Trinity's Blog, page 21

November 4, 2012

Ice Hockey, bir, dan cewek


Kedua kalinya ke tempat yang sama, saya pasti melakukan hal yang berbeda. Seperti ketika ke Helsinki, Finlandia, pada Oktober 2012, teman saya, Henna, mengajak nonton pertandingan ice hockey – olah raga nasional negara Finlandia, seperti Indonesia dengan badminton atau sepak bolanya. Sebagai penggemar (nonton) olah raga, tentu saya mengiyakan meski agak deg-degan karena ini pertandingan “laki banget”.


Kami nonton SM-liiga atau liga profesional ice hockey senegara Finlandia, antara klub tuan rumah HIFK (Idrottsföreningen Kamraterna i Helsingfors­) dari Helsinki melawan klub Pelicans dari Lahti. Pertandingan di Helsingin jäähalli dimulai jam 18.30, tapi kami minum-minum dulu di bar sekalian kenalan dengan Jani (ini nama cowok loh), teman Henna yang suporter HIFK. Sekilas ia bercerita tentang olah raga ice hockey yang dijuluki “The fastest game on earth”. Kenapa Finlandia sepak bolanya tidak sebaik Swedia dan Denmark karena katanya olah raga kebanggaan Finlandia adalah ice hockey. Ngeles!


Kami cewek-cewek disuruh pake baju warna merah, warna khas HIFK – seperti merah bagi tim sepak bola Manchester United. Jani sudah membelikan tiket via internet seharga 29,50 Euro/orang. Cukup mahal, padahal itu adalah tiket kelas kambing alias yang paling murah. Dengan selembar kertas hasil nge-print, kami masuk ke dalam stadion dengan tertib, nggak pake dorong-dorongan, padahal nggak pake besi pembatas antrian. Petugas di pintu hanya membawa alat pembaca bar code dan memindainya pada kertas. Canggih ya?


Masuk ke dalam stadion ternyata tidak langsung ice rink, namun ada koridor luas yang penuh dengan bar! “Nonton ice hockey paduannya adalah bir”, kata Jani. Sebelum pertandingan, pas break selama 18 menit, dan sesudah pertandingan, orang ke luar rink dan minum bir. Ini memang acara cowok-cowok dan gengnya: ngebir-nonton-ngebir-nonton dan seterusnya . Bagusnya, alkohol nggak boleh dibawa masuk ke arena, tapi makanan dan minuman lain boleh. Jadilah saya nonton sambil makan nachos dan minum jus jeruk. *anak baik*


Penonton wanita mungkin hanya 20% dari keseluruhan, namun anak-anak ada juga yang nonton. Kapasitas stadion sejumlah 8200 kursi terisi 80%nya. Hebatnya, kursi semua bernomor dan penonton duduk sesuai nomor di tiket. Tiket kami yang kelas kambing itu ternyata paling atas, paling jauh, dan paling bikin nyer-nyeran bagi yang takut ketinggian. Masalahnya, tingkat kemiringan kursi penonton sangat curam. Naiknya aja sampe ngos-ngosan. Pas duduk, telapak kaki saya aja sejajar dengan pundak penonton di depan saya!


Ice hockey pada dasarnya adalah olah raga hoki yang dimainkan di atas es. Jadi masing-masing pemain pake sepatu ice skate, memegang stick dan saling berebut “bola” untuk digolkan ke gawang lawan. Olah raga ini diciptakan oleh Canada dan diminati oleh negara-negara bersalju. Satu tim terdiri dari 20 orang pemain, termasuk pemain pengganti. Dalam 1 pertandingan 1 tim yang main hanya 5 orang plus 1 orang penjaga gawang. Luas rink lebih dari setengah luas lapangan sepak bola, namun garis terluarnya ditutupi dinding tembus pandang. Pertandingan terdiri dari 3 game, masing-masing selama 20 menit. Semua pemain memakai seragam khusus yang tampak seperti robot karena terlalu banyak pelindung di seluruh tubuh, termasuk helm. O ya, dalam satu tim pasti ada pemain yang pake helm berwarna emas. Itu artinya si pemain adalah pencetak gol terbanyak di klubnya. Artinya juga, ia akan selalu diincar oleh tim lawan dan sering dihajar. Aww!


Ya, ini adalah olah raga keras! Wasitnya ada 4 orang yang masing-masing memakai sepatu ice skate dan helm. Tugas wasit ini berat, karena mereka sendiri harus bergerak cepat, baik mata maupun kaki, untuk mengawasi pertandingan dan… melerai perkelahian! Yep, tak jarang antartim saling dorong dan pukul sehingga harus dilerai wasit. Ice hockey tidak mengenal kartu kuning dan kartu merah, tapi kalau salah seorang pemain melakukan pelanggaran, hukumannya adalah penalti. Artinya si pemain “disetrap” dengan cara dimasukkan ke dalam kotak di luar rink dan disuruh duduk selama 2 menit! Hehe!


Pertandingan berjalan seru juga. Para pemain yang berseluncur di atas es ini memang sangat cepat bergerak, udah kayak nonton bulu tangkis karena kepala kita cepat nengok kiri dan kanan. Bola nggak ada sistem keluar garis, karena sengaja dipantulkan ke tembok untuk mengoper ke pemain lain. Wah, ilmu main biliard juga penting untuk bisa jago main ice hockey rupanya. Pergantian pemain udah nggak pake diumumin segala, tapi tau-tau diganti sekaligus 5 orang.


Nonton ice hockey sama kayak nonton sepak bola. Penonton memakai atribut tim kesayangannya sehingga stadion sebagian besar berwarna merah, warna tim tuan rumah. Mereka juga menyanyikan yel-yel klub. Teriakan penonton, ah-uh, makian, dan tepuk tangan membahana di sepanjang pertandingan. Bedanya, nggak ada terompet atau drum. Menurut Jani, itu kampungan dan hanya terjadi di klub kecil di desa.


Nah, olah raga laki begini tidak mungkin tidak ada “pemanis”. Maka tersedialah cewek-cewek cheerleaders pake rok mini (padahal lagi winter) yang berjoget di antara penonton. Setiap ada “tendangan bebas”, stadion memutar lagu dan mereka berjoget seksi bersama pom-pomnya. Selain itu, setiap break masuklah cewek-cewek seksi ber-ice skating pake tank top dan hot pants. Maksudnya kayak cewek pembawa papan di pertandingan tinju gitu, tapi di ice hockey mereka bawa sekop! Ternyata mereka bertugas untuk meratakan es di depan gawang, tapi sambil senyum-senyum dan dadah-dadah ke penonton. Oke deh!


Singkat kata, HIFK menang 4-1 melawan Pelicans. Pertandingan ice hockey bukan hanya sekedar nonton pertandingan olah raga, tapi juga tempat hiburan – hang out bareng geng sambil ngebir dan cuci mata. Mungkin maksudnya biar suasana dinginnya es jadi “panas” :)





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 04, 2012 09:40

October 23, 2012

Rusia seram?


Dulu pada saat Rusia masih bernama CCCP atau USSR atau Soviet, rasanya mereka adalah negara yang sangat menyeramkan. Apalagi saya besar pada zaman Orba dimana komunis itu digambarkan sebagai “bahaya laten yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya” (anjrit, bahasa gue Orba banget!). Belum lagi gambaran pasukan Rusia yang berjubah panjang dan peci tinggi berbulu. Atau “joke” yang mengatakan kalau mereka ngga bener, akan dibuang ke Siberia yang superdingin untuk kerja paksa. Sebagian besar film Hollywood pun menggambarkan orang Rusia sebagai musuh bebuyutan, apalagi film-film James Bond. Bahkan Lord Voldermort di film Harry Potter aja beraksen Rusia!


