Eko Nurhuda's Blog, page 59
October 2, 2011
Sri, Kapan Kowe Bali?
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
Logo Partai SRIBEGITU membaca judul di atas, saya yakin Bung langsung teringat satu lagu campursari. Sebuah lagu yang bercerita tentang seorang suami yang ditinggal pergi istrinya. Si istri bernama Sri, sewaktu pergi pamitnya mau beli terasi, namun ternyata tak kunjung kembali. Makanya lagu itu diberi judul Sri Minggat.
Nah, kalau fakta adanya sebuah parpol baru bernama Partai SRI, rasa-rasanya belum banyak yang tahu. Iya kan? Wajar saja kalau Bung tidak tahu, pasalnya media-media besar boleh dibilang tidak ada yang berminat mengeksposenya. Media lebih suka meng-cover kasus Nazaruddin, isu Banggar vs KPK, dll. Padahal, Partai SRI yang berdiri 2 Mei lalu ini membawa kejutan, atau bahkan malah bisa disebut sebagai harapan baru.
Apa itu?
Sri Mulyani Indrawati for President 2014
Partai SRI adalah singkatan dari Partai Serikat Rakyat Independen. Bersama 14 parpol baru lain, Partai SRI telah mendaftarkan diri ke Kemenkumham dan dinyatakan berhak mengikuti Pemilu 2014. Yang menarik, sesuai namanya, Partai SRI berniat mengusung Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai calon presiden. Tentu saja ini kabar menyentak, mengingat sejak terpilih sebagai Managing Director Bank Dunia mantan Menteri Keuangan ini seolah menghilang dari muka bumi.
Nama Sri Mulyani sebenarnya agak kurang baik bagi masyarakat Indonesia. Kita tentu masih ingat SMI pernah disangkut-pautkan dengan kasus mega skandal Bank Century. Kasus ini juga mengarah ke Wapres Boediono sebagai eks Gubernur Bank Indonesia. Sayang, entah ada kesepakatan apa di tingkat elite sana, kasus yang seharusnya segera diproses KPK ini malah mandek. Susah payah Panja Century DPR mendesak-desak pemerintah untuk segera mengungkapkan kasus ini, hasilnya NIHIL.
Di tengah upaya pengungkapan skandal Century, Sri Mulyani mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menkeu karena lebih memilih jabatan Direktur Bank Dunia. Tak heran jika wanita kelahiran Tanjung Karang, Lampung, ini dituding terlibat skenario penggagalan pengungkapan kasus Century. Maklum, sebagai Menkeu ia tentu paham benar apa yang sebenarnya terjadi di Bank Century.
Namun Sri Mulyani tidak peduli dengan semua tudingan itu. Ia tetap memilih pergi dari Indonesia.
Banyak Didukung Tokoh Besar
Sri Mulyani IndrawatiMenariknya, lahirnya Partai SRI disokong banyak tokoh besar republik ini. Tercatat diantaranya nama Wimar Witoelar, pengamat politik UI Arbi Sanit, Rahman Toleng, dan advokat senior Todung Mulya Lubis dalam jajaran penggagasnya. Sebelumnya, para tokoh ini tampak pada peluncuran situs SriMulyani.net pertengahan tahun lalu.
Kepada media, Wimar menyatakan optimismenya. "Sebetulnya beranjak dari keinginan untuk menumbuhkan etika yang bersih dan transparansi antikorupsi. Dalam satu gerakan yang mengambil Sri Mulyani sebagai simbol jujur, tegas, mampu. Orang senang konsep kejujuran, dan tokoh SMI nanti kita calonkan jadi presiden tahun 2014," paparnya seperti saya kutip dari salah satu media online.
Ketua Umum Partai SRI, Damianus Taufan, bahkan sudah menebar optimisme. Kepada media ia yakin partainya mampu memperoleh suara minimal 20% pada pemilu legislatif mendatang. Menurut dia, figur Sri Mulyani sangat membantu perkembangan Partai SRI di daerah-daerah.
Pertanyaannya sekarang, pantaskah Sri Mulyani Indrawati menjadi calon presiden RI? Pantas tidak pantas, yang jelas dia punya bekal ilmu ekonomi yang diakui dunia, setidaknya dalam bentuk jabatan Direktur Bank Dunia. Ia juga 3 kali masuk dalam daftar 100 Wanita Paling Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes (2008, 2009, dan 2010), menjadikannya sebagai satu-satunya wanita Indonesia dalam daftar tersebut. Mengingat dunia tengah dilanda resesi ekonomi, nampaknya Sri Mulyani bisa jadi calon alternatif yang menjanjikan.
Itu menurut saya lho, entah menurut Bung bagaimana. Satu hal yang pasti, sampai saat ini Sri Mulyani sendiri belum meyatakan kesediaannya dicalonkan.


Logo Partai SRIBEGITU membaca judul di atas, saya yakin Bung langsung teringat satu lagu campursari. Sebuah lagu yang bercerita tentang seorang suami yang ditinggal pergi istrinya. Si istri bernama Sri, sewaktu pergi pamitnya mau beli terasi, namun ternyata tak kunjung kembali. Makanya lagu itu diberi judul Sri Minggat.Nah, kalau fakta adanya sebuah parpol baru bernama Partai SRI, rasa-rasanya belum banyak yang tahu. Iya kan? Wajar saja kalau Bung tidak tahu, pasalnya media-media besar boleh dibilang tidak ada yang berminat mengeksposenya. Media lebih suka meng-cover kasus Nazaruddin, isu Banggar vs KPK, dll. Padahal, Partai SRI yang berdiri 2 Mei lalu ini membawa kejutan, atau bahkan malah bisa disebut sebagai harapan baru.
Apa itu?
Sri Mulyani Indrawati for President 2014
Partai SRI adalah singkatan dari Partai Serikat Rakyat Independen. Bersama 14 parpol baru lain, Partai SRI telah mendaftarkan diri ke Kemenkumham dan dinyatakan berhak mengikuti Pemilu 2014. Yang menarik, sesuai namanya, Partai SRI berniat mengusung Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai calon presiden. Tentu saja ini kabar menyentak, mengingat sejak terpilih sebagai Managing Director Bank Dunia mantan Menteri Keuangan ini seolah menghilang dari muka bumi.Nama Sri Mulyani sebenarnya agak kurang baik bagi masyarakat Indonesia. Kita tentu masih ingat SMI pernah disangkut-pautkan dengan kasus mega skandal Bank Century. Kasus ini juga mengarah ke Wapres Boediono sebagai eks Gubernur Bank Indonesia. Sayang, entah ada kesepakatan apa di tingkat elite sana, kasus yang seharusnya segera diproses KPK ini malah mandek. Susah payah Panja Century DPR mendesak-desak pemerintah untuk segera mengungkapkan kasus ini, hasilnya NIHIL.
Di tengah upaya pengungkapan skandal Century, Sri Mulyani mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menkeu karena lebih memilih jabatan Direktur Bank Dunia. Tak heran jika wanita kelahiran Tanjung Karang, Lampung, ini dituding terlibat skenario penggagalan pengungkapan kasus Century. Maklum, sebagai Menkeu ia tentu paham benar apa yang sebenarnya terjadi di Bank Century.
Namun Sri Mulyani tidak peduli dengan semua tudingan itu. Ia tetap memilih pergi dari Indonesia.
Banyak Didukung Tokoh Besar
Sri Mulyani IndrawatiMenariknya, lahirnya Partai SRI disokong banyak tokoh besar republik ini. Tercatat diantaranya nama Wimar Witoelar, pengamat politik UI Arbi Sanit, Rahman Toleng, dan advokat senior Todung Mulya Lubis dalam jajaran penggagasnya. Sebelumnya, para tokoh ini tampak pada peluncuran situs SriMulyani.net pertengahan tahun lalu.Kepada media, Wimar menyatakan optimismenya. "Sebetulnya beranjak dari keinginan untuk menumbuhkan etika yang bersih dan transparansi antikorupsi. Dalam satu gerakan yang mengambil Sri Mulyani sebagai simbol jujur, tegas, mampu. Orang senang konsep kejujuran, dan tokoh SMI nanti kita calonkan jadi presiden tahun 2014," paparnya seperti saya kutip dari salah satu media online.
Ketua Umum Partai SRI, Damianus Taufan, bahkan sudah menebar optimisme. Kepada media ia yakin partainya mampu memperoleh suara minimal 20% pada pemilu legislatif mendatang. Menurut dia, figur Sri Mulyani sangat membantu perkembangan Partai SRI di daerah-daerah.
Pertanyaannya sekarang, pantaskah Sri Mulyani Indrawati menjadi calon presiden RI? Pantas tidak pantas, yang jelas dia punya bekal ilmu ekonomi yang diakui dunia, setidaknya dalam bentuk jabatan Direktur Bank Dunia. Ia juga 3 kali masuk dalam daftar 100 Wanita Paling Berpengaruh di Dunia versi Majalah Forbes (2008, 2009, dan 2010), menjadikannya sebagai satu-satunya wanita Indonesia dalam daftar tersebut. Mengingat dunia tengah dilanda resesi ekonomi, nampaknya Sri Mulyani bisa jadi calon alternatif yang menjanjikan.
Itu menurut saya lho, entah menurut Bung bagaimana. Satu hal yang pasti, sampai saat ini Sri Mulyani sendiri belum meyatakan kesediaannya dicalonkan.

Published on October 02, 2011 15:00
September 30, 2011
Koneksi Internet XL Gagal Terus, Untungnya Pulsa Bisa Kembali
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
Jangan mau disamakan dengan monyet, Bung!CERITA dalam posting ini ada kaitannya dengan cerita staf customer service salah satu provider GSM yang (menurut saya) salah ucap waktu saya komplain (silakan baca: "Apresiasi apa Kompensasi?"). Dari beberapa petunjuk yang saya sampaikan secara tersirat, Bung tentu bisa menebak kalau perusahaan yang saya maksud adalah PT XL Axiata, Tbk.
Cerita- nya begini. Pada tanggal 7 Sep- tember lalu saya mencoba registrasi layanan internet unlimited harian dari XL. Biayanya Rp5.000/hari. Sebenarnya tanpa registrasi pun kita bisa menikmati layanan internet XL dengan biaya Rp5.000 sehari, tapi setelah mencapai kuota tertentu secara otomatis koneksinya akan terputus. Nah, kalau yang registrasi koneksinya tanpa batas. Namanya juga unlimited.
Setelah registrasi melalui menu di *123#, layanan internet unlimited harian saya pun aktif. Tak menunggu lama, saya langsung mencobanya. Eh, ternyata tidak mau koneksi. "Error 619", demikian pesan yang ditampilkan oleh sistem modem. Saya lantas menelepon 817 untuk meminta bantuan. Biayanya Rp350/panggilan. Staf CS yang melayani saya menanyakan settingan pada modem, dan tak ada masalah. Semua settingan sudah sesuai, tapi ternyata tidak bisa konek-konek juga.
