Benny Rhamdani's Blog, page 51
July 25, 2013
Mencicipi Ikan Asin Vegetarian di Resto Moey

Penasaran dengan makanan di resto vegetarian di Bandung, akhirnya saya berusaha mencarinya di Internet. Saya pikir hanya ada 1-2 resto, ternyata ada sekitar 10 resto vegetarian di Bandung. Akhirnya saya pilih satu resto vegetarian bernama Moey Snack & Resto.
Letak Moey di Jalan Pajagalan no.81 memang bukan daerah kuliner yang umum di kota Bandung. Orang Bandung sendiri belum tentu tahu letak jalan tersebut. Sekadar petunjuk, bila mengambil Jalan Pasir Koja, setelah perempatan Jalan Astana Anyar, ada belokan ke kiri menuju Jalan Pajagalan. Posisi resto yang baru berusia dua tahun ini berada di sebelah kanan jalan setelah belokan.
Saat sampai, eksterior restonya tampak seperti bekas sebuah toko guci karena di etalasenya berjajar beberapa guci China. Begitu kami masuk, tampaklah interior ala rumah makan chinese food. Tapi karena tertulis ‘halal’ ya kami masuk tanpa ragu.
Kami memilih duduk di kursi sofa satu-satunya di antara meja-meja kayu seperti di warung bakmie. Pelayan Moey segera menyodorkan kami menu yang tersedia. Jangan kaget ya, walaupun resto ini berkategori vegetarian dan vegan, tapi di menunya kita bisa menemukan rendang, sate, sampai baso. Semua tetap bebeas dari daging. Tentu saja saya tak ingin berharap tinggi dengan hidangan vegetarian ini.


memilih salad buah, nasi tutug oncom dan rendang. Isteri saya memilih menu standar, yamin baso. Dan anak saya memilih nasi goreng spesial dan sop buah. Jika melihat harga di daftar menu, relatif murah. Hanya sate saja yang agak tinggi, satu tusuk Rp3.500. Mungkin membuatnya lebih rumit dibandingkan lainnya.
Pesanan saya nasi tutug oncom ditambah kerupuk muncul. Ketika saya buka bungkus daun pisangnya, saya menemukan dua potong ikan asin di dalamnya. Ikan asin? Tenang itu ikan asin tiruan. Dan saya aman memakannya karena saya sesungguhnya dilarang makan ikan asin sejak hipertensi. Rasanya nikmat saat memakannya, apalagi beserta rendang daging imitasi yang tetap lezat.



Bagi yang belum tahu, daging rendang ala vegetarian ini dibuat dari daging nabati alias daging tiruan. Di toko-yoko vegetarian biasanya sudah tersedia dalam bentuk siap olah. Begitu pula dengan ikan asin. Sedangkan pembuatan bakso vegetarian bisa dilihat di sini. Untuk bakso, menurut saya kurang bisa menyamai rasa bakso asli. Sementara daging rendang tertolong oleh bumbu rendang yang pedas. Yang saya takjub adalah ikan asinnya yang begitu mirip.
Saya menutup acara makan-makan dengan menghabiskan salad buah dalam mangkok berukuran sedang. Porsi yang pas untuk makanan penutup..Sementara isteri saya berusaha menikmati yamin baso yang dipesannya. Mungkin karena porsinya yang besar. Tapi baso yang dihidangkan dimakannya walau bukan dari daging asli. Setelah kami merasa cukup kenyang, kami membayar semua. Jumlahnya masih di bawah rata-rata kami jika makan di resto ayam goreng.
Nama Moey diberikan pemiliknya berdasarkan dari kata bahasa Belanda yang artinya enak. Menurut saya sih cocok. Sesuai namanya, di Moey juga menjual snack rumput laut yang cocok untuk vegetarian, juga beberapa bahan olahan untuk vegetarian. Penasaran?
(foto2: benny rhamdani)
Published on July 25, 2013 11:01
July 16, 2013
Pulau Bidadari, Gerbang Wisata Kepulauan Seribu

Saat saya tiba di dermaga Marina Jaya Ancol , Jakarta, waktu masih menunjukkan pukul 09.00. Saya masih punya satu jam untuk keliling sekitar dermaga sambil menunggu keberangkatan ke tempat acara outing perusahaan kali ini, yakni Pulau Bidadari.
Ini adalah kepergian pertama saya ke Pulau Bidadari. Tak banyak hal yang saya tahu tentang Pulau Bidadari. Bahkan saya sengaja tak browsing lebih dulu lewat Internet, bagaimana dan seperti apa di Pulau Bidadari itu. Biarlah semua menjadi kejutan, agar saya tak memasang harapan yang tinggi outing kali ini.

Rupanya, Pulau Bidadari adalah pulau yang paling dekat dengan Teluk Jakarta di bandingkan pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu. Bahkan dari pantainya, saya masih bisa melihat gedung-gedung tinggi di pesisir Teluk Jakarta.
Tiba di Pulau Bidadari saya melewati patung perempuan sebelum masuk lobi resort. Inikah ‘bidadari’ itu? Saya pernah mendengar, nama Pulau Bidadari diberikan karena para nelayan sering melihat gadis belanda yang cantik di pulau ini. Tentu saja gadis itu sekarang sudah tiada. Tidak pula dikutuk menjadi patung tadi.
Segelas minuman selamat datang saya habiskan sembari menikmati embusan angin laut Jawa. Apa saja yang bisa saya lakukan di pulau ini?
Kecil Tapi Komplet
Ada beberapa jenis cottage yang saya lihat ketika menapaki Pulau Bidadari. Ada cottage standar, ada yang untuk keluarga, ada yang suite berbentuk rumah panggung, sampai cottage terapung. Silakan pilih tergantung selera dan budget. Saya sendiri menempati cottage standar di sebelah barat pulau yang bisa ditempati empat orang. Dan pantai di depannya dilarang keras untuk berenang.

