Lutfi Retno Wahyudyanti's Blog, page 8

April 16, 2013

Undangan Terbuka #ngopikere tanggal 10-12 Mei 2013

Hallo para pemakai media online baik blog, twitter, facebook, atau yang lainnya. Ngumpul rame-rame yuk dari tanggal 10-12 Mei 2013. Itu pas long wiken. Lokasinya di kediaman Kang Totok @gunung Kelir, Kaligesing, Pegunungan Menoreh. Kalau nggak tahu jalan ke sana, jangan khawatir. Kita ketemuan aja di beberapa titik di Jogja buat ke atas bareng. Panitia juga menyediakan angkutan buat ke atas kok. Cek di sini untuk update transportasi dan jadwal ya?


keluarga-ngopikere-gif


Kalau mau berangkat sendiri, ini peta ke Gunungkelir.


denahiiiii1


Di sini, kita bakal ngumpul-ngumpul, kenalan, dan makan-makan. Tuan rumahnya nyediakan ayam, sate, jagung, kentang, ubi, dan roti buat dibakar. Berhubung judulnya Ngopikere, pastinya ada sesi ngopi-ngopi. Silahkan (justru sangat dianjurkan) kalau teman-teman ngajak yang lain. Nggak ditarik biaya dan sudah ada yang menjamin makan di sana. Siap-siap aja bawa selimut atau jaket. Gunung Kelir dingin soalnya. Bawa juga alas kaki yang nyaman untuk jalan kalau teman-teman mau keliling Bukit Menoreh atau singgah di Gua Seplawan.


Gua seplawan

Gua seplawan


Apa bedanya #ngopikere dengan kopdar onliner yang lain? Yang pertama, di sini nggak ada acara resmi semacam seminar dan kawan-kawannya. Bukannya kalo kita datang ke kopdar aslinya Cuma pengen ketemu sama teman lain di dunia maya? Jadi, silahkan datang untuk berteman. Kami tunggu.


Supaya panitia tahu berapa orang yang akan hadir buat siap-siap, mohon isi form ini ya? Nggak harus ikut penuh waktu kok.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 16, 2013 01:09

April 7, 2013

Suatu Hari Di Tempat Penitipan Anak Beringharjo

Sabtu kemarin, teman-teman dari Goodreads Jogja main-main di Tempat Penitipan Anak yang lokasinya di selatan Pasar Beringharjo. Kami ditemani Mbah Bad yang membawa perpustakaan keliling motor milik Mata Aksara.


306090_10151579939521011_584013613_n


Acara dimulai sekitar pukul sepuluh. Waktu kami masuk ke ruang tengah, sudah ada sekitar 40an anak duduk rapi dan manis. Saya sempat agak bengong juga karena sebagian besar anaknya umurnya sekitar dua tahunan. Padahal, beberapa minggu sebelumnya waktu ke sana, sepertinya anak-anak di sana rada gedean. Jadi lebih mudah kalau diajak menggambar dan membaca.


Saya sempat agak grogi waktu membuka acara. Entah kenapa, anak-anaknya pada anteng-anteng banget. Hening gitu. Padahal biasanya saya dicintai dan populer di kalangan anak-anak kecil lo :D Halah. Anak-anak tadi baru ngasih respon setelah Ari masuk ruangan. Mungkin, Ari mirip boneka beruang ramah jadi disukai anak-anak.


Adek-adek TPA mulai tertarik bermain saat Dody ngajak mereka buat main-main. Kami berhitung sambil menyanyi bareng-bareng. Semua anak berpasang-pasangan sambil menyanyi. Mbak Dewi, Meita, dan Sofi, dan saya ikut-ikutan menyanyi. Kita cuek-cuek aja meski nyanyiannya salah-salah. Mas Valen dan Ari muter-muter buat moto.


Habis itu, adek-adeknya dibagi supaya lebih gampang saat dibacain buku. Sempat ramai, waktu kita nurunin buku-buku pinjeman dari Mata Aksara, adek-adeknya pada nggak sabar milih buku. Sesi ngebagi kelompoknya jadi agak berantakan.


30541_10151579939106011_2109619045_n


Tapi senang juga. Nggak nyangka, biasanya, kalau saya punya kegiatan dengan anak-anak kecil, mereka lebih tertarik diajak main bersama. Buku itu pilihan terakhir.


Kami lalu dibagi dalam empat kelompok untuk bacain buku buat adek-adek ini. Tapi banyak juga yang ambil buku sendiri buat dilihat-lihat gambarnya. Setelah bosan baca buku, kami menggambar bersama. Ken Terate dan Niken Anggrek datang untuk ikutan baca buku.


7286_10151579939986011_1850016567_n


Sebelum pulang, Bu Tini, pengelola TPA nanya, bisa nggak acara ini diadakan rutin. Secara pribadi sih saya tertarik kalau ini bisa jadi kegiatan rutin. Sebelumnya, beberapa teman di Goodreads juga melontarkan ide soal punya kampanye baca yang berlanjut. Jadi, siapa aja yang tertarik bikin acara ini lagi? Bikin supaya jadi kegiatan rutin sekali sebulan yuk.


Foto dari kamera Dody Wibowo



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 07, 2013 21:21

January 8, 2013

Suatu hari di Hutan Jati Gunungkidul

Jumat, sore tanggal 14 Desember saya dan Timur datang ke Sekretariatnya Kelompok Tani Hutan Sedyo Lestari di Desa Karangasem, Paliyan, Gunungkidul. Rencananya kami ngerjain dokumentasi peringatan 5 tahun Hutan Kemasyarakatan. Jadi ceritanya mulai tahun 1995, masyarakat di Gunungkidul dan Kulonprogo nanemi hutan negara pake pola Hutan Kemasyarakatan. Dulu mereka mau ngelakuin itu karena dapat imbalan bertumpangsari dan kelak dapet bagian saat kayu jati yang ditanam panen.


tari topeng gunungkidul


Tanggal 15 Desember 2007, petani-petani hutan ini dapat ijin tetap pengelolaan hutan. Sayangnya, ijin tadi cuma untuk pemanfaatan kawasan hutan negara. Agar bisa memanfaatkan kayu di kawasan hutan, mereka masih butuh ijin kayu. Pohon-pohon yang ditanam kebanyakan antara tahun 2000 mpe 2001 kemarin tu dah mulai berdesakan. Sebagian harus dijarangi supaya pohon yang bagus-bagus bisa besar. Berhubung ijin kayunya lama nggak turun-turun, petani yang bergabung di Paguyuban Petani HKm akhirnya mutusin untuk bikin peringatan 5 tahun.


