Dion Yulianto's Blog, page 9

November 2, 2011

Fablehaven 2, Rise of the Evening Star

Judul                : Fablehaven 2, Rise of the Evening StarPengarang        : Brandon MullPenerjemah      : Reni IndardiniPenyunting        : Rika Iffati FarihahDesain Sampul: Fahmi IlmansyahCetakan           : 1, Agustus 2011Tebal                : 580Penerbit            : Mizan Fantasy           


Jika ada yang bertanya apa itu Fablehaven, maka itu adalah tempat perlindungan alias suaka untuk melindungi makhluk-makhluk mitologis yang masih tersisa di dunia modern ini. Dan, jika Anda ingin tahu alasan mengapa seri Fablehaven 2, Rise of the Evening Star ini begitu heboh diperbincangkan sebagai salah satu penerus terbaik seri Harry Potter, saya beri lima alasan—sebagaimana jumlah kelima artefak luar biasa yang menggerakkan  alur cerita di seri kedua ini.
            Pertama, Seth berulah lagi. Bagi Anda yang telah membaca Fablehaven 1, The Secret Sanctuary, pasti sudah marfhum dengan kelakuan adik laki-laki Kendra yang ceroboh dan terlampau berani ini. Bermula dari perangkap yang dilancarkan oleh pihak musuh, sesosok makhluk kuno bernama Olloch si Rakus terus-menerus mengejar Seth dan makhluk itu hanya akan puas setelah ia melahap Seth. Begitu kuatnya Olloch hingga Seth hanya bisa berlindung di balik sihir yang melingkupi Fablehaven. Dalam seri kedua ini, pembaca juga lebih diajak mendalami karakter Seth yang ternyata memiliki pribadi yang lebih berwarna-warni serta unik, bertentangan dengan karakter Kendra yang terlalu "lempeng". Keberanian dan pengorbanan yang ditunjukkan oleh Seth saat melawan Revenant yang menjaga menara terbalik tempat artefak disembunyikan juga luar biasa. 
            Kedua, jalan cerita yang lebih seru dan menegangkan. Tidak bisa dipungkiri, selain lebih tebal, seri kedua ini juga menawarkan alur cerita yang lebih menegangkan, lebih variatif, lebih penuh konflik dan pertempuran melawan makhluk-makhluk mitologis. Dari awal saja, pembaca sudah digiring pada perburuan benda pusaka, melawan golem, hingga menyingkap tabir Persekutuan Bintang Malam. Dari sini, kita akan mulai memahami konflik apa yang muncul antara para Konsenvator (pihak penjaga suaka) dan Pesekutuan Bintang Malam (yang hendak memusnahkan suaka makhluk mitologis untuk kepentingan pribadi). Konflik yang terjalin makin seru karena  Seth dan Kendra secara resmi telah masuk dalam jajaran pelindung Fablehaven. Keduanya kini memegang tanggung jawab untuk menjaga suaka.
            Ketiga, karakter yang lebih beragam. Dari seri kedua ini, muncul karakter-karakter lain yang cukup unik. Ada Vanessa, sang ahli penjinak binatang-binatang mitologis. Ada Coulter si ahli benda-benda pusaka. Serta, Tanu si ahli ramuan. Pembaca juga akan disuguhkan dengan aneka makhluk mitologis yang tak kalah seru. Ada Revenant yang bisa membuat kulit seseorang yang disentuhnya menjadi albino. Ada Olloch si rakus yang awalnya berasal dari patung kodok kecil dan akan terus membesar sebelum ia memakan orang yang pertama kali membangkitkannya (yakni si Seth). Ada juga sang penjaga artefak, yang darinya Anda mungkin akan menemukan jawaban mengapa kucing sering disebut sebagai binatang yang memiliki sembilan nyawa. Brandon Mull benar-benar tidak pelit dalam menciptakan beragam makhluk mitologis dalam cerita karyanya ini.
            Keempat, sihir yang lebih banyak. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Fablehaven di samping menjadi suaka makhluk mitologis juga menjadi salah satu tempat penyimpanan lima artefak paling kuat. Kelima artefak ini jika disatukan akan membuka gerbang ke dunia kegelapan, yang mengacam seluruh dunia beserta isinya. "Yang satu menganugerahi kekuatan melampaui ruang, yang lain melampaui waktu. Yang ketiga menganugerahi penglihatan tak terbatas. Yang keempat bisa menyembuhkan penyakit apapun. Dan satu lagi menganugerahkan keabadian." (hlm 120).
            Kelima, kejutan dan ­ending yang lebih mengena dan memuaskan. Kejutan dalam cerita, elemen inilah yang sering kali menunjukkan piawai atau tidaknya seorang pengarang. Dan, Barndon Mull berhasil membuktikan dirinya sebagai perangkai plot yang hebat. Di setiap sudut hutan, setiap pinggir jalan, di balik pepohonan, di dalam sebuah rumah tua, dalam ruang tamu Grandpa yang hangat, dalam ramuan emosi Tanu, dalam sarung tangan tak kasat mata Coulter; semuanya menawarkan jalinan plot dan arahan cerita yang benar-benar seru. Persaingan antara Kelompok Konsenvator dan Bintang Malam juga semakin memanas. Satu lagi, ada satu pengkhianat di dalam Fablehaven, seorang pengkhianat yang telah membiarkan si Olloch masuk dan memangsa Seth.
            Lalu, bagaimana Seth selamat dari kejaran si Olloch? Siapa pengkhianat di antara mereka? Apakah Kendra dan Seth berhasil mendapatkan artefak itu? Lalu, kira-kira artefak nomor berapa yang tersimpan di fablehaven? Bacalah, saya jamin Anda tidak akan menyesal telah membaca seri ini. Ceritanya benar-benar memuaskan dahaga para penggemar fantasi.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 02, 2011 19:04

November 1, 2011

Dark Goddess

Judul                : Dark GoddessPengarang        : Sarwat ChaddaPenerjemah      : Ferry HalimPenyunting        : Fenty NadilaPenyerasi          : Jia EffendiePewajah isi       : Nur AlyCetakan           : 1, September 2011Tebal                : 480Penerbit            : Atria


