Dion Yulianto's Blog, page 4
June 19, 2012
Chiru’un, Disciples of Luan (Si gadis dari Suku Selatan)
Judul : Chiru’un, Disciples of Luan (Si gadis dari Suku Selatan)Penulis : TasfanEditor : Ratna MariastutiKorektor : A.S. SudjatnaSampul : Moon Eclipse StudioCetakan : Pertama, Mei 2012Penerbit : DIVA Press
Sekitar tiga tahun yang lalu, dunia fiksi Indonesia sempat dihebohkan oleh novel Tanril, sebuah novel semisilat-fantasi yang ditulis dengan sangat apik oleh Nafta Shintiel Meika. Tanril begitu memuaskan pembaca yang mengharapkan adanya gebrakan baru dalam dunia fiksi-fantasi lokal sehingga inilah satu di antara sedikit fiksi fantasi lokal yang mendapat bintang empat di Goodreads. Kalau saja bukan karena model lay out-nya yang memusingkan mata karena setiap dialog dicetak miring semua, tentu banyak yang akan memberi nilai hampir sempurna. Untungnya, penulis tidak berlama-lama menghilang, ia muncul kembali dengan prekuel dari Tanril, yang mengisahkan apakah Luan itu (yang menjadi sesuatu yang begitu misterius di Tanril), apakah Dao Di itu, dan mengapa pergerakan takdir bisa sedemikian cepat di padang-padang rumput selatan dan Zirconia.
Kisah diawali dengan munculnya Suku Selatan yang menguasai dunia bagian selatan dengan lima konfederasinya. Salah satunya adalah Konfederasi Bayu yang memiliki tugas melindungi sebuah suku suci penjaga rahasia suci alam semesta yang konon telah ada bahkan sebelum Dewa Maha Kuasa dan Maharaja Dunia Clem muncul. Rahasia itu bernama luan, dan inilah kisah tentang rahasia itu. Adalah Chiru’un, seorang gadis kecil bandel yang bersama delapan gadis lainnya dari Suku Selatan telah terpilih sebagai para pewaris luan yang selanjutnya. Mereka semua dikumpulkan oleh Sang Wanita Suci Penguasa Luan, Anbelle yang bertugas menjaga cahaya pelangi suci, luan itu sendiri.
Manusia hidup mengabdi pada kewajiban Karenanya hatinya sesungguhnya Lebih tinggi dari gunung Lebih dalam dari lautan Karena jiwanya sesungguhnya murni Hanya terlihat setelah tempaan dan beban Ia bisa mengatasi segalanya dan melepas segalanya Itulah inti dari jalan pelangi
Sembilan anak suci itu kemudian dikumpulkan dan dididik di Balai Bayourunaa, sebuah bangunan biara di tengah padang rumput tempat Anbelle, sang Tetua Tertinggi Penguasa tinggal. Di tempat inilah Chiru’un dan delapan gadis lainnya ditempa, baik fisik, pikiran, dan terutama hati mereka dalam jalan pelangi. Tidak ada asal-usul, atau karakter, atau perbedaan fisik atau apapun yang dipertahankan disini, mereka semua adalah sama, sesama saudari yang diikat oleh tali pelangi yang menyatukan mereka. Hari-hari dijalani dengan berlatih menyulam dan bersemadi, masuk ke alam pelangi itu sendiri. Dari yang semula hanya menjahit dengan benang biasa, akhirnya sembilan pewaris luan itu bisa mengeluarkan benang-benang cahaya sewarna pelangi dari jari mereka. Inilah wujud luan yang paling dasar.
Segera saja, mereka larut dalam kegembiraan. Segera saja, mereka berlomba menghasilkan aneka bentuk benang-benang cahaya yang mampu menipu mata dan bisa digunakan untuk melihat cahaya tak kasat mata. Saat itulah Chiruun mampu memahami potensi besar dalam diri, sebuah luapan energi besar yang harus disalurkan dan dijalankan dengan semestinya, yakni dengan belajar luan. Dan hari demi hari, tahun demi tahun, pelajaran dan didikan diberikan oleh Anbelle dengan segenap kesabaran dan pengetahuan dalam dirinya. Begitu rupa penulis menggambarkan masa delapan tahun pelajaran mereka, lengkap dengan karakterisasi yang sangat kuat dan jalinan cerita yang rumit hingga akhirnya datanglah masa-masa menjelang prahara. Kesembilan penerus luan harus bersiap. Di depan mereka, terbentang masa yang penuh marabahaya yang hanya bisa diatasi oleh jiwa yang pemberani dan memiliki bekal untuk menggunakan pengetahuan luan. Lalu, bisakah Chiruun dan delapan kawannya lulus sebagai para penguasa luan? Bagaimana nasib dunia dan suku selatan selanjutnya? Semuanya bergantung pada penguasaan dan pemahaman mereka akan luan itu.
Chiru’un--dengan jumlah halaman yang lebih dari 500--kurang menampilkan episode-episode khas dari sebuah fiksi fantasi (yakni pengantar, pemicu, konflik, dan penyelesaian). Alurnya mungkin bisa dibilang datar dan agak membosankan karena hampir tidak ditemukan adegan tentang perang secara fisik. Penulis rupanya lebih menonjolkan pengembangan karakter serta konsep antropologis dari bangsa Suku Selatan dan bangsa-bangsa di sekitarnya. Lebih dari itu, penulis bahkan menciptakan bahasanya sendiri, sebagaimana Tolkien. Lebih hebatnya lagi, walaupun bahasa itu rekaan, tapi penulis menyusun kosakatanya secara konsisten, tidak asal comot atau merangkai huruf tak bermakna. Bahasa dalam Chiru’un begitu metodologis, yang hampir-hampir membuat pembaca percaya bahwa bahasa itu ada. Novel ini juga secara mendetail membahas tentang aspek-aspek geografis dan terutama ciri-ciri fisik dan budaya dari bangsa-bangsa yang berdiam di dunia rekaannya. Sungguh, hampir-hampir novel ini bisa menjadi rujukan antropologis dari dunia fantasi yang diciptakan oleh sang penulis.
Sebagaimana saya bilang di atas, alur Chiru’un begitu lambat dan hampir-hampir datar. Hal ini berbahaya karena dapat membuat pembaca bosan dan langsung melempar buku ini ke rak. Tapi anehnya, buku ini sama sekali tidak membosankan. Kepiawaian penulis dalam merangkai kata dan kalimat adalah sangat luar biasa, hampir-hampir membuai bak seorang tukang cerita yang kehadirannya sendiri sudah mempesona pembaca. Kita akan diajak ke dunia Luan, belajar tentang diri sendiri dan juga orang lain, serta karakter-karakter manusia pada umumnya. Aneka nasihat dan nilai kehidupan disampaikan dengan begitu bagusnya, dengan typo yang minim dan model penceritaan yang sangat rapi dan menyenangkan.
Banyak orang di dunia ini mengalami penderitaan dan kesusahan. Tapi, di kelak hari, mereka melihat derita dan kesusahan itu sebagai kenangan indah.” (hlm 169)
“Apakah kalian memahami rahasia alam semesta ini: bahwa kebahagiaan sejati tidak ditemukan di masa lalu atau masa depan, melainkan di masa kini.” (hlm 521)
Begitu banyak pelajaran tentang kehidupan dalam novel ini, saya sendiri sampai terpaku melihat betapa piawainya penulis bertutur tanpa terkesan menggurui, betapa hal-hal besar itu dapat disampaikan melalui sebuah cerita fiksi-fantasi tanpa menghilangkan alur cerita ataupun mengubahnya menjadi sebuah buku motivasi populer. Dan, bagi pembaca yang telah terlebih dulu terpesona dengan Tanril, maka Chiru’un akan membuat keterpesonaan itu kian lengkap. Akhirnya, apakah luan itu? Apakah yang dimaksud dengan jalan pelangi itu? Bacalah dan Anda akan paham bahwa dalam diri masing-masing insan selalu ada pelangi yang akan mengusir awan kelap dalam jiwa.
“Luan adalah sinar pembimbing hidup kami. Jalan jiwa dan jantung hati kami. Anyaman kasih an harapan kami. Cahaya kami. Sekarang, dan selamanya.” (hlm 516)
Selamat berpetualang dalam luan.
