Benny Rhamdani's Blog, page 30

June 19, 2015

Instagram Jual Bayi Murah Bikin Heboh






Mungkin pembuat akun ‘JUALBAYIMURAH’ di Instagram ini hanya iseng belaka. Bisa jadi memang membuatnya untuk mencari popularitas. Saat saya melihatnya, terpampang enam foto bayi sebagai postingan. Folowers sudah mencapai 154 user. Namun begitu banyak yang memprotes setiap postingan.  
Akun yang tidak jelas pemilknya ini ini memuat kata TRUSTED di ruang yang biasa diisi biodata, lalu tulisan ,”Ambil  bayi langsung melalui panti asuhan.” Alamat sebuah  panti asuhan di bilangan Jakarta Timur pun tertulis, disertai nomor telepon.
Tentu saja orang yang membaca tidak akan percaya dengan akun ini mentah-mentah. Bagaimana mungkin kegiatan illegal mencantumkan nama dan alamat lengkap? Pembuat akun bisa saja dijerat pasal pencemaran nama baik jika terbukti salah.
Tanggapan di setiap postingan bernada protes dan menyalahkan pembuat akun. Akun  Instagram mayangsmiths menuliskan,”Jahat banget sih loe. Siapapun yang punya account ini apa sih maksud bikin kyk gini.”
Akun Instagram ekaanandaa menulis,”Ya Allah, bayi itu dirawat bukan dijual belikan gini.”
Beberapa akun malah langsung mention akun kepolisian dan pejabat daerah. Malah sampai ada yang mention Dedy Corbuzier agar ditayangkan di TV.

Dan belum lama berselang, di Path mulai tersiar kabar bahwa ada seorang ibu memprotes keras akun tersebut karena telah memakai foto anaknya. Sebagai korban, dia mengharap akun tersebut segra ditutup. “Dan ini pelajaran bagi orangtua untuk berhati-hati posting foto anak di media social,” tulisnya.
^_^
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 19, 2015 20:23

Shah Rukh Khan & Amitabh Bachchan Ucapkan Selamat Ramadhan Lewat Twitter


Menyambut bulan puasa yang istimewa ini, para selebritis Bollywood juga mengucapkan selamat kepada para penggemar mereka yang beragama Islam. Tak hanya Shah Rukh Khan yang juga seorang muslim, bahkan aktor gaek Amitbh Bachchan yang beragama hindu pun turut mengucapkan selamat Ramadhan.
King Khan yang terkenal di Indonesia karena film Kuch Kuch Hota Hai, mengucapkan pesan mendalam : ..  melihat ke dalam dan menantang diri, ego, di mata kita sendiri, seperti orang  lain melihat kita.
Sementara Amitabh Bachchan mengucapkan salam perdamaian di dalam salam Ramadhannya melaui Twitter. AKtor ini memang memiliki kedekatan dengan para fansnya yang juga umat islam.



Sementara itu, aktor ganteng Arjun Rampal juga mengucapkan salam Ramadhan dengan pesan; waktunya merefleksi diri dan mendekatkan diri, jika mendapatkannya akan semakin dekat dengan Tuhan.

Selebritis lain yang membagikan salam Ramadhan di Twitter adalah Madhuri Dixit dan putra Amitabh Bachchan, yakni Abishek Bachchan.
Seperti diketahui, India merupakan negara mayoritas Hindu. namun demikian banyak selebritis Bollywood beraga Islam seperti Aamir Khan, Shah Rukh Khan, Salman Khan, dan masih banyak lagi. Para penggemar mereka yang tersebar di segala penjuru dunia juga banyak yang muslim, termasuk dari Indonesia.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 19, 2015 01:13