            Pengabungan antara fiksi-fantasi dengan tema-tema kontroversi dalam historika dunia, itulah yang mungkin hendak disampaikan oleh Sarwat Chadda dalam Dark Goddess. Novel Dark fantasy yang merupakan sekuel dari novel pertamanya, Devil Kiss, ini memungut topik-topik menarik dalam sejarah dan geografis dunia, untuk kemudian dipadukan dengan tren fiksi bertema vampire dan manusia serigala yang saat ini sedang booming pasca meledaknya Twilligt dan Vampire Diaries. Dalam novel ini, penulis menggunakan kelompok Ordo kesatria Templar sebagai kelompok pejuang utama. Ordo yang pernah menjadi begitu populer lewat The Da Vinci's Code ini dimunculkan kembali dalam bentuk yang lain, yang lebih fantastis. Jika dalam sejarah, ordo ini dibentuk sebagai pasukan pelindung Yerusalem semasa Perang Salib, maka dalam buku ini mereka dipersiapkan untuk menghadapi perang yang sebenarnya—perang melawan iblis dan kegelapan yang diwakili oleh Makhluk Tidak Kudus (vampire, ghoul, manusia serigala)
            Adalah Billi atau Bilqis Sangreal, anak dari ketua Ordo Ksatria Templar yang menjadi inti cerita dalam novel ini. Gadis yang baru berusia 15 tahun ini terpaksa harus menjalani berbagai latihan keras dan beragam pertempuran karena tanggung jawabnya sebagai salah satu dari Ksatria Templar. Dalam kisah di buku pertama, Billi dikisahkan melawan Malaikat Michael yang hendak menghancurkan dunia, sementara dalam buku kedua ini, Billi dan Ksatria Templar harus menghadapi seorang dewi Bumi dari Rusia, sang Baba Yaga, sang Ibu Rusia. Dewi purba yang kekuatannya terikat pada elemen alam ini membutuhkan roh seorang Anak Musim Semi, atau anak yang memiliki kekuatan khusus—mungkin mirip dengan anak indingo. Untuk tetap bertahan, Baba Yaga harus menelan seorang Anak Musim Semi, dan Billilah yang kali ini harus melindungi si anak tak berdosa itu dari serbuan para manusia serigala yang merupakan anak buah sang dewi.
            Masalah semakin rumit ketika Billi dan Ksatria Templar menemukan fakta bahwa Anak Musim Semi yang mereka lindungi adalah juga seorang Avatar—kekuatannya hampir serupa dengan Baba Yaga. Gadis kecil itu mampu mengendalikan letusan Gunung Vesuvius yang mengubur kota Naples, Italia. Dan, Baba Yaba hendak menggunakan kekuatan itu untuk kembali meletuskan gunung berapi super Yellowstone untuk menimbulkan zaman es atau fimbulwinter.. Kali ini, pertaruhannya adalah seluruh umat manusia yang hendak dimusnahkan oleh Baba Yaga. Dan, ketika akhirnya kawanan manusia serigala itu mampu merebut si anak musim panas, Billi dan para Ksatria Templar harus berkejaran dengan waktu untuk merebut kembali si Anak Musim Semi. Mereka mendatangi Rusia, rumah bagi Baba Yaga sekaligus bertemu dengan ksatria Templar ala Rusia, yakni Bogatyr. Dan, pertempuran dan perkelahian pun tidak bisa dielakkan lagi.
            Sepanjang 480 halaman, pembaca akan disuguhi perang berdarah, cabikan cakar serigala, sayatan pedang, hingga tembakan pistol. Namun, penulis dengan lihai juga mampu menyisipkan benih-benih romantisme dalam kadar yang tidak terlalu berlebihan. Inilah yang membuat novel aksi ini tidak membosankan untuk dibaca, karena efek aksinya dapat, bumbu-bumbu romannya juga ada—berselang-seling seperti hutan pinus dan hutan cemara di Rusia. Keunikan dari novel ini terletak pada kepiawaian sang penulis dalam meramu unsur mitologi dengan peristiwa-peristiwa dan tempat-tempat nyata dalam sejarah. Kota-kota dan bangunan-bangunan di Rusia pun mampu ia deskripsikan dengan begitu nyata, sehingga membuat pembaca diajak mengunjungi sebuah tempat yang begitu eksotis di luar Eropa dan Amerika.
            Menarik juga mengamati bahwa penulis tampaknya hendak mengangkat isu lingkungan melalui Baba Yaga. Gunung Vesuvius, Super Volcano Yellowstone, Hutan Tuguska, Siberia, Bencana Chernobyl, hingga zaman es akbar yang menjadi simpul-simpul penggerak cerita menjadi indikasi bahwa novel ini menawarkan sesuatu yang lebih. Permainan psikologis dengan karakter yang abu-abu di dalamnya juga menjadikan novel ini begitu kompleks, namun tetap simpel. Melalui sang manusia serigala, kita terpaksa meninjau ulang apa peran dan posisi manusia di muka bumi ini.
            "Kalian memerkosa dan menjarah. Kalian menyedot Bumi hingga kering dan membunuh sesama kalian. Spesies apa yang menjadi sejahtera di bawah dominasi manusia? Tidak ada satu pun. Bumi ini bukan milik kalian. Kekayaan planet ini seharusnya dinikmati oleh semua, bukan cuma dilahap oleh satu spesies yang mengaku bahwa mereka telah diberi hak oleh Yang Maha Kuasa." (hlm 364) #jleb!
            Walau mengangkat isu lingkungan, novel ini tidak kehilangan gregetnya sebagai novel fantasi. Pertempuran berdarah yang disuguhkan di dalamnya dijamin akan memuaskan para  pecinta karya aksi. Pertautan yang digunakan penulis juga cukup logis dan masuk akal, sehingga pembaca digiring pada pemahaman bahwa mungkin saja ada kekuatan-kekuatan misterius yang senantiasa mengintai manusia di balik kegelapan, termasuk dalam hal ini adalah kekuatan Alam. Lalu, bagaimana akhir dari pertempuran Billy melawan para manusia serigala itu? Siapakah pengkhianat yang sebenarnya? Dan, apakah Billi akan jatuh cinta dengan seorang pangeran muda dari Rusia? Pokoknya silakan dibaca sendiri dan rasakan ketegangannya. Satu catatan kecil, catatan di cover belakang mungkin sedikit agak menyesatkan hehehe jadi lebih baik menikmati bab demi bab dalam novel ini dan jangan terpaku pada kalimat "melawan binatang buas dalam diri sendiri" karena Billi akan lebih banyak bertarung melawan serigala jadi-jadian itu secara fisik.  
            "Alam akan selalu menang" Vasilia memaki kembali mahkota itu. "Chernobyl adalah buktinya."(halaman 479). Mari kita jaga Bumi!
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 01, 2011 18:47

October 30, 2011

An Other Heart

Judul                : An Other HeartPengarang        : T. AndarEditor               : Yusuf AnasSampul             : Kotak HitamCetakan           : 1, Juli 2011Halaman           : 427Penerbit            : Laksana (DIVA Press)


 Ada cinta yang kurasakan, saat bertatap dalam canda.            Ada cinta yang kau getarkan,saat ku resah, dalam harap.  

