Fadilla Putri's Blog, page 3

February 5, 2019

Cerita Aksara: Lahir 36 Minggu, Prematur Bukan?

Bagi yang sebelumnya pernah baca cerita kelahiran Aksara, pasti tahu kalau Aksara lahir beberapa minggu lebih awal, tepatnya di usia 36 minggu 4 hari. Kalau lihat dari usianya, memang nyaris mendekati cukup bulan. Buat referensinya bisa dicek di factsheet-nya WHO di sini yaa. Kalau untuk usia gestasi Aksara, jadinya dia termasuk late preterm. Yak, itungannya tetap prematur, walaupun prematur tua.


Dan saya sangattt bersyukur kalau Aksara dipastikan sehat 6 jam pasca observasi dan langsung bisa rawat gabung sama saya. Tapi saya suka lupa, kalau Aksara tetap lahir kurang bulan dan nggak bisa disamakan perkembangannya sama bayi umumnya yang lahir cukup umur.



Belakangan ini, saya makin galau. Bahkan DSA-nya (dokter spesialis anak) pun memberi treatment dia seperti bayi cukup umur pada umumnya. Terus saya kemudian nyari tahu, meskipun tergolong late preterm, apa tetap harus ada treatment khusus? Dan akhirnya saya menemukan sebuah komunitas namanya Premature Indonesia di Facebook. Rasanya legaaa banget. Kayak ngerasa saya nggak sendiri lagi gitu

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 05, 2019 15:29

January 29, 2019

My Worst Travel Nightmares

Meskipun saya tergolong orang yang nggak sering banget jalan-jalan, waktu masih aktif bekerja *ciye kayak udah tua aja*, maksudnya waktu saya masih kerja full time kantoran 8-5, saya lumayan sering harus perjalanan dinas. Plus waktu itu saya belum punya anak, jadi rasanya mau ngerencanain traveling ataupun sekadar weekend gateway nggak sesulit sekarang hehe. Tapi tentu saja, setiap perjalanan nggak melulu berjalan mulus. Kalau dipikir-pikir, saya ini lumayan parno kalau harus melakukan perjalanan, terutama naik pesawat. Tapi yang namanya sial nggak bisa ditolak, tetap aja saya pernah mengalami hal-hal nggak mengenakkan selama traveling.



1. Batal tanpa bisa refund

Apa yang lebih nightmare dari rencana liburan dari jauh-jauh hari yang akhirnya batal? Nggak bisa refund! Hahaha.


Jadi ceritanya pada Desember 2017, saya sama Abang rencana mau ke Bali, menghadiri nikahan salah satu teman. Nah terus, berhubung saya udah cuti seminggu, sementara ke Bali-nya cuma tiga hari, saya nekat mau solo traveling ke KL dulu sendirian selama 3 hari. Tiket, penginapan, semuanya udah beres.


November 2017, saya mengetahui kalau saya hamil. Dan ada drama di awal kehamilan yang memaksa saya untuk bedrest berminggu-minggu. Jadiii, semua rencana yang udah disusun matang-matang itu bubar jalan blasss. Apalagi pas banget waktu itu status Gunung Agung di Bali lagi siaga, menambah daftar alasan saya dan Abang untuk nggak berangkat.


Sebenarnya saya ikhlas karena gagalnya rencana jalan-jalan tersebut dikarenakan saya dititipkan amanah yang udah ditunggu-tunggu ❤ Tapi kan… Kalau duit nggak kembali, rasanya tetap nyesek juga ya! Haha.


Dari dua trip Jakarta-KL PP dan Jakarta-Bali PP, cuma tiket Jakarta-Bali PP yang bisa di-refund, dan penginapan di KL belum sempat saya bayar. Sisanya ya hangus. Walaupun judulnya tiket promo, yang namanya kehilangan duit tetap aja… Hiks :”(


2. Penumpang rese di pesawat

Ketemu penumpang rese sih udah biasa ya, tapi kalau resenya sampai bikin pesawat belum bisa berangkat gara-gara dia?


