R. Mailindra's Blog, page 6

October 14, 2010

Kekuatan Komunitas

komunitas

Penulis manapun pasti ingin karyanya dibaca banyak orang. Aku yakin seyakin yakinnya, sebagian besar malah ngebet agar karyanya bisa dibukukan. Namun jalan ke sana tidaklah gampang.


Sampai sekarang, belum satu pun novelku yang berhasil diterbitkan. Penolakan sudah banyak, tapi belum sampai sepuluh kali (katanya sih harus coba paling tidak sampai ditolak 150 kali, duhhh).


Mengikuti polaku berkarir sebagai software developer, aku pun bergabung di beberapa komunitas. Jangan tanya komunitas apa, tentu saja menulis. Harus pasang kuping dan sigap mengambil kesempatan yang mungkin muncul. Dan benar, alhamdulillah, insyaAllah tahun ini 2 karyaku akan diterbitkan.


Yang pertama, sebuah novel kolaborasi dengan teman-teman dari Bengkel Novel DKJ. Ngga tanggung-tanggung novel ini digarap belasan orang. Aku dapat bagian menggarap 4 bab. Ceritanya sangat seru dan proses menggarapkan tak kalah serunya.

Kedua, kumpulan cerpen fantasi hasil lomba Fantasi Fiesta 2010. Ada 20 cerpen karya 20 penulis di sana. Cerpenku ikutan nyelip di antologi tersebut.


Ternyata slogan 'bersama kita pasti bisa' manjur untukku. Komunitas menulis jadi pintu buat karyaku diterima penerbit.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 14, 2010 17:51

November 13, 2009

Latihan: Menulis Karakter

Dua minggu yang lalu kebagian tugas untuk menulis karakter. Tugas ini adalah bentuk latihan untuk menggambarkan sebuah tokoh. Aku dapat jatah untuk menggambarkan nasib tragis seorang pengrajin perak. Susah juga ternyata. Berikut hasil yang berhasil aku buat.


Sang Pencungkil



I Wayan Candra membuka matanya lebih lebar, menatap batang-batang besi lurus yang berjejer satu setengah meter di depannya. Tidak ada motif yang muncul. Seandainya batang-batang itu terbuat dari perak, mungkin akan lain ceritanya, mungkin ia bisa melihatnya.


Tapi sebenarnya, mulanya ia juga tidak bisa melihatnya. Ia ingat saat berumur sembilan tahun bape (bapak) mengatakan akan menunjukkan sesuatu kepadanya.


"Liat cincin ini," kata bapaknya sambil mengangkat cincin perak polos di tangan kanannya. "Cincin ini sama persis dengan yang ini," lanjut bape sambil mengangkat cincin perak berukir di tangan kirinya.


Wayan memperhatikan kedua cincin tersebut. Ia berpikir apa bape sudah rabun? Jelas kedua cincin itu berbeda. Ya, memang keduanya berbentuk cincin dan sama-sama terbuat dari perak. Tapi, cincin di tangan kanan bape masih polos, tidak ada ukiran sama sekali, sedang di tangan yang satu lagi sudah penuh ukiran bunga.


Namun Wayan tidak membantah, ia diam saja mendengarkan bape mengoceh. Bape menjelaskan tentang lapisan bening yang menutupi cincin polos itu. Hari itu bape menjelaskan sangat detail apa yang dia lihat pada cincin itu, hingga Wayan sampai pada kesimpulan: kalau bape tidak benar-benar bisa melihat ukiran pada cincin polos itu, pastilah bape tukang tipu yang paling ulung seantero Bali.


"Yang harus kau lakukan hanyalah membuang dan mencongkel lapisan yang menutupi ukiran aslinya?"


Heh? Wayan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Lama ia mencoba melihat ukiran pada cincin polos itu. Membolak-baliknya, melihat dari dekat dan dari jauh, melihat sambil berjongkok, sambil berdiri bahkan sambil nungging. Dia mencoba melihat cincin itu dari segala macam posisi. Hasilnya sama saja.Dalam penglihatannya cincin itu polos—tak berukir sama sekali.


"Nah sekarang coba kau congkel lapisan bening itu," perintah bapaknya sejam kemudian.


Sudah setahun ia membantu di studio bape, namun sampai saat itu, yang ia kerjakan hanyalah pekerjaan sepele, seperti: mengambil perak, membereskan peralatan atau bersih-bersih. Sesekali ia diberi kesempatan untuk memukul-mukul perak yang telah dipanaskan. Baru kali ini ia diperintahkan untuk mengukir.


