Lutfi Retno Wahyudyanti's Blog, page 9

February 15, 2012

Lelang Buku GRI Jogja di Pesta Buku

Sekitar sepuluh hari sebelum acara, saya dapat sms dari kenalan saya, Mas Yusuf. Dia nawarin temen-temen GRI Jogja buat kopdaran di Pesta Buku Jogja. Ternyata, teman-teman GRI Jogja pada seneng kalau kita punya acara lagi. Muncul ide untuk swap atau barter buku. Berhubung waktu yang dibutuhkan buat swap cuma dikit dan waktu kita di Pesta Buku sekitar satu jam, Ken Terate ngusulin buat ngadain kuis dan lelang buku.



Sabtu sore itu Wanitatama ramai dengan pengunjung yang lihat-lihat buku (ya iyalah, namanya juga pameran buku :P ) Ken Terate ternyata datang bawa bayinya, Angger, jadi nggak mungkin bawain kuisnya. tiba-tiba bilang dia tu dateng buat momong bayi, jadilah saya dan Niken Anggrek yang bawain kuis sekalian ngemc.


Awalnya sih kami sempat bingung juga, sebelum acara kan saya cuma menawarkan diri jadi MC. Niken Anggrek apalagi, dia kan datang untuk jadi penggembira, tahu-tahu disuruh maju. Berhubung rada banci tampil, ya udah kami sok cuek. Jadi, kami mulai dari bagi-bagi buku dari panitia. Yang pertama buku tebel tentang Rahwana. Nah, pengunjung yang mau dapat buku ini harus maju sambil cerita tentang buku favorit yang mengubah hidupnya. Ada mbak-mbak berkerudung maju, lupa namanya karena ada banyak nama baru :D Dia cerita kalau ngefans banget sama buku Laskar Pelangi dan gimana buku tadi penuh dengan tokoh-tokoh yang perjuangan hidupnya inspiratif. Buku kedua yang dibagiin adalah Para Pemuja Matahari karya saya :D



Habis itu kami bagi-bagi kaos dari bukunya Mbak Tita yang judulnya Tales from The Road. Caranya, ada beberapa orang yang mau kaus tadi di suruh maju. Trus kami naruh beberapa buah buku di kantong. Peserta pada disuruh nebak, yang jawabannya betul atau mendekati boleh ngedapetin kausnya. Aslinya, saya punya pertanyaan lebih nggak mutu lagi. Di kaus tadi kan ada foto sepatu Mbak Tita. Nah, saya tadinya pengen Mbak Tita maju dan minta peserta nebak ukuran sepatunya. :P


Semakin lama, acaranya tambah ramai. Peserta dah nggak malu-malu lagi buat maju dan nyoba keberuntungan buat dapet buku gratisan. Kami juga dapet sumbangan paket bukunya Stilleto yang isinya novel sama kumpulan cerita buat cewek. Uniknya (atau anehnya?), tiga orang yang maju buat ngerebutin buku tadi cowok semua. Oh iya, setiap orang yang bisa ngedapetin hadiah, wajib ngasih pidato kemenangan. Kayaknya, demam Syahrini di mana-mana deh. Rata-rata pemenang mengucap kata: Alhamdulilah, yah.



Trus di tengah-tengah acara, tahu-tahu Mas Yusuf bawa setumpuk buku dari Distributor Diandra buat hadiah. Horeee… jadi ada banyak yang bisa dibagiin nih. Soalnya rata-rata disuruh nebak jumlah halaman buku. Nah, yang paling mendekati benar, boleh memiliki bukunya.


Habis bosen tebak-tebakan jumlah buku. Kita bikin acara lelang buku. Harganya dimulai dari angka limaratus rupiah. Trus penawar berikutnya boleh nambah dengan harga kelipatan seratus. Buku pertama dilelang dengan waktu dua menit. Seru. Pada sahut-sahutan nawarnya dan banyak peserta yang engga cuma sekali ngajuin penawaran. Buku pertama dilepas dengan harga dua belas ribu rupiah. Waktu lelang kedua, saat biasanya orang menaikkan harga per seratus rupiah. Tiba-tiba aja ada peserta nawar dua puluh ribu. Berhubung nggak ada lagi yang nawar lebih tinggi, ya sudah, kami minta mas tadi maju buat ngasih pidato kemenangan. Kayaknya tu mas-mas diisengi temannya. Yang neriakin harga dua puluh ribu tu temennya dan maksa dia buat maju. Berhubung dia penawar tertinggi hari ini, jadi kami ngasih kehormatan buat foto bareng.



Berhubung waktunya sudahhampir habis, kami kemudian barter buku. Semua buku yang mau ditukar dijejer di panggung. Peserta yang bawa buku berdiri membelakangi buku dan jalan memutar. Pas jurinya bilang kita boleh ambil buku, langsung deh pada rebutan. Ahh… nyesel deh cuma bawa dua buku buat dibarter karena ternyata ada beberapa buku yang saya pengen punya.



Sebelum pulang, kita makan-makan, ditraktir sama Bang David yang barusan pendadaran. Horee…


Ps: foto2 ini dapet dari kameranya Ibu Iyut. Makasih



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 15, 2012 19:36

January 20, 2012

Tas baru…

Hei, saya punya tas batik baru. Tiga lagi :) Ceritanya begini, Muhammad Lutfi temen dari Komunitas Blogger Jogja lagi promosi tentang webnya, . Lutfi (namanya sama ya kaya namaku) cerita kalau sekarang dia lagi ngerintis toko online tadi bareng sama adik perempuannya.


Dulunya, mereka ngerjain bisnis konveksi. Kira-kira dua tahun lalu, berkembang dan mulai produksi tas-tas batik. Lutfi sama adiknya bagi-bagi tugas. Si adek ngurus soal produksi (mulai dari desain sampe jadi tas) dan order, kakaknya yang ngerjain pemasaran onlinenya.


Pas buka-buka web tadi, aku naksir beberapa tas. Sayangnya, barangnya kebetulan lagi kosong. Ya udah, pas lewat di daerah Kotagede, aku mampir ke rumah mereka yang jadi showroomnya di Purbayan RT 58 RW 14 Kotagede Jogja. Setelah memilih-milih, akhirnya aku ambil tiga tas ini. Tadinya sih pengen tas lain juga, tapi cukup sekian dulu :)



Yang aku suka dari tas-tas tadi, jahitannya rapi. Di jogja, ada banyak banget pembuat tas batik. Di Malioboro atau Pasar Bringharjo, gampang banget deh nemu tas-tas dari kain perca batik yang harganya engga sampai 50 ribu. Tapi ya itu, jahitannya nggak rapi. Nggak jaminan bisa dipake lebih dari 3 bulan. Trus tas-tas yang aku lihat kemarin, kainnya juga bukan kain murahan. Sebanding deh sama harganya. Adek aku aja malah jadi pengen ikutan beli. Tapi pengennya dia bawa desain sendiri dan minta dijahitin.




