Hilal Asyraf's Blog, page 134
October 20, 2012
Kehidupan: Dosa membunuh jiwa.
Picture by UmarMita of LangitIlahi
Di dalam Novel Sinergi, ada saya ceritakan berkenaan bagaimana orang-orang beriman melayan ‘dosa’. Ya. Di dalam Fanzuru juga ada saya kongsikan bagaimana guru saya, Sheikh Asyraf Banu Kinanah menyatakan bahawa sekiranya seseorang itu serius hendak menggapai redha Allah SWT, maka dosa kecil pun akan dilihat besar untuk dirinya.
Maka di sini kita dapat melihat bahawa dosa adalah sesuatu perkara yang bukan kecil.
Ya, apakah perkara yang lebih menakutkan bagi seseorang yang matlamatnya hendak mendapatkan keredhaan Allah, melainkan jauh daripada Allah? Itu adalah satu mimpi ngeri.
Maka dosa menjauhkan kita daripada Allah SWT.
Lebih hebat lagi, dosa adalah seperti virus.
Sekiranya dilazimi dan dilayan seperti ‘biasa’, maka ia akan membunuh jiwa.
Dosa, jauh daripada Allah
Basis pertama dalam melakukan dosa adalah kerana hilangnya iman di dalam hati. Ini adalah apa yang saya perolehi daripada buku Tazkiyatun Nafs karangan Dr. Anas Ahmad Karzon.
Beliau memetik sabda Rasulullah SAW:
“Tidak akan berzina seorang penzina itu sekiranya ketika dia hendak berzina itu dia beriman,” Hadith riwayat Bukhari dan Muslim.
Ini menunjukkan betapa keimanan dan dosa bukanlah dua perkara yang mampu wujud di dalam satu masa. Apabila manusia melakukan dosa, tanda keimanannya sedang mempunyai masalah. Keimanannya ketika itu tidak mampu merasakan Allah bersamanya, Allah melihatnya. Keimanannya ketika itu tidak mampu memikirkan apakah konsikuensi perlakuannya hari ini di akhirat. Menyebabkan dia tetap melakukan kemungkaran tersebut.
Maka ketika dia melakukan dosa, dia jauh daripada Allah SWT.
Walaupun hakikatnya, Allah itu amat dekat dengannya.
Maka apabila dilazimi kejauhan ini…
Maka apabila jiwa dilazimi dengan ‘kejauhan’ ini, lama kelamaan kita akan menyedari bahawa diri menjadi lemah dan tidak kuat. Bukan lemah dan tidak kuat untuk menjalani kehidupan seperti manusia biasa yang lain. Tetapi lemah dan tidak kuat untuk berhubungan dengan Allah SWT.
Bacaan Al-Quran kita akan berkurang, keingatan kita terhadap Allah SWT akan menyusut, kita kurang hendak bergaul dengan orang-orang yang soleh, mengikuti program-program yang mengajak kepada kebaikan dan sebagainya. Hatta nanti, solat pun kita cincai halai balai, dan jangan cerita fasal ke masjid. Jauh sekali.
Kerana hati telah lemah.
Di dalam buku Menjadi Hamba Rabbani karangan Dr. Majdi Al-Hilali, beliau ada menyatakan bahawa rohani kita berasal dari langit. Maka makanannya adalah dari apa yang diturunkan dari langit, yakni berhubungan dengan Allah SWT.
Di sinilah kita melihat betapa apabila kita melazimi dosa, hati kita kekeringan, seterusnya membawa kita kepada kelemahan yang dinyatakan.
Tidak akan mampu gembira dengan kegembiraan orang yang beriman
Bahana besar daripada perkara ini adalah, apabila jiwa kita terbunuh, maka kita tidak akan mampu bergembira dengan kegembiraan orang yang beriman. Apakah kegembiraan orang yang beriman? Adalah apa yang dinyatakan di dalam hadith Rasulullah SAW:
“Ajaibnya orang beriman, sesungguhnya setiap urusannya untuk mereka adalah baik, sekiranya mereka diuji mereka bersabar, dan sekiranya mereka diberikan anugerah mereka bersyukur.” Hadith riwayat Bukhari dan Muslim.
Di sini dapat kita lihat akan kondisi seorang mukmin.
Tetapi untuk jiwa yang terbunuh, perkara ini tidak akan dapat dirasai. Apabila ‘kejauhan’ itu dilazimi, maka lama kelamaan perkara ini akan menghilang daripada diri mereka. Hal ini kerana, mereka jauh daripada Allah SWT, dan tidak akan mampu hendak menghubungkan apa-apa denganNya.
Penutup: Apakah yang lebih menakutkan dari dosa?
Sebab itulah, sebagaimana yang saya sebutkan di dalam Fanzuru, apabila guru saya Sheikh Asyraf Banu Kinanah menceritakan besar dan menakutkannya dosa itu, seorang murid bertanya:
“Wahai doktor, apakah tiada dosa kecil?”
Kemudian dia menjawab: “Mengapa? Apakah kau hendak melakukannya?”
Satu kelas terdiam.
Besarnya dosa. Efeknya juga melemahkan kita. Lemah dan lemah, hingga jatuh ke tahap terbawah. Bila sumber penerimaan cahaya langit(jiwa) sudah terkatup, apakah mungkin cahaya menerobos masuk?
Maka di sinilah kita perlu melihat diri. Artikel ini semestinya untuk melihat diri, bukan menuding jari ke arah orang lain.
Bagaimanakah kita dengan dosa, dan bagaimanakah layanan kita terhadapnya.
October 19, 2012
English Column: Let’s get materialistic (really?)
[image error] source : umarmita of LangitIlahi
Now, now, don’t squirm in your seat yet. And there’s no need to adjust your screen too. This is langitilahi.com and this article’s heading says ‘Let’s get materialistic’. Uhuh, it’s true.
Materialistic. Just what do we understand by this short yet quite edgy word that people squint their eyes upon hearing it. What we commonly agree I believe is that, the word brings a negative connotation, a stigma I would say, that you don’t want it to stick on you.
If you are a lady, being tagged ‘materialistic’ would almost sound like a ‘keep away’ sign for men. By normal standards, obviously no man would want to be with a woman branded ‘gold-digger’. If you are a parent, the closest image that might strike on you could be of a dad or mum who leaves his/her kid with a sober face reading that note on the fridge saying; “Heat the pizza if you feel hungry. Mummy and daddy have a business meeting.” And yes, the kid sees the same note almost every day of the week.
Definition
Materialistic is an adjective for the noun materialism, which means
“a preoccupation with or stress upon material rather than intellectual or spiritual things” (source).
In short, being materialistic, window shopping at the mall will sound more appealing than a night at the mosque, and getting gifts and presents makes your day better than giving them away. To have the chance to possess or at least to be in the vicinity of materials that you love, well if you are materialistic, is a far better prospect than losing them. And this still happen even when you know by heart that ‘what you give, you get back’ and that for each sadaqah you give with sincere intention, you will get a 70-fold reward. It’s sort of amnesia-causing, being materialistic.
The fact is, I bet there is at least a tiny bit of materialistic trace in all of us. The question is, how do we convert that naughty little trait of ours into a more positive sense? And perhaps most importantly, is how to be a spiritually-inclined materialistic person of action?
Rewards and punishments
I grew up in a kampong where ‘hantu’ is still the magic word to keep kids from getting naughty. Putting this aside, alhamdulillah I was also taught of the concept of rewards and punishment, heaven and hell quite early. Well at least this struck a balance on the hantu mumbo-jumbo thingy. I can still remember my mum saying,
“Siapa cakap bohong, nanti lidah dia kena gunting dalam neraka”
(Whoever tells lies will have his tongue cut in hell)
or “Siapa baik nanti mati masuk syurga”
(He who behaves will be in heaven)
Same story when we go to school, the teacher will remind us of the rewards we are sure to get if we become good and the punishments that await should we put a deaf ear (Beware, angels on your right and left are closely watching!).
And so alhamdulillah I grew up to be a not-so-naughty kid who did everything in accordance to my parents’ ‘manual’ and held steadfastly to the notion that ‘I’ll get something in return for everything I do’. I have somehow being trained to become a materialistic servant of God. And I am happy for that.
Motivation
I am materialistic as I want more and more rewards for me, myself and I. I want to get them first and I want them all if I can. I will race to them until I get them. Nu-uh, no kidding this time. Haven’t you heard this,
“For each [religious following] is a direction toward which it faces. So race to [all that is] good. Wherever you may be, Allah will bring you forth [for judgement] all together. Indeed, Allah is over all things competent.” (2:148)
or this,
“It is these who hasten in every good work, and these who are foremost in them.” (23:61)
I am also materialistic as I see my life as a trade, a transaction with Allah and I want to attain the best returns from it. I don’t want to live an empty, meaningless life. My motivation in living is to live it the fullest and to attain the best. Who else then is better for me to trade my life with? Isn’t Allah the Owner of all and the best Benefactor? Isn’t He, too, the utmost Gracious and Merciful, the one who never fail His promises?
Isn’t He, himself who offers His abounding Grace as a transaction for our faith and service? For my life which values nothing to Him, He promises a guarantee to be saved from Hellfire.
“O you who have believed, shall I guide you to a transaction that will save you from a painful punishment? [It is that] you believe in Allah and His Messenger and strive in the cause of Allah with your wealth and your lives. That is best for you, if you should know”
(61:10-11)
I am so sick and materialistic that I want to claim more than I deserve. I believe I can, as I know that Allah always prepares something better for me in return of the deeds that I do. Sometimes, the returns are beyond my imagination.
“The example of those who spend their wealth in the way of Allah is like a seed [of grain] which grows seven spikes; in each spike is a hundred grains. And Allah multiplies [His reward] for whom He wills. And Allah is all-Encompassing and Knowing.” (2:261)
“Those who build in the name of Allah a mosque, Allah shall build for him a castle in Jannah”
(narrated by Muslim)
Closing
Having known these bountiful benefits of being materialistic with Allah, I guess there’s no reason for us to act the same with His creations. What can I expect from lowly creatures who in essence, owe everything to their Creator, just like me. Why should I be blinded with the temporary and cheap pleasures of dunya when I can expect and aim higher.
