Benny Rhamdani's Blog, page 44
December 12, 2013
Pengalaman Meeting di Bumi Bandhawa




Rupanya saya salah. Ketika saya masuk ke halaman depan Bumi Bandhawa, seketika saya bertasbih. Benar-benar kagum dengan keasrian lingkungannya. Pohon pinus berjajar rapi, dengan pohon anggrek yang berbunga di sela-selanya. Sebuah bangunan utama bergaya masa kolonial Belanda berdiri kokoh membawa kesan ke masa lampau. Di sisi lain ada bangunan bertingkat yang lebih modern.

Tatkala saya melihat kolam renang, ingin rasanya nyebur langsung. Untung saja ingat, hari ini saya ke sini bukan untuk rekreasi tapi meeting.

Sambil makan saya bisa mendengar suara kicau burung yang terbang di antara pepohonan pinus.Rasanya, kalau punya uang lebih entah dari mana, pengin sekali menginap di Bumi Bandhawa mengajak keluarga. Atau jika ada orderan menulis novel, menyepi untuk menulis di tempat ini rasanya cocok buat saya. Entah kapan.
(foto2: Benny Rhamdani)
Published on December 12, 2013 07:41
Baso Akung, Paling Beken di Bandung

Terletak di Jalan Lodaya 123, tempat makan satu ini udah kesohor sejak lama. Bahkan boleh dibilang,” Nggak ke Bandung kalo nggak ngebaso di Akung.” Apalagi bagi penggemar baso, pantang banget melewati kedai Baso Akung.
Saran saya kalo bukan penggemar baso porsi besar, pesanlah setengah porsi. Karena di sini segalanya bikin perut kenyang. Saat meemsan, kita harus pilih sendiri campurannya. Pakai pangsit, tahu, ceker, baso, babat? Saran saya jangan sampai melewatkan baso dan ceker ayamnya. Karena di sinilah khasnya Baso Akung.

Soal harganya tergantung porsi dan jenis makanan. Tapi masih sebanding dengan rasa dan tingkat kekenyangannya. Hehehehe. Kalo pengen yang segar-segar, di bagian pintu masuk ada yang jual rujak. Bisa dibungkus untuk di makan di rumah atau di jalan.
Sekarang ini, ruangannya sudah diperluas. Jadi nggak usah takut antre sambil berdiri kayak dulu. Hanya tempat parkir saja yang kadang bermasalah. Tak apalah parkir sedikit jaug untuk ke tempat satu ini.
Oh iya, jangan lupa siapkan kamera. Soalnya, beberapa kali saya makan ke sini, selalu bertemu artis. Siapa tahu ada yang foto sama artis di baso Akung.
Published on December 12, 2013 05:51
SPBU Pertamina COCO, Apakah Itu?

Awalnya saya mengira Stasiun Pengisian Bahan Bakar umum (SPBU) itu sama saja satu sama lain. Ternyata, ada tiga jenis SPBU secara kepemilikan. Itu sebabnya voucher bahan bakar dari PT Pertamina nggak bisa dipakai sembarangan. Bermula ketika saya mendapatkan voucher dari PT Pertamina hasil lomba nulis di Kompasiana. Hadiah hiburan yang menyenangkan. Nah, 5 voucher bernilai masing-masing Rp50.000 tentu saja ingin saya manfaatkan segera. Saya pun ke SPBU di dekat rumah.

Duh, bagaimana ini? Apakah vouchernya kadaluarsa? Saya pun penasaran, lalu segera browsing mencari jawaban soal penggunaan voucher itu. Tak berapa lama saya menemukan penjelasan tentang voucher yang hanya bisa dipakai di SPBU Pertamina COCO. Apa ini?
SPBU COCO (Company Operation Company Owner), merupakan SPBU yang dimiliki dan dikelola oleh PT Pertamina. Dalam hal ini yang mengelola adalah PT. Petamina Retail sebagai anak perusahaannya.

Yang terakhir adalah SPBU CODO (Company Operation Dealer Owner), merupakan SPBU milik swasta atau perorangan yang bekerjasama dengan PT Petamina Retail.
Lalu, bagaimana mengenali SPBU COCO? Nah, ternyata gampang sekali. Kalau di Bandung, tinggal lihat angka depan nomor SPBU-nya, yakni yang angka 31. Kalau 34 berarti swasta. Kuncinya di digit kedua. Setelah saya lacak, ternyata di dekat rumah dan kantor saya ada dua SPBU COCO. Satu di Jl Soekarno Hatta (Gede Bage) dan satu lagi di Ujungberung.
Setelah itu saya pun menuju ke SPBU COCO di Gade Bage dan mengisi bensin dengan voucher dari lomba di Kompasiana. Kali pertama saya mengisi, operator SPBU sempat bimbang menerima voucher. Dia pun bertanya kepada supervisor dan baru tahu bahwa voucher yang saya berikan itu berfungsi sebagai alat bayar. Dua hari kemudian saya mengisi lagi, dan operator (beda orang) SPBU langsung menerima voucher yang saya sodorkan.