 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 20, 2012 23:23

January 8, 2012

Internet dan Buku untuk Sanggar Belajar Borobudur

Saya punya daftar Resolusi 2012 yang panjang. Ada satu yang sebenarnya keinginan lama yang dulu sempat saya takut untuk penuhi. Bikin sanggar belajar di Desa Borobudur. Ya, sebuah ruang publik yang lengkap dengan perpustakaan, dan internet tempat penduduk di Desa Borobudur bisa tahu tentang dunia luar.


Cerita ini dimulai sekitar tahun 2002 lalu. Waktu itu, saya sempat tinggal di dekat Candi Borobudur. Dulu, saya dan teman-teman sering bikin les sore untuk anak-anak SD di sore hari. Sesekali, kami jalan-jalan ke candi, sawah, atau bukit bareng anak-anak kecil di sana sambil bacain buku-buku cerita untuk mereka. Entah kenapa, saya suka kawasan di seputaran Candi Borobudur. Saya berharap suatu saat bisa bikin sekolah informal di sana.



Tapi hidup terus berjalan. Saya harus nglanjutin kuliah, kerja, sibuk ngejar beasiswa, dan mulai melupakan mimpi tadi. Selain itu, dulu sempat berpikir kalau harus punya banyak uang kalau ingin mimpi tadi terwujud. Dan, sepertinya hal tadi jauh dari jangkauan saya.


Sekitar tahun 2009, saat punya waktu luang, saya jadi relawan di beberapa sanggar belajar. Lama-lama saya teringat mimpi yang dulu belum pernah terwujud. Keinginan tadi semakin kuat waktu nonton acara Waisak tahun 2010. Saya, bareng Top x dan Lio waktu itu salah baca jadwal perayaan Waisak. Karena kebingungan, kami berputar-putar Desa Borobudur untuk nyari info tentang perayaannya. Kami sempat berheni sebentar untuk melihat-lihat sawah-sawah yang dikelilingi perbukitan. Dan, saya jadi mulai membayangkan, sepertinya menyenangkan punya sekolah di sini.




Saya kemudian mulai menghubungi kenalan-kenalan yang pernah punya aktivitas di seputaran Borobudur untuk mencari informasi. Ada beberapa tidak membalas pertanyaan saya. Mungkin mereka terlalu sibuk sehingga tidak punya waktu untuk meladeni saya. Akhirnya saya bertemu dengan Pak Kun, dosen sebuah PTS di Jogja, yang pernah menjadi fasilitator sebuah kegiatan di Borobudur. Dari Pak Kun, saya mendengar cerita tentang ironi di Desa Borobudur. Dia bilang tentang Candi Borobudur yang dikunjungi 2,5 juta turis tiap tahunnya tapi masyarakat di sekitarnya miskin. Mereka yang rata-rata hidup sebagai petani, kebanyakan tidak mendapatkan keuntungan dari pariwisata. Malah, tiap tahun ada saja penduduk yang kehilangan tanah sumber mata pencaharian mereka karena banyak pendatang yang tertarik untuk membelinya.


Waktu saya cerita tentang Desa Borobudur tadi ke kantor, rekan-rekan saya mendukung supaya ada kegiatan di sana dengan nama Javlec Junior. Karena, kami belum mendapat donatur, programnya bisa dimulai dari membuat perpustakaan keliling untuk anak yang tidak memakan banyak biaya.



Berhubung saya butuh banyak teman untuk menjalankan perpustakaan tadi, saya mengajak teman-teman dari Komunitas Canting yang memang punya kegiatan sejenis di tempat lain. Ajakan saya untuk mengadakan perpustakaan keliling untuk anak di Desa Borobudur ternyata juga disambut baik oleh Anta dari Perpustakaan Guru Bangsa. Ia yang menjadi perantara kami untuk meminjam mobil perpustakaan keliling. Berhubung buku-buku perpustakaan keliling tadi kebanyakan bukan buku untuk anak, kami juga meminjam buku dari perpustakaan anak Yayasan SATUNAMA.


Kegiatan perpustakaan keliling kemudian berjalan dengan bantuan dari banyak teman. Ada yang menyumbang waktu untuk jadi relawan, ada juga yang memberikan donasi berupa buku dan uang untuk operasional perpustakaan.


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 08, 2012 07:47

January 2, 2012

Suatu Pagi di Kota Tua

Waktu turun dari busway, saya dan Fatur langsung melihat ke atas dengan agak heran. Ya, pagi itu langitnya biru. Hal yang jarang kami lihat di Jakarta. Mungkin karena malam sebelumnya hujan turun dengan deras? Jadi, debu dan polusi yang biasanya bikin langit Jakarta selalu berwarna kelabu jatuh ke bumi.



Kami lalu jalan kaki menyusuri paving block ke arah utara. Di kiri dan kanan jalan, berderet tenda-tenda pelukis dan penjual barang-barang kerajinan. Di belakang mereka, menjulang jajaran gedung-gedung bertingkat kuno dengan jendela-jendela dan pintu-pintu besar berterali. Tampaknya jauh lebih tertata daripada terakhir saya lihat tahun 2008 lalu.


Bangunan tadi mengingatkan saya pada beberapa buku yang pernah saya baca. Konon, dulu Batavia merupakan kota dengan gedung-gedung indah sampai dijuluki Ratu Asia oleh orang-orang Eropa. Kota ini dulu dibangun tahun 1619 oleh Jan Pietersz Coen dengan tenaga kerja budak dan tawanan perang. Kabarnya, banyak pekerja yang tewas oleh malaria. Ironisnya, para pekerja ini meninggal tanpa pernah tercatat namanya dalam sejarah. Hanya nama Sang Gubernur Jendral yang tertulis di buku-buku dan dihafal oleh anak-anak sekolah.



Kami cuma lewat di depan Museum Wayang. Seingat saya, bangunan yang dibangun tahun 1912 ini beberapa tahun lalu warnanya oranye. Tujuan kami hari ini hunting foto sambil jalan-jalan dengan rute dari Taman Fatahillah sampai ke Sunda Kelapa.


Waktu sarapan di pinggir jalan, ada serombongan orang melewati kami. Isinya seorang model dengan periasnya diikuti fotografer dan beberapa asisten yang membawakan lampu dan peralatan fotografi. Sepertinya Kota Tua merupakan salah satu obyek latar belakang foto paling populer di Jakarta. Tiap kali ke sana, saya hampir selalu bertemu dengan orang yang sedang melakukan sesi pemotretan.

