Eko Nurhuda's Blog, page 25
August 5, 2016
Ini Alasan Saya Lebih Suka Belanja Online
      DI jaman di mana internet sudah jadi kebutuhan seperti sekarang, perlahan tapi pasti kebiasaan masyarakat bergeser. Termasuklah di dalamnya soal belanja-belanji. Saya sendiri kini berada di level lebih merasa nyaman belanja online ketimbang mendatangi toko. Tentu saja ada alasan kenapa begitu. Mau tahu?
Ceritanya saya tinggal di sebuah kota kecil di pesisir utara Pulau Jawa, Pemalang. Ini kota yang nyaris tak terlihat di peta. Orang dengan mudah mengenali Tegal atau Pekalongan, tapi kebingungan mencari Pemalang. Saya sendiri baru ngeh ada kabupaten bernama Pemalang setelah berkenalan dengan perempuan yang sekarang jadi istri saya. :)
Jangan heran kalau orang suka salah mengidentifikasi Pemalang. Setiap kali saya menyebut nama Pemalang, mereka menjawab, "Oh, di Jawa Timur ya?" Mereka kira Malang. Karenanya sewaktu merintis sebuah clothing kaos khas Pemalang, seorang kawan saya membuat tagline "Pemalang Itu Jawa Tengah!"
Lalu, apa hubungannya Pemalang kota kecil dengan saya yang lebih nyaman belanja online?
Begini. Sebagai kota kecil, akses kemana-mana jadi terbatas. Saya tidak bisa menyaksikan film Rudy Habibie yang inspiratif, atau film Bangkit! yang dibintangi aktor idola saya Vino G. Bastian. Kenapa? Karena di Pemalang tidak ada bioskop. Kalau mau menonton film harus pergi ke Tegal atau Pekalongan, itupun tidak selalu film terbaru diputar di bioskop-bioskop dua kota tersebut.
Alasan Saya Lebih Suka Belanja Online
Okelah, film itu kebutuhan tersier. Orang masih bisa hidup tanpa menonton film, bukan? Tapi saya paling tidak tahan tidak membeli buku-buru terbaru. Apalagi kalau baca resensi yang ditulis kawan-kawan di blognya.
Masalahnya, di Pemalang juga tidak ada toko buku. Bedakan dengan toko alat tulis yang menjual buku-buku pelajaran sekolah ya. Kalau itu sih ada banyak di sini. Pameran buku hanya ada setahun sekali, dengan jumlah stand terbatas, dan koleksi buku-buku cetakan lama yang tidak laku. Hmmm....

Nah, biasanya saya beli buku secara online. Berat di ongkos kirim sih, tapi masih lebih murah dibanding ongkos ke kota terdekat yang ada toko buku bonafid. Tak cuma buku, saya pun lebih suka mencari berbagai barang yang sedang dibutuhkan lewat internet. Tentu saja ada alasan kenapa begitu.
1. Barang yang saya cari tidak/belum ada di Pemalang
Harap maafkan kalau lagi-lagi saya ulangi soal Pemalang yang kecil dan serba terbatas. Tapi ini alasan paling utama. Saya butuh gorilla pod, misalnya. Muter-muter ke beberapa toko kamera terkenal di sini, yang ada cuma tripod dan monopod. Lainnya lagi malah hanya menyediakan tongsis.
Pernah saya terpikat sama satu handycam di sebuah toko online. Speknya lumayan bagus untuk merekam video, harganya ramah di kantong. Seperti biasa saya bookmark dulu halaman tersebut, merek serta tipe handycam itu saya ingat-ingat. Saya mau coba cari dulu di Pemalang mana tahu ada yang jual. Betul sekali, saya tidak bisa menemukan handycam itu!
Ya sudahlah, mau tidak mau saya harus membelinya di toko online kan?
2. Harga barang yang sama di Pemalang lebih mahal dari toko online
Ini sering sekali terjadi, dan beberapa kali saya mengalaminya sendiri. Contohnya sewaktu saya mau membeli tripod murah-meriah beberapa bulan lalu. Sebut saja mereknya MurmerPod. Saya survei harga dulu di internet, dan ketemulah paling murah Rp125.000. Tambah ongkos kirim Rp27.000 totalnya jadi Rp152.000.
Tapi saya tidak langsung ambil tripod itu. Saya coba cari dulu di beberapa toko kamera di sini dengan harapan ada menjual seharga segitu. Tahu berapa harga yang mereka minta? Rata-rata menyebut angka Rp250.000! Ya, bisa ditawar tentu saja. Setelah nego-nego halus, salah satu toko mentok cuma mau lepas seharga Rp175.000. Ya uwis, bye bye...
3. Saya bisa belanja sambil mengerjakan yang lain
Ini poin yang paling saya sukai. Kalau beli di toko konvensional saya harus keluar rumah. Ya, mana mungkin bisa beli barangnya kalau tidak mendatangi tokonya? Selama keluar itu saya meninggalkan anak-anak bermain sendiri, atau ditemani istri yang membuatnya dengan terpaksa menunda pekerjaan-pekerjaan domestik.
Saya sendiri tak bisa melakukan yang lain selama berbelanja. Kecuali update status di sosmed, itupun kalau sempat dan ada hal menarik yang saya rasa layak dibagikan. Tak jarang setelah mencari-cari selama itu saya pulang dengan tangan hampa. Kadang barangnya tidak ada, kadang harganya yang tidak cocok.
Sebaliknya, berbelanja online bisa saya lakukan sembari menggarap pekerjaan lain. Bisa nyambi menulis posting baru di blog, nge-buzz artikel untuk menggenjot trafik, atau setidak-tidaknya sambil bermain bareng anak-anak. Yang ibu-ibu pasti sepakat dengan poin terakhir, iya kan?

4. Berbelanja online itu menghemat waktu
Waktu adalah uang. Kalau kita bisa memanfaatkan waktu untuk mencari uang, kenapa malah melewatkannya untuk kegiatan menghabiskan uang seperti berbelanja? Hehehe...
Bayangkan. Untuk berbelanja di toko saya harus meluangkan waktu kurang-lebih 2-3 jam. Rinciannya: perjalanan pergi-pulang, mencari-cari harga terbaik dari satu toko ke toko lain, diskusi dengan pelayan toko yang belum tentu paham produk yang dijual di tokonya, plus antri membayar di kasir.
Waktu 2-3 jam itu khusus buat putar sana-sini, dari berangkat sampai pulang hanya untuk mencari barang sampai mendapatkan yang pas di hati sekaligus ramah di kantong. Bukan waktu yang sebentar lho itu.
Sebaliknya, waktu untuk berbelanja online tidak sampai 2-3 jam. Saya tidak perlu keluar rumah, jadi tidak butuh waktu untuk berangkat ke dan pulang dari toko. Juga tidak perlu antri di kasir. Cukup pilih-pilih, pencet-pencet, belanja pun selesai. Anak-anak senang ditemani, istri lega bisa memasak dan mencuci, saya dapat barang yang dibutuhkan.
Bijak Memilih Toko Online
"Tapi, Mas, di internet kan rawan penipuan," kata seorang tetangga yang tahu saya beli apa-apa lewat internet. Tetangga kanan-kiri saya penasaran dan bertanya karena sering melihat kurir ekspedisi datang ke rumah mengantarkan paket-paket. Kalau pas belanjaan saya banyak, paket yang diantar besar sekali sehingga terlihat mencolok.
Ini kekhawatiran umum. Berita-berita penipuan di internet selalu saja ada di televisi atau koran. Biasanya tertipu toko online bodong, dengan modus uang sudah ditransfer tapi barang tak kunjung dikirim. Tak heran masih banyak yang merasa khawatir berbelanja online.
Saya sendiri, alhamdulillah, sampai saat ini belum pernah mengalami hal buruk selama bertransaksi online. Dan mudah-mudahan tidak pernah mengalami. Tak ada tips khusus. Saya hanya berusaha selalu waspada dan tak mudah tergiur tawaran tidak masuk akal. Itu saja.
Contohnya sekarang saya ingin sekali membeli kamera saku, dan yang saya incar Canon iXus 175. Saya lihat dulu berapa banderol resmi di situs Canon Indonesia. Didapatlah angka Rp1.200.000 sebagai harga resmi. Ini saya jadikan patokan saat mencari tawaran terbaik di berbagai toko online. Kalau ada yang menawarkan seharga Rp800.000 atau Rp900.000, itu mencurigakan. Selisihnya terlalu banyak.

Cari punya cari, ada beberapa penjual yang menawarkan harga Rp.1.050.000. Bagi saya ini tawaran masuk akal sebab selisih dengan harga resmi produsen tidak terlampau jauh. Selanjutnya tinggal tingkatkan kewaspadaan dengan hanya berbelanja di situs-situs terpercaya. Salah satu yang menurut saya layak direkomendasikan adalah Blanja.com.
Kamera saku yang sedang saya cari ada di sini. Rentang harganya mulai Rp1.050.000 sampai yang termahal Rp1.100.000. Untuk sementara memang cuma saya masukkan whistlist. Tapi setidaknya saya tahu harus kemana membelinya saat uang sudah terkumpul. Syukur-syukur pas uangnya ada, eh, ndilalah harganya turun. Hehehe, maunya!
Satu hal yang membuat Blanja.com layak dipercaya, situs marketplace ini merupakan hasil kerja sama strategis antara PT Telkom Indonesia dengan eBay. Keduanya perusahaan ternama, tak ada alasan bagi saya untuk khawatir berbelanja di sini. Seleksi penjual di sini sangat ketat, di mana penjual perorangan diminta mencantumkan NPWP, sedangkan penjual besar diminta mengirim file perijinan dan legalitas perusahaan.
Penipuan online terbuka jika kita langsung mentransfer uang ke penjual. Begitu ketemu penjual abal-abal, sulit berharap uang kita yang ditipu kembali lagi. Di Blanja.com, pembeli mendapat jaminan uang kembali. Jangan kata barang tidak dikirim, kalau barang yang diterima tak sesuai deskripsi saja kita berhak mengajukan klaim.
Yang bagi saya tak kalah penting, ada banyak cara pembayaran untuk melunasi transaksi. Termasuk melalui Kantor Pos, Indomaret, Alfamart, atau Pegadaian. Tak perlu lagi jauh-jauh datang ke mesin ATM atau antri panjang di teller bank. Bagi pemakai Telkomsel, disediakan pula pembayaran menggunakan t-Cash. Kurang apalagi coba?
Well, kalau belanja online semudah ini, wajar kan kalau saya merasa lebih nyaman shopping di dunia maya? 
  
    
    
    Ceritanya saya tinggal di sebuah kota kecil di pesisir utara Pulau Jawa, Pemalang. Ini kota yang nyaris tak terlihat di peta. Orang dengan mudah mengenali Tegal atau Pekalongan, tapi kebingungan mencari Pemalang. Saya sendiri baru ngeh ada kabupaten bernama Pemalang setelah berkenalan dengan perempuan yang sekarang jadi istri saya. :)
Jangan heran kalau orang suka salah mengidentifikasi Pemalang. Setiap kali saya menyebut nama Pemalang, mereka menjawab, "Oh, di Jawa Timur ya?" Mereka kira Malang. Karenanya sewaktu merintis sebuah clothing kaos khas Pemalang, seorang kawan saya membuat tagline "Pemalang Itu Jawa Tengah!"
Lalu, apa hubungannya Pemalang kota kecil dengan saya yang lebih nyaman belanja online?
Begini. Sebagai kota kecil, akses kemana-mana jadi terbatas. Saya tidak bisa menyaksikan film Rudy Habibie yang inspiratif, atau film Bangkit! yang dibintangi aktor idola saya Vino G. Bastian. Kenapa? Karena di Pemalang tidak ada bioskop. Kalau mau menonton film harus pergi ke Tegal atau Pekalongan, itupun tidak selalu film terbaru diputar di bioskop-bioskop dua kota tersebut.
Alasan Saya Lebih Suka Belanja Online
Okelah, film itu kebutuhan tersier. Orang masih bisa hidup tanpa menonton film, bukan? Tapi saya paling tidak tahan tidak membeli buku-buru terbaru. Apalagi kalau baca resensi yang ditulis kawan-kawan di blognya.
Masalahnya, di Pemalang juga tidak ada toko buku. Bedakan dengan toko alat tulis yang menjual buku-buku pelajaran sekolah ya. Kalau itu sih ada banyak di sini. Pameran buku hanya ada setahun sekali, dengan jumlah stand terbatas, dan koleksi buku-buku cetakan lama yang tidak laku. Hmmm....

Nah, biasanya saya beli buku secara online. Berat di ongkos kirim sih, tapi masih lebih murah dibanding ongkos ke kota terdekat yang ada toko buku bonafid. Tak cuma buku, saya pun lebih suka mencari berbagai barang yang sedang dibutuhkan lewat internet. Tentu saja ada alasan kenapa begitu.
1. Barang yang saya cari tidak/belum ada di Pemalang
Harap maafkan kalau lagi-lagi saya ulangi soal Pemalang yang kecil dan serba terbatas. Tapi ini alasan paling utama. Saya butuh gorilla pod, misalnya. Muter-muter ke beberapa toko kamera terkenal di sini, yang ada cuma tripod dan monopod. Lainnya lagi malah hanya menyediakan tongsis.
Pernah saya terpikat sama satu handycam di sebuah toko online. Speknya lumayan bagus untuk merekam video, harganya ramah di kantong. Seperti biasa saya bookmark dulu halaman tersebut, merek serta tipe handycam itu saya ingat-ingat. Saya mau coba cari dulu di Pemalang mana tahu ada yang jual. Betul sekali, saya tidak bisa menemukan handycam itu!
Ya sudahlah, mau tidak mau saya harus membelinya di toko online kan?
2. Harga barang yang sama di Pemalang lebih mahal dari toko online
Ini sering sekali terjadi, dan beberapa kali saya mengalaminya sendiri. Contohnya sewaktu saya mau membeli tripod murah-meriah beberapa bulan lalu. Sebut saja mereknya MurmerPod. Saya survei harga dulu di internet, dan ketemulah paling murah Rp125.000. Tambah ongkos kirim Rp27.000 totalnya jadi Rp152.000.
Tapi saya tidak langsung ambil tripod itu. Saya coba cari dulu di beberapa toko kamera di sini dengan harapan ada menjual seharga segitu. Tahu berapa harga yang mereka minta? Rata-rata menyebut angka Rp250.000! Ya, bisa ditawar tentu saja. Setelah nego-nego halus, salah satu toko mentok cuma mau lepas seharga Rp175.000. Ya uwis, bye bye...
3. Saya bisa belanja sambil mengerjakan yang lain
Ini poin yang paling saya sukai. Kalau beli di toko konvensional saya harus keluar rumah. Ya, mana mungkin bisa beli barangnya kalau tidak mendatangi tokonya? Selama keluar itu saya meninggalkan anak-anak bermain sendiri, atau ditemani istri yang membuatnya dengan terpaksa menunda pekerjaan-pekerjaan domestik.
Saya sendiri tak bisa melakukan yang lain selama berbelanja. Kecuali update status di sosmed, itupun kalau sempat dan ada hal menarik yang saya rasa layak dibagikan. Tak jarang setelah mencari-cari selama itu saya pulang dengan tangan hampa. Kadang barangnya tidak ada, kadang harganya yang tidak cocok.
Sebaliknya, berbelanja online bisa saya lakukan sembari menggarap pekerjaan lain. Bisa nyambi menulis posting baru di blog, nge-buzz artikel untuk menggenjot trafik, atau setidak-tidaknya sambil bermain bareng anak-anak. Yang ibu-ibu pasti sepakat dengan poin terakhir, iya kan?

