Eko Nurhuda's Blog, page 23

October 21, 2016

Tur Cokelat Bali Hari 2: Hujan-hujanan di Taman Ujung Soekasada


HARI kedua di Bali hujan deras turun sejak pagi buta. Awalnya saya tak tahu kalau hujan, sebab kamar menghadap tembok pembatas hotel sebelah. Mepet sekali, hanya berjarak kira-kira 150-200 cm. Langit pun tak terlihat karena tertutup atap gedung. Satu-satunya petunjuk kalau sedang hujan adalah cuaca yang tetap gelap padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WITA.

Lepas mandi anak-anak mengajak keluar kamar. Mereka bilang mau lihat kolam renang. Entah dari mana mereka tahu di Grand Ixora Resort Kuta ini ada kolam renang. Mungkin diberi tahu istri. Jadilah kami keluar. Lokasi kamar di lantai dasar, jadi ke kolam renang cukup berjalan beberapa menit saja.

Hujan tinggal rinai-rinai kecil, tapi tetap saja kami bakal basah kalau berlama-lama di kolam renang tanpa payung. Tak sampai 10 menit kami kembali ke kamar untuk berkemas-kemas. Lebih asyik menghabiskan waktu di restoran sembari sarapan. Apalagi malamnya anak-anak tak banyak makan sewaktu sunset dinner di Jimbaran.

Sarapan di hotel berbintang jadi pengalaman pertama bagi istri dan anak-anak. Saya cuma pernah mengajak mereka menginap di hotel melati sewaktu liburan ke Jogja pertengahan 2013. Sarapannya teh plus roti tangkup yang ditaruh di meja depan kamar. Pernah juga menginap di guest house setahun berselang, masih di Jogja, dan tidak dapat sarapan.

Bagi saya sendiri ini seolah deja vu. Dunia pariwisata termasuk di dalamnya perhotelan adalah bidang yang saya pelajari begitu lulus SMA. Dua tahun saya menempuh pendidikan pariwisata di sebuah kampus yang sudah bubar di Jogja. Sempat magang setengah tahun di Novotel Solo, lalu kerja sebagai resepsionis serabutan di Hotel Winotosastro Garden, dan pernah pula merintis karier sebagai pemandu wisata aka tour guide.

Jadilah lima menit pertama saya memandu istri dan anak-anak keliling restoran. Membukai satu-satu hidangan yang tersedia, mencari di mana minuman dan buah berada, juga piring dan sendok-garpu. Anak-anak senang sekali begitu melihat dua jus siap minum. Damar mengambil jus jambu, sedangkan Diandra mengambil jus sirsak.

Kira-kira satu jam kami di restoran. Lebih banyak menuruti tingkah Diandra yang ingin mencicipi semua makanan yang tersedia. Mula-mula nasi goreng sosis seperti kakaknya, lalu pengen coba mi goreng. Begitu saya kasih tahu ada buah dia minta semangka dan melon. Eh, melihat jejeran roti tawar dan aneka selai di dekat pintu masuk restoran dia mau juga. Terakhir, dia minta ketoprak. Alamak!



Belajar Batik Bali
Karena jarum jam sudah menunjuk ke angka 09.00 WITA, kamipun naik ke bus. Rupanya kami penumpang pertama. Peserta lain termasuk rombongan panitia masih bertebaran di restoran dan lobi menikmati sarapan masing-masing. Okelah, kita tunggu sembari bermain-main di dalam bus.

Destinasi pertama di hari kedua adalah workshop Batik Popiler II. Lokasinya di kawasan Tohpati, Denpasar. Saya awalnya tidak tahu apa nama tempat tersebut dan di mana alamatnya. Barulah setelah keluar dari sana saya baca papan nama di bagian depan. Alamat lengkapnya di Jl. WR Supratman No. 306, Denpasar.

Begitu turun dari bus kami digiring ke tempat wanita-wanita paruh baya duduk membatik. Pak Made, guide kami, memberi penjelasan mengenai batik Bali. Ada juga peraga alat-alat membatik, mulai dari wajan, kompor kecil, sampai canting dan malam. Lalu kami diberi secarik kain putih bergambar aneka rupa sebagai bahan belajar membatik.

Saya awalnya memilihkan gambar pola sepasang capung untuk Damar dan Diandra. Tapi mereka justru memilih gambar ikan. Pilihan yang membuat saya sadar kalau gambar capung lebih detil dan kompleks, tidak cocok untuk anak-anak. Kamipun bergantian mencoba menggoreskan malam dengan canting ke atas pola di kain.

Ternyata membatik butuh keahlian khusus ya. Seninya adalah bagaimana membubuhkan malam ke atas kain dengan rapi, tanpa tumpah berceceran, tapi juga tidak terlalu sedikit. Malam harus tembus hingga ke bagian belakang kain. Kalau tidak, gambarnya tidak akan terlihat setelah kain putih dicuci dan diwarnai.

Kerajinan seperti ini bukan kegiatan yang disukai Damar. Dia cuma bertahan sebentar, menggores satu gambar gelembung air, lalu digantikan adiknya. Tapi begitu melihat adiknya begitu asyik memindahkan malam dari wajan ke kain, dia minta giliran lagi. Saya dan istri bagian finishing, kemudian disempurnakan oleh ibu pembatik karyawan Popiler II.

Kain-kain hasil karya kami dikumpulkan ke ruang lain untuk dicuci, dan selanjutnya diwarnai. Tak lama berselang, tara! Jadilah sebuah kain batik cantik berwarna biru dengan gambar ikan putih.



Desa Adat Tenganan Pegringsingan
Perjalanan dilanjutkan ke Kabupaten Karangasem, tepatnya daerah Candidasa. Kami berhenti di restoran Lotus Seaview untuk makan siang. Tak seperti acara makan hari pertama di mana sup jagung selalu jadi appetizer, di restoran ini kami disuguhi soto ayam. Yumm! Damar dan Diandra pun lahap menghabiskan semangkuk soto jatah mereka.

Ada momen kecil yang menurut saya lucu. Begitu soto ayam terhidang di meja, salah seorang kontestan (namanya dirahasiakan) menanyakan nasi. Well, soto memang biasanya dimakan dengan nasi kan ya? Tapi karena di resto ini soto merupakan appetizer, jadi tak ada nasi yang dihidangkan.

Nasi baru nongol di hidangan utama, semacam pepes ikan komplit dengan potongan buncis dan wortel rebus. Juga dua macam sambal di wadah-wadah kecil. Kelihatannya sih enak, tapi rupanya anak-anak tidak suka. Saya sendiri merasa kurang sreg dengan nasinya menurut selera saya kurang lembut.

Habis makan anak-anak mengajak mendekat ke laut. Kami sempat foto-foto sejenak, tapi tak bisa bergaya maksimal maupaun mencari spot terbaik. Pak Rahmat, tour leader Smailing Tour yang memimpin rombongan Tur Cokelat Bali, sudah memanggil-manggil dari kejauhan agar kami segera naik ke bus.

Destinasi berikutnya Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Desa ini terkenal sebagai salah satu desa tradisional tertua di Bali. Desa adat yang masih mempertahankan tradisi, upacara-upacar adat, dan aturan-aturan Bali kuno. Hingga 1970-an, desa ini bersifat inklusif. Warga desa baru berbaur dengan dunia luar begitu dipromosikan sebagai salah satu obyek wisata oleh pemerintah setempat.

Menurut Pak Made, wanita Desa Tenganan Pegringsingan hanya boleh menikahi pria sedesa. Kalau menikah dengan orang asing, katakanlah dengan orang Jawa atau bule, maka status kewarga-desaannya hilang. Ia tidak bisa kembali ke desa andaikata bercerai dengan pasangannya.

Desa Tenganan juga dikenal sebagai produsen tenun ikat tradisional buatan tangan. Nama Pegringsingan mengacu pada kata geringsing, sebutan bagi tenun ikat tersebut. "Gering" berarti "sakit" dan "sing" berarti "tidak", sehingga bermakna "tidak sakit". Warga Desa Tenganan percaya kain tenun ikat buatan mereka mempunyai kemampuan menyembuhkan penyakit. Sebab, benang yang dipakai menenun terbuat dari serat dedaunan hutan.



Dua foto keluarga di Desa Tenganan Pegringsingan ini mungkin terjadi berkat kemurahan hati Mbak Shasya Pashatama yang menawarkan diri membantu kami berfoto. Thanks a lot, Mbak! Gusti Allah yang balas kebaikan Mbak.
Karena anak-anak bad mood - mereka menanti-nantikan kunjungan ke pabrik cokelat - kami tidak ikut masuk ke tempat pembuatan tenun ikat. Untungnya ada berbagai macam hewan di sana. Damar dan Diandra paling senang mengejar kelinci dan bermain payung.

Oya, tepat di dekat pintu masuk halaman desa, setelah patung dua kerbau, terdapat penjual merchandise berbahan daun tal atau lontar. Ada kalender Bali, ada gambar Barong, dan macam-macam hiasan dinding lain yang keseluruhannya terbuat dari lontar. Penjualnya dengan senang memperlihatkan pada kami bagaimana cara membuat tulisan dan gambar-gambar tersebut.

Main Ayunan Raksasa
Destinasi ketiga kami hari itu adalah pabrik cokelat milik seorang asing bernama Charles aka Charly. Jadi ingat novel dan film Charlie and The Chocolate Factory kan? Di Google Map tempat ini terdaftar sebagai Bali Chocolate Factory. Jaraknya hanya 15 km dari Desa Tenganan Pegringsingan. Bus kami mencapainya dalam waktu tempuh sekitar 45 menit.

Rupanya akses menuju bagian depan pabrik hanya berupa jalan setapak. Mobil kecil masih bisa lewat, tapi bus tidak. Kami diturunkan di tengah-tengah kebun kelapa, dilanjutkan berjalan kaki sekitar 10 menit. Jalan kaki yang bikin betis saya kembali cenut-cenut. Pak Rahmat sempat menawari saya naik mobil pemandu yang dibawa seorang staf Smailing Tour. Tapi saya tidak enak hati menerimanya. Ada ibu hamil dan anak-anak yang lebih layak didahulukan.

Begitu masuk ke dalam area pabrik cokelat, kami dibuat terpesona oleh lautan luas yang berada tepat di depan. Bangunan-bangunan di pabrik ini juga unik. So instagramable pokoknya. Saya dan keluarga tak sempat foto-coto cantik berlatar belakang bangunan-bangunan tersebut. Damar dan Diandra lebih tertarik mencoba ayunan raksasa yang terletak di bagian lain.

Sebenarnya kami diagendakan melihat langsung pembuatan cokelat di pabrik tersebut. Tapi entah kenapa tidak ada yang mengajak kami masuk. Mungkin karena melihat kami lebih asyik bermain-main dan foto-foto di luar. Hehehe.

Ada tiga ayunan besar yang tergantung di batang-batang pohon kelapa. Kami memilih yang papannya lebih dekat ke tanah. Itu pun rupanya anak-anak tidak mau diayun karena takut jatuh. Ya sudahlah, kita foto-foto saja di sana.


Di pojok halaman terdapat bangunan lain menyerupai kapal. Damar dengan semangat berlari ke sana, masuk ke dalamnya walau kemudian dibuat kedinginan oleh angin laut yang berhembus kencang. Bangunan kapal-kapalan itu dibuat semirip mungkin dengan kapal asli, sehingga ada lambung, buritan dan dek. Saya iseng turun ke bawah, tapi cuma sebentar karena rupanya panas dan pengap sekali.

Mendekat ke pantai ada rerumputan hijau nan asri. Saya dan anak-anak turun ke bawah, memandangi laut, ombak, serta pulau-pulau kecil nun di kejauhan sembari menikmati semilir angin. Anak-anak kemudian berlarian di rerumputan, sampai Mbak Ade dan Pak Rahmat bergantian memanggil-manggil kami untuk kembali ke bus.

Dalam perjalanan kembali ke bus kami bertemu seekor babi. Begitu kami melewatinya, si babi seperti membuntuti saya. Sempat panik dibuatnya karena kondisi kaki tidak memungkinkan saya berlari. Untunglah ternyata babi tersebut hanya kebetulan saja jalannya searah dengan saya. Legaaa...

Naik-Turun Tangga di Taman Ujung
Saya pikir, atau lebih tepatnya berharap, tur hari itu sudah selesai begitu kami sampai di Villa Taman Ujung. Apalagi sampai sana hujan turun. Seharusnya sih, atau maunya saya, kami tinggal duduk manis menunggu jam makan malam saja di sana. Tapi kejadiannya tidak seperti itu.

Salah satu staf Villa Taman Ujung bernama Mbak Astri membagikan payung ke kami. Jadilah kami berjalan lagi, menuruni anak tangga demi anak tangga, menuju ke Taman Ujung Water Palace atau dikenal juga sebagai Taman Ujung Soekasada. Saya yang sebenarnya sudah sangat ingin mengistirahatkan kaki - betis saya semakin cenut-cenut - mau tak mau ikut berjalan juga.

Alasan utama saya apalagi kalau bukan anak-anak. Melihat antusiasme mereka, yang setengah berlari menuruni tangga demi tangga, saya kalahkan rasa nyeri di kaki. Sakit di kaki saya tidak ada apa-apanya dibandingkan besarnya rasa keingin-tahuan Damar dan Diandra. Lagian kapan lagi saya bisa mengajak mereka ke Taman Ujung?

Turut kata Pak Made, Taman Ujung merupakan sebuah taman relaksasi atau tempat tetirah Raja Karangasem. Kalau teman-teman pernah mengunjungi Taman Sari di Yogyakarta, kurang-lebih seperti itulah fungsinya. Bentuknya pun serupa, dengan sebuah kolam besar dan jembatan plus bangunan di atasnya. Hanya saja Taman Ujung menurut saya jauh lebih luas.

Kami melintasi jembatan beton di atas kolam, selintas melihat-lihat bangunan di antara dua jembatan, lalu sampai di taman berumput yang terletak di seberang kolam. Anak-anak senang sekali berada di sini. Mereka tak bisa berhenti bergerak, terus berlari-larian kecil dari satu sudut ke sudut lain. Sebisa mungkin saya ikuti pergerakan mereka.

Hujan mulai reda, tinggal rintik-rintik halus.

Lalu sampailah mereka ke sebuah tangga tinggi, yang di bagian atasnya terdapat reruntuhan bangunan. Damar tertarik ingin naik ke sana dan melihat reruntuhan bangunan tersebut. Saya ingin menyerah saat itu, tapi akhirnya ikut naik juga meski perlahan-lahan dengan badan penuh keringat.

Perhatikan deretan tangga ini, juga reruntuhan bangunan di atas sana. Ke sanalah Damar mengajak kami.Setelah sampai di atas, saya ditinggal sendirian. Damar lincah sekali menuruni tangga, tahu-tahu sudah sampai di tempat dia foto sebelum naik. Perhatikan anak kecil berkaos cokelat membawa payung biru di antara pepohonan berdaun kekuningan itu.
Ternyata keputusan anak-anak tepat! Begitu sampai di atas pemandangan indah memanjakan mata kami terpampang. Jika kita memandang lurus searah tangga, di sebelah kiri terlihat pebukitan hijau. Sedangkan di sebelah kanan tampak laut luas membiru. Kayangkan pandangan ke bawah, Taman Ujung terlihat lebih indah dilihat dari posisi lebih tinggi seperti itu.

Kami sempatkan foto-foto di atas, dengan latar belakang pemandangan pebukitan dan juga laut. Tak lupa kami juga berswafoto di depan reruntuhan bangunan yang, menurut penjelasan Pak Made, merupakan bekas gudang penyimpanan Belanda. Di depan reruntuhan gedung tersebut terdapat kolam dan ada ikannya. Damar dan Diandra senang sekali melihat-lihat ikan.

Makan Terenak di Bali
Tiba waktunya kembali ke resort karena waktu makan malam sudah dekat. Dari tempat kami berada sebenarnya tinggal berjalan ke arah kanan, tidak perlu turun lagi ke bawah. Semua jalan dan tangga di kawasan Taman Ujung dirancang saling terhubung dan tembus ke bagian depan resort. Tapi hujan kembali deras, dan kami harus mengambil payung yang tadi ditinggal di bawah. Okelah.

Tadinya kami direncanakan makan malam di restoran open air, di halaman rumput samping kolam renang. Meja-meja dan kursi sudah disiapkan sejak kami datang. Namun karena hujan tak kunjung berhenti, acara dinner dipindah ke bagian dalam.

Inilah makan terenak selama dua hari kami di Bali. Nasinya lembut, dengan lauk ayam kecap yang sedap, ditambah tumis brokoli dan jamur. Dan, oh, ada es buah! Rasanya super segar, paduan sirup-air-esnya pas sekali. Saya sampai habis tiga gelas lho. Ya, bolak-balik ke meja prasmanan untuk nambah lagi dan lagi.