Setelah menyimpan ransel di kamar, saya pun mulai mengeksplorasi sekitar pulau. Tepat di depan cottage, saya melihat dermaga kayu sederhana yang menjorok ke pantai hingga 50 meter. Lima orang sedang asyik memancing, ada pula yang memegang jala.
Sayangnya, pantai di sekitarnya sedang diserbu sampah. Menurut petugas kebersihan yang sedang bekerja, sebelumnya dua hari berturut-turut Jakarta diguyur hujan. Biasanya sampah yang hanyut di sungai, bisa terbawa hingga pantai di Kepulauan Seribu. Dengan kondisi seperti ini, tak heran jika para pemancing sering bersungut kesal karena kailnya nyangkut di sampah plastik.
Saya kemudian menyusuri pantai mengelilingi Pulau Bidadari. Selain hutan bakau, saya melihat beberapa pohon tua yang tumbuh tinggi di pulau ini. Tidak terbayangkan betapa panasnya siang ini jika tak ada pepohonan. Salah satu pohon besar itu bernama Pohon Jodoh. Konon, pasangan yang berada di pantai bawah Pohon Jodoh akan langgeng hubungannya. Tak heran jika banyak pasangan calon pengantin terlihat pemotretan pre-wedding di bawah Pohon Jodoh.

Sekitar 50 meter dari Pohon Jodoh, saya menemukan reruntuhan bangunan tua yang tinggi. Seperti dugaan saya, bangunan itu dulunya adalah sebuah menara bernama Menara Martello. Bukti sejarah peninggalan zaman VOC ini dibangun pada tahun 1850, dan hancur karena gelombang Tidal letusan Gunung Kraktau pada 1883. Anehnya, sampai sekarang belum ditemukan letak pintu masuknya. Tapi jika kita ingin melihat dalamnya dan foto-foto disediakan tangga kayu.
Saya menaiki tangga ke menara itu, melihat dari ketinggian ke dalam menara, lalu menuruni tangga berkeliling menara. Saya berusaha membayangkan kegiatan yang dilakukan orang-orang Belanda ketika menara ini masih berdiri utuh. Cukup membuat bulu kuduk berdiri.


Setelah puas mengambil foto, saya kembali melanjutkan keliling pulau. Tak jauh dari menara, saya melihat seekor biawak berjalan di antara rerumputan. Wow! Menarik sekali bisa melihat biawak berukuran besar. Sekilas, saya seperti melihat seekor komodo.
Saat meneruskan kembali keliling, saya melihat pula sebuah ruangan setengah tertutup di pinggir pantai khusus untuk atraksi lumba-lumba. Bahkan, tamu bisa berenang dengan lumba-lumba. Tapi karena sedang tidak dibuka, saya hanya bisa mengintip lumba-lumba dari balik pagar penutup, lalu berjalan hingga akhirnya sampai ke cottage tempat saya menginap.
Ternyata tidak sampai 30 menit untuk mengelilingi Pulau Bidadari. Relatif kecil, tapi komplet fasilitasnya. Sore harinya saya main volley pantai, tenis meja, bersepeda, dan aneka permainan lain sampai tak terasa senja tiba. Namun saya kurang beruntung, panorama alam matahari terbenam yang ingin saya abadikan tidak seindah yang saya bayangkan, karena mendung di garis cakrawala.

Pulau Kolor, eh Kelor
Pagi-pagi sekali saya kembali ke pantai sebelah timur. Sasarannya adalah mencegat matahari terbit dan memotretnya. Tapi lagi-lagi mendung menghalangi cahaya mentari. Akhirnya, saya dan teman-teman hanya bermain di pantai yang masih bersih dari sampah.
Saya kemudian ingat percakapan dengan seorang penjaga toilet di dermaga Marina. Biaya naik speed boat ke Pulau Bidadari per orang adalah Rp 300.000 PP. Tapi Dedi, petugas toilet itu mengatakan, kalau mau mengirit bisa saja naik kapal kayu. Harganya bisa setengah dari naik speed boat.
Karena penasaran, akhirnya saya memutuskan menjajal naik kapal kayu. Bukan kembali ke dermaga Marina, tapi keliling ke pulau-pulau terdekat dengan Pulau Bidadari. Ternyata untuk paket keliling ke tiga pulau, harganya relatif murah per orang Rp.50.000. Meski tidak semodern speed boat, karena ombak sekitar Pulau Bidadari tak seberapa tinggi, tetap terasa nyaman.

Pulau Kelor ini benar-benar membuat dunia selebar daun kelor. Dari ujung pulau, kita bisa melihat ujung lainnya. Yang menarik, dari laut kita bisa melihat sebuah bangunan tua yang berdiri tinggi di Pulau Kelor. Lebih tinggi dari Menara Martello.
Sepanjang sisi pulau berjajar pemancing, baik nelayan maupun wistawan. Bahkan saya melihat rombongan remaja yang mendirikan tenda dengan kotoran bekas memasak mie instan bekas semalam di depannya. Duh, sayang banget, pulau cantik begini dikotori.
Padahal Pulau kelor memiliki obyek wisata sejarah yang menarik, yakni benteng Martello yang dibangun VOC pada abad 17. Benteng ini terbuat dari batu merah dan berbentuk silinder agar senjata bisa bermanuver 360 derajat. Benteng ini masih berhubungan dengan Menara Martello di Pulau Bidadari.

Yang patut disesalkan, benteng ini banyak sekali dikotori para nelayan dan wistawan yang singgah. Bahkan saya melihat beberapa kolor digantung ditembok yang dipaku. Ini Pulau Kelor atau Pulau Kolor ya?
Saya merasa beruntung masih bisa melihat dan merasakan sedikit keindahan Pulau Kelor dengan bentengnya. Mungkin tak berapa lama lagi benteng ini akan benar-benar runtuh dan pulaunya akan tenggelam karena kurang dirawat dan juga abrasi.
Merinding di Pulau Onrust
Setiap kali berada di obyek wisata sejarah peninggalan Hindia Belanda, sering kali saya merasakan suasana mistis. Mungkin bagi orang lain ini berlebihan. Tapi begitulah yang saya alami, termasuk ketika berikutnya menginjak Pulau Onrust.
Begitu menginjak dermaga kecil di Pulau Onrust lalu berjalan melewati bangunan menara pengawas yang juga berfungsi sebagai loket masuk, saya merasa angin yang bertiup menerpa wajah saya berbeda dengan saat mengunjungi pulau-pulau di sekitarnya.