In a positive way, I see that making Allah as my ultimate goal in life, or my object of materialistic hunger should make me a better servant too. I would race for His love and forgiveness every time I can. I would forever reflect on my relation with Him, as I know that I am trading my life with Him (bad PR, bad income, huh?). I would seek for opportunities to get intimate with Him, trading my night sleep on that bouncy queen size bed or my majestic appetite for His smile and nod for more bounties now and in the Hereafter.
If we can all twist that materialistic side inside us to this direction, I guess this life won’t seem like a meaningless, vicious race anymore.
*Stomach growling*
Hey, I am hungry for Jannah. Wanna race for a bite?
October 17, 2012
Kehidupan: Jika Inginkan Syurga, Mintalah Syurga Firdaus Terus!
Photo by Umar Mita of Langit Ilahi
Rasulullah berkata, “Apabila kamu meminta syurga daripada Allah, jangan meminta syurga sahaja. Mintalah syurga Firdaus. Ia adalah syurga yang terbaik, syurga yang tertinggi,…”
[Muslim, riwayat Abu Hurairah]
“To infinity and beyond!”
Ada benar juga kata-kata Buzz Lightyear itu.
Setiap Muslim, daripada yang “gempak-gempak” sehinggalah kepada yang “biasa-biasa”, sepatutnya mempunyai rasa dahaga yang tidak berkesudahan kepada yang TERbaik. Setiap Muslim sepatutnya bercita-cita tinggi. Jika inginkan syurga, mintalah syurga Firdaus terus! Jangan kita layu akan kemampuan diri sendiri sampaikan kita rasa diri kita “tidak layak” untuk syurga Firdaus.
Tiada siapa yang tahu bagaimana kesudahan dirinya. Hakikat bahawa kita tidak tahu kesudahan diri kita ialah satu rahmah daripada Allah kerana ini dapat memberikan kita harapan. Kita berharap dapat masuk syurga tertinggi dan kita berharap dapat jauh daripada neraka, hatta neraka paling ringan sekalipun. Kebarangkalian untuk kita menjadi penghuni syurga Firdaus itu ada.
Jika kebarangkalian itu ada, mengapa kita tidak berjuang untuk mendapatkannya?
Seorang sheikh yang saya hormati, Sheikh Tawfique Chowdhury, pernah berkata ketika saya menghadiri kelasnya di Kanada, “Jannah has many levels. But I think we’re fighting for the lowest one.”
Kata-katanya itu bagaikan satu tamparan ke muka, tetapi ada benarnya. Setiap individu Muslim itu inginkan syurga, tetapi keinginan itu berbeza-beza. Ada yang inginkannya secara ala kadar sahaja dan ada yang inginkannya sampai sanggup menggadaikan nyawa.
We want Jannah, but how much do we really want it?
Keinginan kita kepada Jannah sepatutnya lebih kuat daripada keinginan kita kepada air sejuk setelah berhari-hari di padang pasir. Jika inginkan syurga, mintalah syurga Firdaus terus! Letakkan cita-cita akhirat yang tinggi, sepertimana kita meletakkan cita-cita dunia yang tinggi. Kita begitu ghairah untuk terus-menerus mencapai yang lebih baik di dunia ini. Jadi apabila masuk soal akhirat, biarlah kita lebih ghairah lagi!
Janganlah hanya cukup-cukup makan sahaja.
Sebagai contoh, ada yang ilmu dunianya setinggi PhD tetapi ilmu akhirat hanya berdiri di atas sijil SPM sahaja. Seolah-olah selepas tamat sekolah menengah, maka tamatlah pengajian agama. Tiada usaha yang dilaburkan untuk meningkatkan lagi ilmu akhiratnya setelah tiada kewajipan oleh kerajaan untuk mengaji agama. Mengaji Pendidikan Islam itu wajib untuk SPM. Tapi selepas SPM, apa cerita?
Berdebulah A+ dalam Pendidikan Islam itu. Hanya tinggal kenangan.
Biarlah seimbang dunia akhirat kita.
Itu hanya satu contoh. Ketahuilah bahawa tidak salah memburu peningkatan dalam ilmu dunia, malah itu juga merupakan tuntutan agama. Maka, berikanlah yang terbaik untuk kejayaan dunia.
Tetapi seiring dengan peningkatan dunia kita, peruntukkanlah juga masa dan tenaga untuk meningkatkan pengetahuan dan kefahaman tentang agama supaya kehidupan kita dapat dihiasi dengan haruman akhirat. Itu tidak bermakna kita semua berusaha sehingga ke tahap sheikh, mufti, atau ulama (kalau mahu mencapai tahap itu, amatlah digalakkan).
Sekurang-kurangnya, biarlah ilmu akhirat kita mencapai satu tahap yang mana kita dapat hidup sebagai seorang Muslim dengan keyakinan yang tidak mudah goyah. Apabila cabaran-cabaran yang baru muncul, kita boleh mengemudi kehidupan kita dengan baik kerana kita bukan setakat tahu agama sahaja, malah kita faham agama. Kefahaman itu ialah kunci untuk mengaplikasi ilmu dengan baik.
Jangan asyik mengejar dunia sehingga akhirat tercicir. Jangan juga asyik mengejar akhirat sehingga dunia tercicir.
Do our best. Don’t settle for less.
Jangan letakkan cita-cita yang cukup-cukup makan sahaja untuk akhirat.
Rasulullah berkata, “Apabila kamu meminta syurga daripada Allah, jangan meminta syurga sahaja. Mintalah syurga Firdaus. Ia adalah syurga yang terbaik, syurga yang tertinggi,…”
[Muslim, riwayat Abu Hurairah]
Jika inginkan syurga, mintalah syurga Firdaus terus!
Apabila syurga Firdaus menjadi sasaran, apakah kita akan berikan usaha yang lembik-lembik? Sudah tentu tidak. Cita-cita yang hebat perlukan usaha yang sama hebat.
Mengapa perlu berikan yang terbaik? Kerana kita tahu bahawa harga syurga itu mahal. Berapa yang sanggup kita bayar untuk berjiran dengan para Sahabat di syurga? Berapa yang sanggup kita bayar untuk bersembang dengan nabi-nabi umat terdahulu di syurga?
Berapa yang sanggup kita bayar untuk bersama-sama dengan Rasulullah dan ahli-ahli keluarganya di syurga?
Aiman Azlan
12:00am, 18/10/12
Mississauga, Canada
Motivasi : Tips – 6 Strategi Menjayakan “Study Last Minute”
Saat-saat genting dan penting buat para penuntut Ilmu. Kayu ukur menentukan kesungguhan, kecekalan dan ketekunan kita.
Picture by Tengku Fahmi Of Pelangi Bonda
Saat ini, sedang hangat dengan musim peperiksaan. Sama ada di sekolah atau pun di institusi pengajian tinggi sama ada awam ataupun swasta.
Antara terma yang biasa kita dengar di musim-musim sebegini ialah “study last minute”. Mudah kata, studi saat-saat akhir. Apa persepsi kita tentang hal ini? Ia sangat sinonim dengan para pelajar tidak kira lelaki atau perempuan, mana-mana bangsa atau agama pun dan di mana sahaja mereka berada.
Justeru, bagi saya – kita boleh manfaatkan masa yang berbaki sebelum memasuki dewan peperiksaan walaupun kita sedang berada di saat-saat “last minute” ini.
Peluang, ruang dan kesempatan yang ada : Manfaatkan!
Last minute, di penghujung masa atau tidak punyai harapan bukanlah suatu yang berbau negatif atau pasif. Walau bagaimana pun persiapan dan persediaan kita – setiap saat yang ada adalah sangat-sangat berharga! Kerana itu, strategi yang baik perlu digerakan agar study last minute boleh kita manfaatkan walaupun kita ini kaki study dan ulat buku.
Apakah strategi tersebut? Saya kongsikan beberapa langkah yang dicedok daripada ahli-ahli studi yang pakar serta terbukti kejayaan mereka. Antaranya :
(1) Enjoy the moment!
“ Jadikan peperiksaan sebahagian daripada hidup anda!”
Rasailah, hayatilah dan bergembiralah dengan musim peperiksaan anda! Secara logiknya, sememang sukar bagi kita untuk merasai seronok dengan peperiksaan. Tetapi, asas inilah yang harus kita letakan di minda dan jiwa.
“ Perlu rasa ghairah, gembira dan seronok untuk melaluinya!.”
Jika mindsetting sebegini menjadi asas kita dalam belajar, insyaAllah – kita akan bertindak dengan bijak dan bersistematik. Tiada lagi tension, gerun, takut dan sebagainya dalam menempuhi peperiksaan!
(2) Fokus, fokus dan fokus
Apa itu fokus?
Saya bersembang dengan seorang sahabat saya, katanya – fokus ibaratnya sebegini :
“ Kamu pegang sekeping talam yang dipenuhi air di dalamnya, perlu membawanya dari satu tempat ke satu tempat tanpa membiarkan walaupun setitis air tumpah ke bawah.”
Kita akan penuh berhati-hati menatang talam tersebut sambil langkahan kaki yang cermat, halus dan tulus. Diri amat-amat tenang dan aman. Serta tiada terburu-buru lagi kalut!
Maknanya – kita harus teliti, memberi 100 % perhatian dan tentunya ada strategi yang praktikal. Boleh kan?
(3)Study Group yang berkesan
Seterusnya, belajar dan buat ulangkaji secara berkumpulan. Mudah sahaja saya ingin sebut tentangnya. Kunci utama kepada study group ialah keberkatan!
Kenapa?
Di sini, wujudnya semangat bantu-membantu, tolong-menolong dan bekerjasama. Bayangkan – suasana gembira, harmoni dan tolak ansur yang sangat baik akan mewarnai perjalanan study group kita jika semuanya bersepakat dan satu hati. Justeru, amat malang bagi mereka yang belajar tetapi tidak pernah ada study group.
Malang dan sangat malang!