Dipotong Otomatis
Gambar: xl.co.idSaya pasrah, dan malas menelepon 817 lagi. Entah kalau gratis. Pikir saya, tak apalah rugi Rp5.000, hitung-hitung belajar. Ealah, keesokan harinya masuk SMS notifikasi dari XL, memberitahu kalau layanan internet unlimited harian saya diperpanjang secara otomatis. Tentu saja pulsa saya pun ikut-ikutan dipotong Rp5.000, secara otomatis.
Tak mau rugi, saya lantas memindah SIM card XL tersebut ke modem dan menghidupkan laptop. Hari ini harus bisa konek! Begitu kata saya dalam hati. Apa daya, setelah berkali-kali mencoba hasilnya tetap "Error 619" alias koneksi gagal. Saya menelepon 817 lagi, pulsa saya terpotong Rp350 lagi, dan sialnya staf CS juga cuma mengulangi apa yang dikatakan staf CS yang melayani saya sehari sebelumnya. Hasilnya sudah bisa ditebak dong. Melayanglah pulsa Rp5.000 tadi, total 2 hari jadi Rp10.000.
Keesokan harinya, lagi-lagi SMS notifikasi perpanjangan layanan internet unlimited harian masuk, dan pulsa saya terpotong Rp5.000 lagi. Mending kalau bisa konek. Untuk ketiga kalinya, lagi-lagi "Error 619" yang muncul di monitor. Padahal settingan yang dipakai pemberian XL, dan sudah dibenarkan oleh 2 staf CS-nya.
Kesal, sayapun menghabiskan sisa pulsa yang sebesar Rp21.000 untuk registrasi layanan SMS unlimited selama sebulan. Pikir saya, kalau pulsanya habis atau tidak cukup pasti sistem tidak akan bisa memperpanjang layanan secara otomatis. Dugaan saya benar, keesokan harinya masuk SMS yang menyatakan layanan internet unlimited harian saya dihentikan. Beres!
Komplain, Minta Refund, Berhasil!
Foto: internet
Ampuh janji-janji dalam promosi, hendaknya ampuh pula realisasinya. Setuju, kan?Sekitar dua pekan kemudian, seorang teman di Jogja bercerita dia baru saja komplain ke XL dan minta refund karena layanan yang dijanjikan tidak bisa digunakan. Saya jadi terinspirasi, lalu segera menelepon 817 untuk komplain, tepatnya tanggal 26 September pukul 09:56 WIB. Niat saya cuma satu, pulsa sebesar total Rp15.000 yang dipotong XL harus kembali!
Setelah menunggu beberapa menit, terdengarlah suara seorang CS perempuan. Namanya Ayu. 'Negosiasi' pun dimulai. Saya berkeras minta refund dengan alasan seluruh settingan berasal dari XL namun tidak bisa konek, sedangkan Mbak Ayu berkeras permintaan itu tidak bisa diproses karena pesan yang muncul "Error 619" (maksudnya, kesalahan bukan pada sistem XL, tapi dari pihak saya) dan rentang waktu antara komplain dan saat kejadian sudah lama.
Kami berdebat selama 25 menit 15 detik, diselingi dua kali jeda karena Mbak Ayu (sepertinya) hendak berkonsultasi dengan atasannya. Keputusan Mbak Ayu, yang mewakili XL tentu saja, tetap sama: permintaan saya tidak bisa diproses. Saya dongkol, lalu keluarlah senjata rahasia saya sebelum menutup pembicaraan.
Apa senjata rahasia itu? Tak lain tak bukan sebuah sentilan bernada moral yang saya tujukan ke hati nurani Mbak Ayu sebagai seorang (yang saya yakini) beragama. Saya bilang, "Mbak, saya tidak bisa menggunakan layanan XL, tapi pulsa saya dipotong tanpa pemberitahuan. Ketika saya minta pulsa dikembalikan, Mbak bilang tidak bisa. Apapun agama Mbak, saya yakin apa yang dilakukan XL ini tidak benar. Sekecil apapun uang Rp15.000 itu haram bagi XL. Mbak bekerja di XL, berarti Mbak ikut menikmati uang haram itu." Kurang-lebih begitu.
Hasilnya? Entah gara-gara kalimat penutup saya yang sok menceramahi, atau karena melihat sendiri dalam catatan XL nomor saya benar-benar tidak melakukan koneksi data pada tanggal 7, 8, dan 9 September, pulsa saya dikembalikan utuh. Lumayan. Ucapan terima kasih? Hehehe, XL tidak memberikan apa-apa pada saya kok. Ucapan terima kasihnya kepada Allah SWT saja. :D
Jangan mau disamakan dengan monyet, Bung!CERITA dalam posting ini ada kaitannya dengan cerita staf customer service salah satu provider GSM yang (menurut saya) salah ucap waktu saya komplain (silakan baca: "Apresiasi apa Kompensasi?"). Dari beberapa petunjuk yang saya sampaikan secara tersirat, Bung tentu bisa menebak kalau perusahaan yang saya maksud adalah PT XL Axiata, Tbk.Cerita- nya begini. Pada tanggal 7 Sep- tember lalu saya mencoba registrasi layanan internet unlimited harian dari XL. Biayanya Rp5.000/hari. Sebenarnya tanpa registrasi pun kita bisa menikmati layanan internet XL dengan biaya Rp5.000 sehari, tapi setelah mencapai kuota tertentu secara otomatis koneksinya akan terputus. Nah, kalau yang registrasi koneksinya tanpa batas. Namanya juga unlimited.
Setelah registrasi melalui menu di *123#, layanan internet unlimited harian saya pun aktif. Tak menunggu lama, saya langsung mencobanya. Eh, ternyata tidak mau koneksi. "Error 619", demikian pesan yang ditampilkan oleh sistem modem. Saya lantas menelepon 817 untuk meminta bantuan. Biayanya Rp350/panggilan. Staf CS yang melayani saya menanyakan settingan pada modem, dan tak ada masalah. Semua settingan sudah sesuai, tapi ternyata tidak bisa konek-konek juga.
Dipotong Otomatis
Gambar: xl.co.idSaya pasrah, dan malas menelepon 817 lagi. Entah kalau gratis. Pikir saya, tak apalah rugi Rp5.000, hitung-hitung belajar. Ealah, keesokan harinya masuk SMS notifikasi dari XL, memberitahu kalau layanan internet unlimited harian saya diperpanjang secara otomatis. Tentu saja pulsa saya pun ikut-ikutan dipotong Rp5.000, secara otomatis.Tak mau rugi, saya lantas memindah SIM card XL tersebut ke modem dan menghidupkan laptop. Hari ini harus bisa konek! Begitu kata saya dalam hati. Apa daya, setelah berkali-kali mencoba hasilnya tetap "Error 619" alias koneksi gagal. Saya menelepon 817 lagi, pulsa saya terpotong Rp350 lagi, dan sialnya staf CS juga cuma mengulangi apa yang dikatakan staf CS yang melayani saya sehari sebelumnya. Hasilnya sudah bisa ditebak dong. Melayanglah pulsa Rp5.000 tadi, total 2 hari jadi Rp10.000.
Keesokan harinya, lagi-lagi SMS notifikasi perpanjangan layanan internet unlimited harian masuk, dan pulsa saya terpotong Rp5.000 lagi. Mending kalau bisa konek. Untuk ketiga kalinya, lagi-lagi "Error 619" yang muncul di monitor. Padahal settingan yang dipakai pemberian XL, dan sudah dibenarkan oleh 2 staf CS-nya.
Kesal, sayapun menghabiskan sisa pulsa yang sebesar Rp21.000 untuk registrasi layanan SMS unlimited selama sebulan. Pikir saya, kalau pulsanya habis atau tidak cukup pasti sistem tidak akan bisa memperpanjang layanan secara otomatis. Dugaan saya benar, keesokan harinya masuk SMS yang menyatakan layanan internet unlimited harian saya dihentikan. Beres!
Komplain, Minta Refund, Berhasil!
Foto: internetAmpuh janji-janji dalam promosi, hendaknya ampuh pula realisasinya. Setuju, kan?Sekitar dua pekan kemudian, seorang teman di Jogja bercerita dia baru saja komplain ke XL dan minta refund karena layanan yang dijanjikan tidak bisa digunakan. Saya jadi terinspirasi, lalu segera menelepon 817 untuk komplain, tepatnya tanggal 26 September pukul 09:56 WIB. Niat saya cuma satu, pulsa sebesar total Rp15.000 yang dipotong XL harus kembali!
Setelah menunggu beberapa menit, terdengarlah suara seorang CS perempuan. Namanya Ayu. 'Negosiasi' pun dimulai. Saya berkeras minta refund dengan alasan seluruh settingan berasal dari XL namun tidak bisa konek, sedangkan Mbak Ayu berkeras permintaan itu tidak bisa diproses karena pesan yang muncul "Error 619" (maksudnya, kesalahan bukan pada sistem XL, tapi dari pihak saya) dan rentang waktu antara komplain dan saat kejadian sudah lama.
Kami berdebat selama 25 menit 15 detik, diselingi dua kali jeda karena Mbak Ayu (sepertinya) hendak berkonsultasi dengan atasannya. Keputusan Mbak Ayu, yang mewakili XL tentu saja, tetap sama: permintaan saya tidak bisa diproses. Saya dongkol, lalu keluarlah senjata rahasia saya sebelum menutup pembicaraan.
Apa senjata rahasia itu? Tak lain tak bukan sebuah sentilan bernada moral yang saya tujukan ke hati nurani Mbak Ayu sebagai seorang (yang saya yakini) beragama. Saya bilang, "Mbak, saya tidak bisa menggunakan layanan XL, tapi pulsa saya dipotong tanpa pemberitahuan. Ketika saya minta pulsa dikembalikan, Mbak bilang tidak bisa. Apapun agama Mbak, saya yakin apa yang dilakukan XL ini tidak benar. Sekecil apapun uang Rp15.000 itu haram bagi XL. Mbak bekerja di XL, berarti Mbak ikut menikmati uang haram itu." Kurang-lebih begitu.
Hasilnya? Entah gara-gara kalimat penutup saya yang sok menceramahi, atau karena melihat sendiri dalam catatan XL nomor saya benar-benar tidak melakukan koneksi data pada tanggal 7, 8, dan 9 September, pulsa saya dikembalikan utuh. Lumayan. Ucapan terima kasih? Hehehe, XL tidak memberikan apa-apa pada saya kok. Ucapan terima kasihnya kepada Allah SWT saja. :D
Published on September 30, 2011 15:30
September 29, 2011
Kupikat Kau dengan Bismillah, dan Turki...
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
JUDULNYA keren, Kupinang Kau dengan Bismillah. Meski terkesan menjiplak judul buku laris Muhammad Faudzil Adhim, Kupinang Engkau dengan Hamdalah, setidaknya sinetron ini tak seperti sinetron-sinetron lain yang berjudul asal jadi. Sebut saja Putri yang Ditukar (Tambah), Anu(nya)gerah, dan sebangsanya. Dari segi judul, Kupinang Kau dengan Bismillah cukup menjanjikan perbedaan dan pencerahan.
