan saya, sisi
terbaik, bahkan sisi terburuk saya sudah saya kasih ke kamu
Kamu seperti steroid tingkat tinggi buat saya, bikin saya jadi pemberani, bikin
saya jadi super kuat, bikin saya serasa jadi superhero, yang tak bisa mati ;)


Kamu satu-satunya buat saya, kamu satu-satunya yang saya mau
Hanya kamu yang saya inginkan untuk ada ketika saya buka mata saya
Pun ketika saya terlelap,  hanya rengkuhan lenganmu di tubuh saya yang saya mau
Hanya kamu yang saya inginkan, agar menjadi lelaki itu, yang bisa membisikkan adzan nan merdu di telinga mungil anak-anak kita nanti
Saya percaya ketika jemari kita berjalinan kita akan kuat menghadapi apapun, apapun.
Saya percaya itu, saya percaya kamu


Jadi jika ragu itu membisik penuh makna, jika bimbang itu berdesir menggolakkan
hati saya
Pandang saya, pegang jemari saya, lalu keyakinan itu akan menuntaskan semua
ketakutan saya
Bersamamu akan saya tepis segala bimbang dan ragu
Bersama kita bisa ( Slogannya SBY - JK hihihihi ) 




Bandung, 28 Februari 2012
Penuh Cinta,
Isterimu



-----Original Message-----
From: Suamiku tercinta [mailto:xxxxxx@xxxxxxx.co.id] 
Sent: Tuesday, February 28, 2012 11:28 AM
To: anakcantik3@gmail.com
Subject: For U Dearest


Jika bimbang itu ada
Mengalunlah dalam yakinku
Jika ragu itu hadir
Bernyanyilah bersamaku lagu rindu


Percayalah cinta ini ada karena Dia
karna kita hanya manusia
pasrahkan padaNya untuk menjaga


Hati kita pernah rapuh
tapi itu dulu
Hati kita bahkan berdarah-darah
itupun masa lalu


Hari kemarin, sekarang dan esok
ayo genggam tanganku selalu
kita menuju ke depan
banyak yang kan kita anyam bersama
hamparan kehidupan mungkin tak selalu bersahabat
hanya keyakinan bersama kita akan kuat


Lanjutkan!!! (endingnya kaya kampanye SBY)

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 12, 2012 00:34

December 10, 2012

Verna dan Hujan Part 4

Created on : Bandung, 10 December 2012




Disclaimer : Bandung dengan hujannya yang ( hampir ) setiap hari melahirkan cerita ini. Mau tak mau membuat saya merenungkan hujan dari dua sisi, Hujan yang mendatangkan kebahagiaan bagi manusia yang mencintainya sepenuh hati, dan hujan yang mendatangkan kesedihan bagi manusia yang belum bisa melepaskan masa lalunya.









Verna tertegun, tapi ketika kesadarannya kembali, dia langsung menengok lagi ke arah café itu.
Itu benar-benar Tanza dan Nadia!
Dengan gemetar, Verna berdiri di tengah hujan yang begitu deras, tiupan angin menghantarkan seluruh percikan air ke tubuhnya, payungnya tak bisa lagi menyembunyikannya. Tetapi Verna tak peduli. Perasaannya campur aduk, antara terkejut dan… kecewa.
Tanza mengenal Nadia? Dari pemandangan yang dilihatnya tadi, Tanza tampak begitu akrab dengan Nadia, tatapan di antara keduanya penuh senyum. Mereka tampak bagaikan sahabat lama yang dekat.
Kenapa Tanza tidak pernah menunjukkan kalau dia mengenal Nadia? Bahkan lelaki itu bersikap seolah-olah dia benar-benar orang baru, di luar lingkup kisah Verna yang rumit. Apakah Tanza berbohong kepadanya? Kalau iya, kenapa?
Tiba-tiba Verna merasakan ketakutan yang dalam, bahwa persahabatannya dengan Tanza selama ini hanyalah berisi kebohongan semata.***

Tanza mengangkat bahunya dan tersenyum,“Gue senang bisa membantu.” Meskipun tadi perasaan bersalah menggayutinya selama proses pemilihan menu untuk catering pernikahan Nadia dan Bayu yang dilaksanakan mendadak ini. Tanza teringat Verna, dan entah kenapa dia merasa mengkhianati Verna.