Persembahan dari hati dalam bentuk untaian kata dan bait-bait kalimat paling manis, itulah definisi paling mendekati dari novel An Other Heart karya T. Andar ini. Terbuai dengan dahsyatnya petualangan dan luasnya fantasi, saya sempat hampir melupakan membaca genre merah jambu ini. Melupakan fakta bahwa bacaan jenis inilah yang dahulu pernah menerbangkan angan setiap pembaca menuju salah satu tahap dalam kehidupannya, tahap mencintai dan dicintai oleh sang tautan hati. Mereka yang anti-romantisme, yang mencecar habis genre romance sebagai genre "menye-menye", yang menolak mentah-mentah segala bacaan yang terlalu banyak bumbu cinta antara pria dan wanita; sebaiknya mencoba membaca buku ini. Bukan untuk mengubah total pandangan mereka akan suatu karya sastra yang lama dianggap picisan ini, sama sekali bukan. Bacalah novel ini sekadar untuk mengingatkan kembali bahwa ada kisah yang luar biasa manis dalam hidup ini, yang sungguh merugi bila tidak sempat dinikmati, yakni kisah cinta.
Andrea Shelton adalah  seorang wanita lajang dan sukses, masa depannya begitu cerah sebagai  seorang pewaris dari bisnis keluarga yang kaya raya. Jalan kehidupannya seolah begitu sempurna, tampak luar biasa kuat dan tegar, padahal wanita ini sebenarnya sangat rapuh di dalam. Daniel Douglas adalah seorang sutradara terkenal, pembuat film, memiliki mobil dan rumah mewah serta tampang rupawan. Ia ibarat magnet bagi mata wanita. (Udah ada yang bosen dan menguap belum ya membaca pengantar ini hihihihi sabar). Kedua tokoh yang sempurna ini pun bertemu, dan sebagaimana bisa kita tebak, benang-benang takdir mulai membentuk tali spesial yang luar biasa indah bagi keduanya. Entah ironis atau memang trademark novel romance itu seperti ini, keduanya yang semula saling menghindari akhirnya menemukan bahwa satu bagian dari dirinya ternyata mampu melengkapi bagian dari diri yang lainnya.
Ayah Andrea, Mr. Shelton, memaksa Andrea untuk menikah dengan pria pilihannya kecuali jika Andrea mampu menunjukkan bahwa ia sudah memiliki pria pilihan hatinya sendiri. Daniel sendiri tengah dikejar-kejar oleh Sandra, cewek supermodel yang memaksa untuk menjadi pacarnya, padahal Daniel benar-benar tidak tahan dengan sikap Sandra yang terlalu over itu. Di lain pihak, Daniel juga belum mampu menghilangkan kenangan manis tentang kekasihnya yang telah meninggal saat hari pernikahan mereka. Silakan ditebak, nama mantan kekasih Daniel juga Andrea (du … du … du). Terbentuklan suatu simbiosis mutualisme di antara keduanya. Andrea dan Daniel pun sepakat untuk melakukan "kawin kontrak" agar keduanya terbebas dari segala tuntutan yang tidak menyenangkan itu. Andrea bebas dari ayahnya dan Daniel bebas dari Sandra. Sudah selesai ceritanya? Belooommmm hahahaha.


"Aku tak tahu kenapa jantungku berdetak hebat saat aku mencium aromamu, aku tak tahu kenapa aku tak bisa berkata-kata dan lututku terasa lemas saat aku menatap matamu, aku tak tahu kenapa aku tak bisa sedikitpun melupakanmu, dan aku tak tahu kenapa …." (hlm. 377)
Konflik mulai muncul. Witing tresno jalaran seko kulino. Pertemuan yang intens antara keduanya tanpa sadar mulai memunculkan benih-benih suka. Berawal dari simpati, kemudian menjurus pada rasa ahihihihi. Dan, di malam pergantian tahun, ketika Andrea tengah galau dan Daniel sedang meracau, terbentuklah kristal-kristal kasih yang merobek selapis perjanjian tipis di antara keduanya. Cinta kasih telah menang atas egoisme dan akta perjanjian. Sejauh apapun manusia menghindar, ia tidak akan pernah bisa menghindar dari panah cinta. Dan di malam dingin bersalju itu, keduanya berpagut mesra di suatu sudut apartemen nan indah, di mana segala sesuatunya terjadi, di mana segala sesuatunya dimulai. Ketika kasih telah meletupkan bunga-bunganya, itulah saat di mana kepercayaan itu diuji.
Ctarrrr … secepat kejadiannya, secepat itu pula kepercayaan itu diuji coba. Daniel malah meninggalkan Andrea ketika wanita itu mulai mempercayainya. Terjadi salah paham. Andrea mendakwa bahwa Daniel hanyalah seorang playboy, padahal Daniel tengah mengunjungi makam mantan kekasihnya. Daniel merasa telah mengkhianati Andrea yang lama karena dia akhirnya telah menemukan Andrea yang baru. Dari sini, konflik mulai mengalir, yang digambarkan oleh sang penulis dengan begitu lihai dan ringan sehingga saya tanpa sadar ikut terhanyut dalam cerita. Tidak melulu bercerita tentang cinta, An Other Heart juga menyuguhkan sesuatu yang selama ini luput dari cerita sejenis, yakni kehidupan berumah tangga. Tidak hanya menghadirkan manisnya memadukan hati, novel ini juga mementaskan drama kehidupan rumah tangga nan dijalin rumit namun tidak kehilangan unsur "tulisannya", yang menjadikan novel ini jauh dari kesan sinetron.
Saya menyebut An Other Heart sebagai fiksi romantis yang dewasa, karena kalau tidak demikian, mengapa saya mampu merampungkannya hanya dalam tiga hari. Bayangkan, hanya tiga hari untuk melahap sebuah novel romantis (*tepuk tangan). Font-nya yang besar namun tipis, panorama halaman yang bersih, kertasnya yang ringan, serta ukuran bukunya yang pocket¸ menjadi nilai plus dari buku ini. Ceritanya memang simpel, seputar kawin kontrak dan lika-likunya. Tapi, entah mengapa sangat sulit untuk meletakkan buku ini sebelum kita rampung membacanya. Satu lagi kejutan utamanya, novel ini didesain dengan alur cerita dan kemasan mirip-mirip novel romance ala Harlequin. Setting ceritanya juga bukan di Indonesia, mungkin di Amerika. Membacanya serasa kita membaca chicklit dari luar negeri, padahal novel ini asli karangan anak negeri. Saya sangat salut.
Pesan terakhir, jangan meremehkan kekuatan cinta karena cinta juga turut menggerakkan jalannya peradaban di dunia. Dan, ketika cinta menyapamu, jangan ragu-ragu untuk ikut serta dalam meriahnya jamuan kehidupan dalam nuansa merah jambu ini. Uhuk..uhuk J Lalu, bagaimana kelanjutan kisah kasih Andrea-Daniel? Anda pasti bisa menebaknya sendiri. Pokoknya so sweetttt.
Andrea tersenyum. Dia bahagia memiliki dan menjadi milik Daniel. Lalu, secara perlahan, entah siapa yang memulai, mereka benar-benar berciuman! (Halaman 427)
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 30, 2011 19:02

October 27, 2011

The Vampire Diaries, The Return: Shadow Souls

Judul                : The Vampire Diaries, The Return: Shadow SoulsPengarang        : L.J. SmithPenerjemah      : Nengah KrisnariniPenyunting        : Moh. Sidik NugrahaPem. Aksara    : Dian PranasariPewajah Isi       : Dinar R.N.Tebal                : 706 halamanCetakan           : 1, September 2011Penerbit            : Atria

