Dion Yulianto's Blog, page 3

August 23, 2012

All Flowers in Shanghai


Judul               : All Flowers in ShanghaiPengarang       : Duncan JepsonPenerjemah     : Istiani PrajokoPenyunting      : Dian PranasariKorektor          : Sidik NugrahaIsi                   : Eri AmbardiCetakan           : 1, Juni 2012Penerbit           : Serambi
[image error]
                Berbeda dengan kerajaan kuno lainnya yang sudah mati, yang bahasanya menggambarkan bunga dan pohon, China telah berkembang dan bertahan selama lima ribu tahun. Negara ini bertahan hidup dengan memaksa penduduknya agar dengan senang hati mematuhi adat dan aturan kuno, tidak peduli penyiksaan diri dan rasa sakit seperti apapun yang dibutuhkan atau penipuan diri seperti apapun yang diharuskan. (115)
                Petikan di atas mungkin adalah ungkapan yang paling menggambarkan isi dari novel bersampul wanita cantik berbaju peranakan ini. Ketika kebesaran sejarah dan budaya dijunjung tinggi melebihi segalanya, maka apapun harus dikorbankan demi menjamin agar sejarah itu tetap lestari dan terwariskan. Adalah Xiao Feng, anak gadis kedua dari keluarga Feng yang dipaksa untuk menjalani takdir yang bukan miliknya. Awalnya, ia adalah gadis ceria yang bebas, yang senang menangami bunga-bungaan liar bersama kakeknya. Sebagai anak kedua, ia tidak menanggung beban “penerus keluarga” sebagai mana yang ditanggung oleh kakaknya. Berbeda dengan sang kakak yang sejak kecil telah digembleng menjadi wanita yang highclass dan berbudaya, ia tumbuh apa adanya, mencintai bunga dan udara bebas, mencintai pemuda pilihannya.
                Namun, takdir kehidupan sungguh cepat berbelok arah. Sang kakak divonis menderita kanker dan akhirnya meninggal sacara pahit ketika ia tengah bersiap menunggu hari pernikahannya, sebuah pernikahan yang diatur dengan calon suami dari keluarga terpandang. Sebagai anak kedua, Xiao Feng dipaksa oleh Ma untuk menggantikan posisi kakaknya. Ia harus menikah dengan Xiong Fa, pemuda yang sejak dari awal diperuntukkan untuk kakaknya. Dengan hati yang tak rela dan jiwa yang separuh hidup, ia akhirnya memasuki ranah keluarga suaminya, keluarga Sung. Sebagaimana hidup dalam keluarga China yang teguh memegang tradisi, keluarga Sung sangat menjunjung putra sulungnya yang diharapkan tampil menjadi pewaris garis keturunan keluarga. Pria adalah segalanya sementara anak perempuan ada untuk dinikahkan dengan keluarga terpandang. Sebagai istri, Xiao Feng menanggung beban berat untuk melahirkan anak laki-laki yang sehat untuk keluarga Sung.
                Ketika akhirnya anak itu lahir, dan dia perempuan, Feng memutuskan untuk membalas dendam. Semua intrik dan perlakuan kejam yang diterimanya dari keluarga Sung, pengkhianatan yang dilakukan oleh Ma dan Ba (orang tuanya sendiri) dengan menyerahkannya kepada pria yang tidak ia cintai, sebuah kutukan yang memaksanya harus hidup menanggung beban metal dengan menjadi anggota keluarga Sung; semua itu telah menjadikannya kejam. Ia marah karena dirinya adalah perempuan di masa yang salah, ia marah karena anaknya juga perempuan dan bahwa ia juga harus menanggung siksaan sebagai “terlahir sebagai perempuan China” sebagaimana yang telah ia alami. Xiao Feng memutuskan untuk membohongi keluarga Sung dan membuang bayi itu—sebuah keputusan yang kelak akan sangat disesalinya.
Aku tak mau anak perempuan, tak ada gunanya … lemah dan rapuh. Keluarga ini harus menjadi kuat. Anak perempuan diperlakukan dengan buruk oleh semua orang, bahkan keluarga mereka sendiri. (hlm 223).
                Dan, Feng pun menjelma sebagaimana Kakaknya dan Ma-nya yang ambisius. Ia menggelar rencana, hendak membalas dendam pada tradisi yang tidak menguntungkannya sebagai perempuan. Ia menjadi Nyonya Sung yang seutuh-utuhnya, yang glamor, yang suka berfoya-foya, yang penuh intrik dan ambisi. Hanya pelayan setianya nan bersahaja, Yan, yang sesekali mengingatkan dirinya bahwa jauh di dalam dirinya Xiao Feng tetaplih seorang gadis nan rapuh. Waktu berlalu dan ia berhasil mengalahkan saingan-saingannya, ia juga mampu membalaskan dendamnya kepada sang suami tanpa terlihat, dan akhirnya ia mampu melahirkan seorang bayi laki-laki—yang cacat salah satu kakinya. Bayi inilah yang menggugah kesadarannya, yang membangkitkan naluri keibuannya sehingga ia menyesali keputusan untuk membuang anak yang pertama. Perlahan, keadaan mulai membaik. Xiong Fa mulai “mencintainya” sebagai istri, tapi robekan luka di jiwa Xiao Feng tak pernah sembuh. Ia tetap memberontak pada keluarga Sung dengan caranya sendiri tanpa harus dikeluarkan dari wangsa keluarga tersebut.
                Tahun berganti, dan revolusi pun meletus. Cara-cara China yang lama mulai digusur oleh prinsip kesetaraan model sosialis yang dibawa Mao Ze Dong. Kota Shanghai pun tidak luput dari hempasannya. Para bangsawan dan pejabat yang dulu hidup mewah kini dirobohkan satu per satu oleh kekuatan rakyat. Rakyat jelata, pemuda-pemudi yang begitu mudah dipengaruhi oleh paham-paham baru, berubah menjadi kaum revolusioner yang menuntut kesetaraan warga negara. Republik Rakyat China telah tumbuh di atas puing-puing sistem feodalisme yang telah membuat Kerajaan China berdiri selama lima ribu tahun. Dan, sekali lagi, hidup Feng pun berubah.Novel yang ditulis dengan begitu mendetail ini sekali lagi menyorot tentang keagungan sebuah budaya berbasis prinsip patrinereal, yakni prinsip kekerabatan dari garia ayah/laki-laki. Dengan setting kota Shanghai pada tahun-tahun menjelang perang dan pecahnya revolusi, penulis dengan jeli mampu menggambarkan bagaimana rasanya menjadi perempuan di dalam sebuah keluarga China nan konservatif.
            Hanya saja, walaupun pengarang mengatakan dalam keterangan di bagian belakang buku bahwa ia adalah anak seorang imigran dari China, tampak sekali bahwa novel ini ditulis semata dari pandangan seorang yang besar dan hidup di Barat. Jepson mampu menggambarkan dengan detail segala pernak-pernik khas China, tapi narasinya kurang mampu memunculkan kesan seorang China dalam diri Xiao Feng.  Wanita ini terlalu memberontak, hampir-hampir tidak ada keindahan dalam menjadi seorang wanita China dalam separuh awal bagian buku ini, yang kemudian diperparah lagi dengan keadaan yang tak kalah menggenaskannya di seperempat akhir. Seolah-olah, menjadi perempuan China pada masa itu adalah tidak ada bagus-bagusnya.
            Entahlah, mungkin novel ini—sebagai mana novel-novel lain bertema perempuan China lainnya—ditulis untuk mengkritik konservatisme yang masih begitu kental di China. Sementara, bagian akhir yang begitu murah mungkin mewakili apa yang ada dalam pandangan orang Barat tentang China yang sosialis. Semoga, kelak bisa muncul novel-novel sejenis namun dengan pandangan yang berimbang, sebuah pandangan dari wanita yang hidup dalam cara China, yang tidak hitam-putih tapi ada ruang abu-abu di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh seorang Pearl S. Buck.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 23, 2012 01:50

August 6, 2012

The Search for Merlin, The Grey Labyrinth


Judul         : The Search for Merlin, The Grey LabyrinthPenulis       : Tyas PalarPenyunting : Tantrina DASampul       :Tyo BvsCetakan     : 1, Oktober 2011Penerbit     : Imania


Pernahkah terbayangkan oleh Anda bahwa ada pertautan terselubung antara berbagai peristiwa dalam sejarah dengan kisah-kisah para penyihir dunia? Apakah Anda pernah menebak bahwa Kerajaan Britania Raya yang berjaya “menguasai” hampir separuh dunia pada abad 18 hingga awal abad 20 itu adalah berkat jasa para penyihir dan alkemis? Apakah sosok Merlin yang legendaris itu benar-benar ada dalam sejarah dan turut bertanggung jawab dalam mengatur jalannya sejarah? Kalau Anda ingin tahu jawabannya, atau Anda mungkin seorang penggemar fiksi-sejarah, maka cobalah membaca buku The Grey Labirynth karya Tyas Palar ini.

