Embrace The Chord Part 12

"Rachel?"
Suara itu terdengar samar-samar dan lembut, membangunkan Rachel dari kegelapan yang melingkupinya. Dia membuka matanya pelan-pelan, merasa silau oleh cahaya putih lampu yang langsung menerpa matanya.
"Sayang? Rachel? kau sudah sadar nak?"
Itu suara mamanya. Mamanya sedang duduk di tepi ranjang, wajahnya pucat pasi, tampak begitu cemas. Rachel bingung, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.
Apakah dia ada di rumah sakit?Rachel mencoba bergerak, tetapi rasa nyeri yang menyengat langsung terasa di kakinya.
"Jangan bergerak dulu sayang, kakimu terkilir..." mamanya bergumam lembut, mendorong Rachel untuk terbaring kembali.
Rachel mengernyitkan keningnya, berusaha meredakan rasa nyeri yang menyakitkan itu, kemudian dia teringat... darah itu... darah dari tangan Jason!"Jason!" Rachel kali ini langsung terduduk panik, tidak mempedulikan rasa sakit di kakinya yang terasa semakin parah.
Pada saat yang sama pintu kamarnya terbuka, dan Calvin masuk, wajahnya tampak muram. Rachel langsung menatap Calvin dengan penuh harap.
"Calvin? Apakah kau tahu kondisi Jason? bagaimana keadaannya? dia menyelamatkanku dari penjahat itu dan aku lihat tangannya terluka.... bagaimana kondisi jason?"
Calvin terdiam, melempar pandang ke arah mama Rachel yang membalas tatapannya dengan bingung, pada akhirnya Calvin kembali menatap Rachel.
"Kami masih belum tahu Rachel....yang kami tahu, Jason terluka parah di tangannya."
Wajah Rachel memucat, "Apakah... apakah dia bisa bermain biola lagi?"
Kesedihan langsung menggurat di wajah Calvin, lelaki itu tidak perlu berkata apapun, mereka semua pasti punya pikiran yang sama. Ya. Seorang pemain biola yang handal membutuhkan tangan yang sempurna, terutama tangan utama untuk menggesek biola dan memetiknya....
Kalau Jason tidak bisa bermain biola lagi, maka Rachel akan menjadi orang yang paling bersalah di dunia ini.
***
Jason menatap tangannya yang dibalut perban, merenung sendirian di kamar.
Dia tahu bahwa Rachel tidak sadarkan diri setelah insiden itu, dan kemudian dirawat di kamar sebelahnya. Dari salah satu perawat, dia tahu bahwa Rachel belum bisa berjalan karena kakinya terkilir. Insiden ini sungguh tidak disangkanya akan terjadi malam ini, malam dimana dia akan berduet sekaligus memperkenalkan Rachel secara resmi sebagai murid khusus bimbingannya.
Dan dari seluruh bagian tubuhnya yang bisa terluka, kenapa dia terluka di bagian tangan? Tangan yang paling vital untuk bermain biola pula.
Seorang dokter memasuki ruangan, kebetulan Jason mengenalnya karena dokter itu adalah dokter keluarganya, Jason sedikit menganggukkan kepalanya, menatap dokter itu dengan tatapan tajam penuh arti.
"Dokter. Anda sudah setuju untuk melakukan apa yang saya minta...."
***
Demi Rachel yang begitu cemas, Calvin menemui dokter yang merawat Jason, dia harus mendapatkan informasi tentang Jason, kalau tidak Rachel akan selalu dilanda perasaan bingung tanpa tahu arah.
Kebetulan dia berpapasan dengan dokter itu, yang baru keluar dari kamar Jason,
"Bagaimana kondisi Jason, dokter?" Calvin langsung mendekati dokter itu, dan berjalan di sebelahnya.
Dokter itu menatap Calvin dan mengenalinya sebagai teman Rachel, kebetulan Rachel juga berada di bawah pengawasannya,
"Kami sudah melakukan yang terbaik untuknya."