(4) Latih tubi yang berterusan
Saat-saat akhir juga, amat penting untuk membiasakan kita dengan format-format kertas peperiksaan dan teknik menjawab. Latih tubi soalan-soalan yang lepas adalah kaedah ulangkaji yang terbaik, praktikal dan menepati suasana musim peperiksaan.
Akar dan dasarnya : – Kita buat, buat dan terus buat latih tubi sehingga kita selesa, yakin dan mampu meramal bentuk-bentuk soalan yang mendatang. Itulah kesan dan hasilannya, Insya-Allah.
(5) Minta keampunan daripada Allah SWT
Musim-musim peperiksaan ini, disamping sibuk dengan studi, ulangkaji dan sebagainya – usahlah kita lupa kepada Sang Maha Kuasa yang menentukan segalanya.
Banyakan memohon keampunan kepada Allah SWT di atas segala kelalaian, kesalahan dan kesilapan kita. Walaupun, kita rasa kita tidak berbuat salah! Sememangnya, kita ini hamba Allah SWT yang banyak dosa dan bintik-bintik hitam di hati.
Solat taubat sebanyaknya dan lazimi istighfar setiap masa dan ketika. InsyaAllah.
(6) Doa, Solat Hajat dan Tawakkal kepada Allah SWT.
Akhirnya, tidak dapat tidak – Kita harus kembali kepada Allah SWT. Sebagai hamba Allah SWT yang lemah, kecil dan kerdil kita perlu mendekati-Nya setiap masa dan ketika.
Firman Allah SWT yang bermaksud :
“Wahai umat manusia, kamulah Yang sentiasa memerlukan kepada Allah (dalam Segala perkara), sedang Allah Dia lah sahaja Yang Maha Kaya, lagi Maha Terpuji.”
( Al-Fatir 35 : 15)
Solat hajat kita perkasakan, doa dilabuhkan sentiasa dan hubungan sifat tawakkal kita kepada Allah SWT dengan usaha yang semaksima.
Penutup : Alangkah Untungnya Kita
Berbahagia dan beruntunglah kita jika kita telah berusaha semaksima dan bersungguh-sungguh untuk memberikan yang terbaik. Yakinlah Allah SWT, akan memandang setiap titik peluh kita serta segala usaha untuk memetik kejayaan di penghujungnya.
Jika kita memperolehi kemenangan dan kejayaan yang cemerlang, – Alhamdulillah – bersyukurlah. Jika sebaliknya, – bersabar dan redhalah – kerana tiadalah istilah kegagalan, kecuali Allah SWT tangguhkan kejayaan sementara waktu agar kita terus berusaha dan berusaha.
Ketahuilah, melalui usaha ini – terdapat banyak pahala dan ganjaran daripada Allah SWT. Itulah Rabb yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
————
Formula Kita :
Usaha maksima Strategi berkesan Doa Tawakkal berterusan = Kejayaan Digenggam^^
Kehidupan: Aidil Adha – Bukan Satu Rutinan Tahunan.
Picture by Tengku Fahmi of Pelangi Bonda.
Aidil Adha semakin menghampiri, dan kita akan disajikan dengan cuti serta pelbagai aktiviti ‘hari raya korban’ seperti kebiasaan saban tahun.
Satu perkara yang saya suka lakukan apabila sampai musim perayaan, baik Aidul Adha mahupun Aidul Fitri, adalah mengajak manusia kembali menyelami apakah intipati yang wujud di dalamnya.
Kerana saya sebagai seorang yang beriman kepada Allah SWT, sukar untuk percaya bahawa Allah SWT akan melakukan sesuatu itu dengan sia-sia. Allah, apabila Dia menetapkan sesuatu, pasti ada hikmahNya, pasti ada makna di sisiNya.
Sia-sia, mustahil sekali.
Justeru, saya ingin kita melihat semula akan Aidil Adha ini. Memperbaiki kebiasaan kita, yang mungkin telah melihatnya sebagai rutin tahunan semata-mata.
Sejarah
Semua orang, kalau menyorot kembali sejarah hari raya Aidil Adha, ia sebenarnya berkait rapat dengan satu keluarga. Yakni keluarga Ibrahim AS. Pada saya, walaupun sejarah ini diulang-ulang oleh semua orang saban tahun sehingga orang muak, saya merasakan perlunya sejarah ini diulang untuk mengingatkan kembali berkenaan pengorbanan.
Tapi, untuk saya, saya suka mengulang sejarah itu dari perspektif yang saya pelajari sendiri.
Kita melihat bahawa Nabi Ibrahim telah meninggalkan anaknya Ismail dan isterinya Siti Hajar di sebuah wadi gersang bernama Bakkah/Makkah. Dia yang sebenarnya amat sayangkan isteri dan anaknya, terpaksa meninggalkan mereka di tanah gersang itu atas perintah Allah SWT.
Itu sendiri, satu pengorbanan.
Kemudian, Nabi Ibrahim pulang ke tempatnya, yakni Palestin. Kalau anda rajin dan membuka peta, anda dapat melihat betapa jauhnya jarak Palestin dengan Makkah. Hatta saya sendiri yang pernah bermusafir dari Jordan ke Madinah, memakan masa 24 jam perjalanan dengan menaiki bas. Itu Madinah, Makkah lebih bawah lagi. Bagaimana pula zaman dahulu, yang mungkin kenderaan terpantas hanyalah unta?
Jauh jarak mereka terpisah. Dan Nabi Ibrahim tidak bersama Nabi Ismail melihat tumbesarannya.
Satu hari, Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anaknya. Awalnya, dia menyangka itu mainan syaitan. Namun selepas mimpi itu berulang beberapa kali, maka dia yakin bahawa itu daripada Allah SWT. Isyarat bahawa itu adalah satu perintah.
Maka bergeraklah Nabi Ibrahim merentas sahara untuk menunaikan perintah Allah SWT, menyembelih anaknya.
Untuk merentas sahara, menempuh perjalanan berhari-hari, hanya untuk menjunjung satu perintah yang mengorbankan ahli keluarganya yang amat jarang dijumpai lagi disayangi, itu juga merupakan satu pengorbanan.
Ketika dia bertemu dengan Nabi Ismail yang ketika itu sudah membesar, dia bertanya kepada anaknya itu akan mimpinya. Jawapan Nabi Ismail adalah:
“Wahai ayahku, jika itu apa yang Allah suruh, maka laksanakanlah tanpa ragu-ragu”
Nabi Ismail menerima dengan lapang dada, malah menggesa ayahnya agar tidak ragu-ragu langsung dengan perintah Allah SWT. Siti Hajar pula, tidak membentak Nabi Ibrahim dengan menyatakan suaminya itu gila, tidak berhati perut dan sebagainya. Malah Siti Hajar melepaskan Nabi Ismail dengan rela hati. Sedangkan, dialah yang membesarkan, menyusukan, Nabi Ismail As.
Di situ, satu pengorbanan kita lihat di sisi Siti Hajar.
Maka Nabi Ibrahim tambah membulat tekad, membawa anaknya ke tempat penyembelihan. Diriwayatkan bahawa Nabi Ismail siap menyuruh bapanya itu mengikatnya agar dia tidak menyukarkan pekerjaan bapanya.
Ini juga, satu pengorbanan di sisi Nabi Ismail. Rela hati, menjunjung perintah Allah SWT.
Nabi Ibrahim melaksanakan tugasan itu dengan teguh hati. Pisau yang tajam dileretkan pada leher anaknya. Yang ajaibnya, pisau itu tidak lut. Diasahnya semula lalu dilakukan sekali lagi. Juga tidak lut. Begitulah berkali-kali, hingga Jibril As menurunkan Qibasy dari langit menggantikan Ismail.
Keteguhan Nabi Ibrahim, tindakannya mengasah dan mencuba berulang kali, satu lagi bentuk pengorbanan.
Dan keluarga Ibrahim seluruhnya, telah membuktikan keimanan mereka dengan berjaya melalui ujian maha hebat ini.
“Apakah manusia itu mengira, Kami membiarkan mereka berkata: Kami telah beriman, sedangkan mereka itu belum diuji?” Surah Al-Ankabut ayat 2.
Yang kita perlu perhatikan
Saya suka bertanya kepada diri saya, apakah yang membuatkan Nabi Ibrahim teguh merentas sahara semata-mata untuk menyembelih anaknya? Saya juga tertanya-tanya, apakah yang membuatkan Nabi Ismail amat tenang membiarkan dirinya disembelih oleh bapanya, sedangkan bapanya tidak membesarkannya? Dan atas sebab apakah Siti Hajar, melepaskan Nabi Ismail yang dibesarkannya itu dengan rela hati? Saya juga hairan, apakah yang membuatkan Nabi Ibrahim mencuba berkali-kali dan tidak pula menjadikan pisau yang tidak lut itu sebagai alasan untuk dia tidak meneruskan tindakannya?
Akhirnya, saya berjumpa dengan satu jawapan yang solid. Dan jawapan itu membuka mata saya berkenaan erti pengorbanan yang sebenar.
Semua kerelaan, kesungguhan, keteguhan dan ketabahan yang keluarga Nabi Ibrahim tunjukkan, puncanya adalah satu sahaja.
Kerana arahan itu adalah daripada Allah SWT. –
Tiada lain. Tidak kerana perkara lain.
Hanya dengan sebab – itu adalah perintah Allah – mereka sanggup mengorbankan apa sahaja yang mereka sayangi.
Dari mana datangnya kekuatan mereka untuk berkorban hanya semata-mata kerana itu perintah Allah?
Iman.
Keimanan mereka, keyakinan mereka bahawa Allah SWT tidak akan memerintahkan sesuatu itu dengan sia-sia, kepercayaan mereka bahawa Allah SWT itu tidak zalim, kethiqahan mereka bahawa Allah SWT itu Yang Maha Bijaksana, sangka baik mereka bahawa Allah SWT itu Maha Mengetahui, semua itu membuatkan mereka bergerak dengan teguh dan tabah, menjunjung perintah Allah SWT tanpa ragu-ragu, tanpa alasan, dan dengan bersungguh-sungguh.
