Nailal Fahmi's Blog, page 31
September 23, 2012
Kisah Singkat Asal Usul Bahasa Inggris
Bahasa Inggris berasal dari bahasa Jermanik-Barat yang juga merupakan rumpun dari bahasa-bahasa Indo-Eropa. Kerabat terdekat Bahasa Inggris adalah bahasa Skotlandia dan Bahasa Frisian. Bahasa Frisian adalah bahasa yang dituturkan oleh sekitar setengah juta orang di provinsi Friesland Belanda dekat Jerman, dan di beberapa pulau di Laut Utara.
Sejarah Bahasa Inggris dibagi menjadi tiga periode utama: Bahasa Inggris Kuno / Old English (sekitar tahun 450-1100), Bahasa Inggris Pertengahan / Middle English (sekitar tahun 1100-1500) dan Bahasa Inggris Modern / Modern English (sejak tahun 1500 sampai sekarang). Selama berabad-abad itu juga, Bahasa Inggris telah dipengaruhi oleh sejumlah bahasa lainnya.
Bahas Inggris Kuno (450-1100): Selama abad ke-5 Masehi tiga suku Jermanik (Saxons, Angles, dan Jutes) datang ke Kepulauan British dari beberapa bagian barat laut Jerman serta Denmark. Suku-suku yang suka berperang dan mengusir penduduk asli ini berbahasa asli Celtic, dari Inggris ke Skotlandia, Wales dan Cornwall. Satu kelompok dari mereka bermigrasi ke Brittany, pantai Perancis dimana keturunan mereka masih berbicara bahasa Breton Celtic sampai sekarang.
Kata "Inggris" sendiri berasal dari Bahasa Inggris Kuno "Englisc", yang berasal dari bahasa Angles.
Sebelum masa Saxon, Bahasa —yang sekarang menjadi Bahasa— Inggris adalah campuran antara bahasa Latin dan berbagai Bahasa Celtic yang telah digunakan bahkan sebelum Bangsa Romawi datang ke Britania (54-5 sebelum masehi). Bangsa Romawi membawa Bahasa Latin ke Britania, yang merupakan bagian dari Kekaisaran Romawi selama lebih dari 400 tahun.
Walaupun begitu, pengaruh Bahasa Celtic kepada Bahasa Inggris Kuno hanya sedikit. Malah kemudian kedatangan St. Augustine pada tahun 597 ke Inggris lah yang membawa lebih banyak lagi kata-kata Latin ke dalam Bahasa Inggris. Mereka pada umumnya bersangkutan dengan penamaan pejabat Gereja, upacara, dll.
Ada beberapa karya tertulis yang masih bertahan dari periode ini. Yang paling terkenal adalah sebuah puisi epik heroik yang disebut "Beowulf". Ini adalah puisi Inggris tertua dan terkenal panjang (3.183 baris). Para ahli mengatakan "Beowulf" ditulis di Britania lebih dari seribu tahun yang lalu. Nama orang yang menulis juga tidak diketahui.
Bagian dari Beowulf
Bahasa Inggris Pertengahan (1100-1500): Setelah William sang Penakluk, menyerang dan menguasai Inggris tahun 1066, ia menjadi raja dan menjadikan pengikutnya yang berbicara bahasa Perancisuntuk menjabat dalam pemerintahan yang baru. Perancis mengambil alih bahasa dari pengadilan, administrasi, dan budaya. Bahasa Latin sebagian besar digunakan untuk bahasa tertulis, terutama di Gereja. Sementara itu, Bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa kelas bawah.
Sekitar tahun 1200, Inggris dan Perancis berpisah. Bahasa Inggris berubah banyak, karena sekitar 300 tahun itu, sebagian besar Bahasa Inggris digunakan untuk percakapan bukan tulisan. Bahasa Inggris Kuno digunakan kembali tapi dengan banyak tambahan kata-kata Perancis. Bahasa Inggris pada masa ini disebut Bahasa Inggris Pertengahan.
Menarik untuk dicatat, karena saat itu orang inggris kelas-bawah dikucilkan oleh orang Norman kelas-atas, maka kata-kata untuk kebanyakan hewan domestik menggunakan Bahasa Inggris (ox, cow, calf, sheep, swine, deer) sementara kata-kata untuk menyebut daging hewan-hewan tersebut menggunakan bahasa Perancis (beef, veal, mutton, pork, bacon, venison)
Bahasa Inggris Pertengahan juga ditandai oleh Great Vowel Shift . Yaitu perubahan suara secara besar-besaran yang mempengaruhi bunyi vokal panjang Bahasa Inggris. Pada dasarnya, bunyi vokal panjang diucapkan dengan pergeseran ke atas mulut; tapi berubah menjadi diucapkan di satu tempat yang lebih tinggi dalam mulut.
Di bawah ini ada gambar bagian dalam kepala manusia. Jika kamu membelah kepalamu menjadi dua, maka gambar di bawah inilah yang akan kamu lihat. However, I recommended that you do not try this at home. :)
Great Vowel Shift terjadi selama abad kelima belas sampai kedelapan belas.
Bahasa Inggris Moderen (1500 - sampai sekarang): Bahasa Inggris Moderen dikembangkan setelah William Caxton memperkenalkan percetakannya di Westminster Abbey pada tahun 1476. Alkitab dan beberapa naskah penting dicetak. Buku-buku menjadi lebih murah dan lebih banyak orang belajar membaca. Percetakan juga membawa standarisasi ke Bahasa Inggris.
Pada era Shakespeare (1592-1616), Bahasa Inggris telah menjadi mudah dikenali sebagai Bahasa Inggris Moderen. Ada tiga perkembangan besar yang kemudian mempengaruhi Bahasa Inggris pada awal periode Bahasa Inggris Moderen ini yaitu: Renaissance, revolusi industri dan penjajahan Inggris. Bahasa Inggris berubah dan terus berkembang sampai menjadi seperti sekarang ini —dan masih akan terus berkembang, dengan ratusan tambahan kata-kata baru setiap tahunnya. Walaupun ada banyak kata pinjaman dari banyak bahasa lain, namun jantung Bahasa Inggris tetaplah bahasa Anglo-Saxon dari era Bahasa Inggris Kuno. Tata Bahasa Inggris juga sangat jelas Jermanik —tiga gender (He, She dan It) dan susunan sederhana dari kata kerja
Sumber tulisan: http://www.studyenglishtoday.net/english-language-history.htmlSumber gambar: http://www.englishclub.com/english-language-history.htm

Sejarah Bahasa Inggris dibagi menjadi tiga periode utama: Bahasa Inggris Kuno / Old English (sekitar tahun 450-1100), Bahasa Inggris Pertengahan / Middle English (sekitar tahun 1100-1500) dan Bahasa Inggris Modern / Modern English (sejak tahun 1500 sampai sekarang). Selama berabad-abad itu juga, Bahasa Inggris telah dipengaruhi oleh sejumlah bahasa lainnya.
Bahas Inggris Kuno (450-1100): Selama abad ke-5 Masehi tiga suku Jermanik (Saxons, Angles, dan Jutes) datang ke Kepulauan British dari beberapa bagian barat laut Jerman serta Denmark. Suku-suku yang suka berperang dan mengusir penduduk asli ini berbahasa asli Celtic, dari Inggris ke Skotlandia, Wales dan Cornwall. Satu kelompok dari mereka bermigrasi ke Brittany, pantai Perancis dimana keturunan mereka masih berbicara bahasa Breton Celtic sampai sekarang.
