Eko Nurhuda's Blog, page 26

July 5, 2016

Benarkah Bumi Ini Datar?


JELANG lebaran timeline Facebook saya dipenuhi dengan status tentang Bumi datar, flat earth. Mulai dari status serius, sampai yang bernada guyon, "Enakan mana, tahu bulat apa tahu datar?" Ada juga yang membagikan video-video dari kanal Flat Earth 101 di YouTube. Jadi penasaran, benarkah Bumi ini datar?

Selama ini kita diajarkan bahwa Bumi berbentuk bulat, kurang-lebih seperti bola. Kepercayaan ini sudah ada sejak setidaknya 500 tahun terakhir, diawali dari teori heliosentris yang dikemukakan Nicolaus Copernicus. Kemudian diikuti oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler. Sebelum itu, manusia percaya bahwa Bumi adalah pusat alam semesta (geosentris) dan bentuknya datar. Ya, Bumi berbentuk datar adalah kepercayaan awal manusia.

Gerakan Bumi datar, atau flat earth movement dalam bahas Inggris, sebenarnya bukan barang baru. Keraguan akan bentuk Bumi bulat yang ditanamkan oleh sains modern sudah didengungkan sejak awal abad ke-19. Penulis Inggris Samuel Rowbotham (1816-1884) disebut-sebut sebagai pencetus awal teori bumi datar di era modern.

Rowbotham menulis sebuah selebaran setebal 16 halaman yang diberi judul Zetetic Astronomy untuk menyebarkan pandangannya. Ia kemudian menulis buku setebal 430 halaman berjudul Earth Not A Globe, Bumi Tidak Bulat. Dalam buku ini Rowbotham menyatakan bahwa Bumi berbentuk seperti piringan, dengan kutub utara sebagai pusat Bumi dan dinding es Antartika sebagai tembok Bumi. Lalu di bagian atas Bumi ada sebuah kubah di mana Matahari, Bulan, serta benda-benda langit lainnya berputar mengelilingi Bumi.

Dalam buku tersebut Rowbotham juga menyebut Bulan dan Matahari terletak 4.800 km di atas Bumi, dan kosmos (bintang-bintang serta benda lain bergerak lainnya) berjarak 200 km lebih jauh. Ini jauh lebih dekat dari yang diajarkan astronomi masa kini, di mana jarak Matahari ke Bumi sejauh 149,6 juta km dan Bulan ke Bumi berjarak antara 147-152 juta km.

Menurut kepercayaan Rowbotham, Bulan dan Matahari beserta seluruh kosmos berpendar mengelilingi Bumi di dalam sebuah kubah Bumi yang oleh Alkitab disebut sebagai firmament. Masih menurut Alkitab, firmament adalah lapisan solid berisi air dan berfungsi memisahkan dunia manusia dengan surga yang menjadi Kerajaan Allah.

Keterkaitan antara teori Bumi datar dengan Alkitab ditegaskan Rowbotham dalam sebuah leaflet berjudul The inconsistency of Modern Astronomy and its Opposition to the Scriptures!! yang diterbitkannya belakangan. Dalam leaflet itu ia berpendapat, "Alkitab, bersama-sama indra kita, mendukung ide bahwa Bumi berbentuk datar dan tidak bergerak, dan inilah kebenaran sejati yang tidak bisa disingkirkan oleh sebuah sistem yang berdasarkan semata-mata pada dugaan manusia."

Paham Bumi datar terus memiliki pengusung hingga ke abad 20. Tahun 1956, seorang flatter asal Inggris bernama Samuel Shenton mendirikan International Flat Earth Research Society (IFERS), organisasi komunitas flat earth pertama di dunia. Sepeninggal Samuel Shenton ada Charles K. Johnson yang memindahkan pusat IFERS ke Lancaster, California. Kematian Johnson pada tahun 2001 sempat membuat kalangan Bumi datar kehilangan sosok berpengaruh, sampai kemunculan seorang pria yang mengaku bernama Daniel Shenton tiga tahun berselang.


Bumi Datar dalam Kitab Suci
Komunitas penganut teori Bumi datar memang menyandarkan kepercayaan mereka pada kitab-kitab suci. Flatter dari kalangan Kristen dan Katolik, misalnya, menemukan beberapa ayat dalam Alkitab yang menyebutkan tentang firmament, serta Bumi yang tidak bisa bergerak melainkan Bulan dan Matahari.

Ambil contoh kisah Joshua yang meminta Allah untuk menghentikan Matahari dan Bulan. Saat itu Joshua tengah memimpin pasukan Bani Israel berperang melawan tentara Amorites di Kanaan, Palestina masa kini. Dalam perang tersebut Joshua memohon pada Allah untuk menghentikan Matahari dan Bulan, sehingga siang berjalan lebih lama dan Bani Israel dapat mengalahkan Amorites.

Kisah ini menyiratkan bahwa Matahari dan Bulan-lah yang mengelilingi Bumi, bukan sebaliknya. Sebab, jika memang benar Bumi yang mengelilingi Matahari sehingga terjadi siang dan malam, mengapa tidak Buminya saja yang dminta berhenti berputar? Oh, mungkin karena Joshua belum tahu kalau Bumi yang mengelilingi Matahari. Bisa jadi, tapi Allah kan Maha Tahu?

Mengenai firmament, istilah ini merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani raqia, atau raqiya` (רקיע), yang terdapat dalam Taurat. Akar kata ini adalah raqa (רקע), berarti "memukul atau menyebarkan keluar" seperti halnya pembuatan senjata tajam yang dibuat dengan cara memukul besi panas menjadi tipis dan kuat.

Dalam kepercayaan Israel Kuno, alam semesta terdiri dari Bumi (eres) yang berbentuk datar dan mengambang di air, dengan surga (shamayim) di atas langit manusia, dan alam lain (sheol) terletak di bawah Bumi. Kaum Yahudi masa itu juga percaya bahwa langit adalah sebuah kubah dari bahan solid di mana Matahari, Bulan dan bintang-bintang tergantung.

Bagaimana dengan al-Qur'an? Memang ada sih beberapa ayat yang menyiratkan Bumi berbentuk bulat. Demikian pula soal Matahari dan Bulan mengelilingi Bumi. Contohnya Surat Yasin ayat 38, yang artinya, "Matahari berjalan di tempat peredarannya, demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." Di ayat-ayat berikutnya dijelaskan lagi tentang garis edar Matahari dan Bulan.

Kutipan pendapat cendekiawan Muslim Ibnu Sina soal tujuh lapis langit, di mana lapisan kedelapan berupa lapisan solid tempat bintang-bintang dan benda langit lainnya berada, jadi salah satu pendukung argumen kalangan flatter.

Selain ketiga agama samawi di atas, kepercayaan bahwa Bumi berbentuk datar dengan langit berupa kubah (dome) dianut agama-agama besar lain. Termasuk di antaranya kepercayaan Taoisme, yang menggambarkan alam semesta sebagai sebuah keseimbangan Yin dan Yang. Logo Taoisme, menurut video-video komunitas flat earth, adalah gambaran bentuk Bumi datar dengan Matahari dan Bulan yang menyebabkan terjadinya siang dan malam.

Sebuah peta Bumi berusia ribuan tahun pernah diketemukan di satu kuil Buddha di Jepang. Dalam peta kuno itu Bumi digambarkan berbentuk datar, bundar, dengan kutub utara sebagai pusat Bumi, dan dinding es mengelilingi sebagai pembatas. Hal sama dapat ditemui dalam kepercayaan Hindu, di mana Gunung Mahameru disebut-sebut menjadi pusat Bumi.

Sekali lagi, kepercayaan bahwa Bumi berbentuk datar sudah dianut manusia sejak dahulu kala. Sampai kemudian sains modern mengubah pendapat ini melalui serangkaian pembuktian ilmiah.


Teori Tak Terbukti
Kalangan flat earth pun punya sederet argumen yang tak hanya bersandarkan pada agama dan kitab suci. Sejak abad ke-19 berbagai percobaan untuk menguji kebenaran teori Bumi bulat sudah dilakukan. Satu yang paling terkenal adalah Eksperimen Sungai Bedford yang dilakukan di Norfolk, Inggris, pada tahun 1838.

Dalam percobaan ini sebuah perahu dilajukan menyusuri Sungai Bedford yang bentuknya lurus sepanjang 9,7 km. Menurut teori, jika benar Bumi berbentuk bulat, maka saat perahu mencapai ujung sungai semua benda setinggi kurang dari 4 km tak akan terlihat. Sekalipun menggunakan teleskop. Ini karena lengkungan Bumi "menyembunyikan" benda-benda tersebut dari pandangan.

Hasilnya, orang di dalam perahu masih dapat menyaksikan semua benda di tempat keberangkatan. Ini dipercaya sebagai bukti bahwa Bumi tidaklah berbentuk bulat, melainkan lurus mendatar.

Percobaan berbeda dengan tujuan sama dapat dilakukan dengan cara naik ke dataran tertinggi di satu tempat, lalu layangkan pandangan ke sekeliling. Terlihat bahwa horizon tetap berbentuk lurus, tidak melengkung. Demikian pula horizon lautan yang berbentuk lurus. Jika benar Bumi bulat, maka seharusnya terlihat lengkungan di sana.

Selama ini contoh paling mudah yang biasa dipakai untuk menjelaskan bahwa Bumi bulat adalah horizon laut. Siswa Sekolah Dasar dijelaskan, kapal yang berlayar ke laut semakin lama semakin menghilang disebabkan oleh lengkungan Bumi. Untuk membantah ini, komunitas flat earth naik ke bukit tinggi di tepi laut, lalu mengamati horizon menggunakan teleskop. Hasilnya, semua benda yang awalnya tak tampak oleh mata telanjang dapat terlihat jelas. Hal ini tak mungkin terjadi jika Bumi bulat.

Menurut flatter, penyebab hal tersebut adalah keterbatasan jarak pandang mata manusia. Sama seperti kita menyaksikan sebuah rel panjang yang lurus, akan ada satu titik di mana bagian rel tak terlihat.

Flatter juga punya argumen yang didasarkan pada sumber-sumber kredibel. Soal peta dunia dalam globe, beberapa referensi terpercaya menyebut pembuatannya didasarkan pada peta Bumi datar. New Standar Map of the World, contohnya, masih disimpan dengan baik oleh Boston Public Library. Peta inilah yang dijadikan patokan pembuatan tiruan bola Bumi.

Bagaimana dengan Galileo, yang dalam sekolah-sekolah dikatakan membuktikan teori heliosentris Copernicus? Flatter punya pendapat sendiri soal ini. Menurut mereka, Galileo diminta Gereja untuk membuktikan teori tersebut. Galileo menyampaikan konsep stellar parallax sebagai pembuktian, namun dinilai gagal. Observasi menunjukkan tidak ada stellar parallax.



Galileo tidak terima dan menerbitkan buku berjudul Dialogo Sopra i Due Massimi Sistemi del Mondo (Dialogue Concerning the Two Chief World Systems) pada 1632. Isinya membandingkan sistem kosmos versi Ptolemy yang beraliran geosentris dengan sistem kosmos Copernicus yang berpaham heliosentris. Buku ini dilarang Gereja, Galileo ditangkap dan dipenjara.

Sejak itulah teori heliosentris diajarkan di sekolah-sekolah, sekalipun belum ada yang dapat membuktikannya. Masih menurut pendapat flatter, bahkan NASA dan Harvard University yang didukung perangkat teleskop canggih tak dapat membuktikan stellar parallax. Yang ada malah negative parallax, sesuatu yang mungkin terjadi jika bintang-bintang mengitari Bumi.

Konspirasi NASA
Terkait NASA, flatter beranggapan badan antariksa milik pemerintah Amerika Serikat ini dibentuk untuk menguatkan paham heliosentris yang belum terbukti. Serangkaian penjelajahan luar angkasa dimulai dari mendaratkan manusia di Bulan, teleskop Hubble, mengeksplorasi Planet Mars, penemuan planet-planet baru serupa Bumi, disebut rekayasa belaka.

Soal pendaratan manusia di Bulan, misalnya, sampai sekarang pun banyak yang meragukan kebenarannya termasuk di luar penganut paham flat earth. Jangankan mengirim manusia sampai ke Bulan, melewati Sabuk Van Hallen saja belum bisa dilakukan sampai kini. Terlebih tiga astronot yang sukses sampai ke Bulan terlihat sangat tertekan saat menjalani konferensi pers sepulangnya ke Bumi.

Coba saksikan serial video NASA Astronauts Going Crazy!! di YouTube. Di sana terlihat astronot-astronot yang dikatakan pernah mendarat di Bulan menolak menanggapi pertanyaan seputar misi mereka. Kalaupun ada yang mau bercerita panjang-lebar, kebanyakan dari mereka menolak saat diminta bersumbah di atas Bible bahwa cerita mereka benar.

Lalu bagaimana dengan foto-foto luar angkasa itu? Flatter menyebut semua foto-foto keluaran NASA adalah hasil rekayasa, demikian pula video-videonya. Banyak video di YouTube yang menunjukkan bagaimana foto-foto dan video luar angkasa yang dirilis NASA merupakan rekayasa komputer. Mulai dari kejanggalan kasar yang terlihat mata telanjang, sampai yang baru terlihat setelah dilihat menggunakan program pengolah gambar dan video.



Untuk apa NASA melakukan pemalsuan dokumentasi? Untuk menutupi fakta sebenarnya soal Bumi dan alam semesta, sekaligus menutupi kegagalan mereka. Manusia tidak mungkin ke luar angkasa karena langit merupakan lapisan solid yang tak mampu ditembus. Demikian ujar flatter.

Yang menarik, nisan eks direktur pertama NASA Wernher von Braun hanya bertuliskan namanya, tahun lahir dan tahun meninggal, serta tulisan Psalms 19:1. Tulisan terakhir adalah nama ayat Bible, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Mazmur. Jadi, Psalms 19:1 berarti surat Mazmur ayat 19 pasal 1.

Hmmm, apa bunyinya?

Dalam Bible versi American Standard, Psalms 19:1 berbunyi, "{To the chief Musician. A Psalm of David.} The heavens declare the glory of God; And the firmament showeth his handiwork." Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi, "Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya."

Apakah diam-diam Von Braun percaya tentang keberadaan firmament? Wallahu a'lam bishshawwab...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 05, 2016 23:46

June 30, 2016

Mimpi Punya ASUS Vivo AiO V230IC untuk Wujudkan Grombyang TV


SUDAH sejak lama saya dibuat tertarik sekali mendalami dunia audio visual. Terlebih setelah melihat perkembangan YouTube yang semakin lama semakin membuat ketar-ketir dunia pertelevisian. Butuh waktu lama memang melawan semua keraguan, tapi saya mantap menggantungkan impian untuk membangun sebuah production house skala kecil dan memproduksi konten-konten video.