Kami foto-foto dengan latar Museum Sejarah Jakarta dari Taman Fatahillah. Ironisnya, tempat tadi nggak mirip taman. Sangat gersang dan panas. Kayaknya lebih menyenangkan kalau ditanami pohon-pohon. Jadi teduh buat jalan-jalan. Fatur asyik mengatur tripod, seperti biasa, untuk memoto dirinya sendiri dengan latar musium :)



Saya lebih tertarik untuk memoto sepeda-sepeda yang disewakan. Warnanya lucu-lucu, ada pink, hijau, biru, putih, dan ungu. Uniknya lagi, tiap sepeda dilengkapi dengan dua buah topi dengan warna sama seperti sepedanya. Biasanya, satu topi perempuan dengan hiasan pita atau bunga, dan satu topi untuk laki-laki. Sepertinya para pemilik sepeda tahu kalau orang Indonesia nggak suka panas-panas karena takut hitam.



Kami kemudian berjalan kaki menuju pelabuhan Sunda Kelapa. Kami mampir bentar buat moto (kalo Fatur sih foto narsis dengan bantuan tripodnya) di jembatan Kota Intan. Bangunan ini waktu dulu masih berfungsi, daun jembatannya akan naik jika ada perahu-perahu dagang lewat. Kalau malam, kawasan ini kelihatan lebih keren karena sungainya yang keruh tertutup warna malam. Dulu, saya pernah menikmati hal tadi waktu menginep di Hotel Batavia yang letaknya di seberang jembatan. Waktu malam, saya bengong di depan jendela untuk ngeliatin barisan lampu yang mirip kaya berlian. Gedung-gedung di sepanjang Kali Besar juga terlihat lebih anggun saat malam.

Sepertinya seru juga kalau sungainya dibersihkan lalu dipakai untuk wisata air. Katanya, jaman VOC dulu, Kali Besar airnya jernih. Selain kapal-kapal dagang yang sibuk hilir mudik, sungai juga dipakai penduduk setempat untuk mandi.


Bandingkan dengan kondisi Sungai Ciliwung saat ini. Bau comberan yang nggak enak banget! Mana air sungainya berwarna hitam kelam karena terlalu banyak sampah dibuang ke sungai. Kebayang nggak sih, kalau air ini yang jadi sumber air di PDAM Jakarta? Setelah diberi amonium sulfat untuk menjernihkan airnya. Dan dicampur dengan kaporit untuk matiin bakteri.



Serem nggak sih kalau minum air yang diolah dari limbah seperti itu? Tapi, di sisi lain, kalau yang kita minum air kemasan yang diambil dari mata air, itu nggak ramah buat banyak petani. Karena mata airnya dikuasai sama perusahaan air minum, petani-petani ini kesulitan mendapat air untuk sawahnya. Nggak jarang muncul konflik karena rebutan air.


Kami lalu jalan kaki menuju Menara Syahbandar yang dulu dibangun tahun 1640 sebagai menara peninjau. Gunanya untuk mengawasi Pelabuhan Sunda kelapa di sebelah utara dan Kota Batavia di sebelah selatan. Berhubung capek karena jalan kaki di cuaca yang panas sekali, kami numpang ngadem sambil duduk-duduk di kantor Musium Bahari. Di sana, kami ngobrol sama Pak Isa Patiraja yang kerja di museum. Beliau cerita tentang sejarah seputaran kawasan Kali Besar dan daerah Pasar Ikan. Kami bahkan dianterin naik ke atas menara. Padahal, hari Senin seharusnya museum libur. Horee…



Habis itu, kami lanjut jalan kaki ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Berhubung dah jam 11 an. Suasananya nggak terlalu ramai lagi. Hanya ada sedikit orang yang sedang menurunkan muatan dari kapal. Saya nggak betah banget deh lama-lama di tempat ini. Panasnya nggak nguatin juga debu beterbangan di mana-mana. Kayaknya kami kesiangan deh jalan-jalan di tempat ini.




 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 02, 2012 20:28

December 18, 2011

Satu hari Menonton Para Games di Solo

Hari Minggu, 18 Desember kemarin, rombongan dari Komunitas Blogger Jogja pergi beramai-ramai ke Solo. Yeah, kami mau jalan bareng sembari meliput ASEAN Para Games (APG). Buat yang belum tahu, APG itu kompetisi olahraga dua tahunan khusus untuk atlet difabel (saya lebih suka kata ini daripada frase "penyandang cacat" yang kedengarannya ngerendahin). Acara yang diikuti oleh sebelas negara anggota ASEAN ini diadakan setelah SEA Games di negara yang sama. Kali ini, APG diadakan di Kota Solo dari tanggal 12 hingga 22 Desember 2011.



Kami sampai di Stadion Manahan yang jadi salah satu lokasi pertandingan pukul 10 lebih. Teman-teman, seperti biasa, sebelum nyari lokasi heboh foto-foto dulu. Habis itu, kami nonton pertandingan atletik. Ternyata, kami datang kesiangan. Pertandingannya dah mulai dari tadi. Sekarang tinggal buntutnya, dan banyak penonton yang udah pada pulang.



Waktu pertandingan kedua, saya dan beberapa teman memutuskan untuk melihat pertandingan lain. Akhirnya kami milih untuk lihat pertandingan angkat beban yang lokasinya dekat dengan Stadiun Manahan. Kami sempat muter-muter untuk nyari jalan keluar. Berhubung jalan tembusnya ditutup, dan terlalu jauh kalau jalan kaki ke pintu depan stadiun, kami milih untuk loncat lewat jendela bangunan mirip gardu ronda. :D



Kami sampai di gedung pertandingan sekitar jam dua lebih. Kursi di sana lumayan penuh. Uniknya, di sini kursi roda bertebaran di mana-mana. Sambil nunggu pertandingan yang dimulai jam 3, saya ngobrol sama Arawan, alet putri dari Thailand. Mbaknya ramah banget, meski dia bilang Bahasa Inggrisnya nggak bagus, dia berusaha ngejawab pertanyaan-pertanyaan saya. Yah, meski banyak dijawab dengan senyuman karena keterbatasan Bahasa Inggrisnya. Setidaknya yang bisa saya tangkap kira-kira begini: Arawan kenal dengan olahraga angkat besi sekitar delapan tahun yang lalu. Dia tertarik dengan olahraga ini karena selain dapet banyak teman, dia juga merasa lebih kuat. Selama ini, karena dia nggak bisa jalan sejak lahir, orang-orang di sekelilingnya nganggep dia lemah.



Waktu Arawan cerita tentang kerjaannya yang jadi wiraswasta karena susah buat kerja di bidang formal, saya teringat cerita teman yang tuna netra. Namanya Melisa. Dia pernah mengalami kesulitan nyari sekolah karena tuna netra. Sekolah-sekolah umum pada nggak mau nerima murid yang beda. Mamanya kekeuh nggak mau masukin Melisa ke SLB karena takut nanti anaknya akan berakhir jadi tukang pijat atau pembuat kerajinan tangan. Mamanya Melisa sampai nemuin satu per satu kepala sekolah. Tanya, apakah mereka mau nerima anaknya. Akhirnya, Melisa diterima di sebuah sekolah umum. Masalah nggak selesai di sini, orang tua murid nggak mau anaknya sekelas sama seorang tuna netra. Dia dituduh memperlambat proses belajar-mengajar. Meski akhirnya nilai Melisa diatas rata-rata teman sekelasnya (yeah dia berusaha keras untuk itu), tetep aja ada khekawatiran dari orangtua murid.


