Goodreads Indonesia discussion
Klub Buku GRI
>
Baca Bareng Buku Puisi: "Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung" by Joko Pinurbo

Karena buku ini merupakan tiga kumpulan buku puisi Joko Pinurbo maka terbagi 3 bagian yaitu:
1. Celana (sajak-sajak 1986-1998)
2. Di Bawah Kibaran Sarung (sajak-sajak 1999-2000)
3. Pacar Kecilku (sajak-sajak 2001-2002)
Dan kayaknya perlu juga nih dicantumin puisi yang di cover:
Kurcaci
Kata-kata adalah kurcaci yang muncul tengah malam
dan ia bukan pertapa suci yang kebal terhadap godam.
Kurcaci merubung tubuhnya yang berlumuran darah
sementara pena yang dihunusnya belum mau patah.
(1998)

Penyair Tardji (Hal.3)
Tardji minta bir buat pesta di malam buta.
"sampai tuntas pahit-asamnya.
Sampai pecah ini botolnya."
Dalam mabok ia minta tuak dari jantung-Mu.
"Mana kapak? Biar kutetak leher panjangMu."
Sampai huruf habislah sudah.
Sampai nganga luka dibelah.
"Ya Allah, sajak terindah kutemu dalam Kau darah."
(1986)

Badai menggemuruh di ruang tidurmu.
Hujan menderas lalu kilat, petir dan ledakan-ledakan waktu dari balik dadamu.
Sesudah itu semuanya reda.
Musim mengendap di kaca jendela.
Tinggal ranting dan dedaunan kering.
Berserakan di atas ranjang. Hening.
Waktu itu tengah malam kau menangis.
Tapi ranjang mendengarkanmu sebagai nyanyian.
(1989)

justru sekalian dijadiin selimut, meneer
sarungnya merek "gajah jingkrak"
@Roos, baris ketiga sepertinya ada salah ketik tuh..hihi.."botol" kan maxutnya yah..:-p
panda,
-korektor karbitan-

Bulu matamu: padang ilalang.
Ditengahnya: sebuah sendang:
Kata sebuah dongeng, dulu ada seorang musafir
datang bertapa untuk membuktikan apakah benar
wajah bulan bisa disentuh lewat dasar sendang.
Ia tak percaya, maka ia menyelam.
Tubuhnya tenggelam dan hilang di arus mahadalam.
Arwahnya menjelma menjadi pusaran air berwarna hitam.
Bulu matamu:padang ilalang
(1989)

Oohh.. kirain mo bilang: bulu matamu padang ilalang...huehehehehe...*GR*

Oohh.. kirain mo bilang: bulu matamu padang ilalang...huehehehehe...*GR*"
ok deh..
Kak Roos bulu matamu: padang ilalang
Di tengahnya: sebuah sendang, pangan, papan..
hehehe

Ia membabat padang rumput yang tumbuh subur di kepalaku.
Ia membabat rasa damai yang merimbun sepanjang waktu.
"Di bekas hutan ini akan kubangun bandar, hotel, dan restoran.
Tentunya juga sekolah, rumah bordil, dan tempat ibadah."
Ia menyayat-nyayat kepalaku.
Ia mengkapling-kapling tanah pusaka nenekmoyangku.
"Aku akan mencukur lentik lembut bulu matamu.
Dan kalau perlu akan kupangkas daun telingamu."
Suara guntingnya selalu menggangu tidurku.
(1989)

http://www.youtube.com/watch?v=IUDTlv...
pake headphones dan tutup mata, dan rasakan sensasinya..

Pada Lukisan Monalisa
Dirambutmu burung-burung membuat sarang.
Burung-burung yang terbang dari khasanah senja;
yang sudah beberapa lama terkurung dalam himpian Hawa.
Burung-burung yang memintal benang-benang cahaya
dengan kepak lembut sayap-sayapnya yang luka.
Burung-burung yang menggurat padang langit hijau
dengan cakar-cakar perih dan kicau-kicaunya yang parau.
Dan engkau adalah pohon yang dahan-dahannya
menjulur lentur karena adalah kenangan.
Yang akar-akarnya menjuntai ke wilayah malam.
Yang ranting-rantingnya lembut karena adalah igauan.
Yang daunnya rimbun menghalau kobaran jaman.
Yang pucuk-pucuknya menjulang karena adalah jeritan.
(1990)

