Santhy Agatha's Blog, page 4

July 3, 2013

informasi balasan email

Dear all semalam beberapa email sudah dibalas yaah sepulang kantor.....tp karena kondisi badan malahan ketiduran huhu
Dan tadi krn internet kantor masih mati jadi harus menunggu lagi hiks
Tapi barusan akhirnya sudah dibetulin internetnya dan sekarang sudah bisa
Jd buat yang menunggu balasan email bisa dicek satu atau dua jam lagi ya dear insyaAllah sudah beres dibalas semua...
Ini aku baru mulai balas satu persatu....tungguin yaaa

Untuk postingan cerita mungkin agak maleman yaa karena ini mau balas email dulu baru setelah itu posting cerita ( *kerjanya kapan sannn??? - tanya si bos hihi)

Makasih ya all atas pengertiannya...aku menyayangi kalian semuaaa

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 03, 2013 22:50

buat yang menunggu balasan email

Dear semua yang menunggu balasan email baik untuk po etc dan another 5% maupun po romeos lover edisi bertandatangan mohon sabar menunggu yaa

Internet kantor sedang mati (posisi skrg lagi dikantor heee) dan sedang diperbaiki. Jadi krn msh dikantor ga bisa online dan cek email.....Jd insyaAllah akan dibalas sore ini atau paling lambat malam ini yaa
Semoga mau menunggu

Postingan ini dibuat nitip ke misua heee krn aku ga bisa posting jg saat ini semoga tar malam kalo dah dirumah bisa yaa ( pake internet di rumah)


Semua email yang masuk pasti akan dibalas nanti ;)

*peluk sayang semuanya*
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 03, 2013 00:12

July 2, 2013

PO Edisi Khusus Romeo's Lover Bertandatangan [ Revisi Cover ]

Dear All, buat yang menunggu Romeo's Lover

Nulisbuku dan Santhy Agatha bekerjasama untuk mengeluarkan Romeo's Lover Edisi Khusus bertandatangan asli + Lembar Quote dan pesan khusus yg ditulis tangan penulis di dalam novel

*tanpa tambahan charge apapun, harga sama dengan Romeo's Lover Edisi biasa :)

Spesifikasi :
Harga : 60ribu
Jumlah halaman 270 lembar, kertas novel
format Times News Romans ukuran 9 tanpa spasi line
Jumlah bab : 20 bab

Edisi yang tersedia hanya 100 eksemplar :)

Buku akan terbit akhir Juli 2013

Tetapi karena Edisi bertandatangan memerlukan proses khusus, maka prosesnya lebih lama dari biasanya dimana tahapan prosesnya adalah sebagai berikut :


====> Penerbit ( lokasi di Surabaya) mencetak 100 lembar halaman pertama Romeo's Lover

  ====> 100 lembar halaman pertama dikirimkan ke Penulis ( Santhy Agatha ) di Bandung

      ====> Oleh penulis, 100 lembar halaman pertama Romeo's Lover tersebut di kembalikan ke penerbit
                     di Suranaya

         =====> Oleh penerbit, 100 lembar halaman pertama itupun dijilid dengan keseluruhan buku 
                          Menjadi Romeo's Lover edisi khusus bertandatangan

Karena proses memakan waktu kurang lebih 4 minggu, maka penulis membuka pendaftaran untuk pemesanan edisi khusus bertandatangan mulai sekarang untuk mencatat nama-nama yang terdaftar
( sedangkan untuk PO edisi biasa/ regular  akan dibuka tanggal 1 Agustus sd 10 Agustus 2013- harga tetap)

Untuk Pemesanan di muka edisi bertandatangan ini ( dibatasi hanya 100 orang )

Kirimkan email PO di muka ke email anakcantik3@gmail.com

Judul email : Pesan Romeo's Lover edisi tandatangan
Isi email : Format PO
Nama :
Alamat :
No HP :

*Setelah readers mengirim email maka akan dijelaskan syarat dan ketentuan lebih lanjut untuk pemesanan edisi khusus ini.

1 like ·   •  14 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 02, 2013 04:09