“Saya blogger, mau nulis tentang Pertamina,” jawab saya.
Satpam itu hanya mengangguk dan meninggalkan saya. Entah dia mengerti blogger itu apa, atau hanya sekadar menjalankan formalitas kerja. Lepas dari sana, saya makin tahu SPBU COCO itu umumnya lebih lengkap karena ada supermarket Bright, bengkel, dan satpam yang kepo.
Published on December 12, 2013 05:39
December 10, 2013
Cara Populer Atasi Jetlag

Dua kali saya melakukan perjalanan ke Eropa pulang-pergi. Tapi bekal pengetahuan yang cukup, akhirnya saya sempat merasakan yang namanya jetlag. Terutama susah tidur saat malam tiba waktu setempat. Jetlag sering membuat sakit kepala bagi mereka yang melakukan perjalanan melalui zona waktu yang berbeda.
Situs pencarian wisata terkemuka Tianxun.cn melakukan survei cara mengatasi jetlag yang populer dengan responden 1.000 penumpang pesawat. Dan, 12 jawaban paling banyak ada di bawah ini.
1. Menjaga pola makan yang sehat dan ringan , seperti buah-buahan dan sayuran.
2. Olahraga sebelum penerbangan.
3. Lakukan peregangan selama penerbangan.
4. Pasang arloji ke zona waktu yang dituju.
5. Tetap terjaga untuk durasi penerbangan itu.
6. Hindari alkohol selama 24 jam sebelum penerbangan.
7. Tidur selama penerbangan jika Anda minum alkohol.
8. Konumsi obat herbal.
9. Konsumsi Viagra.
10. Minum Obat mabuk
11. Konsumsi Melatonin.
12. Konsumsi Obat tidur.

