Reffi Dhinar's Blog, page 22
June 10, 2019
Makan Sambil Menikmati Fashion Vintage di Carpentier Kitchen
Buka bersama di menjelang penghujung Ramadan kali ini cukup istimewa. Saya bertemu dengan kawan lama sekaligus senior saya di kampus, Mbak Inarwati. Persahabatan jarak jauh Jakarta-Sidoarjo tidak membuat komunikasi kami terputus.
Ada cerita lucu sebelum akhirnya kami memutuskan untuk bertemu di Carpentier Kitchen pada 3 Juni lalu. Saya dan Mbak Inar telah sepakat untuk bukber di rumah makan Kepiting Cak Gundul yang tersohor dengan masakan olahan kepiting lezatnya. Jadi sambil menunggu waktu bertemu, saya menonton Godzilla di mal Ciputra World.
Lorong pertama Carpentier Kitchen
Nah, ketika selesai menonton saya kirim pesan ke Mbak Inar yang ternyata lupa hahaha. Akhirnya kami mengganti lokasi pertemuan di Carpentier Kitchen. Restoran ini berlokasi di Jalan Untung Suropati No. 83 Surabaya.
Saya datang lebih awal dan di kesan pertama ketika baru sampai di halaman restorannya, tidak terlalu istimewa. Namun saya terkesima ketika masuk ke bagian dalam.
Tidak seperti restoran atau kafe modern lainnya, di lorong pertama saya disambut dengan etalase-etalase pakaian dan aksesoris keren. Sebagai penyuka suasana old school, desain interior Carpentier Kitchen dibuat dengan gaya 80-an. Sepatu cantik dengan kulit suede dan warna beige atau dusty membuat mata saya betah menjelajah.
Desain interior unfinished design sangat keren
Dari desain interior yang menarik, lalu saya memperhatikan bagaimana pilihan menunya. Carpentier Kitchen memiliki pilihan menu western yang bermacam-macam. Nama menunya juga panjang-panjang, macam menu Master Chef yang susah dihapal itu. Sambil menunggu Mbak Inar yang belum datang, saya melihat-lihat isi buku menu.
Sampulnya sih biasa saja, seperti kover buku lawas. Menariknya, isi buku ini seperti buku berwarna. Gambar menarik itu membuat saya seolah sedang membaca buku dongeng anak-anak. Lembar kertasnya pun berwarna buram seperti kertas lama. Sangat unik dan vintage.
Barang dijual dengan warna dusty dan beige
Setelah Mbak Inar datang, kami memesan dua menu berbeda. Mbak Inar menyantap chicken grill dengan saus jamur yang sangat lezat. Saya sempat menyicip ayamnya, sangat enak. Bumbu meresap dan ketika dicelupkan ke saus jamur, rasanya lebih lezat. Sementara saya memesan spageti aglio lio.
Spageti aglio lio ini porsinya cukup mengenyangkan. Rasa bumbu dan saus juga menyatu, tidak terasa terpisah-pisah. Spagetinya meski belum dilumuri saus terasa enak. Cokelat panas yang saya pesan juga cukup nikmat.
Spageti aglio lio
Di lantai dua Carpentier Kitchen ada ruang untuk salat yang nyaman. Bagi penggemar sepatu merk Vans, bisa memilih beberapa jenis sepatu kegemarannya di lantai dua. Restoran ini menggabungkan kuliner dengan fashion. Makanannya pun lezat jadi wajar saja jika banyak pengunjung yang datang dan sebagian didominasi anak muda.
Sepatu vans
Desain yang edgy dan makanan yang cocok di lidah membuat saya ingin mampir lagi jika sedang di Surabaya. Carpentier Kitchen membawa suasana oldies dengan nuansa modern yang nyaman.
Ada cerita lucu sebelum akhirnya kami memutuskan untuk bertemu di Carpentier Kitchen pada 3 Juni lalu. Saya dan Mbak Inar telah sepakat untuk bukber di rumah makan Kepiting Cak Gundul yang tersohor dengan masakan olahan kepiting lezatnya. Jadi sambil menunggu waktu bertemu, saya menonton Godzilla di mal Ciputra World.

Nah, ketika selesai menonton saya kirim pesan ke Mbak Inar yang ternyata lupa hahaha. Akhirnya kami mengganti lokasi pertemuan di Carpentier Kitchen. Restoran ini berlokasi di Jalan Untung Suropati No. 83 Surabaya.
Saya datang lebih awal dan di kesan pertama ketika baru sampai di halaman restorannya, tidak terlalu istimewa. Namun saya terkesima ketika masuk ke bagian dalam.
Tidak seperti restoran atau kafe modern lainnya, di lorong pertama saya disambut dengan etalase-etalase pakaian dan aksesoris keren. Sebagai penyuka suasana old school, desain interior Carpentier Kitchen dibuat dengan gaya 80-an. Sepatu cantik dengan kulit suede dan warna beige atau dusty membuat mata saya betah menjelajah.

Dari desain interior yang menarik, lalu saya memperhatikan bagaimana pilihan menunya. Carpentier Kitchen memiliki pilihan menu western yang bermacam-macam. Nama menunya juga panjang-panjang, macam menu Master Chef yang susah dihapal itu. Sambil menunggu Mbak Inar yang belum datang, saya melihat-lihat isi buku menu.
Sampulnya sih biasa saja, seperti kover buku lawas. Menariknya, isi buku ini seperti buku berwarna. Gambar menarik itu membuat saya seolah sedang membaca buku dongeng anak-anak. Lembar kertasnya pun berwarna buram seperti kertas lama. Sangat unik dan vintage.

Setelah Mbak Inar datang, kami memesan dua menu berbeda. Mbak Inar menyantap chicken grill dengan saus jamur yang sangat lezat. Saya sempat menyicip ayamnya, sangat enak. Bumbu meresap dan ketika dicelupkan ke saus jamur, rasanya lebih lezat. Sementara saya memesan spageti aglio lio.
Spageti aglio lio ini porsinya cukup mengenyangkan. Rasa bumbu dan saus juga menyatu, tidak terasa terpisah-pisah. Spagetinya meski belum dilumuri saus terasa enak. Cokelat panas yang saya pesan juga cukup nikmat.

Di lantai dua Carpentier Kitchen ada ruang untuk salat yang nyaman. Bagi penggemar sepatu merk Vans, bisa memilih beberapa jenis sepatu kegemarannya di lantai dua. Restoran ini menggabungkan kuliner dengan fashion. Makanannya pun lezat jadi wajar saja jika banyak pengunjung yang datang dan sebagian didominasi anak muda.

Desain yang edgy dan makanan yang cocok di lidah membuat saya ingin mampir lagi jika sedang di Surabaya. Carpentier Kitchen membawa suasana oldies dengan nuansa modern yang nyaman.
Published on June 10, 2019 08:07
May 23, 2019
Sedekah Tanpa Dana

Sedekah, sebuah frasa yang selalu identik dengan sumbangan atau pemberian uang. Sedekah adalah hal yang penting bagi siapapun agar hidupnya lebih berarti dan tidak menjadi manusia yang lupa dengan sesama. Membagikan sedikit harta yang kita punya, akan membersihkan ego serta menambah pahala tentunya. Apalagi jika bersedekah di bulan Ramadan.
Lantas jika tidak ada dana mencukupi, apakah kita tidak layak melakukan sedekah? Jawabannya tentu tidak. Siapapun bisa bersedekah, bahkan dengan uang seribu rupiah yang sering kita masukkan di kotak infak masjid pun dinilai sebagai sedekah jariyah. Namun jika memang kita tidak memiliki uang yang cukup karena desakan kebutuhan, ada jenis-jenis sedekah lain yang bisa dilakukan tanpa harus mengeluarkan dana.
Sedekah Senyum Sering mendengar atau pernah membaca pepatah ini bukan?

