R. Mailindra's Blog

May 5, 2014

February 24, 2014

Bagaimana Penulis Tercipta?

bagaimana penulis tercipta


 Gambar oleh Viktor Hanacek dari picjumbo.com


Satu tulisan lagi membuatku merenung tentang bagaimana seseorang bisa memutuskan untuk menjadi penulis atau termotivasi untuk menulis buku. Kali ini tulisan dari novelis Karen E. Benders. Dalam esainya, ia mengatakan bahwa ia menjadi penulis karena sebuah batu pernah menghantam kepalanya di sebuah pesta ulang tahun saat ia berumur 6 tahun.


Tapi tentu saja batu atau pesta ulang tahun bukanlah hal yang membuat Karen akhirnya menjadi penulis. Ada hal lain. Pola yang sama yang aku lihat terjadi pada penulis lain. Misalnya cerita tentang J.K Rowling yang tayang di Scotland on Sunday ini,


Rowling sepertinya punya masa kecil yang kurang bahagia. Ingatannya akan masa-masa kelam itu begitu jernih. Potongan kejadian dan tempat yang pernah ia lihat hadir dalam cerita Harry Potter. Lalu, ketika ia benar-benar telah berada di ‘dasar jurang’ kehidupannya, Rowling bisa menyelesaikan novel pertama Harry Potter dan mengguncang dunia.


Nah, apa kau bisa melihat polanya? Mungkin pengamatanmu akan berbeda dariku. Tapi dari dua penulis di atas aku melihat bahwa KESADARAN atau TERSADAR akan keadaan sekelilingmu lah yang menciptakan penulis. Itu seperti terbangun dari tidur lalu kau mulai mengamati keadaan sekelilingmu, mendengarkan suara-suara, dan segala yang terjadi di sekitarmu.


Kebanyakan orang yang kukenal, termasuk diriku sendiri, terlihat seperti robot dan zombie. Kau bangun pagi dan melakukan aktifitas secara otomatis tanpa betul-betul memerhatikan apalagi menyerap dan mencerna keadaan dan kejadian di sekitar. Lalu, misalnya ada sebuah batu atau sebuah kejadian menyakitkan menghantammu hingga kau babak belur, baru kau terbangun dan tersadar. Rasa sakit membuatmu tiba-tiba merasakan dunia yang sebenarnya kau huni. Kau pun lalu berubah menjadi ‘spons hidup’.


Setelah itu, seperti sebuah spons, kau mulai menyerap suara, kejadian, dan terutama emosi yang dipancarkan orang ataupun makhluk lain di sekitarmu. Lalu entah mengapa kau merasakan keadaan di sekitarmu berkonspirasi dan menggelitik rasa penasaranmu untuk mengamatinya. Kemudian, berbagai hal itu bercampur aduk dan membentuk cerita di benakmu. Setelah beberapa saat, kau akan merasa seperti spons yang menggelembung dan merasa harus mengeluarkan segala hal itu dari benakmu agar tidak meledak. Itulah saat kau mulai bercerita dan jika beruntung belajar menulis.


Tentu saja hipotesa yang kutulis di atas adalah sebuah penyederhanaan. Proses seseorang untuk menjadi penulis mungkin lebih kompleks. Tapi setidaknya buatku itu menjelaskan mengapa seorang penulis yang baik akan awas dengan keadaan di sekitarnya dan berbagai tips menulis mengajarkan bahwa untuk menjadi penulis yang baik kau harus awas dengan lingkungan sekitarmu. (Banyak penulis besar bisa mengeluarkan memori masa lalu dan memasukkannya dalam cerita tanpa mereka sadari, tetapi sebenarnya hal itu bisa secara sadar kau latih. Salah satu caranya bisa kau pelajari di SINI).


Bagaimana pendapat kawan sekalian. Ada yang punya pendapat atau bahkan pengalaman yang ingin dibagikan tentang proses seseorang memilih untuk menjadi penulis?

Silakan ditulis pada kolom komentar.


Salam.


R.Mailindra


The post Bagaimana Penulis Tercipta? appeared first on R.Mailindra.

 •  2 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 24, 2014 19:28

February 4, 2014

Mengenal Genre Novel Thriller

genre thriller


Ketika membuka novel thriller, maka yang terbayang adalah adegan kejar-kejaran, mungkin tembak-tembakan, mungkin juga misteri rumit yang harus dipecahkan, bisa juga adegan menakutkan, dan masih banyak lagi hal-hal seru yang menguras adrenalin. Novel genre ini memang sangat luas temanya. International Thriller Writers (http://thrillerwriters.org/aboutitw/), asosiasinya penulis Thriller Internesional–mengatakan novel thriller mencakup cerita bertema pembunuhan, misteri, detektif, suspense, horor, supranatural, spionase, kriminal, perang, petualangan, dan tema-tema semacam itu.


Meski temanya beragam, novel genre ini punya banyak kesamaan. Antara lain: tempo cerita yang cepat, narasinya sederhana dan tidak berbunga-bunga, punya banyak adegan action, punya plot twist, mampu membangkitkan ketegangan, kengerian, dan berusaha membuat adrenalin pembaca mengalir deras.


Dalam perkembangannya, genre triller membentuk banyak sub genre. Sub-genre tersebut terbentuk karena banyak pihak yang berkepentingan untuk memecahnya menjadi kelompok yang lebih spesifik. Penerbit misalnya, perlu untuk menandai ciri-ciri novel yang akan ia sasar. Toko buku perlu untuk kepentingan pencatatan gudang juga penempatan buku di rak. Demikian pula dengan pembaca dan penulis.


Ketika membeli novel, pembaca pasti punya perkiraan tentang cerita yang ia harapkan. Bagi pembaca, membeli novel mirip dengan memesan makanan. Ketika memesan pizza misalnya, maka ia akan berharap disuguhi roti berbentuk bundar dan tipis untuk pizza ala Italia atau agak tebal untuk pizza ala Amerika. Makanan tersebut harus punya rasa yang gurih, asin, dan berkeju. Mungkin akan ada sayur, ikan, ataupun sosis. Seandainya pesanan yang datang berbentuk roti bulat, agak tebal, berminyak, dan berisi keju, kacang, dan coklat, maka si pemesan pasti akan protes. Ia pesan pizza bukan martabak.


beda genre


Meski sama-sama terbuat dari tepung dan berbentuk bulat, tapi martabak dan pizza berbeda jenis. Demikian pula dengan pembaca. Ketika seorang pembaca membeli buku bergenre spy misalnya, maka ia akan berharap tokoh dalam cerita adalah seorang agen rahasia dan novel itu akan bercerita tentang kehidupan, pekerjaan, dan konflik seputar dunia intelijen rahasia. Karena itu pembaca perlu punya pengetahuan tentang genre.


Di sisi lain, penulis juga perlu paham genre novel yang ia tulis karena penulislah koki dari novel. Penulis memang harus kreatif, tetapi sebaiknya melihat juga pola dan batasan-batasan dari genre yang ia tulis. Jangan sampai ia membuatkan martabak kepada para pemesan pizza.


Begitulah. Mengetahui sub-genre berguna agar tidak kecele.

Berikut ini beberapa sub-genre thriller/suspense yang kudapat dari berbagai sumber:


Conspiracy-Thriller: Sub genre ini punya ciri protagonisnya berkonfilk dengan kelompok besar dan berkuasa. Di dalam cerita, sang protagonis biasanya dianggap ancaman yang harus dilenyapkan oleh kelompok tersebut  karena sang protagonis mengetahui rahasia atau kejahatan kelompok tersebut.


Crime: Crime atau cerita kriminal bisa bercerita tentang kehidupan seorang penjahat atau tentang misteri suatu kejahatan yang harus dibongkar. Untuk hal yang terakhir, sub-genre ini tumpang tindih dengan sub-genre detektif.


Disaster: Biasanya bercerita tentang perjuangan protagonis saat berhadapan dengan bencana, bisa bencana alam seperti badai, gempa bumi, dan  lain-lain, bisa juga kecelakaan atau musibah yang disebabkan oleh manusia seperti kecelakaan pesawat, kapal, wabah penyakit, dan lain-lain.


Eco-Thrillers: Bencana lingkungan yang disebabkan oleh ulah sekelompok orang menjadi tema utama. Protagonis dalam cerita ini biasanya berjuang untuk memperbaiki masalah itu sekaligus berjuang melawan  orang atau kelompok yang bertanggung jawab atas terjadinya bencana.


Spionase/Spy-Thrillers: Novel spionase biasanya bercerita tentang konflik antara seorang agen atau dinas intelijen rahasia melawan agen atau dinas intelijen rahasia lainnya. Sering juga yang menjadi lawannya adalah kelompok teroris.