Pas kami datang, acara ternyata baru dimulai malam hari. Tenda-tenda tempat seharusnya pameran masih kosong. Habis magrib, barulah tenda-tenda tadi keisi dengan produk petani hutan mulai dari berbagai makanan olahan dari umbi-umbian, mebel, sampai kerajinan kayu. Malam hari sekitar pukul 7, acara dimulai dengan pidato-pidato. Salah satunya dari Bupati Gunungkidul yang juga mendukung program HKm. Habis itu pertunjukan wayangnya dimulai. Ceritanya tentang Semar Mbangun Khayangan. Berhubung saya engga bisa menikmati wayang, akhirnya saya dan Timur pulang ke rumah Bu Rokhimah, tempat kami menginap setelah mengambil gambar buat stock film.


wayang semar mbangun khayangan


Besok paginya, kami balik lagi ke lokasi acara. Sekitar jam 9 pagi, ada sekitar 20 jip berjajar di jalan raya. Rombongan lalu jalan nyusuri jalan raya ke arah Panggang. Lewat jalan-jalan berkelok-kelok yang kiri kanannya hutan jati. Seru! Sebenarnya, hampir tiap bulan saya lewat jalan-jalan tadi. Tapi naik jip rame-rame tu rasanya beda.


Pertama, kami berhenti di Wana Wisata Watu Payung di daerah Girisuko. Selain disambut oleh tarian jathilan, rombongan disuguhi makanan dari ketela yang diolah macem-macem. Tiwulnya enak banget.

Saya sama Timur lalu wawancara sama beberapa pengurus Kelompok Tani Sidomulyo. Mereka cerita tentang sejarah tempat wisata tadi. Dulu, tahun 2000-2001, hutan di daerah tadi sama kaya di daerah Gunungkidul lainnya: habis dijarah.


hutan gunungkidul


Pemerintah kemudian ngenalin program Hutan Kemasyarakatan. Peduduk rame-rame nanami hutan negara dengan tanaman jati karena dua hal. Awalnya mereka senang dapat lahan untuk pertanian. Trus ntar kalau kayu yang ditanam gede, mereka ngarepin dapet bagi hasil. Entah kenapa, tahun 2008 tiba-tiba tempat tadi ditetapkan jadi kawasan hutan lindung. Berhubung mereka nggak bisa ngarepin lagi hasil penjualan kayunya, masyarakat lalu ngubah lokasi tadi jadi tempat wisata.


Kebetulan lokasinya emang bagus. Ada di atas bukit dan bisa ngliat gunung-gunung dan lembah di sepanjang jalan. Trus nggak jauh dari sana juga ada air terjun. Masyarakat lalu swadaya buat bikin sarana seperti ruang pertemuan, gardu pandang, dan MCK. Sayangnya, duit mereka terbatas. Sarana yang dibangun belum bisa menampung lebih banyak orang. Efeknya, mereka sering nolak kalo mau dipakai outbond lebih dari 150 orang. Masyarakat di sana minta supaya pemerintah ngasih perhatian.


Habis itu kami jalan ke lokasi HKm lain lewat jalan berbatu. Sepanjang jalan kami lewat sama pohon-pohon yang berderet rapat. Sore hari, rombongan balik untuk acara potong tumpeng. Orang-orang mulai lesu gara-gara dapet berita kalo Pak Menhut batal datang hari seninnya.


4


Minggu pagi sebelum acara. Saya dan Timur jalan-jalan sama Bu Rokhimah ke hutan negara yang dia garap. Sambil direkam, Bu Rokhimah cerita kalau dulu di Gunungkidul itu susah cari kerjaan. Bapaknya dan tetangga sekitar yang kerja serabutan sering diupah sama orang Dinas Kehutanan untuk nebang kayu. Berhubung orang-orang mulai ngerti kalau kayu laku dijual, orang luar mulai nyuri kayu dan lama-kelamaan hutan gundul.


Program penghijauan yang dilakukan dulu-dulu pun engga berhasil. Karena tiap kali tanaman jati mulai besar, petani hutan pada njabut tanaman kayu supaya engga ngeganggu tanaman pertanian yang mereka tanam di bawahnya. Sejak Hutan Kemasyarakatan dikenalin di DIY, ada banyak masyarakat nanami hutan negara dengan tanaman kayu.


Dibandingin dengan program penghijauan lain, hutan negara yang ditanami dengan pola HKm tutupannya jauh lebih bagus. Petani penggarap lahan tadi jadi punya rasa memiliki. Mereka bikin kelompok buat ngeronda supaya engga ada pencuri kayu. Semenjak hutan negara tertutup sama pohon, sumber air di desa nggak lagi kering tiap kemarau.


Menhut Zulkifli Hasan


Agak siangan dikit kami datang ke lokasi acara buat sarasehan. Pembicara yang dateng ada Wakil Bupati Gunungkidul, Prof San Afri Awang (staff ahli menhut) sama Prof Suhardi (ahli pangan lokal tapi pas presentasi cerita tentang partainya). Sarasehan ini ngobrolin tentang perbaikan ekologi setelah muncul HKm. Di tengah-tengah acara, petani-petani pada minta supaya ijin kayunya cepat diturunkan. Kalau sampai akhir Desember engga ada kabar, mereka mau ramai-ramai ke Jakarta buat nemuin Menhut. Saya hampir ikutan pengen nangis waktu denger permintaan ini diucapin rame-rame. Ya, petani-petani ini dah lama banget nunggu ijinnya turun. Waktu awalnya denger menhut mau datang, mereka jadi berharap kalau ijin kayunya bakal ditanda-tangani.


Habis makan siang dan beres-beres, saya pulang ke Jogja bareng temen-temen dari Yayasan Shorea. Tiba-tiba ada telfon yang ngabarin kalau Pak Menhut besok siang jadi datang. Mas Puji yang nerima telfon awalnya sempat nggak percaya. Habis itu ia berusaha nelfon teman-teman di Gunungkidul buat nyiapin petani-petani buat datang besok. Mereka lalu masang lagi tenda, spanduk dan umbul-umbul yang barusan dibongkar.


Pas hari H, sebelum acara mulai hujan turun deres. Ratusan petani terutama dari seputaran Gunungkidul bela-belain datang. Habis pak Menhut pidato, mereka minta bareng-bareng supaya Menhut nandatangani ijin kayunya. Dannn… akhirnya ijin kayunya ditanda-tangani saat itu juga. Pada hore-hore sesudahnya.