Saya pernah ngelihat langsung Melisa didiskriminasi. Karena Bahasa Inggris Melisa bagus, saya minta tolong untuk menerjemahkan sebuah laporan. Saat tahu penerjemahnya tuna netra, seorang rekan sekantor saya langsung nggak percaya kemampuannya. Tanpa melihat latar belakang pekerjaan dan hasil terjemahan Melisa, rekan kantor tadi langsung menghakimi pasti bakal ada banyak kesalahan. Tega ya? Dan kejadian seperti ini sepertinya hal yang umum terjadi. Ada banyak difabel yang langsung dianggap lemah dan tidak kompeten melakukan sesuatu karena mereka engga punya anggota tubuh yang lengkap. Picik banget kan?


Selama nunggu pertandingan, saya juga sempat ngobrol dengan Zulkifly, ketua National Paralympic Committee (yayasan untuk atlet difabel) di Sumatera Utara. Bapak yang dulu mantan atlet panahan ini cerita kalau acara-acara semacam Para Games ini bikin banyak difabel jadi kenal dunia luar. Dia yang tangan kirinya nggak utuh jadi bisa berkunjung ke banyak tempat di Indonesia dan pernah juga ke Korea karena jadi atlet olahraga panahan. Kata Pak Zulkifly, ada banyak orang difabel yang kebanyakan tinggal di rumah karena selain mereka punya mobilitas terbatas, keluarganya banyak yang ngelarang mereka keluar-keluar karena takut kalau kejadian apa-apa. Mereka dianggap lebih lemah.


Pak Zulkifli juga cerita kalau nggak mudah untuk ngajak seorang difabel untuk jadi atlet. Banyak yang minder ketemu dengan orang-orang yang "normal". Mereka harus punya motivasi sendiri, seperti pengen punya banyak teman, pengen lihat dunia, supaya sungguh-sungguh berlatih. Tapi, setelah seorang difabel menjadi atlet apalagi memenangkan sebuah pertandingan, dia akan menjadi lebih percaya diri.



Pas jam 3, acara dimulai. Atlet-atlet angkat beban pada baris di depan penonton. Saya hampir nangis waktu lihat sebagian besar atlet ini pakai kursi roda. Tiba-tiba saya merasa beruntung, punya dua kaki yang lengkap yang bisa bawa saya jalan-jalan ke tempat sulit.


Saya salut sama mereka yang masih tetap bertanding dan punya prestasi. Padahal untuk naik ke panggung aja, mereka harus pakai kursi roda dan didorong orang lain. Tiap kali ada seorang atlet maju, saya tepuk tangan keras-keras. Saya nggak peduli mereka berhasil angkat beban atau gagal, saya tetap tepuk tangan. Bagi saya, mereka bisa ada di panggung tadi untuk bertanding sudah merupakan hal yang hebat.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 18, 2011 22:23

November 29, 2011

Bermain sambil Menulis Bersama

Horee… main-main lagi bareng perpustakaan keliling di Dusun Ngaran Dua, Borobudur. Setelah sebelum-sebelumnya kegiatan Javlec Junior lebih banyak diisi dengan menggambar. Sore kemarin, kita bikin acara menulis bersama. Temanya tentang perpustakaan dan buku.



Awalnya, adik-adik ini banyak yang kebingungan. Mereka pada nggak pede mau nulis apa karena selama ini di sekolah jarang ada acara menulis. Beberapa bilang takut klo tulisannya jelek. Ada juga yang begitu nulis langsung dicoret lagi karena nggak yakin sama tulisannya. Kami berkali-kali bilang kalau tulisan itu nggak ada yang bagus atau jelek. Adanya cuma tulisan yang nyenengin dibaca karena penulisnya sering-sering menulis.



Tapi ada juga adik kelas empat SD yang langsung nulis banyak banget. Awalnya, saya sempat terkagum-kagum. Dulu kan, waktu seumuran dia kan saya baru bisa baca. Cuma, habis itu saya bengong gara-gara tulisannya tentang perempuan yang mati di rumah kosong. Hah? Kayaknya ini efek kebanyakan nonton sinetron dan film horor.


Karena nggak semua yang datang bisa menulis, adik-adik yang masih kelas satu atau dua SD tetep menggambar bebas. Setelah selesai, semua gambar-gambar tadi di serahkan ke Mbak Rina. Buat ditentuin siapa yang sungguh-sungguh nulis dan layak dapet hadiah.



Habis itu, drg (tumben saya nyebut gelar :D ) Taufik ngajakin adik-adik ini ngobrol tentang cara merawat gigi supaya engga berlubang. Tentang makanan apa aja yang bikin gigi lebih cepat berlubang. Di akhir obrolan, ada kuis berhadiah sikat gigi.



Kita trus rame-rame main tebak cermin. Mereka semua dibagi dua grup yang duduk saling membelakangi. Nah, tugas ketua menirukan hewan yang nama-namanya sudah disiapkan oleh Mega. Ketua kelompok lain niruin gerakan tadi dan anggotanya diskusi untuk nebak itu hewan apa. Rame deh.


Berhubung pas sesi pertama nilai mereka seri. Akrinya ada babak tambahan. Yang ternyata, seri juga. Taufik akhirnya ngasih pertanyaan terakhir. Dia lari-lari keliling sambil ngepak-ngepakin sayap. Kelompok A nebak itu elang, kelompok B nebak kupu-kupu. Waktu taufik bilang kalau tadi adalah ikan terbang, semua protes ga terima. Akhirnya nggak ada yang menang deh.



Sebenarnya kita masih pengen main-main lagi. Sayang dah jam setengah enam. Ya sudah, sesi kemudian ditutup dengan peminjaman buku. Oh iya, teman-teman kalau tertarik jadi relawan, hubungi saya di Lrwahyudyanti[at]yahoo.com ya? Kami akan menyambut dengan senang hati kalau teman-teman bantuin kami ngumpulin buku anak. Terimakasih sebelumnya.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 29, 2011 20:53

November 2, 2011

Suatu akhir pekan di Kopdar Blogger Nusantara

Kamis malam kemarin, ruang tunggu Terminal Bus Umbulharjo dipenuhi celotehan anggotanya Komunitas Blogger Jogja (KBJ). Kami, bertigadelapan mau pergi ke Siduarjo untuk ketemuan dengan blogger lain dari seluruh Indonesia. Konon, akan ada seribu blogger dari Aceh sampai Papua datang. Penasaran nggak sih? Gara-gara pengen datang bareng-bareng ke Siduarjo juga, antar anggota KBJ lebih sering ngobrol via twitter dan facebook (namanya juga aktivis dunia maya) juga ketemuan langsung.