Ternyata, keluarga Ibrahim As dimuliakan oleh Allah SWT atas keimanan mereka ini, sehingga mereka sanggup melakukan pelbagai pengorbanan. Maka lihatlah betapa Allah muliakan keluarga yang berkorban ini dengan kemuliaan yang tidak terhingga. Lahir daripada mereka Muhammad SAW, penutup segala nabi dan rasul, dijadikan pula pengorbanan mereka sebagai hari yang dirayakan dan wajib diingati, beberapa peristiwa dalam kehidupan mereka dijadikan manasik haji seperti sa’ie dan melontar jamrah.
Inilah sebenarnya Allah SWT hendak tunjukkan kepada kita.
Allah hendak tunjuk, betapa Dia itu tidak menzalimi hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Mengotakan Janji-Nya untuk membeli semua pengorbanan kita dengan kebaikan yang lebih baik berkali ganda.
“Sesungguhnya Allah itu telah membeli dari orang-orang yang beriman diri-diri mereka, dan harta-harta mereka dengan diberikan kepada mereka syurga…” Surah At-Taubah ayat 111.
Allah SWT, hendak mendidik manusia betapa, untuk mendapatkan kehidupan yang baik, perlukan pengorbanan.
Pengorbanan kita
Maka apakah yang kita telah usahakan? Apa yang telah kita sumbang? Bagaimanakah kita berurusan dengan perintah-perintah Allah SWT?
Adakah kita bersedia berkorban?
Ketahuilah tiada yang akan mampu menyaingi pengorbanan Nabi Ibrahim AS serta cucundanya Rasulullah SAW. Tetapi apakah yang telah kita usahakan? Apa yang telah kita korbankan?
Kadangkala, kita ini, masa lapang pun sukar untuk kita sumbangkan kepada Islam. Kita hanya berikan masa lapang kita untuk kerseronokan diri yang tidak membawa apa-apa makna. Duit-duit kita yang banyak, kita bazirkan menjadi najis berbanding kita berikan kepada yang memerlukan. Tenaga kita, kita biarkan mereput tanpa kita gunakan untuk Islam. Pemikiran kita, kepandaian kita, fikrah kita, kita bazirkan begitu sahaja tanpa menyumbangkannya untuk kebangkitan Islam.
Masalah ummah Islam hari ini, adalah kerana kurangnya manusia-manusia yang rela berkorban.
Kenapa?
Kerana masalah keimanan yang hilang dari diri mereka.
Mereka sukar untuk yakin bahawa Allah SWT akan membayar pengorbanan mereka, mereka sukar untuk percaya bahawa semua pengorbanan mereka ada harganya. Mereka rasa Allah itu jauh, janji-janji Allah itu jauh.
Ini menyebabkan mereka tidak rela berkorban.
Maka jadilah kes seperti Palestina. Dikelilingi saudara maranya yang kaya raya, kuat dari segi tentera, tetapi tidak mendpaat pertoilongan satu pun dari mereka. Kenapa? Kerana tiada negara yang sanggup berkorban untuk Palestin. Masing-masing ingin menyelamatkan poket masing-masing.
Penutup: Saya tak pernah rasa ini perayaan sia-sia
Saya tak pernah rasa, Allah SWT itu mengarahkan kita melakukan sesuatu yang sia-sia. Semuanya ada sebab. Tinggal kita nampak atau tidak. Itu keyakinan saya.
Allah SWT berfirman:
“Apakah kamu mengira, Kami menciptakan kamu dengan sia-sia, dan kamu kepada Kami tidak akan dikembalikan?” Al-Mu’minuun ayat 115.
Hari Raya Aidil Adha, pada saya merupakan satu checkpoint supaya ummat mendapatkan semula kekuatan untuk berkorban. Sebab itu, sejarah Nabi Ibrahim diulang-ulang supaya kita nampak asas pengorbanan – iman kepada Allah SWT.
Khilafah telah jatuh pada 1924. Dari 1924 hingga 2012, sudah 88 tahun berlalu. Sudah 88 kali ummah Islam menyambut Aidil Adha semenjak khilafah Islam dijatuhkan. Tetapi tidak berjaya meraih erti pengorbanan. Kenapa?
Kerana kita anggap ini satu perayaan tradisi, rutin tahunan yang perlu kita lalui. Lalui, dan biarkan ia pergi, sampai ia kembali lagi pada tahun akan datang sekali lagi.
Aidi Adha bukan sesuatu yang sia-sia untuk saya. Tapi saya fikir, kita telah mensia-siakan Aidil Adha kita, jika kita tidak berjaya menyelami erti pengorbanan.
Selamanya, ummah ini akan terus rosak, hancur, andai kita tidak rela berkorban untuk membangunkannya.
Maka kita kembali kepada sebuah persoalan:
“Apa yang telah kita korbankan untuk ummah?”
Kehidupan: Manusia Memang Tidak Akan Puas Hati Dengan Kita. Allah Bukan Begitu.
Bersama Allah jualah jiwa kita akan bahagia – Picture by UmarMita of LangitIlahi.
Di dalam perjalanan hidup ini, semenjak saya kecil hinggalah saya membesar, saya telah bertemu dengan pelbagai jenis manusia. Saya yakin, pada umur saya 23 tahun ini, jika Allah panjangkan lagi umur saya, maka saya akan bertemu dengan pelbagai lagi jenis manusia.
Pada umur saya 23 tahun 9 bulan 1 hari pada tarikh 17hb Oktober 2012, saya telah bertemu dengan ramai manusia yang mengecewakan saya, membuatkan jiwa saya sakit, mengkhianati saya, dan kadangkala membangkitkan amarah saya.
Kadangkala saya dapat jumpa sebabnya kenapa, dan bukan tiada yang disebabkan saya. Ada. Saya manusia yang melakukan kesilapan. Bagi yang sebabnya kerana saya ada silap, itu tiada masalah.
Tetapi ramai yang bermasalah dengan saya itu, bermasalah atas sebab-sebab yang sangatlah rapuh, dan kadangkala hanya kerana fitnah. Bila diajak berbincang, ego untuk mengakui kesilapan, dan kemudian menuduh kembali saya pula yang ego untuk tidak mengakui kesilapan yang saya tidak lakukan.
Itu belum dikira dengan golongan yang memandang rendah, menyindir, menghina dan sebagainya.
Ya, manusia memang akan bermasalah dengan kita. Tetapi Allah bukan begitu.
Beberapa Manusia Yang Saya Ingat – Seorang Naqibah di Jordan.
Biar saya berkongsi beberapa manusia yang mengecewakan di dalam hidup saya.
Pertama merupakan seorang perempuan. Pangkatnya naqibah usrah sebuah jemaah di Jordan. Bukan saya tidak kenal dengan dia. Bahkan saya baik dengan abangnya, kakaknya, abang iparnya, adik lelakinya, dan ibunya.
Kala awal dia di Jordan, saya antara yang menjadi muroqib(penjaga) kepadanya jika dia mahu pulang ke rumah. Dan saya masih ingat lagi, ketika dia mahu berpindah, saya adalah antara yang menemaninya menguruskan perpindahannya.
Kala dia ada pertelingkahan dengan beberapa pelajar lelaki yang tidak sukakan caranya, saya di belakangnya berusaha menenangkan pelajar-pelakar lelaki tersebut, dan backing dia.
Tetapi pada satu hari, di sebuah mesyuarat, hanya kerana saya duduk melunjur di dalam mesyuarat itu, tindakan saya diadukan kepada ketua saya. Dan saya masih ingat betapa ketua saya kemudiannya mengungkit itu dan ini, itu dan ini yang tak ada kena mengena dengan perkara itu, semata-mata untuk menyatakan kepada saya akan ‘lunjur kaki’ tadi. Saya sangat terkilan.
Lebih saya terkilan apabila mengetahui, bahawa yang melaporkan perkara itu adalah perempuan tadi, yang baik dengan saya. Yang boleh cakap direct dengan saya kalau ada masalah. Tidak perlu hingga menceritakan kepada orang lain yang tidak berada di tempat kejadian, hingga mereka pun salah anggap dengan saya.
Hingga saya nyatakan keterkilanan saya akan sikapnya itu. Tetapi dia terasa pula bila saya nyatakan sedemikian, hingga akhirnya hubungan kami menjadi tidak baik. Hingga sampai satu tahap, apabila terjadi fitnah kepada saya, tanpa menyelidik, dia mengiyakan fitnah itu, bahkan lebih buruk, menyertai orang-orang yang mengumpat saya di FB. Walaupun punya title seorang naqibah, dan merupakan seorang yang sebenarnya saya punya hubungan baik dengan keluarganya.
Ya, manusia memang mengecewakan.
Beberapa Manusia Yang Saya Ingat – Rakan Travel Bersama.
Saya mempunyai beberapa rakan yang saya suka mengembara bersama mereka. Keluar berjalan dengan mereka. Saya menganggap mereka keluarga kepada saya. Apatah lagi apabila kami sama-sama hidup di negara orang.
Pada satu hari, rumah mereka dimasuki pencuri. Gambar pencuri ditangkap dan dimuat naik ke FB. Rakan-rakan lain menunjukkan sokongan, kasihan kepada sahabat-sahabat saya ini, dengan memaki pencuri tersebut. Saya sukar memaki orang, jadi saya tidak memaki pencuri itu. Namun saya memberikan sindiran:
“Dia ni masa kena tangkap, dia cakap apa? Tengah cuci ruang tamu?”
Malangnya, komen saya itu dipandang seakan-akan saya sedang menjenakakan situasi rakan-rakan saya. Dan malang seribu kali malang, tidak lama selepas itu, mereka inilah yang menghina saya, mencarut ke atas nama saya, dan mengajak lebih ramai orang membenci saya dengan mengungkit itu dan ini.
Sedangkan, selama ini, saya travel bersama mereka, menziarahi rumah mereka, mengajak mereka menziarahi rumah saya, belanja mereka dan melakukan pelbagai kebaikan kepada mereka kerana menganggap mereka adalah keluarga.
Tetapi itu semua tiada makna saat berlakunya fitnah itu. Seakan-akan, itu semua tidak pernah ada.
Ya, manusia memang mengecewakan.