Senyum itu sodaqoh.
Bagi saya, senyum itu tak hanya membawa efek positif untuk orang lain, diri sendiri yang akan menerima manfaat paling awal dari senyum yang sering kita sedekahkan di depan cermin. Ketika suasana hati memburuk, terkadang saya berdiam diri di kamar. Rebahan di atas kasur sambil menatap langit-langit dan membayangkan apa yang membuat saya kesal seharian tadi.
Saya cari apakah kesal berlama-lama itu menyehatkan? Saya tata rambut, tersenyum di depan kamera untuk melakukan swafoto, lalu bercermin. Betapa jeleknya muka saya ketika sedang cemberut, lalu saya tarik kedua ujung bibir untuk tersenyum. Ajaib! Meski tak sepenuhnya menghilangkan jengkel, saya merasa lebih manis ketika sedang tersenyum.
Senyum itu menular. Cobalah untuk tersenyum di depan orang asing yang wajahnya galak atau di depan teman yang butuh senyum tulus sebagai bentuk penghargaan! Mereka tak butuh diberi uang, cukup dengan senyum lebar atau senyum kecil yang ikhlas diberikan, maka kebahagiaan pun bisa berkembang. Sederhana bukan?
Sedekah Waktu Beberapa sahabat baik menyebut saya sebagai teman yang enak dijadikan tempat curhat. Saya akui, sepertinya saya memang memiliki aura buku harian (ya in julukan teman-teman dekat juga, haha) sehingga orang yang baru kenal pun bisa percaya untuk curcol. Bagi saya, mengetahui cerita-cerita mereka yang mungkin tidak mudah diungkapkan ke orang lain adalah sebuah keberuntungan.

Saya hanya menyediakan telinga untuk mendengar dan menyedekahkan waktu sejenak menjadi tempat curhat. Walau tak selalu bisa memberikan saran, rata-rata orang yang ingin curhat sudah cukup lega karena diberi waktu menumpahkan unek-uneknya. Jangan meremehkan sedekah waktu. Saat saya sedang stres, marah atau sedih, biasanya saya akan mengirim pesan ke sahabat terdekat. Saat mereka mau meluangkan waktu untuk mendengar atau membalas pesan saya, wah hati ini sangat senang.
Sedekah Tenaga Jika punya waktu lebih, kenapa tidak menyumbang tenaga untuk bersedekah? Bersedekah tidak harus dari kaum berpunya pada kaum fakir, menyumbangkan tenaga juga sebuah tindakan yang sama berartinya. Saya merasakan gembiranya ketika ada orang yang mau membantu dan menyumbangkan tenaga demi acara yang bahkan tidak berkaitan dengannya.

Beberapa tahun lalu semasa masih menjadi anak kuliahan, saya pernah ditunjuk menjadi ketua panitia festival budaya berbau jepang di kampus. Acara ini juga rutin menyelenggarakan lomba untuk anak sekolah. Sempat khawatir karena banyak hal yang belum terselesaikan, ternyata menjelang hari-H, banyak senior dan yunior yang sukarela menginap di kampus demi membantu menyelesaikan sisa dekorasi yang belum dibuat. Andai tidak mendapat sumbangan tenaga dari mereka, acara saya mungkin tidak terlaksana.
Sedekah Ilmu Berbagi ilmu adalah hal yang banyak disukai orang. Ketika kita sukarela menyedekahkan waktu dan tenaga untuk berbagi ilmu, orang lain akan sangat menghargainya. Ilmu yang kita miliki tidak untuk dipeluk sendirian. Saya merasakan jika sesekali berbagi pengetahuan tentang menulis, meski bagi saya sepele, rupanya bisa meninggalkan kesan mendalam bagi si penanya.

Ilmu yang bermanfaat akan menjadi ladang amal berkelanjutan bagi kita. Ilmu tidak akan hilang jika dibagi, ini rumus yang sudah kita ketahui.
Sedekah tanpa dana itu tidak sulit, bukan? Yuk, perbanyak sedekah tak hanya dengan uang tetapi juga dengan empat hal yang bisa kita berikan tanpa perlu banyak berpikir.
Published on May 23, 2019 06:28
May 22, 2019
3 Cara Mengatur Uang THR
Lebaran sebentar lagi. Selain acara kumpul-kumpul bersama keluarga, ada satu hal lagi yang paling saya tunggu yaitu mendapat uang THR. Dulu di saat masih kecil, saya dan Adik sangat antusias berpuasa sebulan penuh agar bisa bangga untuk pamer kepada para om dan tante yang akan kami temui di acara halal bihalal keluarga besar. Mendapat uang THR dari paman dan bibi adalah kesenangan tersendiri sampai kami bersaing siapa yang paling banyak mendapat uang.
Setelah bekerja, praktis kondisi kini berbalik. Saya tak lagi mendapat uang THR, namun berbagi uang THR untuk sepupu-sepupu kecil. Kadang ketika menerima uang THR, pikiran saya melambung ingin segera menggunakan apa saja, nafsu untuk konsumtif berkobar-kobar. Untungnya setelah banyak membaca dan mulai aktivitas menabung, hasrat konsumtif bisa ditekan. Jadi, apa saja yang biasanya saya lakukan untuk mengatur uang THR?
Zakat
Yang paling utama tentu saja zakat. Setelah uang THR cair, biasanya saya segera menyisihkan dan untuk zakat dan sedekah. Ini menjadi hal terpenting karena zakat fitrah menjadi hal yang harus kita tunaikan.
Bersedekah juga pasti bisa menjadi jalan pembersih harta. Jangan langsung berpikir untuk belanja jika belum menyisihkan uang untuk zakat. Angpau Jika sudah bekerja atau punya penghasilan sendiri, maka saya sisihkan sebagian uang THR untuk bagi-bagi angpau pada orang tua, adik dan sepupu-sepupu kecil.
Karena saya tidak mau repot menghitung, uang yang sudah saya tukarkan di bank saya berikan Mama untuk dibagi di amplop-amplop kecil. Yang membagikan juga Mama karena saya tak ingat persis berapa jumlah sepupu. Lagipula Mama jauh lebih detail soal pembagian ini. Kalau soal berbagi angpau ini jangan terlalu dipaksakan. Berbagi saja semampu yang kita bisa.
Di tahun 2017 lalu, saya tidak mendapat THR karena resign. Praktis uang yang saya dapat hanya gaji pokok plus uang dari hasil menjadi pembicara menulis. Saya hanya bisa menyisihkan sedikit uang untuk berbagi dengan sepupu terdekat, tidak dengan anak-anak tetangga yang biasanya saya beri juga.
Tabungan
Uang THR biasanya saya fokuskan pada sedekah dan uang angpau. Beruntung saya tak perlu mencari tiket pulang kampung karena saya bekerja di kota tetangga, dengan naik bus kota saja sudah sampai rumah. Karena tidak perlu memikirkan tiket, saya ambil sedikit dari bagian THR untuk tabungan.
Saat ini saya memiliki beberapa jenis rekening dengan tujuan finansial berbeda. Satu rekening untuk uang penampung gaji, satu rekening untuk tabungan traveling, satu rekening untuk dana darurat dan satu tabungan emas di Pegadaian. Nanti dari gaji pokok akan saya sisihkan untuk sedekah dan investasi reksadana di Bareksa.
Tidak perlu melipatgandakan jumlah nominal tabungan yang akan disetor. Tetaplah menabung seperti bulan-bulan sebelumnya. Saya baru akan menambah nominal tabungan kalau mendapat fee tambahan dari menulis atau menjadi pembicara di sebuah tempat.
Belanja
Pakaian baru memang bukanlah esensi hari lebaran, namun apa salahnya membeli sepotong baju dan celana untuk berpakaian pantas di hari kemenangan. Kalau bagi saya, justru lebaran adalah momen pas untuk berbelanja karena saya tidak pernah berbelanja pakaian kalau tidak benar-benar terdesak atau ada acara yang membutuhkan dresscode tertentu.
Sebelum belanja, saya akan menyortir pakaian lama di lemari. Pakaian dan celana yang sudah kekecilan, sobek dan tidak layak, tidak pernah dipakai akan saya singkirkan dari lemari. Saya juga berusaha agar pakaian lebaran yang akan saya beli, bisa digunakan di acara-acara lain. Soal tren tidak saya pedulikan, yang penting desain pakaiannya menarik, tidak norak dan warnanya cocok dengan kulit. Tentunya tidak lupa dengan belanja buku. Kebetulan di momen lebaran biasanya akan banyak diskon buku, ini kesempatan untuk berburu.
Itulah 3 hal yang saya lakukan untuk mengatur uang THR. Jangan menjadi boros hingga lupa menabung dan bersedekah. Tetaplah untuk membelanjakan uang secara cermat.
Setelah bekerja, praktis kondisi kini berbalik. Saya tak lagi mendapat uang THR, namun berbagi uang THR untuk sepupu-sepupu kecil. Kadang ketika menerima uang THR, pikiran saya melambung ingin segera menggunakan apa saja, nafsu untuk konsumtif berkobar-kobar. Untungnya setelah banyak membaca dan mulai aktivitas menabung, hasrat konsumtif bisa ditekan. Jadi, apa saja yang biasanya saya lakukan untuk mengatur uang THR?
Zakat