Sebuah monumen batu besar tak membuat saya tertarik berfoto-foto seperti teman-teman saya lainnya. Saya malah ingin terus berjalan, melihat puing-puing di sela-sela pepohonan yang tumbuh di depan saya. Bau getah, angin laut siang hari yang lembap, serta daun-daun yang berguguran menemani saya masuk ke sebuah museum kecil. Saat melihat pecahan puing, koin-koin tua, serta diorama Pulau Onrust tempo doeloe saya merasa Deja Vu. Rasanya pernah melihat semuanya.
Lalu, desau angin yang masuk ke ruangan seolah meminta saya kembali melanjutkan perjalanan. Saya pun meneruskan menapaki jalan setapak yang dihiasi dedaunan yang mulai membusuk, juga lelehan getah dari pepohonan tua.
Saya terdiam sebentar ketika melihat tonggak-tonggak tua, serta dinding penangkal tikus. Pada 1911-1930 Pulau Onrust dijadikan tempat karantina haji oleh pemerintah Hindia Belanda. Konon sekaligus cuci otak agar mereka tidak bersatu melawan Hindia Belanda. Saya membayangkan ribuan orang berdesakan di sana, menunggu waktu pemberangkatan haji yang memakan waktu berbulan-bulan dengan kapal laut. Berapa persenkah yang akhirnya kembali?

Lepas dari sisa-sisa bangsal karantina haji, saya melihat sebuah bangunan, yang konon dipakai untuk mengadu tahanan. Terbayang badan-badan kurus dan korengan diadu . Sungguh, saya tak tertarik berlama-lama di sana.
Langkah saya pun menuju komplek pemakaman dengan kuburan berukuran besar, bahkan nisan-nisannya pun membuat saya tercengang. Makam yang mulai lapuk di makan usia, masih menyisakan batu-batu nisan pemilik kuburan itu. Jika saya mau diam 5 menit saja di antara kuburan itu, saya biasanya bisa mendengar suara-suara samar. Tapi teman-teman saya mulai mengikuti saya, membuat susah konsentrasi.
Akhirnya saya melihat pemakaman lain. Pemakaman muslim, yang ukurannya lebih kecil. Beberapa di antaranya adalah makam para pemberontak yang terlibat dalam Peristiwa Kapal Tujuh pada 1940. Lalu, saya menemukan sebuah bangunan kayu yang menaungi makam keramat pemberontak DI/TII. Tidak dijelaskan namanya. Konon, di sanalah Karto Suwiryo dimakamkan. Ada beberapa sesajen tergeletak di dekatnya. Aura mistis makin kental saat melongok ke dalamnya.
Saya kembali berjalan memutar. Melihat sisa-sisa reruntuhan rumah sakit karantina yang didirikan setelah Indonesia merdeka hingga 1960. Saya membayangkan penderitaan pasien di rumah sakit itu. Terasing. Jauh dari keluarganya, lebih berat beban ketimbang penyakitnya sendiri.
Rasanya saya tak ingin memotret apapun di sana. Saya tak ingin menyimpan kenangan mistis dari Pulau Onrust yang cocok untuk penyuka wisata sejarah ini.
Dan hari semakin siang, saya dan teman-teman memutuskan kembali ke Pulau Bidadari yang asri dan nyaman. Tawaran tukang perahu untuk mampir ke Pulau Khayangan kami tolak bersama. Bukan apa-apa, kami harus segera cek-out kembali menuju dermaga Marina Ancol.

Published on July 16, 2013 11:25
July 15, 2013
Pesona Tersembunyi Pantai Sawarna

Cukup lama terpendam keinginan saya untuk mengunjungi Pantai Sawarna, Banten. Sebagai pecinta fotografi, hati saya selalu terbakar setiap mendengar cerita tentang keindahan Sawarna, ditambah ‘racun ‘dari teman-teman yang memamerkan foto-foto Sawarna dari internet.
Hingga suatu senja, saya memutuskan berangkat dari Jakarta memakai mobil pribadi beserta isteri, anak dan dua teman sesama penyuka fotografi. Kemacetan akhir pekan di sekitar Bogor, membuat waktu tempuh melar menjadi 7,5 jam. Padahal dari Bogor ke Sukabumi, kami sudah melalui jalur alternatif dengan kondisi jalan yang agak sempit dan curam. Pertama, melalui jalan tembus dari belakang Istana Bogor sampai ke Lido, kemudian lewat Cikidang. Jalur Cikidang ini agak riskan dilalui pada malam hari, karena harus melalui tanjakan dan turunan curam, belum lagi tikungan tajam. Harus dipastikan kondisi mobil dalam kondisi prima, terutama rem.
Selain lewat Cikidang, jalan yang biasa dilalui dari Cibadak, Sukabumi, adalah lewat Pelabuhan Ratu. Sementara, bagi yang ingin berangkat kota Serang, bisa menempuh jalur Malimping, Bayah, lalu sampai Sawarna. Alternatif kedua dari kota Serang adalah menuju Rangkasbitung, Gunung Kencana, Malimping, Bayah lalu ke Sawarna.
Waktu sudah melewati tengah malam ketika kami sampai kawasan Sawarna. Bergegas kami masuk ke resort Little Hula-Hula, yang menyewakan bungalow. Alasan kami memilih karena ukuran bungalownya yang dapat menampung 8-10 orang hanya tariff Rp800.000 per malam. Ada alternatif penginapan lain disekitarnya dengan tariff yang bervariasi. Apapun yang dipilih, lebih baik menyewa penginapan yg ber-AC, karena udara siang hari yang amat panas.
Lagoon Pari dan Karang Taraje
Letak Pantai Sawarna berada di desa Sawarna, kecamatan Bayah, provinsi Banten. Sawarna memiliki bentang alam yang lengkap serta kondisinya yang belum rusak oleh sentuhan industri wisata secara serampangan. Sebagian besar penduduknya tinggal di di kaki perbukitan.
Wisatawan begitu masuk Desa Sawarna langsung bisa menikmati lokasi pantai Pulau Manuk. Hamparan karang yang tersebar di Pantai Manuk ini sangat disukai wisatawan. Pulau Manuk dikelilingi hutan tropis hijau memberikan kesegaran alam udara pegunungan. Wisatawan bisa menyaksikan sunset yang merupakan pemandangan alam menakjubkan.
Di Sawarna banyak tersedia guide dan kendaran ojek yang bisa mengantarkan ke obyek wisata. Kami memutuskan memakai jasa guide dengan tarif Rp150.000 untuk mengantar ke Lagoon Pari dan Karang Taraje.
Perjalanan ke Lagoon Pari dan Karang Taraje menggunakan mobil sekitar 3 km. Sampai kemudian kami harus melanjutkan dengan berjalan kaki, melalui jalan setapak selama 30 menit. Yang merasa tidak kuat bisa naik ojek dengan membayar Rp25.000. Jalanan berupa batu-batu lepas yang tidak masalah dilewati motor ojek bila kering. Tapi sehabis hujan akan sangat licin. Menurut guide kami, beberapa kali supir ojek dan penumpangnya terjatuh.
Tantangan lainnya adalah menyebrangi jembatan gantung. Asal berani dan berhati-hati, kita bisa melewatinya dengan mudah. Tantangan lainnya adalah jalanan mendaki yang seperti tak ada hentinya. Semua terbayar begitu setelah melihat pemandangan yang indah, yakni Pantai Lagoon Pari.