Calvin menghela napas lega, "Jadi Jason akan sembuh." Mata Calvin menatap dokter itu dengan cemas, "Apakah dia akan bisa bermain biola lagi?"
Dokter itu menelan ludah tampak kesulitan menjawab hingga Calvin harus mengulang pertanyaannya lagi.
"Dokter? Apakah Jason bisa bermain biola lagi setelah sembuh?"
Dokter itu menghela napas panjang, "Luka pisau itu memutuskan beberapa syaraf di tangannya. Yang perlu anda tahu, ketika syaraf perifer di tangannya putus, maka seseorang akan kesulitan menggerakkan jari-jarinya, hal itu tentu saja merupakan masalah yang cukup vital bagi seorang pemain biola... kami harus melakukan operasi sekali kali lagi untuk menyempurnakan penyambungan syaraf yang putus tersebut, Kami yakin dengan tindakan yang tepat dan proses penyembuhan yang kondusif maka kemungkinan besar pasien bisa pulih kembali. Kita doakan saja semoga operasinya nanti berjalan dengan baik." Dokter itu menatap Calvin dengan tatapan menyesal, "Dan bahkan kalaupun operasinya sukses, kondisi tangan Jason tidak akan sama lagi."
Seetelah memberikan informasi itu, dokter itu berpamitan pergi karena ada urusan. Meninggalkan Calvin yang tergugu pucat pasi.
Jason kesulitan menggerakkan jari-jarinya? Apakah itu berarti Jason tidak akan bisa bermain biola lagi?
***
"Bagaimana?" Rachel menatap Calvin dengan penuh harap, dia tahu bahwa Calvin baru saja mencari informasi tentang kondisi Jason.
Calvin menelan ludahnya, dengan hati-hati dia duduk di sebelah ranjang Rachel. Rachel sendirian di kamar ini karena mamanya sedang pulang untuk mengambil baju gantinya. Semalam setelah mendengar tentang insiden itu, mama Rachel langsung menuju rumah sakit tanpa persiapan apapun, dia menunggui Rachel hingga tersadar di pagi harinya dan tampak lelah. Untunglah Calvin berhasil membujuk mama Rachel untuk pulang dulu, beristirahat sejenak dan kembali nanti sore sekaligus membawakan baju ganti dan perlengkapan lainnya untuk rawat inap Rachel. Calvinlah yang menggantikan menjaga Rachel saat ini.
Calvin menatap wajah pucat Rachel dan tiba-tiba saja merasa kasihan. Insiden ini sudah menjalar menjadi gosip panas di kalangan profesional musik klasik, menjadi headline di berita-berita. Jason adalah anak emas mereka. Dan sekarang semua orang was-was dipenuhi pertanyaan apakah Jason akan bisa bermain biola lagi.
Kalau sampai si anak emas jenius tidak bisa bermain biola lagi, orang-orang akan menunjuk kepada Rachel dan beramai-ramai menyalahkannya, karena Jason terluka untuk menyelamatkan Rachel.
"Bagaimana?" Rachel mengulangi pertanyaannya lagi, matanya tampak dilumuri kecemasan karena Calvin tidak segera menjawab.
Calvin menghela napas panjang, "Aku sudah menemui dokter kalian, dia menjelaskan bahwa Jason masih harus menjalani operasi lagi untuk penyambungan syaraf tangannya yang terputus... kata dokter itu kemungkinan Jason bisa pulih lagi, tetapi tidak sempurna."
Rachel ternganga, "Apakah... apakah dokter itu menjelaskan tentang kemungkinan Jason bisa bermain biola lagi?"
Calvin menatap Rachel serba salah, "Dokter itu belum bisa memastikan, Rachel. Saat ini Jason sudah menjalani penanganan terbaik, tetapi katanya dia masih kesulitan menggerakkan jari-jari tangannya. Kata dokter kita harus menunggu hasil operasi keduanya sebelum menentukan."
