Eko Nurhuda's Blog, page 20

February 7, 2017

Dua Kenangan Singkat di Malang: Cafe Bale Barong dan Rombengan Malam


SETIAP kali berkenalan dan menyebut nama kabupaten tempat saya tinggal sekarang, orang seringkali salah mendengarnya sebagai Malang. Biasanya reaksi mereka, "Oh, Malang. Jawa Timur ya?" Dan mau tidak mau saya harus meluruskan, "Pemalang, Mas. Jawa Tengah."

Sewaktu pertama berkenalan dengan istri di tahun 2005, saya sendiri sempat kebingungan mencari Pemalang itu di mana. Tapi saya tidak sampai salah mengira Pemalang sebagai Malang. Pasalnya saya sudah mengenal Kota Apel sejak kecil. Kira-kira sejak saya duduk di kelas-kelas awal Sekolah Dasar semasa di Palembang.

Adalah cerita Ibu yang membuat saya tahu tentang Malang, meski hanya secuil berdasarkan kenangan dan ingatan Ibu. Dari semua yang diceritakan Ibu, satu yang paling saya ingat dan membuat saya ingin sekali berkunjung ke Malang adalah kebun-kebun apelnya.

Jadi ceritanya simbah kakung saya (ayahnya Ibu) berasal dari Malang. Sewaktu muda beliau merantau hingga ke Situbondo, tepatnya Desa Wonorejo di seberang Kali Bajulmati, tempatnya bertemu simbah puteri dan menikah. Lalu lahirlah enam anak, yakni Ibu dan kakak-adiknya.

Ketika pernikahan simbah pecah karena Simbah Kakung menikah lagi, Ibu meninggalkan sekolahnya lalu merantau ke Malang. Alasannya, di sana masih banyak saudara Simbah Kakung yang bisa ditumpangi sekaligus membantu mencari pekerjaan. Tapi Ibu tidak lama-lama di Malang, sebelum kembali lagi ke Situbondo, dan menyusul Simbah Puteri yang pergi ke Sumatera.

Semasa di Palembang dan di Jambi, setiap kali ada kesempatan Ibu akan dengan senang hati menceritakan kenangan-kenangannya. Termasuk semasa beliau merantau sebentar di Malang. Ibu bercerita tentang seorang Romo Buddha (mungkin Bhanthe?) tempat beliau sempat menumpang, tentang air terjun Coban Rondo, dan tentang kebun-kebun apel.

"Di sana kita bisa makan apel sepuasnya. Tinggal metik dari pohon," begitu cerita Ibu yang membuat saya dan adik-adik ternganga membayangkan betapa puasnya bisa makan apel sepuasnya. Maklum, masa-masa saya kecil buah-buahan terlebih apel merupakan santapan mewah.


Biasanya usai menceritakan kenangannya di Malang beserta kebun-kebun apel itu Ibu lantas berkata, "Mbesuk ya kita plesir ke Malang, makan apel sepuasnya di kebunnya." Angan-angan yang belum terwujud hingga saat ini.

Siapa sangka, bertahun-tahun setelah itu saya kemudian mendapat dua kesempatan mengunjungi Malang. Sekalipun dua kunjungan tersebut tak berlangsung lama. Berikut dua kenangan singkat saya di Malang:

Cafe Bale Barong
Kunjungan pertama saya ke Malang dalam rangka kerja. Mmm, lebih tepatnya latihan kerja sih. Kejadiannya kira-kira Agustus atau September 2002. Ya, nyaris 14 tahun lalu. Usia saya belum genap 20 tahun waktu itu.

Ceritanya, selulus dari sebuah lembaga bernama Pendidikan Profesi Pariwisata di Yogyakarta, saya sering mendapat job sebagai tour guide. Tapi karena belum berpengalaman, dan bahasa Prancis belum terlalu lancar, saya biasanya hanya kebagian jatah menjemput (picking up) atau mengantar (dropping) tamu di/ke bandara maupun destinasi selanjutnya.

Nah, suatu sore seorang senior yang sudah jadi tour guide profesional bernama Anang Sumarna datang ke kos-kosan. Maksud kedatangannya untuk melimpahkan tamunya ke saya, karena ia sudah harus membawa tamu lain untuk paket tur berikutnya. Ini praktik biasa di kalangan pemandu wisata masa itu, dengan tujuan memaksimalkan pendapatan.

Tugas saya sebenarnya sangat simpel: mengajak tamu sarapan, lalu check out dari hotel, dan melanjutkan perjalanan ke Malang. Rombongan turis asal Prancis tersebut akan melanjutkan tur ke Gunung Bromo. Sesampainya di Malang, saya hanya perlu menemui guide setempat di Bale Barong Cafe N Resto (kini Bale Barong Terrace) dan "mengoper" rombongan tamu kepadanya. Selesai.



Tapi praktiknya tidak semudah itu. Berbeda dengan turis asal negara-negara Asia, turis Eropa utamanya Prancis terkenal sangat banyak tanya. Walhasil, saya yang masih hijau dan bahasa Prancis-pun belum terlalu luwes, dibuat kerepotan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka sepanjang perjalanan.

Bayangkan, yang saya bawa turis satu bus pariwisata! Dan apa saja yang mereka lihat sepanjang perjalanan menjadi bahan pertanyaan. Sewaktu singgah sejenak di Mantingan, mereka bertanya berapa harga seekor monyet? Ada juga yang bertanya nama latin sebuah pohon yang saya sendiri bahkan tidak tahu nama lokalnya?

Lalu sewaktu Gunung Semeru tampak di horison, ada lagi yang bertanya berapa mdpl tinggi gunung tersebut? Kapan terakhir meletus? Dan saat mampir makan siang di sebuah rumah makan, seorang turis minta dijelaskan apa itu pecel lele setelah melihat daftar menu.

Modyar pora, batin saya. Dalam hati saya terus saja berharap bus melaju lebih kencang, lebih kencang lagi, dan sampai di Malang sesegera mungkin. Tapi kami baru tiba di Malang tepat waktu salat Magrib. Sesuai itinerari dari travel agent yang diberikan Mas Anang, saya menge-drop tamu di Cafe Bale Barong untuk makan malam sebelum dibawa guide berikutnya ke hotel.

Begitu bus berhenti di parkiran Cafe Bale Barong, saya bergegas turun untuk menemui guide yang saya lupa namanya itu. Kami bersalaman, saling berkenalan, dan serah-terima tamu. Saya kembali lagi ke bus untuk mengucap salam perpisahan pada rombongan tur. Serta tak lupa meminta maaf apabila saya tak bisa memenuhi ekspektasi mereka, yang saya sadari betul iya banget. Hahaha...

Masih nervous oleh pengalaman pertama yang berjalan tak mengenakkan tersebut, saya menurut saja sewaktu sopir mengajak langsung pulang ke Jogja. Tak sempat ke mana-mana lagi, bahkan tak sempat beli apa-apa, padahal di satu jalan saya sempat melihat deretan kios menjajakan apel dalam plastik dan jaring buah.

Pertama kali ke Malang saya cuma menginjakkan kaki di tanahnya, yakni halaman dan ruang depan Cafe Bale Barong, selama kira-kira 10 menit. Sangat singkat! Satu hal yang menempel di memori saya waktu itu, Malang hawanya sangat dingin.


Roma, Rombengan Malam
Kunjungan ke Malang untuk kali kedua terjadi pada tahun 2013. Jauh lebih lama dari kunjungan pertama, meski hanya bilangan jam. Kali itu saya yang masih aktif sebagai kurir Sedekah Rombongan mengantar seorang pasien dampingan ke RS Lavalette untuk menjalani operasi. Pasien tersebut asal Pemalang, kira-kira 10 menit bermotor dari tempat saya tinggal.

Saya dan seorang kurir lain sepakat menyewa paket mobil lengkap dengan bensin dan sopir. Jadi dalam rombongan kami ada saya, kawan kurir Sedekah Rombongan satu lagi, pasien dampingan dan isterinya, dan sopir. Lima orang.

Kami berangkat jam tiga pagi dari Pemalang, dengan estimasi akan sampai di Malang 11 jam berikutnya. Namun sopir kami rupanya tak paham jalan. Berulang kali ia berhenti dan menelepon seseorang entah siapa di mana untuk bertanya rute.

Di Tuban kami sempat berhenti sangat lama karena orang yang ditelepon tak kunjung mengangkat panggilannya, dan anehnya ia enggan bertanya pada penduduk lokal. Sampai di Sidoarjo, ia benar-benar tak tahu arah dan kami berputar-putar tak karuan selama beberapa puluh menit. Ia turun, menelepon, kembali menjalankan mobil, tapi lalu berhenti lagi, turun, menelepon.

Padahal sejak selepas Gresik dia sudah sempat bertanya, dari Sidoarjo lewat mana. Saya yang paham rute menjawab, lewat Porong saja lalu lanjut Gempol, Pandaan, dan seterusnya. Tapi rupanya omongan saya dianggap angin lalu. Karenanya ketika ia kebingungan di Sidoarjo saya diam saja. Sampai akhirnya saya kesal, dan menelepon teman saya sesama pedagang uang lama di Malang.
Saya semasa ngurir di SR.
Waktu tahu saya menelepon teman di Malang itulah baru si sopir mau mendengarkan. "Lewat mana, lewat mana?" tanyanya tak sabar. Saya jawab kalem, "Ya tetap saja lewat Porong." Rasain!

Dan, baru jelang Magrib kami masuk Kota Malang. Berkat papan petunjuk yang bertebaran di mana-mana, kami pun tidak kesulitan mencari alamat tujuan. Tidak langsung ke RS Lavalette, melainkan ke Rumah Singgah Sedekah Rombongan (RSSR) Malang yang terletak tak jauh dari rumah sakit tersebut.

Saya lupa RSSR Malang terletak di perumahan apa. Yang jelas sesampainya di sana pasien dampingan kami serahkan ke pengelola RSSR dan teman-teman kurir Malang, untuk diuruskan ke RS Lavalette. Saya mustinya sudah boleh pulang, tapi sopir kami minta waktu untuk istirahat sebentar. Saya pun memanfaatkan waktu untuk bertemu teman yang tadi saya telepon.

Teman saya langsung datang menjemput tak jauh dari RSSR. Lalu ia mengajak saya berkeliling Kota Malang yang sebenarnya kecil tapi sangat hidup dan semarak. Teman saya menunjukkan Stadion Brawijaya, lalu memutar ke satu perumahan elite yang entah apa namanya, melihat-lihat beberapa tempat yang saya lupa begitu saja, dan menuju Jl. Gatot Subroto di mana terdapat Bank BCA KCP Malang.

Di sekitaran kantor Bank BCA sangat ramai malam itu. Terlihat beberapa lapak pedagang di sana. Teman saya bercerita kawasan tersebut dikenal sebagai Roma, kependekan dari Rombengan Malam. Selain berbagai lapak barang loak, ada pula lapak-lapak makanan. Tapi saya tidak diajak makan di sana, melainkan ke sebuah restoran yang lagi-lagi saya lupa namanya. Hahaha, maafkan.


Saya sebenarnya minta dibawa ke Bakso Kota Cak Man, tapi teman saya berkomentar, "Halah, bakso ki neng endi-endi ya kaya ngono iku." Ada benarnya juga sih. Dan sayapun dibawa ke sebuah restoran Jepang. Nantilah saya tanyakan nama restoran tersebut ke kawan itu, mana tahu ia masih ingat.

Oya, teman saya seorang keturunan Tionghoa, tapi ia tumbuh besar di lingkungan Islam sehingga begitu menghormati kawan-kawan Muslim-nya seperti saya. Ia asal Probolinggo, tapi sudah lama tinggal di Malang dan berkarier di Bank BCA. Itu sebabnya ia antusias sekali membawa saya ke Jl. Gatot Subroto. Ia juga sudah bercerita tentang Rombengan Malam sejak lama, via BBM dan telepon.

Lepas makan kami pulang. Teman saya mengantar sampai ke RSSR di mana sopir dan teman saya dari Pemalang sudah menunggu. Kamipun berpisah, dan begitu mobil teman saya menghilang di kejauhan, saya berpamitan pada teman-teman kurir SR Malang. Selanjutnya, malam itu juga, saya kembali ke Pemalang via Pantura.

Dua kunjungan singkat, tanpa dokumentasi satu pun, namun semuanya sangat berkesan bagi saya. Kurang puas memang, karenanya saya ingin sekali ke Malang lagi suatu saat nanti. Saya ingin mengajak anak-anak, isteri, beserta Ibu yang mempunyai kenangan di Malang.

Semoga saja terwujud.

Foto-Foto:
Foto 1: http://malang.merdeka.com/pariwisata/...
Foto 2: http://wisatapetikapelmalang.blogspot...
Foto 3: Dokumentasi pribadi
Foto 4: www.sedekahrombongan.com
Foto 5: http://warnausahabisnis.blogspot.co.i...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 07, 2017 08:49

January 31, 2017

5 Keuntungan Menabung Emas


GOLD is the real money. Begitu bunyi tagline satu toko emas yang sempat saya intip situsnya. Dan memang demikianlah adanya. Emas adalah sebenar-benarnya uang. Mata uang yang pada fisiknya memiliki nilai, bukan material tak berharga yang dianggap bernilai hanya karena dikeluarkan oleh instansi tertentu. Itu sebabnya menabung emas sangat disarankan.

Emas boleh dibilang merupakan instrumen investasi tertua dalam sejarah manusia. Logam mulia ini juga jadi mata uang andalan di masa terdahulu, jauh sebelum manusia menciptakan uang dari kertas dan logam-logam tak berharga.

Arkeolog yang melakukan penggalian di Turki menemukan koin emas yang diperkirakan berasal dari tahun 600 SM. Koin-koin tersebut diduga kuat beredar pada masa Kerajaan Lydia. Menurut catatan sejarawan Yunani kuno Herodotus, bangsa Lydia-lah yang pertama kali menggunakan koin emas dan perak sebagai mata uang.

Emas terus menjadi mata uang di masa-masa setelahnya. Satu riwayat menyebut koin emas (dan perak) dipakai pada era Rasulullah Muhammad SAW, dan terus digunakan pada masa kekhalifahan Islam hingga era kesultanan Islam di berbagai belahan dunia termasuk Nusantara.

Dalam Islam sendiri ketentuan nisab zakat harta ditentukan berdasarkan dinar yang terbuat dari emas murni. Di mana apabila seseorang mempunyai simpanan 20 dinar (88,8 gram emas) yang telah dimiliki selama setahun, maka ia wajib membayar zakat sebesar 2,5%. Sedangkan untuk dirham nisabnya sejumlah 200 keping.

Kini, emas menjadi salah satu instrumen tabungan favorit. Ini disebabkan harga emas cenderung terus naik dari tahun ke tahun. Well, sebenarnya bukan harga emasnya yang tambah mahal, melainkan uang kertasnya yang semakin jatuh nilainya.

Saya ingat betul, tahun 2005 saya beli sekeping emas murni produksi Antam seharga Rp1.250.000. Mudah sekali menghitung waktu itu harga emas Rp250.000 per gram. Coba bandingkan dengan harga sekarang, yang saat posting ini ditulis (31 Januari 2017) harganya di situs Antam Rp2.830.000. Harga per gram dibanderol sebesar Rp566.000.

Hmm, mengingat ini saya pun jadi ingin menyimpan emas lagi. Setidaknya ada lima alasan kenapa emas layak dijadikan sebagai tabungan. Apa saja?

Dinar dan dirham keluaran Islamic Mint Nusantara (IMN). FOTO: DinarFirst.com
1. Tabungan Sesuai Syariat
Mungkin terdengar sangat frontal, namun kalau bicara syariat Islam menyimpan emas merupakan tabungan paling syar'i. Meski tanpa embel-embel nama "syariah" sekalipun.