Beberapa Manusia Yang Saya Ingat – Kenalan-kenalan Yang Memfitnah
Semasa bertunang dengan isteri saya, saya pernah difitnah sebagai ‘memaksa dia berkahwin’. Yang memfitnah saya bukan orang lain. Tidak lain tidak bukan adalah kenalan-kenalan saya.
Di mana, kenalan-kenalan saya ini bukanlah orang yang asing dengan saya. Bahkan, saya menganggap mereka sebagai famili. Pernah satu sekolah dengan saya. Menjalani tarbiyah dengan saya. Dan mereka ini bukan orang biasa, orang-orang yang mengikuti usrah juga.
Tetapi tidak teragak-agak mereka memfitnah saya. Tanpa usul periksa. Tanpa saya ditanya.
Ya, sampai satu tahap, saya yang sebenarnya dilamar oleh mertua saya, difitnah telah melamar isteri saya 4 kali sehingga dia terpaksa menerima lamaran saya kerana tertekan.
Ya, begitu buruk sekali fitnah itu. Dan betapa kejinya kenalan-kenalan saya itu.
Yang saya gelar mereka ‘sahabat’, dan perempuan saya gelar sebagai ‘sahibah’, hendak menyatakan betapa mereka ini dekat di dalam jiwa dan kehidupan saya, betapa saya hormat mereka sebagai orang yang menjalani tarbiyah dengan saya.
Tetapi ya, manusia memang mengecewakan.
Beberapa Manusia Yang Saya Ingat – Sahabat Sekolah Menengah
Saya suka mengkritik modus operandi sesebuah pergerakan. Kerana pada saya, adalah perlu bagi kita memberikan kritikan kepada gerak kerja agar wujud peningkatan. Manakala kritikan terhadap isu peribadi adalah apa yang perlu kita elakkan, kerana itu tidak akan membuahkan apa-apa manfaat. Melainkan, isu peribadi itu bersangkut paut juga dengan isu pergerakan. Contohnya malas dalam melaksanakan arahan dan sebagainya.
Tetapi malang apabila saya menyuarakan kritikan saya terhadap pergerakan, seorang rakan sekolah menengah saya terasa sungguh, dan terus merasa bahawa saya sedang menembak dia secara peribadi.
Sedangkan, namanya tidak naik, dan ‘bayang-bayang’ dia pun tidak saya sentuh. Tetapi kerana terasanya dia, selepas itu dia pergi kepada sesiapa yang share status saya dan menyindir. Bahkan dia akan sering datang ke Facebook saya untuk menyindir saya.
Hingga awalnya saya tertanya-tanya – apa masalah dia ni? Aku sentuh dia ke?
Seakan-akan tidak pernah bersahabat dari sekolah menengah. Dia bahkan bukan salah seorang kepimpinan kepada pergerakan yang saya kritik itu. Tetapi terasanya sungguh dalam sekali.
Seakan-akan sayalah musuhnya nombor satu.
Sedangkan sebelum itu kami sangat mesra sekali. At least itu yang saya sangka selama saya berhubungan dengan dia selama ini.
Dan lain-lain manusia yang kadangkala tidak mengenali saya.
Dan ramai lagi orang lain, memandang rendah, menyatakan kata-kata yang menyakitkan hati, menghina, mengumpat di Facebook, Twitter, Blog, di alam nyata dan sebagainya terhadap saya. Berprasangka buruk kepada saya.
Bayangkan, mendongak kepala sedikit ketika bergambar, saya dikatakan bahawa ‘kelihatan berlagak’. Yang mana, kala saya berkata – ‘tidak semestinya mendongak itu berlagak’, saya dikatakan tidak mahu menerima teguran. Terus saya katakan bahawa – jika anda mengajak saya menerima teguran dengan baik, maka mengapa anda juga tidak menerima baik teguran saya itu?
Ya, sedangkan mereka tidak mengenali kita, tidak hidup dengan kita.
Belum lagi bertemu dengan aib-aib kita yang lain, tetapi sudah mencop kita dengan pelbagai cop, menghina kita dengan pelbagai hinaan, mengeji kita dengan pelbagai kejian. Seakan-akan kita ini seorang kafir yang mesti dimusnahkan, seakan-akan kita adalah musuh Allah SWT dan ke neraka kita mesti dilemparkan.
Ya, manusia. Ada sahaja isunya. Ada sahaja kekurangan kita yang mahu dicungkil, dan dijadikan cerita, alasan, untuk menghalalkan kebencian terhadap kita. Ya, manusia. Begitulah. Saya sendiri tidak akan terkejut kalau artikel ini juga ‘membangkit’kan rasa tidak senang, dan menjadi ‘isu’ buat manusia jenis ini.
Hingga kadangkala saya bertanya – mereka sukakah kalau mereka diperlakukan sedemikian rupa juga?
Tetapi Allah Jualah Yang Paling Adil Menilai Kita, Dan Dialah Yang Tidak Akan Sesekali Mengecewakan.
Tetapi Allah bukan demikian kepada saya, dan saya yakin kepada seluruh hamba-hambaNya.
Saya ada dosa dengan Allah SWT, tetapi Allah tidak menghancurkan saya terus selepas saya melakukan dosa. Dia memberikan saya petunjuk, hidayah, peringatan agar saya bertaubat kepadaNya.
Selepas saya bertaubat itu, dan saya berdosa lagi, Allah masih membuka peluang kepada saya. Lagi dan lagi. Sehingga saya menjumpai satu kata-kata yang menginsafkan saya:
“Allah itu tidak akan berhenti memberikan keampunan, melainkan kala engkau bosan memohon ampun kepadaNya.”
Hingga saya jadi malu dengan sifat Maha Pengampun Allah SWT.
Allah yang saat saya ada kelemahan, Allah tidak ambil hati dengan kelemahan saya, bahkan Dia memberikan lagi kekuatan demi kekuatan sama ada saya sedari atau tidak sedari. Kadangkala diri ini tidaklah sehebat mana dalam menjadi hambaNya, tetapi Dia masih sudi memakbulkan doa demi doa kita. Allah terus memberikan tangga demi tangga, untuk memudahkan pendakian saya dalam mengharungi hidup ini.
Saat orang lain menyatakan kita itu dan ini, itu dan ini kala membuat pengaduan, Allah tidak sedemikian. Dia mendengar dan melihat. Saya pernah menangis teresak-esak keseorangan di dalam bilik, apabila diuji dengan fitnah, dengan kejian dan makian serta penilaian yang melampau oleh orang ramai. Saya sampai tahap pernah kecewa dan marah dengan Allah yang aturkan semua itu.
“Kau nak aku hidup macam mana lagi hah?” Saya pernah menjerit sedemikian kepada Allah.
“Kesianlah dengan aku!”
Menangis.
Tetapi kasihnya Allah pada hamba-hambaNya, Dia tidak menghantar petir menyambar saya. Tetapi kala saya penat menangis dan marah, Allah tumpahkan kasih sayangNya kepada saya. Hati saya jadi tenang, dan kemudian saya mula nampak betapa Dia menguji saya untuk memberikan kekuatan kepada saya. Untuk saya jadi lebih tabah, kemungkinan ada ujian yang lebih besar di hadapan sedang menanti. Kepositifan itu tiba-tiba muncul. Hingga saya segan dan malu kepada Allah.
Hingga saya meminta maaf semula atas keterlanjuran saya, dan berjanji bahawa saya kepercayaan saya kepadaNya tidak akan lagi sesekali sirna.
Tidak akan sesekali.
Allahlah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Pendamping Yang Terhebat.
Ya, persoalannya, siapakah yang pergantungannya pada hari ini adalah kepada Allah SWT?
Penutup: Maka Carilah RedhaNya, Kita Akan Bahagia. Berpautlah KepadaNya, Kita Akan Perkasa.
Maka saya mengajak diri saya dan rakan-rakan bermuhasabah.
Hidup memang akan penuh dengan mehnah dan tribulasi. Kembar kepada kehidupan adalah ujian yang akan terus menanti. Manusia tidak ada yang sempurna, dan ramai yang akan mencari kelemahan kita, apatah lagi apabila kita telah berjaya.
Percayalah. Nanti cara berlajan pun tak kena, riak muka pun jadi isu, hinggakan segala apa yang kita lakukan menjadi masalah pada mereka.
Manusia-manusia yang sayangkan kita pula, bukan sentiasa mampu berada di sisi, dan masing-masing punya masalah sendiri.
Tetapi Allah jualah yang akan mampu menghargai kita dengan penghargaan yang sempurna. Dia jugalah yang akan mampu bersama kita setiap masa. Dialah yang kalau keadilan tidak tertegak buat kita di dunia ini, yang akan menyempurnakan keadilan itu untuk kita di akhirat sana.
Pasti.
Maka kepada Allahlah kita sujud, kerana Dialah kita bekerja, dan hanya redha Dia sahaja menjadi matlamat kita.
Dengan kepercayaan ini, kita menjadi perkasa, dan tiada manusia yang akan dapat menganggu perjalanan kita.
Maka kembalilah kepada Allah. Mari Menjadi HambaNya!
October 16, 2012
Kehidupan: Menerima Lamaran – Belajar Tekan Butang ‘Pause’.
Ketika hari perkahwinan saya
Dilamar memang kelihatan indah.
Ramai yang jadi lemas jika ada yang menyatakan cintanya kepada diri kita.
Terasa seperti diri ini orang yang paling bertuah di atas muka bumi.
Apatah lagi jika yang melamar itu kelihatan wara’, kacak pula rupanya.
Terasa seperti diri ini dirahmati Allah, dan mulalah keluar segala puisi menunjukkan rasa hati akan gembiranya diri.
Tetapi tidak ramai yang bijak melihat keadaan dunia yang sebenar. Penuh tipu daya, dan di dalamnya wujud manusia-manusia yang berhati durjana. wujud sahaja di atas dunia ini orang yang memang berniat hendak mempermainkan kita, membohongi kita. Melamar kita, membuatkan kita jatuh cinta kepadanya, hanya untuk merosakkan kehidupan kita.
Ada.