kala pagi (foto: Rudyanto Arif Wibisono)
Lagoon Pari berpasir putih, padat, dan membentang panjang hingga Karang Taraje. Kami bisa melihat kehidupan sehari-hari masyarakat pantai. Untuk yang beriwisata dengan anak-anaknya, banyak spot untuk bermain di pantai yang masih bersih. Bermain pasir sangat baik untuk menegmbangan kecerdasan motorik serta imajinasi yang memancing kreativitas. Tapi tetap harus diawasi, karena karakter ombak di pantai selatan yang cukup besar dan bisa tiba-tiba tinggi.
Dari Lagoon Pari, kami menuju ke Karang Taraje yang tak seberapa jauh. Di pantai ini kami melihat bebatuan karang yang berundak-undak menyerupai tangga. Mungkin itulah sebabnya dinamakan karang Taraje karena dalam bahasa Sunda taraje berarti tangga.
Bentuk yang tak lazim Karang Taraje inilah yang membuat kami bersemangat berfoto-foto. Namun waktu yang terbaik untuk berfoto di kawasan ini adalah saat matahari terbenam. Sebab di siang hari, cuaca yang terik malah membuat kehilangan pesonanya. Alternatif lain adalah di saat matahri terbit. Jadi, harus berangkat dari penginapan sesubuh mungkin. Kemudian, cari spot yangg menarik, siapkan kamera dan tripod. Sabarlah menunggu. Saat melihat matahari terbit perlahan-lahan segala kelelahan akan terbayar.

(foto: Rudyanto Arif Wibisono)
Sayang waktu kami terbatas di Sawarna. Padahal saya ingin sekali berkunjung ke Tanjung Layar. Di dekat Tanjung Layar terdapat bongkahan karang yang berdiri menjulang dengan tegak berbentuk layar. Bongkahan karang ini dikelilingi gugus karang yang melindungi kawasan yang menjulang ini dari hempasan ombak.Mudah-mudahan ada kesempatan kedua untuk saya berkunjung kembali ke Sawarna.
(Benny/Arif)
Published on July 15, 2013 23:24
Terapi Bekicot Ngetop di Jepang

Moluska berlendir satu ini banyak ditemui di Indonesia. Bahkan di halaman rumah saya, sering menjadi hama bagi tanaman tertentu. Itulah si bekicot yang sering saya usir dengan menaburkan garam dapur. Tapi rupanya untuk para pencari formula awet muda, bekicot adalah teman baik.
Mungkin terdengar jijik, tapi begitulah yang sekarang sedang ngetren di Jepang. Mereka membiarkan tiga bekicot berjalan di wajah mereka selama 60 menit. Mereka bisa merasakan berjalan sesukanya mulai dari pipi dan dahi, kemudian mereka harus membayar sekitar Rp2,5 juta kepada kasir klinik perawatan wajah. Perawatan sudah termasuk pijat wajah dan masker wajah.
Kabarnya, lendir bekicot mengandung protein, antioksidan dan asam hyularonic, yang berguna sekali mempertahankan kelembapan kulit, meredakan peradangan dan menyingkirkan kulit mati. “Lendir bekicot dapat membantu pemulihan sel-sel kulit pada wajah, jadi kami berharap bekicot itu membantu menyembuhkan kulit wajah yang rusak,” kata Yoko Miniami, manajer penjualan di klinik kecantikan Tokyo kepada Sunday Telegraph.
Lendir bekicot juga diyakini dapat membantu mengatasi kerusakan akibat sinar matahari. Miniami menambahkan,” Kami tertarik pada fakta bahwa bekicot memiliki fungsi yang dapat membantu menyembuhkan kulit yang rusak akibat sinar ultraviolet.”
Tak puas dengan perawatan di klinik kecantikan itu? Tenang, karena klinik kecantikan juga menyediakan krim lendir bekicot. Dan saat ini lendir bekicot untuk kecantikan tidak hanya heboh di Jepang, tapi juga sampai ke Korea selatan.
Apakah akan sampai ke Indonesia seperti halnya terapi-terapi kecantikan asing lainnya? Tenang saja, bekicot sangat mudah ditemukan di pekarangan rumah kita. Kalau pun nanti menjadi tren, nggak perlu keluar uang sampai jutaan rupiah seperti di Jepang.
Published on July 15, 2013 01:47
July 4, 2013
5 Cara Berburu Ide Tulisan
Mau nulis tapi masih suka bingung yang hendak ditulis? Selamat! Kamu berarti masih tergolong penulis MBIK alias Minat Besar Ide Kurang. Padahal, ide bisa kita ditemukan di mana saja. Tinggal pintar-pintarnya kita menangkapnya dengan jeli.Oke, buat kamu yang bergelar penulis MBIK, jangan gelisah, galau, resah, gulana karena saya akan berikan tips 5 Cara Berburu Ide Tulisan. Entah menulis fiksi, blog, atau lainnya.
#1. Media massa adalah sumber ide yang tak ada habisnya. Cobalah membaca media cetak (apapun bentuknya) bila merasa gersang ide. Biasakan membaca dengan kritis untuk merangsang otak kita berburu ide. Jika tak bisa mengakses media cetak, bisa juga mendengar media audio seperti siaran radio. Saya beberapa kali mendapat ide setelah mendengar percakapan seru penyiar di pagi hari atau acara curhat-curhat di malam hari. Jika radionya rusak, nyalakan TV, carilah acara sehat yang memberi vitamin untuk pikiran kita biar bisa menangkap ide. Bawalah notes, karena terpaan di TV biasanya sangat cepat, membuat ide bisa segera datang bertumpuk. Tulislah sementara di notessegera sebelum lupa. Jika TV-nya rusak, bukan Internet. Disana jutaan informasi bisa kita peroleh untuk memancing ide. Pasang alarm, agar kita tidak kelamaan berselancar di dunia Internet, yang akhirnya membuat kita lupa menangkap ide untuk menulis.
#2. Pasang panca indera kita dengan sungguh dan perhatikan lingkungan di sekitar kita. Baik yang dekat maupun yang jauh dan sengaja kita sambangi. Obrolan tukang sayur dan ibu-ibu, benda-benda di kamar, udara yang tak seperti biasanya, kegaduhan dari tetangga sebelah bisa saja jadi ide untuk kita tuliskan. Biasakan berpikir lateral, tidak konvensional. Malah berakrobatik dengan campuran imajinasi membuat lingkungan sekitar jadi ladang ide untuk kita tulis. Cara ini membuat ide sangat murah, tapi empirik karena kita bersentuhan langsung dengan sumber idenya.