4. Berbelanja online itu menghemat waktu
Waktu adalah uang. Kalau kita bisa memanfaatkan waktu untuk mencari uang, kenapa malah melewatkannya untuk kegiatan menghabiskan uang seperti berbelanja? Hehehe...
Bayangkan. Untuk berbelanja di toko saya harus meluangkan waktu kurang-lebih 2-3 jam. Rinciannya: perjalanan pergi-pulang, mencari-cari harga terbaik dari satu toko ke toko lain, diskusi dengan pelayan toko yang belum tentu paham produk yang dijual di tokonya, plus antri membayar di kasir.
Waktu 2-3 jam itu khusus buat putar sana-sini, dari berangkat sampai pulang hanya untuk mencari barang sampai mendapatkan yang pas di hati sekaligus ramah di kantong. Bukan waktu yang sebentar lho itu.
Sebaliknya, waktu untuk berbelanja online tidak sampai 2-3 jam. Saya tidak perlu keluar rumah, jadi tidak butuh waktu untuk berangkat ke dan pulang dari toko. Juga tidak perlu antri di kasir. Cukup pilih-pilih, pencet-pencet, belanja pun selesai. Anak-anak senang ditemani, istri lega bisa memasak dan mencuci, saya dapat barang yang dibutuhkan.
Bijak Memilih Toko Online
"Tapi, Mas, di internet kan rawan penipuan," kata seorang tetangga yang tahu saya beli apa-apa lewat internet. Tetangga kanan-kiri saya penasaran dan bertanya karena sering melihat kurir ekspedisi datang ke rumah mengantarkan paket-paket. Kalau pas belanjaan saya banyak, paket yang diantar besar sekali sehingga terlihat mencolok.
Ini kekhawatiran umum. Berita-berita penipuan di internet selalu saja ada di televisi atau koran. Biasanya tertipu toko online bodong, dengan modus uang sudah ditransfer tapi barang tak kunjung dikirim. Tak heran masih banyak yang merasa khawatir berbelanja online.
Saya sendiri, alhamdulillah, sampai saat ini belum pernah mengalami hal buruk selama bertransaksi online. Dan mudah-mudahan tidak pernah mengalami. Tak ada tips khusus. Saya hanya berusaha selalu waspada dan tak mudah tergiur tawaran tidak masuk akal. Itu saja.
Contohnya sekarang saya ingin sekali membeli kamera saku, dan yang saya incar Canon iXus 175. Saya lihat dulu berapa banderol resmi di situs Canon Indonesia. Didapatlah angka Rp1.200.000 sebagai harga resmi. Ini saya jadikan patokan saat mencari tawaran terbaik di berbagai toko online. Kalau ada yang menawarkan seharga Rp800.000 atau Rp900.000, itu mencurigakan. Selisihnya terlalu banyak.

Cari punya cari, ada beberapa penjual yang menawarkan harga Rp.1.050.000. Bagi saya ini tawaran masuk akal sebab selisih dengan harga resmi produsen tidak terlampau jauh. Selanjutnya tinggal tingkatkan kewaspadaan dengan hanya berbelanja di situs-situs terpercaya. Salah satu yang menurut saya layak direkomendasikan adalah Blanja.com.
Kamera saku yang sedang saya cari ada di sini. Rentang harganya mulai Rp1.050.000 sampai yang termahal Rp1.100.000. Untuk sementara memang cuma saya masukkan whistlist. Tapi setidaknya saya tahu harus kemana membelinya saat uang sudah terkumpul. Syukur-syukur pas uangnya ada, eh, ndilalah harganya turun. Hehehe, maunya!
Satu hal yang membuat Blanja.com layak dipercaya, situs marketplace ini merupakan hasil kerja sama strategis antara PT Telkom Indonesia dengan eBay. Keduanya perusahaan ternama, tak ada alasan bagi saya untuk khawatir berbelanja di sini. Seleksi penjual di sini sangat ketat, di mana penjual perorangan diminta mencantumkan NPWP, sedangkan penjual besar diminta mengirim file perijinan dan legalitas perusahaan.
Penipuan online terbuka jika kita langsung mentransfer uang ke penjual. Begitu ketemu penjual abal-abal, sulit berharap uang kita yang ditipu kembali lagi. Di Blanja.com, pembeli mendapat jaminan uang kembali. Jangan kata barang tidak dikirim, kalau barang yang diterima tak sesuai deskripsi saja kita berhak mengajukan klaim.
Yang bagi saya tak kalah penting, ada banyak cara pembayaran untuk melunasi transaksi. Termasuk melalui Kantor Pos, Indomaret, Alfamart, atau Pegadaian. Tak perlu lagi jauh-jauh datang ke mesin ATM atau antri panjang di teller bank. Bagi pemakai Telkomsel, disediakan pula pembayaran menggunakan t-Cash. Kurang apalagi coba?
Well, kalau belanja online semudah ini, wajar kan kalau saya merasa lebih nyaman shopping di dunia maya?
 
  
        Published on August 05, 2016 08:36
    
August 2, 2016
Ida Ayu Komang dari Pulau Seribu Pura

SELEPAS menulis review tentang sebuah hotel di Uluwatu, saya jadi teringat kalau saya sendiri belum pernah sampai ke Bali. Beberapa kali hanya nyaris saja pergi ke sana, dan selalu tertahan di Pelabuhan Ketapang. Entahlah, tapi kok belum sreg rasanya hidup di Indonesia kalau belum pernah mengunjungi Bali.
Ya, siapa yang tak kenal Bali. Sejak saya belum lahir provinsi ini merupakan destinasi wisata nomor satu di Indonesia, serta menjadi rekomendasi di luar negeri. Kalau menarik lebih jauh ke belakang, Bali sudah menjadi tujuan wisata di jaman pemerintahan Hindia Belanda. Di masa itu turis-turis mancanegara sudah berdatangan ke sana. Buktinya bisa dilihat dari video-video rekaman Bali pada tahun-tahun prakemerdekaan yang banyak beredar di YouTube.
Saya memang belum pernah ke Bali, tapi saya pernah berhubungan dekat dengan komunitas Bali. Tepatnya Bali perantauan, sewaktu saya dan keluarga masih tinggal di kawasan transmigrasi di Batumarta, Kab. OKU Timur, Sumatera Selatan. (Baca juga: Putra Jawa Kelahiran Sumatera dan Masjid yang Dibangun dengan Getah Karet )
Teman sebangku saya sewaktu kelas satu di SLTP Negeri 4 Batumarta seorang Bali. Saya masih ingat betul nama dan wajahnya hingga saat ini. I Made Bimbo, tapi seringkali kami pelesetkan jadi I Made Bumbu.
Selain Bimbo, satu lagi orang Bali sekelas di SMP yang masih saya ingat jelas nama dan wajahnya adalah Kadek Sarianti. Ehem, benar dia seorang perempuan. Sejak masih kelas satu Kadek jadi primadona sekolah. Banyak kakak-kakak kelas yang sengaja mendatangi kelas satu saat jam istirahat cuma untuk melihat Kadek. Dari yang tingkahnya sopan, sampai yang capernya amit-amit naudzubillah.
Iya, iya, saya akui saya dulu juga salah satu pemuja rahasia Kadek Sarianti. Siapa sih yang nggak? Melihat wajah Kadek secara otomatis di kepala saya terngiang lagunya Ari Wibowo yang berjudul Ida Ayu Komang. Yap, Kadek bagi saya adalah gambaran cewek Bali yang ayu nan anggun tapi pemalu, seperti yang digambarkan oleh model dalam video klip tersebut.
Oya, Bimbo kawan SMP saya itu sampai sekarang masih tinggal di Blok B Batumarta VI, Kec. Madang Suku III, OKU Timur. Seperti halnya anak-anak Bali seusianya, Bimbo menghabiskan masa kecil di Batumarta. Ayah-ibunya ikut program transmigrasi dan ditempatkan di perkampungan yang terletak tepat di tengah-tengah perkebunan karet.
Memegang Teguh Tradisi
Meskipun tinggal jauh dari tempat asal-usul, keluarga Bimbo dan warga Bali perantauan tetap memegang teguh tradisi dan adat-istiadat mereka. Kawasan pemukiman yang berjarak kira-kira lima jam perjalanan darat dari Palembang tersebut seolah menjelma jadi Bali kecil. Pura-pura bertebaran, lalu saat Hari Raya Galungan tiba rumah-rumah dan sepanjang ruas jalan di mana warga Bali tinggal dihiasi penjor aneka bentuk.
Untuk keperluan peribadatan, tiap-tiap rumah warga Bali di Batumarta mempunyai pura sendiri-sendiri. Ini wajib hukumnya bagi penganut Hindu Bali. Sebab keberadaan pura di halaman rumah sendiri mempermudah pelaksanaan ibadah harian setiap pagi dan sore. Kalau tak mempunyai pura di rumah, ibadah musti dilakukan di pura milik kampung atau desa yang jaraknya belum tentu dekat.
Lagipula pura tak hanya untuk ritual pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa, tapi juga leluhur keluarga. Karenanya memiliki pura pribadi adalah semacam kewajiban bagi masyarakat Hindu Bali di Batumarta. Sama halnya dengan warga Bali di tempat asalnya nun jauh di Pulau Bali.
Satu hal yang jadi kekaguman warga etnis lain terhadap komunitas Bali adalah soal pengorbanan untuk membangun pura. Mereka mau habis-habisan membangun pura sekalipun hidupnya masih belum mapan secara finansial. Pura dibangun semegah-megahnya, meski rumah tempat tinggal mereka hanya berdinding gedhek dan beratap ilalang.
Tentu bukan alasan jika warga Bali harus memilih antara memperbaiki rumah atau membangun pura. Dengan biaya yang nyaris sama, mereka lebih suka membangun pura demi memudahkan ritual pemujaan sehari-hari. Padahal biaya untuk pura bukan cuma ongkos membangun, tapi juga perawatannya. Termasuk juga kain-kain dan canang (sesaji) yang musti diganti terus-menerus.

So, pura megah dan bagus di halaman sebuah rumah (maaf) buruk bukan pemandangan aneh di Batumarta. Hal sama berlaku pada pembangunan pura kampung atau pura desa. Jangan heran melihat sebuah komplek peribadatan mahabesar nan luas dan indah di tengah-tengah perkampungan warga Bali yang rumahnya kebanyakan masih berdinding papan beralas tanah.
Kami sudah mafhum, bagi orang Bali lebih baik pura mereka yang bagus ketimbang punya rumah mentereng tapi puranya ala kadar. Bagi mereka ini merupakan salah satu wujud syukur terhadap nikmat yang telah diberikan Sang Hyang Widi Wasa. Keteguhan terhadap keyakinan membuat mereka rela berkorban, mewujudkan cinta kasih pada Sang Dewata dalam bentuk pura-pura megah. Tak peduli bagaimana pun kondisi mereka sendiri.
Oktober 2011 lalu masyarakat Bali di Batumarta pernah membuat geger Sumatera Selatan. Pasalnya, mereka membangun sebuah pura dengan anggaran Rp 1,5 miliar yang kesemuanya merupakan hasil swadaya warga. Pura di Desa Swarnaloka Batumarta VII, Kecamatan Madang Suku III, tersebut diberi nama Pura Puseh. (sumber)
Pura-Pura Menakjubkan
Pengorbanan dan kegigihan dalam membangun pura ini rasanya sudah menjadi darah daging orang Bali. Mereka tak mau tanggung-tanggung. Mereka ingin pura dibuat sebagus mungkin, semegah mungkin, semenawan mungkin, sekalipun bagi orang lain terlihat mustahil untuk dikerjakan. Karenanya jangan heran kalau di Bali banyak pura-pura menakjubkan.
Pura Uluwatu salah satu contohnya. Pura yang juga dikenal dengan nama Pura Luhur Uluwatu tersebut terletak di ketinggian 97 meter di atas permukaan laut. Berdiri kokoh di puncak tebing batu, menghadap ke Samudera Hindia nan ganas.
Coba bayangkan sejenak, bagaimana caranya orang-orang yang membangun pura tersebut membawa batu-batu ke atas bukit? Batu-batu bahan pembuatan pura tersebut biasa terdapat di sungai, sisa-sisa lahar letusan gunung berapi. Lihat di Google Maps, berapa jarak sungai terdekat dari Pura Uluwatu? Dan batu-batu tersebut dibawa menanjak ke atas bukit!
Wisatawan yang tak membawa apa-apa saja banyak dibuat terengah-engah saat meniti undak-undakan tangga menuju Pura Uluwatu. Bagaimana dengan orang Bali yang dulu membawa batu-batu tersebut ke atas bukit?

Lihat juga Pura Tanah Lot. Bayangkan bagaimana orang-orang Bali dahulu membawa batu-batu bahan pembuatan pura menuju ke atas batu raksasa di tengah kepungan air laut. Membayangkannya saja tidak mudah. Entah dari mana pula asal batu-batu tersebut. Tapi orang Bali bisa melakukannya, dan jadilah Pura Tanah Lot yang dikagumi wisatawan dari berbagai belahan Bumi.
Bagi saya, jawabannya adalah kegigihan orang Bali dalam mewujudkan apa yang mereka inginkan. Kecintaan pada Sang Hyang Widhi Wasa membuat orang Bali merancang pura di tempat-tempat luar biasa demi mendekatkan diri pada Penguasa Jagat. Tempat yang terlihat tidak mudah. Tapi, toh, pura-pura luar biasa tersebut rampung dan terus mengundang decak kagum hingga kini.
Saya jadi berandai-andai. Saya pernah melihat pura-pura kecil di rumah-rumah tetangga semasa tinggal di Batumarta dulu. Saya juga pernah dibuat tertegun penuh kagum oleh kemegahan sebuah pura desa di sana, yang saya kira candi. Satu yang belum saya alami adalah melihat pura-pura Hindu Bali di tempat asalnya. Tentu bakal menyenangkan sekali.
Seperti saya ceritakan di paragraf pembuka, beberapa kali saya hanya nyaris ke Bali. Sewaktu mengunjungi paman di perbatasan Banyuwangi-Situbondo, niat untuk menyeberang via Ketapang selalu ada. Tapi karena tak direncanakan sebelumnya, niat mendadak tersebut tak pernah terwujud. Jadilah saya harus puas hanya bisa melihat daratan Bali dari Watudodol.
Ah, semoga saja tulisan yang saya ikut-sertakan dalam #JejakMahakarya Blog Competitin 2016 dari simbokvenus.com ini bisa mengantarkan saya jalan-jalan enam hari di Bali. Ya, ENAM HARI! :)
Catatan:
- Foto 1: Pura salah satu desa di Batumarta, OKU Timur, Sumatera Selatan. (imgrab.com)
- Foto 2: Pura Luhur Uluwatu di Kabupaten Badung, Bali. (Kemdikbud.go.id)
- Foto 3: Pura Tanah Lot di Kabupaten Tabanan, Bali. (plesiryuk.com)
 
  
        Published on August 02, 2016 09:27
    
July 30, 2016
Tetap Sehat Segar Jalani Puasa dengan Buah-buahan

TIAP kali bulan Ramadhan tiba, secara otomatis saya langsung teringat pada dai kondang idola: almarhum KH Zainuddin MZ. Ada satu tips dalam ceramahnya yang sangat relevan bagi ummat Islam saat menjalankan ibadah puasa. Apa itu? Tips berbuka yang nggak bikin perut penuh kekenyangan!
Saya rasa semua yang berpuasa mengalami ini: kalap dan makan sebanyak-banyaknya begitu waktu berbuka tiba. Lapar dan haus yang ditahan selama seharian membuat nafsu makan tak terkendali. Apa saja yang terhidang di meja terlihat enak sehingga masuk semua ke mulut.
Belum lagi adzan Magrib selesai berkumandang, bentuk perut sudah kaya bedug. Kekenyangan sampai nggak bisa bergerak. Alih-alih enak, perut jadi eneg alias terasa tidak nyaman. Akibatnya, salat Magrib seringkali terlewat karena lebih sibuk mengurus perut. Kalaupun sempat, rasanya jauh dari kata nyaman sehingga jatuhnya tidak khusyuk.
Hmmm, sayang banget, kan?
Nah, almarhum KH Zainuddin MZ punya tips ringan untuk mengatasi itu. Tips ini didasarkan pada kebiasaan Rasulullah SAW ketika berbuka puasa. KH Zainuddin MZ menyarankan agar berbuka dilakukan dalam, kata beliau meminjam istilah tinju, tiga ronde yang terbagi-bagi menjadi: (1) camilan pembuka, (2) makanan ringan, dan (3) makanan berat.
Ronde pertama, cukup batalkan puasa dengan seteguk teh manis dan camilan. Ya, sekedar membatalkan puasa saja. Seteguk teh hangat ditambah satu-dua buah kurma, itu yang disarankan KH Zainuddin MZ mengacu pada kebiasaan Rasulullah. Setelah itu, ambil wudhu dan tegakkan salat Magrib karena waktunya tidak lama. Jangan sampai ketinggalan!
Ronde kedua, usai salat Magrib lanjutkan berbuka dengan makanan ringan. KH Zainuddin dalam ceramahnya menyebut kolak atau sop buah sebagai menu di ronde ini. Tambahan satu mangkuk kolak membuat perut jadi lebih nyaman, sudah cukup bekal untuk menjalankan salat Isya yang dilanjut dengan tarawih berjamaah di masjid.
Terakhir, sepulang tarawih lanjutkan dengan ronde ketiga: makan besar! Di sinilah kita bisa makan sepuasnya, sekenyang-kenyangnya. Sembari menunggu datangnya waktu tidur, isi malam Ramadhan dengan tadarus al-Qur'an. Mantap, bukan?