Horor: Cerita untuk menakut-nakuti pembaca. Sering menampilkan monster seperti vampir atau drakula atau tokoh yang jahat bak monster. Ketakutan, adegan kekerasan, dan pembunuhan menjadi komponen penting dalam genre ini.


Legal-Thrillers: Pengacara dan ahli hukum menjadi tokoh utama di sub-genre ini. Konflik bisa terjadi di dalam ataupun luar ruang sidang.


Medical-Thrillers: Tema cerita seputar ancaman dari dunia kesehatan–seperti virus. Menampilkan dokter atau ahli kesehatan lain sebagai karakter utama.


Military: Temanya berkisar tentang usaha seorang atau kelompok pasukan khusus dalam menjalankan misi–biasanya untuk melumpuhkan musuh.


Police Procedural: adalah cerita detektif untuk mengungkap sebuah kasus yang dibuat sedemikian rupa sehingga mengikuti prosedur yang dilakukan polisi di dunia nyata.


Political Intrigue: Bercerita tentang konflik di sekitar dunia politik. Karakter utama biasanya anggota suatu kelompok politik dan berusaha untuk menghilangkan ancaman yang menerjang kelompoknya.


Psychological: Kejiwaan dan ketidakstabilan mental karakter menjadi komponen utama dalam genre ini.


Supernatural/Paranormal: Genre ini beririsan dengan genre fantasi. Tokoh dalam cerita ini– entah itu protagonis, antagonis, atau mungkin keduanya–punya kekuatan supranatural.


Technological/Techno-Thrillers: Terima kasih buat om Tom Clancy yang telah menciptakan sub-genre ini. Genre ini juga sering beririsan dengan science-fiction. Dalam cerita techno-triller, teknologi menjadi komponen penting. Biasanya konflik terjadi karena terciptanya atau ditemukannya teknologi baru, contohnya komputer super yang bisa berpikir seperti manusia dan ingin menguasai dunia, atau teknologi untuk menciptakan manusia super.


Referensi:

http://www.writersdigest.com/qp7-migration-all-articles/qp7-migration-fiction/genredefinitions
http://www.cuebon.com/ewriters/Tsubgenres.html
http://daphneshadows.wordpress.com/2012/10/11/define-the-thriller-genre/
http://sirosserthrillers.wordpress.com/2011/10/29/eco-thrillers-a-new-genre/

The post Mengenal Genre Novel Thriller appeared first on R.Mailindra.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 04, 2014 16:51

January 27, 2014

The Raid 2

The Raid 2

The Raid 2


Setelah menonton film The Raid yang pertama, kesan yang masih membekas sampai sekarang adalah kaget.


Kaget melihat ada film laga Indonesia yang punya adegan berkelahi sebagus ini. Koreografi dan efeknya jempol.


Kaget menemukan ada film laga sesadis ini, film Indonesia pula.


Kaget karena film ini bertaburan bintang tak terkenal tapi bisa sukses di pasar Amerika Serikat sana.


Kaget melihat Mad Dog, seorang tokoh jahat yang diperankan Yayan Ruhian, badannya begitu pendek tapi gerakannya bikin aku melongo. Dan masih banyak kekagetan lain.


Sekarang, sequelnya telah diputar perdana di Amrik sana, pada Festival Film Sundance, dan responnya sangat bagus.


Berikut ini pujian buat The Raid 2 seperti yang tertulis di Gatra.com


Ulasan dari media asing terhadap film ini sangat positif. Terlihat dari rating 92% fresh di situsagregator Rotten Tomatoes. David Rooney dari The Hollywood Reporter menyebut sekuel The Raidini sebagai kejutan dari ahlinya pembuat film berenergi tinggi. Josh Wigler dari MTV menyebut The Raid 2 sebagai The Dark Knight untuk film laga. “Mungkin adalah film seni bela diri tergila yang pernah kau saksikan,” kata Bryan Bishop dari The Verge.


“Sekuel yang menjadi simfoni mewah dimana setiap instrumennya dimainkan dengan inspirasi yang ‘panas‘,” kata Robert Cameron Fowler dari Indiewire. Ulasan lain dari William Gross di Film.commenyebutnya sebagai crescendo spektakuler dari kekerasan level ultra yang mendefinisikan ulang dari sebuah penghancuran skala besar.


“Hanya penonton yang tak menyukai genre film ini yang akan tak terkesan; para pemuja genre ini seharusnya memberikan minimal enam bintang dalam rating–nya,” kata Joshua Rothkopf dari Time Out New York.


Justin Chang dari Variety menyebut The Raid 2 memberikan kepuasan yang mendalam dan merasuk hingga ke tulang belulang untuk pengemar genre laga.


Nah, sepertinya The Raid 2 bakal buat aku kaget lagi. Adakah yang sudah menonton?


Ini trailernya


 


The post The Raid 2 appeared first on R.Mailindra.

 •  2 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 27, 2014 00:16

December 31, 2013

Tahun 2013 dan Hal yang kupelajari dari Menulis Novel

Cerita Menarik Bisa dipelajari

Cerita Menarik Bisa dipelajari


Ini mungkin postingan terakhirku di tahun 2013 yang akan segera berlalu.


 


Sejak tahun 2009, setiap awal tahun, aku selalu punya satu resolusi yang sama, yaitu: menerbitkan novel suspense yang aku tulis sendiri. Sayangnya, setiap pergantian tahun, aku harus menerima kenyataan cita-cita itu belum bisa aku wujudkan.


 


Berulang kali aku ingin menyerah pada alasan bahwa Novel Suspense/Thriller punya pangsa pasarnya sangat kecil dan penerbit tidak tertarik untuk menerbitkan novel bergenre semacam itu. Berulang-kali pula aku digoda untuk menerbitkan novel itu secara indie atau self-publishing. Beruntung aku tidak langsung mengambil pilihan itu, tetapi melakukan riset terlebih dahulu. Kesimpulan dari risetku: menerbitkan novel yang tidak diterima oleh penerbit karena ceritanya kurang matang hanya akan memindahkan masalah dari usaha membuat cerita bagus kepada usaha untuk menjual buku. Ujung-ujungnya kau akan memindahkan energi kreatif menulis kepada usaha keras menjadi penjual buku. Tidak, aku tidak mau itu. Aku mau menjadi penulis novel, bukan menjadi penjual buku.


 


Tahun 2013 ini, setelah usaha keras memoles novel dan penantian panjang, akhirnya novel suspense yang aku garap sendiri itu berhasil menarik perhatian penerbit. 13 mungkin angka keberuntunganku. Jika semuanya lancar, awal tahun 2014 novel itu, insyaallah akan muncul di toko buku.


(Hal yang kupelajari dari membuat resolusi tahun baru adalah: konsentrasi kepada hal yang berada di bawah kendalimu, bukan kendali orang lain. Menerbitkan novel atau membuat novel diterima penerbit adalah hal yang berada di bawah kendali orang lain. Harusnya resolusiku berbunyi: menyelesaikan novel bagus. Dengan begitu kekecewaan akan gampang diatasi. Seberapa bagus novel yang bisa kau buat atau seberapa banyak novel yang bisa kau tulis, itu tidak tergantung orang lain. Murni tergantung usahamu sendiri).


 


Kau tahu, ternyata waktu 5 tahun, termasuk durasi normal untuk seorang pemula menerbitkan novel solo perdananya (aku memang sudah menerbitkan 3 buku, 2 buah kumpulan cerpen dan 1 novel kolaborasi. Tetapi menerbitkan novel sendiri, punya tantangan yang sangat berbeda, karena kau harus mengusahakan segalanya sendiri). Waktu selama itu habis karena aku mencoba berbagai hal secara acak dan belum mengerti alat dan jalan terbaik untuk menyelesaikan novel secara cepat. Seandainya saja aku sudah mengerti jalannya, waktu yang kuhabiskan tidak akan sepanjang itu. Akan sangat mungkin untuk menyelesaikan novel dalam hitungan bulan dan akan sangat besar peluangnya untuk menerbitkan 1 novel setahun. Nah, agar pengalamanku ini bisa lebih bermanfaat, aku akan bagikan di sini hal-hal yang harusnya aku lakukan saat menulis novel.


 



Menetapkan ide yang bagus

Menulis novel butuh waktu panjang, kau pasti tahu itu, karenanya sebaiknya kau menetapkan ide yang bagus terlebih dahulu sebelum menghabiskan waktumu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya.


Ide bagus yang kumaksud adalah ide yang menarik dan menantangmu serta punya peluang untuk disukai orang lain.