Kata "Inggris" sendiri berasal dari Bahasa Inggris Kuno "Englisc", yang berasal dari bahasa Angles.
Sebelum masa Saxon, Bahasa —yang sekarang menjadi Bahasa— Inggris adalah campuran antara bahasa Latin dan berbagai Bahasa Celtic yang telah digunakan bahkan sebelum Bangsa Romawi datang ke Britania (54-5 sebelum masehi). Bangsa Romawi membawa Bahasa Latin ke Britania, yang merupakan bagian dari Kekaisaran Romawi selama lebih dari 400 tahun.
Walaupun begitu, pengaruh Bahasa Celtic kepada Bahasa Inggris Kuno hanya sedikit. Malah kemudian kedatangan St. Augustine pada tahun 597 ke Inggris lah yang membawa lebih banyak lagi kata-kata Latin ke dalam Bahasa Inggris. Mereka pada umumnya bersangkutan dengan penamaan pejabat Gereja, upacara, dll.
Ada beberapa karya tertulis yang masih bertahan dari periode ini. Yang paling terkenal adalah sebuah puisi epik heroik yang disebut "Beowulf". Ini adalah puisi Inggris tertua dan terkenal panjang (3.183 baris). Para ahli mengatakan "Beowulf" ditulis di Britania lebih dari seribu tahun yang lalu. Nama orang yang menulis juga tidak diketahui.

Bahasa Inggris Pertengahan (1100-1500): Setelah William sang Penakluk, menyerang dan menguasai Inggris tahun 1066, ia menjadi raja dan menjadikan pengikutnya yang berbicara bahasa Perancisuntuk menjabat dalam pemerintahan yang baru. Perancis mengambil alih bahasa dari pengadilan, administrasi, dan budaya. Bahasa Latin sebagian besar digunakan untuk bahasa tertulis, terutama di Gereja. Sementara itu, Bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa kelas bawah.
Sekitar tahun 1200, Inggris dan Perancis berpisah. Bahasa Inggris berubah banyak, karena sekitar 300 tahun itu, sebagian besar Bahasa Inggris digunakan untuk percakapan bukan tulisan. Bahasa Inggris Kuno digunakan kembali tapi dengan banyak tambahan kata-kata Perancis. Bahasa Inggris pada masa ini disebut Bahasa Inggris Pertengahan.
Menarik untuk dicatat, karena saat itu orang inggris kelas-bawah dikucilkan oleh orang Norman kelas-atas, maka kata-kata untuk kebanyakan hewan domestik menggunakan Bahasa Inggris (ox, cow, calf, sheep, swine, deer) sementara kata-kata untuk menyebut daging hewan-hewan tersebut menggunakan bahasa Perancis (beef, veal, mutton, pork, bacon, venison)
Bahasa Inggris Pertengahan juga ditandai oleh Great Vowel Shift . Yaitu perubahan suara secara besar-besaran yang mempengaruhi bunyi vokal panjang Bahasa Inggris. Pada dasarnya, bunyi vokal panjang diucapkan dengan pergeseran ke atas mulut; tapi berubah menjadi diucapkan di satu tempat yang lebih tinggi dalam mulut.
Di bawah ini ada gambar bagian dalam kepala manusia. Jika kamu membelah kepalamu menjadi dua, maka gambar di bawah inilah yang akan kamu lihat. However, I recommended that you do not try this at home. :)

Bahasa Inggris Moderen (1500 - sampai sekarang): Bahasa Inggris Moderen dikembangkan setelah William Caxton memperkenalkan percetakannya di Westminster Abbey pada tahun 1476. Alkitab dan beberapa naskah penting dicetak. Buku-buku menjadi lebih murah dan lebih banyak orang belajar membaca. Percetakan juga membawa standarisasi ke Bahasa Inggris.
Pada era Shakespeare (1592-1616), Bahasa Inggris telah menjadi mudah dikenali sebagai Bahasa Inggris Moderen. Ada tiga perkembangan besar yang kemudian mempengaruhi Bahasa Inggris pada awal periode Bahasa Inggris Moderen ini yaitu: Renaissance, revolusi industri dan penjajahan Inggris. Bahasa Inggris berubah dan terus berkembang sampai menjadi seperti sekarang ini —dan masih akan terus berkembang, dengan ratusan tambahan kata-kata baru setiap tahunnya. Walaupun ada banyak kata pinjaman dari banyak bahasa lain, namun jantung Bahasa Inggris tetaplah bahasa Anglo-Saxon dari era Bahasa Inggris Kuno. Tata Bahasa Inggris juga sangat jelas Jermanik —tiga gender (He, She dan It) dan susunan sederhana dari kata kerja
Sumber tulisan: http://www.studyenglishtoday.net/english-language-history.htmlSumber gambar: http://www.englishclub.com/english-language-history.htm
Published on September 23, 2012 21:24
Apakah menulis itu seperti buang kotoran?
Ada yang menggambarkan kegiatan membaca itu seperti ‘makan’, dan menulis itu seperti ‘buang kotoran’, maka kali ini saya ingin memberi analogi yang berbeda. Menurut saya, menulis itu seperti makan.
Kau tahu, menulis itu membutuhkan perasaan ‘lapar’ sebagai pemicu. Sama halnya dengan lapar yang memicu orang untuk makan. Bedanya, lapar yang menjadi pemicu makan bisa datang sangat cepat. Sehingga rata-rata, kita dapat terpicu untuk makan dalam sehari sampai tiga kali.
'Lapar' yang menjadi pemicu untuk menulis bisa datang sangat lambat. Dalam keadaan kelaparan itupun terkadang kita bisa tahan untuk tidak 'makan' atau dalam hal ini tidak menuliskannya sampai berhari-hari bahkan mungkin bertahun-tahun. Bisa dibayangkan jika perasaan lapar untuk menulis dapat kita rasakan dalam sehari sampai tiga kali dan kita menurutinya, mungkin kita akan jadi orang yang produktif menulis. Memang sekarang ini telah banyak penyalur tulisan-tulisan dari yang panjang sampai terbatas hanya 140 karakter, sehingga menulis ‘status’ sehari tiga kali adalah kegiatan yang mudah. Namun sekali lagi perasaan butuh menulislah yang memicu orang untuk menulis, bukan karena banyaknya informasi yang kau baca sehingga kamu ‘terpaksa’ harus menulis.
Buang kotoran itu berkaitan dengan keikhlasan, sementara makan itu berkaitan dengan kebutuhan. Kau selalu ikhlas ketika membuang kotoranmu, kau tidak akan pernah berat untuk menyiram kotoranmu dan melihatnya berputar-putar sebelum akhirnya hilang ditelan septic tank. Kamu tidak mungkin mengingat-ingatnya atau bahkan memintanya kembali. Kecuali jika kamu punya kelainan.
Jika kamu mengganggap menulis adalah membuang kotoran, maka tulisanmu adalah kotoran tersebut. Namun ikhlaskah kamu jika tulisanmu diakui orang lain? Jika tulisan yang telah kamu buat dicopas tanpa izin dan dianggap sebagai milik orang lain? Jika itu kotoran, mengapa tak kau ikhlaskan saja?
Sekali lagi menulis itu butuh perasaan ‘lapar’ sebagai pemicu, dan pemicu saya menulis tulisan ini adalah sebuah twit dari seseorang sahabat.