Maksud syar'i di sini adalah tabungan bebas riba. Kita menyimpan emas sebanyak 10 gram, misalnya, maka emas tersebut akan tetap sebanyak 10 gram dalam lima tahun ke depan. Tak bertambah satu ons pun. Menariknya, bila ditukarkan dengan rupiah kita bakal mendapat nilai yang lebih besar dari saat membeli emas tersebut. Ini terjadi karena rupiah yang pada dasarnya tak berharga mengalami penurunan nilai.

Berbeda dengan segala bentuk tabungan ribawi yang menjanjikan bunga. Kita simpan uang Rp10.000.000 dalam bentuk deposito selama lima tahun, misalnya. Dengan patokan suku bunga BCA yang sebesar 5% setahun, maka dalam lima uang tersebut bertambah menjadi Rp12.500.000. Tambahan Rp2.500.000 dari deposito tersebut adalah riba yang kita semua tahu hukumnya menurut syariat Islam.

Agar tabungan emas benar-benar sesuai syariat, perhatikan baik-baik batas-batas halal-haram dalam memperoleh emas tersebut. Jangan sampai kita melakukan pembelian yang tidak dibenarkan syariat sehingga transaksi emas menjadi haram.

2. Tahan Inflasi
Saya sebenarnya kurang suka memakai istilah ini, namun inilah yang paling dipahami. Secara mudah orang memahami harga emas semakin lama semakin mahal. Padahal yang terjadi adalah, emas tak pernah berubah nilainya. Sedangkan sistem ribawi pada uang fiat (uang yang terbuat dari kertas dan logam tak bernilai) membuat nilai uang tersebut terus merosot setiap waktu.

Tak cuma terhadap emas, uang fiat juga terus merosot nilainya bahkan terhadap komoditas lain. Maklum saja, memang pada dasarnya uang-uang tersebut tidak berharga. Ini yang kemudian kita sebut "harganya tambah mahal." Istilah kerennya inflasi.



Masih ingat harga semangkuk bakso 10 tahun lalu? Tak usah jauh-jauh mundur sampai 10 tahun. Dua tahun lalu saya masih bisa makan bakso seharga Rp10.000/porsi. Sekarang? Di warung bakso langganan saya, seporsi sudah Rp13.000. Itu artinya naik 30% dalam dua tahun alias 15% per tahun. Wow!

Ilusi ini yang kemudian menimbulkan kesan harga emas kian mahal. Padahal tidak. Yang sebenarnya terjadi adalah emas terus bertahan nilainya, sedangkan uang fiat terus merosot. Sehingga nilai tukar emas dengan uang fiat 10 tahun ke depan akan sangat melonjak dibanding saat itu. So, inilah alasan kedua kenapa harus menyimpan emas.

3. Bebas Pajak
Bukan bermaksud tak mau membayar pajak, tapi ini tentu jadi keuntungan berikutnya dari menyimpan emas. Dengan demikian tabungan emas kita tetap utuh tanpa potongan apapun, kecuali kewajiban membayar zakat apabila telah mencapai nisab.

Emas dibebaskan dari pajak penghasilan berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pajak Nomor 15/Pj/2011. Di dalam SK ini dijelaskan bahwa emas tidak dikenai pajak, berapa pun jumlah dan berat yang kita punya. Harap dicatat, emas yang dibebaskan pajaknya tersebut hanyalah emas batangan dan koin. Sedangkan emas berbentuk perhiasan tetap terkena pajak.

Sebenarnya sih emas tidak 100% bebas pajak. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 107/PMK.010/2015 yang terbit pada 8 Juni 2015, mengenakan PPh sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan dan koin. Berita baiknya, pajak ini hanya dikenakan saat kita membeli emas.

4. Tidak Mudah Rusak
Emas merupakan logam tahan korosi, sehingga tidak mudah rusak sekalipun disimpan ribuan tahun. Ini dibuktikan dari penemuan koin-koin emas Romawi yang berangka tahun sebelum Masehi. Koin emas Romawi tersebut ditemukan dalam kondisi masih bagus dan jelas ornamennya.

Demikian halnya koin emas Kerajaan Lydia yang diperkirakan dibuat pada tahun 600 SM. Apatah lagi dinar-dinar era kekhalifahan Islam yang baru berusia ratusan tahun. Seperti dinar Khalifah Abdul Malik bin Marwan (646-705 M) dari Dinasti Umayyah pada foto kanan.

Perawatan emas juga terbilang mudah, atau malah tidak perlu perawatan sama sekali. Yang terpenting kita menyimpan emas di tempat yang baik dan aman. Kalau simpanan emas sudah banyak dan kita merasa khawatir mengenai keamanannya, disarankan untuk menyimpan di safe deposit box yang disewakan bank atau Pegadaian.

5. Sangat Cair
Sebutkan satu barang yang begitu mudah dijual kapanpun kita mau menjualnya. Ya, emas. Butuh uang mendesak saat ini juga? Tinggal keluarkan emas dan bawa ke toko emas, atau ke pedagang emas emperan dengan timbangannya yang khas itu. Kalau deal, saat itu juga uang tunai ada dalam genggaman.

Saya tidak menyebut Pegadaian di sini, sebab instansi satu ini memberlakukan bunga. Sekalipun menggunakan istilah lain dan besarnya "hanya" 1,15% per 15 hari, tetap saja itu bunga dan sebaiknya dihindari. Ingat prinsip dalam syariat berikut ini, "yang banyaknya memabukkan, sedikitnya juga haram."

Tapi kan itu hukum untuk minuman keras?

Ya, logika hukumnya akan sama saja dengan riba. Yang 10% per tahun haram, maka 2,30% per bulan pun tetap saja haram. Bukankah riba diharamkan tanpa menyebut berapa persen nilainya? Jadi, kalau butuh uang tunai sebaiknya relakan saja emas simpanan untuk dijual.

Semoga bermanfaat!



Referensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/Gold
https://en.wikipedia.org/wiki/Lydia
https://zakat.or.id/bab-iii-nisab-dan...
https://rumaysho.com/2395-jual-beli-e...
https://muslim.or.id/24811-hukum-jual...
https://konsultasisyariah.com/12991-a...
http://www.logammulia.com/price_list....
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/2...


Foto-Foto:
Foto 1: https://s.thestreet.com/files/tsc/v20...
Foto 2: DinarFirst.org
Foto 3: Wikipedia.org
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 31, 2017 12:24

January 28, 2017

Pengaruh Tionghoa di Palembang, dari Sedapnya Pempek sampai Meriahnya Imlek


SEBAGAI kota kelahiran dan tempat menghabiskan seluruh masa kecil, Palembang banyak memperkenalkan hal-hal baru dalam kehidupan saya. Salah satunya interaksi dengan etnis Tionghoa yang fisik dan bahasanya sangat berbeda dari etnis Melayu. Di Kota Pempek-lah saya pertama kali melihat, berinteraksi dengan orang Tionghoa.

Tionghoa pertama yang saya ingat adalah sekelompok pemilik kebun sayur di Jl. H. Sanusi. Saya tidak paham sekarang daerah tersebut masuk Kelurahan Ario Kemuning atau Kelurahan Talang Aman. Tapi letaknya persis di pinggir jalan sehingga mudah terlihat dari atas mobil ketek jurusan Pasar Pal V-Lebong Siareng (dari Jl. Sosial ke Jl. Mayor Zurbi Bustan).

Ada beberapa keluarga Tionghoa yang menetap di sana, sehingga tempat tersebut dulu dikenal sebagai Bedeng Cino. Mereka menanam aneka sayur, beberapa yang lain membuat tahu (ibu saya cerita beliau sering beli tahu di sini), ada pula yang beternak babi.

Kandang hewan tersebut yang paling menarik perhatian saya dan adik-adik. Kami yang sejak kecil diajarkan babi haram dimakan, jadi tahu kalau ternyata ada orang lain dengan keyakinan berbeda yang diperbolehkan menyantapnya. Saya pun mulai belajar mengenai perbedaan sekalipun hanya dalam skala kecil.

Tergantung kapan mobil ketek yang saya tumpangi lewat di sana, apek-apek pemilik kebun tampak sedang mencangkul, membersihkan gulma, atau menyirami tanaman. Kadang sendirian, kali lain bersama istrinya. Lalu di lain kesempatan pasangan tersebut sama sekali tak terlihat karena hari sudah rembang petang.

Saat menulis posting ini saya coba melacak posisi Bedeng Cino dimaksud via Google Maps. Saya ingat betul, kebun sayur dan kandang babi tersebut terletak tak jauh dari SMEA Karya (kini SMK Swa Karya). Jadi, saya rasa lokasi Bedeng Cino dulu adalah deretan rumah-rumah yang kini ada di sekitaran Vihara Tay Liong Oh.
Foto bersama Bapak di Monpera, Maret 1985
Amoy Kawan Masa Kecil
Jika keluarga Tionghoa pemilik kebun sayur dan kandang babi di atas hanya bisa saya lihat, Tionghoa kedua adalah teman masa kecil saya. Seorang gadis sebaya, yang sebenarnya tidak tinggal sekampung dengan saya. Ia juga bukan teman sekolah saya di SD Negeri 374 Palembang (kini jadi SD Negeri 146 Palembang). Tapi tiap kali bertemu kami selalu main bersama-sama.

Baca juga kisah masa kecil saya di Palembang:
- Ibuku (Pernah Jadi) Tukang Cuci Pakaian
- Putra Jawa Kelahiran Sumatera
- Kabar Duka dari Palembang
- Musi Triboatton, Balap Perahu Menyusuri Venesia dari Timur


Saya lupa namanya, untuk memudahkan bercerita kita sebut saja namanya Amoy. Yang saya ingat ia bersama keluarganya tinggal dalam bedeng persis di sebelah rumah Bude Plaju, panggilan kami untuk sepupu Bapak yang tinggal di Plaju. Karena saya dan adik-adik sering diajak Ibu berkunjung ke rumah Bude, saya bisa bertemu dengannya setiap satu-dua pekan sekali.

Begitu tahu saya datang, Amoy biasanya langsung datang ke rumah Bude. Kamipun bermain bersama di ruang tamu rumah Bude. Terkadang sampai menyeberang ke rumah panggung Wak Anik (Saani Sagiman, kakak ipar Bude), asyik bermain di tangga besar yang jadi akses masuk utama ke rumah, atau di kolong rumah.

Kalau saya dan Amoy ada di sana, biasanya Hendro yang juga seumuran dengan saya ikut bergabung dengan kami. Hendro adalah cucu Wak Anik dari anaknya yang bernama Herman. Jadi boleh dibilang Hendro adalah cucu Bude juga karena Pakde Ari (Saari Sagiman, suami Bude) adalah adik kandung Wak Anik.

Sayang, saya harus berpisah dengan Amoy dan juga Kota Palembang saat diboyong Ibu ke Batumarta pada pertengahan 1992. Saya sempat ke Plaju lagi tiga tahun berselang, tapi hanya sebentar. Tak sempat bertemu Amoy.

Legenda Tionghoa di Bumi Sriwijaya
Amoy dan keluarga pekebun sayur di Bedeng Cino hanyalah sebagian kecil dari begitu banyaknya Tionghoa di Palembang. Keberadaan etnis dari tanah seberang samudera itu sudah sangat melekat, tak bisa dipisahkan dari sejarah Kota Pempek itu sendiri. Pengaruh Tionghoa bahkan sampai masuk ke dalam legenda dan cerita rakyat.

Contohnya Legenda Pulau Kemaro. Ini merupakan kisah cinta antara Puteri Siti Fatimah dari Kerajaan Palembang dengan saudagar Tionghoa bernama Tan Bun An. Sepasang kekasih ini menceburkan diri ke Sungai Musi untuk mencari guci-guci berisi perhiasan yang sebelumnya dibuang Tan Bun An. Keduanya tak pernah muncul lagi ke permukaan, malah terbentuk sebuah pulau di tempat mereka menceburkan diri.

Pagoda 9 lantai di Pulau Kemaro, satu contoh eksistensi Tionghoa di Palembang. Foto: KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Ada pula legenda asal-usul nama Sungai Musi. Konon, dulu ada perompak asal daratan Tiongkok yang berlayar hingga Teluk Bangka. Melihat sungai lebar yang ramai dilalui perahu besar dan tongkang berisi hasil bumi, perompak tersebut tertarik dan menyusuri masuk ke arah hulu. Dari penelusuran tersebut ia melihat daerah-daerah di sekitar sungai sangat subur.

Si perompak lantas memutuskan tinggal lebih lama di tepian sungai tak bernama itu. Ia kemudian menamai sungai itu Mu Ci. Dalam bahasa Han, Mu Ci berarti ayam betina yang merupakan perlambang keberuntungan. Kata "mu" sendiri bisa berarti kayu, yang dulu sempat jadi komoditas utama di Palembang.

Legenda asal-usul nama Palembang pun ada versi Tionghoa-nya. Menurut versi ini, kata tersebut berasal dari nama Pai Li Bang yang merupakan menteri dari daratan Tiongkok. Pai Li Bang sampai ke Sumatera untuk menemani Puteri Ong Tien, anak Kaisar Hong Gie, yang jatuh hati pada Sunan Gunung Jati dan ingin menyusul ke Jawa.

Alkisah, Sunan Gunung Jati tahu bakal disusul Putri Ong Tien bersama Pai Li Bang yang tak lain muridnya. Karenanya ketika diminta memilihkan pemimpin baru sepeninggal Ario Damar - pemimpin Palembang masa itu, beliau berkata, "Tunggulah. Nanti ada muridku dari Tiongkok bernama Pai Li Bang. Ia yang akan menjadi pemimpin kalian."
Yi Jing alias I-Tsing
Dari Yi Jing hingga Shi Jinqing
Kalau legenda dan cerita rakyat masih bisa dipertanyakan kebenarannya, tidak demikian halnya fakta sejarah. Catatan sejarah menunjukkan Tiongkok dan Sriwijaya sudah saling berhubungan sejak lama. Setidaknya ada dua faktor yang membuat orang-orang Tionghoa membanjiri Palembang.

Pertama, Sriwijaya merupakan pusat pengajaran agama Buddha terbesar masa itu. Banyak sekolah-sekolah didirikan dengan murid-murid berasal dari berbagai negara, salah satunya Tiongkok. I-Tsing atau Yi Jing, seorang bikkhu Buddha asal Dinasti Tang, mengabadikan pengalamannya selama menuntut ilmu di Sriwijaya pada tahun 671 dan 687-689 M.

Dalam travelogue-nya Yi Jing menyebut lebih dari seribu bikkhu berada di Palembang saat itu. Mereka datang dari berbagai daerah untuk memperdalam agama Buddha, mempelajari bahasa Sanskerta, serta menerjemahkan kitab-kitab ke bahasa masing-masing. Yi Jing juga menyarankan teman-temannya sesama bikkhu dari Tiongkok untuk memperdalam ilmu ke Palembang.

Kedua, Sriwijaya yang menguasai Selat Malaka menjadi penghubung jalur perdagangan laut Tiongkok-India. Karena kapal-kapal masa itu masih mengandalkan angin, pedagang asal Tiongkok yang hendak menuju ke India (dan sebaliknya) harus singgah di Palembang selama beberapa bulan. Mereka menanti pergantian musim yang mempengaruhi arah angin.

Tak hanya di bidang keilmuan, hubungan Sriwijaya dan dinasti-dinasti di Tiongkok juga terjalin di bidang politik. Ketika Kerajaan Medang dari Jawa menyerang Palembang pada 990 M, raja Sri Cudamani Warmadewa meminta bantuan Dinasti Song. Pasukan Medang akhirnya berhasil dipukul mundur dari Bumi Sriwijaya pada tahun 1006.