Khusus Damar, dia sangat suka sekali makan dengan lauk ayam. Semua olahan ayam dia suka, asalkan tidak pedas. Tanpa malu-malu saya ambilkan sekitar 4-5 potong ayam kecap untuknya. Dan, habis! Ia benar-benar puas dengan makanan yang tersedia kali ini. Syukurlah. Itu artinya dia tidak akan mengeluh lapar lagi begitu bangun tidur.

Sembari makan kami disuguhi tari Bali. Tari pertama bernama Merak Angelo, di mana dua penarinya berdandan ala burung merak. Tari ini menggambarkan merak jantan yang bangga dengan keindahan bulu ekornya nan panjang. Ketika kedua penari mengegol-egolkan bokong menirukan gerakan buntut merak, Damar dan Diandra tertawa lepas melihatnya. Dasar anak-anak...

***Di sini nanti ada video kami berkeliling Taman Ujung. Sabar ya, masih diedit :)***

Makan malam selesai, kami kembali naik bus untuk menuju ke Bali Shangrila Beach Club. Hotel ini terletak sekitar 11 km dari Taman Ujung. Lokasinya justru tidak jauh dari Lotus Seaview Resto tempat kami makan siang. Perjalanan ke hotel juga melewati pabrik cokelat. Jadi, ceritanya kami berbalik arah menuju ke tempat kami datang.

Tur Cokelat Bali hari kedua ditutup begitu kami tiba di hotel. Seperti hari pertama, kami dapat connecting rooms dengan salah satu kamar bertipe apartemen. Super lebar. Terdiri atas dua ruangan. Satu ruang berisi satu set sofa, tivi layar datar + DVD player, dan kitchen set komplit. Ruangan satunya tempat tidur dengan dua balkon, menghadap laut dan teras hotel.

Di apartemen itu ada bath tube-nya. Begitu tahu ini anak-anak langsung minta mandi berendam pakai air hangat. Lama sekali mereka bermain-main air hangat dari shower. Susah payah saya dan istri membujuk mereka keluar dari bath tube.

Jam setengah 10 barulah Damar dan Diandra mau mentas. Sebenarnya mereka masih ingin bermain-main setelah pakai baju, tapi kami cegah. Kami setengah memaksa mereka untuk pergi tidur. Dengan wajah kurang senang keduanya masuk selimut, lalu tertidur pulas.

Kamipun ikut tidur. Kami harus cukup istirahat karena perjalanan di hari ketiga bakal jauh lebih melelahkan. Bayangkan saja, dari Candidasa di bagian tenggara Pulau Bali kami akan dibawa ke Lovina di utara. Perjalanan setengah memutari Pulau Dewata itu menurut Google berjarak 111 km, dengan estimasi waktu tempuh 3 jam. Realisasinya lebih lama dari itu.

BERSAMBUNG...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 21, 2016 01:13

October 18, 2016

9 Keuntungan Booking Online Menurut Saya


SETIAP naik pesawat terbang saya selalu teringat kali pertama berkendara dengan burung besi ini. Mundur kira-kira 10 tahun lalu, ketika rasa penasaran adik perempuan saya membawa kami mudik dengan pesawat. Terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju ke Bandara Sultan Thaha, menumpang Batavia Air yang kini tinggal nama.

Waktu itu Ramadhan tahun 2005. Saya masih kuliah di Akademi Komunikasi Yogyakarta, kuliah yang sebenarnya agak tidak jelas juntrungannya. Sedangkan adik menempuh strata satu di STIE Muhammadiyah Tangerang. Kalau nggak salah sekarang kampus itu jadi Universitas Muhammadiyah Tangerang ya?

Nah, kami janjian mudik bareng jelang lebaran. Saya ke Tangerang naik bus malam dari Terminal Umbulhajo, lalu rencananya sih mau lanjut naik bus lagi. Tapi rupanya adik saya tertarik mencoba pengalaman baru: naik pesawat! Setelah cari-cari info, akhirnya kami mem-booking dua tiket penerbangan Jakarta-Jambi.

Jangan bayangkan booking tiket pesawat masa itu seperti sekarang. Jaman itu aplikasi mobile belum banyak digunakan. Jangankan aplikasi, hapenya saja hanya bisa mengakses internet lewat WAP. Jadi, booking tiket pesawat kami lakukan langsung ke travel agent. Atau kalau menurut istilah sekarang booking secara offline.

Bukan pekerjaan mudah lho memesan tiket pesawat secara offline. Pertama-tama kami cari tahu dulu agen penjual tiket pesawat di daerah Karawaci dan juga Tangerang. Didapatlah beberapa nama, beserta alamat dan nomor telepon. Karena kami hanya bisa mengandalkan angkutan umum untuk keluar-keluar, dipilihlah cara paling praktis untuk ukuran jaman itu: menelepon.

Well, meski praktis tapi tetap saja menelepon bukan cara terbaik untuk memesan tiket pesawat. Apalagi jika dibandingkan dengan sekarang. Satu kelemahan yang paling membuat kami keki adalah kami tidak bisa mengetahui harga terlebih dahulu. Padahal kami tergolong budget flyer. Maunya tiket termurah, hehehe.

Telepon agen satu, tanya penerbangan ke Jambi untuk tanggal sekian ada apa tidak? Pesawatnya apa? Lalu ketika harga disebut, ternyata di luar bayangan kami. Terlalu tinggi. Ganti telepon agen satunya lagi, masih sama saja harga yang ditawarkan tidak pas. Adik saya akhirnya berpesan pada salah satu agen untuk menelepon balik jika ada tawaran harga terbaik.

Mudik lintas pulau membawa dua anak kecil membuat saya lebih memilih naik pesawat. Walaupun di Pemalang tak ada travel agent, sama sekali tak ada kesulitan dalam memesan tiket. Booking online saja, beres!
Agen tersebut benar-benar menghubungi. Setelah kami menunggu selama dua hari. Mengabarkan ada tiket yang tidak selisih jauh dari budget kami, tapi kami tidak bisa memilih tanggal dan jam keberangkatan. Demikian pula maskapainya. Apa boleh buat, prioritas kami memang harga jadi terima sajalah.

Singkat cerita, kami pun menginjakkan kaki di Bandara Internasional Soekarno-Hatta untuk kali pertama. Berangkat dari kontrakan adik sebelum subuh sebab dapat penerbangan paling pagi. Sempat kebingungan di mana pintu masuk ke dalam bandara, cara check in, dan lain-lain. Lucu juga kalau ingat itu semua.

Lebih Pilih Booking Online
Pengalaman pertama naik pesawat itu rupanya membuat saya ketagihan. Adik saya pun demikian. Terlebih masa itu maskapai-maskapai penerbangan baru bermunculan. Selain Batavia Air ada pula Sriwijaya Air dan Adam Air. Harga murah jadi andalan maskapai-maskapai rintisan ini dalam menarik minat calon penumpang.

Bayangkan saja, tiket bus Jogja-Jambi masa itu (tahun 2005) harganya Rp350.000. Sedangkan tiket pesawat Jakarta-Jambi kisaran Rp400.000. Tinggal naik bus malam ke Jakarta dengan ongkos Rp95.000, atau naik kereta api yang tiketnya cuma Rp45.000, saya bisa memangkas waktu mudik secara signifikan.

Bila naik bus butuh waktu 36 jam alias sehari dua malam, plus biaya makan sepanjang jalan yang tidak bisa dibilang murah bagi kantong mahasiswa. Sedangkan dengan pesawat dari Jakarta hanya perlu waktu kurang dari 24 jam. Naik bus Jogja-Jakarta kira-kira 12 jam, lalu penerbangannya sekitar satu jam, ditambah waktu menunggu.

Terang saja, saya jadi lebih suka naik pesawat terbang untuk mudik ke Jambi. Tambah lagi ketika pemesanan tiket bisa dilakukan secara online seperti sekarang. Cukup lewat laptop atau bahkan smartphone saya bisa tahu harga tiket masing-masing maskapai di tiap-tiap jadwal penerbangan pada tanggal yang saya inginkan. Kalau cocok di kantong baru dipesan.

Saya merasa sangat tertolong dengan layanan booking online saat berada di rumah orang tua di Jambi. Tinggal di tengah-tengah kebun sawit, berjarak paling dekat 30 menit dari pusat keramaian (ATM, minimarket, kantor pos, dan sebagainya), internet dan aplikasi booking tiket benar-benar membantu saya.

Ini kejadian nyata sewaktu mudik tahun 2014. Saat kami mau balik ke Pemalang, Ibu mendadak ingin mengantar sampai Jakarta. Padahal saya sudah memesan tiket untuk kami berempat (saya, istri, dan dua anak) jauh-jauh hari, bersamaan dengan tiket keberangkatan ke Jambi sebulan sebelumnya. Apa akal?

Menuruti keinginan Ibu untuk mengajak anak-anak jalan-jalan di Jakarta sebelum balik ke Pemalang. Berkat layanan booking online saya bisa memesankan tiket pesawat buat Ibu sekalipun tengah berada di pelosok desa transmigrasi nan terpencil.
Di momen itulah layanan booking online jadi pahlawan. Cukup buka laptop, sambungkan modem, saya ketikkan satu web booking online dan mencari tiket di tanggal yang sama dengan keberangkatan kami. Pembayaran juga saya lakukan via web secara online. Tak sampai 15 menit berselang tiket untuk Ibu sudah didapat.

Meski beda maskapai (kami naik Citilink, Ibu dapat tiket Sriwijaya Air) dan jadwal keberangkatannya selisih setengah jam, Ibu tetap bisa mengantar kami sampai Jakarta. Kami berangkat bersama-sama dari Sungai Bahar, lalu berpisah sebentar di Bandara Sultan Thaha karena saya dan anak-istri terbang lebih dahulu. Sampai di Jakarta, saya sekeluarga menunggu kira-kira satu jam dan kembali bertemu Ibu.

9 Keuntungan Booking Online
Sejak itu saya semakin jatuh cinta dengan layanan booking online. Mau tiket pesawat ataupun kereta api, saya lebih suka memesan lewat aplikasi maupun web. Datang ke bandara atau stasiun cukup berbekal kode booking. Lebih praktis.

Dalam hemat saya, setidaknya ada delapan keuntungan yang bisa kita dapatkan dari booking online. Apa saja?

1. Booking tiket di kenyamanan rumah sendiri
Tidak perlu keluar rumah untuk memesan tiket ke travel agent. Kita bahkan tidak perlu keluar kamar! Cukup hidupkan laptop atau buka aplikasi pemesanan online di smartphone, kitapun sudah bisa mencari tiket yang diinginkan. Tentukan tanggal, lalu klik. Berikutnya keluar deretan pilihan berdasarkan jam keberangkatan dan maskapai. Tinggal pilih.

2. Bisa pesan kapan saja
Memesan tiket secara offline dibatasi oleh jam buka kantor. Baik kantor agen penjualan tiket, maupun kantor tempat kita bekerja bagi yang berstatus karyawan. Booking via telepon bisa jadi solusi, tapi tetap saja jam operasionalnya terbatas. Beda cerita dengan booking online via web atau aplikasi mobile yang bisa dilakukan kapan saja, 24 jam sehari, tujuh hari sepekan, 30 hari sebulan.

3. Sangat mudah
Booking online itu mudah. Sangat mudah malah. Yang diperlukan hanyalah koneksi internet, atau aplikasi mobile dan paket data bagi pengguna smartphone. Cukup klik sana-sini, pilih ini-itu, hanya dalam waktu belasan menit tiket yang diinginkan sudah didapat. Simpel.


4. Dapat tawaran harga terbaik
Ini kelebihan yang dicari-cari budget traveler, ataupun buat orang perhitungan seperti saya. Hahaha. Dengan booking online kita bisa membanding-bandingkan harga secara lebih mudah, dan mendapatkan penawaran terbaik. Hal ini tidak mungkin didapat kalau booking secara tradisional. Kecuali punya waktu sangat luang untuk datang dari satu travel agent ke travel agent lain. Capek, Kakak...

5. Tahu harga sebelum memesan
Kalau kamu adalah tipe orang yang sangat memperhitungkan pengeluaran sebelum bepergian, poin ini untukmu. Dengan memesan tiket secara online kita sudah tahu harga sebelum membeli. Ini membuat kita lebih mudah merancang budget. Terpenting lagi, kebanyakan layanan booking online memberikan harga final tanpa tambahan biaya lain.

6. Banyak pilihan
Ada banyak cara untuk memesan tiket secara online. Kita bisa buka web resmi maskapai, atau melalui web dan aplikasi mobile milik berbagai jasa layanan booking online. Di smartphone saya saja ada tiga aplikasi booking online, yang saya gunakan secara bergantian tergantung mana yang menawarkan harga terbaik.

7. Bertabur promo dan diskon
Saya pernah mendapat tiket pesawat Jakarta-Solo seharga Rp272.000 (screenshoot di atas). Jauh lebih murah dari harga yang tertera di web resmi maskapai. Kok bisa? Karena layanan booking online yang saya gunakan sedang menggelar promo. Jadilah tiket yang normalnya dibanderol paling murah Rp350.000 untuk maskapai low cost carrier bisa saya tebus di bawahnya.

Dan, promo maupun diskon seperti ini seringkali digelar oleh penyedia layanan booking online. Ada yang kasih diskom langsung Rp100.000 per tiket, atau harga coret. Belum lagi program cashback atau poin berhadiah berbagai macam barang. Asyik, bukan?

8. Tidak butuh kartu kredit
Pemahaman salah tentang booking online adalah bahwa kita harus punya kartu kredit. Tentu saja tidak. Ada banyak kok layanan pemesanan tiket online yang metode pembayarannya sangat beragam. Transfer tunai, transfer via ATM, mobile banking, e-banking, bahkan sekarang bisa bayar lewat Kantor Pos dan minimarket semacam Indomaret maupun Alfamart. Opsi terakhir merupakan favorit saya.

9. Lebih menyenangkan
Percayalah, berburu tiket secara online itu sangat menyenangkan. Mengalami sendiri setiap prosesnya adalah pengalaman sangat berharga. Mulai dari menentukan tanggal, memilih maskapai dan jadwal penerbangan, melakukan pembayaran, mendapatkan kode booking, semuanya terasa menarik dijalani. Belum lagi kalau kita ikut berburu tiket promo, terus dapat harga yang tidak masuk akal murahnya, dijamin kamu akan merasa bahagia selama beberapa hari ke depan.

Semoga bermanfaat!
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 18, 2016 02:39

October 14, 2016

Tur Cokelat Bali Hari 1: Mengejar Sunset di Jimbaran, dan... Tertutup Awan!


PENERBANGAN ke Bali pada 6 Oktober siang itu sempat delay. Saya tidak menghitung berapa belas atau puluh menit jadwal GA404 Jakarta-Denpasar diundur. Tapi begitu awak Garuda Indonesia di Gate 11 membagikan dus-dus snack kepada calon penumpang di ruang tunggu, saya langsung tahu kami harus menunggu lebih lama.

Karena lelah menunggu, ditambah lagi malamnya hanya tidur sebentar, Damar sempat terlelap di sofa ruang tunggu Terminal 3 Ultimate. Saking lelapnya, anak sulung saya ini tak mau bangun ketika pintu boarding dibuka. Mau tidak mau, saya harus antri sembari menggendongnya. Plus, sebuah backpack di punggung, ditambah dua kantong plastik sedang berisi makanan dan botol-botol minuman.

Jadi, di punggung saya ada backpack berisi pakaian ganti anak-anak, laptop, tisu, diapers, serta aneka charger dan baterai cadangan. Lalu di bagian depan ada Damar yang masih nyenyak sekali. Di tangan kanan kantong-kantong plastik, di tangan kiri tiket.

Antrian boarding lumayan panjang, kebanyakan anggota rombongan Tur Cokelat Bali Frisian Flag yang sudah menunggu sejak pagi. Kemudian kami masih harus berjalan ke pintu menuju apron, menuruni dua tangga, jalan lagi ke bus, sebelum diantar ke pesawat yang entah parkir di mana.

Entah karena terlalu lelah atau salah posisi, tepat sebelum naik bus betis kanan saya tegang lalu "tesss!" Seperti ada yang putus di dalam sana. Berikutnya terasa nyeri luar biasa, kaki kanan tidak dapat menjadi tumpuan. Sampai-sampai saya tidak bisa melanjutkan langkah. Saya hanya bisa berdiri di sebelah bus sembari menahan sakit.

Untunglah, dari arah belakang datang Mas Aditya. Koordinator tim dokumentasi ini dengan baik hati menawarkan bantuan. Dua kantong plastik di tangan kanan saya ia ambil alih. "Berat, Mas," kata saya begitu Mas Adit menggenggam tali kantong. "Nggak apa-apa, Pak. Lebih berat ini," sahutnya sembari menunjuk Damar yang masih terlelap.