Published on June 19, 2012 18:45
May 30, 2012
Buku Pintar Penyuntingan Naskah
Judul : Buku Pintar Penyuntingan Naskah (Edisi Kedua)Penulis : Pamusuk EnesteSetting : Rahayu LestariSampul : Pagut LubisPenerbit : PT Gramedia Pustaka UtamaTebal : 252 halaman/November 2009
Dulu, saya berpikir bahwa menjadi seorang editor itu cukup dengan sekadar menguasai penggunaan tanda baca, paham dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar, dan mengetahui aturan-aturan tata bahasa baku dalam Bahasa Indonesia. Ternyata, setelah saya benar-benar menjadi editor, pengetahuan tentang tata bahasa dan kosakata itu bisa diibaratkan sebagai tangga awal untuk menuju ke dunia editor yang sangat berwarna-warni. Dalam mengedit naskah, terutama naskah yang masih mentah, seorang editor dituntut untuk jeli sekaligus awas dengan naskah yang dihadapinya. Tidak sekadar mengawasi salah ketik (typo) dan kesalahan tanda baca, editor juga harus meluruskan pola kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah, mengganti kata-kata yang diksinya kurang tepat untuk konteks tertentu, dan mengecek sekiranya penulis mengutip karya atau pendapat atau gagasan orang lain. Dengan mengalami sendiri betapa peliknya dunia editor itu, bersyukur sekali saya karena telah menemukan buku Buku Pintar Penyuntingan Naskah karya Pamusuk Eneste ini. Walaupun telah diterbitkan sejak tahun 1995 dan mengalami beberapa kali cetak ulang (yang membuktikan bahwa buku ini memang sangat berguna), muatan dalam buku ini masih sangat relevan untuk digunakan sebagai pegangan. Terutama di tengah carut-marut kebahasaan dalam dunia bahasa kita, adanya sebuah buku patokan tentang bagaimana cara mengedit yang baik dan benar (setidaknya yang sesuai dengan aturan-aturan yang saat ini berlaku) adalah sesuatu yang sangat penting. Di sinilah peran buku ini. Salah satu salah kaprah yang disinggungg buku ini di antaranya makna kata “bergeming” yang artinya (silakan cek di KBBI) adalah “tidak bergerak sama sekali”. Jadi, keliru kalau kita mengatakan, “Meskipun sudah diusir, pria itu tidak bergeming dari tempatnya.” Juga, tentang penulisan nama julukan untuk negara atau kota, bahwa yang benar adalah negeri sakura dan kota pelajar dan bukannya Negeri Sekura dan Kota Pelajar. Juga, dari sini kita bisa tahu bahwa yang benar adalah Bukittinggi bukan Bukit Tinggi (hlm 70). Ada pula pembahasan tentang “kalimat membosankan”, yakni kalimat yang menggunakan dua buah kata yang berasal dari kata dasar yang sama. Secara tata bahasa, kalimat semacam ini tidak salah, hanya saja dapat membuat pembaca menjadi bosan. Contoh dari kalimat membosankan adalah: “Kapan tempat itu ditempati?” atau Pertanyaan itu sering dipertanyakan kepada kami.” (hlm 56). Dibahas juga tentang kalimat salah kaprah, yakni kalimat yang tidak mengandung unsur tertentu atau terasa janggal karena penggunaan kata yang tidak tepat (hlm 57). Contoh dari kalimat ini di antaranya Persib memenangkan pertandingan 2-0 (apakah nama pertandingan itu “pertandingan 2-0?) dan Kamus ini dimiliki para wisatawan, baik mancanegara maupun domestik (Siapa yang mancanegara dan domestik di sini? Kamusnya apa wisatawannya?). Secara muatan, kandungan buku ini cukup lengkap karena mengulas perjalanan sebuah naskah mulai dari tahap pra-penyuntingan hingga menjadi buku. Ada pula syarat-syarat menjadi penyunting naskah yang baik, kode etik penyuntingan naskah, aturan-aturan dasar dalam EYD, hingga ragam naskah dan teknik menyuntingnya. Sungguh, dengan segala kelebihannya, buku ini sangat perlu dimiliki oleh mereka yang berkecimpung di dunia tulis-menulis, baik editor, penerjemah, maupun penulis sendiri. Setidaknya, mulailah dengan hal-hal dasar yang sering terlewat dari kita; bahwa yang benar adalah stres, daripada, di kota, dimakan, gula jawa, dan batik Pekalongan. Dan, bahwa stress, dari pada, dikota, di makan, gula Jawa, dan batik pekalongan itu keliru. Mari kita belajar bersama.
Postingan ini dibuat dalam rangka posting bareng buku-buku terbitan Gramedia bersama member Blogger Buku Indonesia.
Published on May 30, 2012 19:49
May 29, 2012
Manx Mouse
Judul : Manx MousePenulis : Paul GallicoPenerjemah : Maria LubisPenyunting : Abu IbrahimSampul& Ilustr.:Ella ElvianaPenerbit : Media Klasik Fantasi (Mahda Books)Tebal : 227 halaman/April 2011
Selalu ada imbalan untuk keberanian, dan petualangan yang seru serta mengasyikan untuk dialami. Adaberagam pelajaran kehidupan yang dapat direguk, serta teman dan musuh terbaik dalam perjalanan kehidupan. Adaberagam tantangan yang bisa menjadikan kehidupan itu sendiri menjadi utuh, tidak sempurna memang, tapi utuh. Nilai-nilai inilah yang bisa diperoleh pembaca dari novel simpel namun membawa pesan yang sangat besar ini Manx Mouse.
Embel-embel “Buku favorit J.K. Rowling” yang tercetak di sampul depan novel inilah yang pertama menggugah rasa penasaran saya terhadap novel indah ini. Kisahnya sendiri sangat simpel, yakni perjalanan seekor tikus manx dalam menjelajahi daratan Inggris. Alkisah, seorang pengrajin keramik tua berhasil membuat sebuah patung keramik berbetuk tikus yang luar biasa. Begitu hidupnya patung keramik itu sehingga entah bagaimana patung itu benar-benar hidup dan menjadi seekor tikus manx yang bisa bergerak. Tikus itu berwarna biru, memiliki kaki belakang seperti kanguru dan telinga yang panjang seperti seekor kelinci lucu. Ia juga tidak punya ekor. Ia adalah tikus manx satu-satunya di dunia.
Maka dimulailah perjalanan sang tikus manx berkeliling Inggris untuk menemukan tujuan mengapa ia diadakan. Di perjalanan, ia bertemu dengan beragam petualangan hebat. Pertama, ia bertemu dengan Clutterbumph, sang ketakutan itu sendiri. Inilah hal pertama yang harus dihadapi oleh manusia saat berada di dunia. Sejauh mana ia berhasil menaklukkan rasa takutnya, maka di situlah letak kunci suksesnya. Lalu, tikus manx juga diajak terbang oleh seekor elang perkasa dan menolong seekor rubah tua yang kelelahan dan sedang diburu oleh sekawanan anjing dan kelompok pemburu. Di sebuah sirkus, ia bertemu dengan Nellyphanth, gajah besar yang suka gugup di mana tikus manx berhasil membantu si gajah menjinakkan kegugupannya sendiri.
Di sebuah sekolah, ia bertemu dengan gadis baik bernama Wendy. Disinilah si tikus manx tertangkap oleh guru-guru Wendy yang menganggapnya tidak lebih dari sekadar sebuah specimen. Demi ilmu pengetahuan, mereka rela melakukan apa saja—bahkan melanggar etika kemanusiaan dan mengabaikan perasaan. Lalu, ada juga harimau penakut yang menyesal karena rasa penasarannya telah membuatnya terlibat dalam masalah. Sering kali, keinginan kita begitu besarnya hingga imbalannya tak sepadan dengan pengorbanan yang diberikan. Kadang kala, apa yang telah kita miliki, itulah yang terbaik. Sayangnya, kita sering kali terlambat menyadarinya.
Lalu, ada pula ketika tikus manx biru itu dijual di sebuah toko binatang peliharaan. Pemiliknya benar-benar tamak dan culas. Ia berusaha menjual tikus unik ini dengan harga jual yang setinggi-tingginya. Bahkan, tikus manx sampai dianggap sebagai barang lelang yang kemudian diperebutkan banyak orang. Pada akhirnya, si pemilik toko yang tamak malah kehilangan semua harta dan juga tokonya karena ketamakan dan keculasannya itu.
“Manx mouse di atas landasan pilarnya menatap para hadirin lelang itu dan bertanya-tanya, bagaimana begitu banyak orang yang jelas tampak terhormat, dengan pakaian yang indah, bisa tampak begitu liar karena ketamakan. Keinginan apa yang bisa membuat wajah mereka begitu merah padam, mata mereka menyipit, dan mulut mereka cemberut serta ganjil.”(161).
Dalam setiap petualangannya, tikus manx mengalami warna-warni kehidupan. Ada pengalaman menyenangkan dan menakutkan, ada sahabat terbaik dan musuh terculas, ada tempat terindah dan tempat paling buruk, ada orang baik dan ada orang jahat. Namun, kemanapun ia pergi, ia selalu diingatkan pada takdirnya bahwa seekor tikus manx adalah milik kucing manx yang tinggal di Pulau Man. Pada akhirnya, kepada kucing itulah ia harus memasrahkan nasib dan ujung dari perjalanan kehidupannya. Dan, karena semua orang berkata demikian, maka tikus manx yang awalnya tidak punya rasa takut dan tidak takut apapun, kini menjadi takut dengan sosok kucing manx. Dengan berat hati, tikus mungil ini akhirnya harus menghadapi ujung perjalanannya sebagai mangsa si tikus manx.
