Reffi Dhinar's Blog, page 13
December 7, 2020
Berkunjung ke Museum Ullen Sentalu di Masa Pandemi

Di minggu terakhir Oktober lalu ketika memasuki libur panjang, saya dan keluarga memutuskan pergi ke Yogyakarta. Apakah tidak takut pandemi? Kami sudah merencanakan matang-matang dengan membaca kondisi Yogya pada waktu itu. Dan di Yogya pun kami lebih banyak numpangtidur karena tujuan wisata rencananya di daerah Dieng dan Kaliurang.
Museum yang Memikat Hati untuk Kembali
Saya pernah berkunjung ke museum eksotik ini pada tahun 2016. Ketika sampai di sana, saya bertekad untk mengajak keluarga di kunjungan berikutnya. Daerah Kaliurang yang sejuk pastinya akan menjadi tempat yang nyaman bagi orang tua dan adik karena kami sekeluarga lebih suka jalan-jalan di dataran tinggi. Ditambah lagi, Papa adalah penyuka sejarah seperti saya. Jadi kunjungan ke Museum Ullen Sentalu akan menjadi tambahan wisata menyenangkan bagi keluarga yang sama sekali belum pernah ke sana.

Museum Ullen Sentalu sempat ditutup di awal masa pandemi. Ketika dibuka lagi, ternyata banyak sekali hal yang dirombak untuk menjaga keamanan di masa new normal. Ketika awal datang ke sini di tahun 2016 lalu, bagian depan museum masih direnovasi dan sekarang bangunan sudah bagus semua. Dengan metode yang digunakan, saya rasa Ullen Sentalu telah berinovasi dengan baik agar pengunjung tidak berjubel dan jarak antar grup pun bisa terjaga.

Sebelum berkunjung, saya mengecek akun Instagram resmi museum di @ullensentalu. Sebaiknya bagi kalian yang ingin datang ke sana juga perlu rajin-rajin memeriksa akunnya karena di sini kita akan mendapat informasi paling aktual terkait jadwal museum, event, serta tata cara pendaftaran. Saat ini tiket museum bisa dibeli seharga 50 ribu rupiah untuk wisatawan lokal dan beli tiketnya via website ullensentalu.com. (Baca Juga: Menyentuh Aroma Sejarah Kerajaan Jawa di Museum Ullen Sentalu)

Setelah tiket dibeli, konfirmasi bukti pembayaran ke nomor WhatsApp yang tertera di email dan juga di bagian bio Instagram. Sebaiknya jika ingin mengonfirmasi, jangan lebih dari jam 5 sore karena jam kerja kantor Ullen Sentalu selesai sampai jam 17.00 saja. Persiapkan payung atau jas hujan serta masker. Di musim penghujan, sering turun hujan gerimis di Ullen Sentalu tanpa bisa diduga.

Ketika saya dan keluarga sampai di museum, kami harus mencuci tangan di wastafel yang tersedia dekat halaman parkir. Kemudian registrasikan ulang pada bagian lobi untuk dicek suhu badan. Jika sudah diperiksa semua dan tidak ada kendala, pengunjung bisa langsung ke lobi masuk utama. Meskipun ini kunjungan kedua, saya merasa seperti baru pertama kali datang. Terdapat arca dan lukisan di bagian utama yang menambah suasana nyeni, sangat memanjakan mata deh.

Untuk menuju lobi masuk bagian utama museum pun saya lagi-lagi terkesima dengan desain arsitektur serba monokrom. Dinding dengan potongan asimetris dan warna hitam putih membuat latar foto jadi lebih vintagesekaligus minimalis. Bagus banget untuk photoshoot.Nantinya kita harus menunjukkan bukti konfirmasi tiket lagi dan mendapat tiket berbentuk gelang. Sejak pandemi, tur tidak lagi didampingi guide. Kami dipinjami MP3 player mini dengan headset. Ketika mulai menjelajah, audio playerakan berputar untuk menjelaskan deskripsi masing-masing lokasi dan benda.

Memasuki ruang demi ruang di museum seolah membuat saya kembali ke masa lalu. Meski pernah berkunjung, saya masih seperti baru saja datang pertama kali. Masih sama excitednya. Ketika baru keluar dari ruangan Putri Dambaan, hujan turun lumayan kerap. Pantas saja pengunjung diminta memabwa payung karena cuaca yang bisa berubah tanpa tanda.