Banyak penulis yang langsung menggarap idenya, begitu ide itu muncul lalu mendapati dirinya terhalang hambatan yang begitu besar–mereka menyebutnya Writer Block–setelah berbulan-bulan mencoba menyelesaikan novel tersebut. Hasilnya, novel itu pun tidak pernah selesai.


 


Jadi ada baiknya menghabiskan waktu 2 hingga 3 minggu untuk menguji ide tersebut. Kau pasti tahu, bibit yang jelek tak akan pernah menghasilkan pohon yang baik. Jika kau tahu dari awal bibit itu jelek, kau pasti tidak akan menghabiskan waktu percuma untuk mencoba menanamnya, kan?


 


Ide novel yang bagus, seperti film yang bagus, bisa ditulis dalam 1 atau 2 paragraf pendek. Di dunia perfilman mereka menyebutnya Logline. Kalau kau tidak punya gambaran cara membuatnya, coba buka www.imdb.com, pilih film kesukaanmu, lalu baca summary-nya.


 


Contoh:



Film Enemy of State:

A lawyer becomes a target by a corrupt politician and his NSA goons when he accidentally receives key evidence to a serious politically motivated crime.


(Seorang pengacara menjadi target pembunuhan politisi korup beserta kelompok NSA karena tanpa sengaja menerima bukti penting pembunuhan politisi).


 



Film Finding Nemo:

After his son is captured in the Great Barrier Reef and taken to Sydney, a timid clownfish sets out on a journey to bring him home.


(Setelah anaknya tertangkap dan dibawa ke Sydney, seekor ikan badut penakut melakukan perjalanan dan pencarian untuk membawa kembali anaknya pulang).


 



Film (dan juga novel) Hunger Games

Katniss Everdeen voluntarily takes her younger sister’s place in the Hunger Games, a televised fight to the death in which two teenagers from each of the twelve Districts of Panem are chosen at random to compete.


(Katniss Everdeen, suka rela menggantikan adiknya dalam permainan Hunger Games –sebuah acara televisi tentang pertarungan hidup mati 12 pasang remaja dari 12 distrik negeri Panem yang dipilih secara acak).


 



Ide novel Spammer-ku sendiri berbunyi begini:

Seorang pemuda penyebar spam, diburu untuk dibunuh oleh hacker dan sekelompok pembunuh atas perintah seorang pengusaha karena tanpa sengaja telah mencuri bukti korupsi.


 


Karena idenya bisa ditulis dalam 1 atau 2 paragraf, kau bisa menuliskannya di kertas kecil lalu menunjukkannya ke orang lain untuk minta pendapat. Kau bisa memperbaiki ide tersebut sampai yakin mau menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mewujudkan cerita tersebut.


 


Meski pendek, logline yang dibuat harus menggambarkan secara garis besar cerita yang ingin kau tulis. Paling tidak ada 3 komponen yang harus ada:


a. Tokoh protagonis. Pada film Hunger Games jelas tertulis protagonisnya Katniss Everdeen). Pada novel Spammer yang aku tulis, protagonisnya adalah seorang pemuda penyebar spam.


b. Tokoh antagonis. Pada film Enemy of State tertulis antagonisnya adalah politisi korup beserta gengnya. Pada novel Spammer yang aku tulis antagonisnya adalah pengusaha korup, hacker, dan kelompok pembunuh.


c. Konflik. Pada film Finding Nemo konfliknya adalah ikan penakut harus melakukan perjalanan demi menemukan anaknya yang ditangkap. Pada novel Spammer, konfliknya adalah, antagonis ingin membunuh karena takut rahasianya terbongkar dan protagonis ingin bertahan hidup.


 


Sebagai catatan untuk konflik, buat konfliknya tentang kebutuhan utama: seperti bertahan hidup, menyelamatkan atau melindungi orang yang kita cintai, membalas dendam, dan emosi-emosi utama lainnya. Hal-hal abstrak, seperti kebebasan berpendapat, menentang ketidakadilan, dan berbagai hal berbau filosofis tingkat tingkat, bisa kau bangun di atas cerita utama.


 


Sebagai contoh, meski dalam film Finding Nemo, cerita utamanya adalah tentang menyelamatkan anak yang dicintai, tetapi di atasnya ada juga pesan moral tentang memberi kebebasan dan mempercayai orang lain.


 


2. Menulis Garis Besar Cerita


Setelah ide dasar didapat, kau bisa memakai teknik apa pun yang kau suka. Kalau kau suka membuat outline, buatlah outline cerita secara detail. Kalau kau suka membuat plot, buatlah plot lengkap dari awal cerita sampai akhir.


Aku lebih suka membuat adegan-adegan penting dari awal hingga akhir.


Inti pada tahap  ini adalah menemukan ceritanya dan menjawab semua pertanyaan yang muncul saat membaca logline. Misalnya, pada cerita spammer, aku harus menjawab:  siapa pemuda itu? Bagaimana dia bisa tanpa sengaja menemukan bukti korupsi? Siapa pengusaha yang memerintahkan pengerjaran? Bukti korupsi seperti apa yang membuat pengusaha itu sangat khawatir sehingga menyewa hacker dan pembunuh? Dan seterusnya.


Pada tahap ini, konsentrasi pada membuat cerita, bukan pada bahasa.


 


Sampai di sini dulu posting akhir tahun 2013. Tahun depan akan aku lanjutkan tulisan ini. Jika penasaran tentang langkah selanjutnya yang harusnya aku lakukan saat menulis novel, berikut aku sampaikan poin-poinnya:


 


3. Menulis Cerita secara cepat


4. Mendiamkan Naskah


5. Merevisi Novel, konsentrasi pada plot cerita dan tokoh


6. Merevisi Novel, konsenstrasi pada emosi dan pesan moral


7. Merevisi Novel, konsentrasi pada tata bahasa dan keindahan kalimat


8. Menunjukkan kepada teman yang kompeten untuk mendapatkan feedback


9. Revisi berdasarkan feedback


10. Menulis sinopsis, proposal, dan mengirimkan naskah


11. Libur, belajar, atau merencanakan proyek novel baru


 


Selamat Tahun Baru, semoga tahun 2014 segala hal yang lebih baik bisa kita peroleh.


Salam,


 


R.Mailindra


The post Tahun 2013 dan Hal yang kupelajari dari Menulis Novel appeared first on R.Mailindra.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 31, 2013 08:38

November 5, 2013

Why Good Writer Acts Backward?

Great boxer like great writer, acts backward


By: R.Mailindra


“Everything in boxing is backwards.”


Someone say it in Million Dollar Baby film—a sport drama film based on F.X Toole’s book. On the screen, following that quote, there is scene showing unnatural act a boxer must do. If a boxer wants to move left he doesn’t step left but push his right toe. When he must move to right he uses left toe; and more absurd thing happened when he feels pain. Instead of running from the pain like a sane man do, he steps into it. Crazy!


Watching the unnatural act of boxing reminds me of writing fiction. I think both share similar absurdity. You know, like many amateur writers, I have also difficulties to face blank screen while searching a word to start. It scares me seeing white color in my word processor program while the cursor blinking waiting something to draw. That image annoys me, makes me hesitant to start writing. On the other hand, I found the words flow easily if I happened to have idea striking my head from nowhere. I think that’s why novice like me does not start writing if no idea bubbling in the head. Yet, the professionals suggest us to write even though we do not feel to write.


At first, I think such an advice is unnatural. You do something backwards. But after trying it for sometimes, I glad I found that advice. I realize that I cannot always wait for Muse. This beautiful fairy lady might visit me once a year in the office meeting or other place where I do not have tool or time to jot the idea down. Sorry, no. I cannot rely on her.


Experiencing how hard it is to start writing and knowing how easily the words pop up from my head once I start scrambling any word on the screen, I think that unnatural advice is part of physical law. You know, it follows the first law of Newton’s laws of motion. That law said: an object at rest remains at rest unless acted upon by a force. An object in motion remains in motion, and at a constant velocity, unless acted upon by a force.


Normally, if you found something hard to start, you want to do it as long as you can. Yet, the other advice suggest me that I should stop writing while I still have something to write. God, this is not only unnatural. This is absurd.


That advice comes with explanation that doing so, will make you eager to write the next day and throw the scary moment of facing blinking cursor for hours.  Again, I think this advice align with the Newton’s Law.


The more I study writing the more I realize how unnatural this kind of craft. Look at all the good fiction books. The stories are interesting because they contain bad character decision, crazy conflict, or weird characters. Readers want to know that uncommon life in the story. Other writer also teaches me that to create a good story, I should never duck problem. Good writer always looking problem for their characters. The worst the problem the better the story will be. If the hero is hanging on the cliff with the wound in his shoulder, for example, throw him rocks or better send him a tornado.


