Ronggeng Dukuh Paruk Quotes
Ronggeng Dukuh Paruk
by
Ahmad Tohari7,926 ratings, 4.29 average rating, 1,138 reviews
Ronggeng Dukuh Paruk Quotes
Showing 1-30 of 32
“Mereka mengira dengan melampiaskan dendam maka urusannya selesai. Nah, mereka keliru. Dengan cara itu bahkan mereka memulai urusan baru yang panjang dan lebih genting. Di dunia ini, Nak, tak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Maksudku, tak suatu upaya apa pun yang bisa bebas dari akibat. Upaya baik berakibat baik, upaya buruk berakibat buruk.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Pengalaman-pengalaman yang lembut dan santai mungkin tidak tercatat dalam garis-garis kehidupan secara nyata. Namun pengalaman-pengalaman yang keras dan getir tentu akan tergores dalam-dalam pada jiwa, pada sikap dan perlakuan, dan tak mustahil akan mengubah sama sekali keperibadian seseorang.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Inilah yang dulu kukatakan, dalam hidup segala hal mestilah dilakukan pada batas kewajaran. Karena keselamatan berada di tengah antara dua hal yang saling berlawanan. Jadi keselamatan adalah jalan tengah, atau kewajaran atau keberimbangan. Yang kita saksikan akhir-akhir ini adalah kehidupan yang serba tidak wajar, melampaui batas. Dan kehidupan takkan kembali berimbang sebelum dia mengalami akibat ketidakwajaran itu. E, anakku, cucuku, kita sendiri telah ikut-ikutan lupa.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Bahwa rasa dendam mampu membinasakan martabat kemanusiaan. Juga di antara dua orang dusun yang masih terikat pada keserbaluguannya.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Perempuan adalah bubu yang bila sudah dipasang hanya bisa menunggu ikan masuk. Selamanya bubu tak akan mengejar ikan atau memaksanya masuk ke dalam.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Lalu, apabila kematian adalah keperkasaan kodrati maka kehadirannya, bahkan baru gejalanya, sudah mampu membungkam segala gejolak rasa.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Kekalahan di bidang politik adalah kesalahan hidup secara habis-habisan dan akibatnya bahkan tertanggung juga oleh sanak-famili.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Sebentuk roh telah berangkat, kembali ke tempat asal-muasalnya. Hidup telah berjabat tangan dengan mati, lenyaplah sudah diri dan kelakuan karena semua telah larut dalam keberatan semesta.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Adalah semua orang Dukuh Paruk–termasuk Srintil–mereka tidak tahu apa-apa tentang sistem atau jalinan birokrasi kekuasaan. Dalam wawasan mereka semua priayi adalah sama, yakni tangan kekuasaan. Setiap priayi boleh datang atas nama kekuasaan, tak peduli mereka adalah hansip, mantri pasar, opas kacamatan, atau seorang pejabat dinas perkebunan negara esperti Marsusi. Dan ketika kekuasaan, menjadi aspek yang paling dominan dalam kehidupan masyarakat, orang Dukuh Paruk seperti Srintil tidak mungkin mengerti perbedaan antara polisi, tentara, dan pejabat perkebunan. Semuanya adalah tangan kekuasaan dan Srintil tidak mungkin bersikap lain kecuali tunduk dan pasrah.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Seorang anak Dukuh Paruk mempertanyakan mengapa orang-orang komunis demi anu enak saja menghapuskan hak hidup banyak manusia biasa dengan cara yang paling gewang. Dan mengapa orang-orang biasa melenyapkan orang-orang komunis, juga demi anu, dengan cara yang sama. Jadi mengapa manusia bisa tetap eksis ketika kemanusiaan mati.