Embrace The Chord Part 13


Apapun..
Tiba-tiba saja Rachel merasa menyesal sudah menjanjikan sesuatu yang sepertinya bisa digunakan Jason untuk memanfaatkannya. Tetapi sudah terlanjur, lagipula, melihat perban di tangan Jason itu membuat Rachel merasa sangat bersalah. Tangan kanan merupakan tangan yang vital bagi seorang pemain biola, tangan itu berguna untuk memainkan busur penggesek biola, dan sangat penting dalam menciptakan suara. Tangan kanan  bagi seorang pemain biola bertanggung jawab dalam hal kualitas nada, ritme, dinamik, artikulasi dan timbre, tetapi sekarang Jason terluka di tangan kanannya, kata Calvin, lelaki itu bahkan kesulitan menggerakkan jari-jarinya...
Rachel menatap Jason dengan tatapan was-was sementara mata lelaki itu tampak berkilat penuh rencana.
Apa yang ada di benak lelaki ini?
Tiba-tiba saja Jason menatap Rachel tajam dan tersenyum mencurigakan, "Oke, sudah kuputuskan."
"Sudah diputuskan apa?" Rachel bertanya, penasaran dengan sikap Jason yang penuh misteri.
Senyum Jason melebar, "Kau akan menjadi pengganti tangan kananku, selama tangan kananku tidak bisa digunakan, sampai aku sembuh."
Mata Rachel membelalak, masih berharap kalau dia salah duga karena tidak menyangka bahwa lelaki itu akan meminta hal yang begitu konyol dan egois kepadanya, 
"Menjadi pengganti tangan kananmu? apa maksudmu?"
JasonJason memasang wajah datar yang menjengkelkan, "Karena kau aku jadi invalid, aku tidak bisa menggunakan tangan kananku, bukan hanya untuk bermain biola tetapi juga kegiatan-kegiatan lainnya, seperti menulis, menyuapkan makanan, menyisir rambutku." Lelaki itu tampak geli sendiri dengan kata-katanya, tetapi matanya bersinar menantang ketika menatap Rachel, "Apalagi setelah operasi lusa, aku akan semakin tak bisa menggerakkan tanganku karena masih dalam proses penyembuhan. Jadi Kau bertugas menggantikan tangan kananku."
Mata Rachel melirik dirinya sendiri yang memakai kruk dengan kaki dibebat, "Aku sendiri terluka di bagian kaki dan membutuhkan orang lain untuk menopangku, aku tidak bisa menjadi tangan kananmu." gumamnya jengkel.
Jason memasang wajah datar, "Kalau begitu biarkan aku menjadi kakimu, aku akan menopangmu." gumamnya tak peduli, lalu melemparkan tatapan menuduh kepada Rachel,  "Kau bilang kau mau melakukan 'apapun' untukku."
Rachel terdiam, teringat janjinya lagi, lalu memandang Jason lama, kemudian menghela napas panjang. Ya ampun, sepertinya dia terperangkap dalam jebakan Jason yang licik.
*** 
"Kenapa?" Calvin duduk di pinggir ranjang, menatap Rachel lembut, perempuan itu tadi memaksa untuk menengok Jason di kamarnya, tetapi setelah kembali wajah Rachel bukannya lega, malahan lebih kusut dari biasanya.
Rachel menatap Calvin dan mencoba tersenyum, 
"Tidak apa-apa." sebaiknya Calvin tidak tahu kalau Rachel sudah bersedia menjadi pengganti tangan kanan Jason. Lelaki itu pasti akan marah dan merasa bahwa Jason memanfaatkan Rachel.
Tetapi tentu saja Calvin tidak mau menyerah, "Dia marah padamu ya?"
Rachel meringis, mungkin lebih baik kalau Jason marah kepadanya, mungkin membentak, mencaci dan menyalahkannya. Tetapi tidak, Jason begitu dingin dan penuh perhitungan sehingga Rachel tidak bisa menebak apa yang ada di dalam kepalanya. Lelaki itu tampak  misterius dan Rachel tiba0tiba merasa takut dan tidak nyaman, karena dia tidak bisa mengetahui apa rencana Jason selanjutnya.
Rachel menggelengkan kepalanya, mengetahui bahwa Calvin masih menantikan jawabannya,
"Tidak, dia tidak marah kepadaku."
'Kau sudah meminta maaf bukan?" Calvin bertanya lagi, merasa tidak puas dengan jawaban Rachel.
Rachel menganggukkan kepalanya, "Sudah."
"Lalu kenapa kau masih tampak sedih?"
"Tidak apa-apa Calvin." Rachel menggelengkan kepalanya, sebaiknya Calvin tidak usah tahu tentang apa yang dikatakan Jason kepadanya, kalau tidak sifat Calvin yang protektif kepadanya mungkin akan membuat Calvin melabrak Jason.
Lagipula, kalau Jason memang mau mengerjainya, dia pantas bukan diperlakukan seperti itu? Karena dia yang bersalah....
Tiba-tiba Rachel bertanya-tanya, pertanyaan yang kemarin lupa untuk dipikirkannya.... Si penyergap itu, lelaki menakutkan itu jelas-jelas mengincar tangan dan wajah Rachel dengan pisau, seperti sudah direncanakan sebelumnya. Lelaki itu bukan penculik acak, Rachel memang sudah ditargetkan.
Ketika Rachel sadarkan diri, polisi sudah menemuinya dan menanyakan semuanya kepada Rachel. Rachel sendiri berusaha membantunya sebisanya, tetapi ketika polisi menanyakan pertanyaan itu, dia sendiri tidak punya jawabannya.
Kenapa si penyergap itu berusaha melukainya? Dan siapakah dia?
*** 
Arlene menampar Andrew keras-keras, melampiaskan kemarahannya.
"Bodoh!" dia berteriak kencang, marah luar biasa, sementara Andrew hanya terpatung diam dan tampak pasrah, "Aku menyuruhmu melukai anak ingusan brengsek itu! Bukannya melukai Jasonku, dan dari semua bagian tubuhnya, kenapa kau melukai tangannya?!"
Arlene tentu saja mengikuti perkembangan berita tentang Jason yang heboh ditayangkan di televisi. Dia sama sekali tidak menyangka semuanya akan menjadi seperti ini.
Ya ampun. Jasonnya! Kesayangannya! Kekasihnya! 
Lelaki itu sekarang terluka, di bagian tangan yang vital pula! Dan itu semua karena kebodohan Andrew.
"Kau harus menebus kesalahanmu ini dengan berhasil di tugas berikutnya Andrew! Kali ini jangan sampai gagal, kau harus bisa melukai Rachel!" suaranya masih tinggi karena emosi, dan ketika Andrew hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, Rachel mendengus lalu membalikkan badan dan meninggalkan Andrew,
Dalam langkahnya, dia membayangkan Jason, dan kemudian dia sadar bahwa sampai detik ini, tidak ada polisi yang datang menanyainya. Padahal kalau Jason mau mengatakan kepada polisi bahwa sebelum penyerangan atas Rachel itu, Arlene jelas-jelas mengatakan bahwa dia merencanakan menyakiti Rachel, pasti sekarang Arlene sudah berada di dalam sel penjara.
Tetapi sepertinya Jason tidak mengatakan apa-apa kepada polisi. Kenapa Jason melindunginya?
Apakah jangan-jangan, Jason masih mencintainya sehingga memutuskan untuk melindunginya?
Bibir Arlene mengembangkan senyum penuh harap. Ya. Jason pasti masih mencintainya! Segera setelah Andrew berhasil melakukan misinya dan menyingkirkan Rachel selamanya, Jason pasti akan kembali kepada Arlene!
*** 
Hari ini adalah hari operasi tangan Jason yang kedua, lelaki itu duduk dan menunggu. Matanya menatap ke arah tangannya yang diperban,  kemudian dengan senyuman jahil lelaki itu menekan nomor telepon Rachel yang sangat dihapalnya.
"Halo?" suara Rachel yang lemah terdengar di seberang, Jason bahkan bisa membayangkan bagaimana dahi Rachel mengerut dan bibir mungilnya mengerucut.
"Aku mau kau ke sini."
Lalu tanpa menunggu jawaban Rachel, Jason mematikan ponselnya. Menunggu.
Senyumnya melebar ketika terdengar ketukan di pintu kamarnya, kamar Rachel memang berada di sebelahnya sehingga mudah bagi mereka untuk saling mengunjungi. Jason sebenarnya bisa mengunjungi Rachel ke kamarnya, tetapi karena dia harus dioperasi beberapa jam lagi, dia dilarang keluar-keluar dari kamarnya, berbeda dengan Rachel yang cedera terkilir dan tidak ada infus yang mengikatnya.
"Masuk." Jason bergumam tenang, tahu siapa yang ada di depan pintu.
Pintupun terbuka dan Rachel masuk, perempuan itu masih memakai kruk tetapi sepertinya kakinya sudah lebih baik. Setengah melangkah Rachel berjalan mendekati ranjang Jason dan berdiri di sana dengan ragu.
Jason mengangkat alisnya, "Duduklah, kalau tidak kau bisa ambruk karena berdiri terlalu lama. Ada yang ingin kubicarakan."
Rachel menurut, dan duduk meskipun benaknya dipenuhi pertanyaan.
Hening sejenak, Jason menatap Rachel dalam-dalam, dan kemudian bergumam,
"Aku ingin kau menjadi kekasihku."
Kali ini mata Rachel membelalak, dan kalau kakinya tidak terkilir, mungkin dia sudah berdiri dari duduknya, 
"Apa maksudmu?" Matanya membalas tatapan serius Jason, berusaha mencari candaan dan jebakan yang tersembunyi di sana. Tetapi Jason tampak tenang, tersenyum misterius dan mengangkat dagunya angkuh.
"Bukan kekasih yang sebenarnya." gumamnya dingin, "Aku tidak butuh kekasih di saat-saat seperti ini. Aku menawarkan itu supaya semuanya lebih mudah bagi kita."
"Apanya yang lebih mudah?" kata-kata bantahan sudah berkumpul di ujung bibir Rachel, dia masih bingung dengan tawaran Jason itu yang sebenarnya tidak bisa disebut tawaran, tetapi lebih mirip sebuah perintah. Apa maksud Jason dengan menjadi kekasihnya, tetapi bukanlah kekasihnya yang sebenarnya?
"Si penyergapmu itu." Mata Jason menyipit. "Aku menduga dia adalah suruhan dari orang yang cemburu kepadamu, karena kau ada di dekatku." Jason memilih tidak menyebut nama Arlene kepada Rachel. Dia punya balas dendam sendiri yang akan dilakukannya kepada Arlene, dan Rachel tidak perlu terlibat di dalamnya, "Dan masih ada kemungkinan dia akan menyerang lagi."
