Fadilla Putri's Blog, page 2

January 11, 2021

Bagaimana Kita Bisa Melindungi Perempuan Hamil yang Bekerja saat Pandemi?

Baru-baru ini,  sahabat sejak masa kecil saya mengeluhkan sulitnya harus pergi kerja di masa pandemi ketika hamil. Saat ini ia memasuki kehamilan trimester keduanya. Keluhan itu bahkan telah ia sampaikan sejak awal kehamilannya: tidak bisa makan karena seringkali berujung mual hebat hingga muntah, tidak nyaman tapi sulit untuk diceritakan atau dikeluhkan karena itu dianggap hal yang biasa. Kejadian-kejadian itu  kerap ia alami baik di rumah maupun di kantor.

Pengalaman hamil tentu akan menjadi memori yang sangat lekat bagi perempuan. Ketika saya hamil tiga tahun lalu, saya mengalami masa-masa terberat karena gangguan kehamilan. Saya tidak boleh turun dari tempat tidur karena cenderung mengalami pendarahan. Karena keluhan-keluhan itu, sekitar tiga minggu saya absen dari kantor saya yang lama. Setelah merasa kuat dan kembali ke kantor, waktu bekerja sering saya habiskan berbaring di dalam ruang menyusui karena saya dilarang dokter duduk dalam jangka waktu lama. Beruntung  saat itu saya bekerja di sebuah kantor untuk perlindungan anak, sehingga hak saya sebagai perempuan bekerja yang sedang mengandung sangat dilindungi.

Dalam keadaan dunia yang “normal” pun, kehamilan itu berat.  Al-Qur’an surat Lukman ayat 14 disebutkan: “Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” Al-Qur’an menyebutkan bahwa perempuan hamil berada dalam kondisi lemah yang bertambah-tambah. Saya bahkan tidak bisa menemukan deskripsi yang pas untuk menerangkan betapa sulitnya masa-masa kehamilan bagi perempuan.

Sahabat saya ini bekerja di sebuah instansi di bilangan Jakarta. Setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan, setiap pekan ia wajib masuk kantor secara bergiliran; satu hari di rumah, satu hari di kantor, begitu seterusnya. Bahkan akhir tahun lalu, ia masuk kantor hampir setiap hari karena banyaknya deadline pekerjaan akhir tahun.

Sebuah riset yang dilakukan oleh dosen Universitas Indonesia, Kanti Pertiwi, pada 96 perempuan pekerja usia 20-50 tahun sepanjang Juni-Agustus 2020 menunjukkan bahwa informan perempuan merasakan tekanan dari kebijakan kantornya yang maskulin selama pandemi. Tolak ukur produktivitas dan beban kerja tidak mengalami penyesuaian meskipun pandemi[1].

Selain lansia, orang dengan penyakit penyerta, dan tenaga medis, perempuan hamil termasuk ke dalam kelompok rentan terhadap Covid-19. Kehamilan sendiri sudah mengandung risiko. Ditambah dengan adanya pandemi, seorang perempuan hamil menjadi semakin rentan terhadap Covid-19.

Kebijakan kantor yang tidak sensitif gender menganggap seolah-olah keadaan seorang perempuan hamil adalah sama dengan pekerja lainnya. Ketika perempuan mengalami hambatan bekerja karena kehamilannya, hambatan itu harus ditanggulangi sendiri karena tidak ada upaya untuk memperbaiki atau mengakomodasi kebutuhannya. Muncul juga anggapan perempuan hamil tidak bisa seproduktif kolega lainnya karena “kesalahannya” sendiri atas keadaannya. Perempuan sendirilah  yang harus menanggung risiko untuk bisa catch up dengan kolega lainnya. Cara pandang ini telah mengabaikan hak yang paling dasar yang dilindungi baik oleh agama maupun oleh Undang-Undang Kesehatan.

Padahal, adalah kewajiban perusahaan atau instansi terkait untuk melindungi dan mengakomodasi kebutuhan para perempuan hamil yang aktif bekerja.

Pertama, perusahaan bisa memberikan fleksibilitas kepada karyawan atau staf perempuan yang sedang hamil untuk mengurangi jadwal “piket”nya untuk masuk kantor guna meminimalisasi kontak dengan banyak orang tanpa harus mengurangi kewajibannya dalam bekerja. Ini berarti  perusahaan atau instansi mengeluarkan kebijakan bahwa perempuan hamil bisa bekerja dari rumah sepanjang kehamilannya. Terutama jika kantor berada pada gedung tertutup yang tidak memungkinkan protokol VDJ yang maksimal (ventilasi, durasi, dan jarak), karena risiko Covid-19 tidak hanya ada pada sang ibu, tetapi juga pada sang bayi. Dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jelas ditegaskan bahwa anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang, sementara definisi anak adalah seseorang di bawah 18 tahun, termasuk yang berada dalam kandungan. Ini artinya, perempuan hamil berhak mendapatkan perlindungan maksimal atas keselamatan janinnya, termasuk oleh perusahaan/instansi tempat ia bekerja, karena haknya dilindungi oleh negara.