Rencana ini sebenarnya sederhana saja. Saya buat video, upload di YouTube, lalu promosikan sesering mungkin di media sosial untuk menjaring penonton. Tentu saja videonya dibuat semenarik dan sebagus mungkin. Dari muatannya serta pengemasannya haruslah jempolan agar penonton selalu kembali ke channel yang saya bangun.

Soal pemasukan, target pertama adalah program partnership yang ditawarkan YouTube. PH rumahan saya dapat meraup pemasukan dari sharing pendapatan iklan di program ini. Jumlahnya memang berbanding lurus dengan jumlah pemirsa video. Namun seiring berjalannya waktu, konsistensi dan keseriusan bakal membuka jalan pemasukan lain. Saya yakin itu.

Apa yang akan saya angkat dalam video-video tersebut? Terdengar agak idealis, tapi saya berniat mempromosikan Kabupaten Pemalang tempat saya berdomisili saat ini. Begitu banyak potensi dimiliki Pemalang, termasuk di dalamnya obyek wisata dan aneka ragam kuliner khas. Ini yang akan saya sebarkan melalui video di channel saya kelak.

Orang mungkin hanya tahu Pantai Widuri dan Widuri Waterpark sebagai obyek wisata unggulan di Pemalang. Pergilah ke bagian selatan kabupaten ini, di mana terdapat banyak obyek wisata alam yang jauh lebih menarik. Sebut saja Curug Bengkawah dan Curug Sibedil yang mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal. Atau perkebunan teh Semugih di Kecamatan Moga, agrowisata di Kecamatan Belik, serta wisata kaki Gunung Slamet lengkap dengan gardu pandang.

Berbicara makanan khas, ikon kuliner nasional Pak Bondan Winarno pernah mencicipi nasi grombyang di alun-alun Pemalang. Tapi Pemalang tak hanya grombyang. Masih ada sate loso, lontong dekem, kue kamir, kerupuk usek, tahu pletok, bakso daging, dan yang belakangan mulai ngetren ayam gepuk dan seblak.

Lainnya, kawasan Pemalang selatan dikenal akan kekayaan buah-buahannya terutama nanas di Kecamatan Belik. Malah kini sudah ada minuman ekstrak nanas produksi lokal Belik bermerek VitaNas. Sedangkan Desa Majalangu di Kecamatan Watukumpul terkenal sebagai produsen sapu glagah, yakni sapu dari tangkai padi. Bergeser ke dekat kota, Desa Wanarejan di Kec. Taman adalah sentra kerajinan tenun tradisional yang masih menggunakan mesin tenun tangan.

Itu baru mengupas yang ada di Pemalang, dan sudah terlihat sangat banyak materi yang bisa diangkat. Padahal saya juga ingin mengangkat kisah inspiratif perantauan asal Pemalang yang sukses di tempat lain.

Kenal dong dengan pebulutangkis nasional Hendra Setiawan? Orang tua Hendra sampai saat ini masih tinggal di Pelutan, kampung kelahiran juara dunia tersebut. Aktor gaek Torro Margens, eks Kapolri Jenderal (Purn.) Sutanto, anggota DPR RI Andriyanto Johan Syah, dan Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Agus Dwi Putranto semuanya adalah putra Pemalang.


Grombyang TV
Untuk itu saya sudah membuat sebuah channel di YouTube, saya namai Grombyang TV. Nama grombyang saya pakai karena boleh dibilang makanan ini adalah kuliner khas Pemalang paling populer. Tanyakan pada orang Pemalang apa makanan khas dari daerah ini, maka yang pertama-tama mereka sebut biasanya grombyang.

Karena lekatnya grombyang dengan Pemalang itulah saya memakai nama makanan ini sebagai nama channel. Selain itu, kata "grombyang" juga hanya terdiri dari dua suku kata, grom-byang, sehingga memudahkan pengucapan sekaligus mudah diingat. Grombyang TV. Saya rasa ini nama yang keren. Hehehehe...

Langkah-langkah persiapan lainnya adalah membeli nama domain untuk situs. Saya sudah memegang nama domain Grombyang.net yang kelak akan berisi informasi-informasi lengkap tentang aktivitas Grombyang TV. Kisah-kisah behind the scene pembuatan video saya rasa bakal menarik disimak, selain menyaksikan videonya di YouTube.

Kalau ada yang bertanya kenapa tidak membeli nama domain Grombyang.tv, persoalannya harga .tv tidak murah. Terlebih untuk dianggurkan begitu saja seperti Grombyang.net saat ini. Di situs penyedia domain langganan saya, Grombyang.tv dibanderol $34.99 setahun. Menurut Google, uang sebanyak itu setara dengan Rp462.000 per 30 Juni 2016 ini. Selisihnya lumayan sekali dibandingkan Grombyang.net yang "hanya" $10.99 setahun alias lebih murah $24.

Lalu saya juga sudah membuatkan akun media sosial bagi Grombyang TV. Di Facebook sudah ada fanpage Grombyang TV yang beralamat di https://facebook.com/GrombyangTV. Saat posting ini dibuat ada 208 orang yang menyukai fanpage tersebut, dan terus bertambah setiap hari. Setidaknya begitu yang selalu saya lihat di notifikasi Facebook saya sebagai pengelola.

Sementara di Twitter saya buatkan akun dengan nama @grombyangnet. Lho, kenapa tidak @grombyangtv saja biar seragam? Masalah klasik, username tersebut sudah ada yang memakai. Saat ditelusuri ternyata pemiliknya adalah pengembang Grombyang OS, yakni operating system Linux buatan programmer asal Pemalang. So, pilihan terbaik adalah menyamakan akun Twitter dengan nama domain.

Grombyang TV
YouTube: https://www.youtube.com/c/GrombyangTV
Google+: https://plus.google.com/+GrombyangTV/
Facebook: https://www.facebook.com/GrombyangTV/
Twitter: @GrombyangNet

Apalagi? Secara teknis, saya sudah setahun belakangan rutin berlatih membuat video. Saya install Magix Movie Edit Pro 2016 di laptop saya yang RAM-nya hanya 2GB. Saya bertekad setiap pekan dapat menghasilkan setidaknya satu video baru untuk diunggah di YouTube. Sebagian besar diunggah ke channel khusus anak-anak saya yang beralamat di http://www.youtube.com/channel/UCVQM0b9bfLjslWjSVe58AFA.

Oya, ini salah satu contoh video tentang makanan khas Pemalang di channel YouTube pribadi saya.



Terpikat Produk ASUS
Selesai? Tentu belum. Sampai saat ini kanal Grombyang TV di YouTube belum ada videonya satupun. Kenapa tak segera diisi video? Jawabannya bisa panjang, tapi kendala utamanya adalah saya belum punya equipment memadai untuk mengedit video secara serius.

Lho, bukannya sampeyan tadi bilang sudah berlatih mengedit video? Benar. Akan tetapi saya terbilang maksa. Yang paham komputer tentu tahu betul kalau RAM 2GB di laptop saya merupakan spesifikasi minimal untuk software editing video. Magix Movie Edit Pro 2016 yang saya pakai sendiri menyebut RAM 2GB sebagai minimum requirement. Artinya, kalau bisa ya lebih dari 2GB agar lebih optimal.

Saya sendiri setiap kali mengedit video sering muncul pesan bahwa memorinya crash. Tak jarang pula tiba-tiba laptop hang di tengah-tengah mengerjakan video. Terlebih bila saya membuat video panjang, dengan footage sangat banyak, ditambah efek visual dan musik, serta layer-nya lebih dari empat. Itulah sebabnya saya agak ngeri kalau mau mengedit video.

Sudah setahunan ini saya melirik-lirik komputer yang lebih oke untuk editing video. Tidak muluk-muluk, saya hanya mencari PC dengan processor Intel i5 dan paling tidak dual-core, RAM 4GB, serta kartu grafis yang memadai agar preview video yang tengah diedit tidak putus-putus. Oya, kapasitas penyimpanan internal (HDD) minimal 500GB, tapi khusus untuk drive C: memakai SSD agar performa komputer lebih kencang.

Suatu ketika saya membeli keyboard dan mouse di Mitra Mandiri Computer yang terletak tak jauh dari perempatan Sirandu, Pemalang. Setelah keyboard dan mouse didapat, saya iseng bertanya-tanya soal komputer untuk keperluan video editing pada teknisinya. Dijelaskan panjang-lebar mengenai spek yang pas, budget-nya berapa, serta beberapa produk built in yang ada di pasaran. Lalu saya diberi katalog ASUS.

Rupanya, Mitra Mandiri Computer merupakan salah satu partner distribusi ASUS di Pemalang. Itulah sebabnya saya lihat beberapa notebook ASUS dipajang di satu etalase khusus di bagian dalam toko. Saya bawa pulang katalog tersebut untuk dibaca-baca.

Tak sekedar memajang produk, dalam katalog tersebut juga ada profil ASUS, penghargaan yang diberikan, serta penjelasan mengenai teknologi yang diterapkan dalam pembuatan produk. Wuih, rupanya ASUS merupakan brand motherboard nomor satu di dunia. Di Indonesia, ASUS menjadi top 2 brand untuk kategori notebook dan pernah dianugerahi Indonesia Brand Champion 2012 oleh Marketeers Award.

Dari sekian halaman awal, saya paling tertarik dengan uraian mengenai kualitas ASUS. Dengan serangkaian tes berat, setiap produk ASUS dijamin dapat tetap memberikan kinerja terbaik dalam kondisi apapun. Itu sebabnya laptop ASUS tidak mengalami kerusakan sedikitpun selama dipakai 600 hari penuh dalam misi luar angkasa di stasiun luar angkasa MIR.

Akhir 2003, dua pendaki gunung tersohor Shi Wang dan Jian Liu mendaki Gunung Vinson (4.897 mdpl) yang merupakan puncak tertinggi di Antartika. Keduanya membawa laptop ASUS S200N untuk merekam dan berbagi pengalaman selama petualangan. Hebatnya, laptop tersebut tetap berfungsi dengan baik di puncak Gunung Vinson yang bersuhu minus 73 derajat Celcius.

Lebih tinggi dari itu, laptop ASUS pernah sampai ke puncak Gunung Everest (8.848 mdpl). Adalah Kapten Yang Wangfong yang membawa ASUS U5 ketika mendaki puncak Everest. Ketika banyak laptop bawaan pendaki tak bisa beroperasi saat mencapai markas utama di ketinggian 5.000 mdpl, ASUS U5 milik Kapten Yang tetap menyala. Dan terus dapat beroperasi hingga mencapai puncak.


Mimpi Punya ASUS Vivo AiO V230IC
Ah, saya tidak akan mendaki Gunung Vinson maupun Gunung Everest. Saya hanya mau mengedit video untuk Grombyang TV. Cari punya cari, tertambatlah mata saya pada ASUS Vivo AiO V230IC. Ini merupakan salah satu tipe dalam lini produk all-in-one PC dari ASUS.

Yang membuat saya langsung terpikat pada ASUS Vivo AiO V230IC karena speknya persis dengan yang saya butuhkan. Persis sama malahan. Coba saja lihat spesifikasinya di bagian paling bawah tulisan ini. Bagi saya yang terpenting prosesornya Intel i5, memorinya 4GB, serta kartu grafisnya oke punya.

Berikut spesifikasi lengkap ASUS Vivo AiO V230IC:

Sistem Operasi Windows 10 Home

DOS Display 23.0″(58.4cm), 16:9, Wide Screen, Full HD 1920×1080/, LED-backlight, IPS, 178° wide viewing angle Touch Screen Multi-touch (10 Fingers Touch) Non-touch Prosesor Intel® Core™ i5 6400T

Intel® Core™ i7 6700T Chipset Intel® H110 Grafis NVIDIA® GeForce 930M 2GB Memori 4 GB Up to 8 GB

DDR3L at 1600MHz

2 x SO-DIMM Storage 1TB Up to 2TB SATA Hard Drive Drive Optik Tray-in Supermulti DVD RW Wireless Data Network 802.11 b/g/n , Bluetooth V4.0 , NFC *1 LAN 10/100/1000 Mbps Kamera 1 M Pixel Audio SonicMaster Premium Speaker 2 x 2 W Built-in Mic Yes Side I/O Ports 1x USB 3.1

1 x 6 -in-1 Card Reader

1 x Headphone1 x Microphone Port I/O Belakang 1 x USB 3.1

4 x USB 3.0

1 x HDMI-Out

1 x RJ45 LAN

1 x Kensington Lock

1 x Power input Card Reader 6 -in-1: SD/ SDHC/ SDXC/ MS/ MS Pro/ MMC Power Supply 120 W Power adaptor Dimensi 571 x 442 x 50 ~200 mm (WxHxD) Berat 9 kg Pilihan Warna Black Aksesori Keyboard+Mouse , Wired/Wireless

AC Adaptor *3

Power Cord

Warranty Card

Quick Start Guide Software Anti-Virus Trial

ASUS WebStorage

Office Trial Certificates BSMI/CB/CE/UL/Energy Star/RCM Catatan * Jaminan: 1 Tahun Garansi
Prosesor Intel i5
Prosesor mumpuni sangat dibutuhkan bagi aplikasi video editing. Yang sering saya alami saat ini adalah leletnya proses impor video, juga preview setelah papan-papan cerita saya susun. Ini dikarenakan prosesor laptop saya kurang memadai kemampuannya untuk pekerjaan seberat mengedit video. Karenanya sering terjadi lag, hingga crash dan hang. Lebih-lebih jika melakukan multitasking.

Di ASUS Vivo AiO V230IC, prosesor Intel i5 yang dipakai didukung teknologi Hyper-Trading Intel dan Intel Turbo Boost Technology. Ini membuat aplikasi olah video yang berukuran besar dapat dijalankan dengan enteng dan cepat. Sebab teknologi Hyper-Trading menggunakan sumber daya prosesor lebih efisien, membuat multi-thread dapat berjalan di masing-masing inti prosesor. Efeknya, teknologi ini meningkatkan throughput prosesor sekaligus performanya secara keseluruhan.

Dengan prosesor Intel i5, proses ekspor video juga bisa jadi lebih cepat. Selama ini saya harus menghabiskan setidaknya 1,5 jam untuk mengekspor video berdurasi sekitar lima menit. Belum lama saya bahkan harus menghidupkan laptop semalam suntuk karena proses ekspor video sepanjang 35 menit membutuhkan waktu hingga 12 jam. Alangkah lamanya.

Ini belum menyebut pemakaian solid-state hybrid drive (SSHD). Ini merupakan teknologi yang menggabungkan kapasitas penyimpanan besar dari hard drive tradisional dengan flash memory super cepat untuk meningkatkan kinerja penyimpanan data. Menggunakan SSHD, ASUS Vivo Aio V230IC tidak butuh waktu booting lama, juga membuat komputer dapat memuat aplikasi besar secara lebih cepat sekaligus memberikan respon sistem lebih besar secara keseluruhan.