Perbedaan selanjutnya selain tidak ada tour guide, pengunjung tidak mendapat jamu tradisional ala kraton di ruang istirahat. Di ruangan ini dulu kita bisa mengambil foto, tidak seperti di bagian museum lain yang dilarang. Ruangannya telah beralihfungsi menjadi tempat jujukan terakhir tur. Di sini kita harus mengembalikan MP3 player dan headset. Kami disambut gerimis setelah keluar dari museum, saya pun terburu-buru mengambil foto di spot foto dinding relief miring ikonik Ullen Sentalu.
(Baca Juga: 4 Tempat Berkesan di Yogyakarta)
Museum Ullen Sentalu menjadi tempat yang ngangeninbagi saya. Hawa sejuk dengan desain minimalis serta perpaduan nuansa sejarah, sangat cocok untuk dijadikan tempat liburan keluarga. Tetap ingat pakai masker dan jaga jarak ya.
November 15, 2020
[Podcast] Yang Dirasakan Saat 2 Jam Off Memakai Medsos dalam Sehari

Kita selalu menggunakan medsos. Paparan medsos juga berpengaruh pada kesehatan mental. Apa yang ditampilkan orang lain entah kebahagiaan dan kesuksesan, secara tidak langsung bisa mempengaruhi kondisi mental. Terinspirasi secara positif memang baik, tetapi akan berbahaya jika kita mulai terus membandingkan diri dengan orang lain. Di dalam podcast ini saya berbicara tentang manfaat menentukan blok waktu untuk mematikan medsos dua jam dalam sehari. Klik di sini untuk mendengarkan di browser atau bisa putar di Anchor, Spotify, dan Apple Podcast 'Reffi_d'.
Review Gadis Minimarket: Konflik dari Mulut Usil

Judul: Gadis Minimarket
Penulis: Sayaka Murata
Alih bahasa: Ninuk Sulistyawati
Jumlah halaman: 160 halaman
Penerbit: GPU
Dibaca di: Gramedia Digital
Pernah merasakan jengkel karena pertanyaan orang-orang sekitar yang ingin mendikte kita? Dengan alasan kepedulian, seorang teman selalu mengomentari pilihan pekerjaan sampai alasan mengapa kita masih melajang misalnya. Inilah yang menjadi highlight utama novel Gadis Minimarket. Saat membaca, saya merasa jengkel maksimal karena sikap kawan-kawan-kawan Keiko.
“Menurutku ketika ada sesuatu yang dianggap aneh, semua orang tanpa sungkan merasa berhak untuk ikut campur dan mereka berusaha mengungkap alasannya. Buatku itu menyusahkan, arogan, dan mengganggu.” (Halaman 59)
Keiko mengalami masalah sulit mengenali emosi. Meskipun seperti itu, Keiko bukanlah gadis jahat. Ia sadar jika ada yang salah di dalam dirinya. Karena demi ingin bisa membaur dengan masyarakat sekitar, Keiko memilih untuk lebih banyak diam sekaligus belajar mengamati.
Di usia belasan tahun, ia diterima sebagai pekerja paruh waktu di sebuah minimarket. Ternyata di situlah, ia merasa menemukan ‘rumah’. Dengan dedikasi tinggi, Keiko belajar mengamati sekitar sekaligus berusaha meniru apa yang dibeli dan dipakai rekan kerjanya. Apa yang terlihat bagus dipakai orang lain, Keiko akan memperhatikan lalu berusaha mencontoh. Semuanya hanya demi agar ia dianggap normal. Keiko pun terus bekerja hingga usianya pertengahan tiga puluhan.
“Bagi kaum laki-laki, itu lebih berat dibandingkan kalian para perempuan. Kalau belum seutuhnya terjun ke masyarakat, berarti kami harus bekerja. Setelah bekerja, kami dituntut menghasilkan banyak uang, setelah itu menikah dan memiliki keturunan. Dan masyarakat akan terus menghakimi...” (Halaman 90)
Novel ini menjadi sindiran keras pada kebiasaan masyarakat yang doyan menilai hidup orang lain. Terlebih lagi banyak sekali kasus bunuh diri yang terjadi di Jepang. Tekanan hidup karena merasa menjadi manusia gagal, mendorong peningkatan depresi pada individu. Tekanan pada perempuan yang belum juga menikah, sindiran kepada pria yang dianggap tidak becus bekerja dan menjadi parasit, pemaksaan standar kehidupan pada seseorang adalah isu yang menjadi konflik utama novel.
Ketika membaca, saya begitu bersimpati pada sosok Keiko. Justru ketika ia berpura-pura memiliki hubungan dengan lelaki pengangguran bernama Shiraha, kawan dan keluarganya nampak lega. Mengenaskan sekali, pilihan perempuan sangatlah terbatas. Jika masih melajang, maka seharusnya perempuan punya pekerjaan mapan, bukannya kerja paruh waktu. Kalaupun bekerja paruh waktu, maka sebaiknya perempuan telah memiliki pasangan atau menikah.
Sebuah novel yang mendapat posisi terbaik di hati saya tahun ini. Konfliknya tidaklah muluk-muluk tetapi menyeret empati, mengaduk emosi, serta membuat saya sesekali berhenti membaca untuk merenung. Jangan-jangan saya juga kadang keceplosan menjadi orang yang menyebalkan seperti kawan-kawan Keiko? Novel yang penuh sindiran sekaligus menampar nurani.
November 5, 2020
[Podcast] Important Basic Skills for Beginner Interpreter