Meski tidak bisa melihat ukiran apa pun yang ada pada cincin polos itu, ia tetap mematuhi perintah bape. Tentu saja ia harus berulang kali melihat contoh cincin berukir yang telah selesai.


Ia lakukan pekerjaan seperti itu berbulan-bulan, lalu bulan berganti tahun. Ia terus berpura-pura seolah bisa melihat ukiran pada cincin, gelang atau kalung perak polos yang diperintahkan untuk diukir. Namun setiap hari Wayan masih saja penasaran untuk bisa melihat ukiran pada cincin, gelang atau kalung tersebut. Kadang ia mencoba melihat benda itu dari balik gelas, lain waktu dari tempe goreng yang bolongi. Pernah juga ia mencoba melihatnya sehabis mandi, sehabis tidur semalaman di beranda rumah, atau melihat melalui lubang pada bunga kamboja. Hasilnya duruk, nihil?ia tidak bisa melihat ukiran apa pun. Dengan semua tingkahnya itu, rasanya mustahil bape tidak mengetahui kepura-puraannya. Tapi selama bape juga pura-pura tidak tahu, selama itu pula ia akan terus berpura-pura bisa melihat ukiran.


Tahun demi tahun Wayan dengan tekun membuat ukiran seperti contoh yang diberikan. Lambat laun, jemarinya mulai lihai mengunakan peralatan untuk mengukir. Tangannya juga terampil mengukur keras atau pelannya alunan palu untuk mendapatkan hasil semirip mungkin dengan contoh-contoh yang diberikan. Akhirnya, setelah lima tahun berpura-pura, ia terkejut karena pada suatu pagi matanya benar-benar bisa melihatnya. Ia bisa melihat gelang polos di tangannya benar-benar telah terukir dengan lapisan bening membungkusnya. Ia mengerjapkan matanya, gelang itu berubah lagi ke bentuk asalnya, polos—tak berukir. Lalu perlahan ukiran-ukiran itu muncul kembali. Ukiran yang dilihatnya itu adalah motif baru, semacam gabungan motif naga dan mawar, karenanya motif itu ia namakan naga mawar. Mawar dan naga sudah sering dia ukir, tapi yang ini adalah gabungan indah dari keduanya. Naga melingkar-lingkar dengan mulutnya yang terbuka membentuk pola seperti mawar merekah.


Cepat ia mengambil peralatannya, mencungkil dan membuang lapisan yang menyembunyikan ukiran naga mawar pada gelang itu. Saat ia telah berhasil membuang semua lapisan yang menutupi naga mawar itu, ia langsung menunjukkannya kepada bape. Ia ingat betul mata serta seluruh mimik bape saat melihat gelang itu. Mata itu bersinar lebih terang dari bintang utara dan tawanya juga sangat keras, lebih keras daripada tawa saat mendengarkan guyanan bli(paman). Setelah itu, bape tersenyum dan bernyanyi sepanjang hari. Saat Wayan bertanya kenapa bapaknya terus menerus bersenandung, bape dengan enteng menjawab, karena itulah yang dilakukan oleh bapaknya dulu dan kini ia tahu rasanya. Wayan mencatat itu dalam hati. Ia butuh gambaran itu untuk dilakukannya kelak saat putranya juga berhasil melakukan seperti yang ia lakukan hari itu.


Saat berumur duapuluh tahun, Wayan memutuskan untuk membuka studio ukir sendiri. Wayan masih sering mendapat penglihatan motif-motif ukir baru. Dan saat ia berhasil mengeluarkan lapisan yang menutupi motif itu, ia akan menunjukkannya kepada bapaknya, juga kepada Ketut Sudarya, temannya yang juga memiliki studio ukir. Ia tidak pelit membaginya kepada teman, bahkan orang-orang dari kampung lain yang tertarik untuk meniru motif yang dibuatnya. Menurutnya motif itu bukan ia yang menciptakannya. Toh motif itu memang sudah ada. Yang ia lakukan cuma mencungkil dan membuang lapisan yang menutupinya. Lagi pula, ukiran adalah kerajinan tangan. Ia hanya mampu membuat sepuluh, paling banyak duapuluh buah cincin, gelang atau kalung dari motif yang sama. Barang yang dibuatnya tidak bisa banyak, kalau mau banyak cetak saja pakai mesin. Dijamin namanya akan berubah menjadi kerajinan mesin.