Kedua, mengakomodasi kebutuhan perempuan hamil jika ia tetap harus masuk kantor. Memang, tidak semua jenis pekerjaan dapat dikerjakan dari rumah. Beberapa pekerjaan, teruma yang berhubungan dengan sektor jasa, membutuhkan kehadiran fisik pekerja di tempat kerjanya. Akan tetapi, banyak cara yang dapat dilakukan untuk melindungi perempuan hamil selama ia bertugas. Misalnya, dengan memberikannya ia akses pada ruangan privat agar dapat beristirahat ketika lelah atau mengalami mual hebat. Dalam keadaan khusus, misalnya ketika kehamilan seorang perempuan mengalami risiko tinggi—entah risiko perdarahan dan lainnya—perusahaan dapat mengurangi beban atau jam kerjanya, atau menggunakan hak cuti sakitnya.

Ketiga, hak perempuan dilindungi dalam pasal 82 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk mendapatkan paid maternity leave selama 3 bulan. Artinya, ia dibayar penuh selama cuti hamil dan melahirkan. Bahkan, beberapa perusahaan di Indonesia telah menerapkan cuti 6 bulan bagi perempuan yang melahirkan untuk mendukung ASI eksklusif.

Masalahnya, tidak semua perusahaan atau tempat kerja memiliki perspektif yang sama. Hasil analisis situasi perempuan bekerja yang dilakukan lembaga tempat saya bekerja pada 2020 lalu menemukan sebuah perusahaan yang sama sekali tidak memberikan hak cuti bagi perempuan, baik cuti haid, hamil, maupun melahirkan. Sehingga, para pekerja perempuan yang hamil terpaksa harus mengundurkan diri sebelum melahirkan.

Pada akhirnya tulisan ini ingin menekankan bahwa, dalam kondisi dunia yang “normal” pun, kehamilan sudah berat. Bisakah terbayangkah bagaimana beratnya hamil dalam kondisi krisis wabah global? Ini adalah kewajiban perusahaan, lembaga, dan negara untuk melindungi kelompok rentan Covid-19, tak terkecuali perempuan hamil yang bekerja. Kebijakan tempat kerja dan pemimpin perempuan yang memahami pengalaman unik perempuan adalah kunci untuk mendukung agar perempuan dapat terus berpartisipasi di ruang publik, apapun kondisinya.

[1] https://theconversation.com/riset-kantor-yang-maskulin-menambah-beban-pekerja-perempuan-kantoran-di-masa-pandemi-145624

Feature image from Unsplash.com

Tulisan ini juga dimuat di sini.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 11, 2021 23:50

May 5, 2020

5 Books that Keep Me Company during Pandemic

Setelah sekian lama, maju-mundur. Akhirnya saya membuat post yang (agak) berkaitan dengan pandemi Covid-19 ini. Saya adalah tipe orang yang cenderung “lebih baik nggak usah diceritakan daripada kepikiran” dan untuk case ini, saya lebih suka me-release stress saya pada orang-orang terdekat secara langsung, bukan menuliskannya. Karena itu tadi, this condition is too stressful for me (and I know, for all people too).


Dan selama masa pandemi ini, yang menjadi hiburan utama saya (ofkors) adalah membaca buku. Saya juga sempat amazed sendiri bahwa dalam lima minggu ke belakang, saya berhasil menyelesaikan 4 buku dan 1 audibook. Mungkin berbagi buku-buku yang saya baca bisa sedikit “menormalkan” keadaan yang nggak normal ini; bahwa banyak hal yang bisa kita lakukan di rumah, daripada terbawa stres dan cemas akan berita-berita Covid-19 di luar sana. Sooo, here we go:



1.  Love from A to Z by S. K. Ali

[image error]


Teman-teman yang tahu saya dan sering baca blog saya bahwa saya suka banget sama diverse books seperti ini haha. Karena… representation matters. Sebelum saya masuk ke review buku ini, saya mau cerita sedikit tentang pentingnya representasi di media. Dulu waktu saya SD tingkat akhir hingga SMP, saya mulai suka nulis-nulis fiksi. Saya udah lupa seperti apa cerita yang saya tulis, namun yang saya ingat adalah, saya selalu membuat karakter saya dengan deksripsi perempuan-perempuan yang sering saya lihat di media: langsing, putih, rambut panjang, populer, berbakat, gitu deh. Latar lokasinya pun harus di Jakarta atau bahkan luar negeri. Padahal jaman dulu tahu aja nggak kayak apaan luar negeri tuh

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 05, 2020 05:58

February 17, 2020

The Silent Battle of Domestic Work

Judulnya kok berat amat ya? Percayalah, sesungguhnya ini hanyalah racauan nggak jelas aja hahaha

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 17, 2020 06:25

November 27, 2019

Review Stroller: Cocolatte, Joie, dan Babyelle!