Episode-episode awalnya juga menggiurkan karena syutingnya mengambil lokasi di Istanbul, Turki. Dalam promosinya, mulai dari pemain hingga sutradara kompak mengatakan dengan bangga bahwa sinetron yang banyak menampilkan muka-muka baru ini akan menjadi satu-satunya sinetron yang ber-setting Turki. Wow, keren! Pikir saya. Bukan apa-apa, bayangkan sendiri berapa banyak biaya yang musti dikeluarkan produser untuk membiayai syuting di Turki selama berhari-hari.
Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya...
Bahkan untuk setting Situbondo saja tak benar-benar dilakukan di kabupaten tersebut, tetapi di Depok. Mungkin produsernya berprinsip, tak ada Situbondo (di Jawa Timur), Situ Gintung (di Depok) pun jadi.Nah, justru karena membayangkan biaya syuting di Turki--yang pastinya tidak sedikit, bisa berkali-kali lipat dari biaya syuting di Jakarta atau tempat lain di Indonesia--itulah keraguan muncul di benak saya. Mungkinkah Kupinang Kau dengan Bismillah terus-terusan, dari awal sampai akhir, ber-setting Turki?
Hmmm, rasanya kok mustahil ya. Maaf, bukannya meremehkan, tapi sama-sama tahulah bagaimana kualitas sinetron Indonesia. Maka saya menyimpulkan--atau menduga-duga lebih tepatnya, kalaupun benar sinetron produksi ScreenPlay Productions ini ber-setting Turki, mungkin hanya 1-2 atau paling banyak 3-4 episode.
Foto: internet
Dua tokoh utama Kupinang Kau dengan Bismillah, dengan latar belakang Masjid Aya Sofia di Istanbul.Benar saja! Setelah menceritakan pertemuan Amar (diperankan Dimas Anggara), seorang santri saleh asal Situbondo yang mendapat beasiswa, dan Nirvana (Natasha Rizky Pradita), seorang fashion designer yang tengah berlibur di Istanbul, cerita selanjutnya lebih banyak ber-setting Indonesia. Lebih tepatnya Jakarta dan sekitarnya. Bahkan untuk setting Situbondo saja tak benar-benar dilakukan di kabupaten tersebut, tetapi di Depok. Mungkin produsernya berprinsip, tak ada Situbondo (di Jawa Timur), Situ Gintung (di Depok) pun jadi. Hehehe...
Untuk mengarahkan jalan cerita ke setting Indonesia, cara yang ditempuh juga terkesan dipaksakan dan jauh dari kata kreatif. Diceritakan Fitria (Poppy Bunga), anak Gus Mujo yang memberi beasiswa kepada Amar, diperkosa penjahat secara bergiliran dan trauma berat. Untuk menutupi aib, Amar diminta pulang dan dinikahkan dengan Fitria. Ah, rasa-rasanya para kyai pemimpin pesantren boleh dan layak memprotes jalan cerita ini. Lagipula, alangkah bodohnya Amar yang bersedia meninggalkan studinya di Turki hanya untuk menutupi aib orang lain, sekalipun itu orang yang memberinya beasiswa.
Setali Tiga Uang
Foto: internet
Salah satu adegan episode-episode awal Kupinang Kau dengan Bismillah di Istanbul.Meski ceritanya masih setengah jalan, saya kok yakin Kupinang Kau dengan Bismillah tak beda dengan sinetron-sinetron lainnya. Syuting di Turki hanyalah pemanis, sedangkan kata 'bismillah' di judul hanya untuk 'mengecoh' penonton. Dengan memakai kata itu di judul, sinetron yang disutradarai Iqbal Rais ini terkesan bertema relijius, namun nyatanya tidak. Sekalipun pemainnya berjilbab dan berbaju koko, serta berlatar belakang pesantren, tidak serta-merta lantas disebut sinetron reliji. Toh, yang dieksplor tetap cinta-cintaan juga, bukan ajaran agamanya--ajaran Islam.
Contoh, episode Rabu (28/9) malam kemarin. Ada satu adegan di mana seorang tokoh wanita memakai rok mini berada satu scene dengan muslimah berjilbab, setting-nya sebuah kafe. Keduanya bercakap-cakap soal lelaki, entah pacar atau incaran salah satu dari mereka, dan si perempuan berpakaian seronok mengeluarkan ucapan kurang-lebih begini pada si muslimah berjilbab, "Memangnya kenapa kalau perempuan yang lebih dulu menghubungi laki-laki? Apakah itu haram?" Dari nada suara dan mimiknya ada semacam cibiran.
Well, akhirnya lagi-lagi penonton yang jadi korban. Lagi-lagi terlihat betapa para pelaku industri sinema masih mengutamakan profit, sekalipun harus mengorbankan kualitas, sekalipun dengan 'mengelabui' penonton mereka sendiri. Harapan untuk mendapat tontonan berkualitas yang sekaligus dapat menjadi tuntunan, entah kapan terwujud.
"Kapan-kapan..." begitu kata Yok Koeswoyo. Kalau kata Bung Pembaca bagaimana?
JUDULNYA keren, Kupinang Kau dengan Bismillah. Meski terkesan menjiplak judul buku laris Muhammad Faudzil Adhim, Kupinang Engkau dengan Hamdalah, setidaknya sinetron ini tak seperti sinetron-sinetron lain yang berjudul asal jadi. Sebut saja Putri yang Ditukar (Tambah), Anu(nya)gerah, dan sebangsanya. Dari segi judul, Kupinang Kau dengan Bismillah cukup menjanjikan perbedaan dan pencerahan.
Episode-episode awalnya juga menggiurkan karena syutingnya mengambil lokasi di Istanbul, Turki. Dalam promosinya, mulai dari pemain hingga sutradara kompak mengatakan dengan bangga bahwa sinetron yang banyak menampilkan muka-muka baru ini akan menjadi satu-satunya sinetron yang ber-setting Turki. Wow, keren! Pikir saya. Bukan apa-apa, bayangkan sendiri berapa banyak biaya yang musti dikeluarkan produser untuk membiayai syuting di Turki selama berhari-hari.
Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya...
Bahkan untuk setting Situbondo saja tak benar-benar dilakukan di kabupaten tersebut, tetapi di Depok. Mungkin produsernya berprinsip, tak ada Situbondo (di Jawa Timur), Situ Gintung (di Depok) pun jadi.Nah, justru karena membayangkan biaya syuting di Turki--yang pastinya tidak sedikit, bisa berkali-kali lipat dari biaya syuting di Jakarta atau tempat lain di Indonesia--itulah keraguan muncul di benak saya. Mungkinkah Kupinang Kau dengan Bismillah terus-terusan, dari awal sampai akhir, ber-setting Turki?
Hmmm, rasanya kok mustahil ya. Maaf, bukannya meremehkan, tapi sama-sama tahulah bagaimana kualitas sinetron Indonesia. Maka saya menyimpulkan--atau menduga-duga lebih tepatnya, kalaupun benar sinetron produksi ScreenPlay Productions ini ber-setting Turki, mungkin hanya 1-2 atau paling banyak 3-4 episode.
Foto: internetDua tokoh utama Kupinang Kau dengan Bismillah, dengan latar belakang Masjid Aya Sofia di Istanbul.Benar saja! Setelah menceritakan pertemuan Amar (diperankan Dimas Anggara), seorang santri saleh asal Situbondo yang mendapat beasiswa, dan Nirvana (Natasha Rizky Pradita), seorang fashion designer yang tengah berlibur di Istanbul, cerita selanjutnya lebih banyak ber-setting Indonesia. Lebih tepatnya Jakarta dan sekitarnya. Bahkan untuk setting Situbondo saja tak benar-benar dilakukan di kabupaten tersebut, tetapi di Depok. Mungkin produsernya berprinsip, tak ada Situbondo (di Jawa Timur), Situ Gintung (di Depok) pun jadi. Hehehe...
Untuk mengarahkan jalan cerita ke setting Indonesia, cara yang ditempuh juga terkesan dipaksakan dan jauh dari kata kreatif. Diceritakan Fitria (Poppy Bunga), anak Gus Mujo yang memberi beasiswa kepada Amar, diperkosa penjahat secara bergiliran dan trauma berat. Untuk menutupi aib, Amar diminta pulang dan dinikahkan dengan Fitria. Ah, rasa-rasanya para kyai pemimpin pesantren boleh dan layak memprotes jalan cerita ini. Lagipula, alangkah bodohnya Amar yang bersedia meninggalkan studinya di Turki hanya untuk menutupi aib orang lain, sekalipun itu orang yang memberinya beasiswa.
Setali Tiga Uang
Foto: internetSalah satu adegan episode-episode awal Kupinang Kau dengan Bismillah di Istanbul.Meski ceritanya masih setengah jalan, saya kok yakin Kupinang Kau dengan Bismillah tak beda dengan sinetron-sinetron lainnya. Syuting di Turki hanyalah pemanis, sedangkan kata 'bismillah' di judul hanya untuk 'mengecoh' penonton. Dengan memakai kata itu di judul, sinetron yang disutradarai Iqbal Rais ini terkesan bertema relijius, namun nyatanya tidak. Sekalipun pemainnya berjilbab dan berbaju koko, serta berlatar belakang pesantren, tidak serta-merta lantas disebut sinetron reliji. Toh, yang dieksplor tetap cinta-cintaan juga, bukan ajaran agamanya--ajaran Islam.
Contoh, episode Rabu (28/9) malam kemarin. Ada satu adegan di mana seorang tokoh wanita memakai rok mini berada satu scene dengan muslimah berjilbab, setting-nya sebuah kafe. Keduanya bercakap-cakap soal lelaki, entah pacar atau incaran salah satu dari mereka, dan si perempuan berpakaian seronok mengeluarkan ucapan kurang-lebih begini pada si muslimah berjilbab, "Memangnya kenapa kalau perempuan yang lebih dulu menghubungi laki-laki? Apakah itu haram?" Dari nada suara dan mimiknya ada semacam cibiran.
Well, akhirnya lagi-lagi penonton yang jadi korban. Lagi-lagi terlihat betapa para pelaku industri sinema masih mengutamakan profit, sekalipun harus mengorbankan kualitas, sekalipun dengan 'mengelabui' penonton mereka sendiri. Harapan untuk mendapat tontonan berkualitas yang sekaligus dapat menjadi tuntunan, entah kapan terwujud.
"Kapan-kapan..." begitu kata Yok Koeswoyo. Kalau kata Bung Pembaca bagaimana?
Published on September 29, 2011 20:20
September 28, 2011
Briptu Eka Frestya, Polwan Cantik di 811 Show Metro TV
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
Foto: Facebook.
Briptu Eka Frestya, si Polwan cantik.SIAPA tak kenal Briptu Eka Frestya? Sejak jadi presenter program traffic report di Metro TV, polwan cantik yang berdinas di National Traffic Management Centre (NTMC) ini muncul di layar televisi setiap hari. Bukan cuma sekali, tapi berkali-kali sesuai program berita di stasiun tivi milik Surya Paloh tersebut. Tak pelak, wajah cantik Briptu Eka Frestya pun jadi idola baru, utamanya di kalangan kaum adam.
