Citra Rizcha Maya's Blog, page 5
February 19, 2015
[Review] Forest Gump: Kamu Tak Terlalu Idiot Selagi Kamu Menyadari Bahwa Kamu Idiot

Judul Buku : Forrest GumpJenis Buku : FiksiPenulis : Winston GroomAlih Bahasa : Hendarto SetiadiPenerbit : Gramedia Pustaka UtamaCetakan : I Oktober 1994Tebal : 302 halamanISBN : 979-605-103-6
"Pokoknya nggak enak deh jadi idiot," tapi, "Paling nggak aku bisa bilang hidupku nggak ngebosenin." Begitulah kata Forrest Gump, tokoh novel yang lucu ini. Ketika tim football University of Alabama menarik Forrest dan menjadikannya bintang, itu baru permulaannya. Keluar dari tim football, ia terjun ke Perang Vietnam dan menjadi Pahlawan, lalu menjadi atlet pingpong kelas dunia, pegulat, dan konglomerat. Ia bertemu dengan Lyndon Johnson dan Richard Nixon, juga mengalami pasang surutnya cinta sejati. Dan akhir kisahnya… benar-benar tak terduga.*** Ketika orang normal menyerukan "betapa membosankannya menjadi normal," kupikir itu sangat sombong dan ketika seorang idiot berperilaku lebih dari orang normal tapi tak melupakan betapa idiotnya dia, kupikir itulah yang coba dibicarakan Groom dari novel satir sosialnya yang menjadikan tokoh Forrest Gump menjadi fenomenal, dia menginspirasi juga membuat iri. Ditulis dari sudut pandang Forrest yang ber-IQ sekitar 70 membuat pembaca merasa menjadi dirinya, berpikir dengan cara, berbicara sebagaimana dia yang biasa. Dituturkan secara lucu dan kocak, tak masuk akal tapi jelas kita mencoba untuk mempercayai episode-episode ajaib penuh keberuntungan yang dialami Forrest. Baiklah, mari menjadi idiot dan jalani saja proses hidup, tanpa protes. Semacam Forrest. Forrest hanya menjalani hidupnya dan lihatlah apa saja yang telah dialaminya. Pengalaman hidupnya sangat kaya, lebih dari yang mampu diharapkan orang normal manapun. Ini membuat saya mengingat kutipan entah dari siapa yang berbunyi "Lakukan dengan antusias walaupun kamu melakukan hal yang konyol." Pesan Forrest yang saya tangkap dari sini adalah; fokus, antusias dan totalitas. Buku ini memiliki kekuatan untuk membuat pembaca tertawa, tapi bukan dengan cara murahan, leluconnya sangat cerdas dan berkelas. Misal ketika Forrest menyahuti Curtis si pemarah "Katanya kau idiot, dari mana kau dapat ide kayak begitu?" dan si Forrest bilang saja, "Aku memang idiot tapi aku nggak dungu." Ini membuktikan satu hal, bahwa apa lagi yang lebih sial dari memiliki otak normal tapi tak mau repot-repot menggunakannya? Bagaimana olok-olokan soal propaganda politik lewat media massa pasca pertandingan pingpong dunia yang Forrest lakukan. Dan, tentu saja, we got to peealias "aku kebelet" menjadi slogan saat Forrest dicalonkan menjadi senator, itu terdengar memalukan tapi siapa yang peduli pada artinya lagi ketika semua orang lebih menganggap kata-kata itu sebagai sebuah simbol. Semacam siapa yang peduli jika seseorang idiot, jika dia terlihat 'merakyat' bahkan tanpa perlu pengetahuan politik dia bisa saja terjun menjadi politikus, itu bisa disulap. Untungnya karier politik Forrest tak berkembang sebelum itu menghancurkannya, sehancur hatinya akibat Jenny Curran cinta sejatinya. Pada awalnya buku ini akan terasa membosankan karena penulisannya yang berantakan, penggunakan kata yang seenaknya tapi tentu saja itu bisa dimaafkan karena toh sedari awal Forrest mengaku idiot, dia mengatakan soal pikir memikir dia cukup hebat tapi menulis soal yang dipikirnya, urusannya menjadi kacau. Itu menurut saya adalah salah satu kehebatan Groom, dan bisa nih jadi cara ngeles dari editor soal teknik menulis yang payah, ya tentu saja dengan catatan bahwa tokohnya adalah idiot. Kisah ini bagus dalam ukuran yang pas, dan walau pertama kali menonton filmnya baru kemudian membaca bukunya kupikir buku dan filmnya tak boleh dibandingkan keduanya bagus dengan versinya masing-masing. Dan saya ingin mengabaikan hal lain karena sebagai pembaca saya menghargai hasil kerja para penulis sehingga saya tak berniat mengoreksi karena memang lebih mudah untuk menikmati, maka fokus saya adalah hanya tentang apa-apa yang bisa dipelajari dari buku ini. Salah satunya adalah, bahwa setiap manusia membutuhkan manusia (termasuk Sue si monyet jantan dengan nama yang sangat betina) lainnya, siapa Forrest tanpa; mama, Bubba, Jenny, Sue, Dan, Curtis, Snake, Coach Feller, Mr. Tribble dan lainnya. Ingat apa yang Forrest lakukan untuk mereka pada akhirnya? Buku ini hebat! Pelajarannya luar biasa.
Published on February 19, 2015 01:07
February 17, 2015
[Review] Sognando Palestina: Jendela untuk Melihat Penderitaan Remaja Palestina

Judul Buku : Sognando Palestina:Impian PalestinaJenis Buku : FiksiPenulis : Randa GhazyPenerbit : Pustaka AlvabetCetakan : Februari 2006Tebal : 232ISBN : 979-3064-17-XIkhtisar : Perang, kekerasan, ketakutan. Di balik itu tersimpan persaudaraan, cinta dan persahabatn. Sekelompok remaja Palestina, memutuskan untuk hidup dan bertahan di masa sulit. Masa berkobarnya rasa balas dendam, bom bunuh diri dan pengusiran. Meskipun demikian, mereka berusaha menjalani kehidupan yang normal, penuh solidaritas, dan keceriaan. Padahal setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagi siapa saja. Satu-satunya senjata untuk bertahan adalah jiwa yang tegar dan keinginan untuk berjuang sampai titik darah penghabisan.Ditulis oleh gadis belia berusia 13 tahun, novel kontroversial yang bermula dari cerita pendek peraih anugerah sastra di Italia ini telah menggemparkan dunia dan telah diterjemahkan dalam pelbagai bahasa dunia. Sogando Palestina menuai kritik pedas dari kaum Yahudi yang tidak rela dunia mendengar, menyaksikan atau membaca selain dari materi yang sejalan dengan sudut pandang mereka.***Cukup dengan membaca ringkasan di balik buku membuat saya meyakini bahwa buku memiliki kekuatan. Gadis 13 tahun bernama Randa Ghazy yang bukanlah penduduk Palestina, sanggup menulis tentang tema yang tak mungkin hanya dikhayalkan sebelum dituliskan. Apalagi diperkuat oleh testimoni dari New York Times pada sampul depan buku ini sebagai “Karya Sastra yang luar biasa, langsung meledak dan memberi persfektif yang berbeda.” Sampul buku tak kalah dalam memberikan sentuhan yang seolah membawa jiwa penuh luka rakyat Palestina yang tertulis di dlam buku ini. Itulah sedikit gambaran fisik dari buku yang apabila boleh saya beri nilai, maka buku ini bernilai 90, nyaris sempurna.Halaman pertama membuat saya terhenyak, karena dibuka oleh barisan puisi yang berisi kekuatan untuk melawan, seperti ini:Tanpa gentar aku 'kan melawanYa, tanpa gentar akan kulawanDi tanah tumpah darahku, aku akan melawanSiapapun yang mencuri milikku akan kulawanSiapa yang membunuh anak-anakku akan kulawanSiapa yang robokan rumahku, akan kulawanOh, rumahku tercinta!Di bawah puing-puing tembokmu, aku akan melawanTanpa gentar akan kulawanDengan segenap jiwaku, aku akan melawanDengan tongkatku, dengan pisauku, akan kulawanDengan bendera di tanganku, akan kulawanMeski mereka potong tangankuDan nodai benderaku,Dengan tanganku yang lain, akan kulawanTanpa gentar akan kulawanJengkal demi jengkal, di ladangku, di tamanku, akan kulawanDengan tekad dan keimanan, akan kulawanDengan kuku dan gigiku akan kulawanDan meski tubuhkuTak lebih dari kumpulan bekas luka-luka mengangaDengan darah dari luka-lukaku, aku 'ka melawanTanpa gentar akan kulawan