Kau tahu, menulis itu membutuhkan perasaan ‘lapar’ sebagai pemicu. Sama halnya dengan lapar yang memicu orang untuk makan. Bedanya, lapar yang menjadi pemicu makan bisa datang sangat cepat. Sehingga rata-rata, kita dapat terpicu untuk makan dalam sehari sampai tiga kali.
'Lapar' yang menjadi pemicu untuk menulis bisa datang sangat lambat. Dalam keadaan kelaparan itupun terkadang kita bisa tahan untuk tidak 'makan' atau dalam hal ini tidak menuliskannya sampai berhari-hari bahkan mungkin bertahun-tahun. Bisa dibayangkan jika perasaan lapar untuk menulis dapat kita rasakan dalam sehari sampai tiga kali dan kita menurutinya, mungkin kita akan jadi orang yang produktif menulis. Memang sekarang ini telah banyak penyalur tulisan-tulisan dari yang panjang sampai terbatas hanya 140 karakter, sehingga menulis ‘status’ sehari tiga kali adalah kegiatan yang mudah. Namun sekali lagi perasaan butuh menulislah yang memicu orang untuk menulis, bukan karena banyaknya informasi yang kau baca sehingga kamu ‘terpaksa’ harus menulis.
Buang kotoran itu berkaitan dengan keikhlasan, sementara makan itu berkaitan dengan kebutuhan. Kau selalu ikhlas ketika membuang kotoranmu, kau tidak akan pernah berat untuk menyiram kotoranmu dan melihatnya berputar-putar sebelum akhirnya hilang ditelan septic tank. Kamu tidak mungkin mengingat-ingatnya atau bahkan memintanya kembali. Kecuali jika kamu punya kelainan.
Jika kamu mengganggap menulis adalah membuang kotoran, maka tulisanmu adalah kotoran tersebut. Namun ikhlaskah kamu jika tulisanmu diakui orang lain? Jika tulisan yang telah kamu buat dicopas tanpa izin dan dianggap sebagai milik orang lain? Jika itu kotoran, mengapa tak kau ikhlaskan saja?
Sekali lagi menulis itu butuh perasaan ‘lapar’ sebagai pemicu, dan pemicu saya menulis tulisan ini adalah sebuah twit dari seseorang sahabat.
Published on September 23, 2012 20:55
August 27, 2012
Cara Merancang Penulisan Buku Anda ala A. S. Laksana
Anda ingat kebiasaan anda dalam urusan dengan pekerjaan apa pun? Kapan anda menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan anda? Biasanya pada batas-batas terakhir. Masalahnya, bagaimana jika anda tidak menentukan batas akhir? Pekerjaan anda tidak akan pernah selesai.
Itulah kecenderungan orang yang dicermati oleh Cyrill Northcote Parkinson. Dalam kolomnya di The Economist tahun 1955, penulis dan sejarawan Inggris Inggris ini menulis kalimat pembuka: "Work expands so as to fill the time available for its completion."
Kalimat itulah yang sekarang dikenal sebagai Parkinson's Law.
Ia mengingatkan bahwa setiap urusan selalu akan memakan seluruh waktu yang disediakan untuknya. Urusan menulis kreatif maupun menulis tidak kreatif saya kira tercakup juga di dalamnya, tidak peduli bahwa penulis suka berdalih aneh-aneh mulai dari tidak ada mood untuk menulis sampai terserang writer's block. Jika anda tidak memberi batas akhir, misalnya, kapan buku anda harus selesai, anda tidak akan pernah menyelesaikannya. Sebab waktunya akan terentang panjang sekali hingga tiba hari kiamat.
Karena itu deadline adalah elemen terpenting dalam penulisan. Dan yang juga penting adalah merancang bagian-bagian dari pekerjaan itu. Meskipun anda sudah menetapkan deadline bahwa buku anda sudah harus selesai tanggal 29 Desember, anda tidak mungkin mengebut penulisan novel dalam satu malam.
Untuk itu, anda hanya perlu sedikit membuat perencanaan. Bagaimanapun penulisan buku terdiri atas beberapa pekerjaan: membuat outline, melakukan riset, menulis draft, mengedit draft yang sudah selesai, dan sebagainya.
Katakanlah anda memberi waktu penulisan buku anda dalam sebulan dari sekarang. Yang pertama-tama perlu anda lakukan adalah:
Menulis outline. Tidak ada tawar-menawar tentang outline. Bikinlah outline serinci mungkin--bab demi bab, sehingga anda selalu tahu apa yang harus anda tulis.Melakukan riset yang anda perlukan.Menulis sehari satu bab. Ini bisa anda lakukan lebih mudah ketika anda menyiapkan outline. Mengedit ketika seluruh buku anda sudah selesai.
Jadi, jangan pernah bilang bahwa buku anda sangat penting bagi anda, dan bagaimanapun anda perlu menyelesaikannya, jika anda tidak memberikan deadline untuknya.
Sumber: as-laksana.blogspot.com
Itulah kecenderungan orang yang dicermati oleh Cyrill Northcote Parkinson. Dalam kolomnya di The Economist tahun 1955, penulis dan sejarawan Inggris Inggris ini menulis kalimat pembuka: "Work expands so as to fill the time available for its completion."
Kalimat itulah yang sekarang dikenal sebagai Parkinson's Law.
Ia mengingatkan bahwa setiap urusan selalu akan memakan seluruh waktu yang disediakan untuknya. Urusan menulis kreatif maupun menulis tidak kreatif saya kira tercakup juga di dalamnya, tidak peduli bahwa penulis suka berdalih aneh-aneh mulai dari tidak ada mood untuk menulis sampai terserang writer's block. Jika anda tidak memberi batas akhir, misalnya, kapan buku anda harus selesai, anda tidak akan pernah menyelesaikannya. Sebab waktunya akan terentang panjang sekali hingga tiba hari kiamat.
Karena itu deadline adalah elemen terpenting dalam penulisan. Dan yang juga penting adalah merancang bagian-bagian dari pekerjaan itu. Meskipun anda sudah menetapkan deadline bahwa buku anda sudah harus selesai tanggal 29 Desember, anda tidak mungkin mengebut penulisan novel dalam satu malam.
Untuk itu, anda hanya perlu sedikit membuat perencanaan. Bagaimanapun penulisan buku terdiri atas beberapa pekerjaan: membuat outline, melakukan riset, menulis draft, mengedit draft yang sudah selesai, dan sebagainya.
Katakanlah anda memberi waktu penulisan buku anda dalam sebulan dari sekarang. Yang pertama-tama perlu anda lakukan adalah:
Menulis outline. Tidak ada tawar-menawar tentang outline. Bikinlah outline serinci mungkin--bab demi bab, sehingga anda selalu tahu apa yang harus anda tulis.Melakukan riset yang anda perlukan.Menulis sehari satu bab. Ini bisa anda lakukan lebih mudah ketika anda menyiapkan outline. Mengedit ketika seluruh buku anda sudah selesai.
Jadi, jangan pernah bilang bahwa buku anda sangat penting bagi anda, dan bagaimanapun anda perlu menyelesaikannya, jika anda tidak memberikan deadline untuknya.
Sumber: as-laksana.blogspot.com
Published on August 27, 2012 16:10
Merancang Penulisan Buku Anda ala A. S. Laksana
Anda ingat kebiasaan anda dalam urusan dengan pekerjaan apa pun? Kapan anda menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan anda? Biasanya pada batas-batas terakhir. Masalahnya, bagaimana jika anda tidak menentukan batas akhir? Pekerjaan anda tidak akan pernah selesai.