June 18, 2015

Menikmati Sensasi Sate Bulayak di Lombok



Setiap acara dinas, ada dua jenis cara makan jika menginap di hotel. Ada yang makan pagi saja, ada yang dari sarapan sampai makan malam harus di hotel. Saya sebanrnya cenderung makan pagi saja yang di hotel. Seperti ketika dinas ke Mataram, Lombok. Dengan begitu saya bias wisata kuliner khas Lombok tapi takut kekenyangan.
Alam itu saya diajak teman saya yang pernah kuliah di Mataram, Subhan, untuk mampir ke kawasan Jalan Udayana. Saya melihat sisi kanan dan kiri jalan dipenuhi cahaya remang-remang lilin dan juga kedai-kedai kaki lima makanan.  Sekilas seperti kawasan orang mojok. Dan memang saya melihat beberapa di antaranya.
Kami  akhirnya berhenti masih di sisi badan jalan. Terpaksa karena tak ada tempat parkir. Sepetrinya semua juga begitu. Kami berhenti tak jauh dari air mancur bercahaya sehingga tak terlalu remang-remang. Ngapain coba cowok berempat ke tempat remang-remang … hahahaha.
Kami akhirnya mengambil tempat duduk lesehan. Ya, karena memang semuanya lesehan, di alam terbuka, di halaman berumput milik kota. Nggak kebayang deh kalau tiba-tiba gerimis atau hujan. Tak lama kemudian seorang pria datang menanykan pesanan. Kami memutuskan untuk memesan sate bulayak, ada yang sate ayam, sate sapi, dan campur. Saya pilih sate ayam karena lebih cocok.
Man, penjual sate bulayak, mengaku sudah lima tahun. “Di sini biasanya paling ramai kalau malam Minggu,” katanya sambil membakar sate pesanan saya.


Tak lama kemudian pesanan kami mampir di meja. Tusukan daging satenya nyaris tak berbeda dengan sate ayam umumnya. Yang membedakan mungkin bmbu satenya. Kata Man, bumbunya dibuat dari kacang kedelai yang disangrai dan ditumbuk. Tapi menurut lidah saya sih masih ada rasa kacang tanah. Bisa saja dicampur. Oh, iya ada potongan jeruk nipis yang bisa diperas ke bumbu.
Nah, kemudian saya mencomot bulayak yang menjadi cirri khasnya. Bulayak ini sejenis lontong khas Lombok. Tapi dibungkus berbeda, bukan dengan daun pisang. Kata Subhan, pembungkusnya dari daun lontar. Mungkin benar, karena saya tidak bisa membedakan dengan daun kelapa. Saya pernah menemukan lontong jenis ini tapi ukurannya lebih kecil dan ada kacang kedelai di dalamnya.
Saya dikasih tahu untuk membuka bulayak jangan langsung seluruhnya. Cukup seperempat dulu, lalu dicocolkan ke bumbu sate, baru memakannya … rasanya memang berbeda dengan lontong sate yang dipotong-potong lebih dulu.  Nah, baru kemudian melahap daging sate. Sedikit repot karena harus berganti megang bulayak dan sate. Mungkin kalau tangan kanan pegang bulayak dan tangan kiri pegang sate lebih praktis. Tapi kan memegang makanan dengan tangan kiri itu sulit.
Disertai angin kota Mataram,  di bawah langit berbintang, serta suara gemercik air mancur, akhirnya saya bisa menghabiskan satu porsi sate ayam, tapi bulayaknya bersisa dua dari lima bungkus. Perut terlalu kenyang soalnya.

Untuk yang belum pernah mencobanya, kalau ke Lombok carilah kawasan ini. Sensasinya berbeda makan sate bulayak di remang-remang begini. Bahkan untuk motret makanannya pun harus pakai flash. Dan pastinya, satu porsinya nggak mahal-mahal amat. Masih jauh di bandingkan seporsi ayam goreng Amerika.
^_^
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 18, 2015 20:43