            "Ya ampun", katanya. "Ada yang tidak beres!" Elena memandang Bonnie. Bonnie memandang Meredith. Meredith memandang Elena." (hlm 708). Ada yang benar-benar tidak beres pada Damon. Kok bisa? Ada apa  dengan vampire angkuh tapi mempesona itu? Mari kita ulang rekamannya dari awal.
            Sekedar sinopsis bagi pembaca yang belum membaca kisah cinta segitiga dalam Vampire Diaries. Elena adalah seorang gadis SMU cantik yang disukai oleh Stefan dan Damon—dua-duanya adalah kakak-beradik vampire berusia 500 tahun dari Italia. Namun, Elena tetap harus memilih, dan Stefan sang adik yang jauh lebih kalem, lebih romantis, lebih ramah pada manusia pun menjadi pilihan Elena. Vampire Diaries berkutat dengan kisah cinta vampire-manusia ini, dipadukan lagi dengan tema-tema perang melawan dunia kegelapan.  Kalau sudah telanjur menyimak dari awal, pembaca dijamin akan keranjingan mengikuti seri-seri berikutnya dari Vampire Diaries.
Dalam seri The Shadow Souls ini, Elena kehilangan Stefan yang diculik oleh sesosok makhluk kegelapan dan dibawa di Dimensi Kegelapan. Dengan modal tekad dan nekad, Elena bersama Damon pun memasuki Dimensi Kegelapan di mana hanya ada vampire, dedemit, dan kitsune—monster pencuri pikiran yang juga piawai mengambil alih pikiran seseorang. Sementara, kota tercinta mereka Fells Church juga terancam bahaya. Benih-benih yang ditebarkan kitsune telah menyebabkan teror kesurupan di seantero kota. Teman-teman manusia Elena pun berbagi tugas, Matt menjaga kota, sementara Meredith dan Bonnie ikut serta Elena dan Damon ke dimensi gelap. Di tempat ini pula, Elena mulai mengembangkan kekuatan aura dan sayap-sayap perlindungannya. Elena kini kuat dan punya kekuatan. Nah, ini baru menarik!
            L.J. Smith menambahkan warna baru dalam genre vampire Barat. Ia menambahkan monsterkitsune, roh dari Jepang yang menyerupai rubah atau musang. Pembaca mungkin bisa membandingkannya dengan rubah ekor sembilan dalam film Naruto. Kitsune memiliki kemampuan mencuri ingatan dan mengambil alih keinginan seseorang, dan siluman ini juga luar biasa kuat. Damon pernah menjadi korban. Masalah besar bagi Elena dalam perjalanan ke Dimensi Gelap ini bukan hanyaKitsune, tapi justru Damon yang selama perjalanan terus-menerus "menggodanya". Bukan menggoda dalam arti nakal, tapi Damon lebih menampakkan sisi ramah dan rapuh yang selama ini ia sembunyikan—dan Elena berulang kali hampir jatuh pada pesona Damon, sekaligus membuatnya merasa mengkhianati Stefan. Sementara, Damon sendiri juga paling tidak tahan demi melihat leher Elena yang putih dan dihiasi renda-renda dari pakaiannya. Hiyaaaaa!
            Perjalanan ke dimensi gelap sangat panjang dan cukup membuat jemu. Berulang-ulang pembaca disuguhi dengan konflik telepatis antara Damon dan Elena, yang memuat virus galau makin berkicau dalam pikiran Elena. Inilah yang mungkin menguasai novel setebal 706 halaman ini. Namun, sesampainya di dimensi gelap, perjalanan Elena CS menjadi semakin menarik. Mereka berjumpa sekutu baru, bertarung melawan monster dan siluman kuat, hingga menghadiri jamuan pesta. Asyik pula mengikuti perburuan Meredith dan Bonnie yang hendak mencuri bola bintang untuk mengalahkankitsune, sementara Damon dan Elena tak henti menyelinap untuk mencari kunci yang disembunyikankitsune. Kunci itu penting untuk menolong Stefan sekaligus membawa mereka kembali ke Dunia Atas atau Bumi. Di sela-sela cerita, pembaca juga bisa sedikit mencecap rasa mitologi Jepang yang disisipkan penulis dengan apik dalam seri ini.
            Walau adegan pertempurannya kurang berdarah-darah dan lebih banyak bumbu romantismenya, The Shadow Souls menawarkan tema dan monster yang berbeda. Penulis mampu memadukan antara dunia vampire ala Barat dengan dunia siluman ala Timur, menghasilkan perpaduan  konflik dan pertempuran yang sangat unik. Dari seri ini, kita menjadi tahu ternyata ada juga kitsune yang baik—sebagaimana dalam film-film manga Jepang juga ada banyak siluman yang baik (seperti Inuyasha, Si Po, Musang Ekor Sembilan, dan lain-lain). Keren kan, hanya di Vampire Diaries saja kita bisa melihat siluman dari Jepang melawan vampire tampan. Hanya saja, konflik antara Elena CS dan kitsune ini kurang dieksplor, hanya di sepertiga bagian terakhir saja adegan pertempuran seru itu terjadi. Tapi, perjalanan Elena cs ke dimensi kegelapan sendiri juga tidak kalah asyik untuk disimak. Para pembaca cewek pasti akan gemas melihat tingkah laku Damon yang mendominasi hampir 90% bab di buku ini. Di sini pula, pembaca diajak untuk mengetahui lebih banyak tentang isi hati Damon sebenarnya.
            Lalu, apa kejutan yang ditawarkan oleh The Return: Shadow Souls? Di akhir bab, pembaca akan menemukan sebuah hadiah—atau malah kutukan—bagi Damon. Yang jelas, jangan baca halaman terakhir karena itu sangat spoiler luar biasa, bisa merusak jalan cerita kalau Anda membaca halaman terakhir (ß ini malah makin bikin penasaran). Bersabarlah dan nikmati halaman demi halaman buku tebal ini, agar kejutan di bagian akhir itu lebih menghentak. Pokoknya, para penggemar Damon pantang untuk melewatkan seri ini.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 27, 2011 18:54

October 26, 2011

Semangat Ngeblog, Semangat Persahabatan, Semangat Membaca



Dulu sekali, saya pernah mengira, bahwa dunia membaca adalah dunia yang sepi, yang lepas dari hiruk pikuk kehidupan. Membaca, bagi banyak orang—bagi sebagian besar orang bahkan—mungkin kurang dianggap penting. Membaca dianggap sebagai kegiatan yang hanya cocok dilakukan di waktu senggang, saat ada waktu luang, atau saat hendak ujian. Dari sekian banyak teman saya, mungkin hanya 5 sampai 10% saja yang gemar melahap isi buku. Tapi itu dulu!
Saya selalu sendirian saat membaca, tiada teman untuk diajak berbincang sekadar untuk saling berbagi isi buku, untuk membahas jalan cerita yang luar biasa seru, atau sama-sama mengutuk ending yang sangat menggantung. Banyak teman-teman saya yang lebih memilih hobi lain selain membaca, yang cowok entah lebih tertarik membicarakan gadget terbaru, game, musik, atau film yang lagi menjadi box office. Yang cewek juga tidak kalah rame. Gosip, warung makan baru, baju-baju diskon, film-film menarik, gadget jelas menjadi pilihan yang lebih menarik ketimbang membahas isi buku. Saya dulu bahkan sempat malu mendapat gelar "kutu buku" yang konon—kata orang—temannya tidak banyak! Tapi itu dulu!
            Kini tidak lagi! Berkat ngeblog, kini saya tidak sendirian lagi dalam membaca. Pertemuan saya dengan para blogger buku, yang awal pendiriannya digagas oleh saudari Ally, Melissa, Om Tanzil Hernadi yang kesohor itu, Alvina, Nophie "Nop-Nop" , Sulis, Alvina, Anna, dan lain-lain membuat kegiatan membaca kini tidak lagi sepi. Lewat komporan Sis Noviane Asmara, saya pun dengan bangga meluncurkan blog saya sendiri Baca Biar Beken yang isinya khusus membahas tentang ulasan buku. Begitu senangnya saya ketika pada bulan Juni 2011, saya diajak oleh Ine dan Ally untuk bergabung dalam BBI atau Blogger Buku Indonesia. Luar biasa senangnya saya saat itu.
            Teman-teman di BBI begitu lihai menyulap kegiatan baca yang semula begitu personal menjadi satu aktivitas yang dapat dibanggakan. Entah jelek atau bagus, saya mulai terpacu untuk menuliskan review dari buku-buku yang saya baca ke dalam blog saya yang baru seumur jagung itu. Setiap komentar maupun respon dari teman-teman BBI, semuanya menjadi bukti nyata bahwa "ada banyak orang lain di luar sana yang juga mencintai dunia membaca". Akhirnya, saya merasa menemukan tempat di mana hobi saya bisa diterima.
           