Haloo ibu-ibu bapak-bapak! Akhirnya saya kembali menulis review setelah sekian lama! Review kali ini adalah tentang salah satu perlengkapan bayi/anak esensial, yang tidak lain dan tidak bukan adalah: stroller! Yes, pasti tahu lah, stroller ini jadi salah satu barang wajib untuk kita-kita ini yang punya newborn, bayi, ataupun toddler. Nah, karena kegemaran saya sewa menyewa perlengkapan bayi (dan sebenarnya ada alasan lain, nanti saya ceritakan lebih lanjut), saya lumayan banyak menggunakan beberapa merk stroller dengan berbagai tipe. Nah, ini yang akan saya review satu-satu, yuk cus!



Alasan kenapa saya sering sewa stroller

Karena saya agak menyesal beli stroller yang saya punya sekarang T_T


Tipe stroller yang saya punya adalah Cocolatte tipe Quintas. Waktu awal punya newborn, rasanya saya merasa mengambil keputusan yang tepat punya stroller ini. Bahannya kokoh, manuvernya enak, bisa dipake bolak-balik (maksudnya dudukannya bisa menghadap depan dan belakang), dan bisa recline sampai 180 derajat jadi bisa dipakai dari newborn. Udah gitu warnanya cakep pula, khaki. Sayangnya, stroller ini bukan cabin size dan beratnya minta ampun T_T


Semakin Aksara besar, makin pe-er harus bawa stroller ini ke mana-mana. Udah jarang banget stroller ini dipakai posisi 180 derajat, kecuali kalau untuk tidur. Lagipula, stroller-nya, meskipun udah dilipat, nggak muat di bagasi mobil saya yang mini wkwkwk. Jadinya, kalau harus pergi ke mall, say bye bye deh sama stroller-nya. Pe-er banget! Apalagi Aksara sekarang lebih suka jalan. Jadi ya pilihannya kalau nggak digendong, jalan sendiri. Terus stroller yang sekarang diapain? Masih suka dipakai kok. Kalau pagi-pagi, Aksara suka diajak beli sayur sama Enin-nya ke depan komplek. Wk. At least it’s still useful :p


Tapi kadang suka ada momen tertentu yang membuat saya merasa harus sewa stroller. Misalnya, kalau pergi ke luar kota, kalau ada kondangan, atau kalau lagi mau liburan. Pilihannya tentu saja stroller yang ringan dan cabin size. Makanya saya cukup sering sewa stroller dengan tipe yang berbeda-beda. Kelihatannya mah gaya ya stroller-nya gonta-ganti terus, padahal mah menang sewa (dan sesuai ketersediaan stok)! Hahaha.


Jadi, yuk mari kita review satu-satu.


Cocolatte Iconic

[image error]


Spesifikasi:



Newborn-36 bulan, sampai 20 kg
3 posisi recline sampai 175 derajat
Sandaran kaki dapat diatur sesuai kebutuhan
5 titik sabuk pengaman
Kanopi dilengkapi dengan peek-a-boo window
One push pedal
One hand folding
Dilengkap dengan travel bag berupa tas ransel
Folding size 43,5 cm x 57,5 cm x 16 cm, berat 5,6 kg

Yang saya suka dari stroller ini karena tasnya bisa dijadikan ransel, cucok banget memang untuk traveling. Ukurannya cabin size dan ringan (meskipun nggak ringan-ringan amat). Saya nggak gitu merhatiin sih tentang stroller ini karena waktu itu hanya pinjam seminggu untuk travel, dan so far oke karena posisinya bisa rebahan juga.


Cocolatte Otto R

[image error]


Spesifikasi:



Dual seat yang dapat digunakan untuk newborn – 36 bulan
Posisi recline tempat duduk hingga 175 derajat
Dilengkapi dengan seat belt 5 titik pengamanan
One hand folding
Memiliki bumper pengaman
Stroller dapat dilipat saat posisi reversible
Memiliki kanopi yang dilengkapi dengan peek-a-boo window
Dilengkapi dengan tempat penyimpanan di belakang kanopi dan di bawah seat

Menurut saya di antara stroller lainnya, ini yang menurut saya paling enakeun. Memang sih, agak lebih berat dibandingkan Cocolatte Pockit yang hietz itu, tapi ini masih termasuk cabin size. Menurut saya, stroller Cocolatte tuh emang fitur terenaknya ada di manuvernya, apalagi kalau di jalan halus kayak conblock atau lantai mall, itu halusss banget. Selain itu, handle depannya pun nggak kayak stroller lainnya yang mengelilingi si stroller-nya, tapi berbentuk huruf T. Aksara senang banget pakai stroller ini karena dia berasa lagi nyetir mobil hahaha.


Kekurangannya, hmm… Selain beratnya yang agak lebih berat dibandingkan stroller cabin size, saya rasa nggak ada kekurangan lainnya.


