Melukis Asa Quotes
Melukis Asa
by
Musa Rustam2 ratings, 4.50 average rating, 0 reviews
Melukis Asa Quotes
Showing 1-10 of 10
“Kau berusaha menyembuhkan luka yang berada pada
tubuhku, seperti matahari yang masuk ke sela-sela jendela dan pintu rumah.
Kau berusaha membuatkan aku rakit, untuk menyeberangi masalah dan mendampingiku hingga ke tempat yang aman.”
― Melukis Asa
tubuhku, seperti matahari yang masuk ke sela-sela jendela dan pintu rumah.
Kau berusaha membuatkan aku rakit, untuk menyeberangi masalah dan mendampingiku hingga ke tempat yang aman.”
― Melukis Asa
“Bagaimana kamu disana?
Mengingat senyum itu adalah tanda jurang pemisah
antara ketidakmampuan dan keinginan mendekapmu
seperti senja yang tidak hadir ketika hujan”
― Melukis Asa
Mengingat senyum itu adalah tanda jurang pemisah
antara ketidakmampuan dan keinginan mendekapmu
seperti senja yang tidak hadir ketika hujan”
― Melukis Asa
“Apakah angin kencang merobohkan, pohon pun
terguncang, hatimu pun tumbang, jika saja kau dapat
kutanam kembali?”
― Melukis Asa
terguncang, hatimu pun tumbang, jika saja kau dapat
kutanam kembali?”
― Melukis Asa
“Masihkah pelukanmu pandai membimbing jalanku
pulang, Jika aku hanyalah pesan cinta yang tersasar tukang pos yang malang?”
― Melukis Asa
pulang, Jika aku hanyalah pesan cinta yang tersasar tukang pos yang malang?”
― Melukis Asa
“Tetesan air hujan menyelinap setiap gemiricik di atas atap. Ia patri setiap suara dan bunyi seperti bait-bait dalam puisi, untuk menenangkan dunia tanpa hati yang luka. Ia pasti datang lagi, ketika kota membutuhkannya, ia serahkan hidupnya kepada angin dan musim serupa nasib-nasib yang datang pada pagi ataupun seperti kupu-kupu yang hinggap di jendela.”
― Melukis Asa
― Melukis Asa
“Kegundahan mulai datang mendekat.
Padahal pintu hatiku telah kututup rapat-rapat.
Daun jendela dan lubang angin telah kusumbat.
Kunyalakan lampu penerang dan musik penyemangat.
Tapi aku tak mengerti kegalauan kian menyerambat.”
― Melukis Asa
Padahal pintu hatiku telah kututup rapat-rapat.
Daun jendela dan lubang angin telah kusumbat.
Kunyalakan lampu penerang dan musik penyemangat.
Tapi aku tak mengerti kegalauan kian menyerambat.”
― Melukis Asa
“Jika nanti senyummu tak bisa.
Kulihat lagi dari keramaian kota,
Aku berjanji, akan mencarimu
melalui tanda marka dan teka-teki pada kata.
Jika nanti tawamu tak bisa.
Kudengar lagi dari keramaian kota,
Aku berjanji, akan mengejarmu
dalam tanda tanya dan misteri pada kota.
Jika nanti menemukanmu tak bisa.
Kucoba lagi pada keramaian kota,
Aku berjanji, akan menyimpanmu
dalam heningnya hati dan kedamaian cinta.”
― Melukis Asa
Kulihat lagi dari keramaian kota,
Aku berjanji, akan mencarimu
melalui tanda marka dan teka-teki pada kata.
Jika nanti tawamu tak bisa.
Kudengar lagi dari keramaian kota,
Aku berjanji, akan mengejarmu
dalam tanda tanya dan misteri pada kota.
Jika nanti menemukanmu tak bisa.
Kucoba lagi pada keramaian kota,
Aku berjanji, akan menyimpanmu
dalam heningnya hati dan kedamaian cinta.”
― Melukis Asa
“Setiap lembaran dari putih berubah jadi sembilu.
Bayang-bayang kenangan manis berubah jadi abu.
Bulan berjanji, sedihnya tak akan mengganggu.
Sampai datang waktu yang memeluk kalbu.”
― Melukis Asa
Bayang-bayang kenangan manis berubah jadi abu.
Bulan berjanji, sedihnya tak akan mengganggu.
Sampai datang waktu yang memeluk kalbu.”
― Melukis Asa
“Puisi itu seperti banjir Jakarta yang tak terbendung,
musim kemarau pun mencemaskan tak dapat meniduri
dari luputnya genangan bak hujan di bulan Januari. Hanya saja kata-kata di dalam bait-bait puisi yang menjitak kepalamu, belum juga membuat sadar bahwa cinta yang kau berikan terlalu melimpah sehingga banjir dan menjadi malapetaka.”
― Melukis Asa
musim kemarau pun mencemaskan tak dapat meniduri
dari luputnya genangan bak hujan di bulan Januari. Hanya saja kata-kata di dalam bait-bait puisi yang menjitak kepalamu, belum juga membuat sadar bahwa cinta yang kau berikan terlalu melimpah sehingga banjir dan menjadi malapetaka.”
― Melukis Asa
“Kaubasahi masa lalu dan membanjirinya dengan
ketidakmampuan.
Aku hanya air yang dibasahi hujan, tanpa diberi
pengertian.”
― Melukis Asa
ketidakmampuan.
Aku hanya air yang dibasahi hujan, tanpa diberi
pengertian.”
― Melukis Asa