Saya jadi inget waktu ngobrol sama Jastis Arimbar sebelumnya. Waktu saya cerita kalo di banyak tempat di Indonesia pengelolan hutan yang dilakukan sama masyarakat secara ekologi, sosial, dan ekonomi lebih bagus. Sayangnya, pengelolaan hutan jenis ini nggak populer. Yang tau cuma orang-orang kehutanan aja. Karena itu sering peraturan dan macem-macem engga ramah sama pengelolaan hutan jenis ini. Kalo kata Jastis sih, rata-rata petani hutan ini miskin dan engga berpendidikan. Mereka juga engga punya duit makanya susah nyari ijin lewat jalur hukum. Beda sama perusahaan-perusahaan yang mau ngelola hutan. Mereka bisa bayar pengacara untuk ngurus ijinnya supaya cepat turun. Moga aja sih ntar petani-petani hutan di tempat lain juga ngambil cara yang sama. Bareng-bareng bikin acara supaya mereka diperhatikan.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 08, 2013 22:09

November 15, 2012

Suatu Hari di Kopdar Blogger Nusantara 2012

Sekitar jam satu tengah malam, pesawat yang saya naiki sampai di Bandara Hasannudin, Makasar. Saya terharu waktu ada tiga panitia Kopdar Blogger Nusantara nungguin. Baik banget, jam segitu masih mau ngejemput. Ternyata, saya bukan satu-satunya yang dateng di jam engga enak. Kami masih nungguin satu blogger lagi dari Bekasi. Namanya Indah Juli yang akhirnya jadi teman sekamar saya.


Tadinya, saya mikir kalo penginapan dan lokasi kopdarnya tu jadi satu. Niatnya sih mo gantiin bobo sampe siang trus datang nelat. Ternyata, lokasinya di tempat lain. Berhubung nggak nyatet alamat dan males nyasar, saya ngikut bus ke TKP.



Sampai di lokasi acara, para blogger pada heboh rame-rame. Bukannya rebutan buat dapet tempat duduk yang strategis, mereka lebih sibuk foto-foto di backdrop yang ada di belakang. Acara lalu dibuka sama tari-tarian khas Sulawesi Selatan. Musiknya yang keras cukup bikin batal ngantuk.


Sesi pertama, ada blogpreneurship dan cerita tentang Blood4life. Waktu itu, penonton masih pada duduk manis di kursinya. Semakin siang, peserta mulai mundur dan nyebar ke boot pameran yang ada di belakang. Abis, kalo cuma dengar orang ceramah, kita kan nggak usah jauh-jauh terbang ke Makasar.



Kita malah pada bergerombol dan kenalan sama blogger-blogger dari daerah lain. Yeah, itu kan yang seharusnya disebut kopdar. Selain reunian sama blogger lain yang dulu datang di BN 2011 atau acara lain, saya kenalan dengan banyak teman baru. Dari Ende ada Tuteh yang rame dan Fauzia yang kalau ada orang cerita pasti ditimpali sampai Z. Ada juga Abang Agus Lahinta yang saya penasaran banget kerjaannya apa karena dia sangat rapiii sekaliiii… Lalu ada Om Bisot yang sok mengenal dan dikenal semua blogger :D Saya lupa minta tanda-tangan.


Saya juga ketemu sama orang-orang yang selama ini cuma tahu namanya di dunia maya. Mulai Lelaki Bugis yang hobi menggalau. Almascatie seleb blogger yang tadinya saya pikir cewek (terbalik dengan Anaz-kia yang ternyata cewek). Juga ada Hendri dari Solo yang dicintai semua orang karena menyenangkan buat dibully. Pokoknya kalau disebut satu-satu nggak cukup deh posting sepuluh halaman.

Nyenengin pokoknya ketemu sama banyak orang. Tuker-tukeran cerita tentang kegiatan, dan moga aja sih ntar bisa ada yang tukeran program. Beberapa blogger yang saya temui ternyata punya kegiatan yang nggak jauh-jauh dari nyumbang buku, bikin perpus, atau ngajakin anak-anak kecil membaca. Kayaknya banyak yang ngerasa kalau ada banyak hal yang nggak beres di Indonesia. Dan salah satu cara memperbaikinya adalah ngasih akses pengetahuan ke sebanyak mungkin orang.



Pas acara malem, baru mulai kerasa yang namanya kopdar. Ada acara kenal-kenalan antar komunitas. Serunya lagi, acaranya sambil makan masakan khas Makasar yang yummy. Ada songkolo yang isinya ketan itam dengan lauk ikan teri dan parutan kelapa. Juga pallu basa yang isinya nasi santan mirip kaya lontong yang dimakan dengan daging sapi dan kuah.


Hari kedua kita berangkat ke pantai Akarena ramai-ramai. Di sana, main-mainan kaya jaman kita kecil dulu. Mulai dari gobak sodor, enggrang, boliblol sampai lompat tali. Ternyata di daerah lain juga pada punya mainan tadi. Namanya aja yang beda.


Aslinya sih asyik. Tapi panasnya itu loooo… Nggak nguatin. Setelah capek, laper, dan keringetan, kita pada nongkrong di warung. Saya sempat ngicipin pisang epe. Itu pisang bakar dipenyet yang dikasih saus karamel ada rasa durennya.



Habis itu bus lanjut ke Fort Rotterdam. Kayaknya dari semua rombongan cuma saya deh yang menyempatkan diri masuk museum I La Galigo. Yang lainnya pada jauh cinta sama jendela dan pintunya. Beberapa malah sempat-sempatnya bikin foto dengan gaya ala gaya pre wed. Sebelum pulang ke penginapan, sebagian jalan ke jalan Somba Opu buat beli oleh-oleh. Sisanya, yang ga kuat panas pada terkapar di selasar benteng yang adem.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 15, 2012 01:37

June 9, 2012

Suatu Akhir Pekan di Mandalamekar

Sabtu 2 Juni lalu, sekitar jam setengah sepuluh malam, saya dan rombongan memulai permainan mencari jejak menuju Desa Mandalamekar. Berhubung sopir kami cuma ngerti Kota Tasikmalaya, kami sempat kebingungan baca ancer-ancer dari Pak Yana, Kepala Desa Mandalamekar. Awalnya kami sempat terharu waktu beberapa orang di Kota Tasik bilang kalau butuh waktu sekitar tiga jam buat sampai ke desa tadi. Ya ampun, kami kan dah jalan sejak jam 9 pagi dari Jogja.