Sebagai sekuel dari The Death to Come, buku ini adalah seri kedua dari trilogi The Search of Merlin. Sebagaimana buku pertamanya, Tyas Palar tetap konsekuen memasukkan berbagai peristiwa sejarah Abad Pertengahan hingga awal abad ke-19 sebagai alur utama dalam cerita. Dalam arti, penulis menggunakan lini masa peristiwa yang terjadi di Eropa pada saat itu, dan memasukkan tokoh-tokoh fantasinya untuk mengisi kekosongan-kekosongan yang ada. Inilah yang unik dari seri ini, karena menyertakan tahun kejadian serta tempat berlangsungnya peristiwa. Awalnya di mulai dari Genoa pada tahun 1346 dan berakhir di Salisbury 1756. Membaca nama-nama eksotis tersebut, pembaca bisa menebak bahwa buku ini mengambil setting di kota-kota Eropa pada abad-abad pertengahan dan pencerahan. Satu point plus dari seri ini.

Trilogi The Search of Merlin sendiri mengisahkan tentang para penyihir dunia yang memiliki kemampuan di atas rata-rata manusia biasa. Mereka berumur panjang dan mampu merapalkan mantra-mantra. Sebagaimana seri Harry Potter, para penyihir di buku ini memilih untuk mengasingkan diri dari manusia biasa. Premis ini digunakan untuk mengisi fakta bahwa dalam sejarah Eropa, sama sekali tidak terdengar adanya andil dari para penyihir hebat ini. Alkisah, para penyihir di seluruh dunia dipersatukan oleh sebuah badan bernama Dewan Penyihir, mereka inilah yang mengawasi (lebih seringnya menindas sih) para penyihir agar tidak melakukan hal-hal sihir yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia biasa.

Prinsip utama mereka adalah tidak untuk mencampuri jalannya sejarah—meskipun sebagai penyihir mereka punya kemampuan untuk melakukannya. Contohnya adalah ketika terjadi Wabah Hitam atau Black Death, di mana peristiwa ini benar-benar pernah terjadi di Eropa pada abad 14-15 dan merengggut nyawa hampir sepertiga penduduk Eropa. Para penyihir sebenarnya mampu memperingatkan manusia akan bahayanya, tapi karena mereka dilarang mencampuri jalannya sejarah maka mereka diam saja. Parapenyihir tidak terpengaruh wabah karena darah mereka mengandung aura sihir.

Dalam seri kedua ini, rupanya muncul sejumlah penyihir yang hendak memberontak pada Dewan Penyihir. Dengan dimotori oleh empat penyihir besar, mereka bersekongkol melakukan ujicoba berbahaya, menculik anak-anak berbakat alkemis dari Arabia, dan masuk ke dalam ranah politik kerajaan Britania. Dan di kastil Warwick, mereka menjalankan rencananya ini. Dewan penyihr tidak bisa tinggal diam, mereka pun mengutus Adrian of Wallachia, Johann-Jakob Moleschott, Wangg Feiyan, Idris, Sergius, William Gray, Ivar, Tariq, dan Edward A. Twickenham untuk membereskan para pembangkang itu. Tapi, rupanya mereka salah perhitungan. Pihak musuh telah menemukan senjata magis yang sangat berbahaya, perpaduan antara ilmu pengetahuan, alkemis dan sihir, dengan kekuatan menghancurkan nan luar biasa. Lalu, apakah mereka berhasil mengalahkan pemberontak? Bagaimana dengan nasib Eropa dan Britania? Mari dibaca sendiri, dan saya yakin Anda tidak akan menyesal.

Kelebihan utama dari buku ini tentu saja adalah aspek sejarahnya. Adabegitu banyak peristiwa bersejarah, tokoh-tokoh yang ebnar-benar hidup pada masa itu, yang semuanya ikut diselipkan oleh sang penulis dalam cerita. Pun, gaya penceritaannya mengalir, karakter-karakternya jelas walaupun agak susah untuk mengingatnya karena di setiap bab menceritakan satu tokoh dengan melompat-lompat. Untungnya, ada daftar nama tokoh di bagian depan sehingga membantu saya untuk melacak kembali siapa di A dan siapa si B.

Kelemahannya, disamping terlalu tipis (padahal ceritanya menarik), novel ini kurang secara narasi tempat. Untuk setting, penulis hanya membubuhkan tahun dan nama sebuah kota di Eropa dalam setiap awal bab. Misalnya, London 1756, Shamballa tahun sekian, Genoa tahun sekian, dan Pegunungan Pyrenees tahun sekian. Dengan menyuguhkan nama kotayang benar-benar ada di dunia ini, penulis seperti menjanjikan kepada pembaca untuk menggambarkan keadaan kotaA di suatu waktu tertentu. Misalnya, bagaimana bangunan-bangunan di kota Genoa, kehidupan sosial di London, keajaiban di Shamballa, eksotisnya Konstantinopel.  Tapi, narasi tentang kota-kota tersebut masih sangat kurang dalam dua seri ini—padahal inilah yang menurut saya bisa menjadi magnet bagi pembaca untuk mengambil buku ini. Sudah bukan rahasia lagi, pembaca sangat menyukai cerita dengan setting Abad Pertengahan dan Abad Pencerahan di Eropa, lengkap dengan kondisi fisik kota, pakaian yang dikenakan, atau situasi sosialnya. Mungkin, sedikit riset akan membuat novel ini semakin memikat. Kritikan lain juga bisa dibaca pada resensi keren dari komunitass fikfan Indo yang bisa dibaca  di sini.

Terlepas dari kekurangannya, novel ini sangat recommended bagi pembaca yang menyukai bacaan berlatar sejarah. Kita juga harus angkat jempol pada sang penulis, yang dengan risetnya berhasil menyatukan antara peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi dengan cerita rekaannya sendiri. Keduanya dipadukan secara apik, membentuk sebuah alur cerita yang seru dengan karakter-karakter nan unik dan tak terlupakan. Semoga, buku ketiganya The Age of Misrule akan segera terbit, sehingga kita bisa terbuai lagi dalam romantisme era para penyihir dan alkemis di Eropa pada Abad Pertengahan dan Pencerahan. 

4/5 bintang untuk buku menawan ini.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 06, 2012 00:00

July 30, 2012

Perfume, The Story of a Murderer


Judul               : Perfume, The Story of a MurdererPengarang    : Patrick SuskindPenerjemah  : Bima SudiartoPenyunting    : PrayCetakan        : 17, April 2010Penerbit         : Dastan Books