Ia juga tidak susah mencari pelanggan. Beberapa bulan setelah membuka studio, seorang pria berkebangsaan Amerika Serikat, Mister Richgood, bertandang ke studionya dan tertarik untuk membeli beberapa cincin, gelang serta kalung perak buatannya. Mister itu pun menawarkan kerjasama jangka panjang. Ia berjanji akan menyalurkan produk-produk buatan Wayan untuk dijual di Amerika dan Eropa. Wayan senang saja dibantu begitu. Setelah itu usahanya maju pesat. Kini ia telah mempunyai empat orang pegawai.


Namun hidup tidak hanya dibuat dari kisah-kisah indah. Yang buruk juga ada. Contohnya sepuluh bulan yang lalu dua orang lelaki yang katanya wakil dari PT Karya Teramat Indah, sebuah perusahaan pembuat perhiasan perak yang dimiliki warga negara Amerika Serikat, mengunjungi studionya. Orang itu memintanya untuk tidak lagi membuat motif naga mawar serta batu pusaka karena kedua motif tersebut telah dipatenkan di departemen HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) oleh perusahaan itu. Wayan tidak ambil pusing dengan peringatan orang itu, motif itu ia yang temukan dan telah lama pula ia buat, kenapa mesti dilarang segala. Bukan cuma dia, tapi ada beberapa belas pengrajin yang sering membuat motif itu.


Dua bulan kemudian, Ketut menemuinya, mengatakan tidak akan membuat lagi motif naga mawar dan batu pusaka karena takut masuk penjara. Ketut bilang, perusahaan itu dimiliki Robert Neddis, orang Amerika yang sudah lama tinggal di Bali dan punya banyak uang dan dekat dengan aparat dan pejabat.


Chi cing!( Anjing!) orang itu mungkin bisa menakut-nakuti Ketut, tapi ia tidak takut.

Tiga bulan berselang, seluruh pemasok perak di Bali, menolak menjual peraknya kepada Wayan. Alasannya macam-macam, mulai dari kehabisan stok sampai yang terang-terangan bilang takut menjual kepada Wayan karena adanya ancaman.


Mendapat kesulitan seperti itu, Wayan bukannya mundur, ia malah tambah kekeh untuk membuat motif naga mawar dan batu pusaka. Delapanpuluh persen kemampuan produksi studio digunakannya untuk membuat motif naga mawar dan batu pusaka. Soal bahan baku, karena ia tidak dapat membelinya di Bali, ia mencarinya di Jawa dan Lombok. Ia juga bertekad untuk tidak menyerah kepada Amerika keparat itu. Kalau orang-orang Jawa dan Lombok tidak mau lagi menjual perak kepadanya, ia akan cari bahan itu di Kalimantan kalau perlu sampai Sumatra.


Sialnya, bedebah Amerika itu juga tidak menyerah. Empat bulan kemudian, lima belas orang berpakaian preman menyatroni studio dan rumahnya pada suatu sore. Mereka menggeledahnya. Ia berusaha mencegah mereka, namun orang-orang itu galak sekali. Mereka mengancam akan memenjaranya dengan tuduhan telah menghalangi aparat. Wayan tidak berani menggunakan kekerasan. Ia mempunyai tinggi sekitar seratus enampuluh delapan sentimeter dan badannya tergolong besar di kampungnya. Tapi orang-orang yang datang itu lebih besar lagi. Kulit mereka juga lebih gelap dari kulitnya. Mempertimbangkan jumlah mereka yang banyak dan keadaan Ida, istrinya, Wayan memilih diam sambil memeluk Ida yang sedang mengandung tujuh bulan.


Wayan melaporkan kejadian itu kepada polisi keesokan harinya. Hasilnya, dua hari kemudian ia menerima surat dari polisi, mengatakan bahwa mereka menggeledah rumah dan studionya karena ia diduga telah melakukan pelanggaran hak cipta.

Aneh sekali, digeledah dulu baru ada surat perintah penggeledahan. Keanehan tidak berhenti sampai di situ, seminggu kemudian tiga orang polisi serta dua orang berpakaian preman mendatangi studionya dan memintanya untuk mengikuti mereka ke kantor polisi. Ia mencoba untuk bertanya alasannya, namun mereka mengatakan akan menjelaskannya di kantor. Jadilah ia di sini sekarang, di dalam ruangan berjeruji besi.


Wayan masih memandangi jeruji besi di depannya. Jeruji itu masih belum menampilkan motif apa pun. Mungkin jeruji itu seperti juga perak, butuh lima tahun sebelum menampilkan motif pertamanya. Wayan mendesah. Ia capek. Ia sudah tigapuluh hari di ruangan dingin dan berbau busuk ini. Minggu kemarin Ketut mengunjunginya dan bilang, setelah teman-teman yang lain tahu apa yang menimpanya, mereka berdemonstrasi di DPRD Bali?meminta bantuan anggota dewan untuk membebaskannya. Namun ketika ia bertanya apa reaksi anggota dewan, Ketut bilang dewan tidak bisa mengintervensi proses hukum.