Kenapa harus melawan dan tak menyerah saja? Bawa saja ke Mahkamah Internasional! Tentu tidak bisa! Kenapa? Karena pada kenyataannya mereka hanya orang-orang Palestina yang mngetahui kenyataan bahwa mereka sendirian. Karena dunia tak peduli, sama sekali acuh tak acuh-apakah ada satu lagi yang mati atau berkurang. Hanya sekedar angka-angka. Kau mengerti? Sekedar angka-angka dan dunia cukup berkata “kasihan”. Bahkan kadang-kadang mereka tak berkata sepatah katapun, karena mereka terlalu sibuk berganti saluran televisi. Tetapi pada akhirnya hal itu tak penting. Apa gunanya, kan? Itu hanya perang orang Palestina tidak ada sangkut pautnya dengan dunia. Orang-orang Palestina harus bertahan!kenapa? karena mereka menjaga masjid suci Al Aqsha, menjaga tanah wakaf para muslim. Mereka menjaganya untuk dunia! Dan bukankah Allah Yang Maha Pengasih bersabda: Pertahankanlah tanah dan keluarga kalian. Apabila ada seseorang yang merampas tanah kalian, menguasai rumah kalian, merampas hak atas harta benda kalian, maka berjuanglah. Berperanglah.Perang, yang membuat para remaja yang menjadi tokoh-tokoh dalam kisah ini, mau tak mau harus segera tumbuh dewasa dan melawan ketakutannya untuk bisa bertahan. Perang sebagai hal yang menuntut mereka untuk melawan dan mempertahankan iman. Israel mampu menghancurkan segalanya tapi tidak Islam dan keimanan warga Palestina. Bagaimana perang menjadi saksi tentang cinta dan pershabatan dan kerinduan mereka untuk hidup dalam kedamaian. Adalah Ibrahim yang hidupnya berubahsejak kematian tragis ayahnya. Ibrahim kemudian meninggalkan bangku kuliah, dan mulai berkeliling kampung-kampung Gaza selama bertahun-tahun. Dia mencoba menjadi lelaki seperti ayahnya. Sehingga singkat cerita, Ibrahim bertemu dengan orang-orang yang senasib dengannya, pemuda-pemuda lain, yang karena kepedihan, dan kehilangan anggota keluarga, membuat mereka bersatu serta saling menyayangi. Mereka menjadi keluarga baginya. Nidal, Ramy, Mohammad, Ahmed, Jihad, Riham, dan Wilad, yang masing-masing mempunyai karakter berbeda, tapi memiliki impian sama akan kehidupan damai di tanah Palestina.Buku ini sangat penuh dengan hal yang membuat pembaca berdecak penuh kekaguman Penulisnya terlalu belia untuk bisa menuliskan kepedihan dan keputusasaan yang begitu mendalam. Mencoba menukar posisinys sebagai penulis dan tokoh yang bercita-cita memiliki kehidupan normal yang dimiliki penulis walau saya yakin sang penulis tak berkeinginan menghadapi kehidupan dalam pengungsian akibat peperangan. Mungkin jawabannya mengapa Randa mampu menuliskannya, karena rasa simpati dan empati atas seseorang bernama Jamal ad-Durrah yang tertulis di halaman persembahan. Nyaris seisi buku bercerita tentang kepedihan dan tak seperti dongeng yang menjanjikan bahagia buku ini jelas berkisah tentang perjuangan tanpa ujung karena mereka percaya yaitu janji Allah SWT. yang akan memberikan surga bagi mereka, kaum yang tertindas dan berjuang di jalan Allah SWT.Tentu saja cerita ini membuat Yahudi berang, karena mereka digambarkan sebagai tentara-tentara yang berperilaku monster yang membunuh anak-anak dan orangtua, membuat masjid-masjid dibanjiri darah dan mayat, pemerkosa wanita-wanita Palestina. Tapi penulis cukup bijaksana, karena dia menuliskan bahwa tidak semua orang Yahudi jahat, bahwa tak sedikit Yahudi yang menentang kekejaman tentara dan kebijakan pemerintahnya sendiri. Penulis juga bercerita tentang cinta antara pemuda Palestina beragama Kristen, Ramy, dan seorang gadis Yahudi, Sarah. Sehingga menimbulkan asumsi bahwa masalah di sini bukan hanya teletak pada agama dan kepercayaan, namun juga terdapat intrik politik.Walau buku ini memiliki kekuatan memikat dengan tema kemanusiaannya namun sayang penyajiannya sedikit mengecewakan, terutama sering tertinggalnya narasi di percakapan yang penuh emosi sehingga membuat pembaca kebingungan tentang bagian tokoh yang tengah diceritakan. Terutama di bab satu, hal ini nyaris menghentikan saya untuk membaca. Juga tentang paragraf yang berantakan dan terkesan seperti kalimat-kalimat tunggal yang sengaja dibuat kacau karena mengingat penulisnya masih berusia cukup muda, namun bukankah itu tugas dari editor? Entahlah. Atau juga karena disebabkan oleh terjemahan yang kurang kuat mengingat bahwa buku ini merupakan terjemahan dari bahasa Itali. Akan tetapi pada akhirnya, bahwa buku ini memberi pembaca gambaran tentang luka dan penderitaan rakyat Palestina.
Published on February 17, 2015 01:34
February 13, 2015
Valentine Milik Krisna dan Nena

"Tidakkah kamu merasa konyol untuk memenuhi janji kepada gadis enam belas tahun, dengan bersedia menjadi valentine-nya?" Lelaki dua puluh delapan tahun dengan sorot mata serius dan bertubuh tegap yang tak terlihat seperti orang dengan pengidap Lolita Complex Syndrome itu, seakan ingin menghantamkan tinju pada lelaki yang berdiri di hadapannya. Dia ingin mematahkan hidungnya dan merobek bibirnya yang memasang senyum mengejek. Lebih dari segalanya dia ingin membungkam mulutnya agar pertanyaan yang diajukannya berhenti mengema di dalam kepalanya. Pertanyaan itu membuatnya seperti merasakan bisikan yang ditakutkan oleh para penderita schizoprenia. Alis lelaki di depannya meninggi, ekspresinya seolah berkata bahwa dia sudah tak sabar untuk menunggu jawaban yang dituntutnya. Akal sehatnya berusaha memenangkan diri dengan menunjukkan apa gambaran yang akan terjadi bila dia melukai lelaki itu. Iya akan ada perasaan puas yang melegakan tapi dia tahu dia akan dikalahkan bukan hanya oleh dirinya yang gagal mengontrol diri, tapi dia tahu sekali bahwa dalam perkelahian ini dialah yang akan terluka. Kulitnya tergores bahkan terkoyak dan juga dialiri darah yang membuat lukanya terasa kian pedih. Sementara lelaki yang hanyalah bayangannya akan menjadi sang pemenang yang bukannya semakin lemah tapi dia akan memperbanyak dirinya― sebanyak kepingan pecahan cermin yang dihantam tangannya. Untuk sesaat Krisna merasa dirinya gila. Dia menghela nafas tapi dengan segera dia menyesalinya, itu tak lebih dari bahasa tubuh mereka yang menyerah. Krisna ragu pada dirinya, apakah dia sedemikian putus asanya untuk bisa mencicipi sedikit cinta di hari yang kata mereka adalah hari kasih sayang. Hari yang dihiasi cokelat, bunga, boneka beruang dan aura merah muda di udara. Dia mengenyahkan keraguannya dengan segera, seakan hanya dengan berkata dalam hati semua akan baik-baik saja maka segalanya akan sedemikian adanya. Ini lucu dan dungu, ada sosok mengejek dari dalam dirinya yang kita terbahak, saat Krisna selesai mengancing kemejanya, meraih sekotak cokelat praline khusus yang dipesannya, dan melangkah menuju gadis centil yang kini tersenyum manis dalam kepalanya.*** Nena mengerucutkan bibirnya lalu melebarkan bibirnya yang membentuk senyum merekah yang membuatnya kecewa karena tak lama, dengan marah dia menghapus lipstik berwarna merah menyala dari bibirnya dengan tissue yang kini bernoda sewarna darah. Gumpalan tissueitu kini bergabung dengan gumpalan-gumpalan tissueyang bernasib sama, yang menyebar hampir di seluruh lantai kamarnya yang dihiasi karpet berbulu. Tanpa perlu efek dramatis dari lipstik itu dia tahu bahwa sebuah lipstik tak mampu menipu. Pulasan lipstik tak bisa menyamarkan usia seorang perempuan. Kekesalannya memuncak manakala dia membuka lemari pakaiannya dan dia menyadari betapa miskinnya dia. Tak ada satupun gaun yang bisa dipakai untuk kencan malam valentine-nya yang tinggal satu jam lagi. Secara membabi buta Nena menarik belasan gaun miliknya yang tergantung untuk dihempaskan ke tempat tidur. Kekesalan berubah menjadi kemarahan yang berakhir menjadi keputusasaan saat Nena menyerah dan menelpon adiknya yang hanya berada di kamar sebelah untuk meminjamkan Nena floral mini dress yang bulan lalu Nena berikan sebagai hadiah ulang tahun. "Tapi aku belum sempat memakai gaunnya," rajuk Nilam. "Bukannya mbak Nina punya jutaan gaun lainnya?" Tambahnya dalam nada kesal yang berlebihan. Nina menghela nafas panjang, dia berusaha menggunakan akal sehat dan berkompromi dengan dirinya dan setelah dirasa keputusannya tepat, akhirnya dia mengajukan penawaran untuk adiknya yang dia tahu tak bisa menolak kertas bernominal. "Ya atau tidak, seratus ribu untuk nyewa gaunnya...." Nina memejamkan mata saat mengucapkannya, dia masih merasakan sisa kekesalan menyiksa dirinya. "Dua ratus lima puluh ribu ditambah stiletto dan clutch bag yang serasi." Tak ada pilihan lain bagi Nena selain membiarkan adiknya memerasnya, dan dalam hati dia memaki mereka yang membenarkan ungkapan bahwa darah lebih kental daripada air. Jika menyangkut uang saudaranya bahkan bersedia menjadi penghisap darah.