Cermin Quotes

Quotes tagged as "cermin" Showing 1-8 of 8
Titon Rahmawan
“Begitu kelamnya wajah kejahatan ini, hingga ia bahkan tak mampu bercermin di atas permukaan danau tanpa membuat air danau itu berubah menjadi keruh.

- Harsimran Tapasvi, Tawanan Kepedihan”
Titon Rahmawan

Dian Nafi
“tiap kali melihat kamu,aku merasa melht diriku sendiri.bhkn sampai stlh belasan tahun tak bersama lagi”
Dian Nafi, Lelaki Pertama
tags: cermin

Anggrek Lestari
“Cinta hanyalah sebuah cerita yang mencoba membahagiakan para tokoh tanpa tahu ending-nya bagaimana.”
Anggrek Lestari, Cermin

“Seseorang yang ada di depan matamu, adalah cerminanmu.”
yora

Anggrek Lestari
“Gugur bukan berarti sedih. Bagi angsana, gugur adalah kebahagiaan. Bahagia guguran bunganya menjadi berarti. Setidaknya bagi angin yang menghirup harum bunganya.

Menggugurkan sesuatu untuk orang lain adalah awal kebahagiaan jika didasari dengan ketulusan. Seperti pohon angsana yang tulus menggugurkan bunganya untuk dinikmati manusia. Bagi manusia, menikmati guguran bunga angsana merupakan kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, karena memang banyak hal di dunia ini yang tak dapat dijelaskan. Hanya bisa dirasakan.”
Anggrek Lestari, Cermin

Titon Rahmawan
“Banyak orang ingin mengubah hidupnya,
tapi sedikit yang mau mengubah dirinya.
Mereka lupa bahwa hidup hanyalah cermin,
dan cermin tak pernah berdusta.

Jika wajahmu tampak kusam di pantulan cermin,
bukan kaca yang harus dibersihkan — melainkan wajahmu sendiri.

Demikianlah pula kekayaan:
ia bukan hadiah dari luar,
melainkan refleksi dari dalam.
Siapa yang menata batinnya dengan rapi, bersih, memberi kenyamanan
akan melihat dunia tersenyum kembali padanya.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Jangan mencari cara menjadi kaya,
temukanlah dulu kesadaran untuk melayakkan dirimu, bahwa kekayaan itu memang pantas untuk kamu miliki.
Karena orang yang tidak siap,
akan kehilangan bahkan setiap kali diberi. Karena dalam setiap anugerah Tuhan itu ada makna dan amanah yang Ia titipkan.”

“Kesadaran, anakku,
adalah pintu pertama menuju kelimpahan.
Bukalah pintu itu, dan kau akan menemukan bahwa
segala yang kau cari di luar
sebenarnya telah lama menunggu di dalam dirimu sendiri.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Rekonstruksi Mengelupas Mimpi // Versi Posthuman-Liris

Siapa yang berhak melarang kita mengelupas mimpi—
membukanya seperti kapsul masa lalu
yang telah lama berdebu dalam arsip cloud data?

Setiap mimpi adalah buah sunyi
dengan inti yang selalu berdetak.
Ketika kita memecah kulitnya,
kita tak hanya menemukan cahaya,
melainkan seluruh kerumunan metadata
yang mengawasi keberanian diri
untuk menjadi siapa kita yang sesungguhnya.

Dan mereka bertanya:
Apakah engkau yang memprogram pohon itu tumbuh,
atau pohon itu yang mengompilasi dirimu
dari luka, dari ingatan,
dari serpih-serpih kesunyian yang tak pernah sembuh?

Sebab luka pun punya bahasa.
Ia menulis dirinya
di bawah kulit gemetar kita
seperti skrip yang tak ingin dihapus
meski berulang kali menekan tombol revisi.

Narcissus—
hari ini tak lagi menatap sungai,
ia menatap pantulan dirinya
di layar simulakra yang membeku:
bahasa tubuhnya berubah
menjadi kode kesepian
yang hanya dimengerti oleh detak jantung manusia
dan algoritma yang diam-diam mempelajarinya.

Dan ketika sungai bertanya kepada laut,
Siapa yang menciptakan siapa?
Laut tak menjawab.
Ia hanya membuka jutaan pintu air
dan membiarkan semua pertanyaan mengalir
ke ruang tak bernama—
tempat segala sesuatu berasal
dan kembali hening.

Burung-burung di langit tak sekadar terbang;
di bulu mereka tersimpan blueprint gerak
yang diwariskan dari angin
kepada anak angin.
Mereka membawa pertanyaan
tentang harapan yang tak pernah tuntas,
tentang janji yang menunggu lunas
di tengah turbulensi
antara hidup, daya hidup dan kehancuran.

Dan cinta—
bukan lagi entitas milik kita,
bukan lagi perasaan sederhana.
Ia adalah protokol,
frekuensi yang terus mencari penerima yang tepat.
Melayang seperti sinyal radio
mencari jiwa yang sanggup menampungnya.

Pada akhirnya,
segala yang kita cari
akan menemukan kita kembali:
di antara jeda,
di antara napas,
di antara batas tipis
antara manusia dan yang bukan-manusia—
cuma simbol dan tanda-tanda.

Sebab mengelupas mimpi
adalah cara raga mengingat
bahwa ia selalu lebih dari apa yang tampak:
organisme yang sedang belajar terbang,
mesin yang sedang belajar merasa,
jiwa yang ingin kembali
ke tempat pertama kali ia dinamai.

Dan di sanalah,
kita bersiap tumbuh sekali lagi.
Bukan sebagai mesin pencari
bukan sebagai kecerdasan buatan
melainkan diri yang terus mencari dan berharap menemukan kebenaran.

November 2025”
Titon Rahmawan