Dan bukan seorang dua yang tertipu dengan manusia sedemekian rupa.
Justeru, kita perlu belajar menekan butang ‘pause’, menghentikan segala rasa ‘excited’ apabila seseorang datang melamar, dan mula menyusun langkah yang sepatutnya, demi kebaikan masa panjang diri kita.
Mengenali Peribadi Yang Melamar
Wajah mungkin macam wara’, peribadi mungkin nampak santun, ada pula title ‘ustaz’, tetapi percayalah bahawa itu semua tidak semestinya mencerminkan peribadi diri. Jangan terlalu ‘gembira’ terlebih dahulu. Soalan yang pertama perlu ditanya adalah:
“Apakah kita kenal siapa yang melamar kita itu?”
Jangan baru kenal sehari dua, baru mengenali begitu begini sedikit, sudah mahu menjadikan seseorang itu teman hidup kita. Jadilah manusia yang lebih berhati-hati.
Amalkan sikap menyelidik terlebih dahulu.
Zaman sekarang ada macam-macam cara untuk menyelidik. Ustaz Zaharuddin di dalam Seminar BaitulMuslim anjuran One Heart Creative, menyatakan bahawa antara cara untuk menyelidik bakal pasangan kita adalah dengan melihat facebooknya, dan memerhatikan status-status serta komen-komennya.
Search di google namanya, kemudian mencari siapa lagi kenalan yang mengenalinya dan risiklah akan kehidupannya.
Pastikan kita kenal betul-betul latar belakangnya. Jangan terlalu mudah percaya akan apa yang dibentangkan oleh dia di hadapan kita. Kita sendiri kena ada usaha untuk menyelidik. Bahkan, Ustaz Zaharuddin menyatakan di dalam Slot Mencari Jodoh 1, 2, 3 pada Seminar BaitulMuslim itu bahawa, kita boleh ‘menguji’ pasangan kita itu, dengan berlakon menjadi wanita lain atau lelaki lain(di alam maya), dan berhubungan dengannya untuk melihat bagaimana responnya. Jika dia seorang yang baik, pasti responnya akan mencerminkan kebaikannya, dan jika sebaliknya, maka ia akan mencerminkan yang sebaliknya.
Usaha keras sedikit, daripada menyesal tidak berkesudahan di kemudian hari.
Memberikan Diri Masa
Jangan terlalu teruja untuk menyegerakan perkahwinan. Pertunangan adalah syara’ di dalam Islam. Justeru, berikan diri tempoh. Gunakan tempoh itu untuk mengenali ahli keluarganya dan sikapnya. Membuat risikan terhadap keluarganya. Jangan segan untuk mengajak ibu bapa kita ke rumahnya ibu bapanya, atau penjaganya. Jika dia menyatakan dirinya yatim piatu, maka tiada salahnya kita ke rumah dia bersama ibu bapa kita.
Pastikan kita ambil tahu akan siapa familinya, dan membina pula hubungan dengan mereka.
Usaha juga mengambil tahu siapa kenalannya, dan berusaha juga mengenali mereka.
Jangan segan untuk bertanya banyak perihal pasangan kita dengan sesiapa sahaja yang mengenalinya.
Berikan diri masa, untuk sekurang-kurangnya mempersiapkan diri menjadi pasangannya, pada masa yang sama berusaha mengenali apakah dia ini sesuai untuk menjadi pasangan hidup kita sebenarnya.
Tempoh ini pula tidaklah perlu terlalu lama. Ikut kesesuaian perancangan masing-masing.
Bagi yang sudah memang saling mengenali, atau sudah terlanjur bercouple lama, tidak payahlah memanjangkan tempoh pertunangan. Tidak payah bertunang pun tidak mengapa. Kalau benar nak mengakhiri hubungan dengan cara yang syara’, maka segerakan sahaja perkahwinan.
Ini nasihat untuk yang tidak mengenali pasangannya, tidak mengetahui peribadi yang melamarnya. Maka di situlah hikmahnya pertunangan, memberikan masa, agar kita masih boleh berfikir, dapat berusaha mengenali, dan memastikan bahawa semuanya dalam keadaan baik untuk meneruskan kehidupan berumahtangga nanti.
Pengalaman Diri
Berkongsi pengalaman berkenaan hal ini, saya ketika jatuh cinta dengan isteri saya sekarang, saya tidak terus pergi mendapatkan dia. Tetapi apa yang saya lakukan adalah merisik terlebih dahulu akan keadaannya. Saya bertanya kepada ramai orang yang hidup dengannya, akan keadaan peribadinya. Kemudian, saya mengambil langkah berani menziarahi rumahnya, atas dasar ingin bersilaturrahim dengan kedua ibu bapanya, sambil ingin mengetahui bagaimanakah kehidupannya.
Selepas berpuas hati, barulah saya merangka bagaimana untuk melamarnya. Itu pun, selepas saya bermesyuarat, berbincang dengan kedua ibu bapa saya.
Saya tidak sesekali menyatakan bahawa saya suka kepada dia, melainkan selepas Ummi dan Abah saya bagi greenlight.
Isteri saya pula, apabila dilamar oleh saya, dia tidak terus berkata ‘ya’. Tetapi dia telah menolak saya terlebih dahulu. 3 bulan kemudian, baru dia menerima saya. Selepas saya berkahwin, saya bertanya dengannya, mengapa dahulu dia ‘reject’ saya. Isteri saya menjawab:
“Saya nak buat pertimbangan dahulu sebenarnya.”
Pada saya, itu satu ciri yang sangat baik.
Selepas dia menerima saya itu pun, kami tidak terburu-buru berkahwin. Memahami bahawa dia tidak berapa mengenali saya, dan masih belajar, kami membuat keputusan untuk bertunang selama 2 tahun. Sepanjang 2 tahun itu, sambil dipantau oleh Ibu bapa, kami berhubungan melalui email sebulan sekali. Awal perbincangan adalah ta’aruf, dan sangat strict, tidak diisi dengan kalam-kalam asmara dan sebagainya. Lama kelamaan, perbincangan berubah kepada perancangan selepas berumahtangga, bagaimana mencari wang, dan preparation perkahwinan. Dan adakalanya, apabila tiada perkara penting, kami tidak contact 2-3 bulan lamanya.
Sepanjang masa pertunangan, jika saya pulang ke Malaysia, saya akan mengambil peluang menziarahi rumahnya. Bertemu dengan bakal mertua saya. Manakala isteri saya pula ketika bertunang dengan saya, ketika saya tiada di Malaysia, dia akan mengambil peluang mengajak ibu bapanya menziarahi rumah saya. Dan antara perkara yang saya usahakan adalah, agar isteri saya yang merupakan tunang saya ketika itu, merapati Ummi saya dan bermesra dengannya. Satu lagi perkara, saya juga berusaha merapatkan hubungan Abah dan Ummi, dengan Ibu dan Ayah mertua saya sebelum saya berkahwin lagi.
Itulah saya dan isteri, sebelum berkahwin.
Kes ‘Ustaz’ Razis
Kecoh sekarang ya berkenaan kes ‘Ustaz’ Razis bin Ismail yang didedahkan oleh isteri beliau sendiri bernama Nur Atika di Facebook, apabila didedahkan bahawa Razis ini mengahwininya, dan tidak lama kemudian meninggalkannya dalam keadaan dia mengandungkan bayi kembar, begitu sahaja. Apabila didedahkan, muncul lah pelbagai lagi pendedahan seperti Razis ini pernah menipu wang umrah, bahkan dikatakan telah mengahwini 11 orang perempuan, dan modus operandinya semuanya sama – kahwin, tinggal, cerai.
Saya tidak mahu menyentuh banyak kes ‘Ustaz’ Razis ini kerana untuk saya yang tidak mengenali beliau, juga tidak mengenali orang-orang yang membuat tuduhan terhadap beliau, saya risau jika itu semua satu fitnah. Yalah, saya pun tidak kenal isteri beliau. Maka, saya tidak mahu fokus kepada isu ‘Razis dan penipuannya’. Saya serahkan kepada orang yang mengenali, untuk menguruskan beliau, sambil berdoa kepada Allah SWT agar melindungi dan mengadili orang-orang yang teraniaya.
Apa saya mahu fokuskan di sini adalah, kes seperti yang dinyatakan itu bukan dilakukan seorang dua. Ramai sebenarnya penipu yang wujud di atas muka bumi ini. Lebih-lebih lagi dalam bab menggadaikan maruah wanita. Dan wanita ramai yang terpedaya dengan pujuk rayu, rupa, dan kebaikan yang dipersembahkan pada awal hubungan.
Kadangkala, bila difikirkan, sangatlah tidak logik semudah itu kita boleh ditipu. Mustahil semudah itu perkahwinan boleh dilangsungkan.
Mengambil pengalaman saya sendiri, bukannya mudah nak bernikah dengan isteri saya. Pelbagai mehnah dan tribulasi kami lalui.
Tetapi, apabila sudah berlaku peristiwa-peristiwa begini, tidak mustahil ianya berlaku. Kerana itu akhirnya, saya menyeru agar kita lebih berhati-hati, dan bijak menekan butang ‘pause’. Jangan terlalu cepat membuat keputusan, dan jangan terlalu cepat mempercayai. Tidak rugi memberikan diri masa, dan tidak rugi kita melakukan penyelidikan, sebelum kita membuat keputusan yang besar di dalam hidup.
Ini juga pergi kepada kaum lelaki, yang kadangkala mudah tergoda, tertipu dengan kecantikan perempuan. Kadangkala, perempuan hanya perlu berpurdah, lelaki sudah cair dan terburu-buru menjenamakan mereka sebagai ‘solehah’, dan teruja nak dijadikan isteri.
Ini pada saya, satu budaya yang tidak sihat.
Penutup: Cinta Itu Mahal, dan Cinta Yang Sebenar Hanya Untuk Manusia-Manusia Yang Mahal.
Saya sentiasa yakin bahawa cinta yang sebenar itu mahal.
Kerana definisi cinta saya adalah: Jika benar cinta, maka mestilah hendak membawa ke syurga. Apa-apa yang membawa ke neraka, itu sama sekali bukan cinta.