Yang paling utama tentu saja zakat. Setelah uang THR cair, biasanya saya segera menyisihkan dan untuk zakat dan sedekah. Ini menjadi hal terpenting karena zakat fitrah menjadi hal yang harus kita tunaikan.
Bersedekah juga pasti bisa menjadi jalan pembersih harta. Jangan langsung berpikir untuk belanja jika belum menyisihkan uang untuk zakat. Angpau Jika sudah bekerja atau punya penghasilan sendiri, maka saya sisihkan sebagian uang THR untuk bagi-bagi angpau pada orang tua, adik dan sepupu-sepupu kecil.
Karena saya tidak mau repot menghitung, uang yang sudah saya tukarkan di bank saya berikan Mama untuk dibagi di amplop-amplop kecil. Yang membagikan juga Mama karena saya tak ingat persis berapa jumlah sepupu. Lagipula Mama jauh lebih detail soal pembagian ini. Kalau soal berbagi angpau ini jangan terlalu dipaksakan. Berbagi saja semampu yang kita bisa.
Di tahun 2017 lalu, saya tidak mendapat THR karena resign. Praktis uang yang saya dapat hanya gaji pokok plus uang dari hasil menjadi pembicara menulis. Saya hanya bisa menyisihkan sedikit uang untuk berbagi dengan sepupu terdekat, tidak dengan anak-anak tetangga yang biasanya saya beri juga.
Tabungan

Uang THR biasanya saya fokuskan pada sedekah dan uang angpau. Beruntung saya tak perlu mencari tiket pulang kampung karena saya bekerja di kota tetangga, dengan naik bus kota saja sudah sampai rumah. Karena tidak perlu memikirkan tiket, saya ambil sedikit dari bagian THR untuk tabungan.
Saat ini saya memiliki beberapa jenis rekening dengan tujuan finansial berbeda. Satu rekening untuk uang penampung gaji, satu rekening untuk tabungan traveling, satu rekening untuk dana darurat dan satu tabungan emas di Pegadaian. Nanti dari gaji pokok akan saya sisihkan untuk sedekah dan investasi reksadana di Bareksa.
Tidak perlu melipatgandakan jumlah nominal tabungan yang akan disetor. Tetaplah menabung seperti bulan-bulan sebelumnya. Saya baru akan menambah nominal tabungan kalau mendapat fee tambahan dari menulis atau menjadi pembicara di sebuah tempat.
Belanja

Pakaian baru memang bukanlah esensi hari lebaran, namun apa salahnya membeli sepotong baju dan celana untuk berpakaian pantas di hari kemenangan. Kalau bagi saya, justru lebaran adalah momen pas untuk berbelanja karena saya tidak pernah berbelanja pakaian kalau tidak benar-benar terdesak atau ada acara yang membutuhkan dresscode tertentu.
Sebelum belanja, saya akan menyortir pakaian lama di lemari. Pakaian dan celana yang sudah kekecilan, sobek dan tidak layak, tidak pernah dipakai akan saya singkirkan dari lemari. Saya juga berusaha agar pakaian lebaran yang akan saya beli, bisa digunakan di acara-acara lain. Soal tren tidak saya pedulikan, yang penting desain pakaiannya menarik, tidak norak dan warnanya cocok dengan kulit. Tentunya tidak lupa dengan belanja buku. Kebetulan di momen lebaran biasanya akan banyak diskon buku, ini kesempatan untuk berburu.
Itulah 3 hal yang saya lakukan untuk mengatur uang THR. Jangan menjadi boros hingga lupa menabung dan bersedekah. Tetaplah untuk membelanjakan uang secara cermat.
Published on May 22, 2019 03:09
May 21, 2019
Kenangan Ramadan Berkesan
Kenangan Ramadan berkesan itu saya rasakan pada dua tahun lalu. Di tahun 2017 saya benar-benar merasakan apa itu makna perpindahan dan berkah di saat yang sama. Keputusan besar yang saya ambil dua bulan sebelum puasa, memberikan saya jalan untuk menemukantmpat baru yang kini menjadi rumah kedua saya.
Di awal tahun 2017 saya ingin resign dari kantor lama. Tentu ada beragam faktor yang mempengaruhi, intinya sih saya sudah tidak cocok dengan atmosfer di kantor tersebut. Sejak lulus di tahun 2013 hingga pertengahan 2017 tentu banyak pelajaran yang saya ambil di kantor lama. Banyak teman-teman asyik dan kenangan berkesan yang tidak mudah saya lupakan. Tetapi pada satu titik akhirnya saya merasa jika bekerja terus di tempat itu, maka bisa berpengaruh tidak baik.
Saya mulai sering merasakan asam lambung kambuhan, meski pola makan tetap teratur. Tiap hari bawaannya malas untuk pergi bekerja. Beberapa kali memeriksakan diri, dokter selalu menyarankan agar saya menjauhi faktor pemicu stres. Setelah saya berusaha merenung dan mencari akar penyebabnya, akhirnya saya menemukan kesimpulan jika resign adalah cara terbaik untuk meringankan penyakit saya.

Adaptasi Sulit Mencari pekerjaan baru tidak mudah memang. Saya bekerja di bagian General Affair sekaligus Japanese Interpreter. Demi menemukan pekerjaan cepat, saya lamar bagian apa saja tanpa memandang perusahaan. Bahkan saya melamar posisi Content Writer di sebuah perusahaan start-up. Beberapa kali wawancara dan panggilan tes saya lalui, namun tidak membuahkan hasil.
Sampai akhirnya ketika saya pasrah dan tak lagi banyak mengeluh, akhirnya Allah memberikan jalan buat saya bekerja di sebuah perusahaan Jepang. Perusahaan tersebut yang sekarang menjadi tempat saya bekerja terhitung masih baru berdiri. Lokasinya juga lebih jauh dari rumah. Tetapi lingkungan yang jauh lebih sepi, orang yang lebih sedikit dan kekeluargaan hangat, agaknya membuat saya memutuskan untuk masuk setelah keputusan diterima itu saya dapat.
Jeda antara waktu saya resign dan masuk ke kantor baru itu mungkin ada sekitar tiga mingguan. Kondisi keuangan saya menipis dan tidak ada THR dari kantor lama. Adaptasi cukup sulit karena biasanya menjelang lebaran begini saya memiliki dana untuk membeli baju dan berbagi untuk adik sepupu serta keluarga. Lalu saya berandai-andai, misalnya saja saya keluar dari kantor lama setelah lebaran pasti saya akan punya uang cukup. Tabungan saya juga tidak terlalu banyak. Hal yang saya sesalkan berikutnya, kenapa saya menghabiskan tabungan yang terkumpul sejak masa kuliah?
Saya sering menghabiskan waktu untuk berdialog dengan diri sendiri. Kegagalan demi kegagalan saya alami. Saya merasa seperti orang limbung yang tidak punya pegangan.

Ikhlas Membawa KelegaanKalau memandang uang sebagai patokan kebahagiaan, maka kita benar-benar sulit mendapat bahagia. Itu saya rasakan sungguh-sungguh. Sahabat saya bilang agar bersikap ikhlas, setidaknya saya sudah mendapat pekerjaan baru meski kondisi finansial mepet. Saya masih punya orang tua yang sukarela memayungi saya di rumah.
Ramadan di tahun 2017 adalah golden time bersama para sahabat dan keluarga. Perlahan saya ikhlaskan rasa marah, kesal, dan penyesalan yang merundung pasca resign. Saya nikmati waktu dengan membaca dan menulis. Tidak disangka, saya mendapat kesempatan untuk menjadi pengisi acara di sebuah acara kepenulisan. Bersama Kumon Surabaya saya memberi pelajaran menulis singkat untuk adik-adik. Honornya lumayan.
Lalu saat bekerja di tempat baru, saya seolah menemukan keluarga kedua. Ketakutan saya di tempat baru tidak berlangsung lama. Masuk di pertengahan Ramadan membawa saya ke banyak pelajaran berharga.
Ramadan di tahun 2017 aadalah waktu di mana Allah menguji sekaligus memberi berkah di waktu yang tak terlampau jauh. Saya malu karena sering mengeluh. Memang benar, ada pelangi setelah hujan. Saya mulai menabung lagi, mulai lebih sering berolahraga, menikmati waktu bersama keluarga dan para sahabat, dan fokus berkarya. Saya bersyukur karena dulu memutuskan pindah. Kita tidak akan tahu adanya hadiah di tempat baru jika tidak berani mengalahkan rasa takut akan petualangan.
Published on May 21, 2019 02:28
May 20, 2019
Tiga Keutamaan dalam Persahabatan Kami