Bagi kebanyakan pembelajar bahasa asing seperti bahasa Jepang, Inggris dan lainnya, bisa berbicara dengan fasih hingga mendapat kesempatan untuk bekerja dengan bahasa asingnya adalah hal yang menyenangkan. Inilah profesi yang saya tekuni semenjak menyukai bahasa Inggris dan memutuskan untuk kuliah di jurusan Sastra Jepang dengan sungguh-sungguh.
Bekerja dengan kemampuan bahasa itu menyenangkan terutama sebagai interpreter. Keseruannya membuat berdebar dan memaksa saya belajar hal-hal baru yang tidak selalu saya minati seperti permesinan, dunia industri, dll. Simak podcastnya di Anchor atau web browser kalian dengan klik di sini. Kalian bisa juga cek di Spotify atau Apple Podcast dengan akun 'Reffi_d'. Podcast ini dalam bahasa Inggris sekalian untuk mengasah kemampuan berbahasa agar tidak lupa karena saya lebih sering menggunakan bahasa Jepang di kantor.
October 30, 2020
Analogi Pemerintah Sebagai Orang Tua

Keluarga adalah tempat belajar berpolitik paling awal. Itulah yang saya dapat di keluarga. Orang tua menjadi sosok pemimpin paling awal dan saya belajar menyampaikan opini di tengah perbincangan bersama mereka.
Gaya parenting orang tua juga berbeda-beda. Ada yang diktator, permisif, atau demokratis. Seperti halnya sebuah negara, pemerintah yang bertugas sebagai negara juga punya peran dalam membimbing rakyatya. Anak dan orang tua punya hak dan kewajiban. Dalam bentuk berbeda, pemerintah dan rakyat pun punya simbiosis serupa.
Tidak seimbangnya hubungan hak dan kewajiban serta gagalnya komunikasi antara orang tua dengan anak, pasti akan menimbulkan intrik. Sama halnya jika dalam sebuah negara terjadi hal yang mirip. Kali ini saya berbicara sebagai rakyat biasa dan kacamata seorang anak, bukan seorang ahli politik dengan jabatan dan gelar.
Anak Nakal Salah Siapa?
Saat masih kecil dulu ketika ada anak yang sikapnya sulit diatur dan berbuat nakal, orang dewasa biasanya akan bilang, "Nih anak siapa sih? Gimana ortunya ngajarin di rumah?"
Saat orang tua si anak bermasalah ini mendapat laporan pengaduan, label 'anak nakal' pun makin melekat pada anaknya. Ayah dan Ibu yang bijak dan smart, akan mencari tahu apa masalah utamanya. Diskusi akan dibangun untuk mengetahui alasan si anak bertindak. Orang tua tak hanya memberitahu jika sikap si anak itu salah, tetapi juga diberi ruang untuk menyampaikan keluh kesahnya. Sayangnya, ada juga orang tua yang sibuk menyalahkan anak, tanpa sadar jika sumber masalah ada di diri mereka.
Sebuah kutipan menarik dari situs Sue Atkins The Parenting Expert sepertinya cocok dengan ilustrasi di atas.
Often parents label their kids as ‘naughty’ because they’re not conforming. There are a number of reasons for this – they are testing you out, you’re not clear in what you want them to do, they’re tired, you’re tired or they are simply not mature enough yet to self-regulate their own behaviour.
Gaya diskusi anak dan orang tua pun berbeda di tiap fase. Saat kecil, Mama dan Papa saya menunjukkan secara total apa yang salah dan benar, menjadi pelindung utama, penyokong dana, pendidik awal, sekaligus memberi saya dan adik ruang untuk menjadi diri sendiri. Mereka memberi teladan.

