Elipsis Quotes
Elipsis
by
Devania Annesya119 ratings, 4.04 average rating, 29 reviews
Elipsis Quotes
Showing 1-30 of 43
“Aku merindukanmu...
Seperti tanah kering menanti hujan datang.
Aku merindukanmu...
Seperti pasir mendamba buih ombak tuk menyapu.
Aku merindukanmu...
Seperti ujung ranting pepohanan tak sabar menyambut
terbitnya fajar.
Aku merindukanmu...
Seperti biji mati yang merindu musim semi.
Aku merindukanmu...
Seperti virus mengkristal yang menunggu masa yang
tepat tuk kembali hidup.
Aku merindukanmu...
Seperti....
Seperti....
Seperti...
Aku merindukanmu...
Kupikir itu sudah lebih dari cukup.
Kupikir kamu sudah lebih dari cukup.
Kuharap aku sudah lebih dari cukup.”
― Elipsis
Seperti tanah kering menanti hujan datang.
Aku merindukanmu...
Seperti pasir mendamba buih ombak tuk menyapu.
Aku merindukanmu...
Seperti ujung ranting pepohanan tak sabar menyambut
terbitnya fajar.
Aku merindukanmu...
Seperti biji mati yang merindu musim semi.
Aku merindukanmu...
Seperti virus mengkristal yang menunggu masa yang
tepat tuk kembali hidup.
Aku merindukanmu...
Seperti....
Seperti....
Seperti...
Aku merindukanmu...
Kupikir itu sudah lebih dari cukup.
Kupikir kamu sudah lebih dari cukup.
Kuharap aku sudah lebih dari cukup.”
― Elipsis
“Angin tak pernah mengeluh,
menghempas debu jalanan.
Hujan tak pernah lalai,
dalam rinai syahdu pun teruntai.
Dawai.
Damai.
Bumi enggan mengaduh,
barangkali sudah jengah diinjak dan diludah.
Barangkali demikian aku.
Dalam rindu kuku terendap waktu.”
― Elipsis
menghempas debu jalanan.
Hujan tak pernah lalai,
dalam rinai syahdu pun teruntai.
Dawai.
Damai.
Bumi enggan mengaduh,
barangkali sudah jengah diinjak dan diludah.
Barangkali demikian aku.
Dalam rindu kuku terendap waktu.”
― Elipsis
“Jejak ini mengendap sudah.
Tersapu habis buih.
Terpecah karang,
demikian tangis ini.
Peluk aku sebisamu.
Layaknya pasir pantai membenamkan mata kakiku.
Selagi kaki ini masih menjejak.
Selagi jantung masih berdetak.
Selagi bisa kita menderak jarak.
Menjadikannya serupa bisik serak.
Koyaklah waktu!
Jadikan ini milikmu!
Rengkuh…
Seharusnya ini milikmu.
Seandainya kamu tahu!
Bodohnya kamu…”
― Elipsis
Tersapu habis buih.
Terpecah karang,
demikian tangis ini.
Peluk aku sebisamu.
Layaknya pasir pantai membenamkan mata kakiku.
Selagi kaki ini masih menjejak.
Selagi jantung masih berdetak.
Selagi bisa kita menderak jarak.
Menjadikannya serupa bisik serak.
Koyaklah waktu!
Jadikan ini milikmu!
Rengkuh…
Seharusnya ini milikmu.
Seandainya kamu tahu!
Bodohnya kamu…”
― Elipsis
“Jangan bicara terlalu banyak.
Karena kata-kata adalah penjara.
Membungkam rasa.
Mematikan indra.
Jangan melihat terlalu banyak.
Karena mata itu menipu.
Mengelabuhi.
Memanipulasi hati.
Jangan mendengar terlalu banyak.
Karena telinga sering salah.
Distraksi mengancam.
Peluk. Dekap. Rasakanlah.
Letakkan otakmu, hentikan dari kinerjanya.
Ada rasa yang perlu direkam dalam diam.”
― Elipsis
Karena kata-kata adalah penjara.
Membungkam rasa.
Mematikan indra.
Jangan melihat terlalu banyak.
Karena mata itu menipu.
Mengelabuhi.
Memanipulasi hati.
Jangan mendengar terlalu banyak.
Karena telinga sering salah.
Distraksi mengancam.
Peluk. Dekap. Rasakanlah.
Letakkan otakmu, hentikan dari kinerjanya.
Ada rasa yang perlu direkam dalam diam.”
― Elipsis
“Kepergianmu serupa kabut pagi yang ditampar mentari. Hilang seketika. Tak berbekas. Bahkan serasa tak pernah ada. Serupa mimpi yang musnah sesaat setelah mata terbuka. Kamu ada dalam ketiadaan. Kadang sengaja kembali kututup mataku. Mungkin dengan demikian kau akan muncul. Menemani sekejap. Namun, kau lagi-lagi hilang. Bahkan ketika kutengok setiap ruang dalam kepalaku, kau tak ada. Aku kehilangan tanpa memiliki. Ini bodoh.
Ini tidak masuk akal. Tak bisa kuhentikan.”
― Elipsis
Ini tidak masuk akal. Tak bisa kuhentikan.”
― Elipsis
“Kau terhenti.
Tergagu kau bertanya.
Mungkin pada diri sendiri, mungkin kepadaku.
“Siapa… kamu?”
Namaku Bumi, ketika langitmu perlu wadah untuk menangis.
Namaku Bulan, saat kau terlelap, kujaga duniamu dalam gelap.
Namaku Telaga, kan kubasuh lusuh di sekujur tubuhmu itu.
“Untuk apa?”
Untuk partikel udara yang kau hirup dengan cuma-cuma.
