Goodreads Indonesia discussion
Saatnya Beralih ke Blogger Buku
ayo para book blogger dan goodreaders, masa depan dunia perbukuan ada di tangan kita semua... semangaddddd!!!! :D
Terima kasih infonya, Mas..
Bisa jadi tambahan materi siaran GRI bulan April nanti.
Goodreaders yang suka nulis review secara tidak langsung sudah jadi blogger buku ya.
Btw, apakah blogger buku ini punya komunitas? Kalau ada yang punya info, mohon dibagi :)
Bisa jadi tambahan materi siaran GRI bulan April nanti.
Goodreaders yang suka nulis review secara tidak langsung sudah jadi blogger buku ya.
Btw, apakah blogger buku ini punya komunitas? Kalau ada yang punya info, mohon dibagi :)
htanzil wrote: "ayo para book blogger dan goodreaders, masa depan dunia perbukuan ada di tangan kita semua... semangaddddd!!!! :D"Semangat!!!
yap, dulu ada komunitas Kubugil (Kutubuku gila) yg anggotanya para blogger buku, sempat bikin acara di jakarta, tapi setelah itu mati suri...
maksudnya, lebih "apa adanya" kali :)jadi kalau rajin isi resensi di Goodreads saja, tidak cukup ya? :p
@Homer : begini kl resensi di blog itu menurutku lebih jujur dan apa adanya. Kalau bagus dibilang bagus, kl jelek dibilang jelek. Selain itu isi dari resensi di blog juga lebih personal sehingga lebih nyaman dibaca dibanding resensi di koran2 yang lebih kaku karena harus dibuat berstruktur menurut bahasa yang baku.Ini bukan aku gak suka baca resensi di koran loh, resensi di koran2 or media cetak juga bagus, pokoknya masing2 punya kelebihan dan kekurangannya.
@Ivon:
Sebenernya mengisi resensi di Goodreads juga sudah cukup, tapi alangkah baiknya kalau punya blog khusus untuk menampung resensi2 kita sehingga memudahkan kita dan pembaca blog untuk mengaksesnya.
Setuju dengan mas Tanzil, saya juga lebih suka baca resensi di blog atau Goodreads, lebih personal. Dan saya malah lebih sering tertarik beli buku karena baca resensi yang 'personal' itu, daripada yang di koran.
@Ivon
Cukup-cukup aja sih :) apalagi bagi orang - seperti saya - yang suka menelantarkan blog alias sering lupa meng-update *ngaku dosa*
Cukup-cukup aja sih :) apalagi bagi orang - seperti saya - yang suka menelantarkan blog alias sering lupa meng-update *ngaku dosa*
@Sil
Sebenarnya di GRI udah ada thread forum buku yang dibaca per bulan, dan biasanya sudah ada link untuk resensi masing-masing pembaca. Hanya saja, tidak semua pembaca membuat resensinya.
Jadi, sepertinya itu bisa jadi link (kegiatan) khusus, mari silakan dibuat mbak koordinator kegiatan khusus :p
Sebenarnya di GRI udah ada thread forum buku yang dibaca per bulan, dan biasanya sudah ada link untuk resensi masing-masing pembaca. Hanya saja, tidak semua pembaca membuat resensinya.
Jadi, sepertinya itu bisa jadi link (kegiatan) khusus, mari silakan dibuat mbak koordinator kegiatan khusus :p
Silvana wrote: "bagaimana kalo GRI bikin thread link utk blogger buku?"*ngelirik blogs sendiri yg jarang diisi* :D
Helvry wrote: "saya mah blognya masih nyampur dengan yang laen. ahahaha"Ah Bung Epi mah blogsnya ada selusin.
Lha aku, blogs cuma satu aja jaraaaaannngggg banget diisi :D
paling2 buat komen, ya kan ? :P
waah, gue juga suka mengcopy resensi di goodreads ke blog. tapi sjk oktober kmaren, lupa diisi lagi..
aku datang dari blog dan tetep setia dengan metropop-lover.blogspot, meski juga palingan sebulan sekali posting resensinya, hehehehe...:)
Jimmy wrote: "Setuju dengan mas Tanzil, saya juga lebih suka baca resensi di blog atau Goodreads, lebih personal. Dan saya malah lebih sering tertarik beli buku karena baca resensi yang 'personal' itu, daripada ..."Kl baca resensi yang kaku kadang suka bosen, jd sama sy juga lebih suka yang 'personal' apalagi kl ada curhatnya :)
hehe, ngomong2 gara2 dulu kebiasaan nulis resensi untuk dikirim ke koran2 sampe sekarang gaya resensiku ya jadi kaku dan kurang personal, padahal aku gak terlalu suka baca resensi2 yang kaku seperti di koran2. ini otokritik untuk blog bukuku sendiri...:D
Blog gue juga sama, isinya macem-macem. Nggak hanya review buku. Buku yang direview pun biasanya yang membekas di hati entah itu terlalu bagus atau juga yang gue rasa semua orang pantas dan harus membaca buku tersebut. Jadi ya memang dipilih2 reviewnya untuk diupdate di Blog.