Pada suatu perjalanan dinas ke sebuah kota di Sulawesi, saya harus transit dulu di Makassar. Nah, di pesawat dari Makassar ini, saya ketemu serombongan pegawai yang habis dinas dari Yogyakarta. Dia duduknya nggak jauh dari saya, makanya saya bisa nguping duduk permasalahannya.


Eh ternyata, ada satu temannya yang nggak jadi naik pesawat karena ada urusan dulu di Makassar. Tapi dia check in dan masukin bagasi (ceritanya mau nitip ke temannya gitu). Ya ketahuan lah sama staf maskapainya, tapi entah kenapa si rombongan ini ngotot dengan bilang, “Kan ini satu tujuan,” dan “Teman saya itu nggak ada rencana (harus stay dulu di Makassar).”


Kata saya dalam hati, “Ni pesawat emang kurir apa ya nitipin bagasi segala?!”


Dan si orang itu tetap check in biar… Boarding pass-nya bisa dilampirin buat laporan perjalanannya. Yee, seenaknya aje!


Pada akhirnya, rombongan ngotot itu kalah. Boarding pass-nya diambil sama petugas dan kopernya diturunin. Yes! Saya pun bertepuk tangan dalam hati

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 29, 2019 22:31

January 25, 2019

Ide Permainan di Rumah untuk Bayi 6-12 Bulan

Buibu Pakbapak, kadang suka mati gaya nggak sih ngajak anak bayinya main? Hahaha terkadang saya masih suka merasa seperti ini nih. Malah saya jadi suka salah tingkah sendiri, anak masih melek, dikasih stimulasi apaan lagi, ya? Padahal sebenarnya ide permainan yang bisa dipraktikkan di rumah banyak dan sederhana. Nah, di bawah ini saya kumpulkan beberapa ide permainan untuk bayi usia 6-12 bulan, berdasarkan pengalaman saya dan berguru dan cari inspirasi sana-sini. Sebenarnya ini jadi pengingat juga bagi saya kalau sudah kehabisan ide hihi.



1. Cilukba

Siapa sih yang nggak tahu cilukba? Permainan ini sangat gampang dan tanpa material. Selain menyenangkan, ternyata permainan ini juga mengajarkan bayi tentang object permanence. Bayi menganggap bahwa jika dia tidak melihat suatu benda, maka benda tersebut hilang selamanya. Dengan permainan cilukba, bayi dilatih bahwa meskipun ayah/ibu/orang terdekatnya menghilang, mereka akan kembali lagi.


2. Hand painting

Ini ide permainan yang saya dapatkan waktu Aksara ikutan kelas bayi-bayi di salah satu sekolah Montessori di Bogor, Cita Harmoni. Proses mengecatnya menggunakan cat yang aman untuk dimakan. Saya pun coba iseng bikin sendiri di rumah dan ternyata cukup simpel!


Alat dan bahan:



Tepung maizena 1/2 cangkir
Gula 3 sdm
Garam 1/2 sdt
Air 2 cangkir
Pewarna makanan (saya pakai warna merah, kuning, dan hijau)

Kesemua bahan tersebut dimasukkan ke dalam panci dengan api kecil/sedang, aduk-aduk terus sampai mengental atau kurang lebih 5-10 menit. Setelah mengental, masukkan ke dalam wadah-wadah kecil dan campur sekitar 3 tetes pewarna makanan. Voila! Cat sudah jadi deh.


[image error]


[image error]


Nah, untuk mengecatnya, saya buatkan tulisan nama ‘Aksa’ terlebih dahulu (soalnya ‘Aksara’ kepanjangan hihi) di atas kertas putih menggunakan solatip. Lalu saya biarin deh Aksara main dengan cat dan kertasnya. Setelah selesai, kertasnya saya jemur dan solatipnya saya lepas. Jadilah tulisan nama Aksa dari cat!