Sebanyak 37 persen mengatakan mereka mencoba mengambil Viagra untuk mengatasi jetlag, dan sekitar 7% mengatakan itu membantu. Obat herbal juga membantu, kata mereka.
"Tampaknya diet ringan dan olahraga sejauh ini paling populer mencegah jetlag, "kata Andy Sleigh, General Manajer Asia Pacific Tianxun.cn.
Published on December 10, 2013 22:04
December 1, 2013
Mereka Pantas Disebut Pejuang Sastra
Sayur lobak penuhi keretaBenih sawi siap ditaburiBerlomba pantun di JakartaRaih prestasi anak negeri
Rosa (kelas 6) dan Elita (kelas 4) sama-sama siswa SDN 08 Nangga Lauk, Kalimantan Barat. Beberapa bulan silam mereka mengirim pantun ke panitia Konferensi Penulis Cilik Indonesia 2013. Sabtu lalu (16/11), nama mereka diumumkan sebagai peserta terpilih untuk babak final di Jakarta.
“Kami senang sekali begitu diumumkan terpilih berangkat ke Jakarta untuk lomba pantun,” kata Elita berbinar. Hal yang sama dirasakan pula oleh Rosa. Keduanya pun memberi kabar bahagia itu kepada orangtua mereka yang sama-sama buruh penyadap getah karet di pedalaman Kalimantan Barat.
“Waktu itu ayah baru pulang dari kebun karet. Begitu aku kabari, ayah langsung berganti pakaian dan menemui guru di sekolah untuk memberi persetejuan,” tutur Rosa yang tak menyangka dorongan dari ayahnya begitu besar. Bahkan, ayahnya diam-diam menjual perahu untuk memberi bekal kepada Rosa, juga membelikan pakaian yang layak untuk ke Jakarta. “Padahal perahu itu dipakai ayah untuk pergi ke tempat kerja yang jauh. Aku tidak tahu ayah sekarang berangkat pakai apa. Mungkin ikut teman-teman ayah.”
Sementara Elita pun disiapkan perbekalan pakaian dan tas oleh kedua orangtuanya. “Aku juga dibelikan handphone untuk komunikasi. Sebelumnya, aku tidak punyahandphone. Paling cuman pinjam punya ayah.”
Keduanya mengaku bangga bisa berangkat ke Jakarta yang bahkan orangtuanya belum pernah kunjungi. Setelah persiapan, mereka berangkat Selasa(19/11) dari Nanga Lauk menuju terminal bus terdekat naik perahu selama lima jam. “Walaupun lama kami sudah biasa naik perahu, jadi kami tidak mabuk,” kata Elita. Yang jadi masalah buat mereka justru perjalanan darat dua kali ganti bis sebelum sampai Bandar Udara Internasional Supadio di Pontianak.“Kami mabuk karena belum terbiasa,” papar Rosa. Malah, Elita berlanjut mabuk saat naik pesawat menuju ke Jakarta. “Naik pesawatnya tegang karena suara mesin pesawat,” tuturnya.
Karena perjalanan lebih dari 12 jam tersebut, mereka pun merasa letih ketika tiba di hotel tempat seluruh peserta dari berbagai provinsi berkumpul pada Rabu (20/21). Dan keesokan harinya, keduanya ternyata jatuh sakit. Banyak hal yang mereka ungkapkan. Mulai dari kangen orangtua, kurang nyaman dengan pendingin ruangan hotel, sampai terganggu dengan aroma hidangan hotel yang tidak terbiasa di hidung mereka.
Elita berjuang menulis pantun meskipun sambil terbaring sakit. (foto: Benny Rhamdani)Padahal pukul 10.00 mereka harus berlomba lagi bersaing dengan hampir 40 finalis lomba cipta pantun. Untunglah, panitia lomba dari DAR! Mizan dan dewan juri yang diketuai Djokolelono memberi dispensasi untuk keduanya agar tetap mengikuti lomba di kamar hotel dengan didampingi satu pengawas.
“Kepalaku sakit sekali, tapi aku tetap berusaha menulis pantun dengan baik,” kata Elita yang selama menyelesaikan lomba terbaring lemas. Rosa pun demikian. Meskipun tampak lemas, dia tetap berusaha membuat pantun seperti yang disyaratkan oleh juri dengan baik.
Setelah lomba, mereka hampir tak bisa melakukan kegiatan karena harus banyak istirahat. Tapi keesokan harinya (22/11), Rosa dan Elita berusaha menghimpun tenaga mengikuti pengumuman lomba cipta pantun di kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan sabar mereka mengikuti protokoler acara, hingga akhirnya nama-nama pemenang pantun disebutkan.
Nama-nama juara pun disebutkan dari peringkat terbawah. Sampai akhirnya peringkat satu disebutkan, ternyata nama Elita muncul sebagai pemenang. Air mata kebahagiaan menggenangi mata Elita saat menuju podium dan menerima hadiah pemenang pertama bersama pemenang lomba lainnya, yakni menulis syair, mendongeng dan menulis cerpen.
“Aku benar-benar tidak menyangka bisa menang. Sampai terkejut ketika namaku disebut,” ujar Elita sambil tersenyum.
Dengan kemenangan itu, Elita berjanji akan terus menulis pantun yang merupakan kekayaan sastra Indonesia. “Aku akan terus menulis pantun. Tidak ingin menulis yang lain. Karena pantun itu kan budaya Indonesia. Jadi aku akan terus menjaga,” ucapnya.
Padahal sebelumnya, Elita mengaku tidak tahu apa-apa tentang pantun. Bahkan guru di sekolah pun tidak mengajarinya. Dia hanya membaca sebanyak-banyaknya dari buku di perpustakaan tentang pantun. Dan dengan banyak membaca itu, Elita pun berhasil menulis pantun dengan baik. Sementara Rosa, pada malam harinya diumumkan sebagai pemenang harapan kategori menulis pantun.
Bila ada sumur di ladangBoleh kita menumpang mandiBila ada umur yang panjangBoleh kita berprestasi lagi
Rosa (kelas 6) dan Elita (kelas 4) sama-sama siswa SDN 08 Nangga Lauk, Kalimantan Barat. Beberapa bulan silam mereka mengirim pantun ke panitia Konferensi Penulis Cilik Indonesia 2013. Sabtu lalu (16/11), nama mereka diumumkan sebagai peserta terpilih untuk babak final di Jakarta.
“Kami senang sekali begitu diumumkan terpilih berangkat ke Jakarta untuk lomba pantun,” kata Elita berbinar. Hal yang sama dirasakan pula oleh Rosa. Keduanya pun memberi kabar bahagia itu kepada orangtua mereka yang sama-sama buruh penyadap getah karet di pedalaman Kalimantan Barat.
“Waktu itu ayah baru pulang dari kebun karet. Begitu aku kabari, ayah langsung berganti pakaian dan menemui guru di sekolah untuk memberi persetejuan,” tutur Rosa yang tak menyangka dorongan dari ayahnya begitu besar. Bahkan, ayahnya diam-diam menjual perahu untuk memberi bekal kepada Rosa, juga membelikan pakaian yang layak untuk ke Jakarta. “Padahal perahu itu dipakai ayah untuk pergi ke tempat kerja yang jauh. Aku tidak tahu ayah sekarang berangkat pakai apa. Mungkin ikut teman-teman ayah.”
Sementara Elita pun disiapkan perbekalan pakaian dan tas oleh kedua orangtuanya. “Aku juga dibelikan handphone untuk komunikasi. Sebelumnya, aku tidak punyahandphone. Paling cuman pinjam punya ayah.”
Keduanya mengaku bangga bisa berangkat ke Jakarta yang bahkan orangtuanya belum pernah kunjungi. Setelah persiapan, mereka berangkat Selasa(19/11) dari Nanga Lauk menuju terminal bus terdekat naik perahu selama lima jam. “Walaupun lama kami sudah biasa naik perahu, jadi kami tidak mabuk,” kata Elita. Yang jadi masalah buat mereka justru perjalanan darat dua kali ganti bis sebelum sampai Bandar Udara Internasional Supadio di Pontianak.“Kami mabuk karena belum terbiasa,” papar Rosa. Malah, Elita berlanjut mabuk saat naik pesawat menuju ke Jakarta. “Naik pesawatnya tegang karena suara mesin pesawat,” tuturnya.
Karena perjalanan lebih dari 12 jam tersebut, mereka pun merasa letih ketika tiba di hotel tempat seluruh peserta dari berbagai provinsi berkumpul pada Rabu (20/21). Dan keesokan harinya, keduanya ternyata jatuh sakit. Banyak hal yang mereka ungkapkan. Mulai dari kangen orangtua, kurang nyaman dengan pendingin ruangan hotel, sampai terganggu dengan aroma hidangan hotel yang tidak terbiasa di hidung mereka.