June 17, 2015

Mencicipi Martabak Bolu Bandung





Di kota Bandung, persaingan kuliner jenis martabak memang sangat ketat. Banyak jenis dan brand martabak yang sangat populer dan melegenda.  Sebagai penggemar maratbak, hal ini sangat menguntungkan.
Kemarin malam saya coba menyambangi kedai martabak yang memiliki menu khasnya yakni martabak bolu. Jika kita menyusuri Jalan Cipaganti, kedai ini bisa ditemukan di sisi kiri. namanya Martabak Bolu Liana. Kedainya cukup ramai karena di sana pula terdapat kedai iga bakar dan bakwan malang yang beken.
Saya langsung bertanya kepada pria penjual, jenis martabak yang sering dipilih pembeli. Menurutnya, orang yang datang ke sana membeli maratabak bolu karena memang menjadi ciri khasnya. Yang membedakan maratabak bolu dangan martabak lainnya adaonannya yang membuat daging martabak terasa lebih lembut seperti bolu.
Jujur saja, saya bukan penggemar bolu. Jadi sebenarnya justru saya nggak penasaran mencicipinya. Tapi apa sal;ahnya mencoba. Di daftar menu ada berbajai jenis martabak manis dan asin. Ada juga pilihan martabak asin (telur) rica dengan tingkat kepedasan berbeda. Isi martabak manis pun beraneka rasa. Ya, ini kan emang sudah biasa di manapun.
Sambil menunggu pesanan saya, maratabak manis dan asin, saya duduk di dekat dapurnya. Hidung saya mencium bau tak sedap yang menguap dari selokan. Tapi saya lihat banyak orang tetap menyantap iga di kedai tersebut. Kalau saya mungkin sudah tak berselera. 
Setelah satu antrean, alhirnya martabak pesanan saya beres. Tampak menggiurkan. Saya pun membawanya dan memakan dua jenis martabak itu di rumah. Rasanya .... voila!
Martabak manisnya, benar-benar lembut dan membuat saya merem melek menikmatinya. Adonannya nyaris sama dengan martabak-martabak premium di Bandung. Isiannya juga tak kelah sedap. Saya memilih isian cokelat kacang. Rasa cokelatnya hampir mendominasi. Itu saya suka. Butiran tumbukan kacangnya pun pas. Nggak mengganggu saat memakannya. Tahu sendiri, kalau makan martabak paling sebal jika ada kacang yang samapai nyangkut di geligi.
Martabak asinnya dengan isian daging ayam dan sapi juga terasa nikmat. Menurut saya inilah martabak asin yang pas asinnya dengan lidah saya yang terbiasa diet garam. Potongan daging ayam dan sapi berbaur, walau kadang saat mencoba menikmati rasa daging sapinya lebih dominan. San paling penting adalah campuran daun bawang yang membuat martabak asin ini terasa pas dengan selera saya.
Mungkin yang tak cocok dengan saya adalah saosnya yang menggunakan saos sachet. Memang ada acar. tapi saya lebih suka jika penjual martabak asin, menyiapkan sendiri sausnya. Entah apapun jenisnya. Terasa lebih khas.
Buat penggemar martabak, saya rekomendasikan datang ke tempat ini. Cuman jangan kecewa kalau susah parkirnya, Saya saja sampai parkir di badan jalan saking ramainya. Maklum, martabak ini sudah mulai buka sejak 1996 dan sudah menjual jutaan martabak.

^_^

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 17, 2015 19:12

June 15, 2015

Mencicipi Pedasnya Nasi Balap Puyung






Ketika di perjalanan dari Bandara Lombok Praya ke hotel di Mataram, perut saya sudah sangat keroncongan. Teman saya, Subhan, tiba-tiba mengirim pesan agar saya minta kepada supir diantar ke warung nasi balap puyung.
Membaca namanya yang unik, saya langsung menyampaikan pesan itu ke supir yang menjemput saya di bandara. Si supir langsung mengiyakan dan menancap gas menuju tempat makan itu. Seperti apakah? Saya sendiri hanya membayangkan, mungkin semacam rumah makan Ampera begitu kalau di Bandung.

Tahu-tahu mobil berhenti di sisi jalan tepat di depan deretan toko dan rumah makan. Tertulis papan nama di depan salah satu kedai makanan Nasi Balap Puyung Inaq Esun. Kami pun segera turun menemui penjaga resto, memesan makanan yang yang saya inginkan.