Kenangan itu langsung menyerang Rachel, membuatnya pucat pasi. Dia masih ingat pisau yang terayun itu, sedetik sebelum Jason menyelamatkannya. Kalau dia harus mengalami hal yang sama sekali lagi, entah apakah dia mampu...
"Kalau memang penyerang itu disuruh oleh orang yang cemburu, bukankah lebih baik aku menjauh darimu? Kenapa kau malahan menyuruhku berpura-pura menjadi kekasihmu? bukankah itu malahan semakin menyulut si pelaku?" Rachel melemparkan pemikiran logisnya ke arah Jason.
Sementara itu Jason malahan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kalau kau menjauhiku, kau akan tetap diincar, lagipula kau tidak bisa menjauhiku, kau adalah murid khususku dan kau akan menjadi pengganti tangan kananku." Jason seolah senang mengingatkan akan janji Rachel untuk bersedia menjadi semacam budaknya. "Satu-satunya cara kau bisa ada di dekatku, dan aku bisa menjagamu supaya aman adalah dengan statusmu sebagai kekasihku, selain itu aku ingin memancing si pelaku ini supaya semakin marah dan meledak." Senyum Jason tampak kejam, "Lalu aku akan menghancurkannya."
Rachel menelan ludah, sisi Jason yang ini belum pernah dilihatnya sebelumnya. Dia tahu Jason yang menjengkelkan dan pemaksa, dia tahu Jason yang elegan dan dewasa ketika berada di pesta, dia tahu Jason yang misterius dan tampak susah didekati ketika bermain biola... tetapi dia belum pernah melihat sisi Jason yang penuh dendam dan kejam.... dan itu terasa menakutkan...
"Kau tidak bisa menolak." Jason mengamati Rachel yang merenung, mengira bahwa Rachel akan menolaknya, "Kau sudah berjanji akan melakukan apapun untukku. Ini termasuk di dalamnya."
Sialan Jason. Rachel mengumpati lelaki itu diam-diam, merasa jengkel karena Jason benar-benar memanfaatkan kata-kata yang diucapkan Rachel saat itu. Oke. Sekarang dia tahu bahwa lelaki ini kejam, dan tidak segan-segan memanfaatkan rasa bersalah Rachel.
"Jadi sekarang bagaimana?" Rachel melemparkan tatapan mata jengkel kepada Jason, pada akhirnya dia pasrah, karena lelaki ini pasti akan berusaha mendapatkan apapun yang dia mau.
"Mulai sekarang, kau adalah kekasihku." Senyum Jason tampak puas, "Kita harus menandai hal istimewa ini."
Pada saat bersamaan, pintu itu terbuka dari luar, dan seperti sudah direncanakan sebelumnya, detik yang sama pula tangan Jason yang tidak sakit meraih belakang kepala Rachel, memaksa Rachel menunduk ke arahnya, dan kemudian bibirnya mengecup bibir Rachel dengan sangat ahli.
*** 
Tadi Calvin meninggalkan Rachel untuk membeli kopi di bawah, dan ketika dia kembali ke kamar Rachel, ternyata ranjang Rachel kosong.
Calvin sudah tentu tahu bahwa Rachel sedang mengunjungi kamar Jason, dia merasakan dadanya berdenyut oleh perasaan asing. Perasaan asing yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Rasa tidak nyaman yang sama ketika di pesta itu dan dia melihat lengan Jason melingkari pinggang Rachel dengan posesif.
Apakah dia cemburu?
Karena musibah ini, Calvin tidak sempat menelaah perasaannya kepada Rachel. Tetapi dia tahu rasa itu ada.... dia tertarik kepada Rachel, lebih daripada sahabat, lebih daripada saudara.... apakah Rachel akan membalas perasaannya? ataukah perempuan itu tertarik kepada Jason...? dan kenapa pula Calvin memikirkan kemungkinan itu? Bukankah dia sendiri sudah terikat hubungan asmara dengan Anna? Annanya yang cantik, yang dicintainya bertahun-tahun yang lalu dan pada akhirnya bisa menjadi miliknya?
Tidak. Calvin tidak boleh mengembangkan perasaan ini..... kecuali kalau Rachel ternyata menyimpan perasaan yang sama kepadanya. Kalau Rachel ternyata juga mencintainya, Calvin mungkin akan sangat tergoda meninggalkan Anna demi Rachel. Perasaannya kepada Rachel terasa lebih kuat daripada perasaannya kepada Anna....
Yah. Dia tidak perlu memikirkan itu dulu. Calvin lalu berjalan keluar dari kamar Rachel dan melangkah keluar dari kamar Rachel dan menuju kamar Jason.
Dia langsung membuka pintunya, lupa untuk mengetuk terlebih dulu. Ketika Calvin masuk, pemandangan di depannya membuatnya ternganga....
Jason dan Rachel sedang berciuman!
Seketika itu juga hatinya terasa sakit, seakan diremukkan menjadi serpihan.
*** 
Rachel benar-benar terkejut karena Jason menciumnya tiba-tiba, dia bahkan masih membelalak dan berusaha meronta ketika merasakan bibir Jason yang panas melumat bibirnya dengan begitu ahli. Tetapi tangan Jason yang kuat menahan belakang kepalanya dan malahan menekan kepalanya semakin rapat ke arah kepala Jason, membuat bibir mereka berpadu semakin rapat.
Ciuman seorang Jason sangat luar biasa, seolah-olah lelaki itu diciptakan dengan keahlian mencium alami. Jason bersikap lembut, bukannya memaksa seperti yang dilakukannya sebelumnya kepada Rachel. Bibirnya menyesap bibir Rachel hati-hati, mencicipi setiap jengkal rasanya, dan memujanya....
Suara di pintu membuat Rachel terkesiap, dan dia memiringkan kepalanya, berusaha melepaskan diri dari bibir Jason. Dan rupanya kali ini Jason memutuskan untuk melepaskan bibirnya, membiarkan Rachel terengah di sana, dengan bibir panas membara,
Rachel menoleh ke arah suara di pintu itu, dan dia ternganga ketika melihat Calvin yang berdiri di sana.
"Calvin?" Rachel merasakan dorongan yang kuat untuk menjelaskan semuanya kepada Calvin, supaya lelaki itu tidak salah paham dan berpikir yang tidak-tidak antara dia dengan Jason. Tetapi jemari Jason menyentuh tangannya tegas, seolah mengingatkan Rachel akan perjanjian mereka sebelumnya, bahwa Rachel sudah bersedia untuk berpura-pura menjadi kekasih Jason.
"Maafkan aku mengganggu, aku tadi tidak mengetuk pintu dan masuk begitu saja.. aku eh..." Suara Calvin terbata-bata, ekspresinya tampak begitu shock, "Aku akan keluar dulu, maafkan aku.."
Calvin membalikkan tubuhnya dan dengan tergesa keluar dari kamar itu, membanting pintu di belakangnya.
"Calvin!" Rahcel beranjak berdiri, bertumpu pada kruk di bawah lengannya dan hendak mengejar lelaki pujaan hatinya itu. Tetapi lengannya dicekal dan ditahan oleh Jason.
"Biarkan dia pergi."
Rachel menoleh ke arah Jason dengan panik, 'Tetapi dia akan salah paham! Dia akan mengira aku dan kau serius... aku harus menjelaskan semuanya kepadanya!"
"Tidak boleh."
"Tidak boleh?" Rachel tertegun, menatap Jason dengan marah, berusaha melepaskan diri, tetapi pegangan Jason ke lengannya makin kencang, "Tidak apa-apa bukan kalau aku menjelaskan bahwa kita sedang berpura-pura pacaran karena ingin menjebak si penyerang kepada Calvin?"
'Tidak boleh." Mata Jason menyipit serius, "Sandiwara ini hanya kita berdua yang boleh tahu, tidak ada orang lain yang boleh..."
Rachel menatap Jason dengan tatapan mata frustrasi, "Tetapi dia Calvin! Kau tahu aku padanya..."
"Kau tegila-gila kepadanya, aku tahu." Ekspresi Jason tampak keras, "Tidakkah kau sadar kalau sandiwara kita ini juga bisa membantumu?"
"Apa maksudmu?" Jason begitu penuh teka-teki hingga Rachel sering merasa bingung ketika mencoba memahami maksudnya.
"Apakah kau tak tahu bahwa dorongan alami lelaki adalah untuk bersaing dan mengejar pasangannya? Semakin sulit didapatkan, semakin besar seorang lelaki tertarik." Senyum Jason tampak tipis, "Aku tahu bahwa Calvinmu itu selama ini begitu bodoh, tidak pernah melihatmu sebagai perempuan. Kau ingin dia menyadari dirimu sebagai perempuan yang pantas dipertimbangkan, Rachel? Maka berpura-puralah menjadi kekasihku, aku akan membantumu memancing rasa cemburu Calvin, dan setelah kita selesai, dia akan menyadari perasaannya kepadamu."
Rachel tertegun. Benarkah apa yang dikatakan Jason itu? bahwa dengan berpura-pura menjadi kekasih Jason, dia bisa membuat Calvin cemburu dan memancing perasaan Calvin kepada Rachel? Rachel bukan ahli tentang strategi percintaan, tetapi dia percaya Jason sangat ahlli dalam hal ini.
Dan ya ampun.... tawaran Jason itu terasa begitu menggodanya, membayangkan Calvin tertarik kepadanya...
Pintu kamar Jason terbuka lagi, tetapi kali ini dokter yang masuk, dia tersenyum kepada Jason  dan mengangguk ramah kepada Rachel,
"Siap untuk operasi keduamu?"
Jason tersenyum lebar, "Aku tak sabar menantikannya, dokter."

Bersambung ke Part 14

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 02, 2013 04:08

PO Embrace The Chord dan Another 5%

Dear semuanya
Untuk PO Embrace The Chord dan Another 5% sudah dibuka dari tanggal 1 Juli 2013 dan ditutup tanggal 10 Juli 2013 ya




Spesifikasi buku :
Paperback
Harga : ( normal ) @Rp.50.000
Jumlah halaman : 200 +-
Jumlah bab : 22 bab
Font Huruf : Time new romans, ukuran 9, no spasi
Cover : warna
Kertas : kertas novel

Ada diskon khusus untuk 50 pemesan pertama

Untuk PO buku, sekarang menggunakan email khusus untuk PO dan lomba yaa, sehingga bisa lebih cepat dan akurat dalam pelayanannya

PO bisa dilakukan dengan email ke alamat email:  anakcantik3@gmail.com

Judul Email : Pesan Buku
untuk isi email, sertakan format PO seperti biasanya yaitu :
Nama : ...
Alamat : ....
No HP : .....
Pesanan buku : ....