Justeru, untuk saya cinta tidak murah dan bukan mudah untuk mendapatkannya. Perlu melalui ujian, dugaan, dan sebagainya. Kesabaran pasti akan teruji. Usaha yang keras pasti akan terjadi. Dan hanya manusia-manusia yang mahal sahaja akan mendapat cinta yang mahal sebegini.
Maka apabila kita terlalu mudah ‘tergoda’, juga terlalu mudah ‘memberi’, maka di manakah sebenarnya harga diri?
Kerana itu jangan lemas dalam lautan cinta, jangan rasa bangga bila kena ‘mengorat’, jangan rasa sudah tercapailah matlamat hidup saat dilamar seseorang atau ada perempuan menawarkan diri kepada kita.
Itu bukan ending hidup kita.
Mahalkan diri dengan persediaan, sikap berhati-hati, berpandukan ketaatan kepada Allah.
Biar susah sebentar, asalkan nanti senangnya berpanjangan.
Sama-samalah kita bermuhasabah.
Berita: Cabaran perjanjian damai Bangsamoro
Bendera Filipina
Perjanjian damai antara kerajaan Filipina dan pejuang Moro merupakan detik penting bagi kemakmuran di selatan Mindanao. Selepas lebih 10 tahun berperang, angka kematian mencecah ratusan ribu, penculikan warganegara asing yang menggemparkan dan kemunduran berleluasa, masyarakat di wilayah itu boleh menarik nafas lega apabila halangan kepada perdamaian sebenar itu telah diatasi.
Usaha tiga pihak iaitu kerajaan Filipina sendiri dengan pejuang Moro dan Malaysia yang menjadi orang tengah bakal menjadi model kepada penyelesaian konflik berpanjangan di Asia Tenggara. Perubahan terbesar dalam mencapai persetujuan ini ialah keazaman kedua-dua pihak bertelagah untuk melupakan semua masalah dan melihat masa depan demi kepentingan negara.
Mindanao adalah sebahagian daripada Filipina dan perlu dilayan dengan wajar dan hormat. Layanan yang adil ini bakal mengukuhkan kedaulatan negara itu kerana perpaduan adalah kekuatan. Selama ini, konflik dan pergaduhan mencetuskan siri serangan dan serangan balas yang tidak berkesudahan. Ia juga menyuburkan gerakan pemisah dan menjadi lubuk kepada latihan dan perancangan keganasan di Asia Tenggara. Di sini bakal penyerang yang terdiri dari pelbagai negara mendapat pendedahan teknik dan strategi ketenteraan khususnya penggunaan senjata dan survival dalam situasi perang sebenar.
Banyak implikasi yang akan muncul selepas perjanjian ini dimuktamadkan.
Pertama, pembangunan wilayah yang memerlukan kemasukan dana lebih banyak. Mahu atau tidak, pelaburan dari luar akan terus dibawa masuk ke wilayah itu khususnya bagi pembinaan penempatan, pembukaan jalan raya dan mewujudkan institusi pembangunan wilayah yang kukuh. Selama ini pembangunan wilayah tidak dapat diaksanakan dengan sempurna kerana keadaan keselamatan yang tidak terjamin, bekalan tenaga yang terhad dan serangan bom tanpa musim.
Dana untuk pembangunan wilayah perlu disediakan oleh Filipina sendiri namun kehadiran wakil Pertubuhan Liga Islam sebagai pemerhati diharap dapat menarik negara-negara Islam untuk memulakan pelaburan jangka panjang di rantau itu.
Kedua, pembangunan sosial memerlukan persepakatan banyak pihak untuk merancang agenda modal insan khususnya pendidikan dan kehidupan selepas era perang. Peranan pekerja sosial sangat penting untuk membantu masyarakat yang rata-ratanya masih di bawah kemiskinan untuk mengurus hidup dan menjadikan masa depan memihak kepada Bangsamoro. Begitu juga dengan peranan pendakwah Islam untuk memperkenalkan kurikulum yang lebih dinamik dalam kalangan masyarakat Islam yang masih lagi beranggapan peperangan adalah satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan masalah mereka.
Perancangan bandar, pembangunan komuniti dan transformasi kesejahteraan wilayah perlukan pengemblingan pakar dan pengamal sosial yang arif. Bentuk demografi yang berbukit dan berpulau turut mempengaruhi cara hidup masyarakat di sana yang bakal menjadi cabaran kepada saintis sosial untuk menyusun kembali kehidupan normal masyarakat pelbagai etnik di Mindanao.
Ketiga, puak bertelagah yang tidak mendapat habuan ketika perjanjian damai ini akan beralih kepada bentuk lain untuk merebut hak mereka yang hilang. Kelompok seperti Abu Sayyaf dan kumpulan serpihan pejuang bangsa Moro akan membentuk koloni sendiri dan mula mencetuskan kekacauan yang akan menguji keikhlasan kerajaan Filipina dan pejuang Moro.
Senjata yang mudah didapati di Mindanao akan terus kekal di situ sehinggalah kerajaan melaksanakan kempen tukar senjata dengan wang bagi mengurangkan sedikit demi sedikit jumlah senjata yang boleh mengancam ketenteraman awam. Pelaksanaan skim ini perlu disegerakan kerana pelaburan tidak akan mula masuk jika ancaman keselamatan dilihat sebagai perkara utama yang difikirkan.
Keempat, perkembangan agama Islam diyakini kembali berkembang dan dapat dilaksanakan dengan teratur walaupun penganut kristian dikatakan semakin bertambah khususnya di kawasan bandar. Inilah yang diharapkan melalui perjanjian damai itu supaya dakwah Islam dapat bertahan dan berkembang.
Lebih banyak implikasi yang bakal menghalang perjanjian damai ini menunjukkan kemajuan dari semasa ke semasa. Namun penglibatan Malaysia dan masyarakat Islam seluruh dunia memberi isyarat jelas kepada bangsa Moro bahawa mereka tidak pernah dilupakan dan masyarakat Islam terus berusaha untuk membebaskan mereka daripada penindasan dan kezaliman.
Selepas selatan Filipina, usaha Malaysia masih lagi diharapkan untuk membawa keamanan di selatan Thailand. Pergolakan di negara itu hampir sama dengan Mindanao namun kesungguhan politik mampu membawa pihak-pihak bertelagah ke meja rundingan. Kejayaan di Filipina boleh menjadi model kepada Thailand untuk mewujudkan rantau bebas konflik di selatan negara itu. Hanya dengan kedamaian, masyarakat Islam di selatan Thailand dapat hidup bebas bersama masyarakat bukan Islam.
Cabaran perjanjian damai Bangsamoro
Perjanjian damai antara kerajaan Filipina dan pejuang Moro merupakan detik penting bagi kemakmuran di selatan Mindanao. Selepas lebih 10 tahun berperang, angka kematian mencecah ratusan ribu, penculikan warganegara asing yang menggemparkan dan kemunduran berleluasa, masyarakat di wilayah itu boleh menarik nafas lega apabila halangan kepada perdamaian sebenar itu telah diatasi.
Usaha tiga pihak iaitu kerajaan Filipina sendiri dengan pejuang Moro dan Malaysia yang menjadi orang tengah bakal menjadi model kepada penyelesaian konflik berpanjangan di Asia Tenggara. Perubahan terbesar dalam mencapai persetujuan ini ialah keazaman kedua-dua pihak bertelagah untuk melupakan semua masalah dan melihat masa depan demi kepentingan negara.
Mindanao adalah sebahagian daripada Filipina dan perlu dilayan dengan wajar dan hormat. Layanan yang adil ini bakal mengukuhkan kedaulatan negara itu kerana perpaduan adalah kekuatan. Selama ini, konflik dan pergaduhan mencetuskan siri serangan dan serangan balas yang tidak berkesudahan. Ia juga menyuburkan gerakan pemisah dan menjadi lubuk kepada latihan dan perancangan keganasan di Asia Tenggara. Di sini bakal penyerang yang terdiri dari pelbagai negara mendapat pendedahan teknik dan strategi ketenteraan khususnya penggunaan senjata dan survival dalam situasi perang sebenar.
Banyak implikasi yang akan muncul selepas perjanjian ini dimuktamadkan.
Pertama, pembangunan wilayah yang memerlukan kemasukan dana lebih banyak. Mahu atau tidak, pelaburan dari luar akan terus dibawa masuk ke wilayah itu khususnya bagi pembinaan penempatan, pembukaan jalan raya dan mewujudkan institusi pembangunan wilayah yang kukuh. Selama ini pembangunan wilayah tidak dapat diaksanakan dengan sempurna kerana keadaan keselamatan yang tidak terjamin, bekalan tenaga yang terhad dan serangan bom tanpa musim.
Dana untuk pembangunan wilayah perlu disediakan oleh Filipina sendiri namun kehadiran wakil Pertubuhan Liga Islam sebagai pemerhati diharap dapat menarik negara-negara Islam untuk memulakan pelaburan jangka panjang di rantau itu.
Kedua, pembangunan sosial memerlukan persepakatan banyak pihak untuk merancang agenda modal insan khususnya pendidikan dan kehidupan selepas era perang. Peranan pekerja sosial sangat penting untuk membantu masyarakat yang rata-ratanya masih di bawah kemiskinan untuk mengurus hidup dan menjadikan masa depan memihak kepada Bangsamoro. Begitu juga dengan peranan pendakwah Islam untuk memperkenalkan kurikulum yang lebih dinamik dalam kalangan masyarakat Islam yang masih lagi beranggapan peperangan adalah satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan masalah mereka.
Perancangan bandar, pembangunan komuniti dan transformasi kesejahteraan wilayah perlukan pengemblingan pakar dan pengamal sosial yang arif. Bentuk demografi yang berbukit dan berpulau turut mempengaruhi cara hidup masyarakat di sana yang bakal menjadi cabaran kepada saintis sosial untuk menyusun kembali kehidupan normal masyarakat pelbagai etnik di Mindanao.