3. (High contrast) flashcards

Saya punya 1 set flashcards dari Zoe Toys yang terdiri dari 4 seri flashcards dan 1 serinya terdiri dari 20 kartu (total ada 80 kartu). Seri 1 untuk bayi usia 0-3 bulan. Seri 1 ini memiliki kontras yang tinggi untuk menstimulasi penglihatan bayi baru lahir yang masih terbatas. Seri 2 untuk bayi usia 3-8 bulan, seri 3 untuk usia 8-12 bulan, dan seri terakhir untuk bayi usia di atas 12 bulan. Flashcards ini selain menstimulasi penghilatan, bisa juga jadi media untuk mengajarkan kosakata bagi bayi

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 25, 2019 23:35

January 20, 2019

6 Komentar yang (Sebaiknya) Dihindari Pada Ibu Hamil

Halooo! Ini akan jadi post pertama saya di tahun 2019. Duh, ke mana aja deh? Dan post di tahun 2019 ini akan dibuka oleh tulisan saya yang udah lama jadi draft tapi nggak jadi melulu di-post.


Post ini adalah salah satu unek-unek saya ketika hamil dulu. Semoga belum basi

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 20, 2019 00:51

December 10, 2018

Hal-hal tentang Postpartum yang Tidak Dikatakan di Media Sosial

Kalau lihat foto-foto di media sosial, setiap kali ada yang melahirkan, pasti yang terlintas dalam pikiran kita adalah, “Awh, bahagianya” atau, “Aduh lucu banget anaknya” atau, “Ih mau satu!” Hayoo siapa pernah?

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 10, 2018 17:09

December 8, 2018

Goodreads Reading Challenge 2018 Completed + Fave Fiction Books

Semenjak 2013 saya selalu ikutan Goodreads Reading Challenge, di mana setiap tahunnya saya nge-set berapa banyak jumlah buku yang ingin saya baca selama setahun.


Meskipun dari tahun ke tahun jumlahnya menurun (guilty :p), tapi saya merasa kalau kualitas buku yang saya baca meningkat. Boleh dong narsis dikit haha. Tahun ini, Alhamdulillah, target saya tercapai lagi, yaitu membaca 22 buku setahun! Pencapaian saya justru kelebihan malah, karena saya berhasil baca 23 buku sampai hari ini, dan masih ada satu buku yang sedang saya baca.


Daaan… Di bawah ini adalah beberapa buku fiksi favorit pilihan saya yang saya baca di tahun 2018 ini.



1. Convenience Store Woman
[image error] http://www.amazon.es

Plot: Keiko berusia 36 tahun. Dari kecil, orangtuanya beranggapan kalau dia adalah seorang anak yang ‘aneh’. Keiko tidak bisa bersosialisasi seperti apa yang dianggap ‘normal’ oleh masyarakat. Di usianya yang ke-18, Keiko mendapat pekerjaan di sebuah minimarket. 18 tahun kemudian, Keiko masih berada dalam pekerjaan yang sama, single, dan tidak punya banyak teman. Menurutnya, hidup menjadi pegawai minimarket mudah karena tinggal mengikuti SOP. Sementara di dunia nyata, Keiko seperti kehilangan ‘pegangan’ untuk menjalani hidup yang seperti diharapkan orang-orang di sekitarnya.


My comments: Buku ini adalah buku yang paling membekas yang saya baca di tahun 2018. Kalau ibarat air, buku ini tuh tenang…. banget. Nggak terburu-buru. Konfliknya nggak meluap-luap. Tokoh protagonisnya sangat stand out. Dan bukunya cukup singkat untuk dibaca. Untuk teman-teman yang mau membaca buku yang idyllic, this books is your perfect choice. Oh iya, ini buku terjemahan dari Bahasa Jepang ke Bahasa Inggris.