Apply visa turis ke Kedutaan Rusia pun salah satu yang teraneh syaratnya, karena harus dapat undangan dari pihak hotel atau travel agent yang sudah ditunjuk pemerintah Rusia. Peraturan aneh lagi adalah begitu tiba di Rusia, setiap tiga hari sekali atau pindah kota, turis harus mendaftarkan diri ke kantor imigrasi kalau tinggal di penginapan atau kantor polisi setempat kalau nebeng di rumah orang! Hadeuh! Tentunya semua ini nggak akan pusing diurus kalau kita jalan-jalan ikut tour yang sudah diurus travel agent di Indonesia sehingga semuanya jelas dan terdaftar, sayangnya saya cuma backpacker tanpa arah. Maka tak heran saya deg-degan setengah mati begitu mengantri di imigrasi bandara di Moscow, tapi ternyata tidak terjadi apa-apa. Saya cuma disuruh buka kaca mata untuk menyamakan foto paspor, lalu paspor dicap. Kalau kata buku Lonely Planet, lebih mudah masuk ke Rusia daripada keluar.


Yang bikin saya shock, begitu keluar dari airport Domodedovo ternyata semua petunjuk ditulis dalam bahasa Rusia dengan alfabet Cyrillic! Bertanya ke orang lokal pun percuma karena mereka tidak ada yang bisa bahasa Inggris. Berbekal petunjuk cara mencapai hostel dalam bahasa Inggris ternyata tidak cukup karena saya makin pusing ketika harus naik Metro. Nama stasiun, jalur, arah semuanya dalam bahasa Rusia! Saya melipir ke warung di stasiun KA untuk makan dan menenangkan diri. Sekali lagi saya shock, saya makan sepotong paha ayam panggang dan air putih botol seharga 310 Rubel atau hampir Rp 100 ribu – wah, bener berarti yang dibilang bahwa Rusia adalah negara mahal. Akhirnya saya menggunakan ilmu “cari 8 titik perbedaan” untuk menemukan nama stasiun dan jalur dalam alfabet Cyrillic ke dalam bahasa Inggris dan sampailah di hostel.


Kesan pertama sampai di Rusia, tidak seseram yang saya bayangkan. Malah lebih seram ketika dulu tahun 2006 pertama kali ke Vietnam. Orang-orang Rusia ya seperti orang Eropa pada umumnya, bermuka datar dan berjalan cepat saking dinginnya (saat itu suhu udara 4°C). Soal bahasa Inggris, ya hanya petugas resepsion hostel yang bisa berbahasa Inggris, tapi toh kami sukses ngiter-ngiter. Si Yasmin yang bodinya lebih kecil daripada saya tapi bawa ransel lebih gede daripada saya malah beberapa kali ditolong pemuda lokal untuk dibawakan saat naik tangga.


6 hari di Moscow dan 4 hari di Saint Petersburg memang tidak cukup untuk menggeneralisasikan Rusia, tapi saya hepi jalan-jalan di sana. Karena memang sengaja tidak ada persiapan untuk mempelajari negaranya, kami berjalan-jalan seadanya dan senemunya aja. Itupun tetap membuat saya kagum dengan sistem transportasi publik yang ekstensif, toilet umum yang bersih, dan orang-orang yang disiplin. Yang disayangkan adalah museum-museumnya yang keren tapi kurang informasi dalam bahasa Inggris. Saya juga tidak menyangka bahwa Rusia memiliki begitu banyak destinasi wisata berupa gereja-gereja yang supercantik, terutama Church of the Saviour on Spilled Blood, bahkan sebagian di antaranya masih digunakan warga lokal untuk beribadah.


Yang saya tangkap malah cewek-cewek Rusia cantik-cantik bak model, sementara cowok-cowoknya ya kayak di film-film Hollywood gitu deh. Surprisingly, banyak cewek merokok dan banyak cowok yang bau vodka. Beberapa kali saya menyaksikan cowok-cowok mabuk berantem di tempat umum, atau tiba-tiba jatuh di elevator saking mabuknya. Polisi yang banyak berkeliaran di tempat umum pun kerjanya jadi sering melerai perkelahian!


Anyway, kesan negara komunis atau negara bertirai besi benar-benar tidak terasa. Meski Red Square dan Kremlin namanya cukup intimidatif, ternyata merupakan tempat yang indah untuk dikunjungi, bukan tempat yang bikin deg-degan karena gambaran media.





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 23, 2012 03:20

October 14, 2012

Mencret di Udara


Semalam sebelum berangkat traveling, saya selalu nggak bisa tidur. Katanya karena too excited sehingga adrenalin memuncak dan mata susah merem. Tapi kalau tahu mau pergi dalam waktu yang sangat lama, sialnya, saya mesti jatuh sakit. Sudah dua kali saya mengalaminya, yaitu sebelum berangkat ke Semarang dan Manila untuk kuliah. Dua-duanya badan saya meriang nggak karuan, ditambah lagi dengan perut mulas dan mencret-mencret.


Perasaan itu muncul lagi ketika saya mau berangkat round-the-world trip selama setahun. Orang pikir saya yang “tukang jalan-jalan” itu nggak bakal nervous, tapi itu salah besar! Dua hari sebelum keberangkatan.. saya tumbang! Badan tiba-tiba meriang nggak karuan, lemas, pusing, dan diperparah dengan mencret. Dua hari terakhir yang seharusnya saya gunakan untuk bertemu teman-teman dan bela-beli barang jadi gagal karena saya hanya bisa meringkuk di tempat tidur. Bahkan packing aja belum karena lemas tak bertenaga.


Kata ibu saya sih suhu tubuh saya normal, mungkin karena saya hanya “demam panggung” aja. Dua hari terakhir saya pake untuk tidur. Lalu badan udah enakan, eh diarenya malah bertambah parah. Saya yang tadinya mau berangkat jadi tertunda-tunda karena setiap mau masuk mobil, saya terbirit-birit ke toilet. Akhirnya saya memakai pembalut wanita, takut moncor di celana. Sampai di bandara Soekarno-Hatta pun begitu. Setiap ada toilet, langsung belok.


Perjalanan di pesawat antara Jakarta-Doha selama 9 jam adalah my worst nightmare! Mencret di darat aja udah sengsara, ini mencret di udara! Ya ampun, baru aja pasang seat belt, perut udah bergemuruh minta keluar! Detik-detik menunggu lampu tanda aman buka seat belt terasa lamaaa banget. Sepanjang malam entah berapa kali saya terbirit-birit ke toilet. Itu pun nggak bisa lari beneran karena saya harus berjalan cepat dengan selangkangan tertutup bak kaki X karena takut ambrol! Mending kalo toilet lagi kosong, kalo lagi ngantri saya sampe mau nangis menahan!


Karena toilet pesawat yang kecil dan berdinding tipis, hal yang paling memalukan adalah bunyi “brebet-brebet” kedengeran sampai ke luar! Belum lagi baunya yang merebak melalui kisi-kisi pintu, yang katanya Yasmin baunya dari kursi nomor 40 bisa kecium sampai ke nomor 20. Hadeuh! Belum lagi, flush toilet pesawat pake sistem sedot vakum, bukan air. Jadinya kotoran masih nempel di dinding kloset gitu! Jadilah saya mengambil air pake tangan di wastafel lalu menyiramnya ke kloset berkali-kali. Untuk meminimalisasi suara dan bau, setiap “brebet” saya langsung flush dan semprot pake parfum. Begitu kelar dan lagi pasang celana, eeh perut udah bergemuruh lagi – padahal pintu udah digedor penumpang lain yang mengantri. Ah, TIDAAAAAAKKK!!


