Sweet Enemy Part 1

                  
"Bukan begitu caranya." Devin mengerutkan alis, dan dengan tidak sabar meraih tangan Keyna lalu memposisikan jemari Keyna dengan benar memegang garpu dan pisau itu, "Begini cara memegangnya, kalau kau salah memegang. Tuan dan Nyonya besar yang terhormat itu akan menyadarinya dan mempermalukanmu." "Aku tidak akan mempermalukan Keyna, meskipun aku termasuk di golongan Nyonya besar yang kau maksud Devin." Nyonya Jonathan yang sedang duduk membaca di sudut ruangan menyeletuk, sedari tadi dia hanya duduk di sana, geli memperhatikan Devin yang dengan tidak sabaran mengajari Keyna tata cara makan resmi di jamuan makan malam terhormat. Devin menoleh ke arah mamanya dan mengerutkan kening, "Mama mungkin tidak akan melakukannya. Tetapi teman-teman mama akan berbisik-bisik dengan hidung mereka yang angkuh dan memuakkan." Lelaki itu lalu menatap Keyna lagi, "Coba pegang garpu itu dengan lebih elegan, Keyna!" Devin tampak tidak sabaran, pemarah dan kaku sedangkan Keyna lebih tampak ketakutan dengan sikap Devin. Nyonya Jonathan tersenyum, anak laki-lakinya ini memang terbiasa bersikap kasar, bahkan meskipun tujuannya baik, Devin tetap membungkusnya dengan sikap kasar. Semoga saja Keyna menyadari dan terbiasa dengan sikap Devin. Devin sudah membuatnya terkejut dengan bersikap baik kepada Keyna selama ini, meskipun masih kaku dan kadang sinis, anak lelakinya itu tampak sudah menerima kehadiran Keyna sebagai bagian dari mansion ini. Dari malam itu, sejak Devin menjemput Keyna dengan penuh tekad pada malam berhujan itu, anak lelakinya benar-benar memegang teguh pendiriannya bahwa dia akan menjaga Keyna dan menjadi kakak yang baik. Meskipun mereka berdua tampak begitu serasi lebih dari pada kakak dan adik. Ditatapnya Devin yang begitu tampan, berdiri dan menggenggam jemari Keyna mengatur cara jemari Keyna menggenggam dengan baik, kemudian ditatapnya Keyna yang begitu cantik dibalik penampilan rapuhnya yang menyimpan kekuatan tersembuny itu. Mereka begitu cocok bersama, Nyonya Jonathan membatin, lalu tersenyum sendiri. Mungkin kalau tentang hal itu, lebih baik diserahkan kepada yang muda-muda saja untuk memutuskan... *** "Mereka menghebohkannya di kampusnya." Erland melirik ke arah Devin, "Adikku yang cerita. Banyak yang memusuhi dan merendahkannya karena menganggapnya tak sederajat." Devin mengalihkan pandangannnya dari buku yang dibacanya, "Siapa yang berani memusuhi Keyna di kampus?" "Hampir semuanya." gumam Erland, "Yah sudah biasa terjadi kalau anak-anak keluarga kaya, di kampus khusus keluarga kaya akan merasa terganggu kalau tiba-tiba ada anak miskin yang naik status menjadi bagian dari keluarga yang paling berpengaruh di antara mereka. Dulu Keyna hanyalah anak biasa yang mendapat beasiswa di sana, sekarang posisinya tentu berbeda, dia menjadi bagian dari keluarga Jonathan, tinggal di mansion ini.  Tentu saja permusuhan ini tidak terang-terangan, tetapi ada. Anak itu tidak punya teman sama sekali." "Dan bagaimana Keyna? Apakah adikmu bisa mengawasinya?" "Pamela tidak tahu." gumam Erland, menyebut nama adiknya, "Dia satu tingkat di atas Keyna jadi tidak bisa mengawasinya terus menerus, menurutnya, Keyna biasa saja menghadapi semuanya, tampaknya dia sudah terbiasa menghadapi perlakukan macam itu." Devin tercenung,  "Apakah menurutmu dia butuh bantuanku?" "Menurutku dia tidak butuh bantuan siapa-siapa." Erland tersenyum kagum, "Dia bisa menghadapimu dan mengalahkanmu, dan menurutku teman-teman di kampusnya tidak ada apa-apanya dibandingkan denganmu." ***  Keyna duduk sendirian di kantin itu, di bagian paling ujung, tempatnya biasa duduk. Tidak ada yang menemaninya, tidak ada yang menyapanya. Begitulah kesehariannya di kampus paling terkenal milik keluarga Jonathan ini. Tetapi tidak apa, dia sudah terbiasa. Dulu ketika masuk pertama kali ke sini dengan beasiswa dari mama Jonathan, dia sudah dimusuhi, tidak ada yang mau berteman dengan manusia yang mereka pandang dari kelas rendahan. Bahkan banyak yang tampak merasa jijik hanya dengan tersentuh olehnya.  