Ketika memasuki usia remaja, jiwa labil dan doyan membantah mulai membuat saya doyan menanyakan semua nasehat. Ada pemikiran orang tua yang saya anggap kuno. Kadangkala orang tua jengkel karena merasa saya sulit diarahkan. Nobody's perfect. Tetapi Mama dan Papa berusaha untuk memahami dan saya belajar menekan ego meledak-ledak, kuncinya tentu saja komunikasi yang sehat.
Jadi jika anak nakal, tidak sepenuhnya itu salah si anak. Apakah orang tua sudah memberi teladan yang baik? Apakah orang tua bertindak penuh kasih bukannya bersifat diktator dan doyan main pukul? Apakah orang tua sudah membangun komunikasi yang sehat bukannya hobi menghina dan meremehkan anak?
Banyak sekali yang perlu diurai. Kadang orang tua tidak sadar ketika meminta hak untuk dihormati namun lupa untuk memenuhi kewajiban melindungi dan menyayangi anak sampai anak menuntut perhatian dengan cara yang dianggap barbar.
Sudahkah Pemerintah Memenuhi Kewajiban Sebagai 'Orang Tua'?
Pemerintahan pastinya lebih kompleks dari keluarga. Analogi keluarga saya tulis karena ini mudah untuk menyederhanakan kejadian-kejadian yang sedang menjadi berita hangat di seluruh negeri. Rakyat dari segala usia berteriak marah atas kebijakan yang dinilai terlalu terburu-buru untuk dibuat dan seolah tak peduli terhadap keberatan yang diajukan.
Kewajiban sebagai warga negara yang baik telah dipenuhi seperti membayar pajak, demokrasi digaungkan sejak era reformasi, kini bagaimana pengaplikasiannya? Tidak ada pemimpin sempurna, seperti halnya orang tua karena kita hanya manusia biasa. Dialog yang baik dan simultan seharusnya bisa menguraikan ketegangan. Nyatanya? Ya bisa dilihat dan dibaca di banyak media.
Kurangnya sosialisasi, berbaurnya berita hoaks, provokator di sela demonstrasi, makin memperburuk kondisi. Keriuhan di mana-mana seperti bisul becah yang akar masalahnya sudah berbulan-bulan menumpuk. Sinyal meminta diperhatikan dari rakyat ini telah diteriakkan jauh-jauh hari. Lalu ketika mendengar kalimat macam begini, "Anak milenial kontribusinya apa?" Respons seperti apa yang diharapkan dari para milenial?

Benar ada 'kenakalan' yang merugikan. Saya pun tak setuju dengan demo yang merusak fasilitas umum dan ricuh. Tetapi menuding dan menyalahkan tanpa introspeksi pada diri sebagai pemangku kebijakan atau sebagai orang yang pernah berperan penting dalam pemerintahan, sama halnya seperti orang tua yang menyalahkan anak tanpa berkaca.
Sebagai anak yang nantinya akan menjadi orang tua, saya banyak belajar. Termasuk dari cerita teman-teman. Ada orang tua yang berhasil membangun keluarga sehat, ada orang tua yang cocok menjadi teladan orang tua, dan ada orang tua yang bisa dianggap gagal. Mau menjadi apa kita? Mau seperti apa pemerintah bersikap? Itu pilihan sadar, bukannya sebuah kekhilafan apalagi menuding sembarangan.
October 24, 2020
Nyaman dan Futuristik di De Lobby Suite Hotel

Keluarga saya sangat suka travelling. Papa dan Mama rutin mengajak saya dan adik untuk piknik atau jalan-jalan tipis melepas penat di dalam dan luar kota. Sayangnya, rencana tahun ini pun tertunda karena pandemi. Sejak awal Maret, saya dan keluarga pun lebih banyak di rumah. Dan ketika masa PSBB mulai dilonggarkan serta ada alternatif liburan yang aman seperti staycation, kami pun ingin mencoba.
Kewaspadaan Tetap DijagaPastinya sebelum memutuskan untuk bepergian agak jauh dari rumah, kami menyesuaikan kondisi dan mengecek keadaan kota tujuan. Setelah melihat kondisi perkembangan di kota Batu, Malang, saya langsung mencari hotel yang akan kami pakai menginap semalam. Pencarian hotel ini susah-susah gampang, kadang saya dan Papa sampai berdiskusi panjang sampai menemukan yang pas.
Salah satu syarat untuk hotel yang kami inapi adalah harus cukup luas dan bisa dipakai tidur empat orang. Kedua orang tua saya inginnya bisa tidur satu ruangan, saya sekasur dengan Mama sedangkan adik laki-laki dengan Papa. Nah, saat berlibur ke Batu beberapa waktu lalu, adik sepupu saya ikut jadi kami pun memesan satu extra bed.