Sesuai arti nama depan- nya, Eka Frestya adalah sulung dari 3 bersaudara. Ia lahir di Bekasi, 15 Juli 1988. Jadi, sekarang usianya baru 23 tahun lebih sedikit. Selepas dari SMUN 80 Jakarta Utara, ia masuk ke Akademi Kepolisian angkatan 33 gelombang I. Dasar berotak encer, studinya berjalan lancar dan iapun lulus sebagai Polwan berpangkat Brigadir Polisi Satu alias Briptu di tahun 2006. Kalau ada yang masih bingung dengan sistem kepangkatan di Kepolisian selepas berpisah dari ABRI, pangkat Briptu setara dengan Sersan Satu (Sertu).
Sebelum ditempatkan di NTMC, Briptu Eka Frestya bertugas di Direktorat Samapta Polda Metro Jaya. Ini bagian patroli kendaraan roda empat. Kemudian ia dipindah ke Polres Bandara Soekarno-Hatta. Selama di Polres Bandara ia berpindah-pindah tugas. Pertama di Pospol Terminal III yang menangani masalah TKI. Setelah itu pindah ke bagian pariwisata, lalu ke bagian protokol pejabat Polri, dan akhirnya di bagian narkoba. Selepas dari Bandara, barulah Briptu Eka ditugaskan ke Ditlantas Polda Metro Jaya dan menetap di NTMC hingga sekarang.
Suka Tantangan
Foto: Facebook.
Lelaki mana yang tak terpesona oleh wajah manis nan segar milik Briptu Eka Frestya ini?Keinginan Eka menjadi Polwan ternyata berbanding lurus dengan sifatnya yang suka tantangan. Ia senang naik gunung, main jestki juga. Bila sedang tak berdinas, biasanya seminggu sekali ia bermain jetski.
Di tengah upaya Polri memperbaiki citra, wajah-wajah Polwan ayu nan ramah seperti Briptu Eka dan rekan-rekannya di NTMC yang sering nongol di Metro TV patut dipertahankan. Polri jangan sampai salah langkah, seperti saat memecat Briptu Norman Kamaru dengan alasan indisipliner. Tindakan tersebut bagai kacang lupa kulit, mengingat Norman punya andil besar bagi terciptanya citra positif Kepolisian.
Kabar menggembirakan buat fans Briptu Eka, sang Polwan sampai saat ini masih lajang. Ia juga menyatakan belum terpikir untuk menjalin hubungan dengan siapa-siapa, meski sudah banyak yang mendekatinya. Faktor masing lajang inilah mungkin yang membuat Briptu Eka jauh lebih digandrungi ketimbang Brigadir Avvy Olivia dan Brigadir Astri Rachmadani yang sudah menikah dan punya anak.
Btw, mau lihat foto-foto Briptu Eka Frestya? Wah, maaf, saya cuma pasang dua buah. Kalau mau lebih banyak, cari saja di Google dengan kata kunci "foto Briptu Eka Frestya". Selamat mencari!
Foto: Facebook.Briptu Eka Frestya, si Polwan cantik.SIAPA tak kenal Briptu Eka Frestya? Sejak jadi presenter program traffic report di Metro TV, polwan cantik yang berdinas di National Traffic Management Centre (NTMC) ini muncul di layar televisi setiap hari. Bukan cuma sekali, tapi berkali-kali sesuai program berita di stasiun tivi milik Surya Paloh tersebut. Tak pelak, wajah cantik Briptu Eka Frestya pun jadi idola baru, utamanya di kalangan kaum adam.
Sesuai arti nama depan- nya, Eka Frestya adalah sulung dari 3 bersaudara. Ia lahir di Bekasi, 15 Juli 1988. Jadi, sekarang usianya baru 23 tahun lebih sedikit. Selepas dari SMUN 80 Jakarta Utara, ia masuk ke Akademi Kepolisian angkatan 33 gelombang I. Dasar berotak encer, studinya berjalan lancar dan iapun lulus sebagai Polwan berpangkat Brigadir Polisi Satu alias Briptu di tahun 2006. Kalau ada yang masih bingung dengan sistem kepangkatan di Kepolisian selepas berpisah dari ABRI, pangkat Briptu setara dengan Sersan Satu (Sertu).
Sebelum ditempatkan di NTMC, Briptu Eka Frestya bertugas di Direktorat Samapta Polda Metro Jaya. Ini bagian patroli kendaraan roda empat. Kemudian ia dipindah ke Polres Bandara Soekarno-Hatta. Selama di Polres Bandara ia berpindah-pindah tugas. Pertama di Pospol Terminal III yang menangani masalah TKI. Setelah itu pindah ke bagian pariwisata, lalu ke bagian protokol pejabat Polri, dan akhirnya di bagian narkoba. Selepas dari Bandara, barulah Briptu Eka ditugaskan ke Ditlantas Polda Metro Jaya dan menetap di NTMC hingga sekarang.
Suka Tantangan
Foto: Facebook.Lelaki mana yang tak terpesona oleh wajah manis nan segar milik Briptu Eka Frestya ini?Keinginan Eka menjadi Polwan ternyata berbanding lurus dengan sifatnya yang suka tantangan. Ia senang naik gunung, main jestki juga. Bila sedang tak berdinas, biasanya seminggu sekali ia bermain jetski.
Di tengah upaya Polri memperbaiki citra, wajah-wajah Polwan ayu nan ramah seperti Briptu Eka dan rekan-rekannya di NTMC yang sering nongol di Metro TV patut dipertahankan. Polri jangan sampai salah langkah, seperti saat memecat Briptu Norman Kamaru dengan alasan indisipliner. Tindakan tersebut bagai kacang lupa kulit, mengingat Norman punya andil besar bagi terciptanya citra positif Kepolisian.
Kabar menggembirakan buat fans Briptu Eka, sang Polwan sampai saat ini masih lajang. Ia juga menyatakan belum terpikir untuk menjalin hubungan dengan siapa-siapa, meski sudah banyak yang mendekatinya. Faktor masing lajang inilah mungkin yang membuat Briptu Eka jauh lebih digandrungi ketimbang Brigadir Avvy Olivia dan Brigadir Astri Rachmadani yang sudah menikah dan punya anak.
Btw, mau lihat foto-foto Briptu Eka Frestya? Wah, maaf, saya cuma pasang dua buah. Kalau mau lebih banyak, cari saja di Google dengan kata kunci "foto Briptu Eka Frestya". Selamat mencari!
Published on September 28, 2011 20:08
Logo Baru PT Kereta Api Indonesia
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
TEPAT saat ulang tahunnya yang ke-66 bulan ini, PT Kereta Api Indonesia meluncurkan logo baru. Acara peresmian logo baru PT KAI tersebut berlangsung di Kantor Pusat PTKAI, Jl. Perintis Kemerdekaan Bandung, siang tadi. Dengan demikian, sejak hari ini seluruh kereta api yang beroperasi, juga stasiun-stasiun, mulai memakai logo baru ini.
Sebagai penggemar berat kereta api, saya menilai logo baru PT KAI jauh lebih bagus dari logo sebelumnya. Ya iyalah lebih baik. Kalau malah jadi lebih jelek mending tak usah berganti logo, bukan? Selain perbedaan corak, logo baru ini terdiri dari dua warna: oranye dan biru. Kalau warna putih pada gambar panah dihitung, berarti warnanya ada tiga. Setidaknya jauh lebih semarak dibanding logo lawas yang hanya sewarna.
Logo Baru, Harapan Baru
Foto: www.kereta-api.co.id
Logo baru PT Kereta Api Indonesia, lebih keren.Logo baru PT KAI terdiri dari tiga garis melengkung, dua berwarna oranye dan satunya biru. Garis melengkung melambangkan sifat dinamis PT KAI dalam mengikuti perkembangan teknologi transportasi, khususya kereta api. Sedangkan dua garis warna oranye melambangkan proses pelayanan prima bagi pelanggan.
Anak panah warna putih yang terbentuk diantara dua garis oranye, melambangkan nilai integritas PT KAI dalam memberikan pelayanan. Sementara garis biru di bawahnya melambangkan semangat inovasi yang harus dilakukan dalam memberikan nilai tambah kepada para stakeholders, termasuk di dalam pengguna jasa kereta api.
Well, semoga saja harapan baru, semangat baru, yang dilambangkan dalam logo baru PT KAI tersebut menjadi kenyataan. Yang terpenting, kita tidak mau lagi mendengar berita kecelakaan kereta api seperti yang marak terjadi belakangan ini.Iya kan, Bung?
Selamat ulang tahun yang ke-66, PT KAI!
TEPAT saat ulang tahunnya yang ke-66 bulan ini, PT Kereta Api Indonesia meluncurkan logo baru. Acara peresmian logo baru PT KAI tersebut berlangsung di Kantor Pusat PTKAI, Jl. Perintis Kemerdekaan Bandung, siang tadi. Dengan demikian, sejak hari ini seluruh kereta api yang beroperasi, juga stasiun-stasiun, mulai memakai logo baru ini.
Sebagai penggemar berat kereta api, saya menilai logo baru PT KAI jauh lebih bagus dari logo sebelumnya. Ya iyalah lebih baik. Kalau malah jadi lebih jelek mending tak usah berganti logo, bukan? Selain perbedaan corak, logo baru ini terdiri dari dua warna: oranye dan biru. Kalau warna putih pada gambar panah dihitung, berarti warnanya ada tiga. Setidaknya jauh lebih semarak dibanding logo lawas yang hanya sewarna.
Logo Baru, Harapan Baru
Foto: www.kereta-api.co.idLogo baru PT Kereta Api Indonesia, lebih keren.Logo baru PT KAI terdiri dari tiga garis melengkung, dua berwarna oranye dan satunya biru. Garis melengkung melambangkan sifat dinamis PT KAI dalam mengikuti perkembangan teknologi transportasi, khususya kereta api. Sedangkan dua garis warna oranye melambangkan proses pelayanan prima bagi pelanggan.
Anak panah warna putih yang terbentuk diantara dua garis oranye, melambangkan nilai integritas PT KAI dalam memberikan pelayanan. Sementara garis biru di bawahnya melambangkan semangat inovasi yang harus dilakukan dalam memberikan nilai tambah kepada para stakeholders, termasuk di dalam pengguna jasa kereta api.
Well, semoga saja harapan baru, semangat baru, yang dilambangkan dalam logo baru PT KAI tersebut menjadi kenyataan. Yang terpenting, kita tidak mau lagi mendengar berita kecelakaan kereta api seperti yang marak terjadi belakangan ini.Iya kan, Bung?
Selamat ulang tahun yang ke-66, PT KAI!
Published on September 28, 2011 02:18
September 25, 2011
Apresiasi apa Kompensasi?
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
PERNAHKAH Bung perhatikan betapa pembawa-pembawa acara atau ilustrator pogram-program di televisi sering keliru mengucapkan suatu kata? Tidak semuanya memang, tapi kebanyakan begitu. Jangankan pembawa acara dan ilustrator acara ringan, presenter berita pun sering salah memilih kata dan merangkai kalimat. Maaf, tapi sepengamatan saya tvone yang paling sering membuat kesalahan ini, bgitu pula Trans 7 dan Trans TV.