Makanan pesawat yang biasanya saya sikat habis, hanya berani saya makan nasi dan rotinya aja. Makanan berbumbu makin merangsang ingin keluar, meski apapun yang masuk langsung keluar. Karena lemas, saya harus banyak minum. Tapi tau dong kalo di pesawat, seberapa banyak sih kita bisa minum? Saya cuma dikasih pramugari, air kemasan yang 100 mili! Jadilah setiap habis ke toilet, saya langsung minum di dapur dan refill berkali-kali.


Mendarat di Doha untuk transit, saya sudah hampir semaput karena lemas. Saya pun memaksakan diri ke klinik medis yang tersedia di bandara. Pantas aja susah dicari, saya baru tahu kalau lambang palang merah sebagai lambang medis itu di sini tidak berlaku. Lambang di Doha adalah bulan sabit putih dengan warna latar hijau, yang sebelumnya saya pikir lambang mushola. Masuk ke dalam klinik, ternyata sedang ada kakek-kakek bule yang meracau di kursi rodanya. Rupanya dia mabuk. Saya pun diperiksa oleh dokter Arab yang kurang lancar berbahasa Inggris.


Did you hoek hoek?” tanya dokter sambil menirukan gaya orang muntah.

Soon I will if you don’t give me the medicine!” jawab saya.

Did you tarra tarraaa rraaa?” tanya dokter lagi, sambil duduknya ganti agak nungging dan tanggannya mengibas-ngibas dari arah pantatnya. Oh, maksudnya apakah saya mencret.

Yes. A lot.” jawab saya sampe mau nahan ketawa atas usahanya berkomunikasi sambil berpantomim.


Lalu dokter memberikan 5 butir obat untuk dimimum saat itu juga dan dibekeli 2 butir lagi untuk dimakan enam jam kemudian. Suster pun mencatatkan nama saya berdasarkan paspor. Untungnya gratis tis tis! Sejam kemudian mencret saya agak lumayan menjarang frekuensinya. 7 jam transit hanya 3 kali saya ke toilet. Tapi saking ngantuknya, saya cuek tidur terlentang di ubin lantai bandara karena quiet room penuh. Perjalanan selanjutnya rute Doha-Moscow selama 5 jam, saya hanya sekali ke toilet. Dua hari kemudian saya pulih total. Saya pun menikmati jalan-jalan di Moscow.





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 14, 2012 01:13

October 8, 2012

I’m on a Round-the-World trip!

#TNTrtw


Udah pada baca buku “The Naked Traveler 4” belom? Baca deh halaman terakhir paragraf terakhir. Jadi ceritanya, saya akan RTW (round-the-world) trip alias jalan-jalan keliling dunia selama setahun. Auooo! Jadi itulah alasan kenapa tiba-tiba rambut saya cepak kayak ABRI: supaya nggak usah repot cari salon untuk potong rambut selama setahun ke depan!


Dari baca-baca blog orang bule, RTW itu sepertinya biasa aja dilakukan. Konon tradisi ini dimulai oleh bangsa Inggris pada tahun 1960an. Ada yang menyebut “gap year” alias setahun backpacking, umumnya setelah lulus SMA sebelum masuk kuliah. Ada juga yang menyebut “career break” alias orang kantoran biasa yang udah mati bosan kerja lalu memutuskan jalan-jalan keliling dunia. Ada juga yang karena patah hati jadi jalan-jalan hampir setahun, seperti buku/film “Eat, Pray and Love”.


Bagaimana dengan saya yang memang berprofesi sebagai tukang jalan-jalan? Well, nggak penting sih dikategorikan sebagai apa. Yang jelas alasannya simple aja. Karena tujuan utama saya adalah benua Amerika Selatan, maka akan sangat rugi kalau cuma jalan-jalan beberapa minggu atau beberapa bulan aja. Saya juga menganggap trip ini adalah investasi. Sebagai travel writer dan penulis buku, saya harus terus berinovasi terhadap produk-produk saya. Saya tidak boleh terlalu lama berada di zona nyaman, seperti pergi ke destinasi yang jamak, nunggu disponsorin, atau cuma leyeh-leyeh menikmati royalti.


Pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah: “Duit dari mana?”. Namanya juga investasi, jadi awalnya ya harus keluar modal sendiri dulu. Modalnya dari mana? Ya nabung dari penghasilan saya dong! Sembari jalan ntar, saya masih nerima job yang bisa dilakukan secara online seperti jadi kontributor untuk majalah atau jadi buzzer. Pulang dari sana, akan jadi buku The Naked Traveler 5, atau mungkin jadi program jalan-jalan di TV karena saya berencana untuk mendokumentasikannya pake video. Makanya bantulah perjalanan saya dengan membeli buku-buku saya ya? Dari hasil penjualan buku maka saya akan mendapat royalti yang akan saya gunakan untuk jalan-jalan untuk jadi buku baru lagi! :)


Saya jalan nggak sendiri kok, tapi sama sahabat saya sejak kuliah, si Yasmin. Ide RTW ini sebenarnya tercetus bareng. Kami memiliki ritual untuk merayakan ulang tahun bersama dengan melakukan sesuatu yang nekat, sebagai afirmasi bahwa kami “tetap muda”. Hehe! Rencana RTW ini merupakan niat kami sejak 5 tahun yang lalu. Awalnya target kami mau ke Macchu Piccu di Peru. Tapi mengingat harga tiket pesawat yang supermahal, maka supaya hemat kudu sekalian keliling benua Amerika Selatan dengan cara ngeteng jalan darat. Malah tadinya rencana hanya beberapa bulan akhirnya “melar” jadi setahun, dengan menambah benua Eropa karena Yasmin belum pernah ke sana.


Si Yamin malah lebih ekstrim lagi. Dia barusan menjual rumahnya sebagai modal RTW. Alasannya, “Kalo wis tue dan masih single, duit dikumpulin buat apa kalo nggak buat dinikmatin sendiri?” Saya kasih #JLEB untuk yang setuju tapi tidak berani :p. Maklum, prinsip kami adalah Money is better spent on experiences than on material things.


Jadi bakal ke negara mana aja? Bagaimana dengan visanya? Saya sendiri belum tahu! Yang udah pasti saya cuma punya 2 tiket pesawat, yaitu: Jakarta-Moscow dan Frankfurt-Rio de Janeiro. Sisanya mau jalan darat naik bus atau kereta api. RTW dengan paspor RI emang butuh perjuangan ekstra  (cerita lengkapnya akan diposting di blog). Yang jelas, saya sudah punya 4 visa, yaitu Rusia, Schengen, Brazil dan Amerika Serikat – semua ada tanggal expire-nya. Trus, kalo duitnya abis sebelum setahun gimana? Ya balik aja. Kayak gitu kok repot. Jadi.. gimana ntar aja di sana! Waktu masih panjang, nggak usah buru-buru.