Akhirnya saya dan Papa setuju untuk menginap di De Lobby Suite Hotel. Kriteria kamar sudah cocok plus termasuk sarapan. Lokasinya juga cukup strategis. Saat memilih tempat menginap, saya akan membandingkan harga, review pelanggan, dan mengeceknya di internet. Riset ini saya lakukan lalu saya sodorkan kepada Papa. (Baca Juga: Berpetualang di Pantai Teluk Ijo Banyuwangi)
Jika kami sudah sepakat, baru saya mereservasi lewat aplikasi. Kami pun mempersiapkan diri dengan hand sanitizer, masker, dan berusaha jaga jarak. Kebetulan saat itu kota Batu memiliki persebaran Covid 19 yang cukup rendah, makanya saya dan keluarga pun percaya diri untuk ke sana didampingi terus berdoa pastinya.
Minimalis yang Membuat Nyaman
Sesampainya di lobi De Lobby Suite Hotel, saya langsung membatin klau hotel ini akan cocok dengan selera. Desain minimalis yang terkesan mewah tetapi tidak berlebihan. Saya sangat suka dengan nuansa minimalis karena terkesan clean di mata. Karena bepergian dengan keluarga, bukannya sendiri atau bersama sahabat, maka kenyamanan hotel adalah hal utama.
Jelas berbeda jika saya travellingdengan sahabat. Bagi kami yang penting bersih dan murah, sarapan bisa cari di luar penginapan hahaha. Untuk hotel dengan rate 300 sampai 500 ribuan per malam, saya mendapat kesan jika servis di hotel ini sangat baik. Protokol kesehatan dijalankan ketat.
Ketika melakukan check in, keluarga saya menunggu di sofa dengan posisi duduk berjarak. Suhu tubuh dicek dan ada formulir yang bisa diisi tamu hotel jika merasa tidak sehat sehingga petugas kesehatan akan menjemput. Baru di lobi saja, mata saya dimanjakan dengan desain interior yang instagramablenan elegan. Cocok sekali jika mau bergaya old-shooldengan rok tartan dan blus putih atau krem. Lho kok malah berpikir soal fashion, hehe.
Dinding, lantai, dan atap pun dipoles dengan keseimbangan warna monokrom yang nyaman di mata. Tidak ada satupun warna bold semacam ungu, merah, dan kuning yang pastinya akan merusak keseimbangan nuansa monokrom. Polesan warna silver di beberapa perabot memberikan kesan milenium buat saya. Futuristik. (Baca Juga: Trip KL Day-2)
Kekaguman saya bertambah ketika memasuki kamar. Kami memesan double bed dengan tambahan satu extra bed. Ruangannya sangat lega dan seprai pun bersih. Kesan minimalis dan futuristik pun ada di dalam kamar. Sayangnya foto saya terhapus, jadi foto kamar ini saya comot dari aplikasi yang saya gunakan untuk memesan kamar. (Baca Juga: Serunya Rafting di Sungai Pekalen)


Kamar mandinya pun dilengkapi fasilitas yang oke. Sampai saya tertarik untuk melakukan mirror selfie, kacanya bening dong. Hairdryer pun bisa digunakan jika ingin mengeringkan rambut. Keesokan paginya ketika sarapan, saya salut dengan protokol kesehatan yang dilakukan oleh staf hotel. Tamu tidak boleh mengambil makanan sendiri. Sudah ada staf restoran yang membantu mengambilkan makanan dan posisi tempat makan pun berjarak. Semua staf tentu memakai masker. Makanan tersedia dalam gaya Indonesia dan Western, rasanya enak.
Mama sedang diambilkan sarapan
Begitulah pengalaman saya dan keluarga ketika menginap di De Lobby Suite Hotel. Kalau ke kota Batu lagi, saya jadi ingin menginap di sana lagi.
October 15, 2020
[Podcast] FTV di Kepala Maryam

Podcast urutan ketiga di minggu kemarin adalah podcast khusus fiksi. Jadi saya akan membacakan cerpen pendek atau catatan fiksi dari karya yang pernah diterbitkan atau belum pernah tayang di media manapun. Ini untuk pertama kalinya saya membaca cerpen di podcast, jadi kalau masih belum bisa terdengar menjiwai, mohon maklum ya, hehehe.
Cerpen ini bercerita tentang seorang gadis desa bernama Maryam yang dikaruniai wajah cantik. Maryam menyadari anugerah fisiknya itu sehingga bercita-cita ingin menjadi seorang artis, apalagi ia suka menonton FTV. Cerpen ini saya buat beberapa tahun lalu ketika melihat ada beberapa artis FTV yang aktingnya pas-pasan (bukannya saya jago akting, tapi kan saya penonton jadi berhak menilai :p). Fenomena ingin terkenal seperti artis ini membuat banyak orang bersusahpayah berlatih.
Hal yang bagus jika memiliki impian tinggi, namun seperti halnya Maryam, jangan hanya terpaku pada ketenaran. Ada harga yang harus dibayar di tiap usaha mengejar ketenaran. Dengarkan podcastnya di sini.
October 10, 2020
Podcast: Mindset Yang Harus Dimiliki Penulis Buku