“Menunya tadi sungguh menarik”, Mata Nadia kembali berbinar, “Lo emang pandai memilih makanan, Tanza”
Tanza terkekeh, “Serahkan sama gue kalau soal makanan”, ditatapnya Nadia dengan serius, “Lo ngurus semuanya sendiri Nadia?”
“Enggak juga sih, cuma mama dan papa memang nyerahin masalah-masalah yang spesifik sama gue, seperti menu catering, gaun pengantin, sewa gedung, karena mereka bener-bener pingin semuanya sesuai selera gue. Harusnya gue urusin ini semua sama Bayu, tapi Bayu sibuk banget ahkir-ahkir ini, jadi dia nyerahin semua ke gue.”
Mungkin karena Bayu sendiri tidak kuat menghadapi pernikahan ini. Pikir Tanza dengan pahit.  Tetapi bagaimanapun juga, ini keputusan Bayu. Bayu sudah memilih bersama Nadia, dan ini adalah konsekuensi pilihannya.
“Yah, kalo lo butuh bantuan gue lagi, tinggal call aja,” Tanza melirik jam tangannya, “Gue harus pergi nih, ada acara di kampus gue.”
“Iya makasih Tanza, gue di sini dulu deh sekalian nungguin sopir papa ngejemput, tadi gue udah telpon.”
“Oh, sampai jumpa lagi Nadia”, Tanza menganggukkan kepalanya penuh senyum, lalu melangkah pergi dari café itu.
Hujan sangat deras di luar, beberapa orang masih berteduh di teras café itu. Tetapi Bayu memutuskan untuk menembus hujan ke arah parkiran mobil, dia ingin bertemu Verna. Entah kenapa. Mungkin untuk menebus rasa bersalah yang menggayutinya ketika dia melakukan pengkhianatan tadi, memilihkan catering untuk pernikahan Nadia dan Bayu.
Dengan rambut basah menembus hujan, Tanza mendekati mobilnya diparkir, dan kemudian tertegun.
Verna berdiri di sana, dengan payung kecil yang sama sekali tidak melindungi tubuhnya dari hempasan angin dan hujan. Menatapnya dengan pandangan terluka.***
“Verna?”, Tanza melangkah mendekati Verna, yang memang memutuskan mengambil resiko dengan menunggui Tanza di dekat mobilnya. Tadi dia berpikir, kalau Tanza sendirian ke mobilnya, Verna akan menanyakan semua pertanyaan langsung yang berkecamuk di hatinya kepada lelaki itu. Tetapi kalau ternyata Tanza pulang bersama Nadia, Verna akan segera lari dan bersembunyi, menunggu Tanza datang ke kost-nya untuk meminta penjelasan.
“Ternyata lo kenal sama Nadia?” Tanya Verna lirih, berusaha mengalahkan gempuran suara hujan yang begitu deras.
“Verna lo kehujanan, ayo masuk ke mobil dulu.”
Verna menggelengkan kepalanya,
“Gue pingin penjelasan Tanza, kenapa lo bohong sama gue? Ketika gue cerita tentang masalah gue dulu, lo bertingkah seolah-olah lo nggak kenal Nadia, ternyata lo kenal sama Nadia!”
“Verna”, Tanza berusaha menenangkan Verna, “Kita masuk ke mobil dulu yuk, lo basah kuyup, gua juga”, bujuk Tanza tenang.
Verna terdiam, baru menyadari bahwa tiupan angin membuatnya basah kuyup dan tak terlindungi oleh payung, baru menyadari bahwa Tanza berdiri di sana tanpa payung dan sudah hampir basah kuyup tertimpa hujan. Ahkirnya dia mengangguk.
Tanza langsung membuka pintu mobilnya, dan membukakan pintu penumpang buat Verna. Verna pun masuk, dan Tanza melajukan mobilnye menembus hujan,
“Mau ke rumah gue?”
Verna mengernyit, Tanza tidak pernah mengajak Verna sebelumnya, Verna hanya tahu rumah Tanza terletak di lokasi elit paling sejuk di Bandung.
“Boleh,” Jawab Verna datar.
“Akan  gue jelasin  semuanya di sana.”, Janji Tanza
Dan dalam perjalanan mereka lalui dalam keheningan, tanpa percakapan***
Mobil Tanza melaju memasuki sebuah rumah yang mewah dengan gerbang yang terbuka otomatis, Tanza memarkir mobilnya di depan rumah, dan membukakan pintu untuk Verna.
“Ayo masuk”, dengan lembut Tanza menghela Verna memasuki rumahnya yang besar.
Di pintu, seorang pelayan perempuan setengah menyambut mereka,
“Bik, siapkan baju ganti buat temanku ini yah, di lemari Elina ada baju-baju baru yang belum sempat terpakai, mungkin bisa dipinjamkan dari sana”
“Baik Tuan”, bibik itu melirik ingin tahu kepada Verna. Setahunya tuan Tanza sangat protektif terhadap seluruh peninggalan mendiang nona Elina. Bahkan berdasarkan perintah tuan Tanza, kamar Elina dan seluruh barang-barangnya tetap dijaga dan dirawat sama persis seperti ketika mendiang nona Elina masih hidup. Kalau Tuan Tanza mengizinkan barang nona Elina dipinjamkan, perempuan ini pasti sangat penting bagi Tuan Tanza.
“Ikut bibik ini dulu ya Verna, dia akan memberikan baju ganti buat lo lalu nganterin lo  ke kamar mandi untuk ganti pakaian, nanti gue akan nemuin lo di teras belakang.”, Tanza mengangguk pada bibik itu kemudian melangkah menaiki tangga meninggalkan Verna.***
Verna sudah berganti pakaian, baunya seperti baju baru, tetapi ukurannya sangat pas ditubuhnya. Pakaian Eliana, pikir Verna. Dan pakaian itu sangat feminim.
Bibik itu mengantarkan Verna ke teras belakang yang dimaksud Tanza, teras itu sangat bagus, terletak menjorok di belakang rumah, dengan sofa-sofa empuk berwarna coklat hangat dan berbatasan dengan kaca bening yang memantulkan pemandangan taman belakang yang begitu hijau dan indah. Kaca bening itu bagaikan tirai hujan yang sangat nikmat di pandang dari sini.
Tanza duduk di sana, menunggu Verna, dia sudah berganti pakaian juga rupanya,  di meja sudah terhidang dua gelas cokelat panas dan kue bolu kismis yang tampaknya masih hangat.
“Duduklah Verna, minum cokelat dulu, Lo pasti kedinginan”, Tanza mengangguk kepada bibik yang mengantarkan Verna dan bibik itu kemudian melangkah pergi, meninggalkan Verna bersama Tanza sendirian.
Verna meneguk cokelat hangat yang nikmat itu, kemudian menggenggam cangkirnya di kedua tangannya, mencoba menyerap kehangatan dari minuman itu. Matanya menatap Tanza, tajam, penuh pertanyaan.
“Gue tau lo pasti kaget dengan pemandangan yang nggak sengaja tadi”, Tanza menatap Verna dengan pandangan menyesal, “Tapi gue bisa ngejelasin, dan gue harap setelah lo ngedenger penjelasan gue lo mau mengerti”
Verna terdiam, menanti jawaban Tanza.
“Gue…. Nadia itu sahabat gue, jauh sebelum gue kenal sama lo”
Wajah Verna memucat mendengar pengakuan Tanza itu,  sebuah jawaban yang sama sekali tidak diduganya, dan Tanza menatap Verna dengan sedih,
“Nadia adalah sahabat Eliana, lo inget waktu lo gue ajak ke makam Eliana dan gue bilang gue punya hutang budi yang sangat besar sama teman Eliana yang selalu setia ngedampingin Eliana sampai ajal menjemputnya? Orang itu adalah Nadia.”
Verna masih terdiam, berusaha mencerna semua informasi yang dilemparkan Tanza dengan mendadak ke mukanya.
“Dan lo cerita kalo Nadia pernah nangis malam-malam di kamar lo karena sahabatnya meninggal, yang meninggal waktu itu Eliana…”, sambung Tanza pelan.
“Kenapa lo nggak cerita sama gue Tanza? Ada apa dengan semua ini?” Ahkirnya Verna berani bersuara, meskipun serak dan penuh emosi.
“Gue…. Waktu gue ngajak lo ke makam itu gue sebenernya pingin buat pengakuan ke lo… tapi gue.. takut, gue takut akan berahkir seperti ini, lo akan ngebenci gue.”
“Pengakuan apa?”, Verna mengernyitkan matanya.
“Gue mohon setelah lo denger pengakuan gue, lo bisa lihat semua dari sisi gue dan memahami gue yang dulu….”, Tanza menghela napas dan menatap Verna hati-hati, “Gue…. Gue ngedeketin lo karena disusuh Nadia”
Seperti tayangan cerita yang dramatis, pengakuan Tanza itu diahkiri dengan gelegar petir di luar sana, dan hati Vernapun bagaikan disambar petir mendengarnya.
“Lo.. lo disuruh Nadia?” Suara Verna mulai gemetaran.
“Verna”, Tanza menatap Verna memohon, “Gue mohon lo jangan marah dan benci dulu ama gue, gue akan jelasin semua…. Pada suatu malam, gue nengokin Nadia yang lagi kecelakaan…”, Tanza menatap Verna dan mengangguk, “Ya, kecelakaan yang sama ketika Nadia memergoki kalian”
“Nadia waktu itu sendirian, ga ada Bayu, ga ada Lo dan ga ada orang tuanya, dan dalam tangis serta penderitaannya, Nadia cerita ke gue semuanya, gimana kekasihnya yang sangat dia cintai berselingkuh dengan saudara kembarnya sendiri.”, Tanza melihat penderitaan di mata Verna, “Gue… gue waktu itu ikut marah ama lo, gue gak habis pikir gimana mungkin seorang saudara kembar yang begitu dekat, tega berkhianat di belakangnya.”
Verna ikut meringis. Semua orang berhak membencinya. Dia memang bersalah, sungguh-sungguh bersalah. Mungkin seharusnya dia nggak ada di dunia ini karena ternyata cinta yang dia miliki telah menghancurkan hati Nadia sampai sebegitu dalamnya.
“Lalu Nadia minta tolong sama gue.”, Tanza menyambung, “Dia minta tolong gue ngedeketin lo, dan membuat lo berpindah hati dari Bayu… dia… dia ketakutan, dia bilang dia udah nggak ngelihat cinta di mata Bayu lagi sejak lama untuknya… dia takut Bayu akan ngejar lo, dia memang udah nyuruh lo pergi, tapi dia nggak yakin, sampai lo bisa jatuh cinta pada lelaki lain”, Tanza menyimpan informasi bahwa Nadia juga, dengan penuh dendam meminta Tanza merusak Verna, dan menghancurkan kehormatan Verna, Verna tidak perlu tahu hal itu, lalu hancur hatinya ketika menyadari bahwa Nadia begitu membenci Verna.
“Jadi selama ini lo jadi sahabat gue, selalu nolongin gue, itu semua hanya karena permintaan Nadia agar bisa bikin gue jatuh cinta ama lo?”
“Mulanya begitu,”  Tanza mendesah, “Dan ya ampun, gue pikir ini tugas yang mudah, gue terkenal sebagai penakluk cewek, gue pikir lo akan semudah itu gue bikin jatuh hati sama gue, dan tugas gue selesai… ternyata nggak semudah itu Verna, gue.. gue denger semua cerita dari sudut pandang lo, gue ngelihat sendiri lo yang hidup dalam penyesalan, gue lihat sendiri betapa sakitnya lo ketika berusaha memadamkan perasaan lo sama Bayu, yang gue yakin begitu dalam… pada ahkirnya gue yang jatuh hati sama lo”