*Setelah email PO readers akan mendapatkan balasan mengenai harga buku dan proses pemesanannya





PS : Untuk pemesan kloter sebelumnya yang mengalami keterlambatan karena kasus JNE salah kirim, mohon maaf yang sebesar-besarnya atas keterlambatan tersebut. InsyaAllah permasalahan tersebut tidak akan terulang kembali. Permasalahan dengan JNE sudah diselesaikan per minggu kemarin dan buku yang nyasar sudah semuanya  ditarik, dan sudah dikirimkan ulang ke alamat di minggu ini.dan diharapkan dalam minggu ini pula semua buku sudah sampai ke alamat masing-masing. Kompensasi diberikan untuk pemesanan buku berikutnya akan ada diskon tambahan yang lebih besar

Sekali lagi mohon maaf ya ^^


1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 02, 2013 04:08

July 1, 2013

Another 5% Part 15

PS : Maafkan postingan hari ini cuma satu T__T ini baru sampai rumah jam setengah duabelas malam, setelah menembus kemacetan luar biasa sepulang kerja hiks jd dipostingkan naskah yang sudah siap dulu yaa, maafkan yaa... semoga besok bisa ditebus T__T  InsyaAllah akan dipostingkan yang ditunggu-tunggu besok yaa 



Rolan menyentuh dahi Selly dengan lembut, ekspresinya tampak cemas,
“Kau demam tinggi sayang, ya ampun.” Jemarinya membelai-belai  dahi Selly seolah mencoba menyerap demamnya. “Tidurlah... semoga besok demamnya sudah turun.”
Selly menatap Rolan dengan penuh cinta, ada senyum terkembang di bibirnya meskipun kepala dan seluruh tubuhnya terasa sakit,
“Kau datang untukku, kau tidak melupakanku...” gumam Selly lemah.
Bibir Rolan menyunggingkan senyuman sayang,
“Bicara apa kau Selly, tentu saja aku tidak akan melupakanmu, aku di sini untukmu, Oke? Sekarang tidurlah.”Selly menurut. Matanya terpejam dan bibirnya menyunggingkan senyuman bahagia. Kalimat Rolan itu sama seperti  janji menyenangkan yang dibisikkan di bawah kesadarannya tadi....
Aku ada di sini untukmu sayang... jangan menangis....
Kalimat itu terus menggema di benak Selly, membuat tidurnya terasa nyaman.
***
Gabriel menyandarkan tubuhnya di dinding, dia masih ada di situ. Berdiri di lorong depan pintu flat Selly dalam keheningan.
Bibrinya tersenyum sinis mendengarkan kelembutan Rolan untuk Selly. Tadi dia langsung menghilang begitu mendengar Rolan datang. Tetapi entah kenapa Gabriel bukannya pulang, malahan masih menunggu di lorong flat Selly seperti orang bodoh.
Dia hanya mencibir ketika pandangannya bisa menembus sampai ke kamar Selly.
Perempuan itu mungkin sekarang sudah tenang karena bisa bersama cinta sejatinya.... sambil menggertakkan giginya, Gabriel memejamkan mata, dan dalam sekejap bayangannya sudah ditelan kegelapan.
***
Pagi harinya, aroma sup yang harum dan menggugah selera membuat Selly membuka matanya, demamnya sudah agak turun meskipun kepalanya masih sedikit pening. Selly menyingkapkan selimut yang menutup rapat tubuhnya dan mencoba duduk, dia mengernyitkan kepalanya akibat dentuman rasa nyeri yang langsung menyerangnya,
“Kau belum boleh bangun dulu.” Rolan masuk, membawa nampan besar di tangannya berisi sup yang mengepul panas dan segelas besar jus jeruk, “Berbaringlah lagi.” Gumamnya tegas.
Selly tersenyum menatap kekasihnya itu, dia menurut dan berbaring lagi, mengganjal bantal di punggungnya hingga dia setengah terduduk,
Sementara itu, Rolan meletakkan baki itu di meja dan duduk di tepi ranjang, lalu meletakkan telapak tangannya dengan lembut di dahi Selly,
“Demamnya sudah sedikit turun.” Lelaki itu lalu meraih mangkuk sup dari atas baki,”Mau makan?”
Selly menganggukkan kepalanya, lidahnya terasa pahit, tetapi entah kenapa aroma sup yang sangat harum itu menggugah seleranya,
“Kau memasaknya sendiri?”
Pipi Rolan memerah, “Aku tidak bisa masak, ini aku beli dari rumah makan di seberang.”
Mau tak mau Selly tertawa melihat pipi Rolan yang memerah, dia tersenyum, menatap kekasihnya dengan sayang,
“Terimakasih Rolan, sudah mau merawatku.”
“Tentu saja sayang.” Rolan menggenggam jemari Selly dengan sebelah tangannya, “Karena aku mencintaimu.” Dikecupnya jari Selly dan kemudian dia mengedipkan sebelah matanya, “Ayo makan supmu, setelah itu minum obat turun panas.”
Selly meenganggukkan kepalanya, kemudian dia mengerutkan keningnya ketika teringat sesuatu,
“Jam berapa ini?”
“Jam enam pagi, kenapa?”
Selly tampak cemas, “Aku... aku harus ke kantor.”
Rollan menggelengkan kepalanya tidak setuju, “Selly, kau demam, kau butuh istirahat, perusahaan pasti mengerti kalau kau sedang sakit dan tidak bisa bekerja, nanti siang kita ke dokter dan meminta surat dokter untukmu, oke?”
Selly merenung, “Tapi aku harus menelepon bosku untuk meminta izin...”
“Teleponlah. Nanti, habis makan sup ya, sekarang makanlah dulu.”
***
Ponsel Gabriel berkedip-kedip, dan nama Selly tertera di sana.
“Selly?” Gabriel langsung menyebut nama Selly dengan suara tenang.
“Sir? Mohon izin... saya .. saya eh sakit jadi tidak bisa masuk hari ini.”
“Apakah demammu sudah turun?” Gabriel langsung bertanya, suaranya terdengar tanpa emosi, dia bisa membayangkan Selly yang mengerutkan keningnya di seberang sana, tetapi kemudian Selly menjawab juga.“Sudah mendingan, Sir. Terimakasih.”
“Bagus.” Gabriel menyahut, “Istirahatlah selama yang kau mau, kau mendapatkan izinku.” Lalu tanpa menunggu jawaban dari Selly, Gabriel menutup percakapan mereka.
*** “Kenapa?” Rolan yang sedang membereskan piring dan gelas kosong di baki menoleh dan bertanya ketika melihat Selly memeluk ponselnya dengan dahi berkerut.
Selly tersenyum kepada Rollan, meski kebingungan tertera di wajahnya,
“Tidak... itu bosku... dia dia tadi bertanya apakah demamku sudah mendingan, padahal aku belum mengatakan kalau aku sakit demam...”
Jemari Rolan mengusap rambut Selly dengan lembut, “Mungkin kau sudah kelihatan demam waktu kau berkantor kemarin dan dia melihatnya.”
“Mungkin juga ya.” Selly masih tetap mengerutkan keningnya, mencoba mengingat-ingat. Tetapi sepertinya kemarin siang Gabriel sama sekali tidak menunjukkan perhatiannya kepada kondisi Selly? Setahunya Selly berhasil menyembunyikan kalau dia demam dengan topeng ceria dan senyumannya. Tadi... Gabriel tampaknya sangat yakin dengan kata-katanya.
Selly menghela napas panjang, berusaha melupakan kebingungannya. Dia mungkin terlalu sering menganalisa hal yang tidak perlu dan malahan membuat kepalanya semakin pening. Mungkin memang alasannya sesederhana itu seperti yang dikatakan oleh Rolan tadi.
Selly tersenyum menatap ke arah Rolan, benar-benar tidak disangkanya lelaki ini kemarin ada dan menolongnya, padahal Selly kemarin berpikir bahwa Rolan sedang sibuk mengurus Sabrina dan melupakannya. Karena itulah dia pergi dengan berurai air mata, tidak mempedulikan tubuhnya yang sakit, dan malah menantang hujan. Ingatan terakhirnya adalah ketika dia merasa pening dan pandangannya berputar, lalu dia merasa takut karena tahu bahwa dia akan pingsan....Untunglah ada Rolan yang menolongnya, kalau tidak entah bagaimana nasibnya.
Selly kemudian  bergumam,
“Terimakasih ya kau semalam menolongku.. kalau tidak ada kau mungkin aku sudah terbaring sendirian di tengah hujan tanpa ada yang membantu...”
“Terbaring sendirian di tengah hujan?” Rolan mengerutkan keningnya, lalu tersenyum, “Ada-ada saja kau Selly, tentu saja aku tidak akan membiarkanmu sampai terbaring sendirian di tengah hujan.  Sudahlah, tidurlah ya, dan minum obatmu.” Rolan melirik gelas air putih dan obat yang sudah disiapkannya di meja samping ranjang, lalu mengecup dahi Selly dengan lembut.
Tiba-tiba rasa cemas melanda diri Selly, dia meraih jemari Rolan,
“Kau akan pergi kemana?”
Rolan terkekeh, “Aku akan mencuci piring dan gelas kotor ini, dan aku akan kembali kemari, oke?”
Selly menganggukkan kepalanya, menurut untuk meminum obatnya, setelah itu dia menarik selimutnya hingga ke dada dan memejamkan matanya.
***
“Bagaimana kondisi Sabrina, dokter?” Rolan bergumam pelan melalui ponselnya, membanting tubuhnya ke sofa ruang tamu Selly.
“Dia belum sadarkan diri, kondisinya benar-benar menurun.” Suara dokter Benni di seberang tampak cemas, dan hal itu membuat Rolan cemas juga,
“Belum sadarkan diri?” Rolan teringat bahwa dia harus mengantar Selly ke rumah sakit nanti, mungkin bisa sekalian sambil menjenguk Sabrina bersama Selly, “Saya akan ke sana untuk menengoknya nanti, dokter.”
Setelah menutup pembicaraan, Rolan termenung, menatap layar ponsel di tangannya.
Kondisi Sabrina makin menurun..... Rolan teringat kata-kata dokter Benni kemarin bahwa Sabrina mempunyai kemampuan aneh di tubuhnya untuk memperlambat penyebaran sel-sel kanker di tubuhnya... dan sekarang kemampuan itu menghilang, membuat kondisi Sabrina makin kritis.
Sabrina bisa makin parah... apakah ada yang bisa dilakukan Rolan untuk Sabrina?
Dia memejamkan matanya, seperti yang diajarkan oleh Marco kepadanya, bahwa dia bisa memanggil Marco kapan saja dan Marco punya kemampuan mendengarnya dan datang dengan segera.
Seketika itu juga ada ketukan di pintu, dan ketika Rolan membuka pintu, Marco sudah berdiri di sana.
***
“Tuan tidak memberikan darah tuan kepada nona Sabrina? Saya baru saja melihat kondisinya di rumah sakit, kondisinya menurun dan semakin parah, tuan. Ketika tidak ada darah anda untuk memperlambat sel-sel kankernya, sel kankernya menyebar dengan pesat, membuat kondisinya makin lama makin parah, saya takut nona Sabrina tidak akan terselamatkan lagi.”
Gabriel melirik ke arah Carlos, dan mengerutkan keningnya,
“Berapa lama lagi dia bisa bertahan tanpa darahku?”
“Kalau anda tidak segera menolongnya, dia mungkin akan berakhir hanya dalam beberapa hari lagi... dan kalau dia tidak segera mendapatkan darah anda malam ini, kondisinya tidak akan bisa mundur lagi, dia akan lebih sakit karena sel kanker sudah menyebar pesat. Darah anda akan memperlambat lagi sel kankernya, tetapi kondisinya menjadi lebih parah.”
Gabriel memasang wajah tanpa ekspresi, “Aku berencana untuk menghukumnya, dia terlalu banyak ikut campur, terlalu sering menggangguku, mungkin aku akan membiarkan kondisinya lebih parah dulu, baru aku akan memberikan darahku.”
Mata Carlos menatap Gabriel, takut-takut untuk mengutarakan pertanyaannya,
“Apakah anda akan melupakan janji anda kepada mama anda? Beliau meminta anda untuk menjaga nona Sabrina, bukan?’
Gabriel hanya diam.
Haruskah dia menyelamatkan Sabrina?
***
“Tidak, anda tidak bisa melakukannya.” Marco langsung menggelengkan kepalanya dengan tegas, setelah Rolan selesai mengutarakan permasalahannya dan keinginannya untuk menyembuhkan Sabrina.
“Kenapa Marco? Bukankah aku mempunyai kekuatan penyembuh? Bukankah aku bisa menyembuhkan penyakit apapun?”
Mata Marco bersinar tajam, “Apakah anda tidak ingat ketika saya menyinggung tentang buku aturan semesta dan larangan untuk menyembuhkan penyakit yang sudah tertulis pada takdir kematian?”
“Aku juga sudah hampir mati saat itu.” Rolan tetap bergumam keras kepala, “Tetapi Matthias menyembuhkanku dan menyelamatkanku dari kematian.”
Marco langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat, “Tidak tuan Rolan, tuan Matthias tidak menyembuhkan anda, dia memberikan kekuatannya kepada anda, kekuatan yang membangkitkan kemampuan otak anda hingga mencapai 95% kapasitasnya. Otak anda yang berkembang hampir sempurna, membuat tubuh anda menyembuhkan diri sendiri dari penyakitnya. Jadi tuan Matthias sama sekali tidak melanggar aturan semesta.” Marco menghela napas panjang, “Berbeda ketika anda berusaha menyembuhkan perempuan sakit yang anda ceritakan itu, anda melanggar takdir semesta karena penyakit perempuan itu sudah terikat pada takdir kematian, penyakit yang seharusnya tidak tersembuhkan.”
“Tapi dia begitu kesakitan, dan menderita, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak adakah sesuatu yang bisa kulakukan untuk menolongnya? Meringankan penderitaannya? Aku merasa bodoh dan curang, mempunyai kekuatan sebesar ini tetapi tidak bisa menolong perempuan yang aku mau.”
Marco menghela napas panjang, “Aturan semesta harus dipegang teguh, kadang memang harus melawan hati nurani anda. Apakah anda tahu, betapa tuan Matthias harus menekan dorongan nuraninya sendiri ketika harus menolak permohonan orang-orang yang menginginkan dia menyelamatkan orang-orang yang mereka sayangi?” Benak Marco langsung mengingat kenangan itu, kenangan masa lampau, penyulut semua masalah ini, ketika Matthias yang kala itu masih menjadi tuannya, menolak permohonan Gabriel kecil yg berlutut dan tak berdaya. “Ada kutukan yang luar biasa menakutkan kalau anda melanggar aturan semesta. Anda tidak boleh menyembuhkan penyakit perempuan yang sakit kanker itu.... tapi, kalau anda ingin meringankan penderitaannya, ada sebuah cara.”
Rolan langsung tertarik,
“Cara apa?”
Marco menghela napas panjang, “Cara ini sebenarnya tidak  dianjurkan, ada dua cara meringankan penderitaan Sabrina, cara pertama, anda bisa meringankan penyakitnya, dengan menyerapnya, perempuan yang sakit kanker itu akan tetap sakit, tetapi setidaknya dia tidak merasa sakit.” Mata Marco menyipit, “Konsekuensinya, ketika anda entah karena sesuatu hal kehilangan kekuatan anda, rasa sakit yang anda serap itu akan menumpuk dan menyerang anda, dalam kasus ini, kalau anda menyerap rasa sakitnya dan kemudian anda kehilangan kekuatan anda, kanker otak ganas akan langsung menyerang anda.”
Rolan menelan ludah, meskipun kemungkinan dia kehilangan kekuatannya sangat jauh sekarang, tetap saya kata-kata Marco membuatnya tidak nyaman. Dia pernah menderita kanker otak yang parah, dan sepertinya dia tidak akan mampu untuk menanggungnya lagi, meskipun seharusnya dia tidak perlu cemas bukan, Marco pernah bilang bahwa sang pemegang kekuatan hanya bisa kehilangan kekuatannya kalau dia melepaskannya secara sukarela, dan memberikannya kepada penerusnya. Dan sementara ini, Rolan tidak berencana melepaskan kekuatannya kepada siapapun.
“Bagaimana dengan cara yang kedua?”
Marco menatap Rolan dalam-dalam, “Anda bisa memberikan darah anda kepada perempuan yang sakit kanker itu secara berkala.”
“Memberikan darahku?” Rolan mengerutkan keningnya.
“Darah anda bisa memberikan efek memperlambat penyakit ganas yang sedang tersebar, kalau anda memberikan darah anda kepada perempuan yang sakit kanker itu, anda bisa memperlambat penyebaran sel kankernya dan menyelamatkannya dari kondisi kritis.”
Rolan tampak tertarik, “Jadi aku tinggal memberikan darahku kepadanya?” cara kedua tampaknya lebih aman, dan dari kata-kata Marco, sepertinya tidak akan ada konsekuensi apapun.
Marco mengamati ekspresi Rolan dan kemudian mengangkat alisnya, “Perempuan yang sakit kanker ini, entah siapapun dia tampaknya sangat penting bagi anda.” Marco melirik kamar tempat dia tahu Selly sedang terbaring sakit, “Saya cemas ini akan menggangu hubungan anda dengan cinta sejati anda. Bukankah saya sudah bilang, cinta sejati anda sangat penting karena dialah satu-satunya jalan kemungkinan anda bisa memenangkan pertarungan...”
“Selly tidak akan terlibat dalam pertarungan apapun, Marco, aku tidak mau mendengarnya. Kalaupun aku harus menghadapi si pemegang kekuatan gelap, aku tidak mau sampai Selly ikut terlibat.”
Marco hanya diam, dan memilih tidak membantah. Rolan masih harus disadarkan, bahwa Selly memegang peranan penting dalam pertarungan yang akan datang, sampai dengan saat ini, Rolan tidak tahu secara spesifik bahwa Selly, cinta sejatinya, mungkin adalah pemegang kartu As dengan tambahan kekuatan 5% yang bisa membuat Rolan menghancurkan Gabriel dengan mudah.
Sayangnya, bahkan Marco sendiri tidak tahu bagaimana caranya untuk Selly memberikan kekuatan 5% itu... dia membaca puisi di buku kuno berisi aturan semesta itu, tentu saja, yang dia tahu, hal itu melibatkan pengorbanan.
Dan sekarang, Rolan tampaknya lebih peduli kepada perempuan lainnya.. Marco menjadi cemas kalau-kalau hal ini menyebabkan Rolan kehilangan cinta sejatinya.
***
"Apa maksudmu?" Gabriel mengerutkan kening ketika Carlos melapor, "Apakah kau yakin?"
"Yakin tuan, saya memata-matai Marco saudara kembar saya, dan saya tahu bahwa Rolan berencana memberikan darahnya untuk memperlambat sel-sel kanker itu menyerang Sabrina."
Gabriel memasang wajah sinis, "Kalau sampai dia melakukannya, dengan kemauannya sendiri hanya karena Sabrina, berarti dia tidak pantas untuk menjadi cinta sejati Selly."
"Apa maksud anda, tuan?"
Pandangan Gabriel tampak kejam, "Mungkin hatiku begitu kelam hingga terkutuk dan tidak bisa merasakan cinta sejati, tetapi dulu mamaku pernah berkata, kalau kita menemukan cinta sejati, maka benak dan pikiran kita akan penuh, tidak ada tempat untuk memikirkan orang lain di atas cinta sejati kita."
Gabriel tampak dingin dan muram seperti biasanya, tetapi Carlos melihat ada yang berbeda dari tuannya itu. Lelaki itu seolah-olah sedang membicarakan dirinya sendiri...
Tetapi apakah itu mungkin? Bukankah sang pemegang kekuatan kegelapan dikutuk untuk tidak bisa merasakan cinta sejati?
Bersambung ke part 15 