You see, that is absurd. In real life we learn to avoid problem. We work hard, study hard, and doing everything beautifully to avoid problem. But to become a good writer, they suggest me to look for problem. That is ridiculous.


I start to think why people enjoy reading the bad fate of characters in the story. Some writers suggested it because readers want to feel lucky with the life they have by looking down, looking the poorer people than they are. Others suggested readers want to experience how we as human struggle. But it comes to my mind, may be the unnatural act of writing and the weird life in the story, represent something we always try to hide.


As we grow up we learn to act backward. If we are sad, we shouldn’t cry or at least do not show it openly. If we are angry we must control it, better do not show it. The same thing we do with other feeling such as interest, objection, and so on. At the end I think may be our daily normal and natural life do not as normal and natural as we thought. May be the unnatural life in fiction is the one that normal and natural.


Anyway, my writing tutor once said: fiction is truer than truth. The thing happened in life can be random and illogical, but in fiction everything must be logical. You know what? I think this backward crap is absurd. But I buy it anyway.


***


Image source: Muhammad Ali Center


The post Why Good Writer Acts Backward? appeared first on R.Mailindra.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 05, 2013 16:12

October 27, 2013

3 Komponen Cerpen dan Novel Menurut Stephen King

Oleh: R. Mailindra (twitter: @mailindra)


3 Komponen Cerpen dan Novel Menurut Stephen King

Sumber : http://mailindra.cerbung.com


Menulis cerpen dan novel tak berbeda dari memasak daging, melukis, bermain musik, ataupun keahlian lainnya. Ia bisa sangat mudah,namun juga bisa sangat rumit. Semua tergantung keinginan orang yang meramunya.


Daging misalnya, bisa dimasak sangat sederhana dengan cara membakar atau menggorengnya. Namun ia bisa juga menjadi sangat rumit.


Demikian pula dengan cerpen dan novel. Kita bisa membuat ceritanya sederhana atau menjadi sangat rumit.


Seperti halnya mengolah daging, ada teknik-teknik dasar yang wajib dikuasai untuk mendapatkan masakan yang lezat. Kau pasti tahu bahwa teknik menulis kini bertebaran di internet. Sayangnya kalau kau ikuti semuanya, kepalamu bisa meledak sangking banyaknya hal yang harus kau pelajari. Beberapa orang malah memilih mengabaikan segala aturan-aturan menulis itu. Yang penting tulis aja, begitu pendapat mereka.


Aku termasuk yang beruntung karena saat pertama kali belajar menulis cerpen dan novel, tidak dijejali teknik-teknik rumit. Kebetulan aku bertemu buku karya Stephen King yang berjudul ‘On Writing’. Sebenarnya buku itu tidak bisa dibilang buku panduan menulis. Di sana Pak King cuma ngalor-ngidul menceritakan hidupnya, bagaimana ia menjadi penulis, dan bagaimana cara ia menulis cerpen dan novel.


Ada 3 komponen cerpen dan novel menurut Stephen King, yaitu: narasi, deskripsi, dan dialog.


Ya kau tak salah lihat. Cuma ada 3!


Mungkin kau terkejut dan bertanya, kok tidak ada tema, plot, karakter, sudut pandang (Point of View), gaya menulis (style), dan ratusan komponen lainnya?


Sabar, kita bahas dahulu satu persatu komponen yang dimaksud oleh Stephen King. Nanti kau akan lihat bahwa menulis cerpen dan novel memang tidak jauh berbeda dari memasak daging. Gampang atau rumit dan berapa banyak komponen yang mau dimasukkan, kaulah yang menentukannya. Dan karena cuma ada 3 komponen yang membentuk sebuah cerpen dan novel, bukan tiga puluh apalagi tiga ratus, kau akan lebih termotivasi untuk memolesnya.


1. Narasi

Narasi, seperti yang tertulis di buku On Writing, adalah komponen yang menggerakkan cerita dari titik A ke titik B dan seterusnya hingga mencapai titik Z.


Ya, sebuah cerita harus bergerak. Ia bisa berupa perjalanan seseorang dari satu tempat ke tempat lain, atau perjalanan seseorang dari satu keadaan ke keadaan lain.


Berikut ini adalah contoh sederhana sebuah narasi:


Bunga bangun pagi, lalu mandi, sarapan, dan pergi ke sekolah.


Lihat, begitu gampang membuat cerita. Dengan satu kalimat di atas kita sudah menceritakan kegiatan tokoh bernama Bunga sejak ia bangun pagi hingga pergi ke sekolah. Ya, oke, aku tahu, kalimat itu memang tampak seperti kerangka. Cuma terdiri dari tulang-belulang. Karena itulah kita harus tambahkan dua kompenen lainnya.


2. Deskripsi

Deskripsi, masih menurut Stephen King, adalah bagian yang menimbulkan realitas di benak pembaca.


Nah, dengan menggunakan deskripsi, kita bisa menggambarkan dunia yang ada di dalam cerpen dan novel sehingga pembaca bisa melihat dan merasakannya.


Kau pasti bertanya, bagaimana caranya menimbulkan realitas?


Jawabannya sama dengan jawaban dari pertanyaan, bagaimana kau merasakan keadaan di sekelilingmu?


Tentu saja melalui panca indra dan perasaan. Kita merasakan keadaan sekeliling kita karena kita melihatnya, mendengarnya, merasakan panas dan dinginnya, manis dan pahit, kasar dan halus. Seseorang atau sesuatu akan menimbukan rasa senang, membuat tertawa, atau menangis.


Nah, seperti itulah cara membuat realitas dalam cerita. Gambarkan situasi dalam cerita melalui panca indra dan perasaan tokoh atau pencerita.


Sebagai contoh kita lengkapi kerangka cerita Bunga ini:


Bunga bangun pagi, lalu mandi, sarapan, dan pergi ke sekolah.


Misalnya kita bayangkan waktu bangun pagi Bunga mendengar suara kokok ayam, udara masih terasa dingin, dan matahari belum tampak. Kita juga bayangkan Bunga kesal waktu bangun pagi.


Setelah memutuskan hal-hal yang ingin kita masukkan dalam cerita, kita isi kerangka narasi menjadi sebagai berikut:


Si Jalu, ayam milik tetangga memang menyebalkan. Suara kokoknya di pagi buta begini sangat nyaring dan sama sekali tak merdu. Bunga membuka mata dan mendengus kesal. Suara si Jalu memotong mimpinya, meski sekarang ia tak ingat lagi apakah itu mimpi indah atau bukan. Yang tersisa hanya kesal karena kokok ayam sialan itu.

Kabut di matanya mulai menipis. Bunga menarik selimutnya. Udara masih terasa dingin. Ia melirik ke arah jendela. Tak ada sinar matahari yang menembus ventilasi. Pasti masih gelap di luar sana.


Dan seterusnya, dan seterusnya.


Ya, aku tahu, deskripsi di atas masih sangat buruk. Aku cuma ingin menunjukkan, bahwa untuk menimbulkan realitas di benak pembaca, kita harus menuliskan apa yang diamati oleh tokoh ataupun pencerita tentang dunia di dalam cerita. Kau bisa lanjutkan dan poles cerita di atas kalau kau mau.


3. Dialog

Dialog adalah komponen cerpen dan novel yang membuat tokoh-tokoh dalam cerita menjadi hidup melalui ucapan mereka.


Kalau melalui deskripsi pembaca bisa melihat bentuk fisik tokoh dan bagaimana mereka bertingkah, maka dialog memperjelas melalui ucapan mereka.


Seperti di dunia nyata, sering seseorang terlihat menarik, menyebalkan, pintar, bodoh, santun, atau arogan, hanya melalui kata-kata yang diucapkan. Hal seperti itu juga terjadi di dalam cerpen dan novel.


Ada satu rahasia yang mau kubagikan. Kalau kau bisa menunjukkan kepribadian tokoh melalui dialog, lakukan itu melalui dialog, jangan melalui deskripsi. Gambaran kepribadian yang disampaikan melalui dialog lebih kuat dan berbekas di benak pembaca.


Ini contohnya:


Melalui deskripsi:


Tigor orang yang kasar dan tak berpendidikan. Mulutnya kotor. Setiap ucapannya mengandung makian. Seperti hari ini. Sepuluh detik setelah memesan kopi, ia langsung memaki mbok pemilik warung yang menurutnya terlalu lama menyeduh kopi pesanannya.