            Jean-Baptiste Grenouille terlahir tanpa bau tubuh, tubuhnya buruk rupa, dan ia sama sekali tidak berbau bayi. Kelahiran dan keberadaannya seolah membuat setiap orang yang bersentuhan dengannya merasa takut, datar, jijik, dan entah bagaimana jahat. Karena aura negatifnya yang sangat kental, masa kecilnya begitu suram, dilempar ke sana kemari ibarat anak yang terbuang: mulai dari biara hingga menjadi pekerja ilegal di tempat penyamakan kulit. Hidupnya begitu terlunta-lunta karena—entah bagaimana—orang-orang di dekatnya seperti tahu bahwa Grenouille itu unik, bukan …lebih tepatnya anak itu … bukan anak biasa (dalam arti yang negatif sayangnya).
            Namun dibalik segala cacat dan aura negatifnya, Grenouille memiliki indera penciuman yang luar biasa. Ia mampu memilah seluruh bau yang ada, mengolahnya dalam arsip di ingatan, dan membagi-baginya untuk kemudian dilabeli. Ia mampu mengendus datangnya hujan, membedakan keringat setiap orang, bahkan melihat dengan bau-bauan. Tampaknya, hanya satu yang lebih dari anak ini, yakni kepekaannya akan aroma. Nasib baik kemudian mengantarkannya bekerja ke seorang ahli parfum kenamaan di Paris yang bernama Giuseppe Baldini. Seolah tercipta untuk saling melengkapi, keduanya kemudian saling bekerja sama dalam menciptakan aroma parfum paling luar biasa dan paling laku di Paris. Grenouille senang karena ia mampu menyalurkan hobinya, sementara si ahli parfum juga senang karena parfum2 temuan anak buahnya itu ternyata laku keras.
            Seiring berjalannya waktu, keahlian Grenouille semakin piawai dalam membuat parfum. Aroma adalah sekutunya, parfum adalah senjatanya yang utama. Ia ditakdirkan untuk mencintai aroma, bukan yang lainnya. Dari bengkel kerja sang maniak aroma ini, kita bisa belajar banyak tentang bagaimana penyulingan bebungaan sehingga menghasilkan minyak essence yang sangat kental dan pekat. Begitu banyak pelajaran pembuatan parfum ala abad pertengahan yang diketengahkan, mulai dari siapa Bapak Parfum Dunia, apa manfaat alkohol dalam pembuatan parfum, serta bagaimana memindahkan jiwa dari bebungaan ke dalam sebuah botol kecil. Semuanya dinarasikan dalam alur prosa yang indah.
            “Parfum sejati bersifat langgeng. Memiliki tiga tahapan masa—sebutlah masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Hanya apabila mampu memberikan aroma yang tetap segar dan enak di ketiga tahapan itu, sebuah parfum bisa disebut berhasil. (87)
            “Penyulingan sesungguhnya tidak lebih dari sekadar proses memisahkan substansi kompleks menjadi komponen yang mudah menguap  dan yang tidak mudah menguap. Ini hanya berguna dalam seni membuat parfum, karena sari minyak yang mudah menguap dari tanaman tertentu bisa diekstraksi atau dipisahkan dari subtansi lain yang sedikit atau tidak memiliki bau. (132)
            Ternyata, novel ini bukan sekadar penarasian dari sebuah pabrik parfum rumahan di Prancis abad ke-17. Alur yang dibikin penulis baru mencapai awalnya ketika Grenouille berhasrat untuk menciptakan parfum paling harum didunia. Parfum yang setetes darinya akan membuat semua orang tertunduk takjub akan kehebatan pemakaian, parfum yang dibuat dari 25 orang perawan. Maka, dimulailah kejadian demi kejadian ketika para gadis muda dibunuh di kamarnya sendiri, di halaman depannya, di luar gerbang kota. Mereka semua ditemukan telanjang dan tubuhnya bersih, seolah-olah ada iblis jahat yang mencuri jiwa mereka—dan aroma tubuhnya. Dari ke-25 aroma perawan inilah Grenouille akhirnya berhasil meracik sebuah parfum paling manis, harum, dan memabukkan di seluruh dunia. Dalam hal ini, Grenouille sudah berhasil menemukan apa yang disebut dengan kekuatan aroma, hal-hal di udara yang sering kali membuat perasaan kita tiba-tiba berubah saat menghitunya, aroma khas yang biasa menyertai sosok yang menawan dan mempesona. Grenouille bahkan mengutuk manusia biasa yang keliru dalam menggunakan hidungnya.
            “Dan karena mereka sedemikian bodoh, menggunakan hidung hanya untuk bernapas dan hanya meyakini apa yang bisa dilihat mata, lantas berpendapat bahwa ini pasti disebabkan oleh kecantikan, keanggunan, dan pesona fisik si gadis. … Tidak satupun sadar bahwa sesungguhnya bukan penampilan yg telah menjerat mereka. Bukan keindahan eksternal yang membuai jagat, tapi murni aroma tubuh  (217-9)
            Hanya bersenjatakan aroma, maniak parfum ini menghabisi korban-korbannya. Polisi dan bangsawan tidak bisa mencegah atau menangkapnya, karena Grenouille melihat dengan hidungnya. Dan, akhirnya, ketika parfum beraroma perawan itu jadi, maka euphoria pun melanda Paris, menjadikan rakyatnya mabuk dan terbutakan oleh kekuatan aroma.
            Bagus sekali novel ini ditulisnya. Dengan alur cerita memikat dan riset data yang kaya, pembaca pasti akan menikmati perjalanan hidup Grenouille yang muram. Bukan, bukan karena kesadisan dan kebiadabannya, tapi lebih pada setting abad ke-17nya yang begitu indah, begitu membuai, begitu antik. Kita akan diajak mengamati suasana kota Paris yang kumuh di abad ke-17, dengan jalanan yang kotor dan becek, dengan sungai yang menjadi bahan pembuangan sampah, hingga ke laboratorium seorang ahli parfum yang lebih mirip lab seorang alchemist.
            Mengambil setting di Prancis menjelang dan paska Revolusi Prancis, novel ini turt menggambarkan perubahan tatanan sosial yang tengah merebak besar-besaran di Eropa pada saat itu. Revolusi Industri, bangkitnya minat pada penjelajahan samudra dan kutub utara, penemuan jasad renik, hingga karya-karya besar yang kelak akan sangat dikenang. Aura sadis dalam buku ini memang agak mendominasi di awal, tapi di bagian tengah pembaca akan lebih banyak disuguhi semacam reportasi dari keadaan sosial di Prancis pada pertengahan abad ke-17. Ada banyak sekali peristiwa sejarah yang turut menjadi latar belakang atau sekadar pemanis alur cerita. Dan semuanya ditata begitu rupa, menghasilkan sebuah novel yang mirip sebuah karya seni nan tercipta secara sempurna. Bagi Anda yang suka mempelajari bagaimana keadaan Prancis di masa-masa krusial dalam sejarah, yakni seputar revolusi industri dan revolusi Prancis, maka bacalah novel yang sangat berbobot ini.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 30, 2012 19:10

July 24, 2012

Kristalisasi

Judul       : Kristalisasi
Penulis   : Ami raditya dan 9 pemenang cerpen favorit pembaca
Cetakan : Pertama, 2012
Penerbit: Gramedia










Sepuluh kisah terpilih dari sepuluh penulis pilihan. Satu buku, dengan 10 warna yang masing-masing adalah berbeda, tapi kesemuanya menampilkan setiap sisi yang luar biasa dari semesta Vandaria. Sebuah semesta rekaan karya anak bangsa yang terbukti begitu dicintai begitu rupa, sehingga menghasilkan aneka hikayat dan legenda menakjubkan yang mewarnai sekaligus mengisi lini masa di bumi Vandaria. Jika Anda masih bingung dengan seri Vandaria ini, atau hendak bertanya apa dan mengapa ini dan itu terjadi di Vandaria, maka Kristalisasi adalah awal yang tepat sebelum Anda memasuki dunia Vandaria, dan ikut mengkristal di dalamnya—seperti 10 penulis kisah dari buku ini.

Kristalisasi adalah kumpulan cerita dari para penulis yang ceritanya telah terpilih oleh pembaca. Kesepuluhnya adalah yang terbaik dalam menampilkan sejumlah peristiwa seru yang terjadi di semesta Vandaria. Mulai dari hikayat pertempuran antara negeri Edenion dengan bangsa manusia, hingga perburuan harta karun nan melegenda, semuanya tersaji komplit dalam buku ini. Acungan jempol perlu juga diberikan pada para illustrator yang telah berjuang keras menangkap sosok-sosok fiktif dalam cerita dan kemudian mewujudkannya menjadi goresan-goresan ilustrasi yang mampu bercerita. 

1. Bisikan Sang Angin
Disetir dengan seru sekali oleh adegan peperangan. Para maniak game dan cerita fantasi dengan setting laga pasti akan menyukai ini. Pertempuran digambarkan begitu rupa dan detail, dan kemudian dibumbui kisah “simpati” dari seorang musuh kepada lawannya.

2. Padamnya Bintang-Bintang Vaeran
Kisah ini adalah yang paling puitis menurut saya. Tentang penyanyi dan penyair dari seorang frameless penyihir alam nan termasyur, Vaeran, yang akhirnya dihukum oleh sang penyihir sendiri. Dari sini, kita bisa menyaksikan “kelemahan” dari bangsaa frameless yang serba-sempurna itu. Kisah ini juga memiliki kaitan dengan salah satu seri novel Vandaria Harta Vaeran karya Pratama Wirya. Lalu, apakah Melviola itu sebuah kode bagi penulis cerita ini?

3. Batu Filsuf
Seorang anak remaja harus menyaksikan betapa setiap sebulan sekali seorang anak manusia dibawa ke Kastel Deimos sebagai bahan untuk membuat Batu Filsuf. Apakah tujuannya dan bagaimanakan nasibnya ketika ia akhirnya malah menolong salah seorang anak yang handak dijadikan persembahan? Cerita ini bersetting semasa pertempuran antara negeri Edenion yang tiran dengan gabungan pasukan manusia dan frameless yang menjunjung kesetaraan.