Air mata langsung menetes ke pipi Rachel. Terbayang olehnya bagaimana indahnya permainan biola Jason, bagaimana sempurnanya seluruh teknik dan emosi yang dibawakan di dalamnya, Jason adalah pemain biola jenius yang sempurna, hanya ada sedikit violinis di dunia ini dengan kemampuan sama seperti Jason. Dan sekarang Rachel telah merenggut itu semua, dengan membuat tangan Jason - benda paling berharga bagi seorang violinist - karena melindunginya.
Bahu Rachel berguncang-guncang karena menangis, dan tidak ada yang bisa dilakukan Calvin selain memeluk dan menenangkannya.
***

Di belakangnya ada suami Keyna sekaligus sahabat Jason, Davin dan kedua orang tua angkatnya yang menyusul. Mama angkatnya sudah menungguinya sejak semalam, tetapi Jason menyuruh mereka pergi menjemput Davin dan Keyna di bandara, Davin dan Keyna langsung pulang di tengah bulan madu mereka ketika mendengar tentang Jason.
Jason tersenyum lembut kepada Keyna, senyum tulus yang sangat jarang ditunjukkannya kecuali kepada orang-orang yang benar-benar dicintainya. Keyna adalah salah satu dari orang yang amat dicintainya.
"Keyna." Jason melebarkan tangannya, dan dengan penuh perasaan, Keyna langsung menubruk kakaknya tenggelam di pelukannya, "Kau datang."
"Tentu saja kami datang." Davin bergumam, menatap tangan Jason yang dibalut perban. Sontak Keyna juga menatap tangan itu, dan ekspresinya berubah sama cemasnya seperti Davin. "Bagaimana kondisimu, Jason?"
Jason menyadari semua mata memandang ke arah tangannya. Dia lalu tersenyum tipis,
"Aku baik-baik saja. Tangan ini masih memerlukan operasi sekali lagi lusa."
Keyna mengernyitkan keningnya, duduk di tepi ranjang, "Apakah kau sudah bertanya kepada dokter...?" Keyna menelan ludahnya, "Tentang pengaruhnya terhadap permainan biolamu?"
Eskpresi Jason mengeras.
"Tidak. Dokter bilang aku harus menunggu hasil operasi keduaku." Lelaki itu lalu menatap ke arah keluarganya dan tersenyum lebar, "Hei, jangan memasang wajah sedih begitu, eksekusi atas diriku belum dijatuhkan, bukan?" senyumnya melebar, tampak ceria.
***
Jadi begini rasanya....
Kembali Jason termenung sendirian di kamarnya. Dia berhasil memaksa Davin untuk membujuk supaya Keyna mau pulang dulu dan beristirahat di rumah sebelum menengoknya lagi besok. Adik perempuannya itu sedang hamil, dan menunggui seseorang di rumah sakit merupakan hal yang riskan dan melelahkan bagi perempuan hamil. Jason tidak ingin sampai Keyna dan bayinya kenapa-kenapa.
Kedua orang tua angkatnya memutuskan menungguinya, tetapi sekarang mereka sedang makan malam di bawah. Jam besuk sudah ditutup dan malam sudah larut. Dia tahu kedua orangtuanya tadi meninggalkannya setelah mengira Jason sudah tidur.
Jason memang berpura-pura tidur. Begitu kedua orang tuanya pergi, mata Jason membuka kembali, menatap nyalang ke arah langit-langit kamarnya.
Jadi seperti ini yang dirasakan oleh ayah kandungnya dulu ketika menghadapi vonis tidak bisa bermain biola lagi karena cedera syaraf di tangannya sudah terlalu parah tidak terselamatkan lagi.
Jason menatap perban yang membungkus tangannya, mencoba menggerakkan jari-jarinya tetapi terasa sulit dan kaku. Lalu dia termenung.... saat ini dia punya rencana, dan apapun yang akan terjadi, dia akan mewujudkan rencana itu....