2 likes ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 01, 2013 10:08

Pengumuman Pemenang Nama Pasangan Romeo's Lover

Hallo dear semuanya, terimakasih sudah berpartisipasi dalam polling/ vote untuk memilih nama pasangan tokoh Romeo's di novel Romeo's Lover yang akan segera terbit :))

Setelah menghitung 4200 suara yang masuk maka inilah hasilakhir rekapitulasi dari seluruh  voting yang masuk :

Alina  107 (2%) Ivana  1351 (32%) Meyra  111 (2%) Emily  328 (7%) Mia  125 (2%) Aleana  1086 (25%) Tania  77 (1%) Sienna  210 (5%) Verona  199 (4%) Vienna  606 (14%) 

Seperti yang kita lihat maka pemenangnya adalah IVANA dengan jumlah suara 32% sebanyak 1.351 votersSelamat untuk pengusung nama IVANA ini yaitu :1. LILA KURNIA WARDANI ( Pengusung nama Ivana)2. DHEA THININGRUM ( Pengusung nama Ivana )masing-masing akan mendapatkan hadiah utama yaitu 1 buah novel EMBRACE THE CHORD dan 1 buah novel ANOTHER 5% 

Sementara untuk hadiah tambahan yaitu 1 buah novel EMBRACE THE CHORD untuk masing2 ( tersedia 3 buku)  sebagai berikut :
1. RENA SEPTIANA ONGGAT  ( runner up, pengusung nama Aleana dengan vote sebanyak 1.086 sebanyak 25%) ===> karena hasil voting cukup signifikan, maka usulan nama Aleana sedang dipertimbangkan untuk menjadi nama pasangan salah seorang tokoh 'The Dark Partner Series' yang lain ^_^V2. LISA SAFITRI ( peserta/voters dengan jejak komen paling menarik ---> dipilih dengan suara terbanyak dari team seleksi yg terdiri dari tujuh orang )3. GALUH TYAS W ( peserta/voterst dengan jejak komen paling menarik ---> dipilih sebagai runner up suara terbanyak dari team seleksi yang terdiri dari tujuh orang)
Mohon bagi nama pemenang yang tertera di atas untuk segera menghubungi lewat email anakcantik3@gmail.com untuk konfirmasi pemenang dan konfirmasi ulang alamat dan kontak untuk pengiriman hadiahnya
( PS : untuk hadiah, buku masih dalam proses cetak.  +- tanggal 10 sd 15 buku selesai proses dan sampai ke rumah )

Sekali lagi terimakasih untuk semua partisipan yang sudah ikut berpartisipasi meramaikan voting/ polling ini sehingga jumlahnya bisa signifikan dan juga memberikan komen2 yang menarik sehingga team cukup kebingungan memilih pemenangnya hingga akhirnya team juga mengadakan voting hehehehe
Semoga di lain kesempatan akan ada kuis lagi ya dengan hadiah cukup menarik untuk dimenangkan all readers semuanya
terimakasih, sekali lagi banyak2 terimakasih *bungkukkan badan dalam-dalam, peluk erat-erat*
Salam hangat
Santhy Agatha
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 01, 2013 09:31