*** "Entah bagaimana gadis itu sekarang...." Krisna menerka-nerka dengan bimbang dan seseorang dalam dirinya berusaha menghiburnya dengan menyuruhnya bersabar sebentar lagi. Sulit baginya untuk bersabar karena waktu menunjukkan gadis itu sudah seharusnya tiba dan saat ini mereka mungkin sedang menukar senyuman, berbalas tatapan dan saling memberi pujian. Apakah harapannya terlalu berlebihan? Krisna tertawa kecil, menyadari kekonyolannya. Makan malam valentine, tak lebih dari sebuah ide konyol yang pernah dia lakukan. Seorang Krisna bahkan rela meninggalkan tumpukan pekerjaannya dan berdandan dandy, demi janji. Janji?Janji yang telah dibuatnya dulu sekali. Janji? banyak lho yang tak menepati janji. Krisna mengedarkan pandangan dan berusaha menemukan gadis bermata bulat besar, berponi lebat dan bibir mungil yang senyumannya membuat Krisna menggigil. Gadis itu masih belum tampak oleh matanya yang lelah, dan kali ini dia memutuskan untuk mengenakan kacamatanya. Kesan serius dan membosankan langsung menyelimutinya. Dia meletakkan kacamatanya di meja dan memutuskan untuk membiarkan si waitermenuangkan wine ke dalam gelasnya. Krisna mulai menghiburnya dengan kalimat sarkastik untuk memotivasi dirinya; Satu-satunya alasan kenapa kamu tak bisa mendapatkan gadis itu, adalah karena kamu tak pernah mau melakukan sesuatu yang diharapkan oleh gadis itu. Hari ini dia melakukannya dan gadis itu belum tiba dihadapannya. Dia menatap arlojinya dan jika jarum panjang tiba diangka 12, tak ada pilihan selain meningalkan tempat ini dengan segera.*** Nena menyesali keputusannya meminjam gaun milik adiknya; terlalu sempit di bagian dada dan terlalu panjang lima centi hingga ke bawah lututnya. Di menginginkan sesuatu yang nyaman yang membuatnya bebas bernafas tapi bisa memperlihatkan lebih banyak kakinya yang jenjang dan berkulit keemasan. Stilletto ini sungguh menyiksa dan entah bagaimana kulit kepalanya tiba-tiba memproduksi minyak secara berlebihan yang menyebabkan rambut ikalnya seperti sulur layu tanaman merambat di rumah tua dalam film horror. Nena berusaha tersenyum, terlalu takut kekhawatirannya bisa menjadi pemicu timbulnya kerutan di wajah secara tiba-tiba. "Aku masih Nena," dia mengingatkan dirinya sendiri dan berusaha meredakan ketegangannya. "Aku memiliki senyuman yang membuat siapa saja terpesona." Kepercayaan dirinya meningkat hingga delapan puluh persen. Dengan segera dia menjepit kedua sisi rambutnya yang lepek ke puncak kepala dengan sirkam berwarna perak, memperlihatkan kilau mungil di kedua telinganya dan beberapa tahi lalat di leher dan dadanya seolah mempermanis penampilannya. Setidaknya gaun ini berfungsi benar untuk memperlihatkan keindahan bahu dan leher jenjangnya. Sekarang dia siap untuk memperlihatkan wajah di depan kencannya. Dengan segera dia keluar dari toilet dengan perasaan lebih baik. Sayang, alih-alih ke tempat dia yang tengah menunggu, Nena justru kembali ke mobil menambahkan cardigan berwarna lilac pucat di atas gaunnya, mengganti stiletto dengan flat shoes, dan menambahkan kacamata minusnya. Dengan cemas, dia melangkahkan kaki menunju pria yang bisa saja telah pergi karena menunggunya selama ini.*** Sepuluh tahun berlalu dan hari ini keduanya bertemu. Rasanya baru kemarin gadis enam belas tahun centil itu melemparkan senyuman kepada remaja kikuk yang sering tersandung karena pandangan rabun atau kepalanya yang terlalu berat dipenuhi rumus dan solusi dari masalah yang berisi angka-angka yang nantinya akan ditukar nilai sempurna dari gurunya, kepala 'besarnya' tak mampu menopang tubuh kerempengnya. Ketika itu keduanya berbeda, si gadis centil adalah dancer sekolah yang cantik dan ceria, sementara si pemuda, perlu diperbaiki dibanyak tempat untuk bisa dilihat keindahannya. Di hari valentine sepuluh tahun lalu, si gadis mengungkapkan perasaannya namun diabaikan oleh si pemuda. Dan, tepat minggu lalu si pemuda yang telah dewasa menemukan sebuah kartu valentine lama, yang seharusnya dia kirimkan dulu untuk gadis yang begitu dia inginkan tapi begitu ketakutan untuk dimilikinya. Krisna mengingat telah mengganti kartu valentine itu dengan sepucuk surat bernada sombong yang mengatakan; 'Aku mau menjadi valentine-mu―tapi tidak hari ini namun sepuluh tahun dari sekarang'. Menurutnya, jika perasaan remaja mereka itu benar maka mereka akan bertemu lagi dalam versi dewasa dalam versi lebih baik dan siap untuk kisah cinta, karena si pemuda merasa remaja tak boleh jatuh cinta. Masa remaja adalah waktu yang tepat meraih cita-cita. Si gadis menurut dan menunggu hingga minggu lalu secara misterius email itu dari si pemuda datang dan akhirnya menjawab keraguannya sepuluh tahun ini. Nena merasa lega namun juga gelisah di saat yang sama, tapi setidaknya dia percaya percaya bahwa selama ini Krisna hanya butuh waktu untuk mematangkan diri seperti halnya dia yang membutuhkan waktu untuk... bukan mencari tapi membangun jati diri.*** Keduanya berjabat tangan, bertukar senyuman dan beberapa saat kemudian mereka hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Krisna sibuk mengingat saran teman-temannya dan Nena tak bisa berhenti memikirkan tips-tips percintaan dari allwomenstalk.com. Mereka payah karena tak bertanya pada hati tentang apa yang dirasakannya saat ini. Keduanya lupa tentang makan malam valentineyang seharusnya atau juga tentang sepuluh tahun penuh terkaan. Hari ini mereka bertemu dan berjarak sedekat ini namun keduanya masing-masing membangun tembok perbatasan. "Hmmm, adakah buku bagus yang kamu baca belakangan ini?" Hebat Nena, setidaknya begitulah cara menghadapi pria kutu buku, seingatnya. "Hmmmm... hanya majalah Esquire." Sialan, Krisna berdusta. Padahal dia baru saja membaca What If dari Randall Munroe. "Kamu?" "Hanya sedang membaca ulang Therese Raquin." Dia menyebut novel yang sedang dibaca Nilam, kalaupun Nina membaca itu hanya antara Vogue atau Cosmopolitan. Ada lebih banyak jeda daripada kata-kata, hingga mereka memutuskan menyibukkan diri dengan mulai makan dan memuji makanan, hanya basa-basi tak berarti. Sepuluh tahun menanti dan ternyata hanya begini, keduanya dikecewakan oleh ekspektasi. Nena benci tak melihat pria bertampang serius dengan kacamata dan dahi berkerut. Ada banyak pria semacam ini yang dikenalnya. Jika begini tak ada bedanya Krisna dengan Adam atau Ryan, dia ingin pria yang melengkapinya. Begitupun Krisna, dia pikir dia akan dibuat bersemu merah oleh gadis yang akan menggodanya dengan tatapan seksi juga tawa tawa manja yang membelai telinganya. Makan malam valentinedengan gadis yang sebagian besar isi kepalanya tertinggal di novel klasik― justru mengingatkannya dengan versi perempuan dirinya yang membosankan.
Tak lama mereka mengakhiri malam itu, dan di mobil, di tengah perjalanan pulang mereka masing-masing mengutuk sepuluh tahun panjang penuh harapan yang sia-sia. Mereka membuka topeng, kembali menjadi apa adanya mereka; Krisna, pria kutu buku payah yang memiliki pesona misterius dalam dirinya dan Nena gadis seksi yang bisa menggoda pria mana saja.