[image error]


Sepanjang perjalanan, ada satu topik yang nggak habis-habisnya dibahas: jaket seragam baru komunitas. Temen-temen pada komplain tentang jaket warna hitam yang belum lama jadi. Mulai dari lengan yang panjangnya ngga proporsional lah, saku yang entah ke mana, trus yang paling lucu: tagline yang salah ketik. Kalimat yang seharusnya "Blogger Berhati Nyaman" bisa berubah jadi "Blogger Berarti Nyaman" :D


Kami sampai sekitar jam 4 pagi di Terminal Purbaya, Surabaya. Gara-gara bingung nyari tempat buat nunggu dijemput panitia, kami mondar-mandir d terminal kaya anak ilang. Ada beberapa sopir yang nuduh kita tu rombongan mau demo. Sok teu banget.


Waktu sampai di penginapan, saya langsung bengong. Kami harus nginep rame-rame Gedung Olahraga! Saya benar-benar kaget karena asumsi saya, kami akan menginap di hotel. Saya cuma bisa terharu aja waktu lihat ratusan lampit warna-warni berjajar rapi di seluruh bagian. Ini mah kamp pengungsian. Tapi penginapan seperti ini ada keuntungannya juga. Tiap peserta bisa lebih mudah berinteraksi dengan peserta lain karena nggak ada sekat kamar. Kami jadi lebih cepat akrab dan gampang membaur dengan teman baru dari lokasi lain.



Waktu sampai di ruang khusus perempuan, saya kenalan dengan beberapa blogger dari Maros, Palangkaraya, dan Banjarmasin yang lebih dulu dateng. Tadinya seh saya mau lanjut tidur. Tapi nggak bisa gara-gara bantal dan kasurnya dari kain yang panas banget. Entah kenapa saya kali ini nggak bawa sarung pantai atau alas buat duduk seperti biasanya. Trus, atap GOR yang dari logam tu nahan panas. Berasa kaya tidur di dapur yang sanitasinya jelek deh!



Sebelum berangkat ke Sun City Convention Hall, saya diajak kenalan keliling sambil kenalan dengan blogger-blogger lain. Langsung deh saya bagi-bagi kartu nama. Kalau kebetulan yang blogger dari Sulawesi Selatan atau Kalimantan Selatan, saya pasti bilang: saya ada rencana ke sana dalam waktu dekat ini. Ntar ketemuan ya?


Abis itu, saya jalan bareng Lilies bareng sama rombongannya Blogger Bojonegoro ke Sun City Convention Hall. Jaraknya sih cuma sekitar 200 meter dari penginapan, tapi, panasnya itu loh! Nggak nguatin banget. Saya dan Lilies sampai ikutan rombongan Blogger Bojonegoro make banner mereka buat payungan. Takut tambah item. He..he..he. Trus, saya masih aja tetep nyebar-nyebar kartu nama. Tiap kali ada yang nanya tshirt atau pin gambar blogger cewek dengan alamat blog saya lucu, saya cepet-cepet bilang email aja klo mo pesen. Ternyata, saya sales yang menyamar jadi blogger :D


Sesi seminar selama dua hari penuh dengan banyak pembicara yang cerita tentang pengalamannya bersinggungan dengan dunia digital. Pembicara pertama, namanya Ivan Hudy dari blibli.com. Dia banyak cerita tentang hubungan saling mempengaruhi di dunia digital. Salah satunya tentang beberapa produk-produk multinasional yang sengaja milih blogger-blogger untuk mempengaruhi orang lain supaya memakai produk mereka. Pembicara kedua namanya Willys Wee. Pendirinya Penn Olson, sebuah perusahaan yang kerjaannya mereviu produk-produk teknologi di kawasan Cina dan seputar Asia. Dia masih muda loh. Kayaknya seh umurnya masih 25-an. Orangnya sederhana banget. Bajunya cuma tshirt dan celana jeans biasa. Sepatu kanvas yang dia pake aja dah bulukan. Dulunya, kayaknya tu sepatu warnanya putih. Kalimat terakhir tadi info ga penting ya?

Pembicara ketiga namanya Yansen Kamto. Dia cerita tentang peluang dunia digital. Orangnya lucu. Aku suka kalimat yang dia bilang berkali-kali baik di presentasi ataupun di sela-sela jawab pertanyaan. Kurang lebih begini: saat ini ada banyak berita buruk tentang Indonesia yang bersliweran tiap hari di berbagai media. Dia ngajakin kita-kita buat bikin konten yang baik tentang Indonesia. Yuk! Setuju banget. Hei, kita kan lahir, besar, dan cari nafkah di negeri ini. Harusnya, kita nglakuin sesuatu sebagai ucapan terimakasih. Bukannya nambahin dengan berita buruk!



Ada beberapa hal mirip yang diucapkan sama ketiga pembicara tadi. Mereka bilang tentang pentingnya menetapkan tujuan pembaca (pembicara dari google di hari ke dua juga ngungkapin hal yang sama). Trus yang namanya konten tulisan itu penting banget. Lalu, seorang blogger supaya dikenali harus punya ciri yang ngebedain dia dengan blogger lain. Yang nggak kalah penting, banyak-banyaklah menyebarkan blog tadi. Juga, pandai-pandailah membaca tren dengan tidak melupakan spesialisasimu.


Klo di hari kedua, ada presentasi dari Mbak Silly, penggagasnya Blood4life. Dia cerita tentang usahanya ngumpulin orang-orang lewat dunia maya buat bareng-bareng jadi donor. Kelebihan dunia maya adalah bisa nyebarin info lebih cepat. Merinding deh waktu lihat iklan sebuah browser tentang cerita seseorang yang punya darah O – yang langka mau transfusi padahal dia cuma punya waktu dalam hitungan jam. Dia tertolong berkat internet. Mbak Silly ini berkali-kali bilang, kalau mau berbuat baik, jalani aja mulai dari hal kecil. Ntar lama-lama ke otentikan dirimu akan menarik banyak orang (juga alam semesta) buat bantuin. Trus nanti bakal ada jalan buat sampai ke tujuan.


Lalu masih ada beberapa presentasi dari blogger lokal tentang pengalaman mereka memanfaatkan dunia digital. Salah satunya, Mas Yosi dan Suswono dari Suara Komunitas. Itu semacam jaringan online yang dikelola sama banyak orang. Isinya tentang cerita-cerita dari orang-orang yang tinggal di daerah yang kesulitan dapat akses ke banyak hal seperti informasi dan infrastruktur.