Verna menatap Bayu dingin, “Dan lo pikir setelah semua informasi yang gue dapat ini, gue akan percaya ama pengakuan perasaan lo ini?”
“Lo boleh nggak percaya, tapi gue… gue serius ama perasaan gue, gue bilang ini semua bukan karena ingin lo jatuh cinta ama gue seperti rencana Nadia, gue serius, gue cinta ama lo Verna, dan gue ingin jaga lo. Perasaan gue ini tulus, dan ga ada siapapun yang mempengaruhi gue, lo nggak perlu balas perasaan gue ini Verna kalo lo memang ga mau.”
Verna menatap mata Tanza, dan mau tak mau menemukan keseriusan di dalam mata itu. Tetapi perasaannya masih tidak yakin, dan curiga. Jangan-jangan Tanza melakukan ini semua supaya bisa tetap menjalankan rencananya dengan Nadia ketika mereka berdua sudah terpergok oleh Verna?
“Gue nggak tahu Bayu, semua ini terlalu memusingkan…”
“Gue nggak akan paksa lo buat jatuh cinta sama gue Verna… yang penting, jangan benci gue, gue mohon, gue sama sekali nggak ada niat jahat sama lo, izinkan gue tetap jadi sahabat lo”
Verna tertegun, “Apakah gue bisa percaya lagi sama lo Tanza?”
“Gue akan bikin lo percaya, gue janji Verna”
Verna menghela nafas panjang. Tanza tidak bisa dikatakan bersalah. Dia berhutang budi pada Nadia. Nadia adalah sahabat Eliana, adik yang sangat disayanginya. Dan dari sudut pandang manapun, semua orang yang mendengar kisah cinta segitiga ini pasti pertama kali akan menyalahkan Verna, begitupun Tanza. Mungkin, Verna memang harus memberi Tanza kesempatan.***
Waktu berjalan dengan cepat setelahnya, dan bulanpun berganti. Verna mengizinkan Tanza tetap menjadi sahabatnya dan mencoba mempercayai Tanza kembali.
Tanza tidak berubah, selalu menyayangi dan mendorong Verna untuk meraih kembali semangatnya. Meskipun sekarang waktunya sudah dekat, Verna mengernnyit dan mau tak mau melirik kalender di dinding, kurang dari dua minggu lagi, Nadia dan Bayu akan melangsungkan pernikahan…
“Jangan melamun”, Tanza tiba-tiba muncul dan duduk di sebelah Verna, di kantin kampus itu, “Kenapa?”, kening Tanza berkerut ketika melihat wajah mendung Verna.
“Nggak”, Verna menggeleng, mencoba tersenyum. Tapi Tanza tahu apa yang berkecamuk di pikiran Verna,
“Lo mikirin hari itu ya?”
Verna diam dan tak bisa berkata-kata.
“Lo mau datang?”, tanya Tanza hati-hati, “Itu sebenarnya yang dimaui Nadia, dia ingin lo datang sama gue biar bisa dilihat Bayu kalo lo udah nemu pasangan baru…. Gue, gue nggak pernah cerita sama Nadia kalo lo udah tahu semua rencananya, jadi Nadia masih berfikir gue ngedeketin lo karena permintaannya”
Verna tersenyum berterimakasih pada Tanza, “Terimakasih Tanza, jangan cerita ke Nadia ya kalau gue udah tau semuanya, gue pingin dengan lo ada di dekat gue dan gue bisa nerima lo, Nadia bisa tenang di hari-harinya.”
Betapa baiknya lo Verna, seandainya saja Nadia tahu kebaikan hati Verna ini, mungkinkah dia akan luluh? Tanza berpikir sendu. Mungkin tidak, karena Nadia terlalu dipenuhi kebencian dan dendam kepada Verna. Tanza teringat betapa Nadia harus kerepotan kesana kemari sendirian mengurus rencana pernikahannya, sedangkan Bayu selalu punya segudang alasan untuk menghindar. Harusnya Nadia bisa sadar bahwa dia memaksakan pernikahan ini. Memaksakan tubuh untuk termiliki sedang hatinya sudah hinggap pada perempuan lain, adalah sebuah dasar pernikahan yang sangat rapuh, dan Tanza berharap bahwa Nadia sadar sebelum dia menjebak Bayu dan dirinya sendiri ke dalam ikatan pernikahan tanpa cinta.
“Bayu selalu menghindari Nadia, kemarin Nadia minta lagi di antar mengurus fotografer untuk pre wedding…”, Tanza bergumam, sejak pengakuannya itu, Tanza selalu menceritakan apapun kepada Verna, tidak ada yang dirahasiakannya kepada perempuan itu.
Verna mendesah. Bayu… teringat olehnya wajah Bayu yang penuh kesedihan kala itu, ketika memohon kepada Verna, agar Verna mau mengungkapkan semuanya kepada keluarganya dan memperjuangkan cinta mereka. Semoga Bayu sadar bahwa itu tidak mungkin, semoga Bayu bisa mengerti bahwa sudah cukup Verna bertindak egois di masa lalu, dan sekarang waktunya bagi Verna untuk menebus dosanya kepada Nadia. Verna ingin Nadia berbahagia. Dan semoga saja Bayu bisa menerima kenyataan dan mau membahagiakan Nadia.
“Lo masih cinta sama Bayu?”, Tanza bertanya hati-hati, memecah keheningan.
Verna menoleh dan tersenyum lembut pada Tanza,
“Lo tau gue udah nggak bisa menumbuhkan perasaan itu, gue.. gue sedang berusaha menghilangkannya.”
“Dan itu berarti lo belum bisa nerima gue dalam hati lo”, sambung Tanza pahit.
“Tanza.” Verna mendesah sedih, “Kasih gue waktu ya… sekarang gue lagi belajar menata perasaan gue, gue.. juga lagi belajar  buat mempercayai lo lagi”
Tanza menatap Verna dalam-dalam, lalu tersenyum lembut,
“Iya Verna, gue ngerti, dan makasih banget, lo mau coba percaya ama gue lagi.”***
Sore itu, sepulang dari kampus, Tanza mengajak Verna ke pameran buku di pusat kota Bandung, mereka asyik memilah-milah buku dan Verna menemukan beberapa buku kesukaannya. Kegiatan ini sangat menyenangkan bagi Verna, sebagai pengalihan pikirannya dari hitungan mundur saat pernikahan Nadia dan Bayu yang semakin dekat, dan Verna sangat berterimakasih pada Tanza karenanya.
Lelaki itu selalu berusaha sedapat mungkin membuat Verna bahagia dan melupakan kesedihannya, di suatu malam dia mengajak Verna menonton konser musik, di malam yang lain dia membawa Verna menjelajah seluruh kota Bandung dan berwisata kuliner. Tanza selalu berusaha agar Verna tidak terpuruk dalam kesedihan, dan Tanza berhasil, sedikit banyak, Verna sudah berhasil tertawa dan bisa meletakkan semua beban di hatinya.
“Habis ini kita mampir ke rumah makan seafood paling enak di dekat sini ya, Jimbaran Resto… lo pasti suka Verna, ikan bumbu jimbarannya bener-bener enak dengan empat macam sambal spesial”, Tanza bergumam ketika mereka antri membayar setumpuk buku hasil perburuan mereka di kasir.
“Ga ada dana.”, Jawab Verna sambil bercanda, “Uang gue udah habis buat beli buku.”
Tanza tergelak mendengarnya, “Gue kayaknya harus nraktir lagi neh”, lelaki itu menyipitkan matanya dengan pandangan dibuat-buat, “Jangan-jangan lo modus ya sobatan ama gue, ngincer traktiran rupanya”
Kali ini Verna yang tergelak mendengar perkataan Tanza, kemudian dia menatap Tanza dengan lembut, “Makasih Tanza”
Tanza sudah membayar dan menerima plastik berisi buku-buku itu, dia lalu menghela Verna ke parkiran dan menjauhi antrian, “Makasih kenapa?”
“Karena gue sadar, betapa lo berusaha keras supaya gue nggak memikirkan tanggal pernikahan mereka”, Verna merenung, “Gue pikir, demi kebaikan Nadya dan Bayu, gue akan datang ama lo ke acara itu dengan begitu Nadya bisa tenang, dan Bayu juga bisa ngeliat, lalu berpikir kalo gue udah melupakan dia.”
Tanza menghentikan langkahnya dan menatap Verna yakin, “Lo yakin lo kuat menghadiri pernikahan itu? Gue sendiri, ga perlu lo minta, gue akan dampingi lo buat datang, gue akan jaga lo”
Melihat Bayu bersanding dengan perempuan lain? Melihat Bayu mengikat janji untuk menikahi Nadya? Tidak…. Jauh di dalam hatinya, Verna tidak akan kuat,  tetapi hatinya sudah hancur dan berdarah-darah selama ini dan satu goresan luka lagi mungkin masih pantas Verna terima.
“Gue akan menyiapkan hati.”
Seminggu lagi. Verna akan menghadapinya. Lalu semuanya selesai. Mungkin itu akan menjadi titik paling kuat yang bisa mendorong Verna untuk melupakan Bayu, melupakan semua tentang mereka, tentang perasaannya.***
“Baju itu bagus”, Tanza menatap kagum ketika Verna mencoba gaun yang akan dipakainya ke pernikahan Nadia dan Bayu nanti. Gaun itu salah satu gaun Verna yang lama tak pernah dipakainya, warnanya cokelat madu dengan bunga-bunga kecil berwarna putih di kerah dan lengannya, “Gue akan pake jas cokelat biar kita serasi.”
Pipi Verna memerah ketika Tanza menatapnya dengan begitu intens, “Kenapa lo menatap gue kayak begitu?”
“Karena lo cantik”, Tanza membalas tatapan Verna dengan sayang, “Dan gue kaget ternyata Verna yang gue kenal sebagai perempuan tomboy bisa juga pakai rok”
Dengan cemberut, Verna melempar bantal sofa ke arah Tanza, membuat Tanza menangkisnya sambil tergelak.
Lalu Tanza berdiri, dan meraih pundak Verna supaya berhadap-hadapan dengannya,
“Verna, gue sayang sama lo”, dengan lembut Tanza menundukkan kepalanya, hendak mengecup Verna sampai di detik terahkir, sebuah pikiran berkelebat di benaknya. Rasanya tidak pas, mengecup Verna seperti ini, Tanza lalu mengalihkan bibirnya, dan mengecup dahi Verna lembut, “Gue harap gue bisa bantu lo biar semakin kuat.” Bisiknya parau.
Verna membalas tatapan Tanza dengan senyum lembutnya,
“Terimakasih Tanza.”, hatinya terasa hangat dengan kelembutan dan ketulusan Tanza. Dan kalau ada Tanza mendampinginya, Verna yakin dirinya pasti akan kuat.
Ponsel Verna tiba-tiba berbunyi. Terus menerus dan tak mau berhenti seperti meminta perhatian penuh, Verna mengeluarkan ponsel itu dari tas kecilnya yang tergeletak di sofa dan ketika melihat layarnya, dia tertegun
-Nadya Calling-
Dengan gugup, setengah takut,  Verna menerima telepon itu.
“Halo….?”
Suara Nadya di seberang sana dipenuhi teror dan ketakutan.
“Verna!! Gue mohon !! datang ke rumah sakit! Gue mohon, tolong gue! Bayu kecelakaan!, dia kritis!”***
Bersambung ke Part 5
Baca Part 1 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/10/verna-dan-hujan-part-1.htmlBaca Part 2 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/11/verna-dan-hujan-part-2_5.html