          Ada juga teman-teman Ordo Buntelan, merekalah yang mempertemukan saya dengan keindahan dari dunia buku yang sesunggunya. Kepada yang mulia Truly Rudiono, beliaulah yang pertama kali menyempatkan u/ menyapa saya, menerima pertemanan saya. terimakasih yang sungguh luar biasa saya haturkan untuk Anda. Juga teman2 lainnya Ine Noviane Asmara, Adrian Hartanto, mbak Jenny, Mbak Dina Begum, Mbak Esti, Mbak Rini NB, Mas Silvero, Ulin, Bonmedo, Lufti Jayadi, Fauzi, Luckty, Jia, mbak Endah, juga terutama kepada mas Dyan ...Terima kasih telah mengundang dan menerima saya dalam dunia kalian yang begitu indah. Juga pada teman2 Komunitas Peresensi Yogyakarta, Iqbal Dawami, Noval Maliki, Abdul Kholiq dkk, terima kasih (eh kok malah jd kayak halaman persembahan haha). Yang jelas, saya jd punya banyak teman deh.


Akhirnya, saya bisa berdiskusi, membahas, ataupun sesekali mengkritik buku-buku yang kami baca. Proyek baca bareng yang diadakan setiap bulan, semakin memacu saya untuk berani membaca buku-buku di luar genre yang selama ini saya sukai. Review yang kemudian tertuang bebas dalam blog saya, adalah bentuk apresiasi paling nyata bagi teman-teman blogger buku Indonesia yang telah menyemangati saya untuk "tidak malu menjadi kutu buku". Ternyata, membaca itu indah jika kita membacanya bersama-sama.
            Terima kasih blog. Berkat ngeblog, kini saya tidak lagi sendiri.


            Teman-teman Ordo Buntelan, Semoga suatu saat saya bisa berjumpa dan berpelukan dengan mereka semua. Juga dengan teman-teman BBI. Saat ini, saya baru bisa memandang mereka melalui cermin cahaya di belakang itu hahaha ...Lov u all.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 26, 2011 18:53

October 23, 2011

Hidup Berawal dari Mimpi

Judul                : Hidup Berawal dari MimpiPenulis              : Fahd Djibran, Bondan Prakoso dan Fade2BlackPenyunting        : Enda ADesain              : Futih Al JihadiCetakan           : kedua, September 2011Tebal                : 224 halamanPenerbit            : Kurniaesa Publishing  



Band yang tidak biasa! Kata "respect!" memang layak disematkan pada band yang satu ini Bondan Prakoso dan Fade2Black. Kita mengenalnya lewat lagu-lagu mereka yang "out of the box", dengan ciri khas semangat dan kreativitas anak muda yang berkobar-kobar. Walaupun mengusung tema "remaja" yang sama dengan band-band kebanyakan, yakni cinta, semangat, dan persahabatan; band ini beda. Lirik-lirik lagu yang mereka ciptakan memiliki aroma semangat yang kental. Kata-katanya pilihan, rimanya mengetarkan, dan apa yang hendak mereka sampaikan melalui lagu begitu menetap di benak para pendengarnya. Siapa coba yang tak tergetar benaknya ketika mendengarkan lirik lagi "Ya Sudahlah" dan "Kita Selamanya".
Ketika mimpimu yang begitu indahTak pernah terwujud, ya sudahlahSaat kau berlari mengejar anganmuDan tak pernah sampai, ya sudahlah
            Kesan "berbeda" ini pula yang ditemui oleh Fahd Djibran (penulis Yang Galau yang Berkicau) ketika memutuskan untuk berkolaborasi dengan Bondan Prakoso dan Fade2Black. Menyastrakan musik, itulah yang rupanya hendak mereka usung melalui novel Hidup Berawal dari Mimpi ini. Proyek bareng yang murni kreatif ini menghasilkan 12 cerita pendek. Ibarat dunia anak muda yang penuh warna, dua belas cerpen itu melambangkan teman-perjuangan-duka-penyesalan-tragedi-kepercayaan-persahabatan-semangat-dan juga cinta. Aneka warna dan rasa saling berpadu menyatu dalam untaian kalimat. Mengalun merdu, bak nada musik yang disulam secara halus dalam deretan kata-kata kaya makna. Alih-alih saling mengalahkan, perpaduan antara musik dan sastra dalam Hidup Berawal dari Mimpi menghasilkan simponi fiksi yang tidak hanya mencuatkan cita rasa seni, namun juga kebermaknaan. Lewat cerita "Kau Puisi", kita belajar untuk merayu sang terkasih:
"Cinta  barangkali bagai senyawa kata dan makna yang bersembunyi di balik metafora puisi—dan kita terus menerus membacanya, menafsirkannya, mengaguminya tanpa henti …Bagiku, kaulah puisiku! Yang terindah yang pernah aku tahu! …Semoga kamu belum punya pacar. J" (halaman 21).
Dengan kepiawaian seorang Fahd Djibran dalam mengolah kata, band ini berhasil menyajikan apa yang selama ini mungkin belum pernah dilakukan oleh band-band lain di Indonesia: menulis buku! Masing-masing kisah di dalamnya adalah pem-fiksi-an dari 12 judul lagu yang paling berkesan dalam 3 album mereka, Respect, Unity, dan For All. Tidak melulu cinta, band ini juga terkenal karena sering mengangkat tema-tema persahabatan dan semangat perjuangan dalam lirik-lirik lagunya. Ini sangat tampak pada cerita Sang Juara, Kita Selamanya, dan Hidup Berawal dari Mimpi.
"Kalian tahu, menurut Papaku, setiap kali kita bersalah dan berdosa, sebenarnya kita sedang belajar untuk menjadi lebih baik. Seperti setiap  kita jatuh, kita sebenarnya sedang belajar menuju tempat yang lebih tinggi." (halaman 57)
"Friendship is giving someone the ability to destroy you—but trusting them not to … (Persahabatan adalah memberikan kemampuan kepada seseorang untuk menghancurkanmu—tapi Anda percaya bahwa dia tidak akan melakukannya)  (hlm 146)
Dengan gaya penceritaan yang simpel, cenderung ceplas-ceplos, namun dengan diksi nan memukau, 12 cerita pendek dalam novel ini menawarkan sebuah pembelajaran kehidupan kepada para pembaca muda dan remaja. Modelnya yang tidak mengurui dan mengambil sudut pandang "pembaca-sebagai-sahabat", menjadikan novel ringan namun sarat makna ini bisa diterima dengan luas oleh pasar anak muda. Terlepas dari para penggemar mereka "Respectors" yang memborong buku ini, Hidup Berawal dari Mimpi adalah salah satu karya yang wajib baca. Inilah sebabnya buku kecil ini sudah mengalami dua kali cetak ulang dalam tiga bulan saja. Luar biasa!
"Kalo gue berpikir impian gue hancur, maka impian gue bakal bener-bener hancur. Kalo gue berpikir impian gue tetap ada, dia akan tetap ada dan siap dieksekusi kapan aja jadi kenyataan!" (hlm 149).
Lalu, cobalah dengarkan pengakuan seorang Bondan Prakoso yang dulu menyanyikan lagu "Si Lumba-Lumba" dengan begitu imutnya:
"Kalian memang hebat," kataky. "Bukan cuma musik yang bagus, lirik yang bagus., karya yang bagus; kesuksesan juga soal bagaimana seseorang menjalani dan menjalankan semuanya kan?" (hlm. 211).
R.E.S.P.E.C.T buat para Respector yang membaca dan belajar dari buku ini.