Tetapi sekarang, ketika kabar bahwa dia tinggal dan diangkat anak oleh Nyonya Jonathan di mansionnya sudah menyebar. Aura permusuhan itu terasa lebih kental dan menguar di udara meskipun makin tertahankan. "Bolehkah aku duduk di sini?" Sapaan manis itu membuat Keyna mendongakkan kepalanya dengan kaget. Seorang perempuan. Perempuan yang sangat cantik dengan baju dan penampilan mahalnya, "Silahkan." Keyna mempersilahkan meskipun masih merasa bingung, siapa perempuan ini? kenapa dia tidak pernah mengenalnya selama berada di kampus ini? seharusnya perempuan secantik ini sangat terkenal di sini, apalagi dari penampilannya yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya. "Namaku Sefrina." perempuan cantik itu meletakkan piring makanannya di meja lalu duduk di depan Keyna dan tersenyum manis kepadanya, "Aku baru pindah kesini, sebelumnya aku kuliah di London, tetapi mama sakit sehingga aku memutuskan tinggal dekat dengannya." dia tersenyum manis, "Aku sudah mendengar tentangmu, Keyna dan tahu mereka memusuhimu karena alasan yang cukup konyol, jangan pedulikan mereka ya." Keyna menatap Sefrina yang tampak begitu tulus di depannya, dan kemudian tersenyum, "Aku tidak apa-apa, aku sudah terbiasa." gumamnya lembut. Sefrina menatap menantang kepada beberapa orang di kantin yang menatap mereka dengan sembunyi-sembunyi, "Aku akan menjadi temanmu di sini, supaya mereka menyadari betapa konyolnya memusuhi seseorang hanya berdasarkan kekayaan dan kemiskinan." Keyna tersenyum tertahan melihat kekeraskepalaan Sefrina,  "Terimakasih Sefrina, aku senang kau mau menjadi temanku." ***  "Bagaimana keadaan di sekolah?" Devin menyambut Keyna di ballroom mansion mereka, dengan gayanya yang elegan dan tetap tampan. Lelaki itu sekarang memegang beberapa cabang perusahaan Jonathan dan menjalankannya dengan baik. Karena kesibukannya, sangat jarang Devin berada di rumah sore-sore begini. Keyna menatap Devin dan mencoba tersenyum. Hubungan  mereka bisa dibilang baik. Devin benar-benar melaksanakan janjinya untuk bersikap baik kepada Keyna di rumah ini, meskipun kadang lelaki itu masih menyimpan arogansi dan sikap kasarnya. "Baik-baik saja." jawab Keyna pelan. "Aku dengar mereka memusuhimu." "Mereka memusuhiku sejak awal, tidak apa-apa, aku sudah terbiasa Devin." "Kau adikku." Suara Devin terdengar keras, "Mereka tidak boleh memusuhimu, itu penghinaan terhadap keluarga Jonatahan." Keyna meringis mendengar suara mengancam Devin, dia takut lelaki itu akan melakukan sesuatu yang mengerikan. Seperti memaksa semua orang berteman dengannya misalnya. Keyna berpikir itu bukan ide baik. Teman-temannya tidak bisa dipaksa menerimanya, ketika mereka dipaksa, yang timbul nanti malahan permusuhan yang lebih mendalam. "Jangan lakukan apapun atas nama keluarga Jonathan." Nessa menyela dengan waspada, 'Berjanjilah." Devin mengerutkan keningnya marah, "Kenapa aku harus berjanji kepadamu? Aku bisa melakukan apapun yang aku suka, tidak perlu diatur-atur olehmu." "Kau berhak melakukan apapun yang kau mau, selama itu tidak berpengaruh kepadaku." Keyna mengeluarkan senjatanya, menatap Devin dalam-dalam, "Kau sudah berjanji kepadaku Devin, tidak akan berbuat jahat kepadaku." Devin mengerutkan keningnya. Dia memang pernah mengucapkan janji itu, di malam yang berhujan, tetapi apa hubungannya dengan semua ini. "Aku toh tidak akan berbuat jahat kepadamu, malahan aku membantumu supaya tidak dimusuhi di kampus. Aku akan memperingatkan dewan sekolah supaya memperingatkan teman-temanmu atas perlakukan mereka