Tapi, pada akhirnya, ia membuktikan bahwa ia tidak boleh menjalani kehidupannya tanpa berbuat apa-apa. Ia memutuskan untuk maju dan berjuang, untuk melawan dan berbuat sesuatu. Bukan untuk melawan takdir yang telah ditetapkan olehnya, tapi lebih untuk mencoba berupaya secara maksimal sebelum memasrahkan semuanya ke tangan sang takdir.Lagipula, tak ada yang benar-benar mengetahui takdir kehidupannya selain Tuhan sang pencipta.
“… bahwa dia, manx mouse, hari ini akan berjalan dengan tenang ke kerongkongan Manx Cat. Dia telah datang ke sana dengan tekad kuat untuk menghadapi nasib apa pun yang akan menunggunya, tetapi tidak berarti dia akan mengalah saja tanpa perlawanan” (217)
Perjalanan tikus manx tampaknya simpel, tapi sesungguhnya dalam perjalanannya yang singkat itu ia telah mengkritik sekaligus menyindir kecenderungan-kecenderungan negatif dari diri setiap kita: ketakutan, ketamakan, egoisme, pengecut, keinginan-buta, pengkhianatan, tidak pernah merasa cukup, dan takut terhadap takdir. Pada akhirnya, si kecil manx mouse mengajarkan kepada kita agar tidak takut dengan musuh terbesar kita, yakni ketakutan kita sendiri.
Mereka yang terbukti tetap maju dan berjuang--meskipun orang-orang lain mengatakan bahwa pada akhirnya ia akan kalah--adalah seorang pejuang kehidupan yang sejati. Mereka tidak takut pada nasib dan sanggup menanggung risiko dalam kehidupannya. Dan, keberanian mereka terkadang menghasilkan imbalan yang sangat manis, ditambah dengan sedikit hadiah-hadiah yang menyertai jalan keberaniannya, yakni petualangan seru, sahabat-sahabat baru, dan pelajaran hidup yang luar biasa berharga.
… Aku harus pergi dan mencari kucing manx di mana pun dia berada, dan menghadapinya langsung tak peduli apa pun yang terjadi, dan tidak takut (217)
Published on May 29, 2012 19:28
May 21, 2012
Sherlock Holmes, A Study in Scarlet
Judul asli : Sherlock Holmes, A Study in ScarletJudul terjemah : Penelusuran Benang MerahPenulis : Sir Arthur Conan DoyleAlih bahasa : B. Sendra TanuwidjajaCetakan : 1, November 2001, 216 HalamanPeneerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jika Anda sebagai penggemar awal serial Sherlock Holmes bertanya-tanya bagaimana detektif nyentrik ini bisa dipertemukan dengan Dr. Watson yang merupakan sahabat sekaligus mitra kerja di 221B Baker Street, London, maka di buku A Study in Scarlet inilah Anda akan menemukan jawabannya. Dalam bab-bab awal buku ini, akan terjelaskan mengapa kedua orang yang berbeda jauh bak langit dan bumi ini bisa bertemu dan membentuk satu gabungan luar biasa dari salah satu cerita detektif terhebat sepanjang masa. Dr. Watson yang agak kaku, intelek, dan tipikal khas orang Inggris yang “normal” seolah tercipta untuk melengkapi sosok Sherlock Holmes yang luar biasa ganjil, nyentrik, namun memiliki kepandaian deduksi yang luar biasa. Sebagai penggemar Sherlock Holmes, Anda disarankan untuk tidak melewatkan membaca A Study in Scarlet ini agar mata rantai pengetahuan Sherlockian Anda lengkap dan tidak terputus.
Alkisah, Dr. Watson—yang waktu itu masih lajang dan luntang-lantung—baru dipulangkan dari Afganistan karena penyakit berat yang dideritanya di medanperang. Pengalamannya sebagai dokter militer rupanya tidak menghalanginya untuk ikut terkena penyakit tifus. Kombinasi dari luka tembak dan serangan tifus membuatnya begitu lemah sehingga ia dipulangkan ke London. Karena tidak punya cukup uang dan pekerjaan, ia mencari tempat kos yang murah. Di sinilah ia dipertemukan dengan Sherlock Holmes yang juga sama-sama sedang mencari kamar kos dengan sewa yang murah. Jadilah Dr.Watson sebagai kawan berbagi tempat tinggal dengan Sherlock Holmes—seorang dektektif nyentrik yang akan segera mengubah hidup Dr. Watson yang monoton menjadi penuh warna dan petualangan di dunia kriminal.
Segera saja, Dr. Watson menjumpai betapa nyentriknya rekan sekamarnya itu. Hal pertama adalah kemampuan Holmes yang mampu menebak bahwa Watson baru saja pergi di Afganistan meskipun keduanya belum pernah bertemu sebelumnya. Holmes sepertinya agak anti-sosial dan jarang bergaul tapi nyatanya ia didatangi oleh banyak tamu. Holmes juga memiliki tatapan mata yang sangat tajam dan selama beberapa waktu dia akan terlihat duduk termenung selama berjam-jam tanpa berkata apa-pa sebelum kemudian mengambil topi dan mantelnya lalu pergi keluar. Yang paling khas tentu saja, Holmes duduk sambil menghisap cangklong rokoknya dan terlihat seperti memikirkan sesuatu dengan sangat serius. Ketika ia membaca, ia membacanya dengan begitu terperinci sampai hal-hal terkecil. Herannya, pengetahuannya yang luar biasa tidak diimbangi dengan pengetahuan yang sama besar di bidang lain, sampai-sampai Watson ngedumel sendiri: Bahwa ada manusia beradab di abad kesembilan belas ini yang tidak menyadari bahwa Bumi mengitari Matahari, bagiku merupakan fakta yang begitu luar biasa hingga aku hampir-hampir tidak mempercayainya. (24)
Sherlock Holmes selalu bisa menghadirkan deduksi alias kesimpulannya sendiri, yang membuat Dr. Watson semakin penasaran dengan misteri teman satu tempat tinggalnya ini. Bahkan, sempat-sempatnya Watson menyusun daftar kelebihan dan kekurangan pengetahuan sahabatnya itu dalam sejumlah bidang keilmuan—Holmes terutama sangat mengusai bidang kimia dan hukum Inggris, namun lemah dalam sastra dan filsafat. Namun, lama-kelamaan Watson sendiri yang menyadari bahwa dibalik sosok yang nyentrik itu bersembunyi otak yang luar biasa cerdas. Ketika hari itu tiba, Watson baru menyadari bahwa rekannya itu adalah seorang detektif konsultan yang telah berhasil memecahkan banyak kasus dan misteri rumit di London. Tidak lama kemudian, Watson pun terlibat dalam kasus pertama yang akan ia telusuri benang merahnya bersama Sherlock Holmes.
“Kau orang pertama yang membuat ilmu deduksi begitu gamblang seperti ilmu eksakta.” (hlm. 60)
Sebuah pembunuhan terjadi di Lauriston Gardens, London. Seorang pria ditemukan meninggal di dalam sebuah rumah kosong. Tidak ditemukan luka ataupun senjata, namun ekspresi wajahnya menampakkan kengerian yang luar biasa. Sherlock Holmes yang baru bisa mendatangi TKP pada pagi harinya mendapati bahwa para polisi di Scotland Yard telah bertindak sembrono dengan “mengotori” lokasi kejadian dengan banyaknya petugas yang dilibatkan. Banyak bukti telah bercampur baur dan walaupun para polisi tersebut telah mengaku bahwa mereka bisa mengamankan barang-barang bukti dan membuat deduksi, Sherlock Holmes tetap saja usil dengan melakukan pengamatan sendiri. Ketika dua detektif resmi kepolisian saling berlomba untuk memcahkan misteri kriminal ini, Sherlock—ditemani Watson—bergerak dengan caranya sendiri. Dengan lihai, ia bahkan berhasil mendatangkan sendiri sang pembunuh tepat di depan hidung kedua detektif tersebut. Luar biasa bagaimana alih-alih mengejar si pelaku, Holmes mampu membuat si pelaku mendatanginya sendiri.
Ketika pembunuh itu akhirnya tertangkap, maka dimulailah bagian cerita kedua tentang masa lalu sang pembunuh dan bagaimana ia bisa melakukan pembunuhan itu. Bagian kedua ini agak berbeda dari seri-seri Sherlock Holmes yang lain—yang dikisahkan oleh Watson ataupun oleh Holmes sendiri. A Study in Scarlet memiliki dua cerita dan dua penceritaan, satu dikisahkan melalui sudut pandang Watson sementara satunya lagi oleh sudut pandang orang ketiga. Kedua cerita ini akhirnya akan saling bertemu di belakang, menyajikan sebuah kasus pelik namun canggih yang akhirnya bisa diungkap oleh Sherlock Holmes.