Berbuka dengan Menu Sehat
Karena KH Zainuddin MZ adalah seorang dai, maka tips di atas semata-mata dengan pertimbangan ibadah. Tujuan beliau agar kaum Muslim tidak melewatkan waktu salat Magrib karena terlalu kekenyangan saat berbuka. Pun, tetap nyaman saat menjalankan salat Isya dan tarawih karena perut hanya diisi sekedarnya.
Kita bisa memodifikasi tips tersebut dengan lebih mempertimbangkan faktor kesehatan. Misalnya, di ronde pertama ganti teh manis dengan air putih dan kurma dengan buah segar. Kurma yang dijajakan di Indonesia kebanyakan dalam bentuk manisan dengan kadar gula cukup tinggi. Demikian pula teh manis yang mengandung gula.
Mengonsumsi makanan manis-manis setelah seharian penuh berpuasa tidak baik bagi kesehatan. Jangan terpengaruh iklan yang mengulang-ulang kalimat "Berbukalah dengan yang manis-manis" sebab itu tidak sesuai dengan panduan kesehatan. Mereka sedang berjualan, apa saja dilakukan yang penting produknya laku. Sebaliknya, jangan menyantap makanan manis sebagai menu pembuka puasa.
Kajian ilmiah menunjukkan berpuasa adalah cara untuk mengistirahatkan organ-organ pencernaan di dalam tubuh selama setidaknya 12-13 jam sehari. Ini merupakan salah satu cara untuk merawat organ, sekaligus mencegah hal-hal buruk yang mungkin terjadi pada organ akibat terlalu lelah bekerja mengolah makanan dan minuman.
Sayangnya, kita terkadang justru merusak manfaat tersebut dengan pola makan yang salah saat berbuka. Contohnya ya memakan yang manis-manis itu. Padahal dalam ilmu kesehatan, perut yang kosong selama 12-13 jam tidak baik diisi makanan dengan kandungan glukosa tinggi. Teh manis, kurma yang notabene adalah manisan, juga kolak dan sup buah adalah contohnya.
Akibatnya, alih-alih mendapat manfaat sehat karena berpuasa, pola makan yang salah justru membuat organ kita tersiksa atau malah lebih tersiksa dari saat tidak berpuasa. Kalau sudah begini hal-hal lebih buruk mungkin saja terjadi.
Food Combining
Salah satu cara agar puasa membuat kita benar-benar sehat adalah dengan menerapkan pola food combining. Ini sebuah disiplin yang didasarkan pada ritme kerja organ pencernaan. Dengan food combining, kita mengatur dan mengombinasikan makanan serta pola makan sesuai kinerja organ sehingga tubuh lebih sehat.
Dalam survei yang diadakan Litbang Kompas pada 28-30 April 2015, sebanyak 34,4% dari 704 responden di 10 kota menyebut food combining sebagai pola makan ideal. Mengungguli empat sehat lima sempurna yang dulu jadi acuan dunia kesehatan selama puluhan tahun.
Lihat aja riset dari Litbang Kompas yang terkenal dan terpercaya ini.
— Erykar (@erikarlebang) 8 Juni 2016
Betapa populernya #Foodcombining pic.twitter.com/CwBUCNN1sd
Dalam dunia kesehatan, tubuh mempunyai siklus alami tertentu yang mengatur kinerja seluruh organ secara serasi. Siklus tersebut dikenal sebagai Ritme Sirkadian. Ini adalah sesuatu hal yang pasti pada setiap manusia - juga makhluk hidup lainnya, sehingga melawan ritme ini sama dengan merusak tubuh karena kinerja organ menjadi terganggu.
Tak ada pilihan lain kecuali mengatur pola hidup mengikuti ritme ini agar tubuh senantiasa sehat. Menerapkan pola makan ala food combining bisa dibilang merupakan hal wajib bagi Muslim yang tengah berpuasa, sebab salah satu manfaat berpuasa adalah demi kesehatan organ pencernaan.
Sebagai contoh, Ritme Sirkadian mempelajari bahwa malam adalah waktunya beristirahat untuk tidur. Yang tidur orangnya. Sedangkan organ-organ pencernaan justru bekerja keras mengolah makanan dan minuman yang kita makan sepanjang hari itu. Kerja ini membutuhkan energi sangat besar. Itu sebabnya kita merasa mengantuk saat malam dan disarankan untuk tidur.
Dalam lagu Begadang, H. Rhoma Irama yang adalah sahabat almarhum KH Zainuddin MZ mengatakan melek malam tidak baik bagi kesehatan. Bang Haji menyebut angin malam sebagai penyebab, dan itu ada benarnya. Tapi tetap terjaga pada saat organ pencernaan tengah bekerja keras mengolah makanan bakal membuat tubuh menjadi kelelahan, sangat lelah sekali. Akibatnya organ tubuh rentan terhadap kerusakan.

Food combining mengatur pola makan mengikuti Ritme Sirkadian ini. Karena malam adalah waktunya sistem pencernaan mengolah makanan, maka sangat tidak dianjurkan makan di malam hari. Makan sewaktu organ tengah bekerja berarti memberi pekerjaan dobel. Itu sangat memberatkan. Waktu terbaik untuk makan malam adalah sebelum pukul 19.00 WIB. Ada pula yang sudah berpantang makan selewat jam enam sore.
Kemudian ketika bangun pagi fungsi pencernaan tengah menjalankan tugasnya membuang sisa-sisa hasil pengolahan makanan yang dilakukan malam harinya. Ini sebabnya kita seringkali merasa ingin buang air besar tak lama setelah bangun tidur. Waktu alami untuk BAB memang di pagi hari.
Dalam acuan food combining, tidak disarankan mengonsumsi makanan berat di pagi hari sebab dapat menyebabkan terganggunya kerja organ-organ pencernaan. Ya, organ yang tengah membuang sisa-sisa makanan keluar dari tubuh. Usahakan tidak memakan makanan berat hingga setidaknya pukul 11.00, waktu di mana seluruh proses pembuangan sisa-sisa makanan selesai dilakukan.
Untuk sarapan pagi, pilihlah makanan-makanan ringan. Namun bukan camilan ya, melainkan makanan yang ringan dicerna tubuh serta memiliki kandungan gizi lengkap. Buah matang adalah pilihan tepat. Paham food combining sangat menganjurkan kita untuk makan buah sebagai menu sarapan. Buah merupakan makanan komplet tapi ringan dicerna sehingga tak memberatkan kinerja organ pencernaan yang tengah bekerja keras.
Barulah setelah pukul 11.00 kita bebas memakan apa saja. Nasi beserta lauk-pauk dan sayur-mayur bebas dimakan selama periode ini. Syaratnya cuma satu: patuhi aturan mengenai padu-padan karbohidrat, protein hewani, dan protein nabati.
Rumusnya gampang. Makanan yang mengandung karbohidrat atau pati (nasi, kentang, jagung, ketan, tepung-tepungan) tidak boleh dimakan berbarengan dengan makanan yang mengandung protein hewani. Itu saja. Paduan yang lain bebas, sehingga nasi bisa dimakan dengan sayur-mayur, atau sayur-mayur dengan daging dan ikan atau telur.
Mengapa menu harus diatur, dipadu-padankan sedemikian rupa? Ini terkait kajian mengenai enzim pencernaan dalam tubuh. Diketahui jika enzim untuk mencerna protein hewani tidak dapat bekerja bersamaan dengan enzim untuk mencerna karbohidrat. Jadi bila dua makanan tersebut dimakan berbarengan, salah satunya dipastikan tidak dapat dicerna dengan baik dan menjadi sampah dalam tubuh.
Sampah yang menumpuk lama-lama berubah menjadi racun jahat!

Sahur dan Berbuka dengan Buah
Oke, lalu bagaimana cara menerapkan food combining dalam berpuasa? Kita tahu, aturan makan dalam berpuasa berlawanan dengan jam biologis. Siang kita tidak boleh mengonsumsi apapun hingga matahari terbenam, sedangkan malam hari diperbolehkan makan hingga sebelum Subuh. Apa solusinya?
Satu hal yang harus dikoreksi, puasa sama sekali tidak bertentangan dengan jam biologis maupun Ritme Sirkadian. Aturan makan dalam berpuasa masih sesuai dengan siklus alamiah tubuh kok. Hanya saja ada sedikit penyesuaian saat sahur, lalu tidak boleh makan selama siang hari. Sama saja kan dengan menghilangkan menu makan siang?
Perbedaan lainnya adalah dalam sehari ada dua masa di mana perut kita kosong untuk jangka waktu lama. Yaitu setelah makan malam hingga sahur, dan sepanjang siang sejak Subuh hingga tiba waktu berbuka puasa. Mengacu pada kaidah food combining, buah sangat bagus dimakan saat perut dalam keadaan kosong. Artinya, kita disarankan untuk sahur dan berbuka dengan buah. Atau setidak-tidaknya didahului dengan buah.
Eh, tapi kan memakan buah saat perut kosong bisa bikin mulas. Ini salah kaprah. Justru memakan buah saat perut kosong akan memberi hasil terbaik. Sebab nutrisi yang terkandung dalam buah bisa lebih banyak terserap oleh tubuh. Bagi yang ingin menurunkan berat badan, makan buah sebelum makan membuat perut cepat merasa kenyang sehingga porsi makan besar berkurang.
Ada beberapa penganut food combining yang hanya sahur dengan buah lho. Sama sekali tidak makan nasi, sayur, dan lauk-pauknya. Apakah kuat puasa seharian kalau hanya sahur makan buah? Tentu saja. Coba simak uraian Dr Grace Judio-Kahl, MSc, MH, CHt, seorang ahli fisiologi dan pemerhati gaya hidup lulusan Universitas Tubingen Jerman.
Dalam diskusi "Bersama Sunpride Mendorong Masyarakat Meningkatkan Konsumsi Buah" di Jakarta pada akhir Juni 2015, Dr Grace mengatakan bahwa konsumsi buah saat sahur membuat rasa kenyang lebih lama. Ini dikarenakan kadar serat pada buah dicerna secara perlahan oleh tubuh. Sedangkan kadar gula yang terkandung pada buah membuat tubuh tidak lemas.
Berikut beberapa jenis buah yang baik disantap saat sahur, juga berbuka puasa, yang disarankan Dr. Grace dalam acara tersebut:

Pisang
Buah ini memiliki angka potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat, biasa disebut sebagai indeks glikemik, yang rendah. Sehingga gula darah naik secara bertahap dan bertahan lama dalam tubuh sehingga tidak membuat kita cepat lemas.
Pisang seratnya banyak, juga mengandung banyak vitamin B6 yang menghasilkan serotonin sehingga berefek pada mood pengonsumsinya. Tidak cuma itu saja, pisang memiliki kandungan potasium yang baik untuk pembuluh darah serta kadar antioksidan tinggi.
Jambu Biji
Banyak yang memandang remeh buah satu ini. Padahal jambu biji mampu mengikat cairan tubuh (elektrolit) sehingga mengnsomsi buah ini menjaga tubuh tidak cepat kehilangan cairan atau mudah merasa haus. Guava juga mengandung lycopen yang bagus untuk memperbaiki sel tubuh yang rusak.
Dr. Grace menyarankan untuk memakan jambu biji secara langsung, bukan dijus. Sebab buah ini akan terasa lebih mengenyangkan kalau dimakan langsung. Tapi bijinya jangan ikut dimakan ya :)
Nanas
Ini salah satu buah yang banyak disalah-pahami sebagai penyebab perut mulas. Sama sekali tidak. Asalkan cara mengonsumsinya benar, nanas malah memberikan banyak mafaat bagi tubuh. Kandungan airnya yang banyak memberikan rasa kenyang dalam waktu lama.
Nanas juga mengandung bromelain yang dapat memecah protein, serta membantu meredakan radang. Buah bermahkota ini ampuh untuk melawan sakit tenggorokan, dan baik bagi pencernaan karena memudahkan buang air besar.
Saya sendiri suka sekali makan semangka dan melon saat sahur, juga jeruk. Namun kandungan air yang sangat banyak pada semangka membuat saya sering buang air kecil, jadi kemudian saya pindah buah ini di waktu berbuka. Sedangkan jeruk tak cukup mengenyangkan, jadi 30 menit setelah makan jeruk saya akan sahur dengan makan besar.