Rupanya bukan cuma presenter dan ilustrator di tivi saja yang begitu. Staf customer service (CS)sebuah perusahaan telekomunikasi besar pun rupanya bisa salah memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan maksudnya. Keseleo lidah mungkin? Kalau cuma sekali kata itu keluar, okelah bisa jadi cuma keseleo lidah. Tapi kalau ia mengucapkannya dengan sangat tegas dan berkali-kali. Hmmm...
Minta Refund
Ceritanya begini. Tanggal 7, 8, dan 9 September lalu saya mengaktifkan layanan internet unlimited dari perusahaan provider GSM tersebut. Tarifnya Rp5.000/hari, artinya total selama tiga hari pulsa saya terpotong Rp15.000. Celakanya, selama tiga hari itu layanannya tidak bisa saya pakai! Boro-boro unlimited, konek pun tidak bisa. Saya lalu telepon ke 817 dan mengajukan komplain.
"Blablabla (nama perusahaannya disensor, takut dituntut. :D) customer service, dengan Ayu di sini. Ada yang bisa saya bantu?" Begitu sapa si CS dengan ramah. Namanya Ayu, tapi saya tidak tahu seayu apa wajahnya. Dia tanya nama dan apa keluhan saya. Sayapun menjawab dengan lugas.
"Bapak Eko ingin pulsanya dikembalikan?" Demikian simpul Mbak Ayu setelah mendengarkan cerita saya nan panjang lebar. Tanpa basa-basi saya menjawab, "Ah, terima kasih kalau Mbak Ayu paham". Hehehe, ketahuan deh. Lalu ritual menanyakan nomor yang dikeluhkan, tanggal kejadian, dll. pun dilakukan si Mbak CS. Saya menjawab sebisa-bisanya. Lalu saya diminta menunggu, nampaknya dia hendak konsultasi dengan pimpinannya dulu sebelum membuat keputusan.
Foto: internetSemenit, dua menit, tiga menit, empat menit, sampai lima menit kemudian saya masih setia mendengar lagu yang biasa menjadi backsound iklan perusahaan tersebut. Tak berapa lama kemudian si Mbak CS sudah kembali ke teleponnya. Namun sayang, jawaban yang diberikan membuat saya kecewa. "Maaf Pak, permintaan Bapak tidak bisa diproses karena blablabla..." katanya.
Saya tersenyum kecut. Setelah si Mbak selesai bicara, saya 'menyerang' lagi dengan jurus-jurus yang memang sudah saya persiapkan. Alasan bahwa kesalahan yang menyebabkan tidak konek bukan di pihak mereka saya bantah keras. Orang kartunya, jaringannya, sampai settingan koneksinya dari mereka, kok bisa-bisanya bilang bukan kesalahan mereka? Lalu alasan komplain sudah terlalu lama dari saat kejadian, saya bantah dengan fakta bahwa si Mbak nyatanya masih bisa melihat data kapan saya melakukan registrasi pertama kali. Jadi, waktu bukan masalah di sini.
Apresiasi yang Tidak Apresiatif
Akhirnya Mbak Ayu minta skor lagi, mungkin mau minta petuah dari pimpinannya lagi. Atau saya yang terlalu ngotot? Entahlah, meski cuma Rp15.000 tapi tetap uang kan? Mubazir temannya setan, begitu kata ustadz. Jadi selama uang Rp15.000 itu masih bisa kembali, kenapa tidak dicoba dulu?
Sayang, lagi-lagi jawaban dari Mbak Ayu tak memuaskan. Setelah adu ngotot, akhirnya saya diberi pilihan. Pulsa yang sudah terpotong tidak bisa dikembalikan, itu final. Namun, kata si Mbak, "Sebagai apresiasi kami beri Bapak layanan internet unlimited secara gratis untuk hari ini."
Hmmm, dahi saya langsung berkenyit. "Apresiasi?" Gumam saya dalam hati. Baru kali ini ada perusahaan yang mengapresiasi pelanggan yang melakukan komplain. Tapi, tunggu dulu. Kalau memang apresiasi, kenapa cuma sehari? Bukannya pulsa saya dipotong untuk layanan tiga hari? Apalagi si Mbak tidak bisa memberi jaminan kalau saya bisa konek, dan saya tidak bakal terkena potongan Rp5.000/hari untuk hari-hari berikutnya. Maka, saya pun tegas-tegas mengatakan, ini bukan solusi!
Ngotot lagi deh. Dan si Mbak berulangkali mengatakan, "Maaf Pak, permintaan refund Bapak tidak bisa diproses. Tapi sebagai apresiasi kami beri Bapak layanan internet unlimited gratis untuk hari ini." Hmmm, apresiasi lagi katanya. Capek deh...
Ini bukan cerita masalah komplain, juga bukan soal ketidak-puasan saya terhadap provider GSM satu ini. Saya cuma mau menebak-nebak, jangan-jangan yang Mbak Ayu maksud kompensasi, bukan apresiasi. Coba kita pakai di kalimat yang diucapkan si Mbak tadi. "Sebagai kompensasi kami beri Bapak layanan internet unlimited gratis untuk hari ini." Terasa lebih pas, bukan?
Ah, begitulah...
PERNAHKAH Bung perhatikan betapa pembawa-pembawa acara atau ilustrator pogram-program di televisi sering keliru mengucapkan suatu kata? Tidak semuanya memang, tapi kebanyakan begitu. Jangankan pembawa acara dan ilustrator acara ringan, presenter berita pun sering salah memilih kata dan merangkai kalimat. Maaf, tapi sepengamatan saya tvone yang paling sering membuat kesalahan ini, bgitu pula Trans 7 dan Trans TV.
Rupanya bukan cuma presenter dan ilustrator di tivi saja yang begitu. Staf customer service (CS)sebuah perusahaan telekomunikasi besar pun rupanya bisa salah memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan maksudnya. Keseleo lidah mungkin? Kalau cuma sekali kata itu keluar, okelah bisa jadi cuma keseleo lidah. Tapi kalau ia mengucapkannya dengan sangat tegas dan berkali-kali. Hmmm...
Minta Refund
Ceritanya begini. Tanggal 7, 8, dan 9 September lalu saya mengaktifkan layanan internet unlimited dari perusahaan provider GSM tersebut. Tarifnya Rp5.000/hari, artinya total selama tiga hari pulsa saya terpotong Rp15.000. Celakanya, selama tiga hari itu layanannya tidak bisa saya pakai! Boro-boro unlimited, konek pun tidak bisa. Saya lalu telepon ke 817 dan mengajukan komplain.
"Blablabla (nama perusahaannya disensor, takut dituntut. :D) customer service, dengan Ayu di sini. Ada yang bisa saya bantu?" Begitu sapa si CS dengan ramah. Namanya Ayu, tapi saya tidak tahu seayu apa wajahnya. Dia tanya nama dan apa keluhan saya. Sayapun menjawab dengan lugas.
"Bapak Eko ingin pulsanya dikembalikan?" Demikian simpul Mbak Ayu setelah mendengarkan cerita saya nan panjang lebar. Tanpa basa-basi saya menjawab, "Ah, terima kasih kalau Mbak Ayu paham". Hehehe, ketahuan deh. Lalu ritual menanyakan nomor yang dikeluhkan, tanggal kejadian, dll. pun dilakukan si Mbak CS. Saya menjawab sebisa-bisanya. Lalu saya diminta menunggu, nampaknya dia hendak konsultasi dengan pimpinannya dulu sebelum membuat keputusan.
Foto: internetSemenit, dua menit, tiga menit, empat menit, sampai lima menit kemudian saya masih setia mendengar lagu yang biasa menjadi backsound iklan perusahaan tersebut. Tak berapa lama kemudian si Mbak CS sudah kembali ke teleponnya. Namun sayang, jawaban yang diberikan membuat saya kecewa. "Maaf Pak, permintaan Bapak tidak bisa diproses karena blablabla..." katanya.Saya tersenyum kecut. Setelah si Mbak selesai bicara, saya 'menyerang' lagi dengan jurus-jurus yang memang sudah saya persiapkan. Alasan bahwa kesalahan yang menyebabkan tidak konek bukan di pihak mereka saya bantah keras. Orang kartunya, jaringannya, sampai settingan koneksinya dari mereka, kok bisa-bisanya bilang bukan kesalahan mereka? Lalu alasan komplain sudah terlalu lama dari saat kejadian, saya bantah dengan fakta bahwa si Mbak nyatanya masih bisa melihat data kapan saya melakukan registrasi pertama kali. Jadi, waktu bukan masalah di sini.
Apresiasi yang Tidak Apresiatif
Akhirnya Mbak Ayu minta skor lagi, mungkin mau minta petuah dari pimpinannya lagi. Atau saya yang terlalu ngotot? Entahlah, meski cuma Rp15.000 tapi tetap uang kan? Mubazir temannya setan, begitu kata ustadz. Jadi selama uang Rp15.000 itu masih bisa kembali, kenapa tidak dicoba dulu?
Sayang, lagi-lagi jawaban dari Mbak Ayu tak memuaskan. Setelah adu ngotot, akhirnya saya diberi pilihan. Pulsa yang sudah terpotong tidak bisa dikembalikan, itu final. Namun, kata si Mbak, "Sebagai apresiasi kami beri Bapak layanan internet unlimited secara gratis untuk hari ini."
Hmmm, dahi saya langsung berkenyit. "Apresiasi?" Gumam saya dalam hati. Baru kali ini ada perusahaan yang mengapresiasi pelanggan yang melakukan komplain. Tapi, tunggu dulu. Kalau memang apresiasi, kenapa cuma sehari? Bukannya pulsa saya dipotong untuk layanan tiga hari? Apalagi si Mbak tidak bisa memberi jaminan kalau saya bisa konek, dan saya tidak bakal terkena potongan Rp5.000/hari untuk hari-hari berikutnya. Maka, saya pun tegas-tegas mengatakan, ini bukan solusi!
Ngotot lagi deh. Dan si Mbak berulangkali mengatakan, "Maaf Pak, permintaan refund Bapak tidak bisa diproses. Tapi sebagai apresiasi kami beri Bapak layanan internet unlimited gratis untuk hari ini." Hmmm, apresiasi lagi katanya. Capek deh...
Ini bukan cerita masalah komplain, juga bukan soal ketidak-puasan saya terhadap provider GSM satu ini. Saya cuma mau menebak-nebak, jangan-jangan yang Mbak Ayu maksud kompensasi, bukan apresiasi. Coba kita pakai di kalimat yang diucapkan si Mbak tadi. "Sebagai kompensasi kami beri Bapak layanan internet unlimited gratis untuk hari ini." Terasa lebih pas, bukan?
Ah, begitulah...
Published on September 25, 2011 23:54
September 23, 2011
Dicari, Pelatih Bermental Juara!
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
"INI bukan tim saya. Ketika saya datang pemain sudah ada, saya sama sekali tidak terlibat dalam pembentukan tim ini. Kebanyakan pemain yang ada sekarang belum siap bertanding di level seperti ini."