Babyelle Wave

[image error]


Spesifikasi:



Bahan ringan (sekitar 3,8kg)
Stroller dapat dilipat seminimal mungkin
Memiliki kanopi
Memiliki footrest
Untuk bayi 6 bulan keatas (sudah bisa duduk)

Pas pertama kali saya pegang stroller ini rasanya, “Hah? Kok kerasa ringkih banget, ya?” Dengan berat cuma 4kg, saya bahkan bisa ngangkatnya sebelah tangan. Berasa ngedorong kereta boneka hahaha. Secara ukuran, ini paling top karena paling ringan dan paling nggak makan tempat.


Kekurangannya, tentu saja karena hanya satu posisi duduk, nggak bisa diubah ke posisi berbaring. Tapi entah kenapa, Aksara sering banget ketiduran di stroller ini, dalam posisi duduk! Dan satu lagi, dudukannya agak lebih rendah dibandingkan stroller lainnya.


Joie Pact & Lite
[image error] Tokopedia.com

Spesifikasi:



Dapat digunakan dari newborn, dengan posisi senderan berbaring rata
Lipatan satu tangan
Tali jinjing yang nyaman
Kanopi UPF50 + yang dapat diperpanjang
Multi-posisi senderan duduk hingga berbaring
5 titik sabuk pengaman
Bumper bar berlapis kain
Keranjang belanja ukuran besar
Roda bersuspensi untuk pengendaraan yang mulus
Roda depan berputar ke segala arah dan dapat dikunci untuk satu arah

Kelebihan stroller ini adalah, ringan dan ringkas, bisa dilipat hanya dengan satu tangan. Manuvernya juga enak pisan. Tapi sayangnya, menurut saya dudukan stroller ini terlalu sempit, jadi kayaknya Aksara kalau duduk di stroller ini jadi kelihatan ngegelosor (apa yang bahasa Indonesianya?) ke bawah. Footrest-nya juga menurut saya kejauhan karena jadi nanggung gitu kaki Aksara jadi ngegantung. Oh ya, di antara stroller lain yang pernah saya coba, Joie Pact & Lite ini yang paling mudah membuka dan melipatnya.


Cocolatte iSport
[image error] Jakartarentalmainan.com

Spesifikasi:



Bahan ringan (sekitar 3,8kg)
Stroller dapat dilipat seminimal mungkin
Memiliki kanopi
Memiliki footrest
Untuk bayi 6 bulan keatas (sudah bisa duduk)

Ini semacam “saudara kembar”nya Babyelle Wave dari berbagai sisi; ukuran, model, sampai berat. Tentu saja saya suka karena ringan bangettt dan karena Cocolatte adalah andalan saya, maka meskipun ringan, manuvernya tokcer. Dibandingkan Babyelle Wave, Cocolatte iSport menurut saya lebih kokoh meskipun secara berat sama.


Kekurangannya menurut saya (bukan hanya stroller ini, tapi juga Cocolatte yang lain) itu… Agak susah nggak sih membuka dan melipatnya? Atau cuma saya aja ya? Saya beberapa kali mau naik pesawat atau kereta, pas udah mau boarding dan ngelipatnya, malah stuck! Arrgh! Kadang juga kalau dibuka, nggak sampai “klik” banget. Harus benar-benar dipastikan dia ngunci dengan sempurna.


Jadi pilih mana?

Semua stroller punya kelebihan dan kekurangannya. Tapi menurut saya… teteup Cocolatte Otto R paling oke sampai saat ini.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 27, 2019 22:05

August 16, 2019

Affordable Basic Skincare Routine untuk Ibu Menyusui

Saat hamil, saya paling malesss banget kalau udah disuruh ngapa-ngapain muka. Pernah suatu ketika saya pergi ngantor dengan bare face, benar-benar berbekal sabun muka aja dan face paper kalau muka udah mulai terlihat berminyak. Iya, semalas itu dulu (apalagi pas hamil) merawat wajah. Saya udah pernah ngebahas produk-produk skincare dan makeup yang saya pakai selama hamil di post ini, dan itu udah sangat minimum banget.


Nah, akhir-akhir ini, saya coba mulai pengen ngerajinin merawat muka. Apalagi setelah saya menemukan channel Youtube Beauty Within. Bikin semangat ngerawat diri hahaha. Salah satu episode yang membukakan mata saya adalah tentang basic skincare routine, yang ternyata sangat mudah diikuti. Tier pertama dari skincare routine yang wajib bangetttt kita pakai setiap hari adalah: cleanser – toner – moisturizer – sunscreen.


