Brahmanto Anindito's Blog, page 17

May 1, 2012

Humble Cicalengka

Actually, I didn’t come from Bandung city. I came from Cicalengka district, Bandung regency. But because Cicalengka is not quite popular, I often have no idea how to explain this district when some people ask. Beside, Cicalengka has same temperature and culinary as Bandung city. By the way, since I lived in Surabaya, I miss my homeland. Cicalengka and Surabaya are totally different. Surabaya is a metropolitan, while Cicalengka is a village. You can see many rice field and garden there. Although the number of those green areas have decreased due to manufacturers. But don’t think that Cicalengka offers you only panoramas. There are also two tourism sites. First, Cinulang waterfall. It’s located between Bandung regency and Garut regency. However, this area is a part of Sumedang regency. Well, this may confuse you. But Cinulang Waterfall is still recognized as Cicalengka tourism site. Second is Aki Enin cottage. It’s a new tourism site in Cicalengka that offers village panorama. You can see rice field, river and mountains while enjoying some traditional and humble menus, such as fried fish and chicken, tahu, tempeh, vegetable and its spicy sauce. Yes, all you can find here is greenery land with nature product, instead [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 01, 2012 02:24

April 16, 2012

Netbook dengan Batere Seawet Ponsel

Sebagaimana kebanyakan orang, saya paling malas kalau disuruh menunggu. Seperti Rabu kemarin ketika harus mengantre dokter. Praktiknya dibuka pukul 19.30. Saya datang setengah jam sebelum itu. Eh, ternyata dokternya baru datang pukul 19.40. Padahal saya kebagian nomor antrean 15. Bagus. Kerjaan lagi deadline, dan saya terancam “bermalam” di klinik. Untungnya, saya sudah mengantisipasinya. Punya firsasat urusan ini bakalan lama, saya pun membawa netbook ASUS 1025C. Dengan begitu, saya bisa menyambi merevisi naskah memoar yang besoknya harus sudah ditaruh di percetakan untuk pembuatan dummy. Pencet tombol “on” pada netbook itu. Satu… dua… nyala! Gegas, seperti biasa. Tapi begitu si putih itu “hidup”, sadarlah saya, baterenya tinggal seuprit. Tidak sampai seperempat batang! Saya baru ingat, seharian tadi lupa men-charge. Alamak, masih “bernyawakah” netbook ini sampai tiba giliran saya masuk ruang dokter sebagai pasien ke-15? Firasat saya sih tidak. Maka tanpa pikir panjang, saya matikan fitur Wi-Fi dan Bluetooth, melepas modem dan flashdisk, meski saya masih perlu internet dan data yang ada di flashdisk itu. Layar netbook juga saya setel agak redup. Langkah-langkah itu saya yakini berguna untuk menghemat batere. Lalu, saya berusaha bekerja cepat. Berkejaran dengan daya batere. Hiruk-pikuk di klinik saya abaikan. Kalau biasanya disambi main game saat otak buntu, sekarang [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 16, 2012 01:51

April 8, 2012

Simple Idea Yet Unexpected

Did you know, every good book has always one simple idea which easy to understand, but unexpected. Just one. Not that more ideas in a book is forbidden. But, the books that are sticked on readers' mind has only one simple idea yet unexpected. I give you examples: The Secret: "Ask, you'll be given". Simple, yet unexpected. Work of fictions? Movies? Comics? It's no difference. * * * Tahukah Anda, setiap buku yang baik selalu punya satu ide yang sederhana, mudah dipahami, namun tak terduga. Satu saja. Bukan berarti punya banyak ide dalam satu buku tidak boleh. Hanya, biasanya buku-buku yang akan diingat terus oleh pembacanya memang yang memiliki satu saja ide simple yet unexpected. Buku-buku ini adalah beberapa contohnya: Rich Dad, Poor Dad (Robert Kiyosaki, 2000): Mulai sekarang, jangan mau jadi orang gajian atau hanya rajin menabung. The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference (Malcolm Gladwell, 2000): Ternyata ada hal kecil yang sulit kita kontrol tapi bisa membuat kita sukses besar. Message from Water (Masaru Emoto, 2004): Bersikap dan berkata-katalah yang positif, karena itu akan mempengaruhi air-air di sekitarmu. Blink: The Power of Thinking Without Thinking (Malcolm Gladwell, 2005): Pada tingkatan kepakaran tertentu, seseorang bisa [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 08, 2012 22:58