Published on February 13, 2015 02:32
February 8, 2015
[Review] Queen of Dreams: Menjual Bakat Membaca Mimpi Demi Cinta Di Dunia Nyata

Judul Buku : Queen of Dreams (Ratu Mimpi)Jenis Buku : FiksiPenulis : Chitra Banerjee DivakaruniAlih Bahasa : Gita Yuliani KDesain dan Ilustrasi Cover : Satya Utama JadiPenerbit : PT. Gramedia Pustaka UtamaCetakan : I Agustus 2014Tebal : 400 halamanISBN : 978-979-22-7395-3
Rakhi, seorang seniman dan ibu muda yang tinggal di Barkeley, California, berusaha mempertahankan hubungan dengan keluarganya, serta dengan dunia yang sedang berubah dengan cepatnya. Ibunya peramal mimpi yang terlahir dengan bakat untuk merasakan dan menafsirkan mimpi-mimpi orang lain, serta untuk membimbing mereka menjalani nasib yang telah digariskan. Rakhi terpesona pada bakat ibunya ini, namun juga merasa terasing dari masa lalu ibunya di India, serta dunia mimpi yang dihuni sang ibu. Rakhi merasa terperangkap dalam beban rahasia pribadinya sendiri, dan penghiburannya datang setelah kematian ibunya, ketika dia menemukan catatan mimpi-mimpi sang ibu yang membukakan pintu menuju masa lalu yang telah lama tertutup.*** Secara alamiah manusia selalu ingin mengetahui asal-usulnya, sejarahnya. Kenapa keluarganya meninggalkan India untuk hidup di Amerika. Ada apa dengan India? Ibunya hanya mengisahkan India sebagai negeri latar dari dongeng-dongeng sebelum tidur untuknya yang menurutnya misterius, semisterius dengan bakat yang membuat Rakhi terpesona karena ibunya bisa membaca mimpi. Seiring berjalannya waktu Rakhi dewasa memahami bahwa dia dan ibunya tidaklah sama, mereka melalui jalan yang berbeda, walau di masa kecil betapa Rakhi begitu menginginkan untuk diwariskan bakat sang ibu. Ibunya seorang pembaca mimpi dan Rakhi memilih menjadi pelukis, ibunya menatap masa depan dan Rakhi mencoba memelihara masa lalu. Secara keseluruhan aku tidak mau berbicara banyak tentang bagaimana Rakhi harus menerima kenyataan pahit perkawinannya yang gagal dengan Sonny dan bahwa putri dan ibunya jauh lebih menyayangi Sonny dibanding dirinya. Bagaimana kematian sang ibu secara tiba-tiba membuatnya menyalahkan ayahnya yang tanpa disangka di saat itulah mereka mulai menerjemahkan jurnal mimpi milik sang ibu- rahasia yang sedari lama ingin Rakhi ketahui. Bagaimana masa lalu ayahnya di Calcutta, serta apa yang harus dibayar sang ibu demi cintanya pada ayah Rakhi; ibunya menjual kemampuan membaca mimpinya demi untuk hidup dengan dia yang dicintainya. Sejujurnya aku menyukai cara Chitra Banerjee Divakaruni bercerita walau alurnya begitu lambat dan kadang membuat nyaris bosan. Hanya saja rangkaian kata yang dia gunakan begitu indah dan aku sangat menyukai kata-kata indah darinya. Beberapa kalimat indah darinya adalah sebagai berikut:Cara terbaik untuk mencintai orang adalah dengan tidak membutuhkan mereka. Itulah cinta yang paling murni.Mustahil membuktikan cintamu kepada orang yang meragukannya.Yang paling kau cintai, justru yang paling sedikit akan kau tolong. Kau akan dikalahkan oleh kesatuan darahmu.Mimpi seperti layang-layang yang dilepaskan dari asalnya, bebas dari benang kaca perasaan bersalah.Kau harus menemukan sesuatu- atau seseorang- yang lain untuk dicintai. Kalau tidak kau akan gila.Jangan menyerah. Mimpi ini bukan obat tapi suatu cara. Dengarkan kemana impiu bisa mengantarmu.Satu masa hidup terlalu sedikit untuk dibagi antara dunia luar dan dunia batin, dunia siang dan dunia bayangan.Orang-orang suka pada misteri. Kalau tidak ada misteri maka mereka akan menciptakannya.Kalau masih dekat di depan mata, sangat mustahil membaca arah tindakan diri sendiri-mana arah yang benar, mana arah yang menuju kesedihan.Kecuali bahwa apa yang kucintai adalah citra yang kulukis di depan mataku agar aku tak usah melihat.
Novel ini menarik, novel ini indah, novel ini tentang kebimbangan diri seorang Rakhi dan yang jelas baik Rakhi maupun ibunya mewakili kisah ibu-anak yang berbeda dari tema yang serupa.
Published on February 08, 2015 01:15
[Review] The Witch of Portobello: Mereka Bicara Seolah Mereka Tahu Tentang Athena

Judul Buku : The Witch of Portobello (Sang Penyihir dari Portobello)Jenis Buku : FiksiPenulis : Paulo CoelhoAlih Bahasa : Olivia GerunganDesain dan Ilustrasi Cover : Eduard Iwan MangopangEditor : Tanti LesmanaPenerbit : PT. Gramedia Pustaka UtamaCetakan : V November 2013Tebal : 304 halamanISBN : 978-602-03-0014-6
Bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur pada diri sendiri- bahkan pada saat kita tak yakin pada diri kita? Itulah pertanyaan utama dalam karya penulis bestsellerPaulo Coelho, Sang Penyihir dari Portobello. Kisahnya tentang perempuan misterius bernama Athena yang disampaikan oleh banyak orang yang mengenalnya dengan baik- atau nyaris tak mengenalnya sama sekali. Seperti halnya Sang Alkemis, kisah ini memiliki kekuatan untuk mengubah sudut pandang para pembacanya mengenai cinta, gairah, suka cita dan pengorbanan.*** Bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur pada diri sendiri- bahkan pada saat kita tak yakin pada diri kita?Itulah pertanyaan besar dari buku ini. Entah jika kamu mendapat jawabannya. Aku pribadi lebih tertarik dengan rangkaian kata indah khas Coelho yang penuh makna, yang kadang buatku kalimat-kalimat itu berdiri sendiri bukan sebagai perangkai kisah. Mungkin untuk itulah akan lebih 'sederhana' jika menggunakan teknik ala film dokumenter. Ada banyak sudut pandang dari para protagonist yang bercerita tentang si misterius Athena atau dia yang diberi nama Sherine oleh ibu angkatnya, yang kemudian nantinya dikenal juga sebagai Hagia Sofia Beberapa tokoh protagonis atau begitu narrator menyebutnya―mereka bicara dan menggabarkan tentang Athena. Mereka adalah; Seorang Jurnalis bernama Heron Ryan. Seorang dokter (dan mungkin juga) guru spiritualnya, Deidre 'Edda' O'Neil. Ibu angkatnya Samira R, Khalil. Seorang Neurolog, Lella Zainab. Mantan suami, Lukas Jessen-Petersen. Pastor Giancarlo Fontana. Hingga Liliana seorang wanita gipsi yang adalah ibu kandung Athena. Athena, dialah perempuan yang mengorbankan hal terpenting yang ia miliki; cinta. Dialah perempuan yang meletakkan mimpi-mimpinya ke dalam tangan yang mungkin menghancurkannya. Athena, sang Perawan, sang Martir, sang Orang Kudus. Athena pada akhirnya dinobatkan sebagai sang Penyihir. Terlahir sebagai putri seorang gipsi yang diserahkan ke panti asuhan, membuat kita mengetahui bahwa garis kehidupan Athena sejak awal seolah direncanakan untuk tak biasa, tak bisa senormal manusia lainnya. Diadopsi sepasanga suami-istri terpandang asal Beirut dan ketika pergolakan terjadi di Timur Tengah keluarga angkatnya membawanya ke Inggris. Di Inggris sinilah ia tumbuh dewasa, jatuh cinta dan menikahi kekasihnya di usia yang begitu muda. Sayang perkawinan mereka tak bertahan lama. Hingga di sinilah dimulai segala hal menarik dan misterius tentangnya; Athena mulai ingin memetakan makna kehidupan, dia ingin mengetahui hakikatnya, melalui tari Vertex, kaligrafi, hingga menemui ibu kandungnya di Rumania. Athena pribadi yang gelisah yang berbicara dan bertindak melebihi kapasitas yang diizinkan akal sehatnya. Pecahan dan potongan-potongan para tokoh itu akan membawa pada apa yang sebenarnya terjadi pada kematian Athena. Bacalah dan terkejutlah pada akhirnya. Sherine menjadi Athena, menjadi Hagia Sofia. Dia yang merupakan manifestasi dari kebijaksanaan yang baginya adalah cinta mengisi segalanya. Yang dalam khotbahnya dia mengatakan bahwa seluruh kita mempunyai tugas untuk mencintai dan mengizinkan cinta memanifestasikan dirinya dengan cara yang terbaik menurutnya. Menurut saya novel ini berbicara dengan terlalu rumit namun jika menutup akhirnya kita melihat titik sederhananya dan kita manusia inilah yang hanya lebih suka melihatnya dengan cara yang tak mudah. Clue-nya terdapat di halaman 127, seandainya kita mempercayai saja apa yang seseorang katakana dengan mudah dan tak perlu berpikir itu sebagai kebohongan mungkin 'akhir' hidup Athena takkan 'dipercayai' menjadi setragis itu. Dan ingatlah tentang teori ular melingkar yang memakan ekornya.
Novel ini indah, cerdas, dan misterius. Layak dibaca dan sangat istimewa. Aku menyukainya; apa yang dibahas penulisnya, cara penulis menyusun ceritanya, pesannya dan terutama apa yang dilakukan sang penulis untuk mengecoh pembaca pada akhirnya. Seperti karya Coelho lainnya, novel ini tentu memberi pelajaran hidup pada kita.