Tapi tentu saja kebutuhan skinker berbanding terbalik dengan pemasukan, shay. Jadilah saya banyak online browsing, kira-kira produk yang affordable dan cukup bagus review-nya, dan yang insya Allah aman buat ibu menyusui seperti saya. On a side note, kulit wajah saya berminyak dan cenderung berjerawat, jadi memang agak susah nemuin produk yang cocok. Makanya sata happy banget saat menemukan produk-produk ini:



1. Cleanser: Mineral Botanica Acne Face Wash

Sewaktu hamil, saya pakai face wash seri Tea Tree dari The Body Shop. Memang ukurannya gede sih, tapi agak nggak rela juga kalau tiap kali habis, beli lagi dengan harga segitu hahaha. Akhirnya saya coba beralih ke Mineral Botanica. Sebelumnya saya memang udah pernah coba pakai loose powder-nya dan cocok. Jadilah saya coba pakai face wash-nya. Eh keterusan sampai sekarang! Harganya pun tentu saja bikin hemat di kantong (ini yang paling penting). Kekurangannya menurut saya hanya kemasannya saja yang cuma tersedia 100 ml, jadi kalau rutin dipakai bikin cepat habis.


Beli di mana? Beststore di Shopee.


2. Toner: Wardah Seaweed Primary Skin Hydrating Booster

Ini juga sebenarnya berbekal coba-coba karena beberapa kali saya pakai produk Wardah nggak cocok. Setelah beberapa minggu pakai, saya merasa kulit saya makin kenyal hahaha. Entah sugesti atau apa, yang pasti toner ini bikin muka terasa adem banget.


Beli di mana? COZME Official di Shopee.
3. Moisturizer: The Body Shop Tea Tree Mattifying Lotion

Nah, produk ini memang saya pakai terus semenjak hamil. Pertimbangannya adalah, saya pernah coba merk lain yang agak lebih murah dan ternyata kulit saya mengalami breakout. Setelah pikir-pikir, daripada ganti merk lagi terus nggak cocok lagi, akhirnya saya kembali beralih ke The Body Shop. Memang cukup mahal dibandingkan produk lainnya, tapi seenggaknya sekarang saya bisa menghemat di produk yang lain jadi nggak bikin kantong jebol-jebol amat. Saya suka banget sama tekstur dan sensasinya kalau dipakai di muka yang bikin adem. Sayangnya produk ini memang belum ada SPF-nya.


Beli di mana? @simada.tbs di Instagram.


[image error]


4. Sunscreen: Wardah BB/DD Cream

Dibandingkan beli produk sunscreen aja, saya lebih suka pakai BB/DD Cream dari Wardah. Saya pakai bergantian aja sih, tergantung ketersediaan stok di toko aja. Kalau lagi nemu BB Cream ya pakai itu, kalau lagi nemu DD Cream ya pakai itu. Saya suka keduanya karena praktis, bisa sebagai sunscreen sekaligus makeup base untuk sehari-hari. Apalagi dengan muka saya yang cenderung oily, BB/DD Cream ini jadi alternatif pemakaian foundation. Perbedaannya menurut saya nggak beda jauh, yaitu kandungan SPF-nya saja, yaitu 32 di BB Cream dan 30 di DD Cream.


Beli di mana? COZME Official di Shopee.
5. Night Cream: Nature Republic Aloe Vera 92% Soothing Gel

Ini saya dulu beli dari zaman hamil sampai sekarang Aksara udah 13 bulan nggak abis-abis. Seperti yang pernah saya sebutkan juga di post ini, produk NatRep ini multifungsi. Bisa jadi moisturizer, masker, dan lain-lain. Oh ya, menurut Beauty Within juga, sebenarnya day cream dan night cream itu nggak terlalu banyak beda, kok. You can simply use day cream or other moisturizing products for your night cream. Perbedaannya hanya di teksturnya night cream saja yang biasanya lebih kental (karena dipakai sampai pagi, gitu katanya).


Beli di mana? Nature Republic Official Store di Shopee.


6. Sleeping Mask: Laneige Water Sleeping Mask

Kata siapa produk Laneige mahal-mahal? Kalau bisa menemukan celahnya, pasti dapet kok yang murah hahaha. Jadi buibu, Laneige ini banyak sampelnya loh, dan bahkan kemasan sampel aja bagus!


Ini pertama kali saya beli karena memang pengen nyobain dulu. Daripada udah mahal-mahal terus nggak cocok, yekan. Jadilah saya beli versi sampelnya yang ukuran 15 ml dan ternyata… Bagusss bangettt. Iya, sebagus ituuuu hasilnya. Mana harganya murah banget lagi, nggak sampai 25 ribu. Saya sudah pakai hampir dua bulan dan belum habis sampai sekarang.


Oh iya, bedanya dengan night cream, sleeping mask ini nggak untuk dipakai setiap hari. Saya maksimal pakai dua kali seminggu sebelum tidur. Pas bangun tidur, baru deh dicuci dengan air. Seingat saya sleeping mask dari Laneige ini juga punya kemasan yang ukuran medium dan harganya nggak sampai 100 ribu.


Beli di mana? Kmarket.id di Shopee.