Saya pun selfie sebentar dan mengirim foto ke Subhan. Responnya di luar dugaan. "Itu tempatnya bukan yang asli. Soalnya yang asli masuk ke perkampungan," tulisnya.
Ya sudah. Toh makanannya sama saja. yang punya dan merknya pun sama. Mungkin ini memang sudah rejeki kami dan penjaga kedai ini. Apalagi perut sudah lapar.
Saya masih malas browsing kuliner satu ini. Ditunggu saja kejutannya. Dan ... voila!
Sepiring nasi di atas daun pisang tiba di hadapan saya. Nasinya sudah dicampur dengan ayam suwir bumbu pedas nan kering, udang kering dan kacang kedelai. Rasanya? Jujur saja saya kurang begitu suka dengan lauk nasi yang keras, jadi makan nasi rames ala Suku sasak ini benar-benar tantangan buat saya. Ya, suwir ayamnya, juga kacang kedelainya. Jadi makannya harus pelan-pelan takut gigi saya yang sudah rapuh pada rontok.
Tantangan kedua adalah pedasnya yang tiada tara. Bahkan disiram teh botol pun tetap menyengat. Cara menetralisir pedas di mulut adalah dengan makan kerupuk. Kebutulan ada kerupuk disediakan di kedai ini.
Di dekat saya terlihat warga lokal menetralkan rasa pedas nasi balap puyung dengan makan es campur. Mungkin saya harus mencobanya lain kali. Untuk kai ini cukup dulu. Khawatir juga sehabis makan yang pedas disiram yang dingin-dingin, perut malah nantinya melilit.
Harga nasi balap puyung itu relatif murahlah. Masih di bawah harga nasi padang.Buat yang suka masakan pedas, hukumnya wajib mencicipi kalau ke Lombok. Hah! Namanya saja sudah Lombok, pasti masakannya sepedas lombok.
Oh iya, soal namanya yang unik, konon dulu namanya Nasi Balap saja. Karena dijual di pelabuhan atau terminal, sehingga dijual terburu-buru seperti balapan. Tapi ada juga yang bilang dulunya memang ada penjual nasi tinggal di Desa Puyung. Dia memiliki keturunan yang pembalap. Maka lahirlah nama Nasi Balap Puyung Inaq Esun. Apapun itu, sebaiknya memang segera dipatenkan saja. Jangan sampai nanti tiba-tiba nasi ini diklaim juga sama negara tetangga ... hehehe
foto-foto: Benny Rhamdani




 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 15, 2015 20:03

June 14, 2015

Manfaat Kolak Pisang untuk Kesehatan



Salah satu hidangan yang kerap disajikan di meja makan saat ebrbuka puasa adalah kolak. Dan dari sekian jenis kolak di Indonesia, yang paling popular dan mudah ditemukan adalah kolak pisang. Bisa jadi karena mudah pembuatannya, dan juga besar manfaatnya.
Para pakar gizi menyebutkan, di dalam buah pisang banyak sekali  terkandung bahan-bahan yang snagat dibutuhkan tubuh manusia, seperti kalsium, lemak, kalium mineral, vitamin, karbohidrat, serta protein. Namun demikian harus juga diperhatikan, misalnya untuk ibu hamil.
Pisang mengandung asam folat yang juga diperlukan janin buat tumbuh kembangnya di dalam perut ibu hamil. Satu buahpisang mengandung 800 - 1.000 kalori. Oleh karena itu seorang ibu hamil sebainya hati-hati  mengonsumsi pisang. Jangan terlalu berlebihan
Satu buah pisang mengandung sekira  500 mg kalium. Dengan kandungan kalium sebesar ini, pisang akan membantu menurunkan tekanan darah sekaligus menjaga ekuilibrium cairan di dalam tubuh orang yang  mengonsumsinya.  Jadi untuk penderita hipertensi seperti saya, makan kolak pisang ini cocok banget.
Di bulan puasa, biasanya beberapa penderita maag sangat cemas. Tenang , pisang merupakan  alternatif pengobatan murah, namun sangat bermanfaat.  Jadi aman-aman saja, dan malah disarankan buka puasa pakai kolak pisang nih. Manfaat pisang buat asam lambung sudah teruji  di berbagai penelitian.
Nah buat yang menderita anemia juga nggak perlu khawatir di bulan puasa. Ternyata  pisang pun bisa dikonsumsi buat mengatasainya kok.. Pisang mampu merangsang tubuh buat meningkatkan produksi hemoglobin. Jika hemoglobin meningkat, maka masalah kurang darah pun akan teratasi.
Banyak orang malas makan kolak pisang  saat puasa karena katanya bakal sembelit. Itu mitos. Salah satu kegunaan pisang justru buat mencegah sembelit. Pisang mengandung serat nan tinggi dan berguna buat menetralkan kerja fungsi pencernaan.
Buat blogger atau pekerja kreatif yang biasanya moodnya menurun di bulan puasa nih, makan saja kolak pisang.  Pisang mengandung protein tryptophan. Protein ini bisa berubah  menjadi serotonin yang berguna  buat memperbaiki mood, menjadi lebih rileks.

