Tia Setiawati's Blog, page 791

January 20, 2013

Senja dan Sepiring Jeruk Darimu, Ayah
aku pernah mengingat masa...



Senja dan Sepiring Jeruk Darimu, Ayah


aku pernah mengingat masa itu, 
ketika kau menyuapiku sesendok bubur ayam,
saat kukecil dulu,
saat berat badanku masih mampu ditopang bahumu


aku pernah mengingat masa itu,
ketika kau membuatkanku sebuah gambar tokoh dongeng,
kau bilang,
‘selain memberikan senyuman, dongeng membantumu percaya akan keajaiban’


aku pernah mengingat masa itu,
saat kau pulang di tengah malam,
membaca dan memeriksa buku tugas sekolahku,
dan kau berkata,
‘kau anakku, anak pintar tak boleh manja. terimakasih, telah menunggu ayah’


aku pun pernah mengingat masa itu,
saat aku menangis karena tak menjadi juara kelas saatku telah remaja,
kau bilang,
‘kau tetap juara hidupku. jangan menyerah karena ini hanya sebagian kecil kegagalan yang akan membesarkan hatimu’


beberapa waktu ini, 
tak ada lagi kalimat-kalimat seperti itu,
kita mungkin telah kehilangan waktu,
tapi aku tahu,
kau tak pernah kehilangan cinta, dan aku tak pernah kehilangan rindu 
kurasa aku terlalu sibuk mendewasakan diriku,
dan kau, 
kurasa kau percaya sepenuhnya padaku


senja ini,
aku dengan laptopku,
kau dengan kesibukanmu,
lalu kulihat senyummu,
masuk malu-malu ke dalam kamarku,
sambil membawa sebuah piring berisikan jeruk kecil penuh,
kau bilang,
‘selalu ada kemudahan untuk anakku. seperti sepiring jeruk ini. seperti yang selalu kudoakan atasmu’


Tangerang, 29 Januari 2012
- Tia Setiawati Priatna

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 20, 2013 01:27

Rasa Ini, Entah Apa Namanya
kepada sebutir airmata,aku seperti...



Rasa Ini, Entah Apa Namanya


kepada sebutir airmata,
aku seperti berserah pada duka,
aku bersedih mungkin aja,
atau rasa ini,
entah apa namanya


kepada sesak di dada,
aku seperti terhenyak oleh luka,
aku terluka mungkin saja,
atau rasa ini,
entah apa namanya


kepada kemelut di lubuk hati,
mungkin Tuhan melukismu dengan kelabu jemari,
aku sedang dikuatkanNya mungkin saja,
atau rasa ini,
entah apa namanya


kepada puisi-puisi,
aku seperti merindumu karena sedang bersedih,
aku ingin berbagi mungkin saja,
atau rasa ini,
entah apa namanya


lalu,


kepada kamu yang jauh dari raga ini,
aku seperti enggan dirangkul sepi,
aku ingin hadirmu pasti,
dan rasa ini,
kurasa lebih dari sekedar ingin dicintai.


Tangerang, 18 Februari 2012
- Tia Setiawati Priatna

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 20, 2013 00:45

January 19, 2013

Karena PUISI itu Indah: Untuk Kamu Yang Mencintai Puisi-puisiku

Karena PUISI itu Indah: Untuk Kamu Yang Mencintai Puisi-puisiku:

Postingan yang saya reblog ini memang belum lama. Kalau kalian memperhatikan blog ini dari hari ke hari, pasti ingat mengapa saya sampai membuat postingan seperti INI.



Well, I can’t get calm when I know someone is being rude by not giving a credit to me. :)



Sesulit itukah untuk menuliskan atau menyebutkan nama pembuatnya? Atau kamu terlalu angkuh untuk mengakui, itu bukan karyamu? Hargai dan cintai apa yang kamu punya, mungkin dengan begitu, kamu bisa berkarya lalu mencintai karyamu sendiri.


Jadi, selain tulisan dalam blog, hal ini juga berlaku untuk postingan berupa musikalisasi puisi dalam Soundcould.


Bukan gila hormat, hanya menghargai karya seorang pembuatnya, yang tidak mungkin sama dengan karya yang lain.