Konsumsi Buah secara Benar
Oya, perhatikan juga cara makan buah agar manfaatnya dapat kita serap secara maksimal. Ada beberapa buah yang sebaiknya dimakan sendirian, tidak dimakan bersama-sama buah lain. Misalnya melon. Buah-buahan manis tidak baik dicampur dengan buah-buahan asam, misalnya makan pepaya bersama-sama jeruk.
Berikut tips dari Lifemojo.com mengenai cara makan buah yang benar:
Sebaiknya makan buah dalam keadaan perut kosong, seperti bangun tidur atau setelah berpuasa. Ini membuat penyerapan zat-zat bermanfaat pada buah oleh tubuh menjadi maksimal.Makan buah di pagi hari juga sangat baik bagi kesehatan. Sarapan buah membantu meningkatkan gula darah secara perlahan. Kebutuhan tubuh tercukupi tanpa membenani kinerja organ pencernaan.Perhatikan ini, jangan makan buah bersamaan dengan makanan lain. Makanlah buah dengan buah lain, tapi bukan jenis makanan lain seperti sayur atau malah makanan berat.Kalau ingin makan manakan selain buah, beri jeda setidak-tidaknya 30 menit setelah kita menyantap buah-buahan.Sebaliknya, kalau ingin makan buah setelah makan besar sebaiknya tunggu setelah sekitar 3 jam. Ini untuk memastikan makanan yang sebelumnya dimakan sudah dicerna dengan baik oleh tubuh. Tapi, sebaiknya hindari sebab manfaat terbaik buah hanya bisa didapat ketika dimakan dalam keadaan perut kosong.Masyarakat kita punya kebiasaan cuci mulut, yakni makan buah setelah makan besar. Well, ini bukan kebiasaan baik. Manfaat buah tidak dapat dirasakan secara maksimal dengan cara begini, malah cenderung menumpuk sampah di perut.Makanlah buah organik agar terhindar dari efek pestisida yang mungkin masih tersisa.Hindari mengonsumsi buah kaleng, buah beku, atau buah yang sudah diproses. Buah-buahan begini biasanya mengandung banyak gula, bahan pengawet, atau bahan kimia yang tidak diinginkan. Buah terbaik adalah buah segar yang matang di pohon.
Menyinggung soal buah yang diawetkan, saya jadi teringat kurma yang banyak beredar di pasaran Indonesia selama Ramadhan. Berbuka puasa dengan buah adalah sunah Rasul, alias kebiasaan Rasulullah Muhammad SAW. Namun, perhatikan bahwa yang kurma yang kita makan berbeda dengan yang Rasul makan.
Bedanya di mana? Rasul memakan kurma matang pohon, atau setidak-tidaknya bukan kurma awetan seperti yang biasa kita beli. Jika kita mau memaknai sunah tersebut dari sudut pandang lain, maka sunahnya bermakna bahwa Rasul mengajarkan kita untuk berbuka puasa dengan buah. Tepatnya buah-buahan lokal.
Di padang pasir setandus Jazirah Arab, kurma adalah buah-buahan yang paling banyak ditemukan. Kurma yang matang di pohon rasanya manis dan mengandung air meski tak terlalu banyak. Jadi, rasanya tidak melenceng dari sunnah jika saya menyebut anjuran Rasul memakan kurma saat berbuka esensinya adalah memakan buah matang yang rasanya manis.
Jika Rasul memakan buah kurma - notabene merupakan buah lokal Arab, maka kita di Indonesia bisa memakan buah lokal setempat. Pisang, jambu biji atau nanas seperti yang disarankan Dr. Grace. Bisa juga mangga, semangka, melon, rambutan, atau jeruk manis. Kunyah pelan-pelan agar buah tercampur dengan air liur sebagai komponen penting dalam proses pencernaan.

Buah Pasti Sunpride!
Bicara buah lokal, tidak bisa tidak kita harus menyinggung nama Sunpride yang merupakan ikon buah-buahan lokal Nusantara. Bekerja sama dengan Nusantara Tropical Farm (NTF), Sunpride yang berada di bawah payung PT Sewu Segar Nusantara fokus pada distribusi dan pemasaran buah lokal. So, tidak salah kalau ada ya bilang, " Buah Pasti Sunpride !"
Nama Sunpride pertama kali dikenal dengan produk Pisang Cavendish. Tapi kini ada berbagai macam buah-buahan lokal bermutu tinggi yang dipasarkan. PT SSN mempunyai lahan seluas 3.500 hektar di Lampung untuk menanam Pisang Cavendish, Nanas Honi, Guava Crystal, pepaya, dan buah naga. Selain itu terjalin pula kerja sama dengan petani di Jawa Tengah untuk pembudi-dayaan melon dan jeruk.
Tak cuma buah lokal, Sunpride memenuhi permintaan akan buah impor melalui kerja sama dengan Zespri. Hadirlah Kiwi Zespri dalam jajaran lini produk Sunpride. Pada perkembangannya, perusahaan ini melengkapi daftar buahnya dengan pir dan apel.
Dari sekian buah yang ditawarkan, saya paling tertarik dengan Nanas Honi. Pasalnya, saya punya kenangan dengan nanas. Hehehe...
Ceritanya, semasa masih tinggal di Sungai Bahar, Jambi, di sebelah rumah kami ada deretan tanaman nanas sebagai pembatas lahan. Kata Ibu saya yang menanam tetangga sebelah, tapi kami dibolehkan ikut menikmatinya. Karena banyak dan rimbunnya deretan tanaman nanas tersebut, hampir tiap hari saya bisa menemukan nanas matang.
Saya bisa menghabiskan satu buah nanas sendirian lho. Kalau warnanya sudah menguning dan matanya melebar, itu tandanya nanas matang sempurna. Saat dikupas airnya berlelehan di tangan. Waktu itu saya mengupasnya dengan cara diulir untuk membuang mata nanas. Padahal ada cara lebih praktis, seperti ditunjukkan dalam video di channel YouTube Sunpride ini.
Nanas Honi merupakan salah satu produk andalan Sundpride. Nanas Honi dipanen di waktu terbaiknya, yakni ketika kulit berwarna kuning terang dengan sedikit menyisakan warna hijau. Kulitnya lebih tipis, sehingga mudah dikupas dan dipotong. Sedangkan daging buahnya kuning keemasan, merupakan kondisi terbaik untuk dimakan.
Kandungan air pada nanas cocok untuk menyegarkan tubuh saat berbuka. Jangan kuatir, nanas matang sempurna tak membuat perut mulas. Terlebih Nanas Honi rasanya manis, tidak asam, sehingga aman bagi lambung. Jika nanas pada umumnya memiliki rasa asam dan getir sehingga gagal di lidah, Nanas Honi benar-benar manis.
"Nanas Honi mengandung kadar kalsium oksalat yang rendah, sehingga tidak memicu gatal dan tidak perlu direndam dengan air garam terlebih dahulu," demikian penuturan Sobir, PhD., Kepala Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor saat acara peluncuran Nanas Honi, April 2013.
Bagi yang ingin menurunkan berat badan, Nanas Honi mengandung giuriti efek yang dapat melunturkan lemak. Buah ini juga kaya akan serat, namun rendah kandungan kalori, sodium, dan lemak. Selain dimakan, Nanas Honi bisa dijadikan masker untuk menghilangkan jerawat atau bekas luka.
Sayang disayang nih, saya belum bisa ikut merasakan segarnya Nanas Honi. Di kota kecil seperti Pemalang belum ada yang menjual buah-buahan Sunpride. Jadilah saya hanya bisa ngiler setiap kali melihat kawan-kawan blogger share foto-foto buah Sunpride. Seperti waktu Kak Haya Aliya Zaki share foto Kiwi Zespri di akun Instagram-nya. Hmmm...
A photo posted by Haya Aliya Zaki (@hayaaliyazaki) on Jul 28, 2016 at 7:32am PDT
Pemalang sendiri sebenarnya punya nanas khas yang disebut Nanas Madu. Sentra utama produksinya di Kecamatan Belik, wilayah selatan Pemalang yang berada di kaki Gunung Slamet. Nanasnya kecil-kecil, saya bisa makan 3-4 buah sekali duduk. Kalau hanya satu tidak bakalan kenyang. Hehehe...
Semoga saja Sunpride segera meluaskan jaringan pemasaran dan distribusinya ke daerah-daerah. Kami orang daerah juga berhak dong menikmati buah-buahan lokal bermutu tinggi. Iya kan?
Semoga bermanfaat!
Sumber-sumber:
www.sunpride.co.id, termasuk foto-foto berlogo Sunpride)
detikHealth, 2011 - http://health.detik.com/read/2011/03/...
Republika.co.id, 2015 - http://www.republika.co.id/berita/ram...
VIVA.co.id, 2013 - http://life.viva.co.id/news/read/4003...
 
  
        Published on July 30, 2016 08:19
    
July 28, 2016
Le Grande Bali, Hotel Nyaman di Tengah Keindahan Alam Uluwatu
      SIAPA tak kenal Bali? Provinsi satu ini merupakan destinasi wisata nomor satu di Indonesia. Pesonanya tak cuma memikat pelancong lokal, Pulau Bali juga sangat terkenal di mata dunia. Aneka ragam tempat wisata mulai dari pantai, danau, dan tempat-tempat menarik lainnya mengundang rasa ingin tahu para wisatawan.
Bali terkenal sebagai Pulau Seribu Pura. Ini karena nyaris di setiap sudut Pulau Bali terdapat ditemui pura, sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu setempat. Pura-pura ini bisa ditemui pula di kebanyakan tempat wisata. Beberapa di antaranya bahkan menjadi obyek wisata, salah satu contohnya Pura Uluwatu.
Pura yang juga dikenal dengan nama Pura Luhur Uluwatu tersebut merupakan pura tertua di Bali. Terletak di ketinggian 97 meter di atas permukaan laut, Pura Uluwatu berdiri kokoh di puncak tebing batu di sisi paling selatan Pulau Bali. Menghadap ke Samudera Hindia. Dari pura ini mata kita dimanjakan oleh pemandangan laut membiru dengan ombak ganas berdebur.
 Foto: Kemdikbud.go.id
Foto: Kemdikbud.go.id
Lokasinya yang terletak persis di atas Pantai Pecatu membuat Pura Uluwatu dikenal dunia. Pantai ini merupakan spot selancar (surfing) nomor satu di Bali, serta menjadi rekomendasi di level dunia. Ombaknya cocok untuk peselancar dari berbagai tingkatan, sehingga Uluwatu menjadi lokasi pilihan peselancar dari seluruh dunia.
Pantai-Pantai Menawan
Tebing tinggi yang berada di sebagian daerah pinggiran laut Uluwatu membuat pantai-pantainya tidak seperti kebanyakan pantai di Bali. Tapi soal keindahan jangan ditanya lagi. Sebut saja Pantai Dreamland yang terletak sekitar 9 km dari Pura Uluwatu.
Pantai Dreamland bisa jadi cuma pantai kecil, paling kecil dibanding pantai-pantai lain di Bali. Namun pemandangan alamnya sangat memesona mata yang melihat. Ciri khas pantai ini adalah ombak besar, pasir putih, serta deretan bukit batu yang seolah menjadi tembok pelindung Pulau Bali dari gempuran debur air samudera.
Banyak turis datang untuk menikmati ganasnya ombak serta pemandangan indah yang disajikan Pantai Dreamland. Kalau ingin duduk-duduk di pantai tanpa khawatir terpapar sinar matahari, ada sejumlah persewaan payung besar di sekitar pantai. Para pedagang yang menjajakan baju, oleh-oleh, dan pernak-pernik Bali yang unik juga sangat banyak ditemui di kawasan ini.
Bergeser sedikit dari Dreamland, satu lagi pantai di kawasan Uluwatu yang dijamin bakal membuat terpesona adalah Pantai Blue Point. Pantai yang memiliki air sangat bening ini diapit oleh tebing-tebing batu nan tinggi. Berada pada cekungan tebing. Karang-karang yang menutupi sebagian besar area pantai ini justru semakin memperindah dan mempertajam keunikannya.
Penduduk setempat menyebut Pantai Blue Point sebagai Pantai Suluban, sebab untuk menuju ke bibir pantai kita harus melewati sela-sela dinding tebing batu. Seolah-olah masuk ke dalam terowongan, atau kolong. Suluban berasal dari kata mesulub, bahasa Bali yang berarti melewati kolong.
 Foto: wisataindonesia.co.id
Foto: wisataindonesia.co.id
Berbeda dengan Pantai Dreamland yang berombak besar-besar, Pantai Blue Point tergolong tenang. Ombak dari samudera dipecah-pecah oleh bebatuan karang sebelum mencapai bibir pantai. Sehingga pengunjung yang tak mau berbasah-basah terkena air laut dapat menikmati pasir pantai dengan tenang. Uniknya lagi, pantai tak cuma berupa pasir melainkan juga ada beberapa bagian yang berupa dataran batu besar.
Bukit-bukit karang di seputaran pantai tak cuma menciptakan nuansa eksotik. Di siang hari, lekukan bukit karang jadi pelindung alami yang menaungi pengunjung dari teriknya sinar matahari. Pengunjung dapat menikmati keindahan pantai dari sela-sela bukit yang teduh.
Penginapan di Jantung Uluwatu
Pura Uluwatu, Pantai Dreamland, dan Blue Point hanyalah dua dari sekian obyek wisata di Uluwatu. Saking banyaknya titik-titik wisata yang bisa dikunjungi, rasanya tidak akan cukup waktu sehari untuk menjelajahi semuanya. So, sediakan beberapa hari agar dapat lebih puas mengunjungi tempat-tempat indah dan unik tersebut.
Jangan kuatir, di Uluwatu terdapat banyak penginapan maupun hotel sebagai tempat menginap. Jenisnya bermacam-macam, tergantung budget dan kebutuhan kita tentunya. Tapi kalau menginginkan hotel nyaman dengan pelayanan prima, Hotel Le Grande Bali yang bisa dipesan di situs Traveloka boleh jadi pertimbangan.
Hotel Le Grande Bali terletak di Jalan Uluwatu, Pecatu Graha Blok 5. Letaknya sangat strategis, sangat cocok bagi wisatawan dari luar daerah yang ingin menikmati keindahan Bali dengan nyaman. Terletak dekat dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yaitu sekitar 7 km. Hotel berbintang 5 ini juga tak jauh dari pantai-pantai yang direkomendasikan.
 Foto: Traveloka.com
Foto: Traveloka.com
Pantai Dreamland berjarak sekitar kurang dari 2 km dari Hotel Le Grande Bali. Sedangkan Pantai Balangan berjarak 3 km, jarak yang kurang-lebih sama untuk menuju Pantai Bingin. Sedangkan Pantai Blue Point terletak 7 km dari hotel. Dua kilometer lebih ke selatan kita akan sampai di Pura Luhur Uluwatu.
Oya, tadi saya sudah sebut kalau Le Grande Bali ini hotel berbintang 5 kan ya? Karenanya soal kenyamanan, fasilitas, serta pelayanan tak perlu diragukan. Hotel ini meraih predikat Top Hotel Bali Holiday Check 2015, Bali Tourism Awards 2015 sebagai Bali Leading Golf Resort, Indonesian Travel & Tourism Awards 2015 sebagai Indonesian Leading Golf Resort, serta sejumlah penghargaan lain.
Jangan kuatir soal makanan. Le Grande Bali mempunyai Grand Café, sebuah restoran bergaya tradisional Bali yang sudah dipadukan dengan gaya modern. Unik. Konsepnya all-day dining dengan menu-menu khas, baik masakan Indonesia maupun masakan internasional nan lezat. Ada pula Grande Bar yang buka selama 24 jam bagi yang ingin merasakan suasana makan malam nan syahdu dengan iringan live music.
Tak mau makan di restoran hotel? Tidak masalah. Pecinta kuliner sejati memang lebih suka berburu makanan di luar tempat menginap. Satu lokasi makan-makan yang direkomendasikan di kawasan Uluwatu adalah Restoran d'Sambal Uluwatu. Terletak di Jl. Raya Kampus UNUD, dari Hotel Le Grande Bali kita bisa mencapai d'Sambal Uluwatu dengan waktu tempuh sekitar 10 menit.
Resto d'Sambal jadi rekomendasi karena cita rasanya yang dijamin lezat, serta harganya tidak menguras kantong. Rumah makan ini menyajikan 40 jenis sambal dari seluruh daerah di Indonesia. Menunya bisa dinikmati dengan harga sangat terjangkau. Bayangkan, harga menunya dimulai dari Rp3.500, sedangkan paket makan paling murah dibanderol Rp25.000/porsi.
 Foto: dsambal.com
Foto: dsambal.com
Di resto ini terdapat gazebo bagi yang ingin makan sembari bersantai-santia. Yang suka duduk lesehan disediakan pula tempat khusus. Resto d'Sambal dapat menampung banyak pembeli sekaligus. Rombongan wisata biasa singgah di sini untuk melepas rasa lapar. Menunya dijamin halal, sehingga penganut agama Islam tak perlu merasa was-was.
Salah satu menu andalan d'Sambal adalah ikan bakar Jimbaran, selain lebih dari 30 lauk-pauk dan bermacam-macam sayuran sebagai pelengkap isi meja makan. Tak hanya dimakan di tempat, kita juga boleh kok membawa pulang pesanan. Disediakan paket nasi kotak khusus bagi yang penasaran dengan rasa sambal d'Sambal tapi tidak sempat singgah barang sebentar.
Pendek kata, kawasan Uluwatu memiliki semua yang kita perlukan saat tamasya ke Bali. Pantai-pantai yang memesona, tempat makan murah meriah yang dapat ditemui di mana-mana, ditambah dengan keistimewaan Hotel Le Grande Bali sebagai pelengkap liburan para wisatawan.
Sekarang, siapkan diri kamu untuk berlibur ke Uluwatu!
 