 


Melalui Dialog:


Tigor masuk ke dalam warung itu dan memesan kopi. Sepuluh detik kemudian ia menggebrak meja.

“Anjing! Mbok, mana kopinya!” teriak Tigor.


 


Kesimpulan
Menulis seperti memasak, hasil tergantung keahlian meracik

Sumber : http://mailindra.cerbung.com


Seperti yang kukatakan di awal tulisan. Menulis cerpen dan novel tak jauh berbeda dengan memasak daging. Tiga komponen di atas tentu masih sangat sederhana. Tapi, melalui mereka kau akan lebih mudah mengasahnya.


 


Sekarang, jika kau membaca teknik menulis di internet, kau akan tahu teknik tersebut akan kau gunakan untuk mengasah komponen yang mana.


Sebuah steik menjadi enak karena teknik pengolahannya yang rumit ditambah dengan berbagai bumbu dan saus. Ceritamu pun demikian. Untuk membuatnya rumit namun tetap enak dikunyah, kau harus menambahkan banyak bumbu dan mengolahnya dengan teknik khusus.


Berikut ini beberapa saran untuk memoles ketiga komponen di atas.


1. Narasi.

Kalau kau suka cara kerja yang terstruktur, kau bisa mempelajari cara membuat plot dan outline.

Kalau kau lebih memilih bercerita mengikuti insting, kau bisa mempelajari cara membuat adegan (scene). Cari teknik-teknik cara membuat struktur scene. Para pendukung teknik ini percaya bahwa cerita dapat dibuat hanya dari dua blok, yaitu scene dan sequence.


Asah juga cara membuat twist untuk membuat ceritamu tidak datar dan tidak mudah ditebak.

Lalu pelajari cara membuat flashback kalau kau membutuhkannya.


Intinya, pelajari cara menggerakkan cerita, baik itu maju, mundur, atau bergerak ke samping.


Satu saranku, kau tak perlu terlalu semangat untuk menguasai semuanya. Pelajari saja sambil jalan. Seperti belajar naik sepeda, yang penting bisa seimbang dan mengayuh dahulu. Teknik jumping dan freestyle lainnya kau pelajari jika sudah mengusai dasar mengendalikan sepeda.


2. Deskripsi

Deskripsi yang baik bisa membuat pembaca masuk ke dalam cerita, membuat pembaca mampu melihat dan merasakan apa yang dilihat dan rasakan oleh para tokoh.


Deskripsi melalui pacaindra dan emosi adalah dasar. Jika ingin memoles kemampuan ini kau bisa baca tulisan yang membahas tentang cara membuat seting. Salah satunya pernah aku tulis di sini.

Baca juga cara untuk menggambarkan karakter.  Rajin-rajinlah mengamati lingkungan sekitar. Bagaimana tetangga berbicara, tukang sayur merayu, dan lain sebagainya.


3. Dialog

Dialog yang baik bisa mencerminkan karakter tokoh. Jadi untuk bisa menulis dialog yang baik harus mengerti betul sifat tokoh yang sedang berbicara. Kau bisa mengasah keterampilan membuat dialog dengan memperhatikan lingkungan sekitarmu. Perhatikan cara orang berbicara. Bisa juga dengan membaca teknik-teknik membangun karakter, entah itu protagonis, antagonis, atau karakter sampingan.

Terakhir sebelum menutup tulisan ini, aku coba tunjukkan potongan dari adegan novel Spammer yang sedang aku buat. Narasinya singkat saja, yaitu:


Aven Dogoan, seorang direktur, mendengar pintu ruang kerjanya diketuk, lalu beberapa orang masuk, dan mereka akan menggeledah kantor Aven.


Setelah ditambahkan deskripsi, dialog, dan beberapa bumbu lain seperti kalimat pembuka yang menarik, jadilah adegan seperti di bawah ini:


Marabahaya datang tepat waktu. Lewat pintu ruang kerja itu suaranya menghambur, membuat ciut seisi ruangan.


 


Aven Dogoan yang sedang duduk gelisah nyaris terguling mendengarnya. Direktur gendut berumur 45 tahun itu melirik Rolex-nya.


 


“Shit!” pikirnya.


 


Sekaranglah saatnya. Pintu kayu coklat itu gerbang pertahanan terakhirnya. Jika sampai terbuka, ia harus berhadapan langsung dengan si marabahaya.


 


Papinya pernah bilang berbisnis itu bergulat dengan resiko. Semakin besar bisnis, semakin besar resikonya. Hari ini perkataan itu kembali mewujud.


 


Aven belum sempat berkata sepatah pun ketika pintu itu terbuka dan dari baliknya muncul lima orang berompi krem. Meski tak punya fobia, warna rompi para tamu itu membuat debaran di dadanya mengila.


 


Aven mengerjap. Seorang pria bertubuh tegap melangkah mantap mendekat. Pria itu berambut pendek rapi. Bibirnya tersenyum namun sorot mata sipitnya menyebarkan hawa malam berangin di gurun Gobi.


 


“Selamat siang, Pak Aven,“ kata lelaki itu. Ia lalu membetulkan lipatan amplop di tangannya.


 


Aven menelan ludah. Tangannya seperti membeku. Tepat di depan mejanya, lelaki itu mengulurkan tangan.


 


“Saya Priatna. KPK.”


 


Aven menjabat tangan Priatna. Priatna lalu menyodorkan amplop. “Kantor ini akan diperiksa. Surat perintahnya, Pak. Silakan.”


 


Aven menatap amplop itu seolah sedang disodori semangkuk racun. Setelah ragu tiga detik, ia pun menerimanya.


 


“Maaf, kami akan langsung mulai.”


 


Aven membaca isi amplop itu. Setelah selesai ia mendongak. Priatna masih di tempatnya. Suara gaduh


terdengar. Aven melihat sekelilingnya. Ia seperti tak mengenali kantornya.


 


Di luar ruangan, melalui pintu yang terbuka dan dua jendela kaca, para pegawainya berdiri dan melongok. Seorang anak buah Priatna sedang memeriksa lemari arsip di kanan ruangan dan seorang lagi berbicara dengan sekretarisnya yang hari ini memakai baju kuning. Sekretarisnya sedang tersenyum-senyum kepada petugas itu sambil berulang kali menyisir rambut dengan tangannya.


 


Gerak-gerik mereka membuat Aven menyesal. Ia ingat cerita teman-temannya. Aparat yang satu itu memang keparat. Mereka selalu tergesa-gesa dan tak bisa dibantah. Sayang sekali ia belum sempat belajar cara menghadapi mereka.



Sampai di sini dulu. Jika ada komentar dan saran silakan tulis di kolom komentar.

Selamat mencoba dan semoga tulisan ini bermanfaat.

Salam,


 


R.Mailindra

http://mailindra.cerbung.com


The post 3 Komponen Cerpen dan Novel Menurut Stephen King appeared first on R.Mailindra.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 27, 2013 01:14

October 14, 2013

Cerpen Fantasi: Salju Terakhir

antalogi fantasi 2012, buku ketigaku

antalogi fantasi 2012, buku ketigaku


Salju Terakhir adalah cerpen fantasi karyaku yang terpilih untuk tampil di buku kumpulan fiksi fantasi 2012. Khusus pengunjung blog ini, kupersembahkan cerpen ini untuk bisa dinikmati di sini. Jika punya komentar ataupun saran silakan tulis di kolom komentar. Jika tertarik untuk membeli bukun ini, kalian bisa mendapatkannya di nulisbuku.com.


Berhubung ceritanya agak panjang, aku bagi menjadi dua bagian agar lebih mudah dinikmati. Selamat membaca.


Salju Terakhir (Bagian 1)

Oleh: R.Mailindra


Lengah pangkal celaka. Nasehat itu tak mungkin kuabaikan. Mendengar namanya saja segera membuat kantukku menguap, dan begitu kulihat tampangnya, kuyakin akan celaka berlipat jika sampai lengah.

“Kau mampu menghianati Tuanmu, apa jaminanmu tak membokongku?”


Lelaki lusuh yang bersimpuh di hadapanku itu sedikit mendongak, namun matanya tetap menatap kakiku. Sepertinya ia ingin memamerkan raut wajahnya. Mukanya yang tirus itu menegang. “Hamba tak akan menghianati Tuanku,” jawabnya.

Hampir saja aku tergelak menyaksikan lagaknya—sungguh tidak meyakinkan. Lelaki bernama asli Bujanglebun ini punya gelar Cerpelai Merah. Ia bekas pengawal Sutan Batuta—musuhku, penguasa Lembah Lumbuan. Aku sudah berulang kali bentrok dengannya dan pada pertempuran terakhir kami sepakat untuk tidak saling serang hingga musim dingin berlalu.