“Kepalaku sakit sekali, tapi aku tetap berusaha menulis pantun dengan baik,” kata Elita yang selama menyelesaikan lomba terbaring lemas. Rosa pun demikian. Meskipun tampak lemas, dia tetap berusaha membuat pantun seperti yang disyaratkan oleh juri dengan baik.
Setelah lomba, mereka hampir tak bisa melakukan kegiatan karena harus banyak istirahat. Tapi keesokan harinya (22/11), Rosa dan Elita berusaha menghimpun tenaga mengikuti pengumuman lomba cipta pantun di kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan sabar mereka mengikuti protokoler acara, hingga akhirnya nama-nama pemenang pantun disebutkan.
Nama-nama juara pun disebutkan dari peringkat terbawah. Sampai akhirnya peringkat satu disebutkan, ternyata nama Elita muncul sebagai pemenang. Air mata kebahagiaan menggenangi mata Elita saat menuju podium dan menerima hadiah pemenang pertama bersama pemenang lomba lainnya, yakni menulis syair, mendongeng dan menulis cerpen.
“Aku benar-benar tidak menyangka bisa menang. Sampai terkejut ketika namaku disebut,” ujar Elita sambil tersenyum.
Dengan kemenangan itu, Elita berjanji akan terus menulis pantun yang merupakan kekayaan sastra Indonesia. “Aku akan terus menulis pantun. Tidak ingin menulis yang lain. Karena pantun itu kan budaya Indonesia. Jadi aku akan terus menjaga,” ucapnya.
Padahal sebelumnya, Elita mengaku tidak tahu apa-apa tentang pantun. Bahkan guru di sekolah pun tidak mengajarinya. Dia hanya membaca sebanyak-banyaknya dari buku di perpustakaan tentang pantun. Dan dengan banyak membaca itu, Elita pun berhasil menulis pantun dengan baik. Sementara Rosa, pada malam harinya diumumkan sebagai pemenang harapan kategori menulis pantun.
Bila ada sumur di ladangBoleh kita menumpang mandiBila ada umur yang panjangBoleh kita berprestasi lagi
Published on December 01, 2013 23:42
Ngobrolin Penerbitan Buku Bareng Moammar Emka