2. Eleanor Oliphant is Completely Fine
[image error] https://prestigebookshop.com/

Plot: Eleanor Oliphant menjalani kehidupan sehari-hari yang biasa saja. Dia bekerja, pulang ke apartemennya, dan tidak memiliki satu orang teman pun. Kesulitannya untuk berinteraksi dengan orang membuatnya hidup ‘terisolasi’ dan lebih memilih menghabiskan weekend sendirian dengan pizza dan vodka di apartemennya. Kemudian, Eleanor bertemu dengan Raymond, rekan sekantornya yang baru. Secara nggak sengaja, mereka menyelamatkan Sammy, lelaki paruh baya yang tiba-tiba terjatuh di jalan. Perkenalan itu ternyata membuat sebuah hubungan ‘aneh’ di antara ketiganya, namun membuat Eleanor belajar untuk membuka dirinya pada orang lain dan memiliki support system.


My comments: Meskipun gaya penulisan buku ini ‘pop’ banget, buku ini bagi saya mengajarkan banyak hal. Believe it or not. Reading this book broke my heart. Saya bisa sangat merasakan rasa kesepian Eleanor. Saya sangat bisa menyelami diri Eleanor yang berjuang melawan masa lalunya. Saya memahami bagaimana Eleanor berjuang untuk membuka dirinya agar bisa survive dari trauma yang pernah dialaminya. Bagi teman-teman yang mau baca buku chicklit tapi nggak mau baca tentang cinta-cintaan melulu, buku ini wajib untuk dibaca. Dengar-dengar buku ini juga bakal segera dijadiin film

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 08, 2018 00:55

December 4, 2018

Janjian Ngopi di Janjian Coffee

Beberapa weekend lalu, saya menyempatkan hang out di salah satu kafe oke di Bogor, yaitu Janjian Coffee. Kebetulan lokasinya nggak jauh dari rumah, tepatnya di Jalan Lawanggintung. Sudah beberapa kali saya dengar kalau suasana kafe ini menyenangkan, yang bikin saya jadi penasaran.



Ambience

Dari luar, kafe ini kelihatan agak nyempil. Padahal pas masuk, ternyata cukup luas, terutama area outdoor-nya.


Di bagian dalam, saya langsung disambut oleh suasana industrial. Interiornya didominasi oleh kayu dan besi sebagai ornamen dan furnitur. Bahkan salah satu bangkunya hanya terbuat dari semen. Walau begitu, suasana di dalam terasa hangat.






Bagian outdoor Janjian Coffee ini menurut saya paling juara. Walaupun saya ke sana siang-siang, nggak kerasa panas sama sekali karena dikelilingi pohon pinus! Wah, berasa lagi di Gunung Pancar haha.


F&B

Yang namanya kedai kopi, pastinya minumannya harus enak, dong. Saya waktu itu pesan Kopi Krim, yaitu semacam es kopi susu kekinian tapi nggak begitu manis. Kayaknya es kopi susu punya Janjian yang paling enak di Bogor yang pernah saya coba! Bagi saya yang nggak bisa minum kopi pahit, Kopi Krim ini sangat pas. Pahit nggak, kemanisan juga nggak.


Saya waktu itu juga pesan sepiring fish & chips untuk berdua dengan Abang. Surprisingly, enak banget dan porsinya lumayan besar. Bahkan saya dan Abang makan berdua sepiring fish & chips itu udah kenyang banget.




[image error]
Service

Menurut saya service di Janjian Coffee juga bintang lima. Baristanya sangat familiar dengan pengunjung. Padahal saya dan Abang baru pertama kali ke sana, tapi mereka udah ngajak ngobrol kayak teman biasa. Bahkan Aksara diajak main juga sama mereka hehe.


Oh iya, kafe ini baru buka jam 11 siang, dan waktu itu saya datang kepagian, sekitar setengah 11 lewat. Pas Abang tanya udah buka atau belum, katanya udah. Mungkin kasih kali ya ngelihat kami bawa bayi, makanya dikasih masuk hehe.