Secara tidak sengaja, saya baru sadar bahwa keberangkatan kami adalah pada tanggal 10 bulan 10 jam 00.10! Angka 10 kan angka sempurna! Silakan sering-sering buka blog ini untuk baca pengalaman seru saya, lihat petanya di situ supaya tahu saya lagi ada di mana, dan follow akun Twitter, Facebook, Instagram, YouTube saya. Jangan lupa, hashtag-nya adalah #TNTrtw. Wish me luck!





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 08, 2012 22:54

September 25, 2012

Peluncuran buku “The Naked Traveler 4”

Buku travel yang paling ditunggu pembaca Indonesia, “The Naked Traveler 4”, akhirnya terbit! Buku ini merupakan buku sekuel The Naked Traveler keempat  setelah ketiga sekuel buku sebelumnya menjadi buku travel paling laris di Indonesia.


Peluncurannya akan diadakan pada;


Hari/Tanggal: Sabtu, 29 September 2012

Jam: 14.00 – 16.00 WIB

Tempat: East Mall – Void Lantai 3 (dekat Food Louvre), Grand Indonesia Shopping Town, Jln. MH.Thamrin No.1, Jakarta 10310

MC:  Hans Lango

Acara: Talk show, tanya-jawab, quiz berhadiah, book signing, foto bareng… Gratis!


Acara peluncuran buku “The Naked Traveler 4” ini juga bisa dikatakan sebagai event terakhir Trinity tahun ini. Mulai Oktober 2012, Trinity bertekad untuk jalan-jalan keliling dunia selama satu tahun dengan menggunakan paspor RI. Maka jangan lewatkan kesempatan satu-satunya untuk mendapatkan tanda tangan Trinity sebelum dia ngacir.


Selain tersedia penjualan semua bukunya dengan harga diskon, tersedia pula berlangganan Majalah Jalanjalan dan merchandise khusus travel dari KemasKemas.


Sinopsis buku


Jalan-jalan bersama Trinity memang tak ada habisnya. Tiga seri buku laris The Naked Traveler ternyata tak cukup untuk menceritakan pengalaman serunya menjelajah ke berbagai belahan bumi. Sesuai ciri khasnya, Trinity mampu memberikan “kesan baru” pada setiap tempat yang ia singgahi. Selalu bikin kejutan, cekikikan, deg-degan, bahkan jadi bahan pelajaran.


Kali ini, kita akan diajak berkeliling Indonesia, mulai dari Bangka, Kalimantan, Gorontalo, Raja Ampat, sampai ke pantai-pantai terpelosok yang kita tidak pernah dengar namanya sebelumnya. Perjalanannya ke luar negeri pun tak kalah seru, seperti bersafari di Namibia bersama ribuan zebra, ngebut naik motor gede di Turki, rela dipenjara demi melihat ikan hiu Jaws di Afrika Selatan, dan wisata kuliner makan seafood di seluruh dunia. Di buku ini juga Trinity membeberkan kisah hidupnya yang menginspirasi kita untuk berani mewujudkan mimpi. Maka, bersiaplah dengan “virus” Trinity yang dijamin bikin galau dan segera berangkat jalan-jalan!


Info Buku


Judul: The Naked Traveler 4

Penulis: Trinity

Penyunting: Imam Risdiyanto

ISBN: 978-602-8864-65-7

Penerbit: B-First (Bentang Pustaka)

Jumlah halaman: X + 272

Harga: Rp 54.000,-


Tentang Penulis


Trinity berprofesi sebagai tukang jalan-jalan sambil sesekali menulis. Pengalamannya menjelajah dunia selama lebih dari dua dekade dan kepiawaiannya menulis menjadikannya ikon di dunia traveling. Sampai saat ini ia sudah mengunjungi hampir semua provinsi di Indonesia dan 46 negara.


Tulisan perjalanannya yang informatif dan menghibur telah menginspirasi banyak orang untuk traveling, tidak hanya ke luar negeri namun juga keliling Indonesia. Trinity dianugerahi Indonesia Travel & Tourism Awards 2010 sebagai Indonesia Leading Travel Writer dan koran Jakarta Post menyebutnya sebagai “Heroine for Indonesia tourism”. Ia juga menjadi participating author di Ubud Writers & Readers Festival 2011, dan pada Maret 2012 majalah Swa menobatinya sebagai Indonesia Most Influential Personality in Social Media untuk kategori travel.


Sarjana Komunikasi dari Universitas Diponegoro dan Master in Management dari Asian Institute of Management di Filipina ini dulunya adalah “mbak-mbak kantoran” yang memiliki travel blog di naked-traveler.com. Sampai saat ini ia telah menerbitkan enam buku best-seller, antara lain serial “The Naked Traveler” dan graphic travelogue berjudul “Duo Hippo Dinamis: Tersesat di Byzantium”. Ia juga sering menulis untuk berbagai majalah, kontributor reguler di Yahoo! Travel, pengisi program traveling di radio Indika FM, dan jadi pembicara. Ikuti perjalanan gilanya di Twitter @TrinityTraveler.




Untuk pers dan informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Ms. Avicenna Nindya  – Promotion  PT Bentang Pustaka

Tel: 085643151757, E-mail: avee.cenna@gmail.com

Blog: naked-traveler.com





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 25, 2012 10:59

September 18, 2012

Singapore After Dark

Wavehouse Sentosa


Di Singapura malam-malam eh pagi-pagi buta enaknya ngapain ya? Masa udah jauh-jauh ke Singapura, cuman tidur di kamar hotel? Entar kalau ada Formula One (F1) Night Race yang kelarnya jam 12 malam, abis itu ngapain dong? Masa pulang ke hotel pas adrenalin lagi memuncak gini? Jiaah, Singapura adalah kota eh negara maju, jadi pastilah hidupnya 24 jam. Sayangnya, banyak yang belum tau mau ngapain. Padahal aktivitasnya bukan hanya dugem aja kok, bisa makan-makan, menguji nyali, belanja, atau bahkan berolah raga!


Wavehouse – Apa yang terjadi kalau senegara Singapura lautnya nggak bisa buat surfing karena nggak ada ombak? Mereka bikin buatannya! Wavehouse yang terletak di Sentosa adalah tempat surfing buatan, artinya kita naik surf board di atas ombak buatan. Akhirnya saya kesampean juga bisa belajar surfing tanpa harus repot ngejar ombak di laut! Di FlowRider kita bisa belajar surfing sama adik-adik surfer guanteng dengan kulit tanned dan perut kotak-kotak – cuma karena itulah saya bersedia jatuh-bangun di kakinya! Hehe! Wavehouse tutupnya jam 2 pagi loh, jadi kalo pagi buta pengen berolah raga ekstrim.. monggo!



Toast


Tanjong Beach Club – Terletak persis di pantai Tanjong di Pulau Sentosa, restoran dan bar ini buka sampai larut malam, atau sampai pagi tergantung tamu. Full Moon Party-nya sangat ditunggu setiap bulan, isinya anak muda berbaju pantai – cewek berbikini, cowok telanjang dada. Makanannya pun luar biasa. Menu andalan yang digilai orang adalah Foie Gras Kaya Toast (roti bakar dengan olesan srikaya dan foie gras). Rasa manis olesan srikaya campur gurihnya hati angsa ini uenaknya gila! Sebelum dituduh, prinsip saya: selama hewan bisa diternakkan, saya nggak apa-apa makan.