Kami sempat nggak yakin waktu dibilang belok kanan di perempatan Jamupu. Soalnya jalannya kecil, berbatu-batu, dan nanjak. Sopir kami tiba-tiba jadi serius, karena jalan yang kami lewati tu naik turun dan jelek banget. Berasa kaya di luar jawa deh. Dan, kami baru sampai desanya setelah jam satu lebih. Di sana, ada panggung yang masih ramai acara dangdutan dangdut.



Saya berangkat bareng teman kantor Javlec, Mas Exwan dan Mas Panji. Juga Pak Widodo dan Bayu dari Masyarakat Peduli media. Rencananya, kami mo gabung di Festival Jadul. Saya penasaran banget sama festival tadi sejak sebulan yang lalu. Gara-garanya Mas Jalu, Mas Yossy, dan Mas Suryaden yang jadi SC acara tadi cerita kalau mereka mo ngajakin ratusan perangkat desa dari seluruh Jawa buat ketemuan di desa pegunungan yang sinyalnya susah.


Sebagian besar peserta datang dari desa-desa yang gabung di Gerakan Desa Membangun. Kebanyakan, desa tadi pada punya web yang dikelola bareng-bareng penduduk desa. Isinya mulai dari kegiatan yang ada di desa, profil warga, sampai kehidupan sehari-hari warga pedesaan. Saya pernah buka beberapa web, dan banyak yang dalam seminggu punya beberapa tulisan. Meski beberapa web tata bahasanya kacau, saya salut. Nggak banyak masyarakat di daerah pedesaan yang terbatas aksesnya ke internet, makai teknologi informasi.



Berhubung saya dah kebanyakan bolos, jadilah saya membujuk-bujuk temen-temen di kantor supaya Javlec ikut ambil bagian di acara tadi. Supaya kalau pergi ke sana dianggap sebagai tugas :D


Hari Minggu, kami berangkat rada telat ke Balai desa. Di panggung dah ada beberapa kepala desa cerita tentang Gerakan Desa Membangun. Habis itu ada sesi temanya Kebijakan TIK Perdesaan. Di sana, Mas Yossy cerita tentang pembuatan sofware-software lokal supaya orang-orang nggak perlu beli software dari luar. Trus ada ajakan juga supaya banyak belajar dan ngajak orang lain pakai teknologi informasi. Masih di sesi tadi ada Pak Boni dari Kominfo dan Banyumurti dari relawan TIK cerita tentang seputaran penggunaan internet.


Di hari kedua ada 7 Workshop kelas. Materinya macem-macem. Isinya seputaran melek teknologi informasi, media alternatif, juga pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan perekonomian desa. Berhubung Javlec ikutan bagi cerita tentang pengelolaan Hutan Jawa yang dilakukan mitra-mitranya, saya ikutan ndengerin waktu mas Exwan presentasi. Yang gabung di kelas tadi kebanyakan masyarakat yang hidup di seputaran hutan. Sebagian besar pendengarnya serius banget. Bentar-bentar omongan Mas Exwan dicatet. Di sesi tanya jawab, banyak yang curhat tentang mereka yang tinggal di deket hutan negara tapi cuma punya akses terbatas ke hutan.




Malemnya, ada talkshow tentang pentingnya masyarakat bisa mengakses informasi seputaran pemerintahan lokal. Di samping panggung, ada tenda-tenda tempat peserta bisa pamer produk atau kegiatan lembaganya. Standnya buruh migran rame dengan orang-orang yang beli tempe mendoan khas Banyumas. Saya ikutan ngantre gara-gara Bayu cerita kalau di timeline Jadulfest ada yang ngetwit tempe mendoannya enak. Saya baru tahu kalau mendoan itu diambil dari kata “mendo” yang artinya setengah matang. Tadinya, setahu saya mendoan itu tempe yang digoreng pakai tepung.


Senin pagi, sebelum acara saya jalan-jalan dulu keliling desa. Tempatnya sejuk karena banyak pohon. Trus di belakang rumah-rumah penduduk banyak sawah-sawah. Katanya sih penduduk di sana mulai balik lagi ke pertanian organik. Trus, banyak rumah-rumah penduduk yang punya kolam ikan.



Rada siangan, di Balai Desa ada diskusi nasional tentang pengelolaan dan sumber daya desa. Pembicaranya banyak. Yang saya inget sih Bu Avi dari Kemitraan, beberapa kepala desa, dan Bupati Wonosobo. Budiman Sujadmiko yang ikutan jadi pembicara jadi kaya artis. Banyak yang ngedeketin beliau buat foto bareng.


Hari terakhir, pas Hari Lingkungan Hidup, ada acara penanaman pohon sambil jalan-jalan di Hutan Karangsoak yang masih jadi bagian dari Desa Mandala Mekar. Berhubung saya naik kereta jam 10, saya nggak sempat ikut. Kayaknya saya masih pengen main ke desa ini lagi. Tapi nanti kalo pas bisa libur agak panjang. Penasaran pengen lihat hutan sama nyusur gua-gua di sana. Trus sekalian mampir ke Kampung Naga dan trekking di Gunung Galunggung.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 09, 2012 02:30

May 3, 2012

Akhir Pekan di Festival TIK, Bandung

Hari Jumat, sejak jam satu siang, saya dan Kang Kombor sudah duduk manis di warung angkringan di pinggir jalan. Kami nungguin bus relawan TIK yang datang dari Surabaya buat nanti berangkat bareng-bareng ke Bandung untuk datang ke http://fest.relawan-tik.org/. Ternyataa… AC bus mati di daerah Karanganyar. Jadi bus baru sampai Jogja jam lima lebih banyak!



Di dalam, sudah ada 28 blogger dan pegiat TIK. Jadi mirip kayak reunian karena sebagian pernah ketemuan di Kopdar Blogger Nusantara tahun lalu. Bus kemudian jalan dan berhenti beberapa kali untuk menjemput teman lain di Jawa Tengah.


Biasanya, Jogja-Bandung itu butuh waktu sekitar 9 jam lewat jalan darat. Berhubung bus ini sebentar-sebentar berhenti buat mampir ke pom bensin (toilet maksudnya), kami baru sampai Bandung sekitar jam 8 pagi. Waktu turun, saya langsung wawancarai Pak Novi yang jadi koordinator bus. Mukanya lusuh, kelihatan melas kalao direkam buat video diary saya :D Mas Novi cerita kalau teman-teman yang dari Jawa Timur pada janjian di Terminal Bugurasih jam 5. Sebelum setengah enam mereka berangkat. Dan, baru sampai Bandung 27 jam kemudian.