Kleng ci nok!Babi! Proses hukum apa? Jelas-jelas dia telah dihukum bahkan sebelum mengatakan apa pun di depan sidang. Ia juga harus mengeluarkan uang untuk membayar pengacara. Kata pengacaranya, sidangnya sendiri mungkin baru di mulai tiga bulan lagi.


Dua hari yang lalu, istrinya mengatakan Mister Richgood membatalkan pesanan dan mungkin tidak akan memesan apa pun lagi karena mereka mendapatkan ancaman pelanggaran hak cipta di Amerika sana. Kali ini Wayan sudah tidak mampu lagi memaki. Sebenarnya ia ingin sekali saat itu juga pergi ke tempat Amerika biadab itu, lalu mencincangnya. Makhluk itu harus dicincang sampai benar-benar halus dan dagingnya diberikan kepada grogo, anjing kurap yang suka nongkrong di kebun belakang rumahnya. Tapi ia harus pastikan daging cincang bule itu benar-benar halus supaya gusi grogo tidak terluka saat mengunyahnya.


Namun Wayan tidak memaki, ia malah diam. Ia tahu marah tiada gunanya. Bule dedemit itu telah melumatkannya dari segala penjuru. Tidak ada yang bisa ia lakukan, jadi ia hanya memeluk Ida yang sedang mengandung anak pertamanya lalu membelai-belai punggung Ida hingga bisa merasakan tetesan hangat di dadanya?tempat Ida menyandarkan kepalanya sambil terisak.


Wayan termenung sambil memandangi jeruji besi yang masih saja polos. Tapi mungkin itu bagus juga karena bisa jadi setelah keluar dari tempat keparat ini ia tidak bisa lagi melihat motif apa pun pada cincin, gelang atau kalung perak polos. Namun, jika pun masih bisa, ia ragu, apa masih berani untuk mencungkil dan membuang lapisan-lapisan yang menutupinya.

[]

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 13, 2009 20:02

October 30, 2009

Latihan: From Abstract To Concrete 1

bruceleeBelajar menulis fiksi, seperti halnya mempelajari skill yang lain, seharusnya memerlukan latihan rutin.

Hasil yang bagus didapat dari latihan yang keras. Semakin bagus hasilnya, pasti semakin keras latihan yang telah dilakukan pemiliknya.

Tidak percaya? lihat saja latihan para atlet.


Dalam mengasah kemampuannya, para atlit melakukan sejumlah latihan dasar bertahap.

Misalnya beladiri: ada latihan pukulan, tendangan dan seterusnya.

Lalu tenis lapangan: ada latihan forehand, backhand, poly, service, dan seterusnya.

Mereka lakukan itu semuanya sebelum masuk ke tahap latihan tanding.


Belajar menulis seharusnya juga demikian, ada dasar-dasar yang harus dilatih.

Dalam satu sesi pelajaran di Bengkel Penulisan DKJ 2009, mentor kami memperkenalkan kami dengan latihan mengkonkretkan konsep abstrak.

Menurutnya, konsep abstrak seperti cinta, benci, dendam, marah, iri, dengki, jika dimasukkan dalam deskripsi cerita akan membuat cerita menjadi samar dan menjemukan. Lebih jauh, penulis yang membuatnya bisa di golongkan penulis yang malas.

Fiksi, menurutnya adalah bersifat konkret. Fiksi tidak menceritakan tentang cinta, tapi menceritakan tentang tindakan-tindakan orang jatuh cinta, putus cinta, dan lain-lainnya.




Nah, latihan mengkongkretkan konsep abstrak ini seperti bermain-main tebakan. Kita menuliskan suatu konsep tanpa memasukkan kata tersebut atau kata yang bersinonim dengan kata tersebut lalu lihat apakah pembaca bisa menangkap konsep tersebut.


Berikut latihan yang saya lakukan.



1. Mendamba/Sangat menginginkan sesuatu


Ide: Seorang yang mendamba akan terus menerus mengingat hal atau barang yang dia inginkan. Jika itu sebuah barang, maka ia akan secara rutin mendatangi barang tersebut meski hanya untuk melihatnya saja.


Berikut pengembangan dari ide tersebut:


Lelaki itu berjalan lagi ke bagian belakang sambil membelainya—mengikuti lekuk-lekuk itu.

Busyet dah, mulus banget, pikirnya.