Untuk desau angin yang bisiknya kau halau dengan daun pintu.
Untuk kepul terakhir secangkir kopi yang kau hirup sebelum mendingin.
Kau kembali berjalan.
Aku kembali diam.
Kita tak lagi berbincang.
Aku tetap menjadi bumi, bulan, dan telagamu.
Kau masih menghirup udara, menghalau angin, dan menyeduh kopi.
Kita masih melakukan hal yang sama, masih di tempat yang terpisah.
Dan tak pernah kau pertanyakan lagi keberadaanku.
Sebab bagimu aku selalu ada.”
― Elipsis
Tergagu kau bertanya.
Mungkin pada diri sendiri, mungkin kepadaku.
“Siapa… kamu?”
Namaku Bumi, ketika langitmu perlu wadah untuk menangis.
Namaku Bulan, saat kau terlelap, kujaga duniamu dalam gelap.
Namaku Telaga, kan kubasuh lusuh di sekujur tubuhmu itu.
“Untuk apa?”
Untuk partikel udara yang kau hirup dengan cuma-cuma.
Untuk desau angin yang bisiknya kau halau dengan daun pintu.
Untuk kepul terakhir secangkir kopi yang kau hirup sebelum mendingin.
Kau kembali berjalan.
Aku kembali diam.
Kita tak lagi berbincang.
Aku tetap menjadi bumi, bulan, dan telagamu.
Kau masih menghirup udara, menghalau angin, dan menyeduh kopi.
Kita masih melakukan hal yang sama, masih di tempat yang terpisah.
Dan tak pernah kau pertanyakan lagi keberadaanku.
Sebab bagimu aku selalu ada.”
― Elipsis
“Nggak ada orang jahat yang dengan berbesar hati mengakui bahwa dirinya jahat, kamu tahu?”
― Elipsis
― Elipsis
“Mengapa Tuhan menciptakan waktu? Waktu hanya akan merintangi banyak hal, seperti
batasan usia dan lain sebagainya. Waktu juga mampu menciptakan jarak tak kasat mata.”
― Elipsis
batasan usia dan lain sebagainya. Waktu juga mampu menciptakan jarak tak kasat mata.”
― Elipsis
“Realita dan halusinasi bukan tentang mayoritas dan minoritas. Hanya karena mereka semua berkata kau sakit, bukan berarti kau sungguhan sakit. Kau tentukan hidupmu sendiri.”
― Elipsis
― Elipsis
“Ada sesuatu di dunia ini yang tidak perlu dipikirkan alasannya, mengapa dan bagaimana. Kalaupun ada kehidupan setelah ini, saya masih akan melakukan kebodohan yang sama. Saya akan tetap mencintai Atran.”
― Elipsis
― Elipsis
“Aku harap kamu masih bersamaku, Kalea. Karena hanya aku yang bisa mencintaimu dengan begitu bodohnya.”
― Elipsis
― Elipsis
“Manusia seringkali bersikap egois atas keinginannya, begitu Atran sering berkata padanya. Mereka seringkali menginginkan sesuatu tanpa memikirkan harga yang harus dibayarnya.”
― Elipsis
― Elipsis
“Entah kenapa aku selalu tahu bahwa kau akan pergi meninggalkanku… suatu waktu. Aku ingin menggenggammu seperti menggenggam semua impian yang kumiliki…”
― Elipsis
― Elipsis
“Suatu saat, ketika kamu terpaksa berubah menjadi yang bukan dirimu, kamu harus selalu ingat kalau ada gadis yang mencintaimu tanpa peduli seaneh apa pun dirimu. Yaitu aku.”
― Elipsis
― Elipsis
“Satu jam, satu menit, satu detik.
Sepersekian sekon kau mengedik.
Geming serupa geliat cacing.
Yang menyeruak laut beriak.
Kamu teriak.
Aku teriak.
Kamu tidak mampu dengarkanku.
Ku hanya dengar teriakku.
Kau dan aku...
tuli oleh teriak masing-masing.”
― Elipsis
Sepersekian sekon kau mengedik.
Geming serupa geliat cacing.
Yang menyeruak laut beriak.
Kamu teriak.
Aku teriak.
Kamu tidak mampu dengarkanku.
Ku hanya dengar teriakku.
Kau dan aku...
tuli oleh teriak masing-masing.”
― Elipsis
“Bukankah kata-kata adalah penjara isi hati?
Melalui kata-kata, kita mengutarakan.
Melalui kata pula, isi hati terpenjara .
Atas minimnya kosakata yang tersedia.”
― Elipsis
Melalui kata-kata, kita mengutarakan.
Melalui kata pula, isi hati terpenjara .
Atas minimnya kosakata yang tersedia.”
― Elipsis
“Setiap benda memiliki memori, beberapa di antaranya memiliki memori yang panjang dan tak terlupakan.”
― Elipsis
― Elipsis
“Orang yang pergi lebih dulu dari kebanyakan orang adalah orang yang beruntung. Mereka tidak perlu terlalu lama dipermainkan hidup.”
― Elipsis
― Elipsis
“Lagi pula, setiap manusia ditakdirkan untuk saling menyakiti. Betapa beruntungnya mereka yang tidak terlahir. Bahagia dalam ketiadaan.”
― Elipsis
― Elipsis
“Kalau kau terus berpura-pura, suatu saat kepurapuraan itu akan menjadi sosokmu yang sesungguhnya. Kau akan kehilangan dirimu sendiri.”
― Elipsis
― Elipsis
“Tapi bukankah setiap energi di dunia ini tidak akan pernah hilang? Ia hanya akan bertransformasi dalam bentuk yang lain.”
― Elipsis
― Elipsis