Published on February 08, 2015 01:10
January 24, 2015
[Review] For One More Day: Satu Hari Dengan Orang Yang Kamu Sayangi Sebelum Memilih Mati

Judul Buku : For One More Day (Satu Hari Bersamamu)Jenis Buku : FiksiPenulis : Mitch AlbomAlih Bahasa : Olivia GerunganDesaian dan Ilustrasi Cover : Eduard Iwan MangopangPenerbit : PT. Gramedia Pustaka UtamaCetakan I : Desember 2007Tebal : 248 halamanISBN : 979-22-3433-0 For One More Day adalah kisah tentang seorang ibu dan anak laki-lakinya, kasih sayang abadi seorang ibu, dan pertanyaan berikut ini: Apa yang akan kaulakukan seandainya kau diberi satu hari lagi bersama orang yang kau sayangi, yang telah tiada? Ketika masih kecil, Charley Benetto diminta untuk memilih oleh ayahnya, hendak menjadi "anak mama atau anak papa, tapi tidak bisa kedua-duanya." Maka dia memilih ayahnya, memujanya―namun sang ayah pergi begitu saja ketika Charley menjelang remaja. Dan Charley dibesarkan oleh ibunya, seorang diri, meski sering kali merasa malu akan keadaan ibunya serta merindukan keluarga yang utuh. Bertahun-tahun kemudian, ketika hidupnya hancur oleh minuman keras dan penyesalan, Charley berniat bunuh diri. Tapi gagal. Dia justru dibawa kembali ke rumahnya yang lama dan menemukan hal yang mengejutkan. Ibunya― yang meninggal delapan tahun silam―masih tinggal di sana, dan menyambut kepulangannya seolah tak pernah terjadi apa-apa.*** "Biar kutebak. Kau ingin tahu kenapa aku mencoba bunuh diri." Itulah kalimat pembuka dari Charles 'Chick' Benetto. Agak aneh bagi mereka yang tidak putus asa dan depresi untuk menginginkan mati ketika mereka diberi anugerah kehidupan. Chick ingin mati karena dia tenggelam dalam penyesalan dan rasa bersalah yang dalam― kepada Maria, putrinya, mantan istrinya Catherine, ibunya Posey Benetto dan lebih-lebih pada dirinya sendiri. Semuanya bermula dari pilihan yang diajukan sang ayah yang begitu dipujanya," untuk menjadi anak mama atau anak papa, tapi tidak bisa kedua-duanya."Dia memilih anak ayah, lalu ditinggalkan tapi tetap berharap untuk selamanya menjadi anak ayah walaupun harus menyakiti ibu yang begitu menyayanginya. Apa jadinya jika pria yang menggantungkan dirinya pada minuman keras sebagai pelarian dari masalah-masalahnya tiba-tiba mendapati dirinya tak mendapat undangan di hari pernikahan putri tunggalnya, Maria. Kesimpulan dangkal Chick menyebut dirinya tak layak untuk menjadi bagian dari kehidupan keluarganya. Singkatnya hal itu menghancurkannya, membuatnya merana, putus asa dan ingin menghentikan penderitaannya dengan satu jalan; kematian. Sayangnya Chick tak berhasil dijemput malaikat maut. Dia justru pulang ke rumah ibunya yang secara sadar diketahuinya telah meninggal delapan tahun yang lalu. Karena ada keterlibatan hantu di sini, kau bisa menyebut ini cerita hantu. Tapi, keluarga mana yang bukan sebuah cerita hantu? Berbagi kisah tentang mereka yang telah pergi adalah cara kita menjaga supaya tidak benar-benar kehilangan mereka.( halaman 245) di paragraf menjelang akhir ini aku menyimpulkan bahwa kemungkinan novel Mitch Albom yang berjudul The Five People You Meet in Heaven mungkin juga didasari oleh kisah Chick ini. Aku telah membaca dua buku Albom sebelumnya The Five People You Meet in Heaven juga Tuesdays With Morrie yang kemudian kuketahui belakangan diterbitkan dari buku yang tengah kubaca ini. Harus kukatakan aku suka karya-karyanya dan pesan moralnya sangat penuh pelajaran tentang cinta, kehidupan juga kematian. (Berharap sempat meresensi dua novel Albom lainnya) Percayalah ini bukan cerita hantu seram yang membuat ketakutan. Aku membacanya pagi-pagi sekali sambil minum kopi sebelum mandi sebelum berangkat kerja dan aku menangis dibuatnya yang membuatku seharian penuh merasa mellowberkepanjangan. Kukatakan bahwa kisah ini takkan membuat bulu kuduk berdiri tapi malah membuat hati merasa pedih. Sebelumnya, kupikir apa yang terjadi pada Chick adalah harga yang pantas didapatkannya atas apa yang dia lakukan atau mungkin tidak dilakukan pada ibunya. Namun setelah membacanya perlahan, seperti Chick sendiri, kita harus dibuat mengerti oleh rahasia-rahasia yang dijaga untuk nantinya bisa lebih memahami untuk bisa bertoleransi. Ada bagian-bagian yang secara cerdas dan menyentuh ketika Albom menyelipkan catatan-catatan pribadi dari ibunya untuk Chick, dan ada bagian-bagian menguras air mata yaitu 'Saat Ketika Ibu Membelaku' dan 'Saat-saat Ketika Aku Tidak Membela Ibu' dan ada bagian-bagian yang seperti 'lapisan kulit bawang' menuju rahasia ketika Chick diajak Posey, ibunya yang seharusnya telah tiada untuk bertemu dengan tiga wanita; Rose, Miss Thelma, dan Seorang Wanita Italia yang nantinya diketahui sebagai Gianna Tusicci. Tentang bagaimana perceraian orang tuanya, masa cemerlang sebagai atlet baseball, kehancurannya hidupnya yang kemudian membuatnya terobsesi ingin mati. Tak ada bocoran cerita, karena seharusnya aku memang tak boleh melakukannya. Sebagai gantinya aku ingin embagi beberapa kaliamat yang kuhi-lite karena kalimat-kalimat itu berarti untukku:· Yang ada hanyalah hidupmu, bagaimana kau mengacaukanny, dan siapa yang ada di situ untuk menyelamatkanmu. (Halaman 12)· Para ibu membangun ilusi tentang anak-anaknya, dan salah satu ilusiku adalah aku menyukai diriku sendiri, karena ibuku menyukaiku. Ketika dia meninggal, pemikiran itu ikut menghilang. (Halaman 13)· Dan menjadi tak terdengar adalah dasar bagi seseorang untuk menyerah, dan menyerah adalah titik awalmu melepaskan diri. (Halaman 16)· Ibuku menyetujuinya dalam surat balasan yang dia tulis di selembar kertas surat linen, yang sebenarnya terlalu mahal untuk kantongnya tapi toh dia tetap beli, karena ibuku demikian menghargai kata-kata maupun sarana yang digunakan mengantar kata-kata. (Halaman 39)· Orangtua menyusup masuk ke dalam jiwa anak-anaknya dan membentuk gambaran tertentu. (Halaman 40)· Anak-anak terkadang melupakan itu. Mereka melihat diri sendiri sebagai beban bukan jawaban sebuah doa. (Halaman 92)· Pendidikan itu segalanya, Charley. Pendidikan adalah caramu melakukan sesuatu untuk hidupmu. (Halaman 153)· Kembali menjalani yang pernah kau tinggalkan itu lebih sulit daripada yang kaukira. (Halaman 163)· Aku melakukan apa yang penting bagiku. Aku menjadi seorang ibu. (Halaman 165)· Hitunglah jam-jam yang seharusnya bisa kau habiskan bersama ibumu. Rentangnya sepanjang masa hidup itu sendiri. (Halaman 184)· Menyia-nyiakan waktu itu sungguh memalukan. Kita selalu berpikir punya terlalu banyak waktu. (Halaman 186)· Percaya, kerja keras, cinta―kalau kau punya hal-hal ini, kau bisa melakukan apapun. (Halaman 202)· Banyak yang berubah saat kau tak lagi dalam bahaya. (Halaman 224) Saya jarang sekali melihat kekurangan dan kelebihan buku. Saya melihat sebuah kisah lebih kepada hal apa yang bisa saya pelajari darinya. Demikian dengan kisah Chick saya pikir kisah ini mengatakan bahwa jangan mengharapkan cinta yang tak bisa kau raih, cintamu selalu ada di dekatmu, itu sangat berarti walau kadang terlalu lama untuk bisa membuatmu mengerti. Dan, seorang ibu selalu ada untuk anak-anaknya meskipun dia tak lagi berada di dunia. Dan sebagai muslim kami sangat paham makna; Ibu, ibu, ibu dan baru kemudian ayah. Buku ini sarat cinta, kasih-sayang, lebih-lebih makna kehidupan.
Published on January 24, 2015 23:44
[Review] Bridget Jones's Diary: Serenyah Cemilan yang Bikin Ketagihan

Judul: Bridget Jones's DiaryPenulis: Helen FieldingAlih Bahasa: Amelia ListianiDesain Sampul: Marcel A.W.Penerbit: PT. Gramedia Pustaka UtamaCetakan Kedua: April 2003ISBN: 979-22-0233-1
Blurb:
56,7 kg (seandainya aku bisa tetap di bawah 57kg dan tidak terus naik-turun seperti mayat tenggelam, tenggelam dalam lemak) unit alkohol 2 (bagus), rokok 17 (buruk, tapi aku mulai berhenti besok), kalori 775 (pokoknya besok harus sudah berbobot 54 kg)
Bridget Jones, wanita lajang berusia tiga puluhan, merasa yakin dirinya akan bahagia jika: 1. Berhasil menurunkan berat badan 2. Berhenti merokok 3. Punya ketengangan batin
Karena belum mempunyai pacar, orang-orang di sekitarnya berusaha menjodohkan Bridget dengan beberapa pria. Salah satunya Mark Darcy, duda dan pengacara kaya yang serius, pendiam dan berpenampilan agak kuno. Bridget tidak memedulikan Mark karena ia jatuh cinta pada bosnya di perusahaan penerbitan, Daniel Cleaver yang ganteng, modern dan mata keranjang. Sampai suatu hari Daniel mengkhianatinya...
Bridget Jones's Diary memotret kehidupan wanita yang mulai panik membayangkan mereka akan hidup sendirian karena belum juga menemukan pria impian. Ini juga kisah tentang pergulatan wanita tahun 1990-an, yng terus berupaya memperbaiki diri agar bisa diterim di dunia yang kejam, yang segalanya ditentukan penampilan luar.