Ketika dia termenung, ponselnya berdering.
***
Telepon itu dari Joshua sahabatnya, yang saat ini sudah tinggal di Australia bersama isterinya, Kiara. Kedua orang itu adalah sahabat Jason.
"Kami akan mengambil penerbangan yang paling pagi." Suara Joshua terdengar sedikit keras di telepon, "Astaga Jason, kami berdua begitu terkejut ketika melihat beritanya di televisi. Insiden yang menimpamu menjadi headline news di mana-mana."
Polisi juga sudah bertindak cepat untuk mencari pelaku penyergapan yang berusaha menculik dan melukai Rachel, sekaligus juga melukai tangan Jason. Sebenarnya Jason tahu pasti siapa otak di balik semua peristiwa ini : Arlene.
Ya. perempuan culas itu pastilah yang menjadi dalangnya. Jason bisa saja membuka mulutnya kepada polisi dan mengatakan kecurigaannya kepada Arlene. Tetapi dia menahan diri. Dia tidak boleh gegabah, pers akan berpesta pora kalau sampai hal ini terkuak. Mereka pasti akan membuat berita dengan judul yang menghebohkan, semacam "Pembalasan dendam mantan pacar", atau "Karma sang playboy". Jason tidak mau itu terjadi.
Dia akan membalas Arlene pada saatnya nanti, dengan caranya sendiri.
"Kau dan Kiara tidak perlu melakukannya, Joshua, aku baik-baik saja." gumam Jason kepada Joshua
"Kau tidak bisa melarang kami untuk datang." Joshua langsung menyela dengan tegas, membuat Jason tersenyum simpul. Sahabatnya itu tidak berubah, tetap saja arogan dan keras kepala.
"Terserah kepadamu kalau begitu. sampaikan salamku untuk Kiara." setelah menutup pembicaraan, Jason meletakkan ponselnya. Beberapa saat kemudian, dia menoleh waspada ke arah pintu kamarnya yang terbuka pelan-pelan.
Mungkin kedua orang tuanya sudah kembali dari makan malamnya.....
Tetapi ternyata yang masuk bukan kedua orang tuanya. Yang masuk adalah sosok perempuan mungil, yang berjalan tertatih-tatih dengan kruk di bawah ketiaknya, Jason melirik ke arah sebelah kaki perempuan itu yang dibebat dengan perban.
Mata Jason menyipit, "Rachel? apa yang kau lakukan di sini?"
Wajah Rachel tampak pucat pasi, matanya sembab seperti habis menangis begitu lama, dengan tertatih-tatih perempuan itu mendekat ke tepi ranjang Jason, berdiri di sana dengan takut-takut/
"Kau terluka karena menyelamatkanku..." suara Rachel mulai gemetar di sela isakanya.

Rachel tercenung menerima sikap dingin Jason, tetapi mungkin dia memang pantas mendapatkannya, seharusnya Jason mencaci makinya dan membentaknya karena dia adalah penyebab kalau sampai Jason tidak bisa bermain biola lagi....
"Aku... aku membuatmu terluka, semua gara-gara aku." Rachel mengusap air matanya, tetapi air matanya itu tak mau berhenti, mengalir dan mengalir lagi, "Aku datang untuk minta maaf. Kumohon maafkan aku Jason." Rachel meringis, melirik ke arah tangan Jason yang dibalut perban, jantungnya serasa diremas melihat tangan itu, "Aku akan melakukan apapun untuk menebus kesalahanku, apapun...." suaranya tertelan oleh tangisannya, Rachel menatap Jason dengan tatapan mata bersalah.
"Apapun?" Tiba-tiba Jason tampak tertarik, ada kilat di mata dan senyum misterius di sana. "Baiklah Rachel. Mulai saat ini kau harus melakukan apapun yang aku mau." Jason kembali menekankan pada kata 'apapun', "Dan setelah itu, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk memaafkanmu."
Bersambung ke Part 13
Published on June 28, 2013 04:41
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