#3. Saya orang yang paling malas ngobrol, karena merasa omongan saya mahal, nggak diobral. Tapi kalau urusan cari ide, saya getol mengajak ngobrol seseorang (bahkan yang tidak dikenal). Kadang ringan, kadang diskusi serius. Bila tidak mungkin mencatatnya, saya merekamnya. Jika tidak mungkin merekamnya, saya mengingatnya. Kadang saya hanya mendengar obrolan orang, ataupun ucapan seorang penulis, pembicara, trainer. Betapa komunikasi, baik perorangan maupun publik adalah sumur ide yang tak pernah kering. Tinggal saya yang harus menimbanya menjadi bahan tulisan.
#4. Diam sambil berpikir adalah cara lain berburu ide. Mengevaluasi hal-hal yang pernah kita lalui, lewati, pahit, manis, asam lalu merefleksikan lewat sebuah tulisan. Pada tahap ini, bisa kita libatkan segenap kemampuan diri kita secara iternal; berpikir bisa juga melibatkan imajinasi dan hati.
#5. Jika 4 langkah di atas belum bisa juga membantu kita untuk mendapatkan ide tulisan, maka segeralah tutup komputer, lalu tidurlah. Berharap saja ada ide mampir di mimpi kita, lalu kita mengingatnya di saat bangun.
by Benny Rhamdani
Published on July 04, 2013 19:26
July 1, 2013
5 Sebab Tulisan Berhenti di Tengah Jalan
Setiap kali memberi pelatihan menulis, selalu ada sesi tanya jawab dengan peserta. Salah satu pertanyaan yang kerap kali dilontarkan adalah,” Mengapa setiap kali menulis novel, saya selalu berhenti di tengah jalan?”
Saya bukan tak pernah mengalami hal tersebut. Tapi saya selalu berusaha menyelesaikan apa yang sudah saya mulai. Termasuk menulis. Sepertinya saya tidak menghargai diri saya sendiri jika tak menyelesaikan tulisan saya.
Saya berusaha mencari tahu sebab musabab tulisan-tulisan saya bisa berhenti di tengah jalan, lalu mengakalinya agar tak terulang pada proyek menulis saya berikutnya:
#1. Konsep yang kurang matang adalah faktor utama tulisan terhenti di tengah jalan. Saat menyusun plot sebuah novel kita belum benar-benar memikirkan konfliknya, alurnya, termasuk endingnya. Beberapa penulis yang sudah banyak jam terbang mungkin tak perlu lagi menyusun plot atau kerangka tulisan sebelum menulis. Tapi sebanyak apapun jam terbang saya, membuat semacam draf plot itu perlu sekali. Sama seperti halnya seorang traveler yang merencanakan perjalanannya, perlu sekali itinerary, walau sebagian besar mengabaikannya. Setidaknya dengan itinerary, bisa lebih efisien dan efektif.
#2. Agenda setting yang belum mantap untuk mengerjakan tulisan tersebut juga membuat kita kerap dengan mudahnya meninggalkan proyek tulisan kita. Misalnya, tiba-tiba ada lomba bikin cerpen, lomba menulis artikel, orderan menulis dari penerbit, yang menyita waktu kita untuk berimajinasi hal baru, menulis dan akhirnya melupakan proyek tulisan utama. Tidak apa kita menyelingi menulis novel dengan menulis lainnya, tapi segera tuntaskan dan segera kembali ke proyek menulis novel semula. Buatlah DL sendiri (longgar maupun ketat) untuk proyek menulis novel. Karena yang menyelesaikan atau tidak proyek tulisan sebuah novel adalah kita sendiri.

#4. Kurang support untuk menyelesaikan tulisan panjang kita? Cobalah kabarkan kepada teman-teman dekat atau komunitas bahwa kita sedang menyelesaikan satu tulisan panjang. Mintalah support dari mereka. Setidaknya mereka bisa mengingatkan kita dengan bertanya,” Sudah bab berapa?” atau “Kamu kok FB-an terus? Bukannya sedang menyelesaikan novel?”
#5. Jika memang tulisan yang berhenti di tengah jalan itu membuat kepala kita pening, coba jauhkan, dan mulai sesuatu yang baru. Cari penyebabnya dan jangan ulangi di tulisan baru. Kita juga bisa menawarkan ke teman-teman penulis lainnya untuk kolaborasi dan mengajaknya meneruskan tulisan setengah jalan kita. Cara ini banyak yang berhasil lho.
Mari kita selesaikan tulisan yang sudah kita mulai. Selalu.By Benny Rhamdani
Published on July 01, 2013 22:34
5 Sebab Gagal Jadi Penulis
Jadi penulis siapa saja bisa. Mau berbakat atau tidak. Tapi sering sekali saya bertemu orang yang merasa gagal jadi penulis. bahkan akhirnya memutuskan untuk berhenti menulis sampai batas waktu yang tidak ditentukan.Ada 5 penyebab utama yang menyebabkan seseorang akhirnya merasa gagal jadi penulis:
#1. Visi yang tidak jelas sebagai penulis. Mau jadi penulis apa? Mau seberhasil apa? Jika ingin menjadi penulis blog, jadilah penulis blog yang menginspirasi banyak orang, banyak dibaca, syukur-syukur sering menang lomba ngeblog. Jika ingin menjadi penulis fiksi, jadilah penulis fiksi yang disukai karyanya, entah apapun bentuk dan medianya. Juga pasang target apa yang akan dicapai sebagai penulis fiksi. menang lombakah, dimuat di kompas, karyanya dibukukan dan diterbitkan di penerbit papan atas.
#2. Kurang motivasi yang kuat. Jika menulis sekadar berekspresi, oke-oke saja. Tapi itu belum kuat sebagai motivasi. Menulis sebaiknya juga untuk dibaca. Syukur bila bisa menginspirasi orang, memberi pencerahan, atau mungkin mengubah dunia. Carilah motivasi yang mendukung, misalnya ingin kelihatan keren, ingin kelihatan inteletual, ingin populer, ingin punya penghasilan. Apapun itu, teruslah pelihara motivasinya. Cari sebanyak mungkin motivasi yang memperkuat keinginan menulis.