Ditambah RAM 4GB dan kartu grafis NVIDIA GeForce 930M 2GB atau Intel HD Graphics, rasanya saya sudah boleh mengucapkan selamat tinggal pada lag, crash, dan hang. Edit video tidak lagi diwarnai umpatan karena komputer tiba-tiba berhenti bekerja.


Port Super Lengkap
ASUS Vivo Aio V230IC dilengkapi sangat banyak port untuk berbagai keperluan. Di bagian belakang terdapat total delapan port, dengan rincian masing-masing satu port daya, port LAN, HDMI dan lima port USB. Nah, kelima port USB ini dibagi lagi jadi dua jenis, yakni satu port USB 3.1 dan empat port USB 3.0.

Port USB 3.1 ini penting sekali untuk memangkas waktu penggarapan video. Berbagai macam video bahan dari handycam, action cam, kamera digital, maupun smartphone dapat dipindahkan dengan cepat lewat port ini. Kecepatan USB 3.1 dua kali lipat dari USB 3.0, jadi file-file video berukuran besar dapat dipindah jauh lebih cepat dari biasanya. Situs resmi ASUS menyebut kecepatan transfer data USB 3.1 dengan ungkapan "lightning speed" alias secepat kilat. Wow!

Berita bagusnya, ASUS Vivo Aio V230IC dilengkapi dua port USB 3.1. Satu port lagi terletak di bagian samping bersama port card reader 6 in 1, port headphone dan port microphone. Card reader 6 in 1 ini juga bakal sangat membantu dalam pemindahan file video dari berbagai bentuk kartu memori. Lebih-lebih bagi yang suka lupa di mana menyimpan kabel data seperti saya.

Bagaimana kalau lupa menyimpan kabel data dan malas membongkar smartphone untuk mengambil kartu memori? Tenang, ASUS V230IC dilengkapi dengan teknologi NFC atau Near Field Communication. Teknologi ini memungkinkan perpindahan data antardua perangkat secara wireless. Misal ingin menyaksikan foto atau video dari smartphone di monitor ASUS Vivo Aio V230IC, cukup letakkan hape di sebelah kanan bagian bawah monitor dimana tertanam sensor NFC. Secara otomatis foto dan video ditayangkan di layar.

Sebagai tambahan, di sebelah sensor NFC terdapat wireless charger yang dapat mengecas baterai smartphone tanpa kabel. Ah, saya jadi bisa mengecas ASUS Zenfone C saya deh (Baca juga: Foto Bareng Pramugari Berhijab berkat Kamera Ponsel ASUS Zenfone C). Cukup letakkan smartphone di bagian kiri sebelah bawah monitor, secara otomatis baterai akan terisi dengan sendirinya. Praktis.


Layar Sentuh 10 Jari
Satu terobosan lain yang dihadirkan ASUS Vivo Aio V230IC adalah teknologi multi-touch. Memakai layar sentuh, monitor dapat membaca 10 sentuhan jari sekaligus. Dengan demikian saya dapat mengimpor beberapa video bahan sekaligus hanya dengan sekali sentuhan tangan. Lebih cepat.

Saya belum mencobanya, tapi kalau layar dapat merespon seluruh 10 sentuhan sekaligus, artinya saya bisa menyusun storyboard dengan dua tangan sekaligus. Tangan kiri ke sana, tangan kanan ke sini. Dengan 10 jari seluruhnya menyentuh area berbeda. Ini bakal jauh lebih cepat ketimbang menyusun papan cerita menggunakan kursor yang dikendalikan lewat mouse.

Bodi Tipis, Hemat Ruang
Ruang kerja saya hanyalah sebuah meja televisi yang dialih-fungsikan jadi meja untuk laptop. Meja ini terletak di dalam kamar, jadi terbayang betapa mungilnya ruang kerja saja yang hanya berupa seperangkat meja-mursi di satu sudut kamar. Kalau mau tidur, kursi dipindah ke ruangan lain agar tempat tidur jadi lebih lega.

Saat mencari-cari komputer untuk keperluan video editing, saya sempat berpikiran membeli desktop. Tapi pikir punya pikir, desktop berarti sebuah PC, sebuah monitor, plus keyboard dan mouse. Ditambah printer dan speaker, bakal sesaklah meja kerja saya yang hanya seuprit. Belum lagi tumpukan buku dan alat tulis yang selalu tersedia di samping laptop.

All-in-one PC seperti ASUS Vivo Aio V230IC adalah jawaban bagi pekerja dengan ruang kerja terbatas seperti saya. Sekilas bentuknya seperti sebuah televisi layar datar. Dimensinya 571 x 442 x 50 ~200 mm, tidak terlalu besar dan tipis. Jadi tidak memakan banyak ruang di meja kerja saya.


Suara Jernih, Monitor Tajam
Dua fitur lain yang berkaitan erat dengan video editing adalah built-in speaker dan monitor. ASUS Vivo Aio V230IC menggunakan teknologi SonicMaster Premium sehingga suara yang dihasilkan dari speaker bawaan begitu jernih dan bertenaga. Setiap suara terdengar lebih baik dan seimbang, cocok untuk menggarap video yang kerap saya beri tambahan musik.

Kemudian monitornya yang tajam membuat setiap detil video terlihat jelas. ASUS V230IC menggunakan tampilan LED-backlit yang memungkinkan layar didesain setipis mungkin, dengan teknologi in-plane switching (IPS) untuk tampilan lebih baik dari segala sudut. Tentu saja monitornya sudah mendukung Full HD resolusi 1920 x 1080 yang menjadi standar video YouTube saat ini. Cocok!

Oya, calon video creator seperti saya juga akan sangat terbantu dengan keberadaan mic internal. Ini diperlukan saat menggarap video yang membutuhkan narasi tambahan. Tak perlu lagi memakai digital video recorder atau aplikasi perekam suara di smartphone, cukup tekan saja tombol record di Magix Movie Edit Pro 2016 dan narasi langsung tersimpan di dalam komputer.

Built-in mic ini juga penting untuk layanan komunikasi seperti Skype dan Google+ Hang Out. Tak perlu lagi mencolokkan mic external atau memakai headseat yang ada mik seperti pilot. Miknya sudah tertanam, built-in, jadi langsung saja deh cuap-cuap dengan lawan bicara.



Well, itu dia impian yang sangat ingin saya wujudkan saat ini. Saya sudah memulainya dengan melakukan hal-hal yang bisa saya kerjakan sekarang, seperti membuat akun media sosial. Saya juga sudah menyusun rencana pembuatan video, tema apa saja yang akan digarap, bagaimana konsepnya. Semuanya masih di atas kertas.

Dari hanya sendirian, di mana saya merangkap semua pekerjaan (mengambil gambar, jadi talent, mengedit video, mengunggah ke YouTube, sampai promosi di media sosial), saya yakin lambat laun Grombyang TV akan berkembang. Bukankah perusahaan sebesar Google juga awalnya didirikan oleh dua orang saja dari dalam kamar asrama mahasiswa?

Untuk mengeksekusi ide ini saya butuh perangkat memadai. Karenanya saya sangat mendambakan ASUS Vivo Aio V230IC sebagai peralatan tempur. Saya bisa membayangkan, betapa serunya mengedit video menggunakan perangkat satu ini.

Blang-bleng, satu demi satu video selesai digarap. Was-wus, dengan prosesor Intel i5 dan drive SDHC saya tak perlu lagi menunggu hingga belasan jam saat mengekspor video. Terakhir, unggah video-video tersebut ke YouTube dan galakkan promosi di media sosial. Insya Allah viewers membanjir. Amin...

Bantu saya dengan doa ya, Teman-Teman...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 30, 2016 09:36

June 29, 2016

Wisata Serba Ada di Dataran Tinggi Dieng


KALAU toko yang menyediakan berbagai macam keperluan kita sebut toko serba ada (toserba), maka rasanya Dataran Tinggi Dieng bisa diberi julukan Obyek Wisata Serba Ada. Ya, di satu kawasan ini pengunjung dapat menikmati berbagai macam atraksi wisata. Mulai dari wisata alam, wisata budaya, hingga wisata sejarah. Wisata kuliner? Tentu saja.

Pernah ke Candi Borobudur? Ini obyek wisata yang tak cuma menarik minat wisatawan lokal, tapi juga mancanegara. Tapi di sana kita hanya disuguhi satu obyek untuk dilihat: candi. Bolehlah kalau ada yang memasukkan unsur wisata sejarah karena di badan Candi Borobudur terdapat relief menceritakan kegemilangan leluhur bangsa Indonesia. Toh, tetap saja kita hanya mengunjungi satu candi, lalu pulang.

Bukan bermaksud apa-apa ya. Tapi coba bandingkan dengan Dataran Tinggi Dieng. Di satu area wisata ini, kita seperti masuk toserba karena dapat menikmati berbagai macam obyek dan petualangan sekaligus.

Bagi pecinta alam, Dieng adalah potongan kecil surga yang terlempar ke bumi. Hawanya yang sejuk, pemandangan alam nan asri menghijau, air segar di batang-batang sungai, semua seolah melengkapi petualangan menantang menuju puncak Gunung Prau. Di sini kita bisa mengadakan camping, bermalam di alam bebas hanya beratapkan tenda mungil. Sebelum pulang, sempatkan mampir ke Kawah Sikidang nan eksotis.

Bagi penyuka sejarah dan arkeologi, di Dieng ada satu kompleks candi Hindu yang luas. Kini memang hanya tersisa delapan buah candi, namun menurut penelusuran sejarah dulu terdapat setidaknya 400 candi di kawasan ini. Jumlah ini jauh lebih banyak dari candi-candi kecil di sekeliling Candi Sewu yang namanya berarti Seribu Candi. Juga masih lebih banyak dari candi-candi kecil yang mengitari Candi Prambanan.

Sedangkan bagi pengantin muda, Dieng adalah tempat sangat cocok untuk berbulan madu. Suasananya, pemandangan alamnya, keramahan penduduknya, hawa dinginnya, pokoknya semua sangat mendukung untuk memadu kasih. Tak usah jauh-jauh berbulan madu ke luar negeri, karena orang luar negeri justru banyak berkeliaran di Dieng. Hehehe...


Bhumi Kahyangan
Terletak lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), Dataran Tinggi Dieng masuk dalam 10 besar dataran tertinggi di dunia. Di Asia, hanya Dataran Tinggi Tibet (Tibetan Plateau) dan Dataran Tinggi Decca (Deccan Plateau) yang posisinya lebih tinggi dari Dieng.

Jika dalam cerita-cerita silat Tibet sering disebut-sebut sebagai Negeri Atap Dunia, maka Dieng mendapat sebutan Negeri di Atas Awan. Ya, saking tingginya beberapa tempat di kawasan ini berada lebih tinggi dari awan. Benar-benar di atas awan dalam artian yang sebenar-benarnya.

Kalau sebutan Negeri di Atas Awan terlalu umum, nama lain yang lebih identik dengan Dieng adalah Bhumi Kahyangan. Menurut sejarah, nama Dieng berasal dari "Di Hyang" yang berarti "tempat tinggal para dewa." Dengan demikian nama Dieng bersinonim dengan Kahyangan, yang sama-sama berarti tempat kediaman dewa-dewa.

Itulah sebabnya kita dapat menemukan satu kompleks candi mahaluas di Dataran Tinggi Dieng. Meski belum ada referensi yang menyebut dengan pasti, menilik dari jumlah candi yang pernah ada kuat dugaan kompleks candi ini dulunya merupakan pusat peribadatan terbesar di Tanah Jawa masa itu. Malah bisa jadi yang terbesar di Nusantara, Asia, atau bahkan dunia.

Misteri yang melingkupi kompleks candi di Dieng menjadi salah satu daya tarik tersendiri untuk mengunjungi tempat ini. Belum ada satupun studi yang berhasil menemukan sejarah pembangunan candi-candi tersebut, siapa raja yang memerintahkan megaproyek ini, nama asli kompleks candi apatah lagi masing-masing candi, serta kapan candi pertama mulai dibangun.

Ini semua disebabkan oleh minimnya data dan referensi sejarah yang terkait dengan kompleks candi di Dieng. Ilmuwan hanya bisa memperkirakan kompleks candi ini dibangun di abad ketujuh, di masa Kerajaan Kalingga. Salah satu dari tiga kerajaan tertua di Nusantara tersebut disebut berlokasi di bagian utara Jawa Tengah saat ini. Dieng yang terletak di dua kabupaten, Banjarnegara dan Wonosobo, masuk dalam wilayah kekuasaan Kalingga.

Dari 400 candi hanya tersisa delapan, itupun hanya satu yang bangunannya bisa dikembalikan utuh: Candi Arjuna. Sedangkan tujuh candi lain berdiri tanpa atap komplet seperti halnya Arjuna. Ilmuwan membagi kompleks candi Dieng menjadi tiga gugus (cluster), yakni:


1. Gugus Arjuna
Merupakan gugus candi yang berada di tengah-tengah kompleks candi Dieng. Gugus ini juga terletak tepat di tengah Dataran Tinggi Dieng. Terdiri atas lima candi, Gugus Arjuna merupakan gugus candi paling lengkap dibandingkan yang lain. Bersama Candi Arjuna, keempat candi lain adalah Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.

2. Gugus Gatotkaca
Sama seperti Gugus Arjuna, gugus candi ini terdiri atas lima candi kecil: Candi Gatotkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, dan Candi Gareng. Namun saat ini hanya Candi Gatotkaca yang tetap berdiri tegak, meski tidak utuh seperti sedia kala. Empat candi lainnya tinggal reruntuhan puing.

3. Gugus Dwarawati
Berbeda dengan dua gugus lain, Gugus Dwarawati terdiri atas empat candi yang dinamakan Candi Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari. Sama halnya Gugus Gatotkaca, saat ini hanya Candi Dwarawati yang masih berdiri tegak sekalipun tidak utuh. Sedangkan tiga candi lain berupa onggokan puing-puing.

Selain tiga gugus candi tersebut, masih ada Candi Bima yang lokasinya terpisah dari kompleks candi Dieng. Candi Bima terletak di atas bukit, merupakan candi terbesar sekaligus tertinggi di antara candi-candi lain. Yang menarik, model bangunan Candi Bima terlihat berbeda dari candi-candi yang ada di Dieng.

Bagi penyuka sejarah seperti saya, candi-candi di atas adalah alasan kuat untuk berkunjung ke Dieng. Saya selalu dibuat kagum oleh ornamen-ornamen yang ada di bangunan candi, membayangkan bagaimana orang jaman dahulu menyusun batu-batu sungai menjadi bangunan megah seperti itu. Bayangkan saja, jaman itu mereka bekerja hanya menggunakan palu dan pahat, juga tali tambang.