April 1, 2012

Layar Sempit Bukan Masalah Selama Ada HDMI

Bagi seorang penulis, film bisa memberi inspirasi sekaligus referensi. Saya pun selalu menyempatkan diri menonton film. Kalau bisa sih di bioskop. Layar lebar, suara membahana, kita akan lebih mudah terseret ke tengah-tengah cerita. Seperti kemarin kami menonton The Raid. Seru! Sampai ikut ngos-ngosan dan ngilu-ngilu, rasanya. Sayang, kami dapat kursi baris J, jadi harus terima nasib: menengadah sepanjang film. Memang, di bioskop kita tak bisa seenaknya memilih duduk, kecuali tentu saja di film-film yang kurang laku. Alternatif lainnya adalah menonton di rumah. Ini lebih privat. Saya bisa meresapi cerita dengan lebih baik di sini. Adegan pun bisa diulang-ulang. Namun bagaimana dengan kepuasan indera? Nah, ini masalahnya. Sejak pegangan saya "menciut" jadi netbook, menonton film terasa kurang nikmat. Layar ASUS 1025C tergolong sempit untuk urusan seperti ini. Kinerja netbook yang terbukti bisa nyala cuma dalam dua detik ini memang cepat. Tapi layarnya hanya 10.1". Meskipun begitu, produk terbaru ASUS ini sudah memiliki port HDMI. Artinya, saya bisa mengoneksikan netbook ini ke televisi layar lebar yang full HD (HDTV). Bagi yang belum tahu, HDMI atau High-Definition Multimedia Interface adalah standar peralatan audiovisual modern untuk melewatkan data antarpiranti (misalnya komputer ke televisi) dengan kecepatan 5 GB per detik. Bagaimana memanfaatkan fitur HDMI ini? [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 01, 2012 18:23

March 28, 2012

Pencak Silat Movie Goes International

In the heart of Jakarta's slums lies an impenetrable safe house for the Indonesian most dangerous gangsters. Cloaked under the cover of pre-dawn darkness and silence, an elite SWAT team raids the apartment in order to take down the notorious drug lord. It runs well, until the lord caught them. The building's lights are then cut and all the exits are blocked. That's where the slaughter begin. Gangsters in the building versus (just) 20 special polices. The unit must fight their way to survive, and yet, to accomplish their mission. That's the synopsis of The Raid: Redemption (Gareth Evans, Indonesia: 2011). Nothing special within the plot, I tell you. The story goes even like a text without context. Suddenly this, immediately that. But the fury is really, really world class action. With a fresh sense of humor in few scenes. Thanks to Gareth Huw Evans for done such masterpiece. After hollow decades, finally Indonesia produced a greatexecuted action, martial arts movie. Such a refreshment among the genre of cheap comedy, horny teen, horror, or what so-called inspirational in Indonesian cineplex. Before The Raid, Gareth directed Merantau, Indonesian traditional martial arts, pencak silat-based movie. Story set on Sumatra and Jakarta's today, [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 28, 2012 17:06

March 18, 2012

Netbook yang Bisa Satu… Dua… Nyala!

Hari Kamis pukul 11 siang, seorang teman menelepon. Dia hendak memesan tiket pesawat Surabaya-Bali untuk berlibur. Bukan hal yang aneh. Warung Fiksi kan secara rutin menulis tentang Indonesia. Blog ini juga mengajak penulis, tak terkecuali orang luar Indonesia, untuk menulis cerita tentang negeri indah ini. Nah, tidak mau sekadar memprovokasi, kami juga merasa perlu untuk memfasilitasi mereka yang ingin berkunjung dan melihat sendiri kekayaan Indonesia. Lahirlah Wufi Travel. Tentu saja bisnis utama kami tetap penulisan. Travel cuma usaha sampingan. Kami bahkan tidak memublikasikan nomor telepon kami untuk jasa ini. Kalaupun menerima telepon dari pelanggan Wufi Travel, biasanya kami memintanya menutup telepon dulu. Ini memberi kami keleluasaan waktu untuk meyalakan komputer dan mengaktifkan internet. Tapi, kali itu teman saya sedang terburu-buru. Lusa dia sudah harus terbang ke Pulau Dewata, atau cutinya akan menjadi sia-sia. Jadi, dia minta saya menyebut angka yang harus dia transfer saat itu juga! Busyet, untung saya tidak sedang sibuk. Untung juga saat itu saya punya mainan baru: netbook Eee PC Flare 1025C. Jika tidak, saya bisa panik karena diburu-buru. Maklum, sekali lagi, travel bukanlah bisnis utama kami. Lho, tapi apa hubungannya antara pesan tiket dengan netbook terbaru produksi ASUS ini? Netbook ini cepat nyalanya, Saudara-saudara. Cukup dua [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 18, 2012 14:35

March 12, 2012

How to Write a Memoir

There are some reasons why people write memoir: sharing their interesting personal life, understanding themselves, creating a legacy to the children or grandchildren, or getting attention from public. Although it talks about yourself, writing memoir is not as easy as you read it. You must show your very interesting moment of life, have knowledge in language and writing, do not expose yourself too much, and be sincere. * * * Pernah terpikir untuk menulis buku memoar? Memoar adalah karya tulis yang berisi sepenggal kisah hidup Anda. Berbeda dengan biografi yang memuat kisah hidup Anda sejak kecil sampai dewasa, memoar hanya memuat sebuah momen atau episode hidup Anda. Misalnya ketika remaja Anda mengidap anoreksia. Nah, kisah selama mengalami anoreksia ini yang Anda tulis dalam memoar. Contohnya seperti 168 Jam dalam Sandera karya Meutya Hafid, Memoar Pulau Buru tulisan Hersri Setiawan, Istanbul, Memories and the City karya Orhan Pamuk, Memoir of A Geisha tulisan Arthur Golden, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu karya Pramoedya Ananta Toer di Pulau Buru. Ada juga memoar yang khusus membahas politik seperti bukunya B. J. Habibie, Detik-detik yang Menentukan. Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuady yang merupakan cerita fiksi juga terkandung memoar di [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 12, 2012 05:04