Saya tertarik banget pas denger presentasi tentang programnya East Ventures. Mereka nyari ide-ide tentang bisnis di dunia digital untuk dibiayai klo nanti lolos masa inkubasi. Mauu…


Salah satu sesi yang banyak peminatnya, presentasinya Vimoaj Vijeyakumaar dari Google. Buat orang Indonesia namanya susah ya dieja? Om ini cerita tentang alat-alat nya google yang bisa ngebantu seorang blogger supaya dibaca lebih banyak orang. Dia juga cerita tentang tips-tips cara narik pengunjung supaya berlama-lama di blog dan web optimizer untuk memperbaiki web supaya tampilannya menarik lebih banyak pengunjung. Cek deh buat presentasi lengkapnya. Kayaknya sesi buat tanya jawab waktunya kurang ne. Ada banyak peserta yang ga dapat kesempatan. Saya yang gaptek aja berusaha nangkep logika presentasi tadi buat nanti minta diajarin sama temen lain.


Malam hari pertama dan kedua, di barak pengungsian ada mimbar bebas. Entah kenapa, gara-gara 'ditipu' Mas Suryaden, saya bisa jadi MC. Saya sih seneng-seneng aja karena jadi lebih punya banyak kesempatan buat ngobrol dengan peserta dari daerah lain. Hari pertama ini mimbar bebas isinya perkenalan. Terserah, komunitas mana mau cerita tentang kegiatannya. Awalnya, cuma Pak Arsyad dari Kalimantan Selatan yang dengan suka rela maju buat baca puisi. Kakek yang umurnya enampuluh sekian tahun ini ngaku klo punya sekitar enam puluh blog. Awalnya, waktu saya minta supaya peserta maju tampil, saya sempat dicuekin. Tapi, setelah ada beberapa orang maju curhat colongan ada banyak yang antri buat numpang eksis. Sayangnya, karena sesi seminar yang padat banget, banyak blogger yang ngerasa capai dan milih untuk tidur duluan.


Selain itu, ada games dari XL. Juga Mbak Rika dari Idblognetworks yang cerita tentang Indonesia yang punya pengaruh kuat di dunia maya karena jumlah penduduk dan pengguna internet yang besar. Dia juga bilang kalau banyak perusahaan besar yang mulai menggeser anggaran kampanyenya dari media konvensional ke media digital. Tahun depan malah perusahaan-perusahaan bakal mengalokasikan 40% belanja iklannya di dunia digital. Itu peluang bukan? Klo kita (blogger maksudnya) mau ikut ambil bagian untuk dapat penghasilan dari hal tadi, kita harus punya konten unik yang beda dengan orang lain.

Di mimbar bebas kedua, perwakilan komunitas cerita tentang agenda kedepannya. Banyak blogger yang pengen acara Kopdar Blogger Nusantara ini nggak berhenti di sini aja. Muncul permintaan mulai dari bikin semacam milis sampai minta no kontak semua peserta supaya kita masih tetap berhubungan selepas Kopdar Blogger Nusantara selesai. Trus ada Mas Doni dari internet sehat dan Mas Banyumurti dari Relawan TIK cerita tentang pentingnya menyampaikan hal-hal positif lewat internet dan membuat supaya internet bisa diakses banyak orang.



Nggak kerasa ya sudah hari terakhir. Ada sesi di mana panitia Blogger Nusantara tentang kronologis kebentuknya Kopdar Blogger Nusantara. Mulai dari ada obrolan tentang mimpi buat ngumpulin blogger-blogger tanpa ada kepentingan politik. Juga cerita klo awalnya sempat mikir ini hampir nggak mungkin. Selain butuh dana besar banget, butuh alas an yang kuat untuk narik seribu blogger dari seluruh Indonesia buat datang. Trus ada sesi buat milih perwakilan blogger buat ngerumusin Kopdar Blogger Nusantara 2012. Sebelum acara berakhir, ada pembacaan sumpah blogger. Merinding oi… Apalagi waktu denger lagu pengiring yang dipakai. Lagu Tanah Air ciptannya Ibu Soed. Jadi pengen nangis, inget ni lagu yang ada di playlist saya waktu nulis ulang Para Pemuja Matahari.



Waktunya pulang, kami berkemas-kemas dan blogwalking. Kali ini yang didatengi bukan blog orang lain di dunia maya, tapi bloggernya langsung. Sambil janjian buat tetep kontak-kontakan. Saya dadah-dadah terus sama blogger-bloger di Kalsel sambil ngucapin sampai ketemu dua minggu lagi. Saya bakal blogwalking ke sana. Dan, saya juga merencanakan datang ke tempat blogger-blogger lain.


Sampai ketemu lagi di Kopdar Blogger Nusantara 2012. Semoga, karena dipersiapkan jauh hari, acara tahun depan bisa punya agenda yang kuat. Kebayang nggak sih kalau ada seribu blogger kompakan melakukan sesuatu? Pengaruhnya pasti bisa sampai ke banyak orang karena masing-masing blogger pasti berhubungan dengan orang lain lewat berbagai social media.


BTW: karena saya nggak bawa kamera, foto2 ini ngoi punya orang. Makasih Jeanot dan Hanif.



[image error] [image error]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 02, 2011 20:44

October 24, 2011

Bermain Bersama di Desa Borobudur :)

Horeee…. Javlec Junior punya acara perpustakaan keliling lagi di Desa Borobudur. Sore itu, saya ditemani Anta, Galuh, dan Uci memakai mobil milik Perpustakaan Guru Bangsa. Waktu kami datang, sekitar tiga puluhan anak SD bergabung. Mereka sibuk memilih dan membaca-baca buku yang mereka suka. Beberapa meminta relawan untuk membacakan buku.

Saat kami mengeluarkan peralatan gambar, adik-adik tadi langsung berebut. Uci sampai kewalahan berteriak menyuruh mereka mengantri. Hebatnya, kali ini gambar mereka sangat beragam. Bukan cuma gambar dua buah gunung dengan matahari terbit di tengah-tengah seperti biasanya. Ada yang menggambar pesawat, kapal, ikan, pelangi, bunga, pokoknya macem-macem deh.



Setelah semua menyelesaikan gambarnya, kami bermain "Beruang Mengamuk". Jadi permainannya begini: gara-gara hutan di tebangi, beruang kehilangan tempat mencari makan. Ia kemudian menyerang penduduk desa yang punya ladang di pinggir hutan.



Waktu beruang datang dan menggeram, anak-anak yang jadi penduduk desa harus pura-pura mati atau berpegangan ke temannya yang jadi pohon. Kalau ada penduduk desa yang pura-pura mati tertawa saat digelitik beruang, dia ikut berubah jadi beruang. Nah, kalau anak yang jadi pohon, dia harus mengangkat kedua tanganya tinggi-tinggi. Kalau nanti tangannya jatuh, ia dan penduduk desa yang berpegangan padanya ikut jadi beruang. Semua pemain harus berhenti saat Uci yang jadi burung, bernyanyi. Si beruang kembali ke hutan dan penduduk desa kembali bekerja.