Keberuntungan kedua, Damar terbangun ketika saya baru menaiki sekitar dua-tiga anak tangga menuju pesawat. Bisa jadi ia kaget oleh suara bising mesin pesawat karena saya naik dari pintu depan, dekat baling-baling sayap. Begitu matanya terbuka, ia langsung minta turun dan jalan sendiri. Alhamdulillah...



Welcome to Denpasar!
Langit cerah, cuaca bersahabat, kami mendarat di Pulau Bali dengan mulus. Selama penerbangan Damar asyik bermain games. Apalagi pramugari membawakan makan siang dengan menu kesukaannya, nasi goreng ayam. Ditambah boneka pula. Harap maklum kalau begitu turun dari pesawat dia berbisik pada saya, "Naik Garuda enak ya, Bi." Saya cuma bisa tersenyum.

Masuk ke bandara, Damar terlihat sangat antusias. Dia berlari-lari kecil ke ruang kedatangan. Saya pun harus mengejarnya sembari terpincang-pincang. Saya sempat dibuat senewen ketika ia lebih memilih tangga ketimbang eskalator. Tapi, ya, namanya juga anak. Dituruti sajalah.

Rombongan kami rupanya sudah disambut sedemikian rupa. Seluruh bagasi langsung dibawa porter ke mobil Smailing Tour yang menunggu di tempat parkir, sedangkan kami membawa hand carry ke atas bus. Oya, sebelum naik bus kami disambut kalungan bunga lho. Aih, serasa jadi tamu kehormatan deh.

Setelah seluruh peserta Tur Cokelat Bali naik, bus beranjak meninggalkan bandara. Tujuan pertama Nusa Dua. Agendanya adalah makan siang di restoran The Pirates Bay Bali, lalu dilanjutkan ke Waterblow yang jaraknya hanya sekitar sepeminuman teh dari Pantai Nusa Dua.

Sesuai namanya, The Pirates Bay Bali adalah sebuah restoran berkonsep bajak laut. Ada tiruan kapal perompak di salah satu sudut kafe, lengkap dengan bendera hitam. Pengunjung bisa makan di atas kapal, mau pilih meja di dek, di buritan, atau di bagian dalam kapal bebas saja.

Ada juga semacam rumah pohon, di mana terdapat tiga tingkat ruangan berisi meja-meja makan dan bantal-bantal pengganjal pantat. Anak-anak tertarik dengan tempat ini, sehingga kami pun naik ke atas. Damar tidak bisa tidak berlari menaiki tangga-tangga bambu. Diandra sama excited-nya, tapi terlihat sedikit takut saat naik tangga.

Damn! Saya sebenarnya sedang menghindari tangga saat itu. Tapi mau bagaimana lagi? Pelan-pelan sayapun ikut naik. Pengorbanan yang sepadan, sebab dari meja atas kita dapat makan sembari melihat pantai dan laut. Ya, makan siang dengan view laut!



Usai makan, kami berkumpul di sebelah tiruan kapal untuk mendengarkan sedikit speech dari Mbak Ayu Ratri Khairina Ahza, Senior Brand Manager PT Frisian Flag Indonesia. Dari beliau kami tahu ada 300-an kontestan yang ikut Tantangan Joget Cokelat. Itu artinya, setiap pemenang utama menyisihkan sekitar 100-an kontestan lain untuk bisa tur ke Bali.

Selesai sambutan kecil dari Mbak Ayu kami lalu diajak berjoget. Tentu saja Joget Cokelat Susu Bendera, dan ditutup dengan minum segelas susu cokelat dingin. Segarnya!

Tak Ada Ombak Tinggi, Tak Ada Sunset
Damar dan Dian sebenarnya sudah sejak pertama datang ingin bermain di pantai. Malah mereka tidak selera makan karena ingin cepat-cepat mendekat ke laut. Karenanya begitu acara seremonial selesai kami langsung menggiring mereka ke pantai. Lepas sepatu, gulung celana, selanjutnya mereka berdua asyik sendiri.

Kalau saja betis tak cedera, saya pasti sudah ikut main air laut bersama anak-anak. Apa boleh buat, saya hanya bisa duduk di pasir sembari merekam. Saya harus menghemat tenaga sebab perjalanan ke Waterblow tidak bisa dibilang dekat untuk orang yang sebelah kakinya sedang cenut-cenut tak karuan.

Ada satu momen menarik saat kami di pantai. Melihat bule-bule berenang dan berjemur pakai bikini two piece, Damar nyeletuk ke saya, "Bi, ada orang wudho (telanjang)." Kontan saya dan istri tertawa mendengarnya. Maklum, di Pemalang orang berenang di pantai atau di kolam renang dengan berpakaian lengkap. Paling berani ya pakai bikini one piece yang bagian bawahnya sepaha.


Kami hanya sekitar setengah jam di pantai, tapi celana Damar sudah basah oleh air laut. Demikian juga Diandra yang asyik sekali bermain pasir. Selanjutnya kami berjalan kaki menuju Waterblow untuk melihat ombak tinggi menghantam karang.

Dasar anak-anak, sampai di padang rumput dekat patung Rama dan Laksmana mereka berlari-larian sembari tertawa-tawa. Susah payah ibunya menyuruh mereka berhenti untuk dipakaikan sepatu. Begitu sepatu terpasang di kaki, Damar dan Diandra kembali berlari-lari. Tapi kemudian mereka menurut sewaktu diarahkan ke Waterblow.

Sayang, air laut rupanya sedang surut. Kami tidak bisa menyaksikan atraksi alam berupa ombak tinggi menghantam bebatuan karang sore itu. Okelah, itu artinya kami harus datang lagi ke Waterblow suatu saat nanti. Amin.

Sekedar berfoto-foto ala kadarnya, kami lalu kembali ke bundaran air mancur di dekat Surf & Turf dan Agendaz Beach Club. Lokasi tersebut merupakan titik berkumpul yang ditentukan oleh Pak Made, guide kami. Cuma karena masih ada anggota rombongan yang belum kembali dari Waterblow, kami harus menunggu sekitar 10-15 menit.

Waterblow di Nusa Dua, destinasi pertama dalam Tur Cokelat Bali bersama Frisian Flag Indonesia. Sayang, yang ada cuma water-nya saja, karena air laut sedang surut blow-nya tidak muncul.
Rembang petang, bus yang membawa rombongan kami bergerak menuju Jimbaran. Jarak sejauh kira-kira 11 kilometer ditempuh selama sekitar setengah jam. Operator tur menempatkan kami di Jimbaran Bay Seafood (JBS) untuk menikmati makan malam sembari menikmati sunset. Sebuah jamuan makan malam bernuansa romantis.

Matahari tepat berada di peraduannya saat kami masuk ke kawasan pantai. Sayang, awan tebal menutupi ufuk barat. Kami tidak bisa melihat sunset dan harus puas dengan langit dan air laut yang memerah sebelum hari berubah gelap.

Sayangnya lagi, saya merasa betis kanan semakin tidak enak. Ditambah lagi rasa kantuk mulai melanda. Maklum, malam itu saya hanya tidur sekitar 1,5 jam. Saat dalam perjalanan Pemalang-Semarang, kira-kira di Gringsing saya tertidur. Tapi masuk Cepiring saya dibangunkan oleh sopir dan tidak tidur lagi sampai di Bandara Ahmad Yani, kemudian terbang ke Jakarta dan dilanjutkan ke Bali.

Mood saya hilang. Kamera tak keluar dari tas, sekalipun ada suguhan tari Legong tepat di depan meja kami. Pikiran saya hanya ingin cepat-cepat sampai di hotel dan tidur. Karenanya tak ada satupun dokumentasi, baik foto maupun video, sewaktu kami makan malam di Jimbaran.


Sayang yang ketiga, Damar dan Dian tidak terlalu suka dengan menu seafood yang dihidangkan. Damar hanya suka makan ikan, dengan nasi secuil, itupun tidak habis. Sedangkan Diandra hanya suka cah kangkungnya, juga tidak dihabiskan. Jadilah saya yang kebagian jatah menghabiskan makanan anak-anak. Tambah ngantuk deh.

Untungnya tak jauh dari Jimbaran ada bandara. Anak-anak lumayan terhibur oleh pesawat yang naik-turun di kejauhan. Lalu sempat pula ada yang menyalakan kembang api. Damar yang biasanya hanya melihat kembang api di malam tahun baru pun bertanya ke saya, "Di sini tahun baru ya, Bi?" Oh, boy...

Hari bertambah gelap. Kira-kira jam setengah delapan kami kembali ke bus, selanjutnya dibawa menuju Hotel Grand Ixora. Ini hotel berbintang empat di Jl. Kartika, Kuta. Anak-anak sudah tidak kuat menahan kantuk. Belum sampai hotel mereka sudah tertidur, sehingga kami berdua harus menggendong mereka ke kamar.

Kami tidak keluar kamar lagi setelah itu. Habis mandi saya minta tolong istri mengusapkan Neo Rheumacyl pemberian Mbak Ade Priatni Darum, person in charge Tur Cokelat Bali, ke betis kanan yang terasa bengkak. Setelahnya kami berdua sama-sama tertidur pulas.

Hari pertama di Bali berakhir. Tanpa ombak tinggi di Waterblow, tanpa sunset manis di Jimbaran. Tapi kami bahagia luar biasa.

BERSAMBUNG...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 14, 2016 15:30

October 11, 2016

Tips Shopping Cerdas: Dapat Cashback Setiap Belanja Online via ShopBack

TINGGAL di kota kecil seperti Pemalang membuat saya sangat mengandalkan aktivitas belanja online untuk mencari barang-barang terbaru. Terkadang barang-barang lama juga sih. Contohnya ketika saya mencari kamera Canon SX610 HS beberapa waktu lalu. Ini produk keluaran lama yang tidak bisa saya temui di toko-toko perlengkapan fotografi di Kota Ikhlas.

Kenapa saya pilih Canon SX610 HS tentu ada alasannya. Saya mencari kamera dengan kemampuan oke, tapi harganya tidak menguras kantong. Dengan lensa 20 megapiksel, kemampuan zoom 18x, serta autofocus terhitung cepat, kamera ini sangat bisa diandalkan untuk mengambil foto dan merekam video.

Sebelum membeli saya sudah membaca-baca review kamera ini, juga menonton video tes pengambilan gambar yang bertebaran di YouTube. Menurut saya sih Canon Powershot SX610 HS sudah lebih dari cukup untuk seorang fotografer sekaligus videografer amatir macam saya. Buktinya bisa dilihat di video dokumentasi perjalanan saya ke Pulau Tangkil ini.



Lebih penting dari itu, saya dapat harga murah. Super murah malah. Ya, jangan lupakan prinsip ekonomi. Sebisa mungkin kita harus bisa mendapatkan sesuatu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya, itu prinsipnya.

Kalau diterapkan dalam belanja online, pengorbanan sekecil-kecilnya itu berarti membayar sesedikit mungkin untuk membeli produk impian. Dengan kata lain, carilah penjual yang menawarkan harga paling murah.

Tapi terkadang gadget dan produk-produk elektronik seperti ini harganya beda-beda tipis. Selisihnya nggak kerasa. Biasanya cuma bonus yang membedakan satu penjual dengan penjual lainnya. Ada yang memberi ongkos kirim gratis, ada yang bonusnya tas kamera, ada juga yang kasih tongsis.

Saya sendiri beruntung sekali menemukan satu penjual di Bukalapak yang memasang banderol sangat murah. Paling murah di antara penjual Canon SX610 HS lainnya. Apalagi seller-nya memberi bonus memory card 16 GB. Lumayan banget! Sisa budget bisa saya belikan baterai cadangan deh.

Berburu Cashback
Cara lain untuk berhemat saat belanja online adalah berburu diskon, promo, sampai cashback. Sejumlah marketplace besar seperti Lazada, MatahariMall.com atau Zalora nyaris setiap bulan mengadakan promo dan menebar diskon. Kita bisa memanfaatkan ini demi menekan anggaran belanja.

Kalau bisa bayar murah, kenapa pula harus membayar mahal? Kalau bisa dapat diskon 50%, bukankah itu lebih menyenangkan ketimbang harga 100% alias tanpa diskon? Hehehe...

Soal cashback, boleh dikatakan tak ada toko online maupun marketplace yang menawarkan keuntungan ini bagi konsumennya. Tapi, jangan khawatir. Gunakan saja ShopBack, sebuah situs yang dirancang khusus untuk mengapresiasi pembeli dengan cara memberi cashback dari setiap transaksi kita.


Berbeda dengan diskon, cashback diberikan setelah kita bertransaksi. Kalau diskon berupa potongan harga di depan -- mengurangi jumlah uang yang seharusnya kita bayar, maka cashback semacam uang kembalian yang diberikan setelah kita membeli.

Perbedaan lain, diskon tak selalu diberikan oleh toko online maupun marketplace. Begitu juga promo yang biasanya tergantung momen-momen tertentu. Nah, di Shopback kita dapat memperoleh cashback setiap kali berbelanja online.

Eit, jangan bayangkan Shopback itu semacam marketplace apalagi toko online ya. Situs ini tidak berjualan produk apapun. Kita belanjanya tetap di marketplace langganan kita seperti biasa. Katakanlah Lazada, Zalora, Berrybenka, Blibli, Elevenia, sampai marketplace semodel Bukalapak, Tokopedia, dan juga AliExpress. Setiap kali kita berbelanja di marketplace tersebut lewat Shopback, kita akan mendapat cashback hingga 30% dari total belanjaan.

Misalnya saya nih. Saya beli kameranya tetap di Bukalapak. Bedanya, saya tidak langsung membuka web Bukalapak, melainkan mengunjungi www.shopback.co.id dulu. Barulah dari sini saya pilih Bukalapak untuk mencari barang-barang yang diinginkan. Selesai belanja, cashback pun menanti. Asyik!

Untuk lebih jelasnya coba perhatikan ilustrasi di bawah ini. Begini langkah-langkah agar kita mendapat cashback setiap kali berbelanja di ShopBack. Mudah sekali, bukan?


Sayang sekali saya baru tahu situs ini. Kalau saja sejak dulu ngeh keuntungan berbelanja via ShopBack, saya bakalan beli kamera di Bukalapak melalui situs ini. Mana mungkin saya tidak mau dapat cashback? Hehehe...

Karena baru tahu, saya pun mencari-cari referensi mengenai ShopBack. Dan ternyata ShopBack ini merupakan cara baru, cerdas, dan hemat berbelanja online di Indonesia. Tak perlu momen tertentu untuk dapat diskon atau harga promo, di sini setiap kali berbelanja selalu ada cashback-nya. Setelah terkumpul sebanyak minimal Rp50.000, cashback tersebut akan ditransfer ke rekening kita.

ShopBack berdiri sejak tahun 2014 di Singapura. Dari awalnya hanya menggarap pasar lokal Singapura, layanan situs ini sekarang sudah merambah ke empat negara tetangga lainnya: Malaysia, Filipina, India, Singapura, dan tentu saja Indonesia tercinta. Program belanja dapat bonus uang yang ditawarkan ShopBack rupanya sangat diminati oleh para pembelanja online. Tak heran bila pertumbuhannya pun melaju pesat, sehingga membuahkan beberapa penghargaan.

Survei Reader’s Choice Awards yang diadakan Vulcan Post tahun lalu memilih ShopBack sebagai Most Promising Start-up To Look For in 2015. Lalu ada pula penghargaan terbaik untuk kategori Best Inonovative Start-up (Growth Stage), serta terbaik kedua dalam kategori Best Innovative Infocomm Product (Consumer).

Pencapaian ini membuat ShopBack disorot media. Tak kurang dari Yahoo!, Daily Social, dan Tech In Asia pernah meliput kiprah perusahaan ini. Di Indonesia, media-media top seperti Kompas.com, detikcom, Okezone, Liputan6.com, TechnoID, dan Female Daily juga sempat mengangkat ShopBack. Untuk edisi cetak, Tabloid Pulsa memuat profil dan sepak terjang perusaan ini dalam satu edisinya.

Tiket Kereta Api Juga Ada
Tanpa pikir panjang saya langsung saja mendaftarkan diri ke ShopBack. Caranya sangat mudah sekali, cukup masukkan alamat email dan password. Selesai. Nanti akan ada email verifikasi, tinggal klik deh. Selanjutnya kita bisa belanja-belanja kebutuhan apa saja di berbagai merchant yang ada.

Merchant yang bekerja sama dengan ShopBack banyak sekali. Jumlahnya ada 500-an lebih, dengan berbagai kategori mulai dari fashion sampai travel. Sebut saja Lazada, Zalora, Bukalapak, Tokopedia, Blibli, Matahari Mall, Muslimarket, Alfacart, Elevenia, Berrybenka, Sephora, sampai marketplace internasional seperti AliExpress dan eBay.