“Antarkan pendekar ini keluar benteng. Aku tak membutuhkannya.”


Amarukso, kepala pengawalku, segera menggelandangnya.


###


Salju mulai turun ketika mentari senja memerah. Menurutku ramalan Datuk Mangku Rekata akan betul terjadi.


“Rasi Bintang Kala tampak redup, Tuanku. Kemungkinan musim ini akan membuat Pisang Selanga layu,” ramalnya beberapa waktu lalu.


Pisang Selanga, trubus kebanggaan negeriku tahan segala musim, termasuk di musim dingin yang buruk. Sudah berabad-abad demikian. Kalau tumbuhan sekuat itu bisa layu, musim dingin ini pastilah teramat buruk. Itulah sebabnya kuterima gencatan Sutan Batuta. Pastilah ia mendapat ramalan yang sama dari datuknya.


Di atas benteng angin bersalju terasa menusuk. Kualihkan pandangan ke bawah, hamparan di sana mulai memutih.


“Sudah berapa lama dia di sana?”


“Dia bergeming sejak kami keluarkan, Tuanku,” jawab Amarukso.


“Cerpelai ini betul-betul naif,” pikirku.


Bujanglebun tampak berlutut beberapa kaki dari gerbang. Tubuhnya teronggok seperti bongkahan kayu. Aku tahu dia punya tenaga dalam, namun berapa lama ia mampu menantang alam? Ia akan membiru saat mentari pagi muncul.


“Awasi, jangan lengah!” perintahku.


###


Lengah pangkal celaka. Berapa banyak lelaki kehilangan kepalanya gara-gara wanita? Pikiran semacam itu berkelebat ketika Puan Pikatan, selirku yang paling jelita, mulai memberi usul.


“Tuanku tak perlu memercayai penghianat itu. Cukup menggali informasi. Kita tak rugi apa-apa,” katanya sambil menuang arak. Gerakannya sangat gemulai dan suaranya begitu merdu.


Kuambil arak itu. Ketika menyesapnya aku jadi berpikir Pikatan terlalu pintar untuk hanya jadi seorang selir. Ia bahkan terang-terangan menunjukkan minatnya dalam bidang politik dan siasat. Jelas saja istriku gusar. Namun mungkin saja itu terjadi karena Kirana terlambat memberiku putra. Putraku baru setahun sementara Panji Wergala—putra Pikatan—sudah enam tahun. Yah, cukup lama sudah aku mencium persaingan mereka, namun itu wajar belaka. Hal yang tak mungkin dielakkan.


“Julukannya Cerpelai Merah. Dan aku tak ingin ada cerpelai atau rubah di kastilku.”


Pikatan memohon ampun atas kelancangannya. Tentu kumaafkan. Tak mungkin ia berniat mencelakaiku.


 


Malamnya usul Pikatan terus mengekorku. Sutan Batuta musuh yang alot. Sepertinya ia tak akan menyerah sebelum salah satu dari kami binasa. Empat purnama lagi pastilah ia akan kembali menyerang. Sebelum itu, ia akan terus menyempurnakan rencananya. Apakah aku akan berdiam saja?

Cerpelai merah ini mungkin saja petunjuk Hyang Tunggal, kesempatanku untuk membuat tentram hidupku dan wangsaku. Dari dua puluh satu pemimpin wangsa negeri Antah Buana ini, hanya Batuta-lah yang memusuhiku. Ah, seandainya saja kaisar masih punya kekuatan, tentulah negeri ini akan tentram. Namun mimpi seperti itu sudah ada sejak seratus tahun lalu.


Ketika kembali ke ruanganku dan membicarakan ide Pikatan dengan Puti Kirana, istriku, ia tampak gusar.


“Seperti Tuanku mahfum, cerpelai suka melompat ke sana sini. Saya kira tak seharusnya kita ijinkan makhluk seperti itu di sini. Dan orang yang melontarkan ide itu, harus dipertanyakan kecakapannya berpikir.”


Aku berdiri lalu berjalan ke arah jendela. Salju masih turun, di luar pasti udara sangat menusuk. Perkataan Kirana sama belaka dengan yang kupikirkan. Apakah pernyataannya hanya untuk menyenangkanku? Ataukah ide Pikatan memang buruk? Wajahnya tampak sengit. Aku mencium kecemburuan di sana. Mungkinkah ia iri dengan ide itu?


###


Sutan Batuta tak mungkin menyerah jika hanya didiamkan.

Sudah lewat tengah malam namun pikiranku masih saja mengembara. Karena tak bisa tidur, aku pergi ke benteng.

Amarukso mengatakan Bujanglebun tetap bergeming di dekat gerbang.

Orang ini jelas cari mati, pikirku.


“Bawa dia masuk. Beri makan dan tempatkan di barak. Besok pagi hadapkan ia,” perintahku. “Ingat, jangan lengah!”


“Daulat, Tuanku. Hamba sendiri yang akan mengawasi,” jawab Amarukso.


[BERSAMBUNG]


The post Cerpen Fantasi: Salju Terakhir appeared first on R.Mailindra Blog.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 14, 2013 22:42

October 8, 2013

Tips Membangun Dunia Cerita yang Meyakinkan

tips membangun seting meyakinkan untuk novel dan cerpen

tips membangun seting meyakinkan untuk novel dan cerpen


Ketika membaca sebuah novel, pembaca ingin bisa masuk ke dalam dunia rekaan penulis dan menikmati petualangan di sana. Persis seperti saat mereka menonton film. Dengan begitu mereka bisa melupakan sejenak kehidupan sehari-hari. Aku yakin, semua penulis ingin mewujudkan keinginan pembaca tersebut.


Selain tokoh dan jalan cerita yang meyakinkan, hal lain yang bisa menghipnotis pembaca adalah dunia atau seting cerita yang meyakinkan. Dan seting cerita hanya akan meyakinkan jika pembaca mengenalinya. Ini bukan berarti bahwa cerita yang berseting kota Paris tahun 1980 misalnya, harus pernah didatangi pembaca agar bisa yakin. Tidak. Keyakinan pembaca akan timbul  jika bisa mengenali hal-hal yang digambarkan dalam cerita. Bangunan yang menjadi ciri khas tempat tersebut misalnya, sering dipakai untuk membujuk pikiran pembaca. Namun gambaran obyek fisik semata tidaklah cukup. Yang tak kalah penting adalah gambaran suasana melalui pancaindra. Misalnya, bagaimana keriuhan tempat itu? Panas atau dinginkah di sana? dan lain sebagainya.


Tak heran jika banyak penulis yang mendatangi tempat yang menjadi latar ceritanya untuk merekam pengalaman indrawi (sekaligus mood). Hal itu mereka lakukan untuk membuat seting terasa hidup. Sayangnya tak semua orang punya memori yang kuat. Jadi usaha mulia itu akan  segera sia-sia kalau sudah datang jauh-jauh lalu lupa karena ingatan yang payah. Untunglah sekarang ini alat-alat perekam sudah sangat mudah didapat dan harganya pun terjangkau. Ponsel misalnya, sudah banyak yang dilengkapi dengan kamera untuk memotret maupun merekam video.


Nah, kalau kau berada di suatu tempat baru atau mungkin merasakan suasana baru di sebuah tempat, rekamlah dengan kameramu. Rekam juga suasana itu dalam pikiranmu. Lalu simpanlah baik-baik gambar dan video tersebut. Mereka adalah investasimu. Suatu saat gambar-gambar itu akan berguna untuk membangun ceritamu. Kau tahu, bahkan gambar yang buruk pun mampu membangkitkan kenanganmu, jika kau sendiri pernah berada di sana. Dan itu modal bagus untuk membuat seting cerita yang meyakinkan.


Menurutku, paling tidak ada dua  hal yang harus muncul untuk membuat seting yang meyakinkan:




Obyek fisik yang dikenali pembaca.
Detail suasana melalui panca indra.


Untuk menunjukkan hal yang kujelaskan di atas, berikut ini aku tunjukkan gambar-gambar buruk yang kurekam menggunakan ponsel. Foto-foto ini aku pakai sebagai bahan baku untuk membangun seting proyek novelku.


a. Halte Sarinah di Jalan Thamrin Jakarta
Halte Sarinah, setting novel spammer

Halte Sarinah, setting novel spammer


Gambar ini aku ambil di Minggu pagi saat jalan-jalan. Halte iitu masih sepi, jadi obyek fisik yang ada tampak jelas. Namun, di hari kerja tempat ini ramai sekali. Nah, kupikir halte ini sangat cocok untuk proyek novelku yang berjudul Spammer. Apa jadinya jika seorang yang sedang dikejar-kejar berada di halte itu?