Tionghoa kembali mewarnai sejarah Palembang jelang keruntuhan Sriwijaya. Kekuasaan yang kian melemah menjadikan Sriwijaya dipenuhi bajak laut. Di antaranya dua bajak laut terkenal Chen Zuyi dan Liang Daoming. Lalu datanglah Laksmana Cheng Ho atau Zheng He yang dikirim Dinasti Ming untuk menangkap Chen.

Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang. Foto: TRAVELERIEN.COM/KATERINA SANDRA
Sriwijaya sendiri sudah runtuh oleh serangan Majapahit beberapa tahun sebelum kedatangan Cheng Ho. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Dinasti Ming mengangkat seorang Tionghoa Muslim bernama Shi Jinqing sebagai penguasa Palembang.

Kedatangan Geding Suro atau Ki Gede Ing Suro, seorang bangsawan Demak, ke Palembang membuka lembaran baru. Ki Gede Ing Suro menyebar-luaskan ajaran Islam dan mendirikan Kesultanan Palembang Darussalam. Namun pengaruh Tionghoa terus lekat, terutama lewat perkawinan antara keluarga kesultanan dengan putri-putri Tionghoa.

Well, singkat kata sepanjang sejarahnya Palembang sangat lekat erat dengan Tionghoa. Karenanya tak heran bila ada banyak sekali kesamaan antara kebudayaan Palembang dan Tionghoa. Misalnya warna merah dan kuning keemasan yang dominan dalam pakaian adat Palembang, merupakan warna favorit etnis Tionghoa sejak dahulu kala.

Festival Imlek Indonesia
Dengan keterkaitan yang demikian erat, tak heran bila perayaan upacara Tionghoa di Palembang selalu berlangsung meriah. Coba saja lihat betapa semaraknya perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Hok Ceng Bio yang terletak di Pulau Kemaro. Perayaan di pulau ini telah dimulai sejak 350-an tahun lalu, di jaman Kapitan Tjoa Ham Him.

Cap Go Meh di kelenteng ini sekaligus menunjukkan kerukunan antara warga Melayu pribumi (Muslim) dan etnis Tionghoa (Konghucu) di Palembang. Tak sekedar datang menyaksikan, warga Melayu pribumi turut serta menyiapkan segala hal yang diperlukan bagi kelancaran perayaan Cap Go Meh.

Sebaliknya, panitia acara turut memberi penghormatan pada Siti Fatimah yang mereka sebut sebagai Buyut Fatimah. Panitia selalu menyiapkan sesaji berupa nasi kuning, ayam panggang, pisang mas, dan berbagai kelengkapannya sesuai adat Palembang. Tak cuma itu, dalam rangkaian perayaan juga dipersembahkan seekor kambing hitam.



Perayaan Imlek pun tak kalah meriah. Bahkan Palembang disebut-sebut sebagai kota dengan perayaan Imlek termeriah kelima se-Indonesia, setelah Solo, Semarang, Singkawang, dan Medan. Kelenteng Chandra Nadi di kawasan 10 Ulu yang selalu menjadi pusat perayaan Imlek, termasuk dalam daftar 10 kelenteng paling eksotis di Indonesia.

Penyelenggaran Festival Imlek Sriwijaya pada Maret 2015 jadi bukti kemeriahan Imlek di Palembang. Dalam acara yang digelar Kompas Gramedia Group saat itu ribuan warga Kota Pempek membanjiri venue acara, Lapangan Hatta, untuk menyaksikan berbagai pertunjukan. Selain tari barongsai dan liang-liong, juga ada atraksi wushu, festival kuliner, serta berbagai lomba.

Tahun ini, perayaan Imlek di Palembang bakal semakin meriah. Kementerian Pariwisata RI memasukkan Palembang dalam daftar 9 kota penyelenggara Festival Imlek Indonesia 2017. Berikut jadwalnya:

TANGGAL KOTA PENYELENGGARA 18-22 Januari 2017 Batam (Kepulauan Riau) 22-26 Januari 2017 Solo (Jawa Tengah) 24-26 Januari 2017 Semarang (Jawa Tengah) 27-28 Januari 2017 Bali 28 Januari 2017 Bintan (Kepulauan Riau) 28 Januari - 11 Februari 2017 Singkawang (Kalimantan Barat) 11 Februari 2017 Bogor (Jawa Barat) 11-12 Februari 2017 Palembang (Sumatera Selatan) 25-26 Februari 2017 Jakarta
Ada banyak agenda yang telah disiapkan panitia acara selama dua hari tersebut. Padat sekali sehingga siapapun yang menghadirinya dijamin bakal puas dengan berbagai atraksi yang disuguhkan sepanjang festival digelar.

Secara garis besar, rangkaian acara dalam Festival Imlek Indonesia 2017 di Palembang dibagi dalam tiga hajatan utama, yaitu:

1. Pawai Budaya
Rangkaian Festival Imlek Palembang dimulai dengan Pawai Budaya pada Sabtu, 11 Februari 2017. Dimulai pukul 08.00 WIB, pawai mengambil rute dari Kambang Iwak ke Palembang Sport and Convention Center (PSCC) melalui sepanjang Jl. Kapten A. Rivai.

Lihat Google Maps berikut ini. Rute yang akan dilalui peserta berjarak sekitar 1,5 kilometer, dengan waktu tempuh antara 18-20 menit. Tapi karena peserta pawai banyak, panitia mengalokasikan waktu hingga pukul 10.00 WIB.



Peserta pawai didominasi kebudayaan Tionghoa: barongsai, tari naga (liang liong), rombongan pendekar Tai Chi, perwakilan kelenteng, barisan pendekar Wing Chun, paguyuban/komunitas Tionghoa, dan kontestan pemilihan Koko Cici Palembang.

Selain itu ada pula rombongan Paskibraka, karyawan hotel, perwakilan kabupaten dan kota se-Sumsel, pasukan sepeda onthel, serta rombongan yang mewakili keragaman etnis di Sumsel: tanjidor (Betawi), reog Ponorogo (Jawa), ogoh-ogoh (Bali), dan atraksi kebudayaan Batak.

Saya yang semasa kecil sering menonton pawai peringatan HUT RI tiap Agustus di Palembang sudah bisa membayangkan bakal seperti apa meriahnya Pawai Budaya ini nanti. Saking sesaknya penonton, dulu saya pernah terpisah dari Ibu dan adik-adik. Untung ada tetangga yang menemukan saya sehingga bisa pulang ke rumah di Lebong Siareng.

2. Festival Budaya
Di hari kedua, 12 Februari 2017, acaranya adalah Festival Budaya yang digelar di PSCC. Rangkaian acara dimulai pukul 09.00 dan menyajikan beragam atraksi. Antara lain festival barongsai, penampilan perwakilan komunitas Tionghoa di Sumsel, pertunjukan Tari Tangan Seribu, sajian tari kreasi, pembacaan cerita pendek, pemutaran film-film pendek dan film Gie, ditutup dengan closing ceremony.

Untuk tari kreasi, panitia juga menggelar lomba yang menghadirkan legenda tari nasional Didik Nini Thowok. Menurut rencana juga akan ditampilkan drama kolosal legenda Pulau Kemaro. Dan karena Festival Imlek 2017 bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh, panitia menyediakan bus shuttle gratis dari PSCC ke Pulau Kemaro untuk melihat kemeriahannya.

Saya sangat penasaran dengan perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro. Ketika mengunjungi pulau tersebut tahun lalu, pulau ini sepi-sepi saja karena memang tidak ada acara apa-apa. Hanya ada rombongan saya, rombongan alumnus SMA Xaverius I Palembang yang tengah menggelar reuni, serta beberapa pelancong perorangan.

3. Festival Kuliner
Nah, bagi penyuka makan-makan ini dia event yang ditunggu-tunggu. Sebagai bagian dari rangkaian acara, panitia menggelar Festival Kuliner yang mengambil tempat di PSCC selama dua hari (11-12 Februari).

Tentunya bakal ada sajian makanan khas Palembang di sini. Pempek, tekwan, model, mie celor, kemplang, kue gandus, kue srikaya, burgo, lakso, es kacang merah, you name it. Saya sendiri ingin sekali mencicipi laksan. Ini satu-satunya makanan khas Palembang yang belum pernah saya makan sejak meninggalkan kota tersebut medio 1992.



Wow, itu berarti sudah 25 tahun saya tak makan laksan! Padahal dulu saya tiap hari memakannya. Bagaimana tidak tiap hari, orang dulu sewaktu kelas IV SD saya berjualan laksan di emperan rumah tetangga di pinggir Jl. Mayor Zurbi Bustan. Kelak kalau ada kesempatan ke Simpang Limo di Lebong Siareng saya tunjukkan rumah tetangga tersebut. Mudah-mudahan masih ada.

Tak hanya makan-makan, dalam festival kuliner ini juga ada lomba memasak bertajuk Chef Battle. Lalu ada demo memasak yang menampilkan koki-koki berpengalaman. Ada pula Mie Festival yang digelar di Palembang Icon, pusat perbelanjaan tepat di sebelah PSCC.

Oya, pengaruh Tionghoa juga ada lho dalam makanan khas Palembang. Pempek, contohnya. Sebuah teori menyebut pempek merupakan adaptasi dari ngo hiang atau kekkian, makanan asli penduduk Fujian di daratan Tiongkok.

Mengenai nama pempek, konon bermula dari panggilan untuk orang Tionghoa yang pertama kali membuat dan menjajakan makanan ini di Palembang. Ketika memanggil, calon pembeli biasanya menyerukan "Pek-Apek" yang merupakan panggilan untuk lelaki tua dalam bahasa Tionghoa. Dari sinilah nama pempek berasal.

Pempek Pak Raden, Palembang. With @travelerien @relindapuspita

A photo posted by Eko Nurhuda (@bungeko_) on May 15, 2016 at 12:54am PDT



Sebuah Harapan
Sejak jaman saya kecil Palembang terkenal sebagai kota yang meriah. Setiap kali mengadakan event dijamin berlangsung semarak. Penyelenggaraannya rapi, pesertanya banyak, dan selalu mengesankan bagi siapapun yang melihat.

Masa itu saya biasa diajak Ibu menyaksikan pawai tujuh-belasan setiap Agustus. Dan selalu saja penontonnya membludak, memenuhi pinggiran jalan yang akan dilewati kontingen pawai. Selain kendaraan hias nan cantik-cantik, saya paling suka atraksi drum band Universitas Tridinanti yang ketika itu paling tersohor di Palembang.

Hal itu terus dipertahankan Palembang hingga kini. Tahun lalu setidaknya ada tiga event besar di Kota Pempek, yakni Gerhana Matahari Total (GMT), International Musi Triboatton 2016, dan Festival Sriwijaya. Saya menjadi saksi perhelatan kedua, dan sungguh benar-benar terkesan sekali oleh keseluruhan acara. Semarak, meriah, dan meninggalkan kesan mendalam.

Karena itulah saya berharap dapat kembali mengunjungi Palembang untuk mengikuti Festival Imlek Indonesia 2017. Sudah terbayang dalam benak saya bakal seperti apa keseruan event ini. Apalagi setelah membaca-baca berita mengenai Festival Imlek Sriwijaya tahun 2015 lalu. Seru!

Semoga saja ada rejeki saya ke Palembang untuk mengabadikan kemeriahan Imlek suatu saat nanti. Syukur-syukur bisa sekalian mengikuti perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro.

Allahumma amin.

Perayaan Imlek di Kota-Kota Besar di Indonesia. #FestivalImlekIndonesia #PesonaIndonesia pic.twitter.com/69UnpTXHCm

— Pesona Sriwijaya (@pesonasriwijaya) 21 Januari 2017


Foto-foto:
Foto 1:
Foto 2: Dokumentasi pribadi
Foto 3: http://travel.kompas.com/read/2014/01...
Foto 4: https://en.wikipedia.org/wiki/Yijing_...
Foto 5: http://www.travelerien.com/2016/03/be...
Foto 6: https://en.wikipedia.org/wiki/Barongsai

Referensi:
- https://en.wikipedia.org/wiki/Yijing_...
- https://en.wikipedia.org/wiki/Palembang
- https://en.wikipedia.org/wiki/Shi_Jin...
- https://en.wikipedia.org/wiki/Palembang
- http://travelingyuk.com/perayaan-imle...
- http://travelingyuk.com/kelenteng-di-...
- http://www.tionghoa.info/tahun-baru-i...
- http://www.tionghoa.info/sejarah-cap-...
- https://www.merdeka.com/peristiwa/cer...
- http://tionghoa-muslim.blogspot.co.id...
- http://nationalgeographic.co.id/berit...
- http://nasional.news.viva.co.id/news/...
- http://www.tribunnews.com/travel/2016...
- http://www.tribunnews.com/travel/2015...
- http://travel.kompas.com/read/2014/01...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 28, 2017 01:07

January 24, 2017

Orang Belanda Kok Namanya Eko?

INI cerita lama. Sangat lama sekali malah. Kejadiannya pertengahan 2001, alias lebih dari 15 tahun lalu, saat saya sedang magang (internship) sebagai tour guide di Taman Wisata Candi Prambanan.

Usia saya belum genap 19 tahun waktu itu. Masih berstatus pelajar (mau mengaku mahasiswa kok tidak enak, hehehe) di Pendidikan Profesi Pariwisata, sebuah pendidikan tinggi setara DII milik Yayasan Pengembang UNY yang kini sudah tidak eksis lagi.

Ceritanya pertengahan tahun itu kuliah libur semester. Banyak teman memilih mudik ke kampung halaman masing-masing. Saya yang baru setahun tinggal di Jogja merasa tidak enak pulang ke Jambi. Bukan apa-apa, ongkos Jogja-Jambi terhitung mahal untuk ukuran kantong saya waktu itu. Minta ongkos ke orang tua kok malu.

Ndilalah, ada teman mengajak magang di Candi Prambanan sebagai pengisi waktu luang. Karena tertarik dengan profesi tour guiding yang serius tapi santai, saya pun mengiyakan ajakan tersebut. Berbekal surat pengantar dari kampus, kami mengajukan ijin magang ke Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) di candi tersebut.

Ijin magang selama sebulan diberikan pada rombongan kami. Dengan demikian dalam waktu sebulan itu kami bebas keluar-masuk kawasan candi tanpa harus membeli tiket masuk. Juga bebas mendekati turis asing yang masuk ke areal candi tanpa didampingi guide setempat. Areal candi yang dimaksud di sini adalah gerbang dalam dekat kompleks candi.

Demi mendukung kelancaran magang, saya mencari kos di Desa Tlogo yang terletak di sisi timur candi. Atas rekomendasi seorang senior di kampus, saya dan dua teman indekos di rumah Pak Lurah. Sekamar berdua dengan tempat tidur sendiri-sendiri, mandi-cuci bergantian dengan penghuni rumah lainnya.

Saya lupa nama Pak Lurah tersebut. Tapi kalau ke sana lagi saya masih ingat betul rumahnya. Bu Lurah sendiri aslinya dari Temanggung, Jawa Tengah. Bersama keluarga tersebut ikut seorang simbah-simbah yang sering menceritakan pengalamannya di masa penjajahan Belanda. Simbah itu juga mengajari saya bahasa Belanda sederhana. Misalnya, ik naar Surabaya. Artinya, saya pergi ke Surabaya.

Candi Prambanan dari tangkapan kamera saya, sekitar Juli 2001. Foto diambil dari kawasan reruntuhan candi perwara di sebelah timur laut kompleks candi. Setiap sore saya suka duduk-duduk di sana memakan sawo kecik dari pohon.
Mbak dari Suriname
Meski hanya sebulan, ada banyak kenangan selama magang di Candi Prambanan. Misalnya, saya dan teman satu kos tak kunjung berani mendekati bule selama nyaris sepekan. Saya juga masih ingat uang tip pertama yang diberikan oleh seorang turis Italia. Atau dua pria Inggris yang setelah saya temani berkeliling candi meminta foto bersama.