Buat yang hobi traveling, bisa lho pesan tiket pesawat dan kereta atau booking hotel melalui ShopBack. Sebab situs ini sudah bekerja sama dengan Agoda, Expedia, Tiket.com, Booking.com, Hotels.com, AirAsiaGo.com, dan masih banyak penyedia tiket lainnya.


Nah, pas banget saya butuh tiket kereta api Semarang-Pemalang untuk kepulangan dari Tur Cokelat Bali. Jadi, dari Denpasar pesawat yang membawa kami sekeluarga bakal mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang. Lalu ke Pemalang-nya kami naik kereta api.

Saya pun mencoba mengeklik banner Tiket.com tempat biasa saya memesan tiket kereta api. Di halaman berikutnya terlihat penjelasan lebih detil mengenai cashback yang bisa saya dapatkan jika membeli tiket di Tiket.com melalui ShopBack.

Untuk pemesanan tiket kereta api, cashback-nya Rp2.500/tiket. Lumayan, bukan? Buat yang biasa pulang-pergi kerja atau kuliah naik kereta setiap pekan, kalau dikumpul-kumpulkan bisa banyak sekali lho total cashback-nya.


Karena tiket pesawat juga bisa dibeli melalui ShopBack, lain kali kalau mudik ke Jambi saya akan pesan tiket pesawat di Tiket.com lewat situs ini saja. Ya, benar sekali! Saya mau mendapat cashback. Nilainya Rp10.000/kursi. Karena saya mudik berempat bersama anak dan istri, sekali transaksi cashback-nya sejumlah Rp40.000. Lumayan...

Oya, cashback masuk ke akun kita setelah 48 jam transaksi dilakukan. Setelah masuk, cashback tadi boleh diklaim dalam waktu 60 hari. Perhatikan juga bahwa untuk mendapatkan cashback dari pembelian ini kita tidak boleh berpindah tab sampai seluruh proses transaksi selesai.

Tara! Saya sudah dapat tiket kereta apinya nih. Tinggal tunggu cashback masuk ke dalam akun saya dalam waktu 48 jam ke depan. Kalau sudah muncul tinggal diklaim deh.


Cashback on the Go
Berita baiknya, berbelanja via ShopBack tak cuma bisa dilakukan via web. Sudah tersedia aplikasi mobile-nya yang dapat diunduh di Google PlayStore. Kita bisa menginstalnya ke semua smartphone berbasis Android. Bagi pengguna produk Apple, aplikasi ShopBack tersedia juga di App Store.

Aplikasinya enteng sekali kok, ukurannya 6,4 MB yang pastinya nggak bakal makan banyak space. Aplikasi ShopBack di Google PlayStore baru di-update 21 September 2016 lalu. Demikian pula di App Store. Gres!

Pembaruan ini lebih memudahkan pengguna dalam meng-update informasi akun maupun detil pembayaran melalui aplikasi. Jadi, keuntungan belanja online ber-cashback dapat kita nikmati dalam genggaman. Tambahan lagi, khusus untuk pengguna aplikasi ada promo eksklusif lho.

Selain cashback, ShopBack menawarkan satu cara lagi untuk menambah pendapatan. Namanya program referral alias mengajak teman. Kalau kita berhasil mereferensikan ShopBack pada keluarga maupun teman, maka kita akan mendapat bonus Rp25.000 per orang. Teman makan teman dong? Nggak sama sekali. Sebab teman yang kita ajak tadi bakal mendapat bonus sebesar Rp25.000 juga. Fair enough, huh? :)

Nah, kalau mau daftar jadi member ShopBack, silakan pakai link referal saya. Klik si sini ya , biar sama-sama dapat bonus Rp25.000. Hehehe... Tapi, ingat, bonus referal tadi baru masuk kalau teman yang direferensikan sudah berbelanja via ShopBack.

Buat yang belum daftar, ShopBack memberikan voucher Zalora untuk pelanggan baru. Terus ada juga voucher Lazada gratis yang bisa didapatkan tentu saja dengan berbelanja di Lazada melalui ShopBack.

Pendek kata, bagi saya yang suka beli barang di dunia maya ShopBack merupakan cara cerdas belanja online. Jumlah merchant-nya yang mencapai ratusan, berbagai macam pilihan produk yang tersedia, kesemuanya sangat memanjakan kita. Belanja online tak cuma jadi lebih hemat, tapi sekaligus lebih mudah karena bisa diakses melalui berbagai macam perangkat.

Belanja Hemat? ShopBack-in Aja!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 11, 2016 22:28

Asyiknya Tur Cokelat Bali bersama Frisian Flag

AKHIRNYA impian itu jadi kenyataan. Gara-gara iseng ikut Tantangan Joget Cokelat yang diadakan Frisian Flag Indonesia, saya sekeluarga berkesempatan tur lima hari ke Bali. Ya, Bali! Destinasi wisata nomor satu di Indonesia, dan merupakan salah satu destinasi favorit wisatawan mancanegara. Alhamdulillah...

Memang awalnya saya sekedar iseng saja mengikuti lomba joget tersebut. Katakanlah iseng-iseng berhadiah. Yang penting berpartisipasi, sembari mengajari semangat berkompetisi pada anak-anak. Seperti biasa, urusan menang-kalah saya serahkan pada yang paling berwenang membagi-bagi rejeki: Allah SWT.

Jujur saja saya sebenarnya malah lebih mengincar hadiah hiburan berupa smartphone. Soalnya hape istri rusak, tidak bisa diservis lagi. Untuk beli yang baru belum ada budget-nya. Kecuali kalau mau beli hape biasa yang cuma bisa buat telepon dan SMS.

Eh, kejutan kami terima pada 18 September 2016. Dalam pengumuman resmi yang mundur sepekan dari rencana awal, Frisian Flag menampilkan nama saya sebagai salah satu dari tiga pemenang utama. Hadiahnya tur lima hari empat malam di Bali. Hore!


Takut Anjing di Bandara Semarang
Tur Cokelat Bali bersama Frisian Flag Indonesia dimulai 6 Oktober 2016. Tapi saya sekeluarga sudah berangkat sejak tanggal 5 Oktober malam. Maklum, kami harus ke Semarang terlebih dahulu untuk berkumpul bersama rombongan dua pemenang utama lain di Jakarta. Barulah dari Jakarta kami berangkat bersama-sama ke Bali.

Oleh Smailing Tour yang mengorganisir tur ini, kami diambilkan penerbangan paling pagi dari Semarang. Jam 06.00 WIB. Artinya, kami sudah harus tiba di Bandara Ahmad Yani selambat-lambatnya jam 04.30 WIB. Perjalanan Pemalang-Semarang sekitar tiga-empat jam, tergantung kondisi keramaian jalan.

Idealnya kami berangkat ke Semarang jam satu malam, tapi tidak ada jadwal kereta jam segitu. Lagipula dari rumah ke stasiun tidak bisa dibilang dekat. Siapa yang mau mengantar ke stasiun tengah malam buta? Opsi paling masuk akal rental mobil plus sopir. Tapi rupanya tidak ada juga yang mau berangkat jam 12.00 malam. Jadilah kami berangkat dari Pemalang kira-kira jam setengah 10.

Jalanan rupanya sepi, jadi hanya membutuhkan waktu tiga jam lebih sedikit kami sudah sampai di Bandara Ahmad Yani. Jam di hape saya belum menunjukkan angka 01.00 WIB sewaktu kami turun dari mobil di droping zone bandara. Saya langsung tahu ini bukan kondisi ideal bagi anak-anak.

Suasana ruang tunggu bandara sepi sekali, serta sedikit gelap. Seluruh loket maskapai tutup, demikian pula gerai-gerai komersial yang ada di sana. Tidak tampak petugas keamanan di sekitar lokasi parkir dan ruang tunggu. Tapi ada beberapa calon penumpang duduk-duduk dan sebagian lagi tidur di bangku-bangku panjang.

Kami pun memilih tempat agak di tengah supaya lebih terlindung dari angin malam. Anak-anak awalnya duduk nyaman di bangku. Diandra malah sudah membaringkan badannya berbantal tas istri. Tapi mereka langsung mengkerut ketakutan begitu seekor anjing berjalan mendekat. Ya, anjing liar di ruang tunggu bandara. Wow!

Mungkin karena kami membawa makanan, si anjing terus duduk di dekat kami. Bahkan sempat tidur melingkar di bawah kursi yang kami duduki. Damar sampai hampir menangis sewaktu kakinya dicium-cium anjing berbulu hitam tersebut. Apa boleh buat, kami yang harus mengalah. Kami pindah tempat duduk. Perbekalan makanan saya masukkan ke dalam tas agar baunya tak terlalu menyengat di hidung si anjing.

Untunglah anjing berbulu hitam itu akhirnya menjauh, lalu tidur di bawah kursi agak jauh dari kami. Cuma anak-anak sudah terlanjur hilang kantuknya. Mereka tidak bisa tidur sampai pintu masuk bandara dibuka sekitar jam setengah lima pagi itu.

Asyik Bermain di Terminal 3 Ultimate
Begitu pintu masuk bandara dibuka, kami langsung saja ke ruang tunggu dalam. Ini kali kedua kami ke Bandara Ahmad Yani, tapi merupakan yang pertama datang sebagai calon penumpang. Jadi baru pagi itu kami tahu bagian dalam bandara. Tidak sebesar Bandara Soekarno-Hatta yang sudah sangat kami akrabi, tapi Bandara Semarang terlihat menyenangkan untuk anak-anak.


Ada taman buatan di bagian tengah ruang tunggu. Begitu melihat taman ini Damar langsung beraksi, minta difoto. Kami juga foto-foto di set Lawang Sewu yang ada di pojokan ruang tunggu. Habis itu gantian Damar yang pinjam kamera, mau foto-foto katanya. Bosan hunting foto dia kemudian mengajak saya melihat kesibukan di apron. Ada tiga penerbangan jam 06.00, jadi apron terlihat sangat sibuk.

Kira-kira jam enam kurang seperempat, kami pun dipanggil naik ke pesawat. Ini kali pertama istri dan anak-anak naik Garuda Indonesia. Mereka sangat excited sekali, terlebih sebelumnya sudah saya ceritakan bedanya naik Garuda dengan maskapai lokal lain. Rupanya sampai di pesawat anak-anak mendapat kejutan lain: boneka Pilo nan lucu!

Penerbangan Semarang-Jakarta berjalan lancar. Langit cerah sekali pagi itu. Sepanjang perjalanan Damar dan Diandra asyik bermain game di monitor LCD di hadapan mereka. Saya sendiri menyibukkan diri dengan merekam tingkah polah mereka berdua, plus ibunya yang masih bingung menggunakan tivi kecil tersebut.



Sampai di Bandara Soekarno-Hatta, istri dan anak-anak dibuat terkagum-kagum oleh megah dan luasnya Terminal 3 Ultimate. Saya sendiri sudah pernah ke terminal ini sewaktu berangkat ke Lampung bersama Sunpride, Agustus lalu. Tapi tetap saja saya ikut kagum. Apalagi ada beberapa perubahan di terminal kedatangan yang belum saya tahu.

Baca juga: Olahraga Pagi di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta

Damar langsung saja berlari-lari kesenangan begitu sampai di lajur kedatangan menuju pintu keluar. Karena akan transfer ke Denpasar, kami naik ke lantai atas. Dan lagi-lagi dibuat bengong oleh keluasan terminal baru ini. Damar dan Diandra berlarian lagi, loncat-loncat di sofa, berteriak-teriak. Dibilang norak ya biarlah, yang penting anak-anak senang. Hehehe...

Saya lalu mengarahkan anak-anak ke play zone. Luasnya hanya secuil, tapi sudah cukup bagi Damar dan Diandra untuk beraksi. Lagi-lagi, anak-anak saya paling heboh sendiri. Beberapa calon penumpang yang ada di sekitaran play zone sampai menengok ke arah kami. Harap maklum ya, kami orang kampung. :D

Karena keasyikan main, anak-anak susah sekali diajak pindah ke ruang tunggu gate tempat pesawat kami akan terbang. Kami saat itu di ruang tunggu Gate 14, sedangkan menurut buku panduan yang dibagikan oleh penyelenggara tur kami akan berangkat dari Gate 4. Terbayang kan jauhnya? Mana belum mandi dan ganti baju lagi.

Jam setengah sembilan lewat kami masih antri di toilet ruang tunggu Gate 14. Sementara kami sudah harus berada di gate keberangkatan jam 09.00 WIB. Boarding time sendiri jam 09.15 WIB. Tiba-tiba saya merasa tegang sendiri. Masa iya sudah sampe Bandara Soekarno-Hatta terus kami ketinggalan pesawat karena telat?

Waterblow di Nusa Dua, destinasi pertama dalam Tur Cokelat Bali bersama Frisian Flag Indonesia. Sayang, yang ada cuma water-nya saja, karena air laut sedang surut blow-nya tidak muncul.
Dapat Boneka Hewan Lucu Lagi
Rupanya penerbangan GA404 Jakarta-Denpasar delay. Lalu keberangkatan tidak dari Gate 4 seperti tertulis di buku panduan yang dikirim agency Frisian Flag Indonesia, melainkan dari Gate 11. Syurkurlah...

Tadinya saya sudah berjalan cepat, dan anak-anak setengah berlari. Lucu aja kalo sudah sampe bandara tinggal naik pesawat tapi kami ketinggalan. Untunglah malah ditunda karena alasan teknis. Waktu yang ada dimanfaatkan untuk pengambilan gambar video dokumentasi. Oh iya, ada Micky Octapatika alias Micky AFI 2 sebagai bintang tamunya lho. Tadinya saya kira Indra Bekti sih, hihihi...

Jeleknya, delay membuat anak-anak bosan karena menunggu lebih lama. Damar sampai tertidur di sofa. Tidur nyenyak sekali dan tidak mau bangun sewaktu pintu boarding dibuka. Saya pun harus menggendongnya hingga ke tangga pesawat, di mana dia terbangun oleh suara keras mesin pesawat.

Sama seperti penerbangan GA231 Semarang-Jakarta, di penerbangan Jakarta-Denpasar anak-anak kembali mendapat hadiah boneka lucu dari pramugari. Kali ini dapat dua boneka berbeda. Damar memilih boneka Modo si Komodo, Diandra memilih boneka Hara si Harimau Sumatera. Senangnya...

Lalu kami juga mendapat hidangan makan siang. Menunya pas sekali kegemaran Damar: nasi goreng ayam. Sayangnya Diandra tertidur, jadi tidak bisa ikut merasakan lezatnya nasi goreng ala Garuda.

Sampai di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai cuaca cerah ceria. Kami turun pesawat dengan rasa keingin-tahuan yang luar biasa. Terbayang tempat-tempat yang akan kami kunjungi selama lima hari empat malam di Bali. Kami sudah tidak sabar! Tapi berhubung bakal panjang sekali kalau diceritakan semua dalam satu posting, kita sudahi dulu sampai di sini ya.

Di posting berikutnya saya akan bercerita hari pertama kami di Bali, di mana kami makan siang di The Pirates Bay, Nusa Dua. Lalu dilanjutkan bermain-main pasir dan air laut di pantai, sebelum melanjutkan perjalanan ke Waterblow yang terletak tidak begitu jauh, dan ditutup dengan makan malam di Jimbaran.

Tunggu ya... :)
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 11, 2016 01:31

September 30, 2016

Inilah Alasan Kenapa Kamu Harus Menggunakan Jasa Catering

APAKAH kamu termasuk orang sibuk? Orang yang seharian berkutat dengan pekerjaan di kantor, mulai dari jam masuk kantor sampai jam pulang kerja atau bahkan lembur hingga malam. Saking sibuknya, untuk cari makan aja tidak sempat. Akibatnya, yang penting makan yang penting perut terisi, nggak peduli makanannya seperti apa.

Semakin padat aktivitas seseorang, biasanya cenderung untuk tidak mempermasalahkan apa yang mau dimakan. Padahal keseimbangan gizi sangatlah penting, terutama kalau kita mempunyai aktivitas padat. Jangan sampai kejadian collapsed di tengah-tengah menjalankan aktivitas karena perut kosong.

Itu sebabnya banyak pekerja kantoran memilih menggunakan jasa catering sebagai solusi. Tapi apa cuma itu alasan seseorang menggunakan jasa catering? Tentu saja tidak donk! Ada beberapa manfaat lain yang bisa kamu dapatkan dari jasa catering makanan di kantor.

Di bawah ini dijabarkan apa saja keuntungan menggunakan layanan catering. Simak ya...