Jika bisnis penerbitan buku cetak di negara maju sudah mulai diusik buku digital, di Indonesia masih relatif jauh persaingan bisnisnya. Bahkan menurut salah satu pendiri Penerbit Gagas Media, Moammar Emka, buku digital masih lama bisa jalan di Indonesia. “Mungkin masih sekitar empat tahun lagi buku digital memasyarakat di Indonesia. Jadi bisnis penerbitan buku cetak masih menjanjikan. Apalagi jika dibandingkan dengan menerbitkan majalah saat ini,” papar Emka di acara ngobrol santai Model Bisnis Baru Penerbitan dan Percetakan, di ajang Indonesia Creative Power 2013, pada Jumat (29/11),
Saya yang tahu persis perkembangan buku digital di Indonesia manggut-manggut setuju dan menyimak obrolan di sebuah cafe di Epicentrum, Jakarta tersebut. Lalu, Emka membuka beberapa rahasia dapurnya dengan memaparkan cara yang dilakukannya membangun bisnis penerbitan buku cetak.
Diawali ketika Emka menerbitkan buku Jakarta Under Cover (JUC) di sebuah penerbit di kota Jogja. Buku tersebut hanya dicetak 3.000 eksemplar sementara di toko buku sudah ludes. Emka mengajukan permintaan agar bukunya segera dicetak ulang. Namun ternyata kapital penerbit tersebut tidak memadai. Akhirnya, Emka pun menggaet beberapa temannya untuk membiayai cetak ulang bukunya yang laris itu.
Secara resmi, Gagas Media berdiri pada 2003. Menurut Emka, saat ini peningkatan omsetnya sudah naik hingga 2000%. Dalam sebulan, penerbitnya bisa meraup uang sekitar 3 M rupiah dengan 900 karyawan dan 15 kantor cabang.
Diakuinya, keberhasilan Gagas media salah satunya karena mendapat buku Raditya Dika yang rajin promosikan bukunya sendiri. “Minimal royalti Rp500 juta setiap periode pembayaran,” ungkap Emka.
Itu sebabnya, penerbitnya lebih dikenal sebagai penerbit buku populer remaja. “Sebenarnya, kami juga membuat banyak jenis buku. Kecuali buku pelajaran yang sudah dikuasai beberapa penerbit,” kata Emka.
Emka juga menyebutkan beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membuat penerbitan buku cetak. Mulai dengan menerbitkan 1-2 buku setiap bulan sebenarnya sudah aman. Tentu saja naskahnya harus yang menarik dan sesuai pasar. Untuk hal ini, Emka membongkar rahasia dapurnya.
“Kami punya tim yang namanya first reader terdiri dari anak SMP dan SMA. Mereka kami minta menilai naskah yang sudah lolos seleksi redaksi. Terutama kekuarangan naskah itu. Para first reader itu kami gaji Rp1,7 juta hingga Rp2 juta per bulan. Lumayan kan buat anak-anak sekolah,” kata Emka.
Kalau pun kemudian bisnis penerbitan buku cetak menghadapi kendala, lebih kepada pendistribusiannya ke pasar. Terutama ketika harus berbagi rabat dengan toko buku. Dan karena tak mau terlalu mengandalkan toko buku, maka muncullah ide kreatif untuk mencari gerai buku lainnya dan membuat pameran di pelosok-pelosok, termasuk ke pesantren.
Acara ngobrol santai itu juga dihadiri sejumlah insan penerbitan seperti Intan Savitri dari Balai Pustaka, Gina S Noer dari Plot Point, termasuk dari penerbit indie yakni Olie dari nulisbuku.com. Ada juga penulis seperti Rachmania Arunita.
Selain tentang bisnis penerbitan buku cetak, muncul pula diskusi soal hak karya intelektual dan agen naskah.Menurut saya, ajang tersebut sangat bermanfaat untuk menjalin ikatan antara sesama penerbit mayor dan indie, penerbit digital, dan juga penulis. Mungkin nantinya bisa menjadi kekuatan baru untuk menggerakkan dunia perbukuan di Indonesia yang menurut saya masih sangat lambat. Melihat semangat mereka, saya sangat berharap mereka-mereka inilah yang berada di pengurusan lembaga yang direstui pemerintah seperti IKAPI.
Published on December 01, 2013 23:39
November 30, 2013
Kota Wisata, Harmoni Tempat Tinggal, Belajar, Rekreasi dan Olahraga
Pernah ke Kota Wisata Cibubur? Dulu, saya pikir tempat itu merupakan arena rekreasi semata. Apalagi, di televisi sering dijadikan lokasi syuting maupun pertunjukkan musik. Ternyata saya salah. Kota Wisata merupakan merupakan perpaduan ruang yang harmoni antara tempat tinggal, ruang belajar, rekreasi dan olahraga.
Kampung China, salah satu ikon Kota Wisata. (foto: Benny Rhamdani)Hal itu baru saya ketahui ketika saya diundang berkunjung ke kantor sebuah majalah yang berlokasi di Kota Wisata. Saya merasa takjub karena area di dalamnya sangat luas. Dari data yang saya peroleh kemudian, tahap awal mencapai luas 480 ha dan perluasan berikutnya 750 ha. Sampai-sampai saya nyasar ke sana-sini di dalam Kota Wisata mencari alamat yang dituju. Tapi karena nyasar itulah saya juga jadi tahu cluster-cluster perumahan di dalamnya. Benar-benar menarik karena diberi nama berdasarkan kota-kota terkenal di dunia, seperti Barcelona, Madrid, sampai California.
Akhirnya saya menemukan juga kawasan perkantoran di Kota Wisata. Rupanya, karena keasyikan melihat rumah tinggal yang keren dan megah itu, saya terseret ke jalan lain. Padahal mestinya saya mengarah ke kawasan perkantoran di dalam Kota Wisata. Ini lagi-lagi yang membuat saya takjub. Ternyata ada perkantoran juga di sini? Bahkan saya menemukan beberapa tempat makan, bank, mini market, sekolah, dan masih banyak lagi fasilitas utama. Tidak kebayang bisa sekomplet ini di kawasan Jakarta coret.
Usai kunjungan kerja, saya dibujuk oleh teman-teman untuk rekreasi dulu ke Kampung China yang memang sangat kondang itu. Isteri saya malah sudah pernah ke sana. saya yang belum. dan ternyata lokasinya tidak seberapa jauh dari kantor majalah yang kami kunjungan. Meskipun ternyata tidak seperti yang saya bayangkan kemegahannya, tapi cukuplah terhibur di Kampung China. Selain bisa beli oleh-oleh pernak-pernik China, juga bisa foto-foto narsis. Ketika saya pasang di Facebook, banyak yang mengira saya benar-benar ke China.
Masjid yang keren. (Foto: kota_wisata.com)Saat itu saya pergi hari Jum'at. Tepat waktu Dzuhur, saya dan teman-teman bergegas mencari masjid. Lumayan agak jauh. Maunya sih, letak masjid tidak jauh dari lokasi yang ikonik di Kota Wisata. Kami pun sempat bertanya-tanya untuk menuju ke Masjid Jami' Darussalam. Untunglah cukup sekali, karena cukup dengan melihat rombongan bersarung, kami pun jadi tahu lokasi. Dan interior masjidnya membuat saya berdecak kagum meskipun menurut saya kalau lebih besar lebih baik. Apalagi, masjid ini dipakai juga oleh jamaah dari luar area Kota Wisata, termasuk para tamu maupun turis lokal.
Sepulang dari Kota Wisata dan pamer foto ke sana-sini, saya baru tahu ternyata sekitar sepuluh orang teman saya dari (alumni) SMA 14 Jakarta saya tinggal di sana. Mereka memang berprofesi bukan sembarangan, yakni pengacara, legislative, manajer di perusahaan telekomunikasi dan lainnya.
Dari merekalah saya kemudian tahu bahwa Kota Wisata merupakan salah satu proyek imperium properti Sinarmas Land. Tidak aneh jika area yang dibangun sejak 1997 tersebut tampak didesain sangat padu dan lengkap. Sinarmas Land sendiri telah memiliki 50 portofolio properti di seluruh Indonesia dengan bank tanah lebih dari 10.000 hektar.
"Betah tinggal di sini karena sarananya lengkap. Mau belanja, sekolah anak, rekreasi pun sudah tersedia. Nggak perlu pusing lagi. Dan kalau pun ingin variasi rekreasi ke puncak misalnya, dekat banget, tinggal masuk tol Jagorawi, " ucap Andi, teman saya yang sudah 10 tahun menetap di Kota Wisata.
Seandainya saya harus pindah tinggal dari Bandung ke Jakarta, saya pastikan pilihan utama saya adalah pindah ke Kota Wisata. Apalagi dekat sekali dengan tempat tinggal orangtua saya di Kranggan Bekasi. Semoga terkabul.