Saya juga masih ingat dengan gadis dari Montreal, Kanada, yang begitu murah senyum dan senang bercerita. Demikian pula gadis Jepang yang dengan senang hati memberi alamat emailnya pada saya. Atau pemuda asal Lublin, Polandia, yang kami (saya dan teman kos) ajak ke Borobudur, lalu bablas ke Temanggung untuk melihat Gunung Sumbing.

Di antara semua kenangan tersebut ada satu yang selalu saja membuat saya tertawa sendiri saat mengenangnya. Yaitu bertemu seorang mbak-mbak Jawa-Suriname yang mengatakan nama saya mirip nama sepupunya.

Ceritanya selain magang saya juga nyambi berjualan tiket pertunjukan Sendratari Ramayana. Panggungnya terletak persis di sebelah barat Candi Prambanan, di seberang sungai dan bisa terlihat jelas dari areal candi. Lumayan, setiap tiket dapat diskon 10%. Belum lagi kalau menghitung selisih biaya transport yang dipakai mengangkut klien dari hotelnya di Jogja menuju ke Prambanan.

Dari sambilan tersebut, dalam semalam paling tidak saya mengantongi Rp25.000-Rp50.000. Jumlah yang sangat besar untuk ukuran saat itu. Sebagai perbandingan, harga nasi sayur dengan lauk kepala ayam hanya Rp1.500. Kalau pakai sayap Rp2.500, sedangkan paha dihargai Rp3.000.

Nah, suatu hari saya bertemu sepasang turis dari Belanda. Meskipun mengaku dari Belanda, fisik pasangan tersebut berbeda 100%. Yang laki-laki bule asli, sedangkan yang perempuan (maaf) berkulit hitam seperti orang Afrika. Lengkap dengan rambut rasta.

Kepada mereka saya tawarkan tiket pertunjukan Sendratari Ramayana. Mereka tertarik, sekalipun hanya membeli tiket termurah (Rp15.000) dan tanpa transportasi. Apalagi makan malam romantis di open-air restaurant yang terletak sebelum pintu masuk teater. Tak apalah, 10% x Rp30.000 = Rp3.000. Cukup untuk makan nasi sayur lauk paha ayam.

Kelucuan terjadi ketika saya menuliskan kwitansi tanda pembayaran tiket, yang dapat mereka tukarkan dengan tiket asli di loket teater. Selain nama pembeli, saya juga membubuhkan nama dengan tanda tangan. Tapi saya tidak menulis nama lengkap, hanya "Eko" dengan huruf kapital semua.

Monumen peringatan kedatangan rombongan orang Jawa pertama di Suriname pada 9 Agustus 1890.
Eh, ketika saya menuliskan kata "Eko" ini, si perempuan Belanda itu nyeletuk.

"Your name like my cousin's name," katanya sembari menatap lekat-lekat nama saya di kuitansi.

Terang saja saya kaget mendengarnya. Opo tumon wong Londo kok jenenge Eko? Saya pun bertanya, "Really?"

Ia mengangguk mantap. "Yes, his name is also Eko," jawabnya. Kali itu dia menatap saya.

Usut punya usut, ternyata si perempuan Belanda itu aslinya dari
Mengetahui hal itu saya langsung saja mengajaknya berbahasa Jawa. Eh, ternyata bisa. Nyambung deh. Jadilah kami berbicara dalam bahasa Jawa. Saya banyak menanyakan tentang kehidupan orang Jawa di Suriname. Cuma si Mbak Suriname tersebut hanya bisa berbahasa Jawa ngoko, bahasa pergaulan sehari-hari.

Malamnya, sebelum pertunjukan Sendratari Ramayana dimulai saya kembali bertemu dengan si Mbak Suriname. Kami kembali ngobrol dalam bahasa Jawa. Saya coba lebih berani dengan menanyakan perihal keluarganya. Ternyata si Mbak 100% berdarah Jawa, tanpa campuran apapun sejak leluhurnya. Ia sendiri saat itu tengah kuliah di Belanda.

Obrolan kami terhenti ketika pasangan si Mbak datang. Tadi bule jangkung tersebut tengah menukarkan kwitansi pembelian yang saya beri dengan tiket masuk. Begitu mereka masuk ke dalam teater, kami pun berpisah dan tak pernah bertemu lagi.

Lestarikan Budaya JawaPeta Suriname
Itulah satu-satunya interaksi langsung saya dengan etnis Jawa warga negara Suriname. Nama negara ini sendiri sudah saya dengar sejak kecil. Saya lupa tahun berapa, tapi saya pernah mendengar berita RRI perihal kunjungan Presiden Soeharto ke Suriname. RRI juga memutar potongan pidato Presiden Soeharto di hadapan etnis Jawa di sana, yang tentu saja pidatonya menggunakan bahasa Jawa.

Sejak mendengar berita RRI itulah saya tertarik dengan Suriname. Namun keterbatasan akses informasi membuat saya tak bisa melacak lebih jauh. Yang bisa saya lakukan hanya menempelkan nama negara yang terletak di sebelah utara Brazil itu lekat-lekat di kepala.

Barulah ketika kuliah di Jogja saya berkenalan dengan internet, sehingga dapat menelusuri informasi apapun yang diinginkan. Dan saya jadi semakin tertarik dengan Suriname setelah membaca-baca sejarah imigrasi etnis Jawa ke sana. Sejarah berusia ratusan tahun yang secara emosional menghubungkan Indonesia-Suriname.

Ada sekitar 20% etnis Jawa di Suriname. Mereka yang tinggal di sana adalah "korban" peperangan di Asia Pasifik. Belanda yang dikalahkan Jepang batal memulangkan kuli kontrak ke Pulau Jawa seperti perjanjian awal. Akibatnya, orang-orang Jawa yang berjumlah ribuan terpaksa bertahan lebih lama.

Pemerintah Indonesia sempat menggulirkan program repatriasi, yakni memulangkan orang Jawa dari Suriname (waktu itu namanya masih Guyana Belanda). Akan tetapi sebagian eks kuli kontrak memilih menetap di sana hingga beranak-cucu. Maklum, oleh perusahaan Belanda yang mengontrak mereka diberi sebidang tanah plus uang tunai pengganti ongkos kepulangan ke Jawa.

Meski sudah lama terpisah jauh dari leluhur mereka, namun orang-orang Jawa-Suriname tak lupa asal-usul. Sebisa mungkin mereka mempertahankan budaya dan adat istiadat Jawa, terutama bahasa Jawa yang terus dipertahankan di kalangan komunitas Jawa. Salah satu caranya adalah dengan membuat radio-radio berbahasa Jawa.



Penasaran dengan bahasa Jawa-nya orang-orang Suriname? Coba saja dengarkan lewat siaran live streaming
Banyak band-band yang digawangi oleh musisi Jawa, misalnya Kasimex House Band yang pernah saya bahas di posting Ngopi Bareng Kasimex House Band ini. Mereka memainkan musik pop, rock, juga hip hop berbahasa Jawa. Maklum, tiga personelnya orang Jawa: Robbert Kartotaroeno (keyboard), Candy Wirjosentono (keyboard), dan Raymond Kartotaroeno (lead guitar, percussions).

Penyanyi-penyanyi kondang Suriname seperti Rachmad Amatstam, Eduard Kasimoen atau Oesje Soekatma juga orang Jawa. Ada pula nama Emmely Kartoredjo, Chantal Karijosentono, Idris Permata, Mantje Karso, Danny Kasanramelan, Tony Atmodimedjo, dan masih banyak lagi.

Well, ini ironis. Sebab, di Jawa sendiri siaran kebudayaan dan lagu-lagu Jawa di televisi ataupun radio tidak begitu diminati generasi muda. Anak-anak muda Jawa di sini lebih tertarik dengan budaya pop ala Barat. Budaya Jawa dianggap kampungan.

Jangan-jangan nanti malah kebudayaan Jawa di Suriname lebih maju ketimbang di Jawa sendiri? Mudah-mudahan itu tidak terjadi.

Catatan: Posting ini pertama kali dipublikasikan pada 25 Januari 2010. Dipublikasi ulang dengan koreksi dan penambahan. Beberapa komentar dihapus karena blognya sudah tidak ada (missing link).
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 24, 2017 12:30

January 18, 2017

5 Hal yang Bikin Saya Ingin Sekali ke Jepang

ENTAH kapan tepatnya, saya pernah membuat daftar negara yang paling ingin dikunjungi. Salah satu negara yang masuk dalam daftar adalah Jepang. Setidaknya saya punya lima alasan yang membuat hati ini begitu berhasrat ke sana. Apa saja?

Sedikit flashback.

Sama halnya anak-anak Indonesia lainnya, saya pertama kali mengenal Jepang dari pelajaran sejarah. Tentang saudara tua yang "membantu" bangsa-bangsa di Nusantara terbebas dari cengkeraman penjajah Belanda. Tentang propaganda 3A. Tentang romusha. Tentang jugun ianfu.

Yang paling sering disinggung dalam pelajaran sejarah adalah dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat, juga peranan Laksmana Muda Tadashi Maeda dan asistennya Myoshi, yang secara tidak langsung punya andil penting dalam kemerdekaan Republik Indonesia.

Tapi bukan pelajaran sejarah yang kemudian membuat saya begitu ingin melancong ke Jepang. Namanya saja pelajaran sejarah. Hasrat itu mulai timbul semenjak menyaksikan serial Oshin di TVRI. Sebagai anak-anak, waktu itu saya sama sekali tidak peduli pada jalan cerita Oshin. Saya hanya tertarik pada dua hal: bunga Sakura dan salju.

Lalu ketika almarhum Simbah Kakung tinggal bersama kami di Jambi, beliau sering sekali menceritakan masa-masa hidupnya di jaman Jepang. Beliau cerita pernah ditangkap tentara Jepang karena kedapatan membawa clurit. Padahal Simbah mau berangkat ke kebun.

Dari Simbah saya sempat belajar beberapa lagu rakyat Jepang, yang sayangnya sudah lupa semua. Simbah juga bercerita mengenai seikerei, ritual membungkukkan badan ke arah Tokyo untuk menghormati Kaisar. Pernah pula mengajari saya hitung-hitungan dalam bahasa Jepang; ichi, ni, san, shi, dan seterusnya.

Dari kesemua kenangan Simbah di masa pendudukan Jepang, satu yang paling nempel di kepala adalah peribahasa Jepang yang berbunyi, "Jibun no koto wa jibun de suru." Artinya secara bebas, "kamu sendirilah yang harus mengerjakan urusan/pekerjaanmu."

自分の事は自分でする
Jibun no koto wa jibun de suru.


Petualangan di Negeri Sakura
Imajinasi akan Jepang bertambah liar ketika membaca seri petualangan Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng di Negeri Matahari Terbit. Ada tiga episode Wiro Sableng yang berisi petualangan di Jepang. Dimulai dari Pendekar Gunung Fuji, Ninja Merah, dan ditutup dengan Sepasang Manusia Bonsai.

Dari kisah Wiro Sableng di Jepang, saya dapat satu hal lagi untuk dikagumi: Gunung Fuji. Dalam episode Pendekar Gunung Fuji, Bastian Tito mendeskripsikan gunung ini sebagai "gunung berketinggian lebih dari 11.000 kaki yang sebagian besar dikelilingi salju abadi." Lalu disebutkan pula di paragraf berikutnya, "Di sekelilingnya pohon-pohon Sakura bertebaran."

Selain kisah Wiro Sableng, saya juga sangat menyukai petualangan Andika si Pendekar Slebor di Jepang. Pengarang Pijar El membuat dua episode khusus, Geisha dan Rahasia Sang Geisha, di mana sang pendekar harus berhadapan dengan sekelompok ninja bengis. Lagi-lagi musim semi dan bunga Sakura jadi penghias cerita.

Pijar El kembali membawa nuansa Jepang dalam episode Pembunuh dari Jepang dan Samurai Berdarah. Jika di episode Geisha dan Rahasia Sang Geisha Pendekar Slebor yang ke Jepang, kali ini kebalikannya. Dikisahkan seorang pemberontak bernama Nomuro Shasuke kabur ke Tanah Jawa setelah gagal menggulingkan Kaisar Tokugawa Iesyasumoto.

Beranjak SMA, saya berkenalan dengan teman-teman baru yang hobi sekali pada sepakbola. Singkat cerita saya ketularan, sekalipun hanya bisa mengikuti perkembangannya lewat tabloid olahraga. Dari situ saya mengenal pesepakbola Jepang yang tengah naik daun masa itu, Nakata Hidetoshi atau di Eropa lebih dikenal sebagai Hidetoshi Nakata.

Singkat kata, tahun demi tahun semakin banyak hal yang membuat saya menyukai Jepang. Daftar yang begitu panjang, membuat saya ingin sekali bertandang ke sana. Saya pernah mencoba mencari beasiswa ke Jepang, tapi gagal karena sudah kadung "salah" ambil jurusan.

Sempat saya belajar bahasa Jepang secara ototidak, sekalipun hasilnya hanya bisa lancar mengucapkan, "Hajimemashite. Watashi no namae wa Eko Nurhuda desu. Anata no onamae wa nan desu ka?" Sewaktu magang sebagai guide di Candi Prambanan, satu kalimat sakti yang selalu saya tanyakan kepada turis Jepang ini: "Sumimasen. Anata wa eigo o hanasemasu ka?"

Pertanyaan lucu. Kalau mau praktik bahasa Inggris kenapa nyamperin orang Jepang? Hahaha. Dan ternyata itu memang bukan pertanyaan bagus untuk orang Jepang. Jawaban yang saya terima nyaris selalu sama, "ie" atau "dekimasen" yang keduanya bermakna sama: tidak bisa.

Nah, dari daftar panjang hal-hal yang membuat saya ingin ke Jepang tersebut, ada lima yang paling memancing rasa penasaran. Apa saja itu?


1. Bunga Sakura (サクラ)
Siapa yang terpesona oleh keindahan bunga satu ini.Menyaksikan bunga Sakura mekar adalah hal yang ditunggu-tunggu sepanjang tahun. Tak cuma oleh orang Jepang, tapi juga wisatawan dari berbagai negara.

Turis sangat tertarik dengan hanami, yakni kegiatan orang Jepang piknik dan bersenang-senang di antara pepohonan Sakura yang bunganya tengah bermekaran. Praktik ini sudah dilakukan orang Jepang sejak Zaman Nara di abad ke-8. Tapi baru pada masa pemerintahan Kaisar Tokugawa Yoshimune (1684-1751) dibuat semacam taman berisi pepohonan Sakura untuk hanami.

Di Indonesia sendiri ada banyak sekali travel agent yang membuat paket tur hanami. Tur yang hanya bisa dilakukan sekali setahun, sebab bunga Sakura hanya mekar di musim semi.

Lihat tabel berikut. Ini adalah perkiraan waktu mekarnya bunga Sakura di Jepang pada musim semi 2017. Tabel ini dibuat berdasarkan data mekarnya bunga Sakura tahun lalu. Ingat, ini hanya perkiraan ya.

KotaPertama Kali MekarMekar PenuhOkinawaPertengahan JanuariPekan kedua FebruariKagoshima31 Maret7-16 AprilNagasaki25 Maret2-10 AprilFukouka25 Maret2-10 AprilMatsuyama28 Maret5-13 AprilHiroshima29 Maret4-12 AprilKyosampai29 Maret4-12 AprilOsaka29 Maret4-12 AprilShizuoka29 Maret2-10 AprilNagoya26 Maret2-10 AprilYokohama28 Maret4-12 AprilKanazawa4 April8-16 AprilKyoto26 Maret2-11 AprilNara28 Maret3-11 AprilNiigata7 April12-18 AprilNagano8 April11-20 AprilFukushima7 April10-18 AprilSendai9 April14-22 AprilAomori22 April26 April-4 MeiMatsumae26 April1-10 MeiHakodate29 April2-9 MeiSapporo2 Mei4-11 MeiTanaman yang oleh orang Barat disebut cherry blossom ini diduga berasal dari kawasan Himalaya. Sebenarnya tak hanya di Jepang, di kota-kota lain di belahan utara dunia pun ada. Di Tiongkok, Korea, Eropa, Siberia, India, Kanada, dan Amerika Serikat juga ada tanaman begini.