Habis itu kami jalan kaki ke wismanya Politeknik Telkom buat mandi dan naruh barang. Dan, tempat ini baru jadi saudara-saudara. Sebelum masuk ke kamar, kami dibekali ciduk, ember karena kamar mandinya sama sekali belum pernah dipakai. Trus kita juga dikasih poster bekas yang ternyata gunanya buat nutup jendela kamar mandi karena belum ada gordennya.



Habis sarapan, kami trus pergi ke aula lantai 3 buat upacara pembukaan. Di sana dah rame banget. Sepertinya ada lebih dari 300an orang ada. Saya dan beberapa teman yang datang telat sampe ga kebagian tempat duduk.


Di festival tadi, ada banyak banget seminar. Temanya berkisar tentang peran TIK dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Pembicaranya datang dari berbagai orang yang hidupnya dipermudah oleh TIK. Mulai dari orang-orang yang berbisnis makai internet dan sosial media, fotografer, animator, artis, sampai aktivis. Pokoknya banyak deh.



Waktu lihat daftar acara, saya sampai bingung mau milih yang mana. Banyak yang seru dan jadwalnya di jam yang sama. Berhubung saya memiliki kapasitas otak yang terbatas untuk menerima info, jadi saya memutuskan untuk mengikuti dua seminar tiap hari. Sisa waktunya, saya pakai buat nongkrong-nongkrong dengan kenalan lama dan kenalan baru yang datang dari hampir seluruh Indonesia.


Jadi begini ceritanya, berhubung dalam festival TIK ini ada munas, dari tiap propinsi ada satu perwakilan relawan yang dibiayai. Tapi ternyata banyak juga yang datang pakai biaya sendiri. Keren lo, saya ketemu dengan rombongan dari bangka (belitung) yang jumlahnya mpe 15 orang. Pokonya hore deh tambah kenalan.


Seminar pertama yang saya ikuti judulnya “Perkembangan TIK dan dampaknya bagi masyarakat.” Di sana ada Aswin Sasongko (Dirjen Aptika Keminfo), Wisit Atipayakoom (nama orang Thailand susah ya? Dari International Telecomunication Union) dan Itoc Tochija (walikota Cimahi). Isinya kira-kira pegini: pemakai internet di Indonesia tu besar. Pemakaian internet menyebabkan informasi cepat menyebar dan hal tadi punya dampak baik dan buruk. Ada semacam “kewajiban” bagi pemakai yang lebih tahu untuk mengedukasi orang lain supaya internet lebih banyak manfaatnya.


Habis itu saya ikut seminarnya Pak Onno tentang open BTS. Bahasa gampangnya gini deh: ada pemancar hp yang bisa dibikin sendiri dengan dana murah (jika dibandingkan dengan BTS operator yang harganya 3M maksudnya). Nah, BTS ini memungkinkan hape GSM menelepon tanpa operator seluler. Jadi, gratisan gitu. Acaranya rame, banyak peserta yang penasaran dan tanya-tanya. Pak Onno sendiri orangnya asyik. Dia cerita kalau saat ini masih tetap ngembangin open BTS. Sebelum makai software yang sekarang, dia berkali-kali gagal makai beberapa jenis software. Pak Onno juga pesen di tiap penelitian itu pasti bakal banyak salahnya. Tapi, seorang peneliti harus nyatet kegagalannya supaya bisa ngehasilin produk yang lebih baik.



Hari kedua saya ikut seminar judulnya Itpreneur. Pembicara pertama Bob Merdeka yang beberbagi cerita tentang gimana dulu mulai jualan maicih yang sekarang jadi trademark keripik pedas itu lewat twitter. Awalnya dia cuma punya 100 follower lo. Ada banyak orang yang ngelihat dia sekarang masih muda (umurnya masih 26) dan sukses dengan bisnisnya karena beruntung aja. Kata si Bob engga lo, dia cerita kalau dah mulai usaha sejak umurnya 19 tahun. Dia sempat berkali-kali gagal waktu jualan bermacam-macam produk. Trus ada Blontakpoer yang jualan teh yang promosinya terbantu oleh media sosial. Sekarang, tehnya bisa dijual di Kopitiam dan ekspor.

Ada lagi presentasi Pak Joddy Hernady, EGMnya PT Telkom. Dia cerita tentang berbagai aktivitas PT Telkom di dunia teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Telkom sekarang mengalokasikan sekian persen keuntungannya untuk mendanai industri kreatif. Mereka punya beberapa penghargaan dan fellowship untuk orang-orang yang bergerak di dunia digital. Jadi pengen daftar Indigo fellowship. Itu semacam beasiswa yang nyari ide-ide di dunia digital buat dikembangkan dan kalau layak nanti akan didanai.


Lalu yang terakhir pembicaranya Pak Nukman Luthfi dari Tangan di Atas. Dia dulunya marketingnya detik. Bapak ini cerita kalau dulu susah cari modal untuk perusahaan digital. Dulu, jarang ada perusahaan kecil karena butuh modal besar. Bapak ini ngajakin kita supaya jangan jadi sekedar pemakai internet. Ada banyak pengusaha yang masih muda dan bisa kaya karena memanfaatkan internet. Mulailah memakai internet untuk jadi sumber inspirasi bisnis sampai ke pamasaran.


Setelah itu saya ikut seminar lain. Temanya masih tentang bagaimana memanfaatkan TIK untuk berbisnis. Pembicara pertamanya Eddy Aji Poerwanto. Dia pemilik beberapa usaha yang pemasarannya lewat internet. Sekarang juga kerja sebagai konsultan IT. Bapak ini cerita tentang cara nyari peluang usaha dengan bantuan google dan cara supaya web kita dipercaya sama calon pembeli kalau asli. Trus ada muhammad Yasin yang jualan jasa aqiqah. Dia cerita bagaimana mengoptimasi web supaya muncul di halaman pertama google. Yupz, orang kan sekarang kalau nyari sesuatu pakai google.


Berhubung asyik dan banyak kenalan baru, nggak kerasa, tiba-tiba dah penutupan. Habis magrib kami pulang pakai bus lagi. Sepanjang perjalanan, kami ngobrol kapan bisa ketemuan lagi.


Ps: semua foto di atas dari kamera Wahyu Alam karena saya blum sempat mindah data.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 03, 2012 19:24

April 14, 2012

Suatu Kamis di Joglo Abang

Kamis, 12 April lalu blogger-blogger di Jogja berkumpul di Joglo Abang. Ada acara ngobrol-ngobrol seputaran dunia digital yang diadain sama IBN dan XL. Kegiatan masih jadi satu dengan rangkaian peresmian BTS XL yang sudah lebih dari 30.000.