Menerbitkan sebuah buku adalah impian kebanyakan penulis. Contohnya saya yang di awal menyeriusi dunia menulis artikel lepas, tetap ingin memiliki buku dengan nama saya tertera di sampulnya. Makanya, selain sibuk menjadi content writer dan blogger, saya tetap rajin menulis novel tiap tahun.
Dan menerbitkan buku itu butuh kesabaran serta kekuatan mental yang bagus. Bagaimana kita bekerjasama dengan editor dan penerbit juga wajib diperhatikan. Attitude yang baik harus dimiliki seorang penulis.
Melalui podcast yang sumbernya dari artikel blog ini jugalah saya ingin mengajak teman-teman penulis mau mengubah mindset buruknya. Apa sajakah itu? Klik di sini untuk mendengarkan di browser atau di aplikasi Anchor. Atau dengarkan podcast Kata Reffi di Spotify, Apple podcast, dan Google Podcast dengan nama akun 'Reffi_d'.
October 9, 2020
Ketahui Cara Optimasi Blog Lewat Twitter

Twitter adalah media sosial yang paling sering saya gunakan. Sebagai seorang bloger, mengaktifkan medsos untuk promosi tulisan tentunya menjadi keharusan. Ternyata masih banyak yang harus saya pelajari soal memanfaatkan Twitter ini. Jika tahu strategi optimasinya, tentu akan berpengaruh baik untuk blog dan personal branding.

Hal Buruk yang Muncul di Twitter
Sebagai pengguna sejak tahun 2009, saya jadi tahu perkembangan Twitter. Jujur saja, saya membuat akun Twitter memang untuk curhat terselubung. Kadang juga saya membuat kalimat-kalimat galau tanpa khawatir ada yang kepo karena sebagian besar teman menggunakan Facebook. Sempat tidak terlalu aktif karena sibuk kerja, ketika makin serius di dunia blog, saya kenal dengan profesi buzzer di Twitter.

Dan ada beberapa hal yang saya cermati bisa menjadi keburukan jika terus ditulis di Twitter lalu menjadi kebiasaan.
· Doyan Membuat Ujaran KebencianJari manusia itu lemas, ringan sekali untuk mengetik kata-kata menyakitkan dan bernada kebencian di akun yang postingannya tidak disuka. Kadang saya gatal ingin berkomentar, beberapa kali juga terpancing emosi. Ya namanya bukan manusia sempurna, hehe.
Biasanya ujaran penuh kebencian ini dialami akun-akun sosok terkenal, instansi publik, hingga akun personal yang tweetnya kontroversial sekaligus viral. Mudah sekali menyatakan jijik pada unggahan seseorang, misalnya hingga si pemilik akun yang kontennya dibagikan mendapat banyak haters. Jujur saja, membaca banyak tweet seperti ini cukup menguras emosi.
Twitter bahkan memberlakukan kebijakan khusus untuk mengontrol ujaran kebencian yang bertebaran di platformnya. Seperti yang dilansir di situs Tech Crunch, sejak pertengahan tahun 2019, Twitter telah memperingatkan sekitar 60 ribuan akun yang terdeteksi melakukan pelanggaran soal ujaran kebencian. Wah sangat tinggi sekali.
· Terlalu Mengumbar Masalah Pribadi
Menggunakan media sosial berarti harus siap untuk menghargai perbedaan yang ada di halaman maya kita. Meskipun kita berteman baik dengan seseorang di dunia nyata, belum tentu kita cocok dengan pilihan politiknya yang sering diumbar di medsos. Kunci kontrol ada di diri kita. Makanya saya pun mulai berpikir untuk tidak terlalu mengumbar masalah pribadi.
Masalah pribadi yang diunggah di medsos dalam wacana healing atau katarsis agar tidak menumpuk menjadi racun emosi, ada yang wajar dan ada yang tidak enak dibaca. Standar orang memang berbeda-beda. Jujur saja saya sendiri risih kalau membaca unggahan penuh kalimat kasar ke bekas tempat kerja, membicarakan keburukan pasangan, sampai menyebar foto kawan yang membuat jengkel. Sebisa mungkin saya tidak ingin membagikan hal yang berpotensi mempermalukan orang lain.
Bagi pengguna Twitter pasti tidak asing dengan tweet yang diawali dengan kalimat ini, “Twitter, please do your magic.”Setelah pembukaan tersebut, biasanya akan diikuti sebuah narasi meminta bantuan atau donasi. Tweet ini dapat mendulang banyak share, retweet, dan like. Uang donasi pun lebih cepat terkumpul.
Tetapi ternyata tak sedikit yang membuat tweet tentang permintaan donasi dengan tujuan menipu. Karena menemukan hal-hal seperti itu, saya jadi waswas sendiri dan memilih untuk berdonasi di platform yang lebih kredibel.
Saya harap kita bisa menghindari beberapa kebiasaan buruk di Twitter. Dari sebuah media untuk menampung cuitan sehari-hari, saya juga menemukan banyak akun bermanfaat. Beruntung saya bisa mengikuti kelas Twitter Optimization for Blogger yang diselenggarakan atas prakarsa IIDN dan Indosat Ooredoo.