Thanks for understanding.
If you want to judge anyone (or in this case; me), try to walk in my shoes first. 






Saya bukan manusia yang suka mencari musuh, namun ketika musuh mengejar saya, saya tidak pernah melarikan diri.


Jadi, semoga saya tidak menuliskan atau mencantumkan tautan ke blog atau soundcloud seseorang (mereka, yang saya maksud di atas) lagi, seperti tempo hari.


Because it doesn’t feels good, but for me, that’s the right thing to do.


Happy weekend! :)


karenapuisiituindah:






Hai.


Ini adalah surat terbuka, untuk siapa saja yang mencintai puisi, sama seperti saya mencintai puisi. Kita adalah makhluk yang beruntung kan? Karena begitu dapat memainkan kata-kata dengan jutaan rasa.


:)


Saya sangat bersyukur atas kehadiran blog ini. Juga twitter @TiaSetiawati. Kedua hal…





 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 19, 2013 07:02

Ijinkan
Kalau aku boleh memilih, sekali ini sajaaku ingin...



Ijinkan


Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang bertiup dari lembah ke lembah
menjelajah pegunungan, membelah samudera menghantar ombak
Agar kau tahu aku tak pernah menyerah


Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang menari di lintas pucuk cemara
melukis guratan awan, menebarkan wewangian hujan
Agar kau tahu aku tak pernah enggan untuk berbagi


Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang berbisik lembut dalam kemarau
membelah gundahmu, mengelus wajahmu, lembut mengecup bibirmu
Agar kau tahu betapa aku mencintaimu.


- Rieke Diah Pitaloka (Dalam Buku Kumpulan Puisi : Renungan Kloset)




Catatan :


Musikalisasi puisi ini gagal untuk saya upload di Soundcloud saya.
Soundcloud bilang, karena ini bukan karya saya sendiri.
Justru karena bukan karya saya, makanya saya tulis ini karya siapa. Soundcloud ini kok aneh (ngikik dalam hati).
Anyway, happy listening! :)
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 19, 2013 06:27

"Manusia lebih sering menjadi korban dari pikiran-pikiran buruknya dan ketakutan-ketakutannya..."

“Manusia lebih sering menjadi korban dari pikiran-pikiran buruknya dan ketakutan-ketakutannya sendiri. Itulah alasan mengapa berpikir positif itu sangat penting untuk dibiasakan.”

- Tia Setiawati Priatna
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 19, 2013 03:32

"Ketika kukatakan ‘hati-hati’ saat kau pergi, ada separuh hati yang kutitipkan padamu;..."

“Ketika kukatakan ‘hati-hati’ saat kau pergi, ada separuh hati yang kutitipkan padamu; ‘hati-hati menjaga hatiku’.”

- Tia Setiawati Priatna
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 19, 2013 03:02

Jika Senja Kali Ini Turun Hujan
Kepada kamu,Ini bukanlah sebuah...



Jika Senja Kali Ini Turun Hujan


Kepada kamu,
Ini bukanlah sebuah puisi seperti biasanya, 
bukan pula sebuah curahan hati, 
yang biasa aku ceritakan kepada semesta.
Ini hanyalah sebuah surat, 
surat yang biasa saja.
Coba tolong perhatikan senja hari ini.


Saat aku menuliskan ini untukmu, 
senja masih baik-baik saja, 
langitnya masih cerah, 
awan-awannya masih mampu merekah.
Namun kuharap kau mau membaca, 
tanda-tanda yang mengisyaratkan rasa.


Jika senja kali ini turun hujan, 
jangan turut menangis lalu bermuram. 
Tersenyumlah, 
karena semesta sedang berbahagia, 
menyambut banyak berkah.


Jika senja kali ini turun hujan, 
jangan berpikir bahwa aku sedang bersedih karenanya. 
Tersenyumlah, 
lalu ingatlah kenangan saat kita bermain hujan, 
secara tidak sengaja.


Jika senja ini turun hujan, 
jangan berpikir aku akan melupamu 
dan menghapus jejakmu dengan rintiknya.
Percayalah, 
sekuat-kuatnya logikaku untuk melupamu, 
hatiku belum mampu bertempur melawannya.