Pesepak bola mana yang tidak kecewa bila pelatihnya berkata demikian? Entah pemain amatir atau profesional, rasanya pantas kecewa dan bahkan marah.
Maka, tak heran bila mayoritas pemain timnas dikabarkan berencana mogok main. Kutipan ucapan Wim Rijsbergen pascalaga versus Bahrain yang diekspos banyak media tersebut memang sangat memojokkan Bambang Pamungkas, dkk.
Dari komentar tersebut, dapat ditangkap kalau meneer Wim seolah hendak menyatakan, dirinya tidak gagal membawa timnas meraih kemenangan. Para pemainlah yang tidak mampu mengaplikasikan strateginya di atas lapangan.
Well, dibolak-balik bagaimanapun juga kesimpulannya tetap sama: Wim cuci tangan. Ia menolak bertanggungjawab atas kekalahan timnas.
Pecundang
Foto: pssi-footbal.com
Wim Rijsbergen, tidak pantas melatih Indonesia?Ingat pula ucapannya yang ini, "Sepak bola sangat sederhana. Kalau tim menang pemain yang bagus, kalau kalah pelatih yang buruk."
Benarkah demikian? Ah, sepertinya coach Wim tidak update perkembangan sepak bola terkini. Coba lihat Barcelona. Siapa yang tak memuji Pep Guardiola melihat cemerlangnya penampilan Lionel Messi, cs.? Atau tanya Andres Villas-Boas, mengapa klub sebesar Chelsea tertarik memakai jasanya padahal ia masih tergolong 'hijau' di dunia kepelatihan?
Khusus timnas, orang Indonesia mana yang tak memuji Ivan Kolev bila mengenang kemenangan 2-1 atas Qatar di Piala Asia 2004? Penampilan heroik di Piala Asia 2007 juga diingat sebagai karya brilian pelatih Bulgaria itu. Wim seharusnya tahu, bahkan pemain timnas sendiri masih mengidolai Alfred Riedl setelah penampilan gemilang di Piala AFF 2010 lalu.
Sikap serta ucapan-ucapan Wim menunjukkan betapa ia tak siap menanggung kegagalan. Sebaliknya, saat timnas menang melawan Turkmenistan dan Palestina ia bersikap jumawa. Padahal kemenangan atas Turkmenistan tidak meyakinkan, sementara Palestina berperingkat di bawah Indonesia.
Lembek
Wim juga tak tahan tekanan. Di tengah dukungan dan antusiasme yang sedemikian besar dari rakyat Indonesia, timnas dituntut selalu meraih hasil positif. Ini bukan berarti timnas harus menang terus. Skor akhir tidak masalah, tapi setidak-tidaknya timnas menunjukkan permainan apik nan penuh semangat. Itu sudah sangat menyenangkan.
Sayang, di tangan Wim permainan timnas jadi amburadul. Hasilnya, dari tujuh kali bertanding Bepe, cs. hanya menang dua kali. Catatan gol dalam tujuh laga itu juga tak bagus, 10-12, dengan skor total 0-6 dari tiga laga terakhir.
Dengan catatan begini, wajar bila Wim mendapat tekanan besar dari publik sepak bola Indonesia. Namun reaksi Wim sungguh mengecewakan. Alih-alih bersikap ksatria dengan berbesar hati menerima kritik dan bertanggung jawab atas kekalahan timnas, ia malah memantik api permusuhan dengan pemain-pemainnya sendiri!
Indonesia tengah meniti jalan menuju kejayaan. Segenap pecinta timnas sudah lama haus prestasi. Untuk itu, timnas butuh pelatih bermental juara yang mampu dan mau menularkan sikap positif. Pelatih yang bisa menjadi pembimbing sekaligus motivator, pelatih yang menyadari bahwa antara pemain dengan staf pelatih hingga juru pijat adalah satu tim. Menang sama-sama senang, kalah sama-sama malu.
Menilik sikap dan ucapannya pascakekalahan melawan Bahrain, maaf, rasanya meneer Wim Rijsbergen bukanlah sosok yang tepat untuk menangani timnas Indonesia.
Bagaimana pendapat Bung?
"INI bukan tim saya. Ketika saya datang pemain sudah ada, saya sama sekali tidak terlibat dalam pembentukan tim ini. Kebanyakan pemain yang ada sekarang belum siap bertanding di level seperti ini."
Pesepak bola mana yang tidak kecewa bila pelatihnya berkata demikian? Entah pemain amatir atau profesional, rasanya pantas kecewa dan bahkan marah.
Maka, tak heran bila mayoritas pemain timnas dikabarkan berencana mogok main. Kutipan ucapan Wim Rijsbergen pascalaga versus Bahrain yang diekspos banyak media tersebut memang sangat memojokkan Bambang Pamungkas, dkk.
Dari komentar tersebut, dapat ditangkap kalau meneer Wim seolah hendak menyatakan, dirinya tidak gagal membawa timnas meraih kemenangan. Para pemainlah yang tidak mampu mengaplikasikan strateginya di atas lapangan.
Well, dibolak-balik bagaimanapun juga kesimpulannya tetap sama: Wim cuci tangan. Ia menolak bertanggungjawab atas kekalahan timnas.
Pecundang
Foto: pssi-footbal.comWim Rijsbergen, tidak pantas melatih Indonesia?Ingat pula ucapannya yang ini, "Sepak bola sangat sederhana. Kalau tim menang pemain yang bagus, kalau kalah pelatih yang buruk."
Benarkah demikian? Ah, sepertinya coach Wim tidak update perkembangan sepak bola terkini. Coba lihat Barcelona. Siapa yang tak memuji Pep Guardiola melihat cemerlangnya penampilan Lionel Messi, cs.? Atau tanya Andres Villas-Boas, mengapa klub sebesar Chelsea tertarik memakai jasanya padahal ia masih tergolong 'hijau' di dunia kepelatihan?
Khusus timnas, orang Indonesia mana yang tak memuji Ivan Kolev bila mengenang kemenangan 2-1 atas Qatar di Piala Asia 2004? Penampilan heroik di Piala Asia 2007 juga diingat sebagai karya brilian pelatih Bulgaria itu. Wim seharusnya tahu, bahkan pemain timnas sendiri masih mengidolai Alfred Riedl setelah penampilan gemilang di Piala AFF 2010 lalu.
Sikap serta ucapan-ucapan Wim menunjukkan betapa ia tak siap menanggung kegagalan. Sebaliknya, saat timnas menang melawan Turkmenistan dan Palestina ia bersikap jumawa. Padahal kemenangan atas Turkmenistan tidak meyakinkan, sementara Palestina berperingkat di bawah Indonesia.
Lembek
Wim juga tak tahan tekanan. Di tengah dukungan dan antusiasme yang sedemikian besar dari rakyat Indonesia, timnas dituntut selalu meraih hasil positif. Ini bukan berarti timnas harus menang terus. Skor akhir tidak masalah, tapi setidak-tidaknya timnas menunjukkan permainan apik nan penuh semangat. Itu sudah sangat menyenangkan.
Sayang, di tangan Wim permainan timnas jadi amburadul. Hasilnya, dari tujuh kali bertanding Bepe, cs. hanya menang dua kali. Catatan gol dalam tujuh laga itu juga tak bagus, 10-12, dengan skor total 0-6 dari tiga laga terakhir.
Dengan catatan begini, wajar bila Wim mendapat tekanan besar dari publik sepak bola Indonesia. Namun reaksi Wim sungguh mengecewakan. Alih-alih bersikap ksatria dengan berbesar hati menerima kritik dan bertanggung jawab atas kekalahan timnas, ia malah memantik api permusuhan dengan pemain-pemainnya sendiri!
Indonesia tengah meniti jalan menuju kejayaan. Segenap pecinta timnas sudah lama haus prestasi. Untuk itu, timnas butuh pelatih bermental juara yang mampu dan mau menularkan sikap positif. Pelatih yang bisa menjadi pembimbing sekaligus motivator, pelatih yang menyadari bahwa antara pemain dengan staf pelatih hingga juru pijat adalah satu tim. Menang sama-sama senang, kalah sama-sama malu.
Menilik sikap dan ucapannya pascakekalahan melawan Bahrain, maaf, rasanya meneer Wim Rijsbergen bukanlah sosok yang tepat untuk menangani timnas Indonesia.
Bagaimana pendapat Bung?
Published on September 23, 2011 15:30
September 20, 2011
Ngopi Bareng Kasimex House Band
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
MESKI hidup jauh dari tanah leluhur, orang Jawa di Suriname tetap mempertahankan identitas mereka sebagai wong jowo. Satu hal yang tentunya patut diapresiasi, apalagi mengingat banyak generasi muda Jawa di Jawa malah malu menjadi orang Jawa. Contoh kecil, berapa banyak keluarga Jawa yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pokok di rumah? Contoh lain, berapa banyak pemuda Jawa yang mengerti bahasa Jawa kromo?
Nah, orang-orang Jawa nun jauh di Suriname terus mempertahankan identitas mereka. Meski arus globalisasi turut mempegaruhi pola pikir generasi muda Jawa di sana, tetap saja budaya Jawa hidup dan berkembang. Sebagai bukti, ada banyak band yang khusus menyanyikan lagu-lagu berbahasa Jawa. Jenis musiknya macam-macam, rock, pop, disko, ska, bahkan juga rap.
Salah satunya adalah Kasimex House Band (KHB), band asal Paramaribo yang banyak menelurkan lagu-lagu berbahasa Jawa selain bahasa Belanda, Inggris, bahkan Cina. Sebuah album KHB bahkan berjudul Jempol yang merupakan bahasa Jawa untuk "ibu jari". Ini tidak mengherankan, mengingat 3 personel KHB adalah orang Jawa. Coba simak nama ini: Robbert Kartotaroeno (keyboard), Candy Wirjosentono (keyboard), dan Raymond Kartotaroeno (lead guitar, percussions).
Lirik Lagu Ngopi
Salah satu lagu KHB favorit saya adalah Ngopi. Sayang, meski sudah dicari dengan berbagai variasi kata kunci, Google tetap tak mampu menampilkan informasi memuaskan seputar band ini. Liriknya sederhana, bercerita tentang kegemaran sebagian besar orang Jawa minum kopi pagi-pagi. Tapi musiknya asyik banget lho, makanya saya langsung jatuh cinta pada lagu ini sejak pendengaran pertama. Hehehe...
Oya, ini dia lirik lagu Ngopi yang dinyanyikan oleh Hesdy Adasi, salah satu dari 3 vokalis KHB :
Mau download lagunya? Coba lihat videonya di Youtube, atau kunjungi situs suriyanto.net untuk mencari lagu-lagu Kasimex House Band. Di situs ini juga banyak bertebaran lagu-lagu berbahasa Jawa dari band-band Suriname. Selamat berburu lagu berbahasa Jawa Suriname!