Perempuan cantik itu tersenyum.


Ia mundur dua langkah lalu memandangi keindahan di depannya—dari atas ke bawah, lalu depan ke belakang—sambil menggelengkan kepala.


Kalo tidak ada orang lain di sini, pasti aku akan memelukmu dan menciummu sepuas-puasnya. Lalu aku akan mendudukimu dan membelai-belai interiormu. Tahu kah kau, berbulan-bulan aku memikirkanmu. Menempelkan gambarmu di dinding kamarku juga menjadikan fotomu sebagai wallpaper notebookku.



"Gimana mas?" tanya suara merdu perempuan itu.

Lelaki itu tersenyum.

"Mumpung Porsche baru masuk ke sini, jadi kita punya harga khusus," kata perempuan itu sambil menyodorkan selembar kertas.


Pria itu mengambilnya, melihat angka-angka yang tertera di kertas itu lalu menelan ludah—persis seperti yang dia lakukan dua minggu sebelumnya, dan dua minggu bulan sebelumnya dan sebelum-sebelumnya.



2. Dengki



Ide: Seorang yang dengki, tidak senang melihat tetangganya atau orang lain mendapatkan sesuatu. Ia ingin hal yang didapat orang lain itu hilang dan kalau mungkin berpindah ke tangannya.


Berikut pengembangannya:


Bu Marbun melihat lagi dari jendela kamarnya. Ini sudah ketiga belas kalinya dalam satu jam terakhir ia melihat melalui jendela itu sebuah mobil berwarna hitam mengkilap parkir di halaman rumah bu Arsya—tetangganya. Setiap kali selesai melihat, ia memonyongkan mulutnya lalu menggumamkan kata-kata yang tidak jelas.

Belagu, sok pamer. Alah pasti mobil kreditan atau mungkin suaminya baru korupsi lagi? Mudah-mudahan besok tuh mobil nabrak, trus jatuh ke kali dan langsung meledak.



Sesekali ia memukulkan kepalan kanannya ke tangan kirinya, lalu berjalan menjauhi jendela hanya untuk kembali lagi dan mengulangi hal tersebut beberapa menit kemudian.


Pembantunya yang melihat ulah majikannya itu jadi menggeleng-gelengkan kepala—meski sembunyi-sembunyi, karena kalo ketahuan pasti 'disemprot' dan kalo lagi apes bisa dipotong gajinya. Seingatnya sudah dua hari ini majikannya itu ngedumel tak karuan dan terus menerus melihat ke jendela, memandang mobil baru milik bu Arsya, tetangga paling kaya di komplek.

Majikan yang aneh, padahal baru empat bulan yang lalu ia membeli mobil, masa sih pengen beli lagi?



3. Cantik



Ide: Lelaki yang melihat perempuan cantik akan terpesona.


Berikut pengembangannya:


Saat gadis berleher jenjang, berambut hitam sebahu, bermata bulat sebening kristal dan hidung berlekuk indah, itu keluar dari pintu cafe, dua pemuda yang duduk di bawah tenda—dua meter dari pintu cafe—bersamaan menatapnya.


Gadis itu melenggok, seperti peragawati Paris memamerkan pakaian musim panas di atas catwalk, melewati mereka. Wangi mawar menyebar. Lalu angin nakal menyenggol dan menyibak rambutnya hingga sang gadis terlihat seperti sedang berakting di dalam film-film Hollywood.


Semua itu tak lepas dari pandangan kedua pemuda itu. Mereka menatapnya lekat seolah takut gadis itu akan lenyap ditelan bumi jika mereka berkedip.Mulut keduanya juga tampak terbuka. Kalau saja saat itu ada gerombolan lalat yang mencari sarang, mungkin mereka akan sudi mampir ke dalam mulut keduanya. Jakun pemuda yang duduk di sebelah kiri naik turun seperti tak henti-hentinya menelan makanan.



Saat perempuan itu telah berbelok dan menghilang di tikungan, pemuda yang duduk di pojok kiri menatap temannya,

"Apa di surga ngga ada cafe sampe bidadari harus dateng ke sini?"

Mendengar itu, temannya balas memandang,

"Gue tadi sampe ngebungkuk, ngeliat ke bawah."

"Ngapain? Mau ngintip?"

"Bukan, pengen mastiin dia nginjek tanah!"



Yah, masih jauh dari bagus. Masih butuh banyak latihan. Bukankah practise make perfect? But I know, I'll never perfect, never!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 30, 2009 19:35

October 20, 2009

Writer's Block: Kunci Kontak

writerblockWriter's Block atau kebuntuan saat menulis merupakan salah satu penyakit yang ditakuti oleh penulis.