***
Setelah 'serius' membaca sastra klasik saya pikir saya rehat sejenak untuk sesuatu yang lebih fun. Chicklitjadi pilihan dan walau sudah menonton filmnya, tidak salah untuk membaca novelnya. Dan seperti yang saya harapkan membaca buku harian si Bridget jelas sangat menyenangkan. Saya berpikir seperti membaca rahasia seseorang tapi Bridget kan bocor banget jadinya tak perlu deg-degan membacanya atau sungkan karena melanggar privacy-nya. Tapi deg-degan juga sih ketika memposisikan diri sebagai Bridget yang mendatangi Pesta Buffet Kari Kalkun Tahun Baru keluarga Alconbury dan bertemu Mark Darcy yang adalah tipeku (Kalau Bridget sih masih terobsesi dengan Daniel Cleaver) yang mengajukan pertanyaan seksi "Apakah kau membaca, ah .... Ada buku bagus yang kau baca akhir-akhir ini?" kalau Bridget adalah saya maka dengan antusiasnya saya mengatakan bahwa belakangan saya membaca novel pemenang Pulitzer juga kumpulan cerita pendek karangan Sastrawan Prancis. Sayang dengan asal Bridget menyebut buku Backlash-nya Susan Faludi yang terdengar keren! Jika Bridget adalah saya maka tak lama akan ada kencan dengan Mark Darcy yang dipastikan sepekan setelahnya kami akan menyadari bahwa sesungguhnya kami tak ditakdirkan bersama yang artinya nyaris takkan ada yang menarik untuk bisa diceritakan. Bridget mengabaikan Mark, ya ampun apa yang menarik sih dari si Darcy itu? dan kenapa pula ibu dan Una Alconbury ngebet banget? huh! Di sana ada Cleaver yang seksi tauk! Dan perjalanan cinta Bridget dan Daniel dimulai! berawal dari email nakal tentang rok mini Bridget. Sumpah Daniel membuat gila dan bergairah, ups! Saya harus bilang bahwa saya menyukai Bridget, terlepas dari kecanduan juga obsesinya akan rokok, alkohol, ketenangan batin dan juga berat badan serta kalori. Dia lucu dan membuat tertawa dengan berbagai kejadian dalam hidupnya yang berwarna. Saya suka cara bertutur dalam novel ini, ringan, kocak, dan ceplas-ceplos yang khas, namun Helen Fielding meramunya secara cerdas, misal: Teori dari Tom tentang, kaum homoseksual dengan wanita lajang usia 30-an memiliki ikatan alami: keduanya terbiasa mengecewakan orang tua dan diperlakuan sebagai orang sinting oleh masyarakat. Daftar ilustrasi panjang pria pengecut menurut Sharon: Seorang teman sudah pacaran tiga belas tahun dan pacarnya bahkan menolak membahas topic hidup bersama; teman lain berkencan epat belas kali dengan seorang pria yang kemudian mendepaknya karena menganggap hubungan itu terlalu serius; teman lain dikejar secara membabi buta oleh seorang pria selama tiga bulan, hanya untuk mendapati si pria itu meninggalkannya tiga minggu setelah si wanita menyerah menyerah dan mengulangi seluruh proses pengejaran itu pada sahabat karib si wanita. Juga pada paragraf di halaman 267: Ketika seseorang meninggalkanmu, bisa saja kau merindukannya , atau seluruh dunia kecil yang sudah kalian ciptakan runtuh dan segala yang kaulihat atau lakukan mengingatkanmu akan orang itu, namun yang paling buruk adalah pikiran bahwa ia mengujimu, dan akhirnya semua hal yang berarti bagimu DITOLAK oleh orang yang kaucintai. Jelas saja kepercayaan dirimu luluh lantak bagaikan sandwich dilindas kereta api.
Selain itu adegan konyol-menyedihkan di pesta Pastor dan Pelacur yang gagal sukses membuat saya tertawa. Serta kekonyolan yang menyakitkan ketika Bridget mencoba membuktikan ketidaksetiaan Cleaver yang ternyata benar dengan menemukan Suki di loteng Cleaver sedang telanjang. Dan drama Julio, pacar ibu Bridget si kriminal yang dirasuk cinta yang buta yang membuatnya sukses ditangkap, yeah berkat kecerdasan Darcy, begitulah. Cerita ini seru, kocak, dan menghibur. Kisah ini semacam cemilan yang walau ringan dia akan menambah kalori dan boom mengubah bentuk tubuh, membuat kecanduan seperti rokok dan alkohol, walau sadar itu tak berguna tapi jika mengabaikannya, yeah membuat gelisah. Bridget cerdas, segar dan menggiurkan. Dan kupikir buku ini untuk tantangan a funny book. Pesan moralnya, jadilah diri sendiri dan jangan menempatkan hati pada pria brengsek yang hanya menjadikanmu objek obsesif horny-nya selama di sana masih ada pria rekomendasi dari mereka yang khawatir soal kehidupan asmaramu.
Published on January 24, 2015 23:23
January 17, 2015
Tantangan Untuk Diri Sendiri: Seminggu Menjadi Citra Rizcha 'Realita'

Tiba-tiba menyadari saya melangkah terlalu jauh dari tujuan semula. Awalnya hanya ingin mendapat informasi secara praktis.Saya pikir hanya ingin mempererat komunikasi dengan sahabat dan kerabat.Hanya ingin menemukan cara cerdas untuk meningkatkan kreatifitas.Tak lebih dari usaha agar tulisan-tulisan saya terbaca dan terus berkarya. Atau mungkin menemukan teman baru-jangka pendek untuk bertukar pengalaman dan berbagi obrolan menyenangkan. Setelahnya, saya bahkan tak menyadari bahwa saya 'hidup dan tinggal' di sana lebih dari yang seharusnya. Maya mampu mengalahkan realita tanpa saya kira. Dan sekarang saya tak bisa mengingkari saya harus hidup secara bergantian di kedua dunia. Saya sadar jelas tak ingin meninggalkan satu atau keduanya. Hanya pergi untuk sementara dari maya, sejenak total pada realita sambil membiasakan diri untuk menatanya dengan lebih bijaksana.*** Saya ingat pernah sesumbar mengatakan bahwa jelas saya tak mampu hidup tanpa internet, kecuali nama saya berganti jadi Citra Rizcha Realita bukannya Citra Rizcha Maya, dan dengan nekat minggu lalu saya mulai untuk mematahkan apa yang waktu itu saya pikir takkan mungkin saya lakukan. Salah satu kelemahan saya adalah tantangan, dan saya pikir siapa lagi yang mau menantang saya selain diri saya sendiri. Saya ingat kata mereka, bahwa hal tersulit adalah melawan diri sendiri dan saya akui itu benar. Kenapa saya harus melakukan ini? sebenarnya jika hanya mengandalkan kelemahan tantangan saya pikir saya tak mampu melewati seminggu panjang bahkan tanpa mengintip apa yang terjadi di media sosial.Tapi lebih karena, beberapa hal memang harus dibenahi. Lagipula saya rindu waktu saya dan si 'Maya' belum bertemu. Saya bertanya-tanya, kenapa saya mudah sekali gelisah dan terobsesi untuk selalu menjaga moodsaya agar tetap baik? hasilnya saya hanya selalu gelisah dan mendapat roller coaster emosi yang sulit untuk saya kendalikan. Awalnya mencampur kafein dan phennylethilamine di mug untuk diminum setiap pagi bisa memperbaiki keadaan tapi ternyata itu tak banyak membantu. Ada kalanya saya merasa luar biasa lelah karena terburu-buru untuk sesuatu hal yang tak saya tahu. Hingga suatu saat saya mulai mengamati ada apa dengan hidup saya. Entah bagaimana saya merasa bersalah karena masih berada di tempat yang sama nyaris tak bergerak sambil memandangi waktu tersia-sia antara jeda postingan satu dengan yang lain di salah satu akun media sosial saya. 50 mins ago, misalnya. Dan saya bahkan tak lebih dari benda mati, mengamati tulisan, foto, atau apa yang mereka bagikan di sana. Dan saya bertanya, seberapa penting itu buat saya? Setelah menemukan jawabannya saya mengabaikannya. Lalu, ada dorongan kuat untuk menulis 'status', 'moment', 'pm', yang anehnya tengah saya lakukan. Kenapa saya harus mengecek lagu di Path hanya untuk mendengar musik yang ingin saya dengarkan? Kenapa saya harus merasa aneh dan kacau hanya karena saya membagi lagu The Ramones atau The Beatles berulang-ulang di sana dan memikirkan apa pendapat orang tentang hal itu, ya ampun saya suka keduanya harusnya untuk apa peduli dengan pikiran teman-teman di Path. Harusnya saya bisa sarapan dalam waktu setengah jam tanpa harus repot mengatur sarapan saya untuk difoto dan diposting di Instagram. Kenapa saya harus menjadikan IG saya semacam warung makan? apa motivasi saya? dan kenapa saya turut mengamati propicmereka yang kalau sendiri berarti tengah bertengkar dengan pacarnya dan kalau berdua berarti mereka baik-baik saja. Lalu, kenapa harus ada komentar nyinyir dalam kepala saya ketika melihat potret keluarga bahagia versi dunia maya padahal dari mulut-mulut yang bicara itu cuma tipuan kamera, masalah mereka juga sebanyak kita! Dan saya kesal ketika ada yang cukup bego ketahuan melakukan tipuan, perbedaan kejadian di dunia nyata dan dunia mayanya, misal ada yang check in di lokasi kerja etapi sebenarnya masih tidur. Atau dia mengendalikan pikiran orang-orang dengan statusnya yang bohong banget. Dan parahnya, aha! Drama cowok yang mengejarmu dengan tanpa lelah, di saat kamu menyerah, kampretnya dia mengulang proses pengejaran itu dengan temanmu dengan bukti nyata terpampang di dunia maya. Saya tak perlu membaca hanya bertanya (pada Google) dan mendapat jawaban. Citra adalah orang yang menghargai proses, kalau-kalau kamu lupa Cit! dan rasanya buruk sekali mengetahui sesuatu secepat itu dan tak lama dia hilang, terlupakan dan berlalu. Saya mendownload banyak film dan lagu juga menyimpan halaman-halaman informasi yang menarik tapi lupa bertanya apa punya waktu menikmati semua itu. Kenapa pula saya harus membagikan seluruh isi hati dan kepala saya kepada banyak orang yang sesungguhnya juga ingin isi kepala dan hati mereka juga diberi perhatian? Kenapa saya begitu tertarik dengan berbagai hal yang remeh, yang kalau menurut saya masih banyak hal-hal besar yang membutuhkan perhatian saya. Saya benci menyadari bahwa konsentrasi saya buyar hanya karena bunyi ping! Saya benci harus mendapat dorongan 10 menit sekali menengok dunia yang bernama seperti nama belakang saya itu. Saya bukan manusia dengan fokus yang baik dan jika di setiap 10 menit saya konsentrasi saya selalu buyar. Bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang serius? Itulah kenapa saya harus menghukum diri saya dengan seminggu menjadi Citra Rizcha Realita dan Alhamdulillah saya berhasil melewatinya.