Baca Part 3 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-3_5787.html#more
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 10, 2012 23:37

December 8, 2012

Verna dan Hujan Part 3


Create on  1 Desember 2012, Bandung

  Disclaimer : Bandung dengan hujannya yang ( hampir ) setiap hari melahirkan cerita ini. Mau tak mau membuat saya merenungkan hujan dari dua sisi, Hujan yang mendatangkan kebahagiaan bagi manusia yang mencintainya sepenuh hati, dan hujan yang mendatangkan kesedihan bagi manusia yang belum bisa melepaskan masa lalunya.
     Hening.
Verna terhenyak menatap saudara kembarnya yang melemparkan pandangan jauh ke sudut ruangan café.
Hanya sesaat Verna mengenali saudara kembarnya yang dahulu sangat mencintainya. sedetik kemudian tatapan mereka beradu dan saat itu juga Verna sadar kalo Nadia sudah kembali, Yang ada di depannya ini adalah Nadia yang memancarkan api kebencian disorot matanya, ditambah rona muak yang menyeruak dari parasanya yang cantik.
“Kapan tepatnya?” Verna memecah kesunyian yang canggung itu.
“Minggu kedua bulan depan” Nadia menjawab acuh. “Dan yang pasti gue gak berharap lo dateng” tambahnya cepat.
Gue juga gak mau dateng kok kalo memang itu mengganggu…, Verna membatin
 “Gue harap semua lancar.” Verna menelan ludahnya, “Kalau-kalo lu butuh bantuan..”
“Nggak, gue nggak butuh bantuan apapun dari lo.” Sela Nadia sambil menatap Verna benci, “Gue rasa sudah cukup lo merusak hidup gue, gue harap setelah ini kita ga usah ketemu lagi“ , dengan kejam Nadia melemparkan tatapan tajam ke Verna, “Gue pasti akan tau apa yang lo lakuin selama ini di belakang gue, inget gue ngawasin Bayu terus-terusan, gue minta lo berhenti mikirin Bayu, dia punya gue, dulu dan nanti ” Nadia beranjak dari kursi, memunggungi Verna dan segera berlalu.
Verna memandangi sosok saudara kembarnya menjauh dan kemudian menghilang. Dadanya terasa sesak oleh tangis yang tertahan, dipandanginya gelas Nadia yang belum tersentuh, seketika kenangan masa kecilnya bersama Nadia membayang, dia teringat betapa dirinya yang tomboi menjadi tumpuan Nadia yang lemah lembut, betapa kala itu, bahkan sampai sekarang, Verna mencintai saudara kecilnya itu.
Saat tangis tak lagi bisa dibendungnya, Verna segera beranjak dari kursi dan meninggalkan café.
***