[image error]


Setelah menunjuk salah satu anak untuk jadi beruang dan empat orang jadi pohon, permainan dimulai. Ribut banget. Semuanya pada teriak-teriak pas si beruang datang. Permainan yang seharusnya penuh dengan acara orang pura-pura mati, entah kenapa bisa berubah jadi main kejar-kejaran. Saking ramainya, saat Uci si burung bercuit-cuit (dia bingung gimana mo nyanyinya jadi diubah jadi cuitan), nggak ada yang ngedengerin. Akhirnya permainan selesai dengan semua orang berubah jadi beruang :D



Permainan kedua dimulai dengan penggantian beruang. Beruang kali ini sepertinya sangat menikmati perannya. Dia semangat sekali waktu merangkak-rangkak sambil menggeram-geram. Yang jadi penduduk desanya sebagian langsung pura-pura mati. Anehnya, sebagian anak tiba-tiba pada lari ke pojokan dan mengangkat tangan tinggi-tinggi. Heh? Kami tertawa karena di aturan permainan kan nggak ada pernyataan klo penduduk desa bisa berubah jadi pohon? :D



Berhubung sudah jam setengah enam, permainan dibubarkan. Sebelum pulang, sebagian adik-adik meminjam buku buat dibaca di rumah. Ada beberapa yang meminta, supaya minggu depan kami datang lagi. Pengen sih, semoga tahun depan bisa punya acara tiap minggu.

Sebelum pulang, kami mampir dulu ke tempat Ibu Eli untuk ngobrol tentang rencana bikin perpustakaan yang permanen. Supaya klo adik-adik ini mau minjem buku, engga harus nunggu kami datang.


Nah, temen-temen ada nggak yang mau bantuin kami ngumpulin buku anak? Atau mau jadi relawan perpustakaan keliling? Hubungi saya di Lrwahyudyanti@yahoo.com ya? Teman-teman juga bisa mendukung kami untuk memenangkan hibah dari sebuah bank. Caranya, masuk ke link lalu klik box bergambar twitter, fb, dan atau like. Terimakasih buat Wini, Indra, Ike, Mas Tezar, dan Mas Manteb buat donasinya.



[image error] [image error] [image error]
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 24, 2011 21:25

October 19, 2011

Yuk, dukung Pulau Komodo ramai-ramai

Minggu ini di facebook dan twitter, saya nemu beberapa ajakan untuk mendukung Pulau Komodo sebagai salah satu New 7 Wonders. Postingan-postingan tadi menyampaikan hal serupa. Katanya, beberapa penyedia layanan seluler di Indonesia yang hanya membebankan biaya Rp. 1 rupiah untuk setiap sms KOMODO ke nomer 9818.


[image error]


Awalnya, saya sempat mengabaikan ajakan tadi. Masa sih? Mengirim sms ke nomer dengan angka empat digit seperti 9818 biayanya cuma RP. 1 rupiah? Yang saya tahu sih, mengirim sms ke nomer 4 digit tarifnya lebih mahal dari sms biasa. Kadang, sms ke nomer empat digit bikin kita berlangganan sebuah konten dan terus-terusan kehilangan pulsa.


Saya baru percaya, kalau sms dukungan untuk KOMODO ke nomer 9818 memang hanya bertarif Rp 1 rupiah setelah mendengar cerita adik saya. Dia dan teman-temannya mencoba melalui nomer Indosat mereka. Katanya sih, pulsanya nggak kerasa klo berkurang. Ya iya lah! Kalau pun kita ngirim sampai 100 kali, toh cuma kena biaya 100 rupiah! Hallo… itu kan cuma 1/10 ongkos parkir motor di tempat perbelanjaan.

Karena penasaran, saya baca ulang salah satu email tentang ajakan mendukung KOMODO. Tulisan tadi bilang kalau operator-operator sedang beramai-ramai mendukung komodo sebagai bagian dari nasionalisme. Untuk Indosat sendiri, diskon pulsa ini berlaku dari tanggal 15 Oktober hingga 11 November.



Baiklah, tunggu apa lagi? Ayo ambil hp dan ketik KOMODO (Saya juga ngirim sms di tengah-tengah bikin tulisan ini loh) Kirim banyak-banyak ke nomer 9818! Nggak ada ruginya kok. Kalau Pulau Komodo bisa masuk ke dalam New 7 Wonder, itu artinya, ada tambahan promosi buat pariwisata di Indonesia. Dan, semakin populer Pulau Komodo, berarti akan ada semakin banyak turis datang ke sana. Yuk..yuk.. yuk bantu negri ini buat muter perekonomian daerahnya. Moga membaiknya pariwisata di Pulau Komodo merembet ke daerah-daerah lain di Indonesia.



FYI: beberapa waktu lalu saya googling tentang perbandingan pariwisata di Indonesia dengan negara-negara tetangga. Saya lupa datanya dapet dari mana gara-gara catetannya ilang :P Intinya begini, tahun 2009 (atau 2010 ya?), jumlah turis ke Malaysia 23 juta orang. Trus pengunjung Thailand 14 juta orang dan Singapura 9 juta orang. Nah, Indonesia sendiri di tahun yang sama Cuma didatangi 7 juta turis. Ironis kan klo ngelihat perbandingan luas negri ini dengan luas negara tetangga tadi? Yang lebih memprihatinkan lagi, Indonesia adalah penyumbang turis terbesar di negara yang saya sebut tadi.



[image error] [image error] [image error] [image error]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 19, 2011 21:19

October 9, 2011

Dari Maumere hingga Labuhan Bajo

Saat saya kegirangan melihat gunung-gunung pasir dan laut yang berwarna kehijau-hijauan dari pesawat yang hendak mendarat di Maumere, teman saya berkata di Labuhan Bajo pemandangannya lebih dramatis lagi. Oh ya? Jadi nggak sabar untuk cepat-cepat turun dan melihatnya langsung. Saya ingat komentar beberapa teman yang pernah ke Flores sebelumnya. Kata mereka, Flores tu punya banyak matahari alias panas banget. Trus gara-gara sering lihat iklan TV tentang CSR sebuah perusahaan air minum tentang kekeringan di sana, saya sempat beranggapan kalau seluruh Flores adalah daerah mirip-mirip gurun pasir.



Turun dari pesawat, kami dijemput sopir rental untuk pergi makan siang di sebuah restoran di pinggir dermaga. Selama kami makan, ada 3 kapal kayu datang dari Pulau Besar bawa puluhan penduduk lokal. Banyak dari mereka mengenakan kain ikat yang warna-warni. Bikin ngiler pengen punya.


Habis itu, kami harus menjemput tiga orang teman dari Australia yang sudah beberapa hari tinggal di Maumere. Mereka menginap di sebuah hotel tepi pantai yang menghadap langsung ke Pulau Besar. Teman-teman Australia tadi berhari-hari menghabiskan liburan dengan menyewa perahu nelayan untuk mencari spot snorkling.