Membaca serial Sherlock Holmes ibarat candu yang memabukkan bagi pembacaranya. Tidak heran jika detektif nyentrik rekaan Conan Doyle ini segera merebut perhatian dunia. Cara dan perilaku Holmes yang nyentrik dalam memecahkan kasus, serta sudut pandangnya yang berbeda dari orang kebanyakan merupakan contoh dari otak yang “out of the box”. Kemampuannya berdeduksi serta kelihaiannya dalam melihat apa yang luput dilihat dari orang lain telah mengajarkan kepada pembaca tentang bagaimana menjadi detektif yang tidak mudah tertipu dengan bukti-bukti palsu. Karakter khas pengamatan Holmes pun cukup unik, ia memulai menceritakan pengungkapan kasusnya dari belakang. Jadi, sang penjahat tertangkap dan baru setelah itu ia menceritakan bagaimana asal-muasal serta alur kejahatan yang dilakukan oleh si pelaku.
Dari Holmes pula kita belajar banyak tentang bagaimana berpikir secara kreatif dan berbeda dari orang kebanyakan (out of the box), bagaimana melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain, bagaimana berfokus pada satu hal yang benar-benar kita butuhkan alih-alih mencoba menguasai hal-hal remeh yang kurang kita butuhkan, dan bagaimana menjadi diri sendiri dengan segala keunikan dan keluarbiasaannya.
Selamat ulang tahun Sir Arthur Conan Doyle, terima kasih telah membawa sosok detektif sehebat Sherlock Holmes ke dalam hati kami.
Published on May 21, 2012 18:50
May 17, 2012
Ratu Seribu Tahun
Judul : Ratu Seribu TahunPengarang : Ardani PersadaPencipta Hikayat : Ami RadityaIlustrasi : Tim Ilustrasi Vandaria WarsTebal : 533 HalamanPenerbit : Gramedia Pustaka Utama
Ketika cerita epos dijadikan hikayat, penulis dituntut untuk mampu membebaskan elemen-elemen di dalamnya menjadi suatu fiksinisasi fantasi yang menawan. Ardani Persada, dengan pengetahuannya yang kaya dan dipadu dengan ketertarikannya pada ranah fantasi, berhasil menuliskan salah satu hikayat pengisi lini masa di dunia Vandaria. Kelihaiannya membawa nilai-nilai lokal dalam cerita fantasi dengan setting Vandaria telah menghasilkan alur cerita tentang Ratu Narasoma yang kisah perjalanannya merentang sepanjang 1000 tahun masa kehidupan manusia biasa. Dialah Narasoma, Ratu Seribu Tahun.
Kisah dimulai ketika terjadi serbuan pasukan Kerajaan Arengka yang dipimpin oleh Raja Rahwan ke negeri Madra. Negeri yang semula aman sentosa itu kini terancam oleh ambisi sang raja lalim yang telah terlebih dulu melumat habis kerajaan-kerajaan lain di daratan utama Vandaria. Setelah Hastin takluk, negeri Madra menjadi target selanjutnya. Perang pun pecah, dengan masing-masing pihak mengerahkan pasukannya dari bangsa manusia, djinn, maupun makhluk-makhluk mitos yang selama ini hanya muncul di dunia epos: garuda dan jatayu. Elemen-elemen lokal yang langsung membanjiri halaman-halaman awal novel inilah yang membuat Ratu Seribu Tahun berbeda dari fiksi fantasi lokal kebanyakan yang seakan berlomba untuk mengusung nama-nama berbau asing.
Madra pun terdesak sehingga sang raja terpaksa meminta bantuan kepada sosok djinn perkasa bernama Murugan. Sang djinn bersedia membantu, tapi dengan syarat ia harus menumbalkan putrinya, Narasoma, sebagai wadah bagi Murugan supaya ia bisa mewujud di dunia nyata. Sang raja setuju dan pasukan Arengka pun dapat dikalahkan. Murugan juga membuat mantra pelindung di sekeliling negeri Madra sehingga negeri itu tidak bisa dimasuki oleh orang-orang yang bukan penduduk Madra. Negeri itu pun aman sentosa walaupun harus terisolir dari luar selama ribuan tahun. Tapi, putri Narasoma lah yang menanggung akibat paling mengerikan. Walaupun Narasoma tetap bisa hidup seperti manusia biasa, dengan kesadarannya yang sehat sepenuhnya, di tubuhnya kini bersemayam djinn Murugan—sosok djinn yang paling ditakuti di Vandaria. Putri cantik itu kini juga memiliki dua tanduk di kepalanya, dan ia hidup abadi.
Kutukan keabadian inilah yang menyiksa Narasoma karena ia harus menjalani pergantian abad demi abad, sementara dirinya tidak pernah menua. Selama hampir satu millennia, ia mampu memimpin Madra dengan adil dan damai. Rakyat begitu memujanya. Namun, yang namanya kutukan tetaplah kutukan. Keabadian itu serasa membelenggu jiwa dan kehidupan. Sampai akhirnya, seorang Pejalan Cakrawala bernama Hekhaloth mewujud di depannya, memerintahkannya agar melakukan perjalanan ke Barat untuk menemukan Lembah yang Dijanjikan. Selama perjalanan, ia juga diperintahkan mengamalkan dan menyerbarluaskan ajaran Rahwan, yang entah bagaimana selama ratusan tahun kemudian raja bengis itu malah dikenang sebagai penyebar kebaikan. Di Lembah yang Dijanjikan itulah Narasoma berharap bisa menemukan jawab dari galau yang mendera hati dan pikirannya.
Sayangnya, empat Raja Langit mengira bahwa perjalanan Narasoma adalah untuk berbuat kejahatan—terutama karena iblis Murugan yang bersemayam dalam dirinya juga ikut dalam perjalanan suci tersebut. Sekuat tenaga, empat frameless penjaga bumi Vandaria itu pun bersatu menentang perjalanan Narasoma. Dipersiapkanlah pasukan demi menghadang rombongan Narasoma.
Perjalanan ke Barat pun dimulai. Beragam ujian dan penghalang tentu saja harus dilalui oleh Narasoma. Untungnya, para dewa-dewi Vanadis memberkati perjalanannya dengan kawan-kawan seperjalanan yang luar biasa. Adalah Kugo, seekor kera sakti dari langit yang awalnya diutus Raja Surga untuk menghentikan perjalanan Narasoma dan kemudian menjadi pengawal paling setia. Selain Kugo, ada juga Vari—sang penyembuh, Hakka—seekor monster gorken yang kemudian mengabdi dan menjadi murid Narasoma, serta Gojoh—pemburu terminus (semacam roh alam) yang akhirnya juga menjadi murid Narasoma. Kisah selanjutnya adalah tentang perjalanan suci Narasoma. Di mana mereka bertempur dengan berbagai makhluk, mulai dari naga hingga kaum frameless. Pada akhirnya, perjalanan itu sendiri adalah proses yang harus dijalani Narasoma agar ia mampu memahami ajaran Rahwan yang telah diajarkan oleh Sang Ibu—dan kemudian diselewengkan oleh Rahwan. Di akhir cerita, Narasoma menemukan bahwa Lembah yang Dijanjikan itu ternyata berada begitu dekat dengan dirinya, dan bahwa pertemuan dan perjalanannya bersama murid-muridnya demi menyebarkan ajaran cinta kasih itulah maksud dari perjalanan suci sang ratu 1000 tahun ini.
“Karena itulah kedamaian yang sesungguhnya, hanya bisa kita temukan di dalam hati. Lembah yang Dijanjikan sesungguhnya sudah tersimpan di hati setiap umat-Nya. Kita hanya perlu membuka hati dan menerimanya.” (483)
Novel Ratu Seribu Tahun, terlepas dari kemiripan kisahnya dengan “Kisah Sun Go Kong dan Perjalanan ke Barat” mampu membawa angin segar dalam ranah fiksi fantasi dalam negeri. Bukan hanya di bumi Vandaria, kisah rekaan Ardani Persada ini seakan hendak menegaskan kembali bangkitnya muatan lokal dalam ranah fantasi dalam negeri. Sudah sejak lama, fiksi fantasi kita—yang masih sedikit itu—dibanjiri dan diwarnai oleh nama-nama asing serta legenda-legenda luar. Sudah tak terhitung berapa kali pembaca kita kesulitan mengingat nama-nama yang (maaf) “tidak Indonesianis” dalam ranah fiksi fantasi lokal. Serbuan produk luar begitu gencar sehingga kita seolah lebih akrab dengan elf, kurcaci, atau troll yang asli luar negeri padahal hikayat-hikayat di nusantara sendiri sangat kaya akan elemen-elemen fantasi yang menakjubkan. Ardani adalah salah satu yang pertama berhasil menunjukkan bahwa istilah-istilah lokal seperti jatayu, garuda, dan djinn juga mampu menawarkan petualangan yang tidak kalah serunya dibanding istilah-istilah asing. Buku-buku fantasi terjemahan memang tengah menguasai pasaran, tapi bukan berarti kita juga harus membebek dan ikut-ikutan memakai nama asing bukan?