Cukup Verna!! Sudah cukup air mata tertumpah karena bayangan itu. Batinnya terisak saat pandangannya lurus menatap butir hujan menghempas tanah. Dengan langkah cepat Verna pulang ke kostnya, dan…. Tertegun.
Bayu berdiri di sana, menunggu di teras kostnya, bagikan patung yang berdiri di balik tirai hujan yang mulai turun.
“Bayu?”, dengan hati-hati Verna meletakkan payungnya dan melangkah mendekat,
Bayu mendongakkan kepalanya dan menatap Verna sedih, “Hai Verna”
“Kenapa lo ada di sini? Bukankah kita udah sepakat kemarin bahwa kita nggak akan ketemu lagi?”
“Gue harus bicara ama lo, sebelum lo denger dari yang lain.”
Sayatan perih itu terasa lagi, menghujam hatinya tanpa ampun.
“Gue udah denger Bayu”
Bayu menatap Verna waspada, “Maksud lo?”
“Nadia nemuin gue barusan, di kampus”, dengan pahit Verna memandang hujan di kejauhan, tak mampu menahankan tatapan iba yang dilemparkan Bayu kepadanya, “Nadia bilang, pernikahan kalian akan dipercepat minggu depan”
“Verna maafkan gue”, Bayu mengacak rambutnya frustrasi, “Gue udah berusaha datang ke sini secepatnya, supaya lo denger hal itu langsung dari gue, bukan dari orang lain…. Tapi gue terlambat rupanya.”
Well”, Verna mengangkat bahunya, “Kita kan tau kalo ini pasti akan terjadi, selamat ya Bayu”, Tanpa sadar Verna mengernyit, ah ya, dia tahu hal ini cepat atau lambat pasti akan dia hadapi juga. Tetapi tidak secepat ini, ya Tuhan! Batinnya belum kuat.
“Ini terlalu cepat. Terlalu cepat”, Bayu mengungkapkan pemikiran yang sama dengan Verna, “Nadia…. Dia karena kecelakaan itu dia tidak ingat kejadian waktu memergoki kita, dia tetap baik Verna, mencemaskan lo dan memikirkan lo, karena lo nggak pernah pulang ke rumah lagi”
Nadia tidak lupa ingatan Bayu, dia ingat semuanya, dia membenciku dan ingin menghukumku. Bahkan dia yang mengusirku menjauh dari kehidupan kalian semua.
Betapa Verna ingin mengungkapkan kebenaran itu kepada Bayu, tetapi dia tidak bisa. Bayu adalah satu-satunya tumpuan Nadia untuk bahagia, Verna tidak mungkin mengkhianati Nadia lagi untuk kedua kalinya.
“Setelah kecelakaan itu, Nadia tidak berubah, tetap cinta dan sayang ama gue”, Bayu bergumam, tidak sadar kalau kata-katanya melukai Verna, “Tetapi dia jadi sangat posesif sama gue, dia selalu memeriksa ponsel gue, menelepon gue terus menerus untuk memastikan keberadaan gue, bahkan mengecek dengan telpon ke rumah gue untuk memastikan bahwa keterangan yang  gue berikan sama dia nggak bohong….. dia jadi paranoid dan sedikit aneh”
Itu karena dia takut lo  akan nemuin gue di belakangnya, seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya, kita mengkhianatinya. Hati Verna menjerit, pedih karena ternyata dia telah melukai saudara kembarnya sampai sedalam itu.
“Puncaknya terjadi ketika gue melarikan diri ama lo malam itu, malam perpisahan kita”, Bayu menatap Verna dengan sedih, “Gue bilang ke nyokap mau keluar kota untuk antar temen, gue matiin ponsel gue, karena malam itu gue pingin bertindak egois sekali saja, menghabiskan waktu dengan orang yang benar-benar  gue cintai”, Mata Bayu meredup, “Nadia… Nadia menjadi hampir gila karenanya, dia ke rumah, dan ketika orang tua gue nggak bisa ngasih  jawaban pasti, dia…. Dia nyari gue sendiri kemana-mana, sampai pagi dia nggak pulang, nyari gue ke kantor, ke seluruh rumah teman-teman gue…. Dan ketika gue pulang… Nadia masuk rumah sakit lagi karena stress dan kelelahan.”
Rasa bersalah menusuk Verna lagi, membayangkan di malam itu, ketika mereka memilih bersama dan menjadi egois, Nadia sedang kebingungan dan kesakitan mencari Bayu.
“Kedua orang tua kita langsung menyidang gue, mama dan papa lo marah sekali sama gue karena menghilang tanpa kabar dan bikin Nadia sampai seperti itu, lalu… keputusan mempercepat pernikahan itu dibuat, supaya gue bisa lebih belajar bertanggung jawab sama Nadia”, Suara Bayu tercekat di tenggorokannya dan menatap Verna dengan tatapan berkaca-kaca.
“Tolong gue Verna…. Gue nggak bisa”, ada getaran tangis yang menjalar di suara itu, “Gue nggak mampu nolak karena keluarga gue, karena Nadia…. Tapi kalo gue maksain diri gue, sama aja gue udah mati, gue ga bisa Verna, gue nggak sanggup…. Tolong gue Verna…..”, Bayu menundukkan kepalanya bahunya berguncang oleh tangis tertahan.
Melihat Bayu, Bayu yang dicintainya menangis seperti itu sungguh membuat Verna sedih. Dia ingin Bayu bahagia, di sisi lain, kalau bahagia dia merenggut bahagia Nadia, Verna nggak bisa. Semua terlalu berat untuknya.
“Gue… udah pasrah Bayu, seperti yang udah gue bilang ama lo kemaren. Lo mungkin memang bukan jodoh gue”
“Gimana bisa?”, Bayu menyela setengah emosi, “Gue… gue ngerasa paling nyaman kalo sama lo, gue ngerasa lengkap, bahagia, udah nggak butuh apa-apa lagi, Lo yang paling pas, lo jodoh gue!”
“Bayu”, Verna menggelengkan kepalanya, “Jauh dalam hati gue, gue akan selalu nyimpen lo sebagai pasangan jiwa gue. Tapi…. Kita harus kuat dan dewasa, lebih baik lo pulang Bayu”
“Verna”, Bayu mengerang dengan rasa tersiksa memenuhi matanya, “Cegah gue Verna, Lakuin sesuatu, setidaknya izinkan gue ngomong tentang kita ke orangtua kita, gue… gue bnisa perjuangin kita kalo lo mau berjuang sama gue,  gue nggak mau nikahin Nadia itu akan jadi salah satu keputusan paling bodoh dalam hidup gue, gue …. gue juga pasti nggak akan bisa bahagiain Nadia, karena gue nggak cinta sama dia”
“Lo harus bahagiain Nadia”, suara Verna menajam, “Anggap saja itu penebusan dosa lo Bayu, Lo harus bikin Nadia bahagia, lo harus belajar numbuhin cinta lo lagi sama Nadia…”, Ketika Bayu akan membantah, Verna menangis, “Gue mohon Bayu, itu satu-satunya permohonan gue, gue nggak akan minta apa-apa lagi sama lo”
Bayu tertegun, lama. Mereka berdiri di teras itu, dengan hujan yang mulai deras dan menetes-netes mengenai mereka. Lalu Bayu menghela napas panjang.
“Permintaan lo itu….  Sama saja lo minta gue mati”, Bayu menyentuhkan jemarinya di pipi Verna, menghapus air mata yang mengalir di sana, kemudian membalikkan badannya dan pergi menembus hujan, tanpa kata.
***
“Tanza?”, Verna langsung berseru di antara isak tangisnya, ketika suara Tanza menyahut di seberang sana.
“Verna?”, suara Tanza langsung berubah serius, menyadari Verna menelponnya, “Verna, ada apa?”, Tanza mulai cemas ketika tidak ada jawaban dari Verna, hanya isakan tertahan di sana, “Verna. Gue kesana sekarang.”
***
Ketika Verna membuka pintu, Tanza berdiri di sana, dengan rambut acak-acakan dan wajah pucat pasi karena cemas, seakan tadi lelaki itu benar-benar terburu-buru ke tempat Verna.
“Verna?”
Dan Vernapun luluh, langsung menjatuhkan diri ke pelukan Tanza dan menangis. Tanpa tanya, Tanza memeluknya, membiarkan Verna menumpahkan perasaannya di sana, di dadanya.
Lama kemudian, Tanza sedikit menjauhkan tubuh Verna dari pelukannya, dan memaksa Verna mendongak ke arahnya,
“Ada apa?”
Verna menyusut air matanya, dadanya masih terasa sesak, tetapi entah kenapa kehadiran Tanza di dekatnya membuatnya merasa nyaman,
“Nadia… tadi siang nemuin gue…”
“Terus?”
“Dia…. Dia bilang… pernikahannya sama Bayu akan di percepat…”
“Kapan?”
“Bulan depan, minggu ke dua”
Tanza menghela napas panjang, lalu meremas pundak Verna dengan lembut,
“Lo kan tahu bahwa hal ini pasti akan terjadi kan?”
Verna menganggukkan kepalanya, dia tahu. Oh ya Tuhan, dia sudah tahu bahwa kesakitan ini suatu saat pasti akan dia hadapi, tetapi selama ini dia berlindung di balik pemikiran bahwa hal itu akan berlangsung nanti, nanti ketika Nadia sudah menyelesaikan skripsi dan wisudanya, nanti… mungkin beberapa bulan lagi. Dan Verna berharap bahwa saat itu dia sudah menyembuhkan luka hatinya, mampu menatap kenyataan itu sambil tersenyum.
Tetapi semua terlalu cepat, seperti kata Bayu tadi, terlalu cepat. Luka itu masih menganga, terasa perih dan masih berdarah-darah. Verna baru belajar menyiapkan hatinya, dan kemudian sekarang dia dipaksa harus menyembuhkan diri secepatnya.