Senandung Becak
Ada becak melenggang sendirian di sebuah gang.
Pemiliknya, katanya, telah mati di tiang gantungan.
Ada becak hanyut di sungai,
Sungainya keruh, mengalir ke laut yang jauh.
Orang-orang berkumpul di atas jembatan,
mengira si pemiliknya telah mati tenggelam.
Tapi ada yang berbisik kepada saya;
"Akulah yang menghanyutkannya
dan ternyata kalian amat suka menontonnya."
Ada juga yang berkata;
"Sesampainya dilaut, becak itu akan menjelma
menjadi sebuah perahu yang harus bertarung
sendirian melawan badai, ombak dan malam."
(1990)

ni kamsutna hantu tukang becak yang kangen ama becaknya?
ato puisi pas kejadian ketika pemda DKI membersihkan becak di wilayah DKI denga membuangnya kelaut?
PS: Imam, sori, puisi nomer 7 nya gw embat sekalian, nanggung soalna.
Gw lagi BT neh subuh-subuh gara2 sakit gigi, hahaha

Di Kulkas: Namamu
Di kulkas masih ada
gumpalan-gumpalan batukmu
mengendap pada kaleng-kaleng susu.
Di kulkas masih ada
engahan-engahan nafasmu
meresap dalam anggur-anggur beku.
Di kulkas masih ada
sisa-sisa sakitmu
membekas pada daging-daging layu.
Di kulkas masih ada
bisikan-bisikan rahasiamu
tersimpan dalam botol-botol waktu
(1991)

tapi jadi seru, teruskan Kang!!
*gelar tiker nyeruput teh anget*

: Sukabumi
Daun-daun karet berserakan.
Berserakan di hamparan waktu.
suara monyet di dahan-dahan.
Suara kalong menahan perang.
Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan.
Berloncatan di semak-semak rindu.
Dan sebuah jalan melingkar-lingkar.
Membelit kenangan terjal.
Sesaat sebelum surya berlalu
masih kudengar suara bedug bertalu-talu
(1990)


*getok pipi satunya biar bengkaknya sama*"
iseng ajah hihi

Bulan ini kita akan baca bareng buku puisi Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung karya dari Joko Pinurbo .
Bagi teman-teman yang punya buku ini bisa membantu untuk me..."
siap!

yag nomer 11 nanti di posting IT rada sorean.
sedikit lama jedanya soalna puisina panjang, jadi silakan diresapi dulu
esf