Saya sangat bahagia karena bisa memenuhi keinginan untuk memiliki quality timebersama orang-orang terdekat yang saya sayangi di Ramadan kali ini. Seperti yang saya tulis di tulisan sebelumnya tentang '3 Hal Utama Saat Ramadan' saya ingin mengurangi acara-acara kurang penting yang dulu mungkin sering saya lakukan.
Dan di bulan puasa kali ini untuk acara buka bersama misalnya, benar-benar sahabat dan keluarga yang menjadi prioritas utama. Saya lebih senang bisa menjalankan ngabuburit asyik dalam kelompok kecil yang selalu dekat dengan saya. Hari Sabtu lalu adalah pertemuan dengan tiga perempuan yang sudah menjadi sosok sahabat sejak kami masih SMU. Tiga belas tahun bukan waktu yang sebentar, saya saja sampai heran kok bisa kami berteman awet hingga kini.
Dulu di awal Geng Narsiz, nama kelompok pertemanan kami terbentuk, kemana-mana kami tidak pernah terpisah. Bersahabat sejak kelas satu, lalu terpisah menjadi dua kelas berbeda (lucunya dua orang di kelas IPS dan dua lainnya di kelas IPA), tidak membuat persahabatan kami renggang. Ada beberapa orang yang bilang, “Halah, kalau terlalu akrab begitu biasanya malah rawan pecah. Bisa aja kalian nanti ujung-ujungnya berantem.”
Tidak ada yang perlu kami buktikan. 13 tahun ini menunjukan bagaimana kami akhirnya bisa menunjukkan jika persahabatan yang langgeng itu benar adanya.
Ngabuburit asyik hanya salah satu dari sekian agenda yang terlaksana agar kami bisa bertemu. Acara-acara khusus yang melibatkan bayi-bayi lucu yang telah lahir juga menjadi agenda kami untuk bisa bersama. Ya, dua orang telah menikah dan memiliki buah hati sedangkan saya dan seorang sahabat lain masih menunggu calon belahan hati.
Ketika sedang melihat mereka yang larut dalam obrolan dan tawa seperti biasanya, saya kembali mengingat-ingat, bagaimana kami bisa awet berteman hingga kini sementara banyak orang lain mungkin akan menjauh dari sahabat di masa remaja seiring bertambahnya usia?

Tidak Pernah Memaksa Berubah, Mengajak Bertumbuh
Ini mungkin salah satu resep dasar kenapa Narsiz Gank masih lengket meski kami tak sesering dulu bertemu. Kami tidak pernah memaksa satu sama lain untuk berubah, karakter kami malah bertumbuh seiring dengan keputusan hidup yang kami pilih dan masalah yang pernah kami hadapi. Bertengkar jelas pernah. Berselisih pendapat pasti sering. Kami paham apa kebiasaan yang biasanya membuat jengkel, but we never ask to change.
Saya adalah orang yang sangat skeptis pada pertemanan sebelum bertemu dengan mereka. Beberapa kali saya memiliki pengalaman tidak mengenakkan dengan teman terdekat, membuat saya apatis pada lainnya. Omongan saya seringkali pedas dan cara berpikir saya kadang sangat abstrak (ya saya kutu buku kelas berat, bayangkan saja betapa aneh pola pikir orang macam saya yang diajak berteman pun sulit), pokoknya tidak asyik untuk berkawan.
Lita, Wigati, dan Latifa mau menunggu. Mereka menerima saya dengan tangan terbuka. Tidak ada pertanyaan ingin tahu kenapa saya kok bisa begitu. Dengan kekonyolan dan kepolosan kami, perlahan saya mau membuka diri. Kami akan jujur kalau ada yang mengganggu perasaan. Misalnya ada pertengkaran, masalah akan segera diselesaikan. Kami tumbuh lewat gesekan-gesekan tersebut.

Kesamaan Pandangan Karakter kami berempat sangat bertolakbelakang, tetapi kami mempunyai satu pandangan yang sama. Seperti yang diceritakan di atas, kami adalah orang-orang yang sangat terbuka. Satu sama lain bisa bebas menyatakan pendapat dan jika merasa tidak enak berkata langsung, kami akan memilih salah satu sebagai juru bicara. Itu terjadi secara otomatis. Misalnya karena jarak tinggal Wigati lebih dekat dengan Iif (nama kecil Latifa), ketika ada masalah maka Iif yang diberitahu lebih dulu barulah kepada yang lain.
Proses menyatukan pandangan ini bukan berarti mudah. Karakter berbeda tentu membuat kami harus beradaptasi. Untungnya kami sama-sama memiliki jiwa easy going, terutama karena kami semua anak perempuan sulung, jadi saling bicara secara terbuka, bercanda dengan kalimat sarkastis pun tidak membuat kami tersinggung, walau mungkin buat orang lain bisa saja kalimat kami terdengar to the point. Pandangan kami tentang mengutamakan keluarga, kesetiakawanan, persaudaraan itu sama. Hedonisme bukanlah kesukaan kami.

Tidak NyinyirInilah poin terpenting yang membuat persahabatan awet, tidak nyinyir. Sering saya dapati di lingkungan pertemanan yang lama terjalin menjadi renggang karena sikap menyindir yang dibalut dalam nada nasehat. Contohnya, “Kamu kok masih sendirian aja? Kapan nikah? Aku aja udah beranak dua kamu masih sendirian.” Atau kalimat macam ‘Kamu kok gendutan?’ dan lainnya.
Kesannya mungkin sepele, tetapi tanpa pernah saya utarakan pun, sahabat-sahabat saya ini tidak nyinyir dengan status. Mulut kami mungkin frontal ketika berpendapat, tetapi masih ada hal-hal yang tidak disinggung. Kalau ada yang mau curhat tentu dipersilakan, tetapi jika tidak pun tak akan dipaksa. Apalagi bagi yang sudah berkeluarga pasti punya lingkup ceritanya sendiri yang tidak diumbar.