1-Altitude – Bayangin, tempat ini adalah the world’s highest al fresco bar dan juga titik tertinggi di Singapura. Di puncak gedung ketinggian 282 meter atau 63 lantai, kita bisa mimi-mimi cantik sambil melihat gemerlapnya pusat kota Singapura dengan pemandangan 360°. Siap-siap dengkul lemes karena bar tanpa atap ini hanya dikelilingi pagar kaca tembus pandang setinggi dada! Setiap malam sampai jam 10 ada live music, baru abis itu DJ beraksi. Inget, ke sana harus berbaju rapi dan minimal berusia 21 tahun. Wikdey tutup jam 2 pagi, tapi kalau wiken tutup jam 4 pagi. Aseeek!


Arab Street – Disebut Jalan Arab karena dulunya pendatang asal Arab tinggal di daerah ini. Patokannya adalah Sultan Mosque, Masjid terbesar di Singapura yang berwarna keemasan. Bagi turis Muslim, daerah ini merupakan pusat makanan halal. Tapi jangan bayangin makanan Melayu atau Turki aja, malah ada juga makanan Prancis dan Swedia. Favorit saya adalah restoran Swedia bernama Fika untuk makan Swedish Meat Balls yang terkenal itu. Disebut juga Kampong Glam, bangunan di daerah sana masih menempati shophouse yang dicat warna-warni, bahkan dibuat mural yang keren. Jangan lupa ke gang Haji Lane, pusat butik indie Singapura yang toko dan koleksi bajunya sangat kreatif. Hebatnya, daerah ini hidup 24 jam. Jadi pagi buta masih bisa ngopi dan makan di tempat yang relatif murah.


Mustafa Center – Ini tempat belanja yang paling disukai (sebagian besar) orang Indonesia!  Terletak di daerah Little India, toko ini buka 24 jam 365 hari dalam setahun! Toko eh mall setinggi 6 lantai ini jualannya macem-macem, mulai dari suvenir, baju, sepatu, buku, perhiasan, sampe barang elektronik! 


Eksterior The White Rabbit


Dempsey Hill – Dulunya daerah ini bekas barak tentara Inggris, sekarang jadi tempat elit berisi restoran, bar dan toko antik. Lanskapnya keren deh, berbukit-bukit dengan pepopohan besar dan rimbun. Favorit saya dan banyak orang Singapura adalah sebuah restoran bernama The White Rabbit yang bangunannya bekas gereja di abad 19. Semuanya tidak berubah, kecuali furnitur dalamnya aja. Menunya makanan Eropa klasik dengan koleksi wine yang lengkap. Menunya berganti dalam jangka waktu tertentu sehingga setiap ke sana nggak bosan. Terakhir ke sana, saya makan Chilled Crab Cocktail dan Slow-Cooked Dorper Lamb Saddleyang bisa orgasme saking enaknya! Kalo nggak sempet makan di sana, barnya tutup jam 2 pagi kalo wiken.


Clarke Quay – Ini tempat gaul di pinggir Singapore River yang berjajar restoran dan nightclub, sebagian besar semi outdoor jadi puas to see and to be seen. Harus nyoba G-5 Extreme Swing (ayunan raksasa yang diluncurkan dari ketinggian 50 meter) dan G-Max Reverse Bungy (kursi yang dilontar ke udara setinggi 60 meter dengan kecepatan 120 km/jam). Bukanya sampe jam 3 pagi kok, jadi minum-minum aja dulu sampe tipsy sehingga agak berani naik! Hehe!


G-Spa – Bagi Anda yang abis jam 12 malem udah capek, saran saya ke spa aja deh. G-Spa ini tempat spa keluarga loh, bukan yang plus-plus. Sistemnya unik deh. Kita bayar sekali tapi bisa pake semua fasilitas spa, termasuk makan dan minum unlimited, tanpa batas waktu! Jadi ada fitness, jacuzzi, sauna, steam, ruang leyeh-leyeh, yang semuanya temaram dan tenang. Kalau mau pijet, ya bayar lagi – terapisnya luar biasa powerful jadi bukan modal tampang. Kalau mau cari tempat rileks sambil nunggu transit pesawat, boleh juga ke G-Spa daripada keleleran. Kabar baiknya, setiap Jumat dan Sabtu, spa ini tutup jam 3 pagi!





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 18, 2012 13:43

September 6, 2012

[Adv] Panduan nonton F1 Night Race di Singapura

pic by SingaporeGP


Singapura, negara sekecil itu memang nggak ada habisnya berinovasi. Sudah tahun ke-5 Singapura mengadakan pertandingan balap mobil Formula One (F1), dan kali ini diadakan tanggal 21-23 September 2012 dengan lebih dari 100 mobil balap F1 akan bertanding di sirkuit Marina Bay. Gilanya lagi, F1 di Singapura ini satu-satunya di dunia yang balapannya di malam hari (night race) dan di atas jalan raya kota! Posisi 2012 Formula 1 Singtel Singapore Grand Prix sebagai perlombaan ke-14 dalam kalender kejuaraan ini udah pasti seru!


Kerennya, cuma di Singapura yang acara balap mobil diintegrasi dengan baik dengan acara hiburan sehingga dapat dinikmati segala umur. Tahun ini konser musiknya ada Katy Perry, Maroon 5, Jay Chou, Noel Gallagher’s High Flying Birds, dan Bananarama! Juga ada 53 kelompok seni yang akan manggung di 6 panggung, mulai dari balet, tari Samba, perkusi, beatbox, dan lain-lain. Yep, ini merupakan event tahunan terbesar Singapura!


Cara memilih tiket


Lintasan F1 Night Race aja sepanjang sekitar 5 km, berarti area yang meliputinya sangat luas. Maka cermatlah untuk memilih tiket yang disesuaikan dengan keinginan Anda, seperti:


-          Yang pengen nonton F1 dengan pemandangan paling jelas tapi nggak pake kepanasan serta bisa networking sama pebisnis dunia: pilih Formula One Paddock Club™ yang bisa lihat para pembalap yang nongkong di Team Hospitality Home. Kelas di bawahnya adalah Sky Suite, lalu Club Suite. Biasanya tiket semacam ini sudah di-book oleh korporat untuk entertain para kliennya.

-          Yang ngefans berat sama F1: pilih di Grandstand supaya jelas nontonnya karena di tempat ini Anda duduk di kursi bernomor, bertingkat, dan posisi lebih tinggi daripada jalan. Di Pit Grandstand Anda bisa melihat mulainya balapan dan ngintip garasi para racer. Di Turn 2 Grandstand bisa lihat mobil datang ke arah Anda. Di Bay Grandstand, mobil-mobil balap akan ngebut di bawah kaki Anda. Kalau Anda suka nonton mobil-mobil tabrakan, pilih di Stamford Grandstand.

-          Yang pengen nonton F1 dan konser: ambil tiket Premier Walkabout supaya bebas nonton balapan sekaligus nonton konser dan makan-makan di Zone manapun.

-          Yang nggak gitu doyan nonton F1 tapi pengen nonton konser: ambil tiket Zone 4 Walkabout.


Tiket ini bisa dibeli langsung di sini atau lewat travel agent di Indonesia yang biasanya bikin paket nonton F1 sekalian pesawat dan hotel.


Cara foto bareng pembalap F1


pic by SingaporeGP


Bukan hanya rock band yang punya groupies, tapi juga pembalap F1 yang digilai penggemarnya. Siapa juga yang nggak pengen foto bareng Fernando Alonso, Sebastian Vettel, Mark Webber, Kimi Räikkönen, dan Lewis Hamilton? Udah jago balap, guanteng, tajir lagi! *meleleh* Tidak seperti artis Hollywood yang dikeliling body guard, para pembalap F1 ini masih ramah dan mau diajak foto bareng kok. Saya punya bocorannya nih kapan dan di mana Anda bisa ketemu mereka:


-          Di gerbang masuk Paddock Club dekat Singapore Flyer. Setiap pagi semua pembalap F1 dan timnya pasti berjalan kaki dari hotel untuk masuk ke arena balap dan pasti melewati gerbang ini.