Namun Sakura sudah sangat identik dengan Jepang. Bunga ini merupakan simbol nasional. Karenanya tak heran kalau kita bisa menemui nama Sakura di mana-mana. Sakura Bank, Sakura Square, Sakura Lounge di bandara, kapal Sakura, kereta Sakura, sampai ballpoint Sakura.

Beberapa kota dan distrik di Jepang bernama Sakura atau Sakura-ku. Tahun 2002, stasiun televisi NHK pernah menayangkan serial drama berjudul Sakura. Ada setidaknya 10 lagu berjudul Sakura yang pernah dirilis. Dan gambar bunga Sakura ada di koin pecahan 100 yen yang hingga kini masih dipakai.

Well, Sakura di mana-mana. Berharap sekali suatu saat nanti saya berkesempatan mengikuti hanami dan berfoto di tengah-tengah bunga Sakura mekar.


2. Gunung Fuji (富士山)
Saya pertama kali mendapat gambaran mengenai Gunung Fuji dari serial cerita silat Wiro Sableng. Dalam episode Pendekar Gunung Fuji, Bastian Tito mendeskripsikan gunung ini dengan sangat baik sekali. Membaca cerita ini saya jadi bisa membayangkan seperti apa rupa Gunung Fuji.

"Gunung berketinggian lebih dari 11.000 kaki yang sebagian besar dikelilingi salju abadi," demikian tulis Bastian Tito di bab satu episode tersebut. Lalu di paragraf berikutnya ia menulis, "Di sekelilingnya pohon-pohon Sakura bertebaran."

Ketika kemudian saya melihat foto-foto Gung Fuji di majalah atau koran, dan kemudian internet, apa yang digambarkan Bastian Tito tepat sekali. Sebuah gunung yang dari kejauhan terlihat membiru dengan puncak keputih-putihan. Tingginya 3.776 mdpl dan dapat terlihat jelas dari Tokyo yang berjarak 100 km di arah timur laut.

Orang-orang Jepang menyebut Gunung Fuji dengan panggilan Fuji-san atau Fujiyama. Gunung ini merupakan salah satu dari trinitas gunung suci (三霊山 Sanreizan) dalam kepercayaan Jepang. Dua lainnya adalah Gunung Tate (立山) di Toyama Prefecture, dan Gunung Haku (白山) yang kakinya mencengkeram tiga prefecture sekaligus: Gifu, Fukui, dan Ishikawa.

Gunung Fuji begitu diagungkan karena dipercaya sebagai tempat tinggal Amaterasu (天照), Dewa Matahari dalam mitologi Jepang kuno. Sedangkan menurut mitologi Shinto, di gunung ini berdiam Kuninotokotachi (国之常立神) yang dianggap sebagai Tuhan Penguasa Alam (sumber).

Kalau menurut saya sih Gunung Fuji paling asyik dijadikan latar belakang foto selfie. Tak lengkap rasanya ke Jepang kalau tidak mendapatkan foto gunung ini sebagai oleh-oleh. Syukur-syukur bisa menghabiskan beberapa hari di Gotemba, sebuah kota kecil nan asri di kaki Gunung Fuji.

Kalau nanti ada kesempatan ke Gotemba, saya paling ingin merasakan mandi air hangat. Ada banyak sekali pemandian air hangat atau onsen (温泉) di sini. Namanya juga di kaki gunung berapi. Seumur-umur saya baru pernah merasakan mandi air hangat di Guci, kawasan wisata di bawah kaki Gunung Slamet.


3. J-League
Penggemar sepakbola mana yang tidak mengagumi J-League alias Liga Jepang. Mulai bergulir pada 1992, kini J-League menjadi liga sepakbola terbaik di Asia. Liga dengan standar tinggi dan ketat, serta pengelolaan yang sangat profesional. Bagi pesepakbola Asia, bergabung bersama klub Jepang merupakan sebuah kebanggaan.

Liga Jepang punya ikatan emosional dengan Indonesia. Sebelum menggulirkan J-League pada 1992, petinggi Japan Football Association (JFA) berkunjung ke Indonesia untuk mempelajari Liga Sepakbola Utama (Galatama). Liga sepakbola semi profesional garapan PSSI ini dijadikan salah satu referensi JFA.

Ikatan emosional tersebut kian erat setelah striker timnas Irfan Bachdim direkrut Ventforet Kofu. Klub asal Yamanashi Prefecture ini mengontrak Irfan sejak 27 Januari 2014, menjadikannya pemain Indonesia pertama di Liga Jepang. Kemudian pada 22 Desember 2014, Irfan pindah ke Consadole Sapporo.

Kehadiran Irfan membuat ketertarikan penggemar sepakbola Indonesia terhadap J-League kian tinggi. Malah, sosok Irfan menjadi magnet yang banyak menarik wisatawan Indonesia ke Kofu.

Kini, sekalipun tidak ada lagi pesepakbola Indonesia bermain di sana saya tetap suka J-League. Sama halnya saya menyukai timnas Jepang. Rasa suka yang timbul sejak perhelatan Piala Dunia 1998. Itulah kali pertama Jepang lolos ke putaran final Piala Dunia. Dan semenjak itu tak pernah lagi gagal melalui kualifikasi.

Menyaksikan pertandingan Liga Jepang jadi salah satu impian terpendam. Kalau boleh memilih sih saya ingin menonton duel Urawa Red Diamonds vs Kashima Antlers. Tapi klub apapun asalkan J1 League dan melihatnya di Jepang secara langsung tetap saja bakal saya syukuri. Semoga suatu saat terwujud. Amin.


4. Sumo (相撲)
Saya tak bisa mendeskripsikan apakah benar-benar menyukai sumo atau sekedar penasaran. Apapun itu, yang jelas saya sangat ingin sekali menyaksikan pertandingan sumo secara langsung.

Berbeda dengan tinju, sumo merupakan olahraga tradisional yang ada kaitannya dengan kepercayaan Shinto. Banyak tradisi-tradisi relijius kuno yang masih diberlakukan dalam sumo hingga hari ini. Sedangkan kuil-kuil Shinto juga masih sering mempertandingan sumo sebagai bagian dari ritual pemujaan.

Ambil contoh pakaian ofisial pertandingan sumo yang sangat mirip dengan pakaian pendeta Shinto. Lalu kanopi di atas dohyō (土俵, ring tempat pesumo bertanding) mirip atap kuil Shinto. Sebelum bertanding rikishi (力士, pesumo) menaburkan garam yang dipercaya dapat menyucikan dohyō. Ini juga diambil dari kepercayaan Shinto.

Jepang jadi satu-satunya negara di dunia di mana sumo merupakan olahraga profesional. Hal ini disebut-sebut sudah berlangsung sejak era Tokugawa di awal abad ke-17. Di jaman inilah kompetisi sumo berhadiah besar rutin digelar, dengan aturan-aturan tertentu untuk menarik minat penonton.

Sebelum itu, sumo biasa digelar di halaman kuil-kuil Shinto. Turnamen sumo yang hingga saat ini digelar sudah ada ada sejak tahun 1684, pertama kali diadakan di Kuil Tomioka Hachiman. Masa itu, sebelum pertandingan digelar ada upacara pemberkatan ring yang disebut dohyō-matsuri dipimpin ofisial pertandingan (gyōji).

Bagi sebagian orang sumo terlihat lucu karena bentuk badan pesumo yang gendut-gendut. Tapi tak banyak yang tahu kalau menjadi seorang pesumo itu tidak gampang. Butuh komitmen kuat serta disiplin ketat untuk hidup sebagai rikishi. Seluruh aspek kehidupan sehari-hari mulai dari makanan sampai tata cara berpakaian diatur secara ketat oleh tradisi.

Kalau ingat ini, saya bakal sangat bersyukur sekali andai bisa menyaksikan pertandingan sumo secara langsung. Tak sekedar berwisata, ini merupakan bagian dari mempelajari sejarah dan kebudayaan Jepang.


5. Ramen (ラーメン)
Siapa yang tidak suka makanan satu ini. Tidak afdol rasanya berwisata ke Jepang kalau tidak mencicipi ramen. Makanan khas ini begitu merakyat, sehingga kita dapat menjumpainya di mana pun berada. Mulai dari penjual kaki lima di pinggir-pinggir jalan, sampai restoran-restoran mewah. Tinggal pilih.

Mau ramen berkuah atau ramen goreng, semuanya tersedia. Kalau sedang musim dingin di mana salju bertebaran dan udara menusuk tulang, sup ramen adalah pilihan tepat untuk menghangatkan tubuh. Saya sendiri lebih prefer ramen goreng. Apalagi kalau ditambahi sayur-sayuran hijau, udang, dan telur setengah matang. Wah! :)

Meskipun dikenal sebagai makanan khas Jepang, ramen disebut-sebut aslinya berasal dari Tiongkok. Nama "ramen" sendiri merupakan pengucapan lidah Jepang untuk kata "lamian" dalam Tiongkok yang berarti mi. Hingga tahun 1950-an, ramen masih disebut sebagai shina soba (支那そば). Kini istilah tersebut berganti menjadi chūka soba (中華そば), dan kemudian lebih populer dibilang ramen.

Sumber lain mengatakan ramen adalah hasil kreasi perantau Tiongkok di Jepang. Hidangan ini sangat populer di masa itu, banyak disediakan di restoran-restoran dan juga penjual keliling. Ahli ramen Hiroshi Osaki menuturkan, restoran yang khusus hanya menjual ramen pertama kali dibuka pada tahun 1910 di Yokohama.

Karena belum bisa ke Jepang, dan di Pemalang belum ada restoran Jepang, saya baru bisa memuaskan hasrat makan ramen lewat mi instan. Ada banyak sekali produsen mi instan yang membuat varian ramen. Kalau sedang ingin makan ramen, saya pergi ke minimarket untuk membeli beberapa bungkus dan dimasak sendiri di rumah.

Contohnya seperti yang saya bagikan di Instagram kemarin :)


Menyinggung makanan, salah satu isu penting bagi seorang Muslim seperti saya adalah kehalalan makanan. Kalau ramen mi instan sih tidak perlu khawatir karena ada label halal dari Majelis Ulama Indonesia. Nah, ramen di Jepang biasa disajikan dengan irisan daging babi. Jadi, harus hati-hati sekali ketika mencari ramen.

Isu lain yang tak kalah penting, di Jepang tak semua tempat umum menyediakan masjid atau musala. Jangan harap kita bisa mendengar seruan adzan yang kalau di Indonesia selalu berkumandang lima kali sehari.

Wisata Halal bersama Cheria Travel
Berita baiknya, sekarang semua kekhawatiran tersebut sudah boleh lenyap dari benak. Kini ada Paket Tour Wisata Halal Jepang dari Cheria Travel, yang menjamin kenyamanan traveler beragama Islam kala berwisata ke Jepang.

Kata halal di sini merujuk pada sifat turnya. Di mana Cheria Travel selaku tour operator selalu menjaga setiap layanan yang diberikan sesuai dengan tuntunan Islam. Misalnya soal makanan yang dipastikan adalah makanan halal. Jika mengandung daging hewan, maka daging tersebut disembelih dan dimasak secara halal.

Saya jadi ingat sewaktu berlibur bersama keluarga ke Bali pada awal Oktober lalu. Sewaktu sarapan di sebuah hotel di kawasan Lovina, anak saya ingin mengambil sosis ayam. Sayangnya, sosis ayam tersebut diletakkan dalam steamer yang sama dengan sosis babi. Sekalipun wadahnya berbeda dan terpisah, tapi saya putuskan tidak mengambil. Berada dalam satu steamer membuat uap sosis babi mengenai sosis ayam.


Dalam wisata halal yang diselenggarakan Cheria Travel, hal seperti ini diperhatikan betul-betul. Operator menjamin makanan 100% halal, bahkan terkena uap daging haram pun tidak. Makan enak pun terasa lebih nikmat dibuatnya.

Selain soal kehalalan makanan, operator juga sangat memperhatikan waktu salat dan tempat untuk menunaikan salat. Jadi begitu tiba waktu salat, peserta tur diberi tahu dan diberi waktu untuk beribadah di tempat yang disediakan. Hmm, nggak kuatir salat bolong-bolong deh kalau begini caranya.

Ada banyak paket tur wisata halal Jepang yang disiapkan Cheria Travel. Mau yang lima hari atau tujuh hari, mau mengeksplorasi Pulau Honsu atau Hokkaido, semuanya disediakan. Kalau tidak cocok dengan itinerary yang telah disiapkan, kita bisa menentukan sendiri mau ke mana dan mengunjungi apa. Asyik, bukan?

Satu hal lagi, Cheria Wisata tetap akan memberangkatkan tamunya sekalipun satu grup hanya berisi dua orang. Ini pas sekali buat pengantin baru yang ingin berbulan madu. Bisa menjelajahi Jepang berdua saja dengan layanan terbaik. Kalau bulan madu ikut rombongan wisata kan kurang asyik.

Hehehe...



Travel Halal Terbaik
Ngomong-ngomong, Cheria Travel ini biro perjalanan bonafide kan?

Kalau yang dimaksud bonafit di sini adalah resmi atau legal, PT Cheria Tour and Travel mengantongi surat tanda daftar perusahaan bernomor 36/2014 dengan tanggal 7 Januari 2013 dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Untuk penyelenggaraan umrah dan haji, legalitasnya memakai nama Madinah Iman Wisata yang surat ijinnya bernomor 118 Tahun 2015 (haji) dan D/70/2015 (umrah).

Tak cuma bermodal website dalam menggaet konsumen, Cheria Travel punya kantor fisik di Gedung Twink Lt. 3 yang terletak di Jl. Kapten Pierre Tendean No. 82 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Kalau ingin bertanya-tanya, bisa kontak Customer Service melalui WhatsApp di nomor 0878 9964 1375.

Cheria Travel bukan pemain baru di bisnis travel. Diawali dari biro umrah, Cheria Travel yang berada di bawah naungan PT Cheria Tour and Travel merambah paket wisata umum. Dengan konsep wisata halal, Cheria Travel boleh dibilang merupakan pelopor di segmen ini. Komitmen yang dijalani selama bertahun-tahun tersebut membuahkan penghargaan.

Tahun lalu, Cheria Travel masuk tiga besar kategori website dan kategori travel halal terbaik dalam Lomba Pariwisata Halal tingkat nasional yang diadakan Kementerian Pariwisata. Menyusul pengakuan tersebut, mulai tahun ini Cheria Travel mengembangkan destinasinya menjadi lebih banyak lagi.

Saya sendiri tak terlalu berpatokan pada berkas-berkas untuk mengetahui sebuah perusahaan layak dipercaya atau tidak. Saya lebih suka menelisik siapa orang di balik perusahaan tersebut. Lacak siapa pendiri atau pemiliknya dan apakah mereka orang-orang yang amanah.

Cheria Travel dirintis oleh pasangan suami-istri Cheriatna dan Farida Ningsih (foto samping). Kalau kamu tidak kenal Cheriatna, beliau adalah founder Komunitas Bisnis Dari Rumah dan Konsorsium BDR.

