Alfin Rizal's Blog: Alfin Rizal - Posts Tagged "kangen"
INGATAN
HUJAN memaksaku untuk mengenang kening kenanganmu, Kekasih. Di ambang pintu reyot bangunan tua di ujung selatan, kecupmu menguncup di pelarian dekapanku yang kau bilang begitu hangat. Waktu itu hujan turun tanpa peringatan dan tanda jenuh. Telapak tanganmu bersatu saling menyentuh sembari ditemani tiup bibirmu yang utuh. Gigil tengah gagal melipur dinginnya tubuhmu, namun kemudian kau gayuh lenganku untuk kau kaitkan bersama lenganmu yang bulu kecilnya mulai bergemuruh. Kau kedinginan sayangku.
Kekasih, aku yakin sebab detak jantung ketika tiap detik kau cairkan darah asmara lewat kisah kasih yang melupakan kesah keluh itulah hujan mengerti persandingan kita waktu itu.
Tak kurang, tak lebih, lantaran memang tepat pada tetesan hujan inilah aku dipermainkan lorong waktu. Meski puluhan musim dan lelah lapuknya usia tengah terjadi, agaknya tak ada yang berubah selain kesendirianku kini, kekasih. Hujannya air masih memancarkan kesaksiannya, gersang lapisan pintu berkayu senja serta angin yang dulu menyibukkan hujan dan gerakmu pun masih nampak kurasa. Benar hanya karena engkau tak lagi mengaitkan lengan kita, semuanya menjadi sangat berbeda.
Aku masih menyapamu sebagaimana kau menyapaku dulu; kekasih. Namun penantianku sudah tak lagi sama seiring melajunya sang waktu. Kian pelik dan licik bayang-bayangmu menggerayangi ingatanku. Sebab kepergianmu yang mendadak bergejolak memburu haru biru dalam hatiku. Kerinduan yang semula kunyatakan mampu bertahan berujung dengan isyarat bahwa akan menjadi puncak paling berat. Kau paham bukan, seberat-beratnya rindu ialah merindukanmu yang tak mungkin lagi bernafas di hadapanku.
Kekasih, sedihku bukan sebab Tuhan mencintaimu sehingga kau harus digegaskan untuk menemui-Nya. Namun lantaran ingin dan angan kita yang begitu saja hilang bahkan kini kutanggung sendirian.
Katakanlah para iblis membangunkanku sebuah istana megah, aku tak ingin menjadi rajanya jika bukan kau yang mendampingiku sebagai ratunya. Rongga hatiku merongrong serupa gorong-gorong yang dibanjiri limbah kerelaan yang palsu.
- Alfin Rizal, Yogyakarta 2017
Kekasih, aku yakin sebab detak jantung ketika tiap detik kau cairkan darah asmara lewat kisah kasih yang melupakan kesah keluh itulah hujan mengerti persandingan kita waktu itu.
Tak kurang, tak lebih, lantaran memang tepat pada tetesan hujan inilah aku dipermainkan lorong waktu. Meski puluhan musim dan lelah lapuknya usia tengah terjadi, agaknya tak ada yang berubah selain kesendirianku kini, kekasih. Hujannya air masih memancarkan kesaksiannya, gersang lapisan pintu berkayu senja serta angin yang dulu menyibukkan hujan dan gerakmu pun masih nampak kurasa. Benar hanya karena engkau tak lagi mengaitkan lengan kita, semuanya menjadi sangat berbeda.
Aku masih menyapamu sebagaimana kau menyapaku dulu; kekasih. Namun penantianku sudah tak lagi sama seiring melajunya sang waktu. Kian pelik dan licik bayang-bayangmu menggerayangi ingatanku. Sebab kepergianmu yang mendadak bergejolak memburu haru biru dalam hatiku. Kerinduan yang semula kunyatakan mampu bertahan berujung dengan isyarat bahwa akan menjadi puncak paling berat. Kau paham bukan, seberat-beratnya rindu ialah merindukanmu yang tak mungkin lagi bernafas di hadapanku.
Kekasih, sedihku bukan sebab Tuhan mencintaimu sehingga kau harus digegaskan untuk menemui-Nya. Namun lantaran ingin dan angan kita yang begitu saja hilang bahkan kini kutanggung sendirian.
Katakanlah para iblis membangunkanku sebuah istana megah, aku tak ingin menjadi rajanya jika bukan kau yang mendampingiku sebagai ratunya. Rongga hatiku merongrong serupa gorong-gorong yang dibanjiri limbah kerelaan yang palsu.
- Alfin Rizal, Yogyakarta 2017
RINDU
Jika saat ini kau merasakan sesak pada rongga dadamu seolah gagal bernafas padahal nyata normal kau hirup dan hempas udara yang menyelimutimu, atau kau pejamkan mata hingga padam namun terang benderang yang kau pandang untuk menangkap bayanganku dan lebih nyata ketimbang saat kau belalakkan mata, maka sudah saatnya kukisahkan kau tentang rindu!
“Sungguh, hanya hujan yang mampu memanggil mimpi-mimpi tanpa harus terlelap tidur!” bisikmu pelan sembari memandangi rinai yang berbaris di luar dan meninggalkan bulir-bulir bening pada kaca jendela kamarmu.
Aku hanya memandangi pancar matamu yang berpendar memandang gelisah basah bumi. Suaramu semakin pelan dikalahkan bisik rinai yang jatuh meninggalkan rembulan.
"Jangan tidur dulu, sebab mewujudkan apa yang kita mimpikan lebih asyik daripada hanya memimpikan apa yang ingin kita wujudkan."
Alfin Rizal, februari 2017
“Sungguh, hanya hujan yang mampu memanggil mimpi-mimpi tanpa harus terlelap tidur!” bisikmu pelan sembari memandangi rinai yang berbaris di luar dan meninggalkan bulir-bulir bening pada kaca jendela kamarmu.
Aku hanya memandangi pancar matamu yang berpendar memandang gelisah basah bumi. Suaramu semakin pelan dikalahkan bisik rinai yang jatuh meninggalkan rembulan.
"Jangan tidur dulu, sebab mewujudkan apa yang kita mimpikan lebih asyik daripada hanya memimpikan apa yang ingin kita wujudkan."
Alfin Rizal, februari 2017
Published on February 06, 2017 03:57
•
Tags:
alfin-rizal, catatan-rindu, cinta, februarindu, kangen, mimpi, rindu
Alfin Rizal
Menulis adalah salah satu caraku bersyukur kepada Tuhan
- Alfin Rizal's profile
- 50 followers