  
    
    
    Bali terkenal sebagai Pulau Seribu Pura. Ini karena nyaris di setiap sudut Pulau Bali terdapat ditemui pura, sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu setempat. Pura-pura ini bisa ditemui pula di kebanyakan tempat wisata. Beberapa di antaranya bahkan menjadi obyek wisata, salah satu contohnya Pura Uluwatu.
Pura yang juga dikenal dengan nama Pura Luhur Uluwatu tersebut merupakan pura tertua di Bali. Terletak di ketinggian 97 meter di atas permukaan laut, Pura Uluwatu berdiri kokoh di puncak tebing batu di sisi paling selatan Pulau Bali. Menghadap ke Samudera Hindia. Dari pura ini mata kita dimanjakan oleh pemandangan laut membiru dengan ombak ganas berdebur.
 Foto: Kemdikbud.go.id
Foto: Kemdikbud.go.idLokasinya yang terletak persis di atas Pantai Pecatu membuat Pura Uluwatu dikenal dunia. Pantai ini merupakan spot selancar (surfing) nomor satu di Bali, serta menjadi rekomendasi di level dunia. Ombaknya cocok untuk peselancar dari berbagai tingkatan, sehingga Uluwatu menjadi lokasi pilihan peselancar dari seluruh dunia.
Pantai-Pantai Menawan
Tebing tinggi yang berada di sebagian daerah pinggiran laut Uluwatu membuat pantai-pantainya tidak seperti kebanyakan pantai di Bali. Tapi soal keindahan jangan ditanya lagi. Sebut saja Pantai Dreamland yang terletak sekitar 9 km dari Pura Uluwatu.
Pantai Dreamland bisa jadi cuma pantai kecil, paling kecil dibanding pantai-pantai lain di Bali. Namun pemandangan alamnya sangat memesona mata yang melihat. Ciri khas pantai ini adalah ombak besar, pasir putih, serta deretan bukit batu yang seolah menjadi tembok pelindung Pulau Bali dari gempuran debur air samudera.
Banyak turis datang untuk menikmati ganasnya ombak serta pemandangan indah yang disajikan Pantai Dreamland. Kalau ingin duduk-duduk di pantai tanpa khawatir terpapar sinar matahari, ada sejumlah persewaan payung besar di sekitar pantai. Para pedagang yang menjajakan baju, oleh-oleh, dan pernak-pernik Bali yang unik juga sangat banyak ditemui di kawasan ini.
Bergeser sedikit dari Dreamland, satu lagi pantai di kawasan Uluwatu yang dijamin bakal membuat terpesona adalah Pantai Blue Point. Pantai yang memiliki air sangat bening ini diapit oleh tebing-tebing batu nan tinggi. Berada pada cekungan tebing. Karang-karang yang menutupi sebagian besar area pantai ini justru semakin memperindah dan mempertajam keunikannya.
Penduduk setempat menyebut Pantai Blue Point sebagai Pantai Suluban, sebab untuk menuju ke bibir pantai kita harus melewati sela-sela dinding tebing batu. Seolah-olah masuk ke dalam terowongan, atau kolong. Suluban berasal dari kata mesulub, bahasa Bali yang berarti melewati kolong.
 Foto: wisataindonesia.co.id
Foto: wisataindonesia.co.idBerbeda dengan Pantai Dreamland yang berombak besar-besar, Pantai Blue Point tergolong tenang. Ombak dari samudera dipecah-pecah oleh bebatuan karang sebelum mencapai bibir pantai. Sehingga pengunjung yang tak mau berbasah-basah terkena air laut dapat menikmati pasir pantai dengan tenang. Uniknya lagi, pantai tak cuma berupa pasir melainkan juga ada beberapa bagian yang berupa dataran batu besar.
Bukit-bukit karang di seputaran pantai tak cuma menciptakan nuansa eksotik. Di siang hari, lekukan bukit karang jadi pelindung alami yang menaungi pengunjung dari teriknya sinar matahari. Pengunjung dapat menikmati keindahan pantai dari sela-sela bukit yang teduh.
Penginapan di Jantung Uluwatu
Pura Uluwatu, Pantai Dreamland, dan Blue Point hanyalah dua dari sekian obyek wisata di Uluwatu. Saking banyaknya titik-titik wisata yang bisa dikunjungi, rasanya tidak akan cukup waktu sehari untuk menjelajahi semuanya. So, sediakan beberapa hari agar dapat lebih puas mengunjungi tempat-tempat indah dan unik tersebut.
Jangan kuatir, di Uluwatu terdapat banyak penginapan maupun hotel sebagai tempat menginap. Jenisnya bermacam-macam, tergantung budget dan kebutuhan kita tentunya. Tapi kalau menginginkan hotel nyaman dengan pelayanan prima, Hotel Le Grande Bali yang bisa dipesan di situs Traveloka boleh jadi pertimbangan.
Hotel Le Grande Bali terletak di Jalan Uluwatu, Pecatu Graha Blok 5. Letaknya sangat strategis, sangat cocok bagi wisatawan dari luar daerah yang ingin menikmati keindahan Bali dengan nyaman. Terletak dekat dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yaitu sekitar 7 km. Hotel berbintang 5 ini juga tak jauh dari pantai-pantai yang direkomendasikan.
 Foto: Traveloka.com
Foto: Traveloka.comPantai Dreamland berjarak sekitar kurang dari 2 km dari Hotel Le Grande Bali. Sedangkan Pantai Balangan berjarak 3 km, jarak yang kurang-lebih sama untuk menuju Pantai Bingin. Sedangkan Pantai Blue Point terletak 7 km dari hotel. Dua kilometer lebih ke selatan kita akan sampai di Pura Luhur Uluwatu.
Oya, tadi saya sudah sebut kalau Le Grande Bali ini hotel berbintang 5 kan ya? Karenanya soal kenyamanan, fasilitas, serta pelayanan tak perlu diragukan. Hotel ini meraih predikat Top Hotel Bali Holiday Check 2015, Bali Tourism Awards 2015 sebagai Bali Leading Golf Resort, Indonesian Travel & Tourism Awards 2015 sebagai Indonesian Leading Golf Resort, serta sejumlah penghargaan lain.
Jangan kuatir soal makanan. Le Grande Bali mempunyai Grand Café, sebuah restoran bergaya tradisional Bali yang sudah dipadukan dengan gaya modern. Unik. Konsepnya all-day dining dengan menu-menu khas, baik masakan Indonesia maupun masakan internasional nan lezat. Ada pula Grande Bar yang buka selama 24 jam bagi yang ingin merasakan suasana makan malam nan syahdu dengan iringan live music.
Tak mau makan di restoran hotel? Tidak masalah. Pecinta kuliner sejati memang lebih suka berburu makanan di luar tempat menginap. Satu lokasi makan-makan yang direkomendasikan di kawasan Uluwatu adalah Restoran d'Sambal Uluwatu. Terletak di Jl. Raya Kampus UNUD, dari Hotel Le Grande Bali kita bisa mencapai d'Sambal Uluwatu dengan waktu tempuh sekitar 10 menit.
Resto d'Sambal jadi rekomendasi karena cita rasanya yang dijamin lezat, serta harganya tidak menguras kantong. Rumah makan ini menyajikan 40 jenis sambal dari seluruh daerah di Indonesia. Menunya bisa dinikmati dengan harga sangat terjangkau. Bayangkan, harga menunya dimulai dari Rp3.500, sedangkan paket makan paling murah dibanderol Rp25.000/porsi.
 Foto: dsambal.com
Foto: dsambal.comDi resto ini terdapat gazebo bagi yang ingin makan sembari bersantai-santia. Yang suka duduk lesehan disediakan pula tempat khusus. Resto d'Sambal dapat menampung banyak pembeli sekaligus. Rombongan wisata biasa singgah di sini untuk melepas rasa lapar. Menunya dijamin halal, sehingga penganut agama Islam tak perlu merasa was-was.
Salah satu menu andalan d'Sambal adalah ikan bakar Jimbaran, selain lebih dari 30 lauk-pauk dan bermacam-macam sayuran sebagai pelengkap isi meja makan. Tak hanya dimakan di tempat, kita juga boleh kok membawa pulang pesanan. Disediakan paket nasi kotak khusus bagi yang penasaran dengan rasa sambal d'Sambal tapi tidak sempat singgah barang sebentar.
Pendek kata, kawasan Uluwatu memiliki semua yang kita perlukan saat tamasya ke Bali. Pantai-pantai yang memesona, tempat makan murah meriah yang dapat ditemui di mana-mana, ditambah dengan keistimewaan Hotel Le Grande Bali sebagai pelengkap liburan para wisatawan.
Sekarang, siapkan diri kamu untuk berlibur ke Uluwatu!
 
  
        Published on July 28, 2016 05:59
    
July 26, 2016
Banyak Teman Banyak Rejeki

SEBAGAI seorang (ngakunya) penulis dan juga blogger, saya tergolong penyendiri. Tak pernah sekalipun saya bergaul dengan sesama penulis, kecuali ya sama-sama writer wanna-be seperti saya juga. Pun di dunia blogging, boleh dihitung dengan jari siapa-siapa saja blogger yang saya kenal dan mengenal saya secara pribadi.
Iya, iya, tolong jangan ulangi lagi nasihat bijak orang-orang tua dulu. Silaturahmi itu pembuka pintu rejeki. Ada juga yang mengadopsi ujar-ujar jadul "banyak anak banyak rejeki" menjadi "banyak teman banyak rejeki."
Saya bukannya sama sekali tidak bergaul. Sebagai makhluk sosial tentulah saya juga ingin berinteraksi dengan sesama. Lalu jika ada yang datang menyapa, ingin berkenalan, rasanya senang sekali menyambut dan berharap hubungan tersebut langgeng. Terpenting lagi, semoga saja perkenalan tersebut barokah bagi semuanya.
Kembali ke dunia penulisan, duluuu sekali sewaktu usia belum genap 20-an saya pernah punya keinginan bergabung dengan Forum Lingkar Pena aka FLP. Itu lho, komunitas penulis yang berbasis pembaca majalah Annida. Ya, saya ngaku deh kalau dulu saya suka sekali baca majalah islami satu ini. Dari majalah inilah saya tahu tentang FLP.
Keinginan bergabung dengan FLP mencuat setelah berkali-kali cerpen kiriman saya ditolak Annida. Tak mau lagi membuka email berisi daftar cerpen-cerpen yang ditolak redaksi, saya mencari info FLP di Jogja dan ternyata ada. Jaman itu FLP Jogja sering kumpul-kumpul secara rutin di kawasan UGM. Saya lupa di mana persisnya.
Saya sudah sempat mencatat jadwal kegiatan FLP dan berniat mendatanginya, namun rasa malu menahan langkah saya. Malu cerpen saya belum pernah diterima Annida, malu saya hanya "kuliah" di sebuah pendidikan profesi tanpa gelar mana kampusnya abal-abal, juga malu di sana nanti bakal bertemu penulis-penulis hebat yang sudah menulis beberapa buku. Bukan cuma satu.
Di komunitas blogger ceritanya nyaris sama. Blogger-blogger Jogja masa itu punya satu perkumpulan tidak resmi. Disebut tidak resmi karena hanya ngumpul-ngumpul saja, tanpa organisasi, bahkan tanpa nama. Mereka rutin berkumpul di kawasan Bundaran UGM tiap malam Jumat. Saya tahu persis jadwal ini, dan sempat terbetik ingin ikut nongkrong di sana.
Lagi-lagi rasa malu membuat saya urung berangkat. Malu saya hanyalah blogger biasa, yang blognya cuma "numpang di Blogger.com. Malu earning saya paling banyak 250-300 dolar sebulan, malu saya cuma ngenet pakai komputer dan bukan laptop-laptop mahal seperti para mastah yang bakal saya temui di sana.
Oh, ada lagi. Tapi yang satu ini terkait hobi saya: sepakbola. Jadi di forum apa gitu saya lupa, ada satu ruang khusus fan Liverpool FC. Lalu terkumpullah beberapa orang yang diketahui sama-sama bertempat di Jogja, salah satunya saya. Di forum itu lantas dirembug rencana pembentukan komunitas yang kelak dikenal (cmiiw) sebagai BigReds Jogja. Saya ikut membubuhkan nama, menyatakan bersedia hadir di pertemuan pertama yang dijadwalkan bertempat di satu lokasi futsal sekaligus kafe tak jauh dari kampus UPN Veteran.
Tepat sekali! Kembali saya tak menghadiri pertemuan tersebut. Saya tak cukup percaya diri bertemu orang-orang baru karena merasa tak ada yang patut dibanggakan dari diri saya.
Ya, silakan berkomentar malu saya itu tak beralasan. Mau bagaimana lagi, tapi itulah alasan saya waktu itu. Sesuatu yang tidak beralasan tapi justru jadi alasan saya untuk tidak bergabung dengan komunitas apapun selama nyaris lebih dari delapan tahun di Jogja.