Akhirnya saya menemukan juga kawasan perkantoran di Kota Wisata. Rupanya, karena keasyikan melihat rumah tinggal yang keren dan megah itu, saya terseret ke jalan lain. Padahal mestinya saya mengarah ke kawasan perkantoran di dalam Kota Wisata. Ini lagi-lagi yang membuat saya takjub. Ternyata ada perkantoran juga di sini? Bahkan saya menemukan beberapa tempat makan, bank, mini market, sekolah, dan masih banyak lagi fasilitas utama. Tidak kebayang bisa sekomplet ini di kawasan Jakarta coret.
Usai kunjungan kerja, saya dibujuk oleh teman-teman untuk rekreasi dulu ke Kampung China yang memang sangat kondang itu. Isteri saya malah sudah pernah ke sana. saya yang belum. dan ternyata lokasinya tidak seberapa jauh dari kantor majalah yang kami kunjungan. Meskipun ternyata tidak seperti yang saya bayangkan kemegahannya, tapi cukuplah terhibur di Kampung China. Selain bisa beli oleh-oleh pernak-pernik China, juga bisa foto-foto narsis. Ketika saya pasang di Facebook, banyak yang mengira saya benar-benar ke China.

Sepulang dari Kota Wisata dan pamer foto ke sana-sini, saya baru tahu ternyata sekitar sepuluh orang teman saya dari (alumni) SMA 14 Jakarta saya tinggal di sana. Mereka memang berprofesi bukan sembarangan, yakni pengacara, legislative, manajer di perusahaan telekomunikasi dan lainnya.
Dari merekalah saya kemudian tahu bahwa Kota Wisata merupakan salah satu proyek imperium properti Sinarmas Land. Tidak aneh jika area yang dibangun sejak 1997 tersebut tampak didesain sangat padu dan lengkap. Sinarmas Land sendiri telah memiliki 50 portofolio properti di seluruh Indonesia dengan bank tanah lebih dari 10.000 hektar.
"Betah tinggal di sini karena sarananya lengkap. Mau belanja, sekolah anak, rekreasi pun sudah tersedia. Nggak perlu pusing lagi. Dan kalau pun ingin variasi rekreasi ke puncak misalnya, dekat banget, tinggal masuk tol Jagorawi, " ucap Andi, teman saya yang sudah 10 tahun menetap di Kota Wisata.
Seandainya saya harus pindah tinggal dari Bandung ke Jakarta, saya pastikan pilihan utama saya adalah pindah ke Kota Wisata. Apalagi dekat sekali dengan tempat tinggal orangtua saya di Kranggan Bekasi. Semoga terkabul.
Published on November 30, 2013 08:49
November 27, 2013
Mau dapat dollar?
Caranya gampang sekali. Mumpung belum banyak yang daftar, buruan daftar aja di sini:
http://www.cashforvisits.com/index.php?refcode=82868
http://www.cashforvisits.com/index.php?refcode=82868
Published on November 27, 2013 19:16
November 25, 2013
Terios 7 Wonders, Sahabat Blogger Petualang