1. Menghemat Pengeluaran
Kalau kamu menggunakan jasa catering, secara tidak langsung kamu sudah menghemat pengeluaran lho. Penghematan yang tidak boleh dibilang sedikit. Apalagi jika ditotal selama hari kerja dalam sebulan. Jumlahnya bisa sangat lumayan.

Dengan memakai layanan jasa catering kamu nggak perlu lagi mengeluarkan biaya sebesar kalau pergi ke restoran. Ingat, biaya makan bukan cuma harga menu yang kita pesan lho. Masih ada biaya transportasi setiap kali pergi mencari makan. Pertimbangkan juga biaya-biaya lain yang muncul karena harus melakukan perjalanan tersebut.

Sekarang bandingkan dengan catering. Dengan harga yang sudah fixed price, kamu dapat menikmati variasi makanan berbeda-beda setiap hari tanpa harus keluar kantor, pun tanpa memusingkan masalah biaya lain-lain. Hemat.

2. Menghemat Waktu
Coba ingat-ingat lagi, berapa lama waktu yang biasa kamu habiskan setiap kali keluar kantor mencari makan? Dengan kemacetan yang terjadi hampir setiap saat, pastinya tidak sebentar. Terlebih kalau kantormu berada di kawasan rawan macet. Untuk makan siang saja bisa habis berjam-jam di jalan. Tidak efisien.

Menggunakan jasa catering, waktumu tidak akan terbuang banyak di jalan. Kamu tidak perlu lagi berlama-lama di jalan cuma untuk pergi mencari makan. Kadang-kadang buat makannya cuma setengah jam, tapi perjalanannya bisa sejam lebih. Iya kan?

Kalau kamu sudah berlangganan catering, waktu yang biasanya habis untuk perjalanan mencari makan bisa dipergunakan buat menggarap yang lain. Atau sekedar menikmati waktu istirahat dengan benar-benar bersantai. Lebih efisien dan pastinya lebih asyik, bukan?

Bisa Diantar ke Lokasi Manapun
Bayangkan kamu bekerja di kantor yang sangat nyaman dimana semua fasilitas tersedia, kecuali tempat makan. Semua kenyamanan itu bakal terasa percuma bila setiap harinya kamu masih harus pusing hanya untuk mencari makan.

Nah, salah satu keuntungan menggunakan jasa catering adalah kamu tidak perlu repot-repot keluar kantor untuk mencari makan. Sebab perusahaan catering yang mengantar pesanan kita ke manapun kita mau. Tentu saja selama masih dalam jangkauan pengantaran tempat catering tersebut ya.

So, kamu tinggal duduk manis di meja kerja, tidak perlu keluar kantor, makanannya yang akan diantar sampai alamat. Lebih praktis.

Kebersihan Terjamin
Terkadang di sekitaran kantor terdapat warteg, tempat di mana kita bisa makan dengan harga terjangkau. Warteg seperti ini bisa jadi solusi memang, tapi kebanyakan warteg mengabaikan faktor kebersihan. Baik kebersihan lokasi, kebersihan peralatan makan-minum yang dicuci ala kadar, sampai kehigienisan bahan masakan.

Tidak yakin dengan kebersihan makanan di warteg dekat kantor? Tidak perlu khawatir. Jasa catering memiliki standar kebersihan yang tinggi, sebab kebersihan makanan merupakan tolok ukur keberhasilan sebuah perusahaan catering.

Sebuah perusahaan catering tidak akan main-main dengan soal kebersihan makanan, baik dari segi bahan masakan maupun penyajian. Terlebih bila target mereka kalangan karyawan kantor yang notabene dari kalangan menengah ke atas. Kalangan yang sangat mengutamakan kebersihan. Jadi, aman deh.

Gizi Seimbang
Membutuhkan waktu tidak sebentar untuk memasak makanan dengan gizi seimbang. Sementara bila kita memesan makanan cepat saji -- karena pertimbangan waktu, hampir bisa dipastikan kandungan gizinya tidak jelas. Sorry to say dan no offence ya, tapi sudah banyak yang mengatakan seperti itu.

Berbeda dengan jasa catering berkualitas, yang tentunya bakal memastikan keseimbangkan gizi dan nutrisi pada menu makanan yang kamu pesan, sehingga kamu tidak perlu khawatir soal ketercukupan gizi. Makan nggak cuma asal kenyang lho. Bekerja keras seharian membutuhkan energi tidak sedikit. Kalau makanan kita tidak bergizi cukup, itu dapat membahayakan kesehatan tubuh.


Jasa Catering Berkualitas
Butuh jasa catering berkualitas? Bingung mencari-cari mana yang sesuai dengan kebutuhan sekaligus budget makan harian kamu?

Tidak perlu lagi. Kini telah hadir marketplace jasa bernama Sejasa.com yang akan melayani segala kebutuhan kamu, termasuk soal mencari jasa catering. Tak cuma catering harian, kita juga bisa memesan catering untuk even pribadi seperti ulang tahun maupun even-even kantor. Ada pula catering khusus untuk anak-anak.

Sedang menjalani program diet sehingga tidak boleh makan sembarangan? Tinggal cari saja catering diet, lalu pilih yang paling sesuai dengan program dietmu.

Kamu juga bisa lihat di mana alamat perusahaan catering tersebut dan apakah kantormu masuk dalam wilayah layanan antar mereka. Bisa ditanyakan pula apakah ada biaya tambahan untuk memodifikasi menu dengan tambahan ini-itu, misalnya menambah irisan mentimun dan tomat atau tempe goreng.

Dari nasi boks sampai nasi tumpeng, semuanya dapat kamu pesan di Sejasa.com. Kamu juga diberi kemudahan untuk membandingkan harga, menu, sampai review dari beberapa penyedia jasa sebagai bahan pertimbangan. Jadi, kamu bakal semakin yakin untuk menggunakan jasa catering pilihanmu.

Oke, jadi sekarang nggak perlu bingung lagi cari makan siang di kantor ya? :)
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 30, 2016 21:30

6 Hari Lancar Cas Cis Cus Bahasa Inggris a la Desa Bahasa Borobudur


BELAJAR bahasa Inggris sejak SMP, ada juga yang malah sejak SD, tapi sampai lulus kuliah tetap nggak bisa berbahasa Inggris? Ini masalah klasik di Indonesia. Bahkan sarjana Bahasa Inggris pun mengalaminya. Kalau begitu, cobalah metode 6 Hari Lancar Cas Cis Cus Bahasa Inggris a la Desa Bahasa Borobudur ini.

Desa Bahasa Borobudur memang bukan desa sebenar-benarnya. Kampung atau dusun pun bukan. Luasnya tak ada satu RT malahan. Ini merupakan tempat kursus bahasa Inggris yang secara administratif terletak di Dusun Parakan, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Kalau Anda pernah ke Pare, Kediri, di sana terdapat satu wilayah yang disebut Kampung Inggris. Sama-sama mengajarkan bahasa Inggris, tapi dua tempat ini berbeda jauh dalam hal konsep. Dan mungkin juga metode pembelajaran.

Di Kampung Inggris Pare terdapat ratusan tempat kursus, tentu saja dengan ratusan metoda pembelajaran. Di Desa Bahasa Borobudur kita hanya akan menemui satu tempat kursus, yaitu yang diselenggarakan oleh Mr. Hani Sutrisno, founder lembaga pendidikan revolusioner ini.

Desa Bahasa Borobudur terletak tak jauh dari kawasan Candi Borobudur. Mr. Hani yang asli orang Magelang sendiri pada masa kecilnya berjualan kartu pos pada wisatawan asing di area candi. Dalam menawarkan dagangannya, Mr. Hani kecil menggunakan Bahasa Inggris yang jauh dari kata baik dan benar, berantakan sekali.

Ketika mendekati turis, Mr. Hani menawarkan dagangannya dengan mengatakan, “Buy me, Sir.” Maksudnya, sih, “Belilah dagangan (kartu pos) saya.” Cuma Mr. Hani kecil hanya tahu kata buy yang berarti “beli” dan me yang berarti saya. Toh, bermodal dua kata asing yang dipadukan secara serampangan ini Mr. Hani berani berinteraksi dengan bule.

Karenanya, ketika menyambut rombongan blogger Gandjel Rel dan penulis Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) dari Semarang pada 24 September 2016 lalu, Mr. Hani menekankan pentingnya keberanian berbicara sebagai modal utama menguasai Bahasa Inggris.

Latar belakang Mr. Hani, serta pengalamannya dalam mempelajari Bahasa Inggris secara otodidak inilah yang kemudian melahirkan sebuah metode pembelajaran unik dan menarik. Metode pembelajaran revolusioner yang membantu kita menguasai Bahasa Inggris lebih cepat secara menyenangkan.


Melibatkan Anggota Badan
Tidak berlebihan jika metode pembelajaran Bahasa Inggris di Desa Bahasa Borobudur ini dikatakan revolusioner. Berbeda dengan sekolah-sekolah formal, pembelajaran bahasa Inggris di Desa Bahasa Borobudur lebih menekankan pada praktik. Materi disampaikan secara menyenangkan dengan melibatkan semua anggota tubuh untuk memaksimalkan daya ingat.

Sebagai contoh, untuk menunjukkan “I” (saya) diperagakan dengan menunjuk ke diri sendiri. Lalu “You” (Anda) diperagakan dengan menunjuk ke depan, “We” dengan membentangkan kedua telapak tangan ke depan, “They” dengan membuat lingkaran besar menggunakan kedua tangan, “He” (dia laki-laki) menunjuk ke samping kanan, dan “She” (dia perempuan) menunjuk ke kiri.

Ada pula gerakan-gerakan untuk menghapal 16 tenses. Digunakan gerakan-gerakan tertentu yang masing-masing menggambarkan keterangan waktu (time) dan kejadian (event). Kedua tangan dipergunakan secara aktif, dikombinasikan, membentuk paduan gerakan yang mewakili ke-16 tenses dalam bahasa Inggris.

Ada empat pembagian waktu, yakni present (sekarang), past (lampau), future (yang akan datang), dan past-future (membicarakan masa depan dari perspektif masa lalu). Sedangkan kejadian ada tiga, yakni simple (sederhana), continous (berkelanjutan), dan perfect (sempurna).

Present time diperagakan dengan jari telunjuk yang menunjuk ke bawah di depan dada. Lalu past time diperagakan dengan menunjuk ke belakang, future time menunjuk ke depan, dan past-future time menunjuk ke belakang lalu ke depan.

Untuk simple diperagakan dengan membentuk lingkaran menggunakan jari telunjuk dan jempol, seperti bahasa tubuh “oke.” Sedangkan continous diperagakan dengan menggerakkan telapak tangan di depan dada, dan perfect diperagakan dengan dua jempol ke depan.

Jadi, untuk Simple Present Tense diperagakan dengan membentuk lingkaran menggunakan jari telunjuk dan jempol, lalu dilanjutkan dengan menunjuk ke bawah di depan dada. Lebih lengkapnya bisa dilihat dalam video di bawah (tunggu dulu ya, belum selesai upload-nya. Hehehe).

Sabar ya... :)

Saya bersama teman-teman blogger Gandjel Rel dan komunitas IIDN mendapat kesempatan mempraktikkan cara ini. Awalnya membingungkan, tapi setelah beberapa kali dicoba cara ini terbukti membuat kami yang rata-rata sudah berumur lebih mudah mengingat-ingat ke-16 tenses.

Luar biasa!

Jadi Destinasi Liburan Edukatif
Metoda belajar Bahasa Inggris nan unik dan menyenangkan menarik minat banyak orang untuk datang ke Desa Bahasa Borobudur. Mulai dari perorangan sampai instansi, semuanya ingin merasakan keampuhan cara belajar yang diterapkan Mr. Hani. Dan, sebagian besar dari mereka merasa puas akan hasil yang dicapai.

Mr. Hani bercerita, ada salah satu siswa yang awalnya mengambil paket 6 hari. Namun saking senangnya dengan metoda pembelajaran dan suasana yang ada di Desa Bahasa Borobudur, siswa tersebut menambah waktu belajarnya.

Lain lagi cerita salah satu instruktur yang mengantar kami berkeliling Desa Bahasa Borobudur. Menurut mas-mas yang juga anggota kelompok musik angklung ini, ada siswa yang karena terlalu asyiknya sampai tak sadar waktu belajarnya sudah habis dan ia harus pulang.

Secara umum, siswa-siswi Mr. Hani merasa enjoy melahap materi demi materi yang disampaikan setiap hari. Metode pembelajaran yang lebih mengedepankan fun dan dibumbui permainan membuat Bahasa Inggris tak lagi sulit dicerna. Sebaliknya, menjadi sangat mudah dipelajari.

Oya, di Desa Bahasa Borobudur memang ada paket-paket pembelajaran dengan durasi selama 6 hari, 10 hari, dan sebulan. Paket-paket ini dikemas dalam bentuk kegiatan eduwisata, edukasi dan wisata. Sehingga tak hanya belajar, siswa juga akan dibawa berwisata ke beberapa titik menarik di seputaran Candi Borobudur.



Begini suasana pembelajaran di Desa Bahasa Borobudur. Kelas-kelas terbagi dalam kelompok kecil, belajar bersama secara aktif dengan penekanan pada praktik percakapan. FOTO: Eko Nurhuda/bungeko.com
Beberapa kegiatan dalam paket 6 hari misalnya adalah tour de village alias berkeliling desa. Kemudian siswa juga akan diajak hunting turis asing di sekitaran Candi Borobudur untuk praktik speaking. Selain di candi, praktik speaking biasa dilakukan di tempat-tempat penjualan cinderamata. Sebagai selingan, siswa diajak naik dokar, tur keliling kota, sampai rafting atau arung jeram di sungai.

Untuk menampung siswa-siswi yang berasal dari luar Magelang, Desa Bahasa Borobudur bekerja sama dengan penduduk setempat dalam menyediakan penginapan. Siswa-siswi diinapkan di rumah-rumah penduduk setempat dan berbaur dengan pemilik rumah.

6 Hari Lancar Cas Cis Cus
Nah, bagi kita yang belum bisa belajar langsung ke Desa Bahasa Borobudur, Mr. Hani baru saja meluncurkan buku terbaru berjudul 6 Hari Lancar Cas Cis Cus Bahasa Inggris a la Desa Bahasa Borobudur. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Indonesia Tera dan beredar di toko-toko buku sejak Agustus 2016.

Saya dan teman-teman blogger yang ikut dalam kunjungan ke Desa Bahasa Borobudur ini beruntung sekali masing-masing mendapat satu eksemplar gratis untuk dibawa pulang. Lumayan untuk memperlancar cas cis cus sembari mengumpulkan biaya mengikuti program eduwisata enam hari. Hehehe...

Sesuai judulnya, buku ini berisi materi-materi yang diajarkan di Desa Bahasa Borobudur. Metode pembelajaran 6 hari dalam buku sudah teruji pada lebih dari 15.000 siswa yang pernah belajar langsung ke Magelang. Metode ini juga sudah dipatenkan di Kementerian Hukum dan HAM RI lho.

Mungkin banyak yang bertanya, benarkah kita bisa menguasai Bahasa Inggris hanya dalam 6 hari? Sedangkan mereka yang sudah belajar bertahun-tahun sekedar mengingat-ingat 16 bentuk tense pun kesulitan.

Mr. Hani punya jawabannya. Dalam buku ini beliau membeberkan tiga modal utama belajar Bahasa Inggris. Ketiganya adalah motivasi, metodologi, dan sistem.



Mr. Hani Sutrisno memberikan eksemplar pertama buku 6 Hari Lancar Cas Cis Cus Bahasa Inggris a la Desa Bahasa Borobudur kepada Mbak Dewi "Dedew" Rieka sebagai perwakilan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) sekaligus komunitas blogger Gandjel Rel. FOTO: Eko Nurhuda/bungeko.com
Di Desa Bahasa Borobudur, hal pertama yang dilakukan oleh instruktur adalah mengubah mind set peserta. Sebelum masuk ke sesi pelajaran selalu ditanamkan bahwa Bahasa Inggris itu mudah, cepat, dan menyenangkan. Inilah yang menjadi motivasi sehingga proses belajar terasa lebih mudah.

Untuk metodologi, Mr. Hani mengembangkan lebih dari 100 metode baru untuk menguasai Bahasa Inggris secara aktif. Hebatnya, semua metode tersebut suidah mendapatkan sertifikat dari Kemenkum HAM sehingga hanya bisa didapatkan di Desa Bahasa Borobudur. Tidak ada di tempat lain, eksklusif!

Mengenai sistem, Desa Bahasa Borobudur punya pola belajar tersistem yang mampu menjaga semangat peserta dari hari ke hari, dari level satu ke level berikutnya. Sehingga meskipun proses pembelajaran dilakukan full day, dari pagi hingga sore dengan jeda sejenak untuk makan dan beribadah, peserta tak merasa jenuh.