Nah, kurang lebih itu produk-produk yang saya pakai belakangan ini. Alhamdulillah selama ini cocok di saya dan belum ada rencana beralih ke produk lain hehehe. Kalau ada tambahan, nanti saya update, ya!


[image error]

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 16, 2019 01:40

July 3, 2019

Setahun Menjadi Ibu bagi Aksara

Sebelum berpanjang lebar di post ini, saya mau update sedikit. Kayaknya udah lama banget nggak nge-blog. Jadi dalam rangka ulang tahun Aksara (yang udah lewat), saya sebisa mungkin pengen nyempetin waktu untuk bisa nulis.


Jadii, saya merasa belakangan ini agak ngos-ngosan dalam pekerjaan maupun urusan domestik, ditambah pengasuh yang libur di momen Lebaran kemarin. Gara-garanya, udah sekitar 2 bulan ini saya ambil kerjaan konsultan di sebuah kantor lain (kantor lama saya sebenarnya), di mana sebenarnya most of the times dikerjakan di rumah. Tapiii, yang namanya kerja di rumah dan bareng anak, banyak banget distraksinya. Sampai Lebaran lalu saya harus ngelembur gara-gara siang pegang anak. Terus, apa hubungannya dengan post ini? Oh tenang, silakan baca sampai akhir wkwk. Sok misterius, deh.


Post ini akan sedikit (atau kebanyakan) mellow dan personal. Tapi benar deh, semenjak ulang tahun Aksara yang pertama akhir Juni lalu, bawaan saya jadi mellow terusss. Gimana bisa setahun sudah berlalu? Rasanya kayak nggak percaya gitu. Aksara setahun yang lalu belum bisa apa-apa, bahkan belum bisa ngenalin mamanya. Aksara yang sekarang udah bisa kabur sana-sini, ngoceh nggak berhenti, dan pengen nempel terus sama mama. Duh, jadi bingung kan mau ngomong apa, jadi mellow lagi kan T_T


Intinya, this past one year has changed me as an individual.



Tentang menjadi orangtua setahun ini

Setahun belakangan ini, saya mencoba lebih mengenal anak saya dan diri saya sendiri. Setiap hari, saya belajar untuk mengetahui seperti apa karakter Aksara. Misalnya, ternyata Aksara anak yang gampang penasaran. Enin-nya sampai menjuluki dia “Aksa the explorer” wkwk. Kalau udah melihat sesuatu, dia ingin tahuuu banget a.k.a kepo. Dilihat, dipegang, dijilat, dipukul, digigit, dilempar… You name it. Kalau ada orang masuk ruangan, dia harus lihat itu siapa. Kalau dia pergi, dia harus memastikan orang itu bener-bener pergi. Kadang-kadang ditungguin depan pintu sama dia, ini orang bakal balik lagi apa nggak

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 03, 2019 22:36

May 1, 2019

The Perfect Brunch at Stockholm Syndrome

Setelah satu juta tahun lamanya, akhirnya saya dan Abang nge-date lagiii! Hahaha. Memang ya, semenjak punya anak, mau ngerencanain apa-apa jadi kadang suka adaaa aja halangannya. Kebetulan kali ini kami nge-date pas hari ulang tahun Abang yang jatuh pada Hari Buruh.


Mumpung libur, akhirnya jadi deh nge-date-nya! Pilihan kencan kali ini jatuh pada Stockholm Syndrome yang terletak di kawasan Pulo Armin, Bogor. Dengar-dengar tempatnya enak dan selalu penuh pengunjung. Hmm, penasaran jadinya, memang seperti apa ya?



F&B

Jadii, Stockholm Syndrome ini adalah sebuah kafe dengan konsep dan makanan khas Swedia. Kayaknya ini kafe pertama di Bogor yang menyajikan menu-menu khas Swedia. Kalau soal keotentikannya, jangan ragu karena pemilik sekaligus chef-nya adalah orang Swedia asli. Dan menurut saya, bener bangettt rasanya sungguh sangat comforting. Walaupun saya nggak ada referensi makanan Swedia lainnya (bahkan makanan di IKEA pun belum pernah coba ✌), I knew the food was made with heart. Ini adalah menu-menu yang kami pesan:


Herbed Chicken


[image error]


Enak bangettt dan kata Abang rasanya “sangat Scandinavian”. Makanan ini disajikan dengan mashed potato dan mushroom sauce. Plus, porsinya ternyata banyak banget.


Pasta from the Ocean


[image error]


Menu ini mungkin agak-agak fusion ya. Pastanya diolah seperti aglio e olio dan disajikan dengan ikan sarden. Rasanya cenderung ‘Asia’ dan agak pedas. Jadi buat yang nggak suka/kuat makan pedas, saya nggak saranin untuk pesan menu ini.


Es Kopi Stockholm


Es kopi ini disajikan di cup, bukan di gelas seperti minuman lain. Agak lebih mahal dari es kopi susu lainnya yang ada di pasaran. Rasanya menurut saya cenderung asam kopinya.