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Merugilah orang yang mengabaikan tiga perkara teras kehidupan. Yakni terampil, keutamaan, dan kepandaian. Bila triperkara ini ditinggalkan, punahlah citra keutamaan manusia. Dia tidak lebih utama daripada daun jati kering; melarat, mengemis, dan menggelandang”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Atau siapa tahu sesungguhnya tak ada manusia alim, tak ada masyarakat yang alim. Pabila suatu waktu terlihat gejala kealiman, maka sebenarnya yang terjadi adalah lenyapnya kesempatan-kesempatan bagi perilaku kebinatangan. Ketika tatanan pada suatu saat berantakan, maka akan terjadi banyak celah dari mana tenaga-tenaga potensial menerobos keluar. Tenaga potensial itu adalah naluri hewani, siapa tahu. Hanya yang merasa tatanan pada dirinya tetap saja yang bisa terus bertahan pada citra kemanusiaannya.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Betapa kecil manusia di tengah keperkasaan alam. Di bawah lengkung langit yang megah Nyai Sakarya beserta cucunya merasa menjadi semut kecil yang merayap-rayap di permukaan bumi, tanpa kuasa dan tanpa arti sedikit pun.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Tak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Maksudku, tak suatu upaya apa pun yang bisa bebas dari akibat. Upaya baik berakibat baik, upaya buruk berakibat buruk.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Bila perempuan sudah berkata tidak, dan hanya tidak, maka susah. Lain bila "tidak" itu masih diikuti kata-kata lagi, masih berbuntut. Maka buntut itu, apa pun bunyinya, adalah sekadar prasyarat, sebuah tantangan yang harus ditundukkan.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Semuanya mengingatkan Sakarya akan sebatang pohon kelapa yang ditiup angin. Bila angin bertiup dari utara pohon itu akan meliuk ke selatan. Bila angin reda pohon itu tidak langsung kembali tegak, melainkan berayun lebih dulu ke utara. Seperti pohon kelapa itu; sebelum kehidupan kembali tenang lebih dulu harus terjadi sesuatu.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Mereka mengira dengan melampiaskan dendam maka urusannya selesai. Nah, mereka keliru. Dengan cara itu bahkan mereka memulai urusan baru yang panjang dan lebih genting. Di dunia ini, Nak, tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Tak suatu upaya apa pun yang bisa bebas dari akibat. Upaya baik berakibat baik, upaya buruk berakibat buruk.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“… kehidupan tidak maju ke depan dalam lintasan lurus, melainkan maju sambil mengayun ke kiri dan ke kanan dengan jarak yang sama jauhnya. Padahal nurani kehidupan tak pernah sekali pun bergeser dari kedudukannya di tengah. Apabila ayunan ke kanan bercorak hitam misalnya maka ayunan ke kiri dalam banyak hal adalah kebalikannya, putih.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Bahwa zaman berjalan sambil mengayun ke kiri dan ke kanan. Setelah Dukuh Paruk mencapai puncak kebanggaan, kini zaman mengayunkannya ke kurun yang membawa serta kebalikannya.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Ada kalanya lelaki terkesan oleh perempuan lantaran dia sedang berada di luar lingkungan sehariannya, seperti yang terjadi pada para pekerja pengukur tanah itu. Ada kalanya lelaki tunduk kepada naluri pemberian alam; kecenderungan berpetualang. Ada kalanya pula seorang perempuan memang dibekali kelebihan-kelebihan tertentu sehingga kehidupan memberinya tempat pada wilayah perhatian lawan jenis.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Duh, Pangeran, kehidupan ini penuh manusia. Tetapi mengapa aku tinggal seorang diri?”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Hidup pribadiku tentulah sangat kecil bila dibandingkan dengan besar dan luasnya totalitas kehidupan. Namun dalam kekecilan hidupku aku merasa telah menemukan sebuah makna. Memang tidak gemerlap. Tetapi dia akan sangat berharga bila suatu ketika diriku sendiri bertanya, apakah yang sudah kuperbuat dalam hidupku yang bersahaja ini.