“Verna?”, Tanza mengerutkan keningnya ketika Verna hanya merenung. Diraihnya dagu Verna dan di arahkan kepadanya, “Lo harus kuat, seperti yang pernah lo bilang sebelumnya. Ini jalan yang lo pilih, dengan segala konsekuensinya. Sakit memang, melihat lelaki yang lo cintai akan bersanding dengan perempuan lain, tetapi setidaknya lo bisa mencuri sedikit kebahagiaan”
Verna menatap Tanza ingin tahu, “Mencuri sedikit kebahagiaan?”
“Ya”, senyum Tanza tampak lembut, “lo memiliki hati Bayu, Verna. Itu bisa menjadi pengobat luka hati lo”, dengan lembut Tanza menghela Verna ke dalam pelukannya, “lo tahu, nggak ada yang lebih menyakitkan bagi seseorang, selain ketika dia ngeliat, orang yang dicintainya meletakkan hatinya kepada orang lain. lo masih harus mensyukuri hal itu Verna, hati Bayu masih diletakkan di dalam genggaman kedua tangan lo”
Nggak ada yang lebih menyakitkan bagi seseorang, selain ketika dia melihat, orang yang dicintainya meletakkan hatinya kepada orang lain…  Tanza seolah-olah mengatakan hal itu kepada dirinya sendiri, dan Verna merasakan matanya kembali panas, oh betapa tak berperasaannya dia, dia tahu Tanza mencintainya, tetapi tetap menjadikan lelaki itu sebagai tempat curahan hatinya tentang Bayu. Tetapi, hanya Tanza yang dimilikinya, dan meskipun Verna sadar telah menyakiti Tanza, Verna merasa bersyukur bisa berbagi perasaannya dengan Tanza.
“Terimakasih Tanza”
Tanza tersenyum lembut, “Sama-sama Verna”, dengan riang Tanza menoleh ke sekeliling ruangan, “Nggak ada makanan di sini?”
“Hah?”
“Gue lapar”, Tanza menatap Verna dengan tatapan mata sebal, “Tadi gue lagi di warung tau, udah pesen nasi seporsi…. Tapi gue tinggal gara-gara ada orang yang nelpon gue sambil nangis-nangis”
Verna terkekeh, dan bersyukur. Tanza selalu bisa membuatnya tertawa.
“Mau gue masakin?”
“Emang lo bisa?”, tatapan Tanza benar-benar geli dan tidak yakin
“Kalo cuma bikin mie instant gue juga bisa”
Mendengar jawaban Verna,  Tanza tergelak, “Buset dah, mie instan? Ga mau, gue lapar, ga cukup kalo Cuma mie instant”
“Ah lo dasar rakus!”, seru Verna sambil tergelak.
“Yuk, cari makan yuk, gue tau tempat jualan Baso paling enak di kota Bandung”, dengan penuh semangat, Tanza menggandeng lengan Verna, mengajaknya keluar.
***
 Lokasi warung baso itu cukup ramai, dan seperti kata Tanza, baso itu mungkin adalah yang paling enak di kota Bandung, apalagi di santap di kala hujan seperti ini.
“Gimana perasaan lo?”, Tanza melipat tangannya di meja ketika mereka sudah menyelesaikan makan. Posisi tempat duduk mereka yang berdekatan dengan jalan membuat Verna bisa leluasa melamun sambil menikmati hujan yang turun.
Verna mengalihkan pandangan matanya, kembali kepada Tanza dan tersenyum,
“Kenyang”
Tanza terkekeh, “Dasar! Gue nggak nanyain perasaan perut lo, gue nanyain perasaan hati lo”
Senyum Verna sedikit memudar, “Masih sedih, tetapi nggak apa-apa, sudah tertumpahkan tadi, gue akan berusaha kuat seperti yang lo bilang”
“Bagus, sekarang boleh gue yang bercerita?”
Verna menatap Tanza ingin tahu, “Tentang apa?”
Tanza tersenyum, “Gue sekarang jomblo”
Tatapan Verna menegang.  Apakah Tanza putus dengan Dania karena dirinya?
“Bukan karena lo”, Tanza tersenyum, menaruh genggaman  tanganya di dagu, “Dania yang mutusin gue. Dia ngerasa sama kayak gue, hubungan kita….. hambar”
“Maafkan gue”
Tanza tertawa, “Napa lo jadi minta maaf ke gue? Lo nggak salah apa-apa di sini, nggak ada yg sakit kok di sini.  Gue malah bersyukur, gue nggak perlu nyakitin Dania, mungkin dia bisa lebih bahagia kalo nggak sama gue”
Verna menghela napas panjang. Tanza lelaki bebas sekarang. Seandainya Verna mau membuka hatinya atas perasaan hangat yang mulai bertumbuh itu, mungkin semuanya akan baik-baik saja. Tetapi, bayangan Bayu yang memohon kepadanya agar memperjuangkan cinta mereka terasa menghantui. Verna masih mencintai Bayu, tentu saja.
“Verna”, Tanza meremas jemari Verna lembut untuk mengalihkan perhatiannya, “Gue…. Gue nggak akan memaksa lo membuka hati buat gue, yang penting lo sadar, apapun yang akan terjadi nanti, gue akan selalu ada buat lo”
“Tanza….”
“Gue cinta sama lo Verna, gue entah kapan, tanpa sadar, udah ngasih hati gue ke lo”
Dua hati lelaki diserahkan kepadanya. Tetapi kenapa dia nggak bisa bahagia? Apa yang harus dia lakukan? Verna mengernyit pedih.
“Dan gue bersedia menunggu, itu sepadan”, Tanza tersenyum, lalu mengalihkan pembicaraan dan wajahnya berubah serius, “Jadi apakah lo akan datang di pernikahan itu?”
Verna menggeleng, “Nadia melarang gue untuk datang”
“Nadia nggak berhak melarang lo”, rahang Tanza mengeras, “Lo berhak datang, lagipula gimana lo ngasih alasan ke kedua ortu lo, kalo lo nggak bisa datang?”
Verna mengangkat bahunya lemah, bingung, “Gue nggak tahu Tanza, tapi… Nadia sudah jelas-jelas memperingatkan gue, supaya gue nggak datang”
“Lo harus datang”, Kali ini suara Tanza terdengar keras kepala, “Kita harus datang”
“Kita?”
“Ya, gue akan datang sama lo, karena lo juga nggak mungkin datang sendirian kan? Lo akan hancur kalo datang sendirian”
“Orang tua gue akan ngira yang enggak-enggak kalo lo dampingi gue datang di pernikahan itu”
“Biarkan saja, sekalian saja Nadia mengira kita ada hubungan asmara”, Tanza tersenyum, “Mungkin itu akan sedikit menenangkannya dan nggak paranoid lagi sama lo”
Akankah dia datang? Beranikah dia? Kuatkah dia? Meskipun dengan Tanza yang mendampinginya? Mampukah dia berdiri di sana dan melihat belahan jiwanya mengikat janji dengan perempuan lain?
Verna tidak mampu membayangkannya, dia takut, sungguh-sungguh takut.
Tanza sendiri seorah menyadari ketakutan Verna, digenggamnya kedua tangan Verna dengan jemarinya, kali ini erat dan lama.
“Gue akan dampingi lo Verna, apapun yang terjadi, gue akan jadi penguet lo di sana”
Verna tersenyum lemah dan menganggukkan kepalanya kepada Tanza.
***
Malam itu, di sebuah café yang jauh di sudut kota, Tanza duduk dan merenung sambil meminum kopi espressonya yang mulai dingin.
“Lo berhasil ngebujuk dia datang sama lo?”
Tanza menoleh dan menatap Nadia, yang duduk dengan muka tegang di depannya, Perempuan ini, wajahnya sangat sama dengan Verna. Tapi tentu saja, mereka saudara kembar identik, tapi Tanza yakin, kalaupun Nadia dan Verna berdandan dengan baju dan potongan rambut yang sama persispun, Tanza akan bisa membedakannya, Verna dan Nadia mempunya aura yang berbeda. Verna cenderung kuat di luar, tetapi hatinya rapuh. Nadia, selalu  mengesankan perempuan yang lembut dan lemah di luar, tetapi sebenarnya hatinya sangat keras.
“Dia belum ngasih kepastian, tapi dia akan mempertimbangkan”
“Bagus”, Nadia mengangguk puas, “Gue pingin dia bener-bener jatuh cinta ama lo dan ngelupain Bayu”
“Nadia”, Tanza menghela nafas, “Verna memang sudah mengkhianati lo, dan gue ngertiin betapa sakitnya lo. Gue sahabat lo, makanya gue mau bantuin lo….. tapi kalo sampai sejauh ini, apa lo nggak keterlaluan?”
“Keterlaluan dalam hal apa Tanza?”, Nadia mendesis dengan suara geram, “Lo… apa lo bisa ngebayangin perasaan gue, ketika melihat dengan mata kepala sendiri, sodara kembar gue dan orang yang gue cintai mengkhianati gue? Lo nggak tahu Tanza. Detik itu juga, hati gue udah hancur berkeping-keping”
“Tapi lo masih bisa mencintai Bayu dan memaafkannya, kenapa lo nggak ngelakuin hal yang sama dengan Verna?”, sela Tanza pahit
“Karena Bayu milik gue, belahan jiwa gue”
“Nadia, Verna itu sodara kembar lo, kembar identik pula, kalian terlahir dari satu sel yang sama yang kemudian terbelah jadi dua yang sama persis, kalo lo mau cari belahan jiwa lo, harusnya lo sadar kalo Verna belahan jiwa lo”
“Tanza!”, Nadia setengah berteriak karena emosi, “Sebenarnya lo belain gue atau Verna sih?”, tiba-tiba air mata Nadia meleleh, “Apakah gue harus menghadapi kenyataan lagi, bahwa selain merebut orang yang gue cintai, Verna juga udah ngerebut sahabat gue?”
“Nadia”, Tanza berusaha menenangkan Nadia yang mulai terisak-isak, “Nggak Nadia, gue tetep sahabat lo. Gue akan bantu lo semampu gue. Kalo lo emang pingin gue ngebikin Verna jatuh cinta ama gue. Oke. Gue akan bikin  dia jatuh cinta ama gue”