Premium Tea


[image error]


Saya nggak ngerasain sih karena ini pesanannya Abang. Tapi dari rupanya.memang terlihat ‘premium’ alias mahal ya! Hehe.


Swedish Chocolate Cake


[image error]


Birthday cake buat si birthday boy adalah kladdkaka alias chocolate cake. Saya kira rasanya akan seperti lava cake karena sama-sama pakai es krim, tapi ternyata cake ini lebih padat. Rasanya sangat chocolate-rich tapi nggak kemanisan. Disajikannya dengan es krim vanila, kacang, dan taburan kelapa.


Ambience

Area outdoor di Stockholm Syndrome ini paling juaraaa. Pas masuk ke dalam, area indoor-nya memang nggak gitu luas. Nah, untuk mencapai area outdoor, memang agak nyempil karena harus melalui lorong dulu. Dan tadaa… Baru deh tiba di area outdoor. Rasanya kayak main ke rumah teman jaman dulu. Luas, rimbun, asri. Apalagi memang di kafe ini banyak banget tanaman-tanaman kaktus dan succulents, juga pohon-pohon rimbun.


[image error] [image error] [image error] [image error]


Saran saya, datang ke kafe ini pagi-pagi (mereka buka dari jam 9 karena masih sepiii). Mau foto-foto, selfie, foto rame-rame, loncat indah, salto juga nggak ada yang ngelihatin karena masih kosong. Dan menurut saya kafe ini memang cocok untuk dijadikan tempat brunch.


Service

Pelayanan ramah, makanan juga cepat jadinya. Satu-satunya kekurangan menurut saya sinyal wifi-nya yang kurang kenceng di area outdoor. Tapi itu kekurangan minor lah, karena terbayar sudah dengan ambience dan makanannya dan enak.


Will I come back? Yes, definitely!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 01, 2019 05:50

April 15, 2019

#Modyarhood Menjadi Orangtua: Idealisme vs. Realitas

Pada suatu hari, saya lagi menyuapi anak saya, Aksara, yang waktu itu baru mulai MPASI. Waktu itu saya sudah menyiapkan suasana makan sedemikian rupa, seperti yang saya baca-baca di buku parenting: anak nggak dalam keadaan mengantuk, anak duduk sendiri, nggak ada distraksi, dan anak disuapi. Pas mau disuapi… Eh, anaknya nggak mau. Yang ada anaknya ngambek, saya ikutan ngambek. Dicoba lagi, tetap nggak bisa.


Akhirnya… Dengan berat hati saya nyalain TV dan pasang channel khusus bayi. Kemudian… Anaknya mau makan! Lahap, habis pula.


Malamnya, saya bilang ke Abang (suami), “Runtuhlah sudah idealisme aku.”


Siapa juga pernah mengalami, cuuung?

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 15, 2019 17:28

February 27, 2019

Cerita Sore 1 – Bekerja di Perusahaan Multinasional Belum Tentu Bahagia

Yuhuuu. Ini salah satu segmen baru dalam blog saya. *ceilah segmen* Jadi ceritanya, saya in suka tiba-tiba mikir random. Terus, daripada ke-random-an ini saya simpan sendiri, lebih baik saya bagi-bagi hahaha. Intinya sih post dalam Cerita Sore ini akan lebih banyak kontemplasi, opini, curhatan, dan semacam esai untuk mencurahkan unek-unek saya.


Kenapa namanya Cerita Sore? Karena setelah dipikir-pikir, sore itu adalah waktu di mana saya bisa mulai ‘melepas’ lelah setelah seharian juggling antara urus anak, kerjaan, dan rumah. Intinya sih saat sore ini saya mulai bisa sedikit slowing down dan mulai mendengarkan diri sendiri.


So, topik Cerita Sore yang pertama ini adalah: bekerja di perusahaan multinasional belum tentu bahagia. Masa sih?


Kalau dalam karier saya, sebenarnya sih di organisasi multinasional mungkin lebih tepat, karena karier saya berada di bidang non-profit.


Kalau dikilas balik, saat awal saya mulai bekerja setelah lulus kuliah, saya ingat banget bekerja di sebuah organisasi kecil. Gaji pun mepet UMR Jakarta. Meskipun kerjaannya menyenangkan dan saya cukup happy, entah kenapa saya masih pengen menantang diri sendiri untuk ‘lebih’.