gw pribadi setuju dengan Mas Tanzil, review di internet jauh lebih "jujur" daripada di media cetak. Gw sendiri jika tertarik dengan sebuah buku sering mencari resensinya dulu di Goodreads.http://darnia.multiply.com/reviews
dulu sering ngeblog, tapi sempat hiatus satu setengah tahun. Pas ngeblog lagi entah kenapa isinya hampir semua tentang buku heheheasfarian.wordpress.com
Masih dimulai untuk ngisi review buku atau Cerpen. Kalau mau nyari daftar resensi, sila mencari dengan tag "resensi"rencananya mau pindahin semua yang dari goodreads ke sini.
http://helvrysmart.blogspot.com
sebelumnya udah nulis review juga di multiply
http://helvry.multiply.com/reviews
Menarik sekali bahasannya :)Mmg media maya bisa menjangkau lebih luas.
Kalau ttg resensi lewat blog lebih menarik karena bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda
Itu jg yang jd alasan ku utk ikut goodreads..
bs sharing & bc resensi
Nanny wrote: "....Kl baca resensi yang kaku kadang suka bosen, jd sama sy juga lebih suka yang 'personal' apalagi kl ada curhatnya :) "
hidup ripiu curcol :p
Blog saya yang "terlantar" itu juga berisi macam-macam, termasuk mengenai buku juga. Tapi sekarang, jadi niat bikin blog baru yang isinya khusus "curhatan" saya mengenai buku yang saya baca.
Buat saya, meski ulasannya pakai bahasa yang kaku, asal tidak terlalu panjang, tetap saya baca. Tapi kalau bahasanya cair, sepanjang apapun ngga bikin bosan.
saya iri dengan orang-orang yang pandai nge-blog. orang-orang yang kreatif dan pandai merangkai kata..masukan aja, saya rasa daripada masing-masing membuat blog sendiri, mungkin GRI bisa menampung kreativitas orang-orang tersebut di 1 website, dengan beberapa penulis/author yang terdaftar, jadi terpusat, dan mungkin perlu ada moderator yang me-maintain tag, label, kategori, dan link untuk beberapa review untuk buku yang sama.
ga lama, pasti terbentuk 1 database review buku yang mencakup genre buku yang luas, melihat banyak temen2 di sini yang kreatif :)
saya membayangkan 1 wesite, dengan kategori review by genre, reviewer (untuk pengunjung web yang lebih suka membaca review dari reviewer tertentu), dan mungkin ada tabel rangking top reviewer, atau rating dari pengunjung untuk reviewer tsb (atau tidak, karena rating bisa menjatuhkan, bisa juga memotivasi)
anyway, hanya sekedar ide saja.
Setuju dengan idenya Dokie, dan bisa lebih terfokus plus database jelas. Reviewer boleh saja banyak dan tidak semua reviewer selera bukunya sama. Blog saya miamembaca.wordpress.com, tapi biasanya itu juga copy paste dari review yang ada di goodreads :)
baru bikin blog khusus resensi bukuhttp://fellybooks.tumblr.com/
sbenernya sih resensi dari gutrit juga :D
Saya baru saja buat daftar blog buku indonesia di http://www.facebook.com/note.php?save...
barangkalo ada yg tau alamat2 blog buku lainnya.
kok ga bisa diakses? cheers ^^htanzil wrote: "Saya baru saja buat daftar blog buku indonesia di
http://www.facebook.com/note.php?save...
barangkalo ada yg tau alamat2 blog buku lainnya."
Ferina wrote: "ikutan:http://lemari-buku-ku.blogspot.com/"
blog bukunya Ferina udh masuk list Blog Buku Indonesia, sila cek di
http://www.facebook.com/note.php?save......
















Posted on March 29, 2011 by bukunya
by Okta Wiguna
Kerongkongan saya baru saja dimanjakan tegukan pertama ice cappuccino seorang kawan menyodorkan buku yang ditulis teman dekatnya. Tujuan pertemuan kami di sore itu memang buku yang berisi kisah perjalanan di mancanegara itu.
Kawan itu menyampaikan harapan penulis buku agar bisa mendapat kesempatan diresensi. “Cuma bisa meneruskan ya, tidak bisa janji akan dimuat,” kata saya. “Tidak apa-apa, dicoba saja,” jawabnya.
Buku itu memang terbilang unik dari segi isi, tapi desain sampulnya memang tak mendukung bahkan penulisnya sendiri tak terlalu menyukainya. Si penulis juga terbilang mau berkeringat. Berkeliling ke toko buku melihat bukunya, mengadakan kuis di akun Twitter sendiri dan juga lewat akun penerbitnya. Mati-matian dia berusaha agar bukunya itu terus hidup.
Upaya kerasnya itu rupanya disalahartikan penulis lainnya dari penerbit yang sama. Ada yang cemburu karena bukunya itu dipromosikan sementara miliknya tidak. Padahal memang penulisnya itu yang mati-matian terus berupaya menghidupkan bukunya.