Make Friend, Make Money
Akhir 2008, saya terpilih sebagai salah satu mahasiswa Akademi Komunikasi Yogyakarta (AKY) yang dititipkan ke mingguan Malioboro Ekspres untuk magang. Melihat minat dan kecenderungan saya, Bapak Sutirman Eka Ardhana selaku pemimpin redaksi menempatkan saya di bagian olahraga. Saya dibimbing oleh seorang wartawan lebih senior yang, maaf sekali, saya lupa namanya.
Magang di mingguan inilah yang kemudian memaksa saya bertemu banyak sekali orang baru. Sebagai narasumber tentu saja. Mulai dari pentolan kelompok suporter, hingga bintang lapangan hijau. Level percaya diri saya meningkat. Apalagi kemudian wartawan yang seharusnya membimbing saya justru menghilang. Jadilah saya sendirian mengampu halaman olahraga.
Saking semangatnya, saya bahkan tak cuma menulis berita-berita olahraga. Saya ikut menyumbang rubrik resensi, feature, lalu saat musim Pilkada ikut-ikutan berburu caleg untuk diwawancara.
Level pede saya kian meningkat ketika diterima magang di Harian Jogja, koran lokal yang waktu itu belum genap berusia setahun. Hanya magang memang, dan di koran baru pula. Tapi Harian Jogja yang satu atap dengan Bisnis Indonesia dan Solopos membuat media ini seolah bayi ajaib. Korannya memang baru, tapi orang-orang di meja redaksi sudah lama malang-melintang di dunia jurnalistik Jogja.
Di Harjo, demikian nama koran ini biasa disingkat, saya ditempatkan di desk weekend. Jatuhnya hampir sama seperti saat magang di Malioboro Ekspres yang memang berformat mingguan. Isi Harjo Minggu ringan-ringan, lebih banyak berisi feature. Ada satu rubrik bernama Klangenan yang membuat kami Tim Weekend (saya dan tiga wartawan Harjo) harus mendatangi komunitas-komunitas.
Oke, jadi sudah dapat benang merahnya kan? Ya, berkat magang di Harjo dan khususnya rubrik Klangenan inilah saya jadi banyak tahu komunitas di Jogja. Beberapa yang pernah saya liput komunitas penggemar Koes Plus, komunitas pengendara jeep dan motor trail, komunitas pemakai sepeda lipat, komunitas band indie (saya tak tahu liputannya terbit atau tidak), dan yang saya anggap sebagai masterpiece selama di Harian Jogja adalah liputan komunitas numismatik.
Dari sini saya jadi tahu asyiknya berkomunitas. Saya sendiri menyukai lagu-lagu Koes Plus (siapa sih orang Indonesia yang tidak suka karya band satu ini?) jadi bisa nyambung saat bergabung dengan teman-teman di Jogja Koes Plus Community (JKPC). Saya juga suka sejarah, sehingga merasa sangat excited sekali ketika bertemu rekan-rekan numismatis.
Dari sekian banyak komunitas tersebut, dengan anggota-anggota numismatis Jogja-lah saya masih menyambung silaturahim hingga kini. Awalnya hanya tertarik dengan cerita-cerita seputar uang, lama-lama saya ikut koleksi, dan ujung-ujungnya ikut berjualan. Dari usaha jual-beli uang lama inilah saya ikut membiayai pernikahan, serta menjadi sumber nafkah keluarga selama bertahun-tahun kemudian.
Well, bolehlah saya bilang kalau bergabungnya saya dengan komunitas numismatik Jogja telah membukakan pintu rejeki bagi saya. Sesuatu yang terus-menerus saya syukuri sampai saat ini.

Blogging for Fun
Kembali ke dunia blogging, saya tetap menjadi blogger penyendiri hingga akhir 2014. Ya, saya kenal sejumlah blogger top di luar kota. Ada beberapa orang yang kemudian sering saling telepon, lalu satu-dua sempat berinteraksi langsung alias kopi darat. Tapi ya hanya sebatas itu. Mungkin karena itulah skill dan pengetahuan saya tentang blog, juga teknik-teknik mencari uang dengan blog, semakin tumpul.
Adalah pertemuan dengan Mas Duto Sri Cahyono yang membuat saya kembali bersemangat menulis. Dagangan uang lama tengah sepi saat itu, dan tren penjualannya semakin menurun. Saya mengiyakan tawaran beliau untuk menjadi content writer di salah satu blognya. Blog yang kelak menginspirasi saya. Blog yang dalam waktu setengah tahun sudah bisa menjadi nomor satu di Google, serta menghasilkan rata-rata 20-25 juta rupiah sebulan.
Saya pun ikut-ikutan membuat blog serupa, tapi mengambil niche sepakbola. Sayang, hasilnya tak menggembirakan. Hasilnya ada sih, tapi sangat di luar harapan. Bahkan tak sepadan dengan biaya tagihan internet. Tapi berkahnya saya jadi rajin mempelajari cara-cara terkini make money blogging. Hingga sampailah di blog-blog para dedengkot Fun Blogging.
Awalnya hanya melihat-lihat saja, mengagumi dari jauh. Bagaimana Teh Ani diajak jalan ke sana-sini, dipercaya sebagai pembicara di acara ini-itu, semuanya berkat blog. Demikian pula Kak Haya Aliya Zaki yang sempat diberangkatkan ke Singapura oleh sebuah rumah sakit, gara-gara blog. Dan saya dibuat ngiler tingkat dewa sama tarif sponsored post-nya Mbak Shinta Ries.
Semakin lama saya semakin tertarik untuk kembali memberdayakan kemampuan menulis, sekaligus aset berharga saya yaitu blog ini. Kalau ketiga srikandis penggagas Fun Blogging itu bisa, tentu saya juga bisa dengan cara mengikuti jejak mereka. Begitulah. Karena keinginan kuat bergabung dengan Fun Blogging, saya tetap mencoba mendaftar sekalipun tertulis keterangan "Kuota penuh" untuk event di Semarang pada Maret lalu.
Alhamdulillah, pemikiran saya semakin terbuka sepulang dari Semarang hari itu. Optimisme saya kembali melambung tinggi: saya bisa hidup dari blog! Ini pemikiran yang sempat saya kubur di akhir 2011 karena blog saya tak menunjukkan peningkatan memuaskan dalam hal penghasilan.
Banyak teman, banyak rejeki. Ini memang benar. Bergabung dengan Fun Blogging tak hanya make friend alias meluaskan lingkaran pertemanan saya, tapi sekaligus membuat saya bisa make money - banyak rejeki. Peluang demi peluang berdatangan. Sebelum menulis posting ini, saya baru saja menanggapi satu email tawaran article placement dan satu lagi penawaran sponsored post.
Mundur ke belakang, hitung punya hitung saya sudah mendapat baaanyak sekali setelah bergabung dengan Fun Blogging. Yang paling tak ternilai tentu saja relasi dengan blogger-blogger top. Ah, tak berani saya menyebut nama sebab semua anggota Fun Blogging di mata saya sama istimewanya. Mereka blogger-blogger keren kepada siapa saya harus banyak belajar.
Keterangan Foto:Foto 1: Dari kiri ke kanan Mas Arif Rahman, Mbak Putri Gladys, Mbak Katerina S., Mbak Relinda Puspita, saya, dan Mas Wira Nurmansyah. Selain saya, orang-orang dalam foto ini merupakan travel blogger top Indonesia. Foto: Katerina, yang jepret Mbak Ira Hairida.Foto 2: Mengabadikan rekan-rekan blogger dalam kunjungan ke Kampung Arab di Palembang. Wisata 2 hari 2 malam di Kota Pempek pada Mei lalu tersebut merupakan hadiah terbesar yang pernah saya dapatkan dari ngeblog sejauh ini.Foto 3: Di sebelah kiri saya Mas Wira Nurmansyah, sedangkan di depan saya Mas Sutiknyo, Mbak Katerina, dan Mbak Relinda Puspita. Keempatnya travel blogger top negeri ini, dan siapalah saya sampai bisa duduk semeja makan bersama sosok-sosok hebat tersebut? (Foto: Katerina, yang jepret Mbak Ira Hairida)
 
  
        Published on July 26, 2016 09:17
    
July 24, 2016
Mudahnya Pesan Tiket Kereta Api dengan Bebasbayar
      MASIH ingat kemacetan parah di pintu keluar tol Pejagan-Brebes jelang Lebaran kemarin? Salah satu kenalan saya cerita salah satu temannya yang ikut jadi korban. Dia terjebak macet berjam-jam, sampai kehabisan bahan bakar dan terpaksa beli Premium dengan harga berlipat-lipat! Kalau saja ia rencanakan mudiknya lebih baik, perjalanannya tidak akan sedramatis itu.
Kemacetan parah di pintu keluar tol di Brebes saat itu benar-benar menjadi pusat pemberitaan. Tak cuma media nasional, sejumlah media asing ikut mengangkat beritanya setelah tersiar kabar ada pemudik yang tewas akibat lama terjebak macet.
Teman dari kenalan saya sendiri berangkat dari Jakarta tanggal 2 Juli pagi. "Habis Subuh" kalau mengutip istilah waktu yang dipakai kenalan saya di Twitter. Tujuannya ke Tegal, seharusnya sebelum adzan Dzuhur sudah sampai rumah. Tapi jam setengah 11 malam ia masih terjebak di tol Pejagan.
Saya lalu balik cerita soal keponakan yang mudik nyaman naik kereta api ke Pemalang. Berangkat dari Jakarta jelang tengah malam, sebelum Subuh sudah sampai tujuan. Jarak dari stasiun ke rumahnya memang tidak bisa dibilang dekat. Tapi adik-adiknya siap sedia menjemput, sembari menunggu waktu sahur.
Stasiun Pasar Senen mungkin terlihat lebih padat dari biasanya. Tapi masing-masing penumpang sudah memegang tiket, jadi tidak ada ceritanya berebutan tempat duduk seperti naik KRL. Anak si keponakan yang baru berusia tiga tahun, which is cucu saya dalam silsilah keluarga besar, pun bisa tidur nyenyak sepanjang perjalanan.
Benar-benar mudik yang menyenangkan, bukan?
Perbedaannya terletak pada perencanaan. Temannya kenalan saya belum bisa memastikan kapan akan mudik, jadi spontan saja begitu mendapat waktu luang langsung berangkat naik kendaraan sendiri. Sebaliknya, keponakan saya sudah jauh-jauh hari merencanakan perjalanan mudik. Tiket dipesan sejak sebulan sebelum tanggal keberangkatan.
  
    
    
    Kemacetan parah di pintu keluar tol di Brebes saat itu benar-benar menjadi pusat pemberitaan. Tak cuma media nasional, sejumlah media asing ikut mengangkat beritanya setelah tersiar kabar ada pemudik yang tewas akibat lama terjebak macet.
Teman dari kenalan saya sendiri berangkat dari Jakarta tanggal 2 Juli pagi. "Habis Subuh" kalau mengutip istilah waktu yang dipakai kenalan saya di Twitter. Tujuannya ke Tegal, seharusnya sebelum adzan Dzuhur sudah sampai rumah. Tapi jam setengah 11 malam ia masih terjebak di tol Pejagan.
@bungeko_ temen saya mas dri JKT abis subuh skrg masih dibrebes jam sgni. Bensin abis beli eceran 1,5 L Rp 30.000 mas gimna mau positif mas?
— Imam Satrio Wibowo (@Satrio13_) 3 Juli 2016
Saya lalu balik cerita soal keponakan yang mudik nyaman naik kereta api ke Pemalang. Berangkat dari Jakarta jelang tengah malam, sebelum Subuh sudah sampai tujuan. Jarak dari stasiun ke rumahnya memang tidak bisa dibilang dekat. Tapi adik-adiknya siap sedia menjemput, sembari menunggu waktu sahur.
Stasiun Pasar Senen mungkin terlihat lebih padat dari biasanya. Tapi masing-masing penumpang sudah memegang tiket, jadi tidak ada ceritanya berebutan tempat duduk seperti naik KRL. Anak si keponakan yang baru berusia tiga tahun, which is cucu saya dalam silsilah keluarga besar, pun bisa tidur nyenyak sepanjang perjalanan.
Benar-benar mudik yang menyenangkan, bukan?
Perbedaannya terletak pada perencanaan. Temannya kenalan saya belum bisa memastikan kapan akan mudik, jadi spontan saja begitu mendapat waktu luang langsung berangkat naik kendaraan sendiri. Sebaliknya, keponakan saya sudah jauh-jauh hari merencanakan perjalanan mudik. Tiket dipesan sejak sebulan sebelum tanggal keberangkatan.
        Published on July 24, 2016 09:32
    
July 21, 2016
Buku Indie dari Mesik Tik Pinjaman
 
MENERBITKAN buku sudah jadi impian saya sejak SMP. Sebuah buku dengan nama saya pada cover-nya, berisi cerita rekaan yang saya buat. Impian yang baru terwujud belasan tahun kemudian. Tapi jauh sebelum buku pertama saya benar-benar terbit, saya sudah terlebih dahulu membuat buku sendiri. Ya, kita sekarang mengenalnya sebagai buku indie.
Keinginan menerbitkan buku timbul karena pengaruh novel-novel silat yang saya baca. Terutama Wiro Sableng, si Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Cerita-cerita tokoh rekaan almarhum Bastian Tito ini sukses menyihir saya, sekaligus membuat saya berangan-angan jadi penulis. (Baca juga: Penulis yang Puasa Menulis Buku dan Menunggu Film Wiro Sableng )
Saat itu saya tengah belajar menulis. Terhitung sangat rajin karena alih-alih belajar, setiap malam saya mengarang. Bapak dan Ibu tahunya saya belajar, sebab saya mengarang menggunakan buku tulis biasa. Hasilnya, saya sukses menuntaskan delapan episode serial Soko Gendeng si Pendekar Clurit Emas. Terpengaruh sinetron Panji Tengkorak di Indosiar, saya juga menulis satu cerita lepas dengan tokoh bernama Jawara Loreng.
Cerita-cerita rekaan inilah yang saya angan-angankan terbit dan dibaca banyak orang seperti halnya novel Wiro Sableng.
Saat membaca novel Wiro Sableng, saya membayangkan novel karangan saya kelak dibaca oleh remaja-remaja seusia saya saat itu. Lalu ketika membeli novel-novel tersebut di pasar, saya bayangkan anak-anak sekolah tengah berebut ingin membeli novel Soko Gendeng atau Jawara Loreng karya saya. Ya, novel dengan nama Eko Nurhuda di sampul depannya.
Keinginan menjadi penulis dan menerbitkan buku semakin memuncak ketika Bastian Tito menampilkan dirinya di sampul belakang Wiro Sableng. Almarhum terlihat duduk di belakang meja kerjanya, dengan seperangkat komputer berada di atas meja, tersenyum tipis pada kamera. Lalu di episode yang lain ayah aktor Vino G. Bastian tersebut berfoto di hadapan lukisan Wiro Sableng besar. Masih dengan senyum samarnya.
Tentu saja saya membayangkan suatu saat foto saya yang ada di sana, di novel-novel karangan saya. Keinginan yang bahkan sempat terbawa ke dalam mimpi. Dalam bunga tidur, saya bertemu dengan jin yang ada di legenda Aladdin. Jin tersebut bersedia mengabulkan satu saja permintaan saya, dan saya meminta padanya agar karangan saya yang masih berupa coretan-coretan di dalam buku tulis terbit menjadi novel. Dan... abra kadabra! Novel-novel dengan nama saya pun bertumpuk, siap dipasarkan. Sayangnya itu cuma mimpi.
Mesin Tik Pinjaman
Masuk SMA, bacaan saya mulai berubah menjadi cerpen-cerpen remaja dengan tema percintaan. Namanya juga masih penulis pemula, saya pun terpengaruh dan mulai menulis cerpen. Sama seperti jaman SMP, saya tetap menulis di atas buku tulis biasa. Boro-boro komputer, mesin tik saja merupakan barang mewah bagi saya saat itu.
Lalu seorang kawan sekelas yang sama-sama menyukai dunia kepenulisan mengajak saya merintis majalah dinding swadaya. Lengkapnya silakan baca di posting Jadi Pemred Berkat Majalah Dinding . Sadar tulisan kami tidak mudah dibaca orang lain, kami meminjam mesin tik dari seorang kawan lain. Bukan perkara mudah sebab rumah kawan kami itu terhitung jauh dan tak satupun dari kami punya sepeda motor. Pendek kata, butuh perjuangan untuk membawa mesin tik tersebut sampai bisa kami pakai.