Lagi-lagi, di sini saya jadi mc dadakan. Waktu sesi pertama, Pak Roger, Pak Indra, Mas Bimo, dan Mas Rendra ngasih presentasi tentang XL. Mulai dari tarif khusus yang XL berikan buat komunitas, layanan data, sampai Hotrod 3G+.



Habis itu ada Handri Pangestiaji, pendirinya situs pencari usaha jasa www.promoote.com Di situs tadi, kita bisa nyari jasa-jasa seperti laundry, guru les privat, sampai tukang sedot wc berdasar lokasi. Untuk sementara, data situsnya masih di seputaran Jakarta. Handri ini cerita pengalamannya bikin usaha digital dan dapat investor. Dia bilang, memulai usaha di bidang jasa cenderung lebih mudah untuk dilakukan. Karena hal tadi bisa dimulai dari hobi. Trus modalnya juga relatif lebih sedikit daripada dagang. Selain itu, usaha jasa bisa diawali tanpa punya infrastruktur seperti toko atau mobil. Dan, ide buat bikin usaha ini cukup dari peka sama hal-hal yang ada di sekitar kita aja. Dulu, Handri kepikiran bikin promoote gara-gara kesulitan nyari pembantu.



Lalu ada Daeng Ipul dari Makasar. Dia nanti yang akan jadi Ketua Panitia Kopdar Blogger Nusantara 2012 di Makasar. Sebelum presentasi tentang rencananya, Daeng Ipul cerita tentang Kota Makasar sambil ngelihatin foto-foto. Dia, dan blogger-blogger di Makasar pengen nunjukin kalau kota tadi isinya bukan cuma tukang demo dan tawur aja. Berhubung kalau acara Kopdar isinya diskusi berhari-hari di ruangan itu membosankan, bakal ada acara jalan-jalan ke pulau kecil deket makasar oi. Yang pengen ikut, acaranya masih bulan November kok, jadi masih ada 7 bulan buat nabung buat beli tiket.


Mas Suryaden dan Mas Yossy habis itu cerita tentang http://festivaljadul.desamembangun.or.id/


Acara yang diadain nanti tanggal 2 sampai 5 Juni 2012 ini jadi ajang tempat berkumpulnya desa-desa di kawasan Jawa Selatan. Selama ini, daerah tersebut lebih miskin. Infrastruktur dan fasilitas kesehatan juga pendidikan di selatan Jawa cenderung kalah jauh jika dibandingkan dengan daerah Utara. Tapi ternyata, ada desa-desa yang melek IT. Mereka berusaha memakai pengelolaan informasi untuk memajukan desanya. Ada yang pernah dapat penghargaan internasional juga lo. Buat teman-teman yang peduli dengan desa, gabung yuk di festivalnya? Cara paling sederhana buat ambil bagian adalah dengan datang dan cerita tentang acara ini. Mau bantuin saweran buat acaranya juga boleh banget. Di web tadi ada kontak orang-orang yang bisa dihubungi kok.



Sebelum acara berakhir, Mbak Rika dari IBN cerita tentang rencana pengembangan IBN. Dia juga bilang kalau Indonesia itu pasar IT yang besar. Kata Mbak Rika, anggaran iklan untuk dunia digital di Indonesia tu sekitar 1,5 juta dolar. Dan, baru 5% yang terserap. Artinya, masih banyak peluang buat dapat pendapatan dari internet dan kawan-kawannya. Kalau untuk IBN sendiri, setelah tahun lalu dapat tambahan dana dari East Ventures, mereka sempat didatangi 8 ventures internasional lain yang tertarik buat kerjasama.


Ps: Foto-foto ini ngopi punya Mas Suryaden. Saya kemarin nggak sempat ngambil foto



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 14, 2012 21:57

April 8, 2012

Suatu Hari berkunjung ke Hutan berbatu di Gunungkidul

Beberapa bulan ini, saya bakal sering jalan-jalan di hutan-hutan di Pulau Jawa. Kali ini bukan untuk main, tapi buat kerjaan. Ceritanya, saya sedang nyusun buku tentang pengelolaan hutan oleh masyarakat di Jawa.


Hutan pertama yang saya datangi ada di daerah Ngepohsari, Semanu, Gunungkidul. Berhubung waktu itu sedang ada pelatihan di sana, jadilah saya pergi bersama beberapa teman sekantor. Berhubung waktu itu lagi kehabisan ide muter lagu apa, entah kenapa tiba-tiba kami muter DVDnya Cherrybelle.



Dan, perjalanan diisi dengan ngedengerin info nggak penting banget. Mulai dari bagaimana Cherrybelle terbentuk, apa saja hobi personilnya, trus bagaimana sifat-sifat mereka. Hallooo, kayaknya bumi nggak bakal berhenti deh kalau saya nggak tahu kalau mereka terbentuk tanggal 27 Februari 2011 (tuh kan, mpe apal info nggak banget ini).


Sebenarnya, saya pernah beberapa kali datang ke hutan negara ini. Kalau pas lagi ke sana, kadang disuguhi makanan aneh-aneh. Kaya belalang goreng. Enak sih, cuma dulu pas pertama makan rasanya aneh. Gimana gitu, nelen mahluk yang bentuknya kaya topengnya ksatria baja hitam melotot.


Dulu sih waktu pertama kali lihat lokasi hutannya, saya takjub. Kok ada sih orang yang mau-maunya nanami tanah yang permukaannya batu doang? Apalagi tanah di sana jenisnya lempung yang engga subur. Apa hasilnya sebanding dengan capenya?


Waktu ngobrol-ngobrol dengan petani hutan di sana, cerita mereka seragam. Mereka mau nanami hutan tadi karena nggak punya (mungkin lebih tepat dibilang nggak tahu) alternatif cari nafkah lain.


Dulunya, lahan yang sekarang tertutup oleh pohon jati itu hamparan baru beralang-alang. Petani-petani di sana butuh waktu sekitar dua tahun supaya batu-batu tadi tersusun jadi teras-teras dan ada tanah untuk ditanami. Waktu enam bulan diolah, sebenarnya lahan tadi dah bisa ditanami, cuma hasilnya belum maksimal.