MESKI hidup jauh dari tanah leluhur, orang Jawa di Suriname tetap mempertahankan identitas mereka sebagai wong jowo. Satu hal yang tentunya patut diapresiasi, apalagi mengingat banyak generasi muda Jawa di Jawa malah malu menjadi orang Jawa. Contoh kecil, berapa banyak keluarga Jawa yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pokok di rumah? Contoh lain, berapa banyak pemuda Jawa yang mengerti bahasa Jawa kromo?
Nah, orang-orang Jawa nun jauh di Suriname terus mempertahankan identitas mereka. Meski arus globalisasi turut mempegaruhi pola pikir generasi muda Jawa di sana, tetap saja budaya Jawa hidup dan berkembang. Sebagai bukti, ada banyak band yang khusus menyanyikan lagu-lagu berbahasa Jawa. Jenis musiknya macam-macam, rock, pop, disko, ska, bahkan juga rap.
Salah satunya adalah Kasimex House Band (KHB), band asal Paramaribo yang banyak menelurkan lagu-lagu berbahasa Jawa selain bahasa Belanda, Inggris, bahkan Cina. Sebuah album KHB bahkan berjudul Jempol yang merupakan bahasa Jawa untuk "ibu jari". Ini tidak mengherankan, mengingat 3 personel KHB adalah orang Jawa. Coba simak nama ini: Robbert Kartotaroeno (keyboard), Candy Wirjosentono (keyboard), dan Raymond Kartotaroeno (lead guitar, percussions).
Lirik Lagu Ngopi
Salah satu lagu KHB favorit saya adalah Ngopi. Sayang, meski sudah dicari dengan berbagai variasi kata kunci, Google tetap tak mampu menampilkan informasi memuaskan seputar band ini. Liriknya sederhana, bercerita tentang kegemaran sebagian besar orang Jawa minum kopi pagi-pagi. Tapi musiknya asyik banget lho, makanya saya langsung jatuh cinta pada lagu ini sejak pendengaran pertama. Hehehe...
Oya, ini dia lirik lagu Ngopi yang dinyanyikan oleh Hesdy Adasi, salah satu dari 3 vokalis KHB :
Salah satu album KHB.Isuk-isuk tangi turu pengen ngopi
Ora lali mangan keju karo roti
Enak tenan, seger tenan
Wis biasa karo rokokan
Dipenakke omong-omong jagongan
Lungguhe jigang karo guyonan
Wanci kerjo budal makaryo
Nggolek hasil kanggo keluargo
Reff: Pi ngopi pancen seger tenan
Wayah isuk ngopi sinambi rokokan
Pi ngopi pancen seger tenan
Ning ojo nganti ninggal gawean
Ngono ora becik, ngono tidak baik
Nyambut gawe mbok yo sing apik
Mau download lagunya? Coba lihat videonya di Youtube, atau kunjungi situs suriyanto.net untuk mencari lagu-lagu Kasimex House Band. Di situs ini juga banyak bertebaran lagu-lagu berbahasa Jawa dari band-band Suriname. Selamat berburu lagu berbahasa Jawa Suriname!
Published on September 20, 2011 23:46
September 17, 2011
Malu Aku Jadi Suporter Indonesia!
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
MASIH ingat Hendri Mulyadi? Kesal melihat timnas tak berkutik saat menjamu Oman di laga Prakualifikasi Piala Asia 2011, 6 Januari 2010, ia masuk lapangan. Sambil terus memegangi celananya yang kedodoran, dicobanya membobol gawang Oman.
Usaha Hendri boleh gagal karena kiper Oman yang saat itu merumput di Liga Inggris, Ali al-Habsi, sigap menangkap bola. Tapi aksi nekatnya sukses besar merepresentasikan kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap buruknya prestasi timnas.
Seperti yang ditakutkan Hendri dan segenap pecinta timnas, Indonesia kalah dan untuk pertama kalinya sejak 1996 gagal lolos ke putaran final Piala Asia.
Kejadian serupa tapi tak sama terjadi saat matchday kedua PPD 2014 di Stadion GBK, 6 September 2011. Melihat timnas ketinggalan 2 gol dan tak ada tanda-tanda mampu membalas, penonton menyulut petasan. Bukan cuma menciptakan suara bising, petasan bahkan sengaja dilempar ke tengah lapangan.
Foto: palakat.com
Petasan di SUGBK saat laga Indonesia vs Bahrain.Pertandingan lantas dihentikan karena letupan petasan semakin menjadi-jadi. Aib bertambah besar kala Presiden SBY yang turut menonton meninggalkan kursinya jauh sebelum laga selesai. Boleh jadi Presiden kecewa dan malu, sama seperti ratusan juta pecinta sepak bola Indonesia lainnya.
Haus Prestasi
Pecinta sepak bola Indonesia haus prestasi, ini sudah jadi rahasia umum. Para punggawa timnas pun rasanya juga ingin meraih kejayaan dengan seragam merah-putih bergambar garuda di dadanya.
Gelar terakhir yang berhasil dimenangkan Tim Garuda adalah juara SEA Games 1991. Praktis sudah 20 tahun Indonesia kering prestasi. Tak heran setiap kali PSSI memilih ketua umum baru, pertanyaan pertama yang diajukan publik adalah: mampukah Ketum terpilih mengakhiri puasa gelar?
Harapan tersebut membesar saat gerakan reformasi di tubuh PSSI menghasilkan Prof. Djohar Arifin Husin sebagai Ketum periode 2011-2015. Dengan bekal pengalaman dan reputasi positifnya di dunia olah raga selama ini, asa segenap suporter Indonesia seolah bakal terwujud.
Sayang, sejak awal Djohar justru membuat kebijakan-kebijakan kontraproduktif. Setelah mengganti jajaran pelatih timnas secara sepihak tanpa alasan jelas, format liga pun dirombaknya habis-habisan. Kedua-duanya mulai dirasakan membuat sepak bola Indonesia berjalan mundur.
Bikin Malu
Foto: koranbaru.com
Prof. Djohar Arifin Husin, Ketua Umum PSSI.Lihat saja. Perombakan total format kompetisi dengan menghapus Liga Super Indonesia dan Divisi Utama berakibat molornya jadwal musim baru. Jika kompetisi tak kunjung dimulai hingga deadline AFC, Indonesia tak boleh mengirim wakil di Liga Champion Asia dan Piala AFC. Ini tentu sebuah kerugian besar.
Efek lebih serius dari mandeknya liga, pelatih timnas kesulitan mencari pemain yang pas dengan skema taktiknya. Jadi jangan protes jika Wim Rijsbergen sebagai pelatih baru masih memakai pemain-pemain pilihan Alfred Riedl.
Hasilnya? Tiga kekalahan beruntun saat melawan Yordania, Iran, dan Bahrain rasanya lebih dari cukup sebagai jawaban. Catat juga, timnas tidak mencetak sebiji gol pun di tiga pertandingan tersebut! Anak asuh Wim bahkan dapat diimbangi juniornya saat beruji coba di Solo sebelum terbang ke Timur Tengah.
Salah siapa? Idealnya Wim selaku pelatih merupakan sosok paling tepat untuk dimintai pertanggungjawaban. Namun Wim tidak bisa disalahkan sendirian. Pergantian pelatih di saat tidak tepatlah yang sebenarnya menjadi penyebab buruknya performa timnas dalam mengarungi PPD 2014.
Maka, sorotan tajam layak ditujukan pada Djohar dan jajarannya. Ego dan kepentingan kelompok selalu lebih diutamakan PSSI dalam melahirkan kebijakan-kebijakan. Akibatnya prestasi timnas jadi korban.
Kalau terus-terusan begini, malu rasanya jadi suporter Indonesia yang selalu kalah dan miskin prestasi!
MASIH ingat Hendri Mulyadi? Kesal melihat timnas tak berkutik saat menjamu Oman di laga Prakualifikasi Piala Asia 2011, 6 Januari 2010, ia masuk lapangan. Sambil terus memegangi celananya yang kedodoran, dicobanya membobol gawang Oman.
Usaha Hendri boleh gagal karena kiper Oman yang saat itu merumput di Liga Inggris, Ali al-Habsi, sigap menangkap bola. Tapi aksi nekatnya sukses besar merepresentasikan kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap buruknya prestasi timnas.
Seperti yang ditakutkan Hendri dan segenap pecinta timnas, Indonesia kalah dan untuk pertama kalinya sejak 1996 gagal lolos ke putaran final Piala Asia.
Kejadian serupa tapi tak sama terjadi saat matchday kedua PPD 2014 di Stadion GBK, 6 September 2011. Melihat timnas ketinggalan 2 gol dan tak ada tanda-tanda mampu membalas, penonton menyulut petasan. Bukan cuma menciptakan suara bising, petasan bahkan sengaja dilempar ke tengah lapangan.
Foto: palakat.comPetasan di SUGBK saat laga Indonesia vs Bahrain.Pertandingan lantas dihentikan karena letupan petasan semakin menjadi-jadi. Aib bertambah besar kala Presiden SBY yang turut menonton meninggalkan kursinya jauh sebelum laga selesai. Boleh jadi Presiden kecewa dan malu, sama seperti ratusan juta pecinta sepak bola Indonesia lainnya.
Haus Prestasi
Pecinta sepak bola Indonesia haus prestasi, ini sudah jadi rahasia umum. Para punggawa timnas pun rasanya juga ingin meraih kejayaan dengan seragam merah-putih bergambar garuda di dadanya.
Gelar terakhir yang berhasil dimenangkan Tim Garuda adalah juara SEA Games 1991. Praktis sudah 20 tahun Indonesia kering prestasi. Tak heran setiap kali PSSI memilih ketua umum baru, pertanyaan pertama yang diajukan publik adalah: mampukah Ketum terpilih mengakhiri puasa gelar?
Harapan tersebut membesar saat gerakan reformasi di tubuh PSSI menghasilkan Prof. Djohar Arifin Husin sebagai Ketum periode 2011-2015. Dengan bekal pengalaman dan reputasi positifnya di dunia olah raga selama ini, asa segenap suporter Indonesia seolah bakal terwujud.
Sayang, sejak awal Djohar justru membuat kebijakan-kebijakan kontraproduktif. Setelah mengganti jajaran pelatih timnas secara sepihak tanpa alasan jelas, format liga pun dirombaknya habis-habisan. Kedua-duanya mulai dirasakan membuat sepak bola Indonesia berjalan mundur.
Bikin Malu
Foto: koranbaru.comProf. Djohar Arifin Husin, Ketua Umum PSSI.Lihat saja. Perombakan total format kompetisi dengan menghapus Liga Super Indonesia dan Divisi Utama berakibat molornya jadwal musim baru. Jika kompetisi tak kunjung dimulai hingga deadline AFC, Indonesia tak boleh mengirim wakil di Liga Champion Asia dan Piala AFC. Ini tentu sebuah kerugian besar.
Efek lebih serius dari mandeknya liga, pelatih timnas kesulitan mencari pemain yang pas dengan skema taktiknya. Jadi jangan protes jika Wim Rijsbergen sebagai pelatih baru masih memakai pemain-pemain pilihan Alfred Riedl.