Di sana, saya dengar cerita dari beberapa penduduk lokal kalau sebagian besar penduduk Maumere turun-temurun hidup dari pertanian. Menurut saya itu hal aneh karena mereka tinggal dekat dengan laut yang sangat kaya ikan.



Kami ketemuan bentar dengan beberapa petani dari Alor sebelum nglanjutin jalan. Kami sengaja minta supirnya nyetir pelan-pelan. Takut mabok. Jalan aspal di sana tu berkelok-kelok dan naik turun terus! Waktu jalan ke arah barat, bukit-bukit kering yang tadinya jadi pemandangan di kanan dan kiri jalan berubah jadi sawah dan hutan menghijau. Eh, beda banget dengan yang ada di bayangan saya.



Di Moni, kami nginap di sebuah losmen kecil yang menyenangkan. Namanya Hidayah. Di belakang losmen ini, ada sungai berair terjun. Paginya, saya langsung berjalan-jalan di aspal yang berkelok-kelok. Senangnya lihat anak-anak SD berangkat sekolah dengan latar belakang bukit-bukit hijau, kebun sayuran, dan permukiman penduduk. Kebanyakan rumah di Flores bentuknya persegi dengan dindingnya terbuat dari bambu disusun vertikal dan atap seng kaya gini:



Pemandangan selanjutnya masih didominasi gunung-gunung hijau dan jurang. Sesekali ada sawah dan gerombolan rumah-rumah penduduk. Pemandangan favorit saya ada di di daerah namanya Kilometer 13 di Ende. Di kanan jalan ada jurang dengan barisan bukit batu tinggi ke atas. Di bukit tadi ngalir beberapa air terjun kecil. Air terjun-air terjun yang cuma ada pas musim hujan tadi jatuh sungai berlekuk-lekuk di dasar jurang. Cantik sekali. Kami berhenti sebentar buat foto-foto. Sayang, lensa kamera saya terlalu pendek. Hiks!



Kami mampir lagi di daerah namanya Nanga Panda. Di sini ada banyak batu koral berwarna hijau. Kami berhenti bentar untuk jalan-jalan di pantai yang semua batunya berwarna hijau. Sama penduduk lokal, batu di pantai tadi dipilah-pilah berdasarkan ukurannnya buat dijual. Harganya sekitar 25 ribu per karung besar. Batu-batu ini sama pengepulnya dibawa ke Jawa pakai kapal.



Di Ende, kami pengen mampir bentar di rumah yang dulu pernah dipakai untuk mengasingkan Bung Karno. Sayang, rumahnya terkunci jadi kami nggak bisa lihat isinya.



Sepanjang perjalanan, kami beberapa kali melihat pasar tradisional. Penuh dengan ibu-ibu yang berbelanja. Kebanyakan dari mereka memakai kain tenun warna-warni. Trus beberapa makai gelang dari gading. Kami mampir bentar ke salah satu pasar buat lihat-lihat dan nyari makanan tradisional. Hampir lapar mata waktu di salah satu pojokan pasar ada pedagang kain nawarin belasan kain tenun.


Kami jalan lagi ke daerah Bena dan nginap di Villa Silverin. Tempatnya menyenangkan, kami bisa melihat Gunung Purba Inierie dari teras depan kamar tidur. Selain itu, pas makan malam di restoran, kami dapat bonus pemandangan lampu-lampu Kota Bawaja. Seperti biasa, kalau pagi-pagi, saya jalan-jalan di seputaran hotel. Niat sih nyari tempat tertinggi untuk bisa menikmati pemandangan Kota Bajawa yang masih tertutup kabut dan Gunung Inierie. Di bukit samping villa, tinggal nenek-nenek namanya Mama Katarina. Kami sempat ngobrol-ngobrol bentar tentang kerjaan dan hidup sehari-harinya. Nenek ini hidup dari jualan sayur di pasar. Dia juga cerita klo panennya akhir-akhir ini sering gagal gara-gara kebanyaan hujan. Ironis banget karena pas di Maumere, saya dengar cerita tentang petani-petani alor yang gagal panen karena nggak ada hujan.



Pas lanjut jalan ke Manggarai, kami lewat hutan yang masih alami. Hijau dan rimbun. Pokoknya keren deh. Kami langsung mematikan AC dan buka jendela lebar-lebar supaya bisa untuk menghirup udara segar. Sepanjang perjalanan, teman-teman Australia saya berkali-kali memuji tempat ini indah sekali. Saya hanya tertawa dan mengatakan ada banyak lokasi lain di Indonesia yang pernah saya kunjungi lebih cantik dari tempat ini. Di Manggarai, saya sempat diajak keliling ke daerah pinggiran kota. Ada banyak sawah-sawah berteras di bukit-bukit kiri dan kanan jalan.



Mayoritas pendudukFlores beragama Katolik. Di hampir tiap sudut kota ada terdapat bangunan megah gereja. Tiap hari minggu, orangtua memakaikan baju bagus ke anak-anaknya untuk pergi ke gereja. Di sini, tiap kali kita datang ke kampung-kampung, kita bisa dengan mudah menemukan perempuan yang sudah menikah menenun kain. Biasanya untuk dipakai sendiri dan dijual jika berlebih. Babi merupakan pemandangan umum yang bisa ditemui di perkampungan Flores.



Akhirnya, kami sampai di persinggahan terakhir: Labuhan Bajo. Di sini, ada dermaga yang terlihat cantik dari atas. Tiap hari, puluhan kapal pesiar bersandar di sini. Kebanyakan disewa untuk membawa turis yang ingin melihat komodo di habitat aslinya. Kami pun memulai perjalanan ke Pulau Seraya besar. Pulau-pulau kecil berbukit tanpa tanaman menjadi pemandangan di kiri dan kanan kami.


Waktu berhenti di Batu Gosok, kami melihat-lihat peternakan ikan kerapu. Ikan-ikan berwarna putih tadi tubuhnya penuh dengan totol-totol hitam. Gigi-gigi mereka juga lucu-lucu. Sayangnya, di tempat ini ada penambangan emas. Bukit-bukitnya dari jauh kelihatan jelek gara-gara dikeruk. Kapal kemudian berhenti supaya kami bisa bermain air sembari snorkling. Kami pulang setelah malam tiba. Dari kejauhan dermaga terlihat lampu-lampu kota yang menyala.



Rombongan kami terbagi dua karena teman-teman Australia saya masih ingin melihat Hutan Mbeliling sedangkan saya dan seorang teman ada acara lain di Jogja. Bandara dipenuhi oleh turis asing. Selain kami hanya ada beberapa orang Indonesia. Kalau dilihat dari bajunya, kalau bukan pejabat yang sedang dinas, mereka penduduk lokal yang hendak pergi ke tempat lain. Hei, turis dari Indonesia pada ke mana ya?




1 like ·   •  5 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 09, 2011 23:04