Bermodal tiga hal itulah belajar Bahasa Inggris selama 6 hari saja dapat meningkatkan kemampuan peserta secara signifikan. Setidaknya peserta dijamin berani praktik ngomong, tak lagi memikirkan benar-salah. Bercakap-cakap langsung dengan native speaker pun bukan lagi khayalan semata.

Idealnya sih memang belajar langsung di Desa Bahasa Borobudur ya. Tapi kalau karena satu dan lain hal kita belum bisa ke sana, baca saja dulu buku 6 Hari Lancar Cas Cis Cus Bahasa Inggris a la Desa Bahasa Borobudur karya Mr. Hani Sutrisno ini. Jangan lupa praktik, agar enam hari berikutnya kita bisa lancar cas cis cus berbahasa Inggris.

So, are you ready to cas cis cus fluently in English?
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 30, 2016 06:30

September 28, 2016

Tips Hemat Belanja Online: Cek dan Bandingkan Harga sebelum Membeli!

BELANJA online semakin digemari masyarakat Indonesia. Setidaknya ini terlihat dari nilai transaksi e-commerce yang terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Angkanya sangat menggiurkan lho. Menurut data yang dirilis Bank Indonesia, nilai transaksi e-commerce sepanjang tahun 2014 mencapai Rp 34,9 triliun. Wow!

Itu dua tahun lalu. Angka tersebut meningkat menjadi Rp 46,85 triliun di tahun 2015. Karenanya awal tahun ini Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara memprediksi nilai transaksi e-commerce pada 2016 bakal menembus angka Rp 64,4 triliun. Wow kuadrat deh.

Saya sendiri turut meramaikan tren belanja online, baik sebagai penjual maupun pembeli. Dan, sepertinya saya lebih sukses di kategori kedua alias lebih sering berbelanja ketimbang berjualan. Hehehe.

Ya, mau beli apapun saya selalu buka internet terlebih dulu. Apalagi kalau barang yang dicari ternyata belum ada di Pemalang. Kota kecil seperti Pemalang update-nya lebih lambat dibanding kota-kota besar. Saat teman-teman "pamer" foto-foto selfie hasil jepretan hape Asus Zenfone 3 yang tengah jadi buah bibir itu, barangnya entah kapan sampai di sini.

Saya pernah punya pengalaman begitu. Ceritanya saya dapat informasi mengenai sebuah kamera baru yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan kantong maksudnya. Setelah menjelajahi berbagai referensi di internet, saya lalu mencari-cari kamera tersebut ke semua toko elektronik yang ada di sini. Hasilnya, nihil! Penjaga toko hanya bisa bengong, sedangkan bosnya cuma bisa bilang barangnya belum masuk.

Jangankan produk rilisan baru. Produk yang sudah lama beredar di pasar pun belum tentu ada. Contohnya ketika saya mencari boom mic untuk keperluan produksi video. Ada satu merek yang paling direkomendasikan di berbagai forum. Kualitasnya bagus, namun harganya sangat terjangkau. Sayang, di Pemalang mik tersebut tidak ada yang jual.

So, inilah alasan kenapa saya lebih suka berbelanja online. Rantai distribusi sebuah produk seringkali tak sampai ke Pemalang. Sehingga saya biasa mencarinya di toko-toko online yang rata-rata berbasis di Jakarta.


Bisa Cari Harga Terbaik
Selain dua hal tersebut, ada satu lagi alasan utama saya lebih suka berbelanja online: mudah membandingkan harga. Ini penting karena sebagai pembeli kita ingin mendapatkan harga terbaik. Dan kita tahu produk yang sama tak jarang ditawarkan dengan harga berbeda-beda oleh banyak penjual. Kalau ada yang murah, kenapa pula harus bayar mahal?

Membanding-bandingkan harga ini saya rasa sudah jadi kebiasaan sejak manusia pertama kali kenal transaksi jual-beli. Prinsip ekonomi "membayar sesedikit mungkin untuk mendapatkan sebanyak mungkin" sebenarnya merupakan watak dasar manusia. Karenanya dalam perdagangan muncul tawar-menawar karena pembeli ingin mendapatkan harga serendah-rendahnya, sedangkan pedagang ingin dapat untung setinggi-tingginya.

Nah, di dunia e-commerce tawar-menawar ini nyaris tidak ada. Atau malah tidak ada sama sekali. Kalau kita belanja di toko online yang seluruh proses pembeliannya dilakukan hanya dengan memencet-mencet mouse, kita bahkan tidak bisa berinteraksi dengan penjual. Kita dilayani sepenuhnya oleh sebuah sistem komputer yang berjalan secara otomatis.

Mana bisa sistem komputer diajak tawar-menawar. Untuk mengakalinya, kita harus rajin membanding-bandingkan harga antara satu toko dengan toko lain, antara satu marketplace dengan marketplace lain. Begitu dapat harga paling rendah, langsung deh eksekusi gak pake lama! Hehehe...

Sewaktu mencari kamera saku beberapa bulan lalu, saya membuka nyaris semua marketplace top lho untuk membanding-bandingkan harga. Bukalapak, Tokopedia, Lazada, Elevenia, Blanja.com, Blibli.com, MatahariMall.com, you name it. Saya buka satu-satu. Begitu dapat harga termurah di marketplace tersebut, halaman penawaran itu saya bookmark, lalu membuka marketplace lainnya. Begitu seterusnya.

Setelah itu halaman-halaman harga termurah yang sudah di-bookmark tadi saya buka bersama-sama. Jadi, untuk berbelanja satu kamera saja saya membuka banyak sekali tab di Google Chrome. Saya banding-bandingkan, mencari yang termurah dari yang paling murah. Sampai akhirnya saya memutuskan membeli kamera tersebut di sebuah marketplace.

Untungnya, berbelanja online tak mengharuskan saya bepergian ke sana-sini. Mengunjungi banyak toko sekaligus cukup dilakukan di depan laptop. Membanding-bandingkan harga dari satu toko ke toko lain juga hanya bermodal jari-jemari. Praktis. Saya pun bisa window shopping sembari merampungkan pekerjaan, atau sambil mengasuh anak.


Cara Mudah Bandingkan Harga
Toh, sempat berpikir juga alangkah enaknya kalau saya tak perlu membuka-buka begitu banyak tab hanya untuk membandingkan harga. Saya berkhayal ada satu layanan di mana saya cukup membuka satu halaman, mengetikkan nama produk yang diinginkan, lalu layanan tersebut menyajikan toko dengan harga termurah.

Kira-kira sama seperti Google. Kita ketikkan satu kata kunci, lalu Google menampilkan situs-situs yang berkaitan dengan kata kunci tadi. Semakin relevan situs tersebut dengan kata kunci yang kita ketik, semakin tinggi posisinya di halaman hasil pencarian.

Sekarang bayangkan kalau kata kunci itu adalah nama produk, dan layanan pembanding harga yang saya idam-idamkan secanggih Google. Begitu kita ketik "iPhone 6" misalnya, maka layanan tersebut menampilkan deretan toko penjual hape tersebut. Toko dengan harga termurah berada paling atas. Asyik, bukan?

Eh, rupanya layanan seperti itu sudah ada, Kawan-kawan. Namanya Priceza. Persis seperti yang saya bayangkan, di sini kita cukup mengetikkan nama produk, lalu muncullah toko-toko yang menjual produk itu di halaman hasil pencarian. Kita tinggal melihat-lihat toko mana yang memberikan penawaran terbaik.

Saya lantas iseng mengetikkan "iPhone 6" pada kolom pencarian Priceza.co.id. Tara! Posisi paling atas diisi oleh penawaran seharga Rp5.999.000. Ini big deal banget, sebab handphone terbaru Apple ini harga pasarannya Rp7.000.000 ke atas.


Enaknya menggunakan layanan Priceza, kita langsung tahu di marketplace mana saja penawaran termurah tersebut bisa didapatkan. Klik tombol “Bandingkan Harga” untuk melihat lebih detil harga-harga yang ditawarkan masing-masing marketplace.

Di halaman baru, kita dapat melihat juga bagaimana reputasi masing-masing penjual di setiap marketplace dengan melihat rating berupa bintang berwarna merah di sebelah nama marketplace. Yang paling memanjakan pembeli, Priceza sampai menampilkan metode pembayaran yang dipakai masing-masing penjual, serta apakah ongkos kirimnya gratis atau tidak.


Kalau sudah sreg, tinggal klik saja tombol "Ke Toko" yang ada di bagian samping kanan. Sistem Priceza akan membawa kita ke marketplace bersangkutan, tepat di halaman di mana penjual memajang iPhone 6 tersebut. Jadi, transaksi tetap dilakukan dengan penjual, di marketplace tempat penjual bersangkutan memajang produknya.

Oya, layanan pembanding harga ini bisa dipakai secara gratis lho. Kita bahkan tidak harus mendaftarkan diri sebagai member Priceza terlebih dahulu. Cukup buka www.priceza.co.id, lalu cari produk yang diinginkan, selanjutnya Priceza akan melakukan yang terbaik demi menunjukkan harga paling rendah untuk kita.

Pembanding Harga Terbaik
Dengan layanan gratis yang sangat membantu para online shoppers ini, tak heran jika pertumbuhan Priceza terhitung cepat. Perusahaan ini didirikan oleh tiga insinyur sains Thailand pada Januari 2010. Ketiga penggagasnya bernama Thanawat Malabuppa, Vachara Nicatatphand, dan Wirod Supadul.

Thailand jadi pasar pertama yang digarap Priceza. Di masa-masa awal ini perusahaan-perusahaan besar seperti Lazada, Zalora, Central Group, Groupon, dan Rakuten berhasil dirangkul. Tak heran bila jumlah pengunjung Priceza langsung terdongkrak naik oleh banyaknya calon pembeli yang ingin melakukan perbandingan harga.

Setahun berjalan, jumlah pengunjung menembus angka sejuta per bulan. Tahun berikutnya jumlah kunjungan berlipat ganda menjadi dua juta visit. Pengoperasian Priceza Indonesia sejak Mei 2013 membuat pengunjung semakin banyak. Per Agustus 2013 angka pengunjung Priceza (gabungan Thailand dan Indonesia) mencapai 3,8 juta visit per bulan. Sebuah pencapaian hebat untuk ukuran start up dengan kemampuan "hanya" membandingkan harga.

Perkembangan Priceza menarik minat investor untuk menanamkan dana. September 2013, sebuah perusahaan penanaman modal asal Jepang bernama CyberAgent Ventures menyuntikkan investasi yang, sayangnya, tidak disebutkan berapa besarnya. Kesepakatan ini menjadikan Priceza perusahaan pertama di Thailand yang didanai oleh CyberAgent Ventures.


Tahun 2014, Priceza memperkenalkan platform multi-device. Layanan pembanding harga tak cuma bisa dinikmati di web, tapi juga melalui aplikasi mobile di smartphone. Sebuah keputusan bijak, sebab tren penggunaan PC kian tergerus oleh semakin tingginya angka pengguna mobile device.

Di tahun tersebut, Priceza memiliki data 5.000 toko di Priceza Thailand dan 5.000 toko lagi di Priceza Indonesia, dengan jumlah produk sebanyak 1,6 juta di Thailand dan dua juta di Indonesia. Totalnya 3,6 juta produk. Ini jumlah yang sangat banyak!

Pencapaian demi pencapaian yang diraih Priceza dalam empat tahun perjalanannya berbuah penghargaan. Tahun 2015, layanan ini mendapatkan Asia-Pasific ICT Alliances Award. Di tahun yang sama Priceza melakukan ekspansi ke empat negara lain di Asia Tenggara: Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Langkah tersebut membuat gabungan jumlah kunjungan melonjak menjadi 9 juta/bulan.

Tak heran bila kemudian Priceza dilirik oleh Hubert Burda Media, sebuah perusahaan investasi terkemuka asal Jerman. Priceza mendapat kucuran dana tidak sedikit, siap menjadikan situs ini sebagai shopping search engine dengan fitur pembanding harga terbaik di Asia Tenggara.

*****
Ah, kok, jadi melantur kemana-mana. Singkat kata, tips dasar agar bisa hemar saat belanja online adalah rajin-rajin mengecek dan membanding-bandingkan harga sebelum membeli. Dengan demikian kita bisa mendapatkan penawaran terbaik. Ingat pedoman pentingnya: kalau bisa bayar murah kenapa harus bayar lebih mahal.

Kini membanding-bandingkan harga tidak lagi ribet. Tidak dibutuhkan banyak waktu dan kuota internet. Sebab kita tak perlu buka-buka banyak tab seperti yang pernah saya lakukan. Tak perlu juga mem-bookmark halaman berisi penawaran termurah di tiap-tiap marketplace.

Dengan Priceza kita dapat melakukan perbandingan harga secara praktis, efisien, dan cepat. Jadi, kalau mau hemat selalu cek harga dari toko-toko online sebelum berbelanja!

=============
Referensi:
http://www.tribunnews.com/techno/2016...
http://www.cnnindonesia.com/teknologi...
http://www.money.id/digital/2016-tran...
http://www.cyberagentventures.com/en/...
https://en.wikipedia.org/wiki/Hubert_...
http://www.priceza.co.id/guide/Berita...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 28, 2016 01:00

September 17, 2016

Mimpi Berlibur ke Pangkalpinang

"MAMPIRLAH sekalian ke Pangkalpinang, Ko. Kito jalan-jalan di sini," undang Ryan begitu tahu saya akan ke Palembang, pertengahan Mei lalu. Undangan yang menarik sebenarnya. Sayang sekali saya harus mengikuti agenda yang telah ditentukan pihak pengundang, sehingga tak bisa menyempatkan waktu mampir ke sana-sini. "Sori nian, Yan. Kagek lain kalilah aku mampir," balas saya.

Ryan yang nama lengkapnya Novrian Saputra adalah teman SMA saya di Muara Bulian, Jambi. Ia sebenarnya adik kelas, namun kami satu grup di band sekolah. Dia vokalis, saya pegang alat. Kontrakan saya dekat sekali dengan rumahnya, jadi kami sangat akrab karena nyaris setiap hari bermain bersama. Saya juga kenal dengan saudara-saudaranya, dan beberapa kali bertemu dengan bapak-ibunya.

Selepas SMA saya tak lagi mendengar kabar mengenai Ryan. Kami hilang kontak selama belasan tahun, sampai kemudian Facebook mempertemukan kami. Rupanya ia balik kampung ke Pulau Bangka, dan kini menjadi wakil ketua KPID setempat. Hubungan kami semakin intens semenjak Dodi Rozano yang ternyata adiknya menjadi kontestan The Voice Indonesia.

Awalnya saya tidak hirau sama sekali dengan acara The Voice Indonesia ini. Sampai suatu ketika status Ryan di Facebook membuat sikap saya berubah. Ryan rajin sekali menggalang dukungan untuk Dodi, membuat saya ikut-ikutan memberi support via media sosial.

Aih, Dodi yang itukah? Batin saya sembari mengingat-ingat masa lalu di Muara Bulian.

Semasa kami di Muara Bulian, Dodi masih sangat kecil. Kalau tak salah usianya kisaran 4-5 tahun. Yang jelas dia belum sekolah waktu itu. Dodi kecil sering saya lihat tengah bermain-main bersama teman-temannya di halaman rumah. (Baca kisah lengkapnya di posting Sekelumit Kenangan bersama Dodi Rozano ).

Interaksi intens dengan Ryan dan juga Dodi setelah sangat lama tak bertegur sapa waktu itu membuat saya jadi berkhayal untuk berlibur ke Pangkalpinang. Kapan ya terwujud?


Berawal dari Timah
Dari Ryan-lah saya pertama kali mengenal Pulau Bangka, utamanya Kota Pangkalpinang. Ia sering bercerita tentang timah yang sempat jadi komoditas andalan daerah ini. Komoditas yang menjadi akar sejarah terbentuknya Kota Pangkalpinang.

Timah di Pulau Bangka sudah dieksplorasi sejak abad ke-16. Jauh sebelum bangsa Eropa mendarat di Nusantara, kongsi-kongsi asal Tiongkok sudah melakukan penambangan timah dengan seijin Sultan Palembang. Konon, timah Bangka memiliki kualitas sangat baik sehingga diminati dunia. Inilah yang mendorong Belanda menguasai Bangka.

Eksplorasi awal oleh bangsa Belanda dilakukan pada tahun 1710, dengan Muntok menjadi pusat kendali aktivitas pertambangan dan pengolahan timah.

Ketika Inggris berkuasa di Bangka, tahun 1813 East India Company menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu dari tujuh distrik eksplorasi timah. Enam distrik lainnya adalah Merawang, Toboali, Jebus, Klabat, Sungailiat, dan Belinyu. Sejak itulah Pangkalpinang dijuluki Kota Timah dan berkembang menjadi pusat perdagangan.