Hasilnya? Tiga kekalahan beruntun saat melawan Yordania, Iran, dan Bahrain rasanya lebih dari cukup sebagai jawaban. Catat juga, timnas tidak mencetak sebiji gol pun di tiga pertandingan tersebut! Anak asuh Wim bahkan dapat diimbangi juniornya saat beruji coba di Solo sebelum terbang ke Timur Tengah.
Salah siapa? Idealnya Wim selaku pelatih merupakan sosok paling tepat untuk dimintai pertanggungjawaban. Namun Wim tidak bisa disalahkan sendirian. Pergantian pelatih di saat tidak tepatlah yang sebenarnya menjadi penyebab buruknya performa timnas dalam mengarungi PPD 2014.
Maka, sorotan tajam layak ditujukan pada Djohar dan jajarannya. Ego dan kepentingan kelompok selalu lebih diutamakan PSSI dalam melahirkan kebijakan-kebijakan. Akibatnya prestasi timnas jadi korban.
Kalau terus-terusan begini, malu rasanya jadi suporter Indonesia yang selalu kalah dan miskin prestasi!
Published on September 17, 2011 22:54
September 15, 2011
Liga Tanpa Rokok, Berani?
Oleh: Eko Nurhuda - Bung Eko dotcom
SEJAK digulirkan pada 1994 lalu, kasta tertinggi kompetisi sepak bola nasional selalu disokong perusahaan rokok sebagai sponsor utama. Dimulai dari Dunhill (1994-1996), lalu Kansas (1997), dan terakhir pabrik rokok nasional Djarum (2005-sekarang).
Memang sempat ada sponsor nonrokok, yakni Bank Mandiri pada 2000-2004. Praktis dalam rentang 17 tahun penyelenggaraan Liga Indonesia, hanya tujuh musim yang "bersih" dari aroma tembakau. Rinciannya, lima musim kala disponsori Bank Mandiri, dan dua musim lagi saat liga tidak memiliki sponsor karena krisis ekonomi (1997-1999).
Tidak hanya liga, di level klub pun aroma rokok begitu pekat. Saat PSS Sleman menjadi satu-satunya tim berkostum hijau di Divisi Utama 2002/03, klub asal DI Yogyakarta ini disponsori Sampoerna Hijau. Konsekuensinya, Stadion Mandala Krida yang waktu itu menjadi homebase PSS penuh iklan produk tersebut saat pertandingan digelar. Penonton yang membeli tiket juga mendapat bonus sebungkus rokok.
Paradoks
Foto: antarafoto.comSelama ini penikmat sepak bola tanah air tidak merasa ada masalah dengan dominannya iklan rokok di liga nasional. Sebagai salah satu negara penghasil tembakau terbesar dunia, plus pemilik perusahaan-perusahaan rokok bertaraf internasional, sponsor rokok di pentas sepak bola dianggap lumrah. Padahal, rokok dan sepak bola jelas dua hal yang bertolak belakang.
Orang paling awam pun tahu rokok adalah musuh utama kesehatan. Meski sangat terbantu dengan pendapatan cukai rokok, pemerintah terus berupaya meredam pengaruh tembakau. Lihatlah bagaimana iklan-iklan rokok dilarang menunjukkan bungkus apalagi wujud sebatang rokok. Pemerintah juga memaksa produsen rokok memasang peringatan akan bahaya rokok di kemasan produk mereka.
Majelis Ulama Indonesia bahkan telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok. Isu terbaru, pihak-pihak terkait tengah mengkaji kemungkinan pemajangan gambar-gambar mengerikan di bungkus rokok agar pesan bahaya rokok menempel lebih lekat di benak para perokok.
Di lain pihak, sepak bola merupakan olah raga yang menyehatkan badan. Jadi, bergabungnya rokok dengan sepak bola di Liga Indonesia jelas sebuah paradoks.
Coba tengok liga-liga Eropa, mana ada ditemukan iklan rokok. Uni Eropa melarang keras iklan rokok di tempat-tempat umum, termasuk menjadi sponsor kegiatan olah raga. Larangan ini diikuti oleh penyelenggara balapan top Formula 1 dan MotoGP yang tidak membolehkan tim peserta bekerja sama dengan perusahaan rokok.
Selamanya Rokok?
Foto: antarafoto.comSatu pertanyaan yang selalu menggelitik benak saya melihat fakta ini adalah, apakah hanya perusahaan rokok yang mau jadi sponsor Liga Indonesia? Atau mungkin pertanyaan lebih tepatnya adalah, apakah hanya perusahaan rokok yang mampu menyeponsori Liga Indonesia?
Rasanya tidak juga. Ada banyak perusahaan nasional maupun multinasional besar di negeri ini. Menilik nilai keuntungan yang mereka raup, seperti dirilis ke media tiap kuartal atau tiap tahun, rasanya tak sulit bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk menyokong Liga Indonesia.
Ingat bagaimana Danone, korporasi yang menaungi produsen Aqua, mengadakan event tahunan bertajuk Danone Nations' Cup. Contoh terbaru, PT Kraft Indonesia yang memproduksi Biskuat mengadakan kompetisi sepak bola antar-SD tingkat nasional, Biskuat Tiger Cup. Tidak tanggung-tanggung, untuk mempromosikan ajang tersebut Kraft mengundang Cesc Fabregas ke Indonesia.
Jangan lupa pula, beberapa musim belakangan Divisi Utama disponsori perusahaan-perusahaan nonrokok. Mulai dari operator CDMA Esia milik Bakrie Group di musim 2008/09, lalu Extra Joss di musim selanjutnya, dan musim 2010/11 yang baru lalu disponsori Ti-Phone.
Artinya, perusahaan-perusahaan selain produsen rokok sejatinya mampu menjadi sponsor Liga Indonesia. Soal mau atau tidak, itulah pekerjaan rumah PSSI selaku penyelenggara liga dan armada marketingnya.
Jika menilik kualitas kompetisi yang semakin meningkat dari musim ke musim, ditambah rencana PSSI Perubahan di bawah Djohar Arifin untuk keluar dari bayang-bayang asap rokok, impian menonton LI tanpa iklan rokok rasanya bakal terwujud dalam waktu dekat. Kita tunggu saja.
SEJAK digulirkan pada 1994 lalu, kasta tertinggi kompetisi sepak bola nasional selalu disokong perusahaan rokok sebagai sponsor utama. Dimulai dari Dunhill (1994-1996), lalu Kansas (1997), dan terakhir pabrik rokok nasional Djarum (2005-sekarang).
Memang sempat ada sponsor nonrokok, yakni Bank Mandiri pada 2000-2004. Praktis dalam rentang 17 tahun penyelenggaraan Liga Indonesia, hanya tujuh musim yang "bersih" dari aroma tembakau. Rinciannya, lima musim kala disponsori Bank Mandiri, dan dua musim lagi saat liga tidak memiliki sponsor karena krisis ekonomi (1997-1999).
Tidak hanya liga, di level klub pun aroma rokok begitu pekat. Saat PSS Sleman menjadi satu-satunya tim berkostum hijau di Divisi Utama 2002/03, klub asal DI Yogyakarta ini disponsori Sampoerna Hijau. Konsekuensinya, Stadion Mandala Krida yang waktu itu menjadi homebase PSS penuh iklan produk tersebut saat pertandingan digelar. Penonton yang membeli tiket juga mendapat bonus sebungkus rokok.
Paradoks
Foto: antarafoto.comSelama ini penikmat sepak bola tanah air tidak merasa ada masalah dengan dominannya iklan rokok di liga nasional. Sebagai salah satu negara penghasil tembakau terbesar dunia, plus pemilik perusahaan-perusahaan rokok bertaraf internasional, sponsor rokok di pentas sepak bola dianggap lumrah. Padahal, rokok dan sepak bola jelas dua hal yang bertolak belakang.Orang paling awam pun tahu rokok adalah musuh utama kesehatan. Meski sangat terbantu dengan pendapatan cukai rokok, pemerintah terus berupaya meredam pengaruh tembakau. Lihatlah bagaimana iklan-iklan rokok dilarang menunjukkan bungkus apalagi wujud sebatang rokok. Pemerintah juga memaksa produsen rokok memasang peringatan akan bahaya rokok di kemasan produk mereka.
Majelis Ulama Indonesia bahkan telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok. Isu terbaru, pihak-pihak terkait tengah mengkaji kemungkinan pemajangan gambar-gambar mengerikan di bungkus rokok agar pesan bahaya rokok menempel lebih lekat di benak para perokok.
Di lain pihak, sepak bola merupakan olah raga yang menyehatkan badan. Jadi, bergabungnya rokok dengan sepak bola di Liga Indonesia jelas sebuah paradoks.
Coba tengok liga-liga Eropa, mana ada ditemukan iklan rokok. Uni Eropa melarang keras iklan rokok di tempat-tempat umum, termasuk menjadi sponsor kegiatan olah raga. Larangan ini diikuti oleh penyelenggara balapan top Formula 1 dan MotoGP yang tidak membolehkan tim peserta bekerja sama dengan perusahaan rokok.
Selamanya Rokok?
Foto: antarafoto.comSatu pertanyaan yang selalu menggelitik benak saya melihat fakta ini adalah, apakah hanya perusahaan rokok yang mau jadi sponsor Liga Indonesia? Atau mungkin pertanyaan lebih tepatnya adalah, apakah hanya perusahaan rokok yang mampu menyeponsori Liga Indonesia?Rasanya tidak juga. Ada banyak perusahaan nasional maupun multinasional besar di negeri ini. Menilik nilai keuntungan yang mereka raup, seperti dirilis ke media tiap kuartal atau tiap tahun, rasanya tak sulit bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk menyokong Liga Indonesia.
Ingat bagaimana Danone, korporasi yang menaungi produsen Aqua, mengadakan event tahunan bertajuk Danone Nations' Cup. Contoh terbaru, PT Kraft Indonesia yang memproduksi Biskuat mengadakan kompetisi sepak bola antar-SD tingkat nasional, Biskuat Tiger Cup. Tidak tanggung-tanggung, untuk mempromosikan ajang tersebut Kraft mengundang Cesc Fabregas ke Indonesia.
Jangan lupa pula, beberapa musim belakangan Divisi Utama disponsori perusahaan-perusahaan nonrokok. Mulai dari operator CDMA Esia milik Bakrie Group di musim 2008/09, lalu Extra Joss di musim selanjutnya, dan musim 2010/11 yang baru lalu disponsori Ti-Phone.
Artinya, perusahaan-perusahaan selain produsen rokok sejatinya mampu menjadi sponsor Liga Indonesia. Soal mau atau tidak, itulah pekerjaan rumah PSSI selaku penyelenggara liga dan armada marketingnya.
Jika menilik kualitas kompetisi yang semakin meningkat dari musim ke musim, ditambah rencana PSSI Perubahan di bawah Djohar Arifin untuk keluar dari bayang-bayang asap rokok, impian menonton LI tanpa iklan rokok rasanya bakal terwujud dalam waktu dekat. Kita tunggu saja.
Published on September 15, 2011 23:15

Salah satu album KHB.Isuk-isuk tangi turu pengen ngopi