Jadi inget cerita Mbak yang kerja di rumah. Dulu, saya pernah tanya ke Mbak kenapa begitu lulus SMP (malah ada juga yang lulus SD) lalu pada kerja di luar kota. Kebanyakan karena mereka engga punya ketrampilan, biasanya kerja jadi pembantu rumah tangga atau di pabrik. Mereka bilang, kerja di luar, meskipun banyak yang jam kerjanya capek dan digaji rendah, masih lebih mending daripada bertani. Yang tiap hari kepanasan dan harus nyangkul berat. Pantesan, saya sering ketemu orang yang seumuran dengan saya tapi kelihatan jauh lebih tua. Habis, bebannya berat gitu.


Trus kalau tetep tinggal di desa, banyak yang nggak kuat jadi omongan tetangga, karena kelihatan kayak luntang-luntung banget. Dan, tiap kali ada tetangga punya hajat, mereka harus nyumbang. Pendapatan mereka yang engga seberapa dari bertani, habis tiap kali tetangganya nikah, meninggal, atau sunatan. Nggak jarang ada yang sampai ngutang-ngutang segala. Soalnya kalau nggak nyumbang, beritanya bakal nyebar sedesa!



Tiap kali ketemu cerita kaya gini, saya selalu ngerasa beruntung. Saya bisa milih kerjaan apa yang ingin saya lakukan. Engga kaya mereka yang selalu ngerasa: ya, ini memang sudah takdirku. Orangtuaku hidup seperti ini jadi besok paling kerjaanku juga nggak jauh-jauh dari mereka.



Ok, balik ke cerita petani di Ngepohsari. Mereka mau nanami hutan negara karena tanah miliknya terlalu sempit untuk ditanami tanaman pangan. Trus mereka ngerjain tanah di hutan negara dengan sistem yang namanya Hutan kemasyarakatan. Di sini petani dapat hak buat mengelola lahan hutan. Mereka nanemi hutan negara dengan tanaman kayu (kebanyakan jati) dan boleh memanfaatkan sela-sela tanaman jati untuk tanaman palawija. Trus nanti kalau tanaman jatinya dipanen, petani boleh dapat bagian 25%.


Sayangnya, meski petani-petani Hkm sudah punya ijin pengelolaan, mereka masih kesulitan melakukan penjarangan. Jadi ceritanya begini, pohon-pohon jati ini kalau bertambah besar, perlu dikurangi jumlahnya. Supaya nanti pertumbuhannya bisa maksimal. Biasanya yang ditebang pohon yang jelek kayunya. Petani-petani tadi masih harus ngajuin IUPHHK (Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu). Yang rada ribet dokumennya. Bulan Maret 2010, mereka pernah ngajuin ijin ini, tapi ditolak karena kurang dokumen SVLK. Tahun ini, petani di Ngepohsari ngajuin lagi, dan mpe kemarin saya ke sana, belum ada jawaban.



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 08, 2012 22:52

March 21, 2012

Suatu Hari Kami Bercerita tentang Cita-cita

Minggu ini Perpus Keliling Javlec Junior punya acara lagi di Desa Borobudur, Magelang. Tema kali ini adalah cita-cita. Sambil menunggu, teman-temannya berkumpul, anak-anak yang datang lebih dulu mulai membaca buku. Saat saya mulai menyalakan LCD projektor untuk mengecek tampilannya. Adik-adik tadi kegirangan karena punya "mainan baru". Benda tadi rupanya masih asing di sana. Mereka menggunakan cahaya dari lampu projector untuk membuat bayangan dan bermain-main dengannya.



Setelah sekitar 40-an anak datang, acara dimulai. Kali ini giliran saya bercerita. Saya mulai dengan menunjukkan sebuah peta Indonesia besar dan bertanya ada berapa jumlah pulau. Rata-rata menjawab dalam angka ratusan. Mereka sempat heran waktu saya berkata angkanya lebih dari 17.000. Banyak ya? Kalau tiap bulan datang ke satu pulau pun nggak akan habis-habis.



Saya lalu bercerita kalau dulu waktu kecil, ingin sekali berkeliling Indonesia. Tapi sepertinya nggak mungkin. Tiket pesawat itu mahal. Ternyata, waktu saya mulai bekerja dan mulai bisa menabung, saya mulai mendapat beberapa kesempatan untuk bepergian ke banyak tempat di Indonesia. Mungkin belum semua tempat di Indonesia saya singgahi, tapi setidaknya sudah cukup banyak tempat. Saya mulai menunjukkan foto-foto tempat yang pernah saya kunjungi sambil bercerita apa saja yang pernah saya lihat.


Saat melihat foto Aceh, anak-anak tadi terpesona dengan pantai-pantai cantik di sana. Mereka juga heran saat mendengar cerita tentang banyaknya sapi berkeliaran di mana-mana. Lalu, waktu di Flores, mereka heran saat melihat pulau tadi tidak segersang yang ada di televisi. Waktu saya menunjukkan foto-foto Papua, mereka tertawa saat melihat babi yang ada di halaman sekolah bersama anak-anak berseragam merah-putih.



Saya kemudian menunjukkan sebuah buku berjudul Bocah Penjinak Angin. Buku itu ditulis berdasar kisah nyata tentang seorang anak yang membuat listrik dari kincir angin. Hebatnya, dia berasal dari Malawi, negara miskin di Afrika yang waktu itu langka listrik.

Karena miskin, anak ini terpaksa putus sekolah. Tapi dia tetap pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Suatu hari, ia membaca tentang kincir angin yang bisa membuat listrik. Ia tertarik untuk mencobanya. Ia dianggap gila saat mengumpulkan barang-barang bekas untuk membangun kincir angin. Hingga akhirnya, ia berhasil.

Kincir angin ini didengar oleh seorang yang menulis di web. Ada seorang profesor membaca hal ini dan menyekolahkan anak ini. Anak ini kemudian diundang ke banyak negara untuk bercerita tentang kincir anginnya. Termasuk datang ke negeri tempat kincir angin yang ia lihat di bukunya. Keren kan ceritanya? Buku bisa membantu seseorang belajar tentang banyak hal. Yuk, mulai baca buku.



Kami kemudian menggambar bersama, temanya tentang cita-cita. Setelah selesai menggambar, entah siapa yang memulai, gambar-gambar tadi ditempel di dinding. Satu per satu anak maju untuk bercerita tentang cita-citanya. Ada Rizal yang ingin jadi koki karena suka makan. Ia yang berbadan gemuk ingin mencicipi makanan dari berbagai daerah. Lalu, Dimas tiba-tiba bercerita tentang sejarah Borobudur sambil menggenggam tangannya seperti seolah-olah memegang mic. Ternyata, ia ingin menjadi guide supaya bisa punya banyak kenalan dari negeri lain. Ada juga Wisnu yang ingin menjadi pemain Bulutangkis. Syalsa yang suka menyanyi dan pernah beberapa kali ikut lomba ingin menjadi penyanyi. Dia bahkan menyanyikan potongan lagu D'Massive: Jangan menyerah di depan. Ada juga Arden dan Deni yang ingin jadi tentara dan polisi. Profesi favorit adalah guru. Ada Rara, Ela, dan Fani yang kalau besar nanti ingin mengajar. Saya heran saat melihat sebuah gambar gunung. Lho, bukannya kali ini tema cerita kita tentang cita-cita. Ternyata, itu gambar milik Teguh. Dia bercita-cita ingin jadi penambang batu karena pernah diajak melihat pasir lahar merapi.