June 29, 2013

The Vague Temptation Part 6



Pagi harinya Alexa keluar kamar, masih takut-takut. Suasana rumahnya sepi seperti biasa. Dia lalu melangkah keluar dan melihat ayahnya masih tidur di sofa, mendengkur dengan kerasnya. 
Alexa menghela napas panjang, kemudian segera menuju dapur dan menyiapkan sarapan, masih jam setengah enam pagi. Alexa menengok tempat nasi dan menemukan nasi semalam masih banyak, ayahnya mungkin memutuskan memakan mie instant sehingga nasinya tidak tersentuh. Kebetulan. Alexa bisa membuat nasi goreng untuk sarapan. Hari ini hari minggu, jadi Alexa tidak perlu buru-buru mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor.
Beberapa menit kemudian, aroma nasi goreng yang harum  memenuhi rumah mungil itu, membuat ayahnya terbangun. Lelaki setengah baya itu melangkah, masih setengah mengantuk menuju dapur.
"Kau bangun pagi sekali." ayahnya menyapa serak, tersenyum sambil duduk di meja dapur.Alexa mengamati ayahnya dan bersyukur karena sepertinya pengaruh alkohol sudah hilang dari tubuhnya. Dan juga, ayahnya tampaknya tidak ingat bahwa semalam dia hampir-hampir memeluk Alexa karena menganggapnya sebagai ibunya. Untunglah ayahnya tidak ingat, kalau tidak mereka berdua pasti berada dalam suasana canggung hari ini.
Alexa menyodorkan kopi kental hitam yang panas dan menguarkan aroma harum di meja depan ayahnya, kemudian dia mengambilkan sepiring nasi goreng untuk ayahnya, dia sendiri mengambil sepiring.
Mereka duduk berhadapan di meja dapur itu, menikmati sarapan mereka. Diam-diam Alexa mengamati ayahnya yang mengernyit sambil menyesap kopi panasnya. Yah... mungkin alkohol yang diminumnya semalam membuat kepalanya pening di pagi hari, semoga saja kopi kental itu bisa sedikit membantunya.
Setelah yakin ayahnya cukup sadar, Alexe memulai pembicaraan.
"Ayah bertemu dengan seorang kakek bernama Albert Simon?"
Sang ayah mengerutkan keningnya kembali, menatap Alexa, lalu mengangkat bahunya, "Dia sudah menemuimu ya?"
"Jadi ayah mengenalnya?"
Sang Ayah menganggukkan kepalanya, "Dia pernah datang dulu ketika nenekmu meninggal dan menawarkan bantuan. Aku tidak tahu detailnya, ibumu yang tahu. Kata ibumu, dia terikat perjanjian dengan nenekmu menyangkut dirimu." Mata sang ayah menerawang, "Aku tidak pernah menduga bahwa itu adalah perjanjian pernikahan, Albert Simon menemuiku beberapa hari yang lalu, dan mengatakan bahwa kau harus menikah dengan salah seorang cucunya. Semula aku bingung, tetapi Albert Simon menjelaskan bahwa dirinya sangat kaya dan berkuasa, bahwa dirinya bisa menjamin dan mencukupimu, serta menawarkan rehabilitasi untukku... aku pikir itu baik untuk kita semua, jadi ketika dia menyodorkan surat persetujuan untuk kutandatangani, aku menandatanganinya."
Mata Alexa menyipit ketika menatap ayahnya, "Apakah ketika Albert Simon menemui ayah, ayah sedang dalam keadaan mabuk?"
Pipi sang ayah merona merah, "Aku.. eh minum sedikit waktu itu, tapi aku masih sadar kok."
Alexa menghela napas panjang. Yah, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Seperti kata ayahnya, semua ini mungkin yang terbaik untuknya. Alexa tidak peduli dengan dirinya sendiri, dia mempedulikan ayahnya. Rehabilitasi itu akan sangat berarti bagi ayahnya.
Ayahnya bisa dibilang kecanduan mabuk dan berjudi. Kalau tidak segera diselamatkan nyawanya akan terancam, entah dari minuman keras itu, atau dari penjahat-penjahat tempat dia berhutang judi.
Akhirnya Alexa memantapkan dirinya, "Albert Simon sudah menemuiku ayah, dan aku setuju. Mungkin hari ini ayah akan masuk ke rehabilitasi. Dan aku akan tinggal sementara bersama Albert Simon sampai aku menentukan pilihan."
"Menentukan pilihan?" Ayahnya berhenti menyuap nasi goreng dan menatap Alexa sambil mengerutkan keningnya
"Ya." pipi Alexa memerah. Ternyata Albert Simon memiliki dua orang cucu laki-laki, dan tidak bisa memutuskan mana yang akan bertunangan denganku. Jasi beliau memberiku kesempatan selama tiga bulan untuk mengenali mereka dan memilih."
Senyum ayahnya melebar, "Enak sekali kau Alexa, semua perempuan pasti ingin berada di posisimu."
Tidak. Alexa tidak ingin berada di posisi ini. Kalau bisa memilih, dia akan memilih jalan hidupnya lurus-lurus saja, bukannya rumit seperti ini.
*** 
"Kau akan pergi, Daniel?"
Mamanya muncul di balik pintu, mengerutkan kening ketika melihat Daniel sudah mengemasi pakaiannya di beberapa koper besar.
Daniel menatap mamanya dengan sayang. Irene, mamanya, tampak lebih kurus akhir-akhir ini. Dia berusaha menyembunyikannya dalam riasan yang sempurna. Tetapi Daniel tahu bahwa hati mamanya berdarah-darah dan terluka.
Selama ini perkawinan kedua orang tuanya baik-baik saja. Mamanya bahkan sangat memuja papanya dan mencintainya, meskipun sang papa sedemikian sibuknya hingga jarang sekali berada di rumah. Tetapi kemudian kedatangan Nathan masuk ke dalam keluarga ini benar-benar menghancurkan hati mamanya, seolah-olah dia ditampar dan dipermalukan secara terang-terangan.
Bayangkan, anak haram suaminya,dari perselingkuhan yang tidak pernah diduganya, tiba-tiba saja datang, masuk ke dalam keluarga besar mereka dan mengklaim diri, bahkan diakui oleh Albert Simon yang notabene adalah pemimpin klan Simon.
Mamanya dan Daniel benar-benar menjadi bahan gunjingan di keluarga besar mereka, ditambah lagi sang papa yang malahan menghindari tanggung jawab dan menerima tugas keluar negeri oleh Albert Simon, membuat Daniel dan mamanya harus menghadapi semua ini sendiri.
"Mama tahu aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah keinginan kakek." Daniel melipat pakaian terakhirnya dan memasukkannya ke dalam koper, "Dia ingin aku tinggal di mansion agar perempuan itu bisa mengenali kami berdua dan memilih."
Sang mama memasuki kamar dengan lunglai, lalu duduk di tepi ranjang Daniel, menghela napas panjang, tampak begitu rapuh.
"Apapun yang dikatakan oleh Kakekmu harus dilakukan... bukankah begitu?" Mata mamanya menerawang, "Kalau tidak mungkin kita akan kalah dan terpinggirkan, menjadi bahan cemoohan keluarga kita dan membiarkan anak haram itu berkuasa." ditatapnya anak lelaki satu-satunya itu dengan sayang, "Maafkan mama sayang, membuatmu berjuang untuk keluarga kita... papamu sendiri.. mama tidak bisa mengharapkannya."
Daniel mengerutkan bibirnya sinis, "Kita memang tidak bisa mengharapkan papa. Padahal dialah penyebab semua masalah ini terjadi."
Mamanya hanya menganggukkan kepalanya, dan matanya berkaca-kaca, sekejap Daniel berpikir mamanya akan menangis, tetapi sang mama kemudian malahan bertanya,
"Apakah dia cantik?"
"Siapa?" Daniel mengerutkan keningnya.
"Alexa. Perempuan yang dijodohkan dengan kalian berdua?."
Daniel langsung membayangkan wajah Alexa yang mungil dengan rambut panjangnya yang indah, bibrinya ranum dan sepertinya menggoda untuk dicium....
Ah. Tidak! Daniel tidak boleh teralihkan, dia harus benar-benar fokus kalau ingin memenangkan persaingan dengan Nathan.
"Aku tidak peduli apakah dia cantik atau jelek, mama. Tidak ada bedanya bagiku. Yang pasti, apapun yang terjadi, bagaimanapun caranya, aku akan membuatnya memilihku, dan segera setelah itu aku akan menyingkirkan Nathan dari keluarga kita."
Mamanya menghela napas panjang, tiba-tiba terdengar tercekat, matanya semakin berkaca-kaca, "Bertahun-tahun mama hidup mengabdi kepada papamu... meskip kadang papamu kurang perhatian kepada kita, tetapi mama terima, karena cinta mama yang begitu besar kepada papamu, bagi mama tidak apa-apa asalkan papamu tetap pulang ke rumah kita, asalkan keluarga kita tetap utuh..." Air mata merembes di mata mamanya, mengalir ke pipinya. "Tetapi mama sungguh-sungguh tidak menyangka kalau papapu berbuat itu, sampai memiliki anak haram dengan perempuan lain, mengkhianati mama... mama sungguh-sungguh tidak menyangka..." Air mata Irene mengalir deras, suaranya tertelan oleh isak tangisnya yang semakin kencang.
Daniel menghela napas panjang, hatinya serasa direnggut paksa melihat mamanya menangis terisak-isak seperti itu. Dia lalu melangkah dan memeluk mamanya. 
Matanya menerawang dan menggertakkan giginya. Dia tidak akan memaafkan orang-orang yang telah melukai hatinya dan mamanya. Papanya yang tidak bertanggung jawab, Albert Simon yang tidak punya hati karena begitu saja memasukkan Nathan ke dalam keluarga mereka tanpa mempedulikan perasaan mamanya, dan juga terutama Nathan. Lelaki itu punya niat jahat, Daniel yakin itu.
Dan melihat kondisi mamanya sekarang, kalau memang benar Nathan ingin menghancurkan keluarganya, tampaknya dia sudah hampir setengah jalan menuju keberhasilannya...
*** 
Nathan menatap lapangan rumput di halaman belakang mansion keluarga Simon yang sangat indah, di beberapa sudut ada taman-taman dan kolam ikan yang dinaungi pohon-pohon rindang dan besar menambah kesejukan. Beberapa pegawai tengah menyapu daun-daun yang berguguran, dan suasana sejuk bahkan terasa sampai ke dalam kamarnya.
Dingin. Itulah yang dirasakan Nathan di hatinya. Dingin dan penuh dendam.
Kedatangannya ke keluarga ini bukannya tanpa maksud. Orang tidak mungkin mengatakan bahwa dia masuk ke keluarga ini hanya demi harta dan kekuasaan. Tidak. Nathan tidak butuh harta dan kekuasaan, dia sudah  bisa mengusahakannya sendiri, karena dia amat sangat kaya dan berkuasa, hasil dari usahanya sendiri.
Meskipun dia berhasil meyakinkan Albert Simon bahwa dia masuk ke keluarga ini demi pengakuan oleh ayahnya dan demi mencari keluarga kandungnya, sebenarnya bukan itu yang menjadi alasannya.
Nathan masuk ke keluarga ini untuk membalas dendam. Untuk menghancurkan ayah kandungnya dan keluarganya, menghancurkan mereka semua yang telah merenggut ayahnya, dari ibunya.
Disesapnya kopi dari cangkir di tangannya, mengernyit sedikit karena panasnya, dan tanpa bisa ditahan, ingatannya melayang ke masa kecilnya....
=======================================================================
Nathan Usia 10 tahun
"Mereka bilang aku tidak punya ayah." Nathan menangis sesenggukan dalam pelukan ibunya yang kurus. Dia baru pulang dari sekolah, masih memakai seragam, tetapi seragamnya basah kuyup karena dia habis tercebur ke selokan, bukan atas kemauannya sendiri tetapi karena didorong oleh anak-anak nakal di kelasnya.
Anak-anak nakal itu selalu mengganggunya, apalagi karena tubuhnya kurus kering dan lemah, kurang gizi. Mereka selalu mengatainya anak haram yang tidak punya ayah. Gosip cepat tersebar di kota kecil ini, dan penduduknya yang tidak pernah berganti membuat ingatan mereka masih terang akan sepuluh tahun lalu ketika ibu Nathan menciptakan skandal di kampung mereka, hamil tanpa suami, tanpa ada yang mengakui.
Skandal itu membuat ibu Nathan diusir dari keluarganya dan kemudian harus menghidupi dirinya sendiri sebagai buruh, beruntung ada salah seorang keluarga jauh yang mau menampungnya, Nathan memanggilnya nenek, mereka kemudian tinggal bertiga, saling mengurus di bawah garis kemiskinan.
Tetapi kemudian, postur Nathan yang lebih mirip seperti orang asing, tubuhnya tinggi meskipun kurus, rambutnya kecokelatan dan matanya berwarna cokelat bening dengan struktur wajah campuran terpatri jelas di sana. Sebutan anak haram mulai didengung-dengungkan kepadanya, dan dia sering diganggu oleh anak-anak lain.
Seperti sore ini ketika dia pulang dan basah kuyup, bau comberan dan menangis keras-keras kepada ibunya yang hanya bisa memeluknya tanpa daya.
"Siapa sebenarnya ayahku, ibu? Kenapa dia tidak ada? Kenapa dia membuatku diperlakukan seperti itu?"
Air mata bergulir di pipi ibunya, jemarinya yang lembut mengelus pipi Nathan, suaranya terdengar serak dan pedih.
'"Jangan pernah bertanya tentang ayahmu, Nathan. Kau sudah berjanji kepada ibu bukan? Sekarang kau memiliki ibu dan juga nenek, kami akan menjagamu."
"Tetapi aku tidak punya ayah!" Nathan berteriak, teriakan anak kecil yang marah dan masih belum mengerti kenapa dunia memperlakukannya dengan kejam. "Aku anak haram! Dan ini semua karena ibu! Aku benci ibu karena menjadikanku anak haram! Aku juga benci ayah karena dia tidak pernah ada! Aku benci semuanya!!" Nathan berteriak keras, tidak mempedulikan panggilan ibunya yang berusaha menenangkannya, kemudian dia masuk ke kamarnya, membanting dan mengunci pintunya.
Panggilan ibunya untuk makan malam sama sekali tidak didengarkannya. Dia benar-benar marah.
Lalu paginya dia tidak mau berangkat ke sekolah. Dia muak dengan semua orang dan ingin menghilang saja dari dunia ini. Tidak dipedulikannya ibunya yang mengetuk-ngetuk pintu kamarnya, ingin  mengajaknya bicara. Hatinya masih terlalu keras dan dipenuhi kemarahan kepada dunia.
Sampai kemudian tragedi itu terjadilah, neneknya mengetuk pintunya dan mengabarkan berita buruk itu... ibunya mengalami kecelakaan dalam perjalanannya bekerja sebagai buruh di pasar dan meninggal dunia....
========================================================================
Ingatan Nathan kembali ke masa sekarang, dan dadanya terasa sesak. Hari itu dia mengalami penyesalan terburuk seumur hidupnya. Ibunya meninggal tanpa Nathan sempat meminta maaf, tanpa Nathan sempat mengaku bahwa dia sebenarnya menyayangi ibunya, bahwa dia tidak membenci ibunya... bahwa teriakannya malam itu hanya karena emosinya.
Sayangnya kadang tidak pernah ada kesempatan kedua untuk seseorang, seperti halnya pada Nathan. Ibunya meninggal, dengan kalimat terakhir Nathan yang diteriakkan kepadanya, bahwa Nathan membenci ibunya.
Setelah kematian ibunya, Nathan benar-benar terbangkitkan. Dia berusaha mencari ayah kandungnya, bukan untuk meminta diakui, tetapi lebih untuk membalas dendam. Dia belajar dengan giat sehingga nilai-nilainya selalu cemerlang. Beasiswa  demi beasiswa diraihnya sehingga dia memperoleh gelar pendidikan yang makin tinggi. 
Pun ketika neneknya akhirnya meninggal karena usia tua, Nathan sudah mampu hidup mandiri, Ketika kuliah dengan beasiswa. Nathan sambil bekerja keras untuk mencukupi dirinya. Ketika lulus, Nathan bekerja lebih keras lagi, mengambil jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dia memaksa dirinya sampai di batas kemampuannya, mendorong dirinya menjadi yang terhebat dan mengantarkan dirinya menjadi CEO paling muda sekaligus yang paling brilian di dunia bisnis. Nathan sukses membangun perusahannya sendiri yang kemudian menggurita dan membuatnya memiliki kekuasaan dan kekayaan yang cukup banyak, tidak bisa menandingi kekayaan keluarga Simon tentu saja, tetapi tetap saja patut diperhitungkan,
Lalu seperti rencananya, dia masuk ke dalam keluarga Simon. Keluarga lelaki yang ternyata adalah ayah kandungnya.Semua rencana sudah tersusun matang-matang di benaknya.
Saatnya sudah tiba. Untuk sampai disinilah Nathan berusaha sedemikian kerasnya. Segalanya akan terbayar pada akhirnya. Dia akan membalaskan dendamnya...
*** 
Pintu rumahnya diketuk dan Alexa langsung tahu siapa yang datang. Dibukanya pintu dan ada dua mobil yang parkir di depan rumahnya dan dua supir yang berdiri di sana, salah satunya adalah yang menjemputnya kemarin.
"Kami datang untuk menjemput kalian. Saya akan mengantarkan anda ke mansion keluarga Simon, dan rekan saya akan mengantar ayah anda ke pusat rehabiltasi."
Alexa menganggukkan kepala, tahu bahwa saat ini akan datang. Dia lalu meminta izin untuk membereskan beberapa barangnya dulu dan kemudian masuk ke dalam.
Ayahnya sudah menunggu di sana, tampak gugup meskipun sudah berpakaian rapi, . Ayahnya  berhasil menahan diri dan tidak minum-minum sampai dengan sore ini, sehingga Alexa merasa bangga kepadanya.
"Ini pakaian ayah, Alexa sudah menyiapkan." Alexa tersenyum lembut, menyerahkan tas besar  berisi pakaian itu kepada ayahnya. "Hati-hati di sana ya ayah, semoga ayah selalu sehat, semoga rehabilitasi itu baik untuk ayah."
"Pasti Alexa." Tiba-tiba sang ayah memeluk Alexa lembut, Sejak mama Alexa meninggal dunia, baru kali ini dia tampak berlaku seperti seorang ayah kepada anaknya, biasanya sikapnya lebih mengarah kepada ketidak pedulian. "Terimakasih Alexa, semoga kau baik-baik saja ya. Maafkan ayah selama ini merepotkanmu."
Mata Alexa berkaca-kaca dan terasa panas, menahan tangisnya, perasaan sayang menyeruak di dadanya,  dia memeluk ayahnya sejenak, lalu mendampingi ayahnya ke luar. 
Sopir itu langsung membawakan tas pakaian ayahnya. Dan setelah melambaikan tangan sekali lagi kepada Alexa, ayahnya masuk ke mobil yang kemudian melaju pergi.
Sejenak Alexa tertegun, lalu dia menyadari bahwa supir yang satunya masih di sini dan menungguinya, dia lalu masuk ke dalam rumah lagi dan mengambik kopernya yang telah disiapkan sejak siang tadi. Ketika melangkah ke ruang tamu, dia melihat foto ibunya yang cantik, dan dengan impulsif Alexa memasukkan foto itu ke dalam kopernya.
"Aku siap." gumamnya kepada sopir itu yang membantu membawakan kopernya ke mobil. Pintu mobil terbuka untuk Alexa dan Alexa melangkah masuk ke dalam.
Mobil itupun melaju, membawa Alexa ke mansion Albert Simon, tempat dia akan tinggal  selama tiga bulan, bersama dua orang tunangannya.