Itulah kecenderungan orang yang dicermati oleh Cyrill Northcote Parkinson. Dalam kolomnya di The Economist tahun 1955, penulis dan sejarawan Inggris Inggris ini menulis kalimat pembuka: "Work expands so as to fill the time available for its completion."
Kalimat itulah yang sekarang dikenal sebagai Parkinson's Law.
Ia mengingatkan bahwa setiap urusan selalu akan memakan seluruh waktu yang disediakan untuknya. Urusan menulis kreatif maupun menulis tidak kreatif saya kira tercakup juga di dalamnya, tidak peduli bahwa penulis suka berdalih aneh-aneh mulai dari tidak ada mood untuk menulis sampai terserang writer's block. Jika anda tidak memberi batas akhir, misalnya, kapan buku anda harus selesai, anda tidak akan pernah menyelesaikannya. Sebab waktunya akan terentang panjang sekali hingga tiba hari kiamat.
Karena itu deadline adalah elemen terpenting dalam penulisan. Dan yang juga penting adalah merancang bagian-bagian dari pekerjaan itu. Meskipun anda sudah menetapkan deadline bahwa buku anda sudah harus selesai tanggal 29 Desember, anda tidak mungkin mengebut penulisan novel dalam satu malam.
Untuk itu, anda hanya perlu sedikit membuat perencanaan. Bagaimanapun penulisan buku terdiri atas beberapa pekerjaan: membuat outline, melakukan riset, menulis draft, mengedit draft yang sudah selesai, dan sebagainya.
Katakanlah anda memberi waktu penulisan buku anda dalam sebulan dari sekarang. Yang pertama-tama perlu anda lakukan adalah:
Menulis outline. Tidak ada tawar-menawar tentang outline. Bikinlah outline serinci mungkin--bab demi bab, sehingga anda selalu tahu apa yang harus anda tulis.Melakukan riset yang anda perlukan.Menulis sehari satu bab. Ini bisa anda lakukan lebih mudah ketika anda menyiapkan outline. Mengedit ketika seluruh buku anda sudah selesai.
Jadi, jangan pernah bilang bahwa buku anda sangat penting bagi anda, dan bagaimanapun anda perlu menyelesaikannya, jika anda tidak memberikan deadline untuknya.
Sumber: as-laksana.blogspot.com
Itulah kecenderungan orang yang dicermati oleh Cyrill Northcote Parkinson. Dalam kolomnya di The Economist tahun 1955, penulis dan sejarawan Inggris Inggris ini menulis kalimat pembuka: "Work expands so as to fill the time available for its completion."
Kalimat itulah yang sekarang dikenal sebagai Parkinson's Law.
Ia mengingatkan bahwa setiap urusan selalu akan memakan seluruh waktu yang disediakan untuknya. Urusan menulis kreatif maupun menulis tidak kreatif saya kira tercakup juga di dalamnya, tidak peduli bahwa penulis suka berdalih aneh-aneh mulai dari tidak ada mood untuk menulis sampai terserang writer's block. Jika anda tidak memberi batas akhir, misalnya, kapan buku anda harus selesai, anda tidak akan pernah menyelesaikannya. Sebab waktunya akan terentang panjang sekali hingga tiba hari kiamat.
Karena itu deadline adalah elemen terpenting dalam penulisan. Dan yang juga penting adalah merancang bagian-bagian dari pekerjaan itu. Meskipun anda sudah menetapkan deadline bahwa buku anda sudah harus selesai tanggal 29 Desember, anda tidak mungkin mengebut penulisan novel dalam satu malam.
Untuk itu, anda hanya perlu sedikit membuat perencanaan. Bagaimanapun penulisan buku terdiri atas beberapa pekerjaan: membuat outline, melakukan riset, menulis draft, mengedit draft yang sudah selesai, dan sebagainya.
Katakanlah anda memberi waktu penulisan buku anda dalam sebulan dari sekarang. Yang pertama-tama perlu anda lakukan adalah:
Menulis outline. Tidak ada tawar-menawar tentang outline. Bikinlah outline serinci mungkin--bab demi bab, sehingga anda selalu tahu apa yang harus anda tulis.Melakukan riset yang anda perlukan.Menulis sehari satu bab. Ini bisa anda lakukan lebih mudah ketika anda menyiapkan outline. Mengedit ketika seluruh buku anda sudah selesai.
Jadi, jangan pernah bilang bahwa buku anda sangat penting bagi anda, dan bagaimanapun anda perlu menyelesaikannya, jika anda tidak memberikan deadline untuknya.
Sumber: as-laksana.blogspot.com
Published on August 27, 2012 16:10
August 26, 2012
10 Tip Dasar Menulis dari Hoeda Manis
Pahamilah bahwa menulis adalah proses. Karena ia merupakan proses, jangan pernah dirisaukan oleh hasilnya, tetapi nikmatilah prosesnya. Uang, popularitas, dan hal lain semacamnya, hanyalah efek samping atau hadiah yang akan kita dapatkan dari keasyikan menulis. Nikmati prosesmu!Membacalah. Membaca adalah makanan pokok sekaligus santapan wajib bagi penulis. Jangan pernah percaya pada siapa pun yang menyatakan bahwa kita dapat menulis tanpa membaca. Berharap dapat menulis dengan baik tanpa membaca, itu sama mustahilnya dengan berharap kenyang tanpa makan, berharap hidup tanpa dilahirkan.Ketika sedang menulis sesuatu, yang perlu kita lakukan hanyalah menuliskannya terlebih dulu. Jadi teruslah menulis, tidak usah hiraukan mana susunan kata yang benar dan mana kalimat yang salah. Tulis saja dulu, keluarkan semua yang ingin kita tuliskan. Nanti, setelah semuanya sudah dituliskan, barulah lakukan editing. Di saat mengedit, kita bisa membetulkan mana yang salah dan keliru, menyempurnakan susunan kata atau kalimat yang belum jelas, memberikan huruf besar dan tanda baca di tempat yang tepat—dan lain sebagainya.Jangan malas mengedit dan merevisi. Setelah sebuah tulisan selesai, bacalah kembali, kemudian edit dan revisilah sampai tulisan itu sempurna menurutmu. Hilangkan bagian-bagian yang tidak penting, pangkas yang terlalu bertele-tele, buatlah tulisanmu seringkas dan semenarik mungkin.Lakukanlah pengendapan, khususnya jika tulisan itu tidak diburu deadline. Kalau hari ini kita telah menyelesaikan sebuah tulisan, simpanlah dulu. Besok, atau beberapa hari kemudian, cobalah buka tulisan itu dan bacalah kembali. Pengendapan tulisan akan menjadikan pikiran kita lebih jernih, dan penilaian lebih objektif. Tulisan yang “hebat” hari ini bisa saja menjadi “konyol” beberapa hari yang akan datang. Karenanya, lakukanlah pengendapan.Kalau sewaktu-waktu menemukan ide yang menarik, segeralah tulis. Kalau sewaktu-waktu menemukan kata-kata atau kalimat yang bagus, tulislah. Gunakan kertas, ponsel, iPod, atau apa pun untuk menulis. Ide yang bagus atau kalimat yang hebat sering kali datang di waktu yang tidak tepat. Kalau kita malas menuliskannya, kita akan kehilangan sesuatu yang berharga.Menulis sesuatu yang sederhana sama sekali bukan masalah, bukan aib, juga bukan kejahatan. Karenanya, tidak perlu malu atau takut menulis hal-hal sederhana atau dengan bahasa yang sederhana. Yang penting kita menulis, itu intinya. Semua tulisan yang hebat berawal dari tulisan sederhana. Penulis yang hebat pun berawal dari penulis pemula.Menulislah dengan jujur. Jujur pada dirimu sendiri, jujur atas tulisanmu, juga jujur kepada orang lain (pembacamu). Ketika kita menulis dengan kejujuran, kita akan menulis dengan cinta. Dan ketika kita menulis dengan cinta, maka hukum alam paling mutlak akan terjadi—cinta akan menarik cinta. Tulisan yang ditulis dengan cinta—sepahit apa pun isinya—akan mendatangkan cinta yang sama dari para pembacanya. Agar pembaca menyukai tulisanmu, terlebih dulu kau harus mencintai tulisanmu—dan proses menulismu.Kalau ingin mendalami ilmu kepenulisan, silakan beli dan baca buku-buku teori kepenulisan. Tetapi tidak usah terikat atau terbebani dengan semua teori yang tertulis di buku-buku itu. Buku teori menulis memang baik untuk dipelajari, tetapi lebih baik lagi adalah praktik menulisnya. Seperti belajar berenang, kita tetap saja tidak akan dapat berenang meski sudah membaca ratusan buku teori berenang. Untuk dapat berenang dengan baik, kita harus terjun ke kolam renang—dan belajar sambil jalan.Teruslah belajar, jangan pernah puas dengan hasil tulisanmu. Teruslah berusaha agar bisa menulis lebih baik lagi, lebih baik lagi, dan lebih baik lagi. Teruslah bertumbuh, jangan berhenti dan mati.