Meskipun demikian saya tak ingin kehilangan kesempatan mengikuti petualangan Terios mengungkap surga-surga tersembunyi di sepanjang Pulau Jawa – Pulau Komodo. Lewat tulisan para peserta terpilih, saya seakan diajak mengikuti rute perjalanan dari Pantai Sawarna, Banten kemudian dilanjutkan ke Desa Kinahrejo, Gunung Merapi, Jawa Tengah. Menyusul penelusuran ke Tengger, Bromo dan melaju ke Taman Nasional Baluran. Tempat berikutnya yang dikunjungi adalah Sade Rambitan, Lombok yang beken banget dengan Suku Sasaknya. Lalu, tempat keenam adalah Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebelum akhirnya megunjungi Pulau Komodo yang menjadi kandidat 7 Keajaiban dunia tahun 2012.

Beruntunglah blogger yang ikut serta di perjalanan kali ini. Sebanyak 7 blogger terdiri dari 5 blogger dipilih melalui kompetisi blog dan 2 blogger lainnya adalah blogger traveler yang sudah cukup dikenal di kalangan blogger.
Kali ini saya akan memilihkan liputan paling menarik dari setiap blogger.
Mumun, Sawarna
Untuk sebuah pembuka perjalanan saya benar-benar senyum membaca tulisan Mumun. “For 2 weeks, I’ll be traveling in one of the 7 Daihatsu cars. An awesome coincident is that I’m born on the 7th of July and I was put in car number 7. I should be so lucky ….”

Kok bisa ya cewek satu ini selalu terkait dengan angka 7. Saya jadi ingat salah satu kehebatan Terios yakni sebagai satu-satunya SUV yang memiliki kapasitas 7 penumpang. Itu pun ada angka 7-nya.
Tulisan Mumun cukup khas. Selain berbahasa Inggris, juga simple. Saya yang mengikuti lomba ini dengan tulisan tentang Pantai Sawarna seolah terbawa suasan tulisannya ketika menyebut jalur yang dilaluinya. Saya termasuk tipikal penyuka tulisan minimalis namun disertai foto-foto yang mampu bicara banyak. Bukankah gambar bisa mewakili 1000 kata?
Dan tahukah berapa jumlah frame foto yang dipasang Mumun di blognya untuk tulisan Pantai Sawarna? Ya, ada 7 frame. Walau salah satu frame ada yang berisi kolase 4 foto, tetap saja hitungannya 7.
Haris, Kinahrejo
Membaca tulisan Haris di Kinahrejo, saya jadi ingat saat dia ngetweet pagi itu. Saya membacanya, dan membalas tweetnya. “Udah mandi belum?” Lalu, Haris yang saya kenal saat di IMMS 2013 menjawab,” Mandi sih udah. Tapi kaos belum ganti-ganti nih.”

Oke, lupakan tweet itu. Tapi saya benar-benar mupeng abis melihat foto-foto Haris. Saya sudah yakin Haris akan mengambil foto-foto bagus di sini, karena tulisan blog yang mengantarnya terpilih ke ajang ini juga tentang kehidupan di Gunung merapi. Jadi seperti mudik.
Dan yang membuat saya bertambah mupeng adalah di sana tim 7 Terios Wonders ini juga dihibur oleh acara kesenian setempat. Kapan lagi bisa berpetualang sambil menikmati seni hiburan. Nah, lagi-lagi ini mengingatkan saya kepada salah satu kehebatan Terios yakni easy acces entertainment.
Wira, Tengger
Kalau boleh terus terang, saya termasuk yang bosan membaca tulisan tentang Tengger. Apalagi saya sudah pernah ke sana. Tapi melihat postingan Wira di blognya membuat saya merasa asing dengan tempat itu. Foto-foto malam hari yang menakjubkan membuat saya ingin sekali melangkah kembali ke Tengger.