4. Musim Gugur
Settingnya mirip dengan kisah Harry Potter (lengkap dengan menara astronomi danrumah kacanya), yakni tentang seorang murid di sekolah sihir yang tiba-tiba menyadari bahwa dirinya diikuti oleh seorang naga bening nan misterius. Apa sebenarnya naga itu? Dan apa yang ada dibalik sekolah kuno mereka? Cerita ini rupanya agak menyinggung peradaban kerajaan Hastin, salah satu kerajaan di bumi Vandaria yang muncul di buku Ratu Seribu Tahun.

5. Nyanyian Alam
Entah kenapa saya paling suka dengan kisah ini. Penulis dengan lihai mampu menyisipkan pesan tentang pelestarian hutan melalui setting cerita fantasi yang dituliskan dengan lembut sekali. Kisah ini adalah tentang seorang wanita yang dapat berbicara dengan tumbuh-tumbuhan. Tak dinyata, nyanyiannya nan merdu itulah yang berjasa menyelamatkan seisi desa dari bencana.

6. Padang Hijau Atap Merah
Cerita ini juga sangat bagus, ditulis dengan rapi dan endingnya menyenangkan. Beginilah model kisah fantasy yang saya suka, yang tetap membawa unsur muram dan ngeri namun ditutup dengan bijaksana sekali sehingga pembaca puas. Kisahnya adalah tentang seorang anak manusia yang ingin belajar sihir pada seorang frameless penyihir nan sombong. Dari cerita ini, kita bisa tahu kenapa frameless jago sekali soal sihir dan bagaimana seorang manusia (yang sebenarnya tidak berbakat sihir) bisa menjadi seorang penyihir di Vandaria.

7. Relik Agung Gallizur
Bagi pecinta cerita petualangan dan pencarian harta karun, kisah ini bisa menjadi jagoan utama. Alkisah ada tiga orang pencari pusaka yang menemukan seorang asing tengah memegang salah satu pusaka yang mereka cari. Siapakah pria asing yang mengalami amnesia dan tidak tahu siapa dirinya itu? Dan, mengapa salah satu relik agung Gallizur bisa berada di tangannya? Jadilah saksi sebuah novel yang terangkum dalam sebuah cerita, plus bonus twist yang menyenangkan di bagian penghujung.

8. Di Bawah Bulan Separuh
Kisah ini adalah yang paling muram di antara 10 cerita dalam Kristalisasi. Ditulis dengan sudut pandang orang pertama, kisah ini sukses mengobok-obok batin pembaca dengan kondisi psikologis seorang anak remaja yang terbuang. Penulis menyorot batin si anak, dan sepertinya dengan cara itu berusaha menunjukkan sesuatu yang penting kepada pembaca. Sayangnya, endingnya agak menggantung sehingga efek “memberi tahu secara tersirat” itu jadi kurang terasa geregetnya. Mau tanya: Si Anak itu sebenarnya siapa? Kasihan yang belum terlalu akrab dengan dunia Vandaria karena mereka pasti bertanya-tanya (atau saya nya saja yang terlalu telmi kali ya? hehehe).

9. Beri Kami Damai
Sang penyusun hikayat, Ami Raditya, rupanya tidak mau ketinggalan. Karyanya ini seperti mengungkapkan tujuan atau maksud dirinya menciptakan Vandaria dengan perang-perang besar di dalamnya. Secara apik, melalui peran seorang penyair yang bertugas menyemangati (atau memanas-manasi) prajurit yang hendak terjun ke medan perang. Bahwa perang itu sia-sia, hanya membawa kesedihan dan luka, itulah yang mungkin hendak ditekankan oleh sang penulis.

10. Pentagon
Karena penulisnya sama dengan penulis Takdir Elir, tentu saja kisah ini memiliki keterkaitan erat dengan buku itu. Di dalamnya, Anda yang sudha lebih dulu membaca Takdir ELir akan mengetahui masa kecil Liarra serta awal mula pertemuan dan persahabatan antara pangeran ALthor dan Pangeran Xaliber. 

Selamat kepada 10 penulis yang telah terlebih dulu membuktikan secara nyata bahwa mereka benar-benar jatuh cinta dan berhasil melebur dalam dunia Vandaria. Kisah-kisah mereka yang terkumpul dalam buku ini membuktikan bahwa Vandaria menawarkan dunia dan cerita yang tak habis-habis untuk dituliskan dan diceritakan ulang, bukti bahwa Vandaria memang benar-benar mengajak siapa saja untuk turut mengkristal dalamnya. 
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 24, 2012 21:48

July 18, 2012

Kisah-Kisah Cinta Terlarang Paling Dikenang Sepanjang Masa


Judul   : Kisah-Kisah Cinta Terlarang Paling Dikenang Sepanjang MasaPenulis            : Anton WPLayout isi : Yudhi HerwibowoPenerbit : bukuKattaCetakan Pertama : 2012



            Kisah cinta, apa pun wujud dan penghujungnya, adalah salah satu dari ragam kisah cerita yang selalu dicari dan diperdengarkan ulang dalam panggung perjalanan sejarah. Pertautan antara dua hati dan dua kasih, yang diikuti dengan pertautan segala apa yang sebelumnya menyertai masing-masing dari keduanya, adalah salah satu elemen yang turut memperindah dunia fana ini. Pun, tidak selalu kedua hati mampu terpaut serasi tanpa dihalangi. Berbagai tempat dan peradaban di penjuru dunia diwarnai oleh aneka kisah cinta tak sampai, kisah cinta yang tak direstui dengan berbagai alasan. Ketika cinta itu menjadi terlarang (atau dilarang), bukan berarti keindahan dan kemolekannya turut menghitam. Alih-alih, sejumlah pasangan pecinta yang menjalani kisah terlarang itu mampu membuktikan kisahnya sebagai salah satu dari kisah-kisah teragung dan paling dikenal di dunia.            Anton WP, penulis yang produktif ini kembali membuktikan kepiawaianya mengolah kata dalam buku kumpulan kisah cinta tak sampai ini. Kisah-kisah besar ditata dan diceritakan ulang, dengan bahasa tulis yang tak kalah mendayu-dayu, menghasilkan untaian enam kisah cinta yang begitu menyadarkan benak pembaca akan besarnya kekuatan cinta. Walaupun tipis dan sederhana, buku ini mampu membawa pembaca dalam romantisme kisah cinta yang sempat mewarnai jalannya panggung dunia.
1. Pyramus dan Thisbe            Bersetting di masa pebangunan Menara Babeldi negeri Babilonia, kedua insan dari keluarga yang bermusuhan ini tidak mampu menolak hasrat cinta yang timbul antara keduanya. Apa daya, kedua pihak orang tua tidak suka dan berupaya memutuskan jalinan cinta kasih mereka. Hanya sebuah tragedi, yang seharusnya hanyalah karena waktu yang tak tepat, yang bisa menyatukan keduanya di penghujung hidupnya.
2. Paris dan Helen            Paris dari Troya mencintai Helen, yang adalah permaisuri dari Raja Sparta. Kecantikannya membuat ia alpa dan nekat “menculik” Helen ke Troya. Keduanya memang saling jatuh cinta, tapi apa daya ikatan itu memang tak seharusnya ada. Takdir besar pun terjadi berawal dari kisah keduanya, sebuah perang besar kolosal yang mengoyak dan akhirnya meruntuhkan kejayaan Sparta. Karena wanita, runtuhlah sebuah kerajaan raksasa. Karena wanita pula, muncul cerita kolosal tentang Perang Troya dan Taktik Kuda Troya nan legendaris itu.
3. Tristan dan Isolde            Tristan, putra dari seorang bangsawan, jatuh cinta pada Isolde—putri dari bangswan lainnya. Tristan terluka oleh racun yang ditorehkan oleh Paman Isolde saat ia mengalahkannya dalam duel. Hanya Isolde yang mampu menyembuhkan racun di tubuh Tristan, dan ternyata Isolde pula yang mampu menyembuhkan kegersangan hati sang pangeran. Keduanya saling jatuh cinta, padahal Isolde telah dipinang Raja Mark. Intrik dan siasat jelek pun mengotori kesucian cinta mereka, hingga akhirnya, keduanya hanya bisa dipersatukan dalam alam lainnya lewat sebuah tragedi yang bakal dikenang para pecinta sepanjang masa.
4. Lancelot dan Guinevere            Lancelot, salah satu dari Ksatria Meja Bundar jatuh cinta kepada Guinevere, istri dari raja Arthur. Percintaan mereka yang sebenarnya suci akhirnya dinodai oleh mata jahat Modred, keponakan Arthur yang culas. Terkuaklah hubungan terlarang di antara keduanya. Hingga, akhirnya, untuk menghindari tragedi yang menjelang, kedua pecinta harus merelakan dirinya berpisah satu sama lain.
5. Paolo dan Francesca            Sebuah kisah yang jarang dikenal, padahal begitu mewakili dahsyatnya kekuatan cinta. Mungkin, inilah kisah cinta jarak jauh (long distance relationship) pertama yang dicatat dalam ranah cerita cinta dunia. Keduanya dipertemukan dalam pernikahan yang penuh tipu daya, di mana sang pengantin pria sebenarnya wakil dari kakaknya yang seorang raja. Apa daya, keduanya jatuh cinta, membuat marah sang raja nan berhati angkara. Percintaan dan perselingkuhan pun tak terhindarkan, dan Paolo harus menghadapi duel maut untuk mempertahunkan cintanya pada kekasih hatinya.
6. Romeo dan Juliet            Pembaca pasti sudah sering membaca tentang kisah cinta (dari Barat) yang dikatakan paling agung sepanjang masa ini. Seorang pemuda jatuh cinta pada anak gadis dari keluarga musuhnya. Hubungan mereka segera mendapatkan cobaan begitu rupa sehingga sebuah rencana pun disusun untuk mengakalinya. Sayangnya, rencana indah itu berujung tragedi dengan tewasnya kedua pecinta. Mungkin, tragedi itu memang harus ada, untuk menyatukan kedua keluarga yang telah bermusuhan sejak zaman dulu kala. Kadang, kekuatan cinta memang begitu luar biasa dalam mengubah dunia. Namun, cinta juga menuntut pengorbanan yang begitu rupa. Bagi para pecinta sejati, seperti mereka yang dikisahkan dalam buku ini, tidak ada yang salah ketika seseorang berkorban demi cinta. Oh, cinta, engkau memperindah dunia, tapi juga sering kali membuat galau hati manusia.  