Akibat dari sindrom ini jelas: Tidak ada hal yang bisa ditulis.

Kalo dibiarkan lama, minat bahkan kemampuan menulis bisa menurun bahkan hilang.



Seingatku aku pernah ngalamain sindrom ini selama dua bulan, dan selama itu, tidak ada yang aku tulis. Kemudian ada lomba kecil-kecilan yang diadakan temen dan aku pengen ikutan. Saat mencoba menulis aku terkejut tidak ada ide yang bisa keluar dan kalo dipaksain, kata-kata yang keluar jadi aneh dan tersendat-sendat. Akhirnya aku nyerah dan tidak ikutan lomba itu. Sedih? iya, tapi yang lebih menakutkan lagi, aku menyadari bakal kehilangan minat dan kemampuan menulisku.


Kalo dicari di internet, ada banyak tips untuk keluar dari penyakit ini, mulai dari istrahat, tidur, mandi, kerjakan aktivitas lain, dan lain sebagainya.

Tapi ada juga yang menyarankan, meski terkena sindrom ini, disarankan untuk tetap menulis. Biasanya tips ini langsung diserbu sanggahan, wong ngga tau apa yang mau ditulis, eh malah disuruh nulis. Tips yang aneh :) .

Tapi tips ini bener, biar dilanda Writer's Block, tetep harus nulis. Masalahnya bagaimana dan apa yang mau ditulis kalo lagi buntu.


Aku menemukan tips yang kudapat dari mentorku di bengkel penulisan DKJ ditambah beberapa dari internet.


Tips-tips ini berguna kalo kita pengen membuat cerita tapi tidak tahu mau menulis tentang apa.

1. Ambil tiga kata secara acak. Bisa yang kamu ingat, atau kebetulan lihat, lalu buat cerita yang MENGANDUNG ketiga kata itu. Tips ini dicobain di kelas, dan hasilnya bener-bener di luar dugaan.

Kami disodorkan tiga kata: Peri, Cinta, Merah Jambu dan diberikan waktu sekitar lima menit untuk membuat cerita yang mengandung tiga kata itu. Meski tidak banyak yang kutulis dalam lima menit, aku bisa membuat adegan awal yang mengandung tiga kata itu. Lalu di rumah diminta untuk mengembangkannya menjadi satu cerita. Aku ikuti. Dalam waktu kurang dari satu jam aku bisa tuliskan cerita ini :



Peri Cinta

Peri cinta, dengan wajah tertunduk, membuat langkah­langkah panjang menyusuri lorong

Istana Langit. Ia melangkah begitu cepat hingga mengabaikan hormat yang diberikan oleh

para penjaga. Saat telah mencapai gerbang singgasana, ia berhenti sesaat untuk menarik

nafas.

"Hadapkan aku kepada Kaisar," ucapnya kepada kepala penjaga.

Kepala penjaga melemparkan tatapan aneh kepadanya. Saat ia membuka mulutnya, peri

cinta mengangkat tangan kanannya, " Lakukan saja, segera! Ini darurat."

Kepala penjaga menutup kembali mulutnya—mengurungkan niatnya untuk bertanya. Ia sadar

sesuatu yang sangat penting pasti telah terjadi karena tidak setiap hari peri cinta

menunjukkan wajah pucat dan ketakutan. Peri cinta biasanya selalu tersenyum hangat,

menyebarkan perasaan damai dan bahagia kepada yang melihatnya. Namun hal itu tidak

terjadi hari ini.

"Tunggu sebentar," kata kepala penjaga yang lalu masuk ke ruang singgasana.

Ketika kembali, ia mempersilahkan sang peri untuk langsung menghadap kaisar.

"Kau tampak tak biasa hari ini, ada apa?" tanya kaisar saat sang peri selesai

memberi hormat.

"Gawat Paduka, telur cinta … ," katanya.

Ia berhenti sesaat dan terlihat ragu menyelesaikan kalimatnya. Jeda itu memang hanya

sekejap, namun dalam waktu yang sangat singkat itu kegundahan sang peri menyebar dan

menyengat begitu kuat.

Kaisar menatap tajam. Ia menahan diri—memberi kesempatan kepada peri cinta untuk

menyelesaikan kalimatnya. Namun, tanpa bisa ditahannya, kegundahan sang peri perlahan

menyengatnya.

"…Telur cinta Paduka," ulang sang peri, "Telur cinta telah berubah menjadi

hitam."

Deg!