Sejumlah media pernah meliput profil Cheriatna, media lainnya mengangkat kegiatannya bersama komunitas BDR. Ada juga yang mengulas kisah berdirinya Cheria Wisata. Berikut beberapa di antaranya:

- Bisnis dari Rumah dengan Hasil Menggiurkan (Majalah Kontan)
- Keluarga Cheriatna, Profil Sukses Keluarga Sehat Lewat Bisnis (EraMuslim.com)
- Bisnis dari Rumah Yang Tetap Menggiurkan (Paris van Java TV)
- Kiat Memulai Bisnis Biro Perjalanan Ala Cheria Travel (Tempo Bisnis)
- Menjaga Amanah Konsumen (BeritaSatu.com)
- Cheriatna, Kisah Sukses Pengusaha Travel Halal (situs Commonwealth Live milik Commonwealth Bank)

Tak mau kalah dengan sang suami, Farida Ningsih punya prestasi mentereng sebagai pemenang Agen 1000 Sunlight. Selain menerima hadiah uang tunai Rp25.000.000, wanita yang biasa dipanggil Ida ini juga membintangi iklan Sunlight bersama pesinetron Krisna Mukti.

So, apakah Cheria Travel biro perjalanan yang dapat dipercaya? Kalau menurut saya sih tak perlu diragukan lagi. Apalagi beberapa kawan pernah menggunakan jasa Cheria dan menyatakan puas. Tinggal tunggu saatnya saja, kelak saya akan melancong ke Jepang dengan travel satu ini. Insya Allah.

Semoga bermanfaat!

Lomba Menulis Artikel Cheria Wisata
Kredit Foto:
Foto 1: http://nervewax.com/content/images/20...
Foto 2: http://wallfon.com/download.php?id=22629
Foto 3: https://en.wikipedia.org/wiki/Mount_F...
Foto 4: www.jleague.jp
Foto 5: http://japan-magazine.jnto.go.jp/jnto...
Foto 6: https://static01.nyt.com/images/2014/...
Foto 7: Screenshot akun Instragam @bungeko_
Foto 8: www.cheria-travel.com

Referensi:
- https://en.wikipedia.org/wiki/Sumo
- https://en.wikipedia.org/wiki/Ramen
- https://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Fuji
- https://en.wikipedia.org/wiki/Cherry_...
- https://en.wikipedia.org/wiki/Gotemba...
- https://en.wikipedia.org/wiki/Shinto_...
- http://travel.rakuten.co.id/campaign/...
- http://travel.rakuten.co.id/campaign/...
- https://yokosojepang.com/2016/11/16/p...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 18, 2017 00:15

January 13, 2017

Klothekan Berhadiah Smartphone Xiaomi Mi 4i


SEBUT saya beruntung. Cuma bermodal klothekan bersama anak-anak dan istri di halaman belakang, sebuah smartphone kece Xiaomi Mi 4i sukses didapat. Ini merupakan hadiah terakhir, sekaligus penutup tahun 2016 yang manis bagi kami sekeluarga. Alhamdulillah...

Bagi yang tidak tahu klothekan, ini adalah istilah Jawa. Maknanya, menabuh berbagai macam benda untuk menimbulkan bebunyian. Apa saja bisa dipukul atau ditabuh, yang penting mengeluarkan bunyi. Tapi yang umum ditabuh sih meja, piring dan mangkok, sendok, atau kaleng.

Nah, begitu tahu kontes video SingAlong Pertalite yang diadakan oleh Kaskus, saya langsung merancang-rancang konsep video untuk diikut-sertakan dalam lomba ini. Ada 2-3 ide yang keluar dari kepala saya saat itu. Setelah ditimbang-timbang, menurut saya konsep klothekan lebih menarik digarap.

Pertimbangan lain yang tak kalah penting, saya kembali bisa melibatkan anak-anak. Saya memang sebisa mungkin mengikut-sertakan anak-anak dalam kompetisi, seperti saat mengikuti Tantangan Joget Cokelat yang diselenggarakan PT Frisian Flag Indonesia tahun lalu. Menang-kalah tidak soal, yang terpenting anak-anak terbiasa berkompetisi.

Persyaratan SingAlong Pertalite terhitung mudah. Peserta cukup membuat video singkat minimal 30 detik, menyanyikan refrain jingle Pertalite. Tapi saya paham betul, kreativitas dan originalitas konsep video jadi pertimbangan utama dalam kontes ini. Itulah sebabnya saya mantap memilih konsep klothekan.

Jadilah kami membawakan refrain jingle Pertalite dengan iringan musik yang dihasilkan dari menabuh berbagai barang tak terpakai. Saya memukul kaleng bekas hair spray, anak perempuan saya menabuh botol bekas sirup Marjan sisa Lebaran, lalu kakaknya menabuh dua alat sekaligus: kaleng bekas biskuit dan bak mandi yang dulu dipakai sewaktu ia masih bayi.

Istri? Tak ada posisi yang lebih pas baginya selain menyanyi alias sebagai vokalis. Istri dulu pernah bekerja di Radio EMC Yogyakarta, dan sering tampil live dalam acara yang diadakan radio tersebut. Meski sejak kembali ke Pemalang di tahun 2006 ia jarang menyanyi, kemampuan olah vokalnya tetap membuat saya kagum.


Ditonton Tetangga
Setelah menetapkan siapa menabuh siapa, kami lantas berlatih di halaman belakang. Tujuannya untuk menghindari suara-suara kendaraan bermotor yang ramai berlalu lalang di jalan depan rumah. Tapi karena tempat itu sepi, suara klothekan kami malah jadi terdengar jelas kemana-mana. Jadilah beberapa tetangga datang melongok. Hihihihi.

Sampai saat itu istri belum hapal refrain yang harus dinyanyikan. Saya mengakalinya dengan menuliskan lirik besar-besar di kertas bekas kalender, dan menempelnya di sebelah kamera. Seperti teleprompter yang biasa dipakai penyiar televisi.

Setelah berlatih beberapa kali mencocokkan irama tabuhan masing-masing, juga memantapkan hapalan istri, rekaman dimulai. Dengan bantuan tripod murah meriah Excell Promo, kamera Canon Powershot SX610 HS di hadapan kami mulai mengabadikan take demi take.

Take pertama sebenarnya sudah bagus, namun istri menyarankan untuk mengambil beberapa kali take. Baru nanti saat editing dipilih mana yang terbaik. Ide bagus. Jadilah kami mengulang sebanyak 7-8 kali secara simultan. Diselingi istirahat, buang air kecil, minum, dan anak-anak bertengkar kecil, total waktu yang kami habiskan untuk proses perekaman sekitar satu jam.

Jika dihitung dari persiapan mulai dari mencari kaleng, botol, dan peralatan untuk menabuh, total waktunya lebih dari dua jam. Kami mulai bersiap sekitar jam satu siang, dan tepat sebelum adzan Ashar rekaman selesai. Malamnya saya melihat-lihat footage dan menjatuhkan pilihan pada take kedua. Bukan performa yang sempurna, tapi itulah aksi kami yang paling kompak.

Editing-nya sederhana saja. Saya cuma memotong footage dan menambahkan tulisan. Panjang video finalnya hanya 39 detik lebih sekian milidetik. Setelah diunggah ke akun YouTube, saya daftarkan video tersebut ke Kaskus, lalu dibagikan ke sosial media memakai tagar yang ditentukan.

Dan, inilah dia videonya! Simpel sekali ya?



Selesai. Usaha sudah dilakukan, saatnya berdoa dan menyerahkan hasil kepada Sang Pembagi Rejeki. Jujur saya menginginkan hadiah utama sepeda motor, sebab Kymco saya sudah sangat ringkih. Tapi andai cuma dapat hadiah hiburan tidak jadi masalah. Tidak menang pun tidak apa-apa. Nothing to lose.

Seperti biasa, setelah itu saya lupakan kontes tersebut. Saya bahkan lupa kapan tanggal pengumumannya. Sampai suatu ketika ada mention di Facebook. Rupanya ada kawan blogger menanyakan apakah username "bungeko" yang tertera di halaman pengumuman pemenang SingAlong Pertalite adalah saya. Jadi ia menge-tag saya dalam komentarnya di laman tersebut.

Saya langsung mengecek halaman tersebut. Benar saja, ada nama bungeko yang merupakan username saya di Kaskus dalam daftar 10 pemenang hiburan. Itu artinya saya dapat hadiah smartphone Xiaomi Mi 4i. Tak ada kata yang bisa saya ucapkan selain alhamdulillah. Anak-anak senang sekali sewaktu saya beri tahu kabar gembira ini.

Begitu hadiahnya sampai, sesuai janji saya berikan hape tersebut pada istri. Ia sudah sejak September tidak memegang ponsel setelah Acer Liquid 205 miliknya rusak. Tentu saja istri senang sekali, terlebih setelah ia tahu betapa kerennya Xiaomi Mi 4i dari deskripsi di laman resmi Mi Indonesia.

Anak-anak juga sangat bersemangat membuka paket tak lama setelah diantar kurir JNE. Lihat sendiri bagaimana tingkah mereka di video ini. Selamat menyaksikan!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 13, 2017 18:30

January 9, 2017

Tiga Tahun bersama Acer Aspire E1-422


JANUARI 2017 ini tepat tiga tahun kebersamaan saya dengan laptop Acer Aspire E1-442. Laptop berwarna hitam yang telah banyak membantu saya dalam mengelola blog, menulis ratusan artikel ketika saya bekerja sebagai content writer, dan belakangan memproduksi ratusan video untuk channel YouTube saya.

Saya membeli laptop ini setelah laptop lama tak karuan bentuknya. Masih bisa dipakai sih, tapi engsel monitornya copot satu. Tuts keyboard-nya juga banyak rusak, demikian pula dengan trackpad yang fungsi klik kanan-kirinya benar-benar mati total. Saya harus menggunakan keyboard dan mouse agar tetap bisa memakainya, sedangkan monitor disandarkan ke dinding.

Nggak banget deh!

Awal Januari 2014 saya diajak seorang teman ke Jogja. Bersama satu orang lagi, kami bertiga menginap tiga mmalam di sebuah penginapan di kawasan Condongcatur, Sleman. Saya dimintai tolong menggarap blog untuk akun Twitter Kabupaten Pemalang milik teman tersebut. Saya kebagian mengurus konten, sedangkan yang satu lagi mengurus teknis pembuatan blog.

Mumpung di Jogja, kesempatan ini saya manfaatkan untuk mencari laptop. Kami bertiga pun menuju ke Jogjatronik di Jl. Brigjen Katamso, dari area parkir naik ke Lantai 1. Waktu itu sudah hampir jam 9 malam, konter-konter mulai mengemasi dagangan masing-masing. Beberapa lainnya malah sudah tutup.

Saya lihat hanya satu konter yang masih terlihat santai-santai saja di lantai tersebut. Konter dengan signboard bertuliskan Notebook 77, dengan tiga orang penjaga duduk-duduk di dalamnya. Ke sana saya menuju. Ketika ditanya budget, saya sebut Rp 3,5 juta. Saya memang mencari komputer standar untuk mengetik dan surfing saja.

Dari sederet laptop yang kemudian ditunjukkan penjaga perempuan berjilbab - saya tidak menanyakan namanya, pilihan jatuh pada laptop hitam bermerek Acer. Alasannya, ini yang paling murah dari laptop lain dengan spesifikasi setara. Lalu kapasitas harddisk-nya 500GB, dua kali lipat dari satu laptop merek lain yang juga saya minati saat itu.

Oke, saya sudah menjatuhkan pilihan. Penjaga konter yang melayani saya menyebut angka Rp 4 juta alias setengah juta lebih banyak dari budget saya. Ditawar dulu dong, mana tahu bisa kurang banyak. Alhamdulillah, penjaga baik hati yang melayani saya menurunkan harganya meski hanya Rp50.000.

Deal! Saya pun menggesek kartu Paspor BCA ke mesin EDC. Saldo di Tahapan BCA berkurang Rp3.950.000, berganti laptop Acer Aspire E1-422 plus bonus paket pembersih senilai Rp20.000.

Saya dan laptop Acer Aspire E1-442 hitam yang setia menemani sejak Januari 2014.
Partner Mengelola Blog
Tak menunggu lama, begitu sampai di penginapan laptop tersebut langsung saya ajak bekerja. Blog teman sudah siap dan bisa diakses, jadi saya harus menulis konten untuknya.

Laptop baru ini jadi makin sibuk sepulang saya ke Pemalang. Ketika itu saya tengah mengelola blog tentang Liverpool FC, merangkap content writer sebuah blog lain. Dalam sehari setidaknya saya menghasilkan 10 posting untuk kedua blog tersebut.

Setahun sejak dibeli laptop ini hanya saya pakai untuk menjalankan aplikasi-aplikasi ringan. Aktivitas paling dominan browsing dan mengetik menggunakan Open Office. Lalu sisanya untuk menonton YouTube dan live streaming pertandingan Liverpool FC.

Maret 2015, saya mulai tertarik untuk lebih serius di YouTube. Itu artinya saya musti bisa mengedit video. Tapi dengan apa? Dari berbagai referensi yang saya baca, program-program video editing rata-rata menyaratkan prosesor sekelas Intel i3. Sedangkan Acer Aspire E1-422 hanya dibekali prosesor AMD APU E1-2500.

Kalau untuk gaming dan menjalankan program grafis ringan, AMD APU E1-2500 sudah lebih dari cukup. Tapi tidak dengan video editing. Beberapa situs komparasi kinerja komputer bahkan menyejajarkan kemampuan AMD E1-2500 dengan Intel Celeron dual-core. Dengan kata lain masih kalah jauh dari Intel i3.

Pernah suatu ketika saya coba pasang Camtasia Studio. Saya ingin membuat video-video tutorial. Untuk itu saya butuh aplikasi perekam tampilan layar (screen recorder) dan pilihan jatuh pada Camtasia. Eh, program tersebut tidak bisa berjalan dengan baik. Lebih sering hang atau crash.


Kalau lihat system requirement Camtasia yang tertera di web TechSmith.com, pengguna disarankan mempunyai prosesor dual-core dengan minimal clockspeed 2,0 GHz. Sama-sama dual-core, tapi prosesor AMD APU E1-2500 dalam Acer Aspire E1-422 clockspeed-nya hanya 1,4 GHz. Kurang 0,6 GHz lagi!

Lalu ganjalan juga datang dari sektor RAM. Camtasia meminta RAM minimal 4GB, sedangkan laptop saya hanya punya RAM 2GB alias hanya separuhnya. Masuk akal kalau kemudian laptop kerap hang dan crash.

Senjata Membuat Video YouTube
Kontan saja Camtasia langsung saya uninstall ketimbang membuat laptop lama-lama rusak. Untuk sementara saya mengedit video di rumah teman, meminjam komputernya yang mempunyai prosesor Intel i3 dan RAM 4GB. Satu atau dua kali sepekan saya ke rumahnya. Menghabiskan 2-3 jam untuk membuat satu video sederhana.

Namanya saja menumpang, tentu saya tak bisa sering-sering merepoti teman tadi. Sampai kapan saya harus merepoti orang? Karenanya saya pun kembali mencari-cari cara agar dapat memakai Aspire E1-442 punya saya bisa dipakai mengedit video.

"Coba cari program video editing yang ringan-ringan, Mas," saran teman saya tadi ketika saya berterus terang tak enak merepoti dirinya.

Saya pun googling, mencari program video editing yang sekiranya cocok dengan kemampuan Acer saya. Setelah membaca referensi sana-sini, membandingkan satu dan lain software, ditambah melihat-lihat video review dan tutorial di YouTube, pilihan jatuh pada Magix Movie Edit Pro. Alasannya, tampilan program ini sekilas mirip dengan Adobe Premier Pro yang biasa saya pakai di komputer teman tadi.

Well, sebenarnya Movie Edit Pro menyaratkan prosesor dual-core 2,4 GHz alias malah 0,4 GHz lebih cepat dari yang diminta Camtasia. Cuma Magix Movie hanya meminta RAM 2GB, jadi saya berani menginstalnya.