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 18, 2012 23:38

July 16, 2012

Pengantin Surga


Judul   : Pengantin SurgaPengubah     : Nizami GanjaviPenerjemah  : Ali Nur RahmanEditor              : Salahuddien GzCetakan        : Juli, 2012 (250 halaman)Penerbit         : Dolphin

          Jika ditanyakan, apa kisah cinta yang paling legendaris yang pernah ditulis, kebanyakan orang rata-rata akan menjawab kisah Romeo dan Juliet. Tidak salah memang, karya gubahan pujangga masyhur dari Inggris, William Shakespeare, ini memang telah selama ratusan tahun mempesona publik dunia dengan tragedi cinta pasangan kekasih muda yang memang jalinannya begitu rumit. Namun, sedikit (orang Barat) yang mengetahui bahwa ratusan tahun sebelum kisah Romeo dan Julietitu ditulis, sebuah kisah cinta yang jauh lebih luar biasa telah terlebih dulu dikisahkan, dipopulerkan, dan dicintai di seluruh wilayah Arabia sejak masa dinasti Umayyah (661 M – 750 M). Dari yang semula disebarkan secara lisan, kisah ini kemudian dikumpulkan, ditata ulang, dan dituliskan kembali secara lebih indah oleh  seorang penyair Persia bernama Nizami Ganjavi. Inilah kisah indah tentang cinta tak berbalas. Inilah kisah galau yang dilukiskan dengan begitu puitis dan begitu mencerap indera para pebaca akan kekuatan cinta. Inilah kisah tentang sepasang Pengantin Surga yang bernama Layla dan Majnun.
            Kisah tentang Layla dan Majnun mungkin sama populernya di Timur sebagaimana kisah Romeo dan Juliet di Barat. Keduanya sama-sama mengusung tema cinta yang tak sampai: dua insan saling mencinta, pihak keluarga tidak merestui, kedua insan terpaksa berpisah, dan setelahnya adalah haru biru, kegalauan berkepanjangan, kesedihan tak berujung, dan hati yang tak henti berpuisi.
            “Kedamaian jiwaku, di manakah dirimu? Kenapa kau rampok diriku dari hidupku? Selain cinta, dosa apa lagi di hatiku? Hati yang memohon pengampunanmu ini? Dari seribu malam, berikan kepadaku satu saja untuk bertemu denganmu. Lihatlah, segalanya telah kupertaruhkan, dan aku kalah.” (hlm 39).
             Kisah utamanya mungkin Anda semua sudah mengetahuinya: Ada seorang pemuda bernama Qays jatuh cinta pada putri cantik sekaligus kembang mawarnya sebuah kabilah yang bernama Layla. Tapi, apa daya orang tua Layla tidak menyetujui hubungan dari kedua insan yang saling mencinta.  Keduanya pun dipisahkan secara paksa, menciptakan sebuah lubang menyakitkan di dalam dada. Layla hanya bisa memendam kegetirannya di balik senyum dan cadar cantiknya, tapi Qays begitu tergila-gila akan Layla sehingga ia pun menjadi “gila” (majnun) karena cinta. Setiap hari, kerjanya hanya berpuisi, meratap nasib, memohon belas kasihan, dan melantunkan ungkapan-ungkapan besar atas nama cinta. Begitu rupa kegalauan yang melanda Qays, sehingga pembaca paling sabar pun akan muak dengan sikap Qays yang dimabuk cinta begitu rupa. Semua orang berupaya menyadarkannya, tapi apa dikata, cinta sering kali memang keras kepala. Bagi Anda yang belum bisa move on karena cinta, kutipan berikut mungkin bisa sedikit membantu memulihkan jiwa Anda:
“Belajarlah menerima dunia seperti apa adanya. … Berusahalah untuk bersabar, pikirkanlah sesuatu yang lain, meskipun itu terlihat tidak berarti bagimu. Rangsanglah dirimu sendiri, bergembiralah dan berbahagialah, bercandalah dan bermain-mainlah! Tirulah tingkah angin yang lincah bergerak ke sana-kemari. Kenapa tidak? Inilah kehidupan—apakah janjinya benar atau salah, nikmatilah apa saja yang muncul di setiap kesempatan.” (hlm 134)
          Sayangnya, Qays tetap keras kepala. Terbutilah melalui dirinya bahwa cinta itu buta dan (kadang) bikin gila. Bahkan, kematian kedua orang tuanya tidak sanggup mengalahkan kesedihan kisah cintanya. Dan, ketika akhirnya nasib meraih jiwa dan kehidupan Layla, ikut padam pula cahaya hidup sang pemuda. Keduanya berakhir sebagai dua pecinta yang saling berpeluk di atas pusara. Menanti bersama, panggilan agung di  penghujung masa dunia, ketika kelak keduanya akhirnya bisa dipersatukan di surga. Merekalah sang pengantin surga.
            Bagi pembaca Indonesia, mungkin sudah tidak begitu asing dengan kisah ini. SebagaimanaKisah 1001 Malam, ada begitu banyak versi dari kisah Layla Majnun ini. Namun, ada satu hal yang membuat kisah Layla dan Majnun versi Nizami ini begitu istimewa, begitu membekas dalam benak para pembaca dan pendengarnya (termasuk Goethe dan Eric Clapton).  Selain mempertahankan cerita utama, Nizami juga menambahkan detail-detail cerita yang semakin memperindah keelokan kisah aslinya. Bahkan, penulisannya dibuat begitu rupa sehingga menghilangkan kekakuandan kegersangan kisah versi awal, disisipi dengan pengetahuan tentang rahasia-rahasia terdalam dalam jiwa manusia. Bahkan, tidak sedikit di dalamnya kita temukan petikan-petikan indah tentang dunia pada sufi, para pecinta Tuhan.
            “Dengan berbekal cinta kepada Sang Kekasih, apa yang harus ditakutkan dari minuman yang pahit dan beracun? Pengalaman-pengalaman yang menyiksa, bila bersalut cinta, akan terasa seperti surga terindah.” (243)
            Yang paling menakjubkan lagi, Laula Majnun versi Nizami ini dituliskan dalam bahasa yang luar biasa kaya, penuh dengan citraan nan mempesona. Saya terutama juga sangat salut sama penerjemah dan editornya. Terlihat benar bahwa mereka telah bekerja begitu keras untuk menghadirkan kembali kisah ini ke dalam Bahasa Indonesia, dengan semaksimal mungkin mempertahankan  keindahan lirik, kekuatan metaforanya yang mengagumkan, serta tatanan rimanya nan mempesona. Di dalamnya, akan Anda temukan kalimat-kalimat yang tidak melulu mengalaukan, namun juga menyadarkan—yang begitu rupa menghunjam kesadaran kita sebagai manusia sekaligus hamba-Nya. Dengan segala kelebihan dan keindahannya itu, sungguh, buku ini pantas untuk dibaca dan kemudian menjadi salah satu penghias dalam rak buku Anda.  
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 16, 2012 00:21