“Terimakasih Tanza, gue tahu lo sahabat gue yang terbaik”, Nadia menyusut air matanya dan tersenyum, “Setelah Verna jatuh cinta ama lo, terserah lo mau apakan dia…. Gue pingin lo menodai dia, hingga dia nggak layak lagi di mata  Bayu, gue pingin Bayu jadi benci dan jijik sama dia”
Tanza mendesah dan memejamkan matanya, kalau boleh ditilik, permintaan Nadia sudah terlalu jauh. Yah, Tanza dulu menerima permintaan tolong Nadia tanpa pikir panjang. Tanza memang bersahabat dan menyayangi Nadia. Dulunya mereka tidak saling mengenal, tetapi Nadia adalah sahabat  Elina, adiknya. Elina mengidap kanker otak stadium ahkir, dan saat itu sahabat satu-satunya hanyalah Nadia. Nadia yang selalu menemani Elina dari masa perawatannya yang menyakitkan sampai dengan ahkir usianya. Dan Tanza sangat berterimakasih karenanya. Sekarang, Karena rasa terimakasihnya itulah, dia menerima permintaan tolong Nadia, ketika perempuan itu datang sambil menangis histeris, menceritakan tentang saudara kembarnya yang bermain di belakangnya dengan kekasihnya.
Saat mendengar cerita versi Nadia, Tanza ikut merasa gemas dan benci dengan Verna. Dibayangkannya Verna sebagai perempuan culas yang kejam, yang tega merebut kekasih saudara kembarnya sendiri. Tanpa pikir panjang, Tanza menyetujui rencana Nadia, untuk merebut hati Verna, lalu merusaknya dan meninggalkannya dengan tubuh dan hati hancur sebagai balasan atas pengkhianatannya.
Tanza bukan orang yang baik, sebagai anak konglomerat kaya dia suka mempermainkan perempuan, berganti-ganti dari yang satu kepada yang lain, tanpa perasaan. Baginya perempuan hanyalah benda mainan yang bisa diperlakukan seenaknya. Hanya ada beberapa perempuan yang sungguh Tanza hormati, mamanya yang sudah meninggal, almarhum adiknya, Elina, dan juga Nadia, sahabatnya. Tanza pikir, tak apalah waktu itu memasukkan Verna dalam daftar salah satu korbannya.
Dan semuanya berubah ketika Tanza mengenal Verna, menjadi sahabatnya, mendengarkan kisah hidupnya, melihat dengan mata kepala sendiri ketika Verna menanggung seluruh rasa bersalah dan beban itu di pundaknya. Perasaan Tanza berbalik arah, dia sungguh-sungguh menyayangi Verna, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ini, Tanza benar-benar menginginkan Verna bahagia, bisa tersenyum, jauh dari tuduhan pengkhianatan di masa lalunya.
“Tanza?”, Nadia memecahkan lamunan Tanza, “Lo masih mau kan ngelakuin rencana kita?”
Tanza menganggukkan kepalanya.
“Gue akan berusaha, Nadia”
Wajah cemas Nadia berubah menjadi senyum yang merekah,
“Terimakasih Tanza, gue tau gue pasti bisa mengandalkan lo”
***
“Hai”
Verna menoleh dan mendapati Tanza berdiri di belakangnya. Mereka ada di kantin kampus yang ramai, dan Verna sedang menyantap mie ayam untuk makan siangnya,
“Hai juga,” Verna tersenyum, “Mau makan?”
Tanza menggeleng dan duduk di samping Verna,
“Gue udah makan sebelum ke sini”, Tanza menoleh ke arah Verna, “Gue pingin ajak lo ke suatu tempat”
“Kemana?”, perhatian Verna teralih kembali kepada mie ayamnya yang hampir habis.
“Tar lo juga tahu, mau ya?”
“Jauh nggak?”
“Enggak, paling satu jam dari sini, tempatnya di pinggiran kota”
“Hmmm… lo misterius banget sih?”, Verna menyelesaikan makannya dan menatap Tanza, “Ini beneran gue nggak boleh tahu tempat tujuan kita?”
Tanza tersenyum lembut, “Nanti akan gue ceritakan Verna, di sana…. Dan setelah itu gue harap lo mengerti”
Mengerti apa? Dahi Verna berkerut, Tanza tampak begitu misterius siang ini, dan tampak agak kelelahan seperti kurang tidur. Apakah ada yang mengganggu perasaan Tanza? Tetapi Verna percaya pada Tanza, lelaki itu telah menjadi sahabat yang luar biasa baik kepadanya, kalau sekarang, dengan mengikuti Tanza dia bisa meringankan apapun itu yang menjadi beban Tanza, Verna rela
“Yuk, udah selesai makannya kan,” dengan lembut Tanza berdiri dan menghela Verna untuk ikut bersamanya, Vernapun berdiri dan saat itu menyadari banyak pasang mata yang menatap ke arah Tanza dengan kagum. Tanpa sadar Verna menatap Tanza dan mengakui dalam hati bahwa lelaki itu memang benar-benar tampan, hingga membuat para perempuan tak bisa mengalihkan pandangan matanya darinya.
***
Mereka menyusuri areal pemakaman itu, Tanza berhenti disebuah makam bermarmer putih, dan meletakkan bunga yang dibawanya di atasnya.
Verna menatap batu nisan itu,  Elina Harlian Mahesa. Meninggal satu tahun yang lalu. Siapakah dia?
“Ini makam adikku,” Tanza tersenyum, “Dia meninggal karena kanker otak yang diidapnya”
Verna menatap Tanza kaget,
“Astaga Tanza, kau tidak pernah cerita… aku ikut bersedih Tanza”
Tanza tersenyum, “Tidak apa-apa Verna, saat ini aku sudah berada di titik bisa mengenangnya sambil tersenyum”
Verna menyentuh lengan Tanza dengan lembut,
“Lo pasti sayang banget sama dia”
“Banget”, Tanza menganggukkan kepalanya untuk mempertegas maksudnya, “Dalam menghadapi penyakitnya, dia sangat tegar dan kuat…. Meskipun kadang-kadang gue ngedenger dia nangis sendirian di kamarnya kalau pas dia ngira nggak akan ada orang yang denger,” tatapan mata Tanza sedih, mengenang masa lalu, “Syukurlah waktu itu ada seorang sahabatnya yang selalu mendampinginya dan menemaninya sampai saat-saat terahkir, gue sangat berterimakasih padanya waktu itu”, Suara Tanza tercekat, menahan diri. Betapa inginnya dia menceritakan semuanya kepada Verna, betapa inginnya…..
“Nadia pernah punya sahabat yang meninggal juga”, Verna mengenang, tidak menyadari Tanza yang tertegun kaget di sebelahnya. “Gue nggak tahu siapa dan meninggal kenapa dan bagaimana karena memang gue beda kampus sama Nadia waktu itu, yang gue tau,  pada suatu malam, Nadia mengetuk pintu kamar gue lalu nangis keras-keras…. Saat itu gue sadar, kepedihan yang paling sakit adalah ketika kita dipisahkan oleh kematian, dengan orang-orang yang kita sayangi”
Tanza menarik napas lega, sepertinya Verna tidak mungkin menghubungkan Nadia dengan Elina, dia tidak tahu keputusannya membawa Verna ke makam Elina ini benar atau tidak. Yang dia inginkan, ketika suatu saat nanti entah kapan Verna tahu bahwa Tanza mendekatinya atas permintaan dari Nadia, Verna bisa mengerti alasannya.
“Yah… kita harus bersyukur, orang-orang yang kita cintai, meskipun tak termiliki, mereka masih hidup di dunia ini”, gumam Tanza sambil menatap batu nisan Elina.
Verna menganggukkan kepalanya, “Perasaan syukur yang amat dalam selalu gue munculin ketika hati gue menjerit karena nggak bisa memiliki Bayu, gue selalu menghibur diri gue, bukankah gue harusnya berbahagia karena Bayu masih hidup?  Bersyukur karena dia masih menjejakkan kakinya di bumi yang sama dengan gue?, bersyukur karena dia masih menghirup udara yang sama dengan gue? gue pikir itu lebih membahagiakan daripada kalo kami dipisahkan oleh kematian”
Tanza mengangguk, lalu merengkuh pundak Verna, mereka terdiam dan terpekur menatap batu nisan itu. Di tengah areal pemakaman yang sunyi, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
***
Hujan lagi. Verna mendesah, kenapa selalu hujan ketika dia sendirian? Biasanya ada Tanza di sisinya…
Verna mengembangkan payung kecilnya dan ahkirnya memilih berjalan keluar dari areal toko buku itu dan menembus hujan. Proyek kampusnya membuatnya harus menyeberangi setengah kota, mencari buku-buku yang dipakai sebagai referensi laporannya. Dengan tenang Verna hendak menyeberang jalan, mencari taxi ketika kemudian pandangannya terpaku pada mobil yang terparkir di Café sebelah toko buku itu.
Itu mobil Tanza. Verna tersenyum, mungkin Tanza sedang makan di dekat-dekat sini, Verna melangkah hampir  memasuki areal Café itu ketika dia tertegun dan menghentikan langkahnya.
Jantungnya berdegup kencang tak terkendali, dan dia langsung membalikkan badan dan bersembunyi.
Di sana, di dalam café itu, terlihat jelas dari kaca bening di teras café, Tanza dan Nadia sedang duduk bersama dan bercakap-cakap dengan akrabnya!
Bersambung ke Part 4 Baca Part 1 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/10/verna-dan-hujan-part-1.html
Baca Part 2 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/11/verna-dan-hujan-part-2_5.html
 