Mata kaisar sedikit membesar dan tubuhnya menegang. Ia tahu ini pertanda buruk. Telur

cinta seharusnya berwarna merah jambu dan telah berabad­abad lamanya telur itu selalu

berwarna merah jambu—menandakan cinta dan kebencian berada dalam keseimbangan.

Hitam seperti halnya putih adalah dua kutub ekstrim yang hampir mustahil untuk tercapai.

Saat telur cinta berwarna putih, telur itu memberi tahu bahwa seluruh manusia sedang diliputi

cinta dan kasih sayang. Tiada lagi rasa benci di hati mereka. Sebaliknya hitam, memberi tahu

para penghuni langit bahwa kebencian sedang merajai manusia.

Mungkinkah telur itu salah? Pikir kaisar. Tapi selama berabad­abad telur itu tidak pernah

salah?

Ada setitik keraguan di ujung pikiran kaisar tentang keakuratan telur cinta, karena sebenarnya

telur itu hanya memantau satu miliar sampel di dunia. Namun selama berabad­abad telur itu

tidak pernah salah. Hanya kaisar dan peri cinta yang tahu manusia­manusia yang menjadi

sampel, jadi mustahil dalam waktu yang bersamaan seluruh sampel dihinggapi kebencian.

"Apakah telah hitam sempurna," akhirnya kaisar bersuara setelah lama diam.

"Belum Paduka. Namun perkiraanku hanya tinggal beberapa ribu sampel saja

yang belum tertulari rasa benci."

Gawat, pikir kaisar. Saat dunia tidak dalam keseimbangan maka kehidupan di

langit juga akan demikian. Ia harus segera bertindak.

­o0o­

Dalam murung, peri cinta berjalan perlahan menyusuri lorong istananya. Setelah berbelok ke

kiri, ia akhirnya sampai di ruang kerjanya. Peri cinta berhenti dan menatap sosok berjubah

gelap yang berdiri lima meter di depannya. Sosok itu berwajah keras dengan jubah hitam

terbuat dari logam metrinol. Pedang panjang terselip di pinggang kirinya, memperkuat citra

gagahnya. Seharusnya sosok itu tidak disini. Istana ini bukan tempatnya.

"Ares," katanya.

Ares, sang dewa kebencian melangkah mantap ke arahnya. Matanya menatap lurus ke arah

peri cinta dengan ekspresi sedingin malam.

"Apakah dia telah mengetahuinya?" tanya Ares tanpa melepaskan

pandangannya.

Sang peri mengangguk lemah, menunduk, mencoba menghindar dari tatapan Ares. Guratan

kesedihan tergambar jelas di wajah peri cantik itu. Bagaimana tidak, selama berabad­abad

dia berhasil menebarkan cinta ke penjuru dunia, hingga pengaruhnya dan pengaruh

kebencian selalu berada dalam keseimbangan. Namun kini keadaan telah berubah. Sang peri

tak yakin bagaimana harus bersikap.

Ares semakin mendekat.

Peri cinta mengangkat wajahnya dan matanya yang bulat dan indah menatap lekat Ares. Ia

adalah peri yang selalu menebarkan cinta dan kebahagian ke penjuru dunia. Dihadapannya

berdiri dewa kebencian yang menjadi sisi lain dari keseimbangan dunia. Mereka berada pada

dua sisi yang berseberangan. Mereka seharusnya tidak berada disini, di tempat yang sama.

Ares akhirnya berada tepat dihadapan peri cantik itu.

Tatapannya menghujam langsung ke dalam mata sang peri. Mata mereka beradu. Tak ada

kata yang terucap saat itu, namun mereka bisa saling mendengar perdebatan sengit batin

mereka. Saat Ares mengangkat kedua tangannya, peri cinta telah memeluknya. Perlahan

rasa gundah menguap dan digantikan oleh kehangatan cinta. Dalam sekejap aura cinta

kembali menyelimutinya.

Tanpa perlu bertanya, Ares tahu kegundahan itu. Ia balas mendekap erat sang peri.

"Kita saling membutuhkan kekasihku," kata Ares, "Segera setelah kurebut tahta

langit, berdua kita akan memimpin kerajaan ini."

Peri cinta hanya diam dalam pelukan Ares. Untuk sesaat ia ingin melupakan segala

pertentangan yang ada. Saat­saat seperti ini sangat sukar didapat. Karenanya ia tidak ingin

menyia­nyiakannya.

Cinta selalu butuh pengorbanan dan dalam cinta segala rahasia harus dibuka, pikir sang peri.