July 11, 2012

Hailstorm


Judul                : HailstormPenulis              : Fachrul R.U.NEditor               : Louis JavanoIlustrator dan Sampul    : V. WeylandPencipta Hikayat          : Ami RadityaPenyusun Hikayat         : Rama Indra dan Azisa NoorPR                               : Truly RudionoCetakan                       : 1, 2012Penerbit                        : Gramedia Pustaka Utama


           Selamat sebelumnya saya ucapkan kepada sang penulis karena telah menghasilkan satu seri novel Vandaria yang sejauh ini paling dewasa dan paling menyenangkan untuk dibaca. Bukan bermaksud mengecilkan seri-seri lainnya, tapi semakin ke sini, semakin terasa utuh saja novel-novel seri Vandaria yang diterbitkan Gramedia. Dari segi pembangunan karakter, Hailstorm adalah yang paling apa adanya dan paling manusiawi. Tidak ada tokoh yang hitam sepenuhnya ataupun putih sepenuhnya. Sulit menebak siapa yang sebenarnya jahat dan siapa yang sebenarnya baik, karena memang begitulah kebanyakan manusia di dunia ini, tidak 100% putih tapi juga tidak 100% hitam, ada wilayah abu-abu di antara keduanya, dan Fachrul R.U.N berhasil mengeksplorasi wilayah abu-abu itu serta memadukannya dalam satu lagi kisah petualangan besar yang terjadi di semesta Vandaria.
             Adalah wangsa Hailstorm, sebuah keluarga bangsawan penguasa di kerajaan Black Moon yang bertekad untuk mencari tambahan kekuatan dari alam lain. Setelah berhasil menyandera Orbis, seorang frameless kuat, mereka memaksanya untuk membuka Grand Ark, sebuah gerbang yang dapat menghubungkan antara Vandaria dengan alam para monster, Reigner. Ekspedisi pun dibentuk, lewat ancaman atau bujukan uang, akhirnya terkumpul puluhan orang yang terdiri atas prajurit bayaran, ahli pedang, budak-tawanan, prajurit, anggota kelompok rahasia, serta seorang pejuang wanita yang telah bertekad untuk tidak bertarung lagi—Lavinia. Kelompok ekspedisi menembus Reigner itu ditugaskan untuk menghadap Raja Deimos Amurdad demi mendapatkan kekuatan besar itu. Ekspedisi itu dipimpin sendiri oleh Iridio Hailstorm, putra sulung keluarga Hailstorm yang pemberani. 

              Pintu menuju alam kematian pun dibuka, dan dimulailah perjalanan maut menelusuri alam Reigner yang penuh monster dan deimos, dengan berbagai racun mematikan dan jebakan tak kasat mata. Satu per satu, pejuang itu tumbang. Mereka mendapati bahwa alam itu terlalu beraroma maut untuk dijelajahi. Musuh-musuh terlalu kuat, dan perpecahan demi perpecahan yang terjadi semakin menambah banyak korban tewas. Akhirnya, hanya mereka yang terkuat secara fisik dan mentalah yang akan berhasil keluar hidup-hidup dari Reigner, dengan membawa kekuatan dahsyat yang mungkin belum pernah dijumpai di bumi Vandaria sebelumnya. Namun, sebelum itu, kelompok itu juga harus menghadapi musuh tak kasat mata yang selalu mengintai, berupaya membalas dendam pada Lavinia di masa lalunya. Ekspedisi ini sendiri ibarat hukuman bagi para anggota ekspedisi yang rata-rata memiliki sejarah kelam di masa lalunya. 

              Dari segi cerita saja Hailstorm ini sudah luar biasa “out of the box”, apalagi dari sisi pembangunan karakternya. Salah satu kehebatan dari Hailstorm adalah tema perjalanan yang tidak biasa (yakni perjalanan ke Alam Kematian) dan karakter-karakternya. Penulis begitu piawai menciptakan tokoh-tokoh yang unik sekaligus tak terlupakan dalam Hailstorm, di mana setiap karakter memiliki sisi lain yang kemudian terbukti bisa dieksplorasi dengan baik. Saya paling suka dengan karakter Lavinia. Pejuang wanita ini begitu tangguh dalam bertarung, tapi jiwanya digerogoti oleh masa lalu nan kelam. Ada juga Iridio, satu-satunya anggota keluarga Hailstorm yang waras dan berani melawan monster apapun—tapi sayang ia tidak berani menentang perintah ayahnya saat mengirimkan ekspedisi bunuh diri ke Reigner ini. Di dalamnya, tidak melulu disajikan perang fisik, namun juga gejolak batin dari masing-masing anggota ekspedisi sehingga ceritanya benar-benar utuh. Saya suka sekali saat Iridio berkata: 

              “Dalam medan pertempuran, aku tidak bisa lagi memikirkan soal derajat. Karena mereka berada di bawah naunganku, aku harus memastikan mereka dapat bergerak dengan maksimal.” (hlm 131)

               Membaca Hailstorm, tampak sekali betapa penulisnya telah begitu dewasa karena ia berhasil menyisipkan nilai-nilai kekeluargaan, kesetiakawanan, dan juga tanggung jawab melalui sebuah cerita fantasi petualangan. Dari awal, Hailstorm terlihat gelap karena mengambil setting di Reigner—Alam Kematian—namun sebenarnya novel ini menawarkan kehangatan kemanusiaan: rasa cinta sepasang suami istri, kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, serta pengorbanan antar-sahabat. Lebih utama lagi, Hailstorm seolah menegaskan kembali bahwa keluarga adalah segalanya. Mungkin, satu-satunya kelemahan yang saya temukan adalah kurang detailnya (atau kurang kejamnya) deskripsi alam Reigner itu, juga nasib-nasib tragis sejumlah karakter yang sebetulnya bisa diselamatkan! *eh spoiler!

             Nilai plus lain terletak pada alur ceritanya yang “hanya satu” sehingga pembaca dimudahkan untuk mengikuti alurnya. Alurnya simpel, tapi jelas dan runtut, yang kemudian diperkaya oleh si penulis dengan menggambarkan kondisi psikologis para anggota ekspedisi. Agar tidak membuatnya menjadi membosankan, penulis juga piawai menyelipkan adegan-adegan pertempuran di spot-spot tertentu sehingga pembaca tidak bosan. Satu lagi, typo alias salah ketik juga minim (Thanks Gramedia karena seri ini sudah ada editornya) di samping ilustrasi-ilustrasi di beberapa halamannya sangat membantu pembaca dalam mengimajinasikan cerita. Pun, pertempuran akhirnya, adegan pertarungannya begitu memuaskan! Saya mau nanya sedikit, Reigner itu plesetan dari “neraka” ya? 

              Satu lagi (dari tadi satu lagi satu lagi terus), sebagaimana seri-seri Vandaria lainnya, Hailstorm telah berhasil mengakrabi pembaca yang mungkin sebelumnya belum mengenal Vandaria. Entah bagaimana, siapapun bisa membaca secara acak seri-seri Vandaria, dan kemudian tiba-tiba langsung jatuh cinta dengan semesta rekaan nan unik namun menakjubkan ini. Membacanya, kita akan segera ikut mengkristal dalam alam ini, yang menjadikan benak begitu haus akan petualangan-petualangan selanjutnya. Karena alasan inilah para penulis dan creator dan illustrator dan kartu Vandaria Saga akan terus dinantikan karya-karyanya oleh para penggemar fiksi fantasi di Indonesia. Selamat, sekali lagi.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 11, 2012 20:57

June 28, 2012

Dracula


Judul    : Dracula Pengisap DarahPenulis : Bram StokerPenerjemah/Penyadur   : Olenka MunifPenyunting                    : Floriberta AningPenerbit                        : NarasiCetakan                        : Pertama, 2007, 160 halaman.