Bersambung ke Part 7

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 29, 2013 04:14

June 28, 2013

Embrace The Chord Part 12


"Rachel?" 
Suara itu terdengar samar-samar dan lembut, membangunkan Rachel dari kegelapan yang melingkupinya. Dia membuka matanya pelan-pelan, merasa silau oleh cahaya putih lampu yang langsung menerpa matanya.
"Sayang? Rachel? kau sudah sadar nak?" 
Itu suara mamanya. Mamanya sedang duduk di tepi ranjang, wajahnya pucat pasi, tampak begitu cemas. Rachel bingung, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.
Apakah dia ada di rumah sakit?Rachel mencoba bergerak, tetapi rasa nyeri yang menyengat langsung terasa di kakinya.
"Jangan bergerak dulu sayang, kakimu terkilir..." mamanya bergumam lembut, mendorong Rachel untuk terbaring kembali.
Rachel mengernyitkan keningnya, berusaha meredakan rasa nyeri yang menyakitkan itu, kemudian dia teringat... darah itu... darah dari tangan Jason!"Jason!" Rachel kali ini langsung terduduk panik, tidak mempedulikan rasa sakit di kakinya yang terasa semakin parah. 
Pada saat yang sama pintu kamarnya terbuka, dan Calvin masuk, wajahnya tampak muram. Rachel langsung menatap Calvin dengan penuh harap.
"Calvin? Apakah kau tahu kondisi Jason? bagaimana keadaannya? dia menyelamatkanku dari penjahat itu dan aku lihat tangannya terluka.... bagaimana kondisi jason?"
Calvin terdiam, melempar pandang ke arah mama Rachel yang membalas tatapannya dengan bingung, pada akhirnya Calvin kembali menatap Rachel.
"Kami masih belum tahu Rachel....yang kami tahu, Jason terluka parah di tangannya."
Wajah Rachel memucat, "Apakah... apakah dia bisa bermain biola lagi?"
Kesedihan langsung menggurat di wajah Calvin, lelaki itu tidak perlu berkata apapun, mereka semua pasti punya pikiran yang sama. Ya. Seorang pemain biola yang handal membutuhkan tangan yang sempurna, terutama tangan utama untuk menggesek biola dan memetiknya.... 
Kalau Jason tidak bisa bermain biola lagi, maka Rachel akan menjadi orang yang paling bersalah di dunia ini.
*** 
Jason menatap tangannya yang dibalut perban, merenung sendirian di kamar. 
Dia tahu bahwa Rachel tidak sadarkan diri setelah insiden itu, dan kemudian dirawat di kamar sebelahnya. Dari salah satu perawat, dia tahu bahwa Rachel belum bisa berjalan karena kakinya terkilir. Insiden ini sungguh tidak disangkanya akan terjadi malam ini, malam dimana dia akan berduet sekaligus memperkenalkan Rachel secara resmi sebagai murid khusus bimbingannya.
Dan dari seluruh bagian tubuhnya yang bisa terluka, kenapa dia terluka di bagian tangan? Tangan yang paling vital untuk bermain biola pula.
Seorang dokter memasuki ruangan, kebetulan Jason mengenalnya karena dokter itu adalah dokter keluarganya, Jason sedikit menganggukkan kepalanya, menatap dokter itu dengan tatapan tajam penuh arti.
"Dokter. Anda sudah setuju untuk melakukan apa yang saya minta...."
*** 
Demi Rachel yang begitu cemas, Calvin menemui dokter yang merawat Jason, dia harus mendapatkan informasi tentang Jason, kalau tidak Rachel akan selalu dilanda perasaan bingung tanpa tahu arah.
Kebetulan dia berpapasan dengan dokter itu, yang baru keluar dari kamar Jason,
"Bagaimana kondisi Jason, dokter?" Calvin langsung mendekati dokter itu, dan berjalan di sebelahnya.
Dokter itu menatap Calvin dan mengenalinya sebagai teman Rachel, kebetulan Rachel juga berada di bawah pengawasannya,
"Kami sudah melakukan yang terbaik untuknya."
Calvin menghela napas lega, "Jadi Jason akan sembuh." Mata Calvin menatap dokter itu dengan cemas, "Apakah dia akan bisa bermain biola lagi?"
Dokter itu menelan ludah tampak kesulitan menjawab hingga Calvin harus mengulang pertanyaannya lagi.
"Dokter? Apakah Jason bisa bermain biola lagi setelah sembuh?"
Dokter itu menghela napas panjang, "Luka pisau itu memutuskan beberapa syaraf di tangannya. Yang perlu anda tahu, ketika syaraf perifer di tangannya putus, maka seseorang akan kesulitan menggerakkan jari-jarinya, hal itu tentu saja merupakan masalah yang cukup vital bagi seorang pemain biola... kami harus melakukan operasi sekali kali lagi untuk menyempurnakan penyambungan syaraf yang putus tersebut, Kami yakin dengan tindakan yang tepat dan proses penyembuhan yang kondusif maka kemungkinan besar pasien bisa pulih kembali. Kita doakan saja semoga operasinya nanti berjalan dengan baik." Dokter itu menatap Calvin dengan tatapan menyesal, "Dan bahkan kalaupun operasinya sukses, kondisi tangan Jason tidak akan sama lagi."
Seetelah memberikan informasi itu, dokter itu berpamitan pergi karena ada urusan. Meninggalkan Calvin yang tergugu pucat pasi.  
Jason kesulitan menggerakkan jari-jarinya? Apakah itu berarti Jason tidak akan bisa bermain biola lagi?
*** 
"Bagaimana?" Rachel menatap Calvin dengan penuh harap, dia tahu bahwa Calvin baru saja mencari informasi tentang kondisi Jason.
Calvin menelan ludahnya, dengan hati-hati dia duduk di sebelah ranjang Rachel. Rachel sendirian di kamar ini karena mamanya sedang pulang untuk mengambil baju gantinya. Semalam setelah mendengar tentang insiden itu, mama Rachel langsung menuju rumah sakit tanpa persiapan apapun, dia menunggui Rachel hingga tersadar di pagi harinya dan tampak lelah. Untunglah Calvin berhasil membujuk mama Rachel untuk pulang dulu, beristirahat sejenak dan kembali nanti sore sekaligus membawakan baju ganti dan perlengkapan lainnya untuk rawat inap Rachel. Calvinlah yang menggantikan menjaga Rachel saat ini.
Calvin menatap wajah pucat Rachel dan tiba-tiba saja merasa kasihan. Insiden ini sudah menjalar menjadi gosip panas di kalangan profesional musik klasik, menjadi headline di berita-berita. Jason adalah anak emas mereka. Dan sekarang semua orang was-was dipenuhi pertanyaan apakah Jason akan bisa bermain biola lagi.
Kalau sampai si anak emas jenius tidak bisa bermain biola lagi, orang-orang akan menunjuk kepada Rachel dan beramai-ramai menyalahkannya, karena Jason terluka untuk menyelamatkan Rachel.
"Bagaimana?" Rachel mengulangi pertanyaannya lagi, matanya tampak dilumuri kecemasan karena Calvin tidak segera menjawab.
Calvin menghela napas panjang, "Aku sudah menemui dokter kalian, dia menjelaskan bahwa Jason masih harus menjalani operasi lagi untuk penyambungan syaraf tangannya yang terputus... kata dokter itu kemungkinan Jason bisa pulih lagi, tetapi tidak sempurna."
Rachel ternganga, "Apakah... apakah dokter itu menjelaskan tentang kemungkinan Jason bisa bermain biola lagi?"
Calvin menatap Rachel serba salah, "Dokter itu belum bisa memastikan, Rachel. Saat ini Jason sudah menjalani penanganan terbaik, tetapi katanya dia masih kesulitan menggerakkan jari-jari tangannya. Kata dokter kita harus menunggu hasil operasi keduanya sebelum menentukan."
Air mata langsung menetes ke pipi Rachel. Terbayang olehnya bagaimana indahnya permainan biola Jason, bagaimana sempurnanya seluruh teknik dan emosi yang dibawakan di dalamnya, Jason adalah pemain biola jenius yang sempurna, hanya ada sedikit violinis di dunia ini dengan kemampuan sama seperti Jason. Dan sekarang Rachel telah merenggut itu semua, dengan membuat tangan Jason - benda paling berharga bagi seorang violinist - karena melindunginya.
Bahu Rachel berguncang-guncang karena menangis, dan tidak ada yang bisa dilakukan Calvin selain memeluk dan menenangkannya.
*** 
"Kakak!" pintu itu terbuka, dan Keyna, adik kandung Jason yang telah terpisah sekian lama, dan kemudian dipertemukan oleh takdir,  masuk dengan wajah pucat pasi. 
Di belakangnya ada suami Keyna sekaligus sahabat Jason, Davin dan kedua orang tua angkatnya yang menyusul. Mama angkatnya sudah menungguinya sejak semalam, tetapi Jason menyuruh mereka pergi menjemput Davin dan Keyna di bandara, Davin dan Keyna langsung pulang di tengah bulan madu mereka ketika mendengar tentang Jason.
Jason tersenyum lembut kepada Keyna, senyum tulus yang sangat jarang ditunjukkannya kecuali kepada orang-orang yang benar-benar dicintainya. Keyna adalah salah satu dari orang yang amat dicintainya.
"Keyna." Jason melebarkan tangannya, dan dengan penuh perasaan, Keyna langsung menubruk kakaknya tenggelam di pelukannya, "Kau datang."
"Tentu saja kami datang." Davin bergumam, menatap tangan Jason yang dibalut perban. Sontak Keyna juga menatap tangan itu, dan ekspresinya berubah sama cemasnya seperti Davin. "Bagaimana kondisimu, Jason?"
Jason menyadari semua mata memandang ke arah tangannya. Dia lalu tersenyum tipis,
"Aku baik-baik saja. Tangan ini masih memerlukan operasi sekali lagi lusa."
Keyna mengernyitkan keningnya, duduk di tepi ranjang, "Apakah kau sudah bertanya kepada dokter...?" Keyna menelan ludahnya, "Tentang pengaruhnya terhadap permainan biolamu?"
Eskpresi Jason mengeras. 
"Tidak. Dokter bilang aku harus menunggu hasil operasi keduaku." Lelaki itu lalu menatap ke arah keluarganya dan tersenyum lebar, "Hei, jangan memasang wajah sedih begitu, eksekusi atas diriku belum dijatuhkan, bukan?" senyumnya melebar, tampak ceria.
*** 
Jadi begini rasanya....
Kembali Jason termenung sendirian di kamarnya. Dia berhasil memaksa Davin untuk membujuk supaya Keyna mau pulang dulu dan beristirahat di rumah sebelum menengoknya lagi besok. Adik perempuannya itu sedang hamil, dan menunggui seseorang di rumah sakit merupakan hal yang riskan dan melelahkan bagi perempuan hamil. Jason tidak ingin sampai Keyna dan bayinya kenapa-kenapa.
Kedua orang tua angkatnya memutuskan menungguinya, tetapi sekarang mereka  sedang makan malam di bawah. Jam besuk sudah ditutup dan malam sudah larut. Dia tahu kedua orangtuanya tadi meninggalkannya setelah mengira Jason sudah tidur.
Jason memang berpura-pura tidur. Begitu kedua orang tuanya pergi, mata Jason membuka kembali, menatap nyalang ke arah langit-langit kamarnya.
Jadi seperti ini yang dirasakan oleh ayah kandungnya dulu ketika menghadapi vonis tidak bisa bermain biola lagi karena cedera syaraf di tangannya sudah terlalu parah tidak terselamatkan lagi.
Jason menatap perban yang membungkus tangannya, mencoba menggerakkan jari-jarinya tetapi terasa sulit dan kaku. Lalu dia termenung.... saat ini dia punya rencana, dan apapun yang akan terjadi, dia akan mewujudkan rencana itu....
Ketika dia termenung, ponselnya berdering.
*** 
Telepon itu dari Joshua sahabatnya, yang saat ini sudah tinggal di Australia bersama isterinya, Kiara. Kedua orang itu adalah sahabat Jason.
"Kami akan mengambil penerbangan yang paling pagi." Suara Joshua terdengar sedikit keras di telepon, "Astaga Jason, kami berdua begitu terkejut ketika melihat beritanya di televisi. Insiden yang menimpamu menjadi headline news di mana-mana."
Polisi juga sudah bertindak cepat untuk mencari pelaku penyergapan yang berusaha menculik dan melukai Rachel, sekaligus juga melukai tangan Jason. Sebenarnya Jason tahu pasti siapa otak di balik semua peristiwa ini : Arlene.
Ya. perempuan culas itu pastilah yang menjadi dalangnya. Jason bisa saja membuka mulutnya kepada polisi dan mengatakan kecurigaannya kepada Arlene. Tetapi dia menahan diri. Dia tidak boleh gegabah, pers akan berpesta pora kalau sampai hal ini terkuak. Mereka pasti akan membuat berita dengan judul yang menghebohkan, semacam "Pembalasan dendam mantan pacar", atau "Karma sang playboy". Jason tidak mau itu terjadi. 
Dia akan membalas Arlene pada saatnya nanti, dengan caranya sendiri.
"Kau dan Kiara tidak perlu melakukannya, Joshua, aku baik-baik saja." gumam Jason kepada Joshua
"Kau tidak bisa melarang kami untuk datang." Joshua langsung menyela dengan tegas, membuat Jason tersenyum simpul. Sahabatnya itu tidak berubah, tetap saja arogan dan keras kepala.
"Terserah kepadamu kalau begitu. sampaikan salamku untuk Kiara." setelah menutup pembicaraan, Jason meletakkan ponselnya. Beberapa saat kemudian, dia menoleh waspada ke arah pintu kamarnya yang terbuka pelan-pelan. 
Mungkin kedua orang tuanya sudah kembali dari makan malamnya.....
Tetapi ternyata yang masuk bukan kedua orang tuanya. Yang masuk adalah sosok perempuan mungil, yang berjalan tertatih-tatih dengan kruk di bawah ketiaknya, Jason melirik ke arah sebelah kaki perempuan itu yang dibebat dengan perban.
Mata Jason menyipit, "Rachel? apa yang kau lakukan di sini?"
Wajah Rachel tampak pucat pasi, matanya sembab seperti habis menangis begitu lama, dengan tertatih-tatih perempuan itu mendekat ke tepi ranjang Jason, berdiri di sana dengan takut-takut/
"Kau terluka karena menyelamatkanku..." suara Rachel mulai gemetar di sela isakanya.
"Memang." Jason menatap Rachel dengan datar, "Lalu kenapa?"
Rachel tercenung menerima sikap dingin Jason, tetapi mungkin dia memang pantas mendapatkannya, seharusnya Jason mencaci makinya dan membentaknya karena dia adalah penyebab kalau sampai Jason tidak bisa bermain biola lagi....
"Aku... aku membuatmu terluka, semua gara-gara aku." Rachel mengusap air matanya, tetapi air matanya itu tak mau berhenti, mengalir dan mengalir lagi, "Aku datang untuk minta maaf. Kumohon maafkan aku Jason." Rachel meringis, melirik ke arah tangan Jason yang dibalut perban, jantungnya serasa diremas melihat tangan itu, "Aku akan melakukan apapun untuk menebus kesalahanku, apapun...." suaranya tertelan oleh tangisannya, Rachel menatap Jason dengan tatapan mata bersalah.
"Apapun?" Tiba-tiba Jason tampak tertarik, ada kilat di mata dan senyum misterius di sana. "Baiklah Rachel. Mulai saat ini kau harus melakukan apapun yang aku mau." Jason kembali menekankan pada kata 'apapun', "Dan setelah itu, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk memaafkanmu."
Bersambung ke Part 13