 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 23, 2011 18:06

October 17, 2011

Persuasion IQ; 10 Keterampilan Kunci Kesuksesan

Judul                : Persuasion IQ; 10 Keterampilan Kunci KesuksesanPenulis              : Kurt M. MoortensenPenerjemah      : Indrawati SusiloPenyunting        : Dian Pranasari dan Anton KurniaPewajah isi       : Eri AmbardiCetakan           : 1, Maret 2011Tebal                : 395 halamanPenerbit            : Serambi Ilmu Semesta

               Salah satu pertanyaan yang mungkin paling sering ditanyakan pada abad modern ini adalah: Apa yang membuat seseorang sukses? Pertanyaan ini telah mendorong munculnya kegalauan positif di dunia psikologi maupun dunia pendidikan dan terutama dunia bisnis sebagai bidang-bidang yang  berkaitan dengan kata kunci "kesuksesan" itu sendiri. Tidak terhitung banyaknya buku yang telah ditulis, pakar bisnis dan motivasi yang telah lahir, dan berbagai seminar serta pelatihan yang telah diadakan; semuanya bermuara pada satu hal, apa kunci kesuksesan itu.
              Dari sekian banyak teori tentang kesuksesan, beberapa yang paling menggebrak adalah Gardner dengan Kecerdasan Majemuk-nya, Daniel Goleman dengan Emotional Inteligence, dan "Eyangnya" para motivator Dale Carnegie dengan Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain-nya. Ternyata, berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis buku ini, masih ada satu faktor kunci kesuksesan lagi yang sering diabaikan orang, yakni "kepintaran yang dipelajari di luar sekolah" atau yang oleh penulis disebut sebagai "kecerdasan membujuk" atau IQ Persuasi (kemudian disingkat PQ).
            Dalam kehidupan, keterampilan membujuk ini terbukti sudah sangat berguna, misalnya saat kita menawar barang agar harganya lebih murah, atau sebaliknya membujuk orang lain agar membeli barang yang kita tawarkan. Bahkan, bukankah menembak sang kekasih hati juga membutuhkan keterampilan membujuk? Dalam banyak hal, orang-orang besar seperti Donald Trump, Abraham lincoln, dan Dale Carnegie adalah para pembujuk yang hebat.
            "Hanya ada satu cara untuk membuat seseorang melakukan apa pun, yaitu dengan membuat dia ingin melakukannya." – Dale Carnegie (halaman 44)
            "Belajarlah seni persuasi. Praktikan. Kembangkan sebuah pemahaman akan nilainya yang dalam, menyeberangi semua bidang kehidupan." –Donald Trump (hlm 7)
            Disusun berdasarkan penelitian selama 7 tahun, buku ini akan membimbing Anda, langkah demi langkah, bab demi bab untuk mulai belajar dan tidak lagi mengabaikan keterampilan yang satu ini, keterampilan membujuk. Mereka yang sukses dalam kehidupan biasanya memiliki sifat khas yang memudahkan mereka untuk membujuk orang lain. Dari riset, didapatkan bahwa para pelaku persuasi yang hebat itu:
            …terpelajar, cerdas, jujur, ulet, empatik, tegas, proaktif, ramah, rendah hati, tulus, kreatif, memiliki watak yang menyenangkan, berorientasi pada solusi, bisa diandalkan, dan selalu terus belajar … (halaman 36). Sudah ada berapa sifat tersebut dalam karakter Anda?
            Dilengkapi dengan anekdot dan cerita inspiratif untuk memudahkan pembaca dalam memahami jurus-jurus untuk menjadi pelaku persuasi yang hebat, Persuation IQ akan memperkenalkan pembaca sekalian pada sebuah ranah baru dalam bidang manajemen diri. Bahwa IQ dan EQ itu sama-sama penting, tapi jangan lupakan PQ juga, karena keterampilan membujuk adalah kunci kesuksesan yang utama. Mulai dari bagaimana cara "menguasai suasana hati" orang lain, pentingnya mendengarkan, teknik berempati yang jujur, kehadiran yang berpengaruh dan menimbulkan kesan; dan masih ada beragam teknik lain yang berguna yang ditawarkan buku ini untuk meningkatkan posisi tawar kita di depan orang-orang (dalam hal yang positif tentunya).
            Dari PQ, kita juga belajar tentang pentingnya karakter. Bahwa karakter diri kita adalah hal yang menentukan apakah kita berhasil membujuk orang lain atau tidak. Karakter dibentuk oleh momen-momen kecil dalam hidup kita. Ingatlah selalu untuk menjadi seorang yang peduli, jujur, dan menyenangkan. Jangan memoles cerita, jangan menghilangkan informasi tertentu. Utamakan orang lain, pertahankan agar kita tetap fokus pada prioritas.
"Karakter adalah mengetahui apa yang benar, ingin berbuat benar, dan kemudian melakukan apa yang benar." (halaman 162).

Selama ini, kita mungkin mencari-cari di mana kunci kesuksesan itu berada. Jarang sekali kita sadari, kunci itu selama ini ada di sekitar Anda, bahkan lebih dekat lagi—yakni di dalam diri Anda. Itulah kemampuan untuk membujuk atau Persuasion IQ. Akhirnya, apakah Anda sekalian tertarik untuk membeli dan membaca buku berbobot ini? Bila ya, maka saya adalah seorang pelaku persuasi yang hebat (maunya)! Begitu juga Anda setelah membaca buku ini. 
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 17, 2011 18:18

Fablehaven #1, Secret Sanctuary

Judul                : Fablehaven, Secret SanctuaryPenulis              : Brandon MullPenerjemah      : Reni IndardiniPenyunting        : Suhindrati a.ShintaPenyelaras aks  : AlfiyanIllustrasi isi        : Sweta KartikaDesain sampul  : Kebun AnganCetakan           : 1, Desember 2010Tebal                : 452 halamanPenerbit            : Mizan Fantasi
[image error]