Ada beberapa makhluk vampire. Dracula adalah vampire jahat yang paling kuat yang pernah ada. Tenaganya setara dengan dua puluh pria dan semakin meningkat setelah hidup lebih dari seribu tahun. Ia mampu mengubah diri menjadi binatang buas…. Ia dapat mengendalikan cuaca, membuat kabut, angin dan badai. Ia dapat mengendalikan makhluk yang hidup berkelompok. Ia tidak memiliki bayangan, dan pantulan sosoknya juga tidak muncul dalam permukaan air atau cermin. Ia dapat berubah menjadi kepingan-kepingan kecil dan menghilang begitu saja. (hlm 90)
Dracula, novel rekaan karya Bram Stoker ini menghadirkan suasana kelam dan suram khas era Gothic. Sebuah cerita horor tentang makhluk supranatural yang  disebut-sebut sebagai salah satu cerita klasik paling menyeramkan yang pernah ditulis dalam bahasa Inggris. Begitu seram dan gelapnya makhluk rekaan dalam novel Bram Stoker ini sehingga tidak terhitung banyaknya film dan buku yang terinspirasi oleh novel ini. Teror dan kengerian yang dibawa oleh makhluk rekaan tersebut begitu gelapnya sehingga banyak pembaca akan bergidik duluan bahkan sebelum membaca novel ini.
Dracula mengisahkan tentang sepak terjang mahkluk gelap yang suka mengisap darah manusia yang masih hidup. Adalah Jonathan, seorang pemuda yang mendapat tugas aneh untuk mengunjungi sebuah properti milik seorang pelanggan nyentrik yang tinggal di wilayah Transilvania, mungkin di sekitar negara Albania di Eropa Timur. Begitu anehnya pelanggan yang mengatakan hendak membeli rumah di Londonitu karena ia tidak pernah terlihat di siang hari dan tidak suka dengan keberadaan cermin. Kastil tempat dia tinggal juga begitu menyeramkan dan mendirikan bulu roma. Karena penasaran, Johnatan pun memutuskan untuk berkeliling ke kastil sang Count Dracula, di mana ia menemukan sebuah rahasia gelap yang sangat kejam sekaligus menyeramkan: peti mati vampire.
Segera setelah itu, Mina—tunangan John—dan temannya Lucy, menjadi korban-korban pertama dari sang Count yang telah “dikapalkan” ke London. Lucy digigit dan ditulari hingga ia meninggal dan berubah menjadi vampire. Setiap malam, ia bangkit dari makamnya demi memperoleh darah segar dari seorang yang masih muda. Arthur, calon suami Lucy dan Jack, teman dekat Lucy yang menyadari keanehan ini segera mengontak profesor Van Helsing, gurunya Jack (ingat dengan film tentang pemburu vampire yang juga bernama Van Helsing?). Dari berbagai literatur yang ia baca, Van Helsing akhirnya menyadari bahwa mereka tengah menghadapi sejenis mahkluk dengan kuasa gelap yang akan menyebarkan kejahatan di muka bumi, yakni Dracula.
Persiapan pun dibuat, beragam perlengkapan disiapkan. Bersama-sama, mereka harus bahu membahu mengejar dan menghalangi upaya Count Dracula yang hendak mencari mangsa di Inggris. Walaupun kuat, ternyata Dracula punya kelemahan. Mereka sangat takut pada aroma bawang putih, salib, dan air suci. Vampir juga dapat dibunuh dengan menancapkan pasak kayu tepat ke jantungnya. Namun, pertma-tama, mereka harus membersihkan dan menyegel peti-peti mati yang dibawa oleh Count Dracula ke Inggris.  Akhirnya, mereka berhasil menghalangi upaya si mahkluk kegelapan, walaupun kali ini Mina terpaksa menjadi korban gigitan sang raja vampire. Mengingat posisinya yang rentan, Dracula pun melarikan diri kembali ke Transilvania dengan satu peti mati yang belum sempat disucikan oleh Van Helsing.
Maka dimulailah pengejaran dan balap adu cepat antara kereta yang mengangkut peti mati Dracula dengan kelompok Van Helsing. Jonathan, Jack, dan Arthur harus berjuang sekuat tenaga menghadang kereta tersebut sementara Van Helsing berjuang menjaga Mina agar tidak kalah di dekat kastil drakula. Pertempuran antara kuasa kegelapan dengan orang-orang dengan keteguhan hati luar biasa pun pecah. Sementara Jonathan dan kelompoknya memacu kuda demi mengejar Drakula, Van Helsing dan Mina harus menghadapi musuh-musuhnya sendiri, tiga wanita vampire peliharaan Drakula. Dengan pengetahuan yang ia miliki, Van Helsing berhasil memasak jantung tiga gadis kegelapan itu sekaligus mensucikan peti mati utama milik sang Drakula di kastilnya. Di lain tempat, Jonathan dan rombongan berhasil mengejar kereta kuda yang mengangkut peti mati berisi drakula. Dengan keberanian serta keteguhan hati yang tak tergoyahkan, ia memasak jantung si raja kegelapan dengan pasak kayu, melenyapkan makhluk gelap tersebut dari muka bumi untuk selamanya.
Membaca versi simplified dari Dracula saja sudah cukup menghadirkan suasana kelam dan muram ala era Gothic. Lalu, bagaimana kesan yang akan muncul saat kita membaca edisi yang asli? Pastinya kesan seram itu akan lebih terasa. Tentang kisah ini sendiri, ada berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan para sastrawan sekaligus peneliti sejarah, terkait dengan siapa tokoh yang menjadi inspirasi bagi Bram Stoker untuk menulis novel gelap ini. Ada yang mengaitkan sosok Drakula dengan Vlad Tepes, seorang penguasa di Albaniayang memiliki hobi menyula alias menusuk para musuh dan saingannya pada tiang kayu. Sosok yang benar-benar ada dalam sejarah ini hidup sekitar tahun 1400-an dan begitu ditakuti akan kekejamannya sebelum akhirnya ia dikalahkan oleh pasukan kerajaan Turki Utsmani.
Entah terinspirasi atau tidak, kisah tentang Drakula sendiri sudah cukup membuat pembaca bergidik dan kemunculannya kali pertama dalam bentuk novel telah meneguhkannya sebagai salah satu novel klasik dari era gothic. Sayangnya, saya tidak bisa menemukan versi utuh dari novel ini yang diterbitkan oleh GPU karena saya cek di toko buku on line katanya sudah “tidak tersedia”. Jika melihat versi simplified­-nya yang begitu mendirikan bulu roma, versi aslinya pasti  akan lebih membuat pembaca selalu memasang matanya ke arah jendela, memperhatikan dengan cermat sekiranya ada kelelawar besar dengan taring yang mencuat panjang. Menurut kepercayaan lama, ada tanda-tanda ketika seorang vampire sedang mencari mangsa. Di tengah, setiap anjing yang ada di desa akan mulai mengaum ke arah bulan… Itulah saat ketika orang-orang kehilangan akal, ketika yang waras menjadi gila, dan yang gila menjadi waras. (100)
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 28, 2012 18:56