Namun, ketika ia kembali teringat akan kaisar, perasaan bersalah kembali mengental dalam

hatinya. Tidak diragukan, ia telah menghianati kaisar langit dengan memberitahu Ares

segalanya. Ia tahu, Ares pasti menggunakan informasi itu untuk meraih ambisinya. Namun,

jika ingin bersatu dengan kekasihnya, ia harus berjuang menyingkirkan perasaan itu.

Cinta selalu butuh perjuangan.

Ares mempererat dekapannya, seolah ingin mengungkapkan terima kasih atas segala

pengorbanan sang kekasih. Hanya karena bantuan peri cinta, ia bisa menjalankan

rencananya. Berbulan­bulan ia telah menyebarkan kebencian kepada para manusia yang

diamati oleh telur cinta. Namun, betapa keras pun Ares berusaha, tetap ada puluhan ribu

manusia yang tidak dapat dipengaruhinya. Mereka adalah manusia­manusia kuat yang selalu

menjaga hatinya, menyingkirkan kebencian dari diri mereka. Manusia­manusia itu sanggup

menggunakan kekuatannya tanpa rasa benci sebagai motivasinya. Hal itu membuat Ares

tidak mampu untuk membuat telur cinta berwarna hitam sempurna. Dan jika belum hitam

sempurna, kekuatan kaisar langit masih belum bisa dikalahkannya.

"Apakah dia akan bertindak?" tanya Ares.

Peri cinta melepaskan pelukannya. Ditatapnya wajah Ares.

"Aku tak tahu."

"Aku harus pergi," kata Ares yang lalu berbalik meninggalkan peri cinta menuju

pintu rahasia istana cinta.

­o0o­

Peri cinta termangu menatap pemandangan kerajaan langit dari balik jendela ruang kerjanya.

Semuanya tampak tenang dan damai. Namun ia sadar, sebentar lagi kekacauan akan

bergulung menghantam.

Demi cintanya, ia telah mengatakan rahasia telur cinta kepada Ares. Kekacauan mungkin

akan terjadi di dunia, tapi tak pernah terlintas dalam pikirannya kekacauan akan merambah

ke kerajaan langit. Ia yakin sekali, telur cinta tak akan pernah hitam sempurna. Dan sebelum

hitam sempurna, Ares tak akan punya nyali untuk menyerang kaisar.

Kini, tampaknya ia harus mengakui kesalahannya. Ares memang ahli strategi ulung. Ia pasti

telah memperhitungkannya. Segera setelah kaisar mengetahui ketidakseimbangan kekuatan

di dunia, ia akan membagi­bagikan kekuatannya kepada pasukan langit untuk

menyeimbangkan dunia. Dan saat para pasukan telah dikirim ke dunia…

"Ah," sang peri berdesah gundah, tak berani membayangkan apa yang akan terjadi saat Ares

dan pasukannya menyerbu istana langit.

Semua ini salahnya. Semua ini salah cinta. Cinta yang membuat kekacauan ini terjadi.

[]

Ronny Mailindra

Jakarta, 5 Oktober 2009


Dengan modal tiga kata, aku bisa tuliskan seribu kata dalam waktu satu jam, kalo dua jam berarti dua ribu kata dan kalau sebulan melakukan itu selama duapuluh hari berarti 40.000 kata. Itu jumlah yang cukup untuk satu novel!


2. Ada yang menyarankan mengambil secara acak 3 buah lagi MP3 di komputer, lalu mendengarnya. Setelah ini tulis cerita berdasarkan tiga lagu itu. Aku belum coba ini, tapi sepertnya menarik.


3. Ambil sebuah gambar, entah gambar apa saja, lalu coba ceritakan apa yang dilihat pada gambar.


Aku yakin masih banyak tips lain yang bisa memecah kebuntuan menulis. Daripada menunggu dewi inspirasi yang tak kunjung datang, mending mulai menulis dan yakinlah sang dewi akan datang begitu kita telah mulai menulis.


Tips-tips di atas hanyalah kunci kontak agar kita mulai menulis dan memancing pikiran serta inspirasi untuk muncul.

Selamat mencoba.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 20, 2009 05:52

October 15, 2009

Blog Baru Lagi

Setelah punya beberapa blog (dan ngga pernah diupdate, :) ), sekarang aku ini aku pengen punya blog baru.

Loh apa bedanya dengan blog-blog mu yang lain? Bedanya, blog yang ini hostingnya aku bayar sendiri :)

Aku merencanakan untuk nulis tentang dunia tulis menulis di blog ini.

Bismillahirahmannirahmim … semoga aku bisa konsisten.

Ammin.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 15, 2009 05:37