-          Di hotel sekitar arena F1, seperti di hotel Ritz-Carlton Millenia yang superkeren, juga hotel Pan Pacific, Swissotel, dan Mandarin Oriental. Waktu yang baik sih pas sarapan atau pagi-pagi sebelum pembalap berangkat ke arena.

-          Pembalap kadang doyan juga belanja di mall sekitarnya, seperti di Marina Bay Sands, Marina Square, Raffles City, dan lain-lain. Memang kemungkinan kecil, tapi siapa tahu bisa ketemu loh!

-          Pembalap juga suka party. Tempat favorit mereka mimi-mimi alkohol ada di 1-Altitude (al fresco bar tertinggi di dunia), Podium Lounge di hotel Ritz-Carlton Millenia, Ku De Ta di Marina Bay Sands, Long Bar di hotel Raffles, atau New Asia Bar di Swissotel.


Cara cari hotel yang strategis


Kamar Deluxe


F1 ini diadakan di jalan raya biasa di pusat kota Singapura, maka selama 3 hari penyelenggaraannya jalan akan ditutup. Penonton ke mana-mana harus berjalan kaki, oleh karena itu menginaplah di hotel yang dekat dengan sirkuit. Saran saya di Hotel Ritz-Carlton Millenia dan pilih kamar yang menghadap Marina Bay maka Anda berada persis menghadap Bay Grandstand. Kamar dan kamar mandinya yang luas memiliki pemandangan yang superdahsyat – menghadap kota Singapura dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Hotelnya sendiri adalah galeri sampe ada self-guided tour karena memiliki 4.200 instalasi seni, seperti lukisan, patung dan mural.


Cara bikin itinerary yang asyik


Acara F1 ini dibuka setiap hari jam 14.30 karena dimulai dulu dengan balap Ferrari Challenge, Porsche Carrera Club, dan GP2. Di sekitar arena ada semacam bazaar yang jual makanan, minuman, merchandise, bahkan bisa bikin tato-tatoan untuk anak-anak, serta dihibur oleh street artists.


Cihuy!


Supaya nyambung sama suasana adu balap mobil yang menaikkan adrenalin, cobain nyetir supercar Ferrari atau Lamborghini  di Ultimate Drive deh! Anda bisa memilih untuk menyupir sendiri atau jadi penumpang yang duduk di sebelah supirnya lalu dibawa ngebut. Saya udah nyoba, dan rasanya gilaaaa! Atap mobilnya dibuka, mesin mengaum, dan dalam beberapa detik udah kecepatan 100 km/jam sampe rambut saya jadi afro!


Kalo mau aktivitas yang santai-santai, saran saya ke Gardens by The Bay – atraksi terbaru di Singapura. Ini taman kontemporer seluas 101 hektar yang keren banget, terletak di seberang Marina Bay Sands. Ada sih deg-degan dikit, kalau Anda berjalan di jembatan antara Supertrees! Jangan lupa juga ke konservasinya di Flower Dome dan Cloud Forest yang bikin tambah pengetahuan dan cinta bumi.


Sebelum masuk ke arena, isi perut dulu deh. Saran saya, makan siang ala bufet di Straits Kitchen di hotel Grand Hyatt di Orchard Road. Restoran ini sangat terkenal karena konsepnya adalah menghidangkan aneka hawker food yang dimasak oleh chef bintang lima dan menggunakan bahan yang berkualitas. Hasilnya? Makanannya uenak, tempat yang bersih, dan nggak gerah!


Pilihan kedua adalah Peach Garden yang sangat terkenal di Singapura sebagai fine dining masakan Chinese/Cantonese, juga yang jadi catering makanan di Suites F1. Saya makan yang di gedung OCBC Chulia Street, persis menghadap Padang Grandstand, tempat konsernya F1. Daripada bingung, saya ambil Set Menu. Rasanya bikin merem melek saking enaknya!


Kalau sudah menikmati aneka hiburan di area F1, naiklah Singapore Flyer jam 19.45 agar tepat jam 20.00 bisa lihat mobil F1 start di Pit Stop! Pemandangan dari kapsul transparan di atas ketinggian bianglala raksasa ini dijamin paling spektakuler deh! Deru mobilnya aja pasti kedengeran dari sini lho!


Balapan F1 dan acara-acara lain akan berakhir jam 12 malam. Abis itu adrenalin kan masih tinggi, jadi bawaannya nggak ngantuk. Nah, di Singapura pagi buta gitu enaknya ngapain dong?


(bersambung)





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 06, 2012 13:14

August 14, 2012

[Adv] Tanjung Lesung, pantai terbaik di Pulau Jawa

Beach Club @ Tanjung Lesung


Saya suka bingung kalau ditanya teman-teman bule apakah saya tinggal dekat pantai mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Ya dekat sih, satu jam juga nyampe.. tapi kan… you know deh pantai di Jakarta! Ngeliatnya aja udah males. Padahal dulu waktu masih kecil saya suka berenang di pantai Ancol. Kalau sekarang, mana mau?


Sebagai orang yang hobinya berenang di laut, saya memang niat pergi ke pantai-pantai indah di seluruh dunia. Menurut saya, pantai terbagus di Jawa adalah Kepulauan Seribu, Karimun Jawa dan Sempu – tapi semuanya bukan berada di Pulau Jawa, artinya harus naik kapal lagi. Lantas, pantai apa yang terbaik di Pulau Jawa? Pantai di utara Pulau Jawa tidak ada yang bagus menurut ukuran saya. Pantai di selatan Pulau Jawa bagus hanya untuk dipandang tapi tidak nikmat untuk diberenangi – kalo nggak berkarang, ombaknya gede.


Dari hasil browsing, katanya pantai terbaik di Pulau Jawa dan terdekat dari Jakarta ada di Tanjung Lesung, sebuah kawasan seluas 1500 hektar di ujung barat Pulau Jawa yang baru saja diakuisisi oleh PT Jababeka Tbk. Tanjung Lesung terletak di propinsi Banten, sekitar 3 jam naik mobil dari Jakarta atau 30 menit dari Carita. Saya pun mengajak teman-teman travel blogger handal: Rini, Mumun, Veny, Harris dan Barry. Meski bulan puasa, tidak menghalangi niat kami untuk traveling!


Kalicaa Villa


Karena pas berenam orang, kami menginap di Kalicaa Villa (bacanya: kali-ca-a) ambil villa tipe “Bora-Bora 3” yang berisi 3 kamar tidur, 3 kamar mandi, ruang duduk, ruang makan, dapur, dan yang terpenting… ada private pool! Weits, udah kebayang 3 hari ini akan gokil, apalagi bersama temen-temen yang gokil! Untungnya lagi, villa ini ada kamar supir dan kamar mandinya dengan bangunan yang terpisah dengan villa utama.


Siang nyampe Tanjung Lesung, yang tidak puasa langsung makan di Club Villa. Dasar travel blogger sejati, meski puasa mereka keukeuh nyewa sepeda untuk berkeliling! Kawasan ini memang cocok sih untuk berkegiatan outdoor karena masih alami , asri dan sepi. Tapi saya yang pemalas tentu memilih langsung ke Beach Club dan berenang di laut. Nggak nyangka, ada pantai sebagus ini di Pulau Jawa! Pasirnya putih, airnya biru dan tenang.