Bermodalkan foto itu aku menggambarkan seting berikut:


Jalan Thamrin di pagi hari tampak meriah. Pedagang koran, rokok, dan semua juragan yang bergelar kaki lima telah berparade menjajakan dagangannya. Di sekitar halte para kenek oprengan, metro mini, dan bus kota tak pandang bulu merayu dan meneriaki calon penumpang.


Aku turun di depan halte Sarinah. Saat melepas helm aku terbatuk. Sebuah metromini yang sudah berkarat menggerung di depanku sambil mengepulkan asap hitam berbau menyengat.


“Terima kasih, Jang,” kataku sambil menyodorkan helm kepada orang yang tadi memboncengku.


“Hati-hati di jalan. Salam buat mojang Bandung!” kata Ujang sambil mengedipkan mata.


Aku menyengir. Ujang memang tidak tahu apa-apa. Dan aku juga tak berniat untuk menceritakan alasanku ke Bandung. Aku hanya ingat tetangga kosku itu pergi kerja jam enam pagi dan selalu membawa dua buah helm karena harus menjemput pacarnya yang kos di daerah Setiabudi. Dan itu berarti ada tumpangan gratis dan aman.


Ketika Ujang telah menjauh, aku mengeluarkan topi bisbolku lalu bergabung dengan orang-orang di halte. Kubuka mata lebar-lebar. Seorang nenek berpakaian kumal sedang duduk di sebelah halte sambil mengangkat cangkir plastik bermerek restoran cepat saji terkenal kepada seorang perempuan muda berpakaian putih berbibir merah menyala; seorang bapak berbaju kotak-kotak mengangkat tangan lalu berlari ke arah bis kota yang sudah dijejali penumpang hingga ke pintu. “Kosong, kosong!” kata kondekturnya. Seorang pengendara motor menyalakan klaksonnya lalu memaki taksi kuning yang tiba-tiba mengerem.


Aku mencoba mengingat-ingat dan mencari wajah orang-orang semalam. Tak ada.


Jauh di kananku terdapat sebuah jembatan penyeberangan. Di bawahnya—berdiri membelah jalan Thamrin—ada sebentuk bangunan persegi panjang. Sebagian dindingnya dipasangi kaca. Tampak juga sebuah tangga menghubungkan bangunan itu dengan jembatan penyeberangan. Lalu kulihat sebuah bis berwarna kuning-merah dengan tulisan Transjakarta berhenti. Beberapa orang turun.


Melihat itu jantungku berdegub kencang. Aku menurunkan lidah topiku sambil terus mengamati para penumpang yang turun itu. Tak ada yang kukenali


“Pagi begini, para begundal pasti masih molor,” pikirku.


Lihatlah, bahkan gambar buruk pun bisa jadi modal bagus untuk menulis seting. Jika kau perhatikan deskripsiku di atas, hampir semua obyek fisik pada gambar aku pakai. Yang lebih penting lagi, dengan gambar itu imajinasiku jadi berkembang. Aku bisa membayangkan keramaian di sana, suara, bau, dan lain sebagainya.



b. Kafe di Teras Bandung Indah Plasa, Bandung
Cafe sebagai seting novel Spammer

Cafe sebagai seting novel Spammer


Gambar di atas kuambil saat ngopi di teras Bandung Indah Plasa. Sambil ngopi aku jepret kanan-kiri. Suasananya asik waktu itu. Dan sekarang, gambar itu ingin kupakai juga pada proyek Novel Spammer. Berikut ini deskirpsi seting yang kubuat berdasarkan gambar di atas.


Menyusuri bagian kiri jalan menuju Bandung Indah Plasa, aku melirik ke kiri dan ke kanan. Mobil yang melintas jauh lebih sedikit daripada Thamrin tadi pagi. Tak tampak asap hitam dari metromini berkarat.  Angin dingin menerpa. kurapatkan jaketku. Mendung tampak mengancam. Dalam suasana kelabu seperti ini, cahaya lampu tanda panah di dekat jalan masuk mal tampak seperti sinar mercu suar. Aku berbelok.


Pelataran mal ini tampak kusut. Seorang lelaki memakai seragam merah dan bercelemek hitam sedang mengatur kursi dan meja di depan sebuah kafe. Aroma kopi dan donat meruar dari kafe di kiriku itu. Aku melirik. Jendela kaca kafe itu tampak bening. Warna kuning dinding kafe menusuk mataku. Menempel pada kaca kafe itu sebuah tulisan. Free hotspot. Itu yang kucari. Kuputuskan untuk memasuki kafe itu.


Kau lihat, memiliki sebuah foto dan rekaman mental pernah berada di suatu tempat adalah sebuah aset. Nah, mulai sekarang rekamlah gambar-gambar di sekitarmu. Suatu saat mereka akan berguna.


Bagaimana menurutmu? Apa kau punya pengalaman serupa denganku? Atau mungkin punya tips lain untuk membuat latar cerita yang hidup? Silakan tulis di kolom komentar.


Salam menulis,


 


R.Mailindra


http://mailindra.cerbung.com


P.S: Ada beberapa tips lain untuk membuat cerita menjadi menarik yang aku buat. Kau bisa melihatnya di sini.


The post Tips Membangun Dunia Cerita yang Meyakinkan appeared first on R.Mailindra Blog.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 08, 2013 00:51

September 24, 2013

Macet Menulis Cerpen? Lancarkan dengan Resep Ini

Pening tak bina menulis karena macet

Gambar pinjam dari sini


Writer’s Block atau kebuntuan menjadi salah satu penyakit yang ditakuti penulis. Dikatakan menakutkan karena ia bisa menurunkan bahkan mematikan kemampuan dan minat untuk menulis, seperti kanker yang mematikan tubuh dan keinginan hidup manusia.


Gejalanya begini: kau duduk, buka komputer atau membuka selembar kertas kosong, menunggu, update status, menunggu, minum kopi, dan setelah setengah jam kertasmu masih kosong melompong.


Atau mungkin karena sudah lama tidak menulis, kau paksakan. Kau baca, kok menjijikkan begini, lalu kau tutup komputer, dan pergi tidur atau bermain game.


Kalau kau pernah merasakan hal tersebut maka kau tidak sendirian.


Seperti melawan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri, kunci untuk bisa melawannya adalah dengan tidak meyerah dan terus berusaha.


Kalau kau cari di internet, ada banyak saran untuk mengatasi writer’s block ini, mulai dari istirahat, tidur, mandi, sampai mengerjakan aktivitas lain. Masalahnya, mereka bukanlah obat. Kalau kau terlalu lama tidak menulis maka kau akan berkarat. Seperti halnya mesin, jika sudah berkarat maka bisa macet dan rusak.


Menulis bukanlah tindakan alamiah manusia. Tindakan alamiah manusia adalah bersantai, bermalas-malasan, dan bermain. Menulis tidak beda dengan berlatih karate atau olahraga lainnya. Kau harus berlatih agar mudah melakukan gerakan dan tidak ngos-ngosan. Kalau kau pikir menulis itu sulit, mungkin kau perli lihat tulisan ini.


Mungkin kau akan menyanggah. Hei, aku bukan malas menulis, aku mau menulis, tapi apa yang mau kutulis?


Nah, berikut ini ada beberapa tips yang bisa kau coba:



1. Pancingan Tiga Kata


Tiga kata buat apa? Kau akan terkejut bahwa sebuah cerpen bahkan novel bisa berawal dari tiga kata. Tapi itu akan kita diskusikan lain kali saja. Kali ini kita konsentrasi untuk mengobati penyakit writer’s block. Jika kau seperti aku, kau akan benci dengan nasehat yang isinya melulu motivasi. Bagaimana cara melakukannya?


Agar tips ini praktis dan tampak seperti resep masakan, aku tuliskan cara kerjanya.


Ambil tiga telur kata secara acak. Kata apa pun. Bisa yang kamu ingat, atau kebetulan lihat.  Kemudian buat cerita yang MENGANDUNG ketiga kata itu.


Tips ini pernah aku coba saat mengikuti Bengkel Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta. Hasilnya cukup bikin aku terncengang. Saat itu kami disodorkan tiga kata: Dewi, Cinta, Merah Jambu dan diberikan waktu lima menit untuk membuat cerita yang mengandung tiga kata itu. Ya, kau tidak salah dengar. Waktu yang diberikan cuma lima menit.