Umur publisitas sebuah buku memang singkat. Saat baru terbit memang ada kehebohan, terutama karena penerbit rajin mempromosikannya. Jika beruntung, sebuah buku mendapat ruang resensi di surat kabar atau majalah. Tapi berminggu-minggu setelahnya, perlahan buku mulai tenggelam. Kalau penulisnya sendiri tak mau kerja keras memperpanjangnya, maka usia publisitas karya bakalan pendek.
Itu juga yang dirasakan novelis Miriam Gershow. Saat novelnya The Local News terbit, semua ramai membicarakan dan memujinya, bahkan media sekelas The New York Times meresensinya . “Tapi setelah itu sepi sunyi,” kata Miriam.
Miriam mengutip cerita editornya tentang dua hal yang menentukan kesuksesan penjualan buku: akses dan word of mouth. Akses adalah urusan penerbit untuk mendistribusikan buku ke toko besar dan kecil. Sementara kabar dari mulut ke mulut adalah “kewajiban” penulis.
Word of mouth bisa terjadi jika sebuah buku dimuat di media. Tapi media yang selalu menuntut kebaruan tak akan melirik lagi jika sudah lewat jauh dari waktu terbit. Dulu ketika saya menangani rubrik buku, ada aturan tak tertulis untuk tak memuat (resensi) jika sudah lewat dari tiga bulan sejak buku diterbitkan, betapapun bagusnya.
Lantas apa solusinya? Miriam memilih blogger buku. Ia bahkan secara khusus mengatur tur untuk bertemu para narablog yang secara khusus menulis soal buku. Selama empat bulan selepas tanggal terbit bukunya, cerita soal The Local News terus hidup.
Bahkan saat edisi paperback terbit –yang notabene isinya sama dengan versi hardcover– narablog masih mau membahasnya di blog mereka, sesuatu yang tak akan dilakukan suratkabar ataupun majalah. Miriam beruntung karena penerbitnya mendukung dengan menyuplai buku kepada para blogger secara cuma-cuma.
Buat Miriam, dari sudut pandang penulis blogger buku punya kelebihan daripada kritikus buku. Resensi yang mereka buat tak terlalu menyorot kualitas penulisan tapi soal seberapa nikmat buku itu: apakah mereka suka akhir ceritanya dan seperti apa perasaan mereka setelah membacanya. Hal-hal yang lebih menyentuh banyak pembaca.
Apakah dengan dimuat di blog penjualan buku terdongkrak? Tak ada yang tahu pasti karena memang belum ada penelitian yang sahih soal itu. Yang jelas pemuatan di blog membuat umur publisitas buku lebih panjang dari biasanya.
Kalau melihat gambar capture dari blog Surgabukuku di awal tulisan ini, bisa dilihat resensi The Thirteenth Tale terbitan 2008 yang masih ada di rak-rak toko buku namun sudah hampir tiga tahun berhenti dibicarakan. Dalam dunia blog waktu bergerak secara berbeda dari media konvensional.
Memang di Indonesia jumlah blogger buku memang belum sebanyak narablog yang menulis soal kuliner dan travel, namun mari simak kutipan komentar-komentar dari sebuah blog buku berikut:
“… Saya lebih suka resensi di cyber daripada di koran-koran karena mereka lebih jujur dibanding resensi di media-media cetak.” – Tanzil
“… resensi membantu penggemar buku memilih buku-buku terbaik. Meski saya enggak punya cukup waktu buat mengelola blog buku, tapi saya sering blogwalking mencari resensi.” – Lina
Mereka sebagian saja dari pecinta buku yang gemar menjelajahi resensi di dunia maya, mulai dari situs Goodreads hingga blog-blog pribadi. Mereka ini yang jadi pembaca setia resensi yang dibuat narablog buku. Blogger buku juga biasanya saling berjejaring dengan blogger buku lainnya. Mereka punya pengaruh di situs microblogging seperti Twitter dan jejaring social macam Facebook, serta siap melahap berbagai informasi terkini soal buku.
Sayangnya memang penulis ataupun penerbit belum memanfaatkan potensi ini. Memang ada sebuah penerbit yang berbaik hati memberikan buku kepada blogger yang datang mengetuk pintu, tapi sebagian besar masih memfokuskan promosi lewat media konvensional. Tapi dengan semakin sedikitnya suratkabar dan majalah yang mau menyediakan ruang untuk rubrik buku, strategi seperti itu bakalan semakin berat.
Lagipula selain soal publisitas Miriam berpandangan blogger buku sangat penting buat jiwa seorang penulis. Terlepas dari soal royalti, bukankah yang paling diinginkan penulis adalah karyanya dibaca dan diperbincangkan?
“Saya melihat blogger sebagai orang yang masih punya gairah besar terhadap buku, yang dengan rakus melahap bacaan, yang siang malam mendedikasikan waktu untuk membaca dan menulis soal buku,” kata Miriam. “Mereka mengingatkan saya bahwa yang saya lalukan tidaklah sia-sia.”
sumber : http://bukunya.wordpress.com