Jam 5 sore, kami pindah ke Bodur Beach untuk melihat sunset. Sekali lagi saya terpana, ada pantai pasir putih yang bagus begini di Pulau Jawa! Byurr, kami pun berenang dari mulai terang sampai gelap, sambil melihat matahari tenggelam tepat di garis horison laut di depan mata! Jarang-jarang lho bisa berenang sambil memandang sunset begini, terakhir saya melakukannya di Raja Ampat.


Itulah enaknya jalan sama geng travel blogger, sama-sama nggak takut item dan pada jago berenang! Belum puas nyebur di laut, kami masih melanjutkan nyebur di kolam renang villa – kulit kami sampe kisut kelamaan di dalam air! Malam harinya kami barbecue di villa dengan menu ikan, udang dan cumi. Lanjut lagi ngobrol sampe larut malam, ngegosipin pelaku dunia maya. Hehe!


 


Peucang


Keesokan harinya, kami menyewa speed boat untuk island hopping. Ternyata cuaca sedang berangin sehingga ombak lumayan membuat kami teruncal-uncal di tempat duduk dan kuyup kecipratan air laut. 2,5 jam kemudian kami mendarat di Pulau Peucang yang masuk ke dalam Taman Nasional Ujung Kulon. Taman ini termasuk 1 dari 8 situs Indonesia yang terdaftar di UNESCO World Heritage lho! Saya sudah pernah ke Peucang sebelumnya dan menurut saya Peucang memiliki pantai terbaik di Indonesia. Teman-teman saya pergi trekking ke Karang Copong, saya memilih untuk leyeh-leyeh di pantai dan berenang di laut sendirian – secara saya konsisten banget sama hobi. Pulangnya kami mampir ke Cimayang untuk snorkeling.


Bodur Beach


Hari terakhir, kami berencana naik speed boat ke Krakatau, tapi jam 6 pagi tukang kapal memberi tahu bahwa cuaca sedang buruk. Tidak kecewa, kami semua segera ke Beach Club untuk snorkeling. Rupanya di pagi hari, air lautnya sedang pasang sehingga cukup dalam untuk berenang. Terumbu karang dan ikannya pun lumayan bagus dan banyak, salut kepada Tanjung Lesung yang membuat program penanaman terumbu karang. Kami pindah lagi berenang di Bodur Beach yang ternyata airnya lebih tenang di pagi hari. Ya ampun, nikmat dan segernya berenang di laut! Bener deh, Tanjung Lesung memiliki pantai terbaik di Pulau Jawa!




Note: Semua foto diambil dengan menggunakan handphone Samsung S3. Keren ya hasilnya!





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 14, 2012 12:27

August 4, 2012

Rumah Kuburan

Ga ada pintu & jendela


Rumah (orang tua) saya itu terletak di daerah Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Daerah itu terkenal karena TPU Tanah Kusir merupakan salah satu kompleks pemakaman terbesar di Jakarta. Proklamator Indonesia, Bung Hatta dimakamkan di sana, juga banyak artis Indonesia.


Sebelumnya keluarga kami tinggal di daerah Bintaro pada tahun 1980an. Dulu tinggal di Bintaro udah kayak tinggal di tempat “jin buang anak” saking jauhnya dan masih alami banget karena masih banyak sawah dan kerbau. Seiring dengan pembangunan real estate di Bintaro, lama kelamaan macetnya bikin nggak kuat. Akhirnya tahun 1990an orang tua saya memutuskan untuk membangun rumah di sebidang tanah di Tanah Kusir yang bisa menghemat macet sekitar satu jam.


Gokilnya, rumah kami itu kanan-kiri-depan-belakang kuburan! Jadi seperti pulau sendiri di bagian belakang TPU. Di depan dan kiri adalah kuburan Islam, di belakang dan kanan kuburan Cina. Rumah dirancang dengan penampang dari atas berbentuk kotak. Persis di tengahnya ada taman kecil sehingga semua jendela rumah menghadap ke taman, jadi tidak ada jendela yang menghadap ke depan. Karena apa? Karena takut kalo buka jendela pemandangannya langsung ratusan nisan kubur! Itulah makanya kalau rumah kami dilihat dari luar, tidak tampak jendela dan pintu – apalagi teras. Supaya sinar matahari masuk, dipasanglah deretan jendela di bagian atas tembok. Pintu masuk pun dibuat masuk dari samping. Dari luar sepintas rumah kami kayak sekolahan!


Ayah pun menanam pohon bambu yang rapat berjejer di seberang rumah agar pemandangan nisan kuburnya agak terhalang. Ada yang bilang pohon bambu itu mengusir roh jahat, tapi ada juga yang bilang justru tempat bersarangnya hantu. Maka saat selametan rumah baru, ayah mengundang grup pengajian oleh para tetangga dan esoknya kebaktian gereja. Kata ayah, “Hayo mau gimana lagi hantu itu mau masuk? Udah didoakan cara Islam dan Kristen gini!”


Masalah selanjutnya adalah air. Kami tidak menggunakan air dari PAM melainkan air tanah hasil mesin pompa sendiri. Lah, gimana dong airnya? Kan ada sari mayat dari kuburan depan? Hiyy! Ayah langsung beli dispenser dan air galon, lalu membuat peraturan bahwa air yang masuk ke perut harus pake air galon, selebihnya untuk mandi dan siram baru pake air tanah. Kalau ada tamu ke rumah, ada juga yang bertanya, “Ini air apa?” Saya pun suka jahil dengan menjawab, “Air sari mayat. Tapi udah difilter kok. Kalo nggak, kadang ada darahnya, bahkan ada rambut dan gigi dari mayat-mayat di depan.” Ditanggung tamu yang lagi minum langsung muncrat! Hehe!


Meski lokasi rumah kami ini termasuk di tengah kota Jakarta, namun aksesnya agak sulit. Jalan raya yang ada kendaraan umumnya berjarak 2 km dari rumah. Trus, jalan di depan rumah kami ini buntu. Ada sih jalan pintas tapi harus lewat kuburan! Makanya harus punya langganan ojek atau taksi. Kalo malem-malem itu males naik ojek karena abangnya cuek lewat jalan kuburan, jadilah naik taksi. Itupun supir taksinya sering ketakutan sendiri, “Ya ampun, mbak, nggak takut apa tinggal di kuburan begini?” Dan saya pun menjawab dengan kalem, “Udah temenan kok sama hantunya. Tapi bapak hati-hati ya! Kalau jalan pulang liat-liat kaca spion, kali-kali ada yang ‘nebeng’ di jok belakang.” Ditanggung bayar duit kurang pun, supirnya langsung kabur!


Kejadian yang “aneh-aneh” selama ini nggak ada. Palingan anjing-anjing saya suka melolong panjang di tengah malam. Katanya itu tanda “ada yang lewat”, tapi kami sih biasa aja. Zaman sekarang kuburan di tengah kota Jakarta itu nggak serem. Malah dijadiin pusat tempat pacaran! Coba aja malem wiken ke sini, di pinggir jalan parkirlah puluhan motor – sementara penumpangnya semua ngilang karena mojok berduaan di kuburan. Lucunya, pas bulan puasa di kuburan dipasang lampu sorot yang superterang, jadinya bubar deh yang pacaran.