Ketiga, puak bertelagah yang tidak mendapat habuan ketika perjanjian damai ini akan beralih kepada bentuk lain untuk merebut hak mereka yang hilang. Kelompok seperti Abu Sayyaf dan kumpulan serpihan pejuang bangsa Moro akan membentuk koloni sendiri dan mula mencetuskan kekacauan yang akan menguji keikhlasan kerajaan Filipina dan pejuang Moro.
Senjata yang mudah didapati di Mindanao akan terus kekal di situ sehinggalah kerajaan melaksanakan kempen tukar senjata dengan wang bagi mengurangkan sedikit demi sedikit jumlah senjata yang boleh mengancam ketenteraman awam. Pelaksanaan skim ini perlu disegerakan kerana pelaburan tidak akan mula masuk jika ancaman keselamatan dilihat sebagai perkara utama yang difikirkan.
Keempat, perkembangan agama Islam diyakini kembali berkembang dan dapat dilaksanakan dengan teratur walaupun penganut kristian dikatakan semakin bertambah khususnya di kawasan bandar. Inilah yang diharapkan melalui perjanjian damai itu supaya dakwah Islam dapat bertahan dan berkembang.
Lebih banyak implikasi yang bakal menghalang perjanjian damai ini menunjukkan kemajuan dari semasa ke semasa. Namun penglibatan Malaysia dan masyarakat Islam seluruh dunia memberi isyarat jelas kepada bangsa Moro bahawa mereka tidak pernah dilupakan dan masyarakat Islam terus berusaha untuk membebaskan mereka daripada penindasan dan kezaliman.
Selepas selatan Filipina, usaha Malaysia masih lagi diharapkan untuk membawa keamanan di selatan Thailand. Pergolakan di negara itu hampir sama dengan Mindanao namun kesungguhan politik mampu membawa pihak-pihak bertelagah ke meja rundingan. Kejayaan di Filipina boleh menjadi model kepada Thailand untuk mewujudkan rantau bebas konflik di selatan negara itu. Hanya dengan kedamaian, masyarakat Islam di selatan Thailand dapat hidup bebas bersama masyarakat bukan Islam.
Himmah : Di Mana Kita Letakkan Harapan?
~Picture by Tengku Muhammad Fahmi
Berjaya atau tidak berjayanya kita di dalam hidup ini bukanlah ditentukan oleh kaya atau miskinnya kita. Bukanlah juga ditentukan oleh cantik atau handsomenya kita. Bukan juga ditentukan oleh besar atau tidak rumah yang kita diami.
Ada orang yang hidup di dalam rumah yang besar, makanannya sedap-sedap, hartanya banyak tetapi hidupnya tidak pernah bertemu kebahagiaan. Saban harinya dipenuhi dengan tekanan dan kekecewaan. Ramai orang melihat dia dari jauh sebagai orang yang berjaya, sedangkan dirinya sendiri dibelenggu tekanan yang membuatkan jiwanya rasa kosong walaupun hidupnya dikelilingi oleh pelbagai kenikmatan dan kemewahan.
Ada orang yang cantik dan handsome, menjadi buruan ramai. Famous dan glamour. Tetapi hatinya sentiasa tidak tenang. Dia dikejar oleh ramai orang. Ramai yang sukakannya kerana cantik dan handsomenya dia, tetapi di balik semua itu, jauh di dalam hatinya sendiri, dia sedang berperang dengan perasaannya sendiri. Bertanya dan mencari makna di sebalik semua yang telah dia miliki.
Akan Ke Manakah Hidup Ini?
Inilah uniknya kehidupan ini. Manusia yang kita lihat dari zahirnya, nampak macam bahagia dan gembira, hakikatnya belum tentu lagi dia benar-benar bahagia dan gembira. Manusia yang kita lihat dari zahirnya nampak kehidupannya macam susah dan menyedihkan, tetapi hakikatnya kadangkala tidak seperti yang kita jangkakan.
Orang yang kita nampak macam miskin dan menyedihkan itu, mungkin di dalam hatinya dia jauh lebih bahagia daripada orang yang kaya-raya dan hidup mewah itu.
Sebab itu, ukuran kejayaan yang sebenar tidaklah dapat kita nilai pada zahir manusia itu.
Kalau kita nilai pada zahir manusia, nescaya apa yang lebih pada orang lain yang kita lihat tidak ada pada diri kita, itulah yang kita akan nilai sebagai kejayaan. Padahal, yang ada lebih dari kita itu belum tentu menandakan dia itu benar-benar berjaya.
Ramai orang yang kaya-raya, tetapi tidak tahu mahu dihabiskan ke mana kekayaannya. Lalu, kelab-kelab malam dan pusat-pusat hiburanlah menjadi tempat dia menghabiskan harta kekayaannya. Dia sangka mungkin di situ dia akan dapat bertemu ketenangan, kebahagiaan dan kedamaian hidup, tetapi setelah berhari-hari lamanya, dia masih gagal menemukan apa yang ingin diisi di dalam jiwanya yang kosong itu. Di wajahnya terukir senyuman, tetapi di balik hatinya, dia dirudung masalah dan kedukacitaan memikirkan makna di sebalik kehidupan yang dia miliki sekarang.
Ramai orang yang ingin jadi seperti artis-artis barat. Mereka itu famous dan glamour. Dikenali ramai. Pergi ke mana-mana pun ada peminat. Hidupnya hebat, makannya hebat, cara pakainya hebat, semuanya hebat-hebat belaka di mata kita. Kita mungkin sangka hidupnya itu penuh kegembiraan dan keseronokan. Kaya, cantik, diminati ramai. Tetapi betapa ramai artis-artis Barat itu yang kehidupannya telah rosak, rumah tangganya runtuh tidak tahan lama, bahkan sebahagiannya tanpa segan silu menjual maruah mereka untuk secebis nama yang mereka miliki pada hari ini.
Maka, apakah itu yang kita cari di dalam kehidupan yang singkat ini?
Apakah semua itu menjadi tempat kita meletakkan harapan untuk diri kita di dalam kehidupan ini?
Miliki Harapan Yang Sebenar
Kalau itu yang menjadi tempat kita meletakkan harapan dan pergantungan, maka ketahuilah bahawa suatu hari nanti, semua itu akan hancur, mati dan rosak.
Ketika kita susah dan dilanda pelbagai masalah sehingga membuatkan kita rasa ingin berputus asa dalam kehidupan, apakah ketika itu kekayaan dan segala kemewahan yang ada pada diri kita mampu membantu kita keluar dari lubang masalah yang kita hadapi itu?
Ketika kita rasa perit menanggung bebanan ujian di dalam kehidupan ini, apakah dengan kedudukan hebat yang kita miliki serta peminat yang ramai itu mampu membantu kita mengurangkan keperitan itu?
Tidak. Tidak sekali-kali.
Kadang, manusia rapat dengan kita hanya kerana ingin menikmati dan menghisap segala kelebihan yang ada pada diri kita. Bila kita susah, tidak sedikitpun dipedulikannya kita. Malah, kita ditinggalkannya pula.
Maka, apakah semua ini menjadi tempat kita meletakkan harapan kita?
Kita letakkan harapan pada benda yang tidak kekal lama, pastilah ia tidak akan mampu membantu kita mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki dan kekal selamanya itu.
Lalu, pada siapakah patut kita letakkan harapan dan pergantungan hidup ini?
Letakkanlah pergantungan dan harapan kita pada Allah s.w.t. Allah s.w.t. sajalah yang akan memberi ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki pada kita. Di saat kita dilanda pelbagai masalah, sekiranya kita berdoa meminta penyelesaian dengan penuh keyakinan daripada Dia disertakan dengan usaha kita, pastilah kalau tidak selesai sekaligus pun masalah itu, sekurang-kurangnya Dia telah menghembuskan kedamaian ke dalam jiwa kita.
Di saat orang lain mungkin tertekan dan putus asa menghadapi segala keperitan dalam kehidupan, kita tahu kita ada Allah. Kita sudah minta kepada Dia dan kita pun rasa lebih tenang untuk menghadapi segala masalah yang mendatang.
Di saat orang lain merasa tidak cukup dengan apa yang telah mereka miliki, kita tahu kita ada Allah. Allah akan sentiasa mencukupkan keperluan kita. Hatta, kalau kita ini bukan orang kaya sekalipun, itu tidaklah menjadi masalah untuk diri kita kerana Allah akan sentiasa mencukupkan keperluan hamba-hambaNya yang tunduk kepada-Nya.
Kita ada Allah yang melebihi segala-galanya. Tidaklah ada apa yang lebih baik dalam kehidupan ini selain daripada menyandarkan diri kita dan menggantungkan harapan kita sepenuhnya pada Dia setelah usaha kita di dalam kehidupan.
Ketika manusia meninggalkan kita, kita ada Allah.
Ketika manusia menyisihkan kita, kita masih ada Allah.
Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Tidak akan pernah jemu mendengar rintihan kita. Dia sentiasa ada untuk mendengar segala pengaduan kita.
Penutup : Inilah Makna Kehidupan Yang Dicari
Kita akan bertemu makna dalam kehidupan ini bila kita kembali kepada Allah s.w.t. Renungilah surah Ad-Dhuha dan kita akan dapati seolah-olah Allah bercakap kepada kita meminta kita mengingati bahawa apa yang telah kita miliki ini, Allahlah yang beri sebenarnya.
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu).
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”
Di akhir surah, Allah menutup dengan kalam-Nya, “ Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).”
Kalau kita miliki kekayaan, maka kekayaan itu kepunyaan Allahlah yang telah menganugerahkan kepada kita untuk melihat bagaimana kita menguruskannya. Kalau kita memiliki rupa yang baik, cantik atau handsome, maka itu anugerah Allah untuk melihat bagaimana kita menguruskannya.
Bila kita kembalikan semuanya kepada Allah, meletakkan setinggi-tinggi sandaran kepada Allah, bukan pada apa yang kita miliki, maka pastilah kita akan bertemu makna pada kehidupan kita ini.
Hanya bila kita jauh dari Allah, meletakkan harapan dan sandaran pada selain Dia, maka kita akan terumbang-ambing mencari arah. Kembali pada Allah dan pastilah Dia akan menganugerahkan kita sakinah (ketenangan).