Published on August 26, 2012 16:50
Tiga Elemen Penulisan Kreatif dalam Blog dari Raditya Dika
First Sentences yang Menarik
Let’s face it. Di dalam ranah dunia internet, kita semua somewhat terkena ADD (attention disorder deficit). Pembaca punya attention span yang rendah. Jika mereka tidak suka dengan blog kita mereka bisa dengan mudah langsung pindah ke website lain dengan satu kali klik. Nah, inilah mengapa kita perlu first sentence yang punya dahsyat di dalam entry kita.
Di dalam dunia perbukuan dan menulis, semua buku yang baik punya first sentences yang engaging untuk membawa pembaca larut ke kalimat-kalimat selanjutnya sampai buku tersebut habis. Di dalam dunia blog, entry Anda juga harus punya first sentences yang cihui agar orang tercantol dalam waktu singkat.
Apa yang terjadi jika Anda tersasar ke sebuah blog dan kalimat pertama yang Anda baca seperti ini:
“Gue pagi ini bangun terus gue mandi. Ke sekolah lagi. Males deh.” Kemungkinan besar, Anda berpikir “Yeah, diary anak sekolahan lagi. Biasa banget. Males ah.” Lantas Anda menutup browser tersebut.
Bandingkan jika Anda tersasar ke sebuah blog dan rangkaian kalimat yang pertama Anda baca seperti ini:
“Untuk pertama kalinya saya akan bercerita tentang sejarah “Seratus” dalam hidup saya. Bukan karena cerita itu teramat penting dan besar, tapi justru karena keremehannya yang luar biasa.”
Saya, begitu membaca first sentences barusan akan berpikir, “Apa sih ‘seratus’ ini? Seberapa remeh dia?” Selanjutnya, saya membaca tulisan tersebut sampai habis. Tulisan yang kedua, saya kutip dari blog Dewi Lestari.
Kecermatan dan kepiawaian kita untuk membuat first sentences yang menarik akan membuat pembaca tergelitik untuk membaca kalimat-kalimat berikutnya. Setelah itu, Anda hanya perlu konsisten untuk membuat kalimat-kalimat berikutnya bisa sebaik kalimat yang pertama Anda buat.
Ingat, tulisan Anda harus punya hook. Anda harus punya sesuatu yang merangsang rasa penasaran sekaligus keinginan pembaca yang tiba-tiba tersasar. Tanyakan ini pada diri Anda sendiri: “Jika gue nyasar ke blog gue sendiri dan ngebaca kalimat pertama ini, gue bakal mau baca sampe abis gak ya?”
Buatlah Tulisan yang Ekonomis
Robert McKee, seorang lecturer dalam bidang penulisan, pernah berkata “90% of first drafts is shit”. Ini berarti, kebanyakan, tulisan yang pertama Anda buat pertama kali adalah jelek. Tulisan dalam sebuah first draft adalah tulisan yang tidak terstruktur, patah-patah, dan lepas dari otak Anda begitu saja. Kemungkinan besar, tulisan di draft pertama Anda juga adalah tulisan yang verbosal, yaitu tulisan yang terlalu boros kata-kata dan tidak ekonomis.
Nah, sebelum Anda mengklik tombol “post” itu, coba cek kembali apa yang telah Anda tulis. Apakah penggunaan kalimatnya sudah logis? Cek kembali logika kalimat yang salah. Cek kembali ejaan, atau terminologi yang benar. Bunuh semua kata yang tidak perlu. Tulisan yang baik adalah tulisan yang tight: kencang dan sempit. Perhatikan pacing tiap kalimat. Kata demi kata. Apakah tulisan Anda punya tempo yang enak untuk diikuti? Tulisan yang baik adalah tulisan yang seperti musik, ada tempo teratur, ada jeda untuk menarik napas, ada nada yang mengalir.
Baca kembali first draft Anda sebagai seorang pembaca, cek dulu apakah diksi yang Anda gunakan tidak redundan. Misalnya, Anda menemukan kalimat: “gue pergi ke rumah gue pas adek gue pulang dari kampus malem-malem”, ini jelas redundan. Coret semua kata “gue” hingga kalimatnya lebih efektif dan ekonomis, menjadi: “Gue pergi ke rumah, pas adek pulang dari kampus.”
Seperti yang kebanyakan orang bilang, first draft ditulis hanya untuk “mengeluarkan apa yang ada di kepala”. Draft kedua ditulis untuk “memperbaiki apa yang sudah ditulis.” Dan draft ketiga untuk “membuat tulisannya bersinar”. Jangan terburu-buru dalam menulis sebuah tulisan, buatlah menjadi semenarik mungkin.
Menemukan dan Menggunakan Voice Anda Sendiri
Pernahkah Anda mengangkat telepon, dan hanya dari mendengar suara orang tersebut Anda mengenali siapa yang sedang berbicara dengan Anda? Setiap manusia diciptakan dengan warna suara yang berbeda-beda. Apa yang cempreng, ada yang berat/husky, ada yang kayak orang kejepit. Apa pun itu, warna suara dapat membedakan antara satu orang dengan orang yang lain.
Seperti halnya dengan dunia penulisan, setiap penulis yang baik pasti punya “voice”-nya sendiri. Anda tahu bagaimana gaya khas Hilman Hariwijaya dalam menulis. Anda tahu, bagaimana tulisan Gunawan Muhammad ketika Anda membacanya. Atau bahkan, Anda bisa menebak diksi (kosakata) apa yang biasanya ada dalam esai-esai politik Eep Saefuloh Fatah. Gaya menulis Djenar Maesa Ayu, gaya Ayu Utami, mereka punya gaya yang khas. Semua penulis tadi punya voice yang begitu khas sehingga orang tahu, begitu membaca tulisan mereka, itu adalah tulisan mereka.