Melihat Delapan Gunung
Selain pecinta sejarah, Dieng juga menjadi destinasi favorit pecinta alam wa bil khusus pendaki gunung. Tujuan mereka adalah mendaki ke puncak Gunung Prau yang merupakan puncak tertinggi di Dataran Tinggi Dieng.

Dengan elevasi 2.565 mdpl, Gunung Prau boleh dibilang tak cukup menantang didaki. Dibandingkan Sindoro yang tingginya 3.136 mdpl, Prau lebih cocok bagi pendaki pemula. Padahal orang-orang yang baru mulai mendaki gunung sering disarankan untuk memilih Sindoro sebagai debut.

Tapi jangan salah, meski tak cukup tinggi Prau tetaplah gunung idola para pendaki. Bukan soal berapa meter di atas permukaan laut yang dikejar, melainkan pemandangan menakjubkan dari atas puncaknya. Sebab dari puncak Gunung Prau kita dapat menyaksikan delapan gunung sekaligus. Ya, delapan gunung!


Gunung apa saja? Berderet-deret dari sisi kanan adalah Gunung Kembang, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Ini artinya dari puncak Gunung Prau kita bisa melihat wilayah Wonosobo, Temanggung, Yogyakarta, Magelang, hingga Kabupaten Semarang.

Seperti halnya di gunung-gunung lain, menanti sunrise merupakan hal wajib sesampainya di puncak Gunung Prau. Biasanya pendaki memilih bermalam di area perkemahan, tidur dalam tenda-tenda atau sleeping bag. Jangan kuatir, ada banyak pendaki lain yang berkemah di camping ground Prau. Dijamin tidak bakal sendirian deh.



Tempat lain yang biasa dipilih untuk berburu sunrise adalah puncak Gunung Sikunir. Di sini juga ada camping ground sehingga kita dapat bermalam menunggu matahari terbit yang kondang dikenal sebagai golden sunrise. Saat matahari mulai muncul, ufuk timur di langit Dieng terlihat berwarna kuning keemasan.

Berita baiknya, kita tak harus mendaki Gunung Prau maupun Gunung Sikunir untuk melihat golden sunrise Dieng. Masih ada tempat lain di mana sunrise terlihat tak kalah bagus. Misalnya dari puncak Gunung Pakuwojo, atau malah dari gardu pandang Tieng. Tinggal pilih.

Ke Dieng Lewat Banjarnegara
Selama ini Dieng dikenal sebagai bagian dari Kabupaten Wonosobo. Padahal, Dataran Tinggi Dieng yang terdiri dari dua desa masuk dalam wilayah administratif Wonosobo dan Banjarnegara. Dua kabupaten ini bertetangga, sehingga membagi dua kawasan Dieng dengan batas Kali Tulis. Bagian timur Dieng (Desa Dieng Wetan) adalah wilayah Wonosobo, sedangkan bagian barat (Desa Dieng Kulon) milik Banjarnegara.

Karenanya, kita bisa menuju ke Dieng lewat Banjarnegara. Para pelancong dari arah barat malah sudah pasti melalui Banjarnegara jika hendak ke Dieng. Cuma biasanya Banjarnegara hanya dilewati saja, karena tujuan utamanya Wonosobo sebelum mencari angkutan ke Dieng. Jalur Wonosobo memang yang paling banyak ditempuh menuju ke Dieng Plateau.

Sekali-kali cobalah lewat Banjarnegara. Ada dua pilihan rute yang bisa diambil dan kesemuanya menuju ke Desa Dieng Kulon yang ada di Kecamatan Batur. Pertama, jalur tengah yang melewati Pagentan, Sumberejo, Karangtengah dan terus mengikuti Jalan Raya Dieng. Kedua, jalur timur melewati Petambakan, Banjarmangu, Karangkobar, dan menelusuri Jalan Raya Batur sebelum masuk ke Jalan Raya Dieng.

Bagaimana kalau naik angkutan umum? Gampang. Angkutan umum di Banjarnegara sudah menjangkau ke pelosok-pelosok. Ditambah jalanan yang relatif bagus, perjalanan menuju Dieng bakal berlangsung lancar jaya bagi pelancong backpacker. Namanya saja angkutan umum, tentu saja ongkosnya murah meriah.

Rutenya, dari terminal bus Banjarnegara naik angkutan jurusan Banjarnegara-Batur. Angkutannya berbentuk bus kecil. Turun di Pasar Batur, lalu tunggu angkutan jurusan Batur-Wonosobo lewat. Angkutan umum yang juga berupa bus kecil ini melewati Dieng. Jadi, tinggal minta turun saja begitu bus melewati Dieng.


Bagi saya yang tinggal di Pemalang, ke Dieng terasa lebih dekat jika melewati Banjarnegara. Alih-alih ke selatan melewati Purbalingga lalu berbelok ke timur menuju Kota Banjarnegara, perjalanan bisa lebih singkat bagi saya dengan melewati Kajen.

Dari ibukota Kabupaten Pekalongan tersebut ada angkutan menuju ke Karangkobar, kecamatan yang sudah masuk wilayah Banjarnegara. Tapi tidak sampai Karangkobar sudah harus turun, tepatnya di pertigaan Wanayasa. Setelah itu cari angkutan menuju Batur, turun di Pasar Batur. Terakhir, tunggu bus rute Batur-Wonosobo yang akan melewati Dieng.

Selain Kajen, saya juga bisa menempuh jalur Batang. Rutenya jika menggunakan kendaran pribadi adalah Batang - Wonotunggal - Bandar - Kambangan (Blado) - Gerlang - Batur - Dieng. Kalau mau naik angkutan umum, ada bus mini yang siap mengantar dari Batang sampai ke Blado. Tapi dari Blado ke Batur masih dalam tanda tanya besar karena sepertinya tak ada angkutan umum.

Atau kalau ingin menghindari Gerlang yang jalanannya terkenal ekstrem, ambil jalur Banyuputih. Jadi dari kota Batang terus ke timur hingga Banyuputih. Dari sini baru berbelok ke arah selatan melalui Limpung dan lanjut ke Bawang, tepatnya Desa Pranten yang berbatasan langsung dengan Desa Karangtengah di Kecamatan Batur. Dari Karangtengah, kita cukup berjalan sejauh 500 meter untuk mencapai Dieng Kulon.

Well, jangan kuatir dengan perjalanan selama 1,5 hingga 2 jam. Kalau terasa haus ya tinggal berhenti saja, mampir ke warung dawet ayu. Segelas dawet ayu khas Banjarnegara bakal mengusir dahaga. Sebagai camilannya bisa cicipi keripik kentang yang merupakan produk khas Batur.

Mayuh plesir maring Banjarnegara! :)

Disclaimer: Tulisan ini diikut-sertakan dalam Lomba Blog Pariwisata Banjarnegara 2016 yang diadakan oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 29, 2016 13:45

June 27, 2016

Aziza Inn Palembang, Tempat Menginap Strategis di Tengah Kota Pempek


PALEMBANG sedang ramai-ramainya pertengahan Mei itu. "Nggak tahu ada event apa aja, tapi semuanya penuh," cerita Mbak Ira Hairida sembari menyetir mobil membawa saya dan beberapa rekan blogger berkeliling kota. Yang dimaksud "semuanya penuh" oleh Mbak Ira adalah hotel-hotel di Kota Pempek, rata-rata fully booked.

Ahad itu, 15 Mei 2016, adalah hari kedua saya di Palembang. Saya bersama dua blogger lain diundang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Selatan untuk menyaksikan etape terakhir International Musi Triboatton 2016 dilanjut upacara penutupan kompetisi internasional tersebut. Kami tidak hanya bertiga, karena Kementerian Pariwisata RI sudah terlebih dahulu mengirim sejumlah blogger top sejak pembukaan pada 14 Mei.

Bisa jadi gelaran Musi Triboatton 2016 yang membuat hotel-hotel di Kota Palembang penuh. Kami pun harus jadi musafir, menginap di dua hotel berbeda dalam dua malam. Tapi kondisi ini seolah berkah tersembunyi, karena kami berkesempatan menginap di Aziza Inn Hotel (sebelumnya bernama Hotel Azza). Sebuah hotel yang terletak tepat di jantung kota Palembang.

Setelah seharian berkeliling mencicipi berbagai makanan khas Palembang, termasuk menyeberangi Sungai Musi menuju Pulau Kemaro, sore harinya kami check in ke hotel. Kami harus istirahat sebentar dan mandi, sebelum kembali keluar untuk mengikuti acara penutupan di Benteng Kuto Besak pada pukul 19.00 WIB.

Kesan pertama begitu melihat Aziza Inn, hotel ini kental dengan nuansa etnik sekaligus minimalis. Dinding bangunan di dekat jalan masuk berupa jalinan teralis besi yang dirambati tanaman menjalar. Nama hotel dengan huruf hijau dan merah terpampang di atasnya. Keesokan harinya saat sarapan saya baru tahu kalau dinding tersebut adalah bagian luar restoran.

Tepat di samping pintu masuk lobi hotel terdapat dua patung hewan berleher panjang dari kayu saling berhadapan. Saya kira itu patung jerapah, tapi entahlah tepatnya apa. Lalu tak jauh dari meja resepsionis terdapat seperangkat tempat duduk dari kayu berukir. Untuk yang suka tempat duduk empuk, di bagian tengah lobi terdapat seperangkat sofa.

Oya, welcome drink yang disajikan hari itu jus nanas, lengkap dengan potongan nanas kecil-kecil. Rasanya segar sekali, perpaduan antara manis dan asam yang pas. Saya sampai minum dua kali dibuatnya. Hehehe...


Si Minimalis nan Lega
Aziza Inn adalah hotel berbintang dua di bawah naungan Horison Group. Hanya terdiri dari tiga lantai, dengan 52 kamar dalam dua tipe: Superior Room dan Deluxe Room. Saya dapat kamar di lantai dua malam itu, tepatnya nomor 215. Semua blogger Musi Triboatton 2016 ditempat di lantai yang sama. Tak menunggu lama, langsung saja kami semua naik ke kamar masing-masing untuk mandi dan beristirahat sejenak.

Karena kamar dipesankan oleh Disparbud Sumsel, saya tak bisa memilih yang twin atau double. Tapi rupanya saya dapat double bed. Bakalan nyenyak nih tidur di kasur gede sendirian. Kamarnya sendiri tak terlalu lebar, tapi penataan ruang yang efektif membuatnya terkesan lega. Cat putih di seantero ruangan ikut memberi kesan luas, sekaligus bersih.

Dua buah lampu dengan cahaya redup di sudut-sudut ruangan menyambut saya begitu membuka pintu kamar. Di seberang ranjang terdapat sebuah meja ringkas. Dua botol kecil air mineral, beberapa leaflet hotel, kalender meja, gelas dan remote control tergeletak di atasnya. Lalu di tembok menempel sebuah televisi layar datar.

Pandangan saya langsung tertuju pada kasur berseprai putih yang diapit meja-meja sudut. Tanpa tunggu lama-lama segera saja saya rebahkan badan ke atasnya. Nyamannya... Kalau saja tak ingat malam itu ada acara yang harus dihadiri, saya lebih memilih memejamkan mata dan tertidur di atas kasur empuk saat itu juga.




Oya, buat yang biasa traveling membawa banyak gadget, di kamar terdapat banyak sekali colokan untuk mengecas semua perangkat sekaligus. Selain di atas meja kecil di sudut, colokan bisa ditemui di kedua sisi meja televisi, juga di kamar mandi. Benar-benar surga ngecas.

Saya bergegas ke kamar mandi begitu jarum jam menunjukkan pukul lima sore lewat sedikit. Kamar mandinya juga terkesan minimalis, tapi fungsional dan lengkap. Sabun cair, sampo, pasta gigi dan sikat gigi kecil semua tersedia bersama handuk tebal. Jadi buat yang tidak biasa bepergian membawa toiletris tidak perlu kuatir.

Mumpung di hotel saya memilih mandi air hangat. Ya, kapan lagi bisa mandi air hangat cuma modal memutar kran. Di rumah saya harus merebus air dulu kalau mau mandi air hangat, hahaha. Selesai mandi saya bermaksud salat Ashar, tapi sayang tak ada space yang cukup untuk dipakai salat mengikuti arah kiblat sesuai tanda di langit-langit kamar. Untungnya saya ingat di samping lobi ada musala. Jadi, saya pun turun ke bawah.

Kira-kira jam setengah enam kami dibawa Mbak Ira menuju ke kawasan Plaza Benteng Kuto Besak.

Lokasi Strategis
Bagi peminat wisata belanja, Aziza inn dikelilingi pusat perbelanjaan ternama Palembang. Yang terdekat adalah Palembang Icon Mall (PIM) yang terletak persis di seberang jalan. Di mal ini ada berbagai gerai ternama, juga kafe-kafe dan restoran untuk nongkrong cantik seperti Starbucks, Baskin Robbins, Pizza Hut atau J.CO. Tinggal pilih.

Dari Aziza Inn ke PIM sebaiknya berjalan kaki saja menyeberangi Jl. Angkatan 45, sebab kalau naik kendaraan harus memutar sejauh kira-kira 1,5 km. Jl. Angkatan 45 terdiri atas dua lajur dengan separator tinggi di tengah, jadi harus lihat-lihat dulu bagian jalan mana yang bisa dilewati.

Satu mal besar lain yang tak terlalu jauh dari Aziza Inn Hotel adalah Palembang Square Mall. Menurut Google Map jaraknya 750 meter menyusuri Jl. Angkatan 45 ke arah barat laut. Di dalam mal ini terdapat berbagai tempat makan berkelas seperti Solaria dan Es Teller 77. Nyaman untuk kongkow atau meetup dengan sejawat.


Kalau ingin suasana berbeda, ada warung makan Ikan & Ayam Bakar Joglo di sebelah utara hotel. Tak jauh dari sana terdapat Tempat Makan Ikan Bakaran. Pilihan lain ada Bakso Gobud, Warung Solo Berseri Mbak Anny, Roti Bakar Narsis, 1000 Rasa Coffee Shop, atau Golden Abalone Restaurant yang kesemuanya berada dalam radius 100-250 meter dari hotel.

Mau mencicipi makanan khas Palembang? Coba saja datangi Kedai Pempek Dos 171 di Jl. Sulaiman Amin. Jaraknya hanya 270 meter dari Hotel Aziza Inn, cukup berjalan kaki kira-kira lima menit dan sampailah sudah. Tak jauh dari sana terdapat Warung Tekwan 99, kira-kira 300 meter dari Kedai Pempek Dos 171 atau 400 meter dari hotel.