Nah, jadi kalau di mana-mana ada yang menyodorokan kolakpisang buat buka puasa, jangan ditolak ya. Jangan bilang bosan. Masak mau sehat bosan sih? Yang penting jangan berlebihan. Juga hindari terlalu banyak kuah santannya atau gulanya. Fokus sama pisangnya.
Foto: Benny Rhamdani
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 14, 2015 21:31

Mencicipi Roti Legendaris di Gempol Bandung







Seperti biasa, usai jogging hari Minggu saya mencari pelampiasan rasa lapar. Kali ini saya memutuskan untuk berburu roti yang sangat legendaris di kota Bandung, yakni Roti Gempol. Sudah lama saya ingin ke sana, tapi belum kesampaian.
Dari tempat jogging di kawasan GOR Saparua di Jalan Ambon, saya langsung menginjak gas menuju jalan Riau, kemudian masuk ke jalan Banda, memutar ke Bahureksa, lalu belok lagi ke Jalan Tirtayasa hingga akhirnya menemukan Jalan Gempol.
Ini bukan kali pertama saya ke kawasan Gempol. Tapi biasanya saya mampir ke daerah perkampungan tersebut untuk menyantap kupat tahu Gempol yang beken juga. Letak Roti Gempol masih terus dari kedai kupat tahu.
Untuk yang belum pernah ke kawasan ini, sebaiknya jangan terkecoh mencari roti yang berdiri sejak 1958 ini. Pasalnya, di bagian depan juga ada toko roti. Bila kita bertanya ke tukang parkir, kadang diarahkan ke sana.
Satu lagi, karena akses jalan ke Roti Gempol sempit untuk dilalui mobil, ada baiknya parkir di sekitar Jalan Tirtayasa, lalu jalan kaki sekitar 75 meter. Anggap saja pemansan sambil membakar kalori yang nanti akan diisi ulang. Karena kurang nyaman diakses mobil, biasanya yang datang ke kedai Roti Gempol adalah para biker.
Seperti halnya pagi saat saya datang. Sejumlah biker sedang menikmati roti bakar hingga ke pingggir jalan. Di dalamnya yang yang tak seberapa luas sudah disesaki muda-mudi sehabis jogging. Untunglah saya masih mendapat tempat duduk.
Saat tiba di kedai, kita akan diminta menuliskan orderan. Kebanyakan yang mampir memesan roti bakar. Selainya beranekarasa. Saya paling suka yang campur aduk manis. Karena sensasi mengejutkan saat menggigit roti bakar campur-campur adalah kenikmatan tersendiri.
Untuk jenis rotinya juga bisa memilih, antara roti gandum dan roti biasa. Tentu saja yang gandum lebih premium. Bagi yang suka asin, bisa juga memesan dengan campuran telur atau keju. Suka-suka saja. Selain roti bakar juga tersedia penganan roti isi lainnya.
Untuk minuman, tersedia beraneka pilihan. Tapi saya paling suka minum dengan teh. Bagi beberapa orang, makan roti bakar paling asyik dengan kopi susu. Ya, silakan saja.
Rasanya tak sabar menunggu roti bakar pesanan datang. Apalagi aroma pembakaran langsung tercium karena berada di dekat tempat duduk. Dan benar saja, begitu sepotong roti masuk ke lidah saya … voila! Menggetarkan rongga mulut saya sehingga tak sabar memasukkan potongan roti bakar berikutnya.
Oh iya, Sebaiknya datang ke Roti Gempol datang bersama-sama, karena hitungan harganya jadi lebih murah. Saya yang datang berempat saja hanya mengabiskan tak sampai rp50.000 untukroti bakar dan teh hangat. Lagipula, lebih seru sarapan roti bakar rame-rame.
Saat saya makan, tak sedikit pelanggan yang membawa pulang ke rumah roti bakarnya. Buat saya sih, makan di kedainya, apalagi selagi rotinya hangat dan tehnya juga hangat. Mantap pisan, euy.Kalau yang takut kangen dengan Roti Gempol, di sini juga dijual selai yang biasa mereka pakai.