Melihat foto-foto kami berempat dari ABG hingga kini menjadi perempuan dewasa muda, saya terharu. Wajah boleh menua, tubuh boleh berubah karena memiliki buah hati, pertemuan pasti tidak sesering di saat kami masih lajang, tetapi ada cinta yang tidak pernah surut. Persahabatan juga sebaiknya sama seperti hubungan romansa. Saling menerima, menasehati dan terbuka adalah kunci hubungan apapun. Loving is about supporting, not about forcing.
Published on May 20, 2019 02:01
May 18, 2019
4 Hal yang Sulit Dikontrol Saat Berpuasa
Apa yang paling sulit dilakukan ketika Ramadan? Tentu saja mengontrol diri dari hal tidak baik yang biasa saya lakukan. Biasanya jika sudah bertemu dengan rekan-rekan sekantor, kami bisa mudah menggunjing atau bahasa jawa ndakiknya rasan-rasan. Karena budaya rasan-rasan ini sudah sangat mengakar kuat, apalagi kalau di dalam pertemuan antar teman akrab itu paling enak memang rasan-rasan, maka mengontrol mulut menjadi tugas terberat.
Saya tidak hendak memberikan ceramah tentang efek buruk dari bergunjing. Kita semua toh sudah tahu apa efek buruknya. Kita belum tentu lebih baik dari orang yang kita gunjingkan. Menahan diri ketika Ramadan adalah keharusan. Percuma kita menahan lapar dan haus namun gagal dalam menahan hawa nafsu. Setidaknya di bulan suci ini saya dan teman-teman yang kadang ingat dan kadang alpa, dapat mengerem sedikit bibir agar tidak mudah membicarakan orang lain.
Bagi saya ada beberapa hal lain yang butuh usaha keras untuk dikontrol. Barangkali Anda juga merasakannya?
Beli Makanan Berlebihan
Siapa yang tidak suka makan enak? Meskipun saya takut obesitas, aktivitas makan adalah hal yang paling saya sukai selain membaca, menulis dan traveling. Mau pergi ke tempat manapun, saya akan mencari informasi tentang tempat makan yang enak. Kalau mau bertemu sahabat, saya pasti akan menyesuaikan dengan jam makan. Bukan hanya karena saya memiliki gastritis cukup akut, tetapi makan adalah kegiatan menambah energi yang tidak bisa saya tunda.
Nah, saat Ramadan tiba, hasrat untuk membeli makanan berbeda-beda juga lebih mudah terpicu. Di beberapa hari pertama puasa, saya baru sadar jika minum beberapa teguk dan makan berat tidak sampai penuh piringnya juga bisa membuat perut kenyang. Justru perut saya mual ketika dijejali makanan terlalu banyak dalam waktu singkat. Akibatnya, sisa makanan pun dibuang. Sungguh sebuah pemborosan uang dan juga makanan pastinya.
Tahun ini saya belajar untuk mengontrol diri dari belanja camilan, makanan atau kudapan berlebihan. Lagipula yang tahu kondisi tubuh kita bukanlah orang lain. Makan terlalu banyak lalu kurang olahraga pasti menjadi hal yang tidak baik. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang sesuai anjuran Rasulullah memang jauh lebih menyehatkan.
Pamer Ibadah
Kadang-kadang berseliweran di akun-akun pribadi yang update kini sudah sampai juz berapa membaca Alqurannya, salat di tempat strategis lalu difoto, atau koar-koar di media sosial terkait pembelajaran agama. Saya tidak pernah memposting berbau ibadah, selain itu tak ada yang bisa saya pamerkan. Ibadah seharusnya menjadi ranah privat yang tak perlu diumbar di media sosial.
Jika doyan pamer apa saja ibadah kita, apakah ini tidak berbeda dengan kita pamer kemesraan dengan kekasih tanpa tahu tempat? Niat pamer yang muncul sedikit saja, sebenarnya telah mengurangi esensi beribadah itu sendiri. Sama juga dengan pamer ketika sedang bersedekah.
Merasa Diri Lebih Baik
Percaya diri itu baik, tetapi kalau sampai memicu tinggi hati maka artinya sudah berbeda. Di kala Ramadan, biasanya orang-orang akan berusaha menjadi lebih banyak beribadah dan religius. Kadang teman-teman atau kenalan yang kita lihat di kehidupan sehari-hari tidak terlalu religius, bisa jadi makin rajin ibadah sunnahnya di bulan ini.
Pernah tidak terselip kalimat begini di dalam hati,”Alah, paling habis Ramadan pasti balik bandel lagi.” Lalu semua kebaikan yang terlihat kita cibiri diam-diam. Kita beranggapan bahwa diri ini lebih baik segala-galanya dari orang lain. Hati-hati ya! Tiap orang bisa berubah lebih baik dan momen Ramadan dapat membuka keran-keran macet yang membuat seseorang jauh dari Allah SWT.
Lebih baik fokus pada ibadah yang kita lakukan, doakan yang terbaik jika melihat rekan kita berubah baik, jauhkan perasaan merasa lebih tinggi dari orang lain.
Amarah
Saat perut lapar dan haus, biasanya seseorang akan mudah terpancing emosinya. Saya akui, menahan tensi emosi ini cukup sulit ketika sedang berpuasa tidak hanya di saat Ramadan. Melihat rekanan kantor melakukan kesalahan hingga mengganggu kinerja, bisa membuat mulut gatal ingin mengomel misalnya. Bukan berarti kita dilarang marah.
Marah itu manusiawi, hanya caranya yang tidak boleh membabibuta sampai menyakiti orang lain atau membanting barang misalnya. Bisa saja kita benar, tetapi cara marah yang buruk malah membuat nilai diri kita jatuh.
Itulah beberapa hal yang selayaknya kita kontrol di bulan suci ini. Semoga saja latihan ini bisa berlangsung terus meskipun Ramadan usai.
Saya tidak hendak memberikan ceramah tentang efek buruk dari bergunjing. Kita semua toh sudah tahu apa efek buruknya. Kita belum tentu lebih baik dari orang yang kita gunjingkan. Menahan diri ketika Ramadan adalah keharusan. Percuma kita menahan lapar dan haus namun gagal dalam menahan hawa nafsu. Setidaknya di bulan suci ini saya dan teman-teman yang kadang ingat dan kadang alpa, dapat mengerem sedikit bibir agar tidak mudah membicarakan orang lain.
Bagi saya ada beberapa hal lain yang butuh usaha keras untuk dikontrol. Barangkali Anda juga merasakannya?
Beli Makanan Berlebihan

Siapa yang tidak suka makan enak? Meskipun saya takut obesitas, aktivitas makan adalah hal yang paling saya sukai selain membaca, menulis dan traveling. Mau pergi ke tempat manapun, saya akan mencari informasi tentang tempat makan yang enak. Kalau mau bertemu sahabat, saya pasti akan menyesuaikan dengan jam makan. Bukan hanya karena saya memiliki gastritis cukup akut, tetapi makan adalah kegiatan menambah energi yang tidak bisa saya tunda.
Nah, saat Ramadan tiba, hasrat untuk membeli makanan berbeda-beda juga lebih mudah terpicu. Di beberapa hari pertama puasa, saya baru sadar jika minum beberapa teguk dan makan berat tidak sampai penuh piringnya juga bisa membuat perut kenyang. Justru perut saya mual ketika dijejali makanan terlalu banyak dalam waktu singkat. Akibatnya, sisa makanan pun dibuang. Sungguh sebuah pemborosan uang dan juga makanan pastinya.
Tahun ini saya belajar untuk mengontrol diri dari belanja camilan, makanan atau kudapan berlebihan. Lagipula yang tahu kondisi tubuh kita bukanlah orang lain. Makan terlalu banyak lalu kurang olahraga pasti menjadi hal yang tidak baik. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang sesuai anjuran Rasulullah memang jauh lebih menyehatkan.
Pamer Ibadah

Kadang-kadang berseliweran di akun-akun pribadi yang update kini sudah sampai juz berapa membaca Alqurannya, salat di tempat strategis lalu difoto, atau koar-koar di media sosial terkait pembelajaran agama. Saya tidak pernah memposting berbau ibadah, selain itu tak ada yang bisa saya pamerkan. Ibadah seharusnya menjadi ranah privat yang tak perlu diumbar di media sosial.
Jika doyan pamer apa saja ibadah kita, apakah ini tidak berbeda dengan kita pamer kemesraan dengan kekasih tanpa tahu tempat? Niat pamer yang muncul sedikit saja, sebenarnya telah mengurangi esensi beribadah itu sendiri. Sama juga dengan pamer ketika sedang bersedekah.
Merasa Diri Lebih Baik

Percaya diri itu baik, tetapi kalau sampai memicu tinggi hati maka artinya sudah berbeda. Di kala Ramadan, biasanya orang-orang akan berusaha menjadi lebih banyak beribadah dan religius. Kadang teman-teman atau kenalan yang kita lihat di kehidupan sehari-hari tidak terlalu religius, bisa jadi makin rajin ibadah sunnahnya di bulan ini.
Pernah tidak terselip kalimat begini di dalam hati,”Alah, paling habis Ramadan pasti balik bandel lagi.” Lalu semua kebaikan yang terlihat kita cibiri diam-diam. Kita beranggapan bahwa diri ini lebih baik segala-galanya dari orang lain. Hati-hati ya! Tiap orang bisa berubah lebih baik dan momen Ramadan dapat membuka keran-keran macet yang membuat seseorang jauh dari Allah SWT.
Lebih baik fokus pada ibadah yang kita lakukan, doakan yang terbaik jika melihat rekan kita berubah baik, jauhkan perasaan merasa lebih tinggi dari orang lain.
Amarah

Saat perut lapar dan haus, biasanya seseorang akan mudah terpancing emosinya. Saya akui, menahan tensi emosi ini cukup sulit ketika sedang berpuasa tidak hanya di saat Ramadan. Melihat rekanan kantor melakukan kesalahan hingga mengganggu kinerja, bisa membuat mulut gatal ingin mengomel misalnya. Bukan berarti kita dilarang marah.
Marah itu manusiawi, hanya caranya yang tidak boleh membabibuta sampai menyakiti orang lain atau membanting barang misalnya. Bisa saja kita benar, tetapi cara marah yang buruk malah membuat nilai diri kita jatuh.
Itulah beberapa hal yang selayaknya kita kontrol di bulan suci ini. Semoga saja latihan ini bisa berlangsung terus meskipun Ramadan usai.
Published on May 18, 2019 07:52
May 17, 2019
City Tour dan Berliterasi Ketika Puasa di Probolinggo