kepadamu, mereka harus bersikap baik kepada adikku." "Kau hanya akan menghina mereka dan memaksa mereka melakukan sesuatu yang tidak mereka suka. Oh ya, mereka mungkin akan bersikap baik kepadaku, tetapi mereka akan semakin membenciku." Devin mengernyit, 'Kau harusnya tahu Keyna, kami para orang kaya tidak peduli apa yang ada di hati semua orang. Yang penting mereka bersikap baik dan menghormati kami." Keyna menghela nafas, "Tetapi aku bukan orang kaya Devin, aku tidak mau orang berbuat baik kepadaku dengan menjilat atau kebaikan palsu, tetapi di belakangnya menanam kebencian." Lalu Keyna teringat kepada Sefrina, 'Lagipula akhirnya aku punya seorang temam." "Siapa?" "Namanya Sefrina, dari keluarga Nathaniel, dulu dia sekolah di london, dan baru pindah kemari di awal bulan, dia berkata bahwa sikap semua orang yang memusuhiku hanya karena harta adalah konyol dan dia bersedia berteman denganku." Keyna terkekeh kembali mengingat kata-kata Sefrina dan kedekatan mereka setelahnya, mereka cocok mengobrol bersama dan sepertinya benar-benar bisa bersahabat, "Aku senang menemukan orang kaya yang tidak berpikiran sempit seperti Sefrina." "Aku juga orang kaya yang tidak berpikiran sempit." sela Devin sambil melipat tangannya di dada dengan santai "Oh ya?", Keyna menatap Devin menantang, "Kau adalah orang kaya yang berpikiran paling sempit yang pernah kukenal Devin Jonathan!" Devin terkekeh, mencoba kelihatan tersinggung, "Aku hanya berpikiran sempit kepada orang-orang tertentu saja." Keyna mendengus, "Oh ya, tentu saja." "Aku hanya ingin kau berhati-hati Keyna. Tentang Sefrina itu, kau harus memahami motif dibalik keputusannya menjadi temanmu." "Tidak, tidak perlu, aku tahu Sefrina orang yang tulus.", jawan Keyna yakin. Devin mengernyit menatap Keyna. Sefrina, kenapa nama itu terdengar tidak asing? ***  "Namanya Sefrina, dari keluarga Nathaniel yang terkenal itu. Pantas aku merasa dia tidak asing." Devin duduk di depan meja kantor mamanya yang besar. Sang mama yang dari tadi tampak menelusuri pekerjaannya terpaksa mengalihkan perhatiannya kepada anak laki-laki satu-satunya. "Dan kalau mama boleh tahu, kenapa kau tiba-tiba jadi  tertarik kepadanya?" Devin mengerutkan alis, "Karena dia satu-satunya orang yang mau berteman dengan Keyna di kampusnya." Sang mama menumpukan jemarinya di dagunya, "Dan menurutmu itu aneh? apakah kau tidak bisa berpandangan bahwa ada beberapa orang yang memang benar-benar tulus?" "Itu aneh karena dia tiba-tiba mucul setelah sekian lama." Nyonya Jonathan tersenyum, "Mungkin memang kebetulan yang aneh..." Sang mama melepas kacamatanya di meja dan menatap Davin, "Sefrina Nathaniel adalah perempuan yang pernah ditunangkan kepadamu sejak kau dilahirkan. Itu adalah salah satu janji antara kakekmu dengan kakek Sefrina." "Apa?" "Ya. Kau punya tunangan sejak kecil. Tetapi karena Sefrina tubuhnya lemah, dia dirawat di london dan bersekolah di sana sejak kecil. Dia seumuran denganmu, tetapi karena sakitnya dia terlambar bersekolah, mungkin karena itulah dia bisa setingkat dengan Keyna. dan karena dia sejak kecil di Londonlah, kau tidak pernah bertemu dengannya sebelum ini." "Kenapa mama tidak pernah bercerita kepadaku tentang pertunangan ini?" "Karena hak itu sudah tidak penting lagi, sebab ketika usiamu  lima tahun setelah kejadian percobaan penculikan itu, papamu membatalkan kesepakatan itu. seperti mama bilang tadi, Itu adalah janji yang dibuat oleh kakekmu dengan kakek Sefrina, Mama tidak tahu alasan papamu membatalkannya, mungkin dia berpikiran kalai kesepakatan itu tidak relevan lagi di jalan sekarang, papamu adalah orang yang berpandangan modern.... kau bisa menanyakan alasan pastinya nanti kalau beliau sudah pulang dari eropa." Devin mengernyitkan keningnya makin dalam. Entah kenapa dia merasa bukanlah suatu kebetulan Sefrina muncul di kehidupan mereka dan menjadi sahabat Keyna. ***  Keyna melangkah di balkon sambil menghirup udara segar yang berhembus dari luar, rasanya dingin, menyejukkan dan menyenangkan. Rasanya begitu damai berdiri di sini. Dipegangnya kalung pemberian dari almarhum papanya dan tersenyum. Sang papa pasti senang melihatnya diurus di sini. Keyna tidak pernah menyalahkan papanya karena hidup miskin. Keyna tidak menyalahkan papanya karena kehilangan bakat di jemarinya yang membuatnya terpuruk menjadi seorang buruh bangunan. Mereka memang miskin, tetapi mereka bahagia, hidup dengan penuh cinta di rumah mereka yang kecil tetapi hangat. Tidak perlu takut akan niat lain di balik kebaikan orang-orang, karena mereka tidak punya apapun untuk diincar. Kehidupan di masa itu biarpun sulit dan berkekurangan, tetapi terasa menyenangkan karena kehangatan yang mereka miliki. Suara alunan biola membuat Keyna teralih dari lamunannya, suara itu terdengar dekat dari sini, dari ruang keluarga. Alunannnya begitu indah, memainkan musik yang menyayat hati, terbawa oleh hembusan angin merasuk hingga ke jiwa. Nessa berdiri dengan ragu di ruang keluarga, lalu melangkah masuk. Ada seorang lelaki sedang memainkan biola di tengah ruangan, lelaki yang tampan dan sepertinya seumuran dengan Devin. Siapa lelaki ini?  Lelaki itu menyelesaikan alunan lagunya dengan nada pedih yang semakin pelan, menyisakan kesesakan bagi yang mendengarkan, karena terbawa oleh kesedihan nadanya. Lalu berhenti, menghela napas, dan menatap Keyna, seolah baru menyadari kehadiran Keyna di sana. "Hai." lelaki itu meletakkan biolanya dengan anggun di meja, lalu tersenyum lembut, "Kau pasti Keyna, kenalkan aku Jason." dia mengulurkan tangannya. Dengan gugup Keyna membalas uluran tangan itu. "Aku sudah lama melihatmu, bahkan sejak kau datang pertama kali ke mansion ini, aku salah satu sahabat Devin." senyum lembutnya tidak pernah hilang dari wajahnya, "Tetapi baru sekarang aku berkesempatan berbicara langsung denganmu." "Di sini kau rupanya. aku sudah curiga kau tak tahan untuk memainkan biola dari koleksi papa." Suara Devin menyela di pintu, lelaki itu melangkah masuk, dan kemudian berdiri tertegun, mengernyit kepada Keyna dan Jason yang berdiri berhadap-hadapan. "Kenapa kau ada di sini Keyna?" Jason tersenyum kepada Devin, "Dia mengikuti alunan permainan biolaku dan masuk ke sini, ah, aku harus pergi." Jason melirik ke arah jam tangannya, "Terimakasih sudah meminjamiku biola itu Devin." sebelum keluar, Jason mengedipkan matanya kepada Keyna. Setelah pintu itu tertutup Devin menatap Keyna dengan tajam, "Jangan berhubungan dengan Jason, jangan melakukan kontak dengannya, pokoknya jangan sampai kau berinteraksi dengannya." Keyna menatap Devin dengan bingung, "Kenapa?" "Karena dia benci perempuan." Devin menatap Keyna dengan serius, "Dia dipanggil sebagai penghancur hati perempuan, semuanya. Tidak peduli tua atau muda, bersuami atau lajang, semua akan dihanyutkan dalam pesonanya untuk kemudian dihancurkan. Dia menyimpan kebencian yang mendalam kepada ibu kandungnya yang meninggalkannya, lalu melampiaskannya kepada semua perempuan. Jangan pernah dekati dia atau kau akan menjadi korbannya." Keyna menghela napas, sedikit merinding mendengar penjelasan Devin. Kalau memang benar deskripsi Devin tentang Jason, dia pasti akan menghindarinya. Tetapi entah kenapa ada perasaan aneh ketika dia melihat Jason tadi, perasaan aneh yang akrab, seolah-olah dia telah mengenal Jason sebelumnya. ***  Bersambung ke Part 2 Baca oneshoot Sweet Enemy http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/sweet-enemy-special-one-shoot-by-request.html  
2 likes ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 04, 2013 23:19
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.