June 22, 2012

Raise the Red Lantern, Persaingan Para Istri


Judul                : Raise the Red Lantern, Persaingan Para IstriPenulis              : Su TongPenerjemah      : Rahmani AstutiPenyunting        : Anton KurniaPem. Aksara    : Dian PranasariCetakan           : 1, November 2011Penerbit            : Serambi Ilmu Semesta           
Untung saja buku ini terbilang tipis, hanya 133 halaman, atau kalau tidak saya tidak tahu apakah saya sanggup menyelesaikan pembacaan dari karya yang begitu muram tentang rumah tangga yang berpoligami ini. Adalah Teratai, seorang mahasiswi berusia 19 tahun yang dipaksa oleh takdir dan keadaan untuk memasuki sebuah rumah seorang Tuan Besar yang  telah memiliki 3 orang istri. Alkisah, bisnis ayah Teratai bangkrut dan akhirnya ia bunuh diri karena tiak kuat menanggung utang dan malu. Karena tidak memiliki uang sepeser pun, Teratai kemudian memutuskan untuk menikah dengan Chen Zuoqhian, seorang saudagar kaya raya. Dengan menikahi orang kaya, Teratai merasa ia akan tercukupi kebutuhannya, meskipun demi itu ia harus rela dimadu dan menjadi istri keempat. Ketika ditanya alasan mengapa ia mau saja menikahi pria paruh baya yang tamak seperti Chen, Teratai menjawab:           “Apa itu status? Apakah status itu sesuatu yang dikhawatirkan oleh orang-orang sepertiku? Bagaimanapun aku sudah menyerahkan diriku kepadamu untuk dijual. Jika kau masih menghargai kasih sayang ayahku, juallah aku kepada seorang tuan yang baik.” (17).                      Di dalam rumah keluarga Zuoqhian, Teratai pun segera mendapat serangan dan tentanggan dari ketiga istri tua Tuan Besar. Sukacita, Mega, dan Karang; ketiganya memendam ambisi terpendam untuk saling menyingkirkan dan berupaya menjadi yang terbaik, tercantik, dan terseksi dalam memberikan “layanan” kepada si Tuan Besar. Tentu saja, karena Teratai adalah yang paling muda, ketiga istri tua itu menunjukkan ketidaksukaannya—baik secara terang-terangan maupun tersembunyi—kepada Teratai.                         Dan, dimulailah perang dingin dan perang batin di antara keempat wanita itu. Dalam persaingan yang digerakkan oleh asmaramaupun kecemburuan, masing-masing istri saling beradu siasat, saling fitnah, bahkan menggunakan ilmu hitam untuk menyingkirkan saingan mereka. Bahkan, tidak jarang masing-masing istri menjelekkan istri yang lain demi mendapatkan perhatian utama dari Tuan Besar. Teratai yang awalnya memilih untuk diam dan tidak terlibat pun segera terseret dalam intrik dan persaingan yang menguras batin dan pikiran. Sampai-sampai, ia yang awalnya lebih logis dan berpendidikan pun kehilangan logika dan kecerdasannya. Perlahan, persaingan itu telah mengubahnya menjadi perempuan yang egois, yang labil, yang emosional, yang meledak-ledak, yang ikut menjelek-jelekkan saingannya. Dan, istri keempat pun menambah daftar masalah di rumah Tuan Besar.                        Novel Raise the Red Lantern diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris pada tahun 1990. Judul awalnya adalah Wives and Concubines yang kemudian diubah menjadi Raise the Red Lantern sesuai dengan versi filmnya yang dibintangi oleh Gong Li sebagai Teratai. Dalam film yang disutradarai oleh Zhang Yimou itu, ada adegan pemasangan lampion merah setiap malam di depan kamar salah satu istri yang akan dikunjungi Tuan Besar Chen. Penulisnya, Su Tong, memang dikenal sebagai penulis yang suka mengambil tema yang tidak biasa dan bakan cenderung tabu. Dalam novel ini, ia rupanya hendak menyorot tentang tradisi poligami yang marak di China tempo dulu dan juga kecenderungan untuk memiliki anak laki-laki ketimbang anak perempuan (yang masih dianut kuat hingga saat ini). Hal ini sebagaimana yang diungkapkan sendiri oleh Chen dan Teratai:                          “Jangan bercanda! Wanita tidak bisa lebih penting daripada pria.” (halaman 12).            “Anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan.” Pikir Teratai. “Siapa yang peduli apakah dia mengigit atau tidak.” (halaman 24).
Buku ini tipis, bahkan bisa selesai dalam sekali baca. Namun, isinya begitu berwarna sekaligus begitu muram sehingga pembaca akan mampu memahami penyebab dari perubahan besar yang menimpa Teratai. Segala intrik dan perseteruan antar istri digambarkan dengan begitu gamblang, yang menjelaskan penyebab mengapa pembaca sering kali kelelahan walau membaca buku tipis namun sangat muram ini. Saking muramnya sehingga buku tipis ini sendiri mampu membuat Teratai gila di halaman terakhir.
            Lewat kehidupan Teratai, Karang, Mega, dan Sukacita yang sepertinya begitu larut dalam dunia mereka yang sempit, yakni seputar kamar, taman, dan ruang makan, penulis seperti hendak mengkritik posisi perempuan yang (pernah) begitu direndahkan di China. Perempuan seolah tidak lebih dari sekadar alat pemuas nafsu pria, bukannya sebagai rekan sehidup-semati. Menikah seolah begitu mudah bagi seorang Tuan Besar seperti Chen sehingga ia mudah saya mengambil empat-lima istri atau (maaf)  menggoda pelayannya. Borok rumah tangga yang hanya dibangun lewat nafsu dan ketamakan didedahkan semua dengan begitu muram. Bahwa apapun yang dimulai dan didasari oleh niat buruk semata memang tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik dan positif, termasuk dalam memilih istri dan memutuskan untuk berpoligami. Jika landasan dan alasannya kurang tepat, maka bencana lah yang akan datang.
            
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 22, 2012 01:37

June 20, 2012

Suddenly Supernatural, Hantu dalam Bus


 Judul     : Suddenly Supernatural, Hantu dalam BusPenulis  : Elizabeth Cody KimmelPenerjemah       : Barokah RuziatiPenyunting        : Ida WadjiPenyelaras Aks : Jia EffendiePenerbit            : Atria, April 2012

           
             Petualangan Kat—si medium ABG—masih berlanjut. Kali ini, ia, Jac, dan seisi kelasnya  hendak melakukan darma wisata ke luar negeri, tepatnya ke kota Montreal, Kanada. Tapi, walau sudah ke luar negeri sekalipun, hantu-hantu penasaran masih mengikutinya, mencoba mengusik dan menarik perhatiannya, membuatnya menjadi ABG yang benar-benar “tidak normal”. Padahal, Kat memohon begitu rupa agar perjalanan ini berjalan dengan normal sebagaimana sebuah ekskursi sekolah biasa, terutama karena Ben Greenblott—cowok yang Kat taksir setengah mati—juga ikut dalam rombongan yang sama.
            Tapi, harapan Kat ternyata tidak terkabul. Hantu-hantu tetap menampakkan diri di hadapannya tepat ketika bus memasuki wilayah perbatasan USA– Kanada, tampaknya hantu penjaga perbatasan. Setelah itu, muncul sosok gadis berjaket abu-abu yang tiba-tiba menduduki bangku bus tak terisi di bagian tengah bus, dan hanya Kat yang bisa melihatnya. Lebih tidak normalnya lagi, kali ini ibunya dan ibunya Jac juga ikut serta sebagai wali pengawas. Semuanya lengkap sudah untuk menjadikan perjalanan ini sebagai sebuah kekacauan bagi Kat.
            Tapi, sebuah perjalanan wisata tetaplah perjalanan untuk bersenang-senang. Kat harus mengakui bahwa perjalanan itu cukup menyenangkan, terutama karena ia bisa berdekatan dengan Ben. Tapi, hantu-hantu tetap menganggunya, di sejumlah tempat wisata tua yang mereka kunjungi, dua hantu lagi nonggol dan berupaya mengganggu Kat. Ada sesosok hantu pemuda dari abah ketujuh belas yang terus menanyakan sesuatu dalam bahasa Prancis dan juga hantu Velma, seorang mantan pemandu wisata dari tahun 1970-an yang tampaknya terobsesi untuk terus memandu penumpang walaupun ia sudah lama meninggal. Ketiga sosok hantu itu akhirnya masuk dalam bus, dan—lebih parahnya lagi—terlihat begitu menempel pada Ben.
            Ada yang aneh, Kat mengamati bahwa ketiga sosok arwah itu terus menempel ke Ben dan Ben sepertinya bisa merasakan—atau lebih tepatnya—mendengar arwah-arwah tersebut. Siapakah Ben sebenarnya? Apakah ia sosok medium juga seperti Kat? Tapi, Ben tidak bisa melihat arwah, ia hanya bisa mendengarnya. Ketika Ben menyadari bahwa Kat juga mengalami hal yang serupa dengannya, maka mereka berdua pun bahu-membahu untuk saling membantu mengusir dan memulangkan arwah-arwahh gentayangan itu kembali ke alamnya. Dengan bantuan ibu tercinta yang sekali lagi menyelamatkan Kat dari serangan arwah hitam, Ben yang tampaknya mulai tertarik dengan Kat, dan Jac—sohib Kat—yang tak henti-hentinya berupaya menjodohkan Kat dengan Ben; Kat akhirnya menyadari bahwa perjalanan itu ternyata sangat keren.
            Suddenly Supernatural, Hantu dalam Bus adalah seri ke-4 dari serial Suddenly Supernatural yang mengangkat kehidupan sesosok medium remaja yang masih labil. Jarang sekali ada buku dengan topik seram tapi dibahas dengan begitu ringan dan berwarna-warni sebagaimana seri ini. Bersama Kat, si medium ABG, pembaca menjadi tidak terlalu takut lagi membaca buku-buku spooky tentang arwah gentayangan. Penulis mampu memadukan dunia medium yang sebetulnya gelap dan mistis ini dengan dunia ABG yang dinamis dan diwarnai percik-percik cinta. Sebuah kombinasi yang tidak biasa tetapi menghasilkan perpaduan dunia yang menakjubkan, yang seram sekaligus penuh keceriaan dunia ABG yang pasti akan membuat banyak pembaca larut di dalamnya.  
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 20, 2012 20:47