#3. Komitmen yang rendah berimbas kepada kedisiplinan. Tidak disiplin dalam menulis tanda kurang keseriusan. Tidak heran jika akhirnya merasa gagal dan patah arang. Cobalah menulis dengan disiplin. Misalnya seorang yang sibuk bekerja, luangkan 1-2 jam sebelum tidur atau begitu bangun tidur Tulisalah sesuatu yang benar-benar berkualitas. Tidak semata mengejar kuantitas.
#4. Bergaul itu perlu, terutama dengan komunitas sehobi. Libatkan diri dengan komunitas menulis yang sehat. Cobalah cari rival pribadi yang harus dikalahkah. Dengan demikian virus need of achievement alias kebutuhan berprestasi akan terpupuk. Terbukalah dengan kritik. Pupuk terus wawasan dan pengalaman menulis.
#5. Cengeng alias rapuh di manapun akan membuat gampang patah arang. Begitu pun menulis. Baru ditolak sekali oleh satu koran ternama, langsung tak mau nulis, pasang status marah-marah di Facebook. Memangnya dengan ngedumel kemampuan menulis kamu akan berkembang? Jangan cengeng. Mengejar impian menjadi penulis adalah perjuangan sama halnya orang bercita-cita jadi profesor, dokter spesialis atau artis ternama.
-by Benny Rhamdani
Published on July 01, 2013 02:46
June 26, 2013
5 Tips Asyik Nonton Pentas Musik Dangdut

(foto: capture dari youtube.com)
Nonton panggung dangdut? Ngapain? Banyak sekali yang melecehkan saya ketika ingin nonton pentas musik dangdut. Untuk saya yang melahap segala genre musik, nonton pentas dangdut bukanlah hal yang tabu. Tentunya jangan membayangkan panggung dangdut seperti konser music klasik, jazz, atau bahkan opera. Tapi keasyikannya, ternyata bisa lebih lho.Pentas dangdut berbagai jenisnya. Dari ukurannya ada yang kelas panggung kecil model di acara pernikahan, sampai panggung besar di lapangan yang tentunya akan dipenuhi banyak penonton. Saya sudah beberapa kali menyaksikan pentas dangdut dengan kondisi dua panggung tersebut. Panggung kecil, karena dulu saya tinggal di pinggiran Jakarta yang hampir tiap akhir pekan digelar panggung dangdut. Panggung besar saya sambangi karena pekerjaan saya dulu sebagai wartawan hiburan.
Jangan Norak

(foto: Benny Rhamdani)
Dangdut sampai ini masih dianggap musik kampungan dan norak, namun bukan berarti penontonnya juga norak. Norak dalam hal ini adalah berlebihan. Ingat, kita akan nonton konser dangdut, jadi tak perlu pakai jas dan dasi atau baju batik yang baru dibeli. Yang wanita juga, tak perlu masang sanggul dan make-up lengkap ala penyanyi dangdut. Pakaian casual dan sporty adalah yang paling cocok untuk nonton pentas dangdut. Jika malam hari, gunakan warna sedikit cerah.
Hindari menggunakan perhiasan emas walaupun kita berencana ke pegadaian sesudahnya. Bahkan perhiasan yang mirip emas pun dihindari, karena bisa jadi pencuri yang beredar belum mahir membedakan emas asli dan palsu. Jika ingin membawa ponsel, bawalah yang murah. Jangan membawa ponsel canggih, apalagi gadget canggih seperti tablet dan notebook. Bawa HP sederhana asalkan bisa untuk SMS, karena di acara pentas dangdut kita tak akan mungkin bicara dengan seseorang di telepon. Jangan pula terpikir membawa kamera, karena susah untuk foto-foto narsis di pentas dangdut.
Jangan Sendiri

(foto: Benny Rhamdani)
Sendiri ke pentas dangdut adalah petaka. Bahkan copet pun biasanya datang bergerombol. Minimal ajaklah seorang teman pergi bersama. Apalagi bila pentas dangdutnya diselenggarakan malam hari, ataupun jauh jaraknya. Jangan coba-coba pergi dengan orang yang baru dikenal atau sengaja mencari kenalan di antara penonton panggung dangdut. Penonton dangdut kebanyakan ingin nonton dangdut bukan bersahabat pena.
Pergi sendiri juga akan membuat kita canggung bergoyang ketika pentas dangdut berlangsung. Jika ada teman, paling tidak ada yang akan memberi tahu goyangan kita cocok dengan musiknya atau lebih mirip beruang madu mabuk.
Jangan Kepedean

(foto: bisimages.com)
Saking jagonya kita joget, bukan berarti kita bisa joget semaunya. Menyenggol orang lain bisa berarti bahaya. Ada istilah senggol – bacok. Jadi tetaplah mengendalikan diri saat nonton pentas dangdut. Jika kita berada di arena strategis dari panggung, jangan terus bertahan. Bergantian dengan penonton lain adalah salah satu amal yang bisa kita lakukan saat nonton pentas dangdut.
Di panggung dangdut yang kecil, biasanya ada saweran. Hati-hati dengan peraturan saweran setempat. Jangan mentang-mentang kita baru jual sawah dan kambing, lalu kepedean nyawer dengan uang ratusan ribu. Penyanyi dan yang punya hajat belum tentu senang karena itu bisa mengundang petaka. Biasanya sebuah kampung punya standar uang saweran, misalnya Rp5000-Rp10.000. Jika ingin menyawer banyak, tukarkan dengan pecahan tersebut. Penonton lain akan merasa terhina jika saweran kita melebihi aturan yang berlaku. Catatan lain, jangan sekali-kali nyawer dengan uang logam.
Jangan Dekati Masalah

(foto: capture youtube.com)
Jenis orang yang nonton pentas dangdut bermacam-macam. Biasanya kita menemukan orang-orang dengan kebiasaan buruk seperti pipis sembarangan, minum-minuman keras, sampai menggunakan narkoba. Cobalah jauhi jenis-jenis orang macam ini. Jika kita tidak punya ilmu bela diri, tidak punya kenalan preman, minimal pacaran dengan satpam, sebaiknya cari lokasi menonton yang relatif aman. Biasanya dekat-dekat pos kemanan adalah paling aman. Daerah rawan adalah di tengah-tengah arena penonton.
Masalah lain yang jangan didekati adalah tidak bawa uang. Ingat, karena kita berdiri dan ikut joget, pastinya akan dehidrasi. Belilah minuman yang sehat. Uang juga kita perlukan untuk ke toilet mum, karena kita tidak mau sakit ginjal sepulang nonton pentas dangdut, kan? Jadi, bawalah uang, tapi tak perlu belebihan.
Jangan lemotMau nonton pentas dangdut tapi nggak tahu lagu dangdut paling up-date? Yang dikenal cuman lagunya Bang Haji. Sudah pasti ketahuan lemotnya. Nah, biar nggak ketahuan lemot ada cara yang paling mudah yakni berkunjung ke situs musik download. Jika sudah mengetahui update lagu dangdut terbaru, dipelajari iramanya, lalu carilah jenis joget yang cocok. Lagu Menunggu dari Ridho Rhoma tentunya tidak akan cocok untuk mengiringi joget ngebor dan kayang.
Oke selamat mencoba tips dari saya. Dijamin makin asyik nonton pentas dangdutnya!
Published on June 26, 2013 02:01
5 Tips Asyik Nonton Pentas Musik Dangdut

(foto: capture dari youtube.com)
Nonton panggung dangdut? Ngapain? Banyak sekali yang melecehkan saya ketika ingin nonton pentas musik dangdut. Untuk saya yang melahap segala genre musik, nonton pentas dangdut bukanlah hal yang tabu. Tentunya jangan membayangkan panggung dangdut seperti konser music klasik, jazz, atau bahkan opera. Tapi keasyikannya, ternyata bisa lebih lho.Pentas dangdut berbagai jenisnya. Dari ukurannya ada yang kelas panggung kecil model di acara pernikahan, sampai panggung besar di lapangan yang tentunya akan dipenuhi banyak penonton. Saya sudah beberapa kali menyaksikan pentas dangdut dengan kondisi dua panggung tersebut. Panggung kecil, karena dulu saya tinggal di pinggiran Jakarta yang hampir tiap akhir pekan digelar panggung dangdut. Panggung besar saya sambangi karena pekerjaan saya dulu sebagai wartawan hiburan.
Jangan Norak

(foto: Benny Rhamdani)
Dangdut sampai ini masih dianggap musik kampungan dan norak, namun bukan berarti penontonnya juga norak. Norak dalam hal ini adalah berlebihan. Ingat, kita akan nonton konser dangdut, jadi tak perlu pakai jas dan dasi atau baju batik yang baru dibeli. Yang wanita juga, tak perlu masang sanggul dan make-up lengkap ala penyanyi dangdut. Pakaian casual dan sporty adalah yang paling cocok untuk nonton pentas dangdut. Jika malam hari, gunakan warna sedikit cerah.
Hindari menggunakan perhiasan emas walaupun kita berencana ke pegadaian sesudahnya. Bahkan perhiasan yang mirip emas pun dihindari, karena bisa jadi pencuri yang beredar belum mahir membedakan emas asli dan palsu. Jika ingin membawa ponsel, bawalah yang murah. Jangan membawa ponsel canggih, apalagi gadget canggih seperti tablet dan notebook. Bawa HP sederhana asalkan bisa untuk SMS, karena di acara pentas dangdut kita tak akan mungkin bicara dengan seseorang di telepon. Jangan pula terpikir membawa kamera, karena susah untuk foto-foto narsis di pentas dangdut.
Jangan Sendiri

(foto: Benny Rhamdani)
Sendiri ke pentas dangdut adalah petaka. Bahkan copet pun biasanya datang bergerombol. Minimal ajaklah seorang teman pergi bersama. Apalagi bila pentas dangdutnya diselenggarakan malam hari, ataupun jauh jaraknya. Jangan coba-coba pergi dengan orang yang baru dikenal atau sengaja mencari kenalan di antara penonton panggung dangdut. Penonton dangdut kebanyakan ingin nonton dangdut bukan bersahabat pena.
Pergi sendiri juga akan membuat kita canggung bergoyang ketika pentas dangdut berlangsung. Jika ada teman, paling tidak ada yang akan memberi tahu goyangan kita cocok dengan musiknya atau lebih mirip beruang madu mabuk.
Jangan Kepedean

(foto: bisimages.com)
Saking jagonya kita joget, bukan berarti kita bisa joget semaunya. Menyenggol orang lain bisa berarti bahaya. Ada istilah senggol – bacok. Jadi tetaplah mengendalikan diri saat nonton pentas dangdut. Jika kita berada di arena strategis dari panggung, jangan terus bertahan. Bergantian dengan penonton lain adalah salah satu amal yang bisa kita lakukan saat nonton pentas dangdut.
Di panggung dangdut yang kecil, biasanya ada saweran. Hati-hati dengan peraturan saweran setempat. Jangan mentang-mentang kita baru jual sawah dan kambing, lalu kepedean nyawer dengan uang ratusan ribu. Penyanyi dan yang punya hajat belum tentu senang karena itu bisa mengundang petaka. Biasanya sebuah kampung punya standar uang saweran, misalnya Rp5000-Rp10.000. Jika ingin menyawer banyak, tukarkan dengan pecahan tersebut. Penonton lain akan merasa terhina jika saweran kita melebihi aturan yang berlaku. Catatan lain, jangan sekali-kali nyawer dengan uang logam.
Jangan Dekati Masalah