Memang dalam waktu lima menit itu tak banyak yang bisa aku tulis, tetapi aku sudah bisa membuat adegan awal dan membayangkan ceritanya hingga akhir. Nah, waktu itu, sebagai PR, aku harus menuliskan lengkap ceritanya. Di rumah, sebagai murid yang baik, aku mengerjakan PR tersebut. Dalam waktu kurang dari satu jam, aku bisa menuliskan cerita di bawah:


Dewi Cinta


Dewi cinta membuat langkah­-langkah panjang menyusuri lorong Istana Langit. Ia menunduk. Lantai istana berwarna biru. Dingin sedingin hatinya. Langkah sang dewi begitu cepat. Ia tak sempat tersenyum kepada bebarapa orang penjaga yang takjim memberinya hormat. Saat mencapai gerbang singgasana, ia berhenti sesaat lalu menarik nafas. Kepala penjaga menghampirinya.


“Hadapkan aku kepada Kaisar,” kata Aphrodite, sang dewi.


Kepala penjaga menyipitkan mata dan mengerutkan kening. Saat kepala penjanga hendak membuka mulut, sang peri cinta mengangkat tangan kanannya.


“ Lakukan saja, segera!”


Kepala penjaga menutup kembali mulutnya.


Aphrodite tahu kepala penjaga pasti kebingungan. Hari ini ia tak mungkin lagi tersenyum, menebarkan kegembiraan dan kehangatan untuk makhluk-makhluk yang melihatnya.


“Tunggu sebentar,” kata kepala penjaga. Ia lalu masuk ke ruang singgasana.


Ketika kembali, kepala penjaga mempersilakan sang peri untuk langsung menghadap kaisar.


“Ada apa, Aphrodite?” tanya Zeus kala sang peri selesai memberi hormat.


Aphrodite menelan ludah.  “Ampun yang mulia. Ada masalah dengan telur cinta,” kata Aphrodite.


Ia berhenti sesaat, ragu-ragu menyelesaikan kalimatnya.


Jeda itu memang hanya sekejap, namun dalam waktu yang sangat singkat itu kegundahan sang peri menyengat Zeus. Kaisar menatap tajam dan tampak menahan diri dan menunggu Aphrodite menyelesaikan ceritanya.


“Telur cinta Paduka,” kata Aphroditei, ”ia telah berubah menjadi hitam.”


Deg!


Mata kaisar sedikit membesar.


Aphrodite tahu Zeus pasti kebingungan. Ini pertanda buruk. Telur cinta seharusnya berwarna merah jambu dan telah berabad-­abad ltelur itu selalu berwarna merah jambu, warna yang menandakan cinta dan kebencian berada dalam keseimbangan.


Hitam seperti halnya putih adalah dua kutub ekstrim yang  hampir mustahil untuk tercapai. Saat telur cinta berwarna putih, telur itu memberi tahu bahwa seluruh manusia sedang diliputi cinta dan kasih sayang. Tiada lagi rasa benci di hati mereka. Sebaliknya hitam, memberi tahu para penghuni langit bahwa kebencian sedang merajai manusia.


Aphrodite menunduk. Ia tahu kaisar mungkin akan meragukan laporannya. Atau mungkin kini kaisar meragukan  keakuratan telur cinta, karena sebenarnya telur itu hanya memantau satu miliar sampel di dunia. Namun selama berabad­-abad telur itu tidak pernah salah. Hanya kaisar dan peri cinta yang tahu manusia-­manusia yang menjadi sampel, jadi mustahil dalam waktu yang bersamaan seluruh sampel dihinggapi kebencian.


Hening.


“Apakah telah hitam sempurna,” akhirnya kaisar bersuara.


“Belum Paduka. Namun perkiraanku hanya tinggal beberapa ribu manusia saja yang belum tertulari rasa benci.”


Kaisar berdiri dan mengambil tongkatnya setelah seberapa saat menatap kejauhan. Aphrodite tahu, kaisar kini resah dan akan segera bertindak. Saat dunia tidak dalam keseimbangan maka kehidupan di langit pun akan demikian.


***


Merah jambu, kuning, dan keceriaan menghilang dari dinding-dinding. Dalam murung Aphrodite berjalan menyusuri lorong istananya. Setelah berbelok ke kiri, ia akhirnya sampai di ruang kerjanya.


Dewi cinta berhenti dan menatap sosok berjubah gelap yang berdiri lima langkah di depannya. Sosok itu berwajah keras dengan jubah hitam terbuat dari logam metrinol. Pedang panjang terselip di pinggang kirinya. Sosok itu memancarkan angkara kebencian dan kebencian tidak seharusnya ada di istana ini.


“Ares,” kata Aphrodite.


Ares, sang dewa perang melangkah ke arahnya. Langkahnya mantap, berat dan matanya menatap lurus ke bola mata Aphrodite. Ekspresinya sedingin logam-logam di kutub Jupiter.


“Apakah dia telah mengetahuinya?” tanya Ares. Matanya tak berkedip.


Aphrodite  mengangguk lemah, menunduk, mencoba menghindar dari tatapan Ares. Guratan kesedihan tergambar jelas di wajah peri cantik itu. Bagaimana tidak, selama berabad­-abad dia berhasil menebarkan cinta ke penjuru dunia, hingga pengaruhnya dan pengaruh kebencian selalu berada dalam keseimbangan. Namun kini keadaan telah berubah. Sang dewi tak yakin bagaimana harus bersikap.


Ares semakin mendekat.


Aphrodite mengangkat wajahnya. Matanya yang bulat dan bercahaya menatap lekat Ares. Ia adalah dewi yang selalu menebarkan cinta dan kebahagian. Di hadapannya berdiri dewa yang menyebarkan kebencian, permusuhan, dan peperangan. Dia adalah sisi lain dari keseimbangan dunia. Mereka berseberangan. Mereka seharusnya tidak berada di sini bersama-sama.


Tepat di depan Aphrodite, Ares berhenti. Mata mereka beradu. …


***Aku potong cerpennya sampai di sini, karena jumlahnya mencapai lebih dari 1000 kata. Mungkin akan aku posting terpisah.***


Lihatlah, dengan modal tiga kata, aku bisa menuliskan cerita seribu kata dalam waktu satu jam. Jika dua jam berarti akan ada dua ribu kata. Jika kulakukan hal tersebut selama duapuluh hari berarti akan ada cerita 40.000 kata. Itu jumlah yang cukup untuk satu novel!


2. Pancingan Tiga Lagu


Tips ini aku dapatkan dari internet dan terus terang belum pernah aku coba. Tetapi, sepertinya hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan pancingan tiga kata. Prosedurnya begini:


Ambil  secara acak tiga lagu MP3  lalu dengarkan. Setelah itu kau tulis cerita berdasarkan tiga lagu tersebut.


3. Pancingan Gambar


Trik ini sering dipakai di sekolah dalam pelajaran mengarang. Guru akan menyodorkan sebuah gambar lalu murid diminta untuk menceritakan kejadian pada gambar.


Untuk menghilangkan kebuntuan menulismu, kau mungkin bisa mencoba hal yang sama. Carilah gambar yang menarik perhatianmu, mukin dari media sosial, atau koran dan majalah online. Cari yang berbentuk kejadian, misalnya sebuah perayaan, acara internasional, bencana alam. Tak perlu kau baca beritanya. Berdasarkan gambar tersebut ceritakan saja kejadian IMAGINER.


Aku yakin masih banyak tips lain yang bisa memecah kebuntuan menulis. Daripada menunggu dewi inspirasi yang tak kunjung datang, lebih baik mulai menulis. Percaya padaku, kau akan lebih lancar bercerita setelah beberapa paragraf muncul di layar atau kertasmu. Kalau kemudian sebuah ide cerita muncul dan tidak sesuai dengan pancinganmu, tak mengapa. Malah bagus. Tinggalkan saja pancingan itu dan mulai garap ide ceritamu. Tips-tips di atas hanyalah pancingan, kunci kontak agar pikiran serta inspirasimu kembali menyala.


Bagaimana, terinspirasi dan ingin mencobanya? Atau masih punya kebuntuan? Atau kau punyai tips lain untuk menyingkirkan writer’s block? Atau punya cerita tentang pengalamanmu saat terserang writers block?


Silakan tulis di kolom komentar.


Terima kasih,


Salam menulis.


R.Mailindra


P.S:   Aku menuliskan tips-tips untuk membuat cerpen dan novel menjadi sebuah cerita yang menarik. Kalau kau tertarik untuk mengetahuinya bisa di lihat di SERI MEMBUAT CERITA MENARIK


The post Macet Menulis Cerpen? Lancarkan dengan Resep Ini appeared first on R.Mailindra Blog.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on September 24, 2013 20:46