Sejak dulu saya penasaran apakah ketika sedang berpuasa saya bisa melakukan kegiatan traveling? Selama ini saya melakukan aktivitas sebatas bekerja, menulis, dan ngabuburit di bulan Ramadan. Tidak ada rencana untuk travelingdi tengah kondisi berpuasa begini. Saya takut tidak bisa menahan haus dan lapar hingga puasa terpaksa batal.
Ternyata angan-angan saya terjawab minggu lalu. Di tanggal 12 Mei lalu saya diundang di acara rutin Komunlis, sebuah komunitas literasi keren di Probolinggo, sebagai pembahas novel berjudul ‘Petrichor’. Kak Stebby Julionatan selaku founderKomunlis mengatakan akan mengajak saya berkeliling sejenak ke beberapa tempat terkenal di Probolinggo.
Untuk acara utamanya sendiri diselenggarakan jam tiga sore, tetapi apakah saya bisa jalan-jalan saat puasa begitu? apalagi Probolinggo juga dikenal sebagai kota yang cukup panas, tidak jauh dari Pasuruan atau Sidoarjo yang sudah saya akrabi. Namun namanya kesempatan bisa saja tidak datang dua kali, maka saya setuju untuk melakukan city tour singkat.
BJBR, Wisata Alam dengan Sentuhan RomantisSesampainya di Terminal Probolinggo, saya menunggu Kak Stebby yang baru selesai kebaktian di gereja. Untuk mencapai kota Probolinggo, saya putuskan naik bus patas jurusan Probolinggo-Jember yang berda di jalur nomor 5 kalau naik dari Terminal Purabaya. Harga tiket bus sebesar 35 ribu.
Tempat pertama yang saya kunjungi adalah BJBR (Bee Jay Bakau Resort). Tempat ini termasuk masih relatif baru dan saat ini tergolong tempat wisata hits di tengah anak muda. Tiket masuknya juga cukup murah yaitu 25 ribu rupiah. Di kepala saya, BJBR ini sama dengan wisata mangrove di Surabaya. Saya tidak menaruh ekspektasi tinggi. Nyatanya sesampainya saya di sana, saya tak berhenti mengucap kagum. BJBR tertata rapi, bersih, dan suasananya instagramable.

Di pintu masuk ekowisata, saya disambut lorong panjang ala Jepang. Bambu-bambu berwarna merah dibuat saling bersilangan sehingga membuat suasananya khas di negeri sakura. Lalu saya disambut hamparan luas pantai dangkal serta hutan bakau. Jalanan dibentuk dari pasir dan kayu-kayu yang dibentuk seperti jalan dermaga kecil. Angin sepoi-sepoi dipadu suara musik lembut membuat lingkungan makin terasa menenangkan. Beberapa orang berseliweran naik sepeda. Karena mungkin sednag bulan puasa dan siang hari, sedikit sekali pengunjung yang ada. Meskipun terik, saya sangat menikmatinya karena terpesona dengan lingkungan yang sangat nyaman tersebut.


(doc. pribadi)
Beberapa spot menarik terlihat seperti masjid apung dengan desain vintage dan rustic. Sangat romantis jika menyelenggarakan akad pernikahan di situ. Pengunjung bisa beribadah sembari mendengar debur laut dangkal dan angin yang bertiup lembut. Spot lainnya adalah Gembok Cinta BJBR. Seperti di Namsan Tower Korea Selatan, di sini banyak sekali gembok dengan tulisan pesan cinta para pasangan yang berkunjung. Harapannya agar cinta mereka terkunci seperti kunci gembok yang mereka pasang. Ini sih hanya bagian dari having fun, tetapi spot fotonya sangat menarik dan romantis.

Spot menarik lainnya adalah patung kuda troya yang digunakan Glenn Fredly untuk konser, lalu ada Bola Dunia, serta Piramida Botol. Bagi yang ingin menikmati suasana BJBR lebih lama, bisa menginap di bungalo-bungalo cantik yang disediakan di bagian dalam BJBR. BJBR juga mempopulerkan kegiatan recycling barang bekas seperti yang ditunjukkan di Piramida Botol. Piramida tersebut dibangun dari tumpukan botol bekas yang dicat warna-warni dan di sekitarnya terdapat kolam kecil. Di dalam kolam ini dipelihara juga beberapa ekor hiu blacktip.

Oya jangan lewatkan untuk mampir ke Beejay Benua Beruang. Di sini kita bisa berfoto menggunakan kostum seperti yukata dan baju khas Eropa. Ada spot menarik bersama boneka Teddy Bear dan Hello Kitty. Saya mencoba untuk menonton di bioskop 6D-nya. Kita akan membayar lagi untuk bioskop. Asyiknya hanya dengan dua pengunjung pun kami bisa masuk serta bisa memilih dua film singkat. Kita tidak perlu antre lama-lama seperti di Jatim Park.

(doc. pribadi)
Wisata Sejarah yang BerkesanBerikutnya setelah puas menjelajahi BJBR, saya beralih mengunjungi spot sejarah di Probolinggo. Tempat kedua adalah Museum Dr Mohamad Saleh. Museum ini adalah rumah salah seorang dokter sekaligus cendekiawan di masa penjajahan. Beliau lulus dari STOVIA lalu di usia 20 tahun bersama kawannya Dr. Soetomo dan pemuda lainnya mendirikan pergerakan Budi Oetomo.

(doc. pribadi)
Di rumah ini, pengunjung dilarang mengambil foto, jadi kita hanya bisa berfoto dari bangunan luar. Tiket masuknya pun gratis. Seorang pemandu akan mengantar berkeliling sambil menjelaskan sejarah hidup dokter yang banyak berjasa dalam membantu para pejuang ini dan juga mengenalkan fungsi tiap sudut rumah.
Dr Mohamad Saleh adalah seorang penyuka buku. Rumahnya pun rapi dengan perabotan indah yang tidak terkesan mencolok. Putra dan putri beliau banyak yang menjadi tokoh penting di Indonesia, salah satunya Abdulrahman Saleh yang kini namanya diabadikan sebagai nama bandara di kota Malang.
Sambil berkeliling, saya bisa membayangkan bagaimana dulu dokter menangani pasien di rumah yang juga dijadikan klinik. Beberapa ranjang dan alat kedokteran masih terpajang rapi. Menariknya, ada sebuah atap berlubang, tanpa tangga yang mengarah pada ruangan lain. Ruangan itu dulunya digunakan sebagai tempat mengobati para pejuang terluka. Supaya pemerintah Hindia-Belanda tidak tahu, maka ruangan tersebut dikamuflasekan sebagai atap.

Destinasi berikutnya saya mampir ke Gereja Merah. Gereja ini termasuk bangunan bersejarah yang dibangun sejak tahun 1863 dan kini beralih nama menjadi Gereja Immanuel. Uniknya, gereja yang warna utama berwarna merah tua ini dibangun dengan sistem knock-down alias bongkar pasang.

Bahan material bangunan didatangkan dari Belanda. Banyak wisatawan lokal dan mancanegara mampir ke Probolinggo demi mengunjungi gereja yang masih digunakan beribadah hingga kini. Gereja ini juga hanya ada dua di dunia, satunya lagi berada di Den Haag, Belanda.
Bincang-bincang Novel PetrichorPuas berkeliling ke beberapa landmark terkenal Probolinggo, saya bergerak ke jadwal utama yaitu bincang-bincang literasi. Kegiatan diawali talkshow di radio yang dipandu oleh Kak Stebby sebagai penyiar Suara Kota. Saya, Shalafy sebagai moderator dan Agustin Handayani sebagai penulisnya, langsung terlibat diskusi seru terkait pengalaman menulis kami.

(doc. pribadi)
Selesai siaran, kami berpindah ke halaman Togamas Probolinggo. Teman-teman Komunlis telah membuka acara dengan ramainya. Antusiasme anak-anak muda yang datang juga sangat baik. Sebagai pemantik diskusi, saya melihat semangat menulis adik-adik yang kebanyakan masih remaja juga cukup berapi-api. Pertanyaan yang masuk terkait teknik menulis menunjukkan gairah mereka dalam menulis.