Sebenarnya yang saya suka datang ke kawasan Gempol adalah keunikan tata lingkungannya. Gempol seperti sebuah perkampungan kecil di kawasan elit dengan rumah-rumah besar dan penuh pepohonan. Sementara di Gempol  sesak dan rumah-rumah kecil yang langsung menuju jalanan. Hebatnya, di sinilah berdiri kuliner Bandung yang sangat terkenal dan legendaries, yakni Roti Gempol dan Kupat tahu Gempol.

Foto-foto: Benny Rhamdani
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 14, 2015 19:02

June 13, 2015

Nyenyaknya Tidur Dua Malam di Hotel Lombok Raya Mataram




Matahari mulai tergelincir ke barat ketika kami masuk ke Hotel Lombok Raya di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat ini. Sayua tak begitu sempat memerhatikan bangunan depan hotel karena begitu ramai kendaraan dan spanduk selamat datang tamu peserta seminar ini dan itu.
Saat check in di front office, kami tak mengalami kesulitan karena sudah reservasi sebelumnya. Seorang room staf room service meminta saya mengikuti langkahnya menuju ke dalam hotel. Ternya jalan menuju kamar tak sedekat yang saya kira. Tapi saya senang karena saya bisa melihat sisi lain hotel ini yang ternyata begitu asri.

“Ini hotel bintang berapa?” tanya saya .
“Bintang tiga. Tapi akan diupgrade jadi bintang empat,” jawab staf room service.
Oh, pantas saja telihat luas dan asri. Rasanya memang sudah tidak pas kalau hanya bintang tiga.
Tatkala pintu kamar terbuka, saya langsung jatuh cinta dengan desain interiornya. Sederhana, tapi berseni. Semua terkesan rapi. Bahkan kamar mandinya juga tampak rapi. Yang bikin saya senang adalah kamarnya memiliki balkon. Saya bisa duduk santai di teras balkon sambil melihat eksterior terbuka hotel yang asri.
Satu lagi kejutan, sandal hotelnya berbeda dengan kebanyakan hotel. Di sini sandal jepit berwarna kuning biru yang unik. Saya sejak melihatnya langsung kepikiran untuk membawanya pulang. Kalau sendal hotel biasa, saya sudah bosan.
Di sela-sela waktu santai di hotel, saya melihat fasilitas hotel yang memadai. Kolam renangnya ditata tidak kotak begitu saja seperti kebanyakan.  Ada pilihan kolam dangkal dan dalam untuk dewasa. Sayangnya, saya tidak sempat berenang di sana. Padahal kepengen sekali. Apalagi ada jembatan melintang di atasnya.
Di hotel ini juga tersedia kios cenderamata yang menurut saya cukup bersaing harganya dengan produk di luar hotel. Biasanya kan harga sovenir di hotel mahal. Di sini kaos seharga Rp20.000 saja tersedia. Cuman ya, tentu kualitasnya juga seharga itu. Selain kain batik dan tenun Lombok, juga dijual batu akik yang sedang trend. Saya yang dompetnya sudah menipis hanya sempat membeli gantungan kunci. Hihihihi.
Lokasi hotel Lombok raya terbilang strategis. Untuk mencapai mall, cukup berjalan beberapa puluh meter. Begitu pula mencari tempat makan, baik khas lokal maupun modern tidak terlampau jauh.