Di luar dugaan ternyata program ini berjalan tanpa masalah. Awalnya agak takut-takut, teringat Camtasia yang selalu membuat laptop hang dan crash. Tapi rupanya Magix Movie Edit bisa dijalankan dengan lancar. Memang terkadang agak tersendat-sendat, tapi itu bisa diatasi dengan mudah. Caranya, kalau sedang menjalankan Magix Movie tutup semua aplikasi lain termasuk membuka folder berkas.

Sejak mengakrabi Magix Movie pada akhir 2015 hingga saat artikel ini ditulis, lebih dari 100 video sudah saya hasilkan berkat bantuan Acer Aspire E1-422. Salah satunya video di atas. Video yang mengantar saya sekeluarga liburan 5 hari 4 malam di Bali sebagai pemenang lomba video Tantangan Joget Cokelat pada Oktober lalu.

Kini, Aspire E1-422 berperan besar dalam menghasilkan video-video untuk kanal YouTube saya. Setidaknya 3-4 kali dalam sepekan saya ajak laptop ini memproduksi satu video. Terus diajak bekerja keras, hidup selama berjam-jam sampai video selesai diekspor dan pada akhirnya tayang di YouTube. Sejauh ini belum ada masalah berarti yang timbul.

Nggak mau coba laptop lain nih ceritanya?

Kalau ada yang bertanya begitu, tentu saja saya jawab mau sekali. Tapi pilihan saya akan tetap Acer, tepatnya Acer Switch Alpha 12 (yang jadi background video di atas) agar saya bisa jadi Super Blogger. Cuma mengingat harganya yang terbilang wo, untuk saat ini saya sudah puas mengedit video menggunakan Acer Aspire E1-442. Beda cerita kalau ada yang kasih gratis. Hehehe.

Semoga bermanfaat!

Beli laptop Acer dengan harga spesial di sini

Referensi:
- https://www.cpubenchmark.net/cpu.php?...
- http://www.game-debate.com/cpu/index....
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 09, 2017 21:41

January 6, 2017

Paul Wallace Beli Mobil Idaman dari Hobi Merekam Supercar


SEORANG pelajar yang masih tinggal bersama orang tuanya, mengidam-idamkan punya Audi R8. Ini mobil mewah seharga lebih dari Rp 1,5 milyar. Sungguh sebuah impian gila bagi sebagian orang. Tapi Paul Wallace, nama pelajar itu, menemukan cara untuk mewujudkan impiannya dengan cara yang tidak disangka-sangka.

Audi R8 merupakan mobil sport mewah produksi pabrikan Jerman, Audi AG. Pertama kali diperkenalkan pada 2006, supercar bertipe mid-engine dengan dua tempat duduk ini langsung jadi idola. Orang-orang berduit berebut memilikinya. Sementara kalangan tidak mampu menjadikannya mobil impian.

Salah satu pemimpi itu adalah Paul. Sehari-hari mengendarai Ford Focus tua milik ibunya, Paul bercita-cita membeli Audi R8. Begitu tingginya impian itu ia bentangkan.

Paul berasal dari Watford, sebuah kota kecil di timur laut London. Saya tidak tahu apakah orang tuanya penggemar Paul Wallace, pebalap kenamaan Inggris, sehingga memberi nama anaknya begitu. Yang jelas, begitu tumbuh sebagai seorang remaja, Paul sangat menggandrungi mobil mewah.

Apa yang membuat Paul tertarik pada mobil mewah antara lain karena kemampuannya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Mobil-mobil yang mendapat julukan Supercar alias mobil super. Namun bagi seorang pelajar di kota pinggiran sepertinya, impian itu sepertinya terlalu tinggi mengingat harga sebuah supercar sangat tinggi.

Untuk memuaskan hasratnya akan supercar, Paul rajin merekam mobil-mobil mewah yang ia lihat di jalanan London. Semua jenis mobil mahal yang ia lihat langsung direkam. Entah mobil itu sedang berhenti di lampu merah, diparkir, tengah melaju kencang di jalanan, atau sedang dijual pemiliknya!

Tak pandang merek tak pandang tempat, merek apapun yang ia temukan dan di mana pun mobil tersebut berada bakal direkam oleh Paul. Entah itu Lamborghini, Maserati, Aston Martin, Mercedes Benz, BMW, Porsche, Nissan, Rolls Royce, juga Audi R8 yang merupakan mobil idalamnnya, sampai merek-merek yang tidak terlalu populer di telinga awam seperti Bugatti, Pagani, Gemballa, atau Hamann.


Supercars of London
Paul kemudian membagikan vide-video hasil rekamannya di YouTube. Video pertamanya bertanggal 31 Oktober 2008, memperlihatkan sebuah Lamborghini LP640 yang tengah berhenti di lampu merah. Dalam hitungan detik mobil tersebut berakselerasi dari posisi diam hingga mencapai kecepatan 60 km/jam.

Dari sekedar iseng, Paul kemudian secara rutin meng-update kanal YouTube yang ia beri nama Supercars of London tersebut. Selama lima tahun lamanya ia konsisten mengunggah video-video mobil mewah yang berseliweran di London. Hanya video-video pendek rata-rata berdurasi puluhan detik hingga satu menit. Video-videonya yang berdurasi lebih dari satu menit bisa dihitung dengan jari.

Dari hobinya berburu mobil mewah, Paul sempat merekam beberapa public figure bersama kendaraan masing-masing. Ia pernah mengabadikan momen kebersamaan pegolf Inggris Rory McIlroy bersama Caroline Wozniacki yang turun dari dalam Lamborghini Aventador di pelataran parkir sebuah hotel mewah, akhir 2013 lalu. *McIlroy dan Caro sudah putus. Hiks.

Di lain waktu, Paul menjumpai pesepakbola Didier Drogba yang kala itu membela klub Chelsea FC di Liga Inggris. Drogba mengendarai McLaren SLR Roadster bersama seorang rekannya. Video tersebut hanya sepanjang 44 detik dan tampaknya direkam menggunakan smartphone.

Ia juga pernah memergoki Tamara Ecclestone-Rutland, putri bos besar Formula One Group Bernie Ecclestone. Tamara menunggangi Lambo Aventador yang sama seperti milik Rory, hanya saja berbeda warna. Aventador Tamara berwarna hitam, sedangkan yang ditunggangi Rory bersama Wozniacki berwarna perak.

Selain itu Paul sering melihat kejadian-kejadian menarik di jalanan. Paling banyak berupa ulah pengendara yang ugal-ugalan sehingga dihentikan polisi. Misalnya saja saat seorang Arab mengendarai Bugatti Veyron dihentikan oleh polisi bersepeda. Ada juga rekaman polisi menderek sebuah Ferrari namun tidak bisa menghidupkan mesin mobil tersebut karena tidak tahu.

Tak kalah lucu ulah pemilik Lamborghini Aventador satu ini. Entah atas alasan apa ia menjual mobil supernya dengan harga sangat murah. Caranya pun tergolong tidak lazim untuk sebuah mobil mewah. Hanya dengan menuliskan keterangan harga dan nomor telepon di secarik kertas yang ditempel di kaca belakang. Mobilnya sendiri diparkir di pinggir Sloane Street.

Menariknya, hanya dalam tempo 24 jam kemudian mobil tersebut terjual!



Impian Jadi Kenyataan
Paul mulai mengetahui peluang monetisasi video di YouTube saat kuliah di Winchester University. Ia mengambil jurusan Manajemen Bisnis di universitas yang telah ada sejak 1840 tersebut.

Hal ini membuat Paul semakin rajin mengunggah video di kanalnya. Tentu ia jadi semakin rajin pergi ke London meminjam mobil ibunya. Dari merekam menggunakan kamera smartphone, ia kemudian memiliki sebuah handycam sehingga dapat menghasilkan video berkualitas gambar lebih baik.

Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah view, pendapatannya ikut menanjak. Terlebih beberapa videonya jadi viral di internet sehingga ditonton jutaan orang. Sudah pasti ini mempengaruhi pendapatannya. Perlahan tapi pasti Paul mulai merasakan penghasilan memadai dari program periklanan YouTube.

Video paling ngetop di channel-nya berjudul "The dumbest rich man in the world", yang ditonton sebanyak lebih dari 12 juta kali. Ada belasan videonya yang ditonton jutaan kali. Puluhan lainnya mencapai angka 500.000 view atau lebih. Sedangkan sisanya berada di angka puluhan ribu view.

Kini dalam kanalnya ada lebih dari 700 video, dengan total view 178.453.075. Coba kita hitung berapa yang ia dapat dari kanal tersebut.


Katakanlah tiap 1.000 penayangan iklan pada video ia mendapat bagi hasil satu pound. Lalu kita genapkan jumlah total view menjadi 178 juta saja. Maka hitungannya adalah (178.000.000 : 1.000) x £1.00 = £178.000. Sudah bisa bilang wow? Tunggu dulu.

Paul tidak akan mendapat sebesar itu karena yang dihitung adalah jumlah penayangan iklan, bukan tayangan video. Katakanlah iklan hanya tayang sebanyak 25% dari keseluruhan view, maka angka tersebut dibagi empat. Didapatlah angka £44.500 atau setara lebih dari Rp 730 juta. Wow!

Itu hitungan kasar menggunakan perkiraan rata-rata. Ada kemungkinan penghasilannya lebih besar dari itu. Kalau kita gunakan estimasi dari SocialBlade (screenshot di atas), Paul berpotensi mendapatkan penghasilan £9.000 sebulan. Dalam setahun ia diperkirakan mengumpulkan sebesar £100.000.

Itulah sebabnya Paul bisa membeli Audi R8 idamannya pada April 2014. Sebuah mobil second yang ia tebus seharga £50.000. Ini belum seberapa. Sekitar 1,5 tahun berselang, ia membeli Lamborghini Gallardo LP560-4 Bicolore seharga £160.000. Dibayar tunai!

Lambo jenis tersebut merupakan mobil eksklusif yang hanya diproduksi sebanyak 250 unit di seluruh dunia. Dan ia membelinya secara tunai. Luar biasa!



Di usianya yang ke-17, Paul hanya bisa merekam mobil-mobil mewah yang ia lihat di jalanan London. Lima tahun berselang ia membeli mobil idamannya, sebuah mobil second tapi mewah. Lalu 1,5 tahun berikutnya disusul sebuah mobil eksklusif yang di tahun-tahun sebelumnya hanya bisa ia rekam dari pinggir jalan.

Well, mungkin tulisan ini terkesan money-oriented. Materialistis. Tapi poin yang ingin saya sampaikan adalah, impian yang terus dijaga dan diiringi dengan usaha konsisten pada akhirnya akan menemukan jalannya. Pada waktunya impian yang terlihat tidak mungkin itu menjadi kenyataan.

Apapun impianmu, meskipun itu tampak tidak mungkin saat ini, terus jaga baik-baik dan jangan biarkan siapapun menghapusnya dari benakmu. Teruslah berusaha tanpa kenal lelah, dan bersiap-siaplah mendapat kejutan dari Yang Maha Kuasa.

Semoga bermanfaat!

Referensi dan Foto:
- https://www.youtube.com/user/supercar...
- http://supercarmission.com/success-st...
- http://www.sunmotors.co.uk/news/super...
- http://www.autoevolution.com/news/aud...
- http://www.huffingtonpost.co.uk/2014/...
- http://www.dailymail.co.uk/news/artic...
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 06, 2017 08:49

January 2, 2017

Nikmatnya Bakso Tanpa Pentol di Pemalang

MENYEBUT bakso, yang pertama kali terbayang di kepala biasanya bulatan-bulatan serupa bola terbuat dari campuran tepung dan daging. Beberapa orang menyebutnya sebagai pentol bakso, sebagian lagi hanya menyebutnya bakso saja.

Pentol inilah ciri khas yang membedakan bakso dengan makanan berkuah lainnya, seperti misalnya soto. Ukuran pentol bakso umumnya sebesar bola pingpong, tetapi ada juga yang besarnya menyamai bola tenis.

Sewaktu ke Desa Wonorejo di Kabupaten Situbondo, awal 2009 lalu, saya pernah mencicipi bakso berukuran sebesar mangkuk bakso itu sendiri. Sampai-sampai di dalam mangkuk hanya ada satu pentol bakso, sedangkan kuah disajikan di mangkuk berbeda.

Kalau kebetulan Anda mampir di Pemalang, kota kecil di antara Tegal dan Pekalongan, ada satu bakso khas yang sangat kondang di sini. Namanya Bakso Daging Pak Miad, atau setidaknya demikian warga sekitar menyebut bakso ini. Tapi, jangan harap menemukan pentol dalam bakso tersebut.


Pelopor Bakso
Sudah banyak orang kecele ketika pertama kali mencicipi bakso daging Pak Miad. Saat semangkuk bakso disodorkan oleh pelayan, pembeli sering bertanya-tanya heran, "Lho, kok langka ondhol-ondhole?" Ondhol-ondhol adalah istilah lokal untuk menyebut pentol bakso. Namun, setelah dicicipi cita rasanya dijamin membuat ketagihan.

Bakso daging Pak Miad sangat populer di Pemalang, terutama di wilayah Kecamatan Taman yang hanya berjarak sepelemparan batu dari kota. Pak Miad sendiri disebut-sebut sebagai pelopor pedagang bakso di Pemalang. Saat belum ada satupun orang berdagang bakso, warga Desa Banjaran ini sudah berkeliling kampung menjajakan bakso racikannya dengan pikulan bambu. Tak heran jika nama Pak Miad menjadi jaminan kelezatan rasa bakso daging khas Pemalang tersebut.

Awalnya bakso ini hanya bisa didapat di Desa Banjaran. Setelah Pak Miad meninggal pada tahun 1999, dua anak perempuannya meneruskan usaha sang ayah di dua desa berbeda. Warung asli yang di Banjaran dilanjutkan oleh Ibu Eny, sedangkan warung lainnya terletak di Desa Jebed Utara, sekitar 3-4 kilometer dari Banjaran, dikelola oleh Ibu Kusyati.

Pada perkembangannya, warung yang di Jebed Utara lebih populer. Pemilik warung yang terletak persis di seberang jalan Tugu Jebed Utara itu tampak lebih piawai menjajakan bakso warisan ayahnya. Meski kondisi warung yang dinamainya Bakso Daging Putri Miad begitu sederhana, hanya berupa warung kayu berlantai tanah dengan dinding bercat kapur, pembelinya selalu ramai.

Konsumen Bakso Daging Putri Miad kebanyakan dari kalangan pegawai dan siswa sekolah yang sehari-hari melintasi jalan di depan warung. Pembeli bakal membludak pada jam-jam makan siang. Pembeli tak cuma dari kantor-kantor atau sekolah di sekitaran warung, tapi juga tempat-tempat lain yang jaraknya bisa 5-7 kilometer bahkan lebih.

Saat musim mudik tiba, para pemudik yang melintasi jalan di depan warung Kusyati ikut mampir. Jalan tersebut merupakan jalur alernatif Jakarta-Pekalongan dan bisa tembus sampai Semarang, selalu dipadati kendaraan setiap jelang Lebaran.

Menurut sebuah sumber, Bu Kusyati sudah membuka cabang di Desa Mulyoharjo yang jauh lebih dekat dengan pusat kota Pemalang. Di sini kondisi warungnya tampak lebih bagus, paling tidak bangunannya sudah berdinding beton. Tak seperti warung di Jebed Utara yang masih berupa bangunan kayu sederhana dan berlantai tanah.


Okelah, Ini Bakso yang Berbeda
Seperti bakso pada umumnya, Bakso Daging Putri Miad disajikan dalam mangkuk. Bedanya, mangkuk yang digunakan lebih kecil seperti pada umumnya hidangan soto di wilayah utara Jawa Tengah. Sebagai pengganti pentol bakso, di dalam genangan kuah panas terdapat irisan daging kerbau disertai irisan tomat hijau dan daun bawang.