Di kelas ini saya jadi tahu apa saja yang harus mulai saya pelajari dan lakukan agar Twitter bisa teroptimasi. Selain itu, dalam rangka usaha menghindari kebiasaan buruk yang saya sebut di atas, perlu juga lebih fokus pada strategi memaksimalkan Twitter untuk membangun personal branding seperti yang diajarkan oleh Mbak Kartika Putri Mentari, seorang Social Media Enthusiast sekaligus Campaign Operation Manager di HIIP Indonesia.

Persiapan Optimasi Twitter
Saat mengikuti materi yang disampaikan oleh Mbak Kartika, saya berkata dalam hati, “Wah ada yang sudah kulakukan dan ada yang belum kupraktikkan nih supaya artikelku lebih bagus engagementnya.” Apalagi Twitter termasuk dalam jajaran lima besar medsos yang paling banyak digunakan. Kesempatan meningkatkan engagement tentunya menjadi peluang yang sangat bagus.

Ketika membuat thread, kita seharusnya memikirkan betul konsep yang akan dibuat. Saya setuju dengan apa yang disampaikan Mbak Kartika mengenai apa saja yang harus disiapkan sebelum ngetweet.
1. Rencanakan branding seperti apa yang ingin kita bangun.
2. Siapa audiens yang ingin kita buat tertarik dengan tulisan kita.
3. Rajin membagikan link blog.
Setelah merenung, saya jadi tahu jika branding yang ingin saya bangun adalah sebagai seorang Wordpreneur. Karena mencintai bahasa asing serta suka menulis fiksi serta nonfiksi sama besarnya, saya tidak ingin membatasi diri akan menulis genre apa. Maka saya amati analisis demografi pembaca blog.
Rupanya sebagian besar pembaca blog wordholic.com dan moviereffi.com itu berasal dari kalangan milenial di range usia 18-35 tahun. Untuk gaya bahasa, saya suka dengan gaya ceria, kadang ceplas-ceplos, dan kadang sedikit komedi. Selain itu saya selingi ngetweet dalam Bahasa Inggris karena mutual di Twitter itu juga banyak yang berasal dari negara lain.
Rancangan Optimasi Twitter agar Mendukung Branding dan Performa BlogBelajar saja tanpa praktik tidak akan membuat kemampuan kita terasah. Oleh sebab itu, cara terbaik untuk menerapkan apa yang diajarkan Mbak Kartika adalah langsung mengaplikasikan beberapa tips untuk meningkatkan performa blog lewat optimasi Twitter.

1. Thread menarik lalu arahkan ke blog
Banyak ide yang sering muncul di kepala. Makanya kadang ketika malas menulis di blog, maka akan saya susun saja dalam tweet pendek-pendek yang tersusun menjadi sebuah thread. Salah satu blog saya isinya mengulas soal film dan serial (kebanyakan drakor). Metode membuat thread ini sangat menarik untuk diseriusi.

The King Eternal Monarch
Kalau tertarik dengan sebuah film atau drakor, saya tak segan untuk melakukan riset fakta cerita sampai ke penulis skenarionya. Seperti yang saya lakukan ketika mengikuti drama The King Eternal Monarch beberapa bulan lalu. Tweet ini mendapat sambutan yang cukup baik karena plot dan alurnya memang terkait dengan time-traveling serta sains.
Banyak penonton yang merasa terbantu dengan analisis yang saya buat. Hanya saja waktu itu saya belum mengaitkan link blog moviereffi.com di threadnya. Nanti jika hendak membuat ulasan drakor atau film, saya akan menyusun thread opini untuk menarik lebih banyak calon pembaca blog.
2. Menyusun thread ala microblog
Saat ini sedang booming tren membuat microblog di Instagram. Dengan template sederhana yang bisa kita buat di Canva, tips-tips bermanfaat mendapat respons yang baik dari follower. Kebetulan saya mengembangkan kelas menulis di platform Wordholic Class. Di akun IG @wordholic_class saya dan tim sering merencanakan konten tips menulis atau wawasan literasi dengan desain gambar menarik.