Saya mungkin akan kembali menginap di hotel ini jika suatu hari pergi ke Lombok. Apalagi hotel ini tampak ramah keluarga. Saya betah di sini karena bisa tidur nyenyak selama dua malam. Oh iya, menu sarapannya juga seru di sini. Apalagi saat saya menginap disajikan kolak pisang dan ubi. Membuat saya semakin rindu datangnya Bulan Ramadan, yang sesaat lagi ini.

Foto-foto: Benny Rhamdani
^_^
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 13, 2015 07:31

Pengalaman Menginap di Swiss Bell Hotel Jayapura




Berpergian dengan instansi pemerintah, kerap seperti kencan buta. Kadang jadwalnya diubah semau mereka, kadang pula hotelnya baru diketahui detik-detik saat tiba di airport. Begitu pula yang saya alami ketika mengikuti perjalanan dinas ke Jayapura, Papua. Saya sampai mndarat di Bandara Sentani, tidak tahu menahu akan menginap di hotel yang mana. Alhasil, saya kerap tidak berani merencanakan apa-apa di kota tujuan nanti. Khawatir jika ternyata tempat yang rencananya akan dkunjungi jauh dari tempat yang dihayalkan.
Tepat setelah beberapa menit keluar bandara Sentani, saya baru tahu akan menginap di Swiss Bell Hotel. Letaknya tidak ada gambaran, karena saya belum sempat browsing seluruh hotel di Jayapura. Saya pun tidak berani muluk-muluk membayangkan hotelnya. Dan ternyata ...voila! Hotel itu terletak  di pinggir Pantai Kupang Dok 2, Jayapura. Konon nama Kupang berasal dari singkatan bangKU PAnjaNG yang banyak terlihat di sekitar sisi pantai.



Begitu sampai, saya yang sudah keroncongan karena perjalanan panjang dari Bandung (3 jam Bandung-Jakarta, 4 jam Jakarta-Jayapura, dan 45 Menit Sentani-Jayapura) langsung happy ketika diminta mengisi perut dulu di restorannya. Tambah happy lagi lagi ketika tahu restorannya memiliki halaman dimana tamu bisa duduk di luar sambil memandang pantai.
Dari sini saya bisa melihat pulau-pulau kecil nan indah, pelabuhan Jayapura, hingga bukit Polimak dengan tulisan Jayapura City. Rasanya pengen nyebur saja ke laut di depan saya karena hari saat saya sampai lumayan menyengat.
Setelah mengganjal perut, saya masuk ke kamar hotel, berharap jendela kamar akan menghadap ke laut juga. Tapi ... hmmm, saya harus menelan mimpi saya. Jendela menghadap ke arah jalanan nan ramai. Kurang berasa sedang menginap di sebuah kota bernama Jayapura.
Fasilitas di dalam hotel tidak ada yang lebih maupun kurang dibandingkan dengan hotel sekelasnya di Pulau Jawa sekalipun. Apalagi ini hotel yang memiliki group, pastinya memiliki standart segalanya. Termasuk pelayanannya. Cuman, mungkin karena kota Jayapura sedang senang padam listrik, beberapa kali saya kegerahan karena AC mati disebabkan listrik PLN padam.
Lokasinya sendiri menurut saya strategis. Saat pagi hari kita bisa hunting matahari terbit di pantai depan kantor Gubernur. Mau ke mall juga tak seberapa jauh karena ada Jayapura Mall. Tersedia pula beberapa kios penjual sovenir, jika tak sempat sengaja mencari barang-barang khas setempat.

Malam hari, kawasan Dok 2 ini sangat ramai dengan beraneka ragam kuliner dan hiburan malam, seperti karaoke.