            Jika penulis sekelas Rick Riordan (pengarang seri Percy Jackson) saja memuji Fablehaven, maka sudah jelas bahwa novel ini menawarkan fantasi yang tidak tanggung-tanggung. Bayangkan Anda berada di sebuah suaka rahasia yang menyimpan aneka makhluk fantastis dari berbagai penjuru dunia. Bayangkan peri-peri, satyr, ogre, troll tebing, penyihir, hingga sapi raksasa dan naiad hidup dalam sebuah suaka yang melindungi mereka dari kepunahan. Bayangkan ada begitu banyak makhluk dari dunia fantasi seolah berlompatan dari satu buku luar biasa. Bayangkan, dan Anda akan menjumpai novel fantasi Fablehaven tergenggam erat di tangan Anda, tidak kuasa terlepas dari mata Anda.
            Kira-kira, seperti itulah yang dialami oleh Kendra dan Seth, dua kakak beradik yang terpaksa menginap di rumah Grandpa Sorensen. Lumbung rahasia dan ruang misterius hanyalah beberapa dari ribuan misteri luar biasa yang mengepung rumah tua itu. Ketika akhirnya Kendra memaksa diri meminum susu—yang katanya beracun—ia dan Seth segera menjumpai apa yang selama ini tersamarkan dari pandangan mereka. Rumah itu—dan hutan di sekitarnya—adalah suaka untuk makhluk fantasi. Susu itu menyebabkan mereka bisa melihat peri dalam bentuknya yang asli, bertemu dengan penyihir yang suka meniup simpul, serta manusia tanah liat yang kuat namun penurut. Sejak saat itu, dunia tidak lagi sama bagi Kendra dan Seth. Bahkan, ada pedagang peri yang membawa peri-peri khusus dari kepulauan Indonesia dan Borneo. Kreativitas dan pengalaman penulis dalam meramu fantasi sungguh sangat layak diacungi jempol.
            Melalui grandpa, keduanya belajar bahwa para peri bisa menjadi sangat sombong dan juga kejam—Seth belajar hal ini dengan cara yang sangat tidak menyenangkan, bahwa ada entitas-entitas gelap yang bernaung dalam kelebatan hutan, bahwa malam titik balik musim panas bisa menjadi malam yang benar-benar mengerikan. Satu hal yang pasti, Kendra dan Seth tidak akan lagi menganggap remeh dunia fantasi dan mahkluk2 di dalamnya. Ketika Grandpa diculik, keduanya harus berkejaran dengan waktu untuk mencari granma,  mencari bantuan dari ratu peri, sekaligus menjaga diri mereka sendiri dari beragam makhluk mistis penghuni suaka. Dalam keadaan genting tersebut, ketika Fablehaven terancam runtuh dengan bangkitnya sesosok monster kuno yang dibelenggu di sana, Kendra dan Seth harus mengerahkan segenap kekuatan dan keberanian mereka, ketika kahirnya sebuah perang epik antara  makhluk mitologis pecah di penghujung buku ini. Luar biasa seru!

            Sungguh, sangat jarang ada satu buku yang memaparkan begitu banyak makhluk-makhluk fantastis dengan alasan yang masuk akal. Cukup sulit untuk mencari ide yang pas agar beragam makhluk mitologis bisa dimasukkan dalam satu buku dan satu cerita. Kebanyakan buku mungkin hanya membahas tentang naga saja, penyihir saja, dewa-dewi kuno saja, golem saja, dan lain-lain. Tapi, konsep mengadakan sebuah suaka untuk melindungi makhluk-makhluk tersebut adalah ide yang luas biasa, yang menyebabkan penulis bisa berkreasi dan berimajinasi secara lebih bebas, yang menghasilkan sebuah karya besar Fablehaven. Novel fantasi ini tidak tanggung-tanggung fantasinya, layak dikoleksi oleh para pecinta fantasi sejati.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 17, 2011 18:15

October 13, 2011

Life Traveler

Judul                : Life Traveler, Suatu Ketika di Sebuah PerjalananPenulis              : Windy AriestantyEditor               : Alit T. PalupiProofreader      : Resita Wahyu FebiratriTata letak         : Nopianto RicaesarCover               : Jeffri FernandoIlustrator           : Diani ApsariCetakan           : 2011Tebal                : 381 halamanPenerbit            : Gagas Media
[image error]
            Dalam perjalanan, sesekali kita mesti berhenti (terkadang dipaksa berhenti) sejenak untuk mengamati dan menikmati proses. Ini bukan tentang tujuan perjalanan, tapi tentang perjalanannya itu sendiri. Bukan tentang bagaimana menuju Ha Long Bay dan Angkor Wat dengan budget minim, bukan tentang mencapai Menara Eiffel nan legendaris, atau segera pulang kembali ke Jakarta. Perjalanan dalam Life Traveler adalah tentang bagaimana menemukan sebuah rumah (home) di hotel kecil milik Miss Hang di Ha Noi, tentang mengunjungi sebuah warung kopi terpencil di pedalaman Cezka, dan tentang menemukan rumah singgah di sudut Bandara O'Hare. Terkadang, rumah (home) itu bisa muncul selama di perjalanan, bukan hanya di tujuan.
            "Kadang, kita menemukan rumah justru di tempat yang jauh dari rumah itu sendiri. And yes, wherever you feel peacefulness, you might call it home. (halaman 45).
            Life Traveler, sekali lagi muncul seorang penulis yang mengompori pembaca untuk bepergian melihat dunia. Dalam Life Traveler ini, Windy seolah ingin menegaskan ciri khasnya sebagai pelancong yang tidak hanya menyesap pemandangan atau objek wisata semata, tapi juga menikmati manusia-manusia yang ia temui di perjalanan. Keunikan dari setiap budaya, kuliner lokal, adat istiadat nan nyentrik, hingga hikmah-himah menawan yang bertebaran di perjalanan; semuanya adalah permata-permata yang sering kita abaikan dalam sebuah perjalanan. Di Vietnam, Windy malah lebih banyak mengisahkan pengalamannya menaiki bus tidur (Sleeping Bus) dan mengomentari batas kecepatan maksimal 40 km ketimbang mengisahkan seluk-beluk keindahan Ha Long Bay. Di Eropa, porsi tentang Menara Eiffel juga sedikit, malah ia lebih banyak bercerita tentang kawasan lampu merah di Amsterdam dan kota tua Praha. Sebuah sudut pandang yang berbeda, menghasilkan rasa yang berbeda pula. Dari awal saya sudah bilang, Life Traveler ini memang berbeda.
            Melihat subjudulnya, "suatu ketika di sebuah perjalanan", Windy seolah ingin mengoreksi pandangan para pelancong yang selama ini hanya berfokus pada tujuan dan mengabaikan perjalanan. Padahal, terkadang porsi waktu yang dihabiskan untuk perjalanan mencapai tujuan sama lamanya (atau bahkan lebih lama) daripada waktu untuk menikmati tujuan itu. Lewat Life Traveler, Windy ingin mengingatkan kita, bahwa di dalam perjalanan itu juga terdapat pemandangan-pemandangan elok, yang kadang tak terlihat oleh mata lahir, tapi begitu memuaskan mata bathin. Ibarat kehidupan, prosesnya lah yang harus kita nikmati, bukan pencapaian. Waktu untuk menjalaninyalah yang merupakan anugrah terbesar dari kehidupan, di mana kita bisa bertemu orang-orang terkasih, mengalami pengalaman-pengalaman hebat—suka dan duka, beragam warna kehidupan yang selama ini kita abaikan karena kita terlalu sering berfokus pada hasil.
            Dituliskan dengan begitu indah dan filosofis, pembaca akan diajak melancong sekaligus merenung, diajak berwisata sekaligus belajar budaya baru, diajak melihat monumen-monumen megah sekaligus bertemu orang-orang hebat; lengkap dan komplet. Walau lebih menekankan pada aspek perenungan tentang hidup, Life Traveler tidak kehilangan unsur "jalan-jalannya" karena novel perjalanan ini juga dilengkapi dengan tips berwisata ala backpacker di Vietnam, Kamboja, dan Eropa tengah. Windy juga menyertakan foto-foto sangat "menarik perhatian" dengan tampilan yang halus dan menyentak, sehingga pembaca niscaya tidak akan bosan melihat deretan huruf dan kalimat beraroma filosofi kehidupan. 