Kelebihan lain dari Ratu Seribu Tahun juga terletak pada kekayaan wacana yang ditawarkan, kompleksnya konflik yang diajukan, serta beragamnya karakter yang saling berjalinan di dalamnya, Lebih dari itu, novel ini juga seperti mengajak pembaca agar lebih mengenal tokoh-tokoh pewayangan yang namanya banyak diplesetkan dalam novel ini. Sebut saja Rahwan, Duryuudan, Hastin, padangKurusethr, gunung Argobelah, Garuda, jatayu, dan aneka istilah lain yang mungkin tidak akan terpikirkan oleh pembaca akan dapat muncul di dunia Vandaria. Lebih kerennya lagi, Ardani mampu memasukkan unsur lokal dan karakter pewayangan ini dengan begitu mulusnya sehingga kita tidak seperti sedang membaca cerita wayang. Atau, mungkin bisa disebut demikian: membaca para karakter di dunia wayang dalam cerita fantasi ala game yang beraroma petualangan kera sakti!
Ada kelebihan, tentu ada kekurangan. Di samping ceritanya yang jelas sekali terinspirasi oleh Perjalanan Suci Sun Go Kong dalam mencari kitab suci ke Barat, novel ini juga masih memuat banyak typho dan sedikit kesalahan editing. Setelah saya cek, ternyata memang tidak ada editornya (?). Sementara tentang kemiripannya dengan kisah Sun Go Kong, saya kok beranggapan bahwa hal tersebut sangat membantu dalam menjaga alur cerita agar tidak melebar ke mana-mana. Dengan perjalanan ke Barat, penulis berhasil menjaga ritme alur tulisannya agar tetap terfokus meski terlihat sekali betapa besarnya godaan untuk melebarkan cerita sampai ke mana-mana. Salut untuk hal ini. Sebagai tambahan, deskripsi adegan perang besar di halaman-halaman akhir sangat memuaskan saya sebagai pembaca yang menggemari kisah-kisah fantasi petualangan.
“Dan aku percaya kekuatan inilah yang sejati. Kekuatan ini yang bisa menyebarkan cinta kasih, kedamaian, dan menyebarkan kebenaran pada setiap manusia. Bukan, bukan hanya manusia, tapi juga frameless, Gorken, dan manusia separuh frameless. Kita semua, dari berbagai macam kerajaan, suku, ras, pandangan hidup, semuanya berhak atas kebenaran.” (hlm 482)
cek juga kisah lain dari Benua Elir di seberang daratan utama Vandaria dalam buku:
resensinya di sini.
Published on May 17, 2012 20:34
May 13, 2012
Perkara Mengirim Senja
Judul Buku : Perkara Mengirim SenjaPenulis : Valiant Budi Yogi, Jia Effendie, M. Aan Mansyur, dan 11 penulis lainnya.Penyunting : Jia EffendiePenerbit: Serambi Ilmu SemestaCetakan Pertama : April 2012ISBN : 978-979-024-502-0

Jika ada yang bilang bahwa para penulis cerita pendek itu menyiksa diri mereka sendiri (dan juga pembaca) dengan menuliskan karya yang, alih-alih menghibur, tapi ber-ending aneh; mungkin itu benar. Lewat bentuknya yang pendek, yang hanya sepotong cerita, cerpen dituntut untuk mampu menghasilkan efek pembacaan serupa novel. Hanya saja, karena wujudnya yang hanya sepotong itu, cerpen haruslah bersifat irit dan berhemat habis-habisan demi menyampaikan maksud si pengarang lewat 3 sampai 6 halaman saja. Seperti Perkara Mengirim Senja, sebuah kumpulan cerpen yang dari judulnya saja sudah sangat ganjil. Siapakah Perkara itu sehingga ia berani mengirimkan senja? Dan, apakah senja itu sendiri sehingga ia bisa dikirimkan ke sembarang orang sesuka hati. Yah, bukan cerpen namanya kalau tidak ganjil karena di dalam keganjilannya itulah ia menyimpan magnet bagii orang-orang untuk membacanya.
Perkara Mengirim Senja (PMS), sebagaimana kata kuncinya yakni “senja” merupakan kumpulan cerpen dari orang-orang muda modern, yakni mereka yang pernah menikmati dan sempat terkagum oleh cerpen-cerpen guratan salah satu maestro sastra Indonesia, Seno Gumira Ajidarma. Lewat PMS ini—yang bahkan singkatan judulnya pun membuat beberapa pembaca berjengit—para pembaca yang kemudian menjadi cerpenis ini hendak merayakan kekuatan imajinasi seorang SGA dalam melukiskan cinta lewat untaian kata-kata. Ada 15 cerita dengan 14 penulisnya, plus pengantar agak nyastra dari Anton Kurnia, yang seperti biasa mampu membawakan lezatnya aroma sastrawan dalam tulisan-tulisan singkatnya. Kesemuanya berpadu dan menaut dalam satu buku, dipersatukan oleh kehebatan seorang pemuda yang mengirimkan sepotong senja untuk pacarnya, sebagaimana salah satu cerpen karya SGA yang fenomenal “Sepotong Senja untuk Pacarku”
1. Gadis Kembang Cerpen karya penulis Bintang Bunting ini mengangkat topik tentang rekayasa cinta. Sebagaimana senja yang bisa dipotong, dalam sastra ternyata cinta juga bisa direkayasa sedemikian rupa. Lewat cerpen ini, penulis sepertinya hendak menyindir kemunafikan cinta yang tiak cukup satu, tapi berdua-dua dengan yang lainnya pula.
2. Perkara Mengirim Senja Cerita yang dijadikan judul kumcer ini—mungkin karena judulnya yang begitu ganjil seganjil senja yang bisa dipotong—mengisahkan tentang orang yang menjual senja untuk dinikmati. Karena dalam sastra senja bisa dipotong, maka sah-sah saja jika ada yang kemudian mau menjual senja dengan beraneka ragam warna dan rasa. Kelebihan cerita ini adalah kosakatanya yang sangat berwarna, pemikiran yang tidak biasa, dan bahasa yang berbunga.
3. Selepas Membaca Sebuah Pertanyaan untuk Cinta, Alina menulis Dua Cerita Pendek Sambil Membayangkan Lelaki Bajingan yang Baru Meninggalkannya Cinta kadanh memang begitu aneh dan ganjil, sehingga bisa memaksa seorang penulis untuk menghasilkan judul sepanjang itu. Dan, lagi-lagi, karena dalam sastra senja itu sah-sah saja untuk dipotong, maka judul yang panjang tanpa dipotong adalah juga wajar-wajar saja. Ini adalah cerita tentang kesetiaan terhadap cinta, di mana kadang kesetiaan itu begitu pekat hingga membutakan logika, membuat seorang suami tega memasung istrinya dengan celana dalam dari besi dan juga membutakan seorang istri terhadap suaminya yang mandul. Yang jelas, ada dua cerita dalam satu judul panjang ini. Barangkali, judul cerpen ini memang terlalu panjang sehingga menghasilkan dua cerita dengan bingkai yang sama. Biar adil, begitu mungkin kata penulisnya.
4. Kuman Cedera atau racun masa lalu terbukti menjadi tidak ada apa-apanya dihadapan cinta. Cerita ini membuktikannya. Bahwa ada seorang gadis cantik yang merasa jijik dan kemudian jatih cinta pada seorang bartender buruk rupa, itu adalah hal yang biasa di hadapan cinta. Sebagaimana kata mereka, cinta itu buta. Namun, di saat yang sama, cinta juga seringkali diawali dengan memandang rupa.
5. Ulang Celotehan sang pengarang Biru Indingo terasa begitu scientific dalam cerita “Ulang”. Tentang sebuah cerita misteri yang katanya terjadi di masa depan di puncak Gunung Himalaya, entah apa maksudnya tapi saya belum bisa menangkap inti dari “Ulang”. Yang jelas, di sini ada tokoh Sukab dan Alina yang memang muncul dalam cerpen-cerpen SGA. AH, mungkin saya harus membaca cerpen-cerpen beliau dulu agar bisa lebih memahaminya.
6. Akulah Pendukungmu Cara membaca judul ini adalah dengan dinyanyikan karena itu bagian dari lagu “Garuda Indonesia”. Ibarat cerita fantasi, alkisah hiasan dinding Garuda Pancasila di dinding kelas itu bisa berbicara di malam hari, demikian juga poster foto presiden dan wakil presiden yang biasa terpajang di setiap kelas. Setiap tahun sekali, di Hari Kesaktian Pancasila, hiasan garuda itu diperkenankan untuk mewujud dan melakukan sesuatu yang hebat. Apa yang akan dilakukannya tahun ini? Silakan baca sendiri.
7. Empat Manusia Cuma cerita ini yang sejauh ini mendapatkan banyak sekali tempelan kertas post-it-notes karena begitu banyaknya kutipan indah tentang perayaan cinta dan kehidupan. Bahwa perjalanan waktu hanya bisa dilakukan ke masa lampau dan bahwa cemburu itu selalu datang menyertai cinta yang teramat sangat, itulah yang paling menyantak dari “Empat Manusia” ini. Pada akhirnya, cinta terkadang tidak lah benar-benar suci dan tulus seperti kelihatannya. Empat manusia, Hendar, Susan, Yani dan Purba membuktikannya.