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 08, 2012 00:05

December 7, 2012

Tentang SWTD Hardcopy dan Arsas Edisi Hemat

Dear all readers yang kusayangi
Semoga hari ini dan hari-hari selanjutnya, kita selalu dipenuhi kebahagiaan ya ;)

Dear, untuk versi hardcopy/ cetak SWTD sudah terbit dengan detail bukunya sbb : sampul softcover, Kertas novel, tebal 263 halaman, harga penerbit Rp. 56.000Font huruf SWTD memang lebih kecil dari Edisi Asli ARSAS sebelumnya, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi biaya produksi, agar bisa lebih murah.Huruf2nya memang lebih kecil, tetapi semoga tetap nyaman di baca ya ;)Oh ya, di dalam SWTD versi cetak ini ada halaman bonus berisi 'A Romantic Story About Serena The Epilog' semoga kalian semua menikmatinya yah ;)
Untuk A Romantic Story About Serena, ada juga edisi hematnya, harga Rp. 56.000 ( harga penerbit) detail bukunya :  Softcover dengan font huruf diperkecil dan buku lebih tipis, hanya setebal 255 halaman, tujuannya sama, untuk meminimalisasi biaya produksi agar harga bisa lebih murah. Huruf2nya memang lebih kecil, tetapi semoga bisa tetap nyaman di baca ya
Untuk buku Sleep With The Devil dan Arsas Edisi Hemat ini, all readers hanya membayar untuk biaya produksi, komisi penerbit dan ongkos kirim saja. Tidak ada royalti penulis yg diambil untuk disumbangkan ke pihak manapun, untuk menghindari suara-suara negatif yang berkembang di luar. Anggap saja sumbangan dialokasikan ke masing-masing pembeli ya :)
Tetapi untuk pembeli yang masih berniat menyumbang kepada Yayasan Yatim tersebut, edisi A Romantic Story About Serena versi asli masih tersedia dengan harga Rp. 75.000 dan font huruf lebih besar, softcover, kertas novel dan lebih tebal tentunya ;)
Untuk Epub/ Softcopynya :  Arsas : boleh minta kepada admin portalnovel/ PN Angel's mba Ertika SaniSWTD : akan dibagikan nanti free setelah postingan SWTD tamat di portalnovel ( bisa daftar dulu di om Admin/ mba Ertika Sani :)  Berikut link pesannya di nulisbuku.com  Untuk Pesan Arsas Edisi asli : http://www.nulisbuku.com/books/view/a-romantic-story-about-serena
Untuk Pesan Arsas Edisi Hemat : http://www.nulisbuku.com/books/view/a-romantic-story-about-serena-edisi-hemat
Untuk Pesan SWTD : http://www.nulisbuku.com/books/view/sleep-with-the-devil
 Semoga All readers juga mau menunggu terbitnya 2 novel yang lain, yang tentunya ( dengan seizin om Admin www.portalnovel.blogspot.com yang baik hati ) akan dimuat juga secara bersambung di portalnovel ;), yaitu Unforgiven Hero dan From The Darkest side
sinopsisnya bagi yang penasaran bisa di tengok di sini : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/10/4-novel-karya-santhy-agatha.html

Salam hangat dan Peluk eratSanthy Agatha

*Ps : Untuk pembelian khusus reseller/ beberapa toko buku online lain, tidak menutup kemungkinan bisa mendapatkan harga lebih murah, karena ada kebijakan diskon dari pihak nulisbuku.com sendiri, untuk reseller yang membeli buku langsung dalam jumlah besar ( di atas 50 eksemplar per judul ), bagi reseller/ OS harap melakukan konfirmasi langsung dengan pihak nulisbuku.com melalui email ke : admin@nulisbuku.com mengenai pengaturan diskonnya
 
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 07, 2012 22:05

December 1, 2012

Terimakasih Admin portalnovel - from Santhy Agatha

Dear all

untuk yang penasaran akan novelku, bisa di baca di www.portalnovel.blogspot.com
untuk A Romantic Story About Serena sudah End di sana
sedangkan Sleep With The Devil masih diposting secara bersambung :)
Novel-novel lainnya akan segera menyusul :)

terimakasih admin www.portalnovel.blogspot.com
yang telah bersedia untuk menampung karya-karyaku di sana

*peluk erat*

Santhy Agatha
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 01, 2012 22:42

November 23, 2012

Posesif ( Hanya aku dan Marlon )

Tak pernah ada yang mencintai Marlon sebesar aku mencintainya, aku yakin itu. Dari semua perempuan di dunia ini, cintakulah yang paling besar, pun demikian juga dengan cemburuku. Setiap hari kuhabiskan dengan tersiksa menahan kecemburuan gila yang merajalela di hati. Cemburuku akut, bahkan ketika kulihat hembusan angin yang berani-beraninya menerpa rambutnya, membuatnya liar dan berantakan. Aku marah. Aku kesal. Aku tidak rela. Hanya aku yang boleh menyentuhnya. Hanya aku yang boleh melihatnya. Hanya aku yang boleh mendapat perhatiannya.
Tetapi tak mungkin bukan, jika aku membuat semua orang di dunia ini buta, agar mereka tak bisa melihat kekasihku? Tak mungkin pula aku memaksa semua orang mengacuhkannya, tak memperhatikannya. Marlon terlalu istimewa, terlalu tampan, dan dia bagaikan cahaya mentari yang membuat semua orang berlomba mengerubunginya. Tentu saja aku tidak rela! Marlon Milikku!
Sampai ahkirnya aku sampai di titik batas pertahananku. Cemburuku meledak hingga menelan kewarasanku. Yang kuinginkan di dunia ini hanyalah Marlon dan aku. Di setiap detiknya aku hanya ingin berdua dengannya. Hanya berdua.
Kutuangkan kopi untuk Marlon, seperti biasa setelah dia mandi sepulang kantor, Marlon meminumnya tanpa curiga sambil tersenyum kepadaku, Kangen, katanya. Aku membalas senyumnya dengan tak kalah manis, menyimpan rapat-rapat rencana di benakku. Tenang saja Marlon, setelah ini kita tak perlu saling menahan rindu lagi. Sebentar lagi kita akan bersama selamanya...
Marlon meneguk kopi itu. Manis tentu saja, aku selalu membuat yang termanis untuk Marlonku. Dan aku mengamati, mengamati detik-detik Marlon tertidur pulas, kemudian larut dalam kegelapan yang panjang, untuk selamanya.
Senyum liarku mengembang. Dia sepenuhnya milikku sekarang. Kuambil peralatan yang sudah kusiapkan di kamarku. Aku akan mengawetkan Marlon, kusimpan sebagai mummi yang akan selalu bersamaku di kamar. Mulai sekarang aku dan Marlon akan selalu bersama. Di setiap detiknya. Hanya akan ada aku dan Marlon
***
2 likes ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 23, 2012 19:27

Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.