Paling aneh ketika pembantu saya kelindes si Kumbang (mobil kijang saya yang di buku TNT1)! Jadi posisi rumah kami itu agak tinggi, pada saat mobil lupa direm tangan, ia gelinding sendiri sampe menggilas pembantu yang lagi berdiri di belakangnya. Mobil pun nyusruk menabrak pohon bambu dan nyebur di kuburan. Aduh, saya mau ketawa, tapi nggak tega! Hmmpff. Belakangan pohon bambu itu berubah menjadi rumah liar karena dibangun tanpa izin di atas tanah milik TPU.


Oya, kuburan ini memang posisinya ada di lembah. Dari rumah kami yang tinggi, di depannya ada jalan kecil, lalu lembah kuburan, lalu Kali Pesangrahan. Kalau musim hujan, kali ini meluap airnya sampai sebagian kuburan terendam. Pas Jakarta banjir, rumah kami selamat, tapi di depan kami udah kayak danau karena kuburannya tenggelam. Saya suka kasihan lihat keluarga yang ingin nyekar ke makam tapi makamnya tenggelam. Keuntungannya pas banjir, jadi arena pemancingan ikan. Saya jadi ingat sepupu saya dari kampung pernah menginap dan suatu hari ia memasak makanan yang sedap. Pas saya tanya itu daging apa, “Oh, itu kura-kura nemu dari kuburan depan.” HOEKK!


Kenyataannya sih kami semua baik-baik aja tinggal di sini. Malah betah banget. Sekeliling rumah kami masih rimbun pepohonan, anginnya pun sepoi-sepoi segar. Kalau malam masih dengar suara burung hantu, kalau sore dengar suara jangkrik, dan pagi suara kicauan burung liar. Yang penting, masih sepi! Nggak kedengeran ributnya kendaraan lalu lalang, nggak ada polusi asap knalpot. Yang paling oke sih karena lokasi di tengah kota, nggak macet-macet amat, dan gampang diantar-jemput pacar. Eh, ini penting loh. Hare gene anak Jakarta kalo mo ngapel kan liat-liat dulu rumahnya di mana. Males kan kalo harus ngapel ke Cileungsi atau Tangerang. :)





1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 04, 2012 06:22

July 28, 2012

[Adv] #TravelAsyik ke Lombok

Pantai Malimbu


Nggak nyangka jadi blogger itu hanyalah langkah awal, ternyata ia membuka “pintu-pintu” lainnya. Gara-gara ngeblog sejak tahun 2005, saya bisa nerbitin buku, jadi kontributor, punya acara di radio, jadi pembicara sana-sini, masuk TV, dan sekarang jadi juri! Kali ini saya jadi juri kontes #TravelAsyik yang diadakan oleh Anak Asyik. Kontesnya adalah lomba menulis travel khusus bagi blogger yang berumur 17-22 tahun yang hadiahnya jalan-jalan gratis ke Lombok bareng saya (sebenernya saya agak malu, kok jadi kayak artis gitu. Hehe!). Selain itu, si pemenang boleh ngajak sahabatnya dan dapet juga notebook Acer Slim Aspire V5.


Dan pemenangnya adalah… *drum roll*… Anindya Phalita! Dia seorang mahasiswi yang nulis tentang Yogya di blognya. Pertimbangan saya memilih dia antara lain adalah Anin sudah ngeblog sejak SMP, dia niat banget nulis travel-nya, dengan angle unik, foto banyak dan bikin video segala. Anin mengajak temannya, Kisty. Bersama Dita dari pihak Acer, kami cewek-cewek berempat traveling bareng deh ke Lombok. Yihaaa!


Sebenarnya ini kali ketujuh saya ke Lombok, tapi saya nggak bosan-bosannya ke sana. Apalagi kali ini jalan-jalannya udah diatur sama travel agent. Nyampe bandara Soekarno-Hatta udah ada yang check in-in, sampe bandara Lombok udah dijemput guide yang bawa handuk kecil dingin dan air putih dingin di mobilnya, mau makan aja udah nggak usah mikir milih menu. Pokoknya selama tiga hari itu bener-bener kita nggak usah mikir karena semua udah diatur. Ah, nikmat juga ternyata!


Jalan sama Anin dan Kisty yang cantik-cantik ini seru juga. Mereka baru pertama kali ke Lombok. Meski keliatannya menye-menye tapi ternyata anaknya nggak nyusahin sama sekali; nggak takut item,  makannya banyak, dan jago berenang – cocok deh jadi teman jalan saya! Yah, jalan-jalan ke tempat yang menyenangkan bersama teman-teman yang menyenangkan itu asyik banget. Saking asyiknya, 3 hari itu terasa super cepat!


Gili Trawangan


Saya baru kali ini mendarat di Lombok International Airport setelah pindah dari Selaparang. Bandara Lombok yang sekarang keren deh, menurut saya di Indonesia nomor 2 terbagus setelah Makassar. Di Pulau Lombok, kami ke Pura Lingsar, Taman Mayura, trus nginep di hotel berbintang di Pantai Senggigi yang persis di pinggir pantai. Hari kedua, kami pindah ke Gili Trawangan. Kami naik glass bottom boat, snorkeling dan berenang seharian, lalu nginep lagi di hotel berbintang. Hari terakhir balik ke Lombok untuk beli oleh-oleh, ke Pantai Kuta dan Desa Sade.


Sampai sekarang saya masih percaya bahwa “apa yang ada di Bali bisa dilihat di Lombok, tapi apa yang di Lombok belum tentu bisa dilihat di Bali”. Lombok sekarang memang lebih rame sampe saya tidak mengenalinya lagi, tapi pembangunannya masih belum begitu pesat. Masih banyak lahan kosong yang luar biasa bagusnya, terutama di tepi pantai sepanjang jalan dari Senggigi ke Bangsal. Gili Trawangan juga masih cantik, meski terumbu karang yang dekat pantai semakin hancur. Memang sudah seharusnya pemerintah mengembangkan pariwisata tapi juga tidak melupakan kelestarian lingkungan hidup.


Anin di Pantai Kuta


Anyway, saya “sirik” juga sama Anin yang menang kontes #TravelAsyik ini. Dia bisa ke Lombok gratis, naik pesawat dan nginep di hotel berbintang. Dulu waktu seumur dia, saya ke Lombok naik bus puluhan jam sampe pantat tepos. Di Senggigi nginep di Pondok Sederhana yang saya sebut “Pondok Amat Sangat Sederhana” karena kamarnya kecil, sumpek, cuma berisi 1 ranjang kayu yang banyak kutu busuk sampe sekujur tubuh bentol-bentol. Saya inget pertama kali ke Gili Trawangan, boro-boro ada hotel bagus, listrik pun nggak ada. Ih, coba dulu ada kontes nulis seperti ini.. eh tapi dulu belum ada internet deng :(


Sekarang dengan kemajuan teknologi yang pesat begini, semua orang memang harus bijak dalam menggunakannya. Internet itu banyak fungsinya, bila digunakan dengan benar bisa sangat bermanfaat. Contohnya kayak si Anin ini. Dia rajin ngeblog, ikut lomba, dan bisa menang hadiah jalan-jalan gratis. Masa sih kalian nggak kepengen? Mumpung masih muda dan banyak kesempatan! Tapi jangan lupa, menggunakan internet itu juga ada etikanya. Selamat berkarya!





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 28, 2012 13:33

Trinity's Blog

Trinity
Trinity isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Trinity's blog with rss.