            Terlalu banyak kutipan indah yang begitu menggoda untuk diselipkan, terlalu banyak pemandangan dan pengalaman luar biasa untuk diceritakan. Dan, itu semua tidak akan bisa muat dalam satu resensi kecil dari saya yang merasa belum pergi kemana-mana ini. Anda harus membacanya sendiri untuk bisa merasakan perjalanan penulis yang penuh warna dan juga penuh makna. Sebuah perjalanan pergi untuk kembali. Empat bintang untuk Life Traveler yang mengajarkan saya tidak hanya tentang melancong dan bersenang-senang, namun juga mencari sahabat dan kenangan di perjalanan.
            Dan manusia, pada kodratnya, selalu menemukan cara pulang ke 'rumah'. Tak peduli dekat atau jauh jaraknya." (halaman 78) 
NB: Terima kasih kepada Gagas Media atas hadiah Baca Bareng #BBI September 2011
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 13, 2011 18:42

Para Pemuja Matahari

Judul                : Para Pemuja MatahariPenulis              : Lutfi Retno WahyudyantiDesain Cover   : Yulia QomariyahCetakan           : Pertama, 2011Penerbit            : Kotak PermenHalaman           : 260 halaman




            Unik! Kata inilah yang pertama kali muncul dalam benak sebelum dan setelah membaca buku ringkas namun cukup membuat iri para pecinta traveling ini. Buku traveling-bercerita memang tengah booming  di ranah perbukuan tanah air. Tidak sekadar menyajikan objek-objek wisata yang manrik untuk dikunjungi, rute menuju ke sana, dan perkiraan biaya; buku traveling-bercerita lebih menekankan pada sisi kemanusiaan sang pelancong. Artinya, si pelancong tidak hanya mendapatkan unsur rekreatif dari kegiatan travellingnya, namun  ia juga belajar berbagai kebijakan kehidupan dari orang-orang atau budaya-budaya yang ia temui selama melakukan perjalanan. Dan, Para Pemuja Matahari adalah salah satu buku traveling-bercerita yang membawa kisahnya sendiri.
            Judulnya yang unik, Para Pemuja Matahari¸ sekilas mengantarkan pikiran kita kepada suku-suku pribumi yang masih memberikan persembahan pada sang surya, begitu eksotis kedengarannya. Padahal, istilah ini oleh penulis digunakan untuk merujuk pada para pelancong atau travellers (termasuk juga pendaki gunung) yang begitu menantikan saat-saat terbitnya matahari. Entah itu di puncak Gunung Salak nan sunyi ataukah di hamparan pasir putih salah satu pulau di Karimun Jawa, matahari terbit selalu mendatangkan aroma mistis bagi para pelancong, sebuah saat sakral yang seolah hukumnya haram untuk diabaikan.
            Para Pemuja Matahari adalah kisah perjalanan Nay, gadis manis mahasiswi antropologi dari Jogja yang bertekad untuk mengelilingi pulau Jawa sendirian. Ia ingin membuktikan kepada mama dan teman-temannya, bahwa Nay yang feminim juga bisa melancong sendirian. Novel ini seolah ingin menegaskan kembali pepatah lama yang kiranya tak pernah usang dimakan zaman, Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Dimulai dari penjelajahannya ke dusun Badui Dalam, Banten, di mana penduduknya menolak semua bentuk teknologi dan mengisolir diri dari dunia luar selama dua ratus terakhir. Bagi para antropolog dan peneliti sosial, desa seperti Badui Dalam ini merupakan objek penelitian yang tidak ada bandingannya. Di desa ini, Nay menemukan fakta bahwa terkadang apa yang ditulis di buku tidak selalu sama dengan kenyataannya. Masyarakat Badui yang menolak teknologi, perlahan mulai terkikis akibat pengaruh para pelancong dari dunia modern yang menginap di sana.


                                                   inilah si Nay yg sedang menyamar :p

            Di Segara Anakan, Nay menjumpai betapa kemiskinan telah mengikis harapan warga di sana yang begitu pasrahnya sehingga membiarkan kemiskinan juga merebut harapannya. Di puncak Gunung Slamet, ia mengakui bahwa mendaki gunung dan melihat matahari dari puncak gunung ternyata tidak semenyenangkan kelihatannya, walau kepuasan itu benar-benar terasa saat kita berhasil mendaki puncak. Di Karimun Jawa, ia bertemu bule yang ingin melarikan diri dari rutinitas dan masalah kesehariannya. Dalam perjalanan ke Kawah Ijen, kedok Nay yang menyamar sebagai seorang cowok terbongkar—yang hampir saja membuatnya kehilangan kawan-kawan seperjalanan.
            Kelebihan Para Pemuja  Matahari terletak pada kesederhanaan dan penuturannya yang "remaja" banget, benar-benar ditulis apa adanya, yang menjadikan buku ini begitu khas dan membuat pembaca larut dalam dunia Nay. Hanya saja, ada kekurang konsistenan dalam  penggunaan sudut padang penceritaan. Kadang, penulis memakai sudaut pandang Nay sebagai orang pertama, namun di paragraf lain penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga, seperti ketika ia merujuk ke Nay sebagai "gadis itu". Naskah ini juga sepertinya tidak melalui proses editing walaupun secara struktur kebahasaan Para Pemuja Matahari sudah lebih dari cukup untuk bisa menyeret pembaca ke alam petualangan si nay berkeliling pulau Jawa. Satu pelajaran dari buku ini, bahwa masalah akan muncul di manapun manusia berada. Di desa Badui Dalam nan sunyi, penduduknya menghadapi masalahnya sendiri, di pantai Karimun nan indah, para pelancong juga membawa beban beratnya sendiri. Masalah ada untuk dihadapi dan diselesaikan, bukannya untuk dihindari terus menerus.
            "Jadi, pelajaran berharga yang Anda dapat dari perjalanan ini adalah di mana pun kita berada, selalu ada masalah. Kita harus hadapi itu bukannya kabur ke tempat terpencil?" (halaman 200)       
            Kalimat penutup Nay, yang luar biasa keren, niscaya akan berhasil membuat iri siapa saja yang selama ini terhalang dari melihat dunia karena kurang sedikit berani.
            "Nah, kemarin akhirnya aku bisa jalan-jalan keliling Jawa. Nggak seperti yang aku pengen sih. Aslinya aku pengen ke tempat yang lebih jauh, lebih menantang. Kayak Irian atau Kalimantan. Tapi, aku belum berani. Aku juga belum punya cukup uang untuk itu. Tapi aku nggak akan nyerah. Aku akan pergi lagi lebih jauh lagi. Suatu saat nanti! Aku akan cari cara halal untuk ngejar itu. " (halaman 257)

Selamat ya Nay, kamu telah berhasil membuat kami galau, kepingan banget bisa jalan-jalan keliling Jawa kayak yang kamu lakuin.             
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 13, 2011 18:40