Perbedaan lain, sebelum dihidangkan di bagian atas bakso ini ditaburi bawang goreng dan bubuk kerupuk. Disebut bubuk kerupuk karena memang terbuat dari kerupuk yang ditumbuk halus. Lalu kalau bakso lain biasa disantap dengan sendok-garpu, Bakso Daging Putri Miad disajikan dengan sendok lebar seperti yang digunakan oleh penjual es buah.

Sebagai teman makan, disediakan dua piring masing-masing berisi irisan lontong dan kerupuk panjang yang dikenal sebagai kerupuk jentik atau kerupuk jari oleh penduduk lokal. Tak ada saus tomat, selain tisu di atas meja hanya ada botol kecap. Itu pun tak banyak yang menyentuh karena dianggap malah akan merusak cita rasa.

Karena pertimbangan jarak, saya memilih mendatangi bakso daging yang di Jebed Utara. Warung ini bahkan sudah terlihat dari depan Balai Desa Jebed, tetangga Desa Jebed Utara. Hati-hati menyeberang jalan, sebab jalur ini biasa dilewati kendaraan-kendaraan besar yang melaju kencang.

Bu Kusyati menyambut ramah setiap pembeli yang datang. Kalau pembeli tersebut udah berkali-kali datang, Bu Kusyati sudah hapal betul selera pelanggan sehingga tak perlu ditanyakan "komplit napa mboten?" atau pertanyaan lain. Saya bersama Mas Khaerul Ikhwan memesan dua porsi plus es jeruk.

Tempat duduk kami tak begitu jauh dari gerobak tempat seluruh bahan-bahan bakso daging diletakkan, termasuk dandang besar berisi kuah. Aroma kuah ini sudah tercium sejak pertama kali kami datang. Sekilas tak berbeda jauh dengan aroma kuah bakso pada umumnya.

Saat kami datang kondisi warung tengah sepi. Hanya ada dua pembeli yang tengah asyik makan di dalam. Tapi tak menunggu lama kami langsung mendapat teman, kira-kira tiga perempat tempat duduk terisi. Sudah waktunya makan siang, jadi pembeli pun berdatangan ke warung ini.


Bu Kusyati sendiri yang mengantar pesanan ke meja kami. Sebelumnya seorang perempuan, mungkin anak si Ibu, sudah terlebih dahulu menghidangkan dua piring berisi kerupuk dan irisan lontong. Lalu disusul dua gelas es jeruk. Tapi yang saya tunggu-tunggu hanyalah bakso daging sebagai hidangan utama.

Meski bernama bakso, tampilan makanan satu ini berbeda sekali dengan bakso pada umumnya. Bukan hanya karena tak ada pentol-pentol, tapi juga isi di dalam mangkuknya. Selain irisan daging kerbau ada irisan tomat hijau, irisan daun bawang, serta sejumput kerupuk halus sebagai topping. Sama sekali tak mirip bakso.

Toh, tak ada yang peduli bakso daging ini mirip bakso betulan atau tidak setelah mencicipinya. Saya sengaja tak menambahkan kecap manis maupun garam ke dalam mangkuk. Saya ingin menikmati cita rasa asli racikan Bu Kusyati. Dan... cukup satu sendok saja bagi saya untuk menjadi penggemar baru bakso daging Pak Miad.

Mencicipi dagingnya, ada alasan kenapa tak disediakan garpu apalagi pisau di atas meja. Hanya ada sedotan dan tisu. Pembeli sama sekali tidak memerlukan garpu sebab daging kerbaunya sangat empuk sekali. Bahkan rasanya tak perlu dikunyah saking empuknya. Sedangkan irisan tomat hijau memberi cita rasa asam segar alami.

Tak butuh waktu lama mangkuk di hadapan saya sudah kosong melompong. Saya malah tak sempat mencampurkan irisan lontong atau kerupuk ke dalam bakso daging pesanan saya, sudah terlanjur habis. Andai saja hari itu bukan Jumat dan jam tak menunjukkan pukul sebelas seperempat, ingin rasanya saya memesan satu porsi lagi seperti yang dilakukan seorang bapak di meja seberang.

Tertarik mencoba? Kalau kebetulan melintasi Pemalang, jangan ragu-ragu mampir dan cicipi Bakso Daging Putri Miad. Kalau belum sempat, coba saksikan dulu bagaimana saya mencicipi bakso tanpa pentol nak unik ini.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 02, 2017 00:43

December 31, 2016

Tahun yang Membangkitkan Optimisme


TINGGAL hitungan jam hari terakhir di tahun 2016 bakal berlalu. Tepat pada pukul 00.00 WIB nanti hari baru sekaligus membawa tahun baru, 2017. Saya tak sabar menantikan apa yang bakal diberikan tahun baru ini. Namun sebelum itu saya ingin mengilas-balik apa saja yang telah terjadi sepanjang 2016.

Sejak memutuskan berhenti berdagang uang lama pada akhir 2014, lalu disusul mengundurkan diri sebagai content writer di sebuah blog populer awal 2015, saya resmi "menganggur" total. Masa-masa yang sulit bagi saya dan istri. Terlebih anak-anak mulai masuk sekolah dengan diawali Damar di Taman Kanak-Kanak.

Toh, saya dan istri percaya sepenuhnya Allah-lah Sang Pemberi Rejeki. Berdagang, menjadi content writer, apapun itu semuanya hanyalah perantara. Artinya, meskipun tak lagi berdagang dan berstatus content writer, rejeki untuk kami tetap ada. Allah menyalurkannya lewat perantara lain yang terkadang tidak kami duga-duga.

Teman-teman dan saudara yang tahu persis berapa pendapatan saya sewaktu masih berdagang uang lama bertanya-tanya kenapa saya menghentikan usaha tersebut. Well, jawabannya terkait dengan keyakinan. Intinya saya sudah tidak mantap lagi memperdagangkan uang lama, sehingga merasa lebih nyaman untuk meninggalkannya.

Alhamdulillah, meski sempat agak kaget dengan perubahan kondisi finansial yang teramat drastis, kami mampu bertahan. Ada saja jalan yang diberikan Allah sehingga kami terus-menerus mendapatkan rejekinya dari berbagai pintu. Salah satunya lewat program periklanan WordAds dari blog sepakbola yang saya kelola.

Mendekati akhir 2015, saya semakin mantap untuk kembali memaksimalkan skill menulis untuk mencari nafkah. Sebenarnya masih ingin berdagang lagi. Namun saya belum menemukan produk apa yang hendak dijual, jadi ini untuk rencana jangka panjang saja. Untuk saat ini saya ingin kembali menulis.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah mengaktifkan blog pribadi ini. Bungeko.com terlantar sejak akhir 2011. Sempat saya ubah jadi blog sepakbola, lalu ganti jadi blog gado-gado yang mengangkat semua hal yang sedang trend, dipindah ke WordPress, dikembalikan lagi ke Blogger, dan lagi-lagi dibiarkan terlantar.

Berkah Ikut Fun Blogging
Adalah Fun Blogging yang kemudian membuat saya kembali bersemangat mengurus Bungeko.com. Saya kenal komunitas ini dari banner yang terpajang di blog Pakde Abdul Cholik. Di tahun 2011, di masa-masa awal beliau ngeblog, kami selalu saling kunjung dan berbalas komentar. Saya malah pernah memenangkan giveaway yang diadakan Pakde waktu itu.

Awalnya saya membuka situs Fun Blogging. Tapi tak banyak informasi yang saya dapat di sana. Lalu saya buka grupnya di Facebook. Sama saja, sebab itu grup tertutup sehingga saya harus bergabung terlebih dahulu untuk bisa mengetahui isinya.

Didorong rasa penasaran saya banyak bertanya mengenai Fun Blogging kepada Pakde. Ndilalah, waktu itu tengah dibuka pendaftaran angkatan 8, 9, dan 10. Saya nekat mendaftar. Incaran saya kalau tidak bisa ikut yang di Semarang, saya bakal pergi ke Jogja. Syukurlah, ternyata saya bisa mengikuti event di Semarang.

Oke, saya paham soal online money-making sejak 2005. Saya bahkan sudah berpenghasilan rata-rata $250 sebulan dari blog pribadi di tahun 2007-2009. Namun apa yang saya ketahui dulu tentu berbeda jauh dengan perkembangan saat ini. Saya belajar dari nol lagi. Dan beruntung sekali saya berguru pada orang-orang yang tepat.

Dan tanpa bermaksud menyombongkan diri ataupun pamer, berikut yang telah saya dapatkan sepanjang 2016. Semuanya berkat kemurahan Allah SWT, serta bantuan dan contoh yang diberikan oleh trio founder Fun Blogging: Kak Haya Aliya Zaki, Teh Ani Berta, dan Mbak Shintaries.

1. Juara II Lomba Blog Fun Blogging 9
Tak sampai sebulan sejak mengikuti Fun Blogging 9 di Semarang, saya langsung mendapatkan rejeki. Saya terpilih sebagai Juara II dalam lomba blog yang diadakan khusus bagi peserta workshop. Hadiahnya membuat istri saya tersenyum ceria, yakni voucher Indomaret senilai Rp300.000.

Kami jadi tahu caranya berbelanja pakai voucher di Indomaret! Hahaha...

2. Job pertama + action cam
Masih di bulan April, saya langsung mendapatkan job dari Fun Blogging. Teh Ani yang mendapat proyek buzzer untuk event Traxx Unlock the City dari Daihatsu memilih saya bersama beberapa belas teman anggota grup lainnya. Fee-nya Rp250.000, fee pertama saya sebagai blogger.

Allah Maha Baik. Selain fee tersebut, saya berturut-turut masuk dalam daftar pemenang di tiga pekan penyelenggaraan event tersebut. Pekan pertama mendapat tumbler, pekan kedua voucher MAP Rp100.000, dan pekan ketiga mendapat action cam Xiaomi Yi lengkap dengan tongsis dan memory card 16GB. Wow!

3. Plesir ke Palembang, kota kelahiran
Mei 2016, nama saya masuk dalam tiga pemenang Lomba Blog Musi Triboatton 2016. Ini kali pertama saya memenangkan lomba blog sejak terakhir kali pada April 2010 dan medio 2011. Sebagai hadiah, saya diongkosi dari Pemalang ke Palembang untuk menyaksikan balapan Musi Triboatton 2016.

Yang membuat haru, beberapa pekan sebelumnya nenek saya di Palembang meninggal. Saya seharusnya datang ke sana bersama-sama Bapak, Ibu, dan adik-adik yang berdatangan dari Jambi, Jakarta dan Bogor. Tapi keadaan tak memungkinkan saya ikut datang. Ternyata Allah memberi jalan lain, sehingga saya bisa berziarah ke makam Simbah.

4. Dapat smart watch
Setelah kembali gagal sepanjang Juni, pada Juli 2016 saya terpilih sebagai Juara IV dalam lomba blog yang diadakan Bebasbayar.com. Jujur, saya sebenarnya mengincar juara II yang berhadiah smartphone karena tidak punya. Tapi Allah berkehendak lain dan saya mendapat smart watch. Lumayan.

Tak lama berselang, saya juga terpilih sebagai salah satu pemenang dalam giveaway yang diadakan Pak Nnher. Hadiahnya? Rahasia dong. Yang jelas sangat bermanfaat sekali untuk tukang ngemil seperti saya. Hahaha...

5. Plesir ke Lampung dan Banjarnegara
Agustus tampaknya jadi bulan terbaik bagi saya. Di bulan ini saya mendapat empat hadiah sekaligus. Dan hadiah-hadiahnya terhitung komplit sekali, ada barang, ada uang, dan ada jalan-jalan. Malah satu lomba memberikan dua hadiah sekaligus: uang tunai dan jalan-jalan. Nikmat Allah yang mana yang mau didustakan?

Keempat pencapaian di bulan Agustus 2016 tersebut:
- Pemenang hiburan giveaway Asus-nya Mbak Uniek, berhadiah sepatu keren dari The Warna
- 10 besar lomba penulisan Come ON Inspire yang diadakan Bank OCBC NISP, berhadiah uang tunai
- Juara lomba blog Sunpride, berhadiah jalan-jalan ke Lampung plus paket buah
- Juara III lomba blog Banjarnegara, berhadiah uang tunai dan wisata gratis

6. BALI!!!
Saya kira Agustus sudah merupakan bulan terbaik, rupanya Allah memberi rejeki lain yang lebih membahagiakan. Iseng-iseng mengikuti lomba video yang diadakan Frisian Flag Indonesia, saya dan keluarga terpilih sebagai salah satu dari tiga pemenang utama. Hadiahnya tur ke Bali selama 5 hari empat malam untuk saya, istri, dan dua anak tercinta. Masya Allah :)

Eh, itu kan bukan lomba blog? Iya. Tapi, di tahun ini saya juga tengah memperdalam keterampilan dalam olah video. Jadi, bagi saya ini merupakan hadiah yang menumbuhkan optimisme tinggi. Sepulang dari Bali saya jadi bersemangat memproduksi video untuk satu channel YouTube. Kini, channel tersebut mulai memberi hasil.

Di bulan ini saya juga mendapat hadiah yang seolah memberi tamparan. Apa itu? Paket buku My Stupid Boss ditambah banyak buku lain dari Penerbit Indonesia Tera, serta kaos. Saya sebut tamparan sebab sudah lama sekali saya tidak membaca buku. Hihihi...

6. MacBook Air
Karena keasyikan mengedit video, banyak sekali lomba blog yang saya lewatkan. Namun begitu membaca info mengenai lomba blog My BCA Experience saya tak mau absen. Saya harus ikut! Begitu tekad saya waktu itu. Mengandalkan pengalaman nyata sewaktu memesankan tiket pesawat untuk Ibu, alhamdulillah saya terpilih sebagai Juara I.

Hadiahnya? MacBook Air 11.6 inchi! Harganya berkali-kali lipat dari sepeda motor second merek Taiwan yang selama ini saya pakai. Lagi-lagi ini merupakan kemurahan Allah, sebab sudah lama sekali saya mengidam-idamkan komputer/laptop yang punya spek lebih oke untuk keperluan video editing.

Selama ini saya mengedit video menggunakan laptop dengan spek pas-pasan: RAM 2 GB, prosesor 1,4 GHz. Seringkali terjadi laptop lag atau crash saat tengah menggarap video. MacBook Air hadiah dari BCA ini pas sekali dengan kebutuhan saya. Alhamdulillah...

7. Xiaomi Mi4i
Di penghujung tahun, saya kembali iseng mengikuti lomba video. Lagi-lagi melibatkan istri dan anak-anak. Ndilalah, usaha saya sekeluarga membuahkan rejeki. Kali ini smartphone Xiaomi Mi4i yang kece badai. Anak-anak saya sampai bersorak kegirangan sewaktu saya beri tahu kalau kami masuk dalam salah satu dari 10 pemenang.

Entahlah, mungkin Allah sudah cukup menguji istri saya yang sejak September lalu tidak pegang hape. Hapenya rusak, sudah dua kali diservis tetap rusak. Mau beli baru tak ada budget.

*****
Jam di sudut kanan bawah monitor laptop saya menunjukkan angka 23:29 WIB sewaktu saya menuliskan paragraf ini. Tinggal setengah jam lagi tahun berganti. Saya berharap semoga 2017 kembali memberikan keberkahan bagi kami sekeluarga. Mau lebih banyak atau lebih sedikit, Allah Maha Pengatur Rejeki dan Maha Tahu apa yang dibutuhkan hamba-Nya. Tugas saya hanyalah berusaha dan berdoa.

Satu hal yang pasti, semua yang telah saya capai sepanjang 2016 membangkitkan satu optimisme dalam diri ini. Optimisme bahwa saya bisa mencapai apapun yang saya inginkan sepanjang saya mau berusaha secara sungguh-sungguh.

Semoga bermanfaat!









 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 31, 2016 08:52