(foto: capture youtube.com)
Jenis orang yang nonton pentas dangdut bermacam-macam. Biasanya kita menemukan orang-orang dengan kebiasaan buruk seperti pipis sembarangan, minum-minuman keras, sampai menggunakan narkoba. Cobalah jauhi jenis-jenis orang macam ini. Jika kita tidak punya ilmu bela diri, tidak punya kenalan preman, minimal pacaran dengan satpam, sebaiknya cari lokasi menonton yang relatif aman. Biasanya dekat-dekat pos kemanan adalah paling aman. Daerah rawan adalah di tengah-tengah arena penonton.
Masalah lain yang jangan didekati adalah tidak bawa uang. Ingat, karena kita berdiri dan ikut joget, pastinya akan dehidrasi. Belilah minuman yang sehat. Uang juga kita perlukan untuk ke toilet mum, karena kita tidak mau sakit ginjal sepulang nonton pentas dangdut, kan? Jadi, bawalah uang, tapi tak perlu belebihan.
Jangan lemotMau nonton pentas dangdut tapi nggak tahu lagu dangdut paling up-date? Yang dikenal cuman lagunya Bang Haji. Sudah pasti ketahuan lemotnya. Nah, biar nggak ketahuan lemot ada cara yang paling mudah yakni berkunjung ke langitmusik.com. Caranya mudah untuk mendapatkan lagu-lagu dangdut terbaru. Lengkapnya bisa klik ini FAQ. Jika sudah mengetahui update lagu dangdut terbaru, dipelajari iramanya, lalu carilah jenis joget yang cocok. Lagu Menunggu dari Ridho Rhoma tentunya tidak akan cocok untuk mengiringi joget ngebor dan kayang.


Published on June 26, 2013 02:01
June 25, 2013
Antara ‘Ibu’ dan ‘Bunda’: Lagu Paling Menyentuh Hati
Sejak kecil saya paling mudah menyukai dengan lagu-lagu bertema 'Ibunda'. Ingat lagu Kasih Ibu? Lirik akhirnya membuat saya tersentuh: Hanya memberi | Tak harap kembali |Bagai sang surya menyinari dunia.
Lagu tentang Ibunda lain di masa kecil yang mampu membuat saya meneteskan air mata adalah berjudul Mama dan dipopulerkan oleh penyanyi Eddy Silitonga. Lirik lagu yang nelangsa, irama musik mendayu dan suara lirih penyanyinya benar-benar membuat saya dengan mudah meresapi pesan lagunya. Beberapa teman masa kecil saya juga mengaku paling gampang menangis dengan menghayati lagu Mama itu. Betapa sedihnya membayangkan ditinggal seorang mama.
Lagu di masa kecil saya tentang Ibunda yang juga membuat saya tersentuh adalah Tabahlah Mama yang dinyanyikan grup vocal bersaudara D’Jollies dengan leader Julius Sitanggang. Tabahlah Mama menjadi lagu anak-anak terpopuler di era 1980-an setelah tenggelamnya angkatan Adi Bing Slamet.
Semakin beranjak usia, semakin banyak lagu-lagu bertema Ibunda yang saya temukan. Bahkan saya menyukai lagu musik dangdut Muara kasih Bunda yang dipopulerkan Errie Suzan. Namun, hanya dua lagu tentang Ibunda yang benar-benar membuat saya tersentuh: Ibu yang dinyanyikan Iwan Fals dan Bunda yang dinyanyikan oleh Melly Goeslow.
Ibuku Pedagang Keliling

seperti masa kecil dulu.
(Foto: Benny Rhamdani)Mendengar lirik ‘Ribuan kilo jarak yang kau tempuh …’ saya segera membayangkan Ibu saya yang harus berjuang menghidupi tiga anaknya setelah ayah saya meninggal. Ibu saya setiap hari harus berjualan keliling beberapa komplek perumahan di kawasan Cijantung, Jakarta, menawarkan dagangannya berupa sepatu dan kain. Kebanyakan masih kenalan Ibu saya, dan barang-barang itu dibeli dengan cara mencicil.
Ibu saya membeli barang dagangannya dari pertokoan Kings di Bandung. Dan saya tahu hal itu tidak mudah karena beberapa kali saya menemani Ibu saya. Memilih sandal atau sepatu dengan warna dan ukuran sesuai pesanan. Apalagi begitu diberikan kepada teman ibu, belum tentu mau menerima. Ada yang ukurannya kekecilan sedikit, atau warna beda saja, pasti Ibu saya harus menyimpannya untuk ditukar bulan depannya.
Saya juga tahu siapa saja pelanggan ibu saya yang baik hati dan lancar dalam pembayaran, karena kadang saya diminta Ibu menagih kepada para mereka. Terutama bila Ibu merasa letih, karena juga harus mengurus tiga anaknya yang kecil-kecil, termasuk saya. Ada juga beberapa pelanggan Ibu yang susah ditagih, sampai Ibu kelihatan pusing memikirkannya.
“Uangnya harus dipake buat beli barang pesanan yang lain,” kata Ibu yang masih terus berjalan menjinjing barang dagangannya di tangan kanan dan kiri.
Kadang saya cemas bila menjelang magrib Ibu saya tak pulang. Khawatir ada sesuatu terjadi pada Ibu. Khawatir juga adik saya merengek minta makan karena di atas meja makan tak ditinggalkan makanan apapun.
Bila mengingat saat-saat itu saya sering merasa sedih. Tapi seperti kata lagu Iwan Fals … Seperti udara kasih yang engkau berikan | Tak mampu kumembalas …. Ibu.
Bunda Tak Punya Album Foto
Satu lagu tentang ibu yang bisa membuat saya sedih adalah Bunda nyanyian Melly Goeslow. Dari lirik awal: Kubuka album biru … sungguh saya langsung merasa miris. Terus terang, ibu saya tidak pernah memiliki album foto keluarga. Apalagi yang menyimpan foto masa kecil saya.
Setelah meninggalnya Ayah, kami kemudian harus meninggalkan rumah dinas. Pada saat pindahan itulah, barang-barang penuh kenangan tercecer tidak jelas. Apalagi kami pindah ke rumah yang lebih sempit, sehingga banyak barang yang harus disortir. Dalam waktu tiga tahun kami pindah tiga kali rumah kontrakan. Dan setiap kali pindah, banyak barang yang harus ditinggal. Termasuk buku-buku koleksi kesayangan saya..
Biasanya saya menemukan foto-foto masa kecil saya di album foto saudara. Dari sanalah saya bisa mengingat kisah di masa kecil saya.
Sekarang, saya tinggal terpisah kota dengan ibu. Tapi saya selalu mengirim doa untuknya. Karena seperti yang dinyanyikan Melly: … ada dan tiada dirimu| Kan selalu ada di dalam hatiku.
Published on June 25, 2013 10:05
Benny Rhamdani's Blog
- Benny Rhamdani's profile
- 7 followers
Benny Rhamdani isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