Selama ini, bila ke Tengger saya jarang sekali memerhatikan suasana malam. Menurut saya foto-foto malam hari Wira bisa menjadi foto kampanye pariwisata malam hari yang indah. Dan saya ingin sekali bisa berada di tenda-tenda itu.
Foto malam di Tengger itu memberi kesan kejantanan di antara keindahan Tengger. Saya pun teringat salah satu keunggulan Terios yakni Tough Style, Macho Styling.
Luci, Taman Baluran

Foto-foto yang dipasang Luci banyak menujukkan suasana kering kerontang Taman Baluran tapi tetap eksotis. Tampak panas seperti di kota besar. Mengingatkan pada kehebatan Terios yakni City Cruiser, High Ground Clearence. Walau kotanya mungkin seperti kota di Afrika ataupun padang pasir.
Giri, Sade Rambitan

Walaupun sepotong-potong tapi karena Giri bercerita runut perjalanan dari Taman Baluran ke Sade Rambitan maka saya jadi lebih jelas rute 7 Wonders kali ini. Semua tampak berjalan lancar hingga ke tujuan, seperti kehebatan Terios, Easy Handling.
Bagian yang membuat saya penasaran adalah “… tim bergerak menuju pantai yang di kenal dengan sebutan “Pink Beach” walaupun menurut penduduk setempat hanya terlihat pada sore hari saja. Warna pink ternyata berasal dari kikisan batu karang yang berwarna Pink dan mengendap di tepian pantai menjadi pasir yang berwarna pink bercampur warna putih. Pada kesempatan itupun dilakukan pengambilan gambar mobil Terios di atas bukit di bawah terik sinar mentari.”
Wira, Dompu

Cara Wira membuka tulisannya cukup bikin saya nyaman membaca kisah perjalanannya lewat tulisan dan foto. Sungguh seperti keunggulan Terios, yakni Optimal Comfort.
Haris, Pulau Komodo
Sebagai tulisan penutup, saya suka sekali tulisan Haris. Lengkap, disertai foto-foto yang melengkapi tulisannya. Pemandanga dan hal-hal yang bisa dinikmati di Pulau Komodo membuat saya kembali berharap semoga tahun depan saya berkesempatan mengalami petualangan tersebut. Apalagi perjalanan dilakukan bersama Terios yang tangguh, setangguh Haris yang bilang terus bertahan hingga waktu terakhir. Benar-benar Excelent Strengthseperti halnya Terios.

(foto: Haris)
Sayangnya dua dari tujuh bloggers tidak bisa saya review. Tulisan Bambang menurut saya kurang komprehensif, sementara tulisan Puput rusak link-nya. Dua blogger favorit saya di ajang ini adalah Haris dan Wira.
OOOoooOOO
Referensi: http://daihatsu.co.id/terios7wonders/2013/blog



Published on November 25, 2013 07:56
November 19, 2013
Pengalaman Meeting dan Menginap di Plaza Hotel Purwakarta

Ketika saya diundang untuk rapat holding di Plaza Hotel Purwakarta belum lama ini, agak kaget juga. Karena itu berarti sudah tiga kali holding menggelar rapat di sana. Ada apakah gerangan? Biasanya para pemimpin sering menolak meeting di tempat yang sama. Apalagi sampai tiga kali.


Perjalanan dari Bandung kurang dari 1,5 jam. Padahal kalau meeting di pinggiran kota Bandung ya kurang lebih sama. Inilah enaknya kalau posisi hotel di dekat jalan tol.
Begitu turun dari mobil saya langsung merasakan suasana yang segar karena banyak peohonan. Cuman memang jauh ke mana-mana. Tak apalah. Toh saya memang datang hanya untuk rapat.
Rapat mulai pukul 10 pagi. Tapi ruangan dianggap terlalu kecil. Sehingga selepas istirahat (makan dan shalat Jumat), saya dan rekan-rekan pindah ke ruang rapat yang lebih besar. Saya lihat ada banyak ruang rapat. Di ruang rapat terdapat fasilitas free WIFI. Sayangnya kurang stabil. Mungkin biar peserta rapat tetap fokus, nggak sibuk sendiri browsing Internet.

***

Suasanya nyaman. Apalagi ketika ada live music akustik. Keren banget. Dan di restoran itulah saya baru menyadari Plaza Hotel banyak didatangi tamu ekspatriat. Malumlah, tak jauh dari lokasi industri kelas berat. Bahkan saat makan malam, di bagian bar penuh disesaki tamu bule.
Menu makan siang, malam dan pagi tak ada yang saya komplain. Semuanya enak dan lebih asyik karena bisa sambil melihat pemandangan kolam renang dengan pepohonan yang menjadi nilai lebih tersendiri di mata saya.
***

Kolam renangnya sejuk dan kedalaman sedang. Ada satu kolam renang untuk anak-anak dengan seluncuran. Rasa-rasanya, saya jadi ingin membawa keluarga saya menginap di Plaza Hotel saat liburan. Selepas sarapan saya berjalan-jalan di sekitar hotel. bagi yang suka bersepeda, pihak hotel menyewakan sepeda untuk mengitari kawasan Kota Bukit Indah. Yang mau lari di jogging track saja, juga asyik kok.

(November 2013, foto2: Benny Rhamdani)
Published on November 19, 2013 00:37
Benny Rhamdani's Blog
- Benny Rhamdani's profile
- 7 followers
Benny Rhamdani isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