Saya pulang setelah berbuka bersama kawan-kawan Komunlis. Suasananya riuh dan hangat, ini pertama kalinya saya merasa jika bedah buku bisa memiliki atmosfer ceria, seolah sedang berada di acara ulang tahun. Santai namun tujuan acara tetap tersampaikan. Semoga berikutnya saya bisa mampir ke acara Komunlis lagi dan menyerap suasana literasi dari komunitas keren di kota mangga ini.
Published on May 17, 2019 01:06
May 15, 2019
3 Hal Utama di Ramadan Kali Ini

Ramadan adalah bulan yang selalu membawa berkah. Siapapun pasti setuju jika bulan suci ini menjadi satu bulan penuh kebaikan. Berkah ramadan juga saya rasakan diiringi dengan banyak perubahan. Perubahan tersebut dimulai dari perubahan jam tidur, pergeseran jam makan, dan tentunya berusaha menjaga kondisi tubuh agar tetap fit selama berpuasa.
Soal limpahan pengamapunan dan pahala, sudah bukan hal yang asing buat kaum muslim, namun berkah ramadan kali ini saya merasakan jika apa yang dulunya terlihat penting, kini telah menjadi hal yang tidak utama lagi. perubahan itu meliputi keinginan berlebih dan perasaan-perasaan lain yang kadang sering mengganggu pemikiran saya.
Tak Perlu Berlebihan

Photo by Brooke Lark on Unsplash
Ramadan di tahun-tahun sebelumnya selalu identik dengan kudapan, camilan dan makanan berat. Biasanya jika sedang di rumah, saya akan mempersiapkan diri untuk membeli jajanan atau gorengan baru makan nasi. Sebelum berbuka, kepala saya dipenuhi dengan rencana mau makan apa. Terlebih lagi saya tinggal di tempat kos mulai dari Senin sampai Jumat. Rencana untuk membeli makanan tertentu sekilas menyenangkan, tetapi setelah waktunya berbuka, makanan-makanan kecil malah tak sempat saya sentuh.
Tahun ini frekuensi membeli makanan berlebihan sudah turun drastis. Tiap kali mulai bermunculan ide menu makanan yang ingin saya beli, selalu saya telaah berkali-kali, apakah benar saya ingin makan itu atau hanya sekadar lapar mata?
Menariknya, mungkin karena berkah latihan menahan diri untuk membeli makanan sia-sia, efek lainnya nafsu membeli buku juga perlahan berkurang. Di bulan-bulan sebelumnya, saya sering menghamburkan uang demi buku. Bahkan saya sampai rela membeli buku impor yang harganya mendekati biaya kos saya sebulan. Bulan ini tiap kali jari dan mata bergerilya mencari buku terbaru, saya ingat kalau masih banyak tumpukan buku yang belum dibaca. Setidaknya di bulan Ramadan kali ini, jika harga buku incaran terlalu mahal, saya dapat menahan diri sampai harganya turun.
Manajemen WaktuBerkah ramadan paling besar selain ibadah yang memiliki kualitas lebih baik, tentunya masalah manajemenwaktu. Manajemen waktu adalah hal yang lekat dengan kehidupan saya bahkan sampai hal terkecil seperti manajemen waktu makan juga harus saya atur. Jujur saja, saya adalah tipe orang yang tidak terlalu menyukai keteraturan. Saya suka spontanitas tetapi karena memiliki masalah kesehatan yang harus dijaga, mau tidak mau disiplin menjadi bagian dari hidup.

Awal puasa tentu lambung saya agak rewel, tetapi seiring berjalannya waktu, makan di saat sahur dan berbuka membuat pola teratur yang bersahabat buat lambung. Asam lambung hanya naik menjelang waktu berbuka. Saya juga lebih berhati-hati dalam memilih menu sahur, setidaknya saya paham mana makanan yang tidak baik dikonsumsi terlalu banyak.
Selain itu, saya jadi punya jadwal tertaru untuk menulis. Setelah salat tarawih, saya akan menulis setengah atau sampai satu jam. Mata akan mulai mengantuk menjelang jam sepuluh malam. Jam tidur jauh lebih teratur karena saya tidak ingin melewatkan waktu sahur. Sebagai penderita gastritis, sahur adalah kegiatan wajib yang tidak boleh dilewatkan. Orang lain bisa saja puasa tanpa sahur, namun kondisi lambung saya tidak memungkinkan hal tersebut.
Mengurangi yang Tidak PentingSudah mulai dua tahunan ini saya mengurangi ikut kegiatan buka bersama yang saya rasa tidak terlalu mendesak untuk diikuti. Bukannya saya malas silaturahmi, tetapi saya sering merasa jika bukber diisi dengan ngobrol-ngobrol biasa, foto-foto lalu agak susah untuk beribadah. Dan hal yang paling menonjol adalah pemborosan uang.

Photo by british actions on Unsplash
Di bulan ramadan kali ini, saya jauh lebih bahagia. Saya bisa melakukan hal positif seperti menjadi pembicara di luar kota dalam hal menulis, jalan-jalan singkat untuk menambah pengetahuan dan berbuka dengan orang-orang terdekat saja. Hampir tidak ada ajakan berbuka kecuali dari sahabat terdekat. Itu jauh lebih menyenangkan. Waktu bersama keluarga terasa lebih penting karena saya hanya bisa berkumpul dengan mereka di akhir pekan.
Itulah yang saya rasakan sebagai berkah ramadan kali ini. Tiap orang pasti punya kisah dan pengalaman yang berbeda. Apa hal utama di bulan ramadan Anda tahun ini?
Published on May 15, 2019 21:17
May 4, 2019
5 Cara Agar Hidup Lebih Woles

Woles adalah kata yang kini menjadi penting di tengah dunia maya atau juga dunia nyata. Lihat saja betapa sering kita temukan orang tidak saling kenal bisa bertengkar hingga menulis komentar menyakitkan untuk saling serang di kolom postingan atau sebuah berita di dunia maya. Berlanjut ke lingkungan sekitar yang hobi merecoki atau mengomentari orang lain hingga membuat kita tidak nyaman.
Betapa sulitnya untuk hidup woles, santai dengan tidak repot berkomentar untuk orang lain. Saya pun merasakan hal yang sama. Maunya rileks, menjalani hidup dengan baik tanpa gangguan, eh seketika niatnya buyar karena komentar julid orang lain. Kini melatih diri untuk berpikir woles memang bisa saya lakukan, meski kadang kalau mood sedang jelek maka usaha woles pun gagal.
Tidak selamanya memang kita mudah untuk bersikap woles. Tetapi seperti yang saya terapkan pada diri, woles itu bisa dilatih. Hal ini harus kita pelajari agar hidup tidak mudah terganggu hanya karena komentar dan kritik orang yang tidak membangun. Kita pun belajar agar jangan sampai suka nyinyir pada orang lain. Woles meski teman kita ada yang lebih sukses contohnya.
Inilah 5 hal yang bisa kita terapkan agar hidup bisa lebih woles.
Menciptakan Bahasa Optimis

Menciptakan bahasa optimis bukan sekadar diucapkan di lidah. Hal yang paling utama adalah ubahlah persepsi bahasa yang sering muncul di kepala kita. Pilihlah bahasa optimis namun tidak bermakna mengajak berperang. Apa maksudnya?
Pilihan kata seperti, ‘Aku harus mengalahkan si A’ Atau kata seperti ‘Waktunya berjuang di hari baru’, kesan awalnya memberi optimis menyuntikkan semangat juang. Padahal tanpa sadar, jika kita menganggap orang lain sebagai lawan dan menganggap hari esok sebagai medan pertempuran, hidup akan lebih tegang. Stres pun lebih mudah datang.
Ciptakan bahasa optimis yang membuat kita kuat namun juga rileks. Bangkitkan optimisme dalam diri agar bisa santai meski hidup tidak selalu ramah. Yang sering saya lakukan ketika pagi hari adalah membuka mata lalu mengucap syukur. Ketika bercermin saya berkata,”You are great and beautiful, Reffi.”
Mulanya saya tidak tahu jika hal itu ada gunanya. Namun melihat respons saya pada kritik yang kadang-kadang menjatuhkan lalu saya yang tidak terlalu ambil pusing, saya sadar jika saya merasa percaya diri. Saya anggap orang-orang julid itu hanya iseng atau mungkin iri pada apa yang saya hasilkan. Saya akan mendengar kritik dengan bahasa santun yang memberi perbaikan, bukannya menyinggung tanpa dasar.
Melepas Ketegangan

Know your mind and body sincerely. Kita harus mengenali tanda-tanda tubuh jika sedang telalu tegang hingga stres muncul. Seperti saya akan tahu jika tubuh ini minta istirahat dari asam lambung naik meski makan teratur, tubuh sakit-sakit karena kurang olahraga, dan mood swing yang mendadak semakin buruk.
Saya dulu tidak tahu jika gejala di atas adalah tanda jika saya sedang stres. Tetapi ketika sahabat tedekat mengingatkan saya agar bisa lebih woles dan tidak moody, baru saya renungkan sebenarnya ada apa dengan saya. Kini meski misalnya saya belum tahu apa penyebab stres, ketika alarm tubuh berbunyi seperti asam lambung tinggi atau badan kurang fit, maka saya matikan internet, berolahraga atau menonton drama korea kesukaan. Tarik napas dalam-dalam lalu merenung. Pilihlah kegiatan apa saja yang tidak memberi beban dan membuat kita lebih tenang.
Hidup di Masa Kini