Satu tempat makanan khas Palembang lain yang jalanable dari Aziza Inn adalah Nasi Pindang Kuyung di Jl. Kapten A. Rivai. Jaraknya hanya 350 meter ke arah selatan, tak akan membuat badan kurus kok. Di sini kita bisa menikmati aneka jenis pindang nan lezat.

Mau makan di tempat yang lebih ngetop? Langkahkan kaki sedikit lebih jauh ke arah selatan, hanya berjarak kira-kira 50-75 meter dari Nasi Pindang Kuyung kita akan sampai di RM Pempek Pak Raden yang berada di kawasan Jl. Radial. Ini tempat makan pempek legendaris di Palembang. Belum afdol ke Kota Pempek kalau belum mencicipi Pempek Pak Raden.

Jarak ke tempat-tempat wisata seperti Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak, dan sekitarnya memang agak jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi jangan khawatir. Begitu keluar dari lobi hotel, tepat di pinggir Jl. Angkatan 45 terdapat jejeran driver Go-Jek yang siap mengantar kemanapun kita pergi. Taksi? Ada juga.

Sayangnya saya tak sempat menjelajahi seputaran Aziza Inn Hotel. Waktunya yang tak memungkinkan. Kami check in sore, lalu keluar lagi sampai jelang tengah malam. Tidur sampai pagi, keesokan harinya sarapan dan check out. Berharap sekali suatu saat kembali lagi ke sini dan eksplor tempat-tempat di atas berjalan kaki.

Nah, ngomong-ngomong soal sarapan saya dibuat puas sekali oleh menu yang disajikan. Saya turun dari kamar kira-kira jam delapan pagi. Lihat-lihat situasi tampaklah satu meja berisi buah-buahan. Saya yang sebisa mungkin sarapan buah langsung saja mencomot beberapa potong melon, pepaya dan semangka. Habis dua piring! Hahahaha...

Berfoto bareng Mas Bolang usai sarapan di Aziza Inn Hotel Palembang. Foto diambil oleh salah satu staf restoran. Abaikan siluetnya, perhatikan suasana di dalam restoran yang jadi latar belakang.
Karena baru akan dijemput saudara jam 10 lewat, saya memilih tetap di restoran sembari memantau timeline media sosial. Tak terasa sejam lebih berlalu. Eh, kok, perut merasa lapar lagi ya. Karena sudah melebihi jarak aman dari waktu sarapan buah, saya berani mengambil nasi gemuk. Ini istilah orang Palembang untuk nasi gurih. Ditambah sayur, sambal dan kerupuk, sarapan ronde kedua pun dimulai.

Belum lama makanan di piring saya habis, Mas Sutiknyo atau yang lebih beken disapa Mas Bolang muncul. Setelah mengambil sarapan dan meminta telur goreng pada staf restoran, ia duduk di meja saya. Kami pun sarapan sembari ngobrol tentang banyak hal. Beruntung sekali saya sempat bertemu dengan travel blogger top satu ini.

Well, kira-kira jam 10 lewat sedikit sepupu saya menjemput. Begitu kunci kamar saya serahkan pada petugas resepsionis, berakhir sudah kebersamaan saya dengan Hotel Aziza Inn Palembang. Hanya semalam, namun pengalaman ini sangat berkesan. Seperti saya bilang di atas, kalau ada kesempatan saya ingin sekali kembali ke hotel ini dan mengeksplorasi tempat-tempat makan di sekitarnya.

Pasti bakal menyenangkan sekali, sekaligus mengenyangkan! :D

Hotel Aziza Inn Palembang
(sebelumnya bernama Hotel Azza)
Jalan Kapten Anwar Sastro No. 1296
Sungai Pangeran, Ilir Timur I
Kota Palembang 30129

Telp.: (0711) 315574, 314410
E-mail: azzahotelpalembang@yahoo.com
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 27, 2016 07:52

June 25, 2016

Pentingnya Literasi Digital Menuju Internet Sehat


JARANG sekali ada event berbau internet atau blogging di Pemalang. Karenanya saya antuasias sekali ketika ICT Watch aka Internet Sehat mengadakan workshop bertajuk "Pentingnya Literasi Digital" pada Sabtu, 25 Juni, ini. Tanpa pikir panjang saya langsung mencari-cari info untuk mendaftarkan diri ikut sebagai peserta. Padahal acara masih dua pekan lagi.

Workshop ini merupakan rangkaian dari program Ngabubur-IT yang digelar ICT Watch di empat kota. Sebelum Pemalang sebagai lota terakhir, acara serupa telah terlebih dahulu diadakan di Bandung (17 Juni), Surabaya (18 Juni), dan Banda Aceh (21 Juni).

Kesan pertama saya terhadap event ini tak sedap sebenarnya. RTIK Pemalang sebagai penyelenggara kurang aktif di Twitter, sehingga pertanyaan dan konfirmasi saya baru dijawab beberapa hari setelahnya. Demikian juga dengan seorang yang disebut sebagai contact person. Ada sih dicantumkan nomor hape. Tapi saya pikir, ini event membahas literasi digital, penyelenggaranya sangat familiar dengan internet, masa iya dikontak lewat Twitter nggak bisa?

Syukurlah salah seorang anggota RTIK Pemalang yang juga admin akun @KabarPML banyak memberi informasi. Termasuk memberi-tahukan tautan ke halaman pendaftaran online peserta workshop ini. Jadilah saya mendaftar secara online. Cuma yang membikin kening berkerut, meski ICT Watch lewat akun @internetsehat berkali-kali menekankan acara ini terbuka untuk umum, pada saat registrasi ulang saya dan seorang teman ditanya, "Dari instansi mana, Pak?"

Lalu, dalam edarannya acara seharusnya sudah dimulai pukul 14.30 WIB. Saya dan seorang kawan sendiri malah baru berangkat kira-kira jam segitu. Artinya, kami telat. Tapi sesampainya di venue, kami baru peserta ketiga dan keempat. Daftar absensi masih kosong, demikian juga isi bagian dalam ruangan Hotel The Winner Premier yang menjadi tempat acara.

Untunglah saya dibuat puas oleh materi yang disampaikan oleh pembicara. Kang Acep dari ICT Watch membahas pentingnya kehati-hatian di dunia maya. Sudah banyak kasus cyber bullying terjadi dan beberapa berujung pada kematian, jangan sampai kita jadi korban. Untuk itu dibutuhkan literasi digital agar kegiatan berinternet kita jadi lebih sehat dan aman.

Kang Acep juga membeberkan data terbaru pengguna internet Indonesia. Dengan populasi penduduk sebanyak 259,1 juta jiwa, Indonesia mempunyai pengguna internet aktif sebanyak 88,1 juta. Jumlah yang sangat besar. Dari angka tersebut, 79 juta di antaranya merupakan pengguna sosial media. Sayangnya, masih banyak pengguna yang belum cakap dalam beraktivitas di dunia maya. Akibatnya, alih-alih memberi manfaat, internet dan khususnya sosial media justru membawa malapetaka.

Sebarkan Kebaikan, Kalahkan Keburukan
Setelah Kang Acep, tampil Bapak Khalimi yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pemalang. Berpakaian santai, Pak Khalimi mengaitkan internet dengan dunia pendidikan dan remaja yang menjadi bidang kerjanya. Tidak salah, sebab kebanyakan pengguna internet dan media sosial adalah remaja.

Pak Khalimi mengatakan perkembangan tidak bisa dicegah dan ditahan-tahan. Akan lebih baik jika kita beradaptasi dan mengambil manfaat dari perkembangan tersebut. Dalam hal internet dan sosial media, Pak Khalimi menyebut dirinya tak bisa melarang siswa-siswi sekolah membawa smartphone ke sekolah. Sebab baik-buruknya gadget tergantung pada pemakainya, sehingga pemakainya yang harus diedukasi.


Ditegaskan Pak Khalimi, sekolah memegang peranan penting dalam literasi digital di kalangan remaja. Karenanya beliau sangat mendorong hal ini di kalangan guru. Alih-alih menyita atau melarang siswa membawa smartphone, guru sebaiknya mengarahkan siswa agar memanfaatkan perangkat mereka untuk hal-hal positif yang terkait dengan pelajaran.

Pelajar bisa memanfaatkan berbagai aplikasi pendidikan untuk menunjang kegiatan belajar. Pak Khalimi menyebut, aplikasi seperti Edmodo atau Quipper dapat membantu mengasah kecerdasan siswa. Lebih-lebih aplikasi-aplikasi tersebut menghubungkan pelajar-pelajar dari seluruh dunia. Sehingga lingkup pembelajarannya tidak terbatas pada lokasi geografis pelajar bersangkutan.

Tidak bisa diingkari banyak konten negatif yang merusak bertebaran di internet. Sebagai pengguna, kita dapat turut andil memperbaiki kondisi tersebut dengan cara banyak-banyak menyebar konten positif. "Terus sebarkan konten-konten kebaikan di internet, maka kejelekan-kejelekan itu lama-kelamaan akan mengecil, terkucil, dan menghilang," demikian ujar Pak Khalimi menutup paparannya.

Saya sangat menyepakati statement Pak Khalimi tersebut. Cara terampuh untuk meng-counter konten-konten negatif memang dengan membagikan lebih banyak konten positif. Konten negatif mungkin tak akan pernah hilang, tapi dengan semakin banyaknya konten positif maka pengguna akan lebih sering mendapatkan manfaat dari internet ketimbang mudarat.

Karena waktu mepet adzan Magrib dan berbuka puasa, dua pembicara berikutnya tak bisa banyak-banyak memaparkan materi masing-masing. Terutama Mas Andri dari Relawan TIK Indonesia yang berbicara tak sampai 10 menit, itupun diseling dengan pemutaran video Assa Desa. Meski demikian poin-poin penting dalam paparannya tersampaikan dengan baik. Setidaknya bagi saya, hehehe...

Adzan Magrib kemudian berkumandang menghentikan paksa sesi tanya-jawab. Hadirin dipersilakan mengambil hidangan berbuka yang telah disiapkan. Aih, menunya komplit. Ada kolak pisang, nasi putih, ayam goreng, tempe goreng, sop, sambal goreng, serta tak ketinggalan buah-buahan. Okelah, kenyang perut dibuatnya.

Acara kembali dilanjutkan usai berbuka puasa dan salat Magrib. Namun saya tidak bisa ikut karena sudah harus pulang. Sesi tanya-jawab dan foto-foto pun saya lewatkan. Tak apalah. Toh, saya sudah mengikuti seluruh materi hingga usai.

Oya, berikut video cuplikan acara Ngabubur-IT di Hotel The Winner Premier Pemalang yang saya rekam menggunakan ponsel ASUS Zenfone C dan action cam Xiaomi Yi. Selamat menyaksikan!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 25, 2016 07:30

June 23, 2016

Keindahan di Balik Mitos Wisata Alam Ciwidey


INGIN merasakan wisata alam bernuansa pegunungan dengan hawa sejuk dan pemandangan hijau tanpa harus ngos-ngosan mendaki penuh keringat? Wisata alam Ciwidey di Kabupaten Bandung bisa jadi pilihan. Bagi yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, tempat ini sangat recommended sekali karena jaraknya dekat.

Ciwidey merupakan satu kecamatan di Kabupaten Bandung yang terletak di selatan Kota Bandung. Sejak jaman penjajahan Hindia Belanda tempat ini sudah terkenal sebagai tujuan wisata alam. Hawanya yang sejuk, perkebunan teh yang menghampar hijau, serta kekayaan hasil pertanian membuat Ciwidey populer di kalangan warga keturunan Eropa masa itu.

Menurut beberapa referensi, nama Ciwidey berasal dari bahasa Portugis Kuno. "Ciwi" berarti kiwi, sedangkan "Dey" berarti hari. Versi lain menyebut nama Ciwidey berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang memiliki arti Sapi Lima. Yakni gabungan kata "Ciwow" (sapi) dan "Dew" (lima). Sementara menurut cerita rakyat, asal-usul nama Ciwidey terkait dengan tiga sosok penyebar agama Islam dari Banten: Eyang Dalem Rangga Sadana, Eyang Camat Nata Wiguna, dan Eyang Jaga Setru.

Terkait asal-usul versi bahasa Yunani Kuno, ada mitos yang mengatakan bahwa Ciwidey merupakan tempat kelahiran sapi berkepala lima. Tempat itu terletak di Rumah Sembah Sapi dengan pemilik bernama Raden Batubara. Namun hingga saat ini tidak diketahui pasti keberadaan Rumah Sembah Sapi tersebut. Demikian pula, tidak ada yang tahu apakah asal nama Ciwidey ini merupakan fakta atau sekedar mitos.

Terlepas dari asal-usul namanya, yang jelas Ciwidey merupakan satu wisata alam yang sangat layak dikunjungi. Ada banyak tempat eksotis untuk refreshing, melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari agar lebih segar dan kembali bersemangat. Berikut beberapa di antaranya.


Foto: AnekaTempatWisata.com
Naik Perahu di Situ Patenggang
Belum lengkap rasanya ke Ciwidey kalau tidak mengunjungi Situ Patenggang. Terletak 47 km di selatan Kota Bandung, tempat wisata ini menyajikan sebuah pemandangan danau yang indah dan masih terjaga keasriannya. Di tepian terdapat perahu-perahu yang siap mengantar kita berkeliling danau.

Ada dua pilihan bagi kita di Situ Patenggang. Pertama, sekedar duduk-duduk menikmati keindahan danau dan sekitarnya. Tempat wisata ini sangat cocok bagi yang datang dalam berombongan besar bersama sanak saudara ataupun kerabat dekat. Terdapat stand-stand makanan dan minuman untuk menuntaskan rasa lapar dan haus sembari bersantai di tepian danau.

Kedua, ini yang lebih asyik sekaligus menantang, menyusuri danau dengan perahu. Biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp150.000-Rp250.000 per perahu, dengan kapasitas paling sedikit 20 orang. Tarif yang dikenakan tergantung jumlah orang dan jenis perahu yang dipilih. Perahu-perahu di sini unik, memiliki atap dengan cat warna-warni cerah.

Selain melihat keindahan danau, kita juga dapat merasakan sejuknya udara di sekitar danau dan merasakan langsung kesegaran air danau yang jernih. Oya, juga pemandangan pepohonan menghijau di sekeliling danau. Siapkan kamera untuk menangkap lanskap menakjubkan dari atas perahu.

Biaya tiket masuk ke Situ Patenggang sangat terjangkau. Dibandrol dengan harga Rp15.000 seorang. Bagi yang membawa kendaraan bermotor, ada tambahan tarif parkir Rp8.000 untuk sepeda motor, dan Rp11.000 untuk mobil atau mini bus.