Maka, jika senja kali ini turun hujan, 
bukalah payung hijau yang biasa kau bawa. 
Lalu nyanyikanlah lagu rindu kita. 
Kurasa semesta akan mengamini setiap perjumpaan, 
seperti perjumpaan tanah dengan rintik hujan, 
seperti perjumpaan aku dan kamu, 
juga seperti perpisahan kita,
: yang tanpa kita sadari akan membawa kita pada perjumpaan lagi.


Jika senja kali ini turun hujan, 
kumohon jangan pernah melupakan,
: aku dalam setiap ingatan.


Jakarta, 25 Juli 2012
- Tia Setiawati Priatna

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 19, 2013 02:47

Doa Untuk Kamu Yang Biasa Saja 
aku meminta pada Tuhan, seorang...



Doa Untuk Kamu Yang Biasa Saja 


aku meminta pada Tuhan, seorang yang biasa saja, 
yang dengan rela mampu membakar ego saat Dewinya sedang terluka.


aku meminta pada Tuhan, seorang yang biasa saja, 
yang mampu menyeka keringatku saat sakit menyiksa raga.


aku meminta pada Tuhan, seorang yang biasa saja, 
yang di tubuhnya terbaca sikap-sikap lembut namun tetap perkasa.


aku meminta pada Tuhan, seorang yang biasa saja, 
yang saat letih kurasa, ia akan berkata ‘kamu tak sendiri, aku ada’


aku meminta pada Tuhan, seorang yang biasa saja,
yang tidak akan pergi saat kesalahan mungkin terjadi berulang kali,
yang mampu mendeskripsikan cinta sebagai wujud pemaafan darinya.


aku meminta pada Tuhan, seorang yg biasa saja,
sebagai pelengkap hidupku yang juga tak sempurna, 
agar bahagia, agar tenang kurasa.


aku meminta pada Tuhan, seorang yang biasa saja, 
yang juga meminta pada Tuhan untuk seorang yang biasa saja. 
seperti aku, seperti dia.


Bandung, 26 Juli 2011
- Tia Setiawati Priatna

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 19, 2013 02:23

Terima kasih banyak, approachh; untuk apresiasinya.Saya senang...



Terima kasih banyak, approachh; untuk apresiasinya.
Saya senang sekali mengetahui ada yang merasakan seperti yang kamu tuliskan di surat ini. :) 

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 19, 2013 02:14

January 18, 2013

Tidak semudah itu, Sayang
Tidak semudah itu, sayang.Untuk...



Tidak semudah itu, Sayang


Tidak semudah itu, sayang.
Untuk mengucap selamat tinggal pada bayang-bayang kenangan.
Atau pada rindu yang perlahan terlihat semakin memudar.


Kita selalu bicara melalui jarak serta waktu,
yang mau tidak mau selalu mengejarmu pada sesuatu.
Cita-cita hidupmu yang sempat kau bagi bersamaku.


Tidak semudah itu juga, sayang.
Untuk mengucap selamat tinggal pada setiap perjumpaan.
Atau melihatmu pergi melambaikan tangan pada setiap kehadiran.
Dan menahan air mata yang jatuh atas rindu yang selalu tak pernah selesai.


Tidak, tidak akan pernah mudah, sayang.
Untuk membuatmu membaca apa yang aku rasakan.
Atau mengucapkan apa yang seharusnya aku ucapkan.
Karena kata tak akan pernah cukup menunjukkan.
Betapa aku ingin kita tak terpisah jarak apalagi kenangan.


Karena kamu adalah seseorang,
yang namanya tak pernah luput dari ucapan bibirku saat berbincang dengan Tuhan,
yang selalu kupinta untuk Dia jaga pada setiap ketidakhadiran.
Juga untuk setiap rindu yang menumpuk setiap waktu dan tak tersampaikan.
Semoga Dia mengizinkan.
Kita bersatu pada sebuah harapan masa depan.
Dan,
mengucap kata selamat tinggal adalah sebuah ketidakmungkinan


- Tia Setiawati Priatna

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 18, 2013 23:52