Di dunia non-profit, ada beberapa jenis lembaga. Misalnya, organisasi tempat saya bekerja adalah NGO (non-governmental organization) yang bergerak dalam hal penelitian dan advokasi. Ada juga international NGO. Semacam LSM, tapi kantor pusatnya bukan di Indonesia. Ada lagi UN (United Nations) alias Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang kantor pusatnya juga bukan di Indonesia. Ada juga lembaga donor, yaitu pemberi dana hibah untuk pembangunan, seperti kedutaan, atau lembaga-lembaga nirlaba lainnya seperti Bill & Melinda Gates atau Ford Foundation.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 27, 2019 04:31

February 25, 2019

8 Baby Products that Make My Life Way Easier

Semenjak jadi seorang ibu, sekarang yang paling prioritas adalah semua yang berkaitan dengan anak, termasuk perlengkapannya. Salah satu tujuannya adalah tentu saja selain bikin anaknya senang, juga bikin orangtuanya senang dan hidupnya lebih mudah hahaha. Setelah kurang lebih 8 bulan ini menjadi orangtua, di bawah ini ada beberapa produk yang menjadi andalan dan favorit saya dalam mengurus dan membesarkan Aksara.



1. Cocolatte Quintas Stroller

Stroller ini udah jadi temannya Aksara semenjak lahir. Dari pas hamil saya memang berencana untuk punya stroller yang bisa kepakai dari bayi newborn sampai besar, nah Quintas ini salah satunya. Quintas punya 3 posisi dari rebahan sampai duduk. Dia juga bisa dibolak balik, mau posisi hadap depan atau belakang. Plus, dia punya warna khaki pulaaa, jarang banget ada model stroller yang warnanya begini. Kekurangannya menurut saya adalah bebannya yang sangat besar, sekitar 8+ kilogram. Dan kalau dimasukin mobil, ternyata nggak cukup di bagasi mobil saya dan Abang yang mini haha. Jadi kalai mau dibawa-bawa, harus ditaruh di jok depan mobil.


2. Babymoov NutriBaby
[image error]http://www.tokopedia.com

Saat mulai masa MPASI, saya mulai nyiapin ‘amunisi’ untuk masak memasak makanannya Aksara. Dan NutriBaby ini jadi andalan saya banget. Awalnya memang agak bingung karena gede banget dan mode-nya juga banyak, tapi setelah nonton tutorialnya di Youtube, saya jadi makin terbiasa pakainya.


Dari namanya aja udah 5-in-one, jadi udah pasti berguna bangetsss. Terutama kalau saya bangun kesiangan terus perlu masak ekspres haha. Tinggal kukus, terus blender di alat yang sama. Kekurangannya menurut saya cuma di listrik aja yang lumayan nyedot agak besar.


3. Baby Safe Digital Slow Cooker

Selain NutriBaby, saya juga biasanya masak pakai slow cooker. Soalnya enak tinggal cemplung dan hasilnya halus banget untuk disaring. Saya pakainya merk Baby Safe karena bisa di-set mau masak berapa lama (2-4 jam). Setelah matang, mode-nya langsung berubah ke warm, jadi kualitas makanan tetap terjaga. Kekurangannya paling kalau saya bangun kesiangan, nungguin matangnya lama dan anaknya keburu lapar haha.


4. Sweety Comfort Gold Diapers
[image error]http://www.babyzania.com

Semenjak lahir, Aksara pakai pospak (popok sekali pakai) merk Sweety. Pokoknya udah cocok banget. Nggak gampang bocor, nggak bikin iritasi, plus motifnya Hello Kitty. *penting banget*


Oh iya, Aksara masih pakai pospak tipe perekat dan tipe perekat Sweety cuma ada yang varian gold aja, lainnya (bronze dan silver) tipe celana. Kekurangannya sudah pasti tentu saja harganya yang lebih mahal hahaha. Tapi karena Aksara kulitnya sensitif, saya nggak berani ganti popok karena takut iritasi.


5. Ergobaby Hip Seat Baby Carrier
[image error]http://www.bellybeyond.co.nz

Jadi begini buibu pakbapak. Saya ini nggak jago dalam hal gendong anak. Selain nggak bisa nemu posisi nyaman, saya cepet pegel gendong bayi jumbo (a.k.a Aksara) ini. Pakai kain jarik juga nggak jago.


Akhirnya saya berkenalan dengan Ergobaby dan gendongan ini sangat meringankan beban saya (dan beban dari badan Aksara). Plus, ternyata Aksara bisa tidur kalau saya kelonin pakai hip seat carrier ini. Pokoknya andalan dibawa ke mana-mana lah, apalagi kalau lagi malas bawa stroller. Kekurangannya: nggak ada!


6. BKA Breast Pump Connector
[image error]http://www.tokopedia.com

Menurut saya ini berguna banget karena suka males nyuci dan steril botol hasil nampung ASIP. Udah gitu isinya dipindahin ke kantong ASI juga kan, jadi dua kali kerjaan. Nah, dengan konektor ini, saya bisa langsung nampung ASIP ke dalam kantong. Udah gitu, alatnya bisa dipakai untuk breast pump tipe wide neck maupun standard neck. Kekurangannya adalah, sekarang saya nggak cuci dan steril botol lagi, tapi konektornya (sama aja dong ya?)

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 25, 2019 15:36

Fadilla Putri's Blog

Fadilla Putri
Fadilla Putri isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Fadilla Putri's blog with rss.