March 4, 2012

Luwak Coffee, the Most Expensive Coffee in the World

Don't claim yourself a coffee lover or a gourmet if you never drank luwak coffee. Yes, luwak coffee. Or kopi luwak in Indonesian. It's not a kind of coffee made from luwak (palm civet a.k.a. Paradoxurus hermaphroditus). Just, the production process involves civets. This little mammal lives on the trees and eats the chosen coffee fruit. And it takes only a healthy civet to produce good quality coffee bean. Luwak coffee is so popular because of its unique making. It seems like people has just discovered a kind of new beverage. But the truth, luwak coffee has been existed in Indonesia since Netherland colonial era. It was started at the beginning of 18th century when Netherland opened the commercial plants gardening in Java and Sumatra. One of the plants is Arabica coffee from Yemen. In cultuurstelsel era, the colonial government forbade workers to pick the coffee for personal consumption. However, the people wanted to try that fine coffee. Then, they found a kind of civet which loves to eat coffee, but they only digest the pulp. They let the epidermis and coffee bean out from their body through dung. People picked the coffee beans in civet feces, washed them, fried [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 04, 2012 05:50

February 25, 2012

Lagi, Lomba Novel Berhadiah Puluhan Juta dari DKJ

Akhirnya Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali menggelar Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012. Koreksi kalau saya salah, tapi sepanjang pengetahuan saya, inilah lomba penulisan novel yang iming-iming hadiahnya paling besar. Nama-nama besar pun berlahiran dari lomba ini. Namun siapakah DKJ itu? DKJ adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat seniman dan dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada tanggal 17 Juni 1969. Tugas dan fungsinya sebagai mitra kerja Gubernur Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta dalam merumuskan kebijakan guna mendukung kegiatan dan pengembangan kehidupan kesenian di wilayah Jakarta. Sementara visi DKJ adalah: Mendorong para seniman untuk mengembangkan kreativitas dan penciptaaan karya seni. Menyalurkan berbagai karya seni bermutu kepada masyarakat. Memelihara, mengembangkan dan membangun kesenian di Jakarta. Mengakomodasi terciptanya iklim inspiratif bagi para seniman agar dapat mempersembahkan kreativitas kesenian yang bermutu. Anggota DKJ berjumlah 25 orang, terdiri dari para seniman, budayawan dan pemikir seni, yang terbagi dalam enam komite: Komite Film, Komite Musik, Komite Sastra, Komite Seni Rupa, Komite Tari dan Komite Teater. Nah, sayembara menulis novel ini berada di bawah Komite Sastra. Lewat sayembara ini, DKJ berharap lahir novel-novel terbaik, baik dari pengarang Indonesia yang sudah punya nama maupun pengarang pemula, yang memperlihatkan kebaruan dalam bentuk dan isi. Berikut ini [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 25, 2012 09:01

February 21, 2012

7 Free Tools of Google for Writers

You must have enjoyed some of Google's products. Picasa, perhaps? Blogger? YouTube? Google Translate? Android OS? I myself use dozens of Google products in everyday life. For authors, there are seven tools that I recommend: Google Search, Google Docs, Keyword Tool, Google Alerts, Google News, Google Apps and Google+. * * * Tahu Google kan? Keterlaluan kalau tidak. Google adalah perusahaan di bidang internet yang berangkat dari layanan gratis. Tapi bermutu. Maka tak heran bila netizen semakin tergantung pada produk-produk Google. Sampai-sampai ada cerita, suatu hari server Gmail ngadat selama beberapa jam. Ribuan makian dan protes pun melayang melalui Twitter, email dan telepon. Orang-orang itu tak habis pikir, kok bisa-bisanya perusahaan sekelas Google mengalami gangguan server! Lalu, apa jawaban Google? Sederhana. "Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Lebih lanjut, kami akan mengembalikan uang Anda sekarang juga." Barulah para pemrotes itu sadar bahwa mereka tidak pernah membayar sepeser pun pada Google. Hahaha! Saya tidak tahu ini kisah nyata atau cuma anekdot. Tapi inilah yang terjadi, kita memang terlanjur dimanjakan oleh produk-produk Google, sampai merasa bahwa kita telah mengeluarkan uang untuk produk-produk berkualitas ini. Padahal tidak! Sejak dulu, Google identik dengan yang gratis-gratis. Anda juga pasti sudah menikmati beberapa kan? Picasa, mungkin? [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 21, 2012 00:18