Sesuai dengan apa kata Mbak Kartika jika saat ngetweet dan membuat thread, visual menarik juga membantu menarik minat pembaca. Maka sudah mulai saya susun thread dengan unggahan gambar ala microblog. Selain untuk berbagi, hal ini sangat bagus untuk membangun personal branding saya sebagai seorang Wordpreneur.
3. Jangan lupakan hashtag
Hashtag sangat membantu agar tweet yang kita buat bisa diperhatikan lebih banyak orang meskipun belum follow. Ini sudah saya rasakan sendiri. Setelah sering membuatthread terkait analisis atau opini tentang drakor, saya mendapatkan banyak follower baru yang juga sama sukanya.

Saya pun sengaja menulis tweet sesekali dalam Bahasa Inggris agar mendapat lebih banyak kawan mancanegara. Rasanya asyik sekali ketika sedang menyukai sebuah topik lalu ada teman yang bisa diajak berdiskusi.
4. Maksimalkan fungsi Retweet, Quote Tweet, dan Like
Jangan lupakan teman. Bloger itu hidup dalam komunitas. Setelah memiliki teman sesama bloger di Twitter, saya juga suka sekali meretweet, menekan tombol Like, dan membuat Quote tweet di tulisan yang menarik perhatian. Tulisan bermanfaat dari kawan sesama bloger juga perlu dibaca lebih banyak orang.

Menekan tombol Like atau Bookmark akan membantu saya untuk kembali membaca tweet dari kawan sesama bloger yang sangat relate dengan diri atau hal baru yang ingin saya pelajari. Twitter tidak hanya untuk membangun branding, tetapi juga alat belajar. Sesekali lakukan juga blogwalking jika ada waktu luang.
Yang namanya menggunakan Twitter, pasti tak lepas dari internet. Ketika mengikuti kelas webinar kolaborasi IIDN dan Indosat Ooredoo ini, saya jadi tahu produk-produk menarik yang sangat membantu jika kita ingin ngeblog atau berbisnis.

Salah satu produk yang saya suka adalah IMPreneur dari Indosat Ooredoo. Saat ini saya juga mulai membangun platform kelas menulis Wordholic Class. Aktivitas daring sangat banyak dilakukan seperti upload konten di Instagram, membangun jejaring di Twitter, atau menyusun desain untuk konten microblog. Semuanya butuh internet.

Fitur yang ditawarkan oleh IMPreneur Indosat Ooredoo ini antara lain:
Kuota besar yang mencapai 320 gb Bisa membagikan kuota sampai 25 orang yang tergabung dalam tim Bisa sharing kuota telepon dan internet Membantu pebisnis untuk berkolaborasi dan mengembangkan lini usahanyaKarena tim Wordholic Class baru dua orang yaitu saya dan satu orang lagi, saya bisa memilih paket berlangganan IMPreneur Indosat Ooredoo sesuai kebutuhan. Paket berlangganannya terbagi menjadi dua kategori yakni Pro dan Fit. Untuk tim dan lini bisnis yang masih kecil seperti Wordholic Class, saya bisa memilih yang paket Fit nih. Jika timnya sudah makin berkembang, saya bisa melakukan upgrade ke paket Pro. Kalau dihitung-hitung sih jauh lebih hemat dan harga berlangganannya lumayan terjangkau.
Sebagai bloger saya juga semakin terbantu dengan IMPreneur ini. Kuota besar bisa saya gunakan untuk mengedit desain visual untuk blog, mencari sumber referensi untuk artikel, sampai membuat kelas daring. Kelas menulis daring Wordholic Class fokus pada menulis artikel blog dan kini mulai merambah ke fiksi.
Lebih senangnya lagi setelah melihat apa saja benefit yang didapat jika berlangganan paket Impreneur adalah ada kuota utama dan kuota khusus untuk akses aplikasi-aplikasi yang sering saya pakai untuk membuat konten dan membangun branding. Soal kekuatan sinyal juga tidak perlu diragukan lagi. Saat ini Indosat Ooredoo sudah banyak membangun jaringan internet di berbagai kota di Indonesia.
Inilah rangkuman apa saja yang saya dapat di kelas optimasi Twitter. Semoga rencana meningkatkan kualitas ngetweet yang saya rencanakan, bisa terlaksana dengan baik. Yang paling penting adalah komitmen, semangat pantang menyerah, dan hasrat untuk terus belajar. Terima kasih IIDN dan Indosat Ooredoo!
Referensi Artikel:
