Perjanjian Hati Part 7

 Created On Bandung 25th,December 2012 Part 7 Senja bergayut berganti malamBegitupun rasa hatiku kepadamuKau yang selalu ada, kau yang terbiasa ada, Tiba-tiba kusadari,Aku takut kalau kau jadi tak adaAku takut kehilanganmu Wahai kau, sosok yang perasaanku kepadamutak terdeskripsikan oleh hatiku....    Nessa tertegun. Menyadari kebenaran kata-kata Kevin. Benar juga. Dari awal alasan utama mereka menikah adalah demi menjaga perasaan mama Kevin, sekarang sang mama sudah tiada, tidak ada lagi alasan yang membuat mereka harus menikah. Tapi Nessa teringat kepada Delina yang mempercayakan Kevin kepadanya, kepada Ervan yang akhirnya mempercayai kalau Nessa dan Kevin saling mencintai, dan kepada ibunya yang begitu berbahagia karena Nessa akhirnya bisa menyembuhkan luka hatinya dan bertemu dengan jodohnya. Bagaimana perasaan mereka semua kalau menyadari bahwa Nessa dan Kevin telah membohongi mereka? Kevin berdehem pelan, menggugah Nessa dari lamunannya, "Tetapi tentu saja kita tidak bisa gegabah mengakhiri pernikahan ini....", Kevin menatap Nessa dalam-dalam, "Selain karena pernikahan ini baru sebentar, kita juga harus bisa memberikan alasan yang tepat kepada keluarga kita kenapa kita berpisah... jadi sementara ini, mungkin kita harus bertoleransi dan melanjutkan sandiwara pernikahan ini, kau tidak keberatan kan Nessa?" Nessa tercenung, sebenarnya melanjutkan sandiwara pernikahan ini terasa sangat memberatkan, tetapi membayangkan bercerai diusia pernikahan yang masih sangat muda, belum lagi menjelaskan kepada semuanya terasa begitu berat. Nessa juga yakin bahwa berpura-pura melanjutkan pernikahan ini adalah yang terbaik, "Ya... mungkin kita bisa menjalani seperti ini dulu sampai kita bisa menemukan alasan dan waktu yang tepat untuk berpisah." Kevin menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum miring, "Lagipula kita sepertinya nyaman menjalani pernikahan ini." senyumnya berubah menggoda, "Aku takut tiba-tiba kita sudah menjalani bertahun-tahun dan tetap belum menemukan alasan untuk berpisah., hmmm bagaimana kalau kita jalani pernikahan yang sesungguhnya saja?" Nessa membelalakkan mata dan menatap Kevin dengan marah, "Hentikan candaanmu itu." "Aku tidak bercanda." senyum Kevin berubah sensual, "Kupikir aku cukup bisa menerima memiliki isteri sepertimu, dalam hal sebenarnya." Wajah Nessa menjadi merah padam ketika berhasil mencerna kata-kata Kevin, lelaki ini benar-benar kurang ajar dan tidak tahu sopan santun. Kalau memang Nessa memiliki impian tentang seorang suami, pasti dia bukan tipe lelaki seperti Kevin! ***"Gaun baru untukmu sudah datang." Kevin yang sedang membaca buku di atas ranjang mengedikkan bahunya ke arah gaun hijau keemasan yang digantungkan di lemari, "Cobalah." Nessa yang baru memasuki kamar mengernyit bingung. Gaun baru? untuk apa? Hari ini sudah hampir tiga minggu setelah kematian mama Kevin. Semula semua terasa berat bagi mereka di rumah ini. Delina masih sering menangis terisak-isak sendirian, untunglah Ervan sering mengunjunginya dan menguatkannya, hingga bisa membuatnya mulai bisa tersenyum dan tertawa sedikit.  Sementara Kevin... Kevin masih tetap sama, selain kerapuhannya yang ditunjukkan kepada Nessa malam itu, Kevin luar biasa dingin dan kaku. masih mengenakan topeng yang sama, topeng datar dan tanpa emosi miliknya. "Kau lupa?" Kevin terkekeh, "Besok kan hari pernikahan mantan pacarmu." Marcell? besok hari pernikahan Marcell? Tiba-tiba dada Nessa terasa nyeri, dia memang sudah hampir bisa melupakan Marcell, melupakan rasa sakitnya akibat ditinggalkan Marcell dan melupakan perasaan cintanya yang dulu tumbuh begitu subur kepada Marcell, tetapi entah kenapa, kesadaran bahwa Marcell mengikat dirinya kepada perempuan lain, dan pengetahuan bahwa Marcell tidak bahagia membuat dadanya terasa sesak. Kevin menatap Nessa dan mengernyit, "Kau sudah tidak lagi mencintai bajingan pengecut itu kan?" tanyanya menyelidik, "Atau jangan-jangan kau masih cinta?" Nessa menggelengkan kepalanya dengan tegas, "Tidak... aku sudah tidak..." "Kalau kau masih cinta berarti kau perempuan bodoh." "Aku sudah tidak cinta lagi, tapi kau harusnya mengerti perasaanku, bertahun lamanya aku hidup dengan kesadaran bahwa aku mencintainya, harusnya kau mengerti bagaimana rasanya ketika menyadari perasaan sesak ketika mantan kekasih akan menikah." "Tidak, aku tidak mengerti." Jawab Kevin tegas, "Begitu aku dikhianati oleh kekasihku, maka dia sama saja sudah mati. Begitupun perasaanku kepadanya, mati. Jadi aku tidak merasakan apapun." Lelaki itu menutup buku yang dibacanya, dan mengatur posisi tidurnya, "Selamat tidur." Nessa termenung di sisi ranjang yang berlawanan dan menatap punggung kaku Kevin yang membelakanginya. Dia hampir lupa, lelaki ini juga memendam kesakitan yang pedih karena pengkhianatan. Dan hal itu membuatnya menjadi keras. Tetapi Nessa sendiri saksinya bahwa Kevin masih menyimpan kerapuhan yang disembunyikannya, jauh di dalam hatinya. *** Nessa menyadari gerakan di sampingnya meskipun dia masih setengah terlelap, sepertinya masih dini hari karena kamar itu masih temaram dan terasa begitu dingin, tetapi kemudian lengan hangat dan kuat itu merengkuhnya, memelukknya erat-erat. Lengan itu terasa asing sekaligus akrab, dan membuat Nessa nyaman, dalam tidurnya dia mendesak dan menempel pada tubuh hangat itu, menikmati eratnya dekapan yang merengkuhnya, membuainya kembali ke alam mimpi. "Nessa."  Itu suara Kevin, tetapi entah kenapa terdengar lebih serak. Apakah Nessa sedang bermimpi? Dengan meyakini bahwa dia sedang ada di dalam mimpi, Nessa bergelung makin merapat ke tubuh hangat itu. Mendesakkan tubuh lembutnya ke tubuh keras itu. "Nessa, jangan sayang." suara Kevin kali ini terdengar tersiksa, tubuhnya terasa kaku dan tegang di tubuh Nessa yang menempel kepadanya. Suara Kevin yang terakhir itu membuat sepercik kesadaran Nessa kembali, dia membuka matanya, .... ada apa? Lalu Nessa memekik ketika menyadari posisi tubuhnya, dalam usahanya mencari kehangatan, dia sudah menempel lengket seperti koala yang melingkari pohonnya kepada Kevin. Pahanya melingkari tungkai dan pinggul Kevin tanpa malu-malu, lengannya memeluk dada dan pungguh Kevin, sementara kepalanya bersandar tanpa permisi di dada lelaki itu. Dalam detik yang sama Nessa langsung melepaskan pelukannya dan setengah melompat, menjauh menuju seberang ranjang yang paling ujung. Kevin menghela napas panjang, seolah dilepaskan dari ketegangan yang menyiksanya. lalu menatap Nessa dengan marah, "Kalau kau tidak mau aku terangsang dan berbuat yang tidak senonoh, jangan menempel-nempel padaku di atas ranjang!", geramnya parau, lalu menarik selimut sampai dada dan membalikkan badan memunggungi Nessa yang berbaring dengan muka panas dan merah padam. ***  Untunglah pagi hari ketika Nessa terbangun, Kevin sudah tidak ada di ranjangnya, kalau tidak Nessa tidak akan tahu bagaimana dia bisa menghadapi Kevin. Wajahnya terasa panas ketika mengingat kejadian semalam. Astaga, bagaimana bisa dia menempel begitu erat kepada Kevin? malam-malam sebelumnya dia tidak pernah melakukannya. Apakah memang karena hawa dingin, ataukah karena dorongan untuk mencari kenyamanan yang sepertinya disediakan oleh tubuh Kevin? Nessa mendengus, Kenyamanan yang disediakan oleh tubuh Kevin? Apakah dia buta? yang bisa disediakan oleh Kevin adalah rasa tidak nyaman, dan masalah. Dia harus ingat itu baik-baik setiap malam sebelum mereka tidur agar kejadian memalukan semalam tidak terulang lagi. Setelah selesai mandi, Nessa melangkah menuju lemari dan melihat gaun itu, gaun hijau keemasan yang dibelikan oleh Kevin..... dia mengernyit lagi, gaun untuk datang ke pernikahan Marcell. Pernikahan Marcell. Apa kabarnya lelaki itu? lelaki yang pernah dicintainya? Sejak kejadian ancaman bunuh diri Marcell di jembatan waktu itu, Marcell tidak pernah menghubunginya lagi, mungkin karena ancaman dari Kevin waktu itu, mungkin pula akhirnya Marcell menyadari bahwa antara dirinya dan Nessa sudah tidak ada harapan lagi.  Semoga pernikahan ini membuat Marcell bahagia, akhirnya Nessa bisa mengucapkan doa itu dengan tulus, dan membuat hatinya terasa lega. Ternyata ketika hatinya bisa melepaskan dan memaafkan, bisa membuat perasaannya terasa ringan.  Dielusnya gaun sutera itu dengan kagum, menyadari keindahan setiap serat gaun itu, Ini pasti mahal. Nessa berkerut, dan ini dibelikan oleh Kevin... "Kenapa kau belum memakai gaunmu? kita berangkat satu jam lagi."  Kevin tiba-tiba masuk tanpa permisi, membuat Nessa terkesiap kaget dan hampir menjatuhkan gaun itu dari tangannya. Lelaki itu berdiri di depan pintu, sudah mengenakan kemeja hijau senada dengan gaun Nessa, dan celana resmi, tetapi belum mengenakan jasnya. "Satu jam lagi?" , Nessa melirik jam emas antik di atas meja di samping ranjang, tanpa sadar semburat merah muncul di pipinya melihat Kevin. Ingatannya melayang tanpa ampun ke kejadian semalam. Kevin mengangkat alisnya, menyadari semburat merah di pipi Nessa, lalu tersenyum menggoda, "Ya, satu jam lagi kita berangkat, bersiaplah." Suaranya merendah, "Lain kali kalau kau ingin membelitku seperti ular di atas ranjang, peringatkan aku dulu."  Dan lelaki itu lalu melangkah pergi meninggalkan Nessa berdiri di sana dengan wajah merah padam dan perasaan campur aduk antara malu dan marah. ***  Ketika Nessa menuruni tangga, Ervan ternyata baru saja datang di rumah itu, bersama Delina. Ervan memang Mata Delina langsung berbinar-binar ketika melihat Nessa, "Wow, kak Nessa, kakak cantik sekali!", dia berdiri dan menatap Nessa dengan bersemangat, "Kakak tidak pernah berdandan sih ya, jadi sekalinya berdandan membuat orang terkagum-kagum." pujinya lagi, membuat pipi Nessa memerah. Delina mengernyitkan alisnya ke arah ruang kerja Kevin, "Dimana kak Kevin ini, tadi katanya mau buru-buru berangkat biar bisa cepat pulang lagi, sekarang malah menenggelamkan diri di ruang kerjanya." Delina mengedipkan matanya kepada Nessa, "Tunggu sebentar kak Nessa, akan aku seret kak Kevin dari sana." lalu melangkah memasuki ruang kerja Kevin. Ervan ikut-ikutan berdiri dan tersenyum mengagumi kepada Nessa,  "Kau cantik sekali kak." Nessa meringis geli, "Jangan kau juga ikut-ikutan memujiku, aku jadi malu." Ervan terkekeh, "Tapi kau memang betul-betul cantik, dan gaun itu sangat cocok untukmu, kata Delina, kak Kevin khusus memesankannya untukmu." Ervan tersenyum lembut, "Mulanya aku cukup cemas dengan pernikahan kalian. Tetapi makin hari aku makin yakin, kau bahagia kak. itu yang terpenting." Nessa memalingkan kepala, tidak mampu menatap Ervan, takut kebohongannya akan tercermin di matanya. Adiknya ini begitu mempercayainya, dan dia membohonginya. Semoga ketika semuanya terkuak nanti, Ervan bisa memahami dan tak marah kepadanya. Pada saat itu pintu ruang kerja Kevin terbuka, dan lelaki itu keluar diikuti Delina. Sejenak Kevin tertegun mengamati Nessa, lalu tersenyum. "Gaun itu cocok buatmu." gumamnya tenang. Diiringi dengan Delina dan Ervan yang saling melemparkan pandangan penuh arti, membuat pipi Nessa memerah. ***  Seperti yang diduga, ini adalah pesta pernikahan yang mewah. Jantung Nessa terasa berdegup kencang ketika melangkah memasuki gedung ini. Dekorasinya sangat indah, dan kemudian perasaan itu menyergapnya lagi, perasaan yang menyadarkannya bahwa dia sedang menghadiri pesta pernikahan Marcell. Marcell. Lelaki itu berdiri di sana, dengan Susan di sebelahnya. Keduanya tampak megah dalam balutan busana bernuansa emas. Lalu keluarga Marcell, ibunya, sepupu-sepupunya, tantenya dan semuanya yang dulu sempat mengenal Nessa melihatnya, kemudian berbisik-bisik dan menatapnya dengan penuh spekulasi. Jantung Nessa berdenyut lagi, lebih kencang. Mampukah dia naik ke sana dan menyalami Marcell dengan tegar, dibawah tatapan mata tajam seluruh keluarga Marcell ? Kevin seolah-olah menyadari perasaan Nessa yang campur aduk, dia mengencangkan genggamannya di jemari Nessa, dan berbisik lembut, "Kau datang kesini bersamaku, aku suamimu. Dan aku adalah laki-laki yang seratus kali lebih baik dari mantan pacarmu yang sedang bersanding di pelaminan itu. Jadi tegakkan dagumu, Tunjukkan kebanggaanmu. Kau tidak rugi ditinggalkan olehnya, dia yang rugi karena kehilanganmu. Tunjukkan betapa berharganya dirimu kepada Marcell dan keluarganya.Tunjukkan betapa berharganya dirimu, karena kau adalah isteriku." Bisikan Kevin itu, meskipun begitu penuh kesombongan dan arogansi, mampu menghilangkan kegugupannya. Kevin benar, dia tidak seharusnya takut ataupun gugup atas pandangan menilai ibu dan keluarga Marcell. Dia datang ke sini bersama Kevin, suaminya. Dan Kevin mendukung sepenuhnya Nessa untuk memamerkan kebanggaan dirinya, karena ternyata mampu berujung lebih baik dari Marcell. Kevin tersenyum melihat perubahan ekspresi Nessa,  "Bagus, Ayo isteriku, kita salami mantan kekasihmu yang tidak beruntung itu." Lelaki itu menghela Nessa dengan lembut menaiki panggung tempat Marcell dan Susan berdiri. Kevin yang melangkah duluan dan menyalami Marcell dengan senyum mengejeknya yang menjengkelkan, "Selamat." gumamnya dengan suara tegas, lalu menghela Nessa mendekat, "Kemari sayang, kita harus memberi selamat kepada pasangan ini." suaranya berubah mesra. Nessa mendekat, dan menyalami Marcell. dia merasakan genggaman yang berbeda, dan Marcell menatapnya dengan tatapan tersiksa. Tapi Nessa menguatkan diri. Ini jalan yang dipilih Marcell dan Nessa sudah memilih jalan yang berbeda jauh. "Selamat Marcell. Selamat Susan." suaranya terdengar tegas, dan kuat, dan tulus. Menyalami Marcell yang terlihat sedih dan Susan yang tersenyum kaku.  Kemudian mereka berhadapan dengan mama Marcell. Dan seketika ingatan itu berkelebat di benak Nessa, ingatan ketika Marcell memperkenalkannya ke mamanya. Nessa yang lugu waktu itu mengulurkan tangannya. Dan mama Marcell hanya menatap jemarinya dengan angkuh, lalu memalingkan mukanya dengan mencemooh, tak mau membalas salamannya dan membuat Nessa harus menarik tangannya mundur pelan-pelan dengan penuh rasa malu. Kali ini, mama Marcell menatap Kevin dan Nessa dengan gugup. "Nessa tidak kusangka bertemu lagi denganmu di sini." suara mama Marcell bernada ramah yang dibuat-buat. Lalu tanpa di sangka perempuan itu mengulurkan tangan kepadanya, "Dan sekarang kau adalah isteri tuan Kevin, kami sekeluarga belum mengucapkan selamat, selamat ya." Godaan untuk menolak uluran tangan itu dan membalaskan kesakitannya di masa lalu sangatlah besar, tetapi Nessa sadar, dia akan tampak kekanak-kanakan kalau melakukannya, lagipula situasi ini sudah merupakan pembalasan tidak langsung untuk Marcell dan ibunya.  Disambutnya uluran tangan itu lembut, "Terimakasih." gumamnya pelan dalam senyum. Kevin menatap kepadanya, memahaminya dalam senyum pengertian. Lalu setelah basa-basi sejenak yang kaku, Kevin berpamitan dan mengajak Nessa keluar dari gedung dan acara penikahan yang menyesakkan napas itu,  Mereka berjalan bergandengan, melangkah menuju mobil Kevin, lelaki itu masih menggandeng tangannya erat. "Senang?" tanyanya dalam senyum memahami. Nessa terdiam sejenak, berusaha menelaah perasaannya, kemudian menemukan rasa ringan yang membuatnya tenang. Ternyata yang diperlukannya hanyalah menghadapi masa lalunya dengan berani, lalu melepaskan semua beban itu. Perasaan sedih yang menggelayutinya selama ini itu sudah tiada, dan rasanya menyenangkan. Dia mendongak, menatap Kevin dan tersenyum, "Senang." senyumnya bertambah lebar, "Terimakasih Kevin." Lelaki itu terkekeh dan menganggukkan kepalanya, "Sama-sama Nessa, sama-sama." ***  "Selamat ulang tahun." Nessa mengerjapkan matanya, dan menemukan Kevin masih terbaring di ranjang, bertumpu pada sikunya dan miring menghadap Nessa. Lelaki itu tampak luar biasa tampan bahkan ketika bangun tidur. Seakan-akan rambut kusut dan penampilan acak-acakannya malah menambah pesonanya bukannya mengurangi. Jauh berbeda dengan Nessa, dia sama sekali tidak yakin penampilan bangun tidurnya bisa mempesona.  Tetapi hal itu sama sekali tidak berpengaruh kepada Kevin rupanya, lelaki itu tetap tersenyum dan menatapnya dengan pandangan berbinar-binar, "Selamat ulang tahun." lelaki itu mengulang, seakan tidak yakin ucapannya yang pertama tadi bisa dicerna oleh Nessa. Nessa mengerjapkan matanya sekali lagi, menghitung tanggal dalam benaknya, dan menyadari bahwa sekarang memang hari ulang tahunnya. "Terimakasih." gumamnya tersenyum. Kevin terkekeh lalu bangkit dari ranjang, "Delina memberitahuku kemarin, dia merencanakan sebuah pesta kecil-kecilan untukmu, hanya kita dan keluarga, liburan di tepi pantai." Hari ini memang hari sabtu, tetapi biasanya di hari sabtupun Kevin pergi bekerja.  "Apakah kau libur?", tanya Nessa ragu, Kevin mengangkat bahu, "Pekerjaan bisa menunggu, lagipula Delina akan membunuhku kalau aku tidak bisa ikut. Kau tahu dia kemarin  bersemangat melanjutkan yang dilakukan mama, yaitu mempersiapan acara resepsi pernikahan kita, dan setelah bujukan yang luar bisa akhirnya dia mau mengerti bahwa kita memilih tidak mengadakan resepsi apapun untuk menghormati mama yang telah tiada, setidaknya menyiapkan acara liburan ulang tahunmu ini bisa menghiburnya." Nessa tersenyum dan mengangguk, Delina benar-benar perempuan yang tegar. Dia menghadapi kesedihannya dengan menjadi kuat dan bersemangat. Dan Nessa sangat bersyukur kalau memang Ervan berjodoh dengan Delina, dia akan menjadi isteri yang hebat untuk Ervan. Lalu pikiran itu tiba-tiba muncul di benak Nessa, "Kevin..." suara Nessa yang serius menarik perhatian Kevin, " Tentang pernikahan kita ini.... bagaimana ke depannya? apakah kau sudah memikirkannya?" Kevin tercenung lalu mengangkat bahu, "Terus terang aku tidak memikirkannya. Aku hanya menjalaninya, kau juga seperti itu kan? lagipula aku sedang tidak jatuh cinta dengan siapapun, dan kau juga tidak jatuh cinta kepada siapapun. Jadi kupikir kita bisa menjalankan pernikahan ini dengan biasa dulu." "Kalau nanti kita jatuh cinta kepada orang lain?" Nessa tidak bisa menahan diri untuk bertanya, Kevin menghela napas, "Maka kita tidak boleh saling menghalangi." gumamnya parau. ***  Mereka berjalan meninggalkan makam mama Kevin dalam keheningan. Sebelum berangkat liburan ke pantai untuk merayakan ulang tahun Nessa, mereka berkunjung ke makam untuk berdoa dan meletakkan bunga. "Kevin!", suara itu memanggil dengan lembut dari sebuah sudut, dan membuat mereka semua menoleh.  Delina yang pertama kali menghela napas, dia berdiri di sebelah Nessa dan menepuk dahinya, "Gawat." desahnya pelan. Nessa menoleh dan menatap Delina, "Ada apa?" "Itu Paula, mantan kekasih kak Kevin seorang model profesional... yah tidak bisa dibilang kekasih, dia selalu putus sambung dengan kak Kevin .... dan dia.. sangat terobsesi dengan kak Kevin, pada saat pernikahan kalian dia sedang ada di luar negeri jadi tidak tahu, mungkin dia baru pulang dan mendengar kak Kevin menikah, jd dia menyusul ke sini." Delina berbisik pelan kepada Nessa, "Hati-hati kak Nessa, dia tajam seperti racun." Nessa tiba-tiba merinding ngeri. Selama menjadi isteri Kevin, dia tahu banyak perempuan yang iri dan membencinya. Tatapan-tatapan permusuhan kadang diterimanya ketika Kevin bersikap mesra kepadanya di depan umum. Tetapi belum pernah dia menghadapi kecemburuan secara frontal. Apalagi kecemburuan dari seorang mantan kekasih. Paula berdiri di depan Kevin dan Nessa, perempuan itu tinggi dan cantik, sesuai dengan profesinya sebagai seorang model. Rambutnya panjang dan cokelat, dikuncir kelimis ke belakang dan membentuk ekor kuda yang indah di belakangnya. Pakaiannya begitu modis dan membungkus tubuhnya dengan seksi. Nessa tiba-tiba memandang dirinya dengan gelisah ketika membandingkan dirinya dengan perempuan modis di depannya itu. Astaga, kalau begini selera Kevin sebelumnya, pantas saja dia sama sekali tidak kesulitan menahan diri ketika tidur seranjang dengan Nessa. Mantan kekasihnya ini begitu sensual, dan Nessa hanya seperti anak kecil kalau dibandingkan dengannya. "Hai Kevin, aku mendengar kabar mengejutkan kemarin ketika mendarat pulang, kau menikah." Kevin tampak tersenyum datar, "Kabar itu betul, kenalkan ini isteriku, Nessa." Paula mengulurkan tangannya dan Nessa membalasnya. Senyum Paula tampak sinis dan perempuan itu memandangnya dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan mengejek, "Aku Paula." gumamnya tak kalah mengejek, lalu seolah tak mempedulikan Nessa, perempuan itu menoleh kembali pada Kevin dengan merayu, "Aku merindukanmu Kevin, kapan kita bisa bertemu lagi dan melepaskan rindu? mungkin nanti malam kita bisa memesan makan malam privat di tempat biasa?" Nessa ternganga, kaget sekaligus marah. Perempuan ini benar-benar tidak peduli bahwa Kevin sudah menikah dengan Nessa! bahkan dia terang-terangan meremehkan keberadaan Nessa sebagai isteri Kevin dengan sengaja mengeluarkan rayuan sensual kepada Kevin, padahal Nessa sedang berdiri di sebelahnya. "Maaf." Nessa bergumam sebelum Kevin sempat berkata-kata, "Suamiku tidak punya waktu untukmu malam ini atau kapanpun, kami akan menghabiskan malam di pantai untuk merayakan ulang tahunku." gumam Nessa geram, lebih karena dipenuhi rasa terhina dan bukan cemburu. Paula menatap Nessa jengkel karena berani menjawab pertanyaannya yang ditujukan untuk Kevin, tetapi dia lalu melemparkan pandangan sensual kepada Kevin menunjukkan kalau dia meremehkan jawaban dari Nessa, "Kalau begitu lain kali sayang. Aku yakin kau nanti ada waktu untukku, seperti biasanya." bisiknya penuh arti Kevin yang dari tadi tampak geli dengan situasi ini mengangkat bahunya acuh tak acuh, "Kau dengar sendiri isteriku tadi Paula. Isteriku memastikan bahwa aku tidak punya waktu untuk kegiatan bersama orang lain." Lelaki itu melirik menggoda kepada Nessa, membuat wajah Nessa memerah. Paula mengamati Kevin dan Nessa bergantian, menilai situasi. Lalu tersenyum sinis. "Oke, aku tidak akan menyerah, Lain kali aku akan mencoba lagi." dengan anggun perempuan itu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi. Bersambung ke Part 8 Baca Part 1 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-1.html
Baca Part 2 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-2.html
Baca Part 3 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-4.htmlBaca Part 4 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-4_28.htmlBaca Part 5 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-5.htmlBaca Part 6 http://anakcantikspot.blogspot.com/2013/01/perjanjian-hati-part-6.html  
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 04, 2013 21:47
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.