Reffi Dhinar's Blog, page 13
January 21, 2021
Investasi Kepala Itu Juga Penting!
Investasi kepala itu apa? Bisa dengan jalan pendidikan formal, bisa dari baca buku, bisa dengan gabung komunitas, atau ikut workshop dan seminar. Ada yang berbayar dan ada pula yang gratis.
Nah saya memilih untuk memadukan keduanya.
Sebagian orang pernah berkata, apa tidak sayang uang dipakai buat beli buku? Buat apa datang ke seminar gratis tapi jaraknya jauh, kan sayang uang transportnya. Hobimu apa bisa bikin kaya? Serta jutaan komentar satir lainnya.
Masalahnya, ada investasi positif dan ada yang bisa dibilang tidak memberi kontribusi pengembangan pribadi (saya tidak bilang negatif, toh definisi ini bisa berbeda bagi tiap orang). Kalau kamu hobi main game online sampai lupa belajar misalnya, jelas itu tak membuatmu berkembang. Lain halnya kalau dari hobi main game lalu berkembang jadi juragan studio game, jelas itu hobi yang berkontribusi positif.
Let's say, apa yang saya pilih dan pelajari itu sejalan dengan passion. Dan kadang kalau terlalu melenceng, akan ada alarm dari hati dan kepala.
Itulah sebabnya sebelum mengambil keputusan untuk belajar sesuatu atau ikut workshop yang berbayar, well I will ask myself a thousand times wether I need it for my passion or not. Tidak semua bagian diri kita perlu dioptimasi, cukup yang sejalan dengan tujuan yang saat ini ingin dicapai. Contoh, saya tak akan serius belajar koding, cukup di konten karena itu tak menjadi minat saya meski ada hubungannya dengan blog. Buktinya, menjadi content writer bisa menghasilkan karya juga 😁
(Baca Juga: 4 Langkah Menulis Bab Pertama yang Menarik Pembaca)
Lantas bagaimana agar kita mengenali pilihan tertentu sudah sejalan dengan passion dan goal kita?
1. Buat Plus Minus ListSebelum memutuskan, buat daftar nilai plus dan minus. Cantumkan sejujur-jujurnya apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan. Lihat apakah kelebihan itu lebih banyak mengarah pada tujuan kita? Saat kita mengerjakan kegiatan atau hobi, renungkan lagi apakah aktivitas tersebut membuat kita lupa waktu dan sangat menikmati?
Unsplash (@markuswinkler)Kekurangan bukan berarti aktivitas tersebut menyalahi aturan hukum. Saya akan menganggap sebuah kegiatan itu tidak membuat saya produktif jika saat terlalu lama mengerjakannya, akan timbul penyesalan contohnya kalap belanja online. Apa tujuan yang ingin dicapai, sesuaikan dengan aktivitas sehari-hari yang kita lakukan.
2. Goal Setting Buatlah resolusi dengan setting tujuan atau goal setting yang jelas serta terukur. Ingin mencapai apa tahun ini, aktivitas bulanan apa yang akan dilakukan, pencapaian harian apa yang dibutuhkan. Serta tools dan penunjang apa yang wajib atau perlu untuk membantu kita juga wajib ditulis.(Baca Juga: Optimasi Blog Lewat Twitter)
Unsplash (@ronnieovergoor)Seperti saya yang ingin menjadi Japanese Interpreter, penulis buku plus content writer, maka saya butuh latihan bahasa, menulis buku dan juga branding. Branding bisa dari blog dan networking. Sempat saya ingin menyeriusi dunia HRD, tetapi ternyata itu bisa dipelajari sambil bekerja di kantor. Branding utama saya tentu bahasa dan tulisan. Soft skill yang tak terlalu industrial lebih saya sukai karena sejalan dengan impian lain yang lebih besar.
3. Find The Right Circle Cari komunitas, mentor dan lingkungan yang mendukung. Jadilah pemacu diri untuk maju tetapi juga fokus. Tidak semua skill harus dipunyai, jadilah spesialis satu atau dua bidang, bukannya generalis yang kemampuannya setengah-setengah. Seperti saat ini saya terus mengasah kemampuan di bidang penulisan konten. Meskipun saya tidak belajar koding, saya ingin menjadi ahli di bidang content writing.
Unsplash (@bamagal)Bergabung di grup atau komunitas yang sejalan dengan passion juga penting. Informasi yang diberikan oleh rekan baru, bisa menambah ilmu serta investasi kepala yang sangat berharga tanpa butuh mengeluarkan biaya. Bagikan juga ilmu yang kita punya untuk menjalin hubungan positif.
4. Follow akun yang informatifSaat ini saya juga menggunakan medsos sebagai sumber belajar. Twitter dan Instagram adalah surganya belajar beragam ilmu. Follow akun personal atau sebuah brand yang rutin memberikan informasi menarik. Simpan atau catat masing-masing informasi sesuai yang kita minati.