Mesin tik tersebut ditaruh di kontrakan saya, sedangkan partner saya dalam mengelola majalah dinding tinggal di kontrakan lain. Jadilah mesin tik itu lebih akrab dengan saya, dan lebih sering dipakai untuk mengetik cerpen-cerpen saya. Satu cerpen iseng saya kirim ke harian Jambi Ekspres, dan ternyata dimuat. Itulah karya tulis pertama saya yang dimuat media cetak.
Naik ke kelas tiga, saya terpengaruh oleh kawan-kawan penyuka puisi. Jadilah saya ikut menulis puisi. Frekuensi menulis cerpen berkurang, diganti dengan menulis puisi hari demi hari. Entah bagus atau tidak, saya pede saja mengirimkan beberapa di antaranya ke majalah Horison. Hahaha...
Semakin lama puisi gubahan saya semakin banyak. Saya jadi berpikir, kalau cuma di buku tulis tentu tak sedap dibaca. Saya lalu berpikir, bagaimana caranya membuat semacam buku berisi puisi-puisi saya. Ya, saya istilahkan semacam buku. Mumpung masih ada mesin tik pinjaman dan tinta pada pitanya masih terang.
Setelah memperhatikan buku-buku sederhana di perpustakaan sekolah, saya dapat akal. Beberapa lembar kertas HVS ukuran folio saya lipat dua, kemudian saya susun sedemikian rupa sehingga tampak seperti buku tulis. Puisi demi puisi saya ketik bolak-balik di bagian yang sudah terlipat dua. Bak seorang layouter penerbit, saya mempertimbangkan secara cermat panjang tiap-tiap puisi, memastikannya cukup pada halaman yang tersedia, serta membagi-bagi halamannya sedemikian rupa sehingga saat disatukan runtut dibaca.
Beberapa hari saya disibukkan dengan proyek ini. Begitu bagian isi selesai diketik semua, saya buat cover-nya dengan kertas karton yang dihias tulisan tangan. Oya, judul antologi puisi tersebut Awan Putih, mengambil judul salah satu pusisi di dalamnya. Sebuah buku indie yang diterbitkan secara sederhana, dari sebuah petak kontrakan di sudut kota Muara Bulian nan sepi.
Buku indie ini terus saya bawa-bawa bersama koleksi buku yang lain. Saat kuliah ke Jogja, buku ini ada di rak dan beberapa kali dibaca teman-teman satu kos. Tapi seiring surutnya minat saya pada dunia sastra dan dunia kepenulisan - karena tak kunjung bisa menembus media cetak mayor, serta tuntutan untuk segera mandiri secara finansial, buku indie tersebut entah saya campakkan di mana. Kalau saja bukan karena tema ODOP hari kesepuluh, rasanya tak akan pernah lagi saya mengingat-ingat buku indie Awan Putih itu.
Mungkin saya tinggal di kamar kos di kawasan Suryodiningratan, mungkin masih di rumah seorang teman di Sorowajan, mungkin juga sudah saya bakar bersama buku-buku tak terpakai lain ketika kos di Jl. Kusumanegara. Saya benar-benar tidak ingat. Yang pasti, buku indie pertama saya ini sudah tidak ada lagi. Buku indie yang mengguratkan betapa kuatnya keinginan saya menerbitkan buku karya sendiri.
Awal 2012, saya kembali menerbitkan buku indie. Tapi kali ini dengan kualitas lebih baik, nyaris tak ada bedanya dengan buku-buku yang diterbitkan penerbit pada umumnya. Saya gunakan layanan Nulisbuku.com untuk menerbitkan sebuah naskah buku yang ditolak oleh lima penerbit berbeda. Sebuah buku berisi tips sekaligus motivasi bagi blogger untuk menulis buku. Judulnya, Jangan Ngaku Blogger Kalau Nggak Bisa Nulis Buku! Gambar paling atas merupakan penampakan buku tersebut di web Nulisbuku.com.
Karena tak dipromosikan, hingga saat ini buku tersebut baru dibeli sebanyak 7-8 eksemplar. Dua di antaranya saya pesan sendiri untuk koleksi pribadi dan hadiah, sedang lima sisanya dipesan rekan-rekan sesama blogger. Salah satu pembeli buku tersebut Pakde Abdul Cholik di Surabaya.
Tahun lalu, saya coba pajang versi digital dari buku tersebut di Google Play dan Google Books. Silakan dilihat di laman ini , harganya saya set lebih murah dari versi cetak. Lumayan, ada tambahan penjualan meski jumlahnya masih juga tidaklah seberapa.
 
  
        Published on July 21, 2016 18:44
    
Meja Kerja Impian

INI tema ODOP tersulit bagi saya, sebab saya tidak punya meja kerja. Maksudnya meja yang khusus buat saya bekerja, tanpa difungsikan untuk yang lain-lain. Jadi, alih-alih bercerita tentang meja kerja, saya akan menceritakan meja kerja impian saya. Boleh kan ya? :)
Per Mei 2010, tepat di hari kelahiran anak pertama, saya memutuskan pindah ke Pemalang karena satu dan lain pertimbangan. Urusan keluarga yang tak perlu dijelaskan di sini. Yang jelas, sejak itu saya tidak punya meja kerja sendiri. Ruang tempat tinggal saya sudah terlalu sesak untuk kami semua, dan segala perabot pendukung.
Awal-awal di Pemalang saya bahkan mengetik tanpa meja! Komputer diletakkan di pojok ruangan kamar, dengan keyboard dan mouse tergeletak di lantai. Supaya tangan tidak pegal, saya biasa mengganjal keyboard dengan kardus bekas pembungkus si papan ketik itu sendiri agar posisinya lebih tinggi.
Saat komputer usang saya diganti laptop, tetap saja saya mengetik tanpa meja kerja khusus. Semua naskah buku saya, termasuk beberapa yang sudah terbit di periode 2010-2012, diketik tanpa meja. Bisa di atas tempat tidur, di lantai dengan alas kardus atau apa saja agar lebih tinggi, lebih sering mengungsi ke meja di ruang tamu.
Barulah sejak pertengahan 2012 saya mendesain satu sudut di ruang belakang untuk tempat kerja. Lengkap dengan meja kerja. Tapi itu bukan meja kerja ideal. Saya mengalih-fungsikan meja yang biasa dipakai menyeterika pakaian oleh istri. Di atas meja itulah saya meng-update blog, memajang dagangan di lapak online, serta menyiapkan paket pesanan pembeli di toko online yang kami kelola.
Karena satu dan lain alasan lagi, meja kerja tersebut harus dikembalikan fungsinya sebagai meja menyetrika. Sudut yang tadinya saya manfaatkan sebagai ruang kerja berubah pula menjadi semacam "tempat transit" untuk pakaian yang baru diangkat dari jemuran dan belum sempat disetrika.
Sebagai gantinya, saya membeli semacam meja tivi yang panjang dengan tiga kompartemen. Dalam pikiran saya, dua kompartemen bisa dipergunakan untuk menyimpan pakaian anak-anak - sebagai lemari tambahan, bagian tengah yang berpintu kaca untuk meletakkan mainan mereka. Nah, saya mendapat jatah bagian atas sebagai meja kerja di mana saya meletakkan laptop dan mengetik.
Ya, meja kerja saya bukanlah sebuah meja. Tapi saya sudah cukup senang mempunyai fasilitas ini. Yang terpenting bisa mengetik dengan nyaman, duduk di atas kursi sembari melipat kaki. Saya menempati sisi sebelah kanan, sedangkan sisi satunya lagi bisa berisi mainan atau buku anak-anak, bisa juga gelar-piring, macam-macam pokoknya berganti-ganti saban hari.
Suatu ketika di akhir 2015, saya mengunjungi seorang mentor di Solo. Beliau blogger top yang mengelola banyak blog populer, dengan bisnis penjualan produk berbasis hobi beromset ratusan juta. Masuk ke dalam ruang kerjanya, saya dibuat ngiler. Di dalam ruangan yang bersebelahan persis dengan kamar tidurnya, Mas Blogger tersebut punya meja kayu lebar yang di atasnya hanya ada PC, monitor, mouse dan keyboard. Benar-benar meja khusus mengetik.
Ada dua meja di dalam ruangan tersebut, masing-masing untuk satu komputer, lalu ada sebuah rak kecil tempat meletakkan berbagai berkas. Printer ada di bagian paling atas rak tersebut. Sisa ruangan berisi sebuah spring bed ukuran sedang, dan kamar kecil. Oh, sebuah ruang kerja idaman bagi saya.
Saking senangnya dengan ruang kerja Mas Blogger tersebut, saya sampai mengambil beberapa foto. Sesampainya di rumah saya tunjukkan foto-foto itu pada istri yang hanya menanggapinya dengan senyum.
Meja kerja impian saya tidak muluk-muluk. Cukup sebuah meja yang khusus hanya untuk meletakkan laptop saya di atasnya, bersama-sama printer dan speaker mini plus setumpuk buku atau majalah. Satu sudut di dalam kamar sudah cukup bagi saya, tapi mempunyai satu ruangan kerja khusus - lengkap dengan perpustakaan mini - terus jadi impian saya hingga saat ini.
Mudah-mudahan suatu saat terkabul keinginan sederhana ini. Amin...
 
  
        Published on July 21, 2016 09:00
    
July 20, 2016
Yang Harus Diperhatikan Ketika Mengikuti Seminar

MESKI sudah tidak lagi kuliah, menuntut ilmu dan pengetahuan baru tetap menjadi hal wajib bagi saya. Caranya dengan membaca-baca berbagai referensi secara mandiri, juga mengikuti seminar atau workshop. Khusus yang terakhir, saya harus banyak berkompromi lebih-lebih jika seminar diadakan di luar kota. Untunglah istri sangat suportif :)
Tak ada halangan berarti untuk membeli buku. Meski di Pemalang tak ada toko buku semodel Gramedia atau Gunung Agung, kebutuhan akan buku dapat dipenuhi dengan mudah lewat belanja online. Ada banyak sekali toko buku online yang bisa saya jelajahi. Tinggal klak-klik sembari mendengarkan musik, dua-tiga hari berikutnya kurir JNE atau Pak Pos datang mengetuk pintu.
Lain halnya dengan seminar. Dalam setahun belum tentu ada satu seminar di Pemalang. Maksudnya, selain seminar multilevel marketing yang setiap bulan digelar di berbagai hotel. Apalagi seminar seputar dunia blog dan internet. Tujuh tahun tinggal di kabupaten tertua di Pantura ini, saya baru sekali mengikuti workshop bertema dunia online.
Karenanya saya selalu memasang mata dan telinga, menangkap info seminar di kota-kota tetangga. Kalau hanya sebatas di Tegal dan Pekalongan pasti saya datangi, bermotor mengendarai sepeda motor matic buatan Taiwan yang setia menemani. Tapi sampai ke kota-kota yang lebih jauh pun bakal saya lakoni jika materinya benar-benar menarik.
Contohnya Fun Blogging 9 di Gedung Indosat Oooredoo Semarang pada Maret 2016 lalu. Event ini sangat ingin saya ikuti, terutama sejak membaca pengalaman teman-teman yang pernah mengikuti edisi-edisi sebelumnya. Meski saat itu di web Fun Blogging tertulis keterangan "kuota penuh", saya tetap nekat mendaftar. Alhamdulillah, saya boleh ikut dan sampai sekarang tergabung dalam komunitas keren ini.
Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
Ada beberapa hal yang selalu saya perhatikan saat akan mengikuti sebuah seminar. Seringkali saya sudah melakukan persiapan sejak jauh-jauh hari, utamanya jika seminar diadakan di luar kota. Maklum, saya dan istri mengasuh anak sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga. Karenanya kepergian saya keluar kota harus dibicarakan terlebih dahulu, sekaligus merencanakan segala kemungkinan. *halah*
Sebelum Seminar
1. Hal pertama yang saya lakukan adalah mencari tahu lokasi seminar. Apakah seminar diadakan di kantor, di gedung pertemuan, atau di hotel? Lalu alamatnya di mana? Kalau saya tidak familiar dengan daerah tersebut, saya akan melacaknya dengan bantuan Google Maps. Layanan ini juga bisa memberi-tahukan rute menuju ke sana sekaligus estimasi lama perjalanan.
2. Setelah tahu lokasi diselenggarakannya seminar dan estimasi lama perjalanan menuju ke sana, berikutnya saya tandai kalender. Tanggal Hari H seminar saya lingkari, disertai catatan jam berapa saya akan berangkat. Saya tergolong pelupa, menandai kalender jadi metode paling ampuh untuk membantu mengingat agenda seperti ini.
3. Mencari tahu terlebih dahulu materi yang akan disampaikan oleh pembicara. Tujuannya agar saya tidak blank saat seminar. Gampangnya sih biar nyambung, sehingga diharapkan pemahaman pada materi seminar menjadi lebih baik. Selain itu, saya juga jadi punya bahan pertanyaan untuk diajukan pada narasumber.
4. Melacak track record narasumber. Ini tak selalu saya lakukan, tapi seringkali iya. Tidak ada tujuan apa-apa selain rasa ingin tahu. Menjelang mengikuti Fun Blogging di Semarang, conothnya, saya sudah punya gambaran siapa itu Mbak Haya, Mbak Shinta, dan Teh Ani. Serta apa saja yang telah mereka raih dan mereka lakukan di dunia kepenulisan dan blog.
5. Untuk seminar di luar kota, saya harus pertimbangkan mana yang lebih praktis: naik sepeda motor atau kendaraan umum. Jika hanya di Tegal atau Pekalongan, sepeda motor pilihan utama. Tapi kalau sampai ke Semarang atau Jogja, saya lebih memilih naik angkutan umum. Kalau sudah begini, tiket harus sudah dibeli jauh-jauh hari. Kalau perlu tiket pulang-pergi.
Di Hari Seminar
1. Penampilan jadi hal pertama yang harus diperhatikan. Tak musti tampil perlente dengan setelan jas, yang terpenting adalah tampil rapi. Kalau perlu wangi. Bukankah di seminar nanti kita bakal bertemu dengan banyak orang? Pepatah Jawa mengatakan, aji ning raga saka busana. Maksudnya, orang menghargai kita berdasarkan penampilan kita. Jadi, kalau ingin dihargai orang lain mula-mula hargailah diri kita dengan berpenampilan rapi.
2. Saya selalu mengupayakan untuk datang sebelum seminar dimulai. Jika dalam agenda seminar dimulai pukul 09.00 WIB, misalnya, maka saya usahakan sudah sampai di lokasi pukul 08.30 WIB atau selambat-lambatnya 08.45 WIB. Untuk apa? Agar dapat berkenalan dan ngobrol terlebih dahulu dengan sesama peserta. Istilah kerennya networking.
Manfaat lain datang lebih awal adalah sebagai langkah antisipasi. Bekendara menuju lokasi seminar terkadang membuat dandanan rapi dari rumah berantakan, terutama bagi pengendara sepeda motor. Jadi, dengan datang lebih awal kita jadi punya waktu untuk merapikan penampilan. Atau ke toliet dan buang air, agar tak terganggu saat mengikuti seminar karena mendadak "pengen ke belakang." Hehehe...
3. Cari tempat duduk paling nyaman adalah hal berikutnya yang saya lakukan setelah tiba di lokasi seminar. Tergantung desain ruangan, saya pilih barisan paling depan jika jarak tempat pembicara jauh ke depan. Tapi jika area pembicara mepet dengan peserta, saya pilih baris ketiga atau keempat. Bagi saya, mengikuti seminar tak cuma mendengarkan ucapan pembicara, tapi juga memperhatikan seluruh gerak-geriknya termasuk interaksinya dengan peserta.
4. Siapkan catatan, dan catat poin-poin penting dari materi yang disampaikan pembicara. Sejak punya digital voice recorder, saya juga merekam seluruh materi untuk didengarkan lagi di rumah.
5. Demi memusatkan perhatian pada materi, saya pastikan handphone masuk ke dalam tas dan dalam kondisi silent. Saya rasa ini juga bagian dari menghormati pembicara, sekaligus menghormati ilmu yang diberikan. Nggak live tweet? Lihat-lihat kondisi sih. Tapi paling-paling saya hanya mengambil foto, lalu mengunggahnya ke media sosial saat sesi istirahat.
6. Pastikan acara sudah benar-benar selesai, dan pembicara mengakhiri materinya, baru beranjak meninggalkan tempat duduk. Ini juga merupakan adab menghormati pembicara dan ilmu yang diberikan. Saya tak terlalu suka foto bersama, tapi wajib bagi saya untuk menyalami pembicara. Ya, menyampaikan ucapan terima kasih secara langsung atas materi yang diberikan, serta bertukar kontak.
Tapi pernah juga sih saya harus meninggalkan seminar saat belum selesai. Seperti pada Fun Blogging 9, saya sudah pamit ketika Teh Ani masih menyampaikan materi. Soalnya saya musti mengejar jadwal kereta yang tiketnya sudah terlebih dahulu dibeli. Kalau sampai ketinggalan, alamat saya tidak bisa pulang ke Pemalang. Hehehe...
Sesudah Seminar
Sepulang dari seminar, biasanya saya langsung menyampaikan ringkasan materi di Twitter. Foto-foto diunggah ke Facebook, sembari menge-tag teman-teman yang juga ikut seminar tersebut. Begitu dapat waktu lebih luang, giliran menuliskan rangkuman materi secara lebih panjang dan detil di blog, lengkap dengan foto-foto seminar.
Terakhir, sebisa mungkin saya abadikan acara seminar dalam bentuk video. Tapi ini tergantung seminarnya juga sih. Sebab ada beberapa seminar yang tidak membolehkan peserta merekam dan menyebar-luaskan materi.
Oke deh, itu dia beberapa hal yang biasanya saya lakukan sebelum, saat, serta sesudah mengikuti seminar. Semoga bermanfaat!
 