8. Saputangan Merah Cabikan memori yang datang menyergap oleh keberadaan sapu tangan merah beraroma rempah telah meninggatkan seorang pria akan hadirnya seorang wanita misterius namun mampu menawan hatinya. Entah apa maksud dari cerita ini, sepenangkapan saya ini adalah tentang cinta yang biasanya memang sering kali datang dengan tiba-tiba.
9. Senja dalam Pertemuan Hujan Cukuplah kutipan berikut ini untuk menyampaikan keindahan dari cerpen ini karena saya juga pusing menangkap maknanya:“Aku suka senja. Senja mengantarai terang dan gelap. Seperti ibu yang menemani anaknya hingga tidur. Hangat dan nyaman.” (hlm 97)
10. Kirana Ketinggalan Kereta Contoh dari sebuah cerpen arus utama, yakni cerita dengan ending tak terduga, yang biasanya muram. Adalah Gupta yang habis mengantarkan kekasihnya Kirana ke stasiun karena Kirana hendak pergi ke “kota lain”. Ternyata, Kirana telah ketinggalan kereta dan mereka pun akhirnya mencari kereta lain di bibir jurang. Pembaca pasti bisa menebak “kereta” dan “kota lain” yang dimaksud di sini.
11. Gadis Tak Bernama Cerobohnya cinta sehingga begitu angkuh ia untuk memotong senja dan menghadiahkannya untuk pacarnya. Sayangnya, kali ini kecerobohan sang pemuda berhasil diketahui oleh seorang gadis tak bernama yang bertigas sebagai seorang peneliti senja. Akhirnya, ia menemukan cara agar senja tetap aman dan tidak dipotong-potong lagi seenaknya oleh para pecinta yang lupa diri, walaupun dengan cara yang tidak kalah gilanya.
12. Guru Omong Kosong Coba apa yang akan terjadi ketika Pak Dikin yang hanya seorang penjaga sekolah mengantikan tugas para guru dalam mengajar di kelas? Hasilnya, sebagaimana buku panduan aneh yang ditemukan Pak Dikin, adalah omong kosong dari sebuah kitab Omong Kosong. Entah dalam cerita ini penulis hendak mengkritik pekerjaan cerpenis yang hanya meributkan hal-hal indah tapi kurang penting ataukah ia hendak menunjukkan bahwa menjadi guru itu tidak hanya bisa dilakukan sambil lalu karena tanggung jawabnya yang sangat besar.
13. Surat ke-93 Cenungkan (renungkan) apa yang sebenarnya terjadi sampai seorang wanita rela mengirimkan 93 surat berturut-turut untuk kekasihnya yang telah pergi meninggalkannya untuk mencari penghidupan di kota. Mungkin kisah ini adalah kisah cinta yang buta atau sang gadis yang memang begitu mencintai kekasihnya. Namun, penulis cerita ini mampu membuktikan kedalaman bahasa dan pesan-pesan yang termuat di ceritanya. Paragraf-paragraf di dalamnya penuh dengan petuah dan sindiran terhadap kehidupan kita sehari-hari. Cerita ini yang harus Anda baca, jangan dilewatkan walaupun adanya di hampir paling belakang.
14. Bahasa Sunyi Ceritakan kenapa sebuah benda remeh, seperti kartu pos adat BBM bisa menjadi begitu penting. Semuanya bermula dari sebuah kartu pos berisi senja, pecinta itu melanjutkan kisah cinta jarak jauhnya lewat BBM. Dan, dari BB itu juga cinta sekaligus bukti penghianatan janji sucinya.
15. Satu Sepatu, Dua Kecoak Cobalah untuk menebak, mengapa Om Bram yang kaya, modis, tampan dan perlente itu tidak mampu membahagiakan Tante Asih? Bagaimana pengaruhnya terhadap Reta, putri angkatnya? Mengapa pula Reta membuang sepatu-sepatunya ke kali? Entahlah, bacalah kumcer ini di saat senja hari agar kau mengerti!
Maafkan saya jika pembacaan ini kurang tepat, saya memang membaca cerpen-cerpen ini pada dini hari menjelang fajar, kebalikan dari waktu senja itu sendiri.
Pujian terutama untuk kertas covernya yg sangat ekslusif dengan kertas tebal bertekstur. Penghargaan setinggi-tingginya untuk ilustrasi2 indah yang sangat mewakili di halaman-halaman buku ini, yang menjadikan buku kumcer ini bagus dan begitu berbeda dengan buku-buku sejenis. Selamat merayakan senja.
Akhirnya, saya selesai membaca kumcer ini jam 15.55 ... satu-dua jam menjelang senja.
Published on May 13, 2012 20:09
May 9, 2012
Diary of A Wimpy Vampire, Diari si Vampir Tengil 2
Judul : Diary of A Wimpy Vampire, Diari si Vampir Tengil 2Penulis : Tim CollinsIlustrasi : Andrew PinderPenerjemah : Harisa PermatasariPenyunting : Musa AnnaqiPenerbit : Kantera, 285 halaman
[image error]
Pengen tahu bagaimana kalau seorang vampire abg lagi galau? Silakan simak puisi abadi karya Nigel ini:
Kupikir kau berbedaTernyata kau sama sajaSerakah dan egoisDan tak tahu maluSeandainya aku memerhatikan Apa yang tertulis dalam brosur Ayah Aku mungkin tidak punya denyut nadiTapi kau benar-benar mati
Bagi yang belum kenal dengan Nigel, ia adalah seorang vampir mudayang diubah menjadi vampire pada saat usianya masih abg. Akibatnya, ia membawa ketengilan, kegalauan, dan segala asesoris seorang remaja canggung pra-puber bersamanya dalam keabadian. Seri ini merupakan kelanjutan dari Diary si Vampir Tengil pertama yang sama-sama ditulis dalam bentuk diari, lengkap dengan gambar-gambar-gambar ekstra tengil dan luar biasa mengocok perut seperti model The Diary of Wimpy Kid.
[image error]Natal ala vampire, menikmati puding darah B positif :p
Jika di buku pertama Nigel belum mendapatkan pesona dan kekuatan vampirnya, maka di buku kedua ini Nigel digambarkan secara lebih baik lagi, walaupun nasibnya masih tetap saja mengenaskan. Hubungannya dengan Chloe mulai renggang karena gadis itu terus-menerus membujuk Nigel untuk mengubahnya menjadi mahkluk abadi. Nigel yang sudah berubah jadi vampire selama lebih dari 85 tahun tentu saja menolaknya. Ada kegetiran luar biasa dalam keabadian, ketika kau tidak pernah memejamkan mata, ketika kau terkena migren parah saat melihat salib atau simbol-simbol agama lainnya, atau langsung sakit kepala mendadak begitu mencium bawang putih. Menjadi vampire juga berarti harus siap bermusuhan dengan setiap binatang serta langsung terpicu insting membunuhnya saat bertemu manusia serigala. Begitu mungkin alasan Nigel yang enggan mengubah Chloe jadi vampire.
Apa dia tahu betapa “tersisih” yang kaurasakan jika kau seorang vampire? Berkeliaran di tengah mmalam karena kau tidak tidur, menghindari sinar matahari karena menyakiti kulitmu, dengan lelah melihat dekade demi dekade berlalu dan tren terus berulang-ulang, dan bertanya-tanya apa akan lebih baik jika seorang pembasmi vampire memenggal kepalamu dan mengakhiri semua ini. (hlm 85)
Di seri ini, yang entah mengapa seperti memplesetkan Twillight, Nigel bertemu dan harus bersaing dengan seekor manusia serigala. Walaupun diceritakan di sini bahwa vampire dan manusia serigala adalah musuh abadi, namun Tim Collins mampu mewujudkan perseteruan itu lewat hal-hal remeh seperti berebutan pacar atau lomba lari dengan kecepatan supranatural, ibaratnya melihat Edward dan Jacob saling berlomba lari—hanya saja Edward yang ini kurus kering dan jerawatan hihihihi.
Membaca Diari si Vampir Tengil ibarat membaca ironisasi kehidupan vampire yang gejalanya sempat merajalela era Twillight beberapa tahun dulu. Walaupun dalam seri ini vampire tetap digambarkan dengan segala kelebihan dan pesonanya, namun vampire dalam pandangan Nigel adalah vampire yang canggung, kikuk, dan tidak populer. Ia memang abadi, tulangnya cepat tumbuh saat patah. mampu berlari dengan kecepatan puluhan kilometer per menit, bisa bermain X-box semalaman tanpa mengantuk; tapi Nigel begitu keras berupaya untuk menjadikan dirinya sebagaimana abg-abg normal di luar sana. Dalam sejumlah curhatnya yang asli bikin ngakak, Nigel menyiratkan betapa vampire itu tidak sekeren yang kita lihat di depan TV. Ini adalah curhatan dari si vampire abg sendiri lho. Mungkin, jika ia diubah jadi vampire saat usianya 20-an, Nigel akan berpikiran lain.
Pernah, Nigel berdandan ala punk dengan memakai model pakaian Gotik, telinga bertindik (palsu), eyeliner tebal, kaus baju zirah logam, dan celana hitam dengan banyak risleting. Dengan pakaian itu, Nigel merasa dirinya cocok sebagai Pangeran Kegelapan dan ia akan memakainya sampai kapan pun sebagai lambang bahwa ia adalah vampire yang derajatnya lebih bangsawan daripada manusia fana, dan tanda bahwa ia tidak akan tunduk pada aturan cara berpakaian manusia, tapi …
Aku tidak perduli kalau Ayah dan Ibu tidak menyetujui penampilanku. Akhirnya aku terlihat seperti seorang pangeran kegelapan terkutuk yang tidak peduli pada aturan kehidupan manusia. Sudah pasti, aku tidak akan memakainya ke sekolah. Itu sama saja dengan meminta detensi atau hukuman dari para guru (hlm 104)
[image error]Prince of Dorkness (Pangeran Keculunan)
*ngakak guling-guling* masak ngaku vampire yang gak takut sama aturan umat manusia, tp dia sendiri malah takut kena hukuman di sekolah hadeh
Masih banyak lagi tingkah aneh dan tengil si Nigel ini yang pasti akan membuat kita mengkoreksi ulang pandangan kita tentang sosok vampire tampan yang pernah menghiasi layar televisi dulu, tentunya dengan cara yang luar biasa konyol. Pada intinya, walaupun lebih banyak tengil dan konyolnya, Nigel sebenarnya hendak membawa sebuah pesan penting, terutama bagi para adik-adik remaja yang tengah bingung dengan identitas dirinya. Yakni, jadilah dirimu sendiri, yang terbaik dari dirimu sendiri. Kamu adalah dirimu sepenuhnya, jalanilah itu dan jangan berupaya untuk mencoba menjadi seperti orang-orang lain karena dirimu adalah dirimu sendiri, sepenuhnya.
Published on May 09, 2012 23:45
May 1, 2012
Tunnels, Will Burrows dan Koloni Misterius Bawah Tanah
Judul :Tunnels, Will Burrows dan Koloni Misterius Bawah TanahPenulis : Roderick Gordon dan Brian WilliamsPenerjemah : Berliani M. NugrahaniPenyunting : Andhy RomdaniProofreader : Adriyani KamsyahIlustrasi Isi : Sweta Kartika dan Radhinal IndraCetakan : VI, Oktober 2009Tebal : 651 halamanPenerbit : Mizan Fantasy

Membayangkan ada sebuah komunitas masyarakat yang hidup dan tinggal di bawah tanah mungkin bukan gagasan yang baru. Paling tidak, novelis kenamaan Jules Verne juga pernah menyinggung keberadaan dunia lain di bawah tanah tempat kita berpijak dalam novel legendarisnya The Journey to the Center of the Earth. Namun, dalam Tunnels, kita serasa menemukan kembali versi "dunia bawah tanah" yang lebih modern dan lebih memiliki banyak penjelasan. Selain itu, seri Tunnels juga menawarkan solusi-solusi yang lebih aplikatif, karakter-karakter yang jauh lebih manusiawi, fakta-fakta dan data-data terbaru tentang dunia di bawah tanah, serta—yang paling seru—petualangan dan alur cerita yyang tidak kalah menegangkan. Sebelumnya, siapkan sekop dan belencong Anda. Kita akan segera memasuki terowongan menuju ke dunia bawah bersama Will dan Chester.
Will Burrows hanyalah seorang remaja belasan tahun dengan jerawat yang memenuhi wajahnya. Ia berteman dengan Chester dan juga menjadi langganan bully oleh anak-anak nakal di kelasnya. Sekilas, tidak ada yang istimewa dari Will, kecuali kulitnya yang terlalu putih dan hobinya yang agak nyeleneh: Will suka menggali terowongan. Kesukaannya akan sekop dan penggalian ini mungkin ditularkan oleh sang ayah yang juga sering melakukan penggalian pribadi demi mencari artefak-artefak arkeologis. Ibunya lebih sering tenggelam dalam dunianya sendiri, sementara Rebecca—adik perempuannya—adalah satu-satunya orang yang “normal” dalam keluarga nyentrik ini.
Suatu hari, kehidupan Will berubah 180 derajat ketika ia mendapati fakta bahwa ayahnya menghilang. Satu-satunya petunjuk adalah ayahnya diduga pergi ke bawah tanah dengan menggali terowongan di ruang bawah tanah rumah mereka. Didukung oleh kesukaannya menggali, Will bersama Chester pun bahu membahu membuat terowongan menembus cadas dan tanah demi mencari ayahnya. Dan, apa yang mereka temukan di bawah tanah ternyata lebih dahsyat dari impian mereka yang paling liar. Mereka menemukan sebuah koloni bawah tanah yang telah dilupakan oleh dunia atas, Colony.
Colony adalah sebuah komunitas orang-orang yang tinggal, hidup, dan bekerja di bawah tanah. Mereka diatur oleh para Styx yang kejam. Dunia bawah tanah itu diterangi oleh batu bersinar—yang oleh penulis digambarkan akan menyala ketika berada di tempat gelap dan akan meredup ketika keadaan terang benderang. Kota bawah tanah ini terhubung ke Dunia Atas oleh saluran-saluran udara yang menyelip secara rahasia di antara cerobong-cerobong asap Dunia Atas. Belum hilang kekagetannya, mereka berdua diamankan oleh polisi di Colony, ditahan dan diejek habis-habisan karena para penghuni bawah tanah itu sangat membenci orang-orang dari Dunia Atas atau yang dijuluki Top Soilers. Di dunia yang baru ini, Will juga menemukan sebuah kebenaran baru, ia memiliki adik kandung di dunia bawah tanah—di dunia di mana ia dulu berasal.
Will pun diadopsi oleh kerabatnya yang tinggal di Colony, dan ia segera akrab dengan adiknya Cal serta pamannya, Tam. Bertiga, mereka memulai sebuah petualangan baru untuk membebaskan Chester yang masih ditahan, berkelana di Eternal City—yang berada tepat di bawah London, memasuki lorong demi lorong yang memusingkan, menghindari menghirup hawa bawah tanah yang mengandung wabah, serta menjalani pertempuran dan adegan kejar mengejar seru dengan para Styx yang kejam. Di penghujung cerita, Will menemukan sebuah kejutan pahit tentang Rebecca. Apakah itu, baca sendiri ya hehehe.
Membaca Tunnels luar biasa mengasyikkan. Sebagaimana testimoni Andrea Hirata yang mengatakan bahwa membaca Tunnels ibarat menonton film, lembar demi lembar di dalamnya menawarkan ketegangan dan kejutan-kejutan yang tersamar di balik setiap peristiwa biasa. Gaya penceritaan di bagian awal mungkin akan sedikit lambat dan monoton, karena kita baru diajak menginjak dunia bawah tanah itu pada halaman dua ratus sekian. Mungkin, penulis sengaja menyiapkan Will dan Chester sebelum mereka memulai petualangan bawah tanah mereka. Terowongan pun digali dan kejutan demi kejutan seolah menanti di balik kelokan lorong-lorong terowongan di bawah tanah. Pada beberapa bagian, pembaca seperti diajak untuk bersabar dengan alur cerita yang seolah berhenti sebentar, berputar, lalu berlanjut lagi. Ini yang kadang membuat pembaca greget dan pengen beristirahat sejenak dari membaca. Namun, mendekati bagian akhir, cerita mulai bergulir cepat dan naik turun (dalam arti konotatif maupun denotatif). Adegan kejar mengejar serta pertempuran dengan Styx begitu menguras perhatian, sebelum cerita bergulir ke akhir yang membikin penasaran.
Awalnya, saya sempat bertanya-tanya tentang apa yang membuat buku ini begitu laku walaupun tema dan cerita yang dihadirkan bukanlah cerita yang baru. Namun, begitu membuka lembar-demi-lembar di dalamnya, tahulah saya bahwa Tunnels menawarkan dunia bawah tanah yang berbeda. Alih-alih tercipta secara alami, Will benar-benar harus menggali sendiri terowongannya untuk bisa menuju ke bawah. Ada kerja keras dan kesungguhan kemauan anak muda yang sekuat cadas dalam alur ceritanya. Dunia penggalian pun diceritakan dengan begitu bersemangatnya sehingga pembaca bisa memaklumi mengapa Will begitu menyukai aktivitas menggali dan membuat terowongan. Baca sendirilah kalau ingin mengetahui serunya petualangan Will Burrows di bawah tanah. Siapkan sekop Anda, perhatikan apa yang menanti di ujung terowongan. Bersiap-siaplah, jangan lupa untuk tetap membawa cahaya. Terima kasih kepada Penerbit Mizan dan Komunitas Peresensi Jogjakarta, yang telah memungkinkan saya membaca karya hebat ini.
Published on May 01, 2012 23:47
April 26, 2012
The Last Secret
Judul : The Last SecretPenulis : Lynn Sholles dan Joe MoorePenerjemah : Istiani PrajokoPenyunting : Adi TohaTebal : 504 hlmCetakan : April 2012Penerbit : Serambi Ilmu Semesta

Diyakini, Tuhan telah menurunkan 12 tablet kristal kepada pemimpin-pemimpin spiritual peradaban kuno yang tumbuh dan berkembang selama sejarah peradaban manusia. Tablet yang sama diyakini juga diturunkan kepada Nuh agar ia membuat bahtera raksasa dan mengangkut sepasang binatang di dalamnya agar mereka diselamatkan dalam Banjir Besar. Tablet-tablet kristal itulah yang merupakan kunci untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi dengan sejumlah peradaban besar dari dunia kuno yang tiba-tiba menghilang.
“Pesan tersebut dipahami oleh peradaban maju Atlantis, kaum Druid yang membangun Stonehenge, orang-orang yang membangun patung moai di pulau Paskah, peradaban Maya di selatan, kaum Mali Afrika barat, Anasazi—mereka semua lenyap dalam semalam tanpa jejak”. (482)
Sayangnya, 9 tablet kristal telah dihancurkan, sementara tiga tablet yang tersisa terancam dihancurkan juga oleh kelompok-kelompok rahasia yang disebut-sebut mencengkeram dunia dengan kekuasaannya. Sementara itu, di dekat reruntuhan Machu Pichu, Peru, seorang wartawan terkenal Cotton Stone menjadi saksi ketika sekelompok ilmuwan menemukan tablet kesepuluh. Penemuan itu disusul dengan munculnya kabut dan gerombolan kunang-kunang yang entah bagaimana membuat orang-orang di sana menjadi gila dan bunuh diri. Semuanya tewas kecuali Cotton dan tablet itu hilang. Ia kemudian diselamatkan oleh seorang petinggi spiritual di kedalaman hutan pegunungan Andes. Peristiwa serupa terulang di reruntuhan peradaban Anasazi di New Mexico. Kabut dan kunang-kunang kembali muncul untuk menghancurkan tablet kristal kesebelas. Tinggal satu tablet yang tersisa dan tidak ada yang mengetahui di mana tablet kedua belas itu disembunyikan.
Sementara itu, wabah bunuh diri mulai merebak di penjuru dunia. Bahkan, sang Ratu Inggris dan keluarganya tidak luput dari wabah mengerikan ini. Di Vatikan, Sri Paus memerintahkan para pastor di penjuru dunia untuk melakukan prosesi pengusiran setan. Diduga, setan dan iblis telah merasuki manusia dan merenggut jiwa mereka dengan memaksa untuk bunuh diri—sebuah perbuatan dosa yang tidak diterima oleh Tuhan. Saat itu juga, Cotton baru mengetahui kalau yang tengah ia hadapi bukanlah sekelompok persaudaraan rahasia yang hendak menghancurkan sendi-sendi agama besar dunia. Lebih dari itu, ia tengah berperang melawan nefilim atau para malaikat yang jatuh (terbuang) dari surga karena telah terjebak oleh bujuk rayu Lucifer dalam perang besar. Kaum malaikat yang terusir inilah yang kemudian berusaha membalas dendam kapada Tuhan dengan menghancurkan 12 tablet yang konon “ditulis langsung oleh Tuhan”.Dengan bantuan seorang teman dari Vatikan, Cotton harus berjibaku menemukan kristal terakhir yang akan menyelamatkan umat manusia dari wabah bunuh diri. Ketika ia akhirnya menemukan kristal itu, kabut dan kunang-kunang telah mulai bergolak di kota-kota besar, seluruh dunia terancam oleh wabah bunuh diri yang digerakkan oleh sebuah kuasa kegelapan. Saat itu, baik gereja dan seluruh umat manusia bergantung kepada keteguhan hati Cotton dalam melawan Sang Terbuang. Putri Sang Malaikat yang Terbuang akan memimpin pembersihan terhadap kuasa kegelapan yang hendak menghancurkan manusia.
Bravo, salut untuk penulisan novel dengan genre yang “campur-aduk-tapi-rapi” seperti The Last Secret ini. Sejak halaman pertama, pembaca sudah diajak tegang dengan peristiwa pembajakan sebuah pesawat berpenumpang 280-an oleh pilotnya sendiri. Sang pilot tiba-tiba menembak dirinya sendiri, membiarkan pesawatnya meledak berkeping-keping di udara. Teknik bercerita “langsung tegang” seperti ini mengingatkan pembaca pada novel-novel Dan Brown atau Michael Chrichton. Bab selanjutnya, penulis membawa pembaca ke puncak pegunungan Andes untuk menemukan artefak dari dunia kuno. Dari sini, pembaca digiring untuk berpetualang ala Indiana Jones. Belum sempat bernapas, penulis memaksa pembaca berkejaran dengan waktu untuk mencari data dan alamat, persis sebagaimana ketegangan dalam novel-novel spionase. Dan, yang terakhir, penulis menjungkir balikkan seluruh konsep “nyata” dalam novel ini dan mengabungkannya dengan genre fantasy-religi tentang nefilim—kaum keturunan malaikat yang jatuh—dan kuasa kegelapan yang mengancam manusia.
Begitulah, novel penuh warna ini begitu mengasyikan untuk disimak karena rasa dan genrenya yang rame. Dalam alurnya yang cepat dan perpindahan setting yang begitu mendadak, pembaca seperti tidak diberi kesempatan untuk meletakkan buku ini. Setiap akhir bab mengundang misteri lain yang hanya bisa ditemukan jawabannya pada bab-bab berikutnya. Sebagai bonus, ada banyak sekali data dan informasi sejarah faktual yang dibeberkan oleh penulis dalam buku ini, misalnya fakta bahwa obelisk Mesir yang disebut Jarum Cleopatra (Cleopatra Needle) di London ternyata kembar dengan obelisk serupa yang ada di Central Park New York. Banyak juga terminologi khas gerejawi yang bertebaran (misal tentang pertempuran melawan pasukan Iblis di Armagon), pembahasan singkat tentang dunia pararel dan fisika kuantum, serta sedikit pelajaran meditasi dan kesadaran diri.
“Kita semua berasal dari energi yang sama … dalam segala sesuatuyang kita lakukan, kita harus menghormati seluruh alam semesta. Kita ini adalah hasil pikiran-pikiran kita sendiri.” (hlm 130)Sepertinya, ada begitu banyak kekayaan data yang begitu berlimpah yang berupaya dijejalkan dalam novel ini. Kualitas inilah yang menjadikan The Last Secret begitu “mengenyangkan” setelah dibaca.
Published on April 26, 2012 19:12
Pengumuman Pemenang 1st BBI Giveaway 2012
Pengumuman ...pengumuman ...
Akhirnya, setelah semua komentar di blog tidak saya baca sama sekali demi menjaga objektivitas dan prinsip LUBER (LANGSUNG UMUM BEBAS RAHASIA)dan juga karena tidak ada serangan fajar atau amplop sogokan yang nyasar, maka sejak pagi buta tadi saya tadi saya sudah mandi keramas demi menyambut hari besar ini, yak ... inilah hari di mana seluruh warga Capitol *aduh* warga dunia menjadi saksi dari siapa sesungguhnya pemenang 1st BBI giveaway dengan hadiah berupa buku:
dan buku ...
yang akan diumumkan sebentar lagi. Adapun, dari seluruh 52 komentar yang masuk dan menfollow blog serta twitter saya, semuanya saya masukan dalam undian model arisan yang aseli random habis. Nama pertama yang keluar akan saya anggap sah sebagai pemenang, tidak ada kopyokan ulang atau pengulangan undian agar seluruh rumput di taman tahu bahwa undian ini sudah serandom-randomnya. Dan, setelah melalui proses pengundian yang menguras keringat maka didapatkan nama pemenang bagi kedua buku cantik di atas adalah ...
adalah ...
adalah ...
adalah
Oky Septiya
Selamat ya, silakan DM no hp dan alamat ke twiter saya serta amplop dengan isi dana bantuan sekedarnya xixixi!!!!!
Akhirnya, setelah semua komentar di blog tidak saya baca sama sekali demi menjaga objektivitas dan prinsip LUBER (LANGSUNG UMUM BEBAS RAHASIA)
dan buku ...
yang akan diumumkan sebentar lagi. Adapun, dari seluruh 52 komentar yang masuk dan menfollow blog serta twitter saya, semuanya saya masukan dalam undian model arisan yang aseli random habis. Nama pertama yang keluar akan saya anggap sah sebagai pemenang, tidak ada kopyokan ulang atau pengulangan undian agar seluruh rumput di taman tahu bahwa undian ini sudah serandom-randomnya. Dan, setelah melalui proses pengundian y
adalah ...
adalah ...
adalah
Oky Septiya
Selamat ya, silakan DM no hp dan alamat ke twiter saya s
Published on April 26, 2012 18:58