Menurut saya kekurangannya cuma di area indoor yang kurang luas. Sementara kalau bawa bayi nggak enak di luar karena smoking area. But overall, nggak gitu ganggu karena area indoor outdoor dibatasi sama jendela besar, jadi tetap bisa menikmati pohon-pohon pinus.


Intinya menurut saya Janjian Coffee ini highly recommended dari segala aspek. Selamat janjian ngopi di Janjian Coffee!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 04, 2018 03:20

December 1, 2018

Suka Duka Membawa Anak Ketika Bekerja

Setelah resign di usia kehamilan 4 bulan, saya nggak kepikir kapan dan bagaimana saya bakal kembali bekerja. Walaupun seperti merasa ‘kehilangan’, terutama kehilangan gaji bulanan hahaha.


Saat usia Aksara menginjak 2 bulan, saya ditawari untuk kembali bekerja di organisasi tempat saya bekerja 4 tahun lalu. Galau dan sekaligus kepengen, karena lumayan juga otak udah hampir 7 bulan nggak dipakai mikir serius.


Akhirnya saya pun terima tawaran itu. Untungnya, organisasi tersebut membolehkan saya untuk kerja remote selama deliverables dan report yang saya kerjakan memenuhi tenggat waktu.


Tapi ternyata, bekerja setelah memiliki anak memang memiliki tantangan sendiri, walaupun jam kerja saya tergolong fleksibel.



Ketika Anak Mogok ASIP…

Ketika orang-orang di sekitar saya cerita kalau anaknya milih minum susu dari botol ketimbang direct breastfeeding, Aksara justru kebalikannya. Dia maunya DBF dan nggak mau minum ASIP, entah menggunakan botol, cup feeder, sampai sendok. Padahal mamake ini sudah nyetok ASIP dalam freezer. Siang malam pumping kujabani huhu.


Kalau dibandingin, sebenarnya direct breastfeeding memang paling nyaman. Hemat perkakas, air, sabun, dan listrik buat steril haha. Dan saya harusnya bersyukur karena Aksara nggak mau botol, jadi risiko bingung puting atau risiko kesehatan mulut bisa dihindari.


Tapi tentu aja anak nggak mau ASIP punya risiko sendiri. Aksara jadi nggak bisa ditinggal. Apalagi saya lumayan harus pergi-pergi, kayak meeting atau workshop di kantor atau kantornya mitra dan di hotel. Ini bikin saya ribet harus bawa Aksara dan pengasuhnya setiap kali bekerja. Kadang malah sampai harus nginep kalau acaranya sampai malam.


Tapi lama-kelamaan, saya mulai nyaman bawa Aksara ke mana-mana saat bekerja. Jadi untuk buibu di luar sana, sebenarnya bukan nggak mungkin kok bawa anak (bayi) pas kerja. Meskipun mungkin kasus saya agak sedikit berbeda karena saya nggak harus ngantor setiap hari.


Dan, kerja setelah punya anak memang harus lebih strategis biar mama dan anak sama-sama nyaman.


Prepare all the basics. Siapkan semua perlengkapan bayi. Semenjak usia 2 bulan sampai sekarang 5 bulan, Aksara nggak pernah lepas saya bawa setiap meeting atau ke kantor. Kalau saya biasanya bawa perlengkapan seperti baju ganti, popok, tisu basah/kapas bola, selimut, handuk kecil, perlak, mainan, dan kantong kresek untuk popok kotor.


Know how long you will be gone. Saya biasanya mengukur selama apa saya meeting atau workshop. Kalau all day, biasanya perlengkapan Aksara saya tambah, seperti bawa stroller atau bouncer, disesuaikan sama aksesibilitas lokasi tempat saya meeting. Jumlah baju dan popok pun saya sesuaikan biar nggak kehabisan.