  
        Published on July 20, 2016 07:57
    
July 8, 2016
Apa Iya Sih Agama Bikin Indonesia Nggak Maju-Maju?

SATU tautan dibagikan oleh seorang teman Facebook saya di wall-nya. Saya biasanya abai dengan segala macam tautan di Facebook, paling banter sekedar melirik judulnya untuk menerka apa isinya. Jarang sekali sampai mengeklik, berkunjung. Tapi tautan satu ini langsung membuat saya menutup tab Facebook dan berselancar membaca habis isinya.
Judul tulisan yang dibuat Ifandi Khainur Rahim ini sukses menarik perhatian saya. Judul yang bagi saya mengarah pada kesimpulan, atau malah vonis? " Kenapa Agama Bikin Indonesia Gak Maju-maju ," tulisnya. Abaikan penulisan "Maju-maju" itu, kita tidak akan membahas tentang EBI di sini. Saya lebih tertarik menanggapi isinya.
Agar bisa nyambung sebaiknya posting tersebut dibaca dulu ya. Tapi singkatnya Irfandi Khainur Rahim yang lebih suka dipanggil Evan ini menyimpulkan agama adalah pangkal masalah yang membuat Indonesia tidak maju. Tulisannya dibuka dengan Abad Kegelapan yang melanda Eropa akibat begitu kolotnya Gereja pada berbagai pemikiran masa itu. Misalnya penangkapan dan dihukumnya Galileo Galilei karena mendukung teori heliosentris Nicolaus Copernicus.
Kita sama tahu Galileo ditangkap dan dipenjara oleh Vatikan setelah menerbitkan buku Dialogo Sopra I Due Massimi Sistemi del Mondo pada tahun 1632. Buku ini membandingkan sistem heliosentris Copernicus dengan teori geosentris Ptolemy. Gereja Katolik masa itu mendukung teori geosentris karena berbagai ayat dalam Alkitab mengisyaratkan demikian.
Galileo tak cuma ditahan fisiknya, tapi juga pemikirannya. Semua karya tulisnya dilarang terbit oleh Vatikan, sedangkan yang sudah beredar tidak boleh digandakan. Berangus habis. Galileo sendiri mati di dalam tahanan.
Harap dicatat, Tahta Suci Vatikan pada masa itu adalah kekuasaan tertinggi yang diakui oleh kerajaan-kerajaan Eropa. Posisi dan kewenangan Paus berada di atas raja-raja Eropa. Begitu berkuasanya. Karenanya kalau Gereja bilang bumi itu datar karena di dalam Alkitab disebutkan demikian, jemaat harus mengimani. Menolak berarti hukuman. (Baca juga: Benarkah Bumi Ini Datar? )
Dan Galileo bukan satu-satunya "korban" sikap represif Gereja di era tersebut. Karenanya Evan mengambil kesimpulan keberadaan Gereja Katolik Roma menghalangi kemajuan bangsa Eropa.
Orangnya, Bukan Agamanya
Evan lalu meloncat ke Indonesia, membandingkan situasi di Indonesia yang "nggak maju-maju" dengan Eropa di Abad Pertengahan. Disebutnya bahwa yang membuat Indonesia terlihat primitif seperti sekarang adalah karena agama. Evan memang tidak menyebutnya secara eksplisit, tapi arahnya sih ke agama Islam yang notabene agama yang ia anut sejak lahir.
Sebagai contoh Evan menyebut fanatisme sempit beberapa kalangan Muslim. Ada yang melarang bergaul dengan orang Kristen, tidak boleh berteman dengan orang Cina karena kafir, tidak boleh mengucapkan selamat Natal, dan tindakan sewenang-wenang beberapa kalangan yang ia tahu merupakan orang-orang beragama.

Lebih konyol lagi ada yang menyebut makan di McDonald sama saja membantu Yahudi. Nonton film Hollywood haram karena merupakan kebudayaan Barat yang kafir. Yang lagi hangat sekarang adalah ribut-ribut larangan memilih Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada DKI Jakarta tahun depan. Alasannya karena Ahok Kristen. Dan, memang, itu semua terjadi di masyarakat kita. Harus diakui ada sebagian Muslim yang berpikiran begitu.
Dari situ Evan lantas menyimpulkan bahwa agama merupakan penyebab Indonesia yang rasis, yang diskriminatif terhadap kaum minoritas. Karenanya jangan satukan agama dengan pemerintahan, dengan pendidikan. Pisahkan! Agama adalah ruang privat, urusan pribadi-pribadi dengan Tuhan. Evan bahkan terang-terangan menyerukan, "ayo jadi sekuler!"
Oke, Evan, Eropa memang kelihatan tambah maju sejak era Renaissance. Petualangan ke Dunia Ketiga dimulai, berbagai penemuan lahir, ilmuwan-ilmuwan bermunculan, pengetahuan berkembang. Eropa bergerak dari agraris menjadi industrialis dengan ditemukannya mesin uap. Dan, Eropa jadi lebih maju dari wilayah lain di dunia.
Satu hal yang lupa ditelaah Evan adalah, orang-orang beragama yang ia sebut di sini sama sekali tidak mewakili agama yang mereka anut. Pun bukan cerminan ajaran agama masing-masing. Gereja Vatikan memang kekuasaan tertinggi dalam struktur Katholik, tapi Paus dan seluruh penghuni Vatikan hanyalah pemeluk Katholik, bukan perwakilan Katholik sebagai agama.
Seorang Muslim juga bukan perwakilan Islam. Bahkan Nabi Muhammad pun tidak bisa disebut sebagai wakil Islam. Ini ajaran, paham, bukan organisasi. Konsekuensinya, kalau ada orang Katholik atau Muslim berbuat di luar nilai-nilai kemanusiaan, kita tidak bisa serta-merta menyalahkan Katholik dan Islam.
Contoh lain yang mirip kurang-lebih begini. Saya etnis Jawa, tapi apakah saya perwakilan orang Jawa? Tentu tidak. Kalau ada satu orang Jawa berbuat jahat, bisakah kita sebut etnis Jawa itu jahat? Tidak bisa. Yang jahat saya, orangnya. Kebetulan saja saya beretnis Jawa. Kita pasti sepakat ada banyak orang jahat lain yang bukan berasal dari etnis Jawa.
Begitu juga dengan pemeluk Katholik dan pemeluk Islam. Kalau ada di antara mereka yang bertindak sewenang-wenang, rasis, diskriminatif, maka yang jahat adalah orangnya. Sebab agama Katholik mengajarkan kasih sayang pada sesama manusia, sedangkan Rasulullah Muhammad SAW diutus untuk memperbaiki akhlak manusia.
Jadi, kalimat Evan yang mengatakan "Orang-orang seperti ini terlalu fokus untuk beragama yang baik. Sampe lupa gimana caranya jadi manusia yang baik." saya rasa perlu dikoreksi. Kalau orang-orang itu sudah menjalankan agamanya dengan baik, maka ia akan jadi manusia yang baik. Orang-orang beragama yang belum menunjukkan dirinya sebagai manusia yang baik, berarti mereka belum memahami agamanya dan belum beragama dengan baik. Just that simple.

Maju, Berkembang, dan Tetap Agamis
So, benarkah agama yang membuat Indonesia tidak maju-maju? Benarkah agama yang membuat peradaban Eropa tidak berkembang sehingga sempat mengalami Abad Kegelapan? Tidak juga.
Ingat, penjelajahan pelaut-pelaut Eropa ke Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, di bawah restu Gereja Vatikan. Beberapa sumber malah menyebut Gereja yang memerintahkan penjelajahan tersebut sebagai misi gospel, penyebaran agama. Ada pula yang mengatakan Gereja-lah yang membagi Spanyol harus ke mana, Portugal ke mana, Belanda ke sana, dan Inggris ke sini.
Yang menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Abad Pertengahan adalah oknum-oknum Gereja. Oknum-oknum inilah yang memanfaatkan mesin cetak temuan Johannes Gutenberg untuk mencetak surat pengakuan dosa dan mengomersilkannya. Pada merekalah mustinya tudingan diacungkan, bukan Katholik-nya. Ini yang dilakukan Martin Luther dengan mengajukan 95 tuntutan. Beberapa di antaranya mempertanyakan kekuasaan tak terbatas Paus, serta dugaan terjadinya nepotisme dan korupsi di dalam Gereja.
Yang dituntut Martin Luther waktu itu adalah Paus dan pejabat-pejabat Gereja, bukan Katholik. Meski kemudian lahir Kristen Protestan, mereka hanya tak mengakui kekuasaan Paus dan Gereja Vatikan. Bukankah Martin Luther dan pengikutnya tetap mengimani Allah, Yesus, Bunda Maria, dan Roh Kudus?
Dalam sejarah Islam, kebudayaan dan pemikiran Muslim berkembang sangat baik di era kekhalifahan. Ilmuwan-ilmuwan Muslim lahir di masa Dinasti Ummayah dan Abbasyiah, lalu berlanjut hingga ke Kekhalifahan Utsmaniyah. Saat kekuasaan Islam menguasai Andalusia, misalnya, wilayah ini diubah jadi tempat paling maju dan paling berperadaban di daratan Eropa.
Apakah ilmuwan Muslim itu mengabaikan agama? Tidak. Ilmuwan seperti Al-Biruni menelaah ayat-ayat al-Qur'an tentang alam semesta untuk menulis karya-karyanya. Demikian pula Ibnu Sina yang tak melepaskan dirinya dari al-Qur'an saat menulis kitab-kitab kesehatan serta beberapa karya di bidang astronomi dan astrologi. Sebutkan nama lebih banyak, dan mereka lahir di era di mana kekuasaan Islam tengah berjaya. Di masa ajaran al-Qur'an ditegakkan!
Jangan tanya soal toleransi di masa itu. Sejak era Rasulullah etika berperang kaum Muslim sudah digariskan. Salah satu larangannya adalah merusak rumah ibadah. Garis bawahi ini, dilarang merusak rumah ibadah. Tidak disebut apakah itu gereja, sinagog, atau kuil pagan. Malah khalifah-khalifah Islam melindungi kaum Kristen, Yahudi, juga penganut paganisme yang berada di wilayah kekuasaannya.
Oya, ada seorang komposer terkenal era Turki Utsmani yang musiknya sampai kini masih dinikmati dan dibanggakan orang Turki. Namanya Dimitri Kantemiroglu, terlahir sebagai Dmitri Konstantinovich Kantemir. Tak cuma komposer, ia juga musisi, sejarahwan, ahli bahasa dan filosof. Dan, benar, Kantemiroglu seorang nonmuslim.

Maju ke jaman sekarang, Brunei Darussalam adalah satu contoh bagaimana sebuah negara maju yang bersendikan Islam. Atau setidak-tidaknya kita sebutlah negara sejahtera. Sultan Hassanah Bolkiah menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam pemerintahannya. Lalu sejak pertengahan 2014 syariat Islam diberlakukan sebagai hukum pidana di Brunei.
Jangan lupakan Malaysia, tetangga kita paling dekat. Negara ini merupakan sebuah federasi terdiri dari 10 Kesultanan Islam di Semenanjung Malaya dan Pulau Borneo, plus satu wilayah khusus federal. Berbeda dengan Indonesia yang sama-sama berwarga mayoritas Muslim, Islam adalah agama resmi di Malaysia. Padahal Muslim di negara ini hanya di kisaran angka 65%.
Soal penerapan hukum Islam, Indonesia bukan apa-apanya dibanding Malaysia. Di Negeri Jiran, etnis Melayu tidak boleh keluar dari Islam. Ini merupakan penerapan larangan murtad dalam Islam, dan pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kemurtadan umatnya. Warung makan boleh buka di siang hari saat Ramadhan, tapi Muslim dilarang membeli makanan-minuman selama bulan puasa.
Cobalah melancong ke Malaysia saat bulan puasa, lalu mampir ke warung makan. Pelayan tak akan mau melayani kalau tahu kita Muslim, sebab penjara jadi hukumannya baik bagi si Muslim maupun pelayan yang melayani. Ini juga bentuk penerapan syariat Islam di mana pemimpin berkewajiban menjaga agar umatnya mematuhi perintah Allah.
Oya, kalau Indonesia baru saja selesai dengan soal seragam syar'i bagi tentara dan anggota polisi wanita, beberapa negara bagian di Malaysia sudah sejak lama mewajibkan nonmuslim mengenakan hijab di tempat umum lho. Catat, mewajibkan nonmuslim berhijab. Di sini, ada Perda larangan miras saja kita sudah ribut soal HAM.
Menariknya lagi, Evan mengatakan Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki Kementerian Agama. Saya ingat ada satu orang lagi yang pernah mengatakan demikian pada saya. Tapi hanya karena banyak yang mengatakan negara lain tak punya Kementerian Agama, bukan berarti itu fakta. Yang benar adalah, tak banyak negara di dunia yang memiliki Kementerian Agama.
Malaysia punya Jabatan Kemajuan Islam (Jakim) yang dalam bahasa Inggris namanya Department of Islamic Development, pejabatnya setara menteri. Aljazair, Bangladesh, Myanmar, Pakistan, dan Tunisia punya Kementerian Agama yang nama resminya dalam bahasa Inggris adalah Ministry of Religious Affairs.
Di Eropa yang terkenal liberal dan sekular pun ada beberapa jabatan Menteri Agama. Contohnya Prancis yang punya Minister of Worship atau Minister of Public Worship. Di Serbia ada Minister of Religion, di Yunani ada Minister of Education and Religious Affairs. Israel tak mau ketinggalan. Di negara Yahudi ini ada Ministry of Religious Services of Israel atau dalam bahasa Ibrani bernama HaMisrad leSherutay Dat (המשרד לשירותי דת). Nama menterinya saat ini Chaim Yosef David Azulai.
Ah, rasanya sudah terlalu panjang saya berpendapat dan menuliskan rangkuman fakta. Tujuannya hanya satu, sekedar pengingat supaya janganlah kita gampang mendiskreditkan Islam (atau agama apapun) hanya karena eneg dengan ulah segelintir pemeluknya. Indonesia tidak maju-maju bukan karena agama, tapi karena kita lupa menerapkannya dengan baik.
 
  
        Published on July 08, 2016 17:19
    