Setelah seminggu apa yang selanjutnya akan saya lakukan. Saya jera? atau…? Setidaknya saya merasakan manfaatnya;1. Moodsaya membaik bahkan tanpa perlu campuran kafein dan phennylethilamine setiap pagi.2. Saya tidak telat berangkat kerja. Prestasi yang bisa saya banggakan.3. Selera humor saya di kelas telah kembali dan ekspresi bête memudar hanya karena saya tak perlu melihat postingan yang membutuhkan reaksi dan yaampun siswa-siswa saya membutuhkan perhatian saya di kelas bukan hanya mereka yang di dunia maya yang lebih banyak tak saya kenal.4. Dalam seminggu saya menyelesaikan 4 novel, salah satunya hampir 600 halaman plus saya membuat review untuk keempatnya.5. Lebih banyak waktu bersosialisasi dengan sesama. Oh betapa saya merindukan ekspresi alami bukannya deretan emoticon. Betapa merdunya gelak tawa dan bukannya bingung membayangkan bagaimana bunyi dari wkwkwkwkwkwkwkwk di dunia nyata.6. Saya tidur delapan jam dan pulas!7. Seringnya kepala lebih tegak alih-alih menunduk!8. Hemat listrik, nge-charge biasanya setiap hari sekarang cukup dua -tiga hari sekali.9. Lebih santai tanpa perlu bereaksi untuk memberi komen atau jempol, wajah mengkerut atau ngakak atau menebak-nebak alasan dan motivasi seseorang menempelkan hati di komentar satu dan yang lain. Saya bukannya iseng atau usil hanya kadang penasaran itu hinggap dan tak mau pergi.10. Saya rasa seminggu ini saya merasa lebih baik dan saya berusaha mengatur waktu untuk disesuaikan dengan kebutuhan kapan saya harus mengunjungi dunia maya karena setidaknya di sana saya menemukan beberapa sahabat saya tinggal dan mereka sama berartinya dengan yang ada di dunia nyata.
Dan yeah saya akan berusaha untuk lebih bijaksana untuk hidup di kedua dunia secara bergantian.
Published on January 17, 2015 23:46
[Review] Kumpulan Cerpen Cinta Sejati Guy de Maupassant: Sembilan Wajah Cinta yang Berbeda

Judul Buku : Kumpulan Cerpen, Cinta SejatiJenis Buku : FiksiPenulis : Guy de MaupassantAlih Bahasa : Marcalais FransiscaPenyunting : Andi TohaPemeriksa Aksara : Dian PranasariPewajah isi : Eri Ambardi Penerbit : PT. Serambi Ilmu SemestaCetakan I : April 2011Tebal : 170 halamanISBN : 978-979-024-352-1
Sembilan cerita dalam buku ini adalah karya-karya terbaik Guy de Maupassant, sastrawan Prancis yang dikenal sebagai maestro cerpen dan salah satu cerpen modern. Masa lalu keluarganya, konflik kejiwaannya, peperangan, peristiwa keseharian, dan kehidupan orang-orang biasa menjadi lumbung imajinasinya yang tak pernah susut baginya. Tidak kurang dari dari 300 cerpen, 6 novel, 3 catatan perjalanan, dan 1 kumpulan puisi yang telah ditulisnya semasa hidup. Beragam kisah terdapat dalam buku ini. Kisah cinta masa kanak yang abadi; kisah seorang wanita yang tidak menikah seumur hidupnya karena kutukan percintaan masa remaja; perlawanan unik seorang pelacur patriotic terhadap tentara musuh; pernikahan gara-gara salah kamar; dan kisah-kisah sederhana dari kehidupan sehari-hari lainnya. Namun, di tangan Maupassant kisah-kisah tersebut begitu mengusik perhatian, memantik perenungan, serta membekas kesan mendalam. Betapa lemah manusia di hadapan takdir. maut, kenangan, cinta, dan mahadaya kehidupan itu sendiri.*** Saya tidak berencana memasukkan kumpulan cerpen ini ke dalam daftar bacaan saya. Tapi setelah menunaikan tantangan kategori buku berhalaman lebih dari 500 kata (The Known World) Buku yang difilmkan (The Notebook, demi mengulang kenangan karena niat awalnya saya malah ingin memasukan Paper Towns ke daftar ini, akan difilmkan dengan Cara Delevigne dan alis spektakulernya sebagai pemeran utama) Kategori buku yang diterbitkan tahun ini (karena awal tahun jadinya menggunakan tahun terbit 2014, tadinya nyaris kumcer Symbiosa Alina tapi teringat di kosan masih punya Daisuki Da Yo Fani-Chan karangan mbak Winda) akhirnya, setelah melompati kategori classic romance, inilah pilihan saya padahal tadi niatnya mau baca The Phantom of The Opera. Classic romance, adalah genre yang jarang saya miliki. Kebanyakan koleksi saya adalah Young Adult, Teenlit atau Chicklit(modal buat belajar nulis, soalnya saya menulis di genre ini) walau saya berharap bisa membaca Pride and Prejudice dan Jane Eyre (baru sempat nonton, saya selalu suka mendengar logat aristokrat dalam dialognya yang menawan) tapi harus saya katakan saya menikmati genre ini, beberapa seperti Anna Karenina, The Great Gatsby, Therese Raquin jelas membuat saya terpesona. Ketika mulai membaca, salah satu pertimbangan saya adalah pengarangnya. Nah, nama Guy de Maupassant pertama kali saya lihat di Bel Ami, oh jadi film ini diangkat dari karya sastrawan Prancis itu? saya suka filmnya, ceritanya, bukan, Rob Pattinson-nya (catet!) Jadilah ketika melihat buku ini ekspektasi saya langsung tinggi dan begitu membaca kesembilan cerpennya ternyata, saya tidak kecewa. Terdiri dari Sembilan cerpen. Dimulai dari cerpen yang diterjemahkan dengan judul, Cinta Sejati. Dibuka dengan obrolan diakhir jamuan makan malam, mereka membahas tentang topik cinta yang akhirnya dikisahkan oleh seorang dokter tua, kisah cinta wanita rakyat jelata tukang reparasi kursi dengan si ahli obat Monsieur Chouquet. Para tamu di meja akan jelas tak tertarik dengan 'dongeng' cinta perempuan miskin menyedihkan yang layak dikatakan bagai punguk merindukan bulan. Ya, kisah ini memang, miris dan tragis, tapi tentu saja kita tidak bisa menyangsikan betapa cinta sejati sangat manis, dan seperti kata Marquis, "tidak diragukan lagi, hanya wanita yang tahu caranya mencintai". Cerita kedua berjudul Seorang Janda, yang di sana menceritakan tentang nasib 'janda' dari bocah tiga belas tahun yang mati bunuh diri. Kisah ini pedih dan sentimental, tragis tapi nampaknya memang Maupassant tahu cara menyandingkan hal tragis dengan manis. Saya membaca cerita ini sebagai cerita terakhir dan berpikir bahwa ternyata bahkan bocah lelaki memiliki cinta yang begitu kuatnya, tapi cinta yang begitu besar mengakibatkan kekecewaan yang besar pula. Cerita ketiga berjudul Istri Istimewa, memadukan tak lagi tragis yang manis namun kekonyolan yang manis, tawa mengejek untuk keberuntungan yang memalukan. Di sinilah sebagai pembaca saya mulai mengambil kesimpulan Maupassant menyukai cara bercerita yang berbingkai, bercerita di dalam cerita. Dia akan menceritakan kisah dari 'mulut' tokoh ciptaannya. Di sini dia menganalogikan perkawinan semacam lotere; "Kau tak bisa memilih nomormu. Yang kebetulanlah yang terbaik." Cerita keempat berjudul Perhiasan Palsu, tentang kegemaran istri Monsieur Lantin dalam mengoleksi segala jenis perhiasan imitasi yang tak terduga tenyata akan membantu Lantin menjalani hidup selepas kematian istrinya. Cerita kelima berjudul, Kalung Berlian. Di sini saya mulai membaca bahwa Maupassant mengerti ketertarikan perempuan pada perhiasan. Kisah satir ini mengejek dengan cara yang pas walau yeah betapa sialnya jadi si tokoh yang harus merasakan penderitaan besar dan panjang hanya karena gengsi dalam pesta semalam. Cerita keenam berjudul Dendam Kesumat, ini favorite saya. Kisah kasih sayang ibu dan anak, bagaimana sang ibu 'membela' anaknya setelah kematiannya. Jangan remehkan apa yang seorang wanita bisa lakukan bahkan jika dia janda renta yang tak lagi memiliki kekuataan. Nampaknya hal itu juga yang masih jadi topik diangkat dalam kisah Babette, kisah wanita sakit jiwa yang anehnya disandingkan dengan perempuan penakluk pria semacam; Cleopatra, Diana,dan Ninon de L' Enclose. Kisah kedelapan dan kesembilan mengambil tema yang sana, perempuan murahan dalam masa perang Prancis-Prusia. Mademoiselle Fifi dan Boule de Suif. Dua kisah ini membuat tercengang. Lagi-lagi Maupassant mengejutkan pembaca mengenai apa yang seorang perempuan sanggup lakukan, seperti yang Rachel lakukan pada Mademoiselle Fifi atau yang aslinya disebut sebagai Mayor Graf Von Farlsberg. Rachel sedikit beruntung karena sikap ksatria dan patriotiknya mengubah hidupnya. Sayang tak begitu bagi si Bola Lemak dala Boule de Suif, perempuan itu bahkan dengan kebaikannya dan prinsipnya bahkan menjadi bulan-bulanan sekelompok oportunis munafik borjuis. Membaca karya Maupassant adalah pengelaman menjelajah Prancis pada masa lalu yang menampilkan posisi perempuan dengan keterbatasan, keinginan, dan posisinya. Membaca dari karyanya sepertinya Maupassant sangat mengerti karakteristik perempuan. Dan caranya bercerita mengalir ringan tapi jelas meninggalkan kesan mendalam, dia akan berada di daftar penulis cerpen favorite saya setelah Anton Chekov.