Lalu Belanda kembali berkuasa di Nusantara. Pangkalpinang dijadikan basis militer untuk menumpas perlawanan rakyat Bangka. Tahun 1913, pemerintahan kolonial Belanda memindahkan ibukota Karesidenan Bangka dari Muntok ke Pangkalpinang. Perpindahan tersebut disebabkan oleh temuan deposit timah nan melimpah di kawasan timur Bangka.

Di masa kemerdekaan, status Pangkalpinang terus berubah dari kota kecil pada tahun 1956, menjadi kotapraja dua tahun berselang, lalu berubah lagi menjadi kotamadya (1965), kotamadya daerah tingkat II (1974), sampai akhirnya ditetapkan sebagai Daerah Otonom Kota Pangkalpinang di tahun 1999.

Keberadaan Museum Timah di Pangkalpinang semakin menegaskan bahwa terbentuknya kota ini berawal dari timah. Di tempat inilah tersimpan sejarah panjang pertambangan timah sejak jaman kolonial Belanda. Benda-benda koleksi terkait aktivitas pertambangan juga ditampilkan. Mulai dari peralatan tambang jaman dulu, sampai produk-produk kerajinan berbahan timah.

Ada pula manuskrip awal penulisan sejarah Bangka. Museum juga dilengkapi dengan diorama dan lukisan-lukisan yang menggambarkan aktivitas pertambangan di jaman Belanda hingga masa modern.


Hobi selfie? Tenang, ada banyak spot menarik untuk narsis di Museum Timah. Terdapat beberapa diorama berukuran besar yang cocok dijadikan latar belakang foto. Atau bisa juga berfoto di depan lukisan besar yang menggambarkan suasana pertambangan jaman kolonial. Di bagian luar, ada lokomotif hitam di halaman depan museum yang tak kalah menarik.

Oya, Museum Timah ini merupakan satu-satunya museum tentang timah di Asia. Beberapa sumber bahkan menyebut satu-satunya di dunia. Yang pasti, bangunan buatan Belanda ini saksi kunci sejarah berdirinya Republik Indonesia. Di gedung inilah delegasi RI berunding dengan delegasi Kerajaan Belanda berkat mediasi Komisi Tiga Negara (KTN). Hasilnya adalah Perjanjian Roem-Roijen yang diteken di Jakarta pada 7 Mei 1949.

Museum Timah tak cuma didatangi oleh wisatawan lokal lho. Banyak turis asal Belanda yang berkunjung ke tempat ini karena alasan asal-usul. Ada yang nenek moyangnya pernah bekerja di perusahaan timah di Bangka, beberapa lainnya malah lahir di Bangka sebelum dibawa pulang ke Belanda.

Selain Museum Timah, turis-turis Belanda tersebut biasanya mendatangi kerkhof atau pemakaman Belanda yang terletak sekitar 2 km di selatan museum. Di sini terdapat sekitar 102 makam, sebagian besar dalam kondisi rusak. Menurut pemetaan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi dan Balai Arkeologi Palembang, makam tertua berangka tahun 1800 dan yang termuda berangka tahun 1954.

Meski disebut makam Belanda, atau Pendem Belanda oleh penduduk setempat, tak semua yang dimakamkan di kerkhof ini orang Belanda. Data BP3 Jambi menyebutkan, dari sekian nisan yang bisa terbaca 25 buah diantaranya berbahasa Belanda, 10 berbahasa Jepang, dan 3 berbahasa Indonesia.

Sama halnya Museum Timah, keberadaan kerkhof di Jalan Hormen Maddati ini menjadi bukti peran strategis Pangkalpinang di masa lalu.


Bangka Botanical Garden
Masifnya aktivitas tambang timah di Bangka membuat beberapa bagian lahan di wilayah ini mengalami kerusakan parah. Kalau kita naik pesawat dan mendekati Bandara Depati Amir, terlihat bentangan alam berupa padang gersang dengan beberapa lubang besar. Tanaman sulit tumbuh akibat parahnya kerusakan tanah yang terjadi.

Sebagai bentuk kepedulian, sebuah perusahaan pertambangan timah bernama PT Dona Kembara Jaya melakukan gerakan pemulihan lahan tambang di kawasan Ketapang, Kota Pangkalpinang. Kegiatan ini diawali sejak tahun 2006, di atas lahan seluas 200 hektar.

Awalnya lokasi ini hanya untuk menanam bibit-bibit pohon yang akan dipakai mereklamasi lahan bekas tambang. Belakangan, pengelola kawasan kemudian mengembangkan lahan sebagai kompleks agrowisata terpadu. Di sini juga terdapat peternakan dan perikanan.

Lalu diperkenalkanlah Bangka Botanical Garden (BBG) sebagai destinasi wisata baru di Kota Pangkalpinang. Lahan yang dulunya rusak parah penuh lubang telah berubah menjadi kebun luas yang menyejukkan. Tempat ini segera saja menjadi favorit bagi pengunjung yang ingin merasakan ketenangan di tengah-tengah kehijauan pepohonan nan asri.

Begitu masuk ke area BBG, pengunjung disambut oleh deretan pohon cemara roro yang berjajar di kiri-kanan jalan tanah. Lebih ke dalam lagi terdapat rumah-rumah panggung berbahan kayu. Di sekitar rumah terdapat beberapa kolam berisi ikan nila, ikan mas, mujair, patin, dan kepiting.

Di bagian lain terdapat kebun buah naga. Di sini pengunjung dapat memetik buah naga yang matang langsung dari pohonnya. Mau dimakan di tempat juga boleh lho. Ada pula pohon kurma yang tumbuh subur dengan dahan-dahan menghijau. Jika sedang panen bayam, pengunjung juga boleh membeli sayur-sayuran segar tersebut untuk dibawa pulang.

Rekreasi di Bangka Botanical Garden kian lengkap dengan keberadaan kuda. Pengunjung dipersilakan menaiki kuda-kuda ini untuk mengelilingi area kebun. Pengelola menyiapkan pemandu yang siap membantu pengunjung mengendarai kuda.


Hewan lain yang dipelihara di di sini adalah sapi. Sapi jenis Friesland Holstein asli Belanda jadi populasi terbanyak. Sapi-sapi ini dibudi-dayakan sebab dikenal dapat menghasilkan susu terbaik. Pengunjung dapat menyaksikan proses pemerahan susu. Dan pada momen-momen tertentu susu-susu ini dibagikan secara gratis.

Berita baiknya, pengelola Bangka Botanical Garden tak mengutip bayaran sepeser pun pada pengunjung. Artinya, kita bisa menikmati seluruh kawasan agrowisata ini tanpa biaya. Wow!

Destinasi Liburan Impian
Sebenarnya mudah saja bagi saya untuk memenuhi undangan Ryan medio Mei lalu. Saya sudah berada di Palembang. Dari kota tersebut ada penerbangan langsung ke Pangkalpinang setiap hari. Ada pula kapal cepat dari Pelabuhan Boom Baru menuju ke Pelabuhan Muntok. Sayang disayang, waktu itu saya sudah terlanjur dibelikan tiket Palembang-Jakarta.

Keinginan mengunjungi Pangkalpinang kembali muncul saat Dodi Rozano masih bertahan di The Voice Indonesia. Saya ingin menyaksikan aksinya di atas panggung secara langsung, bukan di layar televisi atau melalui YouTube. Lagi-lagi keinginan ini gagal terwujud karena satu dan lain hal.

Hmmm, mudah-mudahan saja ada jalan lain yang mengantar saya ke Pangkalpinang. Reuni dengan Ryan bakal jadi agenda utama saya. Kami sudah tak bertemu sejak tahun 2000, alias 16 tahun lamanya! Lalu menyaksikan performa Dodi Rozano bersama Pesirah Band harus masuk daftar. Dodi sering mendapat tawaran tampil, jadi mumpung ke Pangkalpinang harus cari kesempatan untuk melihat aksinya.

Pendek kata, semua alasan di atas menjadikan Pangkalpinang sebagai destinasi liburan impian saya. Apalagi kota ini tergolong plesirable, alias punya banyak sekali destinasi wisata menarik untuk yang hobi plesir alias traveling.

Apa saja?

Penyuka keindahan alam bakal sangat dimanjakan dengan begitu banyaknya wisata pantai di kota ini. Kalau kalian pernah dibuat terpukau oleh Pantai Tanjung Tinggi dengan batu-batu granitnya dalam film Laskar Pelangi, pantai serupa itu dapat ditemui di Pangkalpinang.

Bersebelahan dengan Bangka Botanical Garden terdapat Pantai Pasir Padi. Di sini kita dapat melihat batu-batu granit nan eksotis di pantai. Ya, mirip seperti di Pantai Tanjung Tinggi yang jadi lokasi syuting Laskar Pelangi itu. Hanya ukuran batu-batunya lebih kecil.

Keunikan Pasir Pantai Padi terletak pada bentuk pasirnya. Tentu bukan tanpa alasan pantai ini dinamai Pasir Padi. Bentuk pasirnya memang seperti bulir-bulir padi yang panjang. Ini disebabkan kandungan pasir timah yang terdapat di pantai. Karenanya pasir di pantai ini lebih padat dari pantai-pantai biasanya sehingga nyaman untuk berjalan kaki, juga bisa dilalui kendaraan.

Selain menikmati pasirnya yang unik, pantainya yang landai, serta birunya air laut, pengunjung Pantai Pasir Padi dapat menyeberang ke sebuah pulau kecil nan indah bernama Pulau Punai. Pulau ini terbentuk dari bebatuan dan karang, berjarak sejauh kurang-lebih 200 meter dari bibir pantai. Jika air laut surut, kita dapat menyeberang ke Pulau Punai dengan berjalan kaki.

Yang menarik, Pemerintah Kota Pangkalpinang tengah merancang megaproyek bernama Pangkalpinang Waterfront City di Pantai Pasir Padi. Kelak, di seberang pantai bakal terdapat sebuah kota di atas daratan buatan seluas 1.700 hektar. Proyek bernilai Rp 2 triliun ini digagas sejak 2006, dan hingga kini terus digodog realisasinya.

Pasir Padi terletak sangat dekat dari Kota Pangkalpinang. Kira-kira berjarak 8 km dari pusat kota. Jadi, tidak sah mengunjungi Pangkalpinang kalau tidak main air laut di pantai ini.



Agak jauh dari kota, ada Pantai Sampur atau Pantai Samfur. Ciri khas pantai satu ini adalah keberadaan kelenteng Dewi Kwan Im, lengkap dengan patung besar sang dewi di salah satu bagian kelenteng. Kelenteng ini milik seorang tabib keturunan Tionghoa. Terdapat satu ruangan khusus pengobatan di mana sang tabib menjalankan praktik.

Satu lagi pantai di Pangkalpinang dengan ciri khas menarik adalah Pantai Tapak Antu atau Pantai Tapak Hantu. Disebut demikian karena pada bebatuan di pantai terdapat lubang-lubang berbentuk jejak kaki. Seperti jejak kaki manusia, namun berukuran lebih panjang. Penduduk setempat mempercayai bahwa lubang-lubang tersebut merupakan jejak kaki hantu. Karenanya dinamai Pantai Tapak Antu.

Tapi ada pula warga yang menamai pantai ini sebagai Pantai Tapak Dewa atau Pantai Telapak Kaki Dewa. Sebenarnya, secara administratif pantai ini berada di Desa Batu Berlubang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah. Namun jaraknya sangat dekat dengan Kota Pangkalpinang. Jika ditarik garis lurus, Pantai Tapak Antu hanya berjarak 6 km dari Bandara Depati Amir.

Cheng Beng dan Jl. Tony Wen
Tidak lengkap rasanya membahas Pangkalpinang tanpa menyinggung komunitas Tionghoa. Kota ini sudah lekat sekali dengan etnis Tionghoa. Kita akan dengan mudah menemukan kelenteng saat berjalan-jalan menyusuri kota. Salah satunya Kelenteng Kwan Tie Miaw, kelenteng tertua di Pangkalpinang dan Pulau Bangka.

Lalu ada Pemakaman Sentosa atau Tjung Hoa Kung Mu Yen, sebuah pekuburan seluas 19.945 meter persegi. Menjadikan kompleks pemakaman ini sebagai pemakaman Tionghoa terbesar se-Asia Tenggara. Di sinilah setiap tahun diadakan tradisi Qingming, atau Cheng Beng dalam dialek etnis Hokkian yang banyak terdapat di Pangkalpinang.

Tradisi Cheng Beng menjadi highlight budaya Tionghoa di Pangkalpinang, dan Pulau Bangka pada umumnya. Dalam perayaan tahunan ini warga etnis Tionghoa asal Bangka yang merantau ke luar daerah ramai-ramai mudik. Tujuan mereka hanya satu: ziarah kubur. Cheng Beng sendiri bermakna "bersih-bersih kubur" sehingga dalam tradisi ini Pemakaman Sentosa jadi ramai luar biasa.

Konon, orang Tionghoa sudah masuk ke Pulau Bangka sejak ekspedisi Laksmana Cheng Ho di tahun 1405. Pembukaan tambang timah pada abad itu mendorong laju imigrasi tenaga-tenaga tambang asal Tiongkok. Sultan Palembang disebutkan sengaja mengimpor tenaga kerja asal suku Kejian karena keahlian mereka dalam pertambangan.

Ketika Belanda menguasai Bangka, tenaga kerja Tiongkok tetap jadi pilihan utama. Populasi etnis Tionghoa di Pulau Bangka semakin meningkat dari waktu ke waktu, sehingga mengimbangi jumlah penduduk asli Melayu. Kemudian terjadi percampuran ketika pekerja asal Tiongkok menikahi wanita-wanita pribumi.


Pengaruh Tionghoa dalam pertambangan timah di Bangka dapat dilihat dari istilah-istilah tambang yang masih umum dipakai. Ambil contoh kata ciam atau jiam dalam dialek Mandarin yang berarti pengebor. Untuk menyebut pengayak pasir timah masih digunakan kata sakan, dan lubang tambang besar disebut kolong.

Di pusat kota Pangkalpinang terdapat sebuah rumah kayu antik berusia 150 tahun, peninggalan seorang Kapitein Tionghoa bernama Lay Nam Chen. Rumah tersebut kini dihuni oleh Hongky Lay Listiyadhi, ketua Badan Warisan Bangka (Bangka Heritage Society) yang merupakan keturunan keempat sang kapiten.

Rumah-rumah antik khas Tionghoa seperti itu masih banyak ditemui di berbagai sudut Pangkalpinang. Pakemnya selalu sama, yakni sebuah rumah induk dilengkapi halaman tengah dan bagian belakang yang luas.

Jika kita berjalan-jalan di pusat Kota Pangkalpinang, maka kita akan menemui seruas jalan bernama Jl. Tony Wen. Dulu jalan tersebut dikenal sebagai Jl. Melintas. Berbarengan dengan pemberian nama tokoh perjuangan lokal Depati Amir pada bandara, nama Tony Wen pun disematkan pada Jl. Melintas.

Siapa sih Tony Wen? Nama aslinya Boen Kim To. Ia adalah putera seorang pegawai tinggi di Bangka Biliton Tin Maatschapij, perusahaan tambang timah milik Belanda. Hidup dalam keluarga berada, Tony Wen memilih ikut berjuang dalam revolusi kemerdekaan RI. Di masa itu ia berjasa menyelundupkan senjata dari Singapura untuk laskar prorepublik di Indonesia.

Sewaktu Bung Karno diasingkan ke Bangka, keluarga Tony Wen-lah yang mencukupi kebutuhan sang presiden. Di era kemerdekaan, ia sempat ditunjuk sebagai anggota Komite Olimpiade Indonesia dan pengurus PSSI. Tony Wen juga pernah menjadi anggota DPR sebagai wakil Partai Nasional Indonesia (PNI).

Tradisi Cheng Beng, rumah antik khas Tionghoa di pusat kota, serta Jl. Tony Wen hanyalah sedikit bukti dari begitu lekatnya budaya dan pengaruh Tionghoa pada Kota Pangkalpinang.

Beli hotel di Tixton, menangkan 2 tiket pesawat & uang saku 5jt! https://t.co/bTvpQ3rBLK @TixtonAsia #WISATATixton pic.twitter.com/GlE0oUHgSw

— tixton (@tixtonasia) 16 Agustus 2016


Wujudkan Liburan Impian dengan Tixton
Oke, Pangkalpinang sah masuk dalam daftar destinasi impian saya. Pertanyannya kini tinggal bagaimana dan kapan mewujudkan impian ini menjadi kenyataan. Yang terpenting, impian tak akan pernah terwujud kalau tidak direncanakan. Jadi, saya susun dulu rencananya. Atau lebih tepatnya rencana impian, hehehe.