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 28, 2013 04:41

Another 5% Part 14

PS : maaf harus meeting dulu sampai sore T___T ini dipostingkan dulu naskah yang kebetulan sudah siap ya buat bacaan siang *peluk*


Kecemasan Selly sampai pada puncaknya ketika ponselnya akhirnya berbunyi.
Rolan.
"Selly sayangku? Maafkan aku! Kau ada di mana? Kumohon katakan kau sudah ada di rumah."
Tidakkah Rolan ingat bahwa dia menyuruh Selly menunggu? Bahwa dia berjanji akan menjemput Selly sepulang kantor dan itu sudah dua jam yang lalu?
"Rolan aku..."
Selly hendak berkata-kata ketika Rollan menyela,
"Maafkan aku tadi aku tidak bisa datang, aku menengok Sabrina sebelum berencana menjemputmu... Tetapi kemudian Sabrina mengalami serangan, dia muntah darah Selly, kondisinya kritis, sejak tadi aku berusaha menghubungimu tapi ponselku kehilangan sinyal, mungkin karena hujan deras... Maafkan aku Selly aku tidak bisa meninggalkan Sabrina, tidak  di kondisinya sekarang... Kau tahu aku pernah mengalami serangan seperti ini, aku tahu rasanya Selly..... Sabrina.... dia butuh seseorang..." Rolan menelan ludahnya, "Maafkan aku Selly, kau sudah di rumah bukan? Jangan katakan kau sedang menungguku."
Kepala Selly terasa sakit ketika mendengarkan penjelasan Rolan,  semburan rasa kecewa langsung menyakiti hatinya, membuat dadanya terasa sesak. Tetapi dia berusaha membuat suaranya terdengar ceria. Dia kemudian berbohong,
"Aku sudah di rumah,  Rolan."
"Syukurlah." Suara Rolan terdengar lega, "Hujan di luar sangat deras dan angin begitu kencang. Aku mencemaskanmu setengah mati, syukurlah kau sudah di rumah. Selly."
Selly memandang ke pintu kaca di luar lobby kantornya, hujan turun dengan deras di luar sehingga menutupi malam,angin dan petir bertiup kencang, membuat pohon-pohon bergetar. Jemari Selly yang memegang ponsel bergetar menahan perasaan.
"Kau tenang saja Rolan. Semoga Sabrina baik-baik saja ya. Aku sedang menyeduh teh hangat di sini."
"Maafkan aku Selly maafkan aku.. Sungguh ini bukan rencanaku, aku.."
"Rolan, tidak apa-apa, sungguh, aku mengerti."
Setelah itu Selly hanya bergumam menanggapi perkataan Rolan sebelum lelaki itu mengatakan mencintainya dan menutup pembicaraan.
Selly masih duduk di sana beberapa menit setelah percakapan itu berlalu. Air mata berlinang mengaliri pipinya, dan kepalanya terasa berdentam-dentam.
***
Gabriel sampai di kantor hanya sepersekian detik setelah dia berpakaian. Dia muncul diruangan kantornya, dan bergegas turun melalui lift, bersikap sebiasa mungkin karena dia tahu ada satpam berjaga di depan, dan mungkin juga Selly di sana yang pasti kaget meihatnya muncul tiba-tiba dari dalam, padahal Gabriel sudah pulang sejak tadi.
Begitu Gabriel keluar dari lift, satpam yang berada di pintu langsung berdiri karena kaget. Dia mengira semua orang sudah pulang.
Sementara Gabriel hanya menganggukkan kepalanya singkat kepada satpam itu, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
Dimana Selly?
Gabriel mengerutkan keningnya, merasa marah karena kekuatannya tidak mempan terhadap Selly, hal itu menyebabkannya tidak bisa melacak keberadaan Selly.
"Saya pikir anda sudah pulang, sir." Satpam itu menganggukkan kepalanya dengan hormat.
Gabriel menatap satpam itu dengan tatapan mata tajam. Apakah Rolan sudah menjemput Selly pada akhirnya?Tidak. Pengelihatannya jelas-jelas menunjukkan bahwa Rolan masih ada di rumah sakit. Dan tidak ada Selly di sana.
Jadi dimanakah Selly? Apakah dia pulang?
Gabriel sedikit banyak tahu sifat Selly, perempuan itu begitu percaya pada kekasihnya dan pasti akan menunggu selama dia bisa.
Perempuan bodoh! Dan astaga kenapa Gabriel harus repot-repot mengurusi Selly?
Sambil mengernyitkan keningnya, Gabriel bertanya kepada satpam itu,
"Kau melihat asistenku. Selly? Dia menunggu seseorang di sini dalam waktu lama."
Satpam itu langsung menganggukkan kepalanya,
"Iya Sir. Nona Selly yang anda maksud menunggu di sini sampai lebih dari dua jam. Lalu dia menerima telepon dan pergi. Mungkin sekitar lima belas menit yang lalu."
"Pergi?" Selly menerima telepon dari siapa? Apakah dari Rolan? Gabriel melirik ke luar. Malam ini sama seperti kemarin, hujan turun dengan derasnya disertai angin yang kencang. "Dia naik kendaraan? Ada yang menjemputnya?"
"Tidak Sir. Nona Selly menembus hujan, berjalan kaki, saya sudah mencegahnya dan memintanya menunggu hujan reda. Tetapi nona Selly bilang dia harus segera pulang. Dia memakai payung berwarna hijau."
Ekspresi Gabriel mengeras. Berjalan menembus badai seperti ini adalah keputusan bodoh! Apakah Selly sudah kehilangan akal sehatnya?
Sambil mendecakkan lidahnya, Gabriel mengangguk ke arah satpam itu.
"Oke, aku akan menyusulnya."
Satpam itu mengernyit ketika melihat Gabriel hendak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Selly, hanya saja Gabriel tidak memakai payung.
"Anda ingin menembus hujan badai ini? Anda tidak memakai payung?" Satpam itu mempertanyakan apa yang ada di benaknya.
Gabriel menoleh, tersenyum misterius kepada Satpam itu,
"Aku tidak butuh payung." Dan kemudian Gabriel melangkah menembus hujan badai itu, menembus kegelapan.
***
Setetes air mengenai Jasnya, membuat Gabriel mengernyit.
"Minggir hujan." Gumamnya gusar, membuat tetesan air itu menguap begitu saja dari jasnya. Lelaki itu berjalan menembus hujan tanpa basah, seolah-olah air menghindari mengenai tubuhnya.
Gabriel mencoba mencari jejak Selly, tetapi masih kesulitan menemukannya.
Dimana kau Selly?
Jemari Gabriel menyentuh pepohonan di trotoar itu, dia menggertakkan giginya setelah membaca memori dari benda itu, tidak. Selly tidak pernah lewat sini. Dengan sigap Gabriel membalikkan badan, bergegas menuju arah yang berlawanan.
Dia terus menyentuh benda-benda yang ada, membaca memori benda itu untuk mengetahui apakah Selly pernah melewatinya atau tidak.
Sial! Sambil berjalan, Gabriel mengumpat-umpat dalam hati. Gabriel benar-benar gusar sekarang. Seandainya saja kekuatannya bisa dipakai kepada Selly, pasti dia akan dengan mudah menemukan perempuan itu. Tetapi sekarang dia hanya bisa mengandalkan memori dari benda-benda, sayangnya hujan badai sedikit mengaburkan memori benda-benda itu.
Gabriel menyentuh tembok sebuah pagar yang ada di tepi trotoar, memejamkan mata dan menemukan pengelihatan itu.
Perempuan berpayung hijau. Badannya sedikit membungkuk, menahankan angin kencang dan hujan deras yang menerpanya.....
Selly baru saja lewat sini. Ingatan dari pagar itu masih jelas.
Gabriel mempercepat langkahnya, menembus jalanan yang sepi dan badai hujan yang begitu kencang tanpa kesulitan. Bahkan angin dan hujanpun tak mau melawannya, mereka melewatinya begitu saja membuatnya tetap kering.
Lalu Gabriel tertegun ketika melihat tubuh itu, tubuh yang terbaring tak bergerak di trotoar seratus meter di depannya. Sebuah payung hijau berputar-putar jauh di jalanan beraspal, dipermainkan oleh angin. Gabriel mempercepat langkahnya dan langsung berjongkok, mengangkat tubuh itu, tubuh Selly yang lunglai ke pangkuannya.
Selly basah kuyup, tetapi tubuhnya panas membara seperti terbakar, perempuan ini demam tinggi!
Gabriel mengibaskan tangannya dan seketika hujan menghindari tubuh Selly. Dengan gerakan cepat Gabriel  berdiri dan mengangkat Selly ke dalam gendongannya, lalu tubuh mereka berdua tertelan oleh bayangan kegelapan dan menghilang.
***
Dalam sekejap mereka berada di dalam flat Selly yang hangat dan nyaman. Gabriel menunduk, menatap Selly yang demam dan masih pingsan di dalam gendongannya.
Perempuan ini basah kuyup dari ujung kepala sampai ujung kaki. Entah berapa lama Selly sudah  berbaring pingsan di trotoar tadi sebelum Gabriel menemukannya.
Dasar perempuan bodoh! Menembus hujan seperti itu dalam kondisi sakit...
Kenapa Gabriel tidak menyadari bahwa Selly sakit? Perempuan ini pasti sudah demam sejak siang, tetapi rupanya dia berhasil menyembunyikannya dengan baik. Padahal, Gabriel memiliki kemampuan mengukur suhu badan seseorang, membaca detak jantungnya, aliran napasnya, bahkan aliran darah yang mengalir di pembuluh darah manusia kalau dia mau, tetapi di Selly semua kekuatannya itu tidak ada gunanya.
Gabriel menatap Selly, dan kemudian membuatnya setengah berdiri, membuat tubuh Selly yang basah kuyup bersandar pada tubuhnya, air masih menetes-netes dari sana membasahi sebagian besar jas Gabriel. Selly harus berganti pakaian yang kering dan hangat....
Lalu pelan-pelan Gabriel melolosi kemeja Selly dan membuangnya begitu saja ke lantai.
***
Rolan berjalan mondar-mandir di depan ruangan  iccu dan menunggu. Dokter Benny dan teamnya sedang menangani Sabrina sejak beberapa jam yang lalu, berusaha menstabilkan kondisinya yang kritis. Ini kondisi Sabrina yang paling parah, sebelumnya Sabrina tidak pernah muntah darah sampai sebanyak ini. Biasanya pendarahan yang dialaminya hanyalah mimisan.
Tak berapa lama dokter Benny keluar dari ruangan itu, tampak lelah, Rolan langsung menyambutnya,
"Bagaimana kondisi Sabrina, dokter?"
Dokter Benny menghela napas panjang, "Kondisinya sudah stabil. Masa kritisnya sudah lewat, tetapi keadannya menurun drastis, seolah-olah kemampuan tubuhnya memperlambat sel kanker itu menghilang begitu saja."
"Apakah dia akan baik-baik saja?" Suara Rolan bergetar karena cemas, apalagi ketika melihat mata dokter Benny yang tampak suram.
"Kita lihat saja Rolan. Meskipun tidak ekstrim dan langsung sembuh seperti dirimu, Sabrina merupakan keajaiban tersendiri dalam dunia medis, setahuku dalam kondisinya dulu, dia diramalkan meninggal ketika masih kecil, tetapi ternyata sel-sel kankernya berkembang sangat lambat seolah tubuhnya punya kemampuan memperlambatnya, hal itulah yang membuat Sabrina bisa bertahan sampai sekarang, dan saat ini, mari kita berharap keajaiban itu masih ada."
***
Gabriel selesai mengancingkan kancing piyama Selly yang terbaring di atas ranjang, masih tidak sadarkan diri. Napas perempuan itu terengah dan berkali-kali mengerang, mungkin karena demamnya yang tinggi.
Gabriel mengernyit, kalau dia menghadapi orang lain, dengan mudah dia bisa menyembuhkan penyakit ringan ini. Tetapi sekarang kekuatannya tidak mempan. Dengan gusar Gabriel menyelimuti Selly dengan selimut yang tebal, lalu duduk di tepi ranjang, mengamati perempuan itu.
Selly terlihat tidak nyaman dalam tidurnya. Mungkin bermimpi buruk, atau mungkin juga demam ini membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. Gabriel menyentuhkan telapak tangannya yang sejuk ke dahi Selly yang panas membara, mencoba membuat Selly tenang.
Sepertinya sentuhannya menenangkan Selly, perempuan itu berhenti mengerang. Tetapi kemudian setetes air mata mengalir dari sudut matanya.
"Rolan...." Selly berbisik lemah, memanggil nama kekasihnya.
Gabriel menatap Selly dengan ekspresi tak terbaca, jemarinya yang masih ada di dahi Selly turun, dan mengusap air mata Selly yang menetes melalui sudut matanya dengan hati-hati.
Kemudian Gabriel menunduk, mengecup bibir Selly dengan lembut, dan kemudian berbisik menanenangkan, 
"Aku ada di sini, sayang. Jangan menangis lagi." suara Gabriel serak, penuh janji....
*** 
Rasanya panas, tubuhnya seperti terbakar, dan seluruh sendinya terasa nyeri. Selly terus menerus mengerang dibalik kesadarannya yang semakin hilang, panas ini tak tertahankan hingga membuat kepalanya terasa sakit. 
Lalu terasa sebuah telapak tangan yang sejuk menyentuh dahinya, membuatnya merasa nyaman, meredakan kesakitannya.
Di balik bawah sadarnya, Selly langsung teringat akan Rolan... dan kemudian kekecewaan itu menyeruak di benaknya, membuatnya meneteskan air mata.
"Rolan...?" Selly memanggil nama kekasihnya, menyuarakan kepedihannya.
Lalu jemari yang menyentuh dahinya itu mengusap air matanya, sentuhannya begitu lembut, seakan ingin menyerap semua kepedihan Selly,
Bibir yang tak kalah lembut mengecup bibirnya dan menenangkan, "Aku ada di sini sayang, jangan menangis lagi..."
Bisikan itu terasa nyaman, seolah-olah dia dijaga dan tak akan dibiarkan kesakitan. Hati Selly langsung dipenuhi oleh rasa hangat,
Tetapi kemudian dalam sekejap,  sentuhan itu menghilang, tak terasa lagi.
Dengan putus asa Selly memanggil-manggil nama Rolan, dan tidak menemukan jawaban, kemudian sekuat tenaga Selly mencoba menguakkan kesadarannya, memanggil nama Rolan sekali lagi dan membuka matanya.....
*** 
Setelah memastikan bahwa Sabrina tidak akan sadarkan diri hingga esok pagi, Rolan langsung melangkah tergesa menuju area toilet pria. Dia memastikan dulu bahwa tidak ada orang di area itu. Kemudian dia memejamkan matanya, memfokuskan diri pada pintu flat Selly.
Dia harus menemui Selly, astaga, dua kali dia membuat Selly kecewa, Rolan tahu bahwa di balik senyuman dan kelembutan Selly, perempuan itu menyembunyikan luka. Dan bahkan Rolan tidak sempat membeli cincin untuk menggantikan cincin lamarannya yang hilang. Ya ampun, Rolan pantas dicaci maki habis-habisan kalau begini.
Ketika dia membuka matanya, Rolan sudah berada di depan pintu flat Selly, lorong pintu itu sepi karena sudah larut malam. Pelan-pelan, Rolan mengeluarkan kunci cadangan flat Selly yang dimilikinya. Pada keadaan normal, dia akan mengetuk pintu meskipun memiliki kunci cadangan flat Selly, tapi sekarang dia tidak mau membangunkan Selly yang pasti sudah tertidur pulas. 
Dia bisa menunggu di sofa ruang tamu sampai Selly terbangun esok pagi...
Pelan-pelan dibukanya pintu flat itu, dan masuk, lalu menutup pintu di belakangnya. Flat itu sepi, dan ruang tamunya gelap. Hanya ada sedikit cahaya temaram kekuningan dari kamar Selly, berarti Selly memang sudah tidur. Dengan pelan, Rolan melangkah ke arah kamar Selly, hati-hati agar tidak bersuara dan membangunkan Selly, kemudian membuka pintu itu sedikit.
Selly sedang tertidur pulas, tubuhnya tertutup selimut.
"Rolan...?" Selly menggumam dalam tidurnya, mata perempuan itu masih terpejam, mungkin sedang memimpikannya. Hal itu membuat Rolan memberanikan diri melangkah memasuki kamar itu, lalu berdiri dengan ragu di sebelah ranjang Selly
*** 
Mata Selly terbuka dan menemukan Rolan yang berdiri di sisi ranjangnya, dia memfokuskan pandangan matanya lagi, tak percaya.Tetapi Rolan benar-benar ada di depannya, di kamar ini!
"Rolan?"
Rolan langsung duduk, dan menggenggam jemari tangan Selly, "Aku di sini sayang." dia mengerutkan dahinya dan menyentuh dahi Selly, "Astaga kau demam tinggi."
Tetapi Selly sudah tidak peduli lagi dengan sakitnya. Semua kekecewaannya hilang begitu saja. Ternyata semua itu bukan mimpi, bukan halusinasi,  sentuhan telapak tangan yang sejuk di dahinya.... kecupan lembut di bibirnya.....ucapan penuh janji bahwa sang kekasih selalu  di sini untuknya....
Semua itu nyata. Ternyata Rolan ternyata benar-benar ada di sini, di kamar ini. Kekasihnya itu menjaganya! Hanya itu yang terpenting untuk Selly.

Bersambung ke Part 15

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 28, 2013 00:58

Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.