Ask for any available facilities/accommodations. Selama ini kalau kegiatan di hotel di Jakarta, saya belum pernah menemukan hotel yang ada nursery room-nya

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 01, 2018 17:00

November 11, 2018

Tahap Perencanaan dalam Membangun Rumah Pertama

Setelah beberapa waktu on hold, akhirnya saya dan suami bersepakat untuk melanjutkan proyek membangun rumah pertama kami. Long story short, saya dan Abang akan membangun rumah di atas tanah peninggalan almarhum ayah mertua saya, yang mana juga adalah rumah masa kecil Abang.


And… Life happens. Saya hamil, kemudian kami membeli mobil dengan pertimbangan agar mobilitas saya lebih mudah (cerita lengkap kondisi kehamilan saya di sini), nabung untuk biaya persalinan, dan prioritas lainnya membuat proyek ini sempat terbengkalai.


Akhirnya, bulan Agustus 2018 lalu, kami memulai kembali proyek ini dengan sisa tabungan yang ada. Nekat? Bangeuttt! Tapi kami berharap dana tabungan kami selama dua tahun ke belakang ini cukup untuk membiayai rumah kami sampai berdiri.


Membangun rumah pertama memang susah-susah gampang (padahal bukan dirinya sendiri yang ngebangun ya haha). Jadi perlu perencanaan yang matang dan… Realistis! Ditambah juggling dengan pekerjaan dan mengurus anak, dan belum punya pengalaman sebelumnya, bikin proyek membangun rumah ini kadang suka bikin pusing. Tapi, tentunya bikin hati trenyuh juga, karena tiap kali nengokin rumahnya tuh rasanya nyess, this is gonna be our first home.


Perjalanan membangun rumah ini udah cukup panjang, tapi perjalanan di depan masih lebih panjang…



Mencari Arsitek dengan Arsitag

Siapa yang sudah pernah dengar Arsitag? Kalau yang belum pernah, jadi Arsitag ini adalah semacam marketplace yang mempertemukan arsitek dengan klien. Caranya juga mudah banget (dan GRATIS!). Kita tinggal masukin spesifikasi rumahnya mau seperti apa, di atas tanah seluas apa, dan dengan proyeksi budget berapa. Nanti request kita akan muncul di halaman Arsitag dan akan ada batas waktu di mana para arsitek yang tertarik untuk mengajukan diri.


Nah, waktu itu ternyata lumayan banyak yang tertarik (Alhamdulillah!), baik yang individu maupun perusahaan. Dari sekitar 60-an yang tertarik, tim Arsitag membantu kami untuk mengerucutkannya menjadi 10 aja. Wah lumayan banget ini menghemat waktu! Dari 10 itu, baru deh saya dan Abang riset sendiri, buka-buka portfolio, yang akhirnya kami memilih 3 arsitek teratas.


Setelah itu, tim Arsitag membantu kami untuk kopi darat sama masing-masing arsitek ((kopi darat)) untuk diskusi lebih lanjut. Di tahap ini tim Arsitag masih membantu kami, kliennya, jadi proses diskusi pun dilakukan tiga pihak (klien, arsitek, dan tim Arsitag). Setelah kami memilih, baru deh kesemuanya diserahkan ke kedua belah pihak. Tim Arsitag cukup membantu sampai situ saja. Prosesnya simpel dan benar-benar menyesuaikan dengan selera dan budget masing-masing.


Oh iya, kami akhirnya menggunakan jasa arsitek dari Ashari Architect. Pak Emir Ashari ini orangnya sangat kooperatif. Dari awal kami udah bilang kalau rumah yang kami bangun nggak high-end, tanahnya cuma seuprit, dan masih ada bangunan lama di atas tanah tersebut. Dan tentunya, budget seadanya hahaha. Untungnya Pak Emir was up for the challenge. Dan Alhamdulillah, kami juga cocok sama desain yang ditawarkan.