Seperti biasa, pertama-tama saya akan mencari tahu informasi lebih lanjut mengenai kota tujuan. Di mana menginap dan berata rate-nya per malam, bagaimana transportasi dalam kota, tempat makannya seperti apa, sampai spot wifi terbaik di mana saja, dan lain-lain.

Google jadi andalan untuk mencari referensi terkait kota tujuan, dalam hal ini Pangkalpinang. Info-info mengenai promo wisata jelas saja ikut saya lahap. Dan, tara! Saya pun menemukan informasi mengenai promo wisata Tixton. Pas banget.

Tunggu dulu, nama Tixton sepertinya masih asing di telinga deh. Apaan sih ini?

Dari penelusuran di mesin pencari didapatlah keterangan kalau Tixton.com merupakan penyedia layanan booking kamar hotel online. Situs ini dapat membantu kita menemukan hotel dengan harga terbaik. Caranya cukup masukkan rencana perjalanan dan kota tujuan, selanjutnya biarkan Tixton mencari hotel murah meriah untuk kita inapi.

Ah, situs seperti itu kan sudah banyak. Kenapa harus Tixton? Di sini bedanya. Di Tixton kita bisa lho menjual kembali kamar yang sudah dipesan. Katakanlah kita batal melakukan liburan seperti yang direncanakan karena satu hal. Tidak perlu kuatir biaya untuk reservasi kamar hotel melayang. Tinggal tawarkan saja kamar tersebut ke pengguna lain melalui Tixton.

Nah, ceritanya Tixton tengah mengadakan promo nih. Promo dimulai 17 Agustus lalu dan berakhir 16 November 2016 mendatang. Masih lama. Hadiahnya tiket pesawat PP dan juga uang tunai. Caranya juga gampang. Kita cukup menyusun rencana wisata impian menggunakan fitur Travel Wish Tixton.

Langkah-langkahnya kurang lebih begini. Pertama-tama pilih kota tujuan dari daftar yang disediakan, lalu sebutkan tanggal check in dan check out. Di halaman travel wish tersebut kita boleh menyebutkan nama hotel yang diinginkan lho. Lalu tentukan jenis kamar. Dan kalau kita sudah tahu berapa rate kamar hotel tersebut dari situs lain, tinggal isikan saja pada kolom yang telah disediakan.

Terakhir, klik tombol "Buat Travel Wish" yang ada di bagian paling bawah. Dan, abrakadabra! Tixton akan memberikan diskon 20% dari harga termurah yang kita temukan dari web lain. So, harga yang diberikan Tixton dijamin merupakan tarif paling murah. Boleh dibilang, Tixton merupakan cara mudah dapatkan harga TERMURAH di hotel idaman.


Karena penasaran, saya pun menjajal fitur travel wish ini. Pertama-tama saya mendaftarkan diri terlebih dahulu, kemudian menuju halaman travel wish. Tentu saja saya pilih nama Bangka dari daftar kota pilihan. Eh, ternyata ada juga nama Pemalang lho dalam daftar! #bangga

Karena saya tahu di Pangkalpinang ada Hotel Novotel, dan saya punya kenangan dengan jaringan hotel satu ini, saya tick opsi "Ya, saya ingin hotel spesifik" dan menuliskan nama Novotel. By the way, waktu diajak jalan-jalan sama Sunpride ke Lampung, saya juga diinapkan di Hotel Novotel Bandar Lampung. Lumayan mengobati kangen :)


Dari Google, saya tahu rate paling rendah untuk kamar standar di Novotel Pangkalpinang sebesar Rp631.620,- semalam. Jadi, saya masukkan angka ini di kolom yang disediakan Tixton. Setelah mencentang kotak kecil berisi pernyataan setuju pada ketentuan layanan, klik tombol biru di bagian paling bawah. Done!

Oke, travel wish saya sudah selesai. Selanjutnya biarkan Tixton mencarikan harga hotel termurah yang akan dikabari via email. Gampang, bukan?


Kembali ke promosi wisata tadi. Kalau saya membeli hotel yang ditawarkan oleh Tixton berdasarkan travel wish yang dibuat, maka saya berkesempatan memenangkan tiket pesawat untuk dua orang ke bandara terdekat dari hotel tujuan. Nah, kalau saya beruntung, saya bakal mendapat tiket ke Bandara Depati Amir di Pangkalpinang.

Selain tiket, pemenang juga mendapat uang tunai sebesar Rp 5 juta sebagai uang saku. Kurang apa coba? Setiap bulan dipilih satu pemenang, dengan periode perjalanan 1 Desember 2016 sampai 28 Februari 2017.

Well, tentu saja saya berdoa semoga jadi salah satu pemenang dalam promo wisata Tixton ini. Kalau terkabul, saya bisa mewujudkan liburan impian ke Pangkalpinang. Menemui kawan lama, sekaligus menikmati keindahan alam kota bersejarah ini.

Allahumma amin...

Tulisan ini diikut-sertakan dalam Lomba Blog "Liburan Impian" Tixton-Dunia Biza.


Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pa...
http://jelajahsitus.blogspot.co.id/20...
http://www.tribunnews.com/travel/2015...
http://travel.detik.com/read/2013/12/...
http://bangkabotanicalgarden.com/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pantai_...
http://bangka.tribunnews.com/2012/06/...
http://www.radarbangka.co.id/berita/d...
http://www.thearoengbinangproject.com...
http://bangka.tribunnews.com/2016/01/...
https://id.wikipedia.org/wiki/Festiva...
http://jelajahsitus.blogspot.co.id/20...
https://id.wikipedia.org/wiki/Tony_Wen
http://www.sejarawan.com/292-tony-wen...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 17, 2016 06:30

September 12, 2016

Olahraga Pagi di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta


OKE, ini cerita lama. Sudah beberapa pekan lalu, tapi yakinlah cerita ini masih enak dibaca. Hehehe. Jadi, ceritanya saya berkesempatan "mencicipi" kemegahan Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta. Itu lho, terminal baru yang super megah itu. Katanya sih sebelas-dua belas sama Bandara Changi. Katanya...

Kesempatan terbang dari Terminal 3 Ultimate saya dapat berkat memenangkan lomba blog Sunpride di bulan Ramadhan lalu. Dua pemenang lomba tersebut, which is saya dan Teteh Lingga Permesti, diajak mengunjungi kebun buah PT Nusantara Tropical Farm di Lampung. Tentu saja naik pesawat, nggak mungkin disuruh naik bus.

Singkat cerita, setelah saling kontak dengan tiga orang berbeda dari Sunpride, saya mendapat tiket dan boarding pass untuk penerbangan di hari H: 24 Agustus 2016. Begitu buka email saya kaget campur senang. Tiket Garuda Indonesia, yeay!

Sebut saya norak, silakan saja. Tapi terbang bersama Garuda Indonesia sudah jadi obsesi saya sejak lama. Alasannya, saya supporter Liverpool FC. Lho, apa hubungannya? Ya karena Garuda pernah jadi sponsor LFC, saya jadi mencari tahu lebih banyak tentang maskapai satu ini. Mungkin teman-teman sesama fan LFC melakukan hal sama.

Kesimpulan saya, maskapai penerbangan satu ini luar biasa! Ya, kesimpulan yang telat banget karena Garuda Indonesia sudah sejak lama diakui sebagai yang terbaik di Indonesia. Di level dunia juga. Penghargaan World's Best Airline Cabin Crew yang diraih tiga tahun berturut-turut sejak 2013 membuktikan hal tersebut.

Tak perlulah saya jelaskan panjang lebar bagaimana keren dan hebatnya Garuda Indonesia. Dari harga tiket saja sudah ketahuan kok. Dan, seringkali faktor harga ini pula yang membuat saya menghindari GIA setiap kali mencari tiket pesawat. Terutama pas mau mudik ke Jambi bareng anak-istri. Padahal sebenarnya pengen sekali.

Saking pengennya naik Garuda, saya selalu booking tiket Citilink tiap kali mudik ke Jambi. Paling tidak bisa ngerasain "aroma" Garuda. Sebab di bawah nama Citilink yang ada di bodi pesawat terdapat tulisan dan logo Garuda Indonesia. Selain itu, Citilink punya promo diskon 25% untuk anak-anak. Wah, sangat membantu sekali buat bapak beranak dua ini.

Di Bandara Sultan Thaha sewaktu mudik lebaran ke Jambi di pertengahan tahun 2014. Naiknya Citilink, tapi sudah serasa naik Garuda Indonesia. Hehehe...
Lalu sewaktu mudik pada November 2015, adik bungsu saya yang kuliah di Institut Pertanian Bogor pamer, "Adik tadi naik Garuda." Terus dia ceritakan kelebihan-kelebihan Garuda yang tidak dipunyai maskapai lain. Bikin iri!

Demikianlah. Begitu tahu Sunpride membelikan tiket Garuda Indonesia untuk penerbangan ke dan dari Lampung, saya kontan menarik napas. "Wow, tiketnya Garuda!" teriak saya ke istri yang sedang menghitung pengeluaran hari itu.

Norak? Iya!

Tertahan di Gerbang Tol
Selain faktor maskapai, satu lagi yang membuat saya excite banget dengan trip bersama Sunpride adalah fakta kalau Garuda Indonesia terbangnya dari Terminal 3 Ultimate. Wuih, saya sudah ingin sekali ke terminal ini sejak teman-teman blogger yang diundang pada acara soft launching "pamer" di sosial media.

Dari foto-foto yang dibagikan kawan-kawan blogger saat itu, terlihat sekali perbedaan arsitektur Terminal 3 dengan dua terminal lama. Terkesan futuristik. Kaca-kacanya lebarnya nan transparan membuat terminal ini terkesan lega. Dan, sesungguhnya bukan cuma kesan, karena Terminal 3 Ultimate benar-benar lega alias luaaaaas sekali.

Sunpride mengambil penerbangan Jakarta-Lampung paling pagi, pukul 05.10 WIB. Saya yang sudah berada di Jakarta sejak 23 Agustus malam berencana berangkat ke bandara jam setengah empat. Tapi rencana tersebut meleset. Tanggal 24 Agustus pagi di jam itu saya malah baru terbangun. Padahal masih harus ke Slipi untuk mencari taksi.

Sesampainya di Slipi, diantar adik, dapat taksi yang pengemudinya sudah berumur pula. Pemandangan si Bapak sudah tidak jernih sehingga tidak dapat melajukan mobilnya lebih kencang. Lalu sempat ada insiden di pintu tol Cengkareng. Dengan pertimbangan antrian lebih pendek, bahkan cenderung lengang, saya sarankan Pak Sopir untuk memilih gerbang tol otomatis sembari menyodorkan kartu Indomaret Card.

Eh, bukannya lebih cepat, kami malah tertahan di pintu tol karena mesin pemindai mati. Pak Sopir sudah melakukan tugasnya dengan baik, yakni menempelkan kartu Indomaret Card saya di mesin. Lampu indikator gerbang tol juga sudah menyala hijau. Tapi cuma sekedipan mata, untuk kemudian menjadi merah lagi. Tak ada struk keluar, penghalang gerbang tol tak mengangkat, sehingga kami tertahan.

Si Bapak mencoba 2-3 kali lagi. Hasilnya sama. Entah apakah saldo Indomaret Card saya terpotong sebanyak 3-4 kali atau tidak, yang jelas kami tetap tak bisa melewati gerbang tersebut. Pak Sopir memundurkan mobilnya, berusaha menuju ke gerbang manual. Tapi deretan mobil yang sudah berada di jalur gerbang tol otomatis membuat mobil tak bisa mundur lebih jauh.

Parade klakson sontak terjadi. Khas Jakarta. Saling sahut-menyahut, meminta kami minggir dari jalur. Seorang penjaga pintu tol manual mendatangi kami dan bertanya apa yang terjadi. Si Bapak menjawab seperlunya.

Karena datang mepet waktu penerbangan, saya nggak sempat selfie cantik seperti ini, Hiks. Foto: Lingga Permesti
"Saldonya habis kali, Pak," kata si petugas pintu tol.

Saya yang menjawab dari dalam, tanpa menurunkan kaca pintu belakang. "Nggak, kok, saldonya masih banyak." Ya, saldonya kalau cuma untuk bayar tol Cengkareng saja bisa bolak-balik belasan kali.

Dibantu petugas tol tersebut kami kemudian pindah ke gerbang otomatis satunya. Dan.... sukses! Ternyata gerbang sebelumnya memang tidak berfungsi. Saya lihat ada mobil lain yang juga tertahan seperti kami tadi.

Terminal Melelahkan
Sejak berangkat dari Pemalang saya sudah membayangkan bakal selfie-selfie cantik dulu di Terminal 3 Ultimate sebelum boarding. Tapi karena bangun kesiangan dari jadwal, ditambah insiden di gerbang tol otomatis di atas membuat rencana tersebut batal. Terlebih lokasi Terminal 3 lebih jauh dari bandara lain.

Saya sampai di bandara jam setengah lima lewat. Hanya punya waktu kurang-lebih setengah jam untuk check in dan kemudian boarding. So, jangankan untuk selfie-selfie cantik, merekam video-pun asal-asalan. Sembari jalan saja karena benar-benar running out of time.

Di pintu masuk saja sudah antri. Sampai di dalam saya celingak-celinguk mencari letak loket check in. Wuih, jaraknya dengan gerbang tempat saya masuk ternyata lumayan jauh. Sudah itu saya salah masuk konter. Karena antriannya lebih pendek, saya berbaris di konter yang ternyata khusus member Garuda Miles. Aduh, Mak! Hahaha...

Check in juga butuh waktu tidak sebentar. Antriannya kira-kira membutuhkan waktu 6-7 menit. Lalu kembali celingak-celinguk mencari gate untuk boarding yang ternyata harus jalan lagi lumayan jauh, turun satu lantai ke bawah. Tapi itu belum seberapa, sebab penumpang ke Bandar Lampung berangkat dari Gate 15. Ini letaknya di ujung!

Saya tak sempat menghitung, tapi menurut Teh Lingga di post-nya ini jarak ke Gate 15 kira-kira satu kilometer. Waw! Ketika bertemu petugas Garuda yang mengecek calon penumpang di area ruang tunggu, rupanya penerbangan saya sudah boarding. Si Petugas saya dengar menyebut-nyebut nama saya di handie talkie yang ia pegang. Alhasil, saya pun jalan cepat menuju ke Gate 15.

Baru foto-foto setelah ada di dalam pesawat. Itupun yang difoto orang lain, hehehe...
Entah berapa menit berjalan cepat, akhirnya sampai juga di Gate 15. Pemandangan di sana membuat saya geleng-geleng kepala. Antrian panjang! Untunglah ternyata banyak calon penumpang yang salah antrian. Harusnya di barisan satunya karena beda jurusan, tapi ikut antri di barisan ke Bandar Lampung.

Oya, di post-nya Teh Lingga bercerita kalau hape saya mati. Sebenarnya bukan hapenya yang mati, tapi sinyalnya tidak ada. Itu sebabnya saya tidak tahu kalau Teh Lingga, Mbak Evrina Budiastuti, Mbak Ulan (admin sosial media Sunpride), dan Mas Deddy (person in charge) mengontak saya lewat chat dan call WhatsApp, juga telepon.

Saya baru tahu siapa saja teman-teman satu rombongan ke Lampung saat sudah duduk di dalam pesawat. Sewaktu saya menaruh tas ke bagasi, saya lihat mas-mas berkumis di kursi sebelah memandangi saya. Tapi ia baru bertanya setelah saya memasang sabuk pengaman.

"Mas Eko ya?" tanya Mas Deddy.

Saya mengiyakan. Di situlah saya baru tahu kalau ternyata sejak tadi banyak yang mencari-cari saya. Pasalnya, dari semua anggota rombongan cuma saya seorang yang tidak bisa dihubungi sehingga tidak diketahui di mana posisinya. Dari chat grup WhatsApp yang baru saya tahu sehari setelahnya, rupanya Mbak Ulan sudah memonitor seluruh peserta blogger dan sosial media sejak jam empat pagi.

Tak lama kemudian, Mbak Evrina, Teh Lingga, dan Mbak Ulan masuk pesawat. Saya langsung dapat pukulan gemas plus wajah kesal dari Mbak Evrina. Maafkan, saya sama sekali tidak tahu sudah membuat mereka kebingungan di ruang tunggu. Hihihi.

Oke, semua penumpang sudah masuk pesawat. Pilot sudah menyampaikan ucapan selamat datang. Waktunya terbang ke Bandar Lampung. Bye-bye, Terminal 3 Ultimate. Terima kasih sudah membuatku serasa berolahraga pagi itu.



Catatan: Foto paling atas hasil jepretan Teh Lingga Permesti (www.dunialingga.com).
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 12, 2016 05:08