Naik angkot pun cukup mudah. Ada pangkalan angkot putih yang siap mengantar kita ke pusat keramaian di 'kota', yakni Jalan Ahmad Yani. Warga setempat biasa memangggil angkot dengan 'taksi'.
Karena ini perjalanan dinas, jadwal padat, saya tidak sempat memeriksa fasilitas lain di hotel. Tapi saya bisa bilang puas tinggal di sini, walaupun sebenarnya agak jauh dari lokasi acara saya, yakni di sebuah SMK negeri di Abepura.

Saya bersama sastrawan Jamal D Rahman di halaman restoran.


Foto-foto: Benny Rhamdani
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 13, 2015 04:16

June 11, 2015

Berburu Sarapan di Pasar Karang Lelede Lombok




Seperi  biasa saat mampir di sebuah kota, saya selalu berusaha keluar hotel lepas shalat subuh, mencari pasar tradisional terdekat. Kali ini saya mampir di Pasar Karang Lelede, Jalan Ismail Marzuki, Mataram, Lombok.  Dari hotel saya menginap di Lombok Royal hanya sekitar 100 meter.
Tujuan saya ke pasar tradisional biasanya adalah hunting foto, karena biasanya di pasar tradisional akan banyak ditemukan banyak keunikan. Selain itu, mencari alternatif sarapan pagi, lantaran cukup bosan dengan menu sarapan hotel.
Saat saya datang, banyak pedagang yang baru membuka lapaknya. Hanya pedagang di sisi jalan yang sudah siap.  Saya tidak masuk ke bangunan utama yang bertingkat, tapi ke sisi kirinya yang seperti sebuah gang ke perkampungan.
Jenis-jenis yang dagangan yang terlihat beraneka rupa, mulai dari sayuran, buah-buahan kembang untuk canang,  kain, hingga jajanan pasar.  Mata saya akhirnya terpaku di salah satu kios. Seorang pria sedang mengipas bungkusan daun pisang yang dibakar, sedangkan wanita di dekatnya berbenah.
Nama pria itu Wayan Tirta. Dia mengaku sudah 20 tahun berjualan di Pasar Karang lelede.  Dagangan utamanya adalah pepes ikan dan otak-otak.  Harga pepes ikan Rp1000, dan otak-otak Rp2000 per tiga bungkus.
Saya memutuskan untuk membeli dan mencicipinya. Pepes ikan yang saya pikir ikan tawar ternyata isinya ikan laut. Jiya, saya malah kesenangan. Rasanya lezat karena masih baru diangkat dari pembakaran. Hangat-hangat gimana gitu. Belum lagi aroma arang yang menempel.
Menurut Pak Wayan, orang bisa memakan pepes begitu saja, tapi ada juga yang pakai nasi. Begitu juga dengan otak-otak. “Tapi saya tidak menjual nasinya,” kata Pak Wayan tersenyum.
Lantaran tampak sedang sibuk, saya mengurungkan diri bertanya lebih banyak.

Saya akhirnya memutuskan mencari makanan ringan lainnya. Di kios makanan ringan saya agak bingung memutuskan penganan yang akan dibeli, lantaran tidak terlalu khas. Hampir sama seperti di Jawa. Biar tak bingung saya melanjutkan keliling ke bangunan utama. Di sini lebih banyak dagangan sembako dan daging. Tapi belum buka semua.
Berada di pasar ini, saya seperti masuk ke pasar tradisional di Bali. Tampak pura kecil di depannya, juga aroma dupa dari beberapa kios.  
Memang Pasar Karang Lelede terletak di Cakranegara yang merupakan ‘perkampungan Bali’ di Lombok. Bahkan, di saat hari besar Agama Hindu, pasar ini tutup.


Semakin siang, pasar ini semakin ramai. Delman-delman khas Lombok pun berjajar di depan pasar, tanda pembeli sudah mulai berdatangan. Setelah puas mengambil foto, saya meninggalkan pasar dengan aroma pepes ikan dan otak-otak  yang masih menempel di lidah. Rasanya, pagi ini saya akan sarapan di hotel saja.
Foto-foto: Benny Rhamdani
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 11, 2015 18:39

Benny Rhamdani's Blog

Benny Rhamdani
Benny Rhamdani isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Benny Rhamdani's blog with rss.