Cara paling gampang untuk tahu apakah Anda sudah punya voice atau belum: jika ibu Anda membaca tulisan Anda, tanpa diberitahu bahwa itu adalah milik Anda, dan dia bisa bilang, “Wah, ini tulisan anak saya.” Berarti selamat, Anda sudah punya voice.
Voice yang khas membantu kita untuk mendeferensiasikan diri dari penulis yang lain. Dalam menulis blog, voice yang khas juga akan membuat kita terlihat berbeda dari penulis blog-blog yang lain. Punya voice akan memisahkan kita dari “blogger lainnya” menjadi “blogger yang itu tuh, yang tulisan begini nih…”. Ndoro Kakung, misalnya masuk ke dalam contoh blogger yang punya voice yang sangat khas.
Lantas, bagaimana cara menemukan voice kita sendiri? Jawabannya sederhana: banyak membaca dan berlatih. Dengan membaca banyak buku yang ditulis penulis lain, sambil menganalisa-nya, kita akan dengan sendirinya mengadaptasi gaya-gaya mereka untuk memperkuat personality dan voice kita sendiri. Mengadaptasi, tentu saja, bukan berarti mencuri.
Layaknya Nidji yang mengagumi britpop, terutama Coldplay, sampai akhirnya bisa menemukan kekhasan aliran lagu miliknya sendiri, mereka berhasil membuat voice yang khas pada karya-karyanya. Atau layaknya Tohpati yang pada awalnya mendengarkan pilihan-pilihan nada yang dimainkan gitaris John Scofield, pada akhirnya Tohpati memelajari dan mengadaptasi permainan gitar orang lain hingga akhirnya dia menemukan sebuah gaya yang uniquely his.
Pelajari bagaimana kekuatan Haruki Murakami dalam mengkonstruksi sebuah dialog, pelajari narasi Chuck Palahniuk yang minimalistik dan maskulin, pelajari bagaimana Hilman Hariwijaya menggiring orang untuk tertawa. Satukan apa yang telah Anda pelajari, tanamkan dalam-dalam dalam diri Anda, dan keluarkan personality Anda sendiri. Keluarkan voice Anda.
Dengan banyak membaca Anda akan mendapatkan banyak referensi. Di samping itu, dengan banyak berlatih Anda akan tahu cara penyampaian seperti apa yang paling asik untuk Anda. Anda akan memilih diksi yang paling mewakili gaya tulisan Anda. Menulis dan berlatih, dan jadilah berbeda dari orang-orang yang lain.
Tentu saja, tiga elemen di atas hanya sebagian kecil contoh bagaimana kita menggunakan elemen penulisan kreatif untuk membuat postingan blog kita menjadi lebih baik. Masih banyak elemen-elemen lain: komposisi narasi vs dialog, deskripsi yang efektif, setting dan konteks, dan lain-lain.
Let’s face it. Di dalam ranah dunia internet, kita semua somewhat terkena ADD (attention disorder deficit). Pembaca punya attention span yang rendah. Jika mereka tidak suka dengan blog kita mereka bisa dengan mudah langsung pindah ke website lain dengan satu kali klik. Nah, inilah mengapa kita perlu first sentence yang punya dahsyat di dalam entry kita.
Di dalam dunia perbukuan dan menulis, semua buku yang baik punya first sentences yang engaging untuk membawa pembaca larut ke kalimat-kalimat selanjutnya sampai buku tersebut habis. Di dalam dunia blog, entry Anda juga harus punya first sentences yang cihui agar orang tercantol dalam waktu singkat.
Apa yang terjadi jika Anda tersasar ke sebuah blog dan kalimat pertama yang Anda baca seperti ini:
“Gue pagi ini bangun terus gue mandi. Ke sekolah lagi. Males deh.” Kemungkinan besar, Anda berpikir “Yeah, diary anak sekolahan lagi. Biasa banget. Males ah.” Lantas Anda menutup browser tersebut.
Bandingkan jika Anda tersasar ke sebuah blog dan rangkaian kalimat yang pertama Anda baca seperti ini:
“Untuk pertama kalinya saya akan bercerita tentang sejarah “Seratus” dalam hidup saya. Bukan karena cerita itu teramat penting dan besar, tapi justru karena keremehannya yang luar biasa.”
Saya, begitu membaca first sentences barusan akan berpikir, “Apa sih ‘seratus’ ini? Seberapa remeh dia?” Selanjutnya, saya membaca tulisan tersebut sampai habis. Tulisan yang kedua, saya kutip dari blog Dewi Lestari.
Kecermatan dan kepiawaian kita untuk membuat first sentences yang menarik akan membuat pembaca tergelitik untuk membaca kalimat-kalimat berikutnya. Setelah itu, Anda hanya perlu konsisten untuk membuat kalimat-kalimat berikutnya bisa sebaik kalimat yang pertama Anda buat.
Ingat, tulisan Anda harus punya hook. Anda harus punya sesuatu yang merangsang rasa penasaran sekaligus keinginan pembaca yang tiba-tiba tersasar. Tanyakan ini pada diri Anda sendiri: “Jika gue nyasar ke blog gue sendiri dan ngebaca kalimat pertama ini, gue bakal mau baca sampe abis gak ya?”
Buatlah Tulisan yang Ekonomis
Robert McKee, seorang lecturer dalam bidang penulisan, pernah berkata “90% of first drafts is shit”. Ini berarti, kebanyakan, tulisan yang pertama Anda buat pertama kali adalah jelek. Tulisan dalam sebuah first draft adalah tulisan yang tidak terstruktur, patah-patah, dan lepas dari otak Anda begitu saja. Kemungkinan besar, tulisan di draft pertama Anda juga adalah tulisan yang verbosal, yaitu tulisan yang terlalu boros kata-kata dan tidak ekonomis.
Nah, sebelum Anda mengklik tombol “post” itu, coba cek kembali apa yang telah Anda tulis. Apakah penggunaan kalimatnya sudah logis? Cek kembali logika kalimat yang salah. Cek kembali ejaan, atau terminologi yang benar. Bunuh semua kata yang tidak perlu. Tulisan yang baik adalah tulisan yang tight: kencang dan sempit. Perhatikan pacing tiap kalimat. Kata demi kata. Apakah tulisan Anda punya tempo yang enak untuk diikuti? Tulisan yang baik adalah tulisan yang seperti musik, ada tempo teratur, ada jeda untuk menarik napas, ada nada yang mengalir.
Baca kembali first draft Anda sebagai seorang pembaca, cek dulu apakah diksi yang Anda gunakan tidak redundan. Misalnya, Anda menemukan kalimat: “gue pergi ke rumah gue pas adek gue pulang dari kampus malem-malem”, ini jelas redundan. Coret semua kata “gue” hingga kalimatnya lebih efektif dan ekonomis, menjadi: “Gue pergi ke rumah, pas adek pulang dari kampus.”
Seperti yang kebanyakan orang bilang, first draft ditulis hanya untuk “mengeluarkan apa yang ada di kepala”. Draft kedua ditulis untuk “memperbaiki apa yang sudah ditulis.” Dan draft ketiga untuk “membuat tulisannya bersinar”. Jangan terburu-buru dalam menulis sebuah tulisan, buatlah menjadi semenarik mungkin.