Si Cantik Kawah Putih Ciwidey
Sebagian wisatawan mungkin sudah tidak asing dengan obyek wisata satu ini. Kawah Putih Ciwidey terletak 44 km dari Kota Bandung, merupakan destinasi wisata paling populer dalam beberapa tahun terakhir. Meski diasosiasikan dengan Ciwidey, secara administratif tempat cantik ini masuk wilayah Kecamatan Rancabali.

Mata kita bakal dimanjakan sesampainya di sini. Pesona pemandangan pegunungan yang memikat, kontrasnya perpaduan air danau yang berwarna biru langit menyatu padu dengan bebatuan kapur putih, memberi sensasi ketenangan bagi siapapun yang melihatnya. Belum lagi hijaunya pepohonan dan udara sejuk yang melingkupi sekelilingnya.

Keindahan Kawah Putih Ciwidey sering dijadikan sebagai spot pemotretan untuk keperluan pembuatan iklan, majalah, dan semacamnya. Banyak juga calon pengantin yang memilih tempat ini sebagai lokasi foto prewedding.

Berdasarkan cerita turun-temurun dari penduduk setempat, puncak tertinggi pegunungan yang mengelilingi Kawah Putih merupakan tempat rapat roh-roh leluhur. Bahkan ada masyarakat setempat yang mengaku pernah menyaksikan penampakan domba berbulu putih di tempat ini.

Boleh percaya boleh tidak, tapi tentu obyek wisata ini semakin menarik untuk dikunjungi. Tiket masuk ke Kawah Putih sebesar Rp18.000 per orang untuk wisatawan lokal. Harga berbeda dikenakan bagi wisatawan mancanegara, yakni sebesar Rp50.000 seorang. Sedangkan biaya parkirnya Rp15.000 bagi kendaraan beroda empat, dan Rp10.000 untuk kendaraan roda dua.

Jangan sampai dilewatkan ya!


Foto: Sebandung.com
Berlibur Sekaligus Belajar di Kebun Teh Rancabali
Ingin berwisata bersama putra-putri saat libur sekolah? Maka rekomendasi tempat wisata alam sekaligus untuk belajar yang pas adalah Kebun Teh Rancabali. Perkebunan ini terletak tak jauh dari Kawah Putih, hanya berjarak 8,6 km ke arah barat laut. Kira-kira 21 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor.

Di perkebunan ini kita dapat menikmati pemandangan hijau dari jajaran pohon teh yang bakal menyejukkan mata. Kita bisa berkeliling kebun juga lho. Sangat disarankan untuk menyewa tour guide untuk memandu perjalanan kita selama berkeliling tempat ini. Biaya jasa tour guide hanya sebesar Rp30.000 per orang. Sangat murah.

Tour guide akan membawa kita berkeliling kebun, memberitahukan proses penanaman pohon teh dari bibitnya, cara menanam dengan metode yang tepat, bagaimana membuka lahan teh, tekhnik khusus memelihara daun teh yang baik dan benar, memilah daun teh yang tidak layak konsumsi, hingga mengolah daun teh sebelum dapat dikonsumsi.

Harga tiket masuk ke Kebun Teh Rancabali tidak membuat kantong bolong. Setiap orang hanya dikenakan tarif sebesar Rp5.000. Murah meriah, bukan?

Tertarik? Sediakan beberapa hari agar dapat lebih puas mengeksplorasi tempat-tempat wisata di Ciwidey dan sekitarnya. Tidak perlu risau soal penginapan, karena tempat ini memiliki hotel berbintang yang siap memberikan pelayanan serta fasilitas terbaiknya selama kita berwisata di sana.

Enjoy!
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 23, 2016 00:25

June 16, 2016

Masjid yang Dibangun dengan Getah Karet


SAYA lupa nama masjid ini. Terletak di tengah-tengah perkampungan transmigrasi Blok A Batumarta VIII, Kec. Madang Suku III, OKU Timur, Sumatera Selatan. Saya masih kelas V SD saat masjid ini didirikan medio 1993, alias 23 tahun lalu. Satu hal yang saya ingat, masjid ini berdiri berkat kekompakan serta pengorbanan warga di sekitarnya.

Awalnya Blok A hanya punya satu langgar kayu kecil sebagai pusat peribadatan. Tentu saja tidak cukup karena langgar ini begitu kecil. Utamanya saat salat tarawih atau salah Ied. Jamaah tumpah ruah hingga ke halaman, menggelar tikar atau potongan karung di atas tanah.

Pak Salim sebagai Ketua RT sekaligus tetua kampung tanggap dengan situasi ini. Beliau menggagas sebuah usulan visioner: setiap kepala keluarga diminta menyedekahkan satu baris dari kebun karet masing-masing untuk biaya pembangunan masjid. Ya, alih-alih meminta sedekah uang, Pak Salim justru meminta sumber uangnya!

Warga kompak menyepakati usulan ini, secara sukarela melepas satu baris kebun mereka. Itu berarti sekitar 10 batang. Garis batas kebun diubah dengan kesepakatan bersama, sehingga Blok A punya kebun khusus inventaris kampung. Hasil panen kebun karet tersebut sepenuhnya untuk membiayai pembangunan masjid.

Tak berhenti sampai di situ, warga bergotong-royong menyumbangkan tenaga saat proyek pembangunan masjid dimulai. Kurang dari setahun sejak pondasinya ditanam, masjid kebanggaan warga Blok A Batumarta VIII ini pun berdiri megah.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis "1001 Kisah Masjid”

Word count (menurut WordCounter.net): 210 kata, 1.448 karakter
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 16, 2016 10:05

June 12, 2016

Menyeberangi Sungai Musi Menuju Pulau Kemaro (Wisata Palembang bagian II)


SALAH satu lagu lawas yang saya hapal di luar kepala ada Sebiduk di Sungai Musi-nya Alfian. Maklum saja, Sungai Musi sangat lekat dengan masa kecil saya yang lahir dan dibesarkan di Palembang. Jadi saya merasa punya keterlibatan secara emosional dengan lagu tersebut. Siapa sangka jika kemudian saya benar-benar mengalami perjalanan naik biduk di sungai legendaris itu.

Oya, sebelum kita lanjutkan, posting ini adalah lanjutan dari bagian pertama yang bisa dibaca di Jadi Turis di Kota Kelahiran Sendiri (Wisata Palembang bagian I) .

Setelah melihat etape terakhir ajang International Musi Triboatton 2016 dari plaza Benteng Kuto Besak pada 14 Mei, hari kedua di Palembang kami habiskan dengan menyusuri objek-objek menari di sepanjang Sungai Musi. Masih "dikawal" Mbak Ira Hairida dan Mas Jony dari Tim Digital Marketing Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Palembang, destinasi pertama kami adalah Pulau Kemaro.

Wah, agenda ini kontan membuat saya bersemangat. Sudah lama sekali saya dibuat penasaran oleh Pulau Kemaro. Berawal dari cerita Bapak sewaktu saya kecil yang sekali waktu mengatakan, "Di tengah Sungai Musi tuh ado pulau, namonyo Pulau Kemaro." Bapak tak banyak bercerita mengenai pulau berbalut mistis ini. Namun keberadaan pulau di sebuah sungai sudah menarik saya sebagai seorang anak.

Masa itu saya hanya tahu Pulau Samosir sebagai pulau di dalam pulau. Rupanya selain Samosir ada pula Pulau Kemaro. Bedanya, Samosir berada di tengah danau sedangkan Kemaro berada di tengah sungai. Dua-duanya sama-sama ada di Pulau Sumatera.

Begitu mengenal internet, saya puaskan rasa penasaran terhadap Pulau Kemaro dengan Google Earth. Juga berbagai bacaan mengenai pulau ini. Dan ketika secara resmi diumumkan sebagai salah satu pemenang lomba blog Jelajah Musi Triboatton 2016, saya kembali intens melahap berbagai referensi mengenai Pulau Kemaro. Terutama sekali video di YouTube.

Pagi hari selepas mandi dan berkemas saya turun ke restoran Hotel Amaris Palembang untuk sarapan. Ah, melihat sawi putih ditumis dan kentang rebus besar-besar saya jadi kalap. Sat-set, sat-set, beberapa potong kentang rebus berpindah ke piring menemani tumis sawi. Sampai di meja saya baru sadar kalau porsi saya terlalu besar. Padahal Mbak Ira berencana mengajak kami sarapan mie celor, salah satu kuliner khas Palembang.

Tapi pantang bagi saya menelantarkan makanan yang sudah tersaji di piring. Okelah, kita kunyah pelan-pelan. Saya sampai ditinggal Mas Wira Nurmansyah dan Mas Jony karena terlalu lama sarapan. Untunglah tak lama kemudian duo blogger perempuan sesama pemenang lomba blog Jelajah Musi, Mbak Relinda Puspita dan Mbak Katerina S, datang mengambil tempat duduk di meja saya.

Sempat dibahas sih porsi sarapan saya yang terlalu banyak itu. Saya masih ingat lirikan Mbak Relinda ke piring di hadapan saya pagi itu. Mbak Rien mengingatkan kalau kami akan dibawa mencicipi mie celor. Saya pasrah. Perut sudah terlalu kenyang oleh kentang rebus dan tumis sawi. Lagipula entah kenapa saya kurang berselera mendengar kata "mie" tadi. Mantan anak kos, saya terlalu akrab dengan mi instan.

Sesampainya di Mie Celor HM Syafei di kawasan 26 Ilir, saya hanya memesan es jeruk dan mengambil beberapa bungkus kerupuk ikan. Mas Wira berulang kali menggoda, sampai akhirnya saya tergoda juga mencicipi barang sesendok dari piringnya. Dan, cukup, saya memang tidak dibuat berselera oleh makanan satu ini.

Jelajah Sungai Musi enaknya pakai perahu lambat seperti ini. Mengamati dan menikmati suasana sepanjang aliran sungai jadi lebih jelas dan puas. Mau ambil gambar juga lebih stabil. Paling, kalau ada perahu cepat lewat, perahu yang kami naiki bakal berguncang dan terayun-ayun kena ombaknya. Miring-miring berasa mau terbalik hehe. Sensasinya itu lho. Asik dan seru. Ini baru naik perahunya, belum mampir-mampir ke tempat wisatanya. Bakal lebih menyenangkan lagi. W/@relindapuspita @bungeko_ @pesonasriwijaya #pesonasriwijaya #musitriboatton2016 #wisatapalembang #traveling #trip #jalanjalan #pesonaindonesia #travelfashion #kompasnusantara

A photo posted by Katerina (@travelerien) on May 16, 2016 at 5:09pm PDT



Sebiduk di Sungai Musi
Lepas itu kami langsung bertolak ke kawasan dermaga di bawah Jembatan Ampera. Mbak Ira memarkir mobil di pelataran parkir Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Begitu kami keluar mobil, segerombolan mamang perehu ketek mendekati kami. Negosiasi singkat, kamipun sepakat memakai jasa salah satu dari mereka.

Perahu yang kami tumpangi tak terlalu besar, bermesin diesel sehingga saat berjalan mengeluarkan suara yang terdengar berbunyi "ketek-ketek-ketek-ketek..." Dari sinilah asal-usul penyebutan perahu ketek. Sebutan asli untuk perahu yang lalu-lalang di Sungai Musi adalah biduk. Ingat judul lagu Alfian tadi?

Harus saya akui, inilah kali pertama saya naik biduk. Ya, saya lahir dan menghabiskan 10 tahun pertama dalam kehidupan saya di Palembang. Sungai Musi juga sangat akrab bagi saya masa itu, tapi naik biduk soal lain. Berulang-kali mengunjungi Palembang setelah pindah dari kota tersebut pada 1992, tak sekalipun terbersit keinginan untuk naik perahu ketek.

Air sungai tengah pasang ketika kami dibawa menyeberang ke hilir. Ombak besar membuat perahu bergoyang-goyang kencang, terutama jika berada di tengah-tengah sungai. Saya yang tadinya duduk di bangku bersama Mbak Gladies, istri Mas Muhammad Arif Rahman, pindah ke bagian buritan demi mendapat pemandangan lebih lepas. Sempat mencoba berkomunikasi dengan si mamang, tapi suara mesin terlalu keras untuk dihalau oleh teriakan kami.

Di dekat pabrik PT Pusri, mesin perahu mati sendiri. Mamang perahu ketek sigap membuka lantai perahu di dekat kemudi untuk mengecek kondisi mesin. Lalu ia membuka kaos dan mencemplungkan separuh badannya ke air, mengecek buritan perahu.


"Ngapo, Mang?" saya tak bisa tidak bertanya ketika si mamang keluar dari air.

"Ada sampah nyangkut," jawab si mamang singkat sembari tersenyum. Meski saya mengajaknya berbahasa Palembang, ia selalu menjawab dalam bahasa Indonesia. Hanya lidahnya saja yang masih kental logat Palembang.

Si mamang kembali ke balik kemudia dan menghidupkan mesin. Sekali-dua ayun mesin masih belum mau hidup. Perahu sempat terbawa arus dan berubah posisi jadi melintang. Barulah pada percobaan ketiga mesin diesel tersebut menderu-deru, cerobongnya mengepulkan asap hitam tebal. Perahu kembali melaju.

Kira-kira setengah jam perjalanan kami sampai di Pulau Kemaro. Sebuah pulau yang sejatinya adalah delta sungai. Bentuk pulau ini setengah lonjong, nampak jelas dari udara ketika pesawat memasuki atau akan keluar dari kota Palembang. Begitu perahu bersandar di dermaga, pengunjung langsung disambut oleh deretan pohon palem dan pagar beton rendah bercorak merah.

Stumbling to this view in Pulau Kemaro. Let's say it's a mini palm river. #musitriboatton2016 #pesonasriwijaya

A photo posted by Relinda Puspita (@relindapuspita) on May 15, 2016 at 3:25am PDT



Saya sengaja menghemat baterai hape demi mengambil banyak foto di Pulau Kemaro. Kamera digital bahkan hanya saya pakai sesekali saja demi mengabadikan eksotisme pulau ini. Barulah ketika perahu merapat di dermaga, saya keluarkan kamera digital untuk membuat video. Sayang, misi ini tak sepenuhnya sukses. Baru sampai Kelenteng Hok Cing Bio, memori yang saya bawa habis.

Ah, padahal sudah ditahan-tahan tidak merekam terlalu banyak footage selama naik perahu ketek. Cek dan ricek, rupanya saya lupa membersihkan isinya sebelum berangkat ke Palembang. Masih ada beberapa bahan video untuk kanal YouTube anak-anak yang tersisa di sana. Mau dihapus saya ragu apakah file video tersebut sudah di-back up di latop.

Apa boleh buat, saya hanya bisa mengabadikan pagoda sembilan lantai yang jadi landmark Pulau Kemaro dalam bentuk foto menggunakan ponsel. Tak apa, toh, sebagian isi Pulau Kemaro sudah terekam. Anggap saja saya memang di-setting untuk sepenuhnya menikmati suasana di sekitar pagoda sembilan lantai dan Pohon Cinta.