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“itulah diriku yang sebenarnya, yang demikian seharusnya”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Pesona bayi adalah pesona bunga-bunga, pesona mayang pinang yang terurai dari kelopaknya di pagi hari, atau pesona biru bunga bungur di awal musim kemarau. Ulahnya selalu menawan, bahkan bau badan dan mulutnya adalah kesegaran ajaib yang hanya alam sendiri mampu menciptakannya.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Bau mayat sudah tercium, baur dengan bau pedupaan yang mengepul di samping balai-balai nenek Rasus. Di bawah sinar pelita yang kuning kemerahan, di antara kain-kain dan bantal yang sudah berwarna tanah, seonggok benda hidup sedang dalam proses menjadi benda mati. Partikel-partikel hidup sedang memisahkan diri dari ikatan organisasi maharumit, mahacanggih, kemudian terurai dari ikatan-ikatan kimiawi oleh bakteri pembusuk untuk selanjutnya kembali larut dalam keberadaan universal.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Mereka mengira dengan melampiaskan dendam maka urusannya selesai”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Di bawah sinar pelita yang kuning kemerahan, di antara kain-kain dan bantal yang sudah berwarna tanah, seonggok benda hidup sedang dalam proses menjadi benda mati. Partikel-partikel hidup sedang memisahkan diri dari ikatan organisasi maharumit, mahacanggih, kemudian terurai dari ikatan-ikatan kimiawi oleh bakteri pembusuk untuk selanjutnya kembali larut dalam keberadaan universal.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Ronggeng bagi dunia Dukuh Paruk adalah citra sekaligus lambang gairah dan sukacita. Keakuannya adalah tembang dan joget. Perhiasannya adalah senyum dan lirikan mata yang memancarkan semangat hidup alami, semangat yang sama yang telah menerbangkan burung-burung dan memekarkan bunga-bunga. Jadi, ronggeng adalah dunia sukaria dan gelak tawa.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Maka aku terpaksa percaya akan kata-kata orang bahwa peristiwa penyerahan virginitas oleh seorang gadis tidak akan dilupakannya sepanjang usia. Juga aku jadi percaya akan kata-kata yang pernah kudengar bahwa betapapun ronggeng adalah seorang perempuan. Dia mengharapkan seorang kecintaan. Laki-laki yang datang tidak perlu mengeluarkan uang bila dia menjadi kecintaan sang ronggeng.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
― Ronggeng Dukuh Paruk
“Pengetahuanku tentang perempuan, baik sebagai pribadi maupun sebagai lembaga, sungguh tak berarti. Namun dengan daya tangkap yang masih sederhana aku dapat mengatakan ada perbedaan kesan antara perempuan terjaga dan perempuan tertidur.
Lebih damai. Lebih teduh. Sepasang mata yang tertutup, lenyapnya garis-garis ekspresi membuat wajah Srintil makin enak dipandang. Bibir yang tampil dengan segala kejujurannya serta tarikan napas yang lambat dan teratur, membuat aku merasa berhadapan dengan citra seorang perempuan yang sebenarnya. Kelak aku mengetahui banyak orang berusaha melukiskan citra sejati seorang perempuan. Mereka menggunakan sarana seni lukis patung atau seni sastra. Aku percaya para seniman itu keliru. Bila mereka menghendaki lukisan seorang perempuan dengan segala keasliannya, seharusnya mereka melukiskan perempuan yang sedang tidur nyenyak.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
Lebih damai. Lebih teduh. Sepasang mata yang tertutup, lenyapnya garis-garis ekspresi membuat wajah Srintil makin enak dipandang. Bibir yang tampil dengan segala kejujurannya serta tarikan napas yang lambat dan teratur, membuat aku merasa berhadapan dengan citra seorang perempuan yang sebenarnya. Kelak aku mengetahui banyak orang berusaha melukiskan citra sejati seorang perempuan. Mereka menggunakan sarana seni lukis patung atau seni sastra. Aku percaya para seniman itu keliru. Bila mereka menghendaki lukisan seorang perempuan dengan segala keasliannya, seharusnya mereka melukiskan perempuan yang sedang tidur nyenyak.”
― Ronggeng Dukuh Paruk