Perjalanan Pulang
Kadang ingin sangat aku pulang ke rumahmu.
Setidaknya kubayangkan suaru senja aku datang
ke ambang jendelamu, melongok wajah seseorang
yang sedang menulis matahari di telapak tangan.
Halte, Aku terdampar di sebuah halte.
Menunggu bus yang sebenarnya telah lama lewat.
Mengulur-ngulur waktu agar tidak cepat sampai
ke arah jantung atau erangan bisu.
Lihatlah, setiap orang memasang halte
di tempat persinggahan.
Menunggu dan menanti tak henti-henti.
Mengangankan masih ada bus yang bakal datang
membawanya pulang atau mungkin pergi jauh sekali.
Demikianlah musafir; kita takut menjadi tua
namun juga tak pernah bisa kembali menjadi bayi,
menjadi kanak-kanak
kecuali bila kita ciptakan lagi kelahiran
di saat halte mau membimbing kita ke peristirahatan.
Rindu. Aku memang selalu rindu utuk pulang
tapi saban kali juga tak betah.
Petualang sekaligus pecinta rumah.
Di saat lelap sering kulihat bayangan tubuhmu
berjalan terbungkuk-bungkuk dengan kain putih
menyibak dan menutup kembali kelambu mimpi.
Halte. Aku ingat sebuah halte diujung kota yang entah.
Perhentian tempat penantian dikekalkan
dan sekaligus diakhiri.
Alamat kepadasiapa kaukirimkan aduhan bernama surat.
Rendezvous yang kepadanya kautujukan persediaan waktu.
Tak bosan-bosan. Jendela selalu membukakan dirinya
untuk dimasuki dan ditinggalkan.
Seakan seseorang selalu siap-siap di atas ampunan
menerima dan melepaskan salam.
Seperti juga telapak tanganmu; selalu terbuka
untuk dilayari dan disinggahi
Mengapa kita takut kepada ketakutan?
Mengira tak ada yang bisa diabadikan?
Tengah malam kita sering terbangun
lalu berdiri di depan cermin.
Merapikan rambut yang kusut.
Mebelai wajah yang membangkai
Memugar mata yang nanar.
Andaipun langit memperpendek batas
tak berarti jangkauan begitu saja lepas.
Siapa tahu tatapan malah meluas,
memburu sinyal-sinyal baru
yang memberitakan atau menyembunyikan pesanmu.
Tergambar jelas di potret lama;
wajah yang dingin dihangati usia.
Burung-burung pipit mengurung senja,
matahari beringsut pada lingkaran biru.
kemudian malam terlipat dipelupuknu
dan sebuah himne menggema di lintasan alismu.
Berapa lama kata-kata berbincang tentang artian?
Uban-uban tau mau bicara tentang ketuaan.
Almanak tak menyiratkan tanggal dan bulan.
Garis-garis tangan tak menuliskan suratan.
Dinding-dinding tak membatasi ruang.
Berapa lama ucapan tak mau bungkam?
Ah padang pasir.
Panasmu ingin menghanguskan perkemahan.
Kau pikir para pengungsi mau dilumat kelaparan?
Lihatlah, sungai itu tetap saja hijau.
Kematian dienyahkan ke bukit-bukit karang.
kanak-kanak bermain terompet di lubang persembunyian.
Katakan pada ibu, si buyung mau lebih lama merantau.
Rumah itu mungkin akan selalu menanyakan kepulangan,
pintu-pintu menya kiriman kisah petualangan.
Aduh sayang, jarak itu sebenarnya tak pernah ada.
Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan.
Hari itu jam bergerak lambat.
Malam mengingsut seperti siput mengusut kabut
Di jauhan anjing-anjing bertengkar berebit kucing.
Kalender menangis melengking-lengking.
Apakah waktu sudah sangat bosan menghuni jam dinding?
Aduh sayang, detik-detik berjatuhan ke lantai dingin,
diserbu semut-semut hitam untuk pesta persembahan.
Lalu kau merayap ke kaca almari;
mengganti baju, menyempurnakan kecantikan..
Matamu menyala serupa lilin.
Keningmu berkobar dibantai sinar.
Apakah kau sedang berkemas ke kuburan?
Alamak, beri aku sedikit waktu.
Nyawaku tertinggl di rumah sakit.
Baju usang yang kusayang tergantung riang di tali jemuran.
Sudah rapuh, sudah kumal, sudah pula penuh jahitan.
Seperti kujahit leher yang retak, leher yang koyak
dirobek-robek kemiskinan.
Salam bagimu peziarah muda.
Hatimu telah mencatat peristiwa-peristiwa kecil
yang dilupakan dunia.
Ke mana nyerimu melangkah, ke sana jantungmu mencari.
Lonceng gereja mengepung rindumu di malam buta,
membangunkan si sakit dari ranjang beku
di kamar-kamar mati. Salam bagimu pasien abadi.
Suatu hari aku ingin mengajak si mayat berburu singa
di hutan purba. Melacak jejak sejarah nenek moyang
yang melahirkan nama-nama. Merunut silsilah gelap
dari mana aku datang ke mana aku pulang
Senja hampir layu. burung-burung berarak pulang
menuju lingkatan biru. Gaun siapa tertinggal
di bangku taman, di bawa kupu-kupu ke pucuk cemara?
Musim bunga tergesa-gesa pergi diburu musim
yang kehilangan cuaca.
Jika benar air mancur itu tak ingin tidur
barangkali bisa kutitipkan kebosanan padanya.
Angin dan angan menyurutkan malam.
menyibakkan tirai pagi sebelum surya ungu
berayun diambang pintu;
mengabarkan saat kematian dunia waktu.
Halte, Aku terdampar kembali di sebuah halte,
Melupakan bus yang tak akan lewat atau sudah lama lewat.
Memilih saat terbaik untuk pulang ke rumah, ke dunia entah.
Untuk datang ke ambang jendela mu, melongok wajah
seseorang yang sedang melukis matahari ditelapak tangan.
Seperti pada saat keberangkatan.
(1991)
Untuk yang belum tahu siapa Joko Pinurbo, bisa buka Disini yah!
Tapi kalo ada teman-teman yang mempunyai informasi tambahan mengenai beliau, jangan sungkan-sungkan untuk menambahkannya di thread ini. Paling tidak kita bisa lebih mengenai Joko Pinurbo yang akan berulang tahun tanggal 11 Mei ini.
Dan karena ini buku Trilogi atau tiga buku kumpulan puisi dijadikan satu buku dengan 125 puisi, maka untuk teman-teman yang memang mempunyai bukunya, ikutan gotong royong mengetik disini yah.
Terima kasih.
PS untuk Imam, Kang Erie dan Harun: harap merapatkan barisan yah...hehehe. Merapat untuk mengetik bareng maksudnya.