Berbarengan dengan kami, ada serombongan alumnus SMA Xaverius I Palembang tengah mengadakan reuni. Mereka berkumpul di bagian depan pagoda, sehingga saya harus menahan diri sampai mereka bubar untuk bisa mengambil foto pagoda dari muka. Eh, mereka ternyata baru bubar pas kami sudah beranjak meninggalkan pulau. Saya jadi berlari lagi ke arah depan pagoda dan menyempatkan mengambil beberapa foto.

Matahari tepat berada di ubun-ubun.



Kampung Arab al-Munawar
Dalam perjalanan balik ke Palembang, Mbak Ira meminta mamang ketek berhenti di Kampung Arab al-Munawar. Sebuah kampung tua berusia ratusan tahun di kawasan 13 Ulu, pusat keturunan Hadramaut di Palembang. Kami berjalan menyusuri gang-gang yang tak bisa dibilang lebar, dengan rumang-rumah dua lantai khas Palembang.

Orang pertama yang kami temui di dalam kampung ini langsung meyakinkan saya bahwa tempat ini menyimpan banyak cerita. Wajah-wajah berwajab arab, dengan hidung mancung, mata tajam, serta alis legam nyata menunjukkan penduduk Kampung al-Munawar adalah keturunan Hadramaut di Yaman.

Cerita lebih jelas kami peroleh dari Bapak Muhammad al-Munawar, Ketua RT yang juga merupakan generasi keenam keturunan langsung leluhur kampung: Habib Hasan al-Munawar. Cicitnya cicit Habib Hasan. Menurut istilah jawa, Pak Muhammad adalah udhek-udhek Habib Hasan.

Kami juga diberi kesempatan melongok ke dalam rumah Ibu Lathifah al-Kaab, yang masih satu garis keturunan dengan Pak Muhammad. Ibunya Bu Lathifah bermarga al-Munawar. Namun karena menikah dengan pria bermarga al-Kaab, Bu Lathifah dan seluruh saudaranya menyandang nama famili al-Kaab.

Turut penuturan Bu Lathifah, rumahnya merupakan salah satu dari delapan rumah asli Kampung al-Munawar yang dibangun di era Habib Hasan. Rumah-rumah tersebut dibangun untuk anak-anak Habib Hasan, dan rumah-rumah itulah yang menjadi cikal-bakal kampung. Meski berusia nyaris 300 tahun, bangunan tersebut masih tampak kokoh dan gagah.

Bu Lathifah menceritakan kalau lantai rumahnya bukan marmer biasa, melainkan semacam granit yang didatangkan langsung dari Italia. Lalu kami dibuat terpana oleh pintu-pintu besar di rumah tersebut. Besar dan tinggi, saya rasa tingginya lebih dari dua meter. Di salah satu dinding terpajang silsilah keluarga.


Bapak Muhammad al-Munawar (kaos hijau) menceritakan sejarah Kampung Arab al-Munawar kepada rombongan blogger Jelajah Musi Triboatton 2016, 15 Mei 2016. Foto: dokumen pribadi.
Silsilah ini menjawab pertanyaan saya mengapa saat bercerita Pak Muhammad selalu menyebut leluhurnya sebagai Habib Hasan. Sebutan "habib" bagi Habib Hasan al-Munawwar tentu ada alasannya. Jika dirunut-runut, garis keturunan Habib Hasan al-Munawwar sampai ke Rasulullah Muhammad SAW. Ya, beliau keturunan langsung Rasulullah karenanya mendapat panggilan Habib. Cuma saya lupa menghitung Habib Hasan al-Munawwar keturunan Rasulullah yang keberapa.

Saya kemudian bertanya, apakah mantan Menteri Agama Said Agil Husin al-Munawar adalah juga keturunan Habib Hasan al-Munawar. Tapi menurut Pak Muhammad, Said Agil bukan keturunan al-Munawar di Palembang. Menurutnya, al-Munawar ada dua: di Palembang dan di Semarang. Keduanya kakak-adik. Nah, Said Agil adalah keturunan al-Munawar Semarang yang lebih dikenal sebagai klan Toha Putra.

Saya agak dibuat heran oleh penjelasan ini karena Sadi Agil kelahiran Palembang. Eks menteri tersebut adalah lulusan Madrasah Ibtidaiyah Munawariyah 13 Ulu, dan alumnus Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang. Mungkin butuh penelusuran lebih komperehensif untuk mengungkap hal ini. Yang jelas di kawasan Kauman Semarang memang terdapat keturunan al-Munawar dengan tokohnya Habib Toha al-Munawar.

Kira-kira setengah jam di Kampung al-Munawar, kami pun kembali naik perahu ketek ke Palembang.

Akhirnya Ketemu Tekwan!
Agenda selanjutnya adalah makan siang. Di luar dugaan, Mbak Ira membawa kami ke RM Pempek Pak Raden di kawasan Radial. Ini juga jadi kali pertama saya masuk rumah makan top tersebut. Orang Palembang mana yang tak tahu Pempek Pak Raden? Sejak saya kecil namanya sudah ngetop.

Kejutan bertambah karena kami diajak masuk ke ruang VIP, dengan meja-kursi yang dihias dan ditata rapi. Alamak! Kami benar-benar merasa disambut oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Selatan. Tak lama kami duduk, Kadisparbud Sumsel Ibu Irene Camelyn Sinaga datang dan langsung menyalami kami satu per satu.

Yang bikin saya kaget, ternyata si Ibu bisa berbahasa Jawa kromo. Beliau menyapa saya dengan bahasa Jawa halus yang mau tak mau saya jawab dengan level kesopanan sama. Dan di situlah terungkap kalau Bu Irene terpikat oleh cerita melow saya. Hihihihi...

Belum sah ketemu Ibu @irenecamelynsinaga kalau belum foto bareng hihi . . @ RM Pempek Pak Raden Radial Palembang . . Bersama @lostpacker @wiranurmansyah @relindapuspita @arievrahman @bungeko_ @i_hairida @pesonasriwijaya #musitriboatton2016 #pesonasriwijaya

A photo posted by Katerina (@travelerien) on May 15, 2016 at 12:42am PDT



"Itu kisah nyata ya, Mas?" tanya Bu Irene menyinggung posting saya. (Baca: Musi Triboatton, Balap Perahu Menyusuri Venesia dari Timur)

"Iya, Bu. Kisah nyata masa kecil," jawab saya. Tak menyangka kalau ungkapan kerinduan pada tanah kelahiran nan mendayu-dayu pada posting tersebut ada yang menyukai.

Kami lalu makan-makan. Namanya restonya memang RM Pempek Pak Raden, tapi ada banyak menu lain yang disediakan. Mbak Rien yang masih penasaran dengan pindang kembali memesan pindang. Seingat saya pindang baung. Sedangkan saya ingin mencicipi tumis kangkung, lalapan segar, dan sambal. Aduh, selera kampung. Hahaha...

Dasar perut karet, selepas makan siang kami masih memesan pempek. Mbak Rien sepertinya tidak terlalu tertarik, atau sudah kekenyangan pindang. Entahlah. Yang jelas saya dan Mbak Relinda masih bersemangat mengunyah pempek. Dan tandaslah seporsi pempek campur Pak Raden dalam waktu sekejap. :)

Habis itu rencananya kami diantar ke hotel dan beristirahat. Cuma Mas Sutiknyo aka Bolang memberi ide lain, yakni ke Bukit Siguntang untuk mengulik sedikit sejarah Sriwijaya. Oke, berangkat! Bukit Siguntang adalah dataran tertinggi di Kota Palembang. Di sini banyak ditemukan benda purbakala yang diduga berasal dari jaman Kerajaan Sriwijaya.

Setelah beristirahat sebentar dan mandi di hotel, jelang setengah enam sore kami kembali menyusuri jalanan Palembang. Plaza Benteng Kuto Besak jadi tujuan karena kami akan menghadiri acara penutupan International Musi Triboatton 2016. Tapi sebelum itu Mbak Ira mengajak kami ke River Side Restaurant, sebuah restoran seafood berbentuk kapal yang berada di tepian Sungai Musi.

Okelah, kita makan lagi. Mas Bolang memesankan seporsi kepiting besar, lalu Mbak Rien lagi-lagi memesan pindang, tapi saya lebih suka sayur-sayurannya. Acara makan yang terburu-buru karena Mbak Ira berulang kali mengingatkan, "Sebelum jam tujuh sudah harus ada di venue ya." Dan kalimat tambahannya bikin kami kaget, "Nanti kalian disuruh naik panggung, disebut namanya satu-satu." Wow!

Rasanya makanan yang kami santap masih berada di tenggorokan ketika meninggalkan River Side. Malam itu juga merupakan pembukaan Sumsel Expo 2016. Sepanjang jalan di plaza Benteng Kuto Besak sudah ramai oleh beberapa stand pedagang dan pejalan kaki. Tak sampai lima menit, kami sudah tiba di venue penutupan International Musi Triboatton 2016.



Acara dibuka dengan Tari Gending Sriwijaya. Lalu ada satu tarian lagi yang saya tak tahu namanya, disusul sambutan-sambutan dari sejumlah pejabat dari tingkat kotamadya, propinsi, hingga Kementerian Pariwisata RI. Saya lebih memilih ke bagian belakang venue, dimana terdapat sederet meja panjang yang menyuguhkan aneka makanan khas Palembang.

Saya susuri satu-satu meja demi maju, sampai akhirnya ketemu yang saya cari: tekwan! Maaf kalau terdengar baper, tapi saya punya banyak kenangan dengan makanan ini. Cerita selengkapnya biar saya sendiri yang tahu.

Setelah itu barulah pemenang lomba-lomba diumumkan, termasuk lomba blog. Satu per satu nama saya, Mbak Rien dan Mbak Relinda dipanggil ke atas panggung. Satu momen lucu adalah ketika perwakilan Kemenpar RI yang didaulat menyalami kami bertanya pada MC, "Hadiahnya mana?" Wah, sempat senang bakal dapat hadiah lagi tuh. Hahaha...

Begitu acara penutupan International Musi Triboatton 2016 usai, selesai pulalah perjalanan kami di Palembang. Perjalanan dua hari yang sungguh berkesan di hati, juga di perut. Membuat saya diam-diam memendam keinginan untuk kembali lagi ke Palembang, dan menikmati kota ini lebih lama lagi. Apalagi anak-istri saya belum pernah kemari.

Mudah-mudahan saja keinginan ini terwujud. Amin.

Catatan: Terima kasih kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Selatan, wa bil khusus Ibu Irene Camelyn Sinaga, yang telah mengundang saya ke Palembang. Juga kepada Mbak Ira Hairida dan Mas Jony yang telah menemani kami selama dua hari pada 14-15 Mei 2016.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 12, 2016 10:03

June 9, 2016

Kuliah Online, Sarana Tepat untuk Maju Tanpa Batas



SUDAH sejak lama saya ingin melanjutkan kuliah. Tapi ada banyak pertimbangan sebelum mengambil keputusan mengingat kondisi dan status saya kini. Kuliah lagi berarti saya musti keluar Pemalang, setidak-tidaknya ke Pekalongan atau ke Tegal yang berjarak satu jam perjalanan darat. Atau sekalian ke Semarang dengan pilihan jauh lebih lengkap. Jauhnya...

Sebagai seorang freelance, saya memang bebas mengambil kuliah di manapun. Toh, pekerjaan saya bisa digarap dari mana saja sepanjang ada koneksi internet. Namun saya juga harus mempertimbangkan faktor keluarga. Maklumlah, sebagai bapak dari dua anak yang dibesarkan tanpa baby sitter, saya harus berbagi tugas dengan istri dalam mengasuh anak-anak.

Saya tidak bisa terlalu lama meninggalkan rumah, sementara kuliah butuh waktu khusus untuk datang menghadiri kelas atau tugas dari dosen. Belum lagi kalau ada praktikum dan segala macam. Kalau dalam sehari ada beberapa mata kuliah, bisa-bisa seharian penuh saya di kampus.

Andaikan saya mengambil kelas weekend di Semarang, itu berarti tiap akhir pekan saya harus menginap di Kota Lunpia. Berangkat Jumat sore agar dapat menghadiri kuliah Sabtu pagi, lalu selepas mengikuti kuliah di hari Ahad pulang lagi ke Palembang. Biaya transport dan akomodasi selama dua hari dua malam sudah tergambar jelas.

Kalaupun saya "hanya" mendaftar di Pekalongan, misalnya, tetap saja butuh waktu yang tidak sedikit untuk ke kampus. Pemalang-Pekalongan bisa ditempuh dalam waktu 35-45 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Itu artinya saya harus berangkat paling lambat jam 06.00 dari rumah untuk mengikuti kelas jam 07.00. Tidak efisien.

Ada sih beberapa kampus di Pemalang, namun tidak satupun yang menawarkan bidang studi favorit saya. Tentu saja saya tidak mau asal ambil jurusan. Saya ingin meningkatkan kemampuan, sehingga jurusan yang diambil mustilah mendukung pengembangan potensi diri.



Kuliah Online, Kuliah Jarak Jauh
Sayapun mencari-cari solusi lain agar tetap bisa melanjutkan pendidikan, sekaligus tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang bapak. Mengingat istri juga punya kesibukan lain di luar urusan rumah tangga, bakalan repot kalau saya lebih sering keluar rumah. Maka saya mencari cara agar dapat berkuliah sembari bermain-main dengan anak. Hehehehe...

Beruntungnya saya, ternyata sekarang kuliah tak lagi harus tatap muka di kelas. Kini sudah ada kuliah online, yaitu sistem pembelajaran jarak jauh mengandalkan jaringan internet. Sama seperti kuliah pada umumnya, sebagai mahasiswa kita tetap belajar, mendapat materi pembelajaran, berdiskusi, serta mendapat dosen. Bedanya, semua aktivitas tersebut dilakukan secara online.

Saya juga menemukan kisah almarhum komedian legendaris Pepeng. Penyakit Multiple Sclerosis yang dideritanya membuat Pepeng hanya bisa terbaring di tempat tidur selama hampir 10 tahun! Tapi Pepeng tak mau menyerah. Selama sakit itu ia dapat menyelesaikan pendidikan S-2 dengan nilai A. Ia menempuh kuliah dari tempat tidurnya dengan sistem online learning.

Ini solusi yang saya butuhkan. Jadi, saya yang di Pemalang dapat mengambil kuliah pada perguruan tinggi di Jakarta, tanpa harus meninggalkan rumah. Semua aktivitas pembelajaran dapat dilakukan dari depan monitor laptop. Modalnya hanya jaringan internet dan alamat email untuk menerima materi perkualiahan.