Published on January 17, 2015 22:07
[Review] The Notebook: Jika Cintamu Belum Kelar, Kejar!

Judul Buku : The Notebook (Buku Harian)Jenis Buku : FiksiPenulis : Nicholas SparksAlih Bahasa : Kathleen S.WDesain dan Ilustrasi Cover : Eduard Iwan MangopangPenerbit : PT. Gramedia Pustaka UtamaCetakan : Keempat, Juni 2014Tebal : 256 halamanISBN : 978-602-03-0649-0 Blurb: Sekembalinya dari medan perang. Noah Calhoun senantiasa dihantui bayang-bayang gadis cantik yang dikenalnya empat tahun silam, dan amat dicintainya. Walau mereka tak pernah pernah bertemu lagi, Noah merasa puas hidup dengan kenangan masa lalunya… namun tanpa terduga gadis itu kembali ke kotanya, untuk menemuinya sekali lagi. Allie Nelson, kini sudah bertunangan dengan pria lain, namun ia tak menyadari bahwa cintanya pada Noah tak pernah pudar ditelan waktu. Tapi dunia mereka begitu berbeda. Menghadapi pernikahannya yang tinggal beberapa minggu lagi, Allie dipaksa untuk mempertanyakannya, apa sebenarnya harapan-harapan dan impiannya untuk masa depan, dan dengan siapakah ia ingin menjalani masa depan itu.*** Dari film romantis yang membuat saya jatuh cinta pada sosok Noah Calhoun, eh Ryan Gosling, eh? Kan…bingung! Atau sebenarnya saya justru jatuh cinta pada sosok yang hidup di dunia nyata dan membangun cerita ini alias si Nicholas Sparks? waduh, susah menentukannya! Baiklah, Sparks sepertinya ahli dalam meramu romantisme sebelum dituangkan ke dalam tulisan! Ini karya Sparks ketiga yang saya baca (pertama A Walk to Remember dan yang kedua Safe Haven) tapi karya Sparks yang pertama kali saya tonton. Sedari awal kisah ini memiliki tempat di hati saya, sejujurnya kisah ini juga memberi inspirasi pada tulisan saya (Adegan di bianglala di awal film adalah yang melahirkan novel Paquita dan Pangeran Bianglala saya) Selain itu bolehkah saya mengajukan pertanyaan? Hey Sparks tahukah kamu para lelaki di dalam novelmu bisa ditemui dimana? Saya pikir, saya ingin bertemu dengannya saling jatuh cinta dan memiliki kisah yang indah. Kembali ke Allie dan Noah serta kisah cinta mereka. Sebenarnya jika ingin jujur cerita ini terlalu berkeju, huhuhu too cheesy! Tapi, tentu saja saya menikmati. Pembaca perempuan mana yang tak meleleh dengan kisah cinta sepasang kekasih yang dipertemukan setelah empat belas tahun berjeda? bukankah kisah ini menimbulkan harapan di hati pembaca untuk percaya, bahwa mungkin saja kamu kembali pada cinta pertamamu (mungkin itu harapan pribadi saya -_-) atau pembaca yang lebih bijaksana akan menangkap ini sebagai pesan, bahwa waktu akan mematangkan cinta. Baiklah, nampaknya akan lebih baik jika saya melihat dari sudut pandang perempuan. Jadi izinkan saya berpura-pura sebagai Allie. Okay saya memiliki Lon yang nyaris sempurna, dengan masa depan menyilaukan, tampan dan dari keluarga terpandang. Tetapi Lon dan segala kualitasnya sebagai menantu idaman orang tua saya buyar ketika di koran saya melihat lokasi tempat saya bercinta untuk pertama kali telah dipugar kembali dan yang lebih mengejutkan di depan tempat tersebut berdiri lelaki yang adalah impian saya-sejak-dulu-dan-selamanya-dalam-versi-lebih-dewasa-dan-tampan. Pernikahan di depan mata bahkan tak lagi tampak sebagai rencana bagus, karena saya memilih untuk mendatangi tempat dan lelaki itu! Dan kenapa ketika saya bertemu lelaki itu saya harus merasakan kembali apa yang dulu pernah saya rasakan dan sekarang perasaan itu malah seperti api yang kemudian disirami bensin. (Dari tak pernah padam menjadi makin berkobar!) Lalu kenapa Noah harus memberikan saya kemejanya? (adek makin gak bisa move on kakak!) Kenapa kita harus naik perahu (secara pribadi saya suka ide melewatkan hal romantis di perahu) menuju danau untuk melihat angsa-angsa? lalu kenapa harus hujan segala dan bikin kita khilaf dan berujung pada….dilema antara harus memilih kembali ke masa lalu atau meneruskan rencana masa depan. Walau saya tahu banyak yang telah mengetahui kisah ini. Tapi, saya harus berhati-hati untuk tak terlalu banyak membocorkannya. Ditulis dengan dua sudut pandang dengan dua setting berbeda (nyontek ini dari Sparks ah!) yang menceritakan Duke dan Noah. Mulanya, si opa Duke membacakan kisah Noah untuk oma Hannah, rekannya di panti wreda. Kenapa opa Duke mau melakukannya, ya? dan kenapa oma Hannah begitu sensitif? apakah opa Duke mengenal mereka yang dia bacakan kisahnya? Oh Sparks, terima kasih telah membangkitkan sisi romantis saya sebagai perempuan. Namun, ada sebagian dari otak sadar saya yang berpikir bahwa kamu menciptakan karakter yang terlalu ideal untuk ditemui di dunia nyata. Sosok Noah yang lembut bahkan terlalu kuat untuk dihancurkan oleh peperangan. Di kepala saya yang walau sebagai pembaca saya tak berhak untuk menentukan karakter si tokoh tapi saya menginginkan jika Noah sedikit lebih garang, versi filmnya sudah menampilkan itu dan itu sangat seksi! Saya suka ide Sparks yang mempertemukan lelaki pecinta puisi dengan perempuan pelukis serta ide bahwa lelaki sejati yang rela mewujudkan mimpi bagi perempuan yang dia cintai. Kisah ini indah dengan kalimat memukau walau kadang untuk beberapa hal saya terlalu takut membayangkannya karena terlalu indah. Seperti pada paragraf ini: Bahwa kehidupan ini sebetulnya hanyalah kumpulan dari kejadian-kejadian kecil, masing-masing dijalani setahap demi setahap (sampai di sini saya masih setuju dengan Sparks) Bahwa setiap hari seharusnya dilalui dengan menemukan keindahannya dalam bunga-bunga, puisi, dan berbicara pada binatang-binatang. Bahwa suatu hari yang dilewati dengan bermimpi, menikmati tenggelamnya matahari serta angin semilir yang menyejukkan sama sekali tidak sia-sia. Tapi, di atas itu semua, aku belajar bahwa yang penting dalam kehidupan ini adalah duduk-duduk di dekat sungai tua, dengan tanganku di atas lututnya, dan sekali waktu, pada hari-hari yang baik jatuh cinta. Buat saya pribadi yang menyukai keindahan bunga Edelweiss dan bunga bank ( kedua bunga ini langka, kan?) sulit mengerti puisi dan punya pengalaman traumatis dengan binatang peliharaan (dari beo saya yang dijual hingga Peru, si anjing yang pergi tanpa pernah pulang, hingga Chiko si kucing tetangga yang lebh sering ngeselin dari bersikap manis) Pengalaman menikmati sunset di sepanjang pantai sambil bernegosiasi bagaimana mengakhiri kisah cinta tanpa masa depan, dan sebagai warga yang tinggal di dekat sungai dengan resiko banjir saya sulit menempatkan posisi si perempuan berjiwa romantis pada bagian ini. (Halaman 215-216) Selebihnya saya cuma ingin mengatakan kisah ini indah dan wahai wanita bacalah jika ingin merasakan pengalaman melelehkan perasaan dan kembali membangkitkan perasaan cinta dalam diri anda. Jika Allie boleh memiliki Noah, seandainya saja bisa minta, bolehlah Lon-nya buat saya aja? hehehe.
Published on January 17, 2015 21:55