Dengarkan napas, lihat arah langkah kaki, perhatikan apa yang ada di sekitar kita. Biarkan diri sadar sekarang berada di mana, arahkan kesadaran ke hari ini, saat ini, bukannya mengembara ke masa lalu atau masa yang belum kita tahu bentuk dan rupanya. Saat saya sedang merasa penuh tekanan, saya coba tips sederhana seperti menutup mata lalu bernapas pelan-pelan. Saya hayati napas itu sampai tubuh rileks.
Atau cara yang paing cepat biasanya saya pergi ke tempat khusus body massage. Saya catat apa saja yang sudah saya lakukan hari ini. Kalau kepala terasa penuh dengan tujuan yang akan datang, saya sederhanakan dengan mencatat apa yang bisa saya kerjakan hari ini dari skala prioritas tertinggi. Fokus pada saat ini membantu kita menyederhanakan keruwetan pikiran.
Melepas Emosi Negatif

Melepas emosi negatif seperti iri, tinggi hati, rendah diri dan perasaan lain yang bisa menjadi toxic. Bagaimana cara melepaskan jika curhat, menulis atau melakukan hobi tidak bisa membuang emosi negatif yang bertahun-tahun telah terkumpul? Cobalah cari bantuan ahli. Fokuslah pada apa yang penting buat diri kita, jangan terlampau fokus dengan milik orang lain. Mulai berlatih meditasi atau memperbanyak aktivitas mendamaikan misal beribadah juga diyakini mampu menurunkan kadar emosi buruk.
Bedakan Kebahagiaan dan Pencapaian

Kita tidak perlu mencapai keberhasilan tertentu untuk menjadi bahagia. Bedakan kesuksesan dengan bahagia. Dulunya saya juga berpikir untuk menjadi bahagia maka saya harus sukses A, mencapai B atau mendapat Z. Euforia kebahagiaan ketika berhasil mendapat sesuatu itu kadang semu, hanya berlangsung sesaat. Kalau hati tidak bahagia dan merasa tidak puas, ya sedih lagi pastinya.
Bahagialah dengan kondisi tubuh yang kita miliki. Bahagialah dalam memilih apapun yang kita jalani. Bahagialah ketika pernah kalah dan berduka. Bermimpi lalu mencapai keberhasilan adalah bagian kecil dari kebahagaiaan. Penerimaan diri sepenuhnya dan menciptakan bahagia itu keputusan kita.
Itulah 5 cara agar hidup bisa lebih santai dan woles. Dan semuanya adalah kondisi yang bisa kita ciptakan serta bisa kita kendalikan. Tidak ada lagi nih kalimat,”Gara-gara dia makanya aku nggak happy.” Choose your sanity with being happy!
Published on May 04, 2019 02:13
April 17, 2019
Pandangan Saya Pada Dunia yang Makin Tidak Ramah

Mengikuti kasus Audrey, seorang remaja SMP yang diberitakan dirisak oleh segerombolan anak perempuan, membuat saya menangis. Meskipun pada perkembangannnya banyak simpang siur yang menambah berita ini semakin ricuh, yang saya temukan adalah betapa mahalnya untuk menjadi diri sendiri saat ini.
Kita terpapar dengan banyak film, acara, sinetron yang mungkin tidak bagus ditonton seorang remaja. Katanya, anak-anak yang menjadi terduga perundung ini marah karena kalimat yang diucapkan Audrey juga. Ya, kita belum tahu duduk permasalahannya namun satu hal yang pasti, kalimat dan tindakan buruk dilakukan sebab menjadi seorang yang ‘bad’ terlihat lebih keren daripada ‘good’.
Saya pun pernah menjadi seorang abege. Insecurity adalah tema besar yang menjangkiti sebagian abege, selain masalah pencarian jati diri. Saya heran melihat ada anak-anak lain yang punya selera pakaian bagus, saya kagum dengan mereka yang mudah sekali berganti-ganti pacar, saya ternganga melihat mereka yang mempunyai fisik cantik atau tampan dan memiliki barisan pengagum. Lalu, saya merasa jika tak ada yang bisa dibanggakan dari diri saya yang berpipi tembam, tidak berkulit putih cerah dan lebih menyukai perpustakaan ketimbang hang out ke mal.
Ada masa di mana saya tak sepenuhnya percaya arti persahabatan. Ya ada kejadian-kejadian tidak enak, hingga akhirnya saya terbiasa memasang pagar tinggi. Di masa SMU, baru saya beruntung bisa bersahabat dengan 3 orang perempuan yang tidak pernah memandang saya aneh. Mereka tidak menertawakan saya yang begitu mencintai buku dan bermimpi menjadi penulis.
Saya bahagia karena tak pernah malu menjadi kutu buku, namun saya juga besyukur karena saya beruntung.
Barangkali, Audrey yang katanya memicu amarah anak-anak perundung, tidak tahu cara terbaik untuk mengekspresikan ketidaksukaannya secara pas di media sosial. Mungkin, anak-anak yang katanya main keroyok ini akan gemetar hebat jika tidak datang beramai-ramai. Mereka merasa benar dengan tindakan maisng-maing, walau tetap saja mengeroyok dan merundung bukanlah sebuah tindakan yang bisa dilewatkan. Hukum harus berjalan, namun bisakah kita yang dewasa ini tidak turut menambah runyam?
Andai saja saya tak bertemu sahabat-sahabat saya di masa SMU, mungkin saya masih menjadi kutu buku yang tak punya kehidupan sosial. Mungkin bisa jadi terjadi sebaliknya, karena merasa malu dengan kebiasaan cupu dan ingin dianggap keren, saya ingin menjadi sosok lain yang bukan diri saya sebenarnya.
Ada yang bunuh diri karena putus cinta. Ada yang merelakan kesuciannya demi tidak kehilangan kekasih. Ada yang membunuh karena sakit hati. Dan saat ini sudah sering terjadi di dunia remaja. Mengerikan, bukan?

contoh buruknya
Kita Bisa Saja Menciptakan Monster
Jangan menyalahkan satu sama lain, karena keacuhan kita dan omongan kita yang tidak enak barangkali menancap di hati seseorang hingga membuat dia dendam. Siapa yang tidak pernah sebal dan kesal? Namun, perkara membiarkan dendam itu menjadi bibit kejahatan adalah hal yang sangat berbeda. Kita marah pada suatu tindakan kejam, namun apakah kita tidak pernah melakukan hal yang kejam pada seseorang? Itulah sebabnya dulu saya takut untuk berteman, karena bagi saya manusia adalah makhluk kompleks yang punya banyak topeng, termasuk topeng monster.
Mencintai Diri Sendiri Bukanlah Kejahatan
Tetapi mengisolasi diri bukanlah jalan terbaik. Lewat berteman dengan sahabat-sahabat terbaik, saya belajar untuk mengenali karakter yang sangat berbeda. Mereka mengajari saya untuk memaafkan, untuk menangis, untuk saling marah namun tidak saling membenci. Sebelum bertemu mereka, saya setengah mencintai diri saya sendiri, tetapi setelah berjumpa mereka saya merasa lebih banyak dicintai selain oleh keluarga.
Jadi buat kalian yang saat ini diajak teman untuk memukuli seseorang, melabrak seseorang atau tawuran bersama atas nama pertemanan, maka itu bukanlah persahabatan sesungguhnya.

Kalau mereka yang mengaku temanmu, namun mengejek impianmu, melarangmu untuk mencintai passionmu karena dianggap tidak keren, jauhilah mereka dan jadilah orang keren untuk diajak berteman oleh kawan positif lainnya. Orang yang lebih tua, bukanlah musuh yang harus dihindari. Mereka juga pernah seusiamu, pernah menghadapi masalah-masalah remaja sepertimu, jadi coba dengarkan ketika mereka mulai berbicara.
Mencintai diri sendiri bukanlah kejahatan, selama kamu tidak menganggap dirimu paling baik dan mereka yang tidak sepertimu itu menyebalkan. Mencintai diri berari tahu, kapan saatnya tinggal dengan teman yang memberimu pengaruh positif, dan meninggalkan mereka yang mengajakmu bertingkah buruk.
Takut tidak akan memiliki teman? Mungkin mainmu kurang jauh dan kamu kurang membuka diri pada banyak komunitas menarik yang menawarkan banyak sosok muda berbakat.
Dunia bukan hanya tentang keren dan tidak keren, cantik atau kurus, modis atau cupu. Dunia adalah wahana bagi kamu yang masih berusia muda untuk belajar sebanyak-banyaknya, termasuk pembelajaran untuk tidak menyakiti orang lain.
Published on April 17, 2019 06:34