Menemukan dan Menggunakan Voice Anda Sendiri
Pernahkah Anda mengangkat telepon, dan hanya dari mendengar suara orang tersebut Anda mengenali siapa yang sedang berbicara dengan Anda? Setiap manusia diciptakan dengan warna suara yang berbeda-beda. Apa yang cempreng, ada yang berat/husky, ada yang kayak orang kejepit. Apa pun itu, warna suara dapat membedakan antara satu orang dengan orang yang lain.
Seperti halnya dengan dunia penulisan, setiap penulis yang baik pasti punya “voice”-nya sendiri. Anda tahu bagaimana gaya khas Hilman Hariwijaya dalam menulis. Anda tahu, bagaimana tulisan Gunawan Muhammad ketika Anda membacanya. Atau bahkan, Anda bisa menebak diksi (kosakata) apa yang biasanya ada dalam esai-esai politik Eep Saefuloh Fatah. Gaya menulis Djenar Maesa Ayu, gaya Ayu Utami, mereka punya gaya yang khas. Semua penulis tadi punya voice yang begitu khas sehingga orang tahu, begitu membaca tulisan mereka, itu adalah tulisan mereka.
Cara paling gampang untuk tahu apakah Anda sudah punya voice atau belum: jika ibu Anda membaca tulisan Anda, tanpa diberitahu bahwa itu adalah milik Anda, dan dia bisa bilang, “Wah, ini tulisan anak saya.” Berarti selamat, Anda sudah punya voice.
Voice yang khas membantu kita untuk mendeferensiasikan diri dari penulis yang lain. Dalam menulis blog, voice yang khas juga akan membuat kita terlihat berbeda dari penulis blog-blog yang lain. Punya voice akan memisahkan kita dari “blogger lainnya” menjadi “blogger yang itu tuh, yang tulisan begini nih…”. Ndoro Kakung, misalnya masuk ke dalam contoh blogger yang punya voice yang sangat khas.
Lantas, bagaimana cara menemukan voice kita sendiri? Jawabannya sederhana: banyak membaca dan berlatih. Dengan membaca banyak buku yang ditulis penulis lain, sambil menganalisa-nya, kita akan dengan sendirinya mengadaptasi gaya-gaya mereka untuk memperkuat personality dan voice kita sendiri. Mengadaptasi, tentu saja, bukan berarti mencuri.
Layaknya Nidji yang mengagumi britpop, terutama Coldplay, sampai akhirnya bisa menemukan kekhasan aliran lagu miliknya sendiri, mereka berhasil membuat voice yang khas pada karya-karyanya. Atau layaknya Tohpati yang pada awalnya mendengarkan pilihan-pilihan nada yang dimainkan gitaris John Scofield, pada akhirnya Tohpati memelajari dan mengadaptasi permainan gitar orang lain hingga akhirnya dia menemukan sebuah gaya yang uniquely his.
Pelajari bagaimana kekuatan Haruki Murakami dalam mengkonstruksi sebuah dialog, pelajari narasi Chuck Palahniuk yang minimalistik dan maskulin, pelajari bagaimana Hilman Hariwijaya menggiring orang untuk tertawa. Satukan apa yang telah Anda pelajari, tanamkan dalam-dalam dalam diri Anda, dan keluarkan personality Anda sendiri. Keluarkan voice Anda.
Dengan banyak membaca Anda akan mendapatkan banyak referensi. Di samping itu, dengan banyak berlatih Anda akan tahu cara penyampaian seperti apa yang paling asik untuk Anda. Anda akan memilih diksi yang paling mewakili gaya tulisan Anda. Menulis dan berlatih, dan jadilah berbeda dari orang-orang yang lain.
Tentu saja, tiga elemen di atas hanya sebagian kecil contoh bagaimana kita menggunakan elemen penulisan kreatif untuk membuat postingan blog kita menjadi lebih baik. Masih banyak elemen-elemen lain: komposisi narasi vs dialog, deskripsi yang efektif, setting dan konteks, dan lain-lain.
Published on August 26, 2012 16:36
July 20, 2012
Untuk Segala Peristiwa Waktu
Pada senja yang paling diam, kau bertanya padaku. Pertanyaan yang jawabannya aku kelu. Kamu bertanya apakah aku ingat kapan pertama kali kita janjian makan.
Aku ingat, aku suka dengan tulisan tanganmu, juga kejutan pada pergantian tahunku, aku ingat buku kumpulan puisi jalanan yang kau beri. Tapi aku lupa kapan kita pertama kali janjian makan, bahkan aku lupa kapan pertama kali mengenalmu.
Aku ingat ketika kau terjaga pada ranum pagi ini, masih memeluk selimut coklat muda, yang wanginya masih seperti tadi malam, sebelum kau terpejam. Ya, aku masih ingat pagi itu. Tapi tentang kapan kita berjumpa, aku alpa.
Perasaan itu tidak pernah pasti, mungkin itu sebabnya aku tidak merasakanmu ketika pertama kali kita berjumpa. I’ve knew you as a best friend, and no one knows when is the first time you get someone as best friend.
Dan pada waktu yang terus bergegas, pada jalinan rencana Tuhan, kita bertemu. Sampai akhirnya kita tiba pada pengakuan diam-diam, penuh debar, penuh kegugupan. Ketika aku berkomitmen kepada diriku sendiri —bukan kepadamu, bukan kepada siapa-siapa.
Awalnya kupikir orang tidak akan bisa membuat komitmen sebelum benar-benar jatuh cinta. Namun kawanku pernah bilang dengan penuh keyakinan bahwa kita tidak akan bisa mencintai dengan tulus sebelum membuat komitmen.
Aku percaya itulah kesempatan terakhirku. Bukan karena aku sudah terlalu tua untuk menjalin cinta, tetapi karena sudah waktunya aku berhenti. Berhenti berlari, mengejar sesuatu yang orang bilang kebahagiaan, dan merasa bahagia dengan apa yang sudah kumiliki.
Pada akhirnya aku ingin mengenangmu sebebas-bebasnya, hingga titik terjauh, tanpa harus tercatat.
Aku ingat, aku suka dengan tulisan tanganmu, juga kejutan pada pergantian tahunku, aku ingat buku kumpulan puisi jalanan yang kau beri. Tapi aku lupa kapan kita pertama kali janjian makan, bahkan aku lupa kapan pertama kali mengenalmu.
Aku ingat ketika kau terjaga pada ranum pagi ini, masih memeluk selimut coklat muda, yang wanginya masih seperti tadi malam, sebelum kau terpejam. Ya, aku masih ingat pagi itu. Tapi tentang kapan kita berjumpa, aku alpa.
Perasaan itu tidak pernah pasti, mungkin itu sebabnya aku tidak merasakanmu ketika pertama kali kita berjumpa. I’ve knew you as a best friend, and no one knows when is the first time you get someone as best friend.
Dan pada waktu yang terus bergegas, pada jalinan rencana Tuhan, kita bertemu. Sampai akhirnya kita tiba pada pengakuan diam-diam, penuh debar, penuh kegugupan. Ketika aku berkomitmen kepada diriku sendiri —bukan kepadamu, bukan kepada siapa-siapa.
Awalnya kupikir orang tidak akan bisa membuat komitmen sebelum benar-benar jatuh cinta. Namun kawanku pernah bilang dengan penuh keyakinan bahwa kita tidak akan bisa mencintai dengan tulus sebelum membuat komitmen.
Aku percaya itulah kesempatan terakhirku. Bukan karena aku sudah terlalu tua untuk menjalin cinta, tetapi karena sudah waktunya aku berhenti. Berhenti berlari, mengejar sesuatu yang orang bilang kebahagiaan, dan merasa bahagia dengan apa yang sudah kumiliki.
Pada akhirnya aku ingin mengenangmu sebebas-bebasnya, hingga titik terjauh, tanpa harus tercatat.
Published on July 20, 2012 15:56
July 2, 2012
Membaca
Membaca bagi saya adalah kesenangan, dan saya berada di barisan paling depan untuk menentang golongan yang membenci buku.
Bagi saya, pemikiran –seburuk apapun— perlu di beri ruang. Buku dan diskusi adalah wadah untuk menuangkan pikiran. Sehingga melarang buku atau diskusi sama dengan melarang orang untuk berpikir. Lalu bagaimana kalau pemikiran dalam buku tersebuut hanya ‘pemikiran sampah’ yang nggak punya argumen yang kuat dan hanya menyebarkan kebencian belaka?
Saya hanya bisa menjawab, “Santai saja.” Ketika membaca sebuah pemikiran, tenang saja. Pembaca nggak harus setuju dengan sesuatu yang ia baca kan? Saya sependapat bahwa menutup diri dari pemikiran yang berbeda hanya merupakan sebentuk pengkerdilan diri. Masing-masing kita tentu punya pendirian, tapi pendirian yang dihasilkan oleh pergulatan hati dan pikiran adalah sebagus-bagusnya pendirian. Dan mengutip @pandji, “Mereka yang tidak siap dengan kebebasan berpendapat, akan terkucilkan.”
Bagi saya, pemikiran –seburuk apapun— perlu di beri ruang. Buku dan diskusi adalah wadah untuk menuangkan pikiran. Sehingga melarang buku atau diskusi sama dengan melarang orang untuk berpikir. Lalu bagaimana kalau pemikiran dalam buku tersebuut hanya ‘pemikiran sampah’ yang nggak punya argumen yang kuat dan hanya menyebarkan kebencian belaka?
Saya hanya bisa menjawab, “Santai saja.” Ketika membaca sebuah pemikiran, tenang saja. Pembaca nggak harus setuju dengan sesuatu yang ia baca kan? Saya sependapat bahwa menutup diri dari pemikiran yang berbeda hanya merupakan sebentuk pengkerdilan diri. Masing-masing kita tentu punya pendirian, tapi pendirian yang dihasilkan oleh pergulatan hati dan pikiran adalah sebagus-bagusnya pendirian. Dan mengutip @pandji, “Mereka yang tidak siap dengan kebebasan berpendapat, akan terkucilkan.”
Published on July 02, 2012 07:56
April 21, 2012
The two drops of oil
Standing above the little town of Tarifa is an old fort built by the Moors. I remember sitting here with my wife, Christina, in 1982, and for the first time looking at a continent from across a narrow stretch of water: Africa. At that time I could not dream that such a lazy moment in the late afternoon would inspire a scene in my best-known book, “The Alchemist”. Nor could I have dreamed that the story that follows, heard in the car, would serve as an excellent example for all of us who are searching for some balance between discipline and compassion.A merchant sent his son to learn the Secret of Happiness from the wisest of men. The young man wandered through the desert for forty days until he reached a beautiful castle at the top of a mountain. There lived the sage that the young man was looking for.However, instead of finding a holy man, our hero entered a room and saw a great deal of activity; merchants coming and going, people chatting in the corners, a small orchestra playing sweet melodies, and there was a table laden with the most delectable dishes of that part of the world.The wise man talked to everybody, and the young man had to wait for two hours until it was time for his audience.With considerable patience, he listened attentively to the reason for the boy’s visit, but told him that at that moment he did not have the time to explain to him the Secret of Happiness.He suggested that the young man take a stroll around his palace and come back in two hours’ time.“However, I want to ask you a favor,” he added, handing the boy a teaspoon, in which he poured two drops of oil. “While you walk, carry this spoon and don’t let the oil spill.”The young man began to climb up and down the palace staircases, always keeping his eyes fixed on the spoon. At the end of two hours he returned to the presence of the wise man.“So,” asked the sage, “did you see the Persian tapestries hanging in my dining room? Did you see the garden that the Master of Gardeners took ten years to create? Did you notice the beautiful parchments in my library?”Embarrassed, the young man confessed that he had seen nothing. His only concern was not to spill the drops of oil that the wise man had entrusted to him.“So, go back and see the wonders of my world,” said the wise man. “You can’t trust a man if you don’t know his house.”Now more at ease, the young man took the spoon and strolled again through the palace, this time paying attention to all the works of art that hung from the ceiling and walls. He saw the gardens, the mountains all around the palace, the delicacy of the flowers, the taste with which each work of art was placed in its niche. Returning to the sage, he reported in detail all that he had seen.“But where are the two drops of oil that I entrusted to you?” asked the sage.Looking down at the spoon, the young man realized that he had spilled the oil.“Well, that is the only advice I have to give you,” said the sage of sages. “The Secret of Happiness lies in looking at all the wonders of the world and never forgetting the two drops of oil in the spoon.”
By Paulo Coelho
By Paulo Coelho
Published on April 21, 2012 03:08
April 17, 2012
Bom Perdamaian
Ia berpikir untuk mati saja pagi itu. Kematian sepertinya bisa mengakhiri kerumitan hidup, pikirnya. Namun, pagi itu ia tidak jadi mati. Ia malah menciptakan bom hydrogen yang menjadikan dirinya dianugrahi Hadiah Nobel. Ya, kau benar! Pencipta bom yang tidak menghargai hidupnya itu —juga kehidupan orang lain, karena menghasilkan senjata yang bisa membunuh jutaan orang itu— dianugrahi penghargaan.
Dalam pidato ketika menerima penghargaan itu —setelah mengucap terimakasih kepada Tuhan yang maha pengasih, ia bilang bahwa akan mengabdikan sisa hidupnya untuk ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan tentang bom hydrogen lebih tepatnya. Di akhir pidatonya, ia berdoa semoga dunia diliputi kedamaian. Padahal dalam hati kecilnya ia belum merasa damai, ia masih menyisakan dendam kepada orang-orang berkulit kuning yang bermata sipit. Ya, kau benar! Tidak ada yang lebih jahat dibanding orang yang membenci begitu banyak orang sekaligus.
Setelah lama hidup, akhirnya ia mati juga. Ia dikuburkan dengan terhormat. Dan entah orang dungu mana yang menulis di atas nisannya: Seburuk apapun hidup ini layak dijalani dengan syukur.
Selesai.
Inspired by Timequake by Kurt Vonnegut.
Dalam pidato ketika menerima penghargaan itu —setelah mengucap terimakasih kepada Tuhan yang maha pengasih, ia bilang bahwa akan mengabdikan sisa hidupnya untuk ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan tentang bom hydrogen lebih tepatnya. Di akhir pidatonya, ia berdoa semoga dunia diliputi kedamaian. Padahal dalam hati kecilnya ia belum merasa damai, ia masih menyisakan dendam kepada orang-orang berkulit kuning yang bermata sipit. Ya, kau benar! Tidak ada yang lebih jahat dibanding orang yang membenci begitu banyak orang sekaligus.
Setelah lama hidup, akhirnya ia mati juga. Ia dikuburkan dengan terhormat. Dan entah orang dungu mana yang menulis di atas nisannya: Seburuk apapun hidup ini layak dijalani dengan syukur.
Selesai.
Inspired by Timequake by Kurt Vonnegut.

Published on April 17, 2012 15:10