[image error] Salah satu sudut rumah kami yang didesain oleh Pak Emir. Credit: Ashari Architect
Menentukan Budget

Haha inilah part yang paling “seru”. Budget untuk membangun rumah tentunya berbeda di setiap kota, dan akan terus naik setiap tahunnya. Sewaktu kami konsultasi, biaya membangun rumah per m2 di Jakarta kira-kira sekitar 4 juta. Itu sudah all in ya, mulai dari material sampai pekerja. Kalau di Bogor sendiri, waktu tanya-tanya sama teman kami yang arsitek, ternyata 4 juta/m2 itu udah mewah banget. Jadi perkiraannya sekitar 3,5 juta. Nah, juga tergantung wilayahnya. Semakin ke pinggir kota, semakin mungkin untuk dapat biaya lebih murah.


Oh iya, cara kami menyiasati biaya bangun rumah agar lebih murah adalah mengubah beberapa material. Untungnya Pak Emir juga cukup inovatif. Misalnya, dibandingkan pakai kerawang untuk aksen, Pak Emir menggantinya pakai bata merah yang disusun bolong-bolong. Kemudian daripada pakai hardwood floor, bisa diganti dengan parquet/vinyl. Jadi lumayan bisa nurunin harga material.


[image error] Lantai vinyl yang menyerupai hardwood. Credit: berenfloor.com
[image error] Dinding rooster menggunakan kerawang. Credit: arsitag.com
[image error] Dinding rooster menggunakan bata merah. Credit: media.rooang.com
Menabung!

Alhamdulillah, 2 tahun ke belakang ini, saya dan suami bisa nabung dengan sangat ambisius. Meskipun ya seperti yang dibilang di atas, ujung-ujungnya kepakai untuk prioritas lain. This trick works for us, but maybe not for others. Tapi saya dan Abang sepakat, sebisa mungkin nggak pakai pinjaman ke bank. Di saat keluarga kami mulai bertumbuh, kami belum mau membebani diri dengan cicilan ke bank, apalagi jangka panjang. Jadi menabung adalah pilihan utama kami.


Dan apakah kami anti cicilan? Tentu nggak! 70% dana rumah ini memang berasal dari tabungan, 30% sisanya pakai pinjaman kredit lunak. Meskipun memang kami harus ekstra hati-hati dan kenal siapa peminjamnya. Dengan cara ini, meskipun kami punya cicilan, seenggaknya nggak se-kepikiran kalau harus nyicil ke bank.


Membuat Rumah Tumbuh

Dengan dana seadanya, dan dengan keluarga kecil kami yang baru 3 orang, saya dan Abang sepakat kalau rumahnya cukup satu lantai dulu. Kami juga sudah mendiskusikan ini dengan arsitek, kalau nantinya rumah akan tingkat 2. Jadi gambar rancangannya sebenarnya sudah 2 lantai, tapi yang baru dibangun satu lantai. Ini benar-benar membantu kami dari sisi budgeting sih.


Saat membangun rumah, pemborong yang membangun rumah kami juga sudah di-brief terkait rancangan rumah tumbuh ini. Jadi dari sisi fondasi, tiang, dan dinding, semuanya sudah dipersiapkan untuk dua lantai.


Lalu, Sudah Sampai Mana?

Saat ini masih dalam tahap membangun dinding. Mudah-mudahan bentar lagi beratap! Tapi sebenarnya the real challenge adalah saat proses finishing.


Kapan bakal ditempatin? We don’t know yet, hahaha. We’re really taking it slow, dan masih betah juga numpang tinggal di PMI (Pondok Mertua Indah) :p


Doakan lancar-lancar sampai pindah, ya!


[image error]


 


 


 


Featured image from here.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 11, 2018 18:16

October 2, 2018

#Modyarhood: Style Sebelum dan Sesudah Aksara

Akhirnya kesampaian juga ikutan #Modyarhood setelah selama ini cuma jadi silent reader di blog-nya Mbak Puty dan Mbak Okke!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 02, 2018 20:31

Fadilla Putri's Blog

Fadilla Putri
Fadilla Putri isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Fadilla Putri's blog with rss.