Tiap kali anak-anak ini maju, saya selalu bertanya kenapa mereka ingin memilih cita-cita tadi. Ternyata, banyak yang menjawab karena melihat hal tersebut di televisi. Eh? Padahal kebanyakan acara TV nggak bagus buat anak-anak. Berani bertaruh tiap malam mereka pasti ikut orangtuanya nonton sinetron yang engga mutu. Tadinya, kami ingin bermain bersama seusai bercerita. Sayang, sudah hampir pukul duabelas. Sebentar lagi masjid yang kami gunakan untuk bermain akan didatangi orang-orang yang hendak shalat. Akhirnya, kami melakukan peminjaman buku. Kali ini, Fani yang bertanggungjawab atas buku-buku yang dipinjam temannya. Puluhan buku anak lainnya kami antar ke rumah Fani. Siapa tahu ada anak lain yang ingin meminjam.


Setelah itu, kami pergi ke Dusun Maitan yang ada di Desa Borobudur juga. Di sana, kami mengantarkan satu kardus buku anak sumbangan yang dikumpulkan oleh Komunitas Kelapa. Terimakasih. Di rumah Pak Udin, sudah ada buku-buku sumbangan lain. Meski belum dibuka secara resmi, sudah ada tetangga-tetangganya yang meminjam buku. Saat ini kami masih mengumpulkan buku umum (seperti buku kesehatan, psikologi populer, dan memasak) untuk ibu-ibu, juga buku agama. Ada yang mau membantu mengumpulkan buku?



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 21, 2012 20:09

March 13, 2012

Ayo, berantas kurang gizi di Indonesia

Beberapa waktu lalu saat pergi ke Desa Borobudur, ibu-ibu di sana bercerita tentang tetangga mereka yang melahirkan bayi kurang gizi. Bayinya kurus, ringkih, dan kelihatannya gampang sakit. Kata mereka, saat ibu tersebut hamil kondisi keuangan keluarganya dalam keadaan buruk. Suaminya di phk dan mereka tidak punya tabungan. Akibatnya saat hamil ia tidak seberuntung ibu-ibu lainnya yang bisa memilih makanan bergizi. Hingga ia melahirkan bayi yang tidak sehat.

Diambil dari http://bloki6.blogspot.com/2010/12/ke...



Karena penasaran saya meng-googling tentang hubungan antara kondisi ibu hamil dan bayinya. Dan saya nemu banyak hal mengerikan tentang kurang gizi. Jika si ibu tidak mendapat gizi yang baik, janin yang ia kandung juga akan mengalami kekurangan gizi. Setelah si anak lahir, ia rentan terhadap berbagai macam penyakit.

Lalu, ada kemungkinan janin yang tidak tercukupi gizinya pertumbuhan hatinya tidak sempurna dan ia akan mengalami kesulitan mencerna kolesterol. Ada juga artikel yang mengatakan jika sel-sel otak seseorang tumbuh paling cepat saat seseorang berupa janin berumur enam bulan hingga usia dua tahun. Sel otak, juga mengalami pematangan saat bayi lahir hingga berusia empat tahun. Kalau pada masa ini seseorang tidak mendapat gizi yang baik, otaknya tidak akan tumbuh dengan sempurna.

Foto diambil dari http://padang-today.com/index.php?mod...



Sayangnya, ada banyak ibu hamil di Indonesia yang mengalami kurang gizi dan melahirkan bayi-bayi yang tidak sehat. Buat penyuka data dan angka, di Rencana Aksi Pangan dan Gizi Bappenas saya menemukan ini:

Pada tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan pendek masing-masing 18,4 persen dan 36,8 persen sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia (UN-SC on Nutrition 2008). Walaupun pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi masing-masing 17,9 persen dan 35,6 persen, tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010).



Kalau dibahasakan dengan sederhana, kurang lebih paragraf tadi bilang jika di Indonesia ada banyak bayi kekurangan gizi.


Saya cuma bisa membayangkan, bagaimana nanti saat anak-anak ini tumbuh dewasa? Saya yang percaya kalau tubuh sehat merupakan modal utama untuk mengerjakan banyak hal, merasa miris. Kayaknya berat deh untuk seseorang punya karya kalau dia sakit-sakitan.  

Diambil dari http://elokdyah.multiply.com/journal/...



Lalu, apa yang harus kita lakukan? Yang pertama sih saya percaya segala sesuatunya harus dimulai dari diri sendiri. Bagi yang perempuan, meski belum dalam keadaan hamil, jika masih ada dalam usia produktif, banyak-banyaklah mencari info tentang kesehatan. Hamil atau tidak hamil, jagalah diri anda baik-baik. Untuk para prianya, kalau punya istri, ingatkan dia untuk mencukupi kebutuhan gizinya.

Saya dan mungkin para pembaca blog ini beruntung jika nanti hamil atau memiliki keluarga hamil bisa mendapat atau mencari akses informasi (kita kan pengguna internet) tentang apa saja yang bayi kami butuhkan kelak. Bagaimana dengan lebih banyak orang di Indonesia yang buta info? Kira-kira apa yang bisa kita lakukan? Sepertinya menyerahkan hal ini pada pemerintah saja tidak cukup. Untuk teman-teman yang tertarik dengan kerja-kerja sosial dan punya pengetahuan tentang gizi, mungkin bisa membantu menyebarkan info ini di posyandu-posyandu terdekat. Untuk yang tidak terlalu memiliki info tentang gizi, bisa memulainya dengan mengajarkan kebiasaan membaca. Bukankah orang yang terbiasa membaca akan berusaha mencari tahu tentang banyak hal untuk membuat hidupnya lebih baik? Dan mencukupi gizi termasuk dalamnya.


Tulisan ini diikutkan di nutrisiuntukbangsa.org/blog-writing-competition/



 •  1 comment  •  flag
Share on Twitter
Published on March 13, 2012 20:09