Unsplash (@dole777)Inilah yang bisa kita lakukan untuk mencapai tujuan. Investasi kepala itu sama pentingnya dengan tubuh, tak terlihat namun hasilnya bisa meningkatkan kualitas diri bahkan hidup.
lintasme.init('right'); // options : left, top, bottom, right
January 7, 2021
4 Langkah Menulis Bab Pertama yang Memikat Pembaca
Menulis bab pertama biasanya membuat kalut penulis, termasuk saya. Outline sudah rapi, premis sudah mantap, tetapi ketika akan masuk ke langkah awal menulis ceritanya, mendadak writer’s block melanda. Waduh gimana nih? Jadi inilah 4 langkah menulis bab pertama yang mungkin bermanfaat buat kalian ya.
Oya menyusun bab pertama yang memikat tentu menjadi hal yang perlu diperhatikan. Umumnya penerbit meminta proposal naskah novel penulis berupa sinopsis, outline, dan beberapa bab pertamanya. Bayangkan saja kalau dari bab 1 ternyata tulisan kita bikin ngantuk, pasti nggak asyik tuh. Dan semua tips ini tidak harus digunakan menjadi satu. Kalian bisa pilih salah satu sesuai dengan ide yang ingin ditonjolkan. (Baca juga: Cara Optimasi Blog Lewat Twitter)
Bab satu ini harus menunjukkan pengenalan karakter utama dengan jelas. Cara mengenalkannya tentu bukan dengan merinci nama lengkap, umur, hingga tinggi badan. Berikan gambaran aktivitas yang sedang dilakukan. Bisa jadi dengan apa yang ia lamunkan atau percakapan yang ia katakan dengan tokoh pendamping.
Contoh 3 paragraf pertama di bab 1 novel Red Thread
Laki-laki itu muncul dari sudut keheningan yang tidak kuketahui. Musik yang mengalun lembut di dalam kafe, membuatku sadar jika suara langkahnya sama sekali tetap saja kalah dengan instrumen piano yang muncul dari tekanan jari seseorang. Pianis yang sedang memainkan sebuah tembang lawas populer berjudul ‘Boulevard’, membuat malam semakin gigil dan juga ngilu dalam keheningan.
Aku sama sekali tak bisa menyembunyikan degupku yang sedikit tak waras.
Aku menyebutnya tak waras, karena belum sebulan aku patah hati, tetapi mengapa aku bisa tiba-tiba berdebar hanya dengan mendengar suara langkah kaki khas laki-laki yang sedang berjalan ke arahku?
Jadi si tokoh utama sedang mengamati orang yang masuk ke kafe, kemudian hatinya berdebar. Jika bukan novel romance, coba ceritakan si tokoh sedang berada di mana. Menuliskan apa yang sedang menjadi bahan pikiran si tokoh utama menjadi alternatif menarik.
Tidak perlu menjelaskan secara utuh konflik cerita di bab pertama karena ini nanti masuk di bagian pertengahan. Ceritakan saja bagaimana si karakter mengalami masalah yang nantinya akan berkaitan dengan konflik yang lebih besar. Misalnya, si tokoh yang tinggal di kerajaan penuh konflik sementara tokoh ini sangat ingin mengekspos kesalahan si Raja, maka watak mereka bisa berpotensi membawa masalah. Ini juga bagus untuk memberikan gambaran sifat si karakter utama.
3. Tulis dengan menggunakan kelima indra
Sebenarnya ini berlaku untuk semua bab. Usahakan untuk menulis menggunakan panca indra. Jangan hanya mendeskripsikan dengan satu kata sifat. Untuk mendeskripsikan seseorang sedang marah, cobalah menuliskan bagaimana si karakter itu mukanya memerah dan bicara dengan nada tinggi. Ketika ingin menggambarkan seseorang yang sedang kasmaran, bisa juga tuliskan tentang tingkah laku yang menunjukkan emosinya. (Baca juga: Podcast Tips Penulis Produktif)
Contoh:
Arin duduk melamun di atas ranjang. Sudah jam 12 malam tetapi ia belum juga bisa memejamkan mata. Bibir tipisnya terus menyunggingkan senyum. Ia melihat ponselnya berulang kali. Dibaca ulang pesan dari Arga, kakak kelasnya.
“Arin, aku kangen. Besok aku mau ngomong sesuatu ya.” Itulah pesan dari Arga yang membuat jantung Arin kebat-kebit tidak karuan.
4. Jangan membuat adegan klise
Sebisa mungkin hindari adegan klise yang terlalu sering digunakan sebagai pembuka cerita. Beberapa adegan yang menurut saya klise antara lain:
Adegan jam beker berdering : adegan yang dimulai dengan dering jam beker adalah adegan yang membosankan. Dulu sering saya temukan di naskah teenlit (dan saya juga sering melakukannya di awal menulis fiksi, hehe). Untuk pemula, tulislah apapun yang kalian suka, tetapi semakin bertambah jam terbang maka buat sekreatif mungkin.Jika ingin membuat adegan tokoh di pagi hari, bisa saja ceritakan bagaimana posenya ketika tertidur, apakah sedang bermimpi, apakah ada teriakan dari orang tua atau keluarga yang membangunkan. Eksplorasi setting juga bagus untuk pembuka.
Kalimat tentang cuaca yang membosankan : deskripsi mengenai cuaca juga menjadi salah satu alternatif bab pembuka. Hindari menggunakan pembuka semacam ini,
Matahari bersinar terik, Teletubbies keluar dari rumah. Bunga-bunga bersemi indah.
Akan menjadi berbeda jika ditulis seperti ini;
Ketika Teletubbies keluar rumah, mereka menutup mata karena matahari sudah merangkak tinggi. Baru berdiri beberapa menit di luar saja sudah membuat keringat mengalir.
Bab awal permulaan kegiatan terlalu runtut : tokoh digambarkan baru bangun lalu mau pergi kuliah, kerja, kemudian sarapan dan bertemu keluarga. Permulaan bab bisa diambil dari kegiatan pagi hari tokoh, tetapi bisa jadi dia sedang memasak, mendengarkan musik, atau malah sudah di kantor dan sekolah.
Inilah 4 langkah menulis bab pertama yang memikat pembaca. Adakah ide lain dari kalian? Bagi di kolom komentar ya.
lintasme.init('right'); // options : left, top, bottom, rightDecember 19, 2020
No Excuse Untuk Negative Thinking
Jika diibaratkan api, pikiran negatif adalah api yang membakar semangat dan juga kemampuan berpikir jernih kita sampai habis. Siapapun yang sedang dilanda pikiran negatif akan susah mencerna masalah dengan kepala dingin. Orang-orang yang tidak memiliki niat buruk akan mudah dicurigai hanya karena pikiran negatif. Menyusahkan bukan? Masalahnya, di tengah carut-marut dunia yang dipenuhi kepalsuan dan kebohongan, rasa-rasanya wajar saja jika negative thinking itu tumbuh subur di benak kita.
Sebelum kita lebih lanjut membahas tentang negative thinking ini, kita perlu berkenalan lebih dalam dengan beberapa faktor umum yang bisa memicu pikiran negatif.
Penyebab Negative Thinking
Pertama, seseorang bisa memiliki negative thinking jika memiliki pengalaman ditipu atau dikhianati orang yang sangat ia percayai. Trauma tersebut membekas pada hati sehingga ketika ada seseorang yang lain menyatakan janji, tidak dengan mudah dipercayai. Yang paling parah, bisa jadi orang yang trauma tersebut menjadi orang yang sulit membuka hatinya pada siapapun.
Kedua, negative thinking karena iri atau cemburu. Kok bisa? Negative thinking tipe ini menyerang ketika kita iri pada keberhasilan atau apa yang dimiliki orang lain kemudian mengasumsikannya hanya karena kebetulan atau tindakan tidak baik. Contohnya, teman sekelas kita bisa lolos ke perguruan tinggi favorit sementara kita gagal. Kemudian di pikiran ini muncul pemikiran begini,”Ah, dia kan anak orang kaya. Wajar saja bisa lolos, pasti karena duit ortunya.” Padahal kita tidak tahu kalau teman itu berhasil karena mati-matian belajar. Buruk sekali, bukan?
Image: @chalis007 (Unsplash)
Jenis negative thinking yang ketiga adalah negative thinking yang tumbuh karena ketidakpercayaan pada diri. Pikiran negatif yang muncul pada tipe ini adalah jenis yang paling sering melanda siapapun dan juga paling merusak. Bayangkan, hanya karena takut mencoba dan takut gagal serta jutaan ketakutan lainnya, seseorang bisa tidak mau mencoba mengejar mimpinya.
Ketidakyakinan dan kurangnya tekad pada diri itulah yang membuat seseorang tidak mau berusaha keras memperjuangkan tujuannya. Takut mencoba alhasil hanya bisa jalan di tempat. Efeknya, karena konflik batin antara takut gagal dan ingin mencoba, membuat seseorang malah kehilangan fokus pada apa yang dikerjakannya sekarang.
Kalau melihat efek buruk yang ditimbulkan dari negative thnking, seharusnya kita mulai mencari cara agar bisa menghindarinya. Menghalau pikiran negatif sebenarnya mudah saja, ya berpikirlah positif.
Masalahnya, mungkin kita sudah benar-benar berniat untuk mengubah pikiran negatif, namun banyak faktor eksternal yang justru ikut mendorong munculnya pikiran-pikiran buruk.
Cara Berpikir Positif
Jika sudah seperti ini, kita harus memiliki prinsip yang tegas agar tidak dikalahkan oleh prasangka negatif yang ditujukan pada diri sendiri maupun orang lain. Terapkan prinsip no excusealias tidak kompromi pada hal-hal yang bisa meracuni pikiran.
Ada beberapa langkah supaya kita bisa tetap berpikiran positif antara lain sebagai berikut,
1. Menyadari Jika Manusia Memiliki Kelebihan dan KekuranganMungkin teman atau tetangga yang kita kenal itu selama ini tidak menonjolkan kelebihannya. Maka ketika mereka memperoleh keberhasilan, kita sama sekali tak menyangka dan hanya menilainya dari sisi kekurangannya saja. Ada pepatah, dalamnya laut bisa kita ukur namun dalamnya hati tidak ada yang bisa mengetahui. Begitupula dengan kemampuan manusia sesungguhnya.
Image: @sonance (Unsplash)
Jika kita memang hanya mengetahui kelemahan seseorang itu dan tidak menyadari kelebihannya, maka jangan terburu-buru memberi penilaian negatif pada apapun yang berhasil ia capai. Kita saja pasti mempunyai sisi yang tak diketahui orang lain. Tekankan hal ini pada mindset kita, agar rasa iri yang timbul bisa perlahan disingkirkan.
2. Mengasah Kemampuan Pada Diri
Daripada sibuk mengamati hidup orang lain hingga menimbulkan pikiran yang buruk-buruk, kenapa kita tidak berfokus pada diri sendiri saja? Gali apa yang ada di dalam diri dan yang belum kita eksplorasi. Misalnya, bakat menyanyi, menulis, membuat prakarya dan lain-lain.
Image: @manasvita (Unsplash)
Menyibukkan diri dalam hal yang disukai, akan mengalihkan pikiran negatif kita. Jika hobi atau bakat itu terus kita asah dan tekuni, bukan hal yang mustahil jika suatu hari kita bisa berprestasi menyamai atau mengungguli yang lainnya. Tapi kembali lagi, tujuan berprestasi itu pun bukan untuk disombongkan.
3. Belajar Memaafkan
Kok belajar memaafkan? Ini berhubungan dengan penyebab negative thinking jenis pertama yang dijelaskan sebelumnya. Pernah dikhianati dan dicurangi oleh orang yang paling dekat di masa lalu, bisa membuat kita tidak mudah percaya dengan kebaikan dan ketulusan orang lain.
Image: @dodge (Unsplash)
Belajarlah memaafkan dan belajar membuka hati meski kita harus tetap berhati-hati. Cobalah untuk berdiskusi dengan Tuhan tiap kali kegelisahan itu menghampiri. Belajar memaafkan akan mendamaikan hati.
4. Belajar Berani
Wajib, harus, pokoknya kita tidak boleh lagi memelihara rasa takut di dalam diri kita. Memiliki sedikit sikap berhati-hati agar tidak terjerumus pada kesalahan itu memang benar, tetapi kalau sampai kita tidak maju-maju juga demi mencapai impian yang kita idam-idamkan hanya karena suara-suara negatif di dalam otak, maka yang rugi besar itu kita.
Image: @merttly (Unsplash)
Bacalah buku-buku biografi orang sukses dan juga berkumpullah dengan orang-orang yang memiliki pikiran positif. Pikiran negatif itu bisa menular, lho. Seorang anak yang sejak kecil terus dihina oleh keluarga dan teman-temannya, besar kemungkinan akan tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri. Itulah sebabnya, kita perlu cerdas memilih lingkungan dan pergaulan yang tepat agar semangat positif kita juga tumbuh.
Jangan izinkan pikiran negatif menghabiskan tempat di hati dan otak. Berpikiran positif dan bersyukur adalah obat terbaik agar segala hal yang memberatkan di dalam diri bisa terhapus.
lintasme.init('right'); // options : left, top, bottom, rightDecember 7, 2020
Berkunjung ke Museum Ullen Sentalu di Masa Pandemi
Di minggu terakhir Oktober lalu ketika memasuki libur panjang, saya dan keluarga memutuskan pergi ke Yogyakarta. Apakah tidak takut pandemi? Kami sudah merencanakan matang-matang dengan membaca kondisi Yogya pada waktu itu. Dan di Yogya pun kami lebih banyak numpangtidur karena tujuan wisata rencananya di daerah Dieng dan Kaliurang.
Museum yang Memikat Hati untuk Kembali
Saya pernah berkunjung ke museum eksotik ini pada tahun 2016. Ketika sampai di sana, saya bertekad untk mengajak keluarga di kunjungan berikutnya. Daerah Kaliurang yang sejuk pastinya akan menjadi tempat yang nyaman bagi orang tua dan adik karena kami sekeluarga lebih suka jalan-jalan di dataran tinggi. Ditambah lagi, Papa adalah penyuka sejarah seperti saya. Jadi kunjungan ke Museum Ullen Sentalu akan menjadi tambahan wisata menyenangkan bagi keluarga yang sama sekali belum pernah ke sana.
Museum Ullen Sentalu sempat ditutup di awal masa pandemi. Ketika dibuka lagi, ternyata banyak sekali hal yang dirombak untuk menjaga keamanan di masa new normal. Ketika awal datang ke sini di tahun 2016 lalu, bagian depan museum masih direnovasi dan sekarang bangunan sudah bagus semua. Dengan metode yang digunakan, saya rasa Ullen Sentalu telah berinovasi dengan baik agar pengunjung tidak berjubel dan jarak antar grup pun bisa terjaga.
Sebelum berkunjung, saya mengecek akun Instagram resmi museum di @ullensentalu. Sebaiknya bagi kalian yang ingin datang ke sana juga perlu rajin-rajin memeriksa akunnya karena di sini kita akan mendapat informasi paling aktual terkait jadwal museum, event, serta tata cara pendaftaran. Saat ini tiket museum bisa dibeli seharga 50 ribu rupiah untuk wisatawan lokal dan beli tiketnya via website ullensentalu.com. (Baca Juga: Menyentuh Aroma Sejarah Kerajaan Jawa di Museum Ullen Sentalu)
Setelah tiket dibeli, konfirmasi bukti pembayaran ke nomor WhatsApp yang tertera di email dan juga di bagian bio Instagram. Sebaiknya jika ingin mengonfirmasi, jangan lebih dari jam 5 sore karena jam kerja kantor Ullen Sentalu selesai sampai jam 17.00 saja. Persiapkan payung atau jas hujan serta masker. Di musim penghujan, sering turun hujan gerimis di Ullen Sentalu tanpa bisa diduga.
Ketika saya dan keluarga sampai di museum, kami harus mencuci tangan di wastafel yang tersedia dekat halaman parkir. Kemudian registrasikan ulang pada bagian lobi untuk dicek suhu badan. Jika sudah diperiksa semua dan tidak ada kendala, pengunjung bisa langsung ke lobi masuk utama. Meskipun ini kunjungan kedua, saya merasa seperti baru pertama kali datang. Terdapat arca dan lukisan di bagian utama yang menambah suasana nyeni, sangat memanjakan mata deh.
Untuk menuju lobi masuk bagian utama museum pun saya lagi-lagi terkesima dengan desain arsitektur serba monokrom. Dinding dengan potongan asimetris dan warna hitam putih membuat latar foto jadi lebih vintagesekaligus minimalis. Bagus banget untuk photoshoot.Nantinya kita harus menunjukkan bukti konfirmasi tiket lagi dan mendapat tiket berbentuk gelang. Sejak pandemi, tur tidak lagi didampingi guide. Kami dipinjami MP3 player mini dengan headset. Ketika mulai menjelajah, audio playerakan berputar untuk menjelaskan deskripsi masing-masing lokasi dan benda.
Memasuki ruang demi ruang di museum seolah membuat saya kembali ke masa lalu. Meski pernah berkunjung, saya masih seperti baru saja datang pertama kali. Masih sama excitednya. Ketika baru keluar dari ruangan Putri Dambaan, hujan turun lumayan kerap. Pantas saja pengunjung diminta memabwa payung karena cuaca yang bisa berubah tanpa tanda.
Perbedaan selanjutnya selain tidak ada tour guide, pengunjung tidak mendapat jamu tradisional ala kraton di ruang istirahat. Di ruangan ini dulu kita bisa mengambil foto, tidak seperti di bagian museum lain yang dilarang. Ruangannya telah beralihfungsi menjadi tempat jujukan terakhir tur. Di sini kita harus mengembalikan MP3 player dan headset. Kami disambut gerimis setelah keluar dari museum, saya pun terburu-buru mengambil foto di spot foto dinding relief miring ikonik Ullen Sentalu.
(Baca Juga: 4 Tempat Berkesan di Yogyakarta)
Museum Ullen Sentalu menjadi tempat yang ngangeninbagi saya. Hawa sejuk dengan desain minimalis serta perpaduan nuansa sejarah, sangat cocok untuk dijadikan tempat liburan keluarga. Tetap ingat pakai masker dan jaga jarak ya.
November 15, 2020
[Podcast] Yang Dirasakan Saat 2 Jam Off Memakai Medsos dalam Sehari
Kita selalu menggunakan medsos. Paparan medsos juga berpengaruh pada kesehatan mental. Apa yang ditampilkan orang lain entah kebahagiaan dan kesuksesan, secara tidak langsung bisa mempengaruhi kondisi mental. Terinspirasi secara positif memang baik, tetapi akan berbahaya jika kita mulai terus membandingkan diri dengan orang lain. Di dalam podcast ini saya berbicara tentang manfaat menentukan blok waktu untuk mematikan medsos dua jam dalam sehari. Klik di sini untuk mendengarkan di browser atau bisa putar di Anchor, Spotify, dan Apple Podcast 'Reffi_d'.
Review Gadis Minimarket: Konflik dari Mulut Usil
Judul: Gadis Minimarket
Penulis: Sayaka Murata
Alih bahasa: Ninuk Sulistyawati
Jumlah halaman: 160 halaman
Penerbit: GPU
Dibaca di: Gramedia Digital
Pernah merasakan jengkel karena pertanyaan orang-orang sekitar yang ingin mendikte kita? Dengan alasan kepedulian, seorang teman selalu mengomentari pilihan pekerjaan sampai alasan mengapa kita masih melajang misalnya. Inilah yang menjadi highlight utama novel Gadis Minimarket. Saat membaca, saya merasa jengkel maksimal karena sikap kawan-kawan-kawan Keiko.
“Menurutku ketika ada sesuatu yang dianggap aneh, semua orang tanpa sungkan merasa berhak untuk ikut campur dan mereka berusaha mengungkap alasannya. Buatku itu menyusahkan, arogan, dan mengganggu.” (Halaman 59)
Keiko mengalami masalah sulit mengenali emosi. Meskipun seperti itu, Keiko bukanlah gadis jahat. Ia sadar jika ada yang salah di dalam dirinya. Karena demi ingin bisa membaur dengan masyarakat sekitar, Keiko memilih untuk lebih banyak diam sekaligus belajar mengamati.
Di usia belasan tahun, ia diterima sebagai pekerja paruh waktu di sebuah minimarket. Ternyata di situlah, ia merasa menemukan ‘rumah’. Dengan dedikasi tinggi, Keiko belajar mengamati sekitar sekaligus berusaha meniru apa yang dibeli dan dipakai rekan kerjanya. Apa yang terlihat bagus dipakai orang lain, Keiko akan memperhatikan lalu berusaha mencontoh. Semuanya hanya demi agar ia dianggap normal. Keiko pun terus bekerja hingga usianya pertengahan tiga puluhan.
“Bagi kaum laki-laki, itu lebih berat dibandingkan kalian para perempuan. Kalau belum seutuhnya terjun ke masyarakat, berarti kami harus bekerja. Setelah bekerja, kami dituntut menghasilkan banyak uang, setelah itu menikah dan memiliki keturunan. Dan masyarakat akan terus menghakimi...” (Halaman 90)
Novel ini menjadi sindiran keras pada kebiasaan masyarakat yang doyan menilai hidup orang lain. Terlebih lagi banyak sekali kasus bunuh diri yang terjadi di Jepang. Tekanan hidup karena merasa menjadi manusia gagal, mendorong peningkatan depresi pada individu. Tekanan pada perempuan yang belum juga menikah, sindiran kepada pria yang dianggap tidak becus bekerja dan menjadi parasit, pemaksaan standar kehidupan pada seseorang adalah isu yang menjadi konflik utama novel.
Ketika membaca, saya begitu bersimpati pada sosok Keiko. Justru ketika ia berpura-pura memiliki hubungan dengan lelaki pengangguran bernama Shiraha, kawan dan keluarganya nampak lega. Mengenaskan sekali, pilihan perempuan sangatlah terbatas. Jika masih melajang, maka seharusnya perempuan punya pekerjaan mapan, bukannya kerja paruh waktu. Kalaupun bekerja paruh waktu, maka sebaiknya perempuan telah memiliki pasangan atau menikah.
Sebuah novel yang mendapat posisi terbaik di hati saya tahun ini. Konfliknya tidaklah muluk-muluk tetapi menyeret empati, mengaduk emosi, serta membuat saya sesekali berhenti membaca untuk merenung. Jangan-jangan saya juga kadang keceplosan menjadi orang yang menyebalkan seperti kawan-kawan Keiko? Novel yang penuh sindiran sekaligus menampar nurani.
November 5, 2020
[Podcast] Important Basic Skills for Beginner Interpreter
Bagi kebanyakan pembelajar bahasa asing seperti bahasa Jepang, Inggris dan lainnya, bisa berbicara dengan fasih hingga mendapat kesempatan untuk bekerja dengan bahasa asingnya adalah hal yang menyenangkan. Inilah profesi yang saya tekuni semenjak menyukai bahasa Inggris dan memutuskan untuk kuliah di jurusan Sastra Jepang dengan sungguh-sungguh.
Bekerja dengan kemampuan bahasa itu menyenangkan terutama sebagai interpreter. Keseruannya membuat berdebar dan memaksa saya belajar hal-hal baru yang tidak selalu saya minati seperti permesinan, dunia industri, dll. Simak podcastnya di Anchor atau web browser kalian dengan klik di sini. Kalian bisa juga cek di Spotify atau Apple Podcast dengan akun 'Reffi_d'. Podcast ini dalam bahasa Inggris sekalian untuk mengasah kemampuan berbahasa agar tidak lupa karena saya lebih sering menggunakan bahasa Jepang di kantor.
October 30, 2020
Analogi Pemerintah Sebagai Orang Tua
Keluarga adalah tempat belajar berpolitik paling awal. Itulah yang saya dapat di keluarga. Orang tua menjadi sosok pemimpin paling awal dan saya belajar menyampaikan opini di tengah perbincangan bersama mereka.
Gaya parenting orang tua juga berbeda-beda. Ada yang diktator, permisif, atau demokratis. Seperti halnya sebuah negara, pemerintah yang bertugas sebagai negara juga punya peran dalam membimbing rakyatya. Anak dan orang tua punya hak dan kewajiban. Dalam bentuk berbeda, pemerintah dan rakyat pun punya simbiosis serupa.
Tidak seimbangnya hubungan hak dan kewajiban serta gagalnya komunikasi antara orang tua dengan anak, pasti akan menimbulkan intrik. Sama halnya jika dalam sebuah negara terjadi hal yang mirip. Kali ini saya berbicara sebagai rakyat biasa dan kacamata seorang anak, bukan seorang ahli politik dengan jabatan dan gelar.
Anak Nakal Salah Siapa?
Saat masih kecil dulu ketika ada anak yang sikapnya sulit diatur dan berbuat nakal, orang dewasa biasanya akan bilang, "Nih anak siapa sih? Gimana ortunya ngajarin di rumah?"
Saat orang tua si anak bermasalah ini mendapat laporan pengaduan, label 'anak nakal' pun makin melekat pada anaknya. Ayah dan Ibu yang bijak dan smart, akan mencari tahu apa masalah utamanya. Diskusi akan dibangun untuk mengetahui alasan si anak bertindak. Orang tua tak hanya memberitahu jika sikap si anak itu salah, tetapi juga diberi ruang untuk menyampaikan keluh kesahnya. Sayangnya, ada juga orang tua yang sibuk menyalahkan anak, tanpa sadar jika sumber masalah ada di diri mereka.
Sebuah kutipan menarik dari situs Sue Atkins The Parenting Expert sepertinya cocok dengan ilustrasi di atas.
Often parents label their kids as ‘naughty’ because they’re not conforming. There are a number of reasons for this – they are testing you out, you’re not clear in what you want them to do, they’re tired, you’re tired or they are simply not mature enough yet to self-regulate their own behaviour.
Gaya diskusi anak dan orang tua pun berbeda di tiap fase. Saat kecil, Mama dan Papa saya menunjukkan secara total apa yang salah dan benar, menjadi pelindung utama, penyokong dana, pendidik awal, sekaligus memberi saya dan adik ruang untuk menjadi diri sendiri. Mereka memberi teladan.
Ketika memasuki usia remaja, jiwa labil dan doyan membantah mulai membuat saya doyan menanyakan semua nasehat. Ada pemikiran orang tua yang saya anggap kuno. Kadangkala orang tua jengkel karena merasa saya sulit diarahkan. Nobody's perfect. Tetapi Mama dan Papa berusaha untuk memahami dan saya belajar menekan ego meledak-ledak, kuncinya tentu saja komunikasi yang sehat.
Jadi jika anak nakal, tidak sepenuhnya itu salah si anak. Apakah orang tua sudah memberi teladan yang baik? Apakah orang tua bertindak penuh kasih bukannya bersifat diktator dan doyan main pukul? Apakah orang tua sudah membangun komunikasi yang sehat bukannya hobi menghina dan meremehkan anak?
Banyak sekali yang perlu diurai. Kadang orang tua tidak sadar ketika meminta hak untuk dihormati namun lupa untuk memenuhi kewajiban melindungi dan menyayangi anak sampai anak menuntut perhatian dengan cara yang dianggap barbar.
Sudahkah Pemerintah Memenuhi Kewajiban Sebagai 'Orang Tua'?
Pemerintahan pastinya lebih kompleks dari keluarga. Analogi keluarga saya tulis karena ini mudah untuk menyederhanakan kejadian-kejadian yang sedang menjadi berita hangat di seluruh negeri. Rakyat dari segala usia berteriak marah atas kebijakan yang dinilai terlalu terburu-buru untuk dibuat dan seolah tak peduli terhadap keberatan yang diajukan.
Kewajiban sebagai warga negara yang baik telah dipenuhi seperti membayar pajak, demokrasi digaungkan sejak era reformasi, kini bagaimana pengaplikasiannya? Tidak ada pemimpin sempurna, seperti halnya orang tua karena kita hanya manusia biasa. Dialog yang baik dan simultan seharusnya bisa menguraikan ketegangan. Nyatanya? Ya bisa dilihat dan dibaca di banyak media.
Kurangnya sosialisasi, berbaurnya berita hoaks, provokator di sela demonstrasi, makin memperburuk kondisi. Keriuhan di mana-mana seperti bisul becah yang akar masalahnya sudah berbulan-bulan menumpuk. Sinyal meminta diperhatikan dari rakyat ini telah diteriakkan jauh-jauh hari. Lalu ketika mendengar kalimat macam begini, "Anak milenial kontribusinya apa?" Respons seperti apa yang diharapkan dari para milenial?
Benar ada 'kenakalan' yang merugikan. Saya pun tak setuju dengan demo yang merusak fasilitas umum dan ricuh. Tetapi menuding dan menyalahkan tanpa introspeksi pada diri sebagai pemangku kebijakan atau sebagai orang yang pernah berperan penting dalam pemerintahan, sama halnya seperti orang tua yang menyalahkan anak tanpa berkaca.
Sebagai anak yang nantinya akan menjadi orang tua, saya banyak belajar. Termasuk dari cerita teman-teman. Ada orang tua yang berhasil membangun keluarga sehat, ada orang tua yang cocok menjadi teladan orang tua, dan ada orang tua yang bisa dianggap gagal. Mau menjadi apa kita? Mau seperti apa pemerintah bersikap? Itu pilihan sadar, bukannya sebuah kekhilafan apalagi menuding sembarangan.
October 24, 2020
Nyaman dan Futuristik di De Lobby Suite Hotel
Keluarga saya sangat suka travelling. Papa dan Mama rutin mengajak saya dan adik untuk piknik atau jalan-jalan tipis melepas penat di dalam dan luar kota. Sayangnya, rencana tahun ini pun tertunda karena pandemi. Sejak awal Maret, saya dan keluarga pun lebih banyak di rumah. Dan ketika masa PSBB mulai dilonggarkan serta ada alternatif liburan yang aman seperti staycation, kami pun ingin mencoba.
Kewaspadaan Tetap DijagaPastinya sebelum memutuskan untuk bepergian agak jauh dari rumah, kami menyesuaikan kondisi dan mengecek keadaan kota tujuan. Setelah melihat kondisi perkembangan di kota Batu, Malang, saya langsung mencari hotel yang akan kami pakai menginap semalam. Pencarian hotel ini susah-susah gampang, kadang saya dan Papa sampai berdiskusi panjang sampai menemukan yang pas.
Salah satu syarat untuk hotel yang kami inapi adalah harus cukup luas dan bisa dipakai tidur empat orang. Kedua orang tua saya inginnya bisa tidur satu ruangan, saya sekasur dengan Mama sedangkan adik laki-laki dengan Papa. Nah, saat berlibur ke Batu beberapa waktu lalu, adik sepupu saya ikut jadi kami pun memesan satu extra bed.
Akhirnya saya dan Papa setuju untuk menginap di De Lobby Suite Hotel. Kriteria kamar sudah cocok plus termasuk sarapan. Lokasinya juga cukup strategis. Saat memilih tempat menginap, saya akan membandingkan harga, review pelanggan, dan mengeceknya di internet. Riset ini saya lakukan lalu saya sodorkan kepada Papa. (Baca Juga: Berpetualang di Pantai Teluk Ijo Banyuwangi)
Jika kami sudah sepakat, baru saya mereservasi lewat aplikasi. Kami pun mempersiapkan diri dengan hand sanitizer, masker, dan berusaha jaga jarak. Kebetulan saat itu kota Batu memiliki persebaran Covid 19 yang cukup rendah, makanya saya dan keluarga pun percaya diri untuk ke sana didampingi terus berdoa pastinya.
Minimalis yang Membuat Nyaman
Sesampainya di lobi De Lobby Suite Hotel, saya langsung membatin klau hotel ini akan cocok dengan selera. Desain minimalis yang terkesan mewah tetapi tidak berlebihan. Saya sangat suka dengan nuansa minimalis karena terkesan clean di mata. Karena bepergian dengan keluarga, bukannya sendiri atau bersama sahabat, maka kenyamanan hotel adalah hal utama.
Jelas berbeda jika saya travellingdengan sahabat. Bagi kami yang penting bersih dan murah, sarapan bisa cari di luar penginapan hahaha. Untuk hotel dengan rate 300 sampai 500 ribuan per malam, saya mendapat kesan jika servis di hotel ini sangat baik. Protokol kesehatan dijalankan ketat.
Ketika melakukan check in, keluarga saya menunggu di sofa dengan posisi duduk berjarak. Suhu tubuh dicek dan ada formulir yang bisa diisi tamu hotel jika merasa tidak sehat sehingga petugas kesehatan akan menjemput. Baru di lobi saja, mata saya dimanjakan dengan desain interior yang instagramablenan elegan. Cocok sekali jika mau bergaya old-shooldengan rok tartan dan blus putih atau krem. Lho kok malah berpikir soal fashion, hehe.
Dinding, lantai, dan atap pun dipoles dengan keseimbangan warna monokrom yang nyaman di mata. Tidak ada satupun warna bold semacam ungu, merah, dan kuning yang pastinya akan merusak keseimbangan nuansa monokrom. Polesan warna silver di beberapa perabot memberikan kesan milenium buat saya. Futuristik. (Baca Juga: Trip KL Day-2)
Kekaguman saya bertambah ketika memasuki kamar. Kami memesan double bed dengan tambahan satu extra bed. Ruangannya sangat lega dan seprai pun bersih. Kesan minimalis dan futuristik pun ada di dalam kamar. Sayangnya foto saya terhapus, jadi foto kamar ini saya comot dari aplikasi yang saya gunakan untuk memesan kamar. (Baca Juga: Serunya Rafting di Sungai Pekalen)
Kamar mandinya pun dilengkapi fasilitas yang oke. Sampai saya tertarik untuk melakukan mirror selfie, kacanya bening dong. Hairdryer pun bisa digunakan jika ingin mengeringkan rambut. Keesokan paginya ketika sarapan, saya salut dengan protokol kesehatan yang dilakukan oleh staf hotel. Tamu tidak boleh mengambil makanan sendiri. Sudah ada staf restoran yang membantu mengambilkan makanan dan posisi tempat makan pun berjarak. Semua staf tentu memakai masker. Makanan tersedia dalam gaya Indonesia dan Western, rasanya enak.
Mama sedang diambilkan sarapan
Begitulah pengalaman saya dan keluarga ketika menginap di De Lobby Suite Hotel. Kalau ke kota Batu lagi, saya jadi ingin menginap di sana lagi.
October 15, 2020
[Podcast] FTV di Kepala Maryam
Podcast urutan ketiga di minggu kemarin adalah podcast khusus fiksi. Jadi saya akan membacakan cerpen pendek atau catatan fiksi dari karya yang pernah diterbitkan atau belum pernah tayang di media manapun. Ini untuk pertama kalinya saya membaca cerpen di podcast, jadi kalau masih belum bisa terdengar menjiwai, mohon maklum ya, hehehe.
Cerpen ini bercerita tentang seorang gadis desa bernama Maryam yang dikaruniai wajah cantik. Maryam menyadari anugerah fisiknya itu sehingga bercita-cita ingin menjadi seorang artis, apalagi ia suka menonton FTV. Cerpen ini saya buat beberapa tahun lalu ketika melihat ada beberapa artis FTV yang aktingnya pas-pasan (bukannya saya jago akting, tapi kan saya penonton jadi berhak menilai :p). Fenomena ingin terkenal seperti artis ini membuat banyak orang bersusahpayah berlatih.
Hal yang bagus jika memiliki impian tinggi, namun seperti halnya Maryam, jangan hanya terpaku pada ketenaran. Ada harga yang harus dibayar di tiap usaha mengejar ketenaran. Dengarkan podcastnya di sini.