Di Indonesia masih sedikit sekali kampus yang menyediakan sistem pembelajaran online. Salah satu dari yang sedikit itu adalah Universitas Bina Nusantara, lebih dikenal sebagai Binus. Soal kualitas, Binus sudah lama dikenal sebagai universitas dengan standar tinggi. Sebuah kampus dengan slogan "A World-Class University" dan salah satu perguruan tinggi Indonesia yang menyediakan kelas internasional.


Saya pernah menulis profil singkat Ibu Theresia Widia Soerjaningsih dalam salah satu buku saya yang diterbitkan sebuah penerbit berskala nasional. Sungguh inspiratif. Siapa sangka jika pendirian Binus berawal dari kursus komputer di sudut Jakarta? Keteguhan hati dan optimisme Ibu Theresia membuat kursus komputer tersebut berkembang hingga menjadi sebuah akademi komputer, sebelum naik level menjadi universitas dan bertambah besar seperti sekarang.

Soal kualitas Binus tidak perlu diragukan lagi. Siapa yang tak kenal Binus dan segudang prestasi yang ditorehkan mahasiswa-mahasiswanya selama ini? Dan Binus Online Learning hadir memberi kemudahan bagi kita untuk memperoleh pendidikan berkualitas secara mudah. Dari mana saja, kapan saja.

Sistem Binus Online Learning dikemas fleksibel, di mana dalam kegiatan belajar mahasiswa dapat melakukan interaksi dengan dosen tanpa ada batasan waktu dan tempat. Materi mata kuliah yang diberikan tak melulu berupa diktat atau teks, melainkan beberapa bentuk lain seperti video dan video conference. Ada pula diskusi di forum dan tugas bagi individu maupun kelompok.

Kuliah online Binus telah memperhitungkan agar setiap mahasiswa mendapatkan hasil berkualitas. Dengan metode yang dipersiapkan, mahasiswa dapat fokus belajar dengan jumlah mata kuliah terbatas di tiap periode/semester, sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal.

Menggunakan LMS (learning management system), jaringan interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen, dan mahasiswa dengan pembimbing akademis dapat terbangun secara integral. Dengan demikian mahasiswa online learning dipastikan mempunyai kualitas sebanding dengan mahasiswa yang melakukan sistem perkuliahan pada umumnya (tatap muka).



Binus Online Learning juga memberikan Pembelajaran Global, dimana mahasiswa diajar oleh dosen-dosen di luar negeri. Lalu ada pula program Employability & Entrepreneurial Skill (ESS) yang disisipkan ke dalam mata kuliah. Program ini membuat lulusan Binus Online Learning tidak hanya siap terjun ke dunia kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan pekerjaan.

Ada bukti? Binus Online Learning telah menghasilkan lebih dari 300 lulusan terbaik yang tersebar di berbagai instansi dan perusahaan ternama di negara ini, baik perusahaan nasional maupun multinasional.

Tersebar di Lima Kota
Sekalipun bersifat online, tatap muka antara mahasiswa dan dosen tetap ada. Utamanya pada kegiatan yang bersifat pembahasan kasus, diskusi pemantapan pemahaman materi kuliah, dan pada saat mengikuti ujian. Mahasiswa juga diharuskan datang langsung pada awal masuk perkuliahan.

Berarti tetap harus datang ke kampus dong? Iya, tapi kan hanya pada saat awal kuliah dan ujian. Sisanya bisa dilakukan dari kenyamanan kamar di rumah masing-masing. Itupun datangnya tidak harus ke Jakarta kok.

Binus mempunyai Binus University Learning Community (BULC) yang tersebar di empat kota: Palembang, Bekasi, Semarang dan Malang. Mahasiswa Binus Online Learning boleh mendatangi BULC terdekat untuk kepentingan perkuliahan tatap muka atau ujian. Saya yang di Pemalang, misalnya, dipersilakan ke BULC Semarang.

Ke BULC Bekasi juga boleh sih, tapi takut macet nanti. #Eh.

Pilihan Program Studi:Program D3
1. Komputerisasi Akuntansi

Program S1
1. Akuntansi
2. Manajemen Marketing
3. Sistem Informasi
4. Manajemen - Business Management
5. Sistem Informasi - Corporate Information System

Program S2 (Khusus Jakarta)
1. Magister Teknik Informatika (MTI)
2. Magister Manajemen Sistem Informasi

Mahasiswa dapat menjalani kuliah tatap muka atau ujian di semua BULC, tergantung saat itu sedang berada di mana. Jadi andaikan kita tengah dalam perjalanan ke Palembang dan bertepatan dengan jadwal ujian atau perkuliahan face to face, datangi saja BULC Palembang. Beres deh! Benar-benar fleksibel, bukan?

Well, dengan sistem pembelajaran online yang ditawarkan Binus Online Learning, kita bisa Maju Tanpa Batas menempuh pendidikan lebih tinggi demi mengembangkan potensi tanpa terkendala jarak dan waktu. Kita bisa tetap beraktivitas seperti biasa sembari menjalani kuliah. Bekerja, mengurus bisnis, atau menjalani hobi yang membuat kita harus bepergian dari satu kota ke kota lain hingga ke luar negeri bisa jalan terus.

Program ini juga merupakan peluang bagi yang tengah mendapat kendala sehingga tidak dapat menjalani kuliah secara normal. Misalnya sedang menderita sakit sehingga harus istirahat total di tempat tidur, atau menderita cacat. Fleksibilitas yang ditawarkan Binus Online Learning dapat menjadi pilihan untuk mendapatkan pendidikan bermutu tinggi tanpa batasan.

So, sudah siap untuk #MajuTanpaBatas bersama Binus Online Learning? Pelajari lebih lengkap di situs resmi Binus.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 09, 2016 15:30

June 5, 2016

Tips Berbuka Puasa nan Sehat ala Food Combining

menu-food-combining

MANFAAT kesehatan yang diperoleh ketika menjalani ibadah puasa sudah banyak dibahas. Namun, tahukah kamu kalau manfaat kesehatan tersebut tidak akan pernah didapat dengan pola makan yang buruk. Pengaturan pola makan dan apa saja yang dimakan pada saat berbuka puasa memegang peranan lebih penting dalam hal ini.

Berpuasa secara ilmiah adalah cara untuk mengistirahatkan organ-organ pencernaan di dalam tubuh. Dalam sehari-semalam selama 30 hari penuh - atau 29 hari untuk Ramadhan tahun ini menurut Muhammadiyah, usus, lambung dan seluruh kerja pencernaan berhenti bekerja selama setidaknya 12-13 jam.

Sama halnya mesin, organ-organ tubuh yang bekerja tanpa henti dapat membuatnya cepat aus dan bahkan gampang rusak. Mengistirahatkan organ merupakan salah satu cara untuk mencegah hal-hal buruk yang mungkin terjadi karena terlalu lelah bekerja mengolah makanan dan minuman di dalam tubuh. Puasa menjadi satu cara mudah untuk itu.
Sayangnya, pelaku puasa terkadang justru merusak manfaat tersebut dengan pola makan yang salah setelah sahur. Ini ditambah lagi dengan asupan makanan yang tak kalah merugikan tubuh. Akibatnya, alih-alih mendapat manfaat sehat, berpuasa justru membuat organ 'tersiksa' sehingga hal-hal lebih buruk lebih mungkin terjadi.

Mengenal Food Combining
Satu pola hidup sehat yang bisa diterapkan selama berpuasa adalah food combining. Sesuai namanya, food combining adalah sebuah cara untuk mengatur dan mengkombinasikan makanan serta pola makan demi tubuh yang lebih sehat. Food combining merupakan sebuah disiplin yang didasarkan pada ritme kerja organ pencernaan. Dengan demikian, menerapkan pola makan ala food combining bisa dibilang merupakan hal wajib bagi Muslim yang tengah berpuasa.

Dalam dunia kesehatan, tubuh mempunyai ritme alami tertentu yang mengatur kinerja seluruh organ secara serasi. Ritme ini biasa disebut sebagai siklus sikardian. Ritme ini adalah sesuatu hal yang pasti pada setiap manusia - juga makhluk hidup lainnya, sehingga melawan ritme ini sama dengan merusak tubuh karena kinerja organ menjadi terganggu. Tak ada pilihan lain kecuali mengatur pola hidup mengikuti ritme ini agar tubuh senantiasa sehat.

Sebagai contoh, ritme sikardian mempelajari bahwa malam adalah waktunya beristirahat untuk tidur. Rupanya, organ-organ pencernaan tengah bekerja keras mengolah makanan dan minuman yang kita makan pada saat ini. Kerja ini membutuhkan energi sangat besar. Itu sebabnya kita merasa mengantuk saat malam dan disarankan untuk tidur pada saat ini. Tetap terjaga pada saat organ tubuh tengah bekerja keras mengolah makanan bakal membuat tubuh menjadi kelelahan sehingga rentan terhadap kerusakan. Akibatnya, si pemilik tubuh merasakan sakit atau setidaknya rasa tidak enak badan.

Nah, food combining mengatur pola makan mengikuti ritme sikardian ini. Karena malam adalah waktunya sistem pencernaan mengolah makanan, maka pelaku food combining sangat tidak dianjurkan makan di malam hari. Makan sewaktu organ tengah bekerja mengolah makanan berarti memberi pekerjaan dobel. Itu sangat memberatkan. Waktu terbaik untuk makan malam adalah sebelum pukul 19.00 WIB, dan usahakan makan paling lambat dua jam sebelum pergi tidur.

Lalu, ketika bangun di pagi hari, fungsi pencernaan tengah menjalankan tugasnya membuang sisa-sisa hasil pengolahan makanan yang dilakukan pada malam hari. Ini sebabnya, waktu alami untuk buang air besar adalah pagi hari usai bangun tidur. Saat ini, tidak disarankan untuk mengonsumsi makanan berat sebab dapat menyebabkan terganggunya kerja organ-organ pencernaan yang tengah membuang sisa-sisa makanan keluar dari tubuh.

Makanan yang dianjurkan pada saat ini adalah makanan ringan. Namun bukan berarti camilan, melainkan makanan yang ringan dicerna tubuh serta memiliki kandungan gizi lengkap serta memadai. Buah matang adalah pilihan tepat. Sangat dianjurkan untuk makan buah sebagai menu sarapan dan tidak memakan makanan berat hingga setidaknya pukul 11.00, waktu di mana seluruh proses pembuangan sisa-sisa makanan selesai dilakukan.

Setelah pukul 11.00, kita bebas memakan apa saja. Nasi beserta lauk-pauk dan sayur-mayur bebas dimakan selama periode ini. Syaratnya cuma satu: patuhi aturan mengenai pengaturan karbohidrat, protein hewani dan protein nabati. Kuncinya cuma satu, makanan yang mengandung karbohidrat atau pati (nasi, kentang, jagung, ketan, tepung-tepungan) tidak boleh dimakan bersamaan dengan makanan yang mengandung protein hewani. Itu saja. Paduan yang lain bebas, sehingga nasi bisa dimakan dengan sayur-mayur, atau sayur-mayur dengan daging dan ikan atau telur.

Pengaturan menu makanan adalah kunci lain dari food combining. Ini terkait kajian mengenai enzim pencernaan dalam tubuh, di mana diketahui jika enzim untuk mencerna protein hewani tidak bisa bekerja bersamaan dengan enzim untuk mencerna karbohidrat. Akibatnya, bila dua makanan tersebut dimakan bersamaan, salah satunya dipastikan tidak dapat dicerna dengan baik dan menjadi sampah dalam tubuh. Itu racun jahat!

Food Combining dalam Berpuasa
Sekarang, bagaimana cara menerapkan food combining dalam berpuasa? Kita tahu, ritme sikardian berlawanan dengan waktu berpuasa. Siang kita tidak boleh mengonsumsi apapun hingga matahari terbenam, sedangkan malam hari diperbolehkan makan hingga sebelum Subuh. Bagaimana caranya?

Berita baiknya, ritme sikardian tidak berpatokan pada jam tertentu. Patokannya adalah siklus tubuh dan ritme ini bisa berubah menyesuaikan siklus tubuh. Jadi, pada saat berpuasa ritme sikardian bakal bergeser. Untuk mudahnya, tinggal andaikan saja malam di bulan Ramadhan sebagai siang di waktu bulan-bulan lainnya.

Dengan demikian, saat sahur adalah seperti jam makan malam di saat tidak berpuasa. Saat ini kita boleh makan sepuasnya - tentu dengan mengindahkan aturan mengenai kombinasi karbohidrat, protein hewani dan protein nabati. Lalu sepanjang siang tidak makan apapun. Pada saat berbuka sama seperti sarapan pagi, sehingga menurut food combining makanan terbaik adalah makanan ringan yang tidak memberatkan kerja organ pencernaan.

Buah adalah pilihan tepat untuk berbuka puasa. Buah matang pohon yang mengandung banyak air serta manis rasanya yang paling disarankan. Ingat sabda Rasulullah mengenai "berbuka puasa dengan yang manis-manis", bukan?

Kaitkan pula dengan kebiasaan Rasul yang mengonsumsi kurma terlebih dahulu saat berbuka. Di padang pasir setandus Jazirah Arab, kurma adalah buah-buahan yang paling banyak ditemukan. Kurma yang matang di pohon rasanya manis dan mengandung air meski tak terlalu banyak. Jadi, tidak bermaksud memaksakan sunnah jika menyebut anjuran Rasul memakan kurma saat berbuka esensinya adalah memakan buah yang manis.

Jika Rasul memakan buah kurma - notabene merupakan buah lokal Arab, maka kita di Indonesia bisa memakan buah lokal setempat. Mangga, semangka, melon, rambutan atau jeruk manis bagus dikonsumsi saat berbuka puasa. Juga buah-buahan impor seperti pear, anggur atau buah naga. Kunyah pelan-pelan agar buah tercampur dengan air liur sebagai komponen penting dalam proses pencernaan.

Kita bisa mengonsumsi buah hingga kenyang, namun tentu saja dianjurkan untuk secukupnya saja. Bersegeralah menunaikan salat Magrib karena waktunya sempit. Setelah itu, lanjutkan makan buah hingga tiba saat salat tarawih. Jika saat tidak berpuasa kita dianjurkan baru makan makanan berat setelah pukul 11.00, maka saat berpuasa makanan berat bisa dikonsumsi setelah salat tarawih usai. Jangan lupa aturan padu-padan karbohidrat, protein hewani dan protein nabati ya?

Terakhir, jangan lupa untuk makan besar (nasi plus lauk-pauknya) paling lambat dua jam sebelum berangkat tidur. Jadi, kalau kamu biasa tidur jam 12 malam, kamu masih boleh makan setidaknya hingga jam 10